proposal metopel (isi)

Upload: riniwulandari8759

Post on 14-Jul-2015

266 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Belanja merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada usia maupun jenis kelamin. Secara umum orang berbelanja untuk memenuhi kebutuhan. Meskipun demikian, sering juga orang berbelanja hanya untuk memenuhi hasrat atau dorongan dari dalam dirinya yang dipengaruhi oleh stimulus-stimulus yang terjadi di sekitar lingkungannya ketika sedang berbelanja, seperti yang dikatakan oleh Tambunan (2005), belanja adalah suatu gaya hidup tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang. Sehingga ada yang dinamakan shopaholic yaitu seseorang yang tidak mampu menahan keinginannya untuk berbelanja sehingga menghabiskan begitu banyak waktu dan uang untuk berbelanja meskipun barang-barang yang dibelinya tidak selalu ia butuhkan. Semakin kompetitifnya persaingan mengakibatkan pentingnya arti kepuasan konsumen. Menurut Barsky (1992), kepuasan konsumen merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu usaha. Hal ini dikarenakan dengan memuaskan konsumen, organisasi dapat meningkatkan keuntungan dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Dalam perspektif konsumen, kepuasan konsumen (customer satisfaction) bergantung pada perkiraan kinerja produk dalam memberikan nilai relatif (relative value) terhadap konsumen (Kotler dan Amstrong, 2001). Nilai bagi konsumen ini dapat diciptakan melalui atribut-atribut pemasaran perusahaan yang dapat menjadi unsur-unsur stimuli bagi perusahaan untuk mempengaruhi konsumen dalam pembelian. Stimuli adalah setiap bentuk

1

fisik atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi perilaku. Salah satu bentuk stimuli yang dapat mempengaruhi konsumen dan merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh perusahaan adalah stimuli pemasaran yaitu melalui unsur-unsur strategi marketing mix atau bauran pemasaran (Assael, 1992; Zeithaml dan Bitner, 2001). Pengaruh pengaplikasian bauran pemasaran dalam menciptakan kepuasan konsumen semakin diperkuat oleh beberapa penelitian tentang kepuasan konsumen, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hatane Semuel (2006), yang meneliti tentang pengaruh ekspektasi konsumen dan aplikasi bauran pemasaran ritel terhadap loyalitas dengan kepuasan konsumen sebagai variabel intervening. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa aplikasi bauran pemasaran ritel yang diaplikasikan oleh toko modern berpengaruh langsung secara positif terhadap kepuasan konsumen toko modern. Variabel bauran pemasaran ritel yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen ritel modern adalah merchandising, basic principles, dan services. Ketiga variabel tersebut mengacu pada satu poros yaitu kepuasan konsumen (Triyono, 2006) Parameter merchandising (Semuel, 2006) seperti: (1) pengadaan merchandise, (2) kelengkapan produk, (3) pemberian diskon, (4) penataan layout produk; parameter basic principles (Semuel, 2006) seperti: (1) kesesuaian harga, (2) lokasi, (3) advertising; parameter services (Semuel, 2006) seperti: (1) fasilitas pendukung, (2) parkir yang nyaman, (3) respon pramuniaga, (4) area berbelanja yang bersih, (5) temperatur area belanja, (6) papan petunjuk, dan (7) kecepatan pembayaran di kasir. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan variabel merchandising yang fokus pada pemberian diskon. Pemberian diskon yang dilakukan oleh pihak pemasar dapat memunculkan perilaku pembelian impulsif yaitu pembelian yang tidak terencana. Pembelian impulsif merupakan bagian dari pola pembelian konsumen (Schiffman dan Kanuk, 2004). Engel dan Blacwell (1995), mendefinisikan pembelian yang tidak direncanakan atau yang disebut juga pembelian2

