isi i, ii, iii, dan iv tanpa halaman judul bab

57
1

Upload: divo-septian-zarwin

Post on 21-Jan-2016

240 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sdsd

TRANSCRIPT

Page 1: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

1

Page 2: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

2

instansi penyidik, dan permintaan dari objek penugasan yang memerlukan produk

keinvestigasian. Sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 60

Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, maka pelaksanaan audit

investigatif dan program pencegahan korupsi melalui implementasi dan evaluasi fraud

control plan (FCP) serta pengkajian aspek pencegahan korupsi atas peraturan

perundang-undangan yang berindikasi menjadi penyebab korupsi menjadi sangat

penting sebagai dukungan untuk memperkuat implementasi sistem pengendalian

intern dalam mencapai akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan pengelolaan

kepemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance).

Laporan Hasil Audit Investigatif, termasuk Laporan Hasil Audit dalam

Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara, atas kasus-kasus dugaan tindak

pidana korupsi sebagai produk keinvestigasian yang dihasilkan BPKP dan Pemberian

Keterangan Ahli di sidang pengadilan, selama ini telah membantu upaya pemerintah

dalam mengungkap dan menindak kejadian korupsi. Demikian juga dengan Laporan

Hasil Audit Investigatif Hambatan Kelancaran Pembangunan, Audit Eskalasi, dan

pengambilan keputusan guna menyelesaikan hambatan kelancaran pembangunan dan

keputusan yang menyangkut pengamanan dan pencegahan terhadap kebocoran

pembayaran yang menjadi beban keuangan negara.

BPKP sebagai salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang

mempunyai tugas melakukan pencegahan (preventif) terhadap terjadinya KKN secara

terus menerus mengembangkan Fraud Control Plan (FCP). FCP merupakan alat yang

diimplementasikan oleh BPKP dan setiap objek penugasan guna memperkuat sistem

pengendalian intern dalam mendeteksi dan mencegah kemungkinan terjadinya KKN

Page 3: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

3

pada berbagai aktivitas organisasi. Upaya pencegahan KKN lainnya yaitu dilakukan

melalui penugasan Pengkajian Aspek Pencegahan Korupsi Atas Peraturan Perundang-

undangan yang berindikasi menjadi penyebab korupsi guna perbaikan atau

penyempurnaan aspek sistem pengendalian intern pada peaksanaan peraturan

perundang-undangan. Dalam rangka mendukung program pemerintah dalam

mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN penulis ingin ikut

berkontribusi melalui penyusunan laporan dengan judul “Tinjauan atas Prosedur

Pelaksanaan Audit Investigasi di BPKP Perwakilan Sumatera Barat.”

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan Program

Diploma III Keuangan Spesialisasi Akuntansi Pemerintahan Sekolah Tinggi

Akuntansi Negara.

2. Meninjau prosedur pelaksanaan audit investigasi di BPKP Perwakilan

Sumatera Barat dibandingkan dengan pedoman yang berlaku

3. Mencoba memberikan sumbangan pemikiran yang mungkin berguna dalam

mengatasi masalah/kendala dalam penerapan siklus belanja khususnya belanja

modal secara wajar berdasarkan temuan yang diperoleh dalam studi lapangan

nanti

4. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis sebagai bekal untuk

terjun langsung di lapangan.

Page 4: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

4

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam rangka memperoleh data yang relevan sebagai dasar penyusunan laporan,

penulis merencanakan pengumpulan data-data dengan metode sebagai berikut:

1. Metode Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan, membaca, dan

menelaah berbagai literatur, artikel, dan bahan – bahan kuliah yang mempunyai

relevansi dengan materi pembahasan, seperti: buku-buku, peraturan pemerintah

terkait siklus belanja, standar pemeriksaan keuagan negara terkini, catatan-catatan

selama kuliah, majalah, dan surat kabar.

2. Metode Penelitian Lapangan

Terdiri dari dua metode yaitu:

a. Metode wawancara, yaitu mewawancarai pihak- pihak yang

berkompeten megenai proses yang berjalan di lingkungan BPKP Sumatera Barat

terkait penerapan siklus belanja

b. Metode observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan dan penelitian

secara langsung di BPKP Sumatera Barat.

c. Metode Pengumpulan Data, yaitu menghimpun data/dokumen yang

diperlukan selama proses analisis dan evaluasi

D. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, tujuan penulisan,

metode penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI, DATA, DAN FAKTA

Page 5: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

5

Bab ini memberikan beberapa pengertian yang merupakan landasan

teoritis dari permasalahan yang akan dibahas, gambaran keadaan

yang ada, masalah, dan pembatasan masalah.

BAB III ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

Dalam bab ini penulis akan mencoba melakukan analisis terhadap

data dan fakta yang ada dengan menerapkan teori dan pengetahuan

yang penulis miliki, dan menentukan alternatif pemecahan masalah

yang paling efektif menurut penulis.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi simpulan dari uraian-uraian pada bab sebelumnya dan

sumbang saran atau usul sebagai masukan terhadap permasalahan

yang dihadapi di lapangan.

