investasi dalam persediaan barang

21
INVESTASI DALAM PERSEDIAAN BARANG (INVENTORY) A. Pengertian, Jenis-jenis dan Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) Inventory atau persediaan barang sebagai elemn utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar dimana secara terus menerus mengalami perubahan. Masalah investasi dalam inventory merupakan masalah pembelanjaan aktif, seperti halnya investasi dalam aktiva-aktiva lainnya. Masalah penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam inventory mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan perusahaan. Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam inventory akan menekan keuntungan perusahaan. Adanya investasi dalam inventory yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan turunnya kualitas, keusangan, sehingga semuanya ini akan memperkecil keuntungan perusahaan. Demikian pula sebaliknya, adanya investasu yang terlalu kecil dalam inventory akan mempunyai efek yang menekan keuntungan juga, karena kekurangan

Upload: vadela-irna-utari

Post on 26-Jul-2015

440 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Investasi Dalam Persediaan Barang

INVESTASI DALAM PERSEDIAAN BARANG

(INVENTORY)

A. Pengertian, Jenis-jenis dan Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)

Inventory atau persediaan barang sebagai elemn utama dari modal

kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar dimana secara

terus menerus mengalami perubahan. Masalah investasi dalam inventory

merupakan masalah pembelanjaan aktif, seperti halnya investasi dalam

aktiva-aktiva lainnya. Masalah penentuan besarnya investasi atau alokasi

modal dalam inventory mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan

perusahaan. Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam inventory

akan menekan keuntungan perusahaan.

Adanya investasi dalam inventory yang terlalu besar dibandingkan

dengan kebutuhan akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya

penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kemungkinan

kerugian karena kerusakan turunnya kualitas, keusangan, sehingga semuanya

ini akan memperkecil keuntungan perusahaan.

Demikian pula sebaliknya, adanya investasu yang terlalu kecil dalam

inventory akan mempunyai efek yang menekan keuntungan juga, karena

kekurangan material, perusahaan tidak dapat bekerja dengan luas produksi

yang optimal. Oleh karena perusahaan tidak bekerja dengan full capacity,

berarti bahwa “capital assets” dan “direct labor” tidak hanya didayagunakan

dengan sepenuhnya, sehingga hal ini akan mempertinggi biaya produksi rata-

ratanya, yang pada akhirnya akan menekan keuntungan yang diperoleh.

Dalam perusahaan perdagangan pada dasarnya hanya ada satu

golongan mentory, yang mempunyai sifat perputaran yang sama yaitu yang

disebut merchandise inventory” (Persediaan barang dagangan). Inventory ini

merupakan persediaan barang yang selalu dalam perputaran yang selalu dibeli

dan dijual yang tidak mengalami proses lebih lanjut di dalam perusahaan

tersebut yang mengakibatkan perubahan bentuk dari barang yang

bersangkutan.

Page 2: Investasi Dalam Persediaan Barang

Tingkat perputaran barang perniagaan (Merchandise Turnover)

Dalam suatu periode tertentu dapat diketahui dengan cara sebagai berikut :

Net Sales Merchandise Turnover =

Average Merchandise Inventory at Sales Price

Cost of Goods Sold Atau =

Average Merchandise Inventory at Cost

Average Merchandise Merchandise Inventory Permulaan Tahun : Akhir TahunInventory =

2

Dengan mengetahui “turnover” nya dapat ditentukan pula “hari rata-

rata penjualannya” atau ”hari rata-rata barang simpanan di gudang”, yaitu

dengan membagi hari dalam satu tahun dengan persediaan rata-rata.

Untuk perhitungan yang teliti sering digunakan perhitungan 1 tahun =

365 hari. Tetapi banyak juga yang hanya memperhitungkan hari kerjanya, dan

ditentukan 1 tahun = 300 hari kerja. Untuk pembicaraan selanjutnya di sini

akan digunakan perhitungan 1 tahun 360 hari.