impulsif sebagai suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian yang dilakukan pada saat berada di dalam toko. Perilaku pembelian impulsif dapat dipahami sebagai suatu proses pengambilan keputusan dimana konsumen hanya melibatkan sedikit proses kognitif tetapi juga biasanya menunjukkan tingkat emosi yang tinggi. Pembelian impulsif dilakukan tanpa direncanakan dan tanpa membuat suatu evaluasi kebutuhan. Pembelian impulsif sering terjadi dalam situasi dengan stimulasi yang kuat (Omar; Assael dalam Esch dkk, 2003 ) seperti dalam hal ini ketika ada barang-barang yang didiskon. Hasrat berbelanja seseorang akan semakin besar ketika melihat barang-barang yang didiskon. Banyak mall atau department store yang menawarkan diskon. Tulisan sale terpajang besar-besar disertai angka diskon yang ditawarkan. Begitu masuk, pandangan konsumen akan langsung tertuju pada tulisan tersebut, kemudian muncul gairah untuk mendatangi counter yang berstempel diskon. Banyak konsumen yang berpikir bahwa kapan lagi barang-barang ini akan didiskon, maka dari itu mereka membeli banyak barang-barang tersebut, bisa saja dijadikan stock untuk kebutuhan rumah tangga atau hanya karena lapar mata, atau karena itu merupakan barang yang diidam-idamkannya sejak lama tetapi dia menunggu barang tersebut didiskon sehingga dapat membelinya. Akibatnya pengeluaran membengkak dari perkiraan semula. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah ada konsumen yang merasa puas setelah membeli barang-barang diskon ataukah ada juga konsumen yang merasa tidak puas setelah membeli barang-barang diskon tersebut sehingga memunculkan postpurchase dissonance yaitu disonansi kognitif yang terjadi setelah adanya proses pembelian, dimana setelah proses pembelian, konsumen memiliki perasaan yang tidak nyaman mengenai kepercayaan mereka, perasaan yang cenderung untuk memecahkannya dengan merubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku mereka (Schiffman dan Kanuk,1997). Karena pembelian

3

impulsif yang terjadi (dalam hal ini karena adanya barang diskon) sangat berkaitan erat dengan terjadinya postpurchase dissonance.

1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara pembelian barang diskon dengan kepuasan konsumen? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pembelian barang diskon dengan kepuasan konsumen. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu psikologi industri dan organisasi khususnya dalam bidang perilaku konsumen mengenai hubungan antara pembelian barang diskon dengan kepuasan konsumen. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini ditujukan pada dunia industri dan organisasi agar produsen dapat mengerti apa sebenarnya yang diinginkan oleh para konsumen agar mereka puas dengan inovasi ataupun produk-produk yang dihasilkan oleh produsen. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan atau informasi bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti mengenai hubungan antara pembelian barang diskon dengan kepuasan konsumen. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan4

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Membuat landasan teori mengenai barang diskon, kepuasan konsumen, dan keputusan pembelian. Dan juga menjelaskan hubungan antar variabel. Bab ini juga mengemukakan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian. Bab III Metodologi penelitian Bab ini menguraikan tentang identifikasi variabel, definisi operasional variabel, subjek penelitian dan teknik sampling, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Kepuasan Konsumen (consumer satisfaction)Menurut Philip Kotler (1997) kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapannya. Sedangkan Wilkie mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai suatu

tanggapan emosial pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa (Tjiptono, 1997). Dengan demikian dapat diartikan bahwa kepuasan konsumen merupakan perbedaan antara yang diharapkan konsumen (nilai harapan) dengan situasi yang diberikan produsen didalam usaha memenuhi harapan konsumen. Soelasih (2004) mengemukakan bahwa : 1. nilai harapan = nilai persepsi maka konsumen puas 2. nilai harapan < nilai persepsi maka konsumen sangat puas 3. nilai harapan > nilai persepsi maka konsumen tidak puasJenis kepuasan konsumen Kepuasan konsumen terbagi menjadi 2, yaitu: a. Kepuasan fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi atau pemakaian suatu produk. Misalnya, karena makan membuat perut kita menjadi kenyang. b. Kepuasan psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud. Misalnya, perasaan bangga karena mendapat pelayanan yang sangat istimewa dari sebuah rumah makan yang mewah.

6

Pengukuran Kepuasan Konsumen Menurut Philip Kotler (1997) ada empat metode yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen yaitu: a. Sistem keluhan dan saran Untuk mengidentifikasikan masalah maka perusahaan harus mengumpulkan informasi langsung dari konsumen dengan cara menyediakan kotak saran. Informasi yang terkumpul untuk memberikan masukan bagi perusahaan. b. Survei kepuasan konsumen Survei kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan cara survei melalui pos surat, telephone, maupun wawancara pribadi. Dengan metode ini perusahaan dapat menciptakan komunikasi dua arah dan menunjukkan perhatiannya kepada konsumen. c. Ghost Shopping Metode ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan pesaing dan membandingkannya dengan perusahaan yang bersangkutan. d. Analisis kehilangan konsumen Tingkat kehilangan konsumen menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan konsumennya. Perusahaan seharusnya menganalisa dan memahami mengapa konsumen tersebut berhenti mengkonsumsi produk mereka.

