ipo dan underpriced
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mengembangkan usahanya perusahaan melakukan
berbagai cara, diantaranya melakukan ekspansi. Pelaksanaan ekspansi
diperlukan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu salah satu caranya
perusahaan melakukan penawaran sahamnya ke masyarakat umum, yang
disebut Go Public di pasar modal. Perusahaan penerbit saham disebut Emiten
atau Investee, sedangkan pembeli saham disebut Investor.
Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan bagi perusahaan
yang sedang berkembang guna mendapatkan tambahan dana untuk keperluan
pembiayaan atau pengembangan usaha perusahaan. Transaksi penawaran
umum penjualan saham pertama kalinya terjadi di Pasar Perdana ( Primary
Market ). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka penawaran umum saham
perdana disebut IPO (Initial Public Offering), selanjutnya saham dapat
diperjualbelikan di Bursa Efek, yang disebut pasar sekunder (Secondary
Market).
Penetapan harga saham perdana pada IPO atau saat go public sangat
sulit, karena tidak ada harga pasar sebelumnya yang dapat diobservasi untuk
dipakai sebagai penetapan penawaran, selain itu kebanyakan dari perusahaan
yang akan go public mempunyai sedikit atau bahkan tidak ada pengalaman
1
terhadap penetapan harga ini. Pada umumnya dalam melakukan penjualan
saham di pasar perdana, perusahaan menyerahkannya kepada underwriter yang
merupakan perantara antara perusahaan yang membutuhkan dana dengan
investor sebagai penyedia dana. Hal ini dikarenakan underwriter memiliki
informasi lebih baik mengenai permintaan terhadap saham-saham emiten,
dibanding emiten itu sendiri.
Underwriter akan memanfaatkan informasi yang dimilikinya untuk
memperoleh kesepakatan yang optimal dengan emiten, yaitu dengan
memperkecil resiko keharusan membeli saham yang tidak laku jual dengan
menetapkan harga murah, sehingga emiten harus menerima harga yang murah
bagi penawaran saham perdananya, pada saat itulah terjadi underpricing, yang
berarti bahwa penentuan harga saham dipasar perdana lebih rendah dibanding
harga saham di pasar sekunder pada saham yang sama. Beberapa peneliti telah
menganalisis sebab-sebab fenomena underpricing ini (Ritter [1984], Ritter
[1991], Husnan [1993]), menyatakan bahwa harga saham IPO yang
underpriced adalah hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar sekunder.
Pada saat penawaran perdana harga saham ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter, sedangkan harga
dipasar sekunder ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Kesepakatan pada
penentuan harga perdana antara emiten dan underwriter bukanlah sebuah
kesepakatan yang mudah, karena sebenarnya masing-masing mempunyai
kepentingan yang berbeda. Emiten sebagai pihak yang membutuhkan dana,
2
menginginkan harga perdana yang tinggi, karena dengan harga perdana yang
tinggi emiten berharap akan secepatnya mendapatkan dana untuk
merealisasikan rencana proyek perusahaan. Underwriter sendiri mempunyai
keinginan yang berbeda dengan emiten, yaitu dengan menginginkan harga yang
rendah untuk penawaran saham perdana, hal ini disebabkan oleh sistem
penjaminan saham full commitment yang berlaku di Indonesia, yaitu keadaan
dimana underwriter harus membeli semua saham yang tidak laku terjual.
Underwriter juga dimungkinkan untuk memiliki informasi yang lebih banyak
bila dibandingkan dengan pihak emiten. Kondisi asimetri inilah yang
menyebabkan terjadinya underpricing, dimana underwriter merupakan pihak
yang memiliki kelebihan informasi dan menggunakan ketidaktahuan emiten
untuk memperkecil resiko (Hanafi dan Husnan 1991; Cheung et al,1994).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
meneliti dan menganalisis kembali tentang faktor-faktor penyebab terjadinya
underpricing, yang akan dituangkan ke dalam bentuk skripsi dengan judul :
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpriced
Saham Pada Perusahaan Yang Go Public di Bursa Efek Jakarta Periode
2002-2006”
3
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi underpriced saham, maka penelitian ini akan menguji apakah
Reputasi Underwriter, Persentase Saham Yang Dtawarkan, Besar Perusahaan,
Umur Perusahaan, Financial Leverage, ROA( Return On Assets) berpengaruh
terhadap Tingkat Underpriced Saham pada Perusahaan yang Go Public di BEJ
th 2002-2006.
1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini dilakukan dengan objek perusahaan-perusahaan yang
melakukan penawaran perdana (IPO) di Bursa Efek Jakarta untuk periode tahun
2002 sampai dengan tahun 2006 dengan melihat pengaruh secara parsial maupun
simultan dari variabel reputasi underwriter, Prosentase saham yang ditawarkan
ke publik, ukuran perusahaan, umur perusahaan, financial leverage dan return on
assets terhadap tingkat underpriced.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk membuktikan apakah faktor-faktor reputasi underwriter,
persentase saham yang dijual, ukuran perusahaan, umur perusahaan, Financial
Leverage, ROA (Return On Assets) yang ditawarkan kepada public pada saat
IPO mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpriced saham.
4
Manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan dan
wawasan tentang faktor apa sajakah yang mempengaruhi tingkat
underpriced saham, serta dapat mengaplikasikan teori yang pernah
didapatkan selama kuliah.
2. Bagi investor/calon investor di pasar modal, hasil penelitian ini dapat
memberikan sumbangan pemikiran dalam pengambilan keputusan investasi
pada saat penawaran saham perdana.
3. Bagi perusahaan selaku emiten, dapat dijadikan referensi dalam
menentukan harga yang tepat saat penawaran saham perdana.
4. Pada bidang akademik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut dan juga dapat
menambah khasanah pustaka bagi yang berminat mendalami pengetahuan
dalam bidang pasar modal.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pasar Modal
Menurut UU RI No. 8/1995 tentang pasar modal: “Bursa efek adalah
pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem/sarana untuk
mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan efek diantara mereka.”
Sedangkan menurut keputusan Menkeu RI No. 1548/1990: “Pasar
modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisir, termasuk didalamnya
adalah bank-bank komersial dan semua lembaga-lembaga perantara dibidang
keuangan serta keseluruhan surat-surat berharga”.
Pasar modal merupakan alternatif mengenai pembiayaan pembangunan.
Modal dari pasar modal dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Di
pasar modal yang diperjualbelikan adalah kepemilikan perusahaan dan surat
pernyataan utang suatu perusahaan. Kepemilikan ini dapat berupa saham, surat
pernyataan utang seperti obligasi dan surat pernyataan utang lainnya yang
berjangka panjang (Algifari, 1997: 7).
Pasar modal mempunyai peran penting dalam kegiatan ekonomi secara
makro. Pasar modal dapat berperan sebagai alat untuk mengalokasikan sumber
6
daya ekonomi secara optimal. Perusahaan yang memerlukan dana memandang
pasar modal sebagai alat untuk memperoleh dana yang lebih menguntungkan
dibandingkan dengan modal yang diperoleh dari sektor perbankan. Modal yang
diperoleh dari sini selain mudah memperolehnya juga biaya yang diperlukan
lebih mudah (Algifari, 1997: 8).
2.1.2. Alasan Perusahaan Go Public
Kebutuhan modal tambahan bagi perusahaan dapat dipenuhi melalui
berbagai cara, salah satu cara yaitu dengan menjual saham baru. Penjualan
saham baru bagi perusahaan dapat dilakuakan melalui berbagai cara sebagai
berikut (Jogiyanto, 2000:16)
1. Dijual kepada pemegang saham yang sudah ada.
2. Dijual kepada karyawan melalui ESOP (Employee Stock Ownership
Plan).
3. Menambah saham lewat deviden yang tidak dibagi (deviden reinvestment
plan).
4. Dijual secara langsung kepada pembeli tunggal ( biasanya investor
institusi ) secara privat (privat placement).
5. Ditawarkan kepada publik.
Jika keputusannya adalah menjual kepada publik, berarti perusahaan
tersebut melakukan go public. Dengan melakukan go public, perusahaan dapat
menarik dana yang relatif besar dari masyarakat secara tunai. Bagi masyarakat,
7
dengan membeli saham perusahaan yang melakukan go public berarti
memperoleh kesempatan untuk ikut memiliki perusahaan tersebut, sehingga
terjadi distribusi kesejahteraan. Untuk lebih lengkapnya, alasan perusahaan
melakukan go public dijelaskan sebagai berikut :
1. Memungkinkan pendiri untuk diversifikasi usaha. Pemegang
saham yang sudah lama menanamkan modalnya dalam perusahaan
(pendiri), dengan menjual sahamnya kepada masyarakat akan memberi
indikasi mengenai berapa harga saham perusahaan mereka menurut
penilaian masyarakat. Hal ini dapat memberi kesempatan bagi penanam
modal lama untuk mentunaikan seluruh atau sebagian saham miliknya
dengan laba kenaikan harga saham.
2. Mempermudah usaha pembelian perusahaan lain (ekspansi). Para
pemegang saham mempunyai kesempatan untuk mencari dana dari
lembaga-lembaga keuangan tanpa melepaskan sahamnya. Sebab, apabila
saham yang dimiliki likuid maka dapat accepble dan dapat dijadikan
sebagai agunan kredit pada lembaga-lembaga keuangan. Dana pinjaman
tersebut dapat dijadikan pembayaran untuk mengambil alih perusahaan
lain. Lalu terjadi dengan apa yang disebut share-swap, yaitu membeli
perusahaan lain tanpa mengeluarkan kontan, tetapi membayar dengan
saham yang listed di bursa.
3. Nilai perusahaan go public memungkinkan masyarakat maupun
manajemen mengetahui nilai perusahaan. Nilai perusahaan tercermin pada
kekuatan tawar menawar saham. Apabila perusahaan diperkirakan sebagai
8
perusahaan yang mempunyai prospek pada masa yang akan datang, nilai
saham menjadi lebih. Sebaliknya, apabila perusahaan dinilai kurang
mempunyai prospek maka harga saham menjadi rendah.
2.1.3. Pengertian Go Public
Go public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang
dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual saham
kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan
Peraturan Pelaksanaannya. Terdapat dua metode utama untuk melakukan go
public yang digunakan di seluruh dunia. Pertama, melakukan penawaran
perdana (initial public offering) dengan penawaran pada harga tetap (a fixed
price offer) atau penawaran melalui sistem tender, metode yang kedua yaitu
dengan prosedur lelang (auction procedure),dimana penentuan harga saham
berdasarkan penawaran tertinggi.