Dalam perusahaan produksi (pabrik) pada umumnya diadakan

penggolongan dalam 3 golongan inventory utama yaitu :

1) Persediaan bahan mentah (raw material inventory)

2) Persediaan barang dalam proses/barang setengah jadi (work in

process/goods in process inventory)

3) Persediaan barang jadi (finished goods inventory)

Masing-masing golongan inventory tersebut dapat dihitung turnovernya

dengan rumusan sebagai berikut :

Cost raw material used 1) Raw material turnover =

Average raw material inventory

Page 3: Investasi Dalam Persediaan Barang

Cost of material used (biaya bahan mentah yang dimasukkan dalam

proses produksi/digunakan) dapat diketahui dengan cara sebagai berikut :

“Persediaan bahan mentah permulaan tahun ditambah dengan

jumlah bahan mentah yang dibeli selama setahun setelah dikurangi

dengan “return & allowance” kemudian dikurangi dengan

persediaan bahan mnetah akhir tahun”

2) Goods in process/Work in process turnover

Cost of goods manufactured

Average work in process inventory

Cost of goods manufavtured dapat diketahui dengan cara sebagai berikut :

”Persediaan work in process (W.I.P) pada permulaan tahun

ditambah dengan “cost of raw materials used”, “direct labor”, dan

“manufacturing overhead”, kemudian dikurangi dengan persediaan

W.I.P akhir tahun”.

Cost of goods sold 3) Finished goods turnover =

Average finished goods inventory

Cost of goods sold (dalam manufacturing companies) dapat diketahui

dengan cara sebagai berikut :

“Persediaan finished goods pada permulaan tahun ditambah

dengan cost of goods manufactured, kemudian dikurangi dengan

persediaan finished goods pada akhir tahun”.

Disamping keuntungan tersebut masih ada pula keuntungan lainnya

antara lain dalam bentuk makin kecilnya biaya-biaya penyimpanan di gudang,

makin kecilnya kemungkinan kerugian karena kerusakan keusangan turunnya

harga dan makin kecilnya biaya asuransi.

Page 4: Investasi Dalam Persediaan Barang

B. Persediaan Bahan Mentah (Raw Material Inventory) dan Persediaan

Barang Jadi (Finished Goods Inventory)

Untuk melangsungkan usahanya dengan lancer maka kebanyakan

perusahaan merasakan perlunya mempunyai persediaan bahan mentah. Besar

kecilnya persediaan bahan menah yang dimiliki oleh perusahaan ditentukan

oleh berbagai factor, antara lain :

1. Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap

gangguan kehabisan persediaan yang akan menghambat atau mengganggu

jalannya proses produksi

2. Volume produksi yang direncanakan di mana volume produksi yang

direncanakan itu sendiri sangat tergantung kepada volume sales yang

direncanakan

3. Besarnya pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk

mendapatkan biaya pembelian yang minimal

4. Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan di

waktu-waktu yang akan dating

5. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyangkut persediaan material

6. Harga pembelian bahan mentah

7. Biaya penyimpanan dan risiko penyimpanan di gudang

8. Tingkat kecepatan material menjadinya rusak atau turun kualitasnya

Dalam pada itu banyak perusahaan merasakan perlunya untuk

mempunyai ”persediaan minimal” dari bahan mentah yang harus

dipertahankan untuk menjamin koninuitas usahanya dan persediaan tersebut

ialah apa yang disebut persediaan besi/persediaan inti/persediaan minimal

bahan mentah (safety stock). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

besar-kecilnya safety stock suatu perusahaan adalah sebagai berikut :

1) Risiko Kehabisan Persediaan

Besar kecilnya risiko kehabisan persediaan tergantung kepada :

a. Kehabisan para leveransir menyerahkan barangnya kepada kita,

apakah mereka bisa menyerahkan barangnya sesuai dengaan skedul

Page 5: Investasi Dalam Persediaan Barang

yang telah kita tentukan atau tidak. Apabila mereka biasa

menyerahkan barangnya sesuai dengan skedul yang telah ditentukan

sebelumnya, berarti risiko kehabisan persediaan adalah kecil, yang ini

berarti bahwa kita tidak perlu mempunyai safety stock yang besar.

