isi-laporan akhir tahun-2011 - kementerian...

31
LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul RPTP : Teknologi Pemupukan Untuk Mendukung Percepatan Peningkatan Produksi Padi 2. Penanggungjawab RPTP a. Nama : Drs. Edi Santosa, MS. b. Pangkat/Golongan : Pembina Tingkat I/IIId. c. Jabatan Fungsional : Peneliti Muda. 3. Lokasi Kegiatan : Jawa Barat, Bengkulu, dan Kalimantan Selatan. 4. Biaya Penelitian a. Total Biaya TA 2011 : Rp. 141.500.000,- (Seratus empat puluh satu juta lima ratus ribu rupiah) 5. Sumber Dana : DIPA/RKAKL Satker : Balai Penelitian Tanah Tahun Anggaran 2011 Mengetahui, Kepala Balai Penelitian Tanah Dr. Sri Rochayati, M.Sc. NIP.19570616 198603 2 001 Penanggungjawab RPTP Drs. Edi Santosa, MS NIP.19570205 198403 1 001

Upload: others

Post on 28-Dec-2019

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : Teknologi Pemupukan Untuk Mendukung Percepatan Peningkatan Produksi Padi

2. Penanggungjawab RPTP a. Nama : Drs. Edi Santosa, MS. b. Pangkat/Golongan : Pembina Tingkat I/IIId. c. Jabatan Fungsional : Peneliti Muda.

3. Lokasi Kegiatan : Jawa Barat, Bengkulu, dan Kalimantan Selatan.

4. Biaya Penelitian a. Total Biaya TA 2011 : Rp. 141.500.000,- (Seratus empat puluh satu

juta lima ratus ribu rupiah)

5. Sumber Dana : DIPA/RKAKL Satker : Balai Penelitian Tanah Tahun Anggaran 2011

Mengetahui, Kepala Balai Penelitian Tanah

Dr. Sri Rochayati, M.Sc. NIP.19570616 198603 2 001

Penanggungjawab RPTP

Drs. Edi Santosa, MS

NIP.19570205 198403 1 001

ii

KATA PENGANTAR

Laporan Tengah Tahun ini menyampaikan hasil akhir pelaksanaan kegiatan

Teknologi Pemupukan Untuk Mendukung Percepatan Peningkatan Produksi Padi. Pelaksanaan kegiatan penelitian lapang di Bengkulu telah selesai dan di

Kalimantan Selatan masih berjalan. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh

pengetahuan tentang pengaruh cara pengelolaan limbah pertanian, penggunaan

pupuk NPK dan pupuk hayati terhadap perubahan sifat kimia, fisika, dan biologi

tanah. Berdasarkan pengetahuan tersebut dapat dirakit teknologi pengelolaan limbah

pertanian, penggunaan pupuk NPK dan pupuk hayati secara terpadu sehingga dapat

meningkatkan efisensi penggunaan pupuk anorganik, meningkatkan kualitas

lingkungan dan produktivitas tanah sawah secara berkelanjutan. Dengan demikian

maka harapan aplikasi teknologi ini oleh para petani dapat meningkatkan produktivitas

padi sawah yang tinggi, berkelanjutan, efisien dalam penggunaan pupuk anorganik,

dan kualitas lingkungan persawahan terjaga.

Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak

yang telah bekerjasama dengan baik.

Bogor, Desember 2011

Kepala Balai

Dr. Ir. Sri Rochayati, MSc.

NIP. 19570616 198603 2 001

iii

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv RINGKASAN .......................................................................................................... v SUMMARY ............................................................................................................... v I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2. Dasar pertimbangan ............................................................................... 3 1.3. Tujuan .................................................................................................... 4 1.4. Luaran yang diharapkan ......................................................................... 4 1.5. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan ........................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ……......…………………………………………........... 5 2.1. Kerangka teoritis ..................................................................................... 5 2.2. Hasil-hasil penelitian .............................................................................. 7 III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………………..... 9 3.1. Pendekatan/Kerangka penelitian ........................................................... 9

3.2. Ruang lingkup kegiatan ......................................................................... 9 3.3. Bahan dan metoda penelitian ................................................................. 9 3.4. Analisis resiko …..………........................................................................ 9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 12 4.1. Sifat tanah sebelum percobaan ............................................................... 12 4.2. Sifat tanah setelah panen ........................................................................ 13 4.3. Keragaan tanaman padi var. Inpari 13 .................................................... 16

V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 23

VI. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN .................................................. 24

VII. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal.

1 Karakteristik tanah sawah di Seluma, Bengkulu dan Haruyan, Kalimantan Selatan sebelum percobaan ……………………………….....................................

12

2 Dosis pupuk rekomendasi pada perlakuan percobaan di Seluma, Bengkulu dan Haruyan, Kalimantan Selatan ………………………………..................................

13

3

v

RINGKASAN

Penelitian Teknologi Pemupukan Untuk Mendukung Percepatan Peningkatan Produksi Padi merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk NPK dan pupuk hayati terhadap perubahan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah serta pertumbuhan dan hasil padi. Dalam jangka panjang penelitian ini diharapkan mendapatkan teknologi pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk NPK dan hayati bagi peningkatan produktivitas tanah sawah yang berkelanjutan. Kegiatan ini dilaksanakan di lahan sawah petani daerah Bengkulu dan Kalimantan Selatan. Percobaan disusun berdasarkan rancangan petak terpisah, dimana petak utama berupa pengelolaan jerami, yaitu : 1. Pengomposan jerami padi dengan cara disebar langsung di lahan sawah, disemprot dengan dekomposer, 2. Pengomposan jerami padi dengan cara dikumpulkan disamping petakan (ditumpuk) dengan diberi dekomposer, dan 3. Tanpa kompos (jerami padi). Adapun anak petaknya adalah : 1. Pemupukan NPK sesuai Permentan no 40/2007, 2. NPK majemuk (15:15:15), 3. NPK majemuk (20:10:10). 4. NPK majemuk (30:6:8), dosis berdasarkan hasil uji tanah, 5. NPK majemuk 15:15:15 + Silikat, dan 5. Pupuk hayati + ½ NPK (tunggal)-rekomendasi Permentan 40/2007 Setiap perlakuan diulang 3 kali dan ukuran anak petak 6 m x 5 m. Parameter yang diamati meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah dilakukan pada awal dan akhir percobaan, agronomi dan komponen hasil panen tanaman padi.

SUMMARY

Research of Fertilization Technology to Accelerate the Increasing of Rice Production is a research activity that has the objective to determine the influence of the agricultural waste management, the use of NPK fertilizers and biological fertilizers on the changing nature of the chemical, physical, and biological soil and rice growth and yield. In the long term this research will be expected to get the technology of agricultural waste management, the use of NPK fertilizers and biofertilizer for increasing of productivity of sustainable rice-fields. The research will be carried out in the rice paddy field in Bengkulu and South Kalimantan. The experiment will be conducted using a split plot design with three kinds of composting straw in main plots and six sub-plot treatments consisting of inorganic and organic fertilizers (1: NPK fertilizer as recommendation of Permentan No. 40/2007; 2: NPK compound (15:15:15), 3: NPK compound (20:10:10). 4: NPK compound (30:6:8); 5: NPK compound 15:15:15 + silicate, 6: biofertilizer + ½ NPK (single) – as recommendation of Permentan No. 40/2007). Each treatment will be repeated three times. Properties of physical, chemical and biological soil at the beginning and end of the experiment, as well as agronomy and crop yield components of rice will be observed.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Beras merupakan makanan pokok yang mempunyai nilai strategis di dalam

ketahanan pangan nasional. Saat ini dan ke depan, tantangan pembangunan nasional

semakin berat khususnya menyangkut pangan. Oleh karena itu Kementerian Pertanian

memfokuskan 4 target sukses Kemtan yaitu (1) swasembada pangan berkelanjutan, (2)

difersifikasi pangan, (3) peningkatan daya saing dan nilai tambah, (4) kesejahteraan petani.

Walaupun pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun mencapai 1,34 % (BPS, 2011),

keamanan pangan harus selalu terjamin sehingga Kementerian Pertanian pada tahun 2011

telah menargetkan produksi padi nasional 70,6 juta ton GKG (meningkat 7%) dan stok

beras mencapai surpluss 10 juta ton pada tahun 2014. Oleh karena itu selain diperlukan

kerja keras juga diperlukan perubahan tata kerja bagi seluruh pemangku (stake holder)

pertanian serta penerapan teknologi bagi percepatan peningkatan produksi padi.

Pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras, namun kondisi

tersebut tidak dapat dipertahankan, beberapa penyebabnya antara lain adalah penurunan

luas sawah baku (Fagi, 1999) dan penurunan laju kenaikan produksi dari 1,3 %/tahun pada

tahun 1983-1988 menjadi 0,8 %/tahun pada periode 1999 – 2001 (BPS, 2001). Gejala ini

dapat terjadi karena para petani mempraktekkan budidaya pertanian konvensional yang

menyebabkan terjadinya ketidak-seimbangan hara dalam tanah, kemunduran peran hayati

tanah, dan meningkatnya cekaman biologis (hama/penyakit). Keadaan tersebut diakibatkan

dari penggunaan pupuk dan zat kimia pertanian lainnya yang tidak rasional. Pemakaian

pupuk anorganik yang tidak terkontrol dapat pula menurunkan produktivitas serta kualitas

lingkungan (Moersidi et al., 1990; Sri Rochayati et al., 1990; Sri Adiningsih, 1992). Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam proses produksi pertanian,

oleh karena itu inovasi teknologi di bidang pupuk (anorganik, organik, hayati) masih terus

dikembangkan, baik dalam pengembangan formula baru, peningkatan efektivitas maupun

peningkatan efisiensi penggunaannya. Selain pupuk, pengembangan inovasi di bidang

formulasi pembenah tanah juga sangat dibutuhkan untuk mengembalikan/meningkatkan

produktivitas lahan sawah yang pada umumnya mempunyai tingkat produktivitas rendah

karena terkendala oleh sifat-sifat tanah yang telah mengalami kemunduran.

Penggunaan pupuk oleh petani di lahan sawah sejak empat dekade terakhir

diketahui belum berimbang karena berbagai hal, antara lain karena mahalnya harga atau

kelangkaan pupuk tertentu seperti KCl dan SP-36. Sebagian besar petani padi sawah

hanya menggunakan pupuk nitrogen dalam bentuk urea karena harganya yang murah

(pupuk bersubsidi) dan pengaruhnya bisa langsung dilihat dalam pertumbuhan vegetatif

tanaman, sedangkan pupuk P dan K belum banyak digunakan.

 

 

2

Akibat pengelolaan hara yang kurang tepat serta tidak digunakannya bahan organik

sebagai salah satu input, telah terjadi penurunan kadar bahan organik tanah di lahan

sawah. Hasil kajian yang dilakukan Kasno et al. (2000) menunjukkan bahwa sekitar 65%

tanah sawah di Indonesia berkadar C-organik di bawah batas kritis (< 2%), dan hanya 35%

yang berkadar C-organik > 2 %, inipun terjadi pada lahan sawah yang bergambut. Hasil

kajian Balai Penelitian Tanah menunjukkan 49,5% lahan sawah beririgasi teknis di

Kabupaten Karawang mempunyai kadar bahan organik rendah dan rendah-sedang, 30,6%

lahan sawah berkadar bahan organik sedang-tinggi dan tinggi, serta sisanya (19,9%)

berkadar bahan organik sedang (Laporan Tahunan 2009, hal 104). Kadar bahan organik

tanah berkorelasi positif dengan produktivitas tanaman padi sawah dimana makin rendah

kadar bahan organik makin rendah produktivitas lahan (Karama et al., 1990).

Jerami padi sebagai hasil sisa panen belum dimanfaatkan secara optimal, pada sisi

lain jerami sebagai sumber C-organik bagi hayati tanah dan sumber hara tanaman, secara

berkala selalu tersedia, setiap panen dihasilkan jerami rata-rata 1,5 x hasil gabah. Oleh

karena itu pengembalian jerami perlu dilakukan oleh para petani di setiap lahan sawah

pada setiap musim tanam, sehingga pembakaran jerami tidak terjadi. Dengan demikian

maka secara tidak sadar para petani menerapkan pengelolaan hara terpadu bagi lahan

sawah. Ketepatan pengelolaan tanah akan memperbaiki komunitas hayati tanah sehingga

dapat mengembalikan peranan hayati tanah bagi kesuburan tanah-tanaman. Aktivitas

berbagai komunitas hayati tanah seperti mikroorganisme, mikroflora, dan fauna tanah

saling mendukung bagi keberlangsungan proses siklus hara, membentuk biogenic soil

structure (Witt, 2004) yang mengatur terjadinya proses-proses fisik, kimia, dan hayati

tanah. Berbagai mikroorganisme dapat meningkatkan kesuburan tanah, melalui produksi

berbagai senyawa penting seperti zat organik pelarut hara, fitohormon, dan antipatogen.

Beberapa mikroba diazotorop endofitik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan

melindungi strees tanaman melalui metabolisme zat tumbuh alami, meningkatkan

ketersediaan hara dan bahan organik, sekresi senyawa antimikroba dan hama.

Kemampuan mikroba dalam menambat N2, melarutkan P tak tersedia menjadi tersedia,

menghasilkan zat tumbuh alami, merombak bahan organik sangat berperan dalam

meningkatkan kesuburan tanah.

Pengelolaan hara terpadu mensyaratkan penggunaan pupuk organik dan anorganik

secara proposional sebagai sumber hara tanaman. Secara kuantitatif, kandungan hara

pupuk organik relatif rendah, namun keunggulan lain dari pupuk organik dapat

memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi tanah serta meningkatkan efisiensi pemupukan.

Pupuk organik mengandung hampir semua hara esensial sehingga disamping dapat men -

 

 

3

suplai hara makro dalam jumlah kecil juga dapat menyediakan unsur mikro. Dengan

demikian maka pemanfaatan pupuk organik dapat mencegah kekahatan unsur mikro pada

tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif akibat dari pemupukan

yang kurang berimbang.

1.2. Dasar Pertimbangan Pencapaian target produksi padi nasional 70,6 juta ton GKG (meningkat 7%) pada

tahun 2011 dan stok beras mencapai surplus 10 juta ton pada tahun 2015 Kementerian

Pertanian memerlukan kerja keras bagi seluruh pemangku (stake holder) pertanian serta

penerapan teknologi percepatan peningkatan produksi padi.

Kebutuhan hara setiap tanaman sangat spesifik tergantung dari sifat tanah, kondisi

iklim dan jenis tanaman. Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam proses

produksi pertanian, oleh karena itu inovasi teknologi di bidang pupuk (anorganik, organik,

hayati) masih terus dikembangkan, baik dalam pengembangan formula baru, peningkatan

efektivitas maupun peningkatan efisiensi penggunaannya. Di dalam upaya mencukupi

nutrisi tanaman yang spesifik tersebut, telah dibuat beberapa formula pupuk majemuk NPK

dengan perbandingan kadar N:P:K (1) 15:15:15, (2) 20:10:10, dan (3) 30:6:8. Untuk

mengetahui formula yang paling efektif bagi penggunaan pupuk NPK majemuk tersebut

diperlukan penelitian penerapannya di lapang.

Jerami padi pada setiap habis panen selalu tersedia, merupakan sumber hara

tanaman dan sumber energi bagi hayati tanah, belum dimanfaatkan secara optimal oleh

para petani. Teknologi pengomposan in situ bagi pemanfaatan jerami telah tersedia yaitu

dengan penggunaan mikroba dekomposer untuk mempercepat pengomposan dan

meningkatkan mutu kompos yang dihasilkan. Teknologi ini mulai digunakan/diapresiasi

para pelaku pertanian pada 2009, tetapi teknologi tersebut masih memerlukan tenaga yang

banyak dan waktu yang relatif lama. Oleh karena itu perlu dicari teknologi cara

pemanfaatan jerami dengan penggunaan dekomposer yang efektif dalam mengurangi

kebutuhan tenaga dan waktu pengomposan.

Aktivitas berbagai komunitas hayati tanah seperti mikroorganisme, mikroflora, dan

fauna tanah saling mendukung dan mengatur terjadinya proses-proses fisik, kimia, dan

hayati tanah. Berbagai mikroorganisme dapat meningkatkan kesuburan tanah, melalui

produksi berbagai senyawa penting seperti zat organik pelarut hara, fitohormon, dan

antipatogen. Beberapa mikroba diazotorop endofitik dapat meningkatkan pertumbuhan

tanaman dan melindungi strees tanaman melalui metabolisme zat tumbuh alami,

meningkatkan ketersediaan hara dan bahan organik, sekresi senyawa antimikroba dan

hama. Kemampuan mikroba dalam menambat N2, melarutkan P tak tersedia menjadi

 

 

4

tersedia, menghasilkan zat tumbuh alami, sangat berperan dalam meningkatkan kesuburan

tanah. Oleh karena itu teknologi pemanfaatan kemampuan mikroba tanah tersebut perlu

diteliti dan dikembangkan untuk peningkatan produktivitas tanah sawah.

1.3. Tujuan

Jangka pendek:

1. Mengetahui pengaruh cara pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk NPK dan

pupuk hayati terhadap perubahan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah.

2. Mengetahui pengaruh cara pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pemupukan

NPK dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil padi.

3. Mengetahui pengaruh cara pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk NPK dan

pupuk hayati terhadap produktivitas tanah sawah.

4. Memperoleh informasi pengaruh interaksi cara pengelolaan limbah pertanian dengan

penggunaan pupuk NPK dan hayati terhadap sifat tanah, pertumbuhan dan hasil padi.

Jangka panjang:

Mendapatkan teknologi pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk NPK dan

hayati bagi peningkatan produktivitas tanah sawah yang berkelanjutan.

1.4. Luaran yang diharapkan

Jangka pendek :

1. Informasi tentang pengaruh cara pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk

NPK dan pupuk hayati terhadap perubahan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah.

2. Informasi tentang pengaruh cara pengelolaan limbah pertanian, penggunaan

pemupukan NPK dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil padi.

3. Informasi tentang pengaruh cara pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk

NPK dan pupuk hayati terhadap produktivitas tanah sawah.

