islam barat

Upload: ad5027cl

Post on 08-Apr-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/7/2019 islam barat

    1/8

    M.N. Harisudin: Merumuskan Ulang Dialog Islam dan Barat

    MERUMUSKAN ULANG DIALOG ISLAM DAN BARAT(Rethinking Dialogue between Islam and The West)

    Oleh:M.N. Harisudin

    AbstractSamuel P. Huntington's thesis "The Clash of Civilization"seems tougher nowdays because of the incidents of WTCbombing on September 11th 2001 and Legian Bali bomb onOctober 12 th 2002. Islam and the West are the two variantsunder the clash. Huntington suggests that one of the variantswill be more fragile. The two civilizations have exposed thedifference and the everlasting conflicts. The Crusade,colonialism and orientalism are the triggers of the end-lessconflicts. One of the pathways for the rigid relation isdialogue between the two. Bassam Tibi, in this case, offers adialogue between Islam and the West along with inter-national morality.Key word: Islam, West, dialogue, internasional morality.

    1. PendahuluanPeristiwa hancurnya gedungkembar World Trade Center (WTC)dan gedung Departemen PertahananAmerika Serikat, Pentagon pada 11September 2001 dan disusul hancur-nya tempat hiburari Sari Club diLegian, Kute, Bali pada tanggal 12Oktober 2002, jelas sekali meman-tik kembali perseteruan antara Islamvis a vis Barat, Dua peradaban besarini disinyalir bakal berhadap-hadap-an secara langsung, berkonfrontasidan bahkan "saling memusnahkan"antar satu dengan lainnya.

    Seperti dinyatakan oleh Hun-tington (1993)dalam The Clash ofCivilization, bahwa dunia akan di-bentuk sebagian besar oleh interak-si antara tujuh atau delapan pera-daban besar. Peradaban itu: Barat,Konfusius, Jepang, Islam, OrtodoksSlavia, Amerika Latin dan mungkinjuga Afrika. Menurut Huntington,konflik terpenting di masa menda-tang akan terjadi sepanjang garis pe-misah budaya (cultural fault lines)yang saling memisahkan peradaban-peradaban ini, (Tamara dan Taher,1996:6).Tesis Huntington, meski*StafPengajar Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jember.

    129

  • 8/7/2019 islam barat

    2/8

    Aspirasi, Vol. XVII, No.2, Des. 2007

    dikritik banyak pihak, namun dalamkonteks Islam versus Barat, adabenamya.Pertentangan antar peradabanberlangsung pada dua tingkat. Padatingkat mikro, kelompok-kelompokyang berdekatan sepanjang garispemisah antara peradaban-peradab-an yang berjuang, seringkali dengankekerasan untuk saling menguasaiperbatasan masing-masing. Padatingkat makro, negara-negara yangmempunyai peradaban yang berbe-da-beda bersaing untuk merebut ke-kuatan ekonomi dan militer, ber-juang untuk menguasai lembaga-lembaga internasional dan pihak-pihak ketiga dan bersaing mem-promosikan nilai-nilai agama danpolitik mereka masing-masing.

    Dalam beberapa konflik didunia, seperti di Afganistan, Irak,Palest ina, Iran dan sebagainya, sela-lu melibatkan aktor Barat. Baratyang nyaris tidak memiliki musuhsuper power pasca keruntuhan UniSoviet, kini semakin dahsyat guritakekuasaannya. Bahkan, Barat atasnama pencerahan dan modernisme,berupaya untuk mendesiminasikanuniversalisme kemanusiaan ke selu-ruh penjuru dunia. Menarik sekaliapa yang dikatakan oleh lameela(1996:209) sebagai berikut."Every government in the'underdeveloped' countries isfrantically trying to modern-ize, taking America as model.

