isi i, ii, iii, dan iv tanpa halaman judul bab
DESCRIPTION
sdsdTRANSCRIPT
1
2
instansi penyidik, dan permintaan dari objek penugasan yang memerlukan produk
keinvestigasian. Sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, maka pelaksanaan audit
investigatif dan program pencegahan korupsi melalui implementasi dan evaluasi fraud
control plan (FCP) serta pengkajian aspek pencegahan korupsi atas peraturan
perundang-undangan yang berindikasi menjadi penyebab korupsi menjadi sangat
penting sebagai dukungan untuk memperkuat implementasi sistem pengendalian
intern dalam mencapai akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan pengelolaan
kepemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance).
Laporan Hasil Audit Investigatif, termasuk Laporan Hasil Audit dalam
Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara, atas kasus-kasus dugaan tindak
pidana korupsi sebagai produk keinvestigasian yang dihasilkan BPKP dan Pemberian
Keterangan Ahli di sidang pengadilan, selama ini telah membantu upaya pemerintah
dalam mengungkap dan menindak kejadian korupsi. Demikian juga dengan Laporan
Hasil Audit Investigatif Hambatan Kelancaran Pembangunan, Audit Eskalasi, dan
pengambilan keputusan guna menyelesaikan hambatan kelancaran pembangunan dan
keputusan yang menyangkut pengamanan dan pencegahan terhadap kebocoran
pembayaran yang menjadi beban keuangan negara.
BPKP sebagai salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang
mempunyai tugas melakukan pencegahan (preventif) terhadap terjadinya KKN secara
terus menerus mengembangkan Fraud Control Plan (FCP). FCP merupakan alat yang
diimplementasikan oleh BPKP dan setiap objek penugasan guna memperkuat sistem
pengendalian intern dalam mendeteksi dan mencegah kemungkinan terjadinya KKN
3
pada berbagai aktivitas organisasi. Upaya pencegahan KKN lainnya yaitu dilakukan
melalui penugasan Pengkajian Aspek Pencegahan Korupsi Atas Peraturan Perundang-
undangan yang berindikasi menjadi penyebab korupsi guna perbaikan atau
penyempurnaan aspek sistem pengendalian intern pada peaksanaan peraturan
perundang-undangan. Dalam rangka mendukung program pemerintah dalam
mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN penulis ingin ikut
berkontribusi melalui penyusunan laporan dengan judul “Tinjauan atas Prosedur
Pelaksanaan Audit Investigasi di BPKP Perwakilan Sumatera Barat.”
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan Program
Diploma III Keuangan Spesialisasi Akuntansi Pemerintahan Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara.
2. Meninjau prosedur pelaksanaan audit investigasi di BPKP Perwakilan
Sumatera Barat dibandingkan dengan pedoman yang berlaku
3. Mencoba memberikan sumbangan pemikiran yang mungkin berguna dalam
mengatasi masalah/kendala dalam penerapan siklus belanja khususnya belanja
modal secara wajar berdasarkan temuan yang diperoleh dalam studi lapangan
nanti
4. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis sebagai bekal untuk
terjun langsung di lapangan.
4
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam rangka memperoleh data yang relevan sebagai dasar penyusunan laporan,
penulis merencanakan pengumpulan data-data dengan metode sebagai berikut:
1. Metode Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan, membaca, dan
menelaah berbagai literatur, artikel, dan bahan – bahan kuliah yang mempunyai
relevansi dengan materi pembahasan, seperti: buku-buku, peraturan pemerintah
terkait siklus belanja, standar pemeriksaan keuagan negara terkini, catatan-catatan
selama kuliah, majalah, dan surat kabar.
2. Metode Penelitian Lapangan
Terdiri dari dua metode yaitu:
a. Metode wawancara, yaitu mewawancarai pihak- pihak yang
berkompeten megenai proses yang berjalan di lingkungan BPKP Sumatera Barat
terkait penerapan siklus belanja
b. Metode observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan dan penelitian
secara langsung di BPKP Sumatera Barat.
c. Metode Pengumpulan Data, yaitu menghimpun data/dokumen yang
diperlukan selama proses analisis dan evaluasi
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI, DATA, DAN FAKTA
5
Bab ini memberikan beberapa pengertian yang merupakan landasan
teoritis dari permasalahan yang akan dibahas, gambaran keadaan
yang ada, masalah, dan pembatasan masalah.
BAB III ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH
Dalam bab ini penulis akan mencoba melakukan analisis terhadap
data dan fakta yang ada dengan menerapkan teori dan pengetahuan
yang penulis miliki, dan menentukan alternatif pemecahan masalah
yang paling efektif menurut penulis.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi simpulan dari uraian-uraian pada bab sebelumnya dan
sumbang saran atau usul sebagai masukan terhadap permasalahan
yang dihadapi di lapangan.