4. Informasi tentang pengaruh interaksi cara pengelolaan limbah pertanian dengan

penggunaan pupuk NPK dan hayati terhadap sifat tanah, pertumbuhan dan hasil padi.

Jangka panjang : Teknologi pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk NPK dan hayati bagi

peningkatan produktivitas tanah sawah yang berkelanjutan.

1.5. Perkiraan manfaat dan dampak dari rencana kegiatan

Teknologi inovasi pengelolaan limbah pertanian, penggunaan pupuk NPK dan pupuk

hayati merupakan teknologi pemupukan terpadu yang akan dapat meningkatkan efisensi

penggunaan pupuk anorganik, meningkatkan kualitas lingkungan dan produktivitas tanah

sawah secara berkelanjutan.

 

 

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

Kegiatan pertanian konvensional yang dilakukan sebagian besar petani saat ini hanya

berorientasi pada memaksimalkan hasil dengan mengandalkan bahan kimia pertanian

berupa pupuk anorganik dan biosida sintettis telah banyak menimbulkan kerusakan

lingkungan. Hal ini terlihat antara lain : kadar hara-hara dalam tanah tidak seimbang,

keaneka-ragaman hayati tanah menurun, biomassa fauna tanah menurun, dan fluktuasi

populasi jenis fauna dominan meningkat (Hill, 2004). Kemunduran fisik, kimia dan biologis

tanah pada sebagian besar sistem pertanian konvensional dalam jangka panjang

merupakan salah satu masalah yang serius bagi keberlanjutan usaha tani (Dumarezq and

Geens, 2001; Kabirun, 2004).

Pupuk merupakan sarana produksi yang sangat penting dalam upaya peningkatan

produksi tanaman. Saat ini rekomendasi pemupukan masih bersifat umum belum

didasarkan pada status hara tanah dan kebutuhan hara oleh tanaman. Status hara P dan K

lahan sawah intensifikasi sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi (Adiningsih et al.,

1989; Moersdidi et al., 1990). Lahan sawah intensifikasi yang telah dipetakan sebanyak 18

propinsi di Indonesia (Sofyan et al., 2004), sebagian besar lahan sawah berstatus P

sedang dan tinggi (43 dan 40%), dan bersatatus K sedang dan tinggi (37 dan 51%).

Dengan demikian rekomendasi pemupukan P dan K seharusnya sebagian besar lahan

sawah intensifikasi 50-75 kg SP-36 dan 50 kg KCl/ha.

Efektivitas dan efisiensi penggunaan pupuk sangat dipengaruhi oleh kadar C-

organik tanah. Kasno et al., (2003) mengemukakan bahwa kadar C-organik lahan sawah

intensifikasi yang berkadar < 2% sekitar 66%. Pemberian bahan organik berupa jerami

padi pada tanah sulfat masam dapat meningkatkan pH tanah dan C-organik, kelarutan Fe2+

dan SO42- serta menurunkan Aldd tanah (Anwar et al., 2006). Penambahan jerami padi yang

dipotong-potong pada tanah tergenang dapat meningkatkan ketersediaan N-NH4+ jauh

lebih tinggi dibandingkan pemberian kompos jerami (Indriyati et al., 2007). Selanjutnya juga

disampaikan bahwa pemberiaan bahan organik (jerami padi dan kompos jerami padi) ke

dalam tanah tergenang dapat meningkatkan aktivitas enzim nitrogenase dalam penambat

N2, sebagai sumber N yang dapat digunakan tanaman padi pada fase generatif.

Rekomendasi pemupukan di dalam Permentan No. 40/2007 telah disusun

berdasarkan peta status hara P dan K tanah skala 1:250.000, selain itu juga dapat ditentu -

kan dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Namun kenyataannya

petani di lapang belum menggunakan rekomendasi sesuai dengan status hara tanah.

Pupuk yang tersedia di lapangan bervariasi dari pupuk majemuk dan tunggal, pupuk

 

 

6

majemuk yang umum dijumpai di lapang antara lain NPK Phonska, NPK Pelangi dan NPK

Kujang tergantung daerahnya. Pupuk tunggal yang masih banyak beredar adalah urea dan

SP-36, sedangkan pupuk KCl sudah susah dicari di lapang.

Di lapang, jerami padi belum optimum digunakan, lebih banyak ditumpuk di pematang

dan dibakar. Sebagian besar penggunaan jerami padi bersaingan dengan penggunaan lain

seperti untuk pakan ternak dan bahan pembuatan jamur. Sehingga pemanfaatan jerami

padi hanya tunggul sisa hasil panen yaang tertinggal di sawah.

Di dalam usaha penyediaan pangan/beras pada jumlah dan kualitas yang cukup

tanpa merusak lingkungan dan sumberdaya alam, banyak faktor harus diperhitungkan

(dipenuhi). Pengelolaan tanah diarahkan pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia dan

keseimbangan biota tanah yang optimum (Abbot 1989 in Witt 2004), sehingga interaksi

antara abiotik-biotik tanah optimal. Dengan demikian maka penerapan pengelolaan

tanaman terpadu yaitu pendekatan dalam sistem usaha tani padi yang berlandaskan

keterpaduan antara sumber daya dan pengelolaan tanaman dengan penerapan good

agricultural practices. Dimana dalam pengelolaan hara pemberian pupuk merupakan

perpaduan pupuk organik, pupuk anorganik dan pupuk hayati. Scholes et al, 1994

menyatakan bahwa untuk memperbaiki dan mempertahankan kesuburan tanah tropika

adalah dengan memanipulasi populasi biologi tanah.

Mikroba tanah sangat berperan dalam membantu pertumbuhan dan peningkatan

produksi tanaman. Hal ini disebabkan berbagai mikroba tanah berperan dalam

penambatan N2-udara (baik yang hidup bebas maupun bersimbiose), pelarutan P,

penyedia K, penghasil hormon tumbuh dan perangsang pembungaan, serta penghasil zat

pengendali penyakit. Berbagai bakteri tanah yang dikenal dengan rhizobakteri, hidup bebas

di sekitar perakaran, merupakan bakteri pemacu tumbuh tanaman yang populer disebut

sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). PGPR mampu menstimulasi

pertumbuhan tanaman karena berperanan dalam meningkatkan ketersediaan hara atau

memproduksi fitohormon pemacu tumbuh (Kloepper and Schroth, 1978). Berbagai jenis

bakteri telah diidentifikasi sebagai PGPR, paling banyak dari genus Pseudomonas

(Kloepper, 1993), Azotobacter, Azozospirillum, Acetobacter, Burkholderia, dan Bacillus

(Glick, 1995). Beberapa rhizobakteri mampu memacu pertumbuhan tanaman karena

memproduksi asam indol asetat (AIA) yang juga dikenal sebagai auksin eksogen. Auksin

merupakan salah satu golongan senyawa yang berperan dalam menginduksi pemanjangan

organ tanaman pada bagian sub-apikal (Weerasooriya, 2005). Kemampuan menghasilkan

AIA tersebar diantara bakteri yaitu bakteri tanah, bakteri efifitik, dan bakteri endofitik

(Patten and Glick, 1996). Beberapa bakteri juga mampu menghasilkan sitokinin. Sitokinin

 

 

7

ditransfer ke daun melalui xylem, berfungsi untuk meningkatkan energi metabolisme yang

digunakan untuk mematahkan dominansi apikal dan pembentukan kuncup bunga. Inokulasi

Azospririllum brasiliense Spl3t.SR2 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman bagian

atas lebih tinggi dibanding dengan tanaman yang diberi hormon tumbuh AIA pada

konsentrasi optimum 0,01 ppm (Tien et al., 1979).

Pemanfaatan kemampuan hayati tanah (pupuk hayati) dipadukan dengan

penggunaan pupuk anorganik merupakan inovasi teknologi yang paling tepat bagi usaha

meningkatkan dan mempertahankan produksi tanaman padi. Teknologi tersebut

merupakan teknologi yang ramah lingkungan, pengunaan pupuk anorganik yang efisien,

dan produktivitas berkelanjutan. Teknologi ini didasarkan atas penggunaan pupuk

anorganik secara rasional yaitu berdasarkan atas sifat tanah (terutama kadar hara) dan

kebutuhan tanaman, pemanfaatan hayati tanah unggul, dan penggunaan bahan organik

insitu.

Sisa tanaman (jerami padi), hewan, atau juga sisa jutaan makhluk kecil yang berupa

bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan sumber bahan

organik yang sangat potensial bagi produktivitas tanah. Apabila bahan tersebut dikelola

dengan baik, akan sangat berguna untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan hayati tanah, dan

sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Sebelum mengalami proses

perombakan atau dekomposisi, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman,

karena unsur hara terikat dalam bentuk organik yang tidak dapat diserap tanaman. Dengan

adanya dekomposisi, bahan organik akan dipecah menjadi bahan-bahan yang lebih

sederhana dan menyediakan unsur hara yang berguna bagi tanaman. Pirngadi (2009)

menyatakan bahwa penggunaan bahan organik dapat meningkatkan hasil padi secara

nyata (16%).

2.2. Hasil-hasil penelitian

Hasil kajian tentang penggunaan kompos, pupuk NPK, dan pupuk hayati

memperlihatkaan bahwa penggunaan pupuk hayati + kompos 2,5 t/ha + ½ (NPK)-

rekomendasi pada sistem budidaya pengelolaan tanaman terpadu (PTT) maupun

konvensional (praktek petani) memberikan hasil nyata lebih tinggi dibanding dengan yang

hanya pemberian kompos 5 t/ha demikian pula pada penggunaan mikroorganisme lokal

(MOL) pada system rice intensification (SRI). Keadaan ini memberikan indikasi bahwa

kombinasi penggunaan bahan organik, pupuk hayati (mikroba yang unggul/hasil seleksi),

dan pupuk anorganik ½ dosis rekomendasi pada tanah sawah ini merupakan kombinasi

yang paling ideal bagi budidaya tanaman padi sawah (Balittanah, 2011).

 

 

8

Bagian penting dari siklus karbon, nitrogen, fosfor, sulfur dan air yang terjadi di dalam

tanah sebagian besar melibatkan interaksi mikroba dan fauna tanah dengan sifat kimia dan

fisika tanah (Doran dan Parkin, 1996). Kadar dehidrogenase tanah menggambarkan

besarnya aktivitas mikroba tanah, semakin tinggi kadar dehidrogenase tanah aktivitas

mikroba tanah juga semakin tinggi. Kadar dehidrogenase paling tinggi dicapai oleh

perlakuan sistem Konvensional dengan pengunaan pupuk hayati + kompos 2,5 t/ha + ½

(NPK)-rekomendasi sebesar 49,9 ppm nyata lebih tinggi dibanding dengan perlakuan

lainnya yang hanya 11,4 – 27,53 ppm. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Nayak et al.

(2010) menyebutkan bahwa aktivitas dehidrogenase pada lahan sawah adalah sekitar

18,47 ppm saat curah hujan rendah dan sekitar 17,45 ppm saat curah hujan tinggi.

Demikian pula pada SRI ternyata penggunaan MOL dikombinasikan dengan kompos 2,5

t/ha + ½ (NPK)-rekomendasi cenderung memberikan kadar dehidrogenase lebih tinggi

dibanding dengan hanya pemberian kompos 5 t/ha. Keadaan ini juga terlihat pada sistem

PTT yang dibarengi dengan kompos 2,5 t/ha + ½ (NPK)-rekomendasi lebih baik dibanding

dengan kompos 5 t/ha atau pemupukan NPK-rekomendasi. Dengan demikian maka

aktivitas mikroba tanah paling tinggi pada perlakuan pupuk hayati + kompos 2,5 t/ha + ½

(NPK)-rekomendasi, pemakaian pupuk hayati dapat meningkatkan populasi mikroba tanah,

pemberian kompos 2,5 t/ha cukup memenuhi kebutuhan sumber energi bagi mikroba dan

penggunaan ½ (NPK)-rekomendasi cukup untuk memenuhi kebutuhan hara makro

esensial baik bagi mikroba maupun tanaman padi.

 

 

9

III. METODOLOGI

3.1. Pendekatan/Kerangka pemikiran

Penggunaan jerami merupakan pemanfaataan limbah pertanian in situ sebagai

sumber hara tanaman dan sumber energi bagi mikroba tanah, selalu tersedia sehabis

panen padi. Penggunaan jerami tersebut secara tepat disertai dengan pupuk hayati dapat

meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik dan memperbaiki kualitas

lingkungan. Penelitian dilaksanakan dengan mengadakan percobaan di lahan sawah milik

petani, pada T.A. 2011 dilaksanakan di 2 lokasi kegiatan yaitu di Bengkulu dan Kalimantan

Selatan.

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Kegiatan yang akan dilakukan ada TA 2011 berupa penelitian lapang yang dilakukan

di dua lokasi yaitu Bengkulu dan Kalimantan Selatan. Perlakuan dari percobaan ini berupa

kombinasi antara cara pengomposan jerami yang akan dilakukan secara insitu dengan

dosis pemupukan NPK, Si dan pupuk hayati. Pengamatan yang akan dilakukan adalah

pengamatan sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta pengamatan agronomis berupa hasil

dan komponen hasil. Luas petakan 5mx6m.

3.3. Bahan dan Metode Penelitian

Bahan

• Bahan ATK yaitu alat tulis (pensil dan ball poin), kerta HVS, tinta printer, disket, CD, penghapus, spidol, penggaris, dan sebagainya.

• Pupuk NPK majemuk dengan 3 macam perbandingan kadar N:P:K yaitu: 15:15:15,

20:10:10, dan (3) 30:6:8.

• Dekomposer, pupuk hayati, dan kalium silikat (sumber Si lainnya).

Peralatan

• Perangkat uji tanah sawah (PUTS)

• Peralatan untuk pengolahan tanah, tanam padi, panen serta peralatan untuk

pengamatan agronomi tanaman padi dan komponen hasil hasil.

• Peralatan untuk pengambilan contoh tanah dan tanaman.

• Peralatan untuk analisis kimia, fisika, dan biologi tanah.

• Peralatan kantor: komputer/laptop.

Metode

Percobaan disusun berdasarkan rancangan petak terpisah, dimana petak utama

berupa pengelolaan jerami, yaitu :

 

 

10

1. Pengomposan jerami padi dengan cara disebar langsung di lahan sawah disemprot

dengan dekomposer

2. Pengomposan jerami padi dengan cara dikumpulkan disamping petakan (ditumpuk)

dengan diberi dekomposer

3. Tanpa kompos (jerami padi)

Adapun anak petaknya adalah ;

1. Pemupukan NPK sesuai Permentan no. 40/2007

2. NPK majemuk (15:15:15)

3. NPK majemuk (20:10:10)

4. NPK majemuk (30:6:8), dosis berdasarkan hasil uji tanah

5. NPK majemuk 15:15:15 + Silikat

6. Pupuk hayati + ½ NPK (tunggal)-rekomendasi Permentan 40/2011

Asam silikat ([SiOx(OH)4-2x]n asal Jepang) sebanyak 200 kg/ha disebar satu hari sebelum

tanam, Setiap perlakuan diulang 3 kali dan ukuran anak petak 6 m x 5 m. Parameter yang

diamati meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah dilakukan pada awal dan akhir

percobaan serta pengamatan agronomis berupa pertumbuhan tanaman, hasil dan

komponen hasil panen tanaman padi.

3.4. Analisis resiko

Ada beberapa faktor resiko yang ditengarai akan berpengaruh terhadap pelaksanaan

kegiatan ini. Beberapa diantaranya adalah : (1) perubahan kebijakan di tingkat Badan

Litbang, (2) bencana alam, dan (3) kenaikan harga barang/jasa yang cukup ekstrim

sehingga akan berpengaruh terhadap harga pengadaan bahan penelitian, tenaka kerja,

dan tarif transportasi udara (tiket pesawat).

Terkait dengan faktor resiko pertama, kegiatan ini akan menyesuaikan dengan

prioritas akibat perubahan kebijakan tersebut, baik dalam hal lokasi maupun substansi

kegiatan sejauh perubahan kebijakan tersebut berlangsung di awal tahun 2011. Apabila

perubahan kebijakan tersebut terjadi pada pertengahan tahun, bahkan menjelang akhir

tahun maka akan sulit untuk melakukan penyesuaian.

Terkait dengan faktor resiko kedua maka kegiatan ini akan ditiadakan pada lokasi-

lokasi kegiatan yang terkena bencana alam dan dialihkan ke lokasi lain atau peningkatan

intensitas pengamatan pada percobaan di lokasi yang tidak terkena bencana dengan

sepengetahuan kepala institusi. Kemudian terkait dengan faktor resiko ketiga, kegiatan ini

akan difokuskan pada lokasi atau substansi yang dapat terjangkau setelah dilakukan

perhitungan ulang mengenai dampak peningkatan harga barang/jasa/transportasi terhadap

 

 

11

ketersediaan dana dalam kegiatan ini. Parameter pengamatan dimungkinkan untuk

dikurangi dan disesuaikan dengan ketersediaan dana tetapi harus diusahakan semaksimal

mungkin yang bisa dikerjakan.

Lokasi prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan apabila terjadi salah satu faktor

resiko di atas adalah (1) Bengkulu, dan (2) Kalimantan Selatan.

 

 

12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat tanah sebelum percobaan

Lokasi penelitian di Bengkulu dan Kalimantan Selatan telah ditentukan yaitu di lahan

sawah di daerah Seluma dan Haruyan dengan karakteristik tanah sebelum diberi perlakuan

disajikan pada Tabel 1. Tanah di Seluma menunjukkan tanah bereaksi masam dengan

kadar C-organik rendah, kadar P-potensial sangat tinggi tetapi kadar K-potensial rendah.

Sedangkan nilai tukar kation, kapasitas tukar kation (KTK), dan kejenuhan basa (KB) masih

dianalisa di laboratorium kimia tanah. Pengamatan hayati tanah diperoleh bahwa populasi

total bakteri, mikroba pelarut P, dan bakteri penambat N (Azotobacter sp.) cukup melimpah

sedangkan populasi fungi dan Bacillus sp. lebih dari 104 cfu/g. Hasil analisis tanah di

Haruyan memperlihatkan tanah bereaksi sangat masam dengan kadar C-organik rendah,

kadar P-potensial tergolong sedang dan kadar K-potensial sangat rendah. Kadar kation-

kation Cadd sedang, Mgdd tinggi, Kdd dan Nadd sangat rendah. Populasi total bakteri, total

Tabel 1. Karakteristik tanah sawah di Seluma, Bengkulu dan Haruyan, Kalimantan Selatan sebelum percobaan.

Analisis Seluma Haruyan

Nilai Kriteria* Nilai Kriteria* pH H2O (1:2,5) 5,23 Masam 4,42 Sangat masam KCl 1 N (1:2,5) 5,01 3,67 Bahan organik C-organik (%) 1,95 Rendah 1,69 Rendah Ekstrak HCL 25% P-potensial (mgP2O5/100g) 124,60 Sangat tinggi 39,1 Sedang K-potensial (mg K2O/100g) 17,7 Rendah 3,2 Sangat rendah Nilai tukar kation Ca (Cmol/kg) - - 8,11 Sedang Mg (Cmol/kg) - - 2,25 Tinggi K (Cmol/kg) - - 0,05 Sangat rendah Na (Cmol/kg) - - 0,05 Sangat rendah KTK (Cmol/kg) - - 16,66 Sedang KB (%) - - 63 Tinggi Hayati Total bakteri (cfu/g) 6,3x109 - 1,5x1011 - Total fungi (cfu/g) 1,5x104 - 2,2x105 - Mikroba pelarut P (cfu/g) 3,9x107 - 8,0x108 - Bacillus sp. (cfu/g) 2,1x104 - 4,3x104 - Azotobacter sp. (cfu/g) 1,1x105 - 2,2x106 -

Keterangan: * Berdasarkan Balai Penelitian Tanah, 2009.

 

 

13

fungi, mikroba pelarut P, dan bakteri penambat N (Azotobacter sp.) cukup banyak,

sedangkan populasi Bacillus sp. > 104.

Dari uraian tersebut secara ringkas tanah Haruyan mempunyai pH, kadar P, dan K-

potesial lebih rendah dibanding tanah Seluma, tetapi kemelimpahan hayati tanahnya lebih

tinggi.

Berdasarkan hasil analisis tanah tersebut maka macam dan dosis pada setiap

perlakuan percobaan di setiap lokasi diperoleh seperti pada Tabel 2, penggunaan NPK-

majemuk masih memerlukan pupuk tunggal berupa urea, SP-36 atau KCl sebagai

penambahan unsur N, P, atau K sehingga mencapai kesetaraan bagi setiap unsur yang

ditambahkan pada setiap perlakuan.

Tabel 2. Dosis pupuk rekomendasi pada perlakuan percobaan di Seluma, Bengkulu dan Haruyan, Kalimantan Selatan.

Lokasi/Perlakuan

Dosis pupuk (kg/ha)

NPK* Urea SP-36 KCl Seluma NPK 15-15-15 125 225 0 25 NPK 20-10-10 175 175 0 15 NPK 30-6-8 300 50 0 10 NPK-tunggal 0 250 50 50 Haruyan NPK 15-15-15 180 190 0 55 NPK 20-10-10 270 130 0 55 NPK 30-6-8 375 0 12,5 50 NPK-tunggal 0 250 75 100

Keterangan: * sesuai dengan NPK yang diperlakukan

Hasil dan pembahasan berikut ini merupakan hasil percobaan di Seluma, Bengkulu,

sedangkan percobaan di Haruyan, Kalimantan selatan masih berjalan.

4.2.1. Sifat tanah setelah panen

Sifat Fisik Tanah

Hasil analisis beberapa sifat fisika tanah sebelum percobaan disajikan pada Tabel 1.

Sebelum dilakukan penelitian dilakukan pengambilan contoh tanah untuk mengetahui berat

jenis (bulk density/BD) tanah, berat jenis butir (particle density/PD) tanah, persen volume

ruang pori total (RPT) tanah, dan permeabilitas tanah pada dua kedalaman, yaitu 0 – 20

cm, dan 20-40 cm.

 

 

14

Pada Tabel 3 telihat pada kedalaman 0-20 cm bahwa BD, PD dan ruang pori total

lapisan atas lebih kecil dibanding lapisan 20-40, semakin kecil BD maupun PD, semakin

mudah tanah untuk diolah. Ruang pori total menunjukan persen volume dari pori-pori tanah

terhadap keseluruhan volume tanah. Ruang pori berkaitan dengan ruang yang akan diisi air

dan udara tanah. Permeabilitas berkaitan dengan kemampuan tanah dalam melewatkan air

ke bagian dalam tanah. Umumnya permeabilitas lapisan bawah memiliki angka

permeabilitas yang lebih rendah dibanding bagian atasnya, keadaan demikian

menunjukkan tanah bagian atas lebih gembur, sedang bagian bawahnya relatif lebih padat.

Hal ini berkaitan dengan kondisi lahan sebelum disawahkan, ditanami palawija (jagung)

dengan kondisi tanah gembur. Makin rendah permeabilitas, semakin kecil kehilangan air ke

lapisan bawah, sehingga berperan dalam mengefisienkan kebutuhan air.

Tabel 3. BD, PD, distribusi pori dan permeabilitas tanah pada dua kedalaman tanah sebelum percobaan.

Kedalaman tanah (cm)

BD (g/cc)

PD (g/cc)

Ruang Pori Total

(% volume)

Permeabilitas (cm/jam)

0-20 1,07 2,26 52,60 5,22

20 - 40 1,12 2,42 53,73 2,50

Setelah tanaman padi dipanen, kemudian diambil contoh tanah utuh dengan

menggunakan “ring sample” untuk ditetapkan beberapa sifat fisika tanah. Sifat fisik tanah

yang ditetapkan sama dengan yang ditetapkan sebelum percobaan. Hal ini dimaksudkan

untuk melihat apakah ada perubahan sifat fisik tanah akibat pengaruh perlakuan dalam

penelitian ini.

Hasil analisis beberapa sifat fisik tanah setelah perlakuan (tanaman padi di panen)

disajikan pada Tabel 4 dan 5. Pada Tabel 4 terlihat bahwa pengaruh perlakuan petak

utama A, B dan C terhadap BD, PD, dan volume ruang pori total tidak ada perbedaan yang

nyata. Permeabilitas tanah pada petak utama tersebut berkisar antara 2,15 cm/jam sampai

2,80 cm/jam masih tergolong dalam kelas sedang (2,00-6,35 cm/jam), tetapi jika

dibandingkan antara nilai permeabilitas lapisan atas (0-20 cm) setelah perlakuan dengan

sebelum perlakuan menunjukkan penurunan, semula 5,22 cm/jam (Tabel 3) menjadi 2,15-

2,80 cm/jam, nilai tersebut kelas kisarannya sama dengan pada kedalaman 20-40 cm

sebelum perlakuan. Hal ini membuktikan bahwa pelumpuran dalam pengolahan tanah

untuk pertanaman padi sawah dapat menurunkan permeabilitas tanah lapisan atas (0-20

 

 

15

cm) yang hampir sama dengan permeabilitas lapisan bawah (20-40 cm) pada sebelum

perlakuan dilakukan.

Tabel 4. BD, PD, Ruang Pori Total dan Permeabilitas pada perlakuan Petak Utama, kedalaman 0-20 cm saat panen.

Perlakuan (Petak Utama)

BD (g/cc)

PD (g/cc)

Ruang Pori Total

(% volume)

Permeabilitas(cm/jam)

A = Pengomposan jerami padi dengan cara disebar langsung di lahan sawah disemprot dengan decomposer

1,10 2,31 52,4 2,15

B = Pengomposan jerami padi dengan cara dikumpulkan disamping petakan (ditumpuk) dengan diberi dekomposer

1,13 2,40 52,6 2,21

C = Tanpa jerami padi 1,09 2,42 55,0 2,80

Pada Tabel 4 terlihat bahwa pengaruh perlakuan pemupukan pada anak petak (1, 2,

3, 4, 5, dan 6) terhadap BD, PD, Ruang Pori Total dan Permeabilitas pada kedalaman 0-20

cm juga tidak menunjukkan perbedaan kelas yang nyata, hal ini sejalan dengan pengaruh

petak utama bahwa yang berpengaruh terhadap sifat fisik tanah tersebut adalah diduga

akibat pelumpuran dalam pengolahan tanah, bahkan menurunnya permeabilitas pada

Tabel 5. BD, PD, Ruang Pori Total dan Permeabilitas pada perlakuan Anak Petak, kedalaman 0-20 cm

Perlakuan (Anak Petak)

BD (g/cc)

PD (g/cc)

Ruang Pori Total

(% volume)

Permeabilitas(cm/jam)

1= Pemupukan NPK sesuai Permentan no.40/2007

1,17 2,39 51,0 1,95

2= NPK majemuk (15:15:15) 1,09 2,38 54,3 2,99

3= NPK majemuk (20:10:10) 1,15 2,47 53,5 2,19

4= NPK majemuk (30:6:8) dosis berdasarkan hasil uji tanah

1,09 2,47 55,7 2,43

5= NPK majemuk (15:15:15) + silikat 1,06 2,22 52,3 2,90

6= Pupuk hayati + ½ NPK (tunggal)- rekomendasi permentan 40/2011

1,08 2,32 53,2 1,87

 

 

16

perlakuan 1 dan 6 mencapai 1,87 – 1,95 cm/jam tergolong dalam kelas agak lambat (0,50-

2,00 cm/jam). Penurunan nilai permeabilitas ini menguntungkan menyebabkan kehilangan

air ke lapisan lebih dalam menjadi lebih rendah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi

penggunaan air.

4.3. Keragaan tanaman padi var. Inpari 13

A. Pertumbuhan tanaman

● Tinggi tanaman Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman saat primordia (umur 45 hari) disajikan

pada Tabel 6, rata-rata tinggi tanaman berkisar antara 89,40 – 97,24 cm. Cara pengelolaan

jerami tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman tetapi formula pupuk NPK berpengaruh

terhadap tinggi tanaman. Perlakuan-perlakuan NPK-tunggal, NPK 15-15-15, NPK 20-10-

10, dan NPK-tunggal + Si memberikan tinggi tanaman yang sama berkisar antara 95,46 –

97,24 cm, ke 4 perlakuan tersebut nyata lebih tinggi dibanding perlakuan ½ NPK-tunggal +

P. hayati maupun NPK 30-6-8. Sedangkan ½ NPK-tunggal + P. hayati memberikan tinggi

tanaman lebih tinggi dibanding NPK 30-6-8 masing-masing sebesar 93,36 dan 89,40 cm.

Tidak ada interaksi antara pengelolaan jerami dengan formula pupuk NPK.

Keadaan ini menunjukkan bahwa penggunaan jerami tidak efektif dalam

meningkatkan tinggi tanaman. Hal ini disebabkan pengaruh penggunaan jerami baru

terlihat jika digunakan secara berturutan beberapa kali musim tanam. Demikian pula

penggunaan NPK 30-6-8 maupun Si (pada NPK-tunggal) tidak efektif dalam meningkatkan

tinggi tanaman padi Inpari var. 13. Sedangkan penggunaan pupuk hayati pada ½ dosis

NPK-tunggal keefektivannya walaupun belum bisa menyamai penggunaan NPK-tunggal,

NPK 15-15-15, dan NPK 20-10-10 tetapi lebih efektif dibanding dengan penggunaan pupuk

Tabel 6. Pengaruh pengelolaan jerami, formula NPK, dan pupuk hayati terhadap tinggi tanaman padi var. Inpari 13 umur 45 hari.

Formula NPK

Pengelolaan jerami (cm) Rata-rata (cm) disebar dikomposkan Tanpa jerami

NPK-tunggal 96,57 a 97,75 a 97,17 a 97,16 a NPK 15-15-15 96,70 a 97,83 a 97,19 a 97,24 a NPK 20-10-10 94,28 a 96,61 a 95,49 ab 95,46 ab NPK 30-6-8 88,22 b 89,37 b 90,62 b 89,40 c NPK-tunggal + Si 96,68 a 97,47 a 96,91 a 97,02 a ½ NPK-tunggal + P. hayati 92,87 a 92,63 ab 94,57 ab 93,36 b

Rata-rata 94,22 A 95,28 A 95,33 A 94,94 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada satu kolom atau huruf besar

yang sama dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata 5% DMRT.

 

 

17

NPK 30-6-8. Disamping itu untuk selanjutnya penggunaan pupuk hayati akan lebih efektif

jika disertai dengan pemupukan ¾ dosis NPK-rekomendasi.

● Jumlah anakan

Pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan saat primordia (umur 45 hari) disajikan

pada Tabel 7, rata-rata jumlah anakan berkisar antara 8,12 – 12,21 batang/rumpun. Cara

pengelolaan jerami tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan tetapi formula pupuk NPK

berpengaruh terhadap jumlah anakan. Perlakuan-perlakuan NPK-tunggal, NPK 15-15-15,

NPK 20-10-10, NPK-tunggal + Si, dan ½ NPK-tunggal + P. hayati memberikan jumlah

anakan yang sama berkisar antara 10,89 – 12,21 batang/rumpun, ke 5 perlakuan tersebut

nyata lebih tinggi dibanding perlakuan NPK 30-6-8 yang memberikan jumlah anakan 8,12

batang/rumpun. Tidak ada interaksi antara pengelolaan jerami dengan formula pupuk NPK.

Keadaan ini menunjukkan bahwa penggunaan jerami tidak efektif dalam

meningkatkan jumlah anakan. Hal ini disebabkan pengaruh penggunaan jerami baru

berpengaruh jika digunakan secara berturutan beberapa kali musim tanam. Demikian pula

penggunaan NPK 30-6-8 maupun Si (pada NPK-tunggal) tidak efektif dalam meningkatkan

jumlah anakan padi Inpari var. 13. Sedangkan penggunaan pupuk hayati pada ½ dosis

NPK-tunggal keefektivannya bisa menyamai penggunaan NPK-tunggal, NPK 15-15-15, dan

NPK 20-10-10 serta lebih efektif dibanding dengan penggunaan pupuk NPK 30-6-8.

Dengan demikian maka terhadap jumlah anakan, penggunaan pupuk hayati dapat

meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk NPK-tunggal sebesar ½ dosis NPK-

rekomendasi atau setara urea 125 kg, SP-36 25 kg, dan KCl 25 kg/ha.

Tabel 7. Pengaruh pengelolaan jerami, formula NPK, dan pupuk hayati terhadap anakan padi var. Inpari 13 umur 45 hari.

Formula NPK

Pengelolaan jerami (batang/rumpun) Rata-rata (batang/rumpun) disebar dikomposkan Tanpa jerami

NPK-tunggal 11,17 a 13,53 a 11,93 a 12,21 a NPK 15-15-15 12,03 a 11,57 ab 12,07 a 11,89 a NPK 20-10-10 11,50 a 11,10 ab 12,43 a 11,68 a

NPK 30-6-8 8,43 b 8,07 c 7,87 b 8,12 b

NPK-tunggal + Si 11,23 a 11,90 ab 12,93 a 12,02 a

½ NPK-tunggal + P. hayati 9,77 ab 10,47 bc 12,43 a 10,89 a

Rata-rata 10,69 A 11,11 A 11,61 A 11,14 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada satu kolom atau huruf besar

yang sama dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata 5% DMRT.

 

 

18

● Bobot jerami saat panen

Pengaruh perlakuan terhadap bobot jerami saat panen disajikan pada Tabel 8, rata-

rata bobot jerami berkisar antara 11,20 – 18,11 ton/ha. Cara pengelolaan jerami tidak

berpengaruh tetapi formula pupuk NPK berpengaruh terhadap bobot jerami. Perlakuan-

perlakuan NPK-tunggal dan NPK-tunggal + Si memberikan bobot jerami yang sama

berkisar antara 17,87 – 18,11 ton/ha, ke 2 perlakuan tersebut nyata lebih tinggi dibanding

perlakuan NPK 20-10-10, NPK-tunggal + pupuk hayati, dan NPK 30-6-8. Pada perlakuan

NPK 30-6-8 yang memberikan bobot jerami paling rendah sebesar 11,20 ton/ha, nyata

lebih rendah dibanding perlakuan lainnya. Sedangkan pada ½ NPK-tunggal + pupuk hayati

menghasilkan bobot jerami sebesar 14,64 ton/ha, tidak berbeda dengan NPK 20-10-10.

Tidak ada interaksi antara pengelolaan jerami dengan formula pupuk NPK.

Keadaan ini menunjukkan bahwa penggunaan jerami yang baru satu musim tanam

belum efektif dalam meningkatkan bobot jerami. Demikian pula penggunaan NPK 30-6-8

maupun Si (pada NPK-tunggal) tidak efektif dalam meningkatkan bobot jerami padi Inpari

var. 13. Sedangkan penggunaan pupuk hayati pada ½ dosis NPK-tunggal keefektivannya

bisa menyamai penggunaan NPK 20-10-10 serta lebih efektif dibanding dengan

penggunaan pupuk NPK 30-6-8.

Tabel 8. Pengaruh pengelolaan jerami, formula NPK, dan pupuk hayati terhadap bobot jerami padi var. Inpari 13 saat panen.

Formula NPK

Pengelolaan jerami (ton/ha) Rata-rata (ton/ha) disebar dikomposkan Tanpa jerami

NPK-tunggal 19,18 a 15,03 b 19,40 a 17,87 a NPK 15-15-15 17,52 ab 16,92 ab 16,40 a 16,94 ab NPK 20-10-10 15,32 bc 13,85 bc 16,93 a 15,37 bc

NPK 30-6-8 9,88 d 11,45 c 12,26 b 11,20 d

NPK-tunggal + Si 19,52 a 18,48 a 16,34 a 18,11 a

½ NPK-tunggal + P. hayati 13,97 c 13,88 bc 16,08 a 14,64 c

Rata-rata 15,9 A 14,93 A 16,24 A 15,69 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada satu kolom atau huruf besar

yang sama dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata 5% DMRT.

● Jumlah malai

Pengaruh perlakuan terhadap jumlah malai disajikan pada Tabel 9, rata-rata jumlah

malai berkisar antara 7,53 – 11,31 helai/rumpun. Cara pengelolaan jerami berpengaruh

terhadap jumlah malai yang dihasilkan, tanpa jerami memberikan 10,58 helai/rumpun tidak

berbeda dengan jerami dikomposkan tetapi lebih besar dibanding dengan perlakuan jerami

 

 

19

disebar. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jerami yang belum matang dapat

menghambat pertumbuhan tanaman, walaupun dalam hal ini jerami tersebut telah diberi

dekomposer. Demikian pula formula pupuk NPK berpengaruh terhadap jumlah malai.

Perlakuan-perlakuan NPK-tunggal, NPK 15-15-15, NPK 20-10-10, NPK-tunggal + Si, dan

½ NPK-tunggal + P. hayati memberikan jumlah malai yang sama berkisar antara 9,97 –

11,31 helai/rumpun, ke 5 perlakuan tersebut nyata lebih tinggi dibanding perlakuan NPK

30-6-8.

Tidak ada interaksi antara pengelolaan jerami dengan formula pupuk NPK, namun

pada perlakuan tanpa jerami, NPK-tunggal + Si memberikan jumlah malai lebih tinggi

dibanding dengan NPK-tunggal tetapi penggunaan Si pada perlakuan jerami disebar

maupun dikomposkan tidak berbeda. Hal ini berarti bahwa penggunaan Si pada tanpa

jerami dapat meningkatkan jumlah malai dan penggunaan jerami tidak tidak memerlukan

penambahan Si.

Keadaan ini menunjukkan bahwa penggunaan dekomposer pada jerami yang disebar

belum mampu secara efektif mendegradasi jerami tersebut sehingga jerami masih

mempunyai C/N > 25, hal ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman (menurunkan

jumlah malai). Demikian pula penggunaan NPK 30-6-8 maupun Si (pada NPK-tunggal)

tidak efektif dalam meningkatkan jumlah malai padi Inpari var. 13. Sedangkan penggunaan

pupuk hayati pada ½ dosis NPK-tunggal keefektivannya bisa menyamai penggunaan NPK-

tunggal, NPK 15-15-15, dan NPK 20-10-10 dan lebih efektif dibanding dengan penggunaan

pupuk NPK 30-6-8. Disamping itu untuk selanjutnya penggunaan pupuk hayati akan lebih

efektif jika disertai dengan pemupukan ¾ dosis NPK-rekomendasi.

Tabel 9. Pengaruh pengelolaan jerami, formula NPK, dan pupuk hayati terhadap jumlah malai tanaman padi var. Inpari 13 saat panen.

Formula NPK

Pengelolaan jerami (helai/rumpun) Rata-rata (helai/rumpun) disebar dikomposkan Tanpa jerami

NPK-tunggal 11,07 a 11,97 a 10,07 b 11,03 a NPK 15-15-15 9,73 a 10,23 ab 11,13 ab 10,37 a NPK 20-10-10 10,23 a 9,90 ab 11,23 ab 10,46 a

NPK 30-6-8 7,23 b 7,90 b 7,47 c 7,53 b

NPK-tunggal + Si 9,83 a 11,37 a 12,63 a 11,31 a

½ NPK-tunggal + P. hayati 9,00 ab 9,93 ab 10,97 ab 9,97 a

Rata-rata 9,53 B 10,22 AB 10,58 A 10,11 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada satu kolom atau huruf besar

yang sama dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata 5% DMRT.

 

 

20

B. Hasil tanaman padi

● Hasil gabah kering panen

Pengaruh perlakuan terhadap bobot gabah kering panen disajikan pada Tabel 10,

rata-rata bobot gabah kering panen berkisar antara 4,69 – 6,75 ton/ha. Cara pengelolaan

jerami berpengaruh terhadap bobot gabah kering panen, tanpa jerami menghasilkan 6,40

ton/ha, tidak berbeda dengan jerami dikomposkan tetapi lebih besar dibanding dengan

perlakuan jerami disebar yang hanya menghasilkan 5,6 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian jerami yang belum matang dapat menyebabkan penurunan hasil panen.

Tidak ada interaksi antara pengelolaan jerami dengan formula pupuk NPK. Formula

pupuk NPK berpengaruh terhadap bobot gabah kering panen, perlakuan-perlakuan NPK-

tunggal, NPK 15-15-15, NPK 20-10-10, dan NPK-tunggal + Si memberikan bobot gabah

kering panen yang sama berkisar antara 6,55 – 6,75 ton/ha, ke 4 perlakuan tersebut nyata

lebih tinggi dibanding perlakuan ½ NPK-tunggal + P. hayati dan NPK 30-6-8. yang

memberikan bobot gabah kering panen berturut-turut 5,75 dan 4,69 ton/ha.

Tabel 10. Pengaruh pengelolaan jerami, formula NPK, dan pupuk hayati terhadap hasil gabah kering panen (GKP) padi var. Inpari 13.

Formula NPK

Pengelolaan jerami (ton/ha) Rata-rata (ton/ha) disebar dikomposkan Tanpa jerami

NPK-tunggal 6,52 a 6,72 ab 6,85 ab 6,70 a NPK 15-15-15 6,80 a 6,73 ab 6,53 ab 6,69 a NPK 20-10-10 5,85 abc 6,43 ab 7,36 a 6,55 a

NPK 30-6-8 4,90 c 4,37 c 4,79 c 4,69 c

NPK-tunggal + Si 6,47 ab 6,98 a 6,80 ab 6,75 a

½ NPK-tunggal + P. hayati 5,44 bc 5,69 b 6,08 b 5,73 b

Rata-rata 5,60 B 6,15 AB 6,40 A 6,18 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada satu kolom atau huruf besar

yang sama dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata 5% DMRT.

Keadaan ini menunjukkan bahwa penggunaan jerami belum efektif dalam

meningkatkan bobot gabah kering panen. Hal ini disebabkan penggunaan jerami baru

berpengaruh jika digunakan secara berturutan beberapa kali musim tanam. Demikian pula

penggunaan NPK 30-6-8 maupun Si (pada NPK-tunggal) tidak mampu meningkatkan bobot

gabah kering panen. Sedangkan penggunaan pupuk hayati pada ½ dosis NPK-tunggal

keefektivannya belum bisa menyamai penggunaan NPK-tunggal, NPK 15-15-15, dan NPK

20-10-10 tetapi lebih efektif dibanding dengan penggunaan pupuk NPK 30-6-8.

 

 

21

● Komponen hasil panen

Pengamatan komponen hasil panen meliputi persentase gabah hampa dan bobot

100 butir gabah disajikan pada Tabel 11 dan 12. Pengaruh pengelolaan jerami yang

disebar, pemupukan formula NPK dan hayati terhadap persentase gabah hampa

menunjukan bahwa antar semua perlakuan tidak berbeda nyata. Meskipun demikian,

perlakuan formula NPK 20-10-10 menunjukan persentase gabah hampa yang paling kecil

yaitu sebesar 14,90%, sedangkan persentase gabah hampa tertinggi adalah pada

perlakuan formula 15-15-15 yaitu 19,63%. Penggunaan ½ NPK-tunggal dan pupuk hayati

pada pengelolaan jerami disebar ini menunjukan persentase gabah hampa sebesar

17,80%.

Pada pengelolaan jerami yang dikomposkan menunjukan bahwa formula NPK 30-6-

8 memiliki persentase gabah hampa yang terendah, berbeda nyata dengan perlakuan yang

lainnya yaitu 10,50%. Sedangkan semua perlakuan yang lainnya tidak saling berbeda

nyata. Penggunaan ½ NPK-tunggal dan pupuk hayati pada pengelolaan jerami yang

dikomposkan ini menunjukan persentase gabah hampa yang paling besar yaitu mencapai

20.33%.

Perlakuan pemberian formula NPK 20-10-10 tanpa pemberian jerami menunjukan

persentase gabah hampa yang terkecil dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya

meskipun masing-masing antar perlakuan tidak berbeda nyata yaitu 10,77%. Sedangkan

persentase gabah hampa terbesar terdapat pada perlakuan formula NPK-15-15-15 yaitu

15,50%. Penggunaan ½ NPK-tunggal dan pupuk hayati tanpa penambahan jerami ini

menunjukan persentase gabah hampa mencapai 15.00%.

Tabel 11. Pengaruh pengelolaan jerami, formula NPK, dan pupuk hayati terhadap persentase gabah hampa padi var. Inpari 13.

Formula NPK

Pengelolaan jerami (%) Rata-rata (%) disebar dikomposkan Tanpa jerami

NPK-tunggal 18,77 a 14,60 ab 13,23 a 15,53 a NPK 15-15-15 19,63 a 13,13 ab 15,50 a 16,09 a NPK 20-10-10 14,90 a 15,80 ab 10,77 a 13,82 a

NPK 30-6-8 16,60 a 10,50 b 11,87 a 12,99 a

NPK-tunggal + Si 16,80 a 17,10 ab 13,63 a 15,84 a

½ NPK-tunggal + P. hayati 17,80 a 20,33 a 15,00 a 17,71 a

Rata-rata 17,42 A 14,24 B 13,33 B 15,33 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada satu kolom atau huruf besar

yang sama dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata 5% DMRT.

 

 

22

Tabel 12. Pengaruh pengelolaan jerami, formula NPK, dan pupuk hayati terhadap bobot 1000 butir gabah kering padi var. Inpari 13.

Formula NPK

Pengelolaan jerami (g) Rata-rata (g) disebar dikomposkan Tanpa jerami

NPK-tunggal 26,80 a 28,42 a 28,23 a 27,82 ab NPK 15-15-15 25,46 a 29,14 a 27,68 a 27,43 ab NPK 20-10-10 27,05 a 27,77 a 27,57 a 27,46 ab

NPK 30-6-8 26,81 a 29,52 a 28,89 a 28,40 a

NPK-tunggal + Si 27,97 a 27,66 a 27,58 a 27,74 ab

½ NPK-tunggal + P. hayati 25,44 a 27,26 a 27,08 a 26,59 b

Rata-rata 26,59 28,29 27,84 27,57 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada satu kolom atau huruf besar

yang sama dalam satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata 5% DMRT.

Pengaruh pengelolaan jerami yang disebar, pemupukan formula NPK dan hayati

terhadap bobot 1000 butir gabah kering var. Inpari 13 menunjukan bahwa antar semua

perlakuan tidak berbeda nyata. Meskipun demikian, perlakuan formula NPK –tunggal + Si

menunjukan bobot 1000 butir gabah kering yang paling besar yaitu sebesar 27,97 gram

sedangkan bobot 1000 butir gabah kering yang terendah adalah pada perlakuan NPK-

tunggal dan pupuk hayati yaitu 25,44 gram.

Pada pengelolaan jerami yang dikomposkan menunjukan bahwa formula NPK 30-6-

8 memiliki bobot 1000 butir gabah kering yang tertinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan yang lainnya yaitu 29,52 gram. Penggunaan ½ NPK-tunggal dan pupuk hayati

pada pengelolaan jerami yang dikomposkan ini menunjukan bobot 1000 butir gabah kering

yaitu mencapai 27,26 gram.

Perlakuan pemberian formula NPK 30-6-8 tanpa pemberian jerami menunjukan bobot

1000 butir gabah kering yang terbesar dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya

meskipun masing-masing antar perlakuan tidak berbeda nyata yaitu 28,89 gram.

Sedangkan bobot 1000 butir gabah kering terendah terdapat pada perlakuan penggunaan

½ NPK-tunggal dan pupuk hayati tanpa penambahan jerami ini yaitu 27,08 gram.

 

 

23

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Perlakuan pemberian kompos dan pupuk an-organik pada musim pertama belum

berpengaruh terhadap perubahan beberapa sifat fisik tanah.

2. Pengaruh pelumpuran dalam pengolahan tanah mengakibatkan permeabilitas tanah

lapisan atas (0-20 cm) menurun yang hampir sama dengan kelas permeabilitas lapisan

bawah (20-40 cm) pada sebelum perlakuan dilakukan.

3. Penggunaan kompos jerami belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil

tanaman dan pemberian jerami disebar dapat menyebabkan penghambatan

pertumbuhan tanaman dan penurunan hasil padi var. Inpari 13.

4. Penggunaan NPK-tunggal (berupa urea, SP-36, dan KCl), NPK 15-15-15, dan NPK 20-

10-10 memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang relatif sama, tetapi

penggunaan NPK 30-6-8 memberikan pertumbuhan tanaman hasil padi yang paling

rendah.

5. Penggunaan pupuk hayati dikombinasikan dengan ½ dosis rekomendasi NPK-tunggal

belum mampu menyamai efektivitas penggunaan NPK-tunggal (berupa urea, SP-36,

dan KCl), NPK 15-15-15, dan NPK 20-10-10 tetapi lebih efektiv dibanding dengan NPK

30-6-8.

5.2. Saran

1. Penggunaan jerami segar secara langsung perlu dihindari dan penggunaan kompos

jerami tidak perlu disertai dengan penambahan Si.

2. Di tingkat petani, penggunaan NPK 30-6-8 perlu dievaluasi kembali sedangkan NPK 15-

15-15 dan NPK 20-10-10 dapat diteruskan

 

 

24

VI. PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN

Dihasilkannya teknologi pemupukan yang dapat mendukung percepatan peningkatan

produksi padi akan memberikan peluang petani untuk menerapkan teknologi pengelolaan

limbah pertanian, penggunaan pupuk NPK dan pupuk hayati secara terpadu yang akan

dapat meningkatkan efisensi penggunaan pupuk anorganik, meningkatkan kualitas

lingkungan dan produktivitas tanah sawah secara berkelanjutan.

 

 

25

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanah, 2010. Laporan Tahunan. Balai Penelitian Tanah. Bogor

BPS. 2002, 2003, dan 2011. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

Dumaresq, D. and R. Greene 2001. Soil structure, fungi, fauna and phosphorus in sustainable cropping systems. RIRDC Pub. No. 01/130.

Doran, J.W., Parkin, T.B., 1996. Quantitative indicators of soil quality: a minimum data set. In: Doran, J.W., Jones, A.J. (Eds.), Methods for Assessing Soil Quality. Soil Science Society of America, Madison, WI, pp. 25–37.

Fagi, A.M. 1999. Strategi perluasan dan pengelolaan lahan sawah irigasi untuk meningkatkan pendapatan petani dan meraih kembali swasembada beras. Pros. Seminar Nasional Sumber Daya ahan. Buku 1:5-20. Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999.

Glick, B.R. 1995. The enhancement of plant growthby free living bacteria. Can. J. Microbiol. 4: 109 – 117.

Hartatik, W., D. Setyorini, L.R. Widowatidan S. Widati. 2005. Penelitian teknologi pengelolaan hara pada budidaya pertanian organik. Laporan Akhir 2005. Balai Penelitian Tanah Badan Litbang Pertanian.

Kabirun, S. 2004. Peranan mikoriza arbuskula pada pertanian berkelanjutan. Pidato pengukuhan jabatan guru besar dalam ilmu mikrobiologi pada Fakultas Pertanian UGM.

Karama, S.S., A.R. Marzuki, dan I. Manwan. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hal:395-425.

Kasno, A., Nurjaya dan Diah Setyorini. 2003. Status C-organik lahan sawah di Indonesia. Prosiding Kongres Nasional VIII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI). Padang 21-23 Juli 2003.

Kloepper, J.W. 1993. Plant growth promoting Microbe as biological control agent. P. 255 – 274. In F.B. Meeting Jr. (ed.). Soil microbial ecology. Aplications in agricultural and environmental management. Marcel Deekker, Inc. New York.

Menteri Pertanian, 2006. Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah. Deptan 2006.

Moersidi, S., Djoko Santoso, M. Soepartini, M. Al-Jabri, J. Sri Ainingsih dan M. Sudjadi. 1989. Peta keperluan fosfat Tanah sawah di Jawa dan Madura 1988. Pemb. Penelitian Tanah dan Pupuk 8, 1989. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

Nayak, B. Ramesh and K. Manjappa. 2010.Topo-sequential variations in enzyme activity in rice growing soils in hilly region. Karnataka J. Agric. Sci.,23 (4) : (640-641).

Pirngadi, K. 2009. Peran bahan organik dalam peningkatan produksi padi berkelanjutan mendukung ketahanan pangan nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian: 2 (1). Hal 48-64. Badan Litbang Pertanian.

Scholes, M.C., M.J. Swift, O.W. Heal, P.A. Sanchez, J.S. Ingram, and R. Dalal. 1994. Soil fertility Research in respons to demand for sustainability. In : P.L. Woomer and M.J. Swift (eds). The Biological Management of Tropical Soil fertility. John Wiley and Sons Pub. Pp. 1-15.

 

 

26

Setyorini, D., D. Suriadikarta, D. Santoso, A.Kasno dan W. Suastika. 2006. Pengembangan pupuk majemuk NPK Pusri untuk tanaman pangan dan hortikultura serta pembentukan Desa Binaan Pusri. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.

Sri Adiningsih, J. 1992. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama.

Sri Rochayati, Mulyadi, dan J. Sri Adiningsih. 1990. Penelitian efisiensi penggunaan pupuk di lahan sawah. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Thomas, Pious, Kumari, Sima, Swarna, K. Ganiga, and T.K.S. Gowda. 2007. Papaya shoot tip associated endophytic bacteria isolated from in vitro cultures and host-endophyte interaction in vitro and in vivo. Canadian Journal of Microbiology, Vol. 53, 3. pp. 380-390.

Tien, T.M., M.H. Gaskin, and D.H. Hubel. 1979. Plant growth substances produced by Azospirillum brasiliense and their effect on the growth of pear millet (Pennicetum americanum L). Appl. Environt. Microbiol. 37: 1016 – 1024.

Weerasooriya, R. 2005. Auxin: Indole-3-acetic acid (IAA), a hormone with diverse effects, synthesis and applications. http://www. projectlabs.com/htmldocs/auxin.html. (31 Maret 2005).

Witt, B. 2004. Using soil fauna to improve soil health. http://www.hort.agri.umn.edu/h5015/97 papers/witt/html (21-4-2007).

Zuberer, D.A. 1998. Biological Dinitrogen Fixation: Introduction and Nonsymbiotic. p 295 – 321 In D.M. Silvia, J.J. Fuhrmann, P.G. Hartel, D.A. Zuberer (eds). Principales and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall. New Jersey.