interpