isi naskah publikasi - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/28725/17/naskah_publikasi.pdf · uji...

14
UJI KADAR SERAT, PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DARI BAHAN DASAR KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L) DENGAN PENAMBAHAN JAGUNG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: TUTUT LUSIYATININGSIH A 420 100 111 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Upload: lamtram

Post on 02-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UJI KADAR SERAT, PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DARI BAHAN DASAR KACANG MERAH

(Phaseolus vulgaris L) DENGAN PENAMBAHAN JAGUNG DAN BEKATUL

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Oleh:

TUTUT LUSIYATININGSIH

A 420 100 111

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

Ul\ I V TII(DI I AS IYIU TIAIYIIVIAT'I I AII D U I(AAJT'j

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAFIJl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura, Telp. (0271) 717417 Fax: 715448 Surakaria 57102

Website: hup:l/www.ums.ac,ld Email: [email protected]

Surat Persetuiuan Artikel Publikasi llmiah

Yang bertanda tangan dibawah ini pembimbing skripsi/tugas akhir:

Nama : Dra. Aminah Asngat, M. Si.

NIK :227

Telah membaca dan mencermati naskah artikel publikasi ilmiah, yang merupakan

ringkasan skripsi/tugas akhir dari mahasiswa:

Nama : TUTUT LUSIYATININGSTH

NIM : A420100 111

Program Studi : Pendidikan Biologi

Judul Skripsi : "UJI KADAR SERAT, PROTEIN DAN SIFATORGAI{OLEPTIK PADA TEMPE DARI BAHAN DASARKACAI\G MERAH @haseolus vulgaris L) DENGANPENAMBAHAN JAGUNG DAN BEKATT]L'.

Naskah artikel tersebut, layak dan dapat disetujui untuk dipublikasikan.

Demikian persetujuan dibuat, semoga dapat digunakan seperlunya.

N.B. Pembimbing satu dosen

Surakarta 27 Februan 2014Pembimbing,

UJI KADAR SERAT, PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DARI BAHAN DASAR KACANG MERAH

(Phaseolus vulgaris L) DENGAN PENAMBAHAN JAGUNG DAN BEKATUL

Tutut Lusiyatiningsih(1), Aminah Asngad(2)

(1): mahasiswa pendidikan biologi FKIP UMS (2): dosen pembimbing biologi FKIP UMS

ABSTRAK

Kacang merah merupakan salah satu biji kacang-kacangan yang mengandung serat dan protein yang tinggi, begitu juga dengan jagung dan bekatul. Kacang merah dapat digunakan sebagai bahan pengganti pembuatan tempe dengan penambahan jagung dan bekatul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serat, protein dan sifat organoleptik pada tempe dari bahan dasar kacang merah (Phaseolus vulgaris L) dengan penambahan jagung dan bekatul. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu faktor pertama jenis bahan isi (B1=jagung dan B2=bekatul) dan faktor kedua persentase bahan isi (F1= 15%, F2=20% dan F3=25%). Tempe kacang merah dengan penambahan jagung dan bekatul di uji organoleptik 15 panelis, kadar serat dan protein. Hasil uji organoleptik warna pada perlakuan B2F3 paling putih kompak, aroma pada perlakuan B1F1 tidak asam, sedangkan tekstur pada perlakuan B2F3 sangat padat. Hasil penelitian kadar serat tertinggi B2F1 yaitu 3,16 % dan terendah B1F3 yaitu 0,76%. Kadar protein tertinggi B2F1 yaitu 2,93 % dan terendah B1F3 yaitu 0,83%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini kadar serat dan protein tertinggi B2F1 dan terendah B1F3 serta organoleptik warna putih kompak pada perlakuan B2F3, aroma tidak menyengat pada perlakuan B1F1 dan tekstur sangat padat pada perlakuan B2F3. Kata Kunci: Kacang merah, bekatul, jagung, serat, protein dan sifat

organoleptik.