2.1.2 Diskon

Strategi harga diskon pada penjual adalah strategi dengan memberikan potongan harga dari harga yang sudah ditetapkan demi meningkatkan penjualan suatu produk barang atau jasa. Diskon dapat diberikan pada umum dalam bentuk diskon kuantitas, diskon pembayaran tunai/cash, trade discount. Contoh: bila membeli produk pakaian atau barang elektronik dan barang tersebut terdapat diskon, maka pembeli akan mendapatkan potongan harga sebesar diskon tersebut.

7

Diskon tunai yaitu pengurangan harga bagi pembeli yang membayar tagihan tepat waktu. Diskon pembelian banyak yaitu pengurangan harga bagi para pembeli yang membeli dalam jumlah besar. Diskon fungsional yaitu pengurangan harga yang ditawarkan oleh penjual kepada anggota saluran distribusi yang melakukan fungsi tertentu seperti menjual, mencatat, dan menyimpan. Diskon musiman pengurangan harga bagi pembeli yang membeli barang dagangannya diluar musim.Mengutip pakar pemasaran Philip Kotler, dosen pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Nurdin Sobari mengungkapkan diskon adalah salah satu senjata promosi penjualan. Promosi penjualan, jelas Nurdin, menawarkan insentif tambahan bagi konsumen. Dinamakan

promosi penjualan karena menjadi alat promosi yang dampaknya terhadap penjualan bisa diasosiasikan secara langsung. Menurut para praktisi pemasaran, dampak penjualan dari suatu kegiatan promosi dapat dilihat dari hasil penjualan yang terjadi selama periode tersebut. Produsen dan pemasar pun sering menggunakan diskon sebagai alat promosi barang atau jasa yang dipasarkan. Tujuan diskon adalah menciptakan penjualan dalam jangka pendek atau hanya selama masa diskon. Diskon bisa juga bertujuan untuk mendorong konsumen melakukan pembelian coba-coba dari produk yang dijajakan. Kadang-kadang pemasar juga melakukan strategi menurunkan harga produk yang memimpin pasar dengan diskon. Pemasar berharap dapat menarik konsumen untuk datang ke

tokonya, membeli produk yang didiskon dan juga membeli produk lain yang tidak didiskon. Dengan kata lain, pemasar mengharapkan terjadinya penjualan silang antara barang yang didiskon dan yang tidak didiskon. Apakah kebijakan diskon biasa dilakukan produsen untuk meningkatkan penjualan? Menurut Group Head of Investor Relation PT Mitra Adiperkasa Tbk, Ratih D. Gianda, diskon tidak hanya dilakukan saat penjualan menurun. Diskon bisa saja dilakukan dalam momen tertentu, seperti lebaran, natal atau akhir tahun yang biasanya belanja konsumen meningkat. Walaupun diskon dapat meningkatkan penjualan, namun pemasar juga berhati-hati dalam mendiskon produk agar potongan 8

harga tidak berdampak negatif terhadap citra mereknya. Mengeluarkan kebijakan diskon, termasuk cara mengomunikasikan diskon memang harus dilakukan dengan hati-hati. Sebab, kata Nurdin, kehilangan diskon yang menarik (diskon besar) atau melewatkan kesempatan memanfaatkan diskon besar pada merek yang biasa dikonsumsi konsumen akan berdampak pada perubahan perilaku. Konsumen bisa berpindah ke merek lain (brand switching), meskipun sebenarnya ada pilihan untuk menunda pembelian. Namun demikian, kecenderungan berpindah merek ini rendah pada kondisi diskon yang kecil. Berdasarkan hasil risetnya tentang diskon, Nurdin menyatakan inaction inertia atau menunda pembelian akan cenderung terjadi jika tidak ada pilihan lain. Jika ada pilihan lain, menunda pembelian terjadi dalam bentuk lain, yaitu berpindah ke merek lain. Hal itu berarti menurunkan loyalitas konsumen terhadap merek yang didiskon. Kalau loyalitas konsumen sampai turun akibat kebijakan diskon yang tidak tepat, tentu potongan harga sebagai senjata promosi yang diharapkan bisa meningkatkan penjualan, justru menjadi bumerang. Jadi, pemasar harus berhati-hati dalam menerapkan kebijakan diskon.