Perusahaan yang berniat go public harus melalui tiga prosedur, yaitu :
1. Persiapan diri.
2. Memperoleh ijin dari BAPEPAM.
3. Melakukan penawaran umum perdana atau IPO dan memasuki pasar
sekunder dengan pencatatan efeknya di bursa.
Dalam tahap persiapan diri, setelah keputusan go public ditetapkan
dalam rapat umum pemegang saham, perusahaan harus menyiapkan dokumen
dokumen dengan bantuan para profesi di pasar modal, antara lain : penjamin
9
emisi efek (underwriter), akuntan publik, notaris, konsultan hukum, perusahaan
penilai (appraisal) dan lain lain.
Setelah semua persiapan yang telah dilakukan, semua dokumen
persyaratan pendaftaran dikirim ke BAPEPAM. Tahap ketiga dapat
dilaksanakan setelah mendapatkan ijin dari BAPEPAM. Pada tahap ini
dilakukan penawaran umum perdana (IPO) dan memasuki pasar sekunder
dengan pencatatan efeknya di bursa.
2.1.4. IPO
Penawaran umum perdana atau IPO (Initial Public Offering) adalah
kegiatan penjualan sekuritas kepada masyarakat baik perorangan maupun
lembaga di pasar perdana. Penawaran perdana ini dilakukan setelah
mendapatkan ijin dari BAPEPAM dan sebelumnya sekuritas tersebut
diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek).
Dalam melakukan IPO, perusahaan harus menerbitkan prospectus
sebelum melakukan listing di BEJ. Prospectus adalah dokumen yang berisikan
informasi tentang perusahaan penerbit sekuritas dan informasi lainnya yang
berkaitan dengan sekuritas yang ditawarkan.
Penjualan sekuritas di pasar perdana dilakukan oleh penjamin emisi
(underwriter) yang ditunjuk oleh perusahaan dengan bantuan agen penjualan.
Pada umumnya underwriter mempunyai tiga fungsi, yaitu : advisory function,
underwriting function, dan marketing function. Sebagai advisory function,
10
underwriter memberikan saran kepada perusahaan yang akan melakukan go
pulic mengenai jenis sekuritas yang akan ditawarkan, penentuan harga sekuritas
dan waktu penawarannya. Underwriting function adalah fungsi penjaminan
dimana emiten akan meminta underwriter untuk menjamin penjualan saham
perdana emiten tersebut, jika emiten meminta underwriter memberikan jaminan
full commitment, maka underwriter menjamin seluruh sekuritas akan habis
terjual dan bersedia untuk membeli sisanya jika sebagian sekuritas tidak terjual.
Dalam prakteknya, tidak semua underwriter bersedia memberikan jaminan full
commitment, terutama untuk sekuritas perusahaan yang belum mapan. Untuk
perusahaan yang belum mapan tersebut biasanya underwriter hanya berani
memberikan jaminan best effort saja, artinya underwriter hanya akan berusaha
sebaik mungkin untuk menjual sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan
tersebut.
Harga sekuritas yang dijual di pasar perdana (offering price) yang telah
ditentukan terlebih dahulu oleh perusahaan yang akan melakukan go public
(emiten) dengan penjamin emisi, dimana harga sekuritas tersebut telah
dicantumkan dalam prospectus. Dalam penentuan offering price, underwriter
dan emiten sering menghadapi kesulitan untuk memperkirakan harga yang
wajar. Underwriter cenderung untuk menetapkan offering price yang rendah
dari harga yang diharapkan oleh perusahaan akan melakukan go public, dengan
tujuan untuk menekan resiko tanggung jawab bila sekuritas yang ditawarkan
pada saat penawaran perdana tidak laku atau tidak habis terjual.
11
2.1.5. Harga Saham
Harga saham merupakan penerimaan besarnya pengorbanan yang harus
dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan. Harga ini di
pasar sekunder akan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan
penawaran yang terjadi atas saham. Tinggi rendahnya harga saham lebih
banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi
internal dan eksternal perusahaan (Payamta, 2000).
Menurut Hanafi dan Husnan (1991) harga suatu saham merupakan nilai
sekarang dari arus kas yang akan diterima oleh pemilik saham dikemudian hari.
Untuk menaksir harga saham yang wajar dapat dilakukan dengan tepat apabila
arus kas yang akan diterima tersebut dapat diestimasikan secara tepat pula.
Namun adanya unsur ketidakpastian pada masa yang akan datang menyebabkan
tidak ada cara yang paling tepat untuk memberikan hasil estimasi yang paling
tepat. Sekarang telah dikembangkan beberapa pendekatan dalam penilaian dan
penentuan harga saham, untuk keperluan analisis saham yang pada dasarnya
untuk membantu judgement analysis.
Para peneliti melihat penawaran saham perdana di pasar modal (IPO)
sebagai suatu masalah yang menarik, dikarenakan adanya fenomena
underpricing. Husnan dan Hanafi (1991) melakukan pengamatan perilaku
harga saham di pasar perdana, bahwa telah terjadi fenomena underpricing
selama tahun 1990.
12
Investor dan analisis sekuritas yang memiliki informasi mengenai
kondisi perusahaan menghubungkan harga aktual sekuritas dengan nilai
intrinsik. Jika harga saham overvalued, maka pada saat perdagangan di bursa,
investor akan menjual saham yang dimilikinya atau menghindari pembelian
saham tersbut, sebaliknya jika harga saham dinilai undervalued, maka pada saat
perdagangan di bursa, investor akan terdorong untuk melakukan pembelian atau
menahan bila saham tersebut telah dimiliki. Adanya koreksi pasar
mengakibatkan harga saham yang overvalued cenderung turun dan harga saham
yang undervalued akan cenderung naik saat diperdagangkan di pasar sekunder.
Keduanya akan bergerak mendekati nilai seharusnya dari suatu saham atau
biasa disebut nilai intrinsik.
2.1.6. Fenomena Underpricing dan Review Penelitian Terdahulu
Ketika perusahaan pertama kali melakukan penawaran sahamnya ke
pasar modal, masalah yang dihadapi adalah penentuan harga di pasar perdana
tersebut. Di satu pihak pemegang saham lama tidak ingin menawarkan saham
baru dengan harga yang terlalu murah kepada investor baru, tetapi disisi lain
investor menginginkan untuk memperoleh capital gains dari pembelian saham
di pasar perdana tersebut. Perbedaan kepentingan tersebut, dimana emiten
menginginkan dana yang lebih besar dan investor menginginkan return,
mengakibatkan terjadinya underpricing, yakni adanya selisih positif antara
harga saham dipasar sekunder dengan harga perdana, yang disebut initial return
13
bagi investor. Bagi emiten, underpricing ini tentunya merugikan karena
perusahaan tidak dapat memperoleh dana secara maksimal.
Underpricing terjadi karena perusahaan dinilai lebih rendah dari nilai
yang sesungguhnya oleh underwriter dalam rangka untuk mengurangi tingkat
resiko yang harus di hadapi karena fungsi penjaminannya. Emiten dilain pihak
tidak mengetahui keadaan pasar modal yang sesungguhnya. Dalam hal ini
underwriter sebagai pihak yang lebih sering berhubungan dengan pasar modal
mempunyai informasi yang lebih banyak mengenai pasar modal bila
dibandingkan dengan calon emiten. Adanya asimetri informasi inilah maka
harga saham pada penawaran perdana lebih rendah dari pada harga saham di
passar sekunder. Jadi underwriter menggunakan ketidaktahuan emiten
mengenai pasar modal untuk mengurangi resiko yang harus ditanggug apabila
saham yang dia jamin dipasar perdana tidak laku, maka underwriter harus
membeli sisa saham tersebut sebesar harga penawaran dikalikan dengan sisa
saham yang tidak laku terjual.
Penentuan harga dalam IPO merupakan bagian yang sulit, sekaligus
penting karena tidak ada harga sebelumnya di pasar dan sejarah mengenai
operasi perusahaan sangat sedikit atau hampir tidak ada. Jika harga ditemukan
terlalu rendah, perusahaan penerbit tidak dapat memperoleh dana maksimal dari
potensi yang ada untuk menaikkan modalnya. Sementara itu jika harga terlalu
tinggi, investor akan memperoleh return yang sangat kecil sehingga berakibat
pada penolakan investor untuk membeli saham tersebut, dengan demikian tanpa
14
harga (pricing) yang akurat pasar dapat menguntungkan salah satu pihak dan
merugikan pihak lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pengaktifan
kembali pasar modal yaitu pemerataan pendapatan masyarakat (investor)
melalui kepemilikan saham perusahaan, akan tetapi harga yang sebenarnya ini
baru bisa diketahui setelah saham dijual di pasar sekunder, karena harga
ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand) dari
investor.
Fenomena lain yang menarik untuk dicermati dalam konteks IPO
dan underpricing adalah besar kecilnya tingkat underpriced ternyata tidak sama
antara negara yang satu dengan negara yang lain. Ada perbedaan dalam tingkat
underpriced antar pasar modal yang ada di dunia.
Secara sederhana, perbedaan yang mencolok terhadap tinggi rendahnya
tingkat underpriced di antara dua kelompok negara tersebut merupakan
cerminan dari tingkat resiko dan ketidakpastian yang ada serta sampai sejauh
mana keterbukaan informasi mampu diakses oleh calon investor.
Kedewasaan pasar modal dan juga rasionalitas investor di kedua
kelompok pasar modal tersebut tentu tidak sama, dimana untuk pasar modal
maju (developed capital market) keterbukanan informasi sudah sangat baik
dibandingkan dengan di pasar modal baru (emerging).
Bukti lain juga menunjukkan bahwa sistem penjaminan yang digunakan
dalam proses penawaran saham merupakan faktor penentu besar kecilnya
15
tingkat underpriced. Di Amerika Serikat misalnya, perusahaan yang go public
menggunakan sistem penjaminan full commitment cenderung mengalami
tingkat underpriced yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
menggunakan sistem penjaminan best effort. Di Amerika Serikat, saham yang
harganya kurang dari satu dolar, cenderung mengalami tingkat underpriced
lebih tinggi dibandingkan dengan saham yang ditawarkan dengan harga yang
relatif lebih tinggi (diatas lima dolar) (Anggrawal dan Rivoli, 1990 dalam
Gumanti, 2002).