A. PENDAHULUAN

Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong

yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah,

kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir, biji koro dan sebagainya. Tempe

telah dikenal sebagai pangan fungsional dengan bahan baku kedelai

kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae,

Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus (Winarno, 2003). Lama

fermentasi pembuatan tempe sekitar 36-48 jam dengan ditandai adanya

kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Setiap 100 g

tempe mengandung 18 - 20 g protein, 4 g lemak, 12 g kabohidrat, serat 3,5

g dan mempunyai kandungan vitamin, fosfor, kalsium (Astawan dkk,

2004).

Namun, akhir-akhir ini harga kedelai semakin mahal.

Alternatifnya mengganti bahan dasar dengan kacang merah. Dalam 100 g

kacang merah mengandung nutrisi protein 22,3 g, karbohidrat 61,2 g,

lemak 1,5 g, vitamin A 30 SI, thiamin/ vitamin B1 0,5 mg, riboflavin/

vitamin B2 0,2 mg, niasin 2,2 mg, kalsium 260 mg, mg, fosfor 260 mg,

besi 5,8 mg, mangan 194 mg, tembaga 0,95 mg, dan natrium 15 mg

(Astawan 2009). Diantara jenis biji-bijian, kacang merah memiliki

kandungan serat paling tinggi dengan kadar 26,3 g per 100 g bahan

(Rusilanti, 2007).

Bekatul merupakan limbah penggilingan padi yang seharusnya

dibuang dan tidak dikonsumsi manusia, namun bekatul mempunyai

kandungan serat yang sangat tinggi (Owily, 2010). Bekatul kaya akan

kandungan protein dan vitamin B komplek (B1,B2,B3,B5,B6 dan tokoferol)

(Isnawati, 2013). Menurut Astawan 2009, dalam 100 g bekatul beras

mengandung nutrisi protein 11,8 – 13,0 g, lemak 10,1 – 12,4 g, serat kasar

2,3 – 3,2 g, karbohidrat 51,1 – 55,0 g, kalsium 500 – 700 mg, magnesium

600 – 700 mg, fosfor 1.000 – 2.200 mg, seng 1,7 mg, vitamin B1 0,3 – 1,9

mg, riboflavin 0,17 – 0,24 mg, niasin 22,40 – 39,90 mg.

Masyarakat Indonesia sering mengkonsumsi jagung untuk bahan

pengganti karbohidrat yang dihasilkan oleh padi. Biasanya masyarakat

mengkonsumsi jagung cukup dengan dibakar, direbus, dan dibuat sayur.

Kandungan kimia jagung terdiri atas air 13,5%, protein 10,0%, lemak

4,0%, karbohidrat 61,0%, gula 1,4%, pentosa 6,0%, serat kasar 2,3%, abu

1,4% dan zat lain 0,4% (Rukmana, 1997). Beberapa peneliti menggunakan

jagung sebagai bahan penambahan ataupun bahan dasar pembuatan tempe.

Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin menganalisis uji kadar

serat, protein dan sifat organoleptik pada pembuatan tempe dengan bahan

dasar kacang merah (Phaseolus vulgaris L) dengan penambahan jagung

dan bekatul.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktor yang terdiri

dari 2 faktor dengan 6 kombinasi perlakuaan. Adapun faktor perlakuaan

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Rancangan percobaan B1 B2

F1 B1F1 B2F1 F2 B1F2 B2F2 F3 B1F3 B2F3

Keterangan: B1F1: kacang merah 170 g + jagung 30 g B1F2: kacang merah 160 g + jagung 40 g B1F3: kacang merah 150 g + jagung 50 g B2F1: kacang merah 170 g + bekatul 30 g B2F2: kacang merah 160 g + bekatul 40 g B2F3: kacang merah 150 g + bekatul 50 g

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menguji kadar

serat, protein dan uji orgaoleptik (warna, aroma dan tekstur) pada tempe

tersebut di Laboratorium D3 Pertanian UNS. Kemudian akan dianalisis

dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian uji kadar serat, protein dan

organoleptik pada tempekacang merah (Phaseolus vulgaris L) dengan

penambahan jagung dan bekatul pada konsentrasi yang berbeda yaitu

penambahan tepung jagung 15%, 20%, 25% dan penambahan bekatul

15%, 20%, 25% adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Uji Kadar Serat dan Protein Tempe Kacang Merah dengan Penambahan Jagung dan Bekatul per 100 g

