isi proposal

53
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam laporan keuangan dan yang sangat penting bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, dan menaksir resiko antara melakukan investasi atau meminjamkan dana. Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna informasi. Perubahan informasi akan membuat para pengguna informasi salah melakukan penaksiran atas resiko investasi. Pengguna informasi laporan keuangan untuk menilai investasi paling banyak berada di dunia pasar modal.

Upload: hndra86

Post on 12-Jun-2015

3.706 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

analisis perataan laba

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Proposal

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam

laporan keuangan dan yang sangat penting bagi pihak internal maupun eksternal

perusahaan. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan

yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi

kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, dan menaksir resiko

antara melakukan investasi atau meminjamkan dana.

Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui

berbagai cara akan memberikan dampak yang berpengaruh terhadap tindak lanjut

para pengguna informasi. Perubahan informasi akan membuat para pengguna

informasi salah melakukan penaksiran atas resiko investasi. Pengguna informasi

laporan keuangan untuk menilai investasi paling banyak berada di dunia pasar

modal.

Pasar modal memiliki peranan penting dalam kehidupan ekononomi,

keadaan ini sejalan dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan pasar

modal dalam penyediaan dana jangka panjang, yaitu sebagai perantara bagi pihak

yang membutuhkan (defisit) dana dengan pihak yang mampu memberikan

(surplus) dana. Pasar modal yang efisien dapat mendukung perkembangan

ekonomi, karena adanya alokasi dana dari sektor yang kurang produktif kepada

sektor yang lebih produktif. Pasar modal dapat memperkokoh struktur permodalan

di dunia usaha, karena dunia usaha dapat mengatur kombinasi sumber pembiayaan

1

Page 2: Isi Proposal

2

sedemikian rupa sehingga mencerminkan paduan sumber pembiayaan jangka

panjang dan jangka pendek. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, pasar

modal harus menciptakan suatu mekanisme yang dapat melindungi kepentingan

pihak surplus dana (investor), yaitu dengan memberikan informasi yang lengkap

dan benar, sehingga dapat memahami secara menyeluruh keadaan emiten bursa

efek dari berbagai aspek, terutama aspek keuangan, serta perkembangan aktivitas

bursa efek.

Berdasarkan kenyataan yang ada, seringkali perhatian pengguna laporan

keuangan hanya ditujukan kepada informasi laba, tanpa memperhatikan

bagaimana laba tersebut dihasilkan. Hal ini mendorong manajemen perusahaan

untuk melakukan beberapa tindakan yang disebut manajemen atas laba (earning

management) atau manipulasi laba (earning manipulation). Tindakan manajemen

atas laba atau manipulasi laba yang telah menjadi isu yang sangat hangat saat ini

adalah parktik perataan laba (income smoothing).

Perhatian para investor yang terpusat pada informasi laba membuat

manajemen memanipulasi data dengan cara meratakan laba. Perataan laba adalah

cara yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan

agar sesuai dengan target yang diinginkan baik melalui metode akuntansi atau

transaksi (Koch, 1981). Praktik perataan laba terkait erat dengan konsep

manajemen laba dengan menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory)

yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik

kepentingan antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) yang timbul

ketika semua pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat

Page 3: Isi Proposal

3

kemakmuran yang dikehendakinya (Salno dan Baridwan, 2000). Dalam hubungan

keagenan manajer memiliki asimetris informasi terhadap pihak eksternal

perusahaan, seperti kreditor dan investor.

Ada banyak alasan manajemen untuk melakukan perataan laba yang

dilaporkan. Sebagai contoh, Selama perusahaan melaporkan laba yang stabil

pemegang saham akan semakin merasa nyaman dan percaya diri (Hepworth,

1953), perataan laba memiliki dampak yang sangat baik pada nilai saham dan

biaya modal (beidlemen, 1973), atau pemegang saham akan mendapatkan

informasi yang lebih dari laba yang diinginkan sehingga muncul anggapan

perusahaan yang bersangkutan memiliki resiko yang lebih rendah (Dwiatmi dan

Nurkholis, 2001). Perataan laba juga digunakan manajemen untuk memuaskan

kepentingannya sendiri seperti mendapatkan kompensasi (Poll, 2004), atau untuk

mempertahankan posisi jabatannya (Spohr, 2004).

Walapun banyak tujuan dan alasan yang melatarbelakangi manajemen

melakukan perataan laba, tetap saja tindakan tersebut dapat merubah kandungan

informasi atas laba yang dihasilkan perusahaan. Hal ini perlu diwaspadai

pengguna laporan keuangan, karena informasi yang telah mengalami penambahan

atau pengurangan tersebut dapat menyesatkan pengambilan keputusan yang akan

diambil.

Penelitian ini merupakan replikasi dari berbagai penelitian tentang

perataan laba di Indonesia. Penelitian ini ingin menguji apakah praktik perataan

laba terjadi pada perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di Indonesia

terkhusus terhadap perusahaan-perusahaan yang tergolong liquid 45 (LQ 45) dan

Page 4: Isi Proposal

4

untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi praktek tersebut.

Penelitian ini juga ingin menganalisa faktor-faktor apa saja yang sebenarnya di

modifikasi oleh perusahaan ketika melakukan praktik perataan laba, dan juga

menguji ada tidaknya perbedaan return dan resiko antar kelompok perata dan

bukan perata laba pada perusahaan-perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Indonesia.