Ritter dan Ibboston, 1995 (dalam Gumanti, 2002) juga menyatakan
bahwa tinggi rendahnya tingkat underpriced ditentukan oleh kondisi pasar
secara umum. Artinya, pada tahun dimana banyak perusahan melakukan IPO
(bull market), rata-rata tingkat underpricing relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun-tahun dimana tidak ada banyak perusahaan melakukan IPO (bear
market).
Setidaknya ada empat hal yang mempengaruhi besar kecilnya tingkat
underpriced dalam IPO, yaitu (1) sistem yang digunakan dalam penetapan
harga penawaran, (2) sistem penjaminan, (3) tinggi rendahnya atau mahal
murahnya harga penawaran, (4) banyak sedikitnya perusahaan yang melakukan
IPO. Selain keempat hal diatas, bukti empiris juga menunjukkan bahwa tingkat
underpriced dapat dipengaruhi oleh kaarakteristik khusus perusahaan, mislanya
ukuran perusahaan, ukuran penawaran, besarkecilnya porsi saham yang
16
ditawarkan atau ditahan, umur perusahaan dan rasio kecukupan modal
(Loughran, et.al., 1994; Gumanti, 2002).
Dari berbagai riset empiris tentang IPO diperoleh tiga konsekuensi yang
hampir selalu tejadi. Pertama, saham perusahaan mengalami underpriced, yakni
harga pasar pada hari pertama perdagamngan lebih tinggi dari pada harga
penawaran. Kedua, adanya long-run underperfomance setelah IPO dan ketiga,
volume IPO menunjukkan suatu kecenderugan yang kuat untuk tidak mengikuti
periode dari underpricing yang tinggi (Prastiwi dan Kusuma, 2001 dalam
Sudento, 2003).
Menurut Baron (1982) dan Daljono (2000) mengemukakan bahwa
adanya asimetri informasi antara pemilik perusahaan dengan underwriter
merupakan salah satu sebab terjadinya underpricing. Model ini mengangap
emiten merupakan pihak yang tidak memiliki inforamasi lebih mengenai pasar
modal sedangkan underwriter merupakan pihak yang memiliki informasi lebih.
Dengan demikian, semakin besar ketidakpastian akan semakin besar resiko
yang dihadapi underwriter, maka akan menyebabkan tingkat underpricing
tinggi (Daljono, 2000). Sedangkan Rock (1986) dalam Daljono (2000)
menjelaskan asimetri informasi yang terjadi adalah antara investor yang
memiliki informasi lebih. Kelompok investor yang memiliki informasi pasar
modal akan membeli saham-saham IPO bila nantinya akan memberikan return.
How, et al, 1995 (dalam Ghozali dan Mansur, 2002) mengadakan
penelitian di Australia dengan memasukkan variabel-variabel seperti reputasi
17
underwriter, reputasi auditor, umur emiten, skala emiten, delay in listing dan
leverage. Hasil penelitian tersebut menunjukkna bahwa variabel umur emiten,
tipe penjaminan underwriter juga berpengaruh terhadap tingkat underpriced,
demikian juga dengan skala perusahaan terbukti berpengaruh terhada tingkat
underrpiced.
Penelitian yang dilakukan oleh Carter dan Manaster (1990), Alli, el al
(1994), How, et al (1995) dalam Ghozali dan Mansur (2002)mengatakan bahwa
emiten menggunakan underwriter yang berkualitas akan mengurangi tingkat
ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat
dalam prospectus dan memberikan sinyal bahwa informasi privat dari emiten
mengenai prospek perusahaan dimasa mendatang tidak menyesatkan. Hasil
penelitian tersebut didukung oleh Janice, J.Y. How, et al (dalam Ghozali dan
Mansur, 2002) yang mengukur asimetri informasi dengan menggunakan dua
dimensi, yaitu dimensi kuantitatif dan dimensi kualitatif. Dalam dimensi
kualitatif direfleksikan dengan variabel reputasi underwriter dan reputasi
auditor, sedangkan dalam dimensi kuantitatif direfleksikan dengan variabel
umur perusahaan dan skala perusahaan. Hasil penelitian yang sama dengnan
penelitian diatas adalah penelitian dari Ursal dan Djocavic (1998) ( dalam
Ghozali dan Mansur, 2002) yang menunjukkna bahwa tingkat underpricing
pada periode tersebut sebesar 3,64% - 3,95%. Dari pengujian umur perusahaan,
reputasi underwriter, gross proceed, dana untuk investasi, jumlah resiko
reputasi auditor, perusahaan extractive dan high-tech, kepemilikan pemegang
18
saham lama dan tipe penjaminan, ternyata ada dua yang signifikan berpengaruh
pada underpricing yaitu reputasi underwriter dan perusahaan high-tech.
Daljono (2000) yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
initial return saham yang listing di BEJ tahun 1990-1997 dengan memasukkan
variabel-variabel seperti reputasi auditor,reputasi undewriter, umur perusahaan,
profitabilitas perusahaan, prosentase saham yanag dipegang oleh pemilik lama,
leverage keuangan dan solvability ratio mengungkapkan bahwa hanya leverage
keuangan dan reputasi underwriter saja yang berhasil menunjukkan hubungan
yang signifikan dengan tingkat initial return pada penawaran perdana,
sedangkan reputasi auditor, profitabilitas, umur perusahaan, persentase saham
yang dipegang oleh pemilik lama, dan solvability ratio tidak berhasil
menunjukkan hubungan yang signifikan dengan tingkat initial return.
Penelitian lain, yakni Lee,1995 (dalam Daljono, 2000) menemukan
bahwa tingkat return awal dipengaruhi oleh faktor jumlah saham yang
ditawarkan, jumlah aktiva, umur perusahaan, waktu listing, standar deviasi dan
persentase saham yang ditahan pemilik lama.
Rosyani dan Arifin Sabeni (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan
bahwa hanya variabel reputasi underwriter dan umur perusahaan yang
mempengaruhi underpricing. Sedangkan variabel kondisi pasar dan reputasi
auditor tidak mempengaruhi underpricing.
19
Penelitian yang dilakukan oleh Imam Ghozali dan Murdik Al Mansur
(2002) mengungkapkan adanya hubungan antara reputasi underwriter, financial
leverage, dan ROA dengan underpricing. Sedangkan variabel yang tidak
mempengaruhi underpricing adalah persentase saham yang masih dipegang
oleh pemegang saham lama, ukuran perusahaan dan umur perusahaan.
Sudento (2003) dengan menggunakan variabel profitabilitas, ukuran
perusahaan, dan solvabilitas, hanya berhasil menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan antara ukuran perusahaan (size) dengan underpricing.
2.2. Formulasi Hipotesis
Alasan mengapa variabel-variabel independen yang digunakan dalam
penelitian berpengaruh pada tingkat underpriced pada saat IPO adalah sebagai
berikut:
2.2.1. Reputasi Underwriter
Underwriter merupakan pihak perantara antara pihak yang melakukan
IPO yaitu emiten dengan pihak yang akan membeli saham yaitu investor.
Underwriter merupakan salah satu pihak yang bertanggungjawab atas berhasil
tidaknya perusahaan dalam melakukan IPO. Emiten dan Underwriter bersama-
sama dalam penentuan harga perdana, walaupun demikian mereka mempunyai
kepentingan yang berbeda. Emiten menginginkan harga perdananya tinggi
sehingga bisa mendapatkan modal yang besar untuk merealisasikan proyeknya.
sebaliknya underwriter menginginkan harga yang cenderung rendah, karena
20
tipe penjaminan yang ada di Indonesia adalah tipe penjaminan Full
Commitment, yaitu tipe penjaminan yang akan membeli saham yang tidak
terjual dalam pelaksanaan IPO. Dengan harga yang rendah maka dana yang
dibutuhkan untuk membeli saham yang tidak laku terjual relatif lebih kecil
dibandingkan dengan bila harga saham perdana ditetapkan terlalu tinggi.
Dalam penjaminan emisi efek, peranan dari underwriter sangat besar.
Karena Underwriter lebih sering berhubungan dengan pasar modal dan
mempunyai pengalaman yang lebih dibandingkan dengan emiten. Apabila
suatu emisi dilakukan oleh underwriter yang mempunyai reputasi yang baik,
maka kemungkinan akan mendatangkan kesuksesan bagi emiten.
Ha1 : Reputasi underwriter berpengaruh negatip terhadap tingkat
underpriced.
2.2.2. Persentase Saham Yang Ditawarkan
Besarnya persentase penawaran menunjukkan persentase jumlah saham
yang ditawarkan kepada publik dari keseluruhan saham yang diterbitkan
emiten. Kepemilikan saham diduga berpengaruh terhadap tingkat underpriced
karena dengan jumlah saham yang semakin banyak ditawarkan kepada publik
menunjukkan bahwa tidak ada private information yang dimiliki oleh pemilik
perusahaan. Semakin kecil persentase saham yang ditawarkan (atau semakin
besar tingkat kepemilikan saham) akan memperkecil tingkat ketidakpastian
dimasa yang akan datang. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara
21
persentase jumlah saham yang ditawarkan kepada publik dengan tingkat
underpriced.
Ha2 : Persentase saham yang ditawarkan kepada publik berpengaruh
positif terhadap tingkat underpriced.
2.2.3. Ukuran Perusahaan
Ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan oleh beberapa
hal, antara lain dengan total asset, total penjualan, rata-rata tingkat penjualan
dan rata-rata total asset. Sehubungan dengan total asset, apabila perusahaan
memiliki total asset yang besar maka hal tersebut menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut mencapai tahap kedewasaan. Kecilnya dana untuk investasi
menyebabkan deviden kepada pemegang saham besar dan berkaitan dengan
prospek perusahaan. Investor tentunya akan lebih tertarik untuk menawarkan
modalnya pada perusahaan yang punya prospek baik dalam jangka waktu yang
relatif lama. Dengan demikian hipotesis yang diajukan adalah:
Ha3 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatip terhadap tingkat
underpriced.
2.2.4. Umur Perusahaan
Umur perusahaan dapat menjadi bukti bahwa perusahaan mampu
bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam
perekonomian. Semakin lama umur perusahaan, semakin banyak informasi
22
yang telah diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Sehingga umur
perusahaan diduga mempengaruhi underpriced. Dengan demikian hipotesis
yang diajukan adalah:
Ha 4 : Umur perusahaan berpengaruh negatip terhadap tingkat
underpriced.
