isi proposal
DESCRIPTION
analisis perataan labaTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam
laporan keuangan dan yang sangat penting bagi pihak internal maupun eksternal
perusahaan. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan
yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi
kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, dan menaksir resiko
antara melakukan investasi atau meminjamkan dana.
Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui
berbagai cara akan memberikan dampak yang berpengaruh terhadap tindak lanjut
para pengguna informasi. Perubahan informasi akan membuat para pengguna
informasi salah melakukan penaksiran atas resiko investasi. Pengguna informasi
laporan keuangan untuk menilai investasi paling banyak berada di dunia pasar
modal.
Pasar modal memiliki peranan penting dalam kehidupan ekononomi,
keadaan ini sejalan dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan pasar
modal dalam penyediaan dana jangka panjang, yaitu sebagai perantara bagi pihak
yang membutuhkan (defisit) dana dengan pihak yang mampu memberikan
(surplus) dana. Pasar modal yang efisien dapat mendukung perkembangan
ekonomi, karena adanya alokasi dana dari sektor yang kurang produktif kepada
sektor yang lebih produktif. Pasar modal dapat memperkokoh struktur permodalan
di dunia usaha, karena dunia usaha dapat mengatur kombinasi sumber pembiayaan
1
2
sedemikian rupa sehingga mencerminkan paduan sumber pembiayaan jangka
panjang dan jangka pendek. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, pasar
modal harus menciptakan suatu mekanisme yang dapat melindungi kepentingan
pihak surplus dana (investor), yaitu dengan memberikan informasi yang lengkap
dan benar, sehingga dapat memahami secara menyeluruh keadaan emiten bursa
efek dari berbagai aspek, terutama aspek keuangan, serta perkembangan aktivitas
bursa efek.
Berdasarkan kenyataan yang ada, seringkali perhatian pengguna laporan
keuangan hanya ditujukan kepada informasi laba, tanpa memperhatikan
bagaimana laba tersebut dihasilkan. Hal ini mendorong manajemen perusahaan
untuk melakukan beberapa tindakan yang disebut manajemen atas laba (earning
management) atau manipulasi laba (earning manipulation). Tindakan manajemen
atas laba atau manipulasi laba yang telah menjadi isu yang sangat hangat saat ini
adalah parktik perataan laba (income smoothing).
Perhatian para investor yang terpusat pada informasi laba membuat
manajemen memanipulasi data dengan cara meratakan laba. Perataan laba adalah
cara yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan
agar sesuai dengan target yang diinginkan baik melalui metode akuntansi atau
transaksi (Koch, 1981). Praktik perataan laba terkait erat dengan konsep
manajemen laba dengan menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory)
yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik
kepentingan antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) yang timbul
ketika semua pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat
3
kemakmuran yang dikehendakinya (Salno dan Baridwan, 2000). Dalam hubungan
keagenan manajer memiliki asimetris informasi terhadap pihak eksternal
perusahaan, seperti kreditor dan investor.
Ada banyak alasan manajemen untuk melakukan perataan laba yang
dilaporkan. Sebagai contoh, Selama perusahaan melaporkan laba yang stabil
pemegang saham akan semakin merasa nyaman dan percaya diri (Hepworth,
1953), perataan laba memiliki dampak yang sangat baik pada nilai saham dan
biaya modal (beidlemen, 1973), atau pemegang saham akan mendapatkan
informasi yang lebih dari laba yang diinginkan sehingga muncul anggapan
perusahaan yang bersangkutan memiliki resiko yang lebih rendah (Dwiatmi dan
Nurkholis, 2001). Perataan laba juga digunakan manajemen untuk memuaskan
kepentingannya sendiri seperti mendapatkan kompensasi (Poll, 2004), atau untuk
mempertahankan posisi jabatannya (Spohr, 2004).
Walapun banyak tujuan dan alasan yang melatarbelakangi manajemen
melakukan perataan laba, tetap saja tindakan tersebut dapat merubah kandungan
informasi atas laba yang dihasilkan perusahaan. Hal ini perlu diwaspadai
pengguna laporan keuangan, karena informasi yang telah mengalami penambahan
atau pengurangan tersebut dapat menyesatkan pengambilan keputusan yang akan
diambil.
Penelitian ini merupakan replikasi dari berbagai penelitian tentang
perataan laba di Indonesia. Penelitian ini ingin menguji apakah praktik perataan
laba terjadi pada perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di Indonesia
terkhusus terhadap perusahaan-perusahaan yang tergolong liquid 45 (LQ 45) dan
4
untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi praktek tersebut.
Penelitian ini juga ingin menganalisa faktor-faktor apa saja yang sebenarnya di
modifikasi oleh perusahaan ketika melakukan praktik perataan laba, dan juga
menguji ada tidaknya perbedaan return dan resiko antar kelompok perata dan
bukan perata laba pada perusahaan-perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Indonesia.
Dari berbagai penelitian yang ada, banyak hal yang menjadi faktor motivasi
perataan laba. Ada yang menyebutkan tingkat laba, hutang, memberikan deviden
yang tinggi dan faktor ukuran perusahaan juga sangat berpengaruh.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasi masalah
penelitian, adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi motivasi bagi perusahaan dalam
melakukan tindakan perataan laba.