Sebaliknya apabila leveransir sering tidak menetapi janjinya, berarti

risiko kehabisan persediaan adalah besar, maka dirasakan perlunya

untuk mempunyai safety stock yang besar.

b. Besar kecilnya jumlah bahan mentah yang dibeli setiap saat. Kalah

jumlah bahan mentah yang dibeli setiap saat besar berarti bahwa

persediaan rata-rata di atas safety stock selama suatu priode tertentu

adalah besar, maka risiko kehabisan persediaan adalah kecil, sehingga

kita tidak perlu mempertahankan safety stock yang besar.

c. Dapat diduga atau tidaknya dengan tepat kebutuhan bahan mentah,

untuk produksi. Apabila untuk menghasilkan barang jadi tertentu

dapat ditentukan dengan mudah besarnya kebutuhan bahan mentahnya

dengan tepat. Maka risiko kehabisan persediaan adalah kecil. Tetapi

apabila besarnya bahan mentah tidak mudah ditetapkan atau selalu

berubah-ubah untuk menghasilkan sejumlah tertentu barang jadi

(bahan mentah yang tidak dengan standar), maka risiko kehabisan

persediaan di sini adalah besar, sehingga perlulah kita mempunyai

safety stock yang besar.

2) Hubungan antara biaya penyimpanan di gudang di satu pihak dengan

biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan sebagai akibat dari

kehabisan persediaan di lain pihak

Yang merupakan biaya ekstra yang harus dikeluarkan apabila

kehabisan persediaan antara laina dalah pesanan pembelian darurat, biaya

ekstra yang diperlukan kita, kemungkinan kerugian karena adanya

stagnasi produksi dan lain-lain.

Page 6: Investasi Dalam Persediaan Barang

Apabila ternyata biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan karena

kehabisan persediaan lebih mahal daripada biaya penyimpanannya, maka

perlu adanya safety stock yang sebaik-baiknya ialah pada tingkat di mana

tambahan biaya penyimpanan adalah sama besarnya dengan biaya ekstra

karena kehabisan persediaan.

Perusahaan di samping mempertahankan persediaan minimal

bahan mentah, bagi perusahaan tertentu juga perlu mempertahankan

adanya persediaan minimal barang jadi untuk menghadapi pesanan-

pesanan ekstra di atas pesanan normal. Besarnya persediaan minimal atau

safety stock barang jadi ini tidak sama esensinya bagi setiap perusahaan.

Seperti halnya pada uraian tentang persediaan minimal bahan mentah

maka disini pun kita harus memperhatikan berbagai faktor yang

mempengaruhi besar kecilnya persediaan minimal barang jadi yang harus

dipertahankan oleh suatu perusahaan. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi besar kecilnya persediaan minimal barang jadi terutama

adalah sebagai berikut :

1. Sifat penyesuaian skedul produksi dengan pesanan ekstra

Adakalanya suatu perusahaan sering mendapatkan pesanan

ekstra di atas volume pesanan normal. Selama perusahaan tersebut

dapat dengan mudah menyesuaikan skedul produksinya dengan

pesanan-pesanan eksra tersebut tanpa mengakibatkan adanya

tambahan biaya ekstra, maka perusahaan ini tidak begitu

memerlukan adanya persediaan yang besar. Sebaliknya apabila

perusahaan tersebut tidak dapat segera menyesuaikan skedul

produksinya dengan pesanan ekstra. Maka dirasakan perlu baginya

untuk mempertahankan persediaan barang jadi yang relatif besar

dibandingkan dengan perusahaan lain yang dapat dengan mudah

menyesuikan skedul produksinya.

2. Sifat Persaingan Industri

Page 7: Investasi Dalam Persediaan Barang

Apabila suatu perusahaan termasuk dalam industri dimana

penyerahan pesanan yang dapat merupakan bentuk persaingan

umumnya, maka bagi jenis perusahaan ini perlu mempertahankan

adanya persediaan barang jadi yang relatif lebih besar dalam

hubungannya dengan salesnya dibandingkan dengan perusahaan lain

dimana bentuk persaingan utamanya terletak pada harga atau

kualitas.