Page 6: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

6

10) Audit lainnya yang menurut pemerintah bersifat perlu dan urgen untuk segera

dilakukan 

Page 7: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

7

a. Konsultasi, asistensi dan evaluasi

Di bidang konsultasi, asistensi dan evaluasi, BPKP berperan sebagai konsultan

bagi para stakeholders menuju tata pemerintahan yang baik (good governance),

yang mencakup: Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Sistem

Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD), Good Corporate Governance (GCG) pada

Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.

b. Pemberantasan Korupsi

Di bidang perbantuan pemberantasan korupsi, BPKP membantu pemerintah

memerangi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, dengan membentuk gugus

tugas anti korupsi dengan keahlian audit forensik. Dalam rangka penegakan

hukum dan pemberantasan KKN, BPKP telah mengikat kerjasama dengan

Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI yang dituangkan dalam bentuk Surat

Keputusan Bersama. BPKP juga mengikat kerjasama dengan Komisi

Pemberntasan Korupsi. BPKP tergabung dalam Tim Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) bersama-sama dengan Kejaksaan dan Kepolisian

(yang telah selesai masa tugasnya)

c. Pendidikan Dan Pelatihan Pengawasan

Di bidang pendidikan dan pelatihan pengawasan, BPKP menjadi instansi

pembina untuk mengembangkan Jabatan Fungsional Auditor (JFA) di lingkungan

instansi pemerintah. Setiap auditor pemerintah harus memiliki sertifikat sebagai

Pejabat Fungsional Auditor. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan

(Pusdiklatwas) BPKP berperan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan

sertifikasi kepada seluruh auditor pemerintah.

Page 8: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

8

B. Tugas Pokok dan Fungsi

Selaku instansi vertikal, Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat berperan

melaksanakan tugas pokok dan fungsi BPKP di daerah yaitu bertugas

melaksanakan pengawasan dan pembangunan serta menyelenggarakan

akuntabilitas di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan rencana dan program kerja pengawasan.

b. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara

dan pengurusan barang milik/kekayaan negara.

c. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah

dan pengurusan barang milik/kekayaan pemerintah daerah atas permintaan daerah.

d. Pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas pemerintahan yang bersifat

strategis dan/atau lintas departemen/lembaga/wilayah.

e. Pemberian asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah pusat dan daerah.

f. Evaluasi atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pusat dan

daerah.

g. Pemeriksaan terhadap Badan Usaha Milik Negara, Pertamina, cabang usaha

Pertamina, kontraktor bagi hasil, kontrak kerja sama, badan-badan lain yang di

dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, pinjaman/bantuan luar negeri yang

diterima pemerintah pusat, dan Badan Usaha Milik Daerah atas permintaan daerah

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 9: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

9

h. Evaluasi terhadap pelaksanaan good corporate governance dan laporan

akuntabilitas kinerja pada Badan Usaha Milik Negara, Pertamina, cabang usaha

Pertamina, kontraktor bagi hasil, kontrak kerja sama, badan-badan lain yang di

dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan Badan Usaha Milik Daerah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

i. Investigasi terhadap indikasi penyimpangan yang merugikan negara, Badan

Usaha Milik Negara, dan badan-badan lain yang di dalamnya terdapat

kepentingan pemerintah, pemeriksaan terhadap hambatan kelancaran

pembangunan, dan pemberian bantuan pemeriksaan pada instansi penyidik dan

instansi pemerintah lainnya.

j. Pelaksanaan analisis dan penyusunan laporan hasil pengawasan serta

pengendalian mutu hasil pengawasan.

k. Pelaksanaan administrasi Perwakilan BPKP.

Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat dipimpin oleh Kepala Perwakilan

yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:

1. Bagian Tata Usaha

1.1. Sub Bagian Program dan Pelaporan

1.2. Sub Bagian Kepegawaian

1.3. Sub Bagian Keuangan

1.4. Sub Bagian Umum

2. Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Pusat.

3. Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah

4. Bidang Akuntan Negara

Page 10: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

10

5. Bidang Investigasi

6. Kelompok Jabatan Fungsional

 

C. Struktur Organisasi

Gambar 1.1 Struktur Organisasi di BPKP Perwakilan Sumatera Barat

Sumber : http://www.bpkp.go.id/sumbar/konten/633/Struktur-Organisasi.bpkp

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selalu memberikan

kontribusi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia dalam rangka mewujudkan

Good Governance dan Good Corporate Governance. Dalam usaha pemberantasan

korupsi, BPKP telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum. BPKP telah

Page 11: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

11

melakukan audit investigatif, penghitungan kerugian keuangan negara, serta

pemberian keterangan ahli. Berikut adalah hasil audit investigatif, penghitungan

kerugian keuangan negara, serta pemberian keterangan ahli kepada instansi penyidik

maupun pengadilan.

1. Audit investigatif atas kasus berindikasi tindak pidana korupsi

Selama periode tahun 2005 sampai dengan 31 Januari 2011, BPKP telah

menyerahkan hasil audit investigatif yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK)

kepada instansi penyidik, yaitu Kejaksaan, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) sebanyak 1.016 kasus, dengan perincian sebagai berikut :

Tabel 2.1 Data Laporan Penyidik Atas Dugaan TPK

Page 12: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

12

Sumber : http://www.bpkp.go.id/investigasi/konten/516/Sinergi-BPKP-Penyidik.bpkp

2. Pemberian Keterangan Ahli

Selama tahun 2005 sampai dengan 31 Januari 2011, BPKP telah melakukan

pemberian keterangan ahli kepada Kejaksaan, Kepolisian, KPK, maupun Pengadilan

sebanyak 4.132 kali, dengan perincian sebagai berikut :

Tabel 2.2 Data Pemberian Keterangan Ahli Berdasarkan Laporan Penyidik

Page 13: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

13

Data disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sumber : http://www.bpkp.go.id/investigasi/konten/516/Sinergi-BPKP-Penyidik.bpkp

