irf - djppr.kemenkeu.go.id edisi 1 tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang...

36
IRF INFO RISIKO FISKAL Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal - Badan Kebijakan Fiskal Edisi 1 Tahun 2012

Upload: ledat

Post on 11-Aug-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

IRF INFO RISIKO FISKALPusat Pengelolaan Risiko Fiskal - Badan Kebijakan Fiskal

Edisi 1 Tahun 2012

Page 2: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

2 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Susunan Redaksi

Redaksi menerima artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5

maksimal 5 halaman. Artikel dapat dikirim ke [email protected] . Isi buletin ini tidak

mencerminkan kebijakan Badan Kebijakan Fiskal.

Daftar Isi

Daftar Isi

DUKUNGAN KELAYAKAN PROYEK KERJASAMA: APAKAH SOLUSI ATAS KEMANDEGAN KPS?

Rubrik Utama

BELAJAR VGF KE INDIA

Oleh : Peneliti PPRF

Oleh : Hadi Setiawan dan Sofia Arie Damayanty

CREDIT ENHANCEMENT DAN PERCEPATANIMPLEMENTASI PENYEDIAAN INFRASTRUKTUROleh : Novijan Janis

BREAKTHROUGH STRATEGY INFRASTRUKTURSEKTOR TRANSPORTASIOleh : Syahrir Ika dan Sofia Arie Damayanty

SAATNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DIPACU

Oleh : Praptono Djunedi

DIVERSIFIKASI PENYEDIAAN TENAGA LISTRIKMELALUI FAST TRACK PROGRAM TAHAP IIOleh : Maman Suhendra & Slamet Rona Ircham

Rubrik Edukasi Fiskal

ICP EFFECT DAN KELANGSUNGAN FISKALOleh : Syahrir Ika

Rubrik Inspiring

MANAJEMEN RISIKO FISKAL HARGA MINYAKOleh : Hidayat Amir

Penanggung Jawab :Freddy R. Saragih, Sri Bagus Guritno

Penyunting/ Editor :Brahmantio Isdijoso, Fajar Hasri Ramadhana, Syahrir Ika

Riko Amir, Insyafiah, Hidayat Amir

Redaktur : Rangga Satya N, Sigit Purnomo

Desain Grafis, Layout, Fotografer : Aan Rustandi, David Rizkiawan

Sekretariat : Esti Ismayati, Moh. Kharis Syukron

Alamat Redaksi:Gedung R.M. Notohamiprodjo, lantai 4Jl. Dr. Wahidin No.1, Jakarta 10710Telp. 021-3846785, Fax. 021-3452751

4499

1212

16162222

2525

2929

3737RESENSI BUKU : MP3EI Breakthrough StrategyIndonesia Menuju Negara MajuOleh : Novijan Janis 4242KILAS PERISTIWA 4343

Page 3: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

Editorial

Editorial

ila membaca laporan dari World Economic Forum (WEF) yang memaparkan penilaian kualitas infrastruktur negara-negara di Bdunia tahun 2010-2011, mungkin kita terkejut bahwa ranking Indonesia berada di urutan 82 dari 139 negara atau 64 poin di

bawah Korea Selatan, 32 poin di bawah China, 47 poin di bawah Thailand, dan 52 poin di bawah Malaysia, dan hanya 1 poin di atas

Vietnam. Jenis infrastruktur yang dinilai WEF mencakup jaringan transportasi (darat, laut, dan udara), jaringan telekomunikasi, dan

pasokan energi listrik. Dalam infrastruktur jalan misalnya, Indonesia menduduki ranking 84, sementara pada pasokan listrik dan

penggunaan ICT, Indonesia menduduki ranking 97 dan 104. Rendahnya kualitas infrastruktur ini diklaim sebagai salah satu faktor

yang membuat daya saing Indonesia masih rendah dibanding dengan negara lain. Ranking daya saing Indonesia menurut The

Global Competitiveness Index (GCI) berada di urutan 44 (walaupun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, naik 10 peringkat).

Pertanyaannya adalah apa yang membedakan Indonesia dengan negara-negara seperti China, Korea Selatan, Thailand, dan

Malaysia yang memiliki kualitas infrastruktur lebih baik, padahal dari sisi sumberdaya relatif sama, bahkan dibandingkan dengan

Malaysia dan Thailand, sumber daya yang dimiliki Indonesia relatif lebih baik. Negara-negara yang rangking daya saing maupun

infrastrukturnya lebih baik, biasanya pemerintah dan rakyatnya bekerja secara tekun dan sungguh-sungguh, dan hal ini

merupakan salah satu kelemahan bangsa kita.

Memperhatikan budaya kerja kita yang kalah ulet, kalah cerdas, kalah tekun, dan kurang sungguh-sungguh dalam bekerja itulah

yang mungkin mendorong Akbar Zainuddin menulis Novel berjudul 'Negeri 5 Menara' yang mengusung spirit Man Jadda Wajada,

yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

tikak cukup bermodalkan kemauan (rencana) saja, tetapi juga harus dilaksanakan secara sistmatis, tekun dan sungguh-sungguh.

Novel ini kemudian diangkat menjadi film Negeri 5 Menara. Film ini bisa menjadi inspirasi bagi semua kompenen bangsa Indonesia

untuk mengikuti filosofi dari Man Jadda Wajada tersebut, termasuk dalam membangun proyek-proyek infrastruktur untuk mengejar

ketertinggalan kita.

Berbagai risiko bisa muncul bila kita tidak sungguh-sungguh membangun infrastruktur. Pertama, lemahnya perencanaan proyek

(not well prepared), seringkali dilakukan secara terburu-buru dan target penyelesainnya tidak tepat waktu sehingga progress

proyek menjadi tidak maksimal. If you fail to plan, you plan to fail, begitu kata orang bijak. Studi Jeffrey Delmon (2011) tentang PPP

(public-private patnership) di beberapa negara yang ditulis dalam buku berjudul Public-Private Patnership Project in Infrastructure,

menyimpulkan bahwa salah satu faktor yang menghambat pembangunan infrastruktur dalam skema PPP adalah persiapan yang

kurang baik dan lemahnya koordinasi antar sektor.

Kedua, implementasi yang buruk (not well implemented). Data menunjukkan bahwa lebih dari 50 proyek PPP yang tertuang dalam

PPP Book tahun 2012, ternyata baru satu proyek (yang mendapat penjaminan pemerintah) mengalami progress cukup baik, yaitu

Central Java Power Plant (CJPP) di Pemalang-Jawa Tengah. Proyek PPP lainnya masih terkendala banyak faktor seperti

pengadaan lahan, koordinasi antar sektor yang tidak harmonis, masalah pembiayaan, ketidaklayakan proyek secara financial,

ketidaksiapan analisa dampak lingkungan, dan kurang mendapat dukungan masyarakat.

Ketiga, kelemahan dalam menyeleksi dan menentukan proyek-proyek prioritas. Parameter yang dipakai seringkali kurang

konsisten. Ada proyek yang mestinya sudah harus dijalankan karena persiapannya sudah cukup baik, tetapi mundur karena alasan

tertentu, begitu juga ada proyek yang tiba-tiba masuk dalam daftar PPP Book. Cara ini tidak sejalan dengan spirit sistimatis dan

berkelanjutan. Studi kelayakan proyek (feasibility study) kurang cakupannya, kurang memperhitungkan seperti source of funding,

identify legal risk, identify regulatory and political challenges, market testing to investor appetite, lender appetite, and review of risk

allocation assumptions.

Keempat, kesulitan memperoleh dukungan pembiayaan (lack of financing support). Kehadiran PPP diperlukan karena dana dari

sumber APBN kurang memadai (budget constraint). Untuk mengatasinya, pemerintah mencoba mengoptimalkan APBN seperti

penggunaan Sisa Anggaran Lebih (SAL) atau penghematan subsidi BBM untuk direalokasi ke sektor infrastruktur. Sumber

pembiyaan lainnya diharapkan datang dari BUMN, yang memang di amanatkan untuk menjadi agent of development. Namun,

mengingat kebutuhan pendanaan yang cukup besar, maka kedua sumber pembiayaan ini tidak cukup. Karena itu, diharapkan

melalui skema PPP, pemerintah bisa mengajak swasta untuk berpartisipasi, bukan saja dari sisi pembiyaan tetapi juga dari sisi

konstruksinya.

Ternyata dalam prakteknya, tidak mudah mengajak partisipasi swasta, mengingat mereka masih menilai ada sejumlah risiko yang

dapat mempengaruhi kelayakan proyek. Belakangan ini muncul gagasan perlunya VGF (Viability Gap Fund), di mana pemerintah

dapat memberikan stimulus berupa dana tunai (cash) untuk mendukung kelayakan proyek infrastruktur. Salah satu negara yang

dikalim banyak pihak telah berhasil menerapkan VGF adalah India. Pertanyaanya adalah apakah VGF merupakan solusi atas

kemandegan proyek-proyek infrastruktur dengan skema PPP? Apapun cara atau pendekatan yang akan dipakai, termasuk VGF,

kesuksesan membangun proyek infrastruktur bukan ditentukan oleh cara atau metode yang dipilih, melainkan apakah kita

sungguh-sungguh mengerjakan proyek itu.

3INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

“KESUNGGUHAN” MEMBANGUN INFRASTRUKTUR

Page 4: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

Rubrik Utama

DUKUNGAN KELAYAKANPROYEK KERJASAMA:

APAKAH SOLUSI ATAS KEMANDEGAN KPS ?

H

“Public Private

Partnership Project in

Infrastructure” mengajarkan

bahwa “Poor infrastructure

impedes a nation's economic

growth and international

competitiveness. Insufficient

infrastructure also represents a

major cause of loss of quality of

life, illness, and death”

adirnya infrastruktur dengan

kuantitas dan kualitas yang

memadai merupakan syarat

mutlak bagi majunya

perekonomian suatu bangsa, tak

terkecuali Indonesia.

Pengalaman Bank Dunia selama

20 tahun yang dikutip Jeffrey

Delmon (2011) dalam karyanya

yang berjudul

. Bila kita

setuju dengan pendapat Delmon

di atas maka percepatan

pembangunan infrastruktur

merupakan keharusan.

Bangsa bangsa yang sudah maju

seperti Amerika Serikat, negara-

negara Eropa dan beberapa negara

Asia, sebut saja Jepang, China, Korea

Selatan dan Singapura,

memperlihatkan kualitas

infrastrukturnya sebagai simbol

kemajuan bahkan kualitas peradaban

bangsanya. Hal ini terlihat dari

modernisasi bandar udara (airport),

kereta api cepat (streamliner, seperti

TGV di Perancis, Shinkansen di

Jepang), pelabuhan laut (seaport),

transportasi masal (mass rapid

transport), jalan raya (highway), dan

jalan tol (toll road). Oleh karena

infrastruktur ini sarat dengan teknologi,

maka kehadirannya menggambarkan

kemajuan dalam bidang pendidikan

(kualitas manusia) dan peradaban di

negara-negara tersebut.

Bagaimana mereka bisa

mewujudkannya padahal anggaran

pemerintah mereka juga terbatas?

Delmon mengatakan bahwa PPP

(Public Private Partnership) atau KPS

(Kerjasama Pemerintah Swasta)

adalah salah satu tools-nya (PPP in

infrastructure is one of the tools in a

policy maker's arsenal to help increase

investment in infrastructure sevices

and improve its efficiency). Menurut

Delmon, proyek infrastruktur berbasis

KPS tidak bisa sukses dalam waktu

cepat, dibutuhkan waktu yang panjang

untuk membangun infrastruktur,

dibutuhkan juga usaha yang ekstra

keras dan sungguh-sungguh, mulai

dari fase persiapan hingga

implementasinya. Kunci suksesnya

berada pada empat faktor berikut ini:

be patient, prepare well, monitoring

and regulating the project and the

sector, and be ready for challenge.

1 Syahrir Ika, Praptono Djunedi, Hidayat AmirRonald Yusuf, Hadi Setiawan, dan Sofia ArieDamayanty, Abdul Aziz, Adrianus D. Siswanto

1Oleh: Para Peneliti PPRF

4 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

www.blogspot.com

Page 5: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

Barangkali empat faktor di atas yang menjadi kelemahan di Indonesia, walaupun

pemerintah sudah melakukan banyak hal seperti penyusunan regulasi,

membangun kelembagaannya, melakukan sosialisasi kepada stakeholders

terutama investor, menyediakan dukungan dan penjaminan pemerintah untuk lebih

menarik minat investor. Seringkali kita melakukan sesuatu terburu-buru, dengan

tidak mempersiapkan secara matang (not prepare well). Kita juga sering

melaksanakan suatu proyek tapi lemah dalam monitoring sehingga proyek

terbengkalai. Masalahnya adalah sudah lebih dari lima tahun proyek KPS

dijalankan, namun masih terkendala banyak hal. Salah satunya adalah karena

proyek-proyek yang ditawarkan untuk dikerjasamakan memiliki kelayakan finansial

yang marginal, sehingga kurang diminati investor. Akibatnya, banyak proyek KPS

yang tidak berjalan sesuai rencana. Pemerintah kemudian mencari alternatif

terobosan antara lain memberikan dukungan pembiayaan dalam bentuk tunai,

yang disebut sebagai Dukungan Kelayakan Proyek Kerjasama atau Dukungan

Kelayakan (VGF/Viability Gap Fund). Pertanyaannya adalah apakah dengan VGF

ini proyek KPS akan dapat dipastikan berjalan seperti yang direncanakan?

Rubrik Utama

KPS di Indonesia : Studi OECD

Lahirnya skema KPS dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur disebabkan

budget constrain pemerintah. Sejak krisis multidimensi tahun 1997, belanja modal

dalam APBN semakin menurun, akibatnya pembangunan infrastruktur terhambat.

Terjadi underinvestment untuk membiayai semua jenis infrastruktur publik. Hal ini

menjadi salah satu trigger munculnya MP3EI. Di dalam MP3EI ini, pemerintah

mengajak partisipasi dunia usaha untuk bekerjasama membangun infrastruktur

dimana sumber pembiayaan melalui skema KPS sekitar 21 persen dari total

kebutuhan investasi di bidang infrastruktur, selebihnya dikontribusi oleh APBN dan

BUMN. Namun, ternyata tidak mudah mengajak dunia usaha untuk berpartisipasi

dalam pembiayaan maupun pembangunan fisik proyek. Ada banyak kendala yang

membuat PPP tidak berjalan lancar.

Namun studi yang dilakukan oleh Organisation for Economic Cooperation and 2Development (OECD) menyimpulkan ada dua masalah pokok dalam implementasi

PPP di Indonesia yaitu (i) the lack of

coordination antara Kementerian/

Lembaga/Pemda, Bappenas dan

Kementerian Keuangan, dan (ii)

regulatory framework.

Untuk mengatasi lack of coordination di

atas, OECD merekomendasikan dua

opsi. Pertama, Dit PKPS sebaiknya

ditempatkan di Kementerian Keuangan

sebagaimana dipraktekkan di Afrika

Selatan dan Australia. Kementerian

Keuangan seharusnya memil ik i

peranan kunci dalam setiap tahapan

proyek PPP. Kedua, Dit PKPS bersifat

independen terhadap pemerintah akan

tetapi memiliki kedekatan fungsi

dengan Kementerian Keuangan.

Sementara berkaitan dengan regulatory

framework, OECD menilai bahwa

peraturan KPS yang dimiliki Indonesia

saat ini sudah cukup maju (improved

substantially) akan tetapi ada masalah

berkaitan dengan pengadaan lahan

(land acquisition) sehingga banyak

proyek PPP yang tidak bisa dijalankan

karena terkendala oleh masalah

pengadaan lahan. Masalah ini sudah

diantisipasi pemerintah dengan

terbitnya Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012 tentang Pengadaan Lahan

Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum yang antara lain mengatur

kompensas i pengadaan tanah

berdasarkan market price.

Selain menawarkan rekomendasi untuk

mengatasi masalah lack of coordination

dan regulatory framework, OECD juga

berpendapat bahwa dalam menyeleksi

proyek yang akan dikerjasamakan

dengan swasta harus memenuhi kriteria

value for money, yaitu proyek tersebut

harus fit dengan strategi dan tujuan

pemerintah yang sudah ditetapkan

dalam RJPP atau MP3EI. Ukuran

keberhasilan bukan saja ditentukan oleh

bentuk fisik infrastruktur yang telah

terbangun akan tetapi yang paling

penting adalah nilai (value) dari proyek

infrastruktur tersebut dirasakan/dinikmati

oleh masyarakat sehingga setiap dana

pemerintah yang dikeluarkan memiliki

akuntabilitas.

5INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Gambar 1. Usulan Struktur Institusi bagi Pelaksanaan PPP di Indonesia

Presidential Commitee on Infrastructure Projects Bappenas, MoF, Coordinating Ministry of Economic Affairs’Infrastructure Ministries (Public Works, Transport, Enargy)

PPPSupportP3CUPDF

PPP PromotionBKPM

MoF ApprovalRMUIIGF

VialbilityGap Financing

PT SMIPT IIFF

GCAsLine Ministries

Local Authoroties

Sumber: OECD, “5th Annual Meeting Of Senior Public Private Partnerships Officials PPP Governance In Indonesia:Policy, Process and Structure”, 2012, p.24

Keterangan:P3CU = Direktorat PKPS Bappenas (PPP Center Unit)PDF = Project Development FundRMU = Risk Management Unit (PPRF-BKF)IIGF = PT PIIBKPM = Coordinating Investment Board

2 Working Party of Senior Budget Officials: 5th Annual Meeting of Senior Public Private Partnership Official PPP Governance in Indonesia: Policy Process and Structure, OECD Conference Center, Paris 26-27 March 2012

Page 6: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

6 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Menurut OECD pendekatan value for

money kurang mendapat perhatian oleh

instansi K/L terkait. Mengingat

keputusan dalam menyeleksi proyek

KPS sangat penting dan harus fit

dengan RJPP atau MP3EI maka untuk

proyek-proyek besar, penetapannya

harus melalui sidang kabinet (cabinet

approval) atau komite KKPPI yang

dipimpin langsung oleh presiden (lihat

Gambar 1). Bahkan kriteria terakhir ini

dinilai yang paling sesuai dengan

struktur pemerintah saat ini. OECD

merekomendasikan pemer in tah

sebaiknya melibatkan international

transaction adviser untuk proyek-

proyek yang prioritas tinggi.

Dukungan Kelayakan:Pengertian dan Tujuan

S e p e r t i t e l a h d i k e m u k a k a n

sebelumnya, salah satu upaya

p e m e r i n t a h u n t u k m e n g a t a s i

kemandegan KPS adalah melalui

pemberian Viability Gap Fund (VGF)

atau Dukungan Kelayakan Proyek

Kerjasama. VGF didefinisikan sebagai

the funds to cover part or all of the

difference between the expected True

Cost of a PPP Project and the expected

revenue from the Tariffs charged or

Unitary Payment made for the services

provided by such PPP Project and which 3includes Capital and Operating .

Definisi lain dari VGF adalah dukungan

finansial dalam bentuk hibah dan tunai

(cash) yang diberikan untuk proyek

infrastruktur yang dilakukan dalam

skema KPS untuk membuat proyek

tersebut menjadi layak secara 4finansial .

Tujuan utama diberikannya Dukungan

Kelayakan adalah untuk meningkatkan

minat badan usaha untuk berinvestasi

dalam proyek infrastruktur yang layak

secara ekonomi namun kurang layak

secara finansial. Dengan adanya

Dukungan Kelayakan dalam bentuk

dana tunai dari pemerintah untuk

proyek tersebut, diharapkan kelayakan

finansial proyek menjadi lebih baik

sehingga bisa menarik minat para

investor. Selain itu dengan Dukungan

K e l a y a k a n d i h a r a p k a n d a p a t

m e n i n g k a t k a n k e t e r s e d i a a n

infrastruktur dengan tarif layanan yang

terjangkau oleh masyarakat.

Pemerintah Indonesia sudah memiliki

payung hukum terkai t dengan

pember ian fas i l i tas Dukungan

Kelayakan yaitu Perpres 67 tahun 2005

tentang Kerjasama Pemerintah Dengan

Badan Usaha Dalam Penyediaan

Infrastruktur sebagaimana telah diubah

dengan Perpres 13/2010 dan Perpres

56/2011. Dalam pasal 17A ayat 4 sudah

disebutkan bahwa pemerintah dapat

memberikan dukungan dalam bentuk

insentif perpajakan dan/atau kontribusi

fiskal dalam bentuk finansial, sehingga

rencana pember ian Dukungan

Kelayakan tidak memiliki kendala dalam

hal dasar hukum. Hal yang masih harus

dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini

Kementer ian Keuangan adalah

mengatur bagaimana model/skema

pemberian Dukungan Kelayakan,

bagaimana tata cara pemberian dan

p e n g e l o l a a n t e r m a s u k

pengawasannya, dimana saat ini

Kementer ian Keuangan mas ih

menggodok aturan yang dimaksud.

