irigasi teknis
TRANSCRIPT
TUGAS
MK SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN II
“Sistem Pertanian Berkelanjutan Pada Agroekosistem Sawah Irigasi Teknis”
AGROTEKNOLOGI C
KELOMPOK 1
Bobby Clinton Siregar 150510100096
Azka Milla Tina 150510100109
M. Ardiansyah 150510100121
Feri Mega Nurrizqi 150510100127
Shanly Margaretha H 150510100050
Melissa Aritonang 150510
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah ini.
Makalah ini berisikan mengenai sistem pertanian berkelanjutan pada agroekosistem sawah
irigasi teknis. Makalah ini kami sajikan untuk melengkapi nilai mata kuliah Sistem Pertanian
Berkelnjutan II.
Akhir kata, kami megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pengerjaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini. kami juga meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah kami.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.
Jatinangor, September 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk
mengelola lingkungan hidupnya. Pertanian merupakan sektor terbesar dalam hampir setiap
ekonomi negara berkembang. Peranan sektor pertanian adalah sebagai sumber penghasil
bahan kebutuhan pokok, sandang dan papan, menyediakan lapangan kerja bagi sebagian
besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang tinggi,
memberikan devisa bagi negara dan mempunyai efek pengganda ekonomi yang tinggi dengan
rendahnya ketergantungan terhadap impor (multiplier effect), yaitu keterkaitan input-output
antar industri, konsumsi dan investasi.
Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha
pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau
meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Sistem pertanian
berkelanjutan sangat diperlukan agar pertanian masih bisa menghidupi manusia di masa
depan. Pertanian berkelanjutan memiliki konsep dasar yaitu mempertahankan ekosistem
alami lahan pertanian yang sehat, bebas dari bahan-bahan kimia yang meracuni lingkungan.
Pertanian berkelanjutan direpresentasikan dengan sistem pertanian yang melaksanakan
pengurangan input bahan-bahan kimia, mengendalikan erosi tanah dan gulma, serta
memelihara kesuburan tanah.
Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya dengan
maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya
kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga, 1992
dalam anonim1). Keadaan yang masih dijalani oleh umumnya petani kita adalah sebagian
besar masih untuk memenuhi kebutuhan keluarga (pola subsistem) dan belum berorientasi
pasar (market oriented) seperti halnya usaha tani di negara-negara maju (Danil, 2001 dalam
anonim2). Pada umumnya usaha tani petani yang ada di Indonesia adalah berlahan sempit,
modal relatif kecil, tingkat pengetahuan yang rendah dan kurang dinamis sehingga
mengakibatkan tingkat pendapatan usaha tani yang rendah (Soekartawi, 1989 dalam
anonim2).
Lahan sawah irigasi teknis adalah lahan sawah yang mempunyai jaringan irigasi
dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air
ke dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Biasanya
lahan sawah irigasi teknis mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari saluran primer dan
sekunder serta bangunannya dibangun dan dipelihara oleh PU. Ciri-ciri irigasi teknis: Air
dapat diatur dan diukur sampai dengan saluran tersier serta bangunan permanennya
(gis.deptan.co.id).
BAB II
PEMBAHASAN
Sawah adalah lahan usahatani yang secara fisik permukaan tanahnya rata, dibatasi
oleh pematang, dapat ditanami padi dan palawija / tanaman pangan lainnya (anonim3, 2012).
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa dan irigasi tambak. Sedangkan teknis dalam kamus bahasa indonesia
mempunyai arti bersifat atau mengenai(menurut) teknik. Jadi, Sawah Irigasi Teknis adalah
Sawah yang memperoleh pengairan dimana
saluran pemberi terpisah dari saluran
pembuang agar penyediaan dan pembagian
irigasi dapat sepenuhnya diatur dan diukur
dengan mudah. Jaringan seperti ini biasanya
terdiri dari saluran induk, sekunder dan
tersier. Saluran induk, sekunder serta
bangunannya dibangun, dikuasai dan
dipelihara oleh Pemerintah (anonim3, 2012).