Page 14: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

14

Page 15: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

15

2. Dasar Penugasan

Dalam melakukan audit investigatif BPKP memiliki dasar penugasan dalam

menjalankan wewenangnya diantaranya :

a. Peraturan Pemerintah No.60 Th.2008 tentang Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah

b. Keputusan Presiden No.103 Th.2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga

Pemerintah Non-Departemen sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

dengan peraturan Presiden Nomor 64 Th.2005

c. Instruksi Presiden No. 5 Th.2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi

d. Keputusan kepala BPKP Nomor: Kep-06.00.00-080/K/2001/ tentang Organisasi

dan Tata kerja BPKP sebagaimana telah diubah dengan keputusan Kepala BPKP

Nomor: Kep-713/K/SU/2002.

e. Keputusan Kepala BPKP Nomor: Kep-06.00.00-286/K/2001 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Perwakilan BPKP

f. Petunjuk pelaksanaan bersama jaksa agung RI dan kepala BPKP Nomor: Juklak-

001/J.A/2/1989 dan Nomor: Kep-145/K/1989 tanggal 25 Februari 1989 tentang

upaya memantapkan kerjasama kejaksaan dengan BPKP dalam penanganan kasus

yang berindikasi korupsi

g. Nota kesepahaman antara menteri negara BUMN dengan BPKP Nomor: MOU-

03/MBU/2006 dan Nomor: MOU-199/K/D5/2006 tanggal 14 Februari 2006

tentang kerjasama percepatan pemberantasan korupsi dan penetapan tata kelola

perusahaan yang baik di lingkungan BUMN

Page 16: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

16

3. Ruang Lingkup Penugasan Bidang Investigasi

Penugasan bidang investigasi meliputi audit investigatif termasuk audit dalam

rangka menghitung kerugian keuangan negara, pemberian keterangan ahli, audit

investigatif hambatan kelancaran pembangunan, audit eskalasi harga dan audit klaim

serta penugasan bidang investigasi lainnya.

Penugasan bidang investigasi lainnya terdiri dari Fraud Control Plan (FCP),

dan Pengkajian Aspek Pencegahan Korupsi atas Peraturan Perundang-Undangan yang

berindikasi menjadi penyebab korupsi, serta penugasan lain dalam rangka pencegahan

KKN yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Investigasi.

4. Pelaksanaan Penugasan Bidang Investigasi

a. Penerimaan Penugasan

1) Pelaksanaan Penugasan Bidang Investigasi harus didasarkan pada alasan yang

cukup. Alasan dapat berupa :

a) Adanya indikasi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara

dari hasil audit reguler

b) Pengembangan informasi laporan/pengaduan masyarakat yang layak untuk

ditindaklanjuti

c) Permintaan instansi penyidik atau penetapan dari pengadilan

d) Permintaan dari pimpinan/atasan pimpinan objek penugasan

2) Penugasan biodang investigasi harus menjaga independensi dan objektivitas.

Penugasan bidang investigasi tidak dilaksanakan oleh Auditor BPKP yang

Page 17: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

17

mempunyai konflik kepentingan atau hubungan istimewa dengan pihak-pihak

yang berkepentingan terhadap masalah, kasus, dan/atau perkara, atau apabila

terdapat pembatasan yang menghambat penyelesaian penugasan yang tidak sesuai

dengan standar profesional, aturan dan ketentuan yang berlaku. Khusus untuk

penugasan Pemberian Keterangan Ahli, Pemberi Keterangan Ahli dilarang

memberikan pendapat atas pertanyaan-pertanyaan yang tidak berhubungan dengan

keahlian di bidang akuntansi dan audit.

3) Penugasan bidang investigasi dilaksanakan setelah dilakukan penelaahan atau

ekspose/pemaparan terlebih dahulu

4) Penelaahan dilakukan dalam hal penugasan berasal dari adanya indikasi

penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara dari hasil audit

reguler atau dari pengembangan informasi laporan/pengaduan masyarakat yang

layak untuk ditindaklanjuti

5) Ekspose/pemaparan dilakukan untuk penugasan audit investigatif guna memenuhi

permintaan instansi penyidik maupun permintaan objek penugasan lainnya. Dalam

hal ekspose/pemaparan tidak dapat dilaksanakan karena adanya kendala seperti

jarak yang jauh/terpencil sehingga memerlukan transportasi yang lama/mahal,

makakepada pimpinan instansi penyidik atau pimpinan objek penugasan diminta

untuk menyediakan informasi awal untuk dilakukan penelaahan. Hasil penelaahan

terhadap informasi awal dari instansi penyidik maupun objek penugasan diminta

untuk meyediakan informasi awal dari instansi penyidik maupun objek penugasan

apabila dianggap cukup merupakan pengganti dari ekspose/pemaparan, sehingga

penugasan dapat dilaksanakan tanpa dilakukan ekspose/pemaparan. Khusus

Page 18: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

18

permintaan dari pimpinan instansi penyidik untuk penugasan audit dalam rangka

penghitungan kerugian keuangan negara harus dilakukan ekspose/pemaparan

terlebih dahulu.

6) Pada prinsipnya terhadap kasus yang elah dilakukan audit investigatif dan telah

diterbitkan LHAI, maka atas kasus tersebut tidak dapat dilakukan audit untuk

penghitungan kerugian keuangan negara. Namun demikian, untuk kepentingan

pelaksanaan tindak lanjut, informasi tersebut perlu dikomunikasikan kepada

pimpinan instansi penyidik bahwa:

a) Dalam hal hasil penyelidik/penyidikan tidak diperoleh tambahan data/bukti yang

mempengaruhi jumlah kerugian keuangan negara, maka jumlah kerugian

keuangan negara sebagaiman tercantum dalam LHAI adalah bersifat final.