Ruang Lingkup DukunganKelayakan Proyek Kerjasama

Pember ian fas i l i tas Dukungan

Kelayakan dalam bentuk tunai ini di satu

sisi diharapkan dapat meningkatkan

kelayakan finansial proyek-proyek

infrastruktur, namun di sisi lain memiliki

potensi risiko fiskal yang cukup besar

apabila tidak memiliki kriteria yang jelas

pada saat pengalokasiannya. Untuk itu

perlu dibuat peraturan yang tegas

mengatur pengalokasian fasilitas tunai

ini, sehingga tidak semua proyek KPS

dapat dengan mudah memperoleh

fasilitas Dukungan Kelayakan ini. Harus

dipastikan bahwa segala upaya

efisiensi dalam pelaksanaan proyek

sudah dilakukan secara maksimal,

sehingga hanya proyek-proyek yang

memiliki kelayakan finansial sangat

rendahlah yang akan mendapatkan

fasilitas tersebut.

Karena pelaksanaan Dukungan

Kelayakan didasarkan kepada Perpres

67/2005 (dan perubahannya), maka

pengalokasiannya harus mengacu

kepada proyek-proyek infrastruktur

yang telah memenuhi ketentuan

pe ra tu ran t e r sebu t , seh ingga

merupakan proyek telah memenuhi

pr ins ip-pr ins ip good corporate

governance . Adapun jenis-jenis

infrastruktur yang dapat diberikan

fasilitas ini mencakup infrastruktur

transportasi, infrastruktur jalan,

infrastruktur pengairan, infrastruktur air

minum, infrastruktur air limbah,

i n f r a s t r u k t u r t e l e k o m u n i k a s i ,

infrastruktur ketenagalistrikan, dan

infrastruktur minyak dan gas bumi.

Namun demikian, penulis berpendapat

proyek-proyek yang merupakan

kebutuhan dasar seperti pengolahan

sampah dan pengolahan air minum

merupakan contoh proyek yang layak

dipertimbangkan untuk mendapatkan

fasilitas ini. Selain itu faktor lokasi

p r o y e k j u g a p e r l u m e n j a d i

pertimbangan, agar fasilitas dapat

diberikan pada proyek-proyek yang

berada di wilayah marjinal terutama

Indonesia bagian timur yang relatif

kurang diminati oleh investor.

Memperhatikan pengertian Dukungan

Kelayakan dalam pembangunan

infrastruktur dengan skema KPS

sebagaimana diuraikan pada poin B di

atas, publik bisa mempertanyakan

apakah Dukungan Kelayakan itu sama

dengan subsidi atau PMN mengingat

pemberian dana Dukungan Kelayakan

itu dalam bentuk tunai (cash) dari

APBN. Oleh karena itu, untuk

meyakinkan publik pemerintah perlu

menjelaskan bahwa sesungguhnya

Dukungan Kelayakan itu bukan subsidi

dan juga bukan PMN.

Antisipasi RisikoPertanyaan Publik

3“Guidelines on Viability Gap Funds for PPP Projects”,

Ministry of Finance Republic of Pakistan, 20074http://wiki.answers.com/Q/What_is_Viability_gap_funding

diakses tanggal 21 April 2012

Rubrik Utama

Page 7: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

7INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Tabel 1. Perbedaan VGF, Subsidi dan PMN

1 Tujuan Meningkatkan kelayakan finansial proyek infrastruktur dengan skema KPS

Meningkatkan daya beli masyarakat

Menambah modal BUMN

2 Penerima Proyek Kerjasama, melalui SPV (badan usaha pemenang lelang proyek infrastruktur KPS)

Masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung

BUMN yang mengusulkan PMN kepada pemerintah

3 Manfaat Untuk mendukung terlaksananya Proyek

Masyarakat yang merupakan target subsidi

Untuk meningkatkan ekuitas atau kapasitas produksi BUMN

No Kriteria Dukungan Kelayakan/VGF Subsidi PMN

Sumber: Hasil FGD Terbatas Peneliti PPRF, 2012

Sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 1, walaupun sama-sama merupakan bentuk

pengeluaran pemerintah dalam rangka menstimulasi perekonomian, namun

terdapat perbedaan kriteria antara Dukungan Kelayakan, subsidi dan PMN. Pada

dasarnya Dukungan Kelayakan diberikan kepada proyek KPS melalui badan usaha

pemenang lelang/SPV (Special Purpose Vehicle). SPV merupakan badan usaha

yang dibentuk oleh Pemerintah dan Swasta (investor) untuk melaksanakan proyek

infrastruktur dengan skema KPS. Adapun proyek yang dapat diberikan VGF adalah

proyek yang dilaksanakan dengan skema BOT (Built Operate Transfer) sehingga di

akhir masa proyek kerjasama, infrastruktur yang dibangun menjadi milik

pemerintah. Adapun dana untuk VGF ini dialokasikan melalui belanja pemerintah

pada APBN.

Mekanisme Pemberian Dukungan Kelayakan

Bagaimana mekanisme pemilihan proyek yang akan memperoleh Dukungan

Kelayakan dan berapa besar dana yang akan diberikan untuk proyek tersebut? Jika

belajar ke India yang sudah menerapkan VGF sejak tahun 2005, maka di India ada

suatu lembaga yang diberi nama “empowered institution” (lihat artikel Hadi

Setiawan: Belajar VGF ke India).

Lembaga ini memiliki kewenangan untuk menilai suatu proyek apakah layak untuk

memperoleh fasilitas VGF atau tidak. Lembaga ini juga menentukan dan menyetujui

nilai VGF yang diberikan sampai dengan jumlah tertentu. Kemudian untuk jumlah

yang lebih besar lagi harus melalui lembaga lain yang diberi nama “empowered

committe” dan dengan persetujuan Menteri Keuangan. Sementara usulannya

berasal dari pemilik proyek yang di Indonesia adalah Kementerian/Lembaga teknis,

Pemda atau BUMN.

Bagaimana penetapan pemenang lelang proyek yang akan memperoleh VGF?

Sekali lagi jika kita melihat kondisi di India, maka parameter yang digunakan untuk

menetapkan pemenang lelang adalah badan usaha yang meminta jumlah VGF

yang terkecil. Untuk kasus Indonesia, bisa menggunakan lebih dari satu parameter,

yaitu selain badan usaha yang meminta VGF terkecil juga badan usaha yang

meminta tarif terendah. Dengan dua parameter ini maka prinsip governance dan

efisiensi akan bisa ditegakkan.

Di India VGF diberikan selama masa konstruksi dan diberikan secara bertahap

kepada proyek sesuai dengan pencairan utang dari financial institution yang

memberikan pinjaman kepada badan usaha pemenang lelang. Oleh karena itu akan

ada perjanjian tripartit antara empowered institution, financial institution dan badan

usaha pemenang lelang.

Ada dua faktor yang paling menentukan

a p a k a h D u k u n g a n K e l a y a k a n

merupakan tools untuk menjawab

kemandegan pelaksanaan KPS di

Indonesia. Pertama, kepastian proyek-

proyek itu sendiri apakah layak

dilaksanakan atau tidak, menjadi

prioritas atau tidak, ada kesungguhan

atau komitmen untuk mengeksekusi

proyek-proyek KPS tersebut. Tanpa

adanya kepastian ini, maka risiko

proyek KPS makin besar, opportunity

cost akan meningkat dan harus ditutup

dengan penjaminan pemerintah yang

makin tinggi. Kedua, pemahaman

pemerintah mengenai apa, tujuan dan

manfaat, bagaimana serta mekanisme

penyaluran Dukungan Kelayakan. Bila

pemahaman mengenai Dukungan

Kelayakan ini rendah maka fasilitas

yang sangat baik ini tidak bisa

dieksekusi, akibatnya risiko proyek

infrastruktur semakin tinggi.

Karena itu, Dukungan Kelayakan bisa

menjadi solusi untuk mengatasi

kemandegan proyek KPS b i la

meminjam pendapat Jeffrey Delmon

(2011), pemerintah perlu memastikan

empat faktor kunci sukses KPS, yaitu:

be patient, prepare well, monitoring and

regulating the project and the sector,

and be ready for challenge. Dalam

konteks persiapan proyek misalnya,

masih belum well prepared yang

tergambar dari persoalan di sekitar PPP

Book terjadi masuk keluarnya proyek-

proyek yang termuat dalam PPP Book

seh ingga mengganggu da lam

Dapatkah Dukungan KelayakanMenjawab Kemandegan

Pelaksanaan KPS di Indonesia?

Rubrik Utama

Page 8: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

8 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

pelaksanaannya, bahkan sering membingungkan investor. Selain itu, proyek-proyek yang tergolong prioritas sering berubah

menjadi tidak prioritas, begitu juga sebaliknya. Sedangkan bila benchmark ke India, pemerintah harus memiliki pengelola proyek

PPP yang kuat (empowered institution) dimana Kementerian Keuangan memegang peranan kunci. PPRF bersama dengan PT

Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) harus diberi wewenang untuk meng-assess proyek yang layak untuk mendapatkan

dukungan dan jaminan pemerintah. Pemerintah juga perlu mengkaji kemungkinan diterbitkannya regulasi yang khusus

mengatur mengenai pembiayaan infrastruktur termasuk Dukungan Kelayakan serta pemberian kewenangan kepada PPRF.

Dengan demikian penulis berpendapat Dukungan Kelayakan diharapkan bisa menjadi tools yang efektif selama pilihan proyek

PPP dapat dipastikan benar (good project), regulasi yang diperlukan cukup memadai/mendukung (good laws), kelembagaan

yang mendukung PPP berfungsi dengan baik dan terkoordinasi secara efektif (good institutions) serta selama pelaksanaan

proyek dilakukan evaluasi dan monitoring secara berkala untuk dilaporkan ke publik secara transparan dan akuntabel (good

fiscal accounting and reporting). Untuk mencapai ini perlu waktu, meskipun apa yang dicapai hari ini merupakan prestasi

tersendiri, namun masih diperlukan beberapa perbaikan (improvement), karena itu pemerintah dan kita semua perlu sabar (be

patient) dan selalu semangat mengerjakan sesuatu secara sungguh-sungguh (man jadda wa jada).

Rubrik Utama

Integritas

Profesionalisme

Sinergi

Pelayanan

Kesempurnaan

Nilai dan Prilaku Kementerian Keuangan

Bersikap jujur, tulus, dan dapat dipercayaMenjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela

Memiliki keahlian dan pengetahuan yang luasBekerja dengan hati

Memiliki sangka baik, saling percaya, dan menghormatiMenemukan dan melaksanakan solusi terbaik

Melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentinganbersikap pro aktif dan cepat tanggap

Melakukan perbaikan terus menerusMengembangkan inovasi dan kreatifitas

Page 9: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

Rubrik Utama

9INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

BELAJAR VGFKE INDIA

1Oleh: Hadi Setiawan

Dalam buku The Indonesian Competitive Report 2011 yang di publish oleh

World Economic Forum disebutkan bahwa peringkat global competitiveness

index 2010-2011 Indonesia berada pada peringkat 44 dari 139 negara.

Peringkat ini berada dibawah Singapura (3), Malaysia (26), China (27),

Brunei Darussalam (27), Thailand (38), tetapi masih diatas Brazil (58),

Vietnam (59), Rusia (53), dan Filipina (85). Untuk tingkat ASEAN, Indonesia

berada di peringkat 5 dan untuk negara berkembang di Asia Indonesia juga

berada di peringkat 5.

Global competitiveness index ini dibuat berdasarkan 12 kategori penilaian,

yaitu institution, infrastruktur, lingkungan makro ekonomi, kesehatan dan

pendidikan dasar, pendidikan yang lebih tinggi, efisiensi pasar barang,

efisiensi pasar tenaga kerja, pembangunan pasar keuangan, kesiapan

teknologi, ukuran pasar, kepuasan bisnis, dan inovasi. Salah satu yang

membuat peringkat Indonesia rendah adalah kondisi infrastruktur di

Indonesia, dimana berdasarkan kondisi infrastruktur, Indonesia masih

berada pada peringkat 82, jauh dibawah peringkat global competitiveness

index itu sendiri. Mengapa hal ini terjadi? Jika dilihat dari anggaran

infrastruktur Indonesia dalam APBN maka anggaran infrastruktur walaupun

terus meningkat dari tahun ke tahun tetapi apabila dibandingkan dengan nilai

PDB Indonesia maka persentasenya masih sangat kecil yaitu 1,71% pada

tahun 2011 dan 1.04% pada tahun 2005 (tabel-01). Persentase anggaran

infrastruktur yang masih relatif kecil ini terjadi karena memang keterbatasan

kemampuan pendanaan pemerintah. Sementara untuk dapat mencapai

target ketersediaan infrastruktur yang memadai, setidaknya dana yang

dibutuhkan adalah sekitar 5 persen dari PDB yang artinya sekitar sekitar Rp. 2340 triliun pada tahun 2011 dan Rp. 406 triliun pada tahun 2012 , jumlah ini

juga masih relatif kecil jika dibandingkan dengan India yang mencapai 7 – 8%

dan China yang berkisar 9 – 10%.

PENGANTAR

1 Calon Peneliti Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan2 Wiloejo Wirjo Wijono, Pendanaan Investasi MP3EI: Pelajaran dari Skema Kemitraan Pemerintah dan Swasta

dalam MP3EI, Breakthrough Strategy Indonesia Menjadi Negara Maju

Tabel 01: Perkembangan Anggaran Infrastruktur Dalam APBN

*Pertumbuhan ekonomi & PDB tahun 2011 menggunakan asumsi makro APBN 2011

Sumber: MP3EI : Peta Proyek Infrastruktur dan Pendanaannya (Yuventus Effendi) dalam MP3EI, Breakthrough Strategy Indonesia Menjadi Negara Maju

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*

7,00%

6,00%

5,00%

4,00%

3,00%

2,00%

1,00%

0,00%

140,0

120,0

100,0

80,0

60,0

40,0

20,0

0,0

1,04%

1,71% 1,56% 1,71% 1,83% 1,65% 1,71%23,7

50,0 54,0

78,993,4

123,8

70,0

Page 10: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

10 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Karena keterbatasannya kemampuan

dana pemerintah tersebut maka

pemerintah mendorong keterlibatan

dan kontribusi pihak swasta untuk ikut

dalam pembangunan infrastruktur ini,

salah satunya yaitu melalui skema

Kerjasama Pemerintah dan Swasta

(KPS). Untuk mendukung skema KPS

ini, pemerintah telah mengeluarkan

payung hukum implementasi KPS

tersebut yaitu dengan Perpres 67/2005

yang kemudian direvisi dengan Perpres

13/2010 dan Perpres 56/2011. Dalam

aturan ini terutama mengatur tentang

p e n g a d a a n b a d a n u s a h a

pembangunan infrastruktur yang

kompetitif, terbuka dan transparan.

Dalam payung hukum KPS infrastruktur

tersebut dinyatakan bahwa badan

usaha dapat memperoleh dukungan

pemerintah yang bentuknya dapat

berupa kontribusi fiskal dalam bentuk

finansial, insentif perpajakan, perizinan,

pengadaan tanah, dukungan sebagian

konstruksi, dan dukungan lainnya.

Selain itu pemerintah juga dapat

memberikan jaminan terhadap proyek

ker jasama tersebut. Dukungan

pemerintah berupa kontribusi fiskal

dalam bentuk finansial inilah yang

disebut Viability Gap Fund (VGF) atau

dikenal dengan istilah Dana Dukungan

Kelayakan.

Rubrik Utama

APA ITUVIABILITYGAPFUND(VGF) ?

Viability gap fund (ada yang menyebutnya dana pendampingan pemerintah, ada

menyebutnya dana “subsidi” pemerintah, ada juga yang menyebut dana dukungan

pemerintah) adalah dana dukungan yang disediakan oleh pemerintah untuk

pembangunan proyek infrastruktur yang dilaksanakan melalui skema Kerjasama

Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk membuat suatu proyek yang sebelumnya

kurang layak secara finansial menjadi layak secara finansial. VGF diberikan kepada

badan usaha pemenang lelang dalam bentuk tunai (cash).

Dukungan dalam bentuk tunai diharapkan dapat mempercepat pembangunan

infrastruktur khususnya untuk proyek yang secara finansial kurang layak, mengingat

dukungan selain tunai yang selama ini diberikan oleh pemerintah kurang optimal

dalam mempercepat pembangunan infrastruktur tersebut.

Salah satu negara yang sudah menerapkan model (skema) VGF sejak tahun

2005 adalah India dengan istilah “The Scheme for Financial Support to Public 3Private Partnerships (PPPs) in Infrastructure” . Penerapan skema dimaksud

dikarenakan Pemerintah India menyadari bahwa proyek infrastruktur tidak selalu

layak secara finansial karena periode waktunya yang panjang atau pengembalian

(return) yang terbatas.

Sektor-sektor yang mendapatkan fasilitas VGF di India adalah:

1. Jalan, jembatan, rel, pelabuhan, bandara, transportasi air di sungai;

2. Listrik;

3. Transportasi perkotaan, persediaan air, saluran air limbah, manajemen limbah,

dan infrastruktur fisik lainnya di perkotaan;

4. Proyek infrastruktur di zona ekonomi khusus; dan

5. Pusat pertemuan internasional, dan proyek-proyek infrastruktur pariwisata

lainnya;

Nilai fasilitas VGF dapat diperoleh di India mencapai maksimal 40% dari nilai

proyek. Nilai tersebut berasal dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian

Keuangan sebesar maksimal 20% nilai proyek dan pemilik proyek dalam hal ini

BAGAIMANA MODEL VGF DI INDIA?

K e m e n t e r i a n / L e m b a g a a t a u

pemerintah daerah sebesar maksimal

20% dari nilai proyek yang dananya

berasal dari anggarannya sendiri.

Fasilitas VGF di India umumnya

diberikan dalam bentuk hibah pada

tahap konstruksi.

Untuk menjalankan skema VGF

dimaksud Pemerintah India membentuk

sebuah lembaga yang diberi nama

“empowered institution” yang memiliki

kewenangan menilai kelayakan sebuah

proyek apakah bisa memperoleh

fasilitas VGF, termasuk menentukan

dan menyetujui nilai VGF yang 3

Infrastructure. 2005. Ministry of Finance-Department of Economic Affairs. Government of India diakses dari http://www.pppinindia.com/pdf/PPPGuidelines.pdf

Scheme for Support to Public Private Partnership in

Page 11: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

11INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

Selain itu juga ada “empowered persetujuan Kementerian Keuangan. Instituition atau Empowered Committe.

c o m m i t t e ” y a n g m e m p u n y a i (catatan: 1 rupee = Rp. 179) Pencairan VGF hanya dapat dilakukan kewenangan yang lebih t inggi jika badan usaha pemenang lelang telah Badan usaha yang memperoleh VGF dibandingkan Empowered Institution. menempatkan dan mengeluarkan adalah pemenang lelang proyek KPS Empowered Committe merupakan kontribusi modal yang disyaratkan dalam infrastruktur yang dilakukan dengan komite dibawah Kepala Urusan proyek, dan akan diberikan secara proses transparan, terbuka dan Ekonomi Kementerian Keuangan, yang bertahap sesuai dengan pencairan utang kompet i t i f . Salah satu kr i ter ia beranggotakan Sekretaris Komisi dari financial institution. Empowered pemenang lelang adalah badan usaha Perencanaan, Sekretaris Pengeluaran, committe akan memberikan VGF yang meminta jumlah VGF yang terkecil dan Sekretaris Kementerian Teknis. tersebut melalui “lead financial institution” dengan tentu saja parameter-Kewenangan Empowered Committe (institusi keuangan yang membiayai p a r a m e t e r l a i n y a n g d a p a t adalah sampai dengan nilai Rs 200 proyek) yang akan diatur dalam dibandingkan. Proses pengajuan crore (2 miliar rupee). Sedangkan nilai perjanjian tripartit antara Empowered permintaan fasilitas VGF ini dilakukan

diatas Rs 200 crore ada dibawah Institution, Lead Financial Institution dan oleh pemilik proyek kepada lembaga

Empowered Commi t te dengan yang berwenang yaitu Empowered badan usaha pemenang lelang.

SUCCESS STORY VGF DI INDIA

Total proyek KPS di India ada sebanyak 881 proyek, yang terdiri dari 6 proyek di bidang airport, 19 proyek di bidang pendidikan,

77 proyek dibidang energi, 13 proyek di bidang kesehatan, 62 proyek pelabuhan, 9 proyek rel kereta api, 457 proyek jalan, 55 di 4bidang pariwisata, 181 proyek di bidang pembangunan perkotaan, serta 2 proyek dibidang lainnya .

Dari keseluruhan proyek KPS tersebut yang memperoleh fasilitas VGF adalah sebagai berikut:

Dari tabel 02 diatas terlihat bahwa jumlah proyek yang memperoleh VGF di India adalah sebanyak 123 proyek (jika memasukkan

turut memasukkan proyek yang masih dalam pertimbangan dan other proposal), jumlah ini adalah sebesar 13,9% dari total proyek

KPS. Sedangkan nilai VGF yang diberikan untuk status fasilitas proyek yang telah disetujui adalah sekitar Rp. 10,6 triliun rupiah.

