isolasi dan identifikasi jamur
TRANSCRIPT
Isolasi dan Identifikasi Jamur Indigenous dari Limbah Cair Batik
Ina Darliana*)
*)Dosen Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya
Abstrak
Jamur indigenous adalah jamur yang sejak semula telah terdapat dalam
lingkungan limbah dan dapat beradaptasi di lingkungan tersebut. Jamur
indigenous mampu melakukan degaradasi senyawa-senyawa organik yang
terdapat dalam limbah pada kondisi yang sesuai dengan peruntukannya atau
dengan kata lain jamur indigenous memiliki kemampuan untuk mendegradasi
bahan pencemar dan menjadikannya sebagai sumber nutrisi untuk metabolisme
dan kehidupannya (Susanti, 2000). Dengan demikian jamur indigenous yang
diisolasi dari limbah cair batik berpeluang besar menjadi alternatif penting sebagai
pendegradasi limbah batik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui genus-
genus jamur indigenous asal limbah batik. Isolasi Jamur menggunakan metode
pengenceran berseri (Serial Dilution Method) hingga 10-5
pada medium PDA
(Potato Dextrose Agar). Isolat Jamur yang didapatkan diidentifikasi dengan
menggunakan metode Moist Chamber. Dari hasil isolasi diperoleh 6 isolat jamur
yang termasuk kedalam genus Aspergillus, Penicillium dan Rhizopus.
Key word : Jamur indigenous, Limbah Cair Batik, Isolasi, Identifikasi.
PENDAHULUAN
Industri batik dalam proses produksinya menghasilkan produk samping
berupa air limbah dalam jumlah yang besar dan mengandung berbagai macam
bahan-bahan kimia. Bahan kimia seperti zat warna, Garam, NaCO3, NaOH, Lilin
yang biasanya digunakan untuk proses pembatikan dan pencelupan. Pencelupan
dilakukan untuk memperoleh warna, dengan cara mencelupkan kain yang akan
diwarnai kedalam larutan zat warna. Air sisa pencelupan dan pelorodan lilin ini
apabila dibuang begitu saja ke perairan tanpa adanya proses pengolahan terlebih
dahulu, maka akan berdampak negatif bagi keberlangsungan ekosistim perairan.
Sejauh ini, industri batik terutama skala kecil belum mempunyai Instalasi
Pengolahan Air Limbah yang memadai karena keterbatasan lahan dan biaya.
Untuk mencegah dampak yang lebih luas akibat limbah batik ini, maka
penyediaan sistem pengolahan limbah yang murah efektif , efisien dan ramah
lingkungan serta mudah diaplikasikan pada skala lapang saat ini sangat
dibutuhkan. Salah satu metode pengolahan limbah batik yang potensial adalah
pengolahan limbah menggunakan jamur indigenous yang berasal dari limbah batik
itu sendiri, karena limbah batik kaya akan bahan organik, sehingga diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi bagi kehidupan jamur
indigenous tersebut.
Daerah sentral industri batik Trusmi Plumbon Cirebon umumnya masuk pada
kategori skala industri kecil dan menengah. Industri batik khususnya skala kecil,
sebagaian besar membuang limbahnya begitu saja tanpa dilakukan pengolahan
terlebih dahulu. Air limbah yang dibuang langsung ke badan air menimbulkan
masalah, diantaranya intensitas warna yang masih cukup tinggi, estetika,
munculnya bau yang tidak sedap akibatnya mengancam kehidupan organisme
akuatik. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum tersedianya cara
pengolahan limbah batik yang efektif, murah dan ramah lingkungan yang bisa
diaplikasikan secara langsung pada skala lapang.
Kebanyakan cara pengolahan limbah dilakukan secara kimia dan fisika
diantaranya dilakukan dengan menggunakan metode adsorpsi, koagulasi dan
oksidasi (Reddy et al. 2006). Metode koagulasi yang telah dikaji diantaranya
menggunakan koagulan seperti FeCL3 dan MgCL2 (Bidhendi et al. 2007).
Perombakan dengan metode oksidasi menggunakan oksidator kuat seperti
Hidrogen Peroksida, Natrium Hipoklorit atau Kalsium dikromat (Aslam et al.
2004). Pengolahan cara seperti ini cukup efektif, akan tetapi memerlukan biaya
yang besar dan menggunakan bahan kimia yang banyak. Selain itu proses ini
menimbulkan limbah sampingan berupa sludge yang banyak. Adanya sludge
dapat menyebabkan pendangkalan pada bak pengolahan limbah sehingga perlu
penanganan lebih lanjut.