Penugasan bidang investigasi selanjutnya yang dapat dilakukan adalah penugasan

pemberian keterangan ahli

b) Dalam hal hasil penyelidikan/penyidikan memperoleh tambahan data/bukti yamng

mempengaruhi jumlah kerugian keuangan negara sebagaiman yang tercantum

dalam LHAI, maka pimpinan unit kerja dapat menugaskan auditor BPKP untuk

melakukan penugasan audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan

negara yang didahului dengan permintaan dari pimpinan instansi penyidik

c) Dalam hal audit dalam rangka penghitungan kerugian penghitungan kerugian

keuangan negara tersebut pada angka 2) di atas dialksanakan, maka pada saat

menghitung kerugian keuangan negara seperti termuat dalam LHAI ditambah

dengan bukti-bukti yang diterima dari penyidik.

Page 19: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

19

7) Dalam hal permintaan audit untuk penghitungan kerugian keuangan negara atas

penetapan pengadilan, peneriamaan penugaasan didasarkan pada hasil penelaahan

terhadap kecukupan bukti-bukti yang sudah diperoleh pada saat persidangan

perkara tersebut. Namun demikian, karena penetapan pengadilan mempunyai

kekuatan memaksa (harus dipenuhi) maka penelaahan tersebut lebih ditujukan

untuk menentukan langkah lebih lanjut yang harus dilakukan oleh Tim Audit.

8) Dalam setiap penelaahan atau ekspose/pemaparan harus diciptakan komunikasi

untuk memperoleh pemahaman yang sama terhadap masalah/kasus dan/atau

perkara yang dipaparkan.

9) Hasil penelaahan atau ekspose/pemaparan harus dituangkan dalam dokumen hasil

penelaahan atau risalah hasil ekspos/pemaparan dan ditandatangani oleh para

pejabat berwenang.

Selama ini masayarakat pada umumnya hanya mengetahui BPKP telah

melakukan audit terhadap objek pemeriksaan tertentu tanpa mengetahui jenis audit

yang dilakukan. Pengetahuan yang kurang tersebut dapat menimbulkan opini

masyarakat yang kurang tepat terhadap suatu permasalahan yang sedang ditangani,

antara lain temuan audit investigasi tidak disinggung dalam laporan audit sebelumnya

untuk periode yang sama sehingga temuan audit investigatif dianggap

membingungkan.

Seorang pemberi keterangan ahli harus mampu menjelaskan setiap jenis audit

yang dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari masing-masing jenis audit. Para

Page 20: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

20

pihak yaitu terdakwa/pengacara, hakim maupun jaksa penuntut umum (JPU) dalam

sidang pengadilan TPK sering mempertanyakan kepada ahli dari BPKP tentang

perbedaan antar laporan hasil audit atas entitas yang bersangkutan untuk periode yang

sama, misalnya laporan general audit menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian

dan tidak mengungkapkan penyimpangan yang dinyatakan dalam LHAI atau LHPKN

atas objek perkara, yang dianggap sebagai suatu kontradiksi. Untuk dapat

menjelaskannya secara memuaskan sebagai seorang ahli, termasuk untuk pertanyaan-

pertanyaan lainnya mengenai laporan keuangan, auditor harus menguasai Asumsi

Dasar Laporan Keuangan Keuangan dan Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

sesuai Pemerintahan dan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia (IAI). Asumsi Dasar dan Karakteristik Kualitatif tersebut tidak

selalu harus dinyatakan dalam menjawab pertanyaan demikian, namun auditor siap

menggunakan apabila diperlukan.

b. Tindak Pidana Korupsi

Pasal 2 ayat 1 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No.31 Tahun 1999

menyatakan :

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit

Rp.200.000.000 (dua ratus juta) dan paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu milyar).

Page 21: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

21

Unsur-unsur TPK menurut pasal tersebut adalah :

1) Setiap orang

2) Secara melawan hukum

3) Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Kerugian keuangan negara adalah berkurangnya kekayaan negara atau

bertambahnya kewajiban negara tanpa diimbangi dengan prestasi yang setara, yang

disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan

wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau

kepedudukan, kelalaian seseorang dan atau disebabkan oleh keadaan di luar

kemampuan manusia (force majeure)

c. Pengakuan Kerugian Negara

Untuk membantu pertanyaan tersebut kita perlu memahami konsep pengakuan

menurut akuntansi, Standar Akuntansi Pemerintah. Pengakuan dalam akuntansi

adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau suatu

peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi

unsur aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja dan pembiayaan sebagaiman

akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan. Pengakuan

diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan keuangan yang

terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait.

Page 22: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

22

Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau peristiwa

untuk diakui yaitu:

1) Terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan kejadian

atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke dalam entitas

pelaporan yang bersangkutan

2) Kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur

atau dapat diestimasi dengan andal

Dalam praktik, kerugian keuangan negara diakui pada saat sebagai berikut:

1) Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah (dapat berupa uang/barang)

yang seharusnya tidak dikeluarkan.

2) Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah lebih besar dari yang

seharusnya menurutkriteria yang berlaku

3) Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima (termasuk

diantaranya penerimaan uang palsu, barang fiktif)

4) Penerimaan sumber/kekayaan negara/daerah lebih kecil/rendah dari yang

seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak, kualitas tidak sesuai)

5) Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang lebih besar dari yang seharusnya

6) Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang seharusnya dimiliki/diterima

menurut aturan yang berlaku.

7) Hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima.

Page 23: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

23

d. Standar Yang Digunakan Dalam Melakukan Audit Investigasi

Standar yang digunakan adalah Standar Audit Aparat Pengawas Fungsional

Pemerintah (SA-APFP) yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No: KEP-378/K Tahun 1996 tanggal 30

Mei 1996

Standar ini terdiri dari :

1) Standar Umum, yaitu standar tentang keahlian, independensi, penggunaan

kemakhiran profesional, dan penjagaan kerahasiaan informasi

2) Standar Koordinasi dan Kendali Mutu, yaitu standar tentang perencanaan,

pengawasan, koordinasi pengawasan antar APFP dan kendali mutu

3) Standar Pelaksanaan yaitu tentang kualitas pelaksanaan audit

4) Standar Pelaporan, yaitu standar tentang pokok-pokok isi laporan audit dan

distribusinya

5) Standar Tindak Lanjut, yaitu standar tentang tanggungjawab pelaksanaan tindak

lanjut atas rekomendasi audit, pemenatauan dan pelaporannya, serta kewajiban

APFP untuk membantu aparat hukum dalam menindaklanjuti temuan yang

berindikasi melawan hukum.

e. Pemaparan (Ekspose)

Pemaparan dapat dilakukan sebelum penugasan dan dalam penugasan, internal

(dalam lingkup BPKP saja) dan eksternal (melibatkan pihak luar). Pemaparan internal

sebelum dan dalam penugasan hanya dilakukan untuk audit investigatif yang

Page 24: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

24

berdasarkan permintaan pihak tertentu, dimana pihak peminta diperlukan

memaparkan indikasi awal kepada pihak BPKP untuk memperjelas antara lain latar

belakang, tujuan dan uang lingkup audit.

Perhitungan kerugian keuangan negara dilakukan atas permintaan pihak

penyidik, maka penyidik harus melakukan pemaparan kepada BPKP sebelum

melaksanakan penugasan. Manfaat pemaparan penyidik sebelum penugasan

perhitungan kerugian keuangan negara amat penting untuk :

1) Memperoleh pemahaman bagi auditor tentang aspek penyimpangan (unsur

melawan hukum bagi penyidik)

2) Memperoleh gambaran proses kejadian penyimpangan

3) Meyakinkan ada tidaknya kerugian keuangan negara

4) Mengidentifikasi bukti-bukti yang perlu dikumpulkan oleh penyidik sebagai

bahan perhitungan kerugian keuangan negara

Berdasarkan hasil pemaparan tersebut maka dapat diperoleh :

1) Simpulan tentang dapat tidaknya dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara

2) Perkiraan waktu mulai dan lamanya penugasan perhitungan kerugian keuangan

negara

f. Keahlian Auditor BPKP

Bidang keahlian auditor BPKP dalam audit investigatif termasuk dalam

perhitungan kerugian keuangan negara dan dalam pemberian keterangan ahli adalah

Akuntansi dan Auditing, maka apabila seorang auditor BPKP ditugaskan memberi

Page 25: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

25

audit investigatif, PKN, ataupun memberi keterangan ahli untuk suatu proses

penanganan kerugian keuangan negara, ia bekerja dengan menggunakan keahlian

Akuntansi dan Auditing.

Auditor BPKP tidak mempunyai kompetensi bidang hukum terhadap segala

peraturan perundang-undangan yang berhubungan atau relevan terhadap organisasi

atau kegiatan yang diaudit, mengingat keahliannya terbatas pada Auditing dan

Akuntasi, Dalam suatu audit harus jelas kriteria yang dibandingkan dengan fakta.

Sebagian besar kriteria yang digunakan dalam audit yang berhubungan dengan

keuangan negara adalah peraturan perundang-undangan. Dalam penggunaan peraturan

perundang-undangan sebgai kriteria dalam audit, auditor menggunakan pandangan

audting. Slah satu unsur SPM adalah kebijakan. Segala peraturan perundang-

undangan yang berlaku bagi auditor dapat merujuk dan menolak sesuai peraturan atau

menghubungkan antar peraturan sebagai kriteria berdasarkan pendapat profesionalnya

sebagai bagian dari Auditing.

Keterangan ahli yang dapat diberikan oleh auditor BPKP dalam penyidikan

maupun dalam sidang pengadilan adalah pendapat normati berdasarkan keahlian

Akuntansi dan keahlian Auditing, termasuk teori-teorinya. Pertanyaan yang diajukan

kepadanya berdasarkan fakta hasil penyidikan atau fakta yang timbul dalam

persidangan dijawab dengan pandangan normatif Akuntansi dan Auditing.

Apabila pemberi keterangan ahli adalah auditor yang melakukan audit untuk

kasus yang brsangkutan ia harus tetap berbicara dengan pandangan normatif yang

Page 26: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

26

digunakannya dalam melakukan audit tersebut maupun terhadap fakta yang

mengemuka pada saat pemberian keterangan ahli.