Dari berbagai penelitian yang ada, banyak hal yang menjadi faktor motivasi

perataan laba. Ada yang menyebutkan tingkat laba, hutang, memberikan deviden

yang tinggi dan faktor ukuran perusahaan juga sangat berpengaruh.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasi masalah

penelitian, adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi motivasi bagi perusahaan dalam

melakukan tindakan perataan laba.

2. Apakah kondisi perusahaan sangat berhubungan dengan motivasi tindakan

perataan laba.

3. Apakah terdapat perbedaan return dan resiko saham antara kelompok

perata laba dan bukan perata laba.

C. Batasan Masalah

Mengingat luasnya masalah yang dapat timbul dari penelitian ini dan

karena berbagai keterbatasan penulis, maka penulis menetapkan batasan penelitian

adalah hubungan antara tingkat profitabilitas perusahaan yaitu tingkat laba,

Page 5: Isi Proposal

5

hutang, dividen, dan ukuran perusahan dengan praktik perataan laba serta

perbedaaan return dan resiko saham antara antara perusahaan pelaku dengan yang

bukan pelaku perataan laba.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Apakah perusahaan yang memiliki laba yang lebih rendah, lebih

termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba ?

2. Apakah perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi, lebih

termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba ?

3. Apakah perusahaan yang memberikan deviden yang lebih tinggi, lebih

termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba ?

4. Apakah ukuran perusahaan yang lebih besar, lebih termotivasi untuk

melakukan tindakan perataan laba ?

5. Apakah perusahaan yang memiliki laba lebih rendah, hutang yang lebih

tinggi, deviden yang lebih tinggi, dan perusahaan besar lebih termotivasi

untuk melakukan tindakan perataan laba.

6. Apakah ada perbedaan return dan resiko saham antara kelompok perata

laba dan bukan perata laba ?

Page 6: Isi Proposal

6

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk menguji apakah Perusahaan yang memiliki laba yang rendah lebih

termotivasi untuk melakukan perataan laba.

2. Untuk menguji apakah perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang

lebih tinggi lebih termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba.

3. Untuk menguji apakah perusahaan dengan tingkat pembayaran deviden

yang lebih tinggi lebih termotivasi untuk melakukan tindakan perataan

laba.

4. Untuk menguji apakah perusahaan besar lebih termotivasi untuk

melakukan tindakan perataan laba.

5. Untuk menguji apakah perusahaan dengan tingkat laba yang lebih rendah,

hutang yang lebih tinggi, dividen yang tinggi, dan ukuran perusahaan yang

besar secara simultan lebih termotivasi untuk melakukan tindakan perataan

laba.

6. Untuk menguji apakah terdapat perbedaan return dan resiko saham antara

perusahaan perata laba dengan yang bukan perata laba.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penlitian ini adalah sebagai berikut :

1. Investor dan masyarakat

Dapat memberikan gambaran mengenai praktik perataan laba pada

perusahaan yang list pada posisi LQ45 yang terdaftar di BEJ. Sehingga

Page 7: Isi Proposal

7

investor maupun masyarakat dapat membuat keputusan investasi yang

tepat.

2. Dunia penelitian dan akademis

Dapat menambah literatur mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

praktik perataan laba pada perusahaan publik di Indonesia. Selain itu,

penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik

mengenai praktik perataan laba pada masa yang akan datang.

3. Peneliti

Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

praktik perataan laba pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia,

khususnya perusahaan yang termasuk dalam sektor Manufaktur dan sektor

Keuangan.

Page 8: Isi Proposal

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Pengertian Perataan Laba

Koch dalam Suwito (2005) menyatakan perataan laba dapat didefenisikan

sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba

yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial

melalui metode akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi.

Menurut Atmini dalam Suwito (2005) tindakan perataan laba mempunyai

dua tipe yaitu perataan laba yang dilakukan secara sengaja oleh manajemen dan

perataan laba yang terjadi secara alami. Perataan laba secara alami terjadi sebagai

akibat dari proses menghasilkan suatu aliran laba yang merata, sementara perataan

laba yang disengaja dapat terjadi akibat teknik perataan laba riil atau teknik

perataan laba atifisial.

Perataan laba riil adalah perataan laba yang terjadi apabila manajemen

mengambil tindakan untuk menyusun kejadian-kejadian ekonomi sehingga

menghasilkan aliran laba yang rata. Perataan laba artifisial adalah perataan laba

yang terjadi apabila manajemen memanipulasi saat pencatatan akuntansi untuk

menghasilkan aliran laba yang rata (Suwito, 2005 dikutip dari Ekcel, 1981 dalam

Atmini, 2000).

Perataan laba dapat dipandang sebagai upaya yang secara sengaja

dimaksudkan untuk menormalkan income dalam rangka mencapai kecenderungan

8

Page 9: Isi Proposal

9

atau tingkat yang diinginkan. Perataan income/laba menurut Beidleman (1973)

sebagai berikut:

“Meratakan earnings yang dilaporkan sebagai pengurangan secara sengaja fluktuasi di sekitar tingkat earnings tertentu yang dianggap normal bagi sebuah perusahaan”

Dalam pengertian ini perataan merepresentasikan sebuah upaya yang

dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal

dalam earnings sepanjang diijinkan oleh prinsip akuntansi dan manajemen yang

sehat.

2. Motivasi Tindakan Perataan Laba

Syafri dalam Masodah (2007) menyatakan income smoothing adalah

upaya manajemen untuk menstabilkan laba. Karena dalam teori Efficiency Market

Hypothesis menyebutkan bahwa informasi dapat mempengaruhi pasar modal.