2.2.5. Financial Leverage
Financial Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa besar
dana yang diperoleh dari hutang digunakan oleh perusahaan atau seberapa
banyak asset perusahaan yang dibelanjai dengan hutang. Tingkat kewajiban
yang tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan menjadi lebih sulit dalam
memprediksi jalanya perusahaan ke depan. Para investor dalam melakukan
keputusan investasi, tentu akan mempertimbangkan informasi financial
leverage (Firh dan Smith, 1992). Atas dasar tersebut, maka diajukan hipotesis
sebagai berikut:
Ha5 : Financial leverage berpengaruh positip terhadap tingkat
underpriced.
2.2.6. Rate of Return on Total Asset (ROA)
ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Profitabilitas
perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektifitas
operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi pertimbangan memasukan
23
variable ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi underpricing.
Kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang
ditunjukkan dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan laba merupakan
informasi penting bagi investor sebagai perimbangan dalam menanamkan
modalnya. Profitabilitas yang tinggi suatu perusahaan mengurangi
ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing (Kim
et al.1993). Wart dan Zimmerman (1990) menyatakan bahwa prestasi
keuangan, khususnya tingkat keuntungan, memegang peranan penting dalam
penilaian prestasi usaha perusahaan dan sering digunakan sebagai dasar dalam
keputusan investasi, khususnya dalam pembelian saham. Dengan demikian
hipotesis yang diajukan adalah:
Ha6 : Profitabilitas perusahaan (ROA) berpengaruh negatip terhadap
tingkat underpriced.
Berdasarkan kajian teori di atas, maka kerangka pemikiran yang
menggambarkan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen
dapat dijelaskan dalam bentuk bagan dibawah ini:
24
Variabel Independen 1. Reputasi Underwriter 2. Persentase saham yang ditawarkan 3. Ukuran Perusahaan 4. Umur Perusahaan 5. Financial Leverage 6. ROA
Underpriced saham
Sesuai dengan hubungan antar variabel dan perumusan masalah diatas,
maka penulis mengajukan hipotesis berikut ini:
Ha7 : Reputasi Underwriter, Persentase Saham yang Dijual, Ukuran
Perusahaan, Umur Perusahaan, Financial Leverage, dan ROA
(Return On Assets) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
Underpriced Saham.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan IPO
dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006.
Dengan menggunakan kriteria perusahaan yang mengalami underpriced.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling dimana populasi yang dijadikan dasar pembentukan sampel penelitian
adalah populasi yang memenuhi kriteria sampel tertentu sesuai dengan yang
dikehendaki oleh peneliti. Kriteria perusahaan yang akan dijadikan sampel
dalam penelitian ini adalah :
1. Perusahaan yang melakukan IPO tahun 2002-2006 di BEJ.
2. Yang dijadikan sampel penelitian adalah Perusahaan yang
mengalami underpriced pada tahun 2002-2006, yaitu harga saham
di pasar perdana lebih rendah daripada di pasar sekunder.
3. Perusahaan yang akan diteliti memiliki data-data yang lengkap yaitu
harga perdana dan listing untuk menentukan sampel.
4. Memiliki Laporan Keuangan yang lengkap dan sejarah yang dapat
diandalkan kebenarannya selama 3 tahun berturut-turut.
5. Perusahaan yang mencantumkan nama underwriter.
26
3.2 Data Penelitian
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari pojok
BEJ-UII, berupa laporan keuangan publikasi tahunan (annual report)
perusahaan-perusahaan. Data sekunder ini dipublikasikan dan sumber data
berasal dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan Jakarta Stock
Exchange yang terdapat di Pojok BEJ-UII. Data yang diperlukan meliputi :
a. Nama perusahaan (lihat lampiran 1).
b. Harga perdana saham (offering price) (lihat lampiran 4).
c. Harga saham di pasar sekunder hari pertama (lihat lampiran 4).
d. Tanggal listing (Initial Public Offering) (lihat lampiran 1).
e. Nama underwriter (lihat lampiran 2).
f. Jumlah emisi saham ( lihat lampiran 3).
g. Persentase penawaran saham ke publik, untuk ini dibutuhkan data berupa
jumlah saham yang beredar serta jumlah saham keseluruhan (lihat lampiran
4), serta untuk hasil perhitungannya (lihat lampiran 5).
h. Profitabilitas yang diproksi dengan ROA, untuk ini dibutuhkan data berupa
laba setelah pajak serta total assets (lihat lampiran 4), serta untuk hasil
perhitungannya (lihat lampiran 5).
i. Financial leverage, untuk ini dibutuhkan data berupa total hutang dan total
modal (lihat lampiran 4), untuk hasil perhitungannya (lihat lampiran 5).
j. Ukuran perusahaan yang diproksi dengan total asset (lihat lampiran 4).
27
Adapun sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 3.1 berikut :
TABEL 3.1
Daftar Nama Perusahaan Sampel
No Kode Nama Perusahaan Berdiri Tanggal Saham (th) Listing1 FORU Fortune Indonesia Tbk 1970 17-Jan-022 FISH Fishindo Kusuma Sejahtera Tbk 1992 18-Jan-023 ANTA Anta Express Tour & Travel Service 1972 18-Jan-024 CITA Cipta Penelutama Tbk 1992 20-Mar-025 FPNI Fatrapolindo Nusa Industri Tbk 1987 21-Mar-026 JTPE Jasuindo Tiga Perkasa Tbk 1990 16-Apr-027 ATPK Anugrah Tambak Perkasindo Tbk 1999 17-Apr-028 UNIT United Capital Indonesia Tbk 1988 18-Apr-029 BSWD Bank Swadesi Tbk 1968 1-May-02
10 SUGI Sugi Samapersada Tbk 1990 19-Jun-0211 KREN Kresna Graha Sekurindo Tbk 1999 28-Jun-0212 BABP Bank Bumiputra Tbk 1989 15-Jul-0213 SCMA Surya Citra Media Tbk 1999 16-Jul-0214 GEMA Gema Graha Sarana Tbk 1984 12-Aug-0215 IIKP Inti Indah Karya Plasindo Tbk 1999 14-Oct-0216 ARTA Artha Securities Tbk 1990 5-Nov-0217 BKSW Bank Kesawan Tbk 1913 21-Nov-0218 TRUS Trust Finance Indonesia Tbk 1990 28-Nov-0219 APIC Artha Pacific Securities Tbk 1989 18-Dec-0220 PTBA Tanbang Batubara Bukit Asam Tbk 1980 23-Dec-0221 ARTI Arona Binasejati Tbk 1997 30-Apr-0322 BMRI Bank Mandiri Tbk 1993 14-Jul-0323 BBRI Bank Rakyat Indonesia Tbk 1896 10-Nov-0324 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk 1953 15-Dec-0325 ASJT Asuransi Jasa Tania 1979 29-Dec-0326 ADHI Adhi Karya (Persero) Tbk 1997 18-Mar-0427 HADE Hortus Danavest Tbk 1996 12-Apr-0428 BTEK Bumi Teknokultura Unggul Tbk 1997 14-May-0429 ENRG Energi Merga Persada Tbk 1987 7-Jun-0430 PJAA Pembangunan Jaya Ancol Tbk 1992 2-Jul-0431 AKKU Aneka kemasindo Utama Tbk 2001 1-Nov-0432 MAPI Mitra Adiperkasa Tbk 1992 10-Nov-0433 YULE Yulie Sekurindo Tbk 1989 10-Dec-0434 WOMF Wahana Oto Multiartha Finance Tbk 1991 13-Dec-0435 MASA Multistrada Arah Sarana Tbk 1991 9-Jun-05
28
36 APOL Arpeni Pratama Ocean Line Tbk 1975 22-Jun-0537 PEGE Panca Global Securities Tbk 1999 24-Jun-0538 RELI Reliance Securities Tbk 1993 13-Jul-0539 MFIN Mandala Multifinance Tbk 1997 6-Sep-0540 MICE Multi Indocitra Tbk 1990 21-Dec-0541 AMAG Asuransi Multi Artha Guna Tbk 1980 23-Dec-0542 BTEL PT Bakrie Telecom 1994 3-Feb-0643 MAIN PT Malindo Feedmill 1998 10-Feb-0644 BNBA PT Bank Bumi Artha 1967 1-Jun-0645 BBKP PT Bank Bukopin 1970 10-Jul-06
3.3 Metode Analisis Data
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka teknik yang
digunakan untuk menganalisis masalah ini adalah teknik regresi berganda.
Analisis ini dipakai untuk mempermudah melihat sejauh mana hubungan antara
Independen variable dan Dependen variable.
3.3.1 Variabel Penelitian
a) Variabel Dependen merupakan variabel tak bebas yang diperkirakan atau
diduga nilainya, dalam hal ini berupa tingkat underpriced.
b) Variabel Independen merupakan variabel penduga. Dalam hal ini berupa
reputasi underwriter, persentase saham yang ditawarkan, ukuran
perusahaan, umur perusahaan, Financial Leverage, dan ROA( Return On
Assets).
3.3.2. Pengukuran Variabel
Underpricing, merupakan selisih positif antara harga saham di pasar
sekunder dengan harga perdana. Variabel ini diukur dengan persentase yang
29
dihitung dengan rumus berikut (Alli,K.,J.Yau, and K.Yung, dalam Ernyan dan
Husnan, 2002) :
(CP-OP) Underpricing = x 100%
OP Dimana :
CP = Harga penutupan pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder.
OP = Harga penawaran perdana.
Reputasi Underwriter. Diukur berdasarkan peringkat dari persentase
nilai initial public offering yang dijamin oleh underwriter tersebut. Seperti yang
telah dilakukan oleh tim peneliti sebelumnya yang terdapat dalam majalah
Uang dan Efek. Perangkingan dilakukan berdasarkan nilai IPO tertinggi, maka
underwriter yang masuk 5 besar adalah: PT Bahana Securities, PT ABN Amro
Asia Securities Indonesia, PT Danareksa Sekuritas, PT Reksadana Sekuritas,
PT Danatama Makmur. Selanjutnya penentuan reputasi underwriter
menggunakan variabel dummy, apabila perusahaan menggunakan underwriter
yang masuk 5 besar maka diberi nilai 1, sedangkan apabila perusahaan
menggunakan underwriter yang tidak termasuk 5 besar maka diberi nilai 0.
Persentase saham yang ditawarkan ke publik, menunjukkan berapa
besar bagian dari modal disetor yang akan dimiliki oleh publik. Secara umum
semakin besar bagian yang ditawarkan maka semakin memiliki potensi untuk
likuidnya perdagangan saham di bursa, sebaliknya informasi privat yang
dimiliki perusahaan semakin sedikit. Namun demikian, investor lebih
mengutamakan perusahaan dengan persentase penawaran saham ke publik yang
kecil. Asumsi mengindikasikan perusahaan tersebut mempunyai prospek
30
dimasa yang akan datang. Variabel ini diukur dengan prosentase saham yang
ditawarkan kepada publik ketika perusahaan melakukan IPO, dirumuskan
sebagai berikut (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998 ; Kusuma, 2001 dalam
Suswati, 2003).