Sawah irigasi teknis adalah sawah yang pengairannya sejak dari sumber air sampai
petak sawah terdapat jaringan irigasi dari bangunan permanen. Sehingga kehilangan air
karena rembesan atau penguapan dapat diminimalkan. Sawah irigasi merupakan lahan
potensial untuk usaha tani. Sumber air sawah irigasi teknik berasal dari waduk, dam, atau
danau. Ketersediaan air sepanjang tahun memungkinkan penanaman dapat dilakukan
sepanjang tahun dengan berbagai variasi komoditas. Sawah irigasi sebagian besar dapat
ditanami padi dua kali atau lebih dalam setahun, tetapi ada yang hanya dapat ditanami padi
sekali dalam setahun bila ketersediaan air tidak mencukupi.
Ciri – ciri sawah irigasi teknis:
Potensi air > 5 bulan
Ketersediaan air tidak tergantung curah hujan
Elevasi < 700 mdpl
Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara
jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke
Gambar 1. Sawah Irigasi Teknis
sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke saluran
pembuang alamiah yang kemudian akan diteruskan ke laut. Jaringan saluran tersier dan
kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung di dalam suatu jaringan saluran
pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang primer.
Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas adalah cara pembagian air
yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya persediaan air serta
kebutuhan kebutuhan pertanian. Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya
pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien.
Gambar 2. Jaringan Irigasi Teknis
Lahan irigasi teknis memiliki produktivitas yang cukup baik, yaitu berkisar dari sedang
sampai tinggi. Hal ini disebabkan karena tersedianya cukup air sehingga mendukung dalam
produksi pertanaman. Stabilitas pada lahan irigasi teknis juga berkisar antara sedang sampai
tinggi karena didukung oleh hasil produksi yang merata. Keberlanjutan dan Kemerataan juga
berkisar sedang sampai tinggi pada sawah irigasi teknis karena dampak negatif yang
dihasilkan dari sistem sawah irigasi teknis dapat diminimalisir dengan berbagai cara sehingga
dapat mendukung suatu keberlanjutan ekosistem sawah yang seimbang.
Kendala Pada Lahan Irigasi Teknis:
Terbentuknya tapak bajak (water logging, reductive)
Ketidakseimbangan hara
Serangan OPT
Endapan pada saluran Induk
Solusi:
Perbaikan struktur tanah
Perbaikan pada saluran Induk
Penggunaan pertanian terpadu
Mekanisasi pada lahan sawah
Mekanisasi pertanian yaitu mencakup pengertian pengkajian, penciptaan dan
penggunaan alat dan mesin pertanian yang digerakan oleh tenaga manusia, ternak, mekanis,
dan alam, untuk melakukan semua kegiatan yang berhubungan dengan budidaya, panen dan
penanganan lepas panen. Tujuan penerapan mekanisasu pertanian adalahuntuk meningkatkan
produktivitas dan pendapatan petani dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi usahatani.
Salah satu penggunaan mekanisasi pertanian adalah penggunaan traktor di lahan
sawah. Penggunaan traktor dalam membantu mengolah tanah pada lahan sawah memiliki
dampak positif dan negatif, diantaranya :
Positif :
Dari segi waktu, penggunaan traktor dapat membuat pekerjaan menjadi cepat. Apabila
biasanya petani perlu menghabiskan waktu lebih lama untuk membajak tiga hektar lahan
sawah, kini dengan traktor pekerjaan tersebut dapat menjadi lebih cepat. Selain itu
pengguanaan traktor dapat membantu pengolahan lahan menjadi lebih efektif dan efisien.
Negatif :
Traktor memiliki beberapa dampak negatif, diantaranya biaya yang dibutuhkan untuk
membeli alat traktor ini cukup tinggi sehingga tidak terjangkau oleh petani kecil, traktor
dapat membuat tanah menjadi padat, hal tersebut disebabkan oleh massa traktor yang berat,
kondisi ini dapat menyebabkan berkurangnya porositas anah sehingga akar tanaman akan
kesulitan bernapas dan benih akan kesulitan keluar dari tanah. Dampak negatif lainnya yaitu,
dampak negatif terhadap sosial masyarakat, karena penggunaan traktor dapat menyebabkan
berkurangnya tenaga kerja manusia dan hewan, hal ini menyebabkan berkurangnya
pendapatan masyarakat.