6
10) Audit lainnya yang menurut pemerintah bersifat perlu dan urgen untuk segera
dilakukan
7
a. Konsultasi, asistensi dan evaluasi
Di bidang konsultasi, asistensi dan evaluasi, BPKP berperan sebagai konsultan
bagi para stakeholders menuju tata pemerintahan yang baik (good governance),
yang mencakup: Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD), Good Corporate Governance (GCG) pada
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.
b. Pemberantasan Korupsi
Di bidang perbantuan pemberantasan korupsi, BPKP membantu pemerintah
memerangi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, dengan membentuk gugus
tugas anti korupsi dengan keahlian audit forensik. Dalam rangka penegakan
hukum dan pemberantasan KKN, BPKP telah mengikat kerjasama dengan
Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI yang dituangkan dalam bentuk Surat
Keputusan Bersama. BPKP juga mengikat kerjasama dengan Komisi
Pemberntasan Korupsi. BPKP tergabung dalam Tim Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) bersama-sama dengan Kejaksaan dan Kepolisian
(yang telah selesai masa tugasnya)
c. Pendidikan Dan Pelatihan Pengawasan
Di bidang pendidikan dan pelatihan pengawasan, BPKP menjadi instansi
pembina untuk mengembangkan Jabatan Fungsional Auditor (JFA) di lingkungan
instansi pemerintah. Setiap auditor pemerintah harus memiliki sertifikat sebagai
Pejabat Fungsional Auditor. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan
(Pusdiklatwas) BPKP berperan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
sertifikasi kepada seluruh auditor pemerintah.
8
B. Tugas Pokok dan Fungsi
Selaku instansi vertikal, Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat berperan
melaksanakan tugas pokok dan fungsi BPKP di daerah yaitu bertugas
melaksanakan pengawasan dan pembangunan serta menyelenggarakan
akuntabilitas di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan rencana dan program kerja pengawasan.
b. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara
dan pengurusan barang milik/kekayaan negara.
c. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah
dan pengurusan barang milik/kekayaan pemerintah daerah atas permintaan daerah.
d. Pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas pemerintahan yang bersifat
strategis dan/atau lintas departemen/lembaga/wilayah.
e. Pemberian asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah pusat dan daerah.
f. Evaluasi atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pusat dan
daerah.
g. Pemeriksaan terhadap Badan Usaha Milik Negara, Pertamina, cabang usaha
Pertamina, kontraktor bagi hasil, kontrak kerja sama, badan-badan lain yang di
dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, pinjaman/bantuan luar negeri yang
diterima pemerintah pusat, dan Badan Usaha Milik Daerah atas permintaan daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9
h. Evaluasi terhadap pelaksanaan good corporate governance dan laporan
akuntabilitas kinerja pada Badan Usaha Milik Negara, Pertamina, cabang usaha
Pertamina, kontraktor bagi hasil, kontrak kerja sama, badan-badan lain yang di
dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan Badan Usaha Milik Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
i. Investigasi terhadap indikasi penyimpangan yang merugikan negara, Badan
Usaha Milik Negara, dan badan-badan lain yang di dalamnya terdapat
kepentingan pemerintah, pemeriksaan terhadap hambatan kelancaran
pembangunan, dan pemberian bantuan pemeriksaan pada instansi penyidik dan
instansi pemerintah lainnya.
j. Pelaksanaan analisis dan penyusunan laporan hasil pengawasan serta
pengendalian mutu hasil pengawasan.
k. Pelaksanaan administrasi Perwakilan BPKP.
Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat dipimpin oleh Kepala Perwakilan
yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:
1. Bagian Tata Usaha
1.1. Sub Bagian Program dan Pelaporan
1.2. Sub Bagian Kepegawaian
1.3. Sub Bagian Keuangan
1.4. Sub Bagian Umum
2. Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Pusat.
3. Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah
4. Bidang Akuntan Negara
10
5. Bidang Investigasi
6. Kelompok Jabatan Fungsional
C. Struktur Organisasi
Gambar 1.1 Struktur Organisasi di BPKP Perwakilan Sumatera Barat
Sumber : http://www.bpkp.go.id/sumbar/konten/633/Struktur-Organisasi.bpkp
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selalu memberikan
kontribusi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia dalam rangka mewujudkan
Good Governance dan Good Corporate Governance. Dalam usaha pemberantasan
korupsi, BPKP telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum. BPKP telah
11
melakukan audit investigatif, penghitungan kerugian keuangan negara, serta
pemberian keterangan ahli. Berikut adalah hasil audit investigatif, penghitungan
kerugian keuangan negara, serta pemberian keterangan ahli kepada instansi penyidik
maupun pengadilan.
1. Audit investigatif atas kasus berindikasi tindak pidana korupsi
Selama periode tahun 2005 sampai dengan 31 Januari 2011, BPKP telah
menyerahkan hasil audit investigatif yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK)
kepada instansi penyidik, yaitu Kejaksaan, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sebanyak 1.016 kasus, dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 2.1 Data Laporan Penyidik Atas Dugaan TPK
12
Sumber : http://www.bpkp.go.id/investigasi/konten/516/Sinergi-BPKP-Penyidik.bpkp
2. Pemberian Keterangan Ahli
Selama tahun 2005 sampai dengan 31 Januari 2011, BPKP telah melakukan
pemberian keterangan ahli kepada Kejaksaan, Kepolisian, KPK, maupun Pengadilan
sebanyak 4.132 kali, dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 2.2 Data Pemberian Keterangan Ahli Berdasarkan Laporan Penyidik
13
Data disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Sumber : http://www.bpkp.go.id/investigasi/konten/516/Sinergi-BPKP-Penyidik.bpkp
14
15
2. Dasar Penugasan
Dalam melakukan audit investigatif BPKP memiliki dasar penugasan dalam
menjalankan wewenangnya diantaranya :
a. Peraturan Pemerintah No.60 Th.2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah
b. Keputusan Presiden No.103 Th.2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non-Departemen sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan peraturan Presiden Nomor 64 Th.2005
c. Instruksi Presiden No. 5 Th.2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
d. Keputusan kepala BPKP Nomor: Kep-06.00.00-080/K/2001/ tentang Organisasi
dan Tata kerja BPKP sebagaimana telah diubah dengan keputusan Kepala BPKP
Nomor: Kep-713/K/SU/2002.