    Modernization is regarded asthe panacea, the magic wandthat will abolish disease, po-verty and ignorance and cre-ate a better, richer lifefor the130

    masses. That is the propa-ganda but what is the truth ?Is Western civilization con-ducive to the human welfarein the so-called Third World?Pada sisi lain, Barat adalah

    menjadi polisi dunia yang ditolakkehadirannya oleh justru sebagianbesar masyarakat dunia. Kebijakanpolisi dunia yang tidak bijak sepertiyang ditunjukkan dalam kasus Pa-lestina, Afganistan, Irak dan seba-gainya menyulut gerakan anti-Amerika, misalnya. Dalam beberapakasus penolakan Barat, sebagianbesar didasarkan pada faktor kea-gamaan. (Studia Islamika, 2005:191). Dengan demikian, Islam men-jadi persemaian benih keteganganmelawan hegemoni Barat yangmenggurita.2. Islam vis a vis Barat: Menatap

    MasaLaluKetegangan Islam versus Ba-

    fat sudah berlangsung sangat lama.Seperti yang dikatakan oleh AlbertRomani, bahwa sejak pertama kalimuncul, Islam merupakan problembagi Eropa-Kristen. Dalam abad ke-7 dan ke-8, pasukan yang berperangatas nama penguasa Islam, Khalifah,meluas dan masuk ke dalam jantungdunia Kristen. Mereka mendudukipropinsi-propinsi kerajaan Bizanti-urn di Syria, Tanah Suci, Mesir danterus meluas ke arah Barat merna-suki Afrika Selatan, Spanyol danSisilia. (Romani, 1998:9-10).Dalam rentang abad ke-lldan ke-13, orang-orang Kristen me-lakukan serangan balasan dan cukupsukses memasuki tanah suci padamasa itu dan juga di Spnayol. Di-

  • 8/7/2019 islam barat

    3/8

    M.N. Harisudin: Merumuskan Ulang Dialog Islam dan Barat

    nasti Islam terakhir di Spanyol ber-akhir tahun 1492, tapi pada saatyang sarna, Dinasti Ottoman Turkimelakukan ekspansi di mana-mana,Dinasti Saljuk memasuki Anatolia,Kerajaan Usmani menundukkansisa-sisa kerajaan Bizantium danmenduduki Konstantinopel serta te-rns memasuki Eropa Tengah danTimur. Pad a akhir abad ke-17, me-reka berhasil menduduki tanah Kre-ta dan mengancam Wina.Hubungan Islam dengan Baratkembali memburuk, ketika peradab-an secara umum dikuasai oleh Baratdan Barat melakukan penjajahanatas dunia Timur yang berada dalamketidakmajuan dan keterbelakangan,Ini dimulai oleh Napoleon Bonapar-te, raja Perancis, pada tahun 1798-1801 yang menguasai Mesir dalamjangka waktu yang lama. (AI-Tah-tRawi, 1958:7). Tak berselang lamakemudian, berturut-turut, negara-ne-gara berpenduduk muslim di sejum-lah wilayah Afrika, Timur Tengah,Asia dan sebagainya, direbut dandikuasai ole Barat.

    Pada aras lain, kebencian Ba-rat terhadap Islam, juga ditunjuk-kan dalam literature kajian oriental-isme. Kajian yang dilakukan olehorang-orang Barat semula dilakukankarena memusuhi Islam. Tak ayal,berbagai kajian yang tidak netral inidilakukan dipengaruhi oleh persepsiyang sepenuhnya dibentuk olehkonstruksi para tokoh Kristen me-ngenai Islam. Islam dipandang tidaklebih dari penyimpangan atau bid'ahdari agama Kristen. Dari catatanStennbrink, dari tahun 650 hingga1100, hampir tidak tersedia infor-

    masi mengenai Islam di dunia Barat,kecuali beberapa saja, misalnya Y0-hannes dari Damaskus. Dia menulisIslam sebagai sebuah sekte Kristenyang barn (Muslih, 2004:66-67).

    Kajian yang lebih mendalamtentang Islam sebagai agama, mulaidikembangkan oleh sejumlah aga-mawan Kristen, meskipun untuktujuan membela agama Kristen danmalah memperluas kejayaannyasampai wilayah yang saat itu diku-asai Islam (Muslih, 2004:67). De-mikian juga, sebagai akibat sikapdefensif Barat terhadap ekspansikekhalifahan Islam yang meluaspada saat itu, citra buruk Islam diBarat saat itu tampak makin tegasdan lengkap. Pada saat ini, gam-baran Islam yang salah, palsu, pe-nuh pra sangka dan fitnah mengenaiIslam menurut kacamata Barat men-dapatkan bentuk yang hampir defi-nitive pada periode ini.