TSB - JSYDP PPS = ———————— × 100%
TSB
Dimana : PPS = Persentase saham yang ditawarkan ke publik
TSB = Total Saham Beredar
JSYDP= Jumlah Saham yang Ditahan Pemilik
Umur Perusahaan, menunjukkan sudah berapa lama perusahaan
didirikan dan beroperasi, dan berapa banyak informasi yang bisa diperoleh
calon investor. Semakin lama umur perusahaan, semakin banyak informasi
yang bisa diperoleh masyarakat mengenai perusahaan tersebut. Persentase
saham yang ditawarkan ke publik, sehingga dapat mengurangi ketidakpastian.
Variabel ini dihitung mulai perusahaan didirikan berdasarkan akte sampai
perusahaan melakukan IPO (Suswati,2003).
Ukuran Perusahaan. Semakin besar perusahaan, semakin mudah
untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan akan meningkatkan
kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian yang berarti resiko
underpricing lebih kecil. Ukuran perusahaan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah total asset perusahaan untuk tahun terakhir sebelum go public.
Variabel ini diukur dengan total asset yang di-logaritma natural-kan untuk
mempermudah perhitungan nilai dalam analisis statistik (Suswati, 2003).
31
Financial leverage, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
membayar hutangnya dengan equity yang dimilikinya. Rasio ini menunjukkan
sejauh mana perusahaan dibiayai oleh pihak luar. Menunjukkan proporsi atas
penggunaan utang untuk membiayai investasi. Apabila financial leverage tinggi
menunjukkan resiko perusahaan tinggi pula (Daljono, 2000). Variabelnya
dirumuskan sebagai berikut (S. Harahap: 307).
Hutang Financial leverage = ————— × 100%
Modal
Return on Assets (ROA), menggambarkan kemampuan perusahaan
mendapatkan laba dengan asset yang dimilikinya. ROA merupakan salah satu
rasio keuangan yang dapat dipergunakan oleh pemegang saham dalam
mengukur profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. ROA merupakan
perbandingan antara laba setelah pajak dengan total asset perusahaan Variabel
ini diukur dengan rumus sebagai berikut:
Profit After Tax ROA = ————————— × 100%
Total Asset
Dimana : ROA = Return On Asset
Profit After Tax = Laba Setelah Pajak
Total Asset = Total Aset
3.3.3. Model Analisis
Peneliti menggunakan model regresi berganda untuk menguji hipotesis
yang diajukan. Model yang digunakan adalah:
32
UNDP = b0 + b1 [UNW] + b2 [PPS] + b3 [SIZE] + b4 [UMR] + b5 [FL]
+b6 [ROA] + e
Dimana;
UNDP = Underpricing
b0 = Konstanta
b1, b2, …b6 = Koefisien regresi
UNW = Reputasi Underwriter
PPS = Persentase saham yang ditawarkan kepada publik
SIZE = Ukuran Perusahaan
UMR = Umur Perusahaan
FL = Financial Levearage
ROA = Return on Assets
e = Random Error
Tujuan pengujian regresi adalah untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi tingkat underpriced saham. Pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara individu diuji dengan Uji T, sedangkan
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan
diuji dengan Uji F.
Untuk mempermudah perhitungan konstanta (a) maupun koefisien
regresi (b1,b2,b3,b4,b5) digunakan komputer dengan menggunakan program SPSS
12.0 For Windows.
33
3.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hipotesis yang diajukan, maka diturunkan hipotesis
operasional sebagai berikut :
Ho1 : Reputasi underwriter tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat
underpriced.
Ha1 : Reputasi underwriter berpengaruh negatip terhadap tingkat
underpriced.
Ho2 : Persentase saham yang ditawarkan kepada publik tidak berpengaruh
positip terhadap tingkat underpriced.
Ha2 : Persentase saham yang ditawarkan kepada publik berpengaruh positip
terhadap tingkat underpriced.
Ho3 : Ukuran perusahaan tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat
underpriced.
Ha3 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.
Ho4 : Umur perusahaan tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat
underpriced.
Ha4 : Umur perusahaan berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.
Ho5 : Financial leverage tidak berpengaruh positip terhadap tingkat
underpriced.
Ha5 : Financial leverage berpengaruh positip terhadap tingkat underpriced.
34
Ho6 : Profitabilitas perusahaan (ROA) tidak berpengaruh negatip terhadap
tingkat underpriced.
Ha6 : Profitabilitas perusahaan (ROA) berpengaruh negatip terhadap tingkat
underpriced.
Ho7 : Reputasi underwriter, umur perusahaan, persentase saham yang
ditawarkan ke publik, return on assets, financial leverage dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpriced.
Ha7 : Reputasi underwriter, umur perusahaan, persentase saham yang
ditawarkan ke publik, return on assets, financial leverage dan ukuran
perusahaan berpengaruh terhadap tingkat underpriced.
3.5. Uji Hipotesis
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
pengujian asumsi klasik yang meliputi uji autokorelasi, uji multikolinearitas,
dan uji homokedastisitas. Hasil uji normalitas dengan menggunakan
Kolmogorov-Smirnov Test terhadap variabel yang bukan dummy menunjukkan
ada beberapa yang tidak normal. Terhadap variabel yang tidak berdistribusi
normal tersebut dilakukan perbaikkan dengan menggunakan transformasi
kuadrat. Hasil uji terhadap asumsi klasik lainnya hanya terjadi pelanggaran
pada autokorelasi. Akan tetapi karena data yang dipakai bukanlah data time-
series maka pelanggaran dapat diabaikan (Keller, et. al., 1990).
Model statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah
analisis regresi berganda untuk mengukur kekuatan hubungan variabel
35
dependen dan variabel independen pada hipotesis-hipotesis yang ada serta
menunjukkan arah hubungan antara variabel-variabel tersebut tersebut dari
masing-masing hipotesis.
3.5.1. Uji Asumsi Klasik
Pada dasarnya ada 3 asumsi klasik yang melandasi analisa regresi yakni
asumsi tidak terjadinya autokorelasi, tidak terjadinya multikolonieritas dan
tidak terjadinya heteroskedastisitas. Pengujian asumsi klasik merupakan syarat
utama untuk menilai apakah persamaan regresi yang digunakan sudah
memenuhi syarat best linear unbias estimator.
Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal
atau tidak. Pengujian normalitas data secara statistik menggunakan
modification of kolmogorov test. Apabila nilai sig (2- tailed) variabel
independent yang bukan dummy lebih dari 0.05 maka data tersebut berdistribusi
normal. Jika nilai sig (2- tailed) variabel independent yang bukan dummy
kurang dari 0.05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal. Jika terdapat
data yang tidak berdistribusi normal untuk normalitas data maka sebelum diuji
hipotesisnya dilogaritmakan terlebih dahulu.
Autokorelasi
Autokorelasi / korelasi serial merupakan korelasi yang terjadi diantara
anggota observasi yang terletak berderetan secara series dalam bentuk waktu
(jika datanya time series) atau korelasi antara 4 variabel berdekatan (jika
datanya cross sectional). Dalam pengujian ini menggunakan uji Durbin-Watson
36
dari program SPSS untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi. Jika nilai
Durbin-Watson mendekati 2 maka tidak terjadi autokorelasi, tetapi jika nilainya
0 atau 4 maka terjadi autokorelasi.
Multikolenieritas
Menurut Gujarati (2000: 84) multikolenieritas menunjukkan adanya
hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa/semua variabel
yang independen dari model yang ada. Hal ini dapat menimbulkan bias dalam
spesifikasinya, karena koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Meroge yang
digunakan dalam pengujian multikolenieritas adalah tolerance variance
inflaction factor (VIF). Menurut Hair et al batas tolerance value dibawah 0.1
dan variance inflaction factor (VIF) adalah 10. Jika nilai tolerance value
dibawah 0.1 atau variance inflaction factor (VIF) diatas 10 maka terjadi
multikolenieritas (Trisnawati, 1998).
Uji Heteroskedastisitas
Tujuan dari uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah faktor
pengganggu mempunyai variasi sama atau tidak. Jika varians residual dari satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas. Dan jika
varians berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi dikatakan baik
jika homoskedastisitas. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat
jarak kuadrat titik-titik sebaran terhadap garis regresi. Untuk mendeteksi gejala
heteroskedastisitas dalam persamaan regresi digunakan metode dengan
menggunakan plot pada regresi. Metode grafik dengan menggunakan nilai
prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) untuk melihat
37
ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED
jika ada pola tertentu sepert titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka
telah terjadi heteroskedastisitas, jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik
menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
3.5.2. Uji Kriteria Statistik
Uji T
Untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara parsial
terhadap variabel dependennya dilakukan Uji T. Hasil perbandingan antara
P-value nilai t dari tiap-tiap variabel independen dengan tingkat signifikansi
yang digunakan merupakan dasar dalam menarik kesimpulan. Jika nilai P-
value nilai t lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan maka Ha1 –
Ha6 diterima, dan bila P-value nilai t lebih besar dari tingkat signifikansi yang
digunakan maka Ho1 – Ho6 diterima. Sifat hubungan antara variabel independen
dan varabel dependen dapat diketahui dari koefisien regresi masing-masing
variabel. Bila koefisien bertanda negatip berarti variabel independen dan
variabel dependen mempunyai hubungan yang sifatnya terbalik, sedangkan bila
koefisien regresi bertanda positip menunjukkan bahwa hubungan variabel
independen dan variabel dependen searah. Penelitian ini menggunakan level
signifikan 95 % atau α = 5 %
38
Jika, P-value nilai t > α (α = 0,05), maka Ho diterima
Jika, P-value nilai t < α (α = 0,05), maka Ho ditolak.