Salah satu informasi yang disampaikan perusahaan kepada investor diantaranya

adalah laporan keuangan, sehingga hal ini mengundang menajemen melakukan

hal-hal yang mengubah laporan laba rugi untuk kepentingan pribadi, seperti

mempertahankan jabatan. Beidleman (1973) mempertimbangkan dua alasan bagi

manajemen untuk meratakan earnings yang dilaporkan. Alasan pertama

didasarkan pada asumsi bahwa arus earnings yang stabil merupakan pendukung

yang relevan bagi tingkat dividen yang lebih tinggi daripada sebuah arus earnings

yang lebih variatif, memiliki pengaruh menguntungkan terhadap nilai saham

perusahaan karena turunnya risiko total perusahaan. Dalam alasan pertamanya dia

menyatakan :

“Tingkat variabilitas trend earnings mempengaruhi ekspektasi subjektif investor terhadap earnings dan dividen di masa depan, sehingga manajemen

Page 10: Isi Proposal

10

mempengaruhi secara menguntungkan nilai saham perusahaan dengan meratakan earnings”.

Alasan kedua perataan earning adalah kemampuan untuk mengatasi sifat

siklis earnings dan mengurangi korelasi return ekspektasian perusahaan dengan

return portofolio pasar. Pada alasan keduanya ini Beidleman menyatakan :

“Sampai tingkat dimana auto-normalisasi earnings berhasil, dan bahwa dengan pengurangan kovariannya, perataan akan menambah pengaruh yang bermanfaat pada nilai saham”.

Hal tersebut terjadi sebagai akibat kebutuhan yang dirasakan manajemen

untuk menetralisir ketidakpastian lingkungan dan mengurangi fluktuasi yang

besar dalam kinerja operasi perusahaan karena silih bergantinya kejadian baik dan

buruk. Untuk melakukannya manajemen mungkin melakukan perilaku slack

organisasional, perilaku slack peranggaran atas perilaku penghindaran risiko.

Masing-masing perilaku mengharuskan keputusan yang mempengaruhi

penyerapan dan/atau alokasi biaya (cost) diskresioner, yang mengakibatkan

perataan income.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba suatu perusahaan

sangatlah beragam, sebagaimana dikemukakan oleh beberapa peneliti terdahulu.

Faktorfaktor tersebut antara lain ukuran perusahaan, profitabilitas, sektor industri,

harga saham, leverage operasi, rencana bonus dan kebangsaan. Tetapi dalam

beberapa hal, hasil dari penelitian tersebut berbeda meskipun mengukur hal yang

sama. Berangkat dari fenomena di atas, maka penelitian ini akan membuktikan

faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan perataan laba yang belum

sepenuhnya menunjukkan hasil yang konsisten antara penelitian yang satu dengan

penelitian lainnya terkhusus terhadap faktor tingkat profitabilitas.

Page 11: Isi Proposal

11

Pengguna laporan keuangan lebih berfokus terhadap laba daripada item

laporan keuangan lainnya. Nasser dan Herlina dalam JUniarti (2007) menyatakan

bahwa informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir

kinerja atau pertanggungjawaban manajemen, selain itu informasi laba juga

membantu pemilik perusahaan atau pihak lainnya dalam menaksir “earnings

power” perusahaan di masa yang akan datang. Ball and Brown (1968) dalam

Juniarti (2007) menemukan bahwa informasi yang terkandung dalam angka

akuntansi akan berguna jika laba yang sesungguhnya berbeda dengan laba yang

diharapkan (expected earning).

Banyak perusahaan percaya bahwa harga saham mereka akan meningkat

apabila laba bersih yang mereka laporkan meningkat secara konstan tiap

tahunnya. Akibatnya mereka akan memilih prosedur akuntansi yang

menghasilkan laba tertentu untuk memenuhi target yang dikehendaki. Pemilik

juga berusaha mendorong pihak manajemen untuk memaksimalkan utilitas

mereka dalam mencapai target yang telah ditetapkan, dalam usaha membuat

entitas tampak bagus dan mapan secara finansial. Praktek ini dikenal dengan

manajemen laba (earnings management).

Salah satu pola manajemen laba adalah income smoothing (Scott dalam

Juniarti 2007). “Smoothing of income is a way of removing volatility in earnings

by levelling off the earnings peaks and raising the valleys.” (Poll dalam Juniarti

2007). Ada berbagai macam tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen dalam

perataan laba yaitu :

1) Mencapai keuntungan pajak (Hepworth dalam Juniarti 2007)

Page 12: Isi Proposal

12

2) Untuk memberikan kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja

manajemen (Stolowy dan Breton dalam Juniarti 2007)

3) Mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi risiko, sehingga

harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar (Bleidernan 1973 dalam

Juniarti 2007)

4) Untuk menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil ((Fudenberg dan Tirole

dalam Juniarti 2007)

5) Untuk menjaga posisi/kedudukan mereka dalam perusahaan (Spohr dalam

Junarti 2007).

Sedangkan Dye dalam Suwito (2005) menyatakan bahwa perataan laba

disebabkan karena adanya motivasi internal dan motivasi eksternal, dengan

tujuan:

1. Menjelaskan kondisi yang diperlukan untuk melakukan manajemen laba.

2. Mengidentifikasikan pengaruh atas permintaan internal dan eksternal atas

manajemen laba pada kebijakan pengumuman laba perusahaan yang optimal.

3. Menjelaskan manfaat dan kerugian bagi pemegang saham akibat dilakukannya

manipulasi laba.