3. Hubungan antara biaya penyimpanan di gudang (Carrying Cost)

dengan biaya karena kehabisan persediaan (Stockout Cost)

Biaya karena kehabisan persediaan atau stockout cost

mungkin dalam bentuknya biaya ekstra produksi. Kehilangan

kesempatan mendapatkan keuntungan karena tidak dapat memenuhi

pesanan. Apabila inventory carrying cost_nya lebih kecil daripada

stockout costnya perusahaan dapat mempertahankan persediaan

barang jadi yang lebih besar. Jumlah invenstasi dalam persediaan

minimal barang jadi yang sebaiknya ialah pada tingkat dimana

tambahan carrying cost sama besar dengan tambahan stockout cost.

C. Hubungan skedul aliran kas dengan skedul penerimaan bahan mentah

dan pengiriman barang jadi.

Bagaimana aliran kas dengan kedatangan bahan mentah dan

pengiriman barang jadi. Apabila pembelian bahan mentah dilakukan dengan

tunai maka saat masuknya bahan mentah secara fisik ke dalam perusahaan

adalah bersamaan dengan saat aliran kas keluar. Demikian pula apabila

penjualan barang jadi dilakukan dengan tunai maka saat keluarnya barang

jadi dari gudang adalah bersamaan dengan saat aliran kas masuk.

Tetapi apabila pembelian bahan mentah maupun penjualan barang jadi

dilakukan dengan kredit maka saat masuk ke atau keluar barang secara fisik

tidaklah bersamaan dengan saat aliran kas keluar atau aliran kas masuk.

Dalam hubungan ini financial officer lebih berkepentingan pada saat

Page 8: Investasi Dalam Persediaan Barang

terjadinya aliran uang keluar atau aliran uang masuk daripada saat masuk atau

keluarnya barang secara fisik. Dalam pembelian secara kredit, saat aliran kas

keluarnya (cash out-flow) adalah lebih kemudian daripada saat datangnya

barang secara fisik. Estimasi aliran kas keluar yang terjadi karena pembelian

bahan mentah secara kredit dapat disusun dalam skedul pembayaran utang

atau ”schedule of future payments”.

Misalnya suatu perusahaan pada permulaan tahun mempunyai saldo

utang karena pembelian kredit pada bulan Desember tahun sebelumnya yang

harus dibayar dalam bulan Januari sebesar Rp. 5.000.000,- Pembelian bahan

mentah didasarkan pada syarat pembayaran dalam waktu 30 hari setelah

barang diterima. Direncanakan setiap bulannya akan dibeli bahan mentah

dengan kredit sebagai berikut : Januari Rp. 4.000.000, Februari Rp.

6.000.000, Maret Rp. 8.000.000, April Rp. 7.000.000, Mei Rp. 8.000.000,

Juni Rp. 3.000.000,-.

D. Biaya inventory, economical order quantity dan reorder piont

1. Biaya Inventory

Biaya inventory sebagian merupakan biaya variable an sebagian

lainnya merupakan biaya tetap. Biaya inventory yang bersifat variable

adalah biaya yang berubah-ubah karena adanya perubahan jumlah

inventory yang ada didalam gudang. Biaya tersebut akan naik kalau kita

mneingkatkan jumlah persediaan yang disimpan. Adapun jenis biata ini

antara lain dalam bentuknya biaya modal yang ditanamkan dalam

persediaan tersebut, biaya asuransi persediaan, biaya atau upah buruh

yang mengurusi penerimaan barang. Adapun biaya inventory yang

bersifat tetap adalah elemen-elemen biaya inventory yang relative tetap

jumlah totalitasnya dalam jangka pendek dengan tidak memandang

adanya variasi yang normal dan jumlah persediaan yang disimpan,

misalnya depreasiasi/penyusutan ruangan yang digunakan biaya

pemeliharaan gudang, pajak, pemanasa, buruh penjaga gudang. Dengan

Page 9: Investasi Dalam Persediaan Barang

demikian maka biaya inventory merupakan pencampuran dari biaya

variable dan biaya tetap.