e. Keputusan Kepala BPKP Nomor: Kep-06.00.00-286/K/2001 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Perwakilan BPKP
f. Petunjuk pelaksanaan bersama jaksa agung RI dan kepala BPKP Nomor: Juklak-
001/J.A/2/1989 dan Nomor: Kep-145/K/1989 tanggal 25 Februari 1989 tentang
upaya memantapkan kerjasama kejaksaan dengan BPKP dalam penanganan kasus
yang berindikasi korupsi
g. Nota kesepahaman antara menteri negara BUMN dengan BPKP Nomor: MOU-
03/MBU/2006 dan Nomor: MOU-199/K/D5/2006 tanggal 14 Februari 2006
tentang kerjasama percepatan pemberantasan korupsi dan penetapan tata kelola
perusahaan yang baik di lingkungan BUMN
16
3. Ruang Lingkup Penugasan Bidang Investigasi
Penugasan bidang investigasi meliputi audit investigatif termasuk audit dalam
rangka menghitung kerugian keuangan negara, pemberian keterangan ahli, audit
investigatif hambatan kelancaran pembangunan, audit eskalasi harga dan audit klaim
serta penugasan bidang investigasi lainnya.
Penugasan bidang investigasi lainnya terdiri dari Fraud Control Plan (FCP),
dan Pengkajian Aspek Pencegahan Korupsi atas Peraturan Perundang-Undangan yang
berindikasi menjadi penyebab korupsi, serta penugasan lain dalam rangka pencegahan
KKN yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Investigasi.
4. Pelaksanaan Penugasan Bidang Investigasi
a. Penerimaan Penugasan
1) Pelaksanaan Penugasan Bidang Investigasi harus didasarkan pada alasan yang
cukup. Alasan dapat berupa :
a) Adanya indikasi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara
dari hasil audit reguler
b) Pengembangan informasi laporan/pengaduan masyarakat yang layak untuk
ditindaklanjuti
c) Permintaan instansi penyidik atau penetapan dari pengadilan
d) Permintaan dari pimpinan/atasan pimpinan objek penugasan
2) Penugasan biodang investigasi harus menjaga independensi dan objektivitas.
Penugasan bidang investigasi tidak dilaksanakan oleh Auditor BPKP yang
17
mempunyai konflik kepentingan atau hubungan istimewa dengan pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap masalah, kasus, dan/atau perkara, atau apabila
terdapat pembatasan yang menghambat penyelesaian penugasan yang tidak sesuai
dengan standar profesional, aturan dan ketentuan yang berlaku. Khusus untuk
penugasan Pemberian Keterangan Ahli, Pemberi Keterangan Ahli dilarang
memberikan pendapat atas pertanyaan-pertanyaan yang tidak berhubungan dengan
keahlian di bidang akuntansi dan audit.
3) Penugasan bidang investigasi dilaksanakan setelah dilakukan penelaahan atau
ekspose/pemaparan terlebih dahulu
4) Penelaahan dilakukan dalam hal penugasan berasal dari adanya indikasi
penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara dari hasil audit
reguler atau dari pengembangan informasi laporan/pengaduan masyarakat yang
layak untuk ditindaklanjuti
5) Ekspose/pemaparan dilakukan untuk penugasan audit investigatif guna memenuhi
permintaan instansi penyidik maupun permintaan objek penugasan lainnya. Dalam
hal ekspose/pemaparan tidak dapat dilaksanakan karena adanya kendala seperti
jarak yang jauh/terpencil sehingga memerlukan transportasi yang lama/mahal,
makakepada pimpinan instansi penyidik atau pimpinan objek penugasan diminta
untuk menyediakan informasi awal untuk dilakukan penelaahan. Hasil penelaahan
terhadap informasi awal dari instansi penyidik maupun objek penugasan diminta
untuk meyediakan informasi awal dari instansi penyidik maupun objek penugasan
apabila dianggap cukup merupakan pengganti dari ekspose/pemaparan, sehingga
penugasan dapat dilaksanakan tanpa dilakukan ekspose/pemaparan. Khusus
18
permintaan dari pimpinan instansi penyidik untuk penugasan audit dalam rangka
penghitungan kerugian keuangan negara harus dilakukan ekspose/pemaparan
terlebih dahulu.
6) Pada prinsipnya terhadap kasus yang elah dilakukan audit investigatif dan telah
diterbitkan LHAI, maka atas kasus tersebut tidak dapat dilakukan audit untuk
penghitungan kerugian keuangan negara. Namun demikian, untuk kepentingan
pelaksanaan tindak lanjut, informasi tersebut perlu dikomunikasikan kepada
pimpinan instansi penyidik bahwa:
a) Dalam hal hasil penyelidik/penyidikan tidak diperoleh tambahan data/bukti yang
mempengaruhi jumlah kerugian keuangan negara, maka jumlah kerugian
keuangan negara sebagaiman tercantum dalam LHAI adalah bersifat final.