    Ketika Barat memasuki masarenaissance, persepsi buruk sebagi-an belum berubah, meski sedikitagak membaik. Dikatakan membaikKarena ada umumnya, imajinasi liaryang menjelek-jelekkan Islam tidaklagi diterima oleh renaissance. Is-lam bahkan dianggap sebagai ajaranterpuji karena keselarasan denganakal budi manusia. Namun demiki-an, citra buruk Islam muncul jugasebab bias-bias kultural atau etno-sentris, bahkan rasial yang didorongoleh Eurosentrisme yang berkem-bang karena kolonialisme.

    Citra buruk ini, kendati dalamkajian-kajian orientalisme di masakini sudah jauh lebih baik, namunmasih juga beredar. Islam dan Ti-

    131

  • 8/7/2019 islam barat

    4/8

    Aspirasi, Vol. XVII, No.2, Des. 2007

    mur dalam buku Orientalism karyaEdward W. Said, lihat Harisudin(2004), misalnya dideskripsikanoleh Barat secara negatif, bodongdan terbelakang. Padahal jelas seka-li deskripsi Barat tentang Islam inis~ngat distortif. Islam hanya dite-lanjangi dari aspek-aspek lahiriyahsernisal politik, ekonomi, budayadan lainnya. Sementara itu, yangmenjadi ruh dalam masyarakat Is~lam (Islamic Society) sarna sekahdiabaikan.

    Pada sisi lain, dominasi Baratyang sang at berlebihan memuncul-kan gelombang fundamentalisme Is-lam yang maha dahsyat dengan ber-bagai variannya. Sikap Barat yangterlampau tidak adil terhadap nega-ra-negara Islam juga semakin m~-ngukuhkan posisi fundamentahsyang acapkali juga disebut dengankelompok Islamis terse but. MenurutTibi (2000:121) fundamental ismeIslam tumbuh dari ketegangan-ke-tegangan antaran pandangan duniamodernitas budaya dan pandangandunia kosmologis monoteisme Is-lam. Ketegangan-ketegangan ini,menurut Tibi, menjadi sumber kon-flik politik intemasional.

    Modemitas Barat sekuler te-lah menjadi tantangan bagi pera-daban Islam berabad-abad lamanya,dan kini, para fundamentalis Islamingin membalik realitas terseb~t:Para fundamentalis Islam meyakinibahwa sistem yang berasas padatatanan Tuhan akan mengganti tata-nan politik Barat yang sekuler. Ken-dati bukan semata faktor keagama-an (Tibi,2000:121). Namun ke~a-diran fundamentalis Islam begitu132

    merisaukan Barat. Apalagi, pascaperistiwa II September 2001. De-ngan sangat mudahnya Barat mene-barkan perang anti-terorisme.3. Masa Kini, Silang-Persespsi

    Islam versus BaratSalah satu hal yang menye-

    babkan adanya kesenjangan Islamdan Barat adalah mispersepsi. TesisHuntington yang menyebut konflikglobal akan dipicu perbedaan kul-tural dari peradaban yang berbeda,tampaknya bukan sekadar prov~-kasi. Sebab, salah satu faktor domi-nan dalam perbenturan itu adalahadalah arogansi Barat sendiri danmilitansi Islam. Harus diakui, sikaparogan Barat yang intervensioni~terhadap dunia muslim, dan reaksibalik umat Islam dengan cara-carayang rnilitan dan radikal, tidakjarang menumbuhkan kekerasan.(Ustman,2008). .Tapi tidak hanya karena itu.Pertentangan Islam dan Barat jugabanyak didasari oleh rasa ketakutandan kekhawatiran masing-masing.Barat khawatir Islam tumbuh danberkembang sebagai rival perpoli-tikan Barat. Revolusi Iran. yangsudah berlangsung lama sejak 1979misalnya, dan beberapa gerakanrevivalis Islam, semakin meyakin-kan Barat bahwa ideologi Islamadalah ancaman pascakomunisme.Naluri kekuasan Barat seakan tidakrela jika Islam menjadi musuh yangakan menandinginya.