2.1.3 Keputusan pembelian Menurut Schiffman & Kanuk (1994), keputusan didefinisikan sebagai sebuah pilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Ditinjau dari perilaku konsumen, maka ketika seseorang telah memilih antara membeli atau tidak membeli, pilihan antara merek satu dengan merek yang lain, atau pilihan mengabiskan waktu dengan melakukan A atau B, orang itu berada dalam posisi membuat keputusan (schiffman & kanuk.1994) Menurut Kotler (1996) faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian adalah faktor budaya, sosial, personal, dan psikologis. a. Budaya konsumen

Budaya merupakan karakter sosial konsumen yang membedakannya dari kelompok kultur yang lainnya (nilai, bahasa, mitos, adat, ritual, dan hukum) yang telah menyatu dalam kebiasaan mereka sehari-hari. Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, konsumen9

tidak dilahirkan untuk secara spontan mengerti tentang nilai dan norma atas kehidupan sosial, melainkan mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan lingkungannya. Masing- masing budaya terdiri atas sub budaya yang lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi anggota-anggotanya. Sub budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Sub budaya tersebut akan membentuk suatu segmen pasar dan memerlukan strategi bauran pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Budaya konsumen merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar.

b. Kelas sosial

Pada dasarnya masyarakat memiliki kelas sosial. Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hierarkis dan anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, dan tempat tinggal. Irawan dan Basu (1986) membagi masyarakat kedalam tiga golongan kelas sosial, yaitu: (1) golongan atas (pengusaha-pengusaha kaya, pejabat tinggi), (2) golongan menengah (kelas pekerja/karyawan), (3) golongan bawah (pekerja buruh, pegawai rendah) pembagian kelas ini tentunya akan mempengaruhi perilaku yang berbeda dalam tingkah laku pembelian.

c. Personal / karakteristik individu Keputusan pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi atau individu. Karakteristik tersebut meliputi usia dan siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian, gaya hidup dan konsep diri. Usia dan tahapan siklus hidup konsumen mempunyai pengaruh penting terhadap perilaku konsumen. Seberapa usia konsumen biasanya menunjukkan produk apa yang menarik baginya untuk dibeli. Selera konsumen pada10

makanan, pakaian, mobil, mebel, dan rekreasi sering dihubungkan dengan usia. Dihubungkan dengan usia seorang konsumen akan menempatkan diri pada siklus hidup keluarga (family life cycle). Pengaruh persepsi konsumen terhadap suatu produk, pemasar dapat mempengaruhi motivasi konsumen untuk belajar tentang bagaimana berbelanja, dan membeli suatu merek yang tepat. Kepribadian dan konsep diri ini mencerminkan gaya hidup (life style). Gaya hidup (life style) adalah cara hidup, yang diidentifikasikan melalui aktivitas seseorang, minat, dan pendapat. d. Psikologis

Pilihan pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor psikologi utama yaitu: motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian. (Kotler, 1996).

Motivasi, konsumen memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu, beberapa kebutuhan bersifat biogenis.

Persepsi, seseorang konsumen yang termotivasi akan siap untuk bertindak, bagaimana seorang konsumen yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Menurut Kotler (2003), persepsi adalah proses yang digunakan oleh konsumen untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterprestasikan masukan-masukan informasi. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Pembelajaran meliputi perubahan perilaku konsumen yang timbul dari

pengalamannya, sehingga saat konsumen bertindak pengetahuannya pun akan bertambah. Teori pembelajaran mengajarkan bahwa para pemasar dapat membangun permintaan sebuah

11

produk dengan mengaitkannya pada dorongan yang kuat, dan memberikan penguatan yang positif.

Keyakinan (belief) adalah gambaran pemikiran yang dianut konsumen tentang suatu hal. Melalui tindakan dan belajar konsumen mendapatkan keyakinan dan sikap, keduanya mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. Keyakinan mungkin berdasarkan pengetahuan, pendapat, atau kepercayaan (faith). Keyakinan konsumen akan membentuk citra produk dan merek, serta konsumen akan bertindak berdasarkan citra tersebut.

Sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan serta bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan. Sebaiknya perusahaan menyesuaikan produknya dengan sikap yang telah ada dari pada berusaha untuk mengubah sikap konsumen, karena untuk merubah sikap dibutuhkan biaya yang besar (Kotler, 2003).