Penugasan bidang investigasi selanjutnya yang dapat dilakukan adalah penugasan
pemberian keterangan ahli
b) Dalam hal hasil penyelidikan/penyidikan memperoleh tambahan data/bukti yamng
mempengaruhi jumlah kerugian keuangan negara sebagaiman yang tercantum
dalam LHAI, maka pimpinan unit kerja dapat menugaskan auditor BPKP untuk
melakukan penugasan audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan
negara yang didahului dengan permintaan dari pimpinan instansi penyidik
c) Dalam hal audit dalam rangka penghitungan kerugian penghitungan kerugian
keuangan negara tersebut pada angka 2) di atas dialksanakan, maka pada saat
menghitung kerugian keuangan negara seperti termuat dalam LHAI ditambah
dengan bukti-bukti yang diterima dari penyidik.
19
7) Dalam hal permintaan audit untuk penghitungan kerugian keuangan negara atas
penetapan pengadilan, peneriamaan penugaasan didasarkan pada hasil penelaahan
terhadap kecukupan bukti-bukti yang sudah diperoleh pada saat persidangan
perkara tersebut. Namun demikian, karena penetapan pengadilan mempunyai
kekuatan memaksa (harus dipenuhi) maka penelaahan tersebut lebih ditujukan
untuk menentukan langkah lebih lanjut yang harus dilakukan oleh Tim Audit.
8) Dalam setiap penelaahan atau ekspose/pemaparan harus diciptakan komunikasi
untuk memperoleh pemahaman yang sama terhadap masalah/kasus dan/atau
perkara yang dipaparkan.
9) Hasil penelaahan atau ekspose/pemaparan harus dituangkan dalam dokumen hasil
penelaahan atau risalah hasil ekspos/pemaparan dan ditandatangani oleh para
pejabat berwenang.
Selama ini masayarakat pada umumnya hanya mengetahui BPKP telah
melakukan audit terhadap objek pemeriksaan tertentu tanpa mengetahui jenis audit
yang dilakukan. Pengetahuan yang kurang tersebut dapat menimbulkan opini
masyarakat yang kurang tepat terhadap suatu permasalahan yang sedang ditangani,
antara lain temuan audit investigasi tidak disinggung dalam laporan audit sebelumnya
untuk periode yang sama sehingga temuan audit investigatif dianggap
membingungkan.
Seorang pemberi keterangan ahli harus mampu menjelaskan setiap jenis audit
yang dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari masing-masing jenis audit. Para
20
pihak yaitu terdakwa/pengacara, hakim maupun jaksa penuntut umum (JPU) dalam
sidang pengadilan TPK sering mempertanyakan kepada ahli dari BPKP tentang
perbedaan antar laporan hasil audit atas entitas yang bersangkutan untuk periode yang
sama, misalnya laporan general audit menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian
dan tidak mengungkapkan penyimpangan yang dinyatakan dalam LHAI atau LHPKN
atas objek perkara, yang dianggap sebagai suatu kontradiksi. Untuk dapat
menjelaskannya secara memuaskan sebagai seorang ahli, termasuk untuk pertanyaan-
pertanyaan lainnya mengenai laporan keuangan, auditor harus menguasai Asumsi
Dasar Laporan Keuangan Keuangan dan Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
sesuai Pemerintahan dan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). Asumsi Dasar dan Karakteristik Kualitatif tersebut tidak
selalu harus dinyatakan dalam menjawab pertanyaan demikian, namun auditor siap
menggunakan apabila diperlukan.
b. Tindak Pidana Korupsi
Pasal 2 ayat 1 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No.31 Tahun 1999
menyatakan :
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit
Rp.200.000.000 (dua ratus juta) dan paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu milyar).
21
Unsur-unsur TPK menurut pasal tersebut adalah :
1) Setiap orang
2) Secara melawan hukum
3) Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Kerugian keuangan negara adalah berkurangnya kekayaan negara atau
bertambahnya kewajiban negara tanpa diimbangi dengan prestasi yang setara, yang
disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan
wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau
kepedudukan, kelalaian seseorang dan atau disebabkan oleh keadaan di luar
kemampuan manusia (force majeure)
c. Pengakuan Kerugian Negara
Untuk membantu pertanyaan tersebut kita perlu memahami konsep pengakuan
menurut akuntansi, Standar Akuntansi Pemerintah. Pengakuan dalam akuntansi
adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau suatu
peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi
unsur aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja dan pembiayaan sebagaiman
akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan. Pengakuan
diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan keuangan yang
terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait.
22
Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau peristiwa
untuk diakui yaitu:
1) Terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan kejadian
atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke dalam entitas
pelaporan yang bersangkutan
2) Kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
atau dapat diestimasi dengan andal
Dalam praktik, kerugian keuangan negara diakui pada saat sebagai berikut:
1) Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah (dapat berupa uang/barang)
yang seharusnya tidak dikeluarkan.
2) Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah lebih besar dari yang
seharusnya menurutkriteria yang berlaku
3) Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima (termasuk
diantaranya penerimaan uang palsu, barang fiktif)
4) Penerimaan sumber/kekayaan negara/daerah lebih kecil/rendah dari yang
seharusnya diterima (termasuk penerimaan barang rusak, kualitas tidak sesuai)
5) Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang lebih besar dari yang seharusnya
6) Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang seharusnya dimiliki/diterima
menurut aturan yang berlaku.
7) Hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima.