Adapun tujuan perataan laba menurut Foster dan Suwito (2005) adalah

sebagai berikut :

1. Memperbaiki citra perusahan di mata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut

memiliki resiko yang rendah.

2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba

dimasa mendatang.

Page 13: Isi Proposal

13

3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.

4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.

5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

3. Objektivitas Aktual dari Perataan Laba

Objekivitas aktual dari praktik perataan laba di berbagai literature adalah :

Net Income (Gordon, Horwitz and Meyers, 1966), Ordinary Income (Ronen and

Sadan, 1975), Operating income (Ashari et al., 1994), earning per share (White,

1970), dan lain-lain. Objek-objek yang digunakan untuk mengukur suatu tindakan

perataan laba dalam penelitian ini berdasarkan literatur yang pernah ada adalah

(LiTseng dan Chien Wen Lai, 2007) :

1. Laba Operasi (OPI)

Laba operasi adalah laba usaha sebelum penghasilan (beban) lain-lain.

2. Laba Biasa (ODI)

Laba biasa adalah laba sebelum pajak penghasilan.

3. Laba bersih (NI)

Laba bersih adalah laba setelah pajak penghasilan.

4. Indikator Kesempatan Perataan Laba

a. Tingkat Profitabilitas (profitability)

Rasio profitabilitas perusahaan adalah rasio yang diukur berdasarkan

perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva perusahaan.

Profitabilitas merupakan ukuran penting untuk menilai sehat atau tidaknya

Page 14: Isi Proposal

14

perusahaan, yang mempengaruhi investor untuk membuat keputusan.

Zuhroh dan Jin dan Machfoedz dalam Suwito (2005) berpendapat bahwa

profitabilitas tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian oleh

Ashari et, al dalam Suwito (2005) menemukan bukti bahwa perusahaan

dengan tingkat profitabilitas rendah mempunyai kecenderungan lebih

besar untuk melakukan perataan laba.

b. Tingkat Hutang (leverage / debt)

Leverage adalah suatu indikator peruabahan laba bersih yang diakibatkan

oleh besarnya volume penjualan. Ashari et, al dalam Suwito (2005)

berhasil membuktikan bahwa leverage operasi merupakan salah satu faktor

yang mendorong terjadinya perataan laba. Zuhroh (1996) meneliti faktor-

faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba

dengan kesimpulan bahwa hanya leverage operasi perusahaan saja yang

memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan

perusahaan di Indonesia.

c. Tingkat Dividen (dividend)

Dividen merupakan suatu bagian atas laba bersih usaha yang dibayarkan

oleh perusahaan kepada pihak investor.

d. Ukuran Perusahaan (firm size)

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar

kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain : total aktiva, log size,

nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya

terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan

Page 15: Isi Proposal

15

menengah (medium size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan

ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total aset perusahaan

(Machfoedz, 1994).

5. Return (Tingkat Pengembalian) dan Resiko Saham

Return realisasi portofolio (portfolio realized return) merupakan rata-rata

tertimbang dari return realisasi masing-masing sekuritas tunggal didalam

portofolio tersebut.

Resiko portofolio tidak merupakan rata-rata tertimbang dari seluruh resiko

sekuritas tunggal. Resiko portofolio mungkin dapat lebih kecil dari resiko rata-

rata tertimbang masing-masing sekuritas tunggal.

Assih dan Gudono (2000), mengemukakan terdapat perbedaan reaksi

pasar atas pengumuman laba perusahaan perata laba dan dengan perusahaan

bukan perata laba. Hasil penelitiannya menemukan bahwa informasi yang

terkandung dalam angka laba adalah bermanfaat. Hasil penelitian ini

menunjukkan adanya bukti yang cukup bahwa rata-rata masa depan,

mempertinggi proses prediksi cummulative abnormal return sekitar tanggal

pengumuman perataan laba untuk kelompok perata laba tidak signifikan dan

kelompok bukan perata laba nampak signifikan. Sedangkan antara perusahaan

perata laba dan non perata laba berbeda secara signifikan.

6. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang perataan laba di Indonesia telah banyak dilakukan.

Ilmainir (1993) menemukan bukti bahwa perataan laba didorong oleh harga

saham, perbedaan antara laba aktual dengan laba normal, dan pengaruh perubahan

Page 16: Isi Proposal

16

kebijakan akuntansi terhadap laba. Selain itu Zuhroh (1986) me-nemukan bukti

bahwa faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba di Indonesia adalah

leverage operasi. Utami dan Suharmadi (1998) menemukan angka laba uangan

lainnya dipengaruhi oleh memiliki kandungan informasi yang bermanfaat bagi

pasar, yang terlihat dari hubungan antara unexpected earning dengan abnormal

return pada sekitar tanggal pengumuman informasi laba perusahaan.

Penelitian lain oleh Ilmainir (1993), Zuhroh (1997) serta Jin dan

Machfoedz (1998) hipotesis di atas dikembangkan menyampaikan bukti bahwa

praktik perataan laba telah terdapat pada perusaha-an yang terdapat di Bursa Efek

Jakarta dan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendorong praktik perataan

laba di antara-nya leverage operasi, ukuran perusahaan, keberadaan perencanaan

bonus di sektorindustri.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Salno dan Baridwan (2000) yang

menyimpulkan pertama bahwa faktor besaran perusahaan, net profit margin,

kelompok usaha, dan winner/losser stocks secara signifikan tidak berpengaruh

terhadap perataan penghasilan, kedua tidak ada perbedaan return antara kelompok

perata laba dan bukan perata, ketiga tidak ada perbedaan risiko antara kelompok

perata dan kelompok bukan perata laba.