Proses Keputusan Membeli

Perilaku konsumen ini akan meentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian mereka. Proses keputusan membeli ini terdiri dari lima tahap, yaitu: pengenalan masalah (problem recognition), pencarian informasi (information research), evaluasi alternatif (evolution of alternatives), keputusan pembelian (purchase decision) dan perilaku purna pembelian (post purchase behavior).

a. Pengenalan masalah

Proses pembelian dimulai dengan pembeli mengenali suatu masalah dalam hal ini kebutuhannya dan menganalisanya. Hal tersebut dilakukan untuk megetahui adanya keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi atau terpuaskan. Jika kebutuhan tersebut

12

diketahui, maka kosumen akan segera memahami adanya suatu kebutuhan yang belum perlu dipenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhannya serta kebutuhan-kebutuhan yang sama-sama harus dipenuhi. Pada tahap ini pemasar perlu meneliti konsumen untuk mengetahui:

- apa yang membuat rasa kebutuhan itu timbul

- jenis rasa yang dibutuhkan

- bagaimana rasa kebutuhan itu mengarah ke produk tertentu.

Dengan mengumpulkan informasi demikian ini, pemasar akan mempunyai suatu kesempatan untuk mengidentifikasikan rangsangan yang lebih sering menarik minat akan kategori yang bersangkutan. Kemudian pemasar mendapat cara untuk mengembangkan rencana pemasaran dengan memanfaatkan kesempatan atas rangsangan ini. Jadi dari tahap inilah proses pembelian itu dilakukan.

b. Pencarian informasi

Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang dirasakan, maka konsumen perlu mencari informasi. Pencarian informasi ini dapat secara aktif maupun pasif, eksternal maupun internal. Pencarian informasi yang bersifat aktif berupa kunjungan ke beberapa toko untuk membandingkan harga dan kualitas produk. Sedangkan untuk mencari informasi secara pasif dapat didapat dengan melihat iklan maupun membaca surat kabar tanpa mempunyai tujuan khusus dalam pikirannya tentang suatu produk yang diinginkan. Pencarian informasi intern tentang sumber-sumber pembelian dapat berasal dari komunikasi perorangan. Sedangkan informasi ekstern dapat berasal dari media masa (seperti majalah, surat kabar, radio, televisi) dan sumber-sumber informasi dari kegiatan pemasaran perusahaan (seperti publikasi, iklan, informasi, dari pedagang eceran.

13

Inti yang terpenting dari pemasar adalah sumber informasi utama yang digunakan oleh konsumen dan tiap pengaruh terhadap keputusan pembelian. Sumber informasi konsumen tergolong dalam empat kelompok, yaitu:

- sumber personal (keluarga, teman, tetangga dan kenalan)

- sumber komersial (periklanan, tenaga penjual, pedagang, kemasan dan pameran)

- sumber publik (media masa, organisasi, penilaian konsumen)

- sumber eksperimental (penanganan, pengujian, penggunaan produk)

Mengenai sumber informasi yang digunakan oleh konsumen, pemasar harus dengan cermat mengidentifikasikan dalam arti penting sumber sebagai sumber informasi.

c. Evaluasi alternatif

Tahap ini melalui 2 proses, yaitu:

- menetapkan tujuan pembelian dan menilainya

- mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan pembelian.

Setelah tujuan pembelian ditetapkan, konsumen perlu mengidentifikasikan alternatifalternatif pembeliannya yang tidak dapat terpisahkan dari pengaruh sumber-sumber yang memiliki (waktu, uang dan informasi) maupun resiko keliru dalam pemilihan. Alternatif pembelian yang telah diidentifikasikan, dinilai dan diseleksi menjadi alternatif pembelian yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginannya. Adapun kriteria evaluasi menyangkut ciri-ciri produk pemberian bobot yang penting pada ciri-ciri relevan,

14

kepercayaan terhadap merek, fungsi utilitas dan sikap konsumen ke arah alternatif merek melalui informasi tertentu.

d.

Keputusan membeli

Keputusan membeli disini merupakan proses dalam pembelian yang nyata. Jadi setelah melakukan tahap-tahap di atas, maka konsumen harus mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Bila konsumen memutuskan untuk membeli, konsumen akan menjumpai serangkaian keputusan yang harus diambil menyangkut jenis produk, merk, penjual, kualitas, waktu pembelian dan cara pembayarannya. Keputusan membeli ini sangat dipengaruhi oleh sikap orang lain dan faktor-faktor situasional yang tidak diinginkan seperti pendapatan keluarga yang diharapkan dan manfaat yang diharapkan dari produk tersebut. Sehingga menghasilkan keputusan membeli.

e.