23
d. Standar Yang Digunakan Dalam Melakukan Audit Investigasi
Standar yang digunakan adalah Standar Audit Aparat Pengawas Fungsional
Pemerintah (SA-APFP) yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No: KEP-378/K Tahun 1996 tanggal 30
Mei 1996
Standar ini terdiri dari :
1) Standar Umum, yaitu standar tentang keahlian, independensi, penggunaan
kemakhiran profesional, dan penjagaan kerahasiaan informasi
2) Standar Koordinasi dan Kendali Mutu, yaitu standar tentang perencanaan,
pengawasan, koordinasi pengawasan antar APFP dan kendali mutu
3) Standar Pelaksanaan yaitu tentang kualitas pelaksanaan audit
4) Standar Pelaporan, yaitu standar tentang pokok-pokok isi laporan audit dan
distribusinya
5) Standar Tindak Lanjut, yaitu standar tentang tanggungjawab pelaksanaan tindak
lanjut atas rekomendasi audit, pemenatauan dan pelaporannya, serta kewajiban
APFP untuk membantu aparat hukum dalam menindaklanjuti temuan yang
berindikasi melawan hukum.
e. Pemaparan (Ekspose)
Pemaparan dapat dilakukan sebelum penugasan dan dalam penugasan, internal
(dalam lingkup BPKP saja) dan eksternal (melibatkan pihak luar). Pemaparan internal
sebelum dan dalam penugasan hanya dilakukan untuk audit investigatif yang
24
berdasarkan permintaan pihak tertentu, dimana pihak peminta diperlukan
memaparkan indikasi awal kepada pihak BPKP untuk memperjelas antara lain latar
belakang, tujuan dan uang lingkup audit.
Perhitungan kerugian keuangan negara dilakukan atas permintaan pihak
penyidik, maka penyidik harus melakukan pemaparan kepada BPKP sebelum
melaksanakan penugasan. Manfaat pemaparan penyidik sebelum penugasan
perhitungan kerugian keuangan negara amat penting untuk :
1) Memperoleh pemahaman bagi auditor tentang aspek penyimpangan (unsur
melawan hukum bagi penyidik)
2) Memperoleh gambaran proses kejadian penyimpangan
3) Meyakinkan ada tidaknya kerugian keuangan negara
4) Mengidentifikasi bukti-bukti yang perlu dikumpulkan oleh penyidik sebagai
bahan perhitungan kerugian keuangan negara
Berdasarkan hasil pemaparan tersebut maka dapat diperoleh :
1) Simpulan tentang dapat tidaknya dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara
2) Perkiraan waktu mulai dan lamanya penugasan perhitungan kerugian keuangan
negara
f. Keahlian Auditor BPKP
Bidang keahlian auditor BPKP dalam audit investigatif termasuk dalam
perhitungan kerugian keuangan negara dan dalam pemberian keterangan ahli adalah
Akuntansi dan Auditing, maka apabila seorang auditor BPKP ditugaskan memberi
25
audit investigatif, PKN, ataupun memberi keterangan ahli untuk suatu proses
penanganan kerugian keuangan negara, ia bekerja dengan menggunakan keahlian
Akuntansi dan Auditing.
Auditor BPKP tidak mempunyai kompetensi bidang hukum terhadap segala
peraturan perundang-undangan yang berhubungan atau relevan terhadap organisasi
atau kegiatan yang diaudit, mengingat keahliannya terbatas pada Auditing dan
Akuntasi, Dalam suatu audit harus jelas kriteria yang dibandingkan dengan fakta.
Sebagian besar kriteria yang digunakan dalam audit yang berhubungan dengan
keuangan negara adalah peraturan perundang-undangan. Dalam penggunaan peraturan
perundang-undangan sebgai kriteria dalam audit, auditor menggunakan pandangan
audting. Slah satu unsur SPM adalah kebijakan. Segala peraturan perundang-
undangan yang berlaku bagi auditor dapat merujuk dan menolak sesuai peraturan atau
menghubungkan antar peraturan sebagai kriteria berdasarkan pendapat profesionalnya
sebagai bagian dari Auditing.
Keterangan ahli yang dapat diberikan oleh auditor BPKP dalam penyidikan
maupun dalam sidang pengadilan adalah pendapat normati berdasarkan keahlian
Akuntansi dan keahlian Auditing, termasuk teori-teorinya. Pertanyaan yang diajukan
kepadanya berdasarkan fakta hasil penyidikan atau fakta yang timbul dalam
persidangan dijawab dengan pandangan normatif Akuntansi dan Auditing.
Apabila pemberi keterangan ahli adalah auditor yang melakukan audit untuk
kasus yang brsangkutan ia harus tetap berbicara dengan pandangan normatif yang
26
digunakannya dalam melakukan audit tersebut maupun terhadap fakta yang
mengemuka pada saat pemberian keterangan ahli.