Uji F
Uji F, digunakan untuk menguji keseluruhan signifikansi terhadap
variabel-variabel dalam regresi (Ha7). Bila P-value nilai F dari variabel-
variabel independen lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan maka
Ha7 diterima, yang berarti ada pengaruh variabel independen secara simultan
terhadap variabel dependennya, begitu pun sebaliknya. Penelitian ini
menggunakan level signifikan 95 % atau α = 5 %
Jika, P-value nilai F > α (α = 0,05), maka Ho diterima
Jika, P-value nilai F < α (α = 0,05), maka Ho ditolak
39
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan akan dibahas mengenai hasil pengujian 7 hipotesis
dengan satu variabel dependen yaitu tingkat underpricing dan 6 variabel
independen yaitu reputasi underwriter, persentase saham yang ditawarkan ke
publik, ukuran perusahaan, umur perusahaan, financial leverage, dan Return
On Assets (ROA) yang dilakukan dengan program SPSS 12.0 For Windows.
4.1 Menghitung Rasio Keuangan dan Variabel Penelitian
4.1.1 Tingkat Underpriced
Variabel tingkat underpriced, merupakan selisih positif antara harga
saham di pasar sekunder dengan harga perdana. Variabel ini diukur dengan
persentase yang dihitung dengan rumus berikut (Alli,K.,J.Yau, and K.Yung,
dalam Ernyan dan Husnan, 2002) :
(CP-OP) Underpriced = x 100%
OP Dimana :
CP = Harga penutupan pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder.
OP = Harga penawaran perdana.
Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang melakukan listing pada
tanggal 17 Januari 2002 dengan harga saham perdana sebesar Rp. 130 dan
40
harga awal listing sebesar Rp. 150, sehingga dapat dihitung besarnya tingkat
underpriced yaitu :
Rp. 150 – Rp. 130 Underpriced = ──────────── × 100 % = 15,38 %
Rp. 130
Nilai underpriced 15,38 % bernilai positip artinya harga saham pada
hari pertama penutupan pada pasar sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan
harga pasar perdana. Dengan demikian PT Fortune Indonesia Tbk terjadi
underpricing. Selanjutnya untuk hasil perhitungan tingkat Underpriced pada
seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5.
4.1.2 Reputasi Underwriter
Diukur berdasarkan peringkat dari persentase nilai initial public offering
yang dijamin oleh underwriter tersebut, sebagai contoh PT Fortune Indonesia
Tbk yang melakukan listing pada tanggal 17 Januari 2002, dengan jumlah
saham beredar sebesar 205.000.000 lembar serta harga perdana saham Rp.
130,- maka
Nilai IPO = 205.000.000 x Rp. 130,-
= Rp. 26.650.000.000,-
Besarnya nilai emisi yang ditanggung oleh PT. Millenium Atlantic
Securities selaku Underwriter PT. Fortune Indonesia Tbk sebesar Rp.
26.650.000.000,- .Selanjutnya untuk hasil perhitungan nilai emisi pada seluruh
perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 3a. Data
perankingan persentase nilai emisi yang dijamin oleh Underwriter dapat dilihat
pada lampiran 3b. Penilaian untuk 5 ranking tertinggi dari persentase
41
penjaminan emisi diberi kode nilai 1, yang lainnya diberi kode nilai 0, adapun
data kode penialaiannya dapat dilihat di lampiran 5.
4.1.3 Persentase saham yang ditawarkan ke publik
Persentase saham yang ditawarkan ke publik menunjukkan berapa besar
bagian dari modal yang disetor yang akan dimiliki oleh publik. Semakin besar
bagian yang ditawarkan, maka semakin memiliki potensi untuk likuidnya
perdagangan saham di bursa. Variabel ini diukur dengan persentase saham yang
ditawarkan ke publik ketika perusahaan melakukan initial public offering (IPO)
sebagai berikut :
TSB - JSYDP PPS = ———————— × 100%
TSB
Dimana : PPS = Persentase saham yang ditawarkan ke publik
TSB = Total Saham Beredar
JSYDP = Jumlah Saham yang Ditahan Pemilik
Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang listing 17 Januari 2002,
dengan jumlah saham beredar sebesar 205.000.000 lembar serta saham yang
ditahan pemilik adalah sebesar 250.000.000 lembar sehingga dapat dihitung
besarnya prosentase penawaran saham ke publik adalah sebagai berikut :
455.000.000 - 250.000.000 PPS = ———————————— × 100 % = 45,05 %
455.000.000
Besarnya persentase saham yang ditawarkan ke publik sebesar 45,05%
artinya jumlah saham yang ditawarkan ke publik pada saat melakukan initial
public offering (IPO) adalah sebesar 45,05 % dari total lembar saham
42
perusahaan tersebut. Selanjutnya untuk hasil perhitungan tingkat persentase
saham yang ditawarkan ke publik pada seluruh perusahaan sampel dalam
penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5.
4.1.4 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan yang semakin besar menunjukkan informasi tentang
perusahaan tersebut semakin banyak diketahui oleh investor sehingga dapat
mengurangi ketidakpastian. Variabel ini diukur dengan total aktiva untuk tahun
terakhir sebelum go public. Rasionya diukur dengan rumus sebagai berikut :
SIZE = Ln (Total Assets)
Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang melakukan listing pada
tanggal 17 Januari 2002, mempunyai total assets sebesar Rp. 45.727.000.000,-
maka dapat dihitung besarnya size sebagai berikut :
SIZE = Ln (45.727.000.000) = 10,7304
Ukuran perusahaan tersebut adalah 10,7304. Selanjutnya untuk hasil
perhitungan SIZE pada seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat
dilihat pada lampiran 5.
4.1.5 Umur Perusahaan
Umur = Tahun awal listing – Tahun berdiri
Sebagai contoh, PT Fortune Indonesia Tbk yang berdiri pada tahun
1970 dan listing pada tahun 2002, maka umur perusahaan adalah 32 tahun.
Selanjutnya untuk hasil perhitungan umur pada seluruh perusahaan sampel
dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5.
43
4.1.6 Finincial Leverage
Financial Leverage merupakan persentase perbandingan antara total
hutang dengan modal perusahaan. Rasio ini dihitung dengan rumus :
Hutang Financial leverage = ————— × 100 %
Modal
Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang melakukan listing pada
tanggal 17 Januari 2002, mempunyai total hutang sebesar Rp. 12.034.000.000,-
dengan total modal sebesar Rp. 33.693.000.000,- , sehingga dapar ditentukan
besarnya financial leverage sebesar :
Rp. 12.034.000.000,- Financial leverage = ———————— × 100 % = 35,72 %
Rp. 33.693.000.000,-
Besarnya financial leverage sebesar 35,72 % artinya besarnya hutang
pada perusahaan PT Bintuni Minaraya sebesar 35,72 % dari total modal
sendirinya. Selanjutnya untuk hasil perhitungan tingkat financial leverage pada
seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 5.
4.1.7 ROA (Profitabilitas)
Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
pada masa mendatang dan merupakan indikator dari keberhasilan operasi
perusahaan. Variabel ini diproksi dengan Return On Asset (ROA) yang
merupakan persentase perbandingan antara profit after tax dengan total assets :
Profit After Tax ROA = ————————— × 100 %
Total Asset
44
Sebagai contoh PT Fortune Indonesia Tbk yang melakukan listing pada
tanggal 17 Januari 2002, mempunyai profit after tax sebesar Rp.
2.397.000.000,- jt dengan total assets sebesar Rp. 45.727.000.000,-, maka dapat
dihitung besarnya ROA sebagai berikut:
Rp. 2.397.000.000,- ROA = ————————— × 100 % = 5,24 %
Rp. 45.727.000.000,-
Besarnya ROA sebesar 5,24 % artinya kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba bersih sebesar 5,24 %. Selanjutnya untuk hasil perhitungan
tingkat ROA pada seluruh perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat
pada lampiran 5.
4.2 Analisis Deskriptif
Sebelum melakukan Uji Test Statistik lebih lanjut sebaiknya
dilakukan Uji Analisis Deskriptif dengan memasukkan semua variable dari
semua perusahaan sample untuk mengetahui nilai minimum, maksimum, mean,
dan standar devination dari tiap-tiap variable.
TABEL 4.1
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. DeviationUNDP % 45 .0227 1.5000 .414424 .3822495UNW 45 0 1 .27 .447PPS % 45 .0335 1.0000 .353604 .2515661SIZE (jt Rp) 45 314 250394689 10166764.80 40521536.991UMR (th) 45 3 107 19.02 20.290FL % 45 .0036 69.8693 4.369224 10.9420205ROA % 45 -.0948 2.5377 .108431 .3770568Valid N (listwise) 45
45
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui jumlah sampel yang diteliti
sebanyak 45 observasi, Dalam statistik deskriptif ada nilai minimum dan
maksimum, nilai mean, serta tingkat penyimpangan penyebaran (standar
deviasi) dari variabel yang diteliti. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel,
variabel Tingkat Underpriced nilai minimumnya 0,0227 pada Aneka
Kemasindo Utama Tbk dan nilai maksimumnya 1,5 yaitu pada Reliance
Securities Tbk, dengan nilai rata-rata 0,414424 dan standar deviasi sebesar
0,3822495.
Variabel umur perusahaan, nilai minimumnya 3 (yang berarti 3 th) yaitu
pada Anugrah Tambak Perkasindo Tbk, Kresna Graha Sekurindo Tbk, Surya
Citra Media Tbk, Inti Indah Karya Plasindo Tbk, dan Aneka Kemasindo Utama
Tbk, serta umur maksimumnya 107 yaitu pada Bank Rakyat Indonesia dengan
nilai rata-rata 19,02 dan standar deviasi sebesar 20,290.
Variabel Persentase saham yang ditawarkan ke publik, nilai
minimumnya 0,0335 yaitu pada Adhi Karya (Persero) Tbk, serta nilai
maksimumnya 1,0000 yaitu pada Perusahaan Hortus Danavest, Perusahaan
Bumi Tekno Kultura Unggul dan Energi Merga Persada Tbk dengan nilai rata-
rata 0,353604 dan standar deviasi 0,2515661.
Variabel ROA nilai minimumnya - 0,0948 yaitu pada Bakrie Telecom
Tbk, serta nilai maksimumnya 2,5377 yaitu pada Perusahaan Multistrada Arah
Sarana Tbk, dengan nilai rata-rata 0,108431 dan standar deviasi sebesar
0,3770568.
46
Variabel financial leverage nilai minimumnya 0,0036 yaitu pada
Perusahaan Bumi Tekno Kultura Unggul serta nilai maksimumnya 69,8693
yaitu pada Perusahaan Aneka Kemasindo Utama Tbk, dengan nilai rata-rata
4,369224 dan standar deviasi sebesar 10,9420205.