2. Apakah kondisi perusahaan sangat berhubungan dengan motivasi tindakan
perataan laba.
3. Apakah terdapat perbedaan return dan resiko saham antara kelompok
perata laba dan bukan perata laba.
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya masalah yang dapat timbul dari penelitian ini dan
karena berbagai keterbatasan penulis, maka penulis menetapkan batasan penelitian
adalah hubungan antara tingkat profitabilitas perusahaan yaitu tingkat laba,
5
hutang, dividen, dan ukuran perusahan dengan praktik perataan laba serta
perbedaaan return dan resiko saham antara antara perusahaan pelaku dengan yang
bukan pelaku perataan laba.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Apakah perusahaan yang memiliki laba yang lebih rendah, lebih
termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba ?
2. Apakah perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi, lebih
termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba ?
3. Apakah perusahaan yang memberikan deviden yang lebih tinggi, lebih
termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba ?
4. Apakah ukuran perusahaan yang lebih besar, lebih termotivasi untuk
melakukan tindakan perataan laba ?
5. Apakah perusahaan yang memiliki laba lebih rendah, hutang yang lebih
tinggi, deviden yang lebih tinggi, dan perusahaan besar lebih termotivasi
untuk melakukan tindakan perataan laba.
6. Apakah ada perbedaan return dan resiko saham antara kelompok perata
laba dan bukan perata laba ?
6
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk menguji apakah Perusahaan yang memiliki laba yang rendah lebih
termotivasi untuk melakukan perataan laba.
2. Untuk menguji apakah perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang
lebih tinggi lebih termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba.
3. Untuk menguji apakah perusahaan dengan tingkat pembayaran deviden
yang lebih tinggi lebih termotivasi untuk melakukan tindakan perataan
laba.
4. Untuk menguji apakah perusahaan besar lebih termotivasi untuk
melakukan tindakan perataan laba.
5. Untuk menguji apakah perusahaan dengan tingkat laba yang lebih rendah,
hutang yang lebih tinggi, dividen yang tinggi, dan ukuran perusahaan yang
besar secara simultan lebih termotivasi untuk melakukan tindakan perataan
laba.
6. Untuk menguji apakah terdapat perbedaan return dan resiko saham antara
perusahaan perata laba dengan yang bukan perata laba.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penlitian ini adalah sebagai berikut :
1. Investor dan masyarakat
Dapat memberikan gambaran mengenai praktik perataan laba pada
perusahaan yang list pada posisi LQ45 yang terdaftar di BEJ. Sehingga
7
investor maupun masyarakat dapat membuat keputusan investasi yang
tepat.
2. Dunia penelitian dan akademis
Dapat menambah literatur mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
praktik perataan laba pada perusahaan publik di Indonesia. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik
mengenai praktik perataan laba pada masa yang akan datang.
3. Peneliti
Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
praktik perataan laba pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia,
khususnya perusahaan yang termasuk dalam sektor Manufaktur dan sektor
Keuangan.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Pengertian Perataan Laba
Koch dalam Suwito (2005) menyatakan perataan laba dapat didefenisikan
sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba
yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial
melalui metode akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi.
Menurut Atmini dalam Suwito (2005) tindakan perataan laba mempunyai
dua tipe yaitu perataan laba yang dilakukan secara sengaja oleh manajemen dan
perataan laba yang terjadi secara alami. Perataan laba secara alami terjadi sebagai
akibat dari proses menghasilkan suatu aliran laba yang merata, sementara perataan
laba yang disengaja dapat terjadi akibat teknik perataan laba riil atau teknik
perataan laba atifisial.
Perataan laba riil adalah perataan laba yang terjadi apabila manajemen
mengambil tindakan untuk menyusun kejadian-kejadian ekonomi sehingga
menghasilkan aliran laba yang rata. Perataan laba artifisial adalah perataan laba
yang terjadi apabila manajemen memanipulasi saat pencatatan akuntansi untuk
menghasilkan aliran laba yang rata (Suwito, 2005 dikutip dari Ekcel, 1981 dalam
Atmini, 2000).
Perataan laba dapat dipandang sebagai upaya yang secara sengaja
dimaksudkan untuk menormalkan income dalam rangka mencapai kecenderungan
8
9
atau tingkat yang diinginkan. Perataan income/laba menurut Beidleman (1973)
sebagai berikut:
“Meratakan earnings yang dilaporkan sebagai pengurangan secara sengaja fluktuasi di sekitar tingkat earnings tertentu yang dianggap normal bagi sebuah perusahaan”
Dalam pengertian ini perataan merepresentasikan sebuah upaya yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal
dalam earnings sepanjang diijinkan oleh prinsip akuntansi dan manajemen yang
sehat.
2. Motivasi Tindakan Perataan Laba
Syafri dalam Masodah (2007) menyatakan income smoothing adalah
upaya manajemen untuk menstabilkan laba. Karena dalam teori Efficiency Market
Hypothesis menyebutkan bahwa informasi dapat mempengaruhi pasar modal.