B. PEMBAHASAN
1. Analisis Standar Pelaksanaan Audit atas Perhitungan Kerugian Keuangan
Negara
Dari data yang penulis himpun dalam Prosedur Pelaksanaan Bidang Investigasi
terdapat ketentuan dan prosedur yang berlaku dalam melaksanakan Audit atas
Perhitungan Kerugian Keuangan Negara, yaitu sebagai berikut :
a. Penugasan harus didahului dengan ekspose oleh pejabat instansi Penyidik. Dalam
hal ekspose tidak dapat dilaksanakan karena adanya kendala seperti jarak yang
jauh sehingga memerlukan transportasi yang lama atau mahal, maka kepada
Instansi Penyidik diminta untuk menyampaikan informasi awal dan daftar bukti-
bukti yang dikumpulan guna ditelaah dan ditentukan kelayakan dan
kelengkapannya sebelum penugasan audit dalam rangka penghitungan kerugian
keuangan negara dilaksanakan.
b. Permintaan audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dapat
diberikan apabila simpulan hasil ekspose atau hasil penelaahan memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1) Penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara telah cukup jelas
2) Pihak-pihak yang diduga terkait dan bertanggungjawab atas penyimpangan telah
cukup jelas
27
3) Bukti-bukti yang diperlukan untuk menghitung kerugian keuangan negara sudah
diperoleh secara lengkap
4) Badan Pemeriksa Keuangan atau Inspektorat Jenderal Departemen/ Inspektorat
LPND belum melakukan audit investigatif atas perkara yang sama
5) Instansi Penyidik lainnya belum melakukan penyelidikan/ penyidikan atau
pemeriksaan atas perkara yang sama
c. Dalam hal berdasarkan hasil ekspose ternyata kasus bersifat tidak material
berdasarkan pertimbangan Pimpinan Unit Kerja, maka audit dalam rangka
penghitungan kerugian keuangan negara tidak dapat dipenuhi tetapi PUK dapat
memberikan bantuan pemberian keterangan ahli, baik untuk kepentingan
penyidikan maupun persidangan kasus tersebut
d. Surat Tugas audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara
disampaikan oleh PUK dengan surat pengantar yang ditujukan kepada Pimpinan
Instansi Penyidik atau Pejabat yang melakukan penetapan pengadilan, dengan
tembusan kepada Deputi Bidang Investigasi. Dalam kondisi tertentu seperti
adanya benturan perauran yang membatasi wewenang Auditor BPKP, PUK dapat
meminta PIK atau pejabat yang melakukan penetapan pengadilan untuk
menerbitkan Surat Tugas dengan mncatumkan nama-nama Auditor BPKP yang
ditugaskan, dengan tembusan kepada Deputi Bidang Investigasi.
e. Dalam hal kriteria pada angka 2 butir a), b), c) tidak terpenuhi tetapi kriteria
butir d) dan e) terpenuhi, maka disarankan terlebih dahulu dilakukan
pengumpulan bukti-bukti yang diminta oleh Auditor BPKP guna melaksanakan
audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara
28
f. Dalam hal kriteria pada angka 2 hanya butir a), b), c) yang terpenuhi, tapi butir d)
tidak terpenuhi, maka permintaan audit dalam rangka penghitungan kerugian
keuangan negara tidak dapat dipenuhi (ditolak) dan disarankan agar pelaksanaan
audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dilakukan oleh
instansi yang berwenang
g. Dalam hal kriteria pada angka 2 butir e) yang tidak terpenuhi, maka pimpinan
PUK menyarankan kepada PIK atau pejabat yang melakukan penetapan
pengadilan untuk terlebih dahulu berkoordinasi dengan PIK atau pejabat yang
melakukan penetapan pengadilan berwenang lainnya yang juga melakukan
penyelidikan/ penyidikan atau pemeriksaan perkara yang sama.
h. Penyampaian hasil ekspose dan saran atau penolakan untuk melakukan Audit
dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara sebagaiman disebutkan
dalam angka 4 dan 5 dituangkan dalam Risalah Hasil Ekspose dan secara formal
dikirim melalui surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh PUK ditujukan
kepada Instansi Penyidik atau pejabat yang melakukan penetapan pengadilan
dengan tembusan kepada Deputi Bidang Investigasi
i. Auditor BPKP melakukan permintaan dan pengumpulan bukti-bukti melalui
penyidik dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Permintaan data/bukti agar dilakukan melalui surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh PUK atau pejabat lain yang berwenang dan ditujukan kepada
PIK atau penyidik terkait
2) Materi permintaan data/bukti dalam surat permintaan tertulis di atas agar
menyebutkan jenis, nama, dan jumlah data/bukti yang diperlukan, batas waktu
29
penyampaian data/bukti, serta dampak terhadap tugas perbantuan apabila
data/bukti tersebut tidak dapat dipenuhi oleh instansi penyidik
3) Apabila permintaan data/bukti belum dipenuhi oleh Instansi Penyidik, surat
permintaan tertulis data/bukti agar disampaikan secara berturut-turut sampai
dengan 3 (tiga) kali dan diberikan batas waktu
4) Apabila permintaan data/bukti sampai dengan 3 (tiga) kali dalam batas waktu
yang ditentukan tidak atau belum dipenuhi oleh Instansi Penyidik yang
bersangkutan, PUK agar melaporkan secara tertulis permasalahan permintaan
data/bukti tersebut kepada Deputi Bidang Investigasi untuk dikoordinasikan
dengan Pimpinan Instansi Penyidik di tingkat pusat
5) Terhadap data/bukti yang diterima oleh instansi penyidik dibuat Daftar
Penerimaan Bukti dengan menyebutkan jenis, nama, dan jumlah data/bukti
6) Dalam hal data/bukti yang diterima berupa salinan atau copy, maka data/bukti
tersebut harus dilegalisasi sesuai aslinya. Auditor BPKP harus meyakinkan diri
bahwa data/bukti asli tersebut telah disimpan secara aman oleh pihak yang
berwenang
7) Salinan atau copy data/bukti harus dilegalisasi oleh pihak yang berwenang
menyimpan data/bukti. Dalam hal data/bukti yang menjadi berkas penyidik, maka
legalisasi data/bukti dimintakan kepada penyidik
j. Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh oleh Instansi Penyidik, Auditor BPKP
melakukan prosedur dan teknik pengujian yang diperlukan sesuai keadaannya.