Kode Sampel Protein (% wb) Serat kasar (% wb)

Jagung 15% (B1F1) 1,15 2,06 Jagung 20% (B1F2) 0,91 1,5 Jagung 25% (B1F3) 0,83** 0,76** Bekatul 15% (B2F1) 2,93* 3,16* Bekatul 20% (B2F2) 2,85 2,69 Bekatul 25% (B2F3) 2,61 2,36

Keterangan: ∗ : Nilai protein dan serat yang tertinggi ** : Nilai protein dan serat yang terendah Satuan % wb

Tabel 4.2 Data Hasil Uji Organoleptik Tempe Kacang Merah dengan Penambahan Jagung dan Bekatul per 100 g

Perlakuan (1) Organoleptik (2) Nilai (3) Keterangan (4)

B1F1 Warna 3,33 Putih Aroma 2,46 Agak menyengat Tekstur 2,26 Rapuh

B1F2 Warna 3,53 Putih agak kompak Aroma 2,13 Agak menyengat Tekstur 3,46 Agak padat

B1F3 Warna 4,4 Putih agak kompak Aroma 2,6 Menyengat Tekstur 4,47 Padat

B2F1 Warna 2,33 Putih agak kuning Aroma 1,4 Tidak menyengat Tekstur 2,53 Agak padat

B2F2

Warna 4,27 Putih agak kompak Aroma 2,53 Menyengat Tekstur 3,47 Agak padat

B2F3 Warna 4,6* Putih kompak Aroma 2,6** Menyengat Tekstur 4,67*** Sangat padat

Keterangan: ∗ : Nilai warna tertinggi ** : Nilai aroma tertinggi *** : Nilai tekstur tertinggi

2. Pembahasan

a. Kadar Serat

Setelah dilakukan penelitian uji kadar serat tempe kacang

merah dengan penambahan jagung dan bekatul menunjukkan

semakin banyak persentase penambahan jagung dan bekatul maka

kadar serat pada tempe kacang merah semakin menurun. Terlihat

penambahan jagung B1F1 (jagung 15%) sebesar 2,06%, B1F2

(jagung 20%) sebesar 1,50%, B1F3 (jagung 25%) sebesar 0,76%

dan pada penambahan bekatul B2F1 (bekatul 15%) sebesar 3,16%,

B2F2 (bekatul 20%) sebesar 2,69%, B2F3 (bekatul 25%) sebesar

2,36%.

Penurunan kadar serat pada tempe disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu penambahan bahan, pengupasan kulit ari,

perendaman, perebusan dan pemanasan. Penambahan bahan jagung

dan bekatul akan mempengaruhi banyaknya kandungan serat. Hal

ini dikarenakan kandungan serat bahan baku (kacang merah) lebih

tinggi dibandingkan dengan kandungan serat pada bahan

penambahan (jagung dan bekatul). Terlihat pada kandungan serat

pada kacang merah sebesar 26,3 g per 100 g kacang merah

(Rusilanti, 2007), kandungan serat pada jagung sebesar 2,3% per

100 g jagung (Rukmana, 1997), dan kandungan serat pada bekatul

sebesar sebesar 2,3 – 3,2 g per 100 g bekatul (Astawan, 2009).

Pengupasan kulit ari pada kacang merah saat pembuatan

tempe mengurangi kandungan serat pada tempe. Dalam kulit ari

kacang merah mengandung banyak serat makan jika kulit ari

dikupas maka kandungan serat akan menurun. Perendaman kacang

merah juga mengakibatkan penurunan kadar serat, karena larutnya

komponen serat dalam perendaman air. Proses perebusan dan

pemanasan (kacang merah, jagung dan bekatul) juga menyebabkan

penurunan kadar serat. Perebusan dan pemanasan yang terlalu lama

semakin merusak kandungan serat dalam bahan tersebut,

sedangkan pemanasan yang cukup tidak akan mengurangi

kandungan serat. Pada penelitian ini, perebusan dan pemanasan

dilakukan terlalu lama pada kacang merah, jagung dan bekatul.