Salah satu informasi yang disampaikan perusahaan kepada investor diantaranya
adalah laporan keuangan, sehingga hal ini mengundang menajemen melakukan
hal-hal yang mengubah laporan laba rugi untuk kepentingan pribadi, seperti
mempertahankan jabatan. Beidleman (1973) mempertimbangkan dua alasan bagi
manajemen untuk meratakan earnings yang dilaporkan. Alasan pertama
didasarkan pada asumsi bahwa arus earnings yang stabil merupakan pendukung
yang relevan bagi tingkat dividen yang lebih tinggi daripada sebuah arus earnings
yang lebih variatif, memiliki pengaruh menguntungkan terhadap nilai saham
perusahaan karena turunnya risiko total perusahaan. Dalam alasan pertamanya dia
menyatakan :
“Tingkat variabilitas trend earnings mempengaruhi ekspektasi subjektif investor terhadap earnings dan dividen di masa depan, sehingga manajemen
10
mempengaruhi secara menguntungkan nilai saham perusahaan dengan meratakan earnings”.
Alasan kedua perataan earning adalah kemampuan untuk mengatasi sifat
siklis earnings dan mengurangi korelasi return ekspektasian perusahaan dengan
return portofolio pasar. Pada alasan keduanya ini Beidleman menyatakan :
“Sampai tingkat dimana auto-normalisasi earnings berhasil, dan bahwa dengan pengurangan kovariannya, perataan akan menambah pengaruh yang bermanfaat pada nilai saham”.
Hal tersebut terjadi sebagai akibat kebutuhan yang dirasakan manajemen
untuk menetralisir ketidakpastian lingkungan dan mengurangi fluktuasi yang
besar dalam kinerja operasi perusahaan karena silih bergantinya kejadian baik dan
buruk. Untuk melakukannya manajemen mungkin melakukan perilaku slack
organisasional, perilaku slack peranggaran atas perilaku penghindaran risiko.
Masing-masing perilaku mengharuskan keputusan yang mempengaruhi
penyerapan dan/atau alokasi biaya (cost) diskresioner, yang mengakibatkan
perataan income.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba suatu perusahaan
sangatlah beragam, sebagaimana dikemukakan oleh beberapa peneliti terdahulu.
Faktorfaktor tersebut antara lain ukuran perusahaan, profitabilitas, sektor industri,
harga saham, leverage operasi, rencana bonus dan kebangsaan. Tetapi dalam
beberapa hal, hasil dari penelitian tersebut berbeda meskipun mengukur hal yang
sama. Berangkat dari fenomena di atas, maka penelitian ini akan membuktikan
faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan perataan laba yang belum
sepenuhnya menunjukkan hasil yang konsisten antara penelitian yang satu dengan
penelitian lainnya terkhusus terhadap faktor tingkat profitabilitas.
11
Pengguna laporan keuangan lebih berfokus terhadap laba daripada item
laporan keuangan lainnya. Nasser dan Herlina dalam JUniarti (2007) menyatakan
bahwa informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir
kinerja atau pertanggungjawaban manajemen, selain itu informasi laba juga
membantu pemilik perusahaan atau pihak lainnya dalam menaksir “earnings
power” perusahaan di masa yang akan datang. Ball and Brown (1968) dalam
Juniarti (2007) menemukan bahwa informasi yang terkandung dalam angka
akuntansi akan berguna jika laba yang sesungguhnya berbeda dengan laba yang
diharapkan (expected earning).
Banyak perusahaan percaya bahwa harga saham mereka akan meningkat
apabila laba bersih yang mereka laporkan meningkat secara konstan tiap
tahunnya. Akibatnya mereka akan memilih prosedur akuntansi yang
menghasilkan laba tertentu untuk memenuhi target yang dikehendaki. Pemilik
juga berusaha mendorong pihak manajemen untuk memaksimalkan utilitas
mereka dalam mencapai target yang telah ditetapkan, dalam usaha membuat
entitas tampak bagus dan mapan secara finansial. Praktek ini dikenal dengan
manajemen laba (earnings management).
Salah satu pola manajemen laba adalah income smoothing (Scott dalam
Juniarti 2007). “Smoothing of income is a way of removing volatility in earnings
by levelling off the earnings peaks and raising the valleys.” (Poll dalam Juniarti
2007). Ada berbagai macam tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen dalam
perataan laba yaitu :
1) Mencapai keuntungan pajak (Hepworth dalam Juniarti 2007)
12
2) Untuk memberikan kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja
manajemen (Stolowy dan Breton dalam Juniarti 2007)
3) Mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi risiko, sehingga
harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar (Bleidernan 1973 dalam
Juniarti 2007)
4) Untuk menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil ((Fudenberg dan Tirole
dalam Juniarti 2007)
5) Untuk menjaga posisi/kedudukan mereka dalam perusahaan (Spohr dalam
Junarti 2007).
Sedangkan Dye dalam Suwito (2005) menyatakan bahwa perataan laba
disebabkan karena adanya motivasi internal dan motivasi eksternal, dengan
tujuan:
1. Menjelaskan kondisi yang diperlukan untuk melakukan manajemen laba.
2. Mengidentifikasikan pengaruh atas permintaan internal dan eksternal atas
manajemen laba pada kebijakan pengumuman laba perusahaan yang optimal.
3. Menjelaskan manfaat dan kerugian bagi pemegang saham akibat dilakukannya
manipulasi laba.
Adapun tujuan perataan laba menurut Foster dan Suwito (2005) adalah
sebagai berikut :
1. Memperbaiki citra perusahan di mata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut
memiliki resiko yang rendah.