Jika nilai tersebut ditambah dengan status fasilitas lainnya maka diperoleh angka Rp. 35,72 triliun. Jumlah yang juga cukup besar

jika dibandingkan dengan nilai proyek, yaitu sebesar 21,1%.

Tabel 02: Jumlah Proyek dan Nilai VGF di India

Telah disetujui dan proses lelang telah selesai

37 proyek Rs 30,026.91 crore (300,27 miliar

Rs 5,926.97 crore (59,27 miliar rupee)

19,74% dari nilai proyek

1.

Secara prinsip disetujui 42 proyek Rs 16,890.67 crore (168,91 miliar

Rs 3,259.34 crore (32,59 miliar rupee)

19,3% dari nilai proyek

2.

Dalam tahap 26 proyek Rs 29,860.50 crore (298,61 miliar

Rs 7,852.20 crore 26,29% dari nilai proyek

3.

Other proposal 18 proyek Rs 17,634.71 crore (176,35 miliar

Rs 2,918.68 crore (29,19 miliar rupee)

16,6% dari nilai proyek

4.

No. Status Fasilitas Jumlah Proyek Nilai Proyek Nilai VGF Keterangan

(catatan: 1 rupee = Rp. 179)Sumber: http://www.pppinindia.com/projects_vgf.php diakses tanggal 9 April 2012

model India yaitu fasilitas VGF dicairkan

selama masa konstruksi dan dilakukan

secara bertahap sesuai dengan pencairan

utang dari financial institution. Kemudian

untuk penetapan pemenang lelang,

Indonesia bisa menggunakan parameter

badan usaha yang meminta jumlah VGF

yang terkecil dan yang menawarkan tarif

terendah dengan bobot pembobotan yang

disesuaikan.

PENUTUP

Penerapan VGF model India bisa diterapkan di Indonesia untuk proyek-proyek yang

memiliki kelayakan finansial marginal, apalagi Indonesia sudah memiliki payung hukum

untuk pemberian VGF ini yaitu Perpres 67/2005 sebagaimana telah diubah dengan

Perpres 13/2010 dan Perpres 56/2011. Hanya saja Perpres ini belum mengatur bagaimana

model/skema pemberian VGF dan bagaimana tata cara pemberian dan pengelolaan

termasuk pengawasannya. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan sedang

menyusun aturan tersebut dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan.

Model VGF India bisa menjadi contoh atau acuan bagi Pemerintah Indonesia dalam

penyusunan aturan tersebut yang tentu saja disesuaikan dengan kondisi dan keadaan di

Indonesia. Misalnya terkait dengan alternatif pencairan VGF, Indonesia bisa mengikuti

4http://www.pppindiadatabase.com/Screens/frmSearch.aspx?AUTHORISEDUSER=N&ACTIONTAG=VIEW diakses tanggal 9 April 2012

Page 12: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

Gambar 1. Gap Pembiayaan Dalam Infrastruktur

Kebutuhan InvestasiInfrastruktur

AnggaranPemerintah

GapPembiayaan

Swasta:Non-KPS

Swasta: KPS

IDR 410T

IDR 520TIDR 929T

IDR 500TIDR 1429T

Sumber : Bappenas (RPJMN 2010 – 2014)

12 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

Credit Enhancement dan Percepatan Implementasi

Penyediaan Infrastruktur1Oleh: Novijan Janis

Tekad Pemerintah Dalam Menyediakan Infrastruktur

Pemerintah telah mencanangkan tahun 2012 sebagai tahun

infrastruktur. Hal ini menunjukkan tekad yang kuat untuk

menyediakan infrastruktur yang dapat mendongkrak angka

pertumbuhan Indonesia. Tekad dan komitmen dimaksud

secara konsisten dinyatakan sejak pelaksanaan Indonesia

Infrastructure Summit pada pertengahan Januari 2005 yang

memperkenalkan skema Kerjasama Pemerintah Swasta

(KPS) dalam menyediakan infrastruktur. Acara serupa juga

dilaksanakan pada awal April 2011 yaitu Indonesia

International Infrastructure Conference and Exhibition yang

diharapkan dapat menjadi forum pertemuan antara pejabat

pemerintah dan swasta untuk bersama-sama menyediakan

infrastruktur yang berkelanjutan. Selanjutnya pada bulan

Mei 2011 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden

nomor 32 tentang Masterplan Percepatan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.

Secara umum MP3EI merupakan arahan strategis dari

pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional tahun 2005-2025, yang akan menghantarkan

Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2025. Indikator

negara maju dimaksud adalah PDB Indonesia mencapai

USD 4,0 – 4,5 triliun dan pendapatan perkapita mencapai

USD 14,250 – 15,000. Namun demikian kuantitas dan

kualitas infrastruktur saat ini sangat tidak memungkinkan

untuk mendukung terwujudnya visi dimaksud. Oleh karena

itu MP3EI juga mengindentifikasi investasi infrastruktur

yang dibutuhkan untuk mencapai visi 2025 dimaksud.

Dalam lampiran Peraturan Presiden nomor 32 tahun 2011

disebutkan bahwa sumber pembiayaan proyek infrastruktur

MP3EI akan berasal dari 3 investasi infrastruktur yaitu

investasi Pemerintah, BUMN dan Campuran. Adapun

jumlah proyek dan nilai investasi yang dibutuhkan dari

masing-masing ketiga jenis investasi infrastruktur tersebut

sebagaimana termaktub dalam lampiran Perpres nomor

32/2011 khususnya pada Bab V, adalah sebagai berikut :

1. Investasi infrastruktur pemerintah sebanyak 195 proyek

yang membutuhkan dana sebesar Rp 543,72 triliun

(32%),

2. investasi infrastruktur BUMN sebanyak 154 proyek dan

membutuhkan biaya sebesar Rp 601,82 triliun (36%),

3. investasi infrastruktur campuran sebanyak 47 proyek

KPS dan membutuhkan biaya sebesar Rp 528,29 triliun

(32%)

Tekad mencapai visi 2025 dengan cara memperbaiki

kualitas dan kuantitas infrastruktur mengalami hambatan

dari ketersediaan dana pemerintah. Oleh karena itu

pemerintah mendorong pihak swasta untuk terlibat dalam

penyediaan infrastruktur. Hal ini tergambar dalam RPJMN

tahun 2010-2014 yang diterbitkan Bappenas, dimana

dinyatakan bahwa selama tahun 2010-2014 dibutuhkan

dana infrastruktur sebesar Rp 1.429 trilliun dan 65% nya

(Rp 929 triliun) dibiayai oleh swasta baik dengan skema

KPS maupun non KPS.

Dengan demikian keterbatasan anggaran tidak mampu

memadamkan tekad pemerintah untuk menyediakan

infrastruktur yang dapat meningkatkan taraf hidup bangsa

secara umum. Dimana upaya melibatkan swasta dalam

penyediaan infrastruktur menjadi sebuah alat untuk

mewujudkan tekad dimaksud.

1 Kepala Subbidang Risiko Ekonomi, Keuangan dan Sosial

Page 13: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

13INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

Metode Pembiayaan DalamMenyediakan Infrastruktur

Struktur pembiayaan yang digunakan untuk menyediakan

infrastruktur biasa dikenal dengan project finance. Secara

umum project finance diartikan sebagai sebuah struktur

pembiayaan jangka panjang atas sebuah proyek yang

dinisbatkan kepada proyeksi penerimaan kas masa depan

dari proyek dimaksud. Berbeda dengan struktur

pembiayaan perusahaan (corporate finance) yang

umumnya dinisbatkan kepada posisi kekayaan perusahaan

dimaksud. Perbedaan ini timbul karena umumnya

pembiayaan untuk suatu proyek dipisahkan dari

pembiayaan untuk perusahaan. Pemisahan dimaksud

dilakukan perusahaan karena besarnya kebutuhan

pembiayaan untuk sebuah proyek umumnya melebihi

kapasitas perusahaan dan periode yang dibutuhkan untuk

pengembalian modalnya sangat panjang, sehingga

pemisahan itu dilakukan dalam rangka memitigasi

keuangan perusahaan dalam hal proyek yang dibiayai

mengalami kegagalan.

Karakter lain dari project finance adalah komposisi ekuitas

dan utang pada struktur pembiayaannya. Lazimnya pada

project finance komposisi ekuitas adalah 30% dan 70%

utang (Yescombe, 2001). Komposisi yang demikian

menyebabkan project finance lebih mengikuti karakter dari

lending risk daripada equity risk. Ketergantungan project

finance pada utang mendorong pimpinan proyek untuk

menyusun struktur pembiayaan yang benar-benar dapat

meyakinkan pihak kreditur akan proyeksi revenue stream

dari proyek dimaksud sekurang-kurangnya selama masa

pinjaman. Apabila proyeksi penerimaan dari proyek tidak

meyakinkan pihak lenders maka proyek dimaksud

dikatakan tidak bankable dan sebaliknya.

Besarnya pembiayaan yang dibutuhkan dan panjangnya

periode untuk memperoleh return menyebabkan munculnya

konsorsium baik di pihak sponsor yang menyediakan

ekuitas maupun di pihak kreditur sehingga loan agreement

yang disusun lebih komplek bila dibandingkan dengan

perjanjian sejenis yang disusun oleh sebuah korporasi

(corporate finance). Hal inilah yang menyebabkan biaya

untuk project finance lebih mahal daripada biaya untuk

corporate finance.

Namun demikian berkumpulnya konsorsium besar

dimaksud memberikan dampak positif yang diantaranya

adalah adanya pembagian risiko diantara pihak-pihak

dalam kosorsium berdasarkan kapasitas untuk

mengendalikan risiko dalam artian sebuah pihak akan

menerima alokasi risiko yang bisa dikelolanya dengan cara

yang paling efisien. Dengan alokasi risiko yang efisien inilah

loan agreement disusun.

Alokasi risiko dalam project finance pada umumnya

berpedoman pada dua aspek yaitu kemampuan untuk

mengelola risiko dan kemampuan untuk memikul /

menerima konsekuensi dari risiko. Kemampuan mengelola

risiko sangat berbanding lurus dengan kemampuan dan

kemauan untuk mengelola risiko dengan biaya yang rendah

dan tercermin dari adanya sumber daya yang memadai baik

dari aspek kelembagaan maupun sumber daya manusia.

Adapun yang dimaksud dengan kemampuan menerima

risiko adalah kemampuan menanggung dampak risiko

dengan biaya yang lebih rendah daripada insentif yang

diterima.

Mengingat project finance sudah dilazim digunakan pihak

swasta khususnya dalam pembiayaan sebuah proyek maka

skema KPS dalam penyediaan infrastruktur pun akan

mengunakan metode pembiayaan ini.

Skema KPS Dalam Penyediaan Infrastruktur

Penggunaan skema KPS dalam menyediakan infrastruktur

pada awalnya muncul di daratan Eropa, dimana Komisi

Eropa mendefiniskan KPS (Public Private Patnership)

sebagai pengalihan investasi proyek dari sektor pemerintah

ke sektor swasta. Namun dalam beberapa tahun terakhir,

penyediaan infrastruktur dengan skema KPS mulai

digunakan di negara berkembang seperti India, Pakistan,

Malaysia, Indonesia dan negara berkembang lainnya.

Page 14: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

14 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

Beberapa alasan dari berkembangnya skema KPS ini

adalah :

1. Dengan skema ini, pemerintah dapat mengurangi

anggaran untuk infrastruktur karena swasta turut

berpartisipasi dalam hal pendanaan infrastruktur.

2. Dengan keterlibatan swasta yang secara umum memiliki

keterampilan, teknologi dan sistem insentif yang lebih

baik maka produk dan jasa yang dihasilkan dari skema

KPS akan lebih baik.

3. Skema KPS akan memberi kesempatan untuk

terwujudnya infrastruktur yang sesuai dengan harapan

masyarakat.

Pada dasarnya infrastruktur untuk publik itu dimiliki oleh

pemerintah, namun dengan kontrak konsesi hasil dari skema

KPS kepemilikian dimaksud dialihkan untuk sementara waktu

kepada pihak swasta. Dengan pengalihan inilah penggunaan

anggaran pemerintah untuk infrastruktur dapat dikurangi baik

untuk penyediaannya maupun untuk pemeliharaan selama

periode pengalihan. Dimana pengalihan tersebut tidak

menyebabkan ketiadaan infrastruktur yang dibutuhkan

masyarakat bahkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan

dari infrastruktur dimaksud.

Namun dengan pengalihan dimaksud bukan berarti

pemerintah tidak menyediakan anggaran sama sekali,

karena pengalihan kepemilikan sementara itu pada

dasarnya memindakan risiko dari pemerintah kepada

swasta. Dimana, sesuai dengan prinsip pembagian risiko

pada project finance, risiko ditanggung oleh pihak yang

paling mampu mengelola risiko dan tidak ada satu pihak

yang mampu mengelola semua risiko dari sebuah proyek.

Dalam hal penyediaan proyek infrastruktur dengan skema

KPS, sebagaimana lazimnya dalam project finance,

dibutuhkan kepastian akan revenue stream sekurang-

kurangnya selama masa pengalihan kepemilikan dari

pemerintah ke swasta (masa konsensi). Dimana revenue

stream dimaksud sangat bergantung dengan tarif dari

penggunaan infrastruktur dan tarif tersebut ditentukan oleh

pemerintah. Pada titik inilah swasta tidak memiliki

kemampuan untuk memastikan bahwa kebijakan

pemerintah tidak mengalami perubahan yang dapat

mengganggu revenue stream dimaksud dan perubahan

kebijakan inilah yang disebut dengan risiko politik. Sehingga

dibutuhkan jaminan dari pemerintah akan kepastian future

revenu stream dimaksud.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada saat sebuah

proyek infrastruktur dengan skema KPS dianggap tidak

bankable maka dibutuhkan jaminan dari pemerintah dan

jaminan dimaksud dikategorikan sebagai credit

enhancement.

Terkait dengan credit enhancement pada proyek KPS di

Indonesia, Pemerintah menyediakan fasilitas berupa

dukungan pemerintah baik secara langsung maupun tidak

langsung. Dukungan pemerintah secara langsung dapat

berupa dukungan keuangan dan atau dukungan non

keuangan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Adapun dukungan pemerintah secara tidak langsung

berupa jaminan pemerintah atas sebuah proyek

infrastruktur. Pada awalnya jaminan diberikan secara

langsung oleh pemerintah, namun dengan pertimbangan

jaminan dimaksud merupakan kewajiban kontinjen bagi

Pemerintah selama berlangsungnya loan agreement, maka

Pemerintah kemudian membentuk PT Penjaminan

Infrastruktur Indonesia (PII) yang merupakan sebuah BUMN

yang berfungsi sebagai fiscal risk management instrument

khususnya terkait dengan penjaminan infrastruktur.

Implementasi dari dukungan secara langsung berupa

keuangan yang diberikan Pemerintah saat ini adalah Dana

Tanah (the Land Fund) dan Dana Bergulir (Revolving Fund)

untuk proyek geothermal. Dana Tanah merupakan dana yang

dialokasikan untuk membantu investor dalam pembiayaan

pengadaan tanah di muka untuk mengatasi masalah

ketidakpastian harga tanah. The Land Fund terdiri dari :

Credit Enhancement Dalam PenyediaanInfrastruktur Di Indonesia

Word

pre

ss.c

om

Page 15: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

15INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

a. Land Revolving Fund, yaitu dana bergulir untuk

pembebasan tanah bagi pembangunan jalan tol, dimana

Pemerintah akan membiayai pembebasan tanah

terlebih dahulu dan selanjutnya akan dikembalikan oleh

Badan Usaha yang ditetapkan sebagai pemegang hak

konsesi. Jumlah dana dimaksud pada APBN TA 2011

adalah sebesar Rp 2,3 triliun, dan pada APBN-P TA 2011

menjadi sebesar Rp 3,9 triliun. Selanjutnya pada APBN

TA 2012 mendapat alokasi sebesar Rp 0,9 triliun. Dana

dimaksud dikelola oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT)

- Kementerian Pekerjaan Umum

b. Land Capping, yaitu pemberian dukungan pemerintah

untuk mengantisipasi kenaikan harga tanah bagi

pembangunan jalan tol. Dana ini dikelola oleh

Kementerian Pekerjaan Umum dan diberikan untuk 28

ruas jalan tol dengan nilai sebesar Rp 4,89 triliun yang

dialokasikan sejak tahun anggaran 2008 sampai dengan

tahun 2013. Dalam APBN TA 2011 telah dialokasikan

dana Land Capping sebesar Rp 890,2 miliar dan untuk

APBN TA 2012 alokasi dana Land Capping sebesar Rp

0,5 triliun.

c. Land Acquisition Fund, merupakan kebijakan

Pemerintah untuk memberikan dukungan langsung

untuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan dalam

skema KPS untuk pembebasan tanah. Untuk APBN TA

2011 Pemerintah telah mengalokasikan Land

Acquisition Fund sebesar Rp 765,30 miliar yang terbagi

untuk:

- Proyek Jalan Tol sebesar Rp 315,3 miliar

dialokasikan untuk empat ruas jalan tol (dhi. Pasir

Koja – Soreang; Pandaan – Malang; Serangan –

Tanjung Benoa; Pekan Baru – Kandis – Dumai) dan

- Proyek Kereta Api Bandara Soekarno Hatta -

Manggarai sebesar Rp 450 miliar.

Sementara untuk APBN TA 2012 diperkirakan belum

ada risiko fiskal terkait proyek-proyek dimaksud

mengingat konstruksi dan pengoperasian belum

terlaksana.

Dana Bergulir untuk geothermal adalah dana yang akan

digunakan untuk membiayai kegiatan ekplorasi

pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas

Bumi (geothermal). Pada APBN TA 2011 Pemerintah telah

mengalokasikan Revolving Fund untuk geothermal sebesar

Rp 1.126,5 triliun. Adapun untuk Tahun Anggaran 2012,

telah dialokasikan tambahan dana sebesar Rp 876,5 triliun.

Implementasi dari dukungan tidak langsung yang diberikan

Pemerintah pada penyediaan infrastruktur sudah

berlangsung sejak tahun 1994 yang terdiri dari :

a. Skema Independent Power Producer (IPP) dengan

jaminan dalam bentuk Support Letter,

b. Skema Umbrella Note of Mutual Understanding antara

Pemerintah dengan Japan Bank For International

Cooperation (JBIC) dan antara Pemerintah dengan

Nippon Export an Investment Insurance (NEXI),

c. Skema Program Percepatan Pembangunan

Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan

Batubata,

d. Skema Program Percepatan Penyediaan Air Minum,

e. Skema Program Percepatan Pembangunan

Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi

Terbarukan (Batubata dan Gas),

f. Skema KPS (sampai dengan saat ini baru 1 proyek yaitu

Central Java Power Plant).

Dengan pertimbangan bahwa dukungan tidak langsung ini

akan memunculkan kewajiban kontinjen pada APBN maka

pengelolaan atas jenis dukungan ini selalu diperbaharui

dengan kecenderungan yang semakin membaik. Pada

awalnya pemberian dukungan ini mencakup semua risiko

proyek dan tidak diberi batasan waktu, namun terbitnya

Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2010 dukungan tidak

langsung hanya mencakup risiko politik.

Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa tekad pemerintah

untuk mewujudkan visi 2025 khususnya dalam hal

penyediaan infrastruktur bukan sekedar mimpi. Namun

demikian untuk mencapai hasil yang diharapkan masih

diperlukan keterlibatan dari semua pihak secara maksimal.

Page 16: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

16 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

Salah satu persoalan krusial yang

dihadapi Bangsa Indonesia saat ini

adalah kondisi infrastruktur yang belum

mamadai, baik jumlah maupun mutu.

Pernyataan ini setidaknya tergambar

dari laporan The Global Competitive

Report Tahun 2011 dan WEF (World

Economic Forum). The Global

Competitive Report malaporkan bahwa

kualitas infrastruktur di Indonesia

menduduki peringkat ke-6 di lingkungan

negara-negara ASEAN dan peringkat

ke-57 untuk semua negara di dunia,

dimana keterbatasan infrastruktur

merupakan faktor terbesar nomor 3

yang dipertimbangkan investor untuk

berbinsis di Indonesia, setelah faktor

korupsi dan birokrasi pemerintah yang

tidak efisien. Sedangkan WEF (World

Economic Forum) melaporkan bahwa

daya saing infrastruktur Indonesia

tahun 2010 berada di peringkat 82 (dari

139 negara) di bawah Korea Selatan

(18), Malaysia (30), Thailand (35) dan

China (50). Penilaian tersebut sulit

dibantah karena secara umum kondisi

infrastruktur di Indonesia masih sangat

tidak memadai.