Praktek pengetahuan lokal & ciri-ciri pertanian lokal
Interaksi antara sistem sosial dengan ekosistem membentuk ekologi manusia (Rambo
et al., 1984 dalam Fagi et al ., 2007). Manusia secara berkelompok menyesuaikan diri dengan
ekosistem dan memodifikasinya secara berkelompok atau secara individual, bergantung pada
intelektualitas dan kreativitasnya sehingga terbentuk kearifan lokal dan teknologi lokal.
Berbagai contoh kearifan lokal dan teknologi lokal:
Di Bali pengolahan SDA dipandu oleh falsafah hidup Tri Hita Karana yaitu:
pengolahan air irigasi dan padi sawah ditangani oleh lembaga subak, yang kedisiplinan
anggotanya dijaga dengan peraturan atau awig-awig.
Di Sulawesi Selatan dan Jawa pengolahan pertanian dipandu oleh kertamasa atau
pranata mangsa untuk menentukan jadwal dan pola tanam.
Di Sumatera Barat pengolahan SDA terjaga karena dikawal oleh hak ulayat yaitu
aturannya tersirat dalam petatah petitih. Tanah ulayat melingkari bagian tengah dari suatu
DAS. Tanah ulayat tidak begitu saja bisa diolah sehingga DAS tengah dan hulu terhindar dari
pengrusakan hutan.
Di Nusa Tenggara terdapat Upacara Nyale yaitu kegiatan memanen cacing laut
beramai-ramai.
Contoh Teknologi Lokal :
Tandur jajar legowo yaitu mencabut satu baris tanaman padi selang 3,4,5 dan 6 baris
dan tanaman yang dicabut ditanam dikanan kiri lajur kosong sehingga populasi tetap.
Minapadi yaitu budidaya padi beririgasi dengan budidaya ikan pada lahan.
Gursat yaitu teknik irigasi di Subang dengan menerapkan penggenangan dan
pengeringan secara bergilir atau intermittern irrigation.
Modernisasi teknologi berbasis ekologi pada sawah irigasi teknis
Pengembangan rancang bangun mikro di Kabupaten Gunung Kidul
Tim Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada dengan dukungan
HitachiFoundation Jepang, pada tahun 1992 telah mengenalkan berbagai rancangbangun
irigasi mikro tetes dan curah di Dusun Bandung, kabupaten Gunung Kidul.
Pengenalandidasarkan pada asumsi bahwa masyarakat dapat memakai sistem
rancangbangun irigasi mikro yang dirancang dengan memakai bahan yang mudah
diperoleh di sekitar,murah, efisien dan efektif. Pengenalan dilakukan delama dua tahun.
Pemanfaatan teknologi terhenti setelah dua tahun dengan alasan bahwa masyarakat masih
canggung dengan sistem rancang bangun, tidak adanya dukungan institusi karena
pengenalan teknologi tidak diikuti dengan pemberdayaan masyarakat sebagai pemakai
teknologi baru (Susanto et al, 1993).
Modernisasi juga dapat dilakukan pada sistem pengelolaan irigasi, yaitu:
(a) Pekalen Regeling: sistem pengelolaan yang didasarkan pada pola tanam (cultuur plan)
yang ditetapkan sebelumnya. Pengelolaan air irigasi diperlukan untuk mendukung
terlaksananya pola tanam yang dikehendaki, suatu prinsip klasik tentang azas
kegunaan,
(b) Pategoean Regeling: mengadopsi prinsip pengelolaan air pada daerah irigasi yang
dibangun masyarakat sendiri yaitu alokasi air berdasarkan kesamaan kesempatan,
sedangkan pola tanam diserahkan sendiri pada masyarakat. Pada masa penjajahan
untuk kepentingan kolonial maka dipilih yang pertama dengan turunannya sistem
Golongan, sistem Pasten dll.