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba
dimasa mendatang.
13
3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.
5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
3. Objektivitas Aktual dari Perataan Laba
Objekivitas aktual dari praktik perataan laba di berbagai literature adalah :
Net Income (Gordon, Horwitz and Meyers, 1966), Ordinary Income (Ronen and
Sadan, 1975), Operating income (Ashari et al., 1994), earning per share (White,
1970), dan lain-lain. Objek-objek yang digunakan untuk mengukur suatu tindakan
perataan laba dalam penelitian ini berdasarkan literatur yang pernah ada adalah
(LiTseng dan Chien Wen Lai, 2007) :
1. Laba Operasi (OPI)
Laba operasi adalah laba usaha sebelum penghasilan (beban) lain-lain.
2. Laba Biasa (ODI)
Laba biasa adalah laba sebelum pajak penghasilan.
3. Laba bersih (NI)
Laba bersih adalah laba setelah pajak penghasilan.
4. Indikator Kesempatan Perataan Laba
a. Tingkat Profitabilitas (profitability)
Rasio profitabilitas perusahaan adalah rasio yang diukur berdasarkan
perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva perusahaan.
Profitabilitas merupakan ukuran penting untuk menilai sehat atau tidaknya
14
perusahaan, yang mempengaruhi investor untuk membuat keputusan.
Zuhroh dan Jin dan Machfoedz dalam Suwito (2005) berpendapat bahwa
profitabilitas tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian oleh
Ashari et, al dalam Suwito (2005) menemukan bukti bahwa perusahaan
dengan tingkat profitabilitas rendah mempunyai kecenderungan lebih
besar untuk melakukan perataan laba.
b. Tingkat Hutang (leverage / debt)
Leverage adalah suatu indikator peruabahan laba bersih yang diakibatkan
oleh besarnya volume penjualan. Ashari et, al dalam Suwito (2005)
berhasil membuktikan bahwa leverage operasi merupakan salah satu faktor
yang mendorong terjadinya perataan laba. Zuhroh (1996) meneliti faktor-
faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba
dengan kesimpulan bahwa hanya leverage operasi perusahaan saja yang
memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan
perusahaan di Indonesia.
c. Tingkat Dividen (dividend)
Dividen merupakan suatu bagian atas laba bersih usaha yang dibayarkan
oleh perusahaan kepada pihak investor.
d. Ukuran Perusahaan (firm size)
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain : total aktiva, log size,
nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya
terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan
15
menengah (medium size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan
ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total aset perusahaan
(Machfoedz, 1994).
5. Return (Tingkat Pengembalian) dan Resiko Saham
Return realisasi portofolio (portfolio realized return) merupakan rata-rata
tertimbang dari return realisasi masing-masing sekuritas tunggal didalam
portofolio tersebut.
Resiko portofolio tidak merupakan rata-rata tertimbang dari seluruh resiko
sekuritas tunggal. Resiko portofolio mungkin dapat lebih kecil dari resiko rata-
rata tertimbang masing-masing sekuritas tunggal.
Assih dan Gudono (2000), mengemukakan terdapat perbedaan reaksi
pasar atas pengumuman laba perusahaan perata laba dan dengan perusahaan
bukan perata laba. Hasil penelitiannya menemukan bahwa informasi yang
terkandung dalam angka laba adalah bermanfaat. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya bukti yang cukup bahwa rata-rata masa depan,
mempertinggi proses prediksi cummulative abnormal return sekitar tanggal
pengumuman perataan laba untuk kelompok perata laba tidak signifikan dan
kelompok bukan perata laba nampak signifikan. Sedangkan antara perusahaan
perata laba dan non perata laba berbeda secara signifikan.
6. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang perataan laba di Indonesia telah banyak dilakukan.
Ilmainir (1993) menemukan bukti bahwa perataan laba didorong oleh harga
saham, perbedaan antara laba aktual dengan laba normal, dan pengaruh perubahan
16
kebijakan akuntansi terhadap laba. Selain itu Zuhroh (1986) me-nemukan bukti
bahwa faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba di Indonesia adalah
leverage operasi. Utami dan Suharmadi (1998) menemukan angka laba uangan
lainnya dipengaruhi oleh memiliki kandungan informasi yang bermanfaat bagi
pasar, yang terlihat dari hubungan antara unexpected earning dengan abnormal
return pada sekitar tanggal pengumuman informasi laba perusahaan.
Penelitian lain oleh Ilmainir (1993), Zuhroh (1997) serta Jin dan
Machfoedz (1998) hipotesis di atas dikembangkan menyampaikan bukti bahwa
praktik perataan laba telah terdapat pada perusaha-an yang terdapat di Bursa Efek
Jakarta dan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendorong praktik perataan
laba di antara-nya leverage operasi, ukuran perusahaan, keberadaan perencanaan
bonus di sektorindustri.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Salno dan Baridwan (2000) yang
menyimpulkan pertama bahwa faktor besaran perusahaan, net profit margin,
kelompok usaha, dan winner/losser stocks secara signifikan tidak berpengaruh
terhadap perataan penghasilan, kedua tidak ada perbedaan return antara kelompok
perata laba dan bukan perata, ketiga tidak ada perbedaan risiko antara kelompok
perata dan kelompok bukan perata laba.