    Sementara itu, umat Islamjuga selalu khawatir apabila I?o-demisme, sekularisme dan matenal-isme yang berkembang baik diBarat akan mengikis "tradisi suci"

  • 8/7/2019 islam barat

    5/8

    M.N. Harisudin: Merumuskan Ulang Dialog Islam dan Barat

    mereka. Karena itu, dunia Islamse1alu defensif terhadap Barat. Ti-dak hanya defensif, umat Islam jugaaktif menolak apapun yang berbauBarat, terutama produk-produk pe-mikirannya. Padahal, di situlah ter-letak salah satu faktor kemunduranIslam. Demikian halnya dalam soaldemokrasi. Kaum modernis Baratmisalnya menyatakan bahwa Islamanti-demokrasi. Islam bahkan dipan-dang mendorong pada tirani seorangpemimpin agama, menindas hak-hak kaum wanita, dan mengecilkanpenyelidikan ilmiah. Para kaum fun-damentalis Islam menganggap bah-wa praktek-praktek yang disebutmodern tak lebih sebagai perbuatankorup, dan tidak adil. Kaum wanitadi Barat, bagi mereka, juga mudahdiejek karena pendehumanisasian-nya sehingga tidak menikmati per-lindungan (Esposito, 1992:25).Saling khawatir dan takutantar Islam dan Barat juga bersum-ber dari ketidaktahuan. Akibatnya,Barat selalu memandang Islam de-ngan perspektif yang negatif. Mont-gomery Watt misalnya mengatakanbahwa Barat telah lama menjadi ahliwaris prasangka masa lalunya. Citranegatif Islam itu, di dunia Baratmasih saja membekas dan terus me-nerus mendominasi pemikiran Ba-rat. Pandangan Barat terhadap Is-lam, sampai kini masih banyakterpengaruh warisan dendam masalalu. Pengetahuan Barat terhadapIslam juga bersifat parsial dan bias.Barat selalu gaga}dalam memahamiIslam. Masyarakat Islam selalu di-

    dudukkan sebagai barbar, primitifdan gemar berperang. Dari situlahmuncul arogansi Barat untuk me-maksa gagasan dan konsep merekasebagai peradaban universal. Terha-dap Islam, Barat lalu menyajikandua pilihan saja: tetap setia padaIslam tapi tidak menggapai kemaju-an materi, atau maju sembari me-ninggalkan nilai-nilai Islam (Ust-man, 2008).

    Di pihak lain, mayoritasmuslim juga punya pandangan ter-sendiri tentang peradaban Barat.Barat selamanya ditempatkan bukansebagai mitra dialog antar budaya,tapi sebagai musuh yang selalurnenjajah. Seperti dikatakan olehHuntington (1998:183-184)."The west and especially theUnited State, which has alwaysbeen a missionary nation, be-lieve that the non- Western peo-ples should commit themselvesto the Western values of demo-cracy, free markets, limited go-vernment, human right, indivi-dualism, the rule of law, andshould embody the values intheir institutions. Minorities inother civilizations embrace andpromote these values, but do-minant attitudes toward them innon-Western culture rangefromwidespread skepticism to in-tense opposition. What is uni-versalism to the West is im-perialism to the rest? "Pada aras lain, Barat jugadinilai telah mengalami krisis spirit-ua 1 dan mestinya hams kembali ke-pada semangat Islam. Ilmu penge-tahuan dan teknologi Barat diang-

    133

  • 8/7/2019 islam barat

    6/8

    Aspirasi, Vol. XVII, No.2, Des. 2007

    gap tidak lagi membawa kesejah-teraan. Lalu, muneul pula arogansiIslam yang terlalu pereaya diri men-deklarasikan sains Islam dan segal aproyek Islamisasinya.

    Menurut Siddiqui (2002:148-149). Peradaban Islam yang di-bangun oleh Nabi SAW di Madi-nah tidak boleh menjadi suatu pera-daban yang tunduk dan pheriperal ditangan Barat. Dalam catatan sejarah,peradaban Islam pemah menjadiperadaban yang dominan di seme-nanjung Arabia di masa Nabi SAW.Islam ketika itu berhasil meroboh-kan dua kekuatan super power, Per-sia dan Bizantium, dan memba-ngun peradaban-agung yang gemi-lang. Peradaban Yunani pemahmencoba, melalui penaklukan Alex-ander, untuk menjadi peradabanglobaL Namun hanya Islam yangmenjadi peradaban global bertahanbegitu lama selama kurang lebihseribu tahun.