Page 17: Isi Proposal

17

Tabel 2.1

Penelitian Sebelumnya

No. Nama Judul Hipotesis Alat Uji Hasil1. Suwito dan

Herawaty (2005)

Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta.

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan dari jenis usaha terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

H2: Terdapat pengaruh yang signifikan dari ukuran perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

H3: Terdapat pengaruh yang signifikan dari rasio profitabilitas perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

H4: Terdapat pengaruh yang signifikan dari rasio leverage operasi perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

H5: Terdapat pengaruh yang signifikan dari net profit margin perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.

Uji Multivariat : Hosmer-Lameshow Goodness of fit test Statistic

Jenis usaha, ukuran perusahaan, tingkat rasio profitabilitas, leverage dan profit margin perusahaan tidak memiliki pengaruh dalam melakukan perataan laba.

2. Juniarti dan Corolina (2007)

Analisa Faktor-faktor yang Berpengaruh

H1: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besaran perusahaan, profitabilitas, sektor

Uji Norm: Kolmogorov Uji Hipotesis : Mann Whtiney, t test.

Tidak ada perbedaan yang sgnifikan atas

Page 18: Isi Proposal

18

Terhadap Perataan Laba Pada Perusahaan-persuahaan Go Public

industri perusahaan perata laba dengan perusahaan bukan perata laba.

H2: Besaran perusahaan, profitabilitas, sektor industri perusahaan tidak berpengaruh terhadap terjadinya perataan laba.

ukuran dan sektor industri antara perata laba dan yang bukan perata laba.Ukuran perusahaan, profitabilitas dan sktor industri tidak berpengaruh terhadap perataan laba.

3. Tseng dan Lai (2007)

The Relationship Between Income Smoothing And Company Profitability.

H1: Perusahaan dengan tingkat laba yang rendah lebih termotivasi untuk melakukan perataan laba.

H2: Perusahaan dengan tingkat hutang yang lebih tinggi lebih termotivasi untuk melakukan perataan laba.

H3: Perusahaan dengan pembayaran dividen yang tinggi lebih termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba.

H4: Perusahaan besar lebih termotivasi untuk melakukan perataan laba.

Uji Hipotesis : t test Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat profitabilitas dengan tindakan perataan laba.

Page 19: Isi Proposal

19

B. Kerangka Berfikir

Informasi laporan keuangan telah menjadi hal yang sangat penting bagi

kelangsungan investasi dari para investor. Nilai-nilai yang dilaporkan pada

laporan keuangan sampai kepada nilai laba seharusnya dilaporkan pada nilai yang

sebenarnya dihasilkan, sehingga tidak akan terjadi asimetris informasi.

Ada banyak faktor yang menjadi alasan ataupun dorongan bagi

manajemen untuk melakukan perataan laba. Dalam penelitian ini akan diungkap

bagaimana hubungan antara tingkat laba, hutang, besaran dividen, dan ukuran

perusahaan dengan dorongan tindakan perataan laba dalam perusahaan.

Pada faktor laba, perusahaan yang memiliki laba yang kecil biasanya lebih

terdorong untuk melakukan perataan laba. Hal ini dikarenakan perusahaan kecil

merasa tidak akan terlalu diperhatikan kebenaran laporanya dibandingkan dengan

perusahaan yang memiliki laba lebih besar yang pastinya perhatian semua orang

lebih tertuju kepadanya. Pada faktor hutang, perusahaan yang memiliki hutang

lebih besar biasanya lebih terdorong untuk melakukan perataan laba. Hal ini

disebabkan karena manajemen perusahaan ingin rasio solvabilitas perusahaan

tetap dalam keadaan baik. Dividen merupakan faktor yang sangat vital atas

tindakan perataan laba. Perusahaan dengan pembagian dividen yang sangat tinggi

kemungkinan lebih terdorong untuk melakukan perataan laba. Hal ini dikarenakan

perusahaan ingin tetap terlihat sangat baik dimata investor, apalagi pada investor

yang hanya mengadalkan pengembalian investasi dari dividen bukan dari

kenaikan harga saham. Perusahaan besar biasanya lebih termotivasi untuk

melakukan perataan laba, hal ini disebabkan perusahaan tidak menginginkan

Page 20: Isi Proposal

20

posisinya sebagai perusahaan besar tidak tergantikan dan akan selalu terlihat baik

bagi investor.

Dan dari banyak penelitian yang ada tentang perataan laba hasilnya selalu

berbeda-beda. Di satu sisi, penelitian yang ada di Indonesia tentang perataan laba

masih hanya melihat pengaruh perataan laba dari sisi profitabilitas, ukuran

perusahaan, dan leverage. Saat ini dalam penelitian ini akan diungkap juga

bagaimana unsur tingkat pembagian deviden perusahaan mempengaruhi tindakan

perataan laba.

Secara khusus penelitian ini juga akan menguji apakah ada tidaknya

perbedaan return dan resiko antara kelompok perata dan bukan perata laba.

Pemikiran ini timbul dikarenakan, jika memang perusahaan melakukan perataan

laba akan tetapi tidak berpengaruh pada tingkat return dan resiko saham itu berarti

hal yang dilakukan manajemen telah menjadi hal yang sia-sia.