17
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
No. Nama Judul Hipotesis Alat Uji Hasil1. Suwito dan
Herawaty (2005)
Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta.
H1: Terdapat pengaruh yang signifikan dari jenis usaha terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H2: Terdapat pengaruh yang signifikan dari ukuran perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H3: Terdapat pengaruh yang signifikan dari rasio profitabilitas perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H4: Terdapat pengaruh yang signifikan dari rasio leverage operasi perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
H5: Terdapat pengaruh yang signifikan dari net profit margin perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
Uji Multivariat : Hosmer-Lameshow Goodness of fit test Statistic
Jenis usaha, ukuran perusahaan, tingkat rasio profitabilitas, leverage dan profit margin perusahaan tidak memiliki pengaruh dalam melakukan perataan laba.
2. Juniarti dan Corolina (2007)
Analisa Faktor-faktor yang Berpengaruh
H1: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besaran perusahaan, profitabilitas, sektor
Uji Norm: Kolmogorov Uji Hipotesis : Mann Whtiney, t test.
Tidak ada perbedaan yang sgnifikan atas
18
Terhadap Perataan Laba Pada Perusahaan-persuahaan Go Public
industri perusahaan perata laba dengan perusahaan bukan perata laba.
H2: Besaran perusahaan, profitabilitas, sektor industri perusahaan tidak berpengaruh terhadap terjadinya perataan laba.
ukuran dan sektor industri antara perata laba dan yang bukan perata laba.Ukuran perusahaan, profitabilitas dan sktor industri tidak berpengaruh terhadap perataan laba.
3. Tseng dan Lai (2007)
The Relationship Between Income Smoothing And Company Profitability.
H1: Perusahaan dengan tingkat laba yang rendah lebih termotivasi untuk melakukan perataan laba.
H2: Perusahaan dengan tingkat hutang yang lebih tinggi lebih termotivasi untuk melakukan perataan laba.
H3: Perusahaan dengan pembayaran dividen yang tinggi lebih termotivasi untuk melakukan tindakan perataan laba.
H4: Perusahaan besar lebih termotivasi untuk melakukan perataan laba.
Uji Hipotesis : t test Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat profitabilitas dengan tindakan perataan laba.
19
B. Kerangka Berfikir
Informasi laporan keuangan telah menjadi hal yang sangat penting bagi
kelangsungan investasi dari para investor. Nilai-nilai yang dilaporkan pada
laporan keuangan sampai kepada nilai laba seharusnya dilaporkan pada nilai yang
sebenarnya dihasilkan, sehingga tidak akan terjadi asimetris informasi.
Ada banyak faktor yang menjadi alasan ataupun dorongan bagi
manajemen untuk melakukan perataan laba. Dalam penelitian ini akan diungkap
bagaimana hubungan antara tingkat laba, hutang, besaran dividen, dan ukuran
perusahaan dengan dorongan tindakan perataan laba dalam perusahaan.
Pada faktor laba, perusahaan yang memiliki laba yang kecil biasanya lebih
terdorong untuk melakukan perataan laba. Hal ini dikarenakan perusahaan kecil
merasa tidak akan terlalu diperhatikan kebenaran laporanya dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki laba lebih besar yang pastinya perhatian semua orang
lebih tertuju kepadanya. Pada faktor hutang, perusahaan yang memiliki hutang
lebih besar biasanya lebih terdorong untuk melakukan perataan laba. Hal ini
disebabkan karena manajemen perusahaan ingin rasio solvabilitas perusahaan
tetap dalam keadaan baik. Dividen merupakan faktor yang sangat vital atas
tindakan perataan laba. Perusahaan dengan pembagian dividen yang sangat tinggi
kemungkinan lebih terdorong untuk melakukan perataan laba. Hal ini dikarenakan
perusahaan ingin tetap terlihat sangat baik dimata investor, apalagi pada investor
yang hanya mengadalkan pengembalian investasi dari dividen bukan dari
kenaikan harga saham. Perusahaan besar biasanya lebih termotivasi untuk
melakukan perataan laba, hal ini disebabkan perusahaan tidak menginginkan
20
posisinya sebagai perusahaan besar tidak tergantikan dan akan selalu terlihat baik
bagi investor.
Dan dari banyak penelitian yang ada tentang perataan laba hasilnya selalu
berbeda-beda. Di satu sisi, penelitian yang ada di Indonesia tentang perataan laba
masih hanya melihat pengaruh perataan laba dari sisi profitabilitas, ukuran
perusahaan, dan leverage. Saat ini dalam penelitian ini akan diungkap juga
bagaimana unsur tingkat pembagian deviden perusahaan mempengaruhi tindakan
perataan laba.
Secara khusus penelitian ini juga akan menguji apakah ada tidaknya
perbedaan return dan resiko antara kelompok perata dan bukan perata laba.
Pemikiran ini timbul dikarenakan, jika memang perusahaan melakukan perataan
laba akan tetapi tidak berpengaruh pada tingkat return dan resiko saham itu berarti
hal yang dilakukan manajemen telah menjadi hal yang sia-sia.