    Tiada mengherankan jikaHourani (1991) pakar dan sejarah-wan Timur Tengah dalambukunyaberjudul 'Sejarah Bangsa-BangsaMuslim' membahasakan hubungannegara-negara Barat dan dunia Is-am dengan keseimbangan yang ra-pub. Hal ini dilandaskan kepadafakta sejarah masing-masing pihak.Baik dunia Barat maupun duniaIslam sarna-sarna pemah mendudukipuncak peradaban dunia, Dan kedu-anya juga sarna-sarna pemah terja-tub dari singgasana peradaban ini.(Sastrawi, 2006).4. Merumuskan Ulang DialogAntar Islam dan Baratl34

    Perbedaan antar ummat ma-nusia bukan hal yang barn. Bahkan,perbedaan tersebut setua denganumur manusia itu sendiri, Sejarahummat manusia adalah gabunganantar sejarah perbenturan dan pertu-karan antara budaya dan peradaban.Mustahil ada suatu peradaban ma-nusia yang terisolasi karena tidakberhubungan dengan peradaban diluarnya. Hal ini sarna dengan pera-daban Islam dan Barat yang tidakbisa dilepaskan pengaruhnya dariperadaban lain. (Tamara dan Taher,1996:42-143).

    Kondisi yang memprihatinkanantar dua peradaban Islam dan Baratnampaknya membutuhkan dialogyang tulus dan jujur. Lewat prosesdialog yang bersifat inklusifsertaproses take and give antara berbagaikebudayaan dan peradaban, makayang demikian ini akan lebih meng-untungkan dua belah pihak, di sam-ping tentu saja juga tidak menun-jukkan gejolak sosial yang tidakperlu, Dialog antar agama-agama,budaya dan peradaban, untuk meng-hadapi berbagai kemungkinan peru-bahan yang lebih dahsyat di masayang akan datang perlu dikede-pankan, (Abdullah, 1997: 111-112).

    Dalam konteks Islam versusBarat, dialog antar peradaban dapatdimulai dengan basis apa yang dise-but. Tibi dengan moralitas internasi-onal (international morality), dialogIslam dan Barat menjadi mutlakadanya, Bagi Tibi, suatu moralitashak asasi manusia yang didasarilandasan lintas budaya memberikanharapan yang menjanjikan (Tamaradan Taher, 1996: 142-143). Lebih

  • 8/7/2019 islam barat

    7/8

    M.N. Harisudin: Merumuskan Ulang Dialog Islam dan Barat

    Pelaku dalam dialog pera-daban Islam dan Barat adalah ma-syarakat sipil dunia. Sebagai bentuktanggung jawab kolektif, sejatinyamasyarakat sipil dunia dapat dige-rakkan untuk mengusung dialogantar peradaban, bukan maIah men- .sosialisasikan benturan peradabanala Huntington. Masyarakat sipildunia yang tidak lagi dibatasi secarageografis dan kultural dapat menyu-arakan gagasan perdamaian duniamelalui dialog Islam dan Barat(Widjajanto dkk., 2007:38).

    Kendati benturan peradabansebagaimana dikatakan oleh Harb(2007) bukan satu-satunya masalahmasyarakat dunia, namun ia perIudicarikan jalan keluarnya sebagaimasalah bersama masyarakat duniatanpa kecuali. Jika tidak, makayang terjadi adalah eskalasi massalbenturan peradaban yang kelak akanmeluluhlantakkan kehidupan di bu-mi. Akankah sebagai khalifah dibumi, kita membiarkan begitu sajakonflik peradaban yang berujungkekerasan berdarah-darah ini? Sa-ngat naif, kiranya. Jalan keluarnya,tentu saja, adalah seperti yang dita-warkan oleh Tibi, membangun hakasasi rnanusia yang berbasis padamoraIitas internasional dengan paraaktor masyarakat sipil dunia.5. Kesimpulan

    Dengan bertolak pada dia-log Islam Barat, sesungguhnya ma-salah utama dalam tulisan ini dapatterselesaikan. Apalagi, dengan pon-dasi yang ditawarkan oleh Tibi de-ngan gagasan rnoralitas internasio-nalnya. Hanya saja, dalam tataranpraktis, tidak semudah membalik te-