Untuk tujuan perencanaan penentuan besarnya inventory yang

akan dipertahankan oleh perusahaan kita hanya memperhatikan yang

variabel saja dari biaya-biaya inventory tersebut yang secara langsung

akan terpengaruh oleh rencana tersebut.

2. Economical Order Quantity

Economical order quantity (EOQ) adalah jumlah kuanitas barang

yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan

sebagai jumlah pembelian yang optimal. Dalam menentukan besarnya

jumlah pembelian yang optimal ini kita hanya memperhatikan biaya

variabel dari penyediaan persediaan tersebut, baik biaya variabel yang

sifat perubahannya searah dengan perubahan jumlah persediaan yang

dibeli/disimpan maupun biaya variabel yang sifat perubahannya

berlawanan dengan perubahan jumlah inventory tersebut. Biaya variabel

dari inventory pada prinsipnya dapat digolongkan dalam :

1. Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan

frekuensi pesanan, yang kini sering dinamakan ”procurrement cost”

atau ”set-up cost”

2. Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan

besarnya ”average inventory” yang ini sering disebu ”Storage” atau

”carrying cost”.

”Procurement” atau ”Set-up Cost”.

Procurement cost adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan

“frekuensi pesanan” yang ini terdiri dari :

1. Biaya selama proses persiapan

a. Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pesanan

b. Penentuan besarnya kuantitas yang akan dipesan

2. Biaya pengiriman pesanan

Page 10: Investasi Dalam Persediaan Barang

3. Biaya penerimaan barang yang dipesan

a. Pembongkaran dan pemasukan ke gudang

b. Pemeriksaan material yang diterima

c. Mempersiapkan laporan penerimaan

d. Mencatat kedalam ”material record cards”.

4. Biaya-biaya processing pembayaran

a. Auditing dan pembandingan antara laporan penerimaan dengan

pesanan yang asli

b. Persiapan pembuatan chque untuk pembayaran

c. Pengiriman cheque dan kemudian auditingnya

”set-up Cost” akan makin besar apabila ”order quantity” makin kecil.

“Storage” atau “Carrying Cost”

Carrying cost adalah biaya yang berubah-ubah sesuai dengan

besarnya inventory. Penentuan besarnya carrying cost didasarkan pada

“average inventory” dan biaya ini dinyatakan dalam persentase dari nilai

dalam upah dari average inventory. Biaya-biaya yang termasuk dalam

carrying cost adalah :

1. Biaya penggunaan/sewa ruangan gudang

2. Biaya pemeliharaan material dan allowances untuk kemungkinan

rusak

3. Biaya untuk menghitung/menimbang barang yang dibeli

4. Biaya asuransi

5. Biaya absolescence

6. Biaya modal

7. Pajak dari persediaan yanga ada dalam gudang

”carrying cost” akan makin kecil apabila jumlah material yang dipesan

makin kecil.

Page 11: Investasi Dalam Persediaan Barang

Cara untuk menentukan besarnya EOQ

Besarnya EOQ dapat ditentukan dengan berbagai cara, dan antara lain

yang banyak digunakan ialah dengan penggunaan rumus sebagai berikut :

2 X R X SEOQ =

P X 1

R = Jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan selama satu periode tertentu,

misalnya 1 tahun

S = biaya pesanan setiap kali pesan

P = Harga pembelian per unit yang dibayar

I = Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang dinyatakan dalam

persentase dari nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan.

Dalam hal ini kita harus menyadari bahwa pembelian berdasarkan

EOQ hanya dibenarkan kalau syarat-syarat dipenuhi. Adapun syarat

utamanya adalah :

1) Harga pembelian bahan per unitnya konstan

2) Setiap saat kita membutuhkan bahan mentah selalu tersedia di pasar

dan

3) Jumlah produksi yang menggunakan bahan mentah tersebut stabil

yang ini berarti kebutuhan bahan mentah tersebut relatif stabil

sepanjang tahun

Kitapun dapat menetapkan EOQ berdasarkan besarnya biaya

penyimpanan per unit, yaitu dengan menggunakan rumus :

2 X R X SEOQ =

C

Dimana C adalah besarnya biaya penyimpanan per unit.