Perilaku setelah pembelian

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau tidak puas. Jika konsumen merasa puas mereka akan memperhatikan suatu kemungkinan besar untuk membeli produk tersebut pada kesempatan lain. Disamping itu ada konsumen merasa tidak puas setelah pembelian, hal ini terjadi karena harga produk tersebut terlalu mahal, atau kemungkinan karena tidak sesuai dengan keinginan atau persepsi sebelumnya. Untuk mengurangi jumlah konsumen yang tidak puas setelah pembelian tersebut, perusahaan harus melihat dan bertindak dengan menekankan pada segi-segi tertentu yang diunggulkan atau servis tertentu dari pelayanannya.

15

2.2 Hubungan Antar Variabel

Salah satu faktor yang menyebabkan kepuasan konsumen adalah pemberian diskon yang dilakukan oleh pihak pemasar. Penelitian tentang kepuasan konsumen yang dilakukan oleh Hatane Semuel (2006), yang meneliti tentang pengaruh ekspektasi konsumen dan aplikasi bauran pemasaran ritel terhadap loyalitas dengan kepuasan konsumen sebagai variabel intervening. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa aplikasi bauran pemasaran ritel yang diaplikasikan oleh toko modern berpengaruh langsung secara positif terhadap kepuasan konsumen toko modern. Variabel bauran pemasaran ritel yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen ritel modern adalah merchandising, basic principles, dan services. Ketiga variabel tersebut mengacu pada satu poros yaitu kepuasan konsumen (Triyono, 2006). Dalam hal ini pemberian diskon yang dilakukan oleh pihak pemasar termasuk ke dalam variabel merchandising. 2.2 Hipotesa Berdasarkan uraian teoritis diatas maka peneliti mengajukan hipotesa penelitian yaitu Ada hubungan antara pembelian barang diskon dengan kepuasan konsumen.

16

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu diidentifikasi variabelvariabel penelitian. Dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian yang digunakan terdiri dari : Variabel tergantung atau dependent variable: kepuasan konsumen. Variabel bebas atau independent variable: pembelian barang diskon. 3.2 Definisi Operasional Variabel Diskon Diskon adalah strategi yang dilakukan oleh pihak pemasar dengan memberikan potongan harga dari harga yang sudah ditetapkan demi meningkatkan penjualan suatu produk barang atau jasa. Kepuasan konsumen dalam pembelian barang diskon dapat diukur berdasarkan besar kecilnya diskon yang ditawarkan, kualitas produk yang diberi label diskon, Kepuasan konsumenKepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi konsumen terhadap kinerja suatu produk. Kepuasan konsumen dapat diukur berdasarkan tiga variabel yaitu merchandising (pengadaan

merchandise, kelengkapan produk, pemberian diskon, dan penataan layout produk), basic17

principles (kesesuaian harga, lokasi, dan advertising), dan services (fasilitas pendukung, parkir yang nyaman, respon pramuniaga, area berbelanja bersih, temperatur area belanja, papan petunjuk, dan kecepatan pembayaran di kasir). 3.3 Subjek Penelitian dan Teknik Sampling 3.3.1 Subjek PenelitianHadi (2000) menyatakan bahwa populasi adalah semua individu, untuk siapa kenyataan-

kenyataan yang diperoleh dari sampel itu akan digeneralisasikan. Dalam penelitian inipopulasinya adalah seluruh mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Dari populasi yang

ditentukan akan diambil wakil dari populasi yang disebut sampel penelitian.Hadi (2000) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang dikenakan

dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian kecil dari seluruh mahasiswa Universitas Sumatera Utara.Besarnya jumlah sampel (sampel size) ditetapkan 150 responden dengan pertimbangan teori yang menyatakan : 1) Gay dan Diehl (1992) mengatakan bahwa ukuran sampel untuk kepentingan korelasional dibutuhkan minimal sebanyak 30 subyek. 2) Uma Sekaran (2003) menyebutkan ukuran sampel sebanyak 30 hingga 500 adalah efektif untuk penelitian yang pengumpulan datanya mengunakan daftar pertanyaan. 3) Hair (1995) menyatakan bahwa besarnya sampel untuk analisis SEM disarankan antara 100 hingga 200 dan minimum absolutnya 50. 4) Jonathan Sarwono (2007) menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil analisis jalur yang maksimal dengan menggunakan SPSS, sebaiknya digunakan sampel di atas 100.