Strategi keberlajutan peningkatan produksi pangan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan strategi pencapaian produksi
tanaman pangan melalui empat strategi atau disebut dengan Catur Strategi Pencapaian
Produksi Tanaman Pangan yaitu:
1. Peningkatan produktivitas
2. Perluasan areal dan optimasi lahan
3. Penurunan konsumsi beras dan pengembangan diversifikasi pangan
4. Peningkatan manajemen.
Gambar 3. Catur Strategi Pencapaian Produksi Tanaman Pangan
Strategi dalam peningkatan produksi pangan pada sawah irigasi teknis dapat
dilakukan dengan pemakaian sistem budidaya secara penanaman ganda/ multiple cropping.
Selain strategi dalam hal budidaya, strategi juga harus dilakukan dalam hal pengelolaan
daerah aliran sungai, perawatan infrastruktur dan pengelolaan penggunaan air irigasi agar
irigasi teknis ini tetap dapat digunakkan dalam jangka waktu yang lama.
Sistem penanaman ganda merupakan sistem bercocok tanam dengan menanam lebih
dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau digilir. Sistem ini dapat
menunjang strategi pemerintah dalam rangka pelaksanaan program diversifikasi pertanian
yang diarahkan untuk dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dengan
tetap memperhatikan kelestariannya.
Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani kita dengan lahan sempit di
daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input luar yang rendah
sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Selain itu keuntungan
lain dari sistem ini :
(a) Mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-olah,
(b) Memperbaiki tata air pada tanah-tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan
(infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan tanaman
akan lebih tersedia,
(c) Menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah,
(d) Mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat pula,
(e) Mampu menghemat tenaga kerja,
(f) Menghindari terjadinya pengangguran musiman karena tanah bisa ditanami secara
terus menerus,
(g) Pengolahan tanah tidak perlu dilakukan berulang kali,
(h) Mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan
(i) Memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik.
Agar diperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang ditumpangsarikan harus
dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien mungkin
serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif yang sekecil-kecilnya. Sehingga jenis tanaman
yang digunakan dalam tumpangsari harus memiliki pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila
memungkinkan dapat saling melengkapi. Dalam pelaksanaannya, bisa dalam bentuk barisan
yang diselang seling atau tidak membentuk barisan. Misalnya tumpang sari kacang tanah
dengan ketela pohon, kedelai diantara tanaman jagung, atau jagung dengan padi gogo, serta
dapat memasukan sayuran seperti kacang panjang di dalamnya.
Studi Kasus:
Studi kasus terdapat di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Kabupaten Konawe merupakan lumbung beras Provinsi Sulawesi Tenggara dengan
kontribusi 32% produksi beras dari total produksiberas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun
2009.Pengembangan sektor pertanian tanaman pangan kabupaten Konawe diprioritaskan
pada pengembangan padi sawah dan palawija. Selain dengan potensi luas lahan pertanian,
kabupaten Konawe juga merupakan daerah irigasi pertanian. Irigasi yang cukup dikenal
adalah Wawotobi dengan rencana luas sekitar 18.000hektare. Irigasi ini dibangun tahun 1998
silam, baru berfungsi proyek tahap I dengan areal seluas 11.273 ha.
Usaha budidaya padi di lahan sawah irigasi teknis yang dilakukan di Kecamatan
Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara:
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan salah satu tahap penyiapan media tumbuh bagi
tanaman. Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna dengan menggunakan traktor
diolah 3 kali hingga kondisi tanah siap tanam, yaitu bajak satu kali, kemudian digaru
dan diratakan. Pengolahan tanah dilakukan antara bulan Juli – Agustus.
2. Pesemaian
Benih disiapkan untuk menjadi bibit biasanya diambil dari hasil panen
sebelumnya sehingga lama penyimpanan benih antara 1 – 2 bulan. Untuk
mematahkan masa dormansi benih direndam selama satu malam kemudian diangin-
anginkan selama 24 jam, kemudian benih dihambur di pesemaian. Setelah bibit
berumur 15 hari, dicabut dan diikat, akar bibit dicuci sehingga air dan lumpur di
perakaran terbuang untuk mempermudah penanaman. Luas pesemaian antara 20 m2 –
200 m2 sesuai dengan luas lahan yang akan ditanami.