Contoh :

Jumlah material yang dibutuhkan selama setahun = 1.600 unit

Page 12: Investasi Dalam Persediaan Barang

Biaya pesanan sebesar Rp. 100,00 setiap kali pesanan

Biaya penyimpanan per unit = Rp. 0,50

2 X 1.600 X 100

0,50 = 640.000 = 800 unit

3. Reorder Point

Untuk melengkapi uraian mengenai ”safety stock” dan

”economical order quantity” perlulah diuraikan sedikit mengenai

”recorder point” ialah saat atau titik dimana harus diadakan pesanan lagi

sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang

dipesan itu adalah tepat pada waktu dimana persediaan di atas safety

stock sama dengan nol. Dengan demikian diharapkan datangnya material

yang dipesan itu tidak akan melewati waktu sehingga akan melanggar

safety stock. Apabila pesanan dilakukan sesudah melewati ”recorder

point” tersebut, maka material yang dipesan akan diterima setelah

perusahaan terpaksa mengambil material dari safety stock. Dalam

penentuan/penetapan ”recorder point” haruslah kita memperhatikan

faktor-faktor sebagai berikut:

1. Penggunaan material selama tenggang waktu

mendapatkan barang (procurement leadtime)

2. besarnya ’safety stock’

Dimaksudkan dengan pengertian ”procurement lead time” adalah

waktu dimana meliputi saat mulainya pelaksanaan usaha-usaha yang

diperlukan untuk memesan barang sampai barang/material tersebut

diterima dan ditempatkan dalam gudang perusahaan.

Cara menetapkan ”Recorder Point”

Recorder point dapat ditetapkan denan berbagai cara, antara lain

dengan :

a. Menetapkan jumlah penggunaan selama ”lead time” dan ditambah

dengan persentase tertentu. Misalnya ditetapkan bahwa safety stock

Page 13: Investasi Dalam Persediaan Barang

sebesar 50% dari penggunaan selama ”leat time”nya adalah 5 minggu,

sedangkan kebutuhan material setiap minggunya adalah 40 unit.

Recorder point = (5 x 40) + 50% (5 x 40)

= 200 + 100

= 300 unit

b. Dengan menetapkan penggunaan selama ”lead time” dan ditambah

dengan penggunaan selama periode tertentu sebagai safety stock,

misalkan kebutuhan selama 4 minggu.

Recorder point = (5 x 40) + 50% (4 x 40)

= 200 + 160

= 360 unit

Dari contoh yang terakhir ini dapatlah dikatakan bahwa ”recorder

point” nya adalah pada jumlah 360 unit, yang ini berarti pesanan harus

dilakukan pada waktu jumlah persediaan tinggal 360 menit. Apabila

pesanan, baru dilakukan sesudah persediaan tinggal 300 unit, maka ini

berarti bahwa pada saat barang yang dipesan datang perusahaan terpaksa

sudah mengambil material dari safety stock sebesar 60 unit. Pada waktu

barang yang dipesan datang persediaan dalam gudang tinggal 100 unit

(yaitu 300-200), padahal safety stock telah ditetapkan sebesar 160 unit.

Dengan demikian safety stock di sini sudah terlanggar. Apabila

pesanan dilakukan pada waktu persediaan sebesar 360 unit, maka pada

waktu barang yang dipesan datang persediaan di dalam gudang masih 160

unit (yaitu 360-200) persis sama besarnya dengan besarnya safety stock

yang ini berarti bahwa safety stock tidak terlanggar. Hubungan antara

”recorder point”, ”safety stock” dan ”economical order wuantity” dari

contoh tersebut diatas dapatlah digambarkan sebagai berikut :

Page 14: Investasi Dalam Persediaan Barang

Gambar

Hubungan antara recorder point, salery stock dan economical order

quantity

Recorder Point

Jumlah stock pada waktu material yang dipesan datang

5 Minggu (procurement lead time)

Safety Stock

Waktu

360

200

60

Penggunaan selama procurement lead time

Persediaan (dalam menit)

0