Adapun model penelitian yang penulis paparkan adalah sebagai berikut :

Model Hipotesis :

Gambar 2.1

Model Hipotesis

PERATAAN LABA

UKURAN PERUSAHAAN

DIVIDEN

HUTANG

LABA

PERATAAN LABA RETURN DAN RESIKO SAHAM

Page 21: Isi Proposal

21

C. Hipotesis

Berdasarkan uraian dan tinjauan dan penelitian terdahulu, maka hipotesis

yang diajukan adalah sebagai berikut :

H1 : Perusahaan dengan tingkat laba yang rendah lebih termotivasi untuk

meratakan laba yang dilaporkan.

H2 : Perusahaan dengan tingkat hutang yang lebih tinggi lebih termotivasi

untuk meratakan laba yang dilaporkan.

H3 : Perusahaan dengan tingkat pembagian dividen yang lebih tinggi lebih

termotivasi untuk meratakan laba yang dilaporkan.

H4 : Perusahaan besar lebih termotivasi untuk meratakan laba yang

dilaporkan.

H5 : Tingkat profitabilitas yaitu laba, hutang, dividen dan ukuran

perusahaan secara agregat sangat mempengaruhi perusahaan terhadap

motivasi dalam melakukan tindakan perataan laba.

H6 : Terdapat perbedaan return saham antara perusahaan yang tegolong

perata laba dengan yang bukan perata laba.

H7 : Terdapat perbedaan resiko saham antara perusahaan yang tergolong

perata laba dengan yang bukan perataa laba.

Page 22: Isi Proposal

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian adalah Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu perusahaan

yang terdaftar sebagai Liquid 45 (LQ 45) pada periode februari-juli 2008 yang

telah melakukan publikasi laporan keuangan tahunan. Penelitian akan dilakukan

dengan mengolah data yang ada di dalam Indonesia Capital Market Directory

(ICMD). Periode pangambilan data selama 3 tahun yaitu 2005, 2006 dan 2007.

Proses Peneltian akan berlangsung selama 2 bulan, yaitu sejak bulan Januari

sampai dengan Februari 2009.

B. Populasi Dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang

terdaftar sebagai saham yang Liquid 45 (LQ 45) yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) yang mempublikasikan laporan keuangan per 31 Desember untuk

tahun 2005-2007. Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri

atau keadaan tertentu yang akan diteliti (Buchari Alma, 2004: 56). Sampel dalam

penelitian ini menggunakan keseluruhan populasi namun beberapa perusahaan

yang tidak memiliki informasi yang dibutuhkan akan dihapuskan dari daftar

sampel. Kriteria yang digunakan untuk memilih sample adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan tidak mengalami kerugian selama periode 2005-2007.

22

Page 23: Isi Proposal

23

2. Perusahaan tidak melakukan akuisisi dan merger, serta tidak melakukan

perubahan sektor industri selama periode 2005-2007.

3. Perusahaan harus memiliki data yang lengkap selama periode 2005-2007.

4. Saham perusahaan aktif diperdagangkan selama tahun 2005-2007.

C. Variabel dan Defenisi Operasional.

1. Variabel Penelitian

Berdasarkan hipotesis pada bagian sebelumnya, variabel penelitian dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Variabel independen (bebas), adalah variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel yang lain, yaitu :

X1 = Return on Equity (ROE)

X2 = Debt Ratio(DR)

X3 = Dividend payout ratio(DIVIR)

X4 = Stock Market Value(SMV)

2. Variabel dependen (terikat), adalah variabel yang dijelaskan atau yang

dipengaruhi oleh variabel independen. Penelitian ini menggunakan tindakan

perataan laba sebagai variabel Y.

2. Definisi Operasional Variabel

Untuk mempermudah pemahaman tentang teknis penelitian yang akan

dilakukan, berikut ini disampaikan operasionalisasi variabel yang akan digunakan

di dalam penelitian.

Page 24: Isi Proposal

24

a. Return on Equity (ROE) – X1

Return on Equity menghitung besaran tingkat pengembalian modal yang

ditanamkan oleh pemegang saham dalam perusahaan.

Return on Equity (ROE) dihitung sebagai berikut (Wild dkk, 2005) :

b. Debt Ratio (DR) – X2

Rasio ini membandingkan antara total hutang dengan total aktiva, apabila

jumlah hutang lebih besar dari aktiva maka debt ratio akan bernilai lebih besar

dari 100%.

Debt Ratio (DR) dihitung sebagai berikut (Wild dkk, 2005) :

c. Dividend payout ratio (DIVIR) – X3

Rasio pembayaran dividen adalah bagian dari laba bersih perusahaan yang

dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.

Dividend payout ratio (DIVIR) dihitung sebagai berikut :

d. Stock Market Value (SMV) – X4

Stock Market Value adalah perhitungan rasio yang menjelaskan kondisi

kekayaan perusahaan yang dilihat dari sisi jumlah saham yang telah diterbitkan

perusahaan yang terdapat di bursa saham. Stock Market Value dihitung dengan

nilai rata-rata harga pasar dari saham beredar perusahaan selama periode tertentu.

Page 25: Isi Proposal

25

Stock Market Value dilihat dari posisi Market Capitalization dari ICMD

perusahaan pada periode yang ditentukan.

e. Perataan Laba (Y)

Tindakan perataan laba diuji dengan indeks Eckel (1981). Eckel

menggunakan Coefficient Variation (CV) dari nilai penghasilan dan penjualan

bersih. Indeks perataan laba dihitung sebagai berikut :

Jika, CV∆I > CV∆S , maka perusahaan tidak digolongkan sebagai perata laba.