18

3.3.2 Teknik Sampling Sampel ditetapkan dengan menggunakan teknik purposive sampling dan accidental. MenurutSugiyono (2006) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, dan accidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagi sumber data. Pertimbangan yang digunakan dalam memilih responden adalah berdasarkan ketentuan bahwa responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang mengambil program S-1, tidak dipermasalahkan dari fakultas apa dan berada pada tingkat berapa. Selain itu, mahasiswa yang dipilih adalah mahasiswa dengan umur minimal 17 tahun, dengan pertimbangan bahwa umur 17 tahun sudah bisa memberikan pendapat yang logis dan menjawab pertanyaan dalam kuesioner.

3.4 Metode Pengumpulan Data Dalam usaha mengumpulkan data penelitian diperlukan suatu metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala atau disebut dengan metode skala. Menurut Hadi (2000), metode skala yaitu suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis. Menurut Hadi (2000), metode skala mempunyai kebaikan-kebaikan dengan alasan sebagai berikut: a. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya b. Apa yang dinyatakan subjek pada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya c. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti

19

Skala kepuasan konsumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan apa saja yang menyebabkan kepuasan setelah melakukan pembelian barang diskon. Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 1995). Metode ini dimodifikasi dengan menghilangkan pilihan jawaban tengah, yaitu netral (N) sehingga setiap item meliputi empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ttidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (Favorable) atau tidak mendukung (Unfavorable). Penilaian untuk item favorable bergerak dari nilai 4 untuk jawaban SS, nilai 3 untuk jawaban S, nilai 2 untuk jawaban TS, dan nilai 1 untuk jawaban STS. Sedangkan Penilaian untuk item unfavorable bergerak dari nilai 1 untuk jawaban SS, nilai 2 untuk jawaban S, nilai 3 untuk jawaban TS, dan nilai 4 untuk jawaban STS. 3.5 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah Pearson Product Moment. Dalam menguji penelitian dilakukan uji asumsi terlebih dahulu yaitu uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas digunakan untuk melihat derajat kenormalan terhadap variabel bebas (pembelian barang diskon) dan variabel tergantung (kepuasan konsumen). Sedangkan uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah data pada variabel bebas berkorelasi secara linear terhadap data pada variabel tergantung. Pengujian tersebut dan analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 15.0 for windows.

20

DAFTAR PUSTAKA

Alida Paliati. 2004. Pengaruh Tingkat Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah Tabungan Perbankan. analisis. volume 1( 2). Edisi maret. Assael, Henry. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. PWS-KENT Publishing Company. Azwar, S. 1995. Penyusunan Skala Psikologi. Edisi I, cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Baloglu, S., 2002. Dimention of Customer Loyalty. Cernell University. Refereed article. Barsky, Keki R. 1992. Beyond Customer Satisfaction to Customer Loyalty, AMA Management Briefing, New York. Gale. Chernev, A. 1997. The Effect of Common Features on Brand Choice: Moderating Role of Attribute Importance, Journal of Consumer Research, Vol. 23. Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Jilid I, edisi I. Yogyakarta: Andi Offset. Hawkins D, Mothersbaugh D and Best R. 2007. Consumer Behaviour. Tenth edition. Mc Graw Hill. Levy and Weitz. 2007. Retail Management. Six edition. Mc Graw Hill. Loudon, David L and Della Bitta, Albert L. 1993. Consumer Behaviour: Concepts and Application. (Fourth Edition). Singapore. Lynda Wee Keng Neo dan Tong Kok Wing. 2005. The 4 Rs of Asian Shopping Centre Management. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer. Mittal, V., and Wagner .A. Kamakura. 2001. Repurchase Intent, and Repurchase Behavior: Investigating The Moderating Effect Of Customer Characteristics, Journal Of Marketing Research Vol. XXXVIII February. Mowen, John C.& Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen. Jilid I. Edisi Kelima. Jakarta: PT Penerbit Erlangga. Peter, J. Paul and Jerry C. Olson. 2002. Consumer Behaviour and Marketing Strategy. Homewood. Illinois: Richard D. Irwin Incorporation.

21

22