Untuk mengatasi kelemahan pengolahan limbah secara fisika dan kimia,
maka pengolahan limbah cara biologi merupakan salah satu alternatif yang lebih
ramah lingkungan. Pengolahan limbah secara biologis adalah menggunakan
mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme untuk mengolah limbah sangat
potensial untuk dikembangkan, karena limbah tekstil mempunyai kandungan
bahan organik yang tinggi dan dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme tertentu
sebagai sumber nutrisi. Kandungan bahan organik yang ada dalam limbah
memungkinkan mikroorganisme indigenous dapat tumbuh pada limbah cair batik.
Mikroba indigenous adalah mikroba yang sejak semula sudah ada pada
lingkungan limbah. Mikroba tersebut sudah teradaptasi dan diharapkan mampu
melakukan degradasi senyawa-senyawa organik dan pencemar yang terdapat
pada limbah pada kondisi yang sesuai. Mikroba indigenous yang diduga ada
dalam limbah umumnya dari kelompok bakteri dan jamur. (Mayanti et al, 2009).
Beberapa jenis jamur yang termasuk jamur pelapuk putih seperti
Phaenerochaete chrysosporium, Trametes versicolor, Marasmius sp dilaporkan
mampu menurunkan berbagai polutan organik (Capalash and Sharma, 1992).
Studi tentang beberapa jenis jamur yang digunakan untuk mengolah limbah tekstil
antara lain Trametes villosa dan Trametes picnoporus (Machado et al. 2006),
Aspergillus sp (Ramzay et al, 2007), Penicillium sp (Torallba et al,2009).
Berdasarkan uraian tersebut pada penelitian ini akan dilakukan isolasi dan
identifikasi jamur indigenous asal limbah cair batik dari daerah Trusmi Cirebon.
Identifikasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting mengingat banyak
jenis jamur belum diketahui jumlah dan jenisnya. Lingkungan limbah yang
mendukung pertumbuhan jamur memungkinkan diversitas jamur yang tinggi.
Jamur indigenous yang sudah lama beradaptasi dengan lingkungan limbah batik
pasti mempunyai kemampuan untuk merombak limbah tersebut. Apabila jamur
indigenous yang sudah lama hidup dan beradaptasi dengan lingkungan limbah
batik digunakan untuk degradasi limbah, maka metode alternatif berbasis jamur
indigenous tersebut dapat diimplementasikan pada skala lapang secara
berkelanjutan.
Penelitian ini melaporkan hasil isolasi jamur indigenous dari limbah batik .
Tujuannya untuk mengetahui jenis jamur indigenous yang dapat tumbuh pada
limbah batik. Selanjutnya hasil penelitian akan dikaji lebih lanjut dalam upaya
penanganan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan dengan menggunakan
jamur indigenous.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan dengan metode isolasi limbah cair batik yang diambil
dari industri batik daerah trusmi cirebon. Pemurnian jamur dan identifikasinya
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Padjadjaran mulai bulan Agustus sampai September 2011
Isolasi Jamur Indigenous
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan cara isolasi jamur indigenous dari limbah cair batik. Limbah batik yang
diambil berasal dari bak penampungan limbah yang akan dibuang ke luar.
Sampel limbah cair sebanyak 1 ml diencerkan dengan 9 ml NaCL fisiologis steril
hingga pengenceran 10-5
. Isolasi jamur dilakukan dengan menuangkan 1 ml
sampel dari pengenceran 10-2
sampai 10-4
kedalam cawan petri yang berisi 20 ml
media cair Potato Dextrose Agar (PDA) yang ditambahkan limbah cair batik,
kemudian dicampurkan hingga homogen dengan cara memutar cawan petri secara
perlahan diatas meja. Setelah beku, cawan petri kemudian dibalik agar air
kondensasi tidak jatuh keatas agar karena permukaan agar harus kering. Semua
cawan petri kemudian dibungkus dengan kertas dan disimpan pada suhu kamar
selama 3-7 hari. Koloni-koloni jamur yang tumbuh dalam cawan petri diisolasi
untuk setiap koloni yang berbeda. Koloni yang telah diisolasi kemudian
dimurnikan dengan cara mengambil satu ose koloni jamur lalu digoreskan pada
medium PDA miring dalam tabung reaksi. Tabung reaksi dibungkus, kemudian
diinkubasi pada suhu kamar selama 3-7 hari, kemudian disimpan dalam lemari es.
Identifikasi Genus Jamur Indigenous
Identifikasi jamur indigenous hasil seleksi diamati secara morfologis baik
makroskopik dan mikroskopik menggunakan mikrokultur jamur lembab (Moist
Chamber). Diamati bentuk koloni, hypha, septa, medium yang digunakan adalah
Saboroud Agar, yaitu suatu medium yang mengandung kadar glukosa tinggi.
Pembenihan agar saboroud kemudian diteteskan secukupnya pada kaca obyek
dan dibiarkan hingga membeku. Setelah agar beku, satu sisi dari tetesan saboroud
agar dipotong. Masing-masing koloni dari jamur yang telah tumbuh kemudian
ditanamkan pada bagian sisi kaca penutup, kemudian tetesan saboroud agar yang
telah ditanami koloni jamur tersebut ditutup dengan kaca penutup dan bagian
yang diberi vaselin tepat diatas irisan agar yang telah ditanami koloni jamur.
Kemudian akuades steril diteteskan keatas kertas saring yang ada dalam cawan
petri untuk memberikan suasana lembab. Cawan petri dibungkus dengan kertas
dan diinkubvasi pada suhu kamar (25oC) selama 3-7 hari sampai hifa-hifa jamur
tersebut tumbuh, kemudian diidentifikasi secara mikroskopik. Semua prosedur
kerja tersebut dilakukan secara aseptis untuk mencegah kontaminasi. Identifikasi
dilakukan dengan menggunakan kunci determinasi jamur berdasarkan
Introduction To Food-Borne Fungi (Robert, 1981). Sedangkan deskripsi jamur
tersebut dicari dalam beberapa sumber literatur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil isolasi dari limbah cair batik melalui serangkaian
pengenceran, diperoleh enam isolat jamur indigenous yang berpotensi untuk
mendegradasi limbah cair batik. Ke 6 isolat yang diperoleh ternyata terdiri dari 3
jenis jamur. Berdasarkan hasil identifikasi dengan metode kultur lembab atau
Moist Chamber, ketiga isolat jamur tersebut merupakan jenis jamur Aspergillus
sp. Rhizopus sp. dan Penicillium sp. seperti ditampilkan pada gambar berikut.
1. Aspergillus sp.
.
Gambar .1. (A) Koloni Aspergillus sp. (B) Spora Aspergillus sp.
(Sumber gambar : Dokumentasi Pribadi, 2011)
Jamur Aspergillus sp. termasuk kelas Deuteromycetes, Ordo Moniliales
dan famili Moniliaceae yang merupakan jamur uniseluler yang hidup kosmopolit.
Mampu beradaptasi pada kondisi yang ekstrem, dimana nutrisi dan kondisi
lingkungan tidak terlalu mendukung pertumbuhannya.
A B A B
Pada pengamatan secara makroskopis (Gambar 1A), tampak koloni
Aspergillus sp. berbentuk bulat dengan pinggiran rata dengan warna putih
kehijauan, putih kekuningan dan hijau kekuningan. Pada awal pertumbuhan
koloni, permukannya tampak cembung dan terdapat lekukan ke dalam koloni
yang tampak membagi koloni menjadi beberapa bagian dan bagian tengahnya
seperti kawah. Spora sangat banyak dan menempel pada hifa dengan warna
kuning kehijauan. Pada pengamatan secara mikroskopis (Gambar 1.B), tampak
hifa memiliki septa dengan struktur halus yang muncul dari permukaan koloni.
2. Rhizopus sp.
.
Gambar .2. (A) Koloni Rhizopus sp. (B) Spora Rhizopus sp.
(Sumber gambar : Dokumentasi Pribadi, 2011)
Jamur Rhizopus sp. termasuk kedalam kelas Deuteromycetes, Ordo
Moniliales dan Famili Moniliaceae, merupakan jamur uniseluler yang mampu
hidu pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung pertumbuhannya seperti
pH yang tinggi, ketersediaan nutrisi sedikit.
A B A B
Ciri makroskopis dari Rhizopus sp. adalah koloni berbentuk bulat dengan
pinggiran merata. Pada awal pertumbuhan, hifa tampak putih dengan jumlah
yang sangat banyak seperti serabut dan semakin lama menjadi berwarna coklat
kehitaman. Spora tampak menempel di bagian atas hifa seperti butiran kecil
berwarna coklat kehitaman (Gambar 2A). Secara mikroskopis (Gambar 2B),
hifa tampak bermunculan dari permukaan koloni, hifa berwarna putih dan tidak
bersekat, terdapat askus berwarna coklat kehitaman sebagai tempat
dihasilkannya spora.
3. Penicillium sp.
Gambar .3. (A) Koloni Penicillium sp. (B) Spora Penicillium sp.
(Sumber gambar : Dokumentasi Pribadi, 2011)
Jamur Penicillium sp. termasuk jamur yang masuk kedalam kelas
Ascomycetes, Ordo Aspergilalles dan Famili Aspergillaceae, jamur ini sering
ditemukan hampir di semua tempat, seperti limbah cair, sampah maupun di
air yang tergenang. Termasuk jamur yang mampu hidup pada kondisi
lingkungan yang kurang mendukung.
A B A B
Pada Gambar terlihat bentuk koloni bulat dengan tepi koloni tidak
beraturan, permukan bagian tengah berwarna coklat kehijauan tampak cembung
membentuk suatu puncak, sedangkan pada bagian tepi berwarna abu kehijauan
dan terdapat lekukan (Gambar 3A). Secara mikroskopis (Gambar 3B), tampak
hifa memiliki septa dengan struktur halus yang muncul dari permukaan koloni.
Pada hifa terdapat cabang sebanyak dua buah dan tiap cabang memiliki rantai-
rantai dan pada tiap ujung rantai terdapat sterigmata.
Ketiga isolat jamur yang dapat diisolasi dari limbah batik adalah jamur
saprofit yang paling umum dijumpai dalam lingkungan perairan (Alexander,
1930). Merupakan jamur yang hidup kosmopolit, mampu beradaptasi pada
lingkungan limbah yang ekstrim. Hasil isolasi dan identifikasi jamur indigenous
yang diperoleh dapat dijadikan bahan acuan untuk diteliti lebih lanjut
kemampuannya dalam mendegradasi limbah batik itu sendiri.
KESIMPULAN
Jumlah dan jenis jamur indigenous yang diperoleh dari hasil isolasi limbah
cair batik yang berasal dari sentra industri batik Trusmi Plumbon Cirebon
didapatkan 3 isolat jamur indigenous yang terdiri dari Aspergillus spp. Rhizopus
spp. dan Penicillium spp.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, 1930. Introduction to Microbiology. Library of Congress.USA.
Aslam, M.M., M.A. Baig., I. Hasan., I.A. Qozi., M.Malik and H. Saed. 2004.
Textile Wastewater Characterization and Reduction of its COD and BOD
By Oxidation. Electron. J.Environ. Agric.Food.Chem.
Barnett,H.L.Dan Barry,B.H.1960. Illustrated Genera Of Imperfect Fungi,Third
Edition, Minessota: Burgess Publishing Company.
Bidhendi, G.R., A. Torabian., H. Ehsani. and N.Razmkhah. 2007. Evaluation of
Industrial Dyeng Wastewater Treatment With Coagulant and Polyelectrolite
as a Coagulant Aid. Iran.J.Environt.Health.Sci.Eng. 4(1).
Capalash, N. and P.Sharma. 1992. Biodegradation of Textile Azo Dyes By
Phanerocgaete chrysosporium. Microbiol Biotechnol.
Machado, K.M.G.,L.C.A. Compart,R.O.Morais,LH.Rosa,M.H.Santos.2006.
Biodegradation of Reactive Textile Dyes by Basidiomyceteous Fungi From
Brazillian Ecosystems. Brazillian J.Microbiol.37:48-487.
Maharani,A.A.2003. Pengaruh Penambahan NPK dalam Biodegradasi Lumpur
Minyak Bumi Terhadap Jumlah Jamur dan Kadar Hidrokarbon
Poliaromatik. Bandung,
Mayanti,B dan Herto Dwi Arysyadi.2009. Identifikasi Keberagaman Bakteri
Pada Comercial Seed Pengolah Limbah Cair Cat. Institut Teknologi
Bandung.
Ramzay, M., Kalavathy, S and Devi, L. 2007. Biodecolorization and
Biodegradation of Reactive Blue By Aspergillus sp. African. J. Biotechnol.
Reddy,S.S.B.,Kotaiah,N.S.P.Reddy,M.Velu.2006. The Removal of Composite
Reactive dyes From Dyeing Unit Effluent Using Sewage Sludge Derived
Activated Carbon. Turkish.J.Eng.Environ.Sci.30:367:373.
Robert,A.Samson.,Ellen.S.,Hoekstra.,ConnieA.N.VanOorschot.1981. Introduction
To Food-Borne Fungi. Institute Of The Royal Netherlands.Academy Of
Arts and Science.
Toralba,B.L.R.., Nishikawa,M.M.,Baptista,D.I.,Magalhaes,D.P.,daSilva,M.
Decolorization of Different Textile Dyes By Penicillium simplicisimum and
Toxicity Evaluation After Fungal Treatment. 2009. Brazillian Journal of
Microbiology(2009)40:808-817.