Dimana :

∆I : Perubahan laba dalam satu periode

∆S : Perubahan penjualan dalam satu periode

CV : Koefisien Variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan

nilai yang diharapkan.

CV∆I dan CV∆S dapat dihitung sebagai berikut :

CV∆I atau CV∆S =

atau

CV∆I atau CV∆S =

Dimana :

= Perubahan laba (I) atau penjualan (S)

= Rata-rata perubahan laba (I) atau penjualan (S)

Page 26: Isi Proposal

26

f. Return Saham

Variabel ini merupakan varibel yang digunakan untuk pengujian apakah

ada perbedaan return saham antara perusahaan perata laba dengan yang bukan

perata laba. Return saham adalah jumlah uang yang menyatakan nilai suatu

saham. Return saham dan terdiri dari capital gain (losses) dan deviden yield.

Tabel dibawah ini menjelaskan secara singkat tentang Defenisi

Operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.1Definisi Operasional Variabel

Jenis Variabel Defenisi Parameter Skala

Independen:1. Return on Equity (ROE)-

(X1)

2. Debt Ratio (DR)- (X2)

3. Dividend payout ratio (DIVIR)- (X3)

4. Stock Market Value (SMV)- (X4)

Informasi yang ditujukan untuk mengetahui tingkat pengembalian modal yang ditanamkan pemegang saham.

Informasi yang ditujukan untuk mengetahui tingkat hutang atas aktiva total perusahaan.

Informasi yang ditujukan untuk mengetahui rata-rata bagian atas laba perusahaan yang dibagikan kepada investor dalam bentuk dividen.

Informasi yang ditujukan untuk mengetahui ukuran kekayaan perusahaan melalui jumlah saham perusahaan yang ada di pasar.

Market Capitalization pada laporan ICMD

Rasio

Rasio

Rasio

Rasio

Dependen :

Page 27: Isi Proposal

27

Perataan Laba (Y) Suatu praktik yang menampilkan kondisi laba yang terdistribusi secara rapi sehingga terlihat baik.

Indeks Eckel :CV∆I / CV∆S ≥ 1

Rasio

Dikarenakan penelitian ini juga meneliti apakah ada perbedaan Return antara Perusahaan Pelaku Perataan Laba dengan yang bukan perataan laba, maka dilakukan uji beda atas variabel :

Return dan resiko Saham Jumlah uang yang menyatakan nilai suatu saham

Akumulasi return tidak normal

ARTNi,t =

Dan

Standar Deviasi

Rasio

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder. Data

sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber yang ada yaitu, data yang

telah ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data-data tersebut

diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar sebagai LQ 45

yang dimuat dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

E. Teknik Analisis Data

1. Perumusan Model

Penelitian ini menggunakan uji statistik untuk menguji apakah tingkat

profitabilitas, hutang, dividen dan ukuran perusahaan secara simultan dan parsial

mempengaruhi motivasi tindakan perataan laba. Dan, juga menguji apakah ada

perbedaan return saham antara perusahaan perata laba dengan bukan perata laba.

Page 28: Isi Proposal

28

Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisa

regresi berganda logistik (logistic regression). Adapun model regresi berganda

logistik yang dipakai dalam penelitian ini sebagai berikut:

Y = β0 + β1ROEi + β2DRi + β3DIVIRi + β4SMVi + ε

Dimana:

Y = Variabel dummy tindakan perataan laba.

Y = 1, menunjukkan perusahaan perata laba.

Y = 0, menunjukkan perusahaan bukan perata laba.

ROE = Return on Equity

DR = Debt Ratio

DIVIR = Dividen Payout Ratio

SMV = Stock Market Value

ε = Error (residual value)

β0 = Parameter konstans

βi = Koefisien regresi masing-masing Xi, i = 1,2,3,4,5.

2. Pengujian Normalitas Data

Sebelum melakukan analisis dengan menggunakan model yang

disampaikan diatas, maka sesuai dengan syarat metode Ordinary Least Square

(OLS), terlebih dahulu akan dilakukan pengujian normalitas dan asumsi klasik

yang menurut Nachrowi, 2002 akan meliputi pengujian multicollinearity,

heteroschedasticity, dan autocorrelation.

Page 29: Isi Proposal

29

Asumsi distribusi normal diperiksa dengan menggunakan grafik Normal

Probability Plot atau Histogram. Jika data mengikuti garis normal pada grafik

Normal Probability Plot maka data diasumsikan berdistribusi normal. Cara

lainnya adalah Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan pengujian

Kolmogorov-Smirnov. Pengujian dengan metode ini menyatakan jika nilai

Kolmogorov-Smirnov memiliki probabilitas lebih besar dari 0.05 (Santoso, 2005),

maka variable penelitian tersebut dapat dinyatakan berdistribusi normal

3. Uji Asumsi Klasik.

a. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas dapat timbul jika variabel bebas saling berkorelasi satu

sama lain, sehingga multikolinearitas hanya dapat terjadi pada regresi berganda.

Hal ini mengakibatkan perubahan tanda koefisien regresi serta mengakibatkan

fluktuasi yang besar pada hasil regresi. Perubahan tanda koefisien regresi ini dapat

mengakibatkan kesalahan menafsirkan hubungan antara variabel sehingga

keberadaan multikolinearitas ini harus diuji (Levin, 1998) supaya dapat dijamain

bahwa variabel independen di dalam penelitian tidak saling berkorelasi. Pengujian

dapat dilakukan dengan Colinearity Diagnostic serta partial correlation. Indikator

yang digunakan adalah melihat nilai collinearity Statistics, yaitu nilai variance

inflation faktor (VIF) lebih besar dari 10 dan nilai tolerance lebih kecil dari 0,10.