B. PEMBAHASAN

1. Analisis Standar Pelaksanaan Audit atas Perhitungan Kerugian Keuangan

Negara

Dari data yang penulis himpun dalam Prosedur Pelaksanaan Bidang Investigasi

terdapat ketentuan dan prosedur yang berlaku dalam melaksanakan Audit atas

Perhitungan Kerugian Keuangan Negara, yaitu sebagai berikut :

a. Penugasan harus didahului dengan ekspose oleh pejabat instansi Penyidik. Dalam

hal ekspose tidak dapat dilaksanakan karena adanya kendala seperti jarak yang

jauh sehingga memerlukan transportasi yang lama atau mahal, maka kepada

Instansi Penyidik diminta untuk menyampaikan informasi awal dan daftar bukti-

bukti yang dikumpulan guna ditelaah dan ditentukan kelayakan dan

kelengkapannya sebelum penugasan audit dalam rangka penghitungan kerugian

keuangan negara dilaksanakan.

b. Permintaan audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dapat

diberikan apabila simpulan hasil ekspose atau hasil penelaahan memenuhi kriteria

sebagai berikut :

1) Penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara telah cukup jelas

2) Pihak-pihak yang diduga terkait dan bertanggungjawab atas penyimpangan telah

cukup jelas

Page 27: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

27

3) Bukti-bukti yang diperlukan untuk menghitung kerugian keuangan negara sudah

diperoleh secara lengkap

4) Badan Pemeriksa Keuangan atau Inspektorat Jenderal Departemen/ Inspektorat

LPND belum melakukan audit investigatif atas perkara yang sama

5) Instansi Penyidik lainnya belum melakukan penyelidikan/ penyidikan atau

pemeriksaan atas perkara yang sama

c. Dalam hal berdasarkan hasil ekspose ternyata kasus bersifat tidak material

berdasarkan pertimbangan Pimpinan Unit Kerja, maka audit dalam rangka

penghitungan kerugian keuangan negara tidak dapat dipenuhi tetapi PUK dapat

memberikan bantuan pemberian keterangan ahli, baik untuk kepentingan

penyidikan maupun persidangan kasus tersebut

d. Surat Tugas audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara

disampaikan oleh PUK dengan surat pengantar yang ditujukan kepada Pimpinan

Instansi Penyidik atau Pejabat yang melakukan penetapan pengadilan, dengan

tembusan kepada Deputi Bidang Investigasi. Dalam kondisi tertentu seperti

adanya benturan perauran yang membatasi wewenang Auditor BPKP, PUK dapat

meminta PIK atau pejabat yang melakukan penetapan pengadilan untuk

menerbitkan Surat Tugas dengan mncatumkan nama-nama Auditor BPKP yang

ditugaskan, dengan tembusan kepada Deputi Bidang Investigasi.

e. Dalam hal kriteria pada angka 2 butir a), b), c) tidak terpenuhi tetapi kriteria

butir d) dan e) terpenuhi, maka disarankan terlebih dahulu dilakukan

pengumpulan bukti-bukti yang diminta oleh Auditor BPKP guna melaksanakan

audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara

Page 28: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

28

f. Dalam hal kriteria pada angka 2 hanya butir a), b), c) yang terpenuhi, tapi butir d)

tidak terpenuhi, maka permintaan audit dalam rangka penghitungan kerugian

keuangan negara tidak dapat dipenuhi (ditolak) dan disarankan agar pelaksanaan

audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dilakukan oleh

instansi yang berwenang

g. Dalam hal kriteria pada angka 2 butir e) yang tidak terpenuhi, maka pimpinan

PUK menyarankan kepada PIK atau pejabat yang melakukan penetapan

pengadilan untuk terlebih dahulu berkoordinasi dengan PIK atau pejabat yang

melakukan penetapan pengadilan berwenang lainnya yang juga melakukan

penyelidikan/ penyidikan atau pemeriksaan perkara yang sama.

h. Penyampaian hasil ekspose dan saran atau penolakan untuk melakukan Audit

dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara sebagaiman disebutkan

dalam angka 4 dan 5 dituangkan dalam Risalah Hasil Ekspose dan secara formal

dikirim melalui surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh PUK ditujukan

kepada Instansi Penyidik atau pejabat yang melakukan penetapan pengadilan

dengan tembusan kepada Deputi Bidang Investigasi

i. Auditor BPKP melakukan permintaan dan pengumpulan bukti-bukti melalui

penyidik dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Permintaan data/bukti agar dilakukan melalui surat permintaan tertulis yang

ditandatangani oleh PUK atau pejabat lain yang berwenang dan ditujukan kepada

PIK atau penyidik terkait

2) Materi permintaan data/bukti dalam surat permintaan tertulis di atas agar

menyebutkan jenis, nama, dan jumlah data/bukti yang diperlukan, batas waktu

Page 29: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

29

penyampaian data/bukti, serta dampak terhadap tugas perbantuan apabila

data/bukti tersebut tidak dapat dipenuhi oleh instansi penyidik

3) Apabila permintaan data/bukti belum dipenuhi oleh Instansi Penyidik, surat

permintaan tertulis data/bukti agar disampaikan secara berturut-turut sampai

dengan 3 (tiga) kali dan diberikan batas waktu

4) Apabila permintaan data/bukti sampai dengan 3 (tiga) kali dalam batas waktu

yang ditentukan tidak atau belum dipenuhi oleh Instansi Penyidik yang

bersangkutan, PUK agar melaporkan secara tertulis permasalahan permintaan

data/bukti tersebut kepada Deputi Bidang Investigasi untuk dikoordinasikan

dengan Pimpinan Instansi Penyidik di tingkat pusat

5) Terhadap data/bukti yang diterima oleh instansi penyidik dibuat Daftar

Penerimaan Bukti dengan menyebutkan jenis, nama, dan jumlah data/bukti

6) Dalam hal data/bukti yang diterima berupa salinan atau copy, maka data/bukti

tersebut harus dilegalisasi sesuai aslinya. Auditor BPKP harus meyakinkan diri

bahwa data/bukti asli tersebut telah disimpan secara aman oleh pihak yang

berwenang

7) Salinan atau copy data/bukti harus dilegalisasi oleh pihak yang berwenang

menyimpan data/bukti. Dalam hal data/bukti yang menjadi berkas penyidik, maka

legalisasi data/bukti dimintakan kepada penyidik

j. Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh oleh Instansi Penyidik, Auditor BPKP

melakukan prosedur dan teknik pengujian yang diperlukan sesuai keadaannya.