InfrastrukturSektor Transportasi

1 2Oleh : Syahrir Ika dan Sofia Arie Damayanty

Salah satu persoalan krusial yang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini adalah kondisi infrastruktur yang

belum mamadai, baik jumlah maupun mutu

Pengantar Di antara berbagai jenis infrastruktur

yang perlu dibenahi, salah satu yang

perlu mendapat perhatian serius dari

pemerintah adalah infrastruktur

transportasi. Kamar Dagang dan

Industri (Kadin) memaparkan biaya

logistik di Indonesia termasuk paling

tinggi di dunia. Bahkan dari penelitian

Lembaga Pengkajian Penelitian dan

Pengembangan Ekonomi (LP3EI)

Kadin, biaya logistik di Indonesia

mencapai 24 persen dari total Produk

Domestik Bruto (PDB) atau senilai Rp

1.820 triliun per tahun, dimana 60

persennya atau sekitar Rp 1.092 triliun 3merupakan biaya transportasi . Rata-

ra ta nega ra ASEAN memi l i k i

persentase biaya logistik sebesar 20-21

persen, Korea Selatan mencapai 16,3

persen, Jepang mendekati 12 persen,

bahkan Amerika yang memiliki area

lebih luas dibandingkan Indonesia

memiliki porsi biaya logistik terhadap

PDB yang cukup rendah, yaitu sebesar 410 persen . Besarnya persentase biaya

logistik terhadap PDB mengindikasikan

besarnya inefisiensi logistik pada

negara tersebut. Untuk itu pembenahan

sistem logistik terutama transportasi

merupakan hal yang mendesak

dilakukan, karena akan memberikan

multiplier effect yang besar dalam hal

efisiensi produksi barang dan jasa, yang

pada akhirnya dapat meningkatkan

daya saing produk dan doing business

di Indonesia.

Kondisi Umum InfrastrukturTransportasi di Indonesia

Infrastruktur Kereta Api

Sarana kereta api siap operasi di

Indonesia masih sangat minim. Sampai

dengan tahun 2010, Direktorat

P e r k e r e t a a p i a n K e m e n t e r i a n

Perhubungan RI melaporkan bahwa

panjang rel kereta api di Indonesia baru

mencapai 4.813 km, jumlah kereta baru

mencapai 1.506 kereta, jumlah gerbong

baru mencapai 3.278 unit, dan jumlah

lokomotif baru mencapai 360 unit.

1Peneliti Madya pada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu RI2Peneliti Pertama pada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu RI3Tidak Kompetitif, Biaya Logistik Indonesia Tertinggi di Dunia. Republika Online 14 Februari 2012 (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/12/02/14/lzdkvn-tidak-kompetitif-biaya-logistik-indonesia-tertinggi-di-dunia)4RI Targetkan Biaya Logistik Turun. (http://www.beritasatu.com/mobile/bisnis/16810-ri-targetkan-biaya-logistik-turun.html)

Breakthrough Strategy

Page 17: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

17INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

unit. Jumlah sarana kereta api ini belum

sebanding dengan jumlah penumpang

yang terus bertambah. Masalah lain

adalah sarana kereta api umumnya

sudah berusia tua sehingga sering

macet, menimbukan kecelakaan dan

kurang menjamin keselamatan

penumpang. Praktek pemanfaatan

gerbong kereta api di Indonesia juga

belum memenuhi best practices di

negara-negara maju. Bila benchmark

ke Jepang, umur ekonomis kereta api

maksimal 10 tahun, sementara di

Indonesia bisa mencapai 25 tahun dan

bisa di-retrofit tanpa pergantian

perangkat yang mendasar. Kondisi

infrastruktur kereta api yang belum baik

ini menyebabkan kereta api belum

berperan menjadi sarana transportasi

utama di Indonesia.

Wilayah operasi kereta api juga masih

terpusat d i pu lau Jawa (97%

penumpang) dan sebagain kecil

wilayah di Sumatera (3% penumpang).

Masyarakat di pulau-pulau besar

lainnya seperti Kalimantan, Sulawesi

dan Papua, serta sebagian besar

wilayah Sumatera, hingga saat ini

belum menikmati sarana kereta api

sebagai salah satu pilihan sarana

transportasi antar kota. Untuk

menjadikan kereta api sebagai sarana

utama transportasi antar kota,

pemerintah mengupayakan revitalisasi

industri perkeretapian antara lain

menambah panjang rel kereta api,

membangun underpass di lintas

Sumatera dan Jawa, membangun jalur

ganda (double track) di bagian utara

pulau jawa sepanjang 723 km yang

diperkirakan akan selesai pada tahun

2013 mendatang, membangun mass

transport Jakarta, serta memodernisasi

stasiun-stasiun kereta api. Pemerintah

juga membentuk Otorita Transportasi

Jabodetabek (OTJ) yang akan

mensinergikan Bus Rapid Transit

(BRT), Mass Rapid Transit (MRT), dan

Kereta Api Commuter Line, sehingga

d i ta rge tkan pada tahun 2030

pelayanan transportasi publik dapat

diatasi dengan baik.

Kualitas jalan nasional di Indonesia

terus mengalami penurunan. Jalan

propinsi di seluruh Indonesia yang

kondisinya baik hanya mencapai sekitar

5,85 persen dari panjang jalan 48.681

km, selebihnya dalam kondisi rusak

berat, rusak sedang, dan rusak ringan

(Purnomo, Ketua APDJI, 2011). Salah

satu penyebab kerusakan jalan

nasional adalah muatan kendaraan

yang berlebihan (Palgunadi, Binamarga

2010). Kebutuhan anggaran untuk

pemeliharaan jalan yang rusak

memang cukup besar (sekitar Rp25-30

triliun per tahun), namun pemerintah

pusat hanya bisa mengalokasikan

dalam APBN sekitar Rp15-Rp18 triliun

untuk program perba ikan dan

peningkatan kapasitas jalan. Kondisi

jalan yang rusak ini juga menjadi salah

satu penyebab meningkatnya angka

kecelakaan lalu lintas di Indonesia.

U n t u k m e n g a t a s i k e m a c e t a n ,

Pemerintah membangun jalan tol yang

merupakan jalan alternatif dari jalan

lintas yang sudah ada. Konsep jalan tol

adalah pembangunan jalan yang

dibiayai oleh pemakai jalan dengan

dijembatani oleh investor sehingga

pendanaannya seminimal mungkin

membebani APBN. Di Indonesia,

Infrastruktur Jalan pembangunan jalan tol dimulai sejak

tahun 1975, yaitu jalan tol Jagorawi

yang mengubungkan Jakarta-Bogor-

Ciawi. Total panjang jalan tol di

Indonesia hingga 2011 baru mencapai

760 km dengan rata-rata penambahan

per tahun hanya mencapai 23 km.

Kebutuhan lahan tol mencapai sekitar

5.300 hektar namun pembebasan lahan

baru mencapai 2.350 hektar atau 44,5

persen. Kondisi jalan tol seperti ini

memang diakui kuantitasnya masih

jauh di bawah jalan tol di beberapa

negara As ia ( l i ha t Tabe l -01 ) .

Pemerintah merencanakan akan

memperbanyak jalan tol di Indonesia

sepanjang 4.526,9 km, meliputi pulau

Jawa (1.675,7 km), Sumatera (2.805,2

km) dan Sulawesi (46 km).

http://s

tat.

ks.k

idsk

lik.c

om

http://w

ww

.medanbis

nis

daily

.com

Page 18: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

18 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

Hingga saat ini pola kerja sama

pemerintah swasta (KPS) dalam

pembangunan proyek-proyek jalan tol

belum berjalan baik. Menurut Latief

Adam (2011), penyebabnya antara lain

proses legislasi di DPR dalam

membahas RUU Pengadaan Lahan

membutuhkan waktu lama, munculnya

konflik antara pengelola proyek dengan

masyarakat d i seki tar proyek,

penanggungjawab proyek kerja sama

(PJPK) di Kementerian/Lembaga

maupun BUMN/BUMD dan Pemda

kurang berpengalaman, rendahnya

return on investment (ROI) dari proyek-

proyek yang akan dikerjasamakan

dengan pihak swasta, adanya dualisme

pengelolaan proyek, misalnya antara

pengelolaan jalan umum (Binamarga)

dengan pengelolaan jalan tol (BPJT),

serta pola pikir Pemda yang belum

terbangun dengan baik.

Tabel-01 : Perkembangan Jalan Tol di Asia (2009)

Jepang

Malaysia

Korea

China

Indonesia

125 Juta

22 Juta

46 Juta

1.300 Juta

220 Juta

1.166.340

64.949

88.775

1.700.000

35.000

11.520

1.500

2.600

>100.000

648

9.422

3.020

1.986

1.384

162

Negara Jumlah PendudukArteri Tol

Km/Jalan per 1 jutapenduduk

Panjang Jalan (km)

Sumber : Toll Road Association, from investor daily edition, April 14, 2009

Catatan Penulis : Hingga tahun 2011, panjang jalan tol di Indonesia telah mencapai 757,5 km atau bertambah 36 km setiap tahun sejak tahun 2009. Rinciannya adalah 697,1 km di Jawa, 42,7 km di Sumatera, dan 17,7 km di Sulawesi

Kemacetan di Jakarta

Sebagai ibu kota negara Republik

Indonesia, Jakarta menjadi standar

kualitas pembangunan, termasuk

infrastruktur, di Indonesia. Wilayah

Jakarta seluas 740,3 km2 dengan

penduduk mencapai 9.588.198 orang

pada tahun 2010, selain mengalami

perkembangan yang cukup pesat,

namun di sisi yang lain, jakarta juga

hampir setiap hari memperlihatkan

sebuah pemandangan yang tidak enak

dipandang dan dirasakan warga

Jakarta, yaitu kemacetan. Untuk

mengatasi hal ini, Pemerintah Daerah

DKI Jakarta menghadirkan layanan

transportasi umum yang dikenal

dengan TransJakarta. Layanan ini

menggunakan bus AC dan halte yang

berada di jalur khusus. Hingga saat ini

terdapat 11 koridor TransJakarta yang

t e l ah be rope ras i . Se la i n bus

TransJakarta, Pemda DKI Jakarta juga

menyediakan sarana transportasi

cepat, yaitu kereta listrik (KRL), yang

beroperasi sejak pagi hingga malam

hari untuk melayani masyarakat yang

bertempat tinggal di Jabodetabek.

Pemerintah juga membangun sejumlah

jalan tol dalam kota, yaitu Tol Lingkar

Luar, Tol Bandara, serta ruas tol

Jakarta-Cikampek, Jakarta-Bogor-

Ciawi, dan Jakarta-Merak.

Kehadiran TransJakarta, KRL dan jalan

tol dalam kota ternyata belum

m e m b a n t u m e n g a t a s i k o n d i s i

kemacetan jalan di DKI Jakarta. Salah

satu penyebabnya adalah sekitar

130.276 m2 jalan dalam kondisi rusak

(D i t l an tas Po lda Met ro Jaya ,

poskota.co.id). Ditjen Perhubungan

Darat Kementerian Perhubungan

(2011) melaporkan pada tahun 2011

terdapat 11,99 juta kendaraan yang hilir

mudik di DKI Jakarta, terdiri dari 8,76

juta sepeda motor, 2,29 juta mobil

penumpang, 329,5 ribu mobil bus,

464,7 ribu mobil barang dan 143 ribu

kendaraan khusus. Pertumbuhan

kendaraan di DKI jakarta mencapai

1.284 kendaraan per hari atau tumbuh

11 persen per tahun, jauh melebihi

penambahan kapasitas jalan yang

hanya bertambah sebesar 0,01 persen

per tahun (Riza Hashim, 2011,ESQ-

NEWS.com).

Kemacetan di DKI Jakarta akan

semakin parah jika pemerintah lambat

mengantisipasinya. Persolannya

adalah Pemerintah DKI memiliki

kewenangan yang terbatas. Pemda DKI

Jakarta tidak mungkin membatasi atau

menghentikan industri otomotif yang

rajin memproduksi kendaraan. Pemda

DKI juga tidak memiliki kewenangan

untuk membatasi arus kendaraan yang

datang dari wilayah Bogor, Tangerang,

Bekasi, dan Depok. Pemda DKI Jakarta

memiliki kewenangan yang terbatas

misalnya hanya bisa menambah

jaringan jalan dan meningkatkan

pelayanan angkutan umum melalui pola

transportasi makro. Oleh karena itu,

persoalan kemacetan jalan dan

infrastruktur di DKI Jakarta harus

diselesaikan dengan sebuah sistem

yang terintegrasi, komprehensif dan

koordinatif antar Pemda di sejumlah

Propinsi terkait, dan melibatkan

Pemerintah Pusat.

Permasalahan InfrastrukturTransportasi di Indonesia

Penulis mengidentifikasi beberapa

penyebab mengapa pengadaan

infrastruktur transportasi di Indonesia

masih sangat jauh dari kriteria

memuaskan.

1. Pembangunan infrastruktur belum

dilakukan secara terintegrasi.

Sudah kita maklumi bersama bahwa

p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r

transportasi yang dilakukan di

Indonesia masih belum terintegrasi

dalam satu sistem manajemen

t ransportas i . Masing-masing

i n s t a n s i p e m e r i n t a h

(Kemente r ian /Lembaga dan

Pemda) hanya melihat proyek

infrastruktur dari kacamata sektor

atau wilayahnya sendiri serta

kurang membangun sinergi dan

koordinasi . Hal in i lah yang

menyebabkan banyak infrastruktur

transportasi yang tidak dapat

dibangun dengan kualitas memadai

sesuai yang direncanakan. Salah

satu contohnya adalah pelabuhan

Tanjung Priok di Jakarta yang

hingga saat ini belum terhubung

dengan jaringan kereta api sebagai

alternatif sarana pengangkutan

barang (terutama kontainer) yang

efisien. Contoh lain misalnya, Bina

Marga dan Jasa Marga yang kurang

Page 19: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

19INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

koordinatif dalam pengaturan jalan

tol dan jalan arteri sehingga sering

terjadi kemacetan akibat pembagian

arus lalu lintas tidak diatur bersama.

2. Orientasi pembangunan

infrastruktur sebatas fisik

Dalam melakukan pembangunan

s a ra n a a ta u p u n p ra sa r a n a

transportasi, orientasi output proyek

masih sebatas pada tersedianya

infrastruktur fisik, dan belum

memperhatikan kualitas pelayanan

yang dihasilkan, apakah sudah

memenuhi standar pelayanan

m i n i m u m b a g i m a s y a r a k a t

pengguna. Selain itu, masalah

operasional dan perawatan menjadi

hal yang kurang diperhatikan

sehingga infrastruktur yang ada

semakin jauh dari kualitas yang

diharapkan. Sudah sering kita alami,

perbaikan jalan dilakukan tetapi

tidak dibarengi dengan perbaikan

saluran air di sekitarnya, sehingga

dalam waktu yang tidak terlalu lama

jalan yang baru diperbaiki tersebut

kembali hancur karena terendam air

dari saluran yang mampet.

3. Kebijakan tidak dilakukan secara

berkesinambungan

Banyak kebijakan yang dibuat oleh

rezim pemerintahan tertentu tidak

d i l a n j u t k a n p a d a r e z i m

pemerintahan selanjutnya sebagai

a k i b a t d a r i p e r g a n t i a n

pimpinan/pemerintahan (political

effect). Sebagai contoh, proyek

transportasi cepat massal (Mass

Rapid Transport/MRT) sebenarnya

sudah direncanakan sejak tahun

1996, ketika Menteri perhubungan

dijabat oleh Haryanto Dhanutirto.

MRT ini direncanakan dibangun

sistem pengangkutan bawah tanah

sepanjang 23 km dengan kapasitas

45.000 orang penumpang per jam 5dan dibiayai oleh Bank Dunia ,

namun sampai hari ini (16 tahun

kemudian) belum juga terwujud.

Begitu juga, proyek monorail

Jakarta yang dirancang oleh

G u b e r n u r S u t i y o s o h a n y a

t e rea l i sas i sampa i dengan

pembangunan tiang pancang yang

melintasi wilayah Jakarta Pusat dan

Jakar ta Se la tan, dan t idak

dilanjutkan lagi bahkan dihentikan

oleh Gubernur Fauzi Bowo. Konon

penyebabnya adalah perbedaan

pandangan mengenai apakah

proyek ini dijalankan dengan

penunjukan langsung atau melalui

lelang, serta pelaksana proyek (PT

Jakarta Monorail) tidak dapat

m e m e n u h i k e b u t u h a n

pembiayaannya sehingga proyek ini

menjadi proyek terlantar.

4. Insentif masih dirasakan kurang

memadai

Mengingat kemampuan APBN yang

t e r b a t a s d a l a m m e n d a n a i

pembangunan in f ras t ruk tu r,

pemerintah telah berupaya untuk

menarik minat swasta dalam

p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r

transportasi dengan skema KPS,

salah satunya melalui pemberian

dukungan dan jaminan pemerintah

atas proyek-proyek pembangunan

infrastruktur dengan skema KPS

sebaga imana d ia tu r da lam

Peraturan Presiden Nomor 67

Tahun 2005. Namun demikian dari

sejumlah proyek pembangunan

infrastruktur yang direncanakan

oleh Bappenas dalam Public-

Private Partnership (PPP) Book,

yang terealisir baru satu proyek,

yaitu pembangkit listrik Central Java

Power Plant. Salah satu faktor yang

menjadi penyebab keengganan

swasta berpartisipasi dalam proyek

http://m

edia

.viv

anew

s.co

m

pembangunan infrastruktur adalah

karena kurangnya insentif di bidang

perpajakan (Media Indonesia, 17

April 2012). Untuk itu perlu dikaji

bentuk insentif yang efektif menarik

investor khususnya di bidang

p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r

transportasi.

Terobosan Pemerintah :Harus Dimulai Dari Mana?

Memperhatikan beberapa masalah di

sektor transportasi, dapat disimpulkan

bahwa ada banyak pekerjaan rumah

yang harus dilakukan pemerintah untuk

membenahi infrastruktur transportasi di

tanah air kita. Walaupun Kementerian

Perhubungan telah membuat suatu

S is tem Transpor tas i Nas iona l

(Sistranas) yang merupakan tatanan

transportasi yang terorganisasi secara

kesisteman untuk dijadikan sebagai

pedoman dan landasan dalam

p e r e n c a n a a n , p e m b a n g u n a n ,

penyelenggaraan transportasi guna

mampu mewujudkan penyediaan jasa 6transportasi yang efektif dan efisien ,

namun cara kerja yang hanya “As is”

tidak bisa memecahkan masalah

transportasi yang rumit. Diperlukan

suatu terobosan dari pemerintah agar

semua perencanaan yang telah dibuat

5 Haryanto Dhanutirto. 1996. “Pembangunan Infrastruktur Transportasi Indonesia” dalam Risalah Konferensi Internasional Tingkat Menteri dalam Pembangunan Infrastruktur, Jakarta.

6 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional

Page 20: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

20 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

dapat dijalankan secara efektif, dan efisien serta dapat memenuhi standar

pelayanan transportasi bagi masyarakat secara memadai. Beberapa terobosan

yang menurut penulis dapat dilakukan pemerintah adalah:

1. Porsi Anggaran Belanja Modal pada APBN Diperbesar

Terlepas dari permasalahan infrastruktur transportasi Indonesia yang telah

dikemukakan sebelumnya, anggaran infrastruktur Indonesia yang disediakan

pemerintah dalam APBN memang dirasa kurang. Pada Tabel-02 terlihat bahwa

walaupun secara nominal realisasi belanja modal terus mengalami peningkatan,

namun peningkatan tersebut belum mampu menyamai pertumbuhan ekonomi

yang terjadi, sehingga rasio belanja modal terhadap PDB terus mengalami

penurunan. Kementerian Pekerjaan Umum mengharapkan porsi anggaran

untuk infrastruktur dapat ditingkatkan sampai dengan 5% dari PDB untuk

mendukung kegiatan ekonomi dan pertumbuhan dunia usaha internasional

(Seputar Indonesia, 11 April 2012).

Realisasi Belanja Modal

PDB

Rasio Belanja Modal thd PDB (%)

2006

54,95

3.338,2

1,65

2007

64,29

3.957,4

1,62

2008

72,77

4.954

1,47

2009

75,87

5.613,4

1,35

2010

80,29

6.422,9

1,25

Tabel-02. Belanja Modal dan PDB (triliun rupiah)

Uraian

Sumber : Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2010, diolah

Penulis berpendapat, idealnya Pemerintah perlu menetapkan belanja modal

sebagai mandatory spending selama periode tertentu, dalam rangka

mempercepat pengadaan infrastruktur di tanah air. Namun karena fiscal space

yang dimiliki pemerintah sudah sangat kecil jumlahnya, maka penetapan

belanja modal untuk infrastruktur sebagai mandatory spending untuk saat ini

masih sulit untuk dilakukan. Sesungguhnya apabila dilakukan reorganisasi

pengelolaan anggaran, pemerintah dapat mengalokasikan dana infrastruktur

dalam jumlah yang memadai. Selain melalui upaya peningkatan penerimaan

negara dan efisiensi belanja (salah satunya dengan pengendalian subsidi

melalui pemberian subsidi tepat sasaran), reorganisasi pengelolaan anggaran

juga dilakukan melalui penataan kembali alokasi anggaran berdasarkan skala

prioritas, dimana pengadaan infrastruktur sebagai salah satu prioritas utama.