Adapun model penelitian yang penulis paparkan adalah sebagai berikut :
Model Hipotesis :
Gambar 2.1
Model Hipotesis
PERATAAN LABA
UKURAN PERUSAHAAN
DIVIDEN
HUTANG
LABA
PERATAAN LABA RETURN DAN RESIKO SAHAM
21
C. Hipotesis
Berdasarkan uraian dan tinjauan dan penelitian terdahulu, maka hipotesis
yang diajukan adalah sebagai berikut :
H1 : Perusahaan dengan tingkat laba yang rendah lebih termotivasi untuk
meratakan laba yang dilaporkan.
H2 : Perusahaan dengan tingkat hutang yang lebih tinggi lebih termotivasi
untuk meratakan laba yang dilaporkan.
H3 : Perusahaan dengan tingkat pembagian dividen yang lebih tinggi lebih
termotivasi untuk meratakan laba yang dilaporkan.
H4 : Perusahaan besar lebih termotivasi untuk meratakan laba yang
dilaporkan.
H5 : Tingkat profitabilitas yaitu laba, hutang, dividen dan ukuran
perusahaan secara agregat sangat mempengaruhi perusahaan terhadap
motivasi dalam melakukan tindakan perataan laba.
H6 : Terdapat perbedaan return saham antara perusahaan yang tegolong
perata laba dengan yang bukan perata laba.
H7 : Terdapat perbedaan resiko saham antara perusahaan yang tergolong
perata laba dengan yang bukan perataa laba.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian adalah Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu perusahaan
yang terdaftar sebagai Liquid 45 (LQ 45) pada periode februari-juli 2008 yang
telah melakukan publikasi laporan keuangan tahunan. Penelitian akan dilakukan
dengan mengolah data yang ada di dalam Indonesia Capital Market Directory
(ICMD). Periode pangambilan data selama 3 tahun yaitu 2005, 2006 dan 2007.
Proses Peneltian akan berlangsung selama 2 bulan, yaitu sejak bulan Januari
sampai dengan Februari 2009.
B. Populasi Dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
terdaftar sebagai saham yang Liquid 45 (LQ 45) yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) yang mempublikasikan laporan keuangan per 31 Desember untuk
tahun 2005-2007. Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri
atau keadaan tertentu yang akan diteliti (Buchari Alma, 2004: 56). Sampel dalam
penelitian ini menggunakan keseluruhan populasi namun beberapa perusahaan
yang tidak memiliki informasi yang dibutuhkan akan dihapuskan dari daftar
sampel. Kriteria yang digunakan untuk memilih sample adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan tidak mengalami kerugian selama periode 2005-2007.
22
23
2. Perusahaan tidak melakukan akuisisi dan merger, serta tidak melakukan
perubahan sektor industri selama periode 2005-2007.
3. Perusahaan harus memiliki data yang lengkap selama periode 2005-2007.
4. Saham perusahaan aktif diperdagangkan selama tahun 2005-2007.
C. Variabel dan Defenisi Operasional.
1. Variabel Penelitian
Berdasarkan hipotesis pada bagian sebelumnya, variabel penelitian dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Variabel independen (bebas), adalah variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel yang lain, yaitu :
X1 = Return on Equity (ROE)
X2 = Debt Ratio(DR)
X3 = Dividend payout ratio(DIVIR)
X4 = Stock Market Value(SMV)
2. Variabel dependen (terikat), adalah variabel yang dijelaskan atau yang
dipengaruhi oleh variabel independen. Penelitian ini menggunakan tindakan
perataan laba sebagai variabel Y.
2. Definisi Operasional Variabel
Untuk mempermudah pemahaman tentang teknis penelitian yang akan
dilakukan, berikut ini disampaikan operasionalisasi variabel yang akan digunakan
di dalam penelitian.
24
a. Return on Equity (ROE) – X1
Return on Equity menghitung besaran tingkat pengembalian modal yang
ditanamkan oleh pemegang saham dalam perusahaan.
Return on Equity (ROE) dihitung sebagai berikut (Wild dkk, 2005) :
b. Debt Ratio (DR) – X2
Rasio ini membandingkan antara total hutang dengan total aktiva, apabila
jumlah hutang lebih besar dari aktiva maka debt ratio akan bernilai lebih besar
dari 100%.
Debt Ratio (DR) dihitung sebagai berikut (Wild dkk, 2005) :
c. Dividend payout ratio (DIVIR) – X3
Rasio pembayaran dividen adalah bagian dari laba bersih perusahaan yang
dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
Dividend payout ratio (DIVIR) dihitung sebagai berikut :
d. Stock Market Value (SMV) – X4
Stock Market Value adalah perhitungan rasio yang menjelaskan kondisi
kekayaan perusahaan yang dilihat dari sisi jumlah saham yang telah diterbitkan
perusahaan yang terdapat di bursa saham. Stock Market Value dihitung dengan
nilai rata-rata harga pasar dari saham beredar perusahaan selama periode tertentu.
25
Stock Market Value dilihat dari posisi Market Capitalization dari ICMD
perusahaan pada periode yang ditentukan.
e. Perataan Laba (Y)
Tindakan perataan laba diuji dengan indeks Eckel (1981). Eckel
menggunakan Coefficient Variation (CV) dari nilai penghasilan dan penjualan
bersih. Indeks perataan laba dihitung sebagai berikut :
Jika, CV∆I > CV∆S , maka perusahaan tidak digolongkan sebagai perata laba.