    135

    jauh, Tibi menawarkan ide moralitasinternasional yang berlandaskankonsensus minimal yang dimilikioleh semua peradaban. Tibi jugamenggaris bawahi ide tentang hakasasi manusia dan etika yang terkaitpadanya sebagai titik sentral dalammoralitas internasional. Makanya,suatu moralitas internasional yangbias diterima oleh semua peradabanhams sekular dengan maknanyayang terbatas, yaitu pemisahan aga-rna dengan politik.Hak-hak asasi manusia indi- .vidu, bagaimanapun juga, adalahsekuler, dalam pengertian bahawahak-hak tersebut tidak terbatas padakomu-nitas religiustertentu, namunlebih diperuntukkan kepada seluruhumat manusia. Pernyataan tentanghak asasi manusia Islami, dengandemikian, menjadi tidak dapat di-laksanakan dan tidak clapat diterima.Standar-standar hak asasi manusiaintemasional-yang ditetapkan olehkonsensus umum tentang peradabandunia-harus tetap diterima sebagaiukuran ketika referensi hingga po-kok-pokok kultural dibuat, Sepertiyang dikatakan Tibi (2000:361)."Yang dipermasalahkan bukan

    sekedar komitmen untuk pem-berlakuan hale asasi manusia se-cara universal, namun lebih me-rupakan upaya untuk menda-sarkannya pada dasar-dasar an-tar budaya secukupnya sehing-ga kita dapat mengejar morali-tas internasional yang sesuai de-ngan norma-noramvdan nilai-nilai peradaban non-Barat danBarat".

  • 8/7/2019 islam barat

    8/8

    Aspirasi, Vol. XVII, No.2, Des. 2007

    lapak tangan. Karena, benturan per-adaban melibatkan faktor yang ru-mit, bukan hanya agama dan budayaseperti ditunjukkan dalam tulisanini, melainkan juga ekonomi danpolitik. Namun demikian, tidak ber-

    arti sia-sia menawarkan gagasandialog ulang Islam dan Barat. Dia-log Islam dan Barat tetap sangatpenting bagi upaya mewujudkanperdamaian dunia di masa kini danmendatang.

    Daftar PustakaAbdullah, Amin. 1997. Falsafah Kalam di Era Post Modernism. Yogya-karta: Pustaka Pelajar.AI-TahtRawi. 1958. Takhlis al-Tbriz fi Talkhis Bdriz. Mesir: MusRofa al-Baby al-Halaby.Esposito, John L. 1992. Islam dan Pembangunan. (Terjemahan). Jakarta:Penerbit Rineka Cipta.Harb, Ali. 2007. Jurnal Taswirul Ajkar. Edisi No.21, 2007.Harisudin, M.N. 2004. "Peradaban Berbasis Kemanusiaan". Republika, 25

    Pebruari 2004.Hourani, Albert. 1998. Islam dalam Pandangan Eropa. (Terjemahan).

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Huntington, Samuel P. 1998. The Clash of Civilizations and The Remakingof World Order. London: Touchstone.

    Jameela, Maryam. 1996. Islam and Western Society. Delhi: Adam Publisher.Muslih, Muhammad. 2004. Religious Studies:Problem Hubungan Islam dan

    Barat Kajian alas Pemikiran Karel A. Steen brink. Yogyakarta:Belukar.

    Sastrawi, M. Hasibullah. 2006. "Islam dan Barat Pasca Bush". Media Indo-nesia, 23 Nopember.

    Siddiqui, Kalim. 2002. Seruan-Seruan Islam.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Studia Islamika. 2005. Indonesia Journal for Islamic Studies. Vol. 12, No.

    2,2005.Tamara, M. Nasir dan Elza Peldi Taher (ed.). 1996. Agama dan Dialog

    Antar Peradaban. Jakarta: Paramadina.Tibi, Bassam. 2000. Ancaman Fundamentalisme. (Terjemahan). Yogyakar-

    ta: Tiara Wacana.Widjajanto, Andi. Dkk. 2007. Transnasionalisasi Masyarakat Sipil. Yogya-karta: LkiS.

    Ustman, Abdul Malik. 2008. "Refleksi Kasus Guantanamo". MerumuskanUlang Hubungan Islam dan Barat. www.islamlib.com. 22-0- 2008.

    136

    http://www.islamlib.com./http://www.islamlib.com./