2. Perlunya Usulan RUU tentang Pengadaan Infrastruktur

Untuk memangkas adanya miskoordinasi dalam pengadaan infrastruktur di

Indonesia, perlu dibuat suatu UU tentang Pengadaan Infrastruktur (termasuk di

dalamnya infrastruktur transportasi), yang mengintegrasikan UU terkait dengan

proses pengadaan infrastruktur dan UU tiap sektor, seperti UU Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, UU tentang Jalan dan

Jalan Tol, UU Perkeretaapian, UU Pelayaran, UU Penerbangan, UU Lalu Lintas

Angkutan dan Jalan, UU Otonomi Daerah, UU Ketenagalistrikan, dan peraturan

terkait lainnya.

Dalam UU Pengadaan Infrastruktur ini juga diatur kewenangan

Kementerian/Lembaga yang menjadi penanggungjawab pelaksanaan

pembangunan infrastruktur. Praktek semacam ini telah dilakukan di Korea,

dimana Ministry of Strategy and Finance diberikan kewenangan tidak hanya

mengalokasikan anggaran bagi pembangunan infrastruktur, tetapi juga dalam

penentuan skema financing-nya (apakah menggunakan KPS atau full funding

dari pemerintah), penentuan pelaksana proyek berdasarkan mekanisme lelang

yang transparan dan akuntabel, sampai dengan penetapan standar kualitas

pelayanan yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur tersebut. Hal ini

dapat menjadi inspirasi bagi proses pengadaan infrastruktur di Indonesia.

Jaminan peraturan setingkat UU ini dibutuhkan sebagai dasar bagi siapapun

Kementer ian /Lembaga yang

ditunjuk untuk melaksanakan

pembangunan infrastruktur sesuai

dengan roadmap yang ada, dengan

berpegang pada prinsip GCG (good

corporate governance).

3. Pengendalian Kualitas Pelayanan

Publik di Sektor Transportasi

Seper t i t e lah d i kemukakan

sebelumnya, saat ini sebagian

besar pembangunan infrastruktur

transportasi di Indonesia masih

sebatas pada penyediaan sarana

dan prasarana secara fisik, dan

belum memperhatikan sampai ke

aspek kualitas pelayanan ataupun

kepuasan masyarakat sebagai

pelanggan. Untuk itu sudah saatnya

dibentuk suatu Komite yang

b e r t a n g g u n g j a w a b a t a s

pengendalian kualitas (quality

control) pelayanan publik di sektor

transportasi. Komite ini bertugas

m e m f o r m u l a s i k a n i n d e k s

pelayanan publik dari sektor

t r a n s p o r t a s i , d a n

mempubl ikasikannya kepada F

OT

O : A

AN

RU

STA

ND

I

Page 21: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

21INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

masyarakat sebagai bentuk

pertanggungjawaban pemerintah

atas transparasi pelayanan publik.

Wewenang Komite ini merupakan

salah satu bagian yang diatur dalam

RUU Pengadaan Infrastruktur,

sehingga diharapkan pengadaan

infrastruktur dapat terwujud bukan

hanya sebatas fisik, tapi juga

menghadirkan value for money bagi

masyarakat.

4. Pemberian insentif di bidang

perpajakan (tax incentive)

Pemerintah telah memberikan

berbagai bentuk tax incentive bagi

para investor swasta yang

menanamkan modal di Indonesia,

antara la in adalah fasi l i tas

keringanan pajak (tax allowance)

sebagaimana diatur dalam PP

Nomor 62 Tahun 2008, dan

pembebasan pajak penghasilan

untuk jangka waktu tertentu (tax

holiday) sebagaimana diatur dalam

P M K N o m o r 1 3 0 Ta h u n

2011.Mengingat kedua peraturan ini

belum mencakup pemberian

insentif pajak kepada pengusaha

yang melakukan investasi di bidang

p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r

t r a n s p o r t a s i , m a k a s u d a h

selayaknya pemerintah kembali

mengkaji bentuk insentif yang dapat

efektif mendorong minat investor di

bidang tersebut. Konsekuensinya

adalah untuk jangka pendek

memang akan sedikit mengurangi

pundi penerimaan pajak dalam

APBN, namun untuk jangka panjang

akan lebih menguntungkan bagi

perekonomian secara keseluruhan.

Apabila penambahan tax incentive

ini akan diterapkan, maka kami

mengusulkan diarahkan terutama

ke bidang transportasi seperti MRT

Tahap I (Lebak Bulus-Bundaran HI)

dengan anggaran Rp40 triliun,

Dermaga Merah IV dengan

anggaran RP180 miliar, jalan tol

Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi

tahap II (60 km) dengan anggaran

Rp5,79 triliun dan doubletrack KA

rute Pekalongan-Semarang (87,9

km) dengan anggaran Rp18 triliun.

Persoalan di sektor transportasi

adalah salah satu persoalan kritis

yang dihadapi Indonesia saat ini. Dunia

internasional bahkan mengklaim bahwa

persoalan di sektor transportasi

merupakan salah satu faktor yang

membuat daya saing Indonesia masih

kalah dibanding dengan banyak negara

di dunia. Sama halnya dengan orang

yang “sakit keras”, obat warung (As is)

t idak b isa menyembuhkannya,

diperlukan obat paten yang berdosis

tinggi, inilah yang penulis sebut

Breakthrough! Beberapa rekomendasi

dalam artikel ini memang dapat menjadi

obat paten, tetapi bila digunakan secara

tidak tepat, maka nilai patennya

menjadi hilang, sehingga value for

money dari APBN menjadi tidak efektif.

Untuk itu “dokter spesialis” yang

kompeten menjadi faktor yang paling

menentukan agar apa yang telah

d i resepkan ( rekomendasi bag i

percepatan pembangunan infrastruktur

di bidang transportasi) dapat mencapai

hasil yang optimal.

Penutup

PROYEK KERETA BANDARA

Page 22: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

22 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

ntuk ketujuh kalinya, tanggal 2 s.d. 5 Mei 2012 nanti pemerintah kembali akan Umenyelenggarakan pameran internasional yang diberi nama Indonesia

International Infrastructure Conference and Exhibition 2012. Pameran ini,

seperti biasanya, ditujukan untuk mempromosikan sejumlah proposal proyek

infrastruktur kepada para investor dan dunia usaha, baik asing maupun domestik.

Namun, enam pameran yang sudah dilakukan pada waktu lalu ternyata belum

membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Dari hampir seratusan proyek

infrastruktur yang diusulkan untuk dikerjasamakan dengan dunia usaha, baru satu

proyek yang sudah sampai tahap transaksi (proses financial closing) yaitu proyek

pembangunan PLTU Jawa Tengah (Central Java Power Plant).

Pertanyaan yang relevan untuk dikemukakan adalah bagaimana respon dunia

usaha selama ini terhadap ajakan pemerintah untuk bekerjasama dalam

pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia? Kemudian, bagaimana prospek

pembangunan infrastruktur di masa mendatang?

SAATNYAPEMBANGUNANINFRASTRUKTURDI PACU

1Oleh : Praptono Djunedi

Pengantar

Perkembangan KPS dan Respon Dunia Usaha

Berdasarkan proyeksi pemerintah, kebutuhan dana investasi untuk proyek

infrastruktur dalam kurun waktu 2010 s.d. 2014 sebesar Rp1.923,7 triliun. Dari total

kebutuhan dana tersebut, APBN diperkirakan hanya bisa menyediakan dana sekitar

Rp559,54 triliun, selanjutnya APBD sekitar Rp355,07 triliun, BUMN (Rp340,85

triliun) dan swasta (Rp344,67 triliun) sehingga masih ada financing gap sekitar

Rp323,67 triliun. (Dedi Supriadi Priatna, 2011).

Sebagaimana diketahui, setelah mengalami krisis moneter, pembiayaan

pembangunan infrastruktur yang dialokasikan dalam APBN dalam beberapa tahun

terakhir masih jauh dari angka ideal (yaitu sekitar 5 persen dari PDB). Data dari

website Direktorat Jenderal Anggaran

Kementerian Keuangan menunjukkan

bahwa realisasi anggaran infrastruktur

yang disediakan dalam APBN tahun

2006 hanya sebesar Rp54 triliun (1,6

persen dari PDB), realisasi tahun 2007

sebesar Rp59,8 triliun (1,5 persen),

tahun 2008 Rp78,7 triliun (1,6 persen),

tahun 2009 Rp91,3 triliun (1,6 persen),

tahun 2010 Rp99,4 triliun (1,5 persen),

dan realisasi tahun 2011 Rp125,6 triliun

(1,7 persen).

Terbatasnya alokasi dana dalam

pembangunan infrastruktur, mau tidak

mau, membuat pemerintah harus

memil ih strategi pembangunan

infrastruktur dengan skema Kerjasama

Pemerintah Swasta (KPS). Dalam

tulisan yang berjudul “Implementasi

Public-Private Partnerships dan

Dampaknya ke APBN” di Warta

Anggaran Ditjen Anggaran, penulis

(2007) menyatakan bahwa sebenarnya

payung hukum terkait KPS ini sudah

ada sejak era presiden Soeharto.

Namun, ternyata Keputusan Presiden 1 Peneliti Muda pada Badan Kebijakan Fiskal

Page 23: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

23INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

Nomor 7 Tahun 1998 tentang

Kerjasama Pemerintah dan Badan

Usaha Swasta dalam Pembangunan

dan/atau Pengelolaan Infrastruktur ini

t i d a k m e m b u a h k a n h a s i l .

Penyebabnya, kondisi perekonomian

dalam negeri saat itu belum stabil

karena krisis moneter sehingga terjadi

capital flight yang cukup besar.

Baru pada tahun 2005, Pemerintah

mulai serius untuk menerapkan konsep

K P S . S k e m a K P S d i l a k u k a n

berdasarkan prinsip-prinsip seperti:

adil, terbuka, transparansi, dan

persaingan. Dengan adanya prinsip-

p r i ns ip yang mengedepankan

transparansi dan persaingan, manfaat

yang d iharapkan ada lah b isa

memperoleh harga yang terendah;

dapat meningkatkan penerimaan publik

(pub l i c accep tance ) t e rhadap

pembangunan proyek KPS; mendorong

kesanggupan lembaga keuangan untuk

menyediakan pembiayaan tanpa

sovereign guarantees; mengurangi

risiko kegagalan proyek; mendapatkan

bidders yang sangat berpengalaman

dan berkualitas tinggi; serta mencegah

aparat pemerintah dari praktek KKN.

Terkait dengan hal itu, pemerintah

kemudian menerbitkan Peraturan

Presiden Nomor 67 Tahun 2005

(terakhir diubah dengan Perpres

56/2011), juga peraturan terkait

pembebasan lahan (Perpres 36/2005

dan terakhir ditingkatkan menjadi UU

2/2012) dan Permenko Perekonomian

Nomor 4 Tahun 2006 tentang Tata Cara

Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah

d e n g a n B a d a n U s a h a D a l a m

Penyediaan Infrastruktur.

Sementara itu, kelembagaan yang

dibentuk terkait pelaksanaan skema

KPS meliputi:

(a). Komite Kebijakan Percepatan

Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)

dibentuk berdasarkan Peraturan

Presiden 42/2005, lalu peran

KKPPI lebih diefektifkan melalui

Peraturan Presiden Nomor 12

Tahun 2011;

(b) Komite Pengelolaan Risiko dan Penyediaan Infrastruktur dibentuk

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2006 (lalu berubah

menjadi Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal);

(c ) Badan Layanan Umum pada Badan Pengatur Jalan Tol, Kementerian PU yang

dibentuk tahun 2007 untuk mengelola Land Revolving Fund;

(d) PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dibentuk tahun 2009 dan melalui anak

perusahaannya PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) telah beroperasi

sebagai entitas pembiayaan pembangunan infrastruktur melalui skema KPS;

(e) PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dibentuk tahun 2010 telah

beroperasi sebagai entitas penjaminan pembangunan infrastruktur melalui

skema KPS. Regulasi terkait PT PII telah ditetapkan melalui Peraturan

Presiden 78/2010 serta Peraturan Menteri Keuangan 260/2010.

.

Namun demikian, perkembangan pembangunan infrastruktur dengan skema KPS

belum sesuai dengan yang ditargetkan. Beberapa bottleneck yang ada diantaranya

adalah lambatnya penyediaaan legal framework, tidak matangnya persiapan proyek

KPS, rendahnya komitmen kementerian/lembaga (sebagai Penanggung Jawab

Proyek Kerjasama/PJPK), preferensi birokrat yang cenderung pada APBN sebagai

sumber pembiayaan untuk proyek infrastruktur yang ROI-nya tinggi, rendahnya ROI

proyek KPS yang ditawarkan kepada dunia usaha, dan pola pikir birokrat mengenai

konsep KPS yang belum terbangun dengan baik (Latif Adam, 2011).

Seperti telah dijelaskan di atas, dari hampir seratusan proyek yang diusulkan

sebagai proyek skema KPS sejak tahun 2006, baru satu proyek yang sedang dalam

proses financial closing yaitu proyek pembangunan PLTU Jawa Tengah (CJPP).

Walaupun demikian, penulis optimis bahwa peluang kerjasama dengan dunia usaha

masih cukup besar dalam rangka membangun infrastruktur di Indonesia. Di luar

skema KPS, upaya pembangunan infrastruktur oleh dunia usaha secara business to

business cukup banyak. Sebagai contoh di sektor migas, Kuwait Petroleum

International Company telah melakukan penandatanganan Memorandum of

Understanding (MOU) dengan PT Pertamina (Persero) untuk membangun kilang

Balongan II dengan nilai investasi sekitar USD8 miliar. Perusahaan Kuwait tersebut

saat ini sedang mengkaji insentif fiskal yang telah disediakan pemerintah. Aramco,

perusahaan minyak dari Arab Saudi juga telah melakukan penandatanganan MOU

dengan PT Pertamina (Persero) untuk membangun kilang minyak di Tuban dengan

nilai investasi USD9 miliar.

Kemudian, sebagai gambaran umum terkait investasi di Indonesia, dapat dipaparkan

perkembangan realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) selama tahun 2011. Data dari website Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa dari total investasi PMA

sebesar USD5,1 miliar, tiga sektor yang paling diminati oleh investor asing adalah

sektor transportasi, gudang dan komunikasi (nilai investasi USD1,7 miliar), kemudian

diikuti oleh sektor listrik, gas dan air (USD0,7 miliar) dan terakhir adalah sektor

industri logam, mesin dan elektronik (USD0,3 miliar). Sedangkan dari total investasi

PMDN Rp24 triliun, tiga sektor yang paling diminati oleh investor domestik adalah

sektor pertambangan (Rp4,2 triliun), kemudian diikuti oleh sektor industri kertas dan

percetakan (Rp4,1 triliun) serta sektor listrik, gas dan air (Rp3,7 triliun).

Di sisi lain, Indonesia juga telah memperoleh predikat investment grade dari Fitch

Rating dan Moody's. Pasar modal kita juga masih cukup atraktif bagi para investor

keuangan. Tinggal bagaimana peluang yang ada tersebut bisa dimanfaatkan oleh

dunia usaha yang sedang mencari pendanaan murah di bursa saham untuk

dipergunakan menambah kapasitas produksi, yang pada akhirnya dapat

berdampak positif bagi perekonomian nasional.

Page 24: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

24 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

VGF: Pemacu Pembangunan Infrastruktur

Tahun 2012 telah dicanangkan sebagai

tahun in f rast ruktur. Di tengah

membaiknya kondisi ekonomi makro

Indonesia, meskipun ada sedikit

perlambatan pertumbuhan ekonomi

global akibat krisis Eropa seharusnya

kondisi ini bisa menjadi trigger bagi

pemerintah dan dunia usaha untuk lebih

memacu pembangunan infrastruktur.

Banyaknya in f ras t ruk tu r yang

terbangun dengan kualitas memadai

dapat meningkatkan kapasi tas

produksi , dapat memper lancar

distribusi barang/jasa serta dapat

menurunkan biaya logistik. Di pihak lain,

pembangunan infrastruktur juga dapat

berdampak pada penyediaan lapangan

ker ja, meningkatkan daya bel i

masyarakat dan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi APBN, pemerintah telah

menambah alokasi pembiayaan

pembangunan proyek infrastruktur

dalam APBN-P 2012 terutama melalui

Bagian Anggaran (BA) Kementerian/

Lembaga terkait dengan proyek

infrastruktur. Dalam Nota Keuangan dan

RAPBN-P 2012 disebutkan bahwa

alokasi dana pada BA kementerian

Perhubungan semula sebesar

Rp28.117,7 miliar berubah menjadi

Rp36.708,1 miliar, atau naik sebesar

Rp8.590,3 miliar. Dari total kenaikan itu,

yang dialokasikan untuk tambahan

pembiayaan proyek infrastruktur

perhubungan sebesar Rp4.172,4 miliar.

Pada BA kementerian Pekerjaan Umum

juga tampak ada kenaikan sebesar

Rp11.238,1 miliar yang mana semula

dana yang disediakan sebesar

Rp62.563,1 miliar naik menjadi

Rp73.801,1 miliar. Pembangunan

infrastruktur lebih difokuskan pada

infrastruktur konektivitas Indonesia

bagian timur, infrastruktur pendukung

domestic connectivity dan koridor

ekonomi, ketahanan pangan, klaster 4,

dan lainnya (lihat Tabel 1).

Selain itu, untuk lebih memacu

terealisasinya proyek infrastruktur

dengan skema KPS, pemerintah

sedang mengkaji suatu konsep yang

disebut dengan Viability Gap Fund

(VGF). Secara sederhana, VGF dapat

dipahami sebagai sejumlah dana yang

dialokasikan pemerintah untuk

mempercepat pembangunan proyek

infrastruktur yang berskema KPS yang

sebelumnya tidak layak menjadi layak

secara finansial. VGF diberikan kepada

badan usaha pemenang lelang dalam

bentuk tunai. Kalau mengacu ke model

India, besaran dana VGF yang

diberikan maksimal 20 persen dari nilai

total proyek.

Penulis optimis bahwa instrumen VGF

ini salah satu breakthrough untuk

meningkatkan minat dunia usaha pada

proyek KPS. Instrumen VGF diyakini

dapat menjadi “peningkat gairah” di

tengah lesunya pembangunan

infrastruktur berskema KPS. Beberapa

hal yang perlu dicermati terkait VGF

sedikitnya adalah bentuk kelembagaan

dan kewenangan yang perlu disepakati

oleh instansi-instansi terkait serta batas

waktu proses persetujuan VGF.

Penutup

Untuk mendukung pelaksanaan VGF,

perubahan mindset di kalangan

kementerian/lembaga pemerintah

juga perlu dilakukan agar penyiapan

proyek KPS dilakukan lebih serius,

agar komitmen kementerian/lembaga

sebagai PJPK lebih meningkat, serta

preferensi penggunaan APBN

sebagai sumber pembiayaan lebih

d i p e r u n t u k k a n b a g i p r o y e k

infrastruktur yang ROI-nya sangat

rendah (bukan untuk proyek yang

punya ROI tinggi).

Akhirnya, setelah “pesta infrastruktur”

di atas usai dilaksanakan, saatnya

untuk menterjemahkan konsep VGF

agar menjadi sesuatu yang lebih

kongkret, mudah dipahami semua

pihak dan bisa segera diterapkan di

Indonesia. Semakin cepat konsep

VGF dapat diimplementasikan,

semakin cepat pula pembangunan

infrastruktur dapat terealisasikan

secara massive.

Tabel 1: Penggunaan Dana Infrastruktur Pada DIPA Beberapa K/L Tahun 2012

Kementerian/Lembaga

Tambahan dana sebesar Rp4.172,4 miliar

(1) pembangunan infrastruktur konektivitas Indonesia Timur

yaitu pembangunan infrastruktur perhubungan di propinsi

NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat;

(2) pembangunan infrastruktur konektivitas dan koridor ekonomi

seperti pembangunan jalan kereta api Semarang-

Bojonegoro, sebagian konstruksi Solo-Kertosono dan

pembangunan bandar udara.

Tambahan dana sebesar Rp11.238,1 miliar. (perkiraan)

(1) pembangunan infrastruktur konektivitas Indonesia Timur

yaitu pembangunan infrastruktur jalan di propinsi NTT, NTB,

Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat

(2) pembangunan infrastruktur konektivitas dan koridor ekonomi

seperti jalan akses pelabuhan Maloy, jalan perbatasan

Kalimantan, jalan dan jembatan ruas Salumatu-Mamasa-

Batas Tator Sulawesi Selatan, jalan strategis propinsi

Sulawesi Tenggara, dan pembangunan jalan mendukung

kawasan industri Dumai;

(3) waduk dan sarana irigasi guna mendukung ketahanan

pangan;

(4) infrastruktur penanganan banjir di pulau Jawa.

Tambahan dana sebesar Rp1.474,3 miliar

(1) pelaksanaan program klaster 4 yaitu pembangunan rumah

masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di propinsi NTT;

(2) penanganan permukiman kumuh DAS Ciliwung;

(3) pembangunan rumah sangat murah/swadaya.