Penambahan antara jagung dan bekatul, kadar serat

tertinggi terlihat pada penambahan bekatul dibandingkan dengan

penambahan jagung. Hal ini terjadi karena kandungan serat dalam

bahan tambahan bekatul lebih tinggi dibandingkan dengan

kandungan serat pada jagung. Terlihat kandungan serat pada

bekatul sebesar 2,3 – 3,2 g setiap 100 g bekatul (Astawan, 2009),

kandungan serat pada jagung sebesar 2,3% setiap 100 g jagung

(Rukmana, 1997).

Bekatul juga memiliki protein dan karbohidrat yang cukup

tinggi yang dapat mempercepat kesuburan jamur dan

meningkatkan kandungan serat dalam tempe (Rasyat, 2000)

dibandingkan dengan jagung. Terlihat pada kandungan bekatul

memiliki protein sebesar 11,8-13,0 g dan karbohidrat sebesar 51,1-

55,0 g (Astawan, 2009) sedangkan kandungan jagung memiliki

protein sebesar 2,9 g dan karbohidrat sebesar 17,1 g. Pada

penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh penambahan bahan

dan konsentrasi yang berbeda sangat mempengaruhi tinggi

rendahnya kadar serat pada tempe kacang merah tersebut. Terlihat

dari hasil di atas perlakuan dengan penambahan bekatul B2F1

sebesar 3,16 %, B2F2 sebesar 2,69 %, B2F3 sebesar 2,36 %

sedangkan penambahan jagung B1F1 sebesar 2,06 %, B1F2 sebesar

1,50 %, B1F3 sebesar 0,76 %.

b. Kadar Protein

Setelah dilakukan penelitian uji kadar protein tempe kacang

merah dengan penambahan jagung dan bekatul menunjukkan

semakin banyak persentase penambahan jagung dan bekatul maka

kadar protein pada tempe kacang merah semakin menurun. Terlihat

dari penambahan jagung B1F1 (dengan persentase 15%) sebesar

1,15%, B1F2 (dengan persentase 20%) sebesar 0,91%, B1F3

(dengan persentase 25%) sebesar 0,83% dan pada penambahan

bekatul B2F1 (dengan persentase 15%) sebesar 2,93%, B2F2

(dengan persentase 20%) sebesar 2,85%, B2F3 (dengan persentase

25%) sebesar 2,61%.

Penurunan kadar protein pada tempe disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu penambahan bahan, pengukusan

(pemanasan) dan lama fermentasi. Penambahan bahan jagung dan

bekatul akan mempengaruhi banyaknya kandungan protein. Hal ini

dikarenakan kadar protein bahan baku (kacang merah) lebih tinggi

dibandingkan dengan kandungan protein bahan penambah (jagung

dan bekatul). Terlihat pada kandungan protein kacang merah

sebesar 22,3 g per 100 g kacang merah, kandungan protein pada

bekatul sebesar 11,8-13,0 g per 100 g bekatul (Astawan, 2009) dan

kandungan protein jagung sebesar 2,9 g per 100 g jagung (Lingga

2010).

Proses pengukusan (pemanasan) yang terlalu lama dapat

menurunkan kadar protein dalam tempe. Menurut Admin 2010,

Panas yang berlebih yang digunakan selama proses pengolahan

makanan akan menurunkan kecernaan protein. Kerusakan oleh

pemanasan mengurangi ketersediaan asam amino essensial lisin

karena terjadi denaturasi protein tersebut.