Bukti-bukti yang diperoleh direkonstruksi sehingga menjadi rangkaian fakta dan
proses kejadian yang menunjukkan adanya penyimpangan yang mengakibatkan
30
kerugian keuangan negara. Apabila terdapat bukti yang kurang, Auditor BPKP
wajib meminta secara tertulis kepada penyidik untuk mencari bukti-bukti yang
diperlukan
k. Dalam hal auditor BPKP yang melakukan penugasan audit dalam rangka
penghitungan kerugian keuangan negara bersifat kasuistik dan spesifik sehingga
harus dikembangkan oleh auditor BPKP dalam lingkup profesi akunting dan
auditing tersebut harus dapat diterima secara umum
l. Metode penghitungan kerugian keuangan negara bersifat kasuistik dan spesifik
sehingga harus dikembangkan oleh Auditor BPKP berdasarkan proses bisnis dan
jenis penyimpangan yang terjadi. Metode penghitungan kerugian keuangan negara
yang dikembangkan oleh Auditor BPKP dalam lingkup profesi akunting dan
auditing tersebut haru diterima secara umum
m. Nilai kerugian keuangan negara yang dinyatakan pada Laporan Hasil Audit Dalam
Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) merupakan
pendapat Auditor BPKP yang didasarkan pada bukti-bukti yang cukup, kompeten,
dan relevan dengan pengungkapan penyimpangan yang terjadi
n. Pengendalian penugasan permintaan audit dalam rangka penghitungan kerugian
keuangan negara dilakukan melalui reviw berjenjang, review meeting dan
pembahasan/ekspose internal guna menjamin mutu, mempercepat proses dan
mencari jalan keluar atas permasalahan-permasalahan yang timbul selama
penugasan. Hasil review meeting atau pembahasan/ekspose didokumentasikan
dalam Risalah Review Meeting atau Risalah Hasil Ekspose
31
o. Untuk memeperoleh keyakinan bahwa semua bukti-bukti yang diperoleh dari
audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara telah cukup memadai
dari segi akuntansi dan auditing serta keterkaitannya dengan aspek hukum, maka
hasil audit tersebut harus dibahas/ ekspose dengan Instansi Penyidik sehingga:
1) Dalam hal hasil ekspose menyimpulkan bahwa hasil audit dalam rangka
penghitungan kerugian keuangan negara telah memadai dan bukti-bukti telah
memenuhi aspek akuntansi dan aspek hukum, maka LHPKKN dapat diterbitkan
2) Dalam hal hasil ekspose menyimpulkan bahwa hasil audit dalam rangka
penghitungan kerugian keuangan negara masih memerlukan tambahan bukti-
bukti, maka Tim Audit segera membuat daftar bukti yang diperlukan dan harus
dipenuhi oleh Penyidik. Bila diperlukan, tim audit dapat mendampingi Penyidik
dalam rangka memperoleh bukti-bukti
3) Hasil ekspose harus harus dituangkan dalam Risalah Hasil Ekspose dan
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari BPKP dan Instansi penyidik.
2. Analisis Praktik di Lapangan
Sedangkan dari pengamatan penulis di BPKP Perwakilan Sumatera Barat
terkait Audit atas Perhitungan Kerugian Keuangan Negara maka dapat penulis
gambarkan prosedur yang berlangsung adalah sebagai berikut :
a. Diterima Surat Permintaan dari penyidik dalam hal ini bisa Jaksa atau kepolisian
untuk dilakukan pemeriksaan atas dugaan tindakan pidana korupsi (TPK) yang
menyebabkan kerugian Negara
32
b. Setelah itu diadakan ekspose eksternal oleh tim audit yang telah ditunjuk bersama
dengan penyidik untuk dilakukan pemaparan kasus, serah terima bukti dan
dokumen, tanya jawab, serta permintaan data-data terkait yang diperlukan dalam
pemeriksaan nanti. Kemudian dari tahap ini diterbitkanlah risalah ekspose yang
berisi kesimpulan dari tim audit mengenai keyakinan akan terdapatnya indikasi
TPK.
Unsur-unsur dari TPK itu sendiri adalah :
Setiap orang
Secara melawan hukum
Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
c. Setelah data terpenuhi maka diterbitkanlah Surat Tugas yang ditujukan ke
penyidik untuk dilaksanakannya proses pemeriksaan.