Perhubungan

Pekerjaan Umum

Perumahan Rakyat

Digunakan untuk

Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2012

Page 25: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

25INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

enaga listrik merupakan kebutuhan 10,4%. Sedangkan pertumbuhan yang Tyang amat penting bagi sebagian paling rendah terjadi pada wilayah

besar masyarakat. Dari tahun ke tahun, Jawa-Bali yaitu sebesar 5,4%.

permintaan listrik selalu mengalami Berdasarkan perhitungan PT PLN

kenaikan. Berdasarkan RUPTL PT PLN (Persero), diperkirakan rata-rata

(Persero) Tahun 2010-2019, rata-rata pertumbuhan penjualan listrik secara

pertumbuhan penjualan tenaga listrik nasional akan melebihi angka 8% setiap

secara nasional mencapai 6,1%. Dari tahun. Namun pertumbuhan tersebut

angka tersebut, pertumbuhan yang baru dapat d i imbang i dengan

paling tinggi terjadi pada wilayah penambahan kapasitas pembangkit

Indonesia Bagian Timur yakni sebesar rata–rata di bawah 3% per tahun.

Diversifikasi Penyediaan Tenaga Listrikmelalui Fast Track Program Tahap II

1 2Oleh : Maman Suhendra & Slamet Rona Ircham

Kondisi Kelistrikan Nasional

Merujuk pada Annual Budget Plan PT

PLN (Persero) tahun 2011, dari sisi

bauran energi dapat dilihat bahwa

berdasarkan energi yang diproduksi,

terdapat tiga proporsi besar yang

berasal dari bahan bakar fosil yaitu

batubara (42,64%), bahan bakar minyak

(BBM) (25,29%) dan gas (21,77%).

Sisanya dengan persentase yang jauh

lebih rendah berasal dari energi baru

dan terbarukan yaitu air (7,93%), panas

bumi (2,33%) dan bio fuel (0,04%).

Sementara itu dari sisi fuel costs (biaya

bahan bakar), komposisi bauran energi

yang terbesar justeru berasal dari BBM

(64,85%), selanjutnya diikuti oleh

batubara (21,31%) dan gas (11,53%).

Sedangkan proporsi biaya bahan bakar

dari energi baru dan terbarukan masih

sangat rendah yaitu panas bumi

(1,97%), air (0,25%) dan bio fuel

(0,08%) dari keseluruhan biaya bahan

bakar yang mencapai Rp 82,7 Triliun.

Terkait proporsi ini, terdapat fakta yang

menarik pada proporsi biaya BBM

dibandingkan dengan proporsi energi

Pertumbuhan Penjualan Listrik Rata-rata

Penambahan Kapasitas Pembangkit

8,7%

3,3%

7,3%

1,0%

8,1%

2,4%

10,4%

2,1%

Pertumbuhan/Wilayah Sumatra Kalimantan SulawesiIndonesia

Bagian Timur

Sumber: RUPTL PT PLN (Persero) Tahun 2010 – 2019

yang diproduksi yakni bahwa untuk

proporsi energi sebesar 25,29%

diperlukan biaya bahan bakar mencapai

64,85% dari total biaya. Hal ini berarti

biaya BBM mencapai hampir dua per

tiga dari total biaya bahan bakar PT PLN

(Persero) hanya untuk menghasilkan

sekitar seperempat total energi listrik

dalam satu tahun.

Berdasarkan Energi yang diproduksi Berdasarkan Fuel Costs

42,64%

25,29%

21,77%

7,93%2,33%

0,04%

FUEL

COALCOAL

GEOTHERMAL

BIO FUEL

GAS

HYDRO

Total Produksi 135.130 GWh

FUEL

COALCOAL

GEOTHERMAL

BIO FUEL

GAS

HYDRO

Total Biaya Bahan Bakar Rp82,7 Triliun(unaudited)

64,85%

21,31%

11,53%

0,08%

1,97% 0,26%

Grafik Energy Mix PT PLN (Persero)Sumber: PT PLN 2011 Annual Budget Plan

Kondisi bauran energi tersebut akan

semakin parah manakala harga minyak

dunia mengalami kenaikan. Kenaikan

harga minyak dunia akan secara

l a n g s u n g b e r p e n g a r u h p a d a

peningkatan biaya pembangkitan dari

pembangkit listrik yang menggunakan

BBM. Hal serupa juga akan terjadi pada

pembangkit listrik yang menggunakan

bahan bakar batubara. Hal ini

kemudian akan berimplikasi pula pada

pembengkakan besaran subsidi listrik

dalam APBN. Pembengkakan ini

merupakan konsekuensi yang tidak

dapat dihindarkan karena peningkatan

Biaya Pokok Produksi (BPP) tidak

selalu diikuti dengan peningkatan

harga jual listrik secara keekonomian

akibat harga jual listrik yang masih

diatur oleh Pemerintah.

Subsidi Listrik yang MasihCukup Besar

Berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 111/PMK.02/2007,

beban subsidi listrik dihitung dari selisih

1 Kepala Subbidang Risiko Infrastruktur Transportasi, Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal-BKF2 Analis Risiko Infrastruktur pada Badan Kebijakan Fiskal

Page 26: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

26 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

antara BPP dikalikan 1 (satu) plus

margin dengan harga jual tenaga listrik

yang diperoleh dari pelanggan. Besaran

subsidi sangat dipengaruhi oleh

kebijakan harga jual tenaga listrik,

penetapan margin oleh Pemerintah dan

besarnya nilai BPP listrik itu sendiri. Dari

itu dapat dipahami bahwa kenaikan

BPP sebagai akibat dari kenaikan harga

minyak dunia akan menyebabkan

kenaikan besaran subsidi listrik di

dalam APBN. Berikut adalah grafik

subsidi listrik dalam APBN sejak tahun

2003 (dalam Triliun Rupiah).

Grafik Subsidi Listrik Tahun 2003 – 2012*

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa

besaran subsidi listrik cenderung

mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Hal ini disebabkan karena

peningkatan BPP listrik PT PLN

(Persero) akibat kenaikan harga minyak

dunia. Pada tahun 2008 ketika harga

minyak dunia meningkat drastis

sebagai dampak krisis global, subsidi

listrik mencapai angka Rp78,6 Triliun.

Peningkatan subsidi yang sangat besar

dari tahun sebelumnya menimbulkan

beban yang amat berat bagi APBN

tahun 2008. Realisasi subsidi listrik

dimaksud mungkin saja akan lebih

tinggi bila harga minyak dunia terus

mengalami kenaikan. Dengan kondisi

bauran energi PT PLN (Persero)

sebagaimana dijelaskan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi harga minyak dunia maka dapat

dipastikan subsidi listrik akan semakin

membengkak. Kondisi demikian

membuat kebutuhan akan diversifikasi

energi bagi sektor kelistrikan di

Indonesia menjadi semakin mendesak.

Salah satu program percepatan

penyediaan tenaga listrik yang saat ini

sedang dilakukan Pemerintah adalah

Fast Track Program Tahap I I

sebagaimana diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 4 Tahun 2010 tentang

Penugasan kepada PT Perusahaan

Listr ik Negara (Persero) untuk

Melakukan Percepatan Pembangunan

Pembangkit Tenaga Listrik yang

Menggunakan Energi Terbarukan,

Diversifikasi Energi melaluiFast Track Program Tahap II

Batubara dan Gas (“Perpres 4/2010”).

Dalam Perpres 4/2010, pembangunan

pembangkit tenaga listrik dilakukan

dengan dua skema yaitu melalui skema

EPC (Engineering, Procurement and

Construction) dan kerja sama dengan

P e n g e m b a n g L i s t r i k S w a s t a

(Independent Power Producer/IPP).

Adapun daftar kapasitas, lokasi

pembangkit tenaga listrik dan/atau

transmisi untuk kedua skema tersebut

tercantum dalam Peraturan Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral

Nomor 1 Tahun 2012 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral

Nomor 15 Tahun 2010 tentang Daftar

P r o y e k - P r o y e k P e r c e p a t a n

Pembangunan Pembangkit Tenaga

Listrik yang Menggunakan Energi

Terbarukan, Batubara dan Gas serta

Transmisi Terkait (“Permen ESDM

1/2012”). Berikut adalah ringkasan

daftar proyek sebagaimana dimaksud

dalam Permen ESDM 1/2012.

1

2

3

4

5

PLTP

PLTA

PLTU

PLTGB

PLTG

6

3

8

8

1

26

340

1,269

1,804

64

280

3,757

9.05%

33.78%

48.02%

1.70%

7.45%

100.00%

No Jenis Jumlah Kapasitas (MW) %

Jumlah

Dilaksanakan oleh PT PLN (Persero)

1

2

3

PLTP

PLTU

PLTA

45

19

8

72

4,585

1,221

484

6,290

72.89%

19.41%

7.69%

100.00%

No Jenis Jumlah Kapasitas (MW) %

Jumlah

Dilaksanakan oleh Pengembang Swasta (IPP)

Sesuai dengan Permen ESDM 1/2012

tersebut , jumlah proyek yang

dilaksanakan oleh PT PLN (Persero)

melalui skema EPC adalah sebanyak

26 proyek yang terbagi dalam 5 jenis

pembangkit. Dari jumlah proyek

tersebut, terdapat 6 proyek Pembangkit

Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)

dengan total kapasitas 340 MW, 3

proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air

(PLTA) dengan total kapasitas 1.269

MW, 8 proyek Pembangkit Listrik

Tenaga Uap (PLTU) dengan total

kapasitas 1.804 MW, 8 proyek

Pembangkit Listrik Tenaga Gasifikasi

Batubara (PLTGB) dengan total

kapasitas 64 MW, dan 1 proyek

Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG)

dengan total kapasitas 280 MW.

Keseluruhan total proyek yang

dilaksanakan oleh PT PLN (Persero)

mempunyai kapasitas 3.757 MW atau

37,39% dari keseluruhan proyek.

Untuk proyek yang dilaksanakan

dengan skema IPP, terdapat 72 proyek

yang terbagi atas 3 jenis pembangkit.

Dari jumlah tersebut, terdapat 45 proyek

PLTP dengan total kapasitas 4.585 MW,

19 proyek PLTU dengan total kapasitas

1.221 MW, dan 8 proyek PLTA dengan

total kapasitas 484 MW. Proyek-proyek

yang dilaksanakan dengan skema IPP

akan memberikan kontribusi kapasitas

mencapai 6.290 MW atau 62,61% dari

total keseluruhan kapasitas listrik dalam

Fast Track Program Tahap II.

Fast Track Program Tahap II mencakup

98 proyek dengan total kapasitas

10.047 MW. Dari jumlah tersebut,

*Data tahun 2003 – 2010 (Kondisi Industri Kelistrikan di Indonesia dan Hubungan Keuangan APBN dengan PT PLN (Persero), BKF dan DJPU, 2011, halaman 26; data 2011* dan 2012* (data APBN-P).

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012*

3.8 3.510.5

33.937.5

78.6

53.757.6

65.6 64.9

Page 27: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

27INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

proporsi terbesar berasal dari proyek

PLTP yaitu sebanyak 51 proyek dengan

total kapasitas 4.925 MW (49,02%).

Selanjutnya diikuti oleh proyek PLTU

sebanyak 27 proyek dengan kapasitas

3.025 MW (30,11%). Setelah itu

menyusul proyek PLTA sebanyak 11

proyek dengan kapasitas 1.753 MW

(17,45%). Dua kapasitas terendah

berasal dari proyek PLTG yaitu 1 proyek

dengan kapasitas 280 MW (2,79%) dan

proyek PLTGB sebanyak 8 proyek

dengan total sebesar kapasitas 64 MW

(0,64%). Lebih lanjut dapat pula

disampaikan bahwa secara sebaran

wilayah, proyek-proyek dalam program

Fast Track Tahap II masih terfokus di

Jawa-Bali dan Sumatera dengan

persentase masing-masing 44,76% dan

36,76%. Selanjutnya disusul oleh

Kalimantan dengan persentase 8,32%,

Sulawesi dengan 7,08%, NTT dan NTB

dengan 1,42%, dan terakhir di Maluku

dan Irian dengan persentase 1,66%.

Jawa & Bali

Kalimantan

Sumatera

Sulawesi

NTT & NTB

Maluku & Irian

Jumlah

2,040

422

865

316

78

36

3,757

2,457

414

2,828

395

65

131

6,290

4,497

836

3,693

711

143

167

10,047

44.76%

8.32%

36.76%

7.08%

1.42%

1.66%

100.00%

RegionPLN IPP Total

%Kapasitas (MW)

Dari uraian di atas, terlihat bahwa

persentase penggunaan energi baru

dan terbarukan dalam Fast Track Tahap

II relatif signifikan yaitu sekitar 66%.

Penggunaan energ i baru dan

terbarukan ini diharapkan dapat

memperbaiki struktur bauran energi

listrik sektor kelistrikan sehingga tidak

terlalu bergantung pada BBM yang

memiliki kecenderungan harga fluktuatif

dan semakin naik.

Penggunaan energ i baru dan

terbarukan untuk pembangkit listrik di

masa depan diharapkan dapat semakin

meningkat untuk mengurangi potensi

beban subsidi listrik dalam APBN. Dari

tabel berikut ini, dapat dilihat bahwa

potensi energi baru terbarukan di

Indonesia masih sangat besar. Potensi

PLTP Indonesia adalah yang terbesar di

dunia yaitu sekitar 27.140 MW. Dari

potensi tersebut, baru sekitar 4%

dimanfaatkan untuk PLTP. Sementara

itu, potensi PLTA bisa mencapai 75.000

MW atau sekitar dua setengah kali lebih

besar dari kapasitas terpasang listrik PT

PLN (Persero) dan IPP pada tahun

2009 yang mencapai 30.320 MW [PT

PLN (Persero) 25.673 MW dan IPP

4 .647 MW] . Namun demik ian

pemanfaatan PLTA di Indonesia saat ini 1baru mencapai sekitar 5,5% . Apabila

potensi-potensi tersebut dapat

dimanfaatkan secara optimal, maka

beban subsidi listrik akan dapat

dikurangi secara signifikan.

PLTP

PLTA

PLT Surya

PLT Angin

Biomassa

Biogas

Gambut

Tidal

27.140

75.000

1.200

9.290

49.810

680

16.880

240.000

Jenis Potensi Satuan

MW

MW

GW

MW

MW

MW

10 6 BoE

MW

v

Tabel Potensi Energi Baru Terbarukandi Indonesia

Sumber: RUPTL PT PLN (Persero) 2010 - 2019

Sebagaimana telah disampaikan

bahwa pembangunan pembangkit

dan/atau transmisi dalam Fast Track

Program Tahap II dilakukan dengan

skema EPC dan skema IPP. Untuk

proyek-proyek yang dilaksanakan

dengan skema EPC, maka pendanaan

proyek dapat berasal dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN), anggaran internal PT PLN

(Persero) dan sumber dana lainnya

yang sah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Sedangkan dalam skema IPP,

pendanaan proyek dilakukan dengan

mode l p ro jec t f i nanc ing o l eh

konsorsium swasta hal mana biaya

investasi berasal dari sponsor dalam

bentuk ekuitas dan dari lender(s) dalam

bentuk pinjaman. Dalam skema IPP ini,

PT PLN (Persero) dapat bekerjasama

dengan Pengembang Listrik Swasta

dimana Pengembang Listrik Swasta

akan menjual tenaga listriknya kepada

PT PLN (Persero). Untuk mendorong

pe laksanaan skema in i maka

Potensi Risiko Dari Fast TrackProgram Tahap II

Pemerintah melalui Kementerian

Keuangan menjamin kelayakan usaha

PT PLN (Persero) sebagaimana diatur

dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 139 Tahun 2011 tentang Tata

Cara Pemberian Jaminan Kelayakan

Usaha PT Perusahaan Listrik Negara

(Persero) Untuk Pembangunan

Pembangkit Tenaga Listrik dengan

Menggunakan Energi Terbarukan,

Batubara, dan Gas yang Dilakukan

M e l a l u i K e r j a S a m a D e n g a n

Pengembang Listrik Swasta.

Jaminan Kelayakan Usaha (“JKU”)

diberikan dalam upaya pemenuhan

pembiayaan Proyek Pembangkit Listrik.

Jaminan ini diberikan atas Risiko Gagal

Bayar yang terjadi pada sebagian atau

sepanjang Masa Operasi Proyek

Pembangkit Listrik (Commercial

Operation Date/COD). Dalam hal ini,

yang dimaksud dengan Risiko Gagal

B a y a r a d a l a h p e r i s t i w a

ketidakmampuan PT PLN (Persero)

untuk membayar kewajiban finansial

yang dinyatakan dalam tagihan

pembayaran atas pembelian listrik

kepada Pengembang Listrik Swasta

1RUPTL PT PLN (Persero) 2010 - 2019

PLT

U J

AW

A T

EN

GA

H

Page 28: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

28 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Utama

berdasarkan Perjanjian Jual Beli

Tenaga Listrik.

Hingga saat ini, Kementerian Keuangan

telah menerbitkan 2 (dua) Surat JKU

yakni masing-masing untuk proyek

PLTP Muaralaboh (2 x 110 MW) dan

PLTP Rajabasa (2 x 110 MW). Dalam

Surat JKU ini Pemerintah secara

eksp l is i t menjamin kewaj iban-

kewajiban finansial PT PLN (Persero)

sehubungan dengan pembayaran atas

pembelian tenaga listrik. Lebih lanjut,

Surat JKU juga mencakup penjaminan

atas risiko terminasi terkait dengan

peristiwa Political Force Majeure dan PT

PLN (Persero) Non-remedial Events

d e n g a n u n d e r t a k i n g m e l a l u i

mekanisme Public Service Obligation.

Dengan model penjaminan seperti ini,

maka Pemerintah memiliki potensi

risiko dalam hal terjadi Risiko Gagal

Bayar dan terminasi. PT PLN (Persero)

karenanya wajib menjalankan usaha

terbaik dalam mencegah terjadinya

Risiko Gagal Bayar dan mengurangi

dampaknya bila risiko ini terjadi antara

lain dengan menyampaikan laporan

kemungkinan terjadinya Risiko Gagal

Bayar dan laporan mitigasinya secara

berkala kepada Menteri Keuangan

selaku Penjamin. Dari sisi Kementerian

Keuangan, beradasarkan hasi l

pemantauan yang ada, DJPU c.q.

Direktorat Strategi dan Portofolio Utang

dan BKF c.q. Pusat Pengelolaan Risiko

Fiskal menyampaikan rekomendasi

kepada Menteri Keuangan untuk

memberikan dukungan dan/atau

tindakan sesuai dengan kewenangan

Menteri Keuangan dalam rangka

mencegah terjadinya Risiko Gagal

Bayar dimaksud.

Kebutuhan akan tenaga listrik di

Indonesia saat ini masih sangat besar.

Kebutuhan tersebut belum dapat

te rcukup i sepenuhnya ka rena

kemampuan pasokan listrik yang lebih

rendah dari permintaan listrik yang ada.

Dalam rangka memperbaiki struktur

bauran energi saat ini, maka perlu

dilakukan diversifikasi energi agar

struktur bauran energi tidak terlalu

bergantung pada BBM yang memiliki

kecenderungan harga fluktuatif dan

semakin naik. Pemanfaatan sumber

energi baru dan terbarukan, batubara

dan gas dalam Fast Track Program

Kesimpulan

Tahap II diharapkan dapat memperbaiki

bauran energi listrik tersebut. Namun,

dari sisi fiskal Fast Track Program Tahap

II menimbulkan potensi risiko fiskal baru

melalui penjaminan kelayakan usaha

yang mencakup jaminan atas Risiko

Gagal Bayar PT PLN (Persero) dan

risiko terminasi akibat Political Force

Majeure dan PT PLN (Persero) Non-

remedial Events.

RUPTL PT PLN (Persero) 2010 - 2019

Annual Budget Plan 2011 PT PLN (Persero)

Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010

Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2012

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2007

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139 Tahun 2011

Kondisi Industr i Kel istr ikan di Indonesia dan Hubungan Keuangan APBN dengan PT PLN (Persero), BKF dan DJPU, 2011

UU APBN-P 2012

Daftar Rujukan

Page 29: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

29INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Edukasi Fiskal

ICP EFFECT DANKELANGSUNGAN FISKAL

1Oleh : Syahrir Ika

arga minyak mentah Indonesia Hatau yang lebih dikenal dengan ICP

(Indonesia Crude-oil Price) merupakan

salah satu variabel makro ekonomi yang

di jadikan asumsi dasar dalam

penyusunan RAPBN (Rancangan

Anggaran dan Pendapatan Belanja

Negara) disamping beberapa asumsi

lainnya seperti pertumbuhan ekonomi,

inflasi, suku bunga SBN 3 bulan, dan 2lifting minyak . ICP merupakan harga

rata-rata minyak mentah Indonesia di

pasar internasional yang dipakai

sebagai indikator perhitungan bagi hasil

minyak yang ditetapkan setiap bulan

dan dievaluasi setiap semester

(wikiapbn.org). Dalam terminologi

pertamina, ICP dipahami sebagai 'based

on moving average spot price of a basket

of five internationally traded crudes'

(wikipedia.org). Ke lima jenis minyak

tersebut adalah Minas (Indonesia), Tapis

(Malaysia), Glipp Sland (Australia),

Dubai (UAE), dan Oman. Penggunaan

harga rata-rata tersebut disebabkan

produksi minyak mentah di setiap sumur

(jenis minyak) berbeda-beda sehingga

menghasilkan harga minyak mentah

yang berbeda-beda pula antara satu

sumur (jenis minyak) dengan sumur

(jenis minyak lainnya). Harga minyak

mentah di sumur Dumai (Riau)

misalnya, berbeda dengan harga

minyak mentah di sumur Cepu (Jawa

Tengah), harga minyak mentah di sumur

Badak (Kalimantan Timur), dan harga

minyak mentah di sumur lainnya di

seluruh Indonesia yang jumlahnya

mencapai lebih dari 60 sumur.