3. Penanaman Bibit
Petani melakukan penanaman dengan menggunakan sistem tanam pindah
(tapin) dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Cara menanam bibit dari pesemaian dengan
cara mencaplak atau mengajir dan rata-rata bibit padi ditanam sebanyak 3-4 batang
per rumpun. Penanaman dilakukan dimana kondisi tanah macak-macak. Pada MK
2005 penanaman padi dilakukanpada bulan Agustus.
4. Pemupukan
Semua responden petani padi sawah melakukan pemupukan dengan pupuk
buatan terutama pupuk Urea dan SP-36. Dalam hal pengadaan pupuk dikelola oleh
kelompok tani,ada petani yang membayar langsung, namun ada pula petani yang
membayar pada saat panen. Dilihat dari jumlah takaran pupuk masih beragam, yakni
dari 66,67 – 333,33 kg/ha Urea atau rata-rata 209,50 kg/ha, SP-36 antara 0 – 133,33
kg/ha atau rata-rata 76,60 kg/ha, sedangkan KCl hanya 10 persen petani responden
menggunakan pupuk KCl dengan dosis antara 62,5 – 66,67 kg/ha sedangkan 90
persen responden tidak menggunakan pupuk KCl.
Aplikasi pemberian pupuk pada umumnya pupuk Urea diberikan dua kali,
sedangkan pupuk yang lain diberikan satu kali. Waktu pemupukan pertama pada saat
tanaman berumur 15 – 25 HST dan pemupukan kedua pada 40 – 45 HST. Cara
pemberian pupuk dilakukan dengan cara menghambur diantara barisan tanaman.
5. Penggunaan Pestisida
Kegiatan pengendalian organisme pengganggu tanaman dalam usahatani padi
sawah merupakan salah satu faktor penentu untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Jenis hama yang ditemui di areal pertanaman padi sawah pada MK 2005 adalah ulat
grayak dan walang sangit, namun tingkat serangan kedua hama tersebut belum
melampaui batas ambang kendali. Oleh karena itu jumlah dan aplikasi penyemprotan
disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Serangan hama yang ditemui di lapangan adalah hama walang sangit, ulat
grayak dan ulat tentara. Tingkat serangan dari ketiga hama tersebut masih dibawah
batas ambang ekonomi, namun sebagai tindakan pencegahan agar serangan tidak
semakin meluas petani melakukan penyemproan dengan pestisida. Jenis pestisida
yang digunakan adalah Lansette dan Matador dengan rata-rata dosis 1,16 l/ha.
Perlakuan ini ternyata berpengaruh positip terhadap upaya penyelamatan produksi,
sehingga petani masih bisa mengintensifkan penyemprotan bila terjadi serangan yang
lebih berat.
Komentar:
Sistem budidaya yang dilakukan di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi
Tenggara masih belum mengarah kepada sistem pertanian berkelanjutan karena pada
budidaya nya masih dilakukan hal – hal yang tidak termasuk dalam sistem pertanian
berkelanjutan. Hal – hal dalam sistem sawah irigasi teknis yang menyebabkan tidak termasuk
dalam sistem pertanian berkelanjutan diantaranya adalah sistem pertanaman yang digunakan
adalah monokultur, pengelolaan sistem sawah ini memerlukan input dari luar, berupa air
irigasi tadi. Selain itu, sawah seperti ini masih menggunakan pupuk kimia serta pestisida
yang juga didatangkan dari luar.
Lahan sawah biasanya identik dengan sistem pengairan. Sistem pengairan di sini
merupakan sesuatu yang sangat vital bagi kelangsungan sistem pertanian ini sendiri.