Bukti-bukti yang diperoleh direkonstruksi sehingga menjadi rangkaian fakta dan

proses kejadian yang menunjukkan adanya penyimpangan yang mengakibatkan

Page 30: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

30

kerugian keuangan negara. Apabila terdapat bukti yang kurang, Auditor BPKP

wajib meminta secara tertulis kepada penyidik untuk mencari bukti-bukti yang

diperlukan

k. Dalam hal auditor BPKP yang melakukan penugasan audit dalam rangka

penghitungan kerugian keuangan negara bersifat kasuistik dan spesifik sehingga

harus dikembangkan oleh auditor BPKP dalam lingkup profesi akunting dan

auditing tersebut harus dapat diterima secara umum

l. Metode penghitungan kerugian keuangan negara bersifat kasuistik dan spesifik

sehingga harus dikembangkan oleh Auditor BPKP berdasarkan proses bisnis dan

jenis penyimpangan yang terjadi. Metode penghitungan kerugian keuangan negara

yang dikembangkan oleh Auditor BPKP dalam lingkup profesi akunting dan

auditing tersebut haru diterima secara umum

m. Nilai kerugian keuangan negara yang dinyatakan pada Laporan Hasil Audit Dalam

Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) merupakan

pendapat Auditor BPKP yang didasarkan pada bukti-bukti yang cukup, kompeten,

dan relevan dengan pengungkapan penyimpangan yang terjadi

n. Pengendalian penugasan permintaan audit dalam rangka penghitungan kerugian

keuangan negara dilakukan melalui reviw berjenjang, review meeting dan

pembahasan/ekspose internal guna menjamin mutu, mempercepat proses dan

mencari jalan keluar atas permasalahan-permasalahan yang timbul selama

penugasan. Hasil review meeting atau pembahasan/ekspose didokumentasikan

dalam Risalah Review Meeting atau Risalah Hasil Ekspose

Page 31: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

31

o. Untuk memeperoleh keyakinan bahwa semua bukti-bukti yang diperoleh dari

audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara telah cukup memadai

dari segi akuntansi dan auditing serta keterkaitannya dengan aspek hukum, maka

hasil audit tersebut harus dibahas/ ekspose dengan Instansi Penyidik sehingga:

1) Dalam hal hasil ekspose menyimpulkan bahwa hasil audit dalam rangka

penghitungan kerugian keuangan negara telah memadai dan bukti-bukti telah

memenuhi aspek akuntansi dan aspek hukum, maka LHPKKN dapat diterbitkan

2) Dalam hal hasil ekspose menyimpulkan bahwa hasil audit dalam rangka

penghitungan kerugian keuangan negara masih memerlukan tambahan bukti-

bukti, maka Tim Audit segera membuat daftar bukti yang diperlukan dan harus

dipenuhi oleh Penyidik. Bila diperlukan, tim audit dapat mendampingi Penyidik

dalam rangka memperoleh bukti-bukti

3) Hasil ekspose harus harus dituangkan dalam Risalah Hasil Ekspose dan

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari BPKP dan Instansi penyidik.

2. Analisis Praktik di Lapangan

Sedangkan dari pengamatan penulis di BPKP Perwakilan Sumatera Barat

terkait Audit atas Perhitungan Kerugian Keuangan Negara maka dapat penulis

gambarkan prosedur yang berlangsung adalah sebagai berikut :

a. Diterima Surat Permintaan dari penyidik dalam hal ini bisa Jaksa atau kepolisian

untuk dilakukan pemeriksaan atas dugaan tindakan pidana korupsi (TPK) yang

menyebabkan kerugian Negara

Page 32: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

32

b. Setelah itu diadakan ekspose eksternal oleh tim audit yang telah ditunjuk bersama

dengan penyidik untuk dilakukan pemaparan kasus, serah terima bukti dan

dokumen, tanya jawab, serta permintaan data-data terkait yang diperlukan dalam

pemeriksaan nanti. Kemudian dari tahap ini diterbitkanlah risalah ekspose yang

berisi kesimpulan dari tim audit mengenai keyakinan akan terdapatnya indikasi

TPK.

Unsur-unsur dari TPK itu sendiri adalah :

Setiap orang

Secara melawan hukum

Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

c. Setelah data terpenuhi maka diterbitkanlah Surat Tugas yang ditujukan ke

penyidik untuk dilaksanakannya proses pemeriksaan.