ICP Sebagai Asumsi Dasar APBN

Mengapa ICP dipakai sebagai salah satu asumsi dasar dalam penyusunan APBN

(Angaran Pendapatan dan Belanja Negara)? karena naik turunnya ICP akan

mempengaruhi perubahan angka-angka dalam APBN, baik pendapatan negara

{(PPh Migas (pajak) dan Pendapatan SDA Migas (PNBP)}maupun belanja negara

(subsidi BBM, subsidi listrik, dan DBH minyak). Ketika Indonesia memiliki banyak

cadangan minyak dan sebagai negara pengekspor minyak (s.d. tahun 2002),

kenaikan harga minyak dunia dan ICP memperkuat penerimaan negara karena

Indonesia mendapat windfall profit. Akan tetapi, sejak tahun 2003 hingga sekarang,

produksi minyak mentah Indonesia semakin menurun karena belum ditemukannya

cadangan baru, akibatnya Indonesia tidak bisa lagi menikmati windfall profit dari 3kenaikan harga minyak dunia seperti pada masa-masa lalu .

Bila pemerintah membiarkan harga jual eceran (HJE) BBM bergerak mengikuti

harga minyak dunia, maka sebagian besar masyarakat Indonesia tidak akan

sanggup membeli BBM dengan harga pasar yang terus meningkat dari waktu ke

waktu, dan akan sangat mengganggu kelangsungan usaha masyarakat, industri,

transportasi, dan kegiatan ekonomi lainnya. Di sektor transportasi, tarif angkutan

(darat, laut, dan udara) akan meningkat dan dirasakan sangat mahal oleh

masyarakat. Begitu juga harga jual barang-produk hasil industri juga akan

meningkat dan tidak bisa dijangkau oleh masyarakat banyak. Sudah banyak

kejadian di Indonesia, kemahalan barang dan jasa (inflasi tinggi) merupakan

1 Peneliti Madya, PPRF-Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI2 Contoh Asumsi Makro Ekonomi Dalam APBN 2012 : (i) Pertumbuhan Ekonomi 6,7%, (ii) Inflasi y.o.y 5,3%, (iii) Nilai Tukar

Rupiah Rp8.800/US$, (iv) suku Bunga SPN 3 Bulan Rata-rata 6%, (v) Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) US$90 per barrel, (vi) Lifting Minyak 950 ribu barrel per hari

3 Penurunan cadangan minyak tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di beberapa negara penghasil minyak lainnya. Di sisi lain konsumsi dunia meningkat sehingga menimbulkan ketidakseimbangan (permintaan lebih besar suplai) yang kemudian mendorong naiknya harga minyak dunia.

FO

TO

: D

IAN

NW

Page 30: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

30 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

penyakit ekonomi yang memicu amarah masyarakat. Akibat lanjutannya adalah biaya

ekonomi akan sangat mahal, investor akan makin tidak tertarik menamkan modalnya

di Indonesia, pemodal asing yang sekarang beroperasi di Indonesia bisa hengkang

dari Indonesia, akan banyak sekali kerugian yang diderita Indonesia, bukan saja

pendapatan nasional yang tergerus, tetapi juga hilangnya kesempatan kerja dan

masyarakat Indonesia akan banyak yang jatuh miskin. Jika pemerintah tidak membuat

kebijakan yang tepat untuk mengatur BBM, termasuk subsidi BBM dan harga BBM,

maka semua potensi risiko di atas bisa berubah menjadi risiko yang nyata.

Untuk melindungi daya beli masyarakat dan dunia usaha dari kenaikan harga

minyak dunia, maka pemerintah memberikan subsidi BBM (melalui Pertamina), di

mana pemerintah (melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral)

menetapkan HJE BBM yang besarnya mencapai sekitar 50% dari harga

keekonomian BBM. Adapun faktor-faktor yang diperhitungkan dalam menetapkan

subsidi BBM adalah MOPS (Mid Oil Plat's Singapore), nilai tukar rupiah, biaya

distribusi dan margin usaha, pajak pertambahan nilai, pajak bahan bakar, dan

konsumsi BBM bersubsidi (lihat Formula pada Box-01). Naik turunnya beban

subsidi BBM sangat ditentukan oleh perubahan dari faktor-faktor tersebut di atas.

Rubrik Edukasi Fiskal

Box-01 : Formula Subsidi BBM

Subsidi = {MOPS*ER/158.9+Alpha+Pb/(1+Tn+Tb)}*QbBBM

Dimana:

?MOPS = Harga Transaksi Jual Beli pada Bursa Minyak di Singapura (Rupiah/US$)

?Harga Patokan = MOPS + Alpha (ditetapkan dengan peraturan perundangan, PMK)

?ER = Kurs Rupiah (Rp/US$)

?Alpha = Berbagai biaya distribusi dan margin usaha Pertamina (Rp/Liter). Alpha ditetapkan sebesar 9% dari MOPS, sehingga semakin besar harga MOPS, semakin besar pula besaran alphanya. Namun sejak 2009 alpha ditetapkan dalam bentuk nominal (Rp/Liter)karena bila persen terhadap MOPS maka subsidi semakin besar.

?Pb = Harga BBM Bersubsidi (Rp/Liter)

?Tn = Pajak Pertambahan Nilai (%)

?Pb = Pajak Bahan Bakar (%)

?Qb = Total Konsumsi BBM Bersubsidi (Ribu Kiloliter)

?158,9 = barel per liter atau 1 barel =158.9 liter

Sumber: disuksiekonomi.blogspot.com (disederhanakan penulis)

Definisi subsidi BBM menurut PMK Nomor 03/2009

?Pasal 2 ayat 1 : Subsidi BBM jenis BBM tertentu dihitung berdasarkan perkiraan antara subsidi BBM per liter dengan volume jenis BBM tertentu.

?pasal 2 ayat 2 : subsidi BBM jenis BBM tertentu per liter merupakan pengeluaran negara yang dihitung dari selisih kurang antara HJE per liter jenis BBM tertentu dikurangi PPN dan PBBKB dengan harga patokan per liter. Bila dibuat formula berdasarkan ketentuan ini maka formula perhitungan subsidi BBM adalah sbb:

SubsidiBBM = -((HJE-(PPN+PBBKB))*VolumeBBM

Dengan penetapan HJE BBM (harga subsidi) oleh pemerintah, disparitas HJE BBM

bersubsidi dengan harga BBM non-subsidi (contoh pertamax) makin lebar (sekitar

Rp5.000an per liter) mengingat harga pertamax saat ini mencapai sekitar

Rp10.000an per liter. Di sisi lain, pemerintah masih menghadapi banyak kendala

dalam menerapkan kebijakan pembatasan konsumsi BBM. Akibatnya, konsumsi

BBM bersubsidi selalu meningkat melampaui kuota yang ditetapkan pemerintah.

Pada tahun 2011, pemerintah menetapkan kuota BBM bersubsidi sebesar 40 juta

kiloliter, tetapi realisasinya mencapai sekitar 42 juta kiloliter sehingga harus ditutup

dengan impor. Begitu juga pada APBN

2012, pemerintah menetapkan kuota

BBM bersubsidi sama besar dengan

tahun sebelumnya, yaitu 40 juta kiloliter.

Komposisinya adalah 64% premium dan

35,6% solar serta 0,4% minyak tanah.

Pemenuhannya sebagian dari dalam

negeri (sekitar 35%) dan sebagian lagi

dari impor (sekitar 65%) dalam bentuk

crude maupun produk BBM.

Namun dengan meningkatnya jumlah

permintaan BBM terutama dari sektor

transportasi, diperkirakan konsumsi

BBM bersubsidi bisa mencapai sekitar

47 juta kiloliter atau melebihi kuota yang

ditetapkan pemerintah (40 juta kiloliter).

Volume BBM bersubsidi tersebut

sebagian berasal dari dalam negeri

yang merupakan jatah pemerintah dari 4produksi K3S baik pertamina maupun

kontraktor asing (berdasarkan harga

ICP), sebagian lagi dari impor

(berdasarkan harga MOPS atau Mids

Oil Platts Singapore). Mengingat

MOPS-pun dikaitkan dengan ICP, maka

nilai subsidi BBM sangat ditentukan

oleh perubahan harga ICP. Dari sisi

penerimaan negara, kenaikkan harga

ICP akan menurunkan penerimaan

negara karena laba bersih dari sektor

dunia usaha tergerus oleh naiknya

ongkos produksi.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memiliki

model sensivitas perubahan ICP

terhadap APBN. Perubahan ICP tidak

saja mempengaruhi pendapatan

negara tetapi juga belanja negara. Hasil

analisis sensitivitas yang dilakukan BKF

untuk APBN 2009 dapat dilihat pada

tabel-01. Kondisi yang ditunjukkan

dalam Tabel-01 itulah yang penulis

sebut dengan ICP Effect.

republik

a

ICP Effect

4 Kontraktor Kontrak Kerjasama

Page 31: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

31INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Edukasi Fiskal

Tabel-01 : Analisis Sensitivitas ICP Terhadap APBN (Efek Dari Setiap Perubahan USD1 ICP)

Berapa besar beban subsidi pada tahun 2012 yang di-drive dari ICP? Bila dilihat

dari postur RAPBN-P 2012, total subsidi energi (BBM+Listrik) mencapai Rp230,5

triliun atau sekitar 14,9 persen dari total belanja negara sebesar Rp1.534,6 triliun

(Tabel-02). Jumlah tersebut meliputi subsidi BBM sebesar Rp137,4 triliun atau

8,9% dari total belanja negara dan subsidi listrik sebesar Rp65 triliun atau 4,2% dari

total belanja negara.

Subsidi BBM diperkirakan akan makin

besar karena ICP menunjukkan trend

yang meningkat, di mana dalam bulan

Maret 2012 rata-rata ICP telah

menembus US$120 per barrel (Lihat

Gambar-01). Deviasi ICP menjadi

makin jauh dari yang diasumsikan

dalam APBN 2012 (US$90 per barrel)

y a n g b e r a k i b a t s u b s i d i B B M

diperkirakan bisa meningkat mencapai

sekitar Rp178 triliun atau naik sekitar

Rp55 triliun dibandingkan dengan yang

dianggarkan dalam APBN 2012

sebesar Rp123 triliun. Bila pemerintah

tidak mengerem lajunya subsidi BBM,

maka defisit anggaran diperkirakan

akan meningkat dari 1,5% terhadap

GDP menjadi 3,6% terhadap GDP atau

menembus batas 3% terhadap GDP

(sebagaimana diatur dalam UU Nomor

17 Tahun 2003 dan PMK Nomor 45 5Tahun 2006, yaitu 3% terhadap GDP )

d a n b e r p o t e n s i m e n g a n c a m

kelangsungan fiskal.

Karena itu, Pemerintah dan DPR telah

sepakat untuk menambah alokasi

subsidi BBM menjadi sebesar Rp137

trilun dan disertai langkah-langkah

penghematan anggaran dari sisi

belanja Kementerian Lembaga (K/L).

W a l a u p u n d e m i k i a n , r u a n g

penghematan anggaran juga bersifat

terbatas karena sebagian besar pos

belanja negara sudah diikat dengan

belanja yang bersifat wajib (mandatory)

seperti anggaran pendidikan (20% dari

total belanja negara), transfer ke daerah

dalam rangka otonomi daerah (sekitar

30% dari total belanja negara),

kewajiban membayar bunga dan pokok

pinjaman (sekitar 15% dari total belanja

negara) dan belanja kesehatan (sekitar

5% dari total belanja negara).5 Prinsip ini mengikuti ketentuan yang diadopsi oleh negara-negara Uni Eropa atau yang lebih dikenal dengan sebagai

Traktat Maastrickt.

Penerimaan Negara

?Pph Migas

?SDA Migas

?PNBP Lainnya (pendapatan minyak

mentah DMO

Belanja Negara

?Subsidi BBM

?Subsidi Listrik

?Dana Bagi Hasil (DBH) Migas

2,86 s.d 2,96

0,66

2,10 s.d 2,20

0,10

3.3. s.d 3,6

2,5 s.d 2,6

0,4 s.d 0,5

0,4 s.d 0,5

Dampak Terhadap DefisitAnggaran:

Setiap 1 dollar perubahan ICP akan memberikan dampak neto negatif terhadap perubahan defisit anggaran sebesar Rp0,4 triliun s.d. Rp0,6 triliun

Sumber (Triliun Rupiah)

Sumber : BKF, Kementerian Keuangan. www.fiskal.depkeu.go.id

Tabel-02 : Postur RAPBN-P Tahun 2012

Pendapatan Negara dan Hibah

Belanja Negara

?Belanja Pemerintah Pusat

?Belanja Kementerian/Lembaga

?Belanja NonKementerian/Lembaga

1. BBM,LPG, dan BBN

2. Listrik

3. Kompensasi Kenaikan Harga BBM

4. Cadangan Risiko Fiskal Energi

?Transfer ke Daerah

?Penyesuaian Anggaran Pendidikan

?Optimaslisasi Neto

Keseimbangan Primer

Surplus (Defisit) Anggaran (A-B)

1.344,5

1.534,6

1.058,3

530,1

528,2

137,4

93,1

30,6

0,0

476,3

0,0

0,0

-72,3

-190,1

Uraian RAPBN-P 2012(Rp Triliun)

Sumber : Kementerian Keuangan RI, 2012

Page 32: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

32 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Edukasi Fiskal

Kelangsungan Fiskal :Terancam Oleh ICP

Apakah ICP efffect dapat mengancam

kelangsungan fiskal? Bisa ya, bisa juga

tidak, tergantung magnitude-nya. Bila

kenaikkan ICP cukup signifikan, maka

bisa mengancam kelansungan fiskal.

Untuk memahami besar kecilnya

ancaman ICP ini, kita harus pahami dulu

a p a y a n g d i m a k s u d d e n g a n

k e l a n g s u n g a n f i s k a l ( f i s c a l 6sustainability). Alex Krejdl (2006)

mendefinisikan kelangsungan fiskal

sebagai the present value of future

primary surplus same as the current

level of debt.

Persyaratan-persyaratan apa yang

berpotensi membuat kondisi fiskal

(APBN) sua tu negara te r jaga

keberlangsungannya (sustain) atau

terhambat keber langsungannya

(unsustain)? Untuk menjawabnya,

Penulis mengutip pandangan Fuad 7Rahmani (2004) dan Krejdl (2006).

Menurut Fuad, kelangsungan fiskal

(fiscal sustainability) mensyaratkan dua

hal, yaitu (i) primary balance harus

surplus, dan (ii) present value dari

surplus primary balance harus sama

dengan total utang yang beredar.

Primary balance adalah selisih antara

anggaran penerimaan dan anggaran

pengeluaran di luar bunga dan cicilan

utang (Krejdl, 2006).

Untuk menciptakan primary surplus,

Fuad berpendapat pemerintah perlu

memelihara fiscal sustainability dengan

m e n y i s a k a n s e m a k i n b a n y a k

pendapatan negara untuk primary

balance agar dapat mengimbangi

semakin besarnya tekanan fiskal.

Sementara Krejdl (2006) berpendapat

bahwa, untuk menjaga kelangsungan

fiskal, ruang fiskal (fiscal space) dalam

APBN harus cukup memadai untuk

m e m b i a y a i p r o g r a m - p r o g r a m

expenditure dan melunasi utang

pemerintah. Dari dua pendapat di atas,

penulis menyimpulkan bahwa fiscal

sustainability terkait dengan surplus

primary balance yang relatif besar,

tekanan fiskal yang relatif kecil, dan

ruang fiskal atau fiscal space yang

Apakah kelangsungan fiskal Indonesia sudah berada dalam kondisi yang

menghawatirkan? Trend tujuh tahun terakhir menujukkan kelangsungan fiskal

masih terjaga baik (grafik-01), walaupun agak sedikit menghawatirkan dalam dua

tahun terakhir ini (2011 dan 2012) yang mengalami defisit, masing-masing sebesar

Rp44,2 triliun dan Rp1,8 triliun, sementara dalam periode 2006 hingga 2012 defisit

anggaran meningkat dari Rp29,14 triliun atau 0,9% terhadap PDB menjadi Rp124

triliun atau 1,5% terhadap PDB. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemerintah

berkeinginan memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi (di atas 6 persen per

tahun) tetapi kemampuan pendapatan negara untuk mem-finance pertumbuhan

tersebut semakin menurun walaupun nilai pendapatan negara menunjukkan trend

meningkat dari tahun ke tahun. Persoalan utama yang dihadapi pemerintah antara

lain belanja subsidi yang membengkak dan sebagian besar belanja negara yang

bersifat mandatory, di sisi lain pendapatan perpajakan belum dapat dicollect secara

optimal. Karena itu apabila risiko fiskal yang bersumber dari ICP effect tidak dapat

dikelola dengan kebijakan yang tepat, maka dikhawatirkan defisit anggaran bisa

terus membengkak dan kelangsungan fiskal benar-benar terancam.

Grafik-01 : Perkembangan Primary Balance

Sumber : Ringkasan APBN 2006-2012, Kementerian Keuangan RI

6 Reserach Publication CNB Crezh National Bank, 'Fiscal Sustainability Definition-Indicators an Assessment of Crech Public Finance Sustainability, dalam Syahrir Ika, 'Strategi Penyehatan APBN' (2010), Jurnal Keuangan dan Moneter, Kementerian Keuangan RI.

7 Lihat artikelnya berjudul 'Ketahanan Fiskal dan Manajemen Utang Dalam Negeri Pemerintah', dalam Buku 'Kebijakan Fiskal :Pemikiran, Konsep, dan Implementasi', Badan Kebijakan Fiskal, 2004. Fuad Rahmani kini menjabat Dirjen Pajak Kementerian Keuangan RI

cukup memadai. Beberapa kemungkinan berkaitan dengan kelangsungan fiskal

bisa dilihat pada matrix di bawah ini.

Kelangsungan

Fiskal Tidak

Mengkhawatirkan

(s.d. 2010)

Surplus Primary

Balance :

Relatif Besar

Surplus Primary

Balance :

Relatif Kecil

Negative Primary

Balance :

Relatif Kecil

Negative Primary

Balance :

Relatif Besar

Kelangsungan

Fiskal

Mengkhawatirkan

(mulai tahun

2011)

Page 33: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

33INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Edukasi Fiskal

Proses Politik Fiskal di DPR

Berdasarkan alasan pembengkakan

subsidi BBM, defisit anggaran, dan

ancaman kelangsungan fiskal dalam

jangka panjang, serta diperlukan adanya

kewenangan pemerintah untuk secara

cepat melakukan perubahan kebijakan

fiskal dalam mengantisipasi risiko

dampak ekonomi global terhadap

APBN, maka pemerintah mengajukan

usulan perubahan APBN (RAPBN-P

2012) kepada DPR. Usulan kebijakan

yang paling prioritas adalah merubah

asumsi makro dalam APBN 2012 dan

mengusulkan kepada DPR-RI untuk

menaikkan harga BBM mulai 1 April 82012 . Bila DPR menyetujui usulan

tersebut, maka diharapkan pemerintah

dapat melakukan hal-hal berikut ini, yaitu

: (i) mengurangi beban subsidi BBM, (ii)

mengendalikan defisit anggaran agar

tidak melebihi 3% terhadap GDP dan

debt to GDP tidak melebihi 60%

t e r h a d a p G D P, ( i i i ) m e n j a g a

kepercayaan investor terhadap masa

depan perekonomian Indonesia.

Ketika pembahasan RAPBN-P 2012

antara pemerintah dengan Badan

Anggaran (Banggar) DPR, ada

kesepakatan untuk memberi ruang

kepada pemerintah untuk menaikan

harga BBM mulai 1 April 2012. Jalan ini

terindikasi oleh mayoritas fraksi di

Banggar (Demokrat, Golkar, PKS, PPP,

PKB, dan PAN yang menguasai lebih

dari 60 persen suara di DPR)

menyetujui pencabutan pasal 7 ayat 6

Undang-Undang No.22 Tahun 2011

Ten tang APBN 2012. Namun,

kesepakatan Banggar dan Pemerintah

yang kemudian diusulkan untuk

ditetapkan menjadi APBN-P 2012 oleh

Sidang Paripurna DPR, ternyata

menghasi lkan keputusan yang

berbeda. DPR tidak berkenan dengan

rencana pemerintah menaikkan harga

BBM mulai 1 April 2012.