Lama fermentasi selama 48 jam pada pembuatan tempe

kacang merah dengan penambahan jagung dan bekatul

mempengaruhi menurunnya kadar protein. Menurut Murata et al

dalam Astuti et al 2000, jumlah asam amino bebas pada tempe jauh

lebih besar dari pada kedelai karena aktivitas enzim protease yang

dihasilkan kapang, tetapi setelah proses fermentasi 48 jam, jumlah

asam amino keseluruhan mengalami penurunan dengan kisaran

3,62-27,9%. Setelah proses fermentasi kandungan total asam

amino mengalami penurunan tetapi asam amino bebas akan

meningkat dengan tajam, hal ini disebabkan karena kapang

Rhizopus sp memakai asam amino sebagai sumber N (nitrogen)

untuk pertumbuhannya.

Penambahan antara jagung dan bekatul menunjukkan

bahwa tempe kacang merah dengan penambahan bekatul memiliki

kadar protein paling tinggi dibandingkan dengan tempe kacang

merah dengan penambahan jagung. Hal ini terjadi karena

kandungan protein dalam bahan tambahan bekatul lebih tinggi

dibandingkan dengan kandungan serat pada jagung. Menurut

Astawan 2009, kandungan protein bekatul sebesar 11,8-13,0 g per

100 g bekatul dan menurut Lingga 2010, kandungan protein jagung

sebesar 2,9 g per 100 g jagung. Pada penelitian ini menunjukkan

ada pengaruh penambahan bahan dan konsentrasi yang berbeda

terhadap tinggi rendahnya kadar protein pada tempe kacang merah

tersebut. Terlihat dari data di atas perlakuan dengan penambahan

bekatul B2F1 sebesar 2,93%, B2F2 sebesar 2,85%, B2F3 sebesar

2,61% sedangkan penambahan jagung B1F1 sebesar 1,15%, B1F2

sebesar 0,91%, B1F3 sebesar 0,83%.

c. Organoleptik

1. Warna

Menurut Winarno 2002, penerimaan warna suatu bahan

berbeda-beda tergantung faktor alam geografis dan aspek sosial

masyarakat penerima. Biasanya tempe memiliki warna putih

kompak dan padat jamur, begitu pula pada tempe kacang merah

dalam penelitian ini. Tempe kacang merah ini yang memiliki

warna tidak jauh beda dengan tempe biasanya, terdapat pada

perlakuan F3B2 menunjukkan warna putih kompak.

Pembentukan warna putih ini dipengaruhi karena jalinan-

jalinan miselium pada tempe sangat padat sehingga terlihat

warna putih. Warna ini dibentuk karena mengandung banyak

spora yang dihasilkan oleh kapang jenis Rhizopus sp (Suprapti,

2003).

Penambahan jagung dan bekatul berpengaruh terhadap

nilai warna. Pada perlakuan B1F1 memiliki warna putih,

perlakuan B1F2, B1F3 dan B2F2 memiliki warna putih agak

kompak, perlakuan B2F3 memiliki warna putih kompak dan

B2F1 memiliki warna putih agak kuning.

Menurut Astawan dkk 2004, tempe yang berkualitas baik

mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada

permukaannya. Tempe yang segar adalah tempe yang sudah

jadi yang berwarna putih dengan jamur yang banyak dan tebal

(Suprapti, 2003).

2. Aroma

Aroma sangat menentukan dalam penilaian produk

makanan dengan menggunakan indra pembau seseorang.

Aroma tempe kacang merah dalam penelitian ini yang baik

pada perlakuan B2F1 memiliki aroma tidak menyengat, B1F1

dan B1F2 memiliki aroma agak menyengat, B2F2 dan B2F3

memiliki aroma menyengat.

Aroma menyengat dikarenakan persentase bekatul yang

lebih banyak dibanding dengan perlakuan yang lain. Selain itu

bekatul juga mengandung minyak tokofenol yang

menyebabkan bau khas bekatul muncul (Dull, 2002). Begitu

pula dengan penambahan tepung jagung dengan persentase

yang lebih banyak juga akan menghasilkan aroma menyengat.

3. Tekstur

Tekstur merupakan tingkat kelembutan dan kekasaran

pada suatu benda atau pun makanan (Wiryawan, 2011). Tekstur

tempe kacang merah dalam penelitian ini yang paling baik pada

perlakuan B2F3 yang memiliki tekstur sangat padat. Perlakuan

B1F2, B2F1, B2F2 memiliki tekstur agak padat, B1F3 memiliki

tekstur padat, dan B1F1 memiliki tekstur rapuh.