Dalam surat tugas ini juga dilampirkan dokumen sebagai berikut :

1) Nama auditor beserta perannya yang tergabung kedalam tim

2) Pengendalian surat tugas yang berisi objek pemeriksaan

3) Anggaran waktu yang diperlukan dalam melakukan audit, dan

4) Audit program yang berisi prosedur pelaksanaan yang disesuaikan dengan

karakteristik kasus

d. Audit mulai dilaksanakan dengan menggunakan prosedur audit yang sudah

dirancang sebelumnya, pada tahap ini akan diadakan pula ekspose intern antar

Page 33: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

33

sesama anggota tim guna memberikan gambaran atas kasus dan meminta saran

untuk pertimbangan penyelesaian laporan. Unsur-unsur yang harus dicapai dari

tahap ini adalah :

1) Ekspose Intern

2) Kesimpulan hasil audit

3) Konsep Laporan

e. Melakukan ekspose ekstern (pembicaraan hasil audit) oleh tim audit kepada

penyidik

f. Membuat daftar pengujian akhir (check-list) untuk memastikan proses audit telah

dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana tertuang di Pedoman Penugasan

Bidang Investigasi (PPBI). Pihak yang melakukan pengujian ini antara lain :

1) Ketua Tim Pemeriksaan

2) Pengawas Pemeriksaan

3) Penanggung Jawab Pemeriksaaan

g. Menerbitkan Laporan Hasil Audit (LHA) yang disusun oleh Ketua Tim dan di

review oleh :

1) Pengendali Teknis

2) Kepala Bidang

3) Kepala Perwakilan

Setelah laporan di review maka diterbitkanlah Laporan Hasil Audit Perhitungan

Kerugian Keuangan Negara (LHA-PKKN)

Page 34: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

34

h. Laporan diterima oleh tim penyidik untuk selanjutnya digunakan sebagai data

pendukung proses penyidikan dalam hal ini penyidik memiliki kebebasan untuk

memutuskan apakah LHA yang diterima dari tim audit BPKP diterima atau tidak.

Jika tidak maka proses akan selesai di poin ini namun jika maka diterima maka

akan dilanjutkan ke poin 9

i. Jika LHA diterima maka pihak penyidik dalam hal ini Pengadilan akan

mengeluarkan Panggilan Sidang kepada tim audit kasus terkait sebagai Pemberi

Keterangan Ahli. Dalam hal ini akan diwakilkan oleh Ketua Tim

j. Hari Persidangan, ketua tim didampingi oleh anggota tim sebagai notulen akan

memenuhi permintaan pengadilan untuk memberikan keterangan terkait objek

pemeriksaan atas kasus di persidangan. Pada tahap ini pula nantinya akan

diterbitkan Laporan Pemberi Keterangan Ahli

k. Dilaksanakan Monitoring Tindak Lanjut sebagai tanggung jawab tim untuk

memantau perkembangan objek pemeriksaan apakah sudah melaksanakan

rekomendasi yang diberikan

l. 1. Dalam hal pelaksanaan sistem akuntabilitas dalamipasinrpadu, hal I bisa terlihat

dari cara peamaan suatu asetyang disebabkan terhadap suatu analisis maaalah

yang pelik, tapi hal ini tidak termasuk dalam penilaian Resiko Audit Investigasi.

Oleh karena itu kita harus sebagaimana mungkin untuk menghindaritu rangkaian

masalah.dari hal yiinvestrjadi dalam suatu pelaporan audit investigasi, dan ini

menunjukkan suatu kejadian yang kongkrit dalam pelaporan suatu

Audit.membelenggu

Page 35: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

35

m. Meninjau dari dalam suatu keabsahan dan keteraturan. Para akuntan publik harus

menunjukkan kevaliditasan suatu pekerjaan

n. Dalam hal suatu pekerjaan yang meliputi suatu proses audit keuangan dihadapkan

kepada celah yang membelenggu dalam hal penyelarasaan suatu laporan keuangan

dan juga bisa menetapkan keadaan dalam audit yang berbasis terhadap cash flow.

Dalam hal ini saya sebagai auditor merekomendasikan terhadap suatu

perusahaan/instansi untuk dapat segera membenahi suatu kejanggalan yang

terhjadi dalam suatu laporan keuangan. Sehingga bisa dilaksanakan audit

terperinci. Dan menunjukkan akuntabilitas yang sesuai dengan standar audit yang

berlaku umum.

o. Suatu audit dapat mjengaibatkan bukanlah memnta

Page 36: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

36

5. Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu anggota tim audit, penulis

menemukan terdapat kekurangan terkait prooses monitoring tindak lanjut dimana

tim audit melakukan peninjauan hanya berbekal Surat Tugas Monitoring Tindak

Lanjut tanpa disertai dokumen pengujian terinci

B. Saran

Beberapa hal yang dapat penulis sarankan dari uraian diatas antara lain :

Page 37: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

37

1. Sebaiknya masing-masing pegawai di bidang investigasi diberikan pegangan

berupa modul pedoman pelaksanaan Audit atas Perhitungan Kerugian Keuangan

Negara demi menjaga kredibilitas para pegawai di bidang investigasi

2. Pedoman Pelaksanaan Bidang Investigasi (PPBI) sebaiknya dibuat lebih lengkap,

hal ini terlihat dari beberapa poin yang tidak dijelaskan di dalam Pedoman

Pelaksanaan Bidang Investigasi seperti metode/cara perhitungan kerugian

keuangan negara itu sendiri

3. Dalam hal Monitoring Tindak Lanjut sebaiknya dibuatkan daftar pengujian tindak

lanjut (cheklist) untuk mengukur sejauh mana rekomendasi dijalankan oleh pihak

yang di audit. Dan dalam pengerjaan suatu maa

Page 38: Isi I, II, III, Dan IV Tanpa Halaman Judul Bab

38

DATAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah No.71 Th.2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta : Sekretaris Negara 2010

Peraturan Badan Pemeriksa kuangan Republik Indonesia No.1 Th.2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta : Tim BPK, 2007

Bastian, Indra. Audit Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat, 2007

Pedoman Pelaksanaan Bidang Investigasi. Jakarta :BPKP, 2011

Modul Perencanaan Bidang Investigasi. Padang :BPKP, 2011

http://www.bpkp.go.id