Variabel ukuran perusahaan nilai minimumnya 314 yaitu pada
Perusahaan Bhakti Capital Indonesia serta nilai maksimumnya 250394689
yaitu pada Perusahaan Arona Bina Sejati dengan nilai rata-rata 10166764,80
dan standar deviasi sebesar 40521536,991.
4.3 Pengujian Normalitas
Normalitas data merupakan asumsi yang sangat mendasar dalam
analisis multivariate. Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah
data berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah data yang
berdistribusi normal atau mendekati normal.
Normalitas data diuji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Pengujian yang dilakukan dengan program SPSS 12.0 for Windows pada One-
Sample Kolmogorov-Smirnov Test (lihat tabel 4.2) memperlihatkan nilai diatas
0,05 yang berarti seluruh data dari variabel-variabel tersebut berdistribusi
normal. Hasil uji normalitas data dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov
Test menunjukkan ada beberapa variabel yang tidak berdistribusi normal yaitu
size, umur, financial leverage, dan ROA. Terhadap data yang tidak berdistribusi
normal tersebut dilakukan perbaikan dengan melakukan fungsi absolut terhadap
nilai yang bertanda negatif dan transformasi Ln (dengan Mic.Excel).
47
TABEL 4.2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
UNDP UNW PPS SIZE UMR FL ROAN 45 45 45 45 45 45 45Normal Parameters (a,b)
Mean.414424 .27 .353604 10166764.80 19.02 4.369224 .108431
Std. Deviation
.3822495 .447 .2515661 40521536.991 20.290 10.9420205 .3770568
Most Extreme Differences
Absolute.193 .458 .198 .469 .267 .345 .368
Positive .193 .458 .198 .469 .267 .341 .368
Negative -.153 -.275 -.127 -.401 -.215 -.345 -.346
Kolmogorov-Smirnov Z 1.297 3.071 1.329 3.144 1.794 2.314 2.465
Asymp. Sig. (2-tailed) .069 .000 .059 .000 .003 .000 .000
a Test distribution is Normal.b Calculated from data.
4.4. Hasil Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
pengujian asumsi klasik terhadap model regresi, meliputi 3 (tiga) hal yaitu
pengujian terhadap multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
4.4.1. Uji multikolinearitas
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dideteksi
dengan melihat nilai toleransinya (tolerance value) dan VIF (Varian Inflation
Factors). Batas nilai toleransi adalah di atas 0,10 dan VIF adalah di bawah 10.
jika nilai toleransinya di bawah 0,10 atau VIF di atas 10, maka terjadi korelasi
antara variabel independen sebesar 90% (Ghozali dan Mansur, 2002). Hasil
pengujian multikolinearitas dapat dilihat dari tabel 4.3.
TABEL 4.3
48
Hasil Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF 1 UNW .719 1.390 PPS .782 1.279 SIZE .747 1.339 UMR .888 1.126 FL .742 1.348 ROA .927 1.079
a Dependent Variable: UNDP
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai toleransi di atas nilai 0,10 dan
nilai VIF di bawah nilai 10 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi
multikolinearitas pada variabel independen yang digunakan dalm model
regresi tersebut.
4.4.2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui adanya korelasi antara
anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti data time
series) atau ruang (seperti data cross sectional), Gujarati (1999).
Dasar yang digunakan untuk pengambilan keputusan secara umum
adalah sebagai berikut, Gujarati (1999) :
Jika pengujian diperoleh nilai DW;
a. Di bawah –2, maka diindikasikan ada autokorelasi positif.
b. Antara –2 sampai 2, maka diindikasikan tidak ada autokorelasi.
c. Di atas 2, maka diindikasikan ada autokorelasi negatif.
TABEL 4.4
49
Hasil Uji Auto Korelasi
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .416(a) .173 .042 .3740634 1.623
a Predictors: (Constant), ROA, UMR, SIZE, PPS, FL, UNWb Dependent Variable: UNDP
Dalam penelitian ini didapatkan nilai DW 1,623 sesuai dengan
table 4.3. Nilai DW 1,623 berarti memenuhi kriteria b bahwa nilai DW antara
-2 dan 2, atau -2<1,623<2. Dengan hasil ini maka model persamaan pada
penelitian ini bebas dari autokorelasi.
4.4.3. Pengujian Heteroskedastisitas
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat jarak kuadrat titik-
titik sebaran terhadap garis regresi. Untuk mendeteksi gejala heteroskedastisitas
dalam persamaan regresi digunakan metode dengan menggunakan plot pada
regresi. Metode grafik dengan menggunakan nilai prediksi variabel terikat
(ZPRED) dengan residualnya (SRESID) untuk melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED jika ada pola
tertentu sepert titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka telah terjadi
heteroskedastisitas, jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar
diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
GAMBAR 4.1
50
-3 -2 -1 0 1 2 3
Regression Standardized Predicted Value
-2
-1
0
1
2
3
Reg
ressio
n S
tud
en
tize
d R
esid
ual
Dependent Variable: UNDP
Scatterplot
Dari gambar grafik 4.1 dapat dilihat bahwa titik-titik yang ada
menyebar di atas dan dibawah angka nol pada sumbu Y dan tidak terdapat pola
tertentu, jadi tidak terjadi heteroskedastisitas.
Dari ketiga uji asumsi klasik di atas tidak terdapat satu pun yang terjadi
penyimpangan asumsi klasik, sehingga pengujian hipotesis untuk data ini dapat
dilakukan.
4.5. Analisis Regresi Linier Berganda
4.5.1. Pengujian Parsial (Uji t)
Pengujian secara terpisah bertujuan untuk melihat apakah masing-
masing variabel independen berpengaruh terhadap tingkat underpriced.
Signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat
dilihat dari P-value nilai t. Apabila P-value nilai t lebih kecil dari α = 5%,
51
maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara terpisah
berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika P-value nilai t lebih
besar dari α = 5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara
terpisah tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji t ini juga
dimaksudkan untuk melihatbesarnya konstribusi masing-masing variabel
independen yaitu reputasi underwriter, persentase saham yang ditawarkan ke
publik, ukuran perusahaan umur perusahaan, financial leverage, dan return on
assets (ROA), terhadap variabel independen yaitu tingkat underpriced yang
dapat dilihat dari nilai koefisien beta (β). Hasil dari pengujian terpisah dapat
dilihat dari tabel 4.5.
TABEL 4.5
Hasil Analisis Pengujian Secara Terpisah
Coefficients(a)
Model Unstandardized
CoefficientsStandardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta 1 (Constant) .887 .366 2.425 .020 UNW .056 .149 .066 .380 .706 PPS -.284 .254 -.187 -1.121 .269 Ln SIZE -.025 .026 -.159 -.930 .358 Ln UMR -.043 .072 -.093 -.595 .556 Ln FL -.084 .040 -.358 -2.090 .043 Ln ROA -.016 .046 -.053 -.348 .730
a Dependent Variable: UNDP
Persamaan regresi yang dapat diturunkan dari hasil analisis yang
dirangkum dari tabel 4.5 adalah :
UNDP = 0,887 + 0,056 (UNW) – 0,284 (PPS) – 0,025 (LnSIZE) – 0,043
(LnUMR) – 0,084 (LnFL) – 0,016 (LnROA) + e
52
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa variabel independen yang paling
berpengaruh terhadap tingkat underpriced adalah variabel Financial Leverage
(FL) yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yaitu
0,043 dan merupakan variabel yang paling signifikan berpengaruh terhadap
tingkat underpriced diantara 6 variabel yang diujikan. Penjelasan lebih lanjut
akan diuraikan berikut ini.
Analisis hasil pengujian variabel reputasi underwriter yang memiliki
P-value nilai t 0,706 yang ternyata lebih besar dari α = 5%. Artinya variabel
reputasi underwriter tidak berpengaruh terhadap tingkat underpriced, sehingga
dengan demikian hasil temuan ini menerima Ho1 yang menyatakan bahwa
reputasi underwriter tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.
Koefisien korelasi -0,111 menunjukkan arah hubungan antara keduanya adalah
negatif, yang berarti semakin baik reputasi underwriter mengakibatkan tingkat
underpriced semakin kecil dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi
0,234 yang berarti korelasi antara reputasi underwriter dengan tingkat
underpriced lemah. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yaitu Carter dan Manaster (1990),
Ghozali dan Murdik Al Mansur (2002), Nasirwan (2000) dan Daljono (2000)
mungkin disebabkan oleh perbedaan acuan prediksi nama-nama underwriter
yang masuk ke dalam posisi 5 terbaik pada setiap tahun penelitiannya. Di
samping itu pula, karena sampel yang digunakan hanya persuahaan yang
melakukan IPO pada tingkat harga yang underpriced. Seluruh perusahaan yang
melakukan IPO antara tahun 2002-2006 sebesar 26,67% yang menggunakan
53
underwriter yang masuk 5 besar dan 73,33% menggunakan underwriter
lainnya.
Analisis hasil pengujian variabel persentase saham yang ditawarkan ke
publik yang memiliki P-value nilai t 0,269 yang ternyata lebih besar dari
α = 5%. Artinya variabel prosentase saham yang ditawarkan ke publik tidak
berpengaruh terhadap tingkat underpriced. Denagan demikian hal ini
mendukung Ho2 yang menyatakan bahwa persentase saham yang ditawarkan
ke publik tidak mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat underpriced, akan
tetapi arah hubungan yang terjadi adalah negatif yaitu koefisien korelasi
menunjukkan angka -0,061 yang artinya semakin besar persentase saham yang
ditawarkan ke publik maka semakin kecil tingkat underpriced, dan tingkat
signifikansi koefisien korelasi satu sisi 0,234 yang berarti korelasi antara
persentase saham yang ditawarkan dengan tingkat underpriced lemah. Hasil ini
konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Yuniarto (2004), hal ini
mungkin terjadi dikarenakan besarnya kecilnya persentase saham yang
ditawarkan tidak berarti bisa menunjukkan apakah perusahaan yang
bersangkutan mempunyai kredibilitas yang baik atau tidak di mata publik.
Analisis hasil pengujian variabel ukuran perusahaan yang memiliki
P-value nilai t 0,358 yang ternyata lebih besar dari α = 5%. Artinya variabel
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpriced, sehingga
dengan demikian hasil temuan ini menerima Ho3 yang menyatakan bahwa
ukuran perusahaan tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.
54
Koefisien korelasi -0,235 menunjukkan arah hubungan antara keduanya adalah
negatif, yang berarti semakin besar ukuran perusahaan maka tingkat
underpriced semakin kecil dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi
0,060 yang berarti korelasi antara ukuran perusahaan dengan tingkat
underpriced lemah. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang telah
dilakukan oleh Nurhadayati dan Indartoto (1998), Nurhayati (2004).