Page 30: Isi Proposal

30

b. Uji Heteroskedastisitas.

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi

ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Jika varians dari variabel tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika varians

berbeda disebut heteroskedastisitas. Jika angka signifikan yang diperoleh dari

persamaan regresi yang baru lebih besar dari alpha 5%, maka dikatakan tidak

terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya jika angka signifikan yang diperoleh lebih

kecil dari alpha 5%, maka dapat dikatakan terjadi heteroskedastisitas

(Ghozali,2005).

Cara pengujian lain adalah dengan membuat diagram plot dari varibel

yang digunakan dalam penelitian. Jika diagram plot yang dibentuk menunjukkan

pola tertentu maka dapat dikatakan model tersebut mengandung gejala

heteroskedastisitas.

c. Uji Autokorelasi.

Autokorelasi adalah suatu kondisi dimana variabel gangguan pada periode

tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Hal ini berarti

bahwa variabel gangguan tidak random. Keadaan autokorelasi ini dapat

disebabkan oleh berbagai hal seperti kesalahan dalam menentukan model,

penggunaan lag pada model, tidak memasukkan variabel yang penting. Untuk

pengujian ada tidaknya autokorelasi ini, penulis menggunakan uji Durbin Watson.

Page 31: Isi Proposal

31

Gambar 3.1

Gambar daerah pengambilan keputusan tes Durbin-Watson (Gujarati, 2003)

4. Pengujian Hipotesa

a. Pengujian untuk H1, H2, H3, H4.

Untuk menguji H1-H4 dalam penelitian ini dilakukan uji t test for paired

sample. Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari

variabel bebas terhadap variabel terikat dimana hipotesis yang digunakan adalah

sebagai berikut:

1. H0 : bi = 0,

Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan dari variabel

independen secara parsial terhadap tindakan perataan laba.

2. H1 : bi = 0,

Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan dari variabel

independen secara parsial terhadap tindakan perataan laba.

Untuk menentukan ttabel, taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5%

dengan derajat kebebasan (df) = (n-k-1), dimana n merupakan jumlah observasi

dan k merupakan jumlah variabel bebas.

Nilai thitung diperoleh dengan rumus

4 - dL4 - dU 4dUdL0

Tidak tahu

Tidak ada korelasi

Tidak tahu

Korelasi positif Korelasi negatif

Page 32: Isi Proposal

32

dimana :

bi = Koefisien variabel independen

b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku (standard deviasi) dari variabel independen.

Pengujian hipotesa dilakukan dengan :

Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak.

Jika thitung < ttabel maka Ho diterima.

Perhitungan nilai thitung tidak akan dilakukan secara manual, namun

dengan menghitung dengan Software SPSS 15 dengan memperhatikan tabel

coeficient pada kolom nilai t serta tingkat signifikansi dari variabel tersebut. Jika

tingkat signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka H1 diterima.

b. Pengujian untuk H5.

Pengujian yang dilakukan untuk H6 adalah Uji F. Uji ini merupakan

pengujian terhadap signifikansi model secara simultan atau bersama-sama, yaitu

melihat pengaruh dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat Hipotesa ini

dirumuskan dengan:

1. Ho: b1 = b2 = b3 = b4 = 0

Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara laba (ROE),

hutang (DR), dividen (DIVIR), dan ukuran perusahaan (SMV) terhadap

tindakan perataan laba.

Page 33: Isi Proposal

33

2. H1 : b1 = b2 = b3 = b4 ≠ 0,

Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara laba (ROE), hutang

(DR), dividen (DIVIR), dan ukuran perusahaan (SMV) terhadap tindakan

perataan laba.

Rumus F hitung adalah sebagai berikut (Santoso, 2005)

F hitung =

Dimana:

k = jumlah variabel bebas

n = Jumlah observasi.

Untuk menentukan nilai Fhitung tingkat signifikan yang digunakan sebesar 5%

dengan derajat kebebasan (df) = (k-1) dan (n-k) kriteria sebagai berikut:

Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak.

Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima.

Perhitungan nilai F tidak akan dilakukan secara manual, namun dengan

menghitung dengan Software SPSS 15 dengan memperhatikan tabel Anova pada

kolom nilai F serta tingkat signifikansi dari model tersebut. Jika tingkat

signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka H1 diterima.

c. Pengujian untuk H6, H7.

Untuk H6 dan H7 dilakukan pengujian dengan Uji Beda. Pengujian

hipotesis ini dilakukan dengan memisahkan terlebih dahulu data menjadi dua

kelompok, yaitu kelompok perusahaan perata laba (µ1) dan kelompok perusahaan

bukan perata laba (µ2). Pemisahan dilakukan dengan menggunakan perhitungan

Page 34: Isi Proposal

34

indeks ekcel pada setiap perusahaam yang telah menjadi sampel penelitian.

Selanjutnya akan diuji ada tidaknya perbedaan diantara kedua kelompok tersebut

terhadap return dan resiko saham. Hipotesa yang akan diuji dapat digambarkan

sebagai berikut :

Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1 > µ2

Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji t untuk dua sampel independen

(independent sample t test). Dengan tingkat signifikansi (sig) 5 %, keputusan

untuk menerima Ho dilakukan jika nilai “sig” > 0.05, dan sebaliknya Ho akan

ditolak jika “sig” < 0.05 (Santoso, 2005).