Kebanyakan lahan sawah di sini menggunakan saluran irigasi teknis, sehingga keberadaan air
masih sangat melimpah, dan air akan tetap ada meskipun pada musim kemarau. Berbeda
halnya apabila dibandingkan dengan sawah yang menggunakan hujan sebagai sumber airnya.
Sawah dengan saluran irigasi, baik teknis maupun setengah teknis biasanya terbentang dan
tergolong sangat luas karena saluran irigasi dapat digunakan tidak hanya di satu tempat saja,
sehingga dapat pula mengairi lahan lain yang masih termasuk dalam satu wilayah. Ini berarti,
untuk pengelolaan sistem sawah ini memerlukan input dari luar, berupa air irigasi tadi. Selain
itu, sawah seperti ini masih menggunakan pupuk kimia serta pestisida yang juga didatangkan
dari luar. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pertanian sawah ini belum merupakan sistem
pertanian yang terpadu, juga belum dapat dikatakan sebagai pertanian yang berkelanjutan.
Hal ini dikarenakan proses produksi untuk menghasilkan output masih berorientasi pada hasil
yang maksimum, bukan optimum.
Solusi yang dapat dberikan pada study kasus ini salah satunya yaitu dengan sistem
pertanian multiple croping sehingga dapat meningkatakan hasil produksi lahan. Selain itu
keuntungan yang dapat diperoleh melalui sistem pertanian multeple croping yaitu menghemat
biaya pengolahan tanah dan pemeliharaan per jenis tanaman, meningkatkan pendapatan
petani, biaya produksi tanaman lebih hemat. Selain sistem pertanian multiple croping,
budidaya ternak maupun perikanan juga merupakan salah satu usaha pertanian terpadu,
dengan budidaya peternakan dan perikanan dapat membantu meningkatkan pendapatan
petani, selain itu juga dapat membantu petani dalam budidaya pertanamannya.
BAB III
KESIMPULAN
Sawah irigasi teknik merupakan sawah yang sumber air pengairannya berasal dari
waduk, dam, atau danau yang dialirkan melalui saluran induk (primer) yang
selanjutnya dibagi-bagi kedalam saluran-saluran sekunder dan tersier.
Kendala yang sering dihadapi oleh sawah irigasi teknis adalah terbentuknya tapak
bajak (water logging, reductive), ketidakseimbangan hara, tingginya serangan OPT,
dan terjadinya endapan pada saluran Induk.
Sistem budidaya yang dilakukan di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi
Tenggara masih belum mengarah kepada sistem pertanian berkelanjutan karena pada
budidaya nya masih dilakukan hal – hal yang tidak termasuk dalam sistem pertanian
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ananto, Eko. Mekanisasi Pertanian dalam Usahatani Padi. Balai Tanaman Pangan Sukamandi. Diakses dari http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/bptpi/lengkap/IPTANA/fullteks/okt05/padi93/15.pdf pada tanggal 14 September 2013
Anonim. - . Sumber Daya Alam. Diakses dari
http://gis.deptan.go.id/pusdatin/statistik/sda.htm pada 14 September 2013
Anonim. - . Tinjauan Pustaka Tesis. Diakses dari
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-125-818544967-bab%20ii.pdf pada
7 September 2013
Anonim. - . Tinjauan Pustaka. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26146/3/Chapter%20II.pdf pada 14
September 2013
Anonim. 2012. Istilah Pertanian. Diakses dari http://distan.majalengkakab.go.id pada 7
September 2013
Salahuddin. 2012. Faktor-Faktor Produktivitas Usahatani Tanaman Padi Sawah Di
Kabupaten Konawe. AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-
0128
Supadmo, sigit. 2003. Modernisasi Irigasi, Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi
(PKPI) dan Kebutuhan Riset Tentang Irigasi di Masa Depan. Diakses dari
http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id pada 7 September 2013
Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2012. Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan
Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada
Berkelanjutan. Diakses dari http://pusdatin.setjen.deptan.go.id pada 7 september 2013
Saragih, Ibrahim. Pengelolaan Irigasi Teknis Untuk Tanaman Padi. Diakses dari
http://cybex.deptan.go.id pada 7 September 2013