irigasi bangunan air
DESCRIPTION
disini teman-teman bisa melihat tentang pengetahuan irigasiTRANSCRIPT
BAB I
PEMBAHASAN
1. Potongan memanjang saluran
Potongan memanjang saluran di gambar sesuai dengan pengukuran
poligon yaitu setiap 50 m atau 100 m data pengukuran harus di cantumkan.
Data yang dicantumkan meliputi data:
a. Topografi dalam jumlah yang memadai
b. Elevasi sawah harus diukur 7,5 m di luar as saluran irigasi
c. Saluran kwarter harus memberiair ke sawah (MA diatas medan)
d. Saluran tersier, sebagai saluran pembawa (diusahakan MA
sama/dibawah medan
e. Pembuang kwater,tersier diusahakan ada
f. Jalan inspeksi atau jalan petani minimum 0,50 m diatas permukaan
sawah
g. Kedalaman pondasi (bila ada), dikaitkan langsung dengan elevasi
sawah asli.
h. Jika saluran yang sudah ada masih tetap akan dipakai, elevasi
tanggulnya harus diukur
i. Beda elevasi yang ada antara elevasi sawah dengan elevasi air di
jaringan utama harus diukur
Perhitungan elevasi muka air di intake bangunan sadap diperhitungkan
dari muka tanah sawah yang tertinggi yang akan dialiri
Gambar 4.5 Parameter Potongan Memanjang
(KP 0.5)
P= A + a + b + c + d + e + f + g + h + Z
Dimana:
P = muka air di saluran primer atau sekunder
A = elevasi di sawah
a = lapisan air di sawah, = 10 cm
b = kehilangan tinggi di energi di saluran kuarter ke sawah = 5
cm
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter = 5 cm/boks
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran
irigasi
= kemiringan kali panjang atau I x L (di saluran tesier)
e =kehilangan tinggi energi di boks bagi = 5 cm/boks
f =kehilangan tinggi energi di gorong-gorong = 5 cm per ban
gunan
g =kehilangan tinggi energi di bangunan sadap
h =variasi tinggi muka air, 0,18 h100 (kedalaman rencana)
z =kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier
yang lain (jembatan, gorong-2)
Contoh: menghitung elevasi muka air di bangunan sadap yang terkait dari petak
tersier pada Gambar: 3.7 Situasi baru dengan data yang ada sebagai berikut:
A = elevasi di sawah (368.40)
a = lapisan air di sawah, = 10 cm
b = kehilangan tinggi di energi di saluran kuarter ke sawah = 5 cm
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter = 5 cm/boks
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran irigasi tersier
setelah bangunan sadap = kemiringan kali panjang atau I x L (di
saluran tesier), data = 200 m dan I = 0,001 (maks daerah terjal)
maka d = 200 x 0,001 = 0,2
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi = 5 cm/boks
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong = 5 cm per bangunan
g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap (pintu dan bangunan
ukur =0,10)
h = variasi tinggi muka air, 0,18 h100 (kedalaman rencana misalkan h=
0,50 m maka 0,18 h =0,10 m)
z = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain
(jembatan, gorong-2 tidak ada)
P = A + a + b + c + d + e + f + g + h + Z
= 368.40 + 0.10 + 0,05 +0+ 0,05 + 0,05 +0.05+0,20+0,10+0,10
= 369.10 m diartikan elevasi muka air di bangunan sadap.
Bila di lapangan lebih rendah harus ada koreksi apakah tidak ada
penurunan “d”, kalau tidak bisa diturunkan untu daerah datar kususnya saluran
kuarter dibangunan bangunan akhir untuk menaikan elevasi.
4.4 Perencanaan Hidrolis bangunan
4.4.1 Bangunan Pengatur Muka Air.
a) Pengatur muka air dengan mercu tetap.
Gambar 4.6 Bangunan Pengatur Mercu Tetap.
Dimana :
Q = Debit rencana, m3/dt
Cd = Koefisien debit, ambang lebar = 1.03, ambang
bulat = 1.48
g = Percepatan gravitasi
b = Lebar dasar saluran, m
H = Tinggi energi di hulu mercu,m (h+v2/2g)
h = Tinggi air di hulu mercu, m
v = Kecepatan aliran, m/dt.
Q = 2/3 Cd b H1.5 2/3 g
b) Pengatur muka air dengan skot balok.
Gambar 4.9. Bangunan pengatur skot balok.
Dimana :
Q = Debit rencana, m3/dt
Cd = Koefisien debit, (lampiran 1)
g = Percepatan gravitasi
b = Lebar dasar saluran, m
H = Tinggi energi di hulu mercu,m (h+v2/2g)
h = Tinggi air di hulu mercu, m
v = Kecepatan aliran, m/dt.
c) Pengatur muka air dengan pintu
a. Aliran tenggelam b. Aliran bebas
Gambar 4.7. Bangunan Pintu Pengatur.
a. Aliran tenggelam b. Aliran bebas
Dimana :
Q = Debit rencana, m3/dt
Q = 2/3 Cd b H1.5 2/3 g
Q = b a 2 g z Q = 0.6 b a 2 g (h - 0.6a)
b = Lebar pintu, m
= koefisien debit (0.80)
a = Tinggi bukaan, m
g = Percepatan gravitasi
z = Kehilangan tinggi energi pada pintu, m
h = Tinggi air di hulu pintu, m
4.4.2 Bangunan Pengukur Debit.
Agar pembagian air menjadi efektif, maka air air yang masuk ke saluran
pembawa harus diketahui besarnya debit yang mengalir, untuk itu
diperlukan bangunan pengukur debit. Macam-macam bangunan pengukur
debit yaitu :
a. Bangunan Ukur Cipoleti.
Gambar 4.8. Potongan bangunan ukur Cipoleti.
Q = 1.86 b h2/3
Dimana :
Q = Debit rencana, m3/dt.
b = Lebar ambang, m
h = Tinggi air di hulu ambang, m
b. Bangunan Ukur Ambang Lebar.
1) Tipe Drempel
Gambar 4.9. Bangunan Ukur Drempel.
Q = 1.71 b h2/3
Dimana :
Q = Debit rencana, m3/dt.
b = Lebar ambang, m
h = Tinggi air di hulu ambang, m
2) Pintu Romijn.
Gambar 4.13. Pintu Romijn.
Q = 1.71 b h2/3
Dimana :
Q = Debit rencana, m3/dt.
b = Lebar ambang, m
h = Tinggi air di hulu ambang, m
3) Flume Tenggorok Panjang.
Gambar 4.10. Bangunan Ukur Flume
Gambar 4.5 Perhitungan Bangunan Ukur Flum