Kemungkinan penyebab tidak signifikan disebabkan oleh perbedaan
pengambilan sampel dengan data sampel yang hanya dititik beratkan pula pada
perusahaan yang melakukan IPO dengan harga saham yang underpriced
sehingga data yang diperlukan berkurang dan penelitian menjadi kurang
optimal pula.
Analisis hasil pengujian variabel umur perusahaan yang memiliki
P-value nilai t 0,556 yang ternyata lebih besar dari α = 5%. Artinya variabel
umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpriced, sehingga
dengan demikian hasil temuan ini menerima Ho4 yang menyatakan bahwa
umur perusahaan tidak berpengaruh negatip terhadap tingkat underpriced.
Koefisien korelasi -0,181 menunjukkan hubungan antara keduanya adalah
negatif, yang berarti semakin lama umur perusahaan mengakibatkan tingkat
underpriced semakin kecil, dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi
0,116 yang berarti korelasi antara umur perusahaan dengan tingkat underpriced
lemah. Hal ini konsisten dengan temuan Rina Trisnawati (1999) dalam Sudento
(2003), Ghoali dan Mansur (2002).
55
Analisis hasil pengujian variabel financial leverage yang memiliki
P-value nilai t 0,043 yang ternyata lebih kecil dari α = 5%. Artinya variabel
financial leverage berpengaruh terhadap tingkat underpriced, sehingga dengan
demikian hasil temuan ini menerima Ha5 yang menyatakan bahwa Financial
leverage berpengaruh positip terhadap tingkat underpriced. Koefisien korelasi -
0,322 menunjukkan hubungan antara keduanya adalah negatif, yang berarti
semakin besar nilai Financial Leverage mengakibatkan tingkat underpriced
semakin kecil, dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi 0,015 yang
berarti korelasi antara umur perusahaan dengan tingkat underpriced kuat.
Analisis hasil pengujian variabel ROA yang memiliki P-value nilai t
0,730 yang ternyata lebih besar dari α = 5%. Artinya variabel ROA tidak
berpengaruh terhadap tingkat underpriced. Dengan demikian temuan ini
mendukung Ho6 yang menyatakan bahwa variabel ROA tidak mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap tingkat underpriced, akan tetapi koefisien
korelasi 0,13 menunjukkan hubungan antara keduanya adalah positif, yang
berarti semakin besar nilai ROA mengakibatkan tingkat underpriced semakin
besar, dan tingkat signifikansi koefisien korelasi satu sisi 0,465 yang berarti
korelasi antara umur perusahaan dengan tingkat underpriced lemah. Hasil ini
konsisten dengan temuan Daljono (2000) dan Sudento (2003). Penjelasan yang
mungkin dapat diterima dari tidak signifikannya ROA terhadap tingkat
underpriced ini adalah mungkin investor telah menduga bahwa laporan
keuangan perusahaan yang melakukan IPO telah di mark up untuk
menunjukkan kinerja yang baik. Dengan demikian para investor tidak
56
memperhatikan ROA yang disajikan dalam prospektus, tetapi mereka
memperhatikan ROA untuk beberapa tahun sebelum perusahaan Go Public
(Daljono,2000). Penelitian ini menguji profitabilitas perusahaan selama satu
tahun sebelum IPO. Hasil ini mungkin akan berbeda jika yang dianalisis adalah
profitabilitas perusahaan beberapa tahun sebelum IPO . Penjelasan lain yaitu
mungkin dikarenakan kondisi perekonomian Indonesia yang kurang setabil.
4.5.2. Pengujian Serentak (Uji F)
Hasil pengujian secara serentak dimaksudkan untuk mengetahui apakah
semua variabel independen yaitu reputasi underwriter, persentase saham yang
ditawarkan ke publik, ukuran perusahaan, umur perusahaan, financial
leverage, dan return on assets (ROA) berpengaruh secara simultan terhadap
variabel dependen yaitu tingkat underpriced. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan uji F (F-test).
Jika, P-value nilai F > α (α = 0,05), maka Ho7 diterima
Jika, P-value nilai F < α (α = 0,05), maka Ho7 ditolak
Ho7 : Secara serempak variabel independen ( UNW, PPS, UMR, SIZE, FL
dan ROA ) tidak berpengaruh secara signifikan pada tingkat 5%
terhadap variabel dependen (UNDP).
Hasil pengujian serentak (Uji F) disajikan dalam tabel 4.6.
TABEL 4.6
Hasil Analisis Pengujian Secara Serentak (Simultan)
57
ANOVA(b)
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.1 Regression 1.112 6 .185 1.324 .270(a) Residual 5.317 38 .140 Total 6.429 44
a Predictors: (Constant), Ln ROA, Ln UMR, Ln SIZE, PPS, Ln FL, UNWb Dependent Variable: UNDP
Dari hasil pengujian tersebut diperoleh P-value nilai F sebesar 0,270.
Ternyata P-value nilai F tersebut lebih besar dari α = 5%, yang artinya Ho7
diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa; Secara serempak variabel
independen ( UNW, PPS, UMR, SIZE, FL dan ROA ) tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen (UNDP).
4.5.3. Pengujian Koefisien Determinasi (adjusted R2)
Berdasarkan hasil penelitian ini didapat nilai koefisien determinasi
adjusted R2 sebesar 0,042 (tabel 4.4) . Nilai adjusted R2 menunjukan seberapa
besar pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian mampu
menjelaskan variasi total variabel dependen. Jadi nilai adjusted R2 dari model
regresi ini, berarti sebesar 4,2 % pengaruh variabel independen yang digunakan
dalam penelitian mampu menjelaskan variasi total variabel dependen.
Penelitian ini menggunakan lebih dari dua variabel independen yang biasanya
melihat dari nilai adjusted R2 untuk menganalisa hubungan keeratan variabel
dependen dengan variabel independennya.
BAB V
KESIMPULAN
58
Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, keterbatasan dan
saran-saran yang diharapkan akan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari semua variabel
independen terbukti ada salah satu yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap variabel dependen. Adapun kesimpulan dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan uji t dari keenam variabel bebas yang dianalisis (reputasi
underwriter, persentase kepemilikan saham, skala perusahaan, umur
perusahaan, financial leverage dan Rate of Return On Assets) terhadap
tingkat underpriced, ternyata ada satu variabel yang berpengaruh
secara signifikan terhadap tingkat underpriced yakni variabel
financial leverage. Hal ini ditunjukkan dengan P-value nilai t < α (α =
5%) yaitu sebesar 0,043 (tabel 4.5).
2. Dari perhitungan uji F, dapat disimpulkan bahwa secara serempak
variabel independen yang meliputi reputasi underwriter, prosentase
saham yang ditawarkan ke publik, ukuran perusahaan, umur
perusahaan, financial leverage, dan return on assets (ROA) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpriced karena
P-value nilai F > α (α = 5%) yaitu sebesar 0,270 (tabel 4.6).
5.2. Keterbatasan Penelitian
59
Seperti halnya dalam penelitian lainnya, penelitian ini tidaklah
sempurna. Oleh karena itu masih banyak keterbatasan-keterbatasan yang
terdapat dalam penelitian ini. Adapun keterbatasan-keterbatasannya adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya mengambil periode penelitian selama
lima tahun, yaitu antara tahun 2002 – 2006 sehingga mungkin sampel
kurang representatif.
2. Variabel-variabel yang digunakan hanya dari sisi perusahan
saja dan belum menggunakan faktor-faktor luar perusahaan atau
faktor makro ekonomi dan faktor mikroekonomi lainnya.
5.3 Saran
Oleh karena keterbatasan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka
temuan penelitian ini perlu pengkajian yang lebih seksama di masa mendatang
dengan mengurangi atau menghilangkan segala keterbatasannya.
Adapun saran untuk penelitian berikutnya adalah sebagai berikut:
1. Perlu mempertimbangkan untuk menambah
periode penelitian sehingga hasilnya akan lebih representatif.
2. Data yang digunakan, pada seluruh perusahaan yang melakukan IPO,
bukan hanya perusahaan IPO yang underpriced saja.
3. Selain variabel yang ada dalam prospektus
perusahaan disarankan untuk memasukkan variabel kondisi makro
seperti kurs mata uang. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi
perekonomian Indonesia masih belum stabil.
60
5.4. Implikasi Penelitian
1. Dapat digunakan sebagai pertimbangan, khususnya yang
berkaitan dengan masalah keterbukaan informasi bila akan melakukan
penentuan harga yang baik pada pasar sekunder.
2. Bagi investor dan calon investor yang tertarik menanamkan
modalnya melalui pasar modal, maka hasil penelitian ini dapat
dijadikan tambahan referensi dalam mempertimbangkan keputusan
informasi.
3. Kalangan akademisi maupun para peneliti yang berminat
terhadap pasar modal, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
dasar untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
61
Budi Santosa, P dan Ashari, Analisis Statistik dengan Microsoft Excel & SPSS, Andi, Yogyakarta, 2005.
Daljono, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang Listing Di BEJ th 1990-1997, SNA III, 2000.
Ghozali, Imam dan Mudrik Al Mansur, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpriced di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol 4,No.1.April, 74-88, 2002.
Husnan, Suad dan Eni Pudjiastuti, Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1993.
Jogiyanto, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE, Yogyakarta, 2000.
Kusuma, H, Prospektus Perusahaan dan Keputusan Investasi : Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEJ, Siasat Bisnis, Vol.1, No6, 2001.
Munawir, S, Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta, 1983.
Rosyati dan Arifin Sabeni, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta (Tahun 1997-2000). Simposium Nasional Akuntansi V, Semarang, September 2002.
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi 3, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2003.
Tatang Ary Gumanti, Underpricing dan Biaya-biaya di Sekitar Initial Pulic Offering. Wahana Volume 5, No.2 Agustus, 2002.
Tjiptono Darmaji dan Fakhruddin, Hendy M, Pasar Modal di Indonesia : Pendekatan Tanya Jawab, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Triani, A, Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor, Persentase Penjamin Emisi, Ukuran Perusahaan dan Fenomena Underpricing: Studi Empiris Pada Bursa Efek Jakarta, Simposiun Nasional Akuntansi 9, K-AKPM 23, Padang, 2006.
Trisnaningsih, S, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Pada Perusahaan Yang Go Public di BEJ, JAK vol.4, No.2, Surabaya, September, 2005.
62