Dimana :
∆I : Perubahan laba dalam satu periode
∆S : Perubahan penjualan dalam satu periode
CV : Koefisien Variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan
nilai yang diharapkan.
CV∆I dan CV∆S dapat dihitung sebagai berikut :
CV∆I atau CV∆S =
atau
CV∆I atau CV∆S =
Dimana :
= Perubahan laba (I) atau penjualan (S)
= Rata-rata perubahan laba (I) atau penjualan (S)
26
f. Return Saham
Variabel ini merupakan varibel yang digunakan untuk pengujian apakah
ada perbedaan return saham antara perusahaan perata laba dengan yang bukan
perata laba. Return saham adalah jumlah uang yang menyatakan nilai suatu
saham. Return saham dan terdiri dari capital gain (losses) dan deviden yield.
Tabel dibawah ini menjelaskan secara singkat tentang Defenisi
Operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 3.1Definisi Operasional Variabel
Jenis Variabel Defenisi Parameter Skala
Independen:1. Return on Equity (ROE)-
(X1)
2. Debt Ratio (DR)- (X2)
3. Dividend payout ratio (DIVIR)- (X3)
4. Stock Market Value (SMV)- (X4)
Informasi yang ditujukan untuk mengetahui tingkat pengembalian modal yang ditanamkan pemegang saham.
Informasi yang ditujukan untuk mengetahui tingkat hutang atas aktiva total perusahaan.
Informasi yang ditujukan untuk mengetahui rata-rata bagian atas laba perusahaan yang dibagikan kepada investor dalam bentuk dividen.
Informasi yang ditujukan untuk mengetahui ukuran kekayaan perusahaan melalui jumlah saham perusahaan yang ada di pasar.
Market Capitalization pada laporan ICMD
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
Dependen :
27
Perataan Laba (Y) Suatu praktik yang menampilkan kondisi laba yang terdistribusi secara rapi sehingga terlihat baik.
Indeks Eckel :CV∆I / CV∆S ≥ 1
Rasio
Dikarenakan penelitian ini juga meneliti apakah ada perbedaan Return antara Perusahaan Pelaku Perataan Laba dengan yang bukan perataan laba, maka dilakukan uji beda atas variabel :
Return dan resiko Saham Jumlah uang yang menyatakan nilai suatu saham
Akumulasi return tidak normal
ARTNi,t =
Dan
Standar Deviasi
Rasio
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber yang ada yaitu, data yang
telah ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data-data tersebut
diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar sebagai LQ 45
yang dimuat dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
E. Teknik Analisis Data
1. Perumusan Model
Penelitian ini menggunakan uji statistik untuk menguji apakah tingkat
profitabilitas, hutang, dividen dan ukuran perusahaan secara simultan dan parsial
mempengaruhi motivasi tindakan perataan laba. Dan, juga menguji apakah ada
perbedaan return saham antara perusahaan perata laba dengan bukan perata laba.
28
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisa
regresi berganda logistik (logistic regression). Adapun model regresi berganda
logistik yang dipakai dalam penelitian ini sebagai berikut:
Y = β0 + β1ROEi + β2DRi + β3DIVIRi + β4SMVi + ε
Dimana:
Y = Variabel dummy tindakan perataan laba.
Y = 1, menunjukkan perusahaan perata laba.
Y = 0, menunjukkan perusahaan bukan perata laba.
ROE = Return on Equity
DR = Debt Ratio
DIVIR = Dividen Payout Ratio
SMV = Stock Market Value
ε = Error (residual value)
β0 = Parameter konstans
βi = Koefisien regresi masing-masing Xi, i = 1,2,3,4,5.
2. Pengujian Normalitas Data
Sebelum melakukan analisis dengan menggunakan model yang
disampaikan diatas, maka sesuai dengan syarat metode Ordinary Least Square
(OLS), terlebih dahulu akan dilakukan pengujian normalitas dan asumsi klasik
yang menurut Nachrowi, 2002 akan meliputi pengujian multicollinearity,
heteroschedasticity, dan autocorrelation.
29
Asumsi distribusi normal diperiksa dengan menggunakan grafik Normal
Probability Plot atau Histogram. Jika data mengikuti garis normal pada grafik
Normal Probability Plot maka data diasumsikan berdistribusi normal. Cara
lainnya adalah Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan pengujian
Kolmogorov-Smirnov. Pengujian dengan metode ini menyatakan jika nilai
Kolmogorov-Smirnov memiliki probabilitas lebih besar dari 0.05 (Santoso, 2005),
maka variable penelitian tersebut dapat dinyatakan berdistribusi normal
3. Uji Asumsi Klasik.
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat timbul jika variabel bebas saling berkorelasi satu
sama lain, sehingga multikolinearitas hanya dapat terjadi pada regresi berganda.
Hal ini mengakibatkan perubahan tanda koefisien regresi serta mengakibatkan
fluktuasi yang besar pada hasil regresi. Perubahan tanda koefisien regresi ini dapat
mengakibatkan kesalahan menafsirkan hubungan antara variabel sehingga
keberadaan multikolinearitas ini harus diuji (Levin, 1998) supaya dapat dijamain
bahwa variabel independen di dalam penelitian tidak saling berkorelasi. Pengujian
dapat dilakukan dengan Colinearity Diagnostic serta partial correlation. Indikator
yang digunakan adalah melihat nilai collinearity Statistics, yaitu nilai variance
inflation faktor (VIF) lebih besar dari 10 dan nilai tolerance lebih kecil dari 0,10.