Dalam surat tugas ini juga dilampirkan dokumen sebagai berikut :
1) Nama auditor beserta perannya yang tergabung kedalam tim
2) Pengendalian surat tugas yang berisi objek pemeriksaan
3) Anggaran waktu yang diperlukan dalam melakukan audit, dan
4) Audit program yang berisi prosedur pelaksanaan yang disesuaikan dengan
karakteristik kasus
d. Audit mulai dilaksanakan dengan menggunakan prosedur audit yang sudah
dirancang sebelumnya, pada tahap ini akan diadakan pula ekspose intern antar
33
sesama anggota tim guna memberikan gambaran atas kasus dan meminta saran
untuk pertimbangan penyelesaian laporan. Unsur-unsur yang harus dicapai dari
tahap ini adalah :
1) Ekspose Intern
2) Kesimpulan hasil audit
3) Konsep Laporan
e. Melakukan ekspose ekstern (pembicaraan hasil audit) oleh tim audit kepada
penyidik
f. Membuat daftar pengujian akhir (check-list) untuk memastikan proses audit telah
dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana tertuang di Pedoman Penugasan
Bidang Investigasi (PPBI). Pihak yang melakukan pengujian ini antara lain :
1) Ketua Tim Pemeriksaan
2) Pengawas Pemeriksaan
3) Penanggung Jawab Pemeriksaaan
g. Menerbitkan Laporan Hasil Audit (LHA) yang disusun oleh Ketua Tim dan di
review oleh :
1) Pengendali Teknis
2) Kepala Bidang
3) Kepala Perwakilan
Setelah laporan di review maka diterbitkanlah Laporan Hasil Audit Perhitungan
Kerugian Keuangan Negara (LHA-PKKN)
34
h. Laporan diterima oleh tim penyidik untuk selanjutnya digunakan sebagai data
pendukung proses penyidikan dalam hal ini penyidik memiliki kebebasan untuk
memutuskan apakah LHA yang diterima dari tim audit BPKP diterima atau tidak.
Jika tidak maka proses akan selesai di poin ini namun jika maka diterima maka
akan dilanjutkan ke poin 9
i. Jika LHA diterima maka pihak penyidik dalam hal ini Pengadilan akan
mengeluarkan Panggilan Sidang kepada tim audit kasus terkait sebagai Pemberi
Keterangan Ahli. Dalam hal ini akan diwakilkan oleh Ketua Tim
j. Hari Persidangan, ketua tim didampingi oleh anggota tim sebagai notulen akan
memenuhi permintaan pengadilan untuk memberikan keterangan terkait objek
pemeriksaan atas kasus di persidangan. Pada tahap ini pula nantinya akan
diterbitkan Laporan Pemberi Keterangan Ahli
k. Dilaksanakan Monitoring Tindak Lanjut sebagai tanggung jawab tim untuk
memantau perkembangan objek pemeriksaan apakah sudah melaksanakan
rekomendasi yang diberikan
l. 1. Dalam hal pelaksanaan sistem akuntabilitas dalamipasinrpadu, hal I bisa terlihat
dari cara peamaan suatu asetyang disebabkan terhadap suatu analisis maaalah
yang pelik, tapi hal ini tidak termasuk dalam penilaian Resiko Audit Investigasi.
Oleh karena itu kita harus sebagaimana mungkin untuk menghindaritu rangkaian
masalah.dari hal yiinvestrjadi dalam suatu pelaporan audit investigasi, dan ini
menunjukkan suatu kejadian yang kongkrit dalam pelaporan suatu
Audit.membelenggu
35
m. Meninjau dari dalam suatu keabsahan dan keteraturan. Para akuntan publik harus
menunjukkan kevaliditasan suatu pekerjaan
n. Dalam hal suatu pekerjaan yang meliputi suatu proses audit keuangan dihadapkan
kepada celah yang membelenggu dalam hal penyelarasaan suatu laporan keuangan
dan juga bisa menetapkan keadaan dalam audit yang berbasis terhadap cash flow.
Dalam hal ini saya sebagai auditor merekomendasikan terhadap suatu
perusahaan/instansi untuk dapat segera membenahi suatu kejanggalan yang
terhjadi dalam suatu laporan keuangan. Sehingga bisa dilaksanakan audit
terperinci. Dan menunjukkan akuntabilitas yang sesuai dengan standar audit yang
berlaku umum.
o. Suatu audit dapat mjengaibatkan bukanlah memnta
36
5. Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu anggota tim audit, penulis
menemukan terdapat kekurangan terkait prooses monitoring tindak lanjut dimana
tim audit melakukan peninjauan hanya berbekal Surat Tugas Monitoring Tindak
Lanjut tanpa disertai dokumen pengujian terinci
B. Saran
Beberapa hal yang dapat penulis sarankan dari uraian diatas antara lain :
37
1. Sebaiknya masing-masing pegawai di bidang investigasi diberikan pegangan
berupa modul pedoman pelaksanaan Audit atas Perhitungan Kerugian Keuangan
Negara demi menjaga kredibilitas para pegawai di bidang investigasi
2. Pedoman Pelaksanaan Bidang Investigasi (PPBI) sebaiknya dibuat lebih lengkap,
hal ini terlihat dari beberapa poin yang tidak dijelaskan di dalam Pedoman
Pelaksanaan Bidang Investigasi seperti metode/cara perhitungan kerugian
keuangan negara itu sendiri
3. Dalam hal Monitoring Tindak Lanjut sebaiknya dibuatkan daftar pengujian tindak
lanjut (cheklist) untuk mengukur sejauh mana rekomendasi dijalankan oleh pihak
yang di audit. Dan dalam pengerjaan suatu maa
38
DATAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah No.71 Th.2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta : Sekretaris Negara 2010
Peraturan Badan Pemeriksa kuangan Republik Indonesia No.1 Th.2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta : Tim BPK, 2007
Bastian, Indra. Audit Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat, 2007
Pedoman Pelaksanaan Bidang Investigasi. Jakarta :BPKP, 2011
Modul Perencanaan Bidang Investigasi. Padang :BPKP, 2011
http://www.bpkp.go.id