Mengingat penetapan atas usulan

kebijakan fiskal dari pemerintah berada

di parlemen (DPR-RI), maka Fraksi-

Fraksi Partai Politik di DPR memliki

kesempatan (emas) memainkan

kewenangan tersebut untuk tujuan

politik mereka. Peluang untuk menerima

atau menolak usulan Banggar DPR

adalah sama besar, bergantung pada

peta kekuatan politik dari Fraksi-Frkasi

di DPR. Dengan tidak adanya Fraksi

yang menguasai sebagian besar kursi di

DPR, memberi peluang kepada Fraksi-

Fraksi dari Partai besar melakukan

atraksi politik untuk kepentingan politik

mereka. Hal ini terbaca dari tiga Fraksi

yang berseberangan dengan usulan

pemerintah, sementara dua partai lain

(Golkar dan PKS) yang memanfaatkan

momentum ini untuk meningkatkan citra

politik, ibarat lagu yang dikarang Pance,

'Ku Cari Jalan Terbaik'.

Dalam Sidang Paripurna, lobi antar

Fraksi ternyata menganulir kesepakatan

yang telah diambil Banggar DPR dan

Pemerintah. Bila meminjam analisis

Burhanuddin Muhtadi (Media Indonesia

tanggal 2 April), perubahan keputusan

politik fiskal itu terjadi karena formula

baru yang diusulkan Partai Golkar, yaitu

menambah ayat 6a pada pasal 7

Undang-Undang APBN-P 2012, yang

kemudian terbukti berhasil memberi

ruang kompromi bagi Parpol Koalisi dan

Fraksi Koalisinya. Akhirnya, partai

koalisi menerima solusi baru dari Golkar,

kecuali PKS yang hijrah untuk

bergabung dengan Fraksi PDIP,

Gerindra, dan Hanura yang memilih opsi

pasal 7 tersebut tidak boleh dicabut,

dengan kata lain harga BBM bersubsidi 9tidak boleh dinaikan. Menurut Muhtadi ,

pasal 7 ayat 6a menjadi pasal

penyelamat bagi pemerintah untuk

terhindar dari kekalahan voting di

Parlemen, dan tiket politik itu tidak saja

merupakan password tetapi juga hak

paten Golkar, demikian ujar Muhtadi.

Sidang Paripurna DPR akhirnya

mengambil dua keputusan : Pertama,

HJE BBM bersubsidi tidak jadi naik mulai

1 April 2012. Kedua, menambah ayat 6a

pada pasal 7 UU APBN-P 2012, yang

memberikan diskresi (kewenangan)

kepada pemerintah untuk melakukan

penyesuaian harga BBM bersubsidi jika

harga rata-rata ICP mengalami kenaikan

atau penurunan lebih dari 15% dalam 10kurun waktu enam bulan terakhir .

Artinya, ada usul pemerintah yang

ditolak tetapi ada juga usul pemerintah

yang diterima. Dalam memberikan

tanggapan mewakili Pemerintah,

Menteri Keuangan RI, Agus DW

Martowardojo, menyatakan bahwa

pemerintah menerima keputusan

Sidang Paripurna DPR-RI dan akan

menindaklanjutinya.

Menurut penulis, Sidang Paripurna DPR

memberikan kesempatan sekaligus

keuntungan kepada pemerintah, yaitu

hadirnya ayat 6a yang memberi tiket

kepada pemerintah menaikan harga

BBM untuk mengantisipasi dampak

krisis ekonomi global, walaupun tiket itu

sifatnya bersyarat. Presiden SBY telah

mengambil langkah cepat setelah

melakukan beberapa kali Sidang

8 Kebijakan sebelumnya adalah membatasi konsumsi BBM, dan ini telah disampaikan kepada DPR dan menjadi pertimbangan dalam menyetujui angka-angka APBN 2012. Namun dalam perkembanganya Kementerian SDM tidak lagi menyokong kebijakan ini karena dinilai sulit dalam prakteknya. Akhirnya pemerintah memutuskan menaikan harga BBM untuk mengatasi dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap kelangsungan APBN.

9 Baca artikelnya berjudul 'Langkah Kuda Golkar dan Politik BBM’

10Waktu enam bulan tersebut dihitung mundur sejak Oktober 2011, sedangkan deviasi ICP 15% dihitung dari asumsi ICP pada RAPBN-P 2012 sebesar US$105 per barrel. Jadi batasan harga ICP adalah US$120,75 per barrel atau {US$105 per barrel + (US$105+15%)}

Page 34: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

34 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Kabinet. Menurut Presiden SBY, penerapan kewenangan untuk menaikkan harga

BBM bersubsidi ketika syarat-syaratnya terpenuhi akan menjadi opsi terakhir.

Penghematan energi harus dilakukan secara serius, konversi ke bahan bakar gas

harus dipercepat, penerimaan negara harus ditingkatkan lewat pajak dan usaha

pertambangan serta penghematan keuangan Kementerian/Lembaga termasuk 11pemerintah daerah . Penjelasan Presiden SBY di atas menurut penulis mengandung

lima signal tindaklanjut pemerintah atas amanat Sidang Paripurna DPR, yaitu : (i)

optimalisasi pendapatan negara, (ii) efisiensi belanja negara, (iii) pembatasan

konsumsi BBM, (iv) memperbesar primary balance, dan (iv) menaikkan harga BBM,

yang merupakan jalan (kebijakan) terakhir.

Adakah Solusi LainProses politik fiskal untuk mengesahkan APBN-P

2012 sudah usai, bola kebijakan sudah dialihkan

DPR ke Pemerintah. Pemerintah, boleh menaikan

harga BBM bila syarat yang diberikan DPR terpenuhi, yaitu rata-

rata ICP dalam enam bulan terakhir melebihi 15% dari asumsi

APBN-P 2012 atau rata-rata ICP minimal sebesar USD120,75

per barrel dari asumsi APBN sebesar USD105 per barrel. Bila

memperhatikan perkembangan rata-rata ICP dalam lima bulan

terakhir (November 2011 hingga Maret 2012), rata-rata ICP baru

mencapai 117,96 USD per barel, artinya belum mencapai angka minimal

yang dipersyaratkan DPR (Grafik-02). Bila ICP dalam bulan April ini berada pada

angka USD130 per barel atau lebih, barulah dapat memenuhi persyaratan minimal

bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM.

Saat ini, pemerintah sedang meng-exercise ospi lain, yaitu pembatasan konsumsi

BBM, di mana pemerintah akan melarang kendaraan dengan CC di atas 1.500 untuk

mengkonsumsi BBM bersubsidi. Namun opsi ini juga tidak mudah dilaksanakan,

bukan karena ada pro dan kontra dari masyarakat, tetapi memang diakui bahwa opsi

ini juga memiliki banyak kelemahan yang perlu diantisipasi dengan baik. Dengan

demikian, pemerintah menghadapi dilema, di satu pihak peluang menaikan harga

ICP sangat kecil, di sisi lain pembatasan konsumsi BBM nampaknya juga sulit

diimplementasikan. Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah, padahal sekarang

sudah memasuki bulan ke lima, argo peningkatan subsidi terus berjalan kedepan.

Menurut penulis, apapun risiko dari suatu opsi kebijakan, pemerintah harus memilih

salah satu opsi yang paling sedikit

'pahitnya'. Mungkin solusi yang baik

adalah sebagai berikut :

Pembatasan konsumsi BBM harus terus

diupayakan, tetapi mengingat banyak

hal yang harus dipersiapkan dengan

baik, maka pilihan kebijkan ini untuk

tahun 2012 adalah tidak menjadikan

target penurunan konsumsi BBM

melainkan memberikan keteladanan.

Banyak menyarakat yang menginginkan

agar pengurangan konsumsi dimulai

dar i pemerintah, semua mobi l

pemerintah (dinas) dilarang dibuat

menjadi plat hitam, semuanya plat

m e r a h ( t e r m a s u k k e n d a r a a n

BUMN/BUMD) untuk memudahkan

kontrol dan memberikan bukti kepada

masyarakat bahwa pemer intah

menunjukkan komitmen yang kuat dan

menunjukkan keteladannya. Kebijakan

ini tentu tidak berbiaya (tidak menggerus

dana APBN), karena yang berubah

adalah perilaku birokrasi. Pada tahun

2012 ini juga, pemerintah merancang

skema pengurangan subsidi yang jauh

l e b i h m a t a n g , k e m u d i a n

mensosialisasikan untuk diterapkan

pada tahun 2013 dan seterusnya.

Dengan memperhatikan cadangan

m i n y a k y a n g m a k i n m e n i p i s ,

diperkirakan akan habis dalam 10-12

tahun ke depan, di sisi lain bila Indonesia

masih tetap bergantung pada BBM,

maka peningkatan impor tidak bisa

dihindari dengan berbagai implikasinya

yang buruk seperti inflasi dsb, maka apa

yang sedang dilakukan pemerintah saat

ini, yaitu konversi BBM ke Gas agar

adalah langkah yang tepat, bahkan

kalau bisa dipercepat. Percepatan

konversi BBM ke Gas ini sebaiknya

dijadikan salah satu ukuran sukses

MP3EI (Masterplan Percepatan dan

Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia) dalam 2-3 tahun kedepan.

Mengingat Konsumsi BBM terbesar

Memberi Teladan Sambil Mengexercise

Opsi Pembatasan Konsumsi BBM

Mempercepat Konversi BBM ke Gas

11 Disarikan dari Kompas, 1 April 2012

Grafik-02 : Perkembangan ICP (Jan 2011-Maret 2012)

Tre

nd

IC

P

140

120

100

80

60

40

20

0

Jan-11 Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des Jan-12 Feb Maret

ICP (USD per barrel)

USD 117,96per barrel

Rubrik Edukasi Fiskal

Page 35: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

35INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

Rubrik Edukasi Fiskal

adalah di sektor transportasi, khususnya

kendaraan bermotor (Grafik-02 dan

Gambar-03), maka sektor transportasi

sebaiknya menjadi sasaran utama

implementasi konversi BBM ke Gas.

Kebijakan ini diharapkan bisa menekan

kuota BBM (tidak menembus 40 juta

barrel) dan mampu memelihara

kesehatan dan kelangsungan fiskal.

Data Pertamina menunjukkan bahwa

permintaan gas domestik pada tahun

2009 sebesar 3.500 MMSCFD (Million

Metric Standard Cubic Feet Per Day),

dan pada tahun 2015 akan meningkat

menjadi 4.700 MMSCFD. Peningkatan

permintaan gas tersebut bukan saja di

sektor transportasi, tetapi juga dipicu

oleh revital isasi pabrik pupuk,

kebutuhan pembangkit listrik, dan 12permintaan bahan baku industri . Syarat

utamanya adalah mempercepat

pembangunan infrastrukturnya, seperti

modifikasi kilang LNG Arun menjadi

terminal penerima berikut pipa

transpmisi dari aceh kesumatera Utara,

serta jaringan Integrated Tans Java

Pipeline, dan beberapa terminal

penerima LNG mini di sembilan titik

untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN

pada Kawasan Timur Indonesia.

M e n u r u t p e n u l i s , p e r c e p a t a n

penyelesaian infrastruktur gas ini bagian

dari menjadi kontrak kinerja antara

pemerintah dengan Direksi PT

Pertamina (Persero). Bila pada masa

lalu ide bahwa semua pembangkit listrik

di Jawa akan bebas BBM merupakan

mimpi, maka untuk saat ini ide itu harus

berubah menjadi kenyataan. Selain itu,

pemerintah juga merencanakan

pembangunan 54 Stasion Pengisian

Bahan Bakar Gas (SPBG) dan 108

SPBG jenis Liquid Gas for Vehicle

(LGV) di beberapa daerah (Surabaya,

Gresik, Sidoarjo, Jakarta, Bekasi

Depok, Tangerang Selatan dan Bogor)

dengan dukungan dana APBN 2012

sebesar Rp2,1 triliun. Ini perlu

pengawasan yang ketat mengingat

tingkat keberhasilan proyek ini akan

menentukan langkah Indonesia

selanjutnya dalam mensukseskan

program 'konversi BBM ke gas'.

H i n g g a s a a t i n i , m a s y a r a k a t

nampaknya belum begitu yakin bahwa

perekonomian Indonesia mendapat

tekanan yang cukup berat dari

kenaikan harga minyak dunia.

Masyarakat juga memiliki pandangan

yang berbeda dengan pemerintah

bahwa harga BBM dalam negeri adalah

termurah dibandingkan dengan yang

terjadi di negara-negara lain sehingga

tidak menstimulir pengembangan

energi alternatif (gas, batubara dan

energi terbarukan).

Demo mahasiswa menolak rencana

pemerintah menaikan harga BBM yang

k e m u d i a n m e n d o r o n g D P R

memperkenalkan 'Ayat 6a' adalah

contoh bahwa pemahaman semua

elemen bangsa tentang persoalan yang

dihadapi bangsa Indonesia masih

belum sama. Hasil jajak pendapat 13Harian Kompas (28-30 Maret 2012)

menggambarkan fenomena ini cukup

Menaikkan Harga BBM Sebaiknya

Merupakan Pilihan Terakhir

menonjol, yaitu : (i) sekitar 67,1%

responden yang disurvei mengatakan

tidak percaya bahwa kebijakan

pemerintah menaikkan harga BBM

adalah kebijakan untuk menyelamatkan

ekonomi bangsa, (ii) hanya 28,1%

responden yang percaya bahwa

kebijakan itu dimaksudkan untuk

menyelamatkan ekonomi bangsa, dan

(iii) sekitar 62% responden menyatakan

setuju aksi unjuk rasa menentang 14kenaikkan harga BBM . Hasil survei

Harian Kompas ini memberikan isyarat

kepada pemerintah bahwa kebijakan

menaikan harga BBM memiliki risiko

tinggi. Karena itu, penulis sebaiknya

kebijakan menaikan harga BBM

merupakan langkah terakhir setelah

langkah-langkah lain tidak berhasil.

Pemerintah sudah memiliki tekad untuk

keluar dari lingkaran kesulitan suplai

energi sejalan dengan meningkatnya

permintaan dan tekanan terhadap

APBN. Pengembangan energ i

terbarukan yang potensinya cukup

besar di Indonesia merupakan

kebijakan yang tepat untuk menjamin

energy sustainability. Salah satu

diantaranya adalah energi yang

bersumber dari air yang jumlahnya

cukup berlimpah di Indonesia yang

dapat dipakai untuk membangun

Mempercepat Pengembangan Energi

Terbarukan

Produksi Sepeda Motor (unit)

Produksi Mobil, Bus, dan Truk (unit)

4.458.886 4.722.521

6.264.265 5.884.021

7.395.3908.006.293

296.008 411.638 600.628 464.816 702.508 837.948 155.7660

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 (Jan)

30

25

20

15

10

5

0

2005 20062005 2007 2008 2009 2010 2011

Premium (juta kiloliter) Solar (juta kiloliter)

20.64

17.4816.81

10.67 10.81

17.6519.42

11.76 12.1

21.2222.93

12.9414.49

25.49

Grafik-03 : Trend Konsumsi Premium dan Solar Secara NasionalGrafik-02: Perkembangan Produksi Kenderaan Bermotor

Sumber : Kompas, 20 Maret 2012. Disarikan dari data GAKINDO, AISI, dan BISumber : Kompas, 20 Maret 2012. Disarikan dari data GAKINDO, AISI, dan BI

12 Hari Kariyulianto, Direktur Gas PT Pertamina, Harian Merdeka, 26 April 2012.

13 Dilakukan di 12 kota besar pada tanggal 28-30 Maret 2012 terhadap 711 responden berusia 17 tahun ke atas yang dipilih secara acak dengan tingkat kepercayaan 95%.

14 Lihat Kompas, 2 April. Tajuk : Kebijakan Publik Dipertanyakan

Page 36: IRF - djppr.kemenkeu.go.id Edisi 1 Tahun 2012.pdf · yang artinya 'barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil. Intinya adalah keberhasilan suatu pekerjaan,

36 INFO RISIKO FISKAL Edisi 1 Tahun 2012

PLTMH (pembangkit listrik tenaga mikro hidro). Selain itu, energi yang bersumber

dari panas bumi (geothermal). Potensi geothermal diperkirakan mencapai sekitar 1529.038 ribu Megawatt atau ekivalen dengan 1 juta barrel minyak per hari atau

setara dengan suplai listrik Indonesia saat ini. Kalau bisa dieksploitasi sekitar 30

persen saja dari potensi tersebut, maka hasilnya ekivalen dengan 300 ribu barrel

minyak mentah per hari atau sekitar 30 persen dari lifting minyak Indonesia saat ini.

Salah satu tujuan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi adalah untuk

menghindari maraknya praktik penyelundupan BBM bersubsidi yang terjadi di

daerah-daerah perbatasan. Ini sebenarnya kasus kriminal murni yang mestinya

harus ditindak tegas sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Dari sudut

pandang bisnis (ekonomi), penyelundupan bisa terjadi karena adanya disparitas

harga antara BBM bersubsidi dengan harga keekonomian BBM di negara lain

(Tabel-03). Saat ini, harga keekonomian BBM bersubsidi sebesar Rp8.400/liter.

Angka ini didapat dari harga dasar ICP sebesar Rp5.940/liter + lifting rinfination and

transportation sebesar Rp1.360/liter + Pajak 15% sebesar Rp1.100/liter. Dengan

demikian, besarnya subsidi BBM = harga BBM bersubsidi saat ini Rp4.500/liter – 16harga keekonomian BBM Rp8.400/liter = Rp3.900/liter . Dari sudut pandang

hukum, para pelaku penyelundupan BBM harus mendapat hukum seberat-beratnya

karena tindakannya telah merugikan sebagian besar penduduk Indonesia.

Cegah Penyelundupan BBM

Optimalisasi Perimaan Negara dan

Efisiensi Belanja Negara

Bila opsi kenaikan harga BBM dan

pembatasan konsumsi BBM bersibsidi

mengalami banyak kendala, maka

u n t u k m e n y e l a m a t k a n A P B N ,

pemerintah hanya punya dua cara, yaitu

melakukan optimalisasi penerimaan

negara dan belanja negara, termasuk

pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih

(SAL) tahun 2011 untuk membiayai

proyek-proyek infrastruktur menjaga

pertumbuhan ekonomi pada level yang

cukup tinggi dan mengurangi angka

pengangguran melalui perluasan

lapangan pekerjaan. Pemerintah telah

berkomitmen untuk menambah

anggaran belanja untuk pembangunan

infrastruktur yang dialokasikan melalui

K/L dengan mengupayakan penerbitan 17DIPA secepat mungkin . Pemerintah

juga akan melakukan pemotongan

belanja K/L atas belanja barang non

operasional dan belanja pegawai

transito dengan pertimbangan realisasi

aggaran K/L dalam tiga tahun terakhir,

dengan tetap menjaga pencapaian

output dan outcome dari kegiatan dan

p r o g r a m p r i o r i t a s n a s i o n a l .

Konsekuensinya akan ada revisi DIPA

dari masing-masing K/L. Dari sisi

penerimaan negara, optimalisasi

pendapatan perpajakan masih bisa

dilakukan, mengingat banyak Wajib

Pajak (WP) yang belum melaksanakan

kewajiban perpajakannya. Kombinasi

ke dua kebijakan ini diharapkan bisa

mengantipasi naiknya subsidi BBM

yang diakibatkan oleh kenaikkan harga

minyak dunia.

15 Pada tahun 2012 ini, pemerintah telah menganggarkan

FDG (Fasilitas Dana Geothermal) senilai Rp 3 triliun yang

dikelola oleh PIP (Pusat Investasi Pemerintah). Dana

tersebut akan digunakan untuk pendataan, pembiayaan

eksplorasi dan dukungan infrastruktur. Selain itu, melalui

PMK Nomor 21 Tahun 2010, pemerintah juga memberikan

insentif fiskal (PPh, PPN atas barang impor kena pajak dan

BM atas impor mesin). Kondisi yang diperlukan investor

adalah konsistensi dan komitmen pemerintah.

16 Penjelasan Menteri ESDM, Jero Wacik, Kontan Edisi 2-8

April 2012.

17 Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan APBN,

'Pemerintah Siapkan Paket Kebijakan Fiskal', Media

Keuangan Vol VII, Nomor 55, Maret 2012, hal. 10.

Tabel-03 : Potensi Penyelundupan BBM

Sumber : Kementerian ESDM, 2012, 'Subsidi Buat (si) Apa? Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

*) Asumsi : Ongkos Transport dll rata-rata Rp5.000 per liter. Estimasi Penulis Untuk Contoh.

Negara(Jenis BBM)

Rp4.500Indonesia Rp4.500 Disubsidi -

Malaysia(RON 95)

RM1,90 Rp5.753 Disubsidi Tidak adakeuntungan

Thailand(Blue Gasoline 91)

Baht 41,5 Rp12.453 TidakDisubsidi

Rp7.453

Philipina(unleaded)

Singapura(Grade 92)

P56,50 Rp12.142 TidakDisubsidi

Rp7.147

S$2.150 Rp15.695 TidakDisubsidi

Rp10.695

Harga Eceran Bensin Dalam

Mata uang Lokal (Per

Liter)

Harga Eceran

Bensin Rp per Liter

Kebijakan Fiskal

Potensi Penyelundupan*)

WO

RD

PR

ES

S.C

OM

Rubrik Edukasi Fiskal