30
b. Uji Heteroskedastisitas.
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika varians dari variabel tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika varians
berbeda disebut heteroskedastisitas. Jika angka signifikan yang diperoleh dari
persamaan regresi yang baru lebih besar dari alpha 5%, maka dikatakan tidak
terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya jika angka signifikan yang diperoleh lebih
kecil dari alpha 5%, maka dapat dikatakan terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali,2005).
Cara pengujian lain adalah dengan membuat diagram plot dari varibel
yang digunakan dalam penelitian. Jika diagram plot yang dibentuk menunjukkan
pola tertentu maka dapat dikatakan model tersebut mengandung gejala
heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi.
Autokorelasi adalah suatu kondisi dimana variabel gangguan pada periode
tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Hal ini berarti
bahwa variabel gangguan tidak random. Keadaan autokorelasi ini dapat
disebabkan oleh berbagai hal seperti kesalahan dalam menentukan model,
penggunaan lag pada model, tidak memasukkan variabel yang penting. Untuk
pengujian ada tidaknya autokorelasi ini, penulis menggunakan uji Durbin Watson.
31
Gambar 3.1
Gambar daerah pengambilan keputusan tes Durbin-Watson (Gujarati, 2003)
4. Pengujian Hipotesa
a. Pengujian untuk H1, H2, H3, H4.
Untuk menguji H1-H4 dalam penelitian ini dilakukan uji t test for paired
sample. Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari
variabel bebas terhadap variabel terikat dimana hipotesis yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. H0 : bi = 0,
Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan dari variabel
independen secara parsial terhadap tindakan perataan laba.
2. H1 : bi = 0,
Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan dari variabel
independen secara parsial terhadap tindakan perataan laba.
Untuk menentukan ttabel, taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5%
dengan derajat kebebasan (df) = (n-k-1), dimana n merupakan jumlah observasi
dan k merupakan jumlah variabel bebas.
Nilai thitung diperoleh dengan rumus
4 - dL4 - dU 4dUdL0
Tidak tahu
Tidak ada korelasi
Tidak tahu
Korelasi positif Korelasi negatif
32
dimana :
bi = Koefisien variabel independen
b = Nilai hipotesis nol
Sbi = Simpangan baku (standard deviasi) dari variabel independen.
Pengujian hipotesa dilakukan dengan :
Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak.
Jika thitung < ttabel maka Ho diterima.
Perhitungan nilai thitung tidak akan dilakukan secara manual, namun
dengan menghitung dengan Software SPSS 15 dengan memperhatikan tabel
coeficient pada kolom nilai t serta tingkat signifikansi dari variabel tersebut. Jika
tingkat signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka H1 diterima.
b. Pengujian untuk H5.
Pengujian yang dilakukan untuk H6 adalah Uji F. Uji ini merupakan
pengujian terhadap signifikansi model secara simultan atau bersama-sama, yaitu
melihat pengaruh dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat Hipotesa ini
dirumuskan dengan:
1. Ho: b1 = b2 = b3 = b4 = 0
Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara laba (ROE),
hutang (DR), dividen (DIVIR), dan ukuran perusahaan (SMV) terhadap
tindakan perataan laba.
33
2. H1 : b1 = b2 = b3 = b4 ≠ 0,
Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara laba (ROE), hutang
(DR), dividen (DIVIR), dan ukuran perusahaan (SMV) terhadap tindakan
perataan laba.
Rumus F hitung adalah sebagai berikut (Santoso, 2005)
F hitung =
Dimana:
k = jumlah variabel bebas
n = Jumlah observasi.
Untuk menentukan nilai Fhitung tingkat signifikan yang digunakan sebesar 5%
dengan derajat kebebasan (df) = (k-1) dan (n-k) kriteria sebagai berikut:
Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak.
Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima.
Perhitungan nilai F tidak akan dilakukan secara manual, namun dengan
menghitung dengan Software SPSS 15 dengan memperhatikan tabel Anova pada
kolom nilai F serta tingkat signifikansi dari model tersebut. Jika tingkat
signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka H1 diterima.
c. Pengujian untuk H6, H7.
Untuk H6 dan H7 dilakukan pengujian dengan Uji Beda. Pengujian
hipotesis ini dilakukan dengan memisahkan terlebih dahulu data menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok perusahaan perata laba (µ1) dan kelompok perusahaan
bukan perata laba (µ2). Pemisahan dilakukan dengan menggunakan perhitungan
34
indeks ekcel pada setiap perusahaam yang telah menjadi sampel penelitian.
Selanjutnya akan diuji ada tidaknya perbedaan diantara kedua kelompok tersebut
terhadap return dan resiko saham. Hipotesa yang akan diuji dapat digambarkan
sebagai berikut :
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji t untuk dua sampel independen
(independent sample t test). Dengan tingkat signifikansi (sig) 5 %, keputusan
untuk menerima Ho dilakukan jika nilai “sig” > 0.05, dan sebaliknya Ho akan
ditolak jika “sig” < 0.05 (Santoso, 2005).