Tekstur tempe yang sangat padat dipengaruhi oleh

persentase penambahan tepung jagung dan bekatul. Menurut

Siswono dalam Asngad tahun 2011 halaman 32, bahwa hal

tersebut disebabkan persentase bekatul yang lebih besar dapat

membentuk miselium-miselium yang semakin banyak sehingga

hifa kapang tumbuh dengan intensif dan merata membentuk

jalinan yang mengikat biji kacang merah satu dengan biji yang

lain sehingga menjadi kompak dan padat. Begitu juga dengan

penambahan persentase pada tepung jagung yang semakin

banyak juga berpengaruh pada tekstur tempe tersebut akan

menjadi padat. Maka terbukti bahwa persentase penambahan

tepung jagung dan bekatul dalam pembuatan tempe sangat

mempengaruhi tekstur tempe kacang merah tersebut.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa hasil data dan pembahasan di atas, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kadar serat dan protein tertinggi pada perlakuan B2F1 dan terendah

pada perlakuan B1F3.

2. Ada pengaruh penambahan konsentrasi jagung dan bekatul

terhadap tinggi rendahnya kadar serat dan protein pada tempe

kacang merah tersebut.

3. Hasil uji organoleptik dilihat dari parameter warna, aroma dan

tekstur menunjukkan adanya perbedaan pada setiap perlakuan.

Warna pada perlakuan B2F3 paling putih kompak, aroma pada

perlakuan B1F1 dengan aromanya tidak menyengat, sedangkan

tekstur pada perlakuan B2F3 sangat padat dibandingkan dengan

perlakuan yang lainnya.

2. Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penambahan bahan

pembuatan tempe yang berdeda dengan persentase yang sama atau

berbeda.

2. Perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai pembuatan tempe dengan

penambahan bahan agar bau bekatul tidak menyengat.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2010. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecernaan Protein Makanan. Http://agribiz-news.blogspot.com/2010/09/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html (diakses 15 Februari 2014).

Asngad, Aminah., Suparti, Priyonggo Budi Laksono. 2011. Uji Kadar Serat, Karbohidrat, dan Sifat Organoleptik pada Pembuatan Tempe dari Bahan Dasar Kacang Merah (Vigna umbellate) dengan Penambahan Bekatul. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi Vol. 12. No 1: 23 – 36.

Astawan, Made, Wresdiyati, Tutik. 2004. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo: Tiga Serangkai.

Astawan, Made. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Astuti, Mary, Andreanyta Meliala, Fabien S. Dalais dan Mark L Wahlqvist. 2000. Review Article: Tempe, a Nutritious and Healty Food from Indonesia. Aisa Pasific J Clin Nutr (2000) 9 (4):322-325.

Dull ., Bob J. 2002. Brand New Function . Food Industry . Nutritive Value of Rice Bran Narasinga Rao.

Isnawati, Nani. 2013. Bekatul Limbah Padi yang Sehat Dikonsumsi. Http://bbppbinuang.info/news21-bekatul-limbah-padi-yang-sehat-dikonsumsi.html (diakses 1 Oktober 2013).

Lingga, Lanny. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Owily. 2010. Bekatul Kaya Manfaat. Http://www.medicalera.com/indeksphp?option=commy blog and show bekatul-kaya-manfaat.html&itemid (diakses 20 Oktober 2013).

Rasyat, Muh. 2000. Bahan Makanan Unggas. Yogyakarta: Kanisius.

Rukmana, Rahmat. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius.

Rusilanti dan Clara M. Kusharto. 2007. Sehat dengan Makanan Berserat. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Suprapti, M. Lies. 2003. Pembuatan Tempe. Yogyakarta: Kanisius.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wiryawan, Adam. 2011. Uji Organoleptik. Http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/uji-organoleptik/uji-organoleptik/ (diakses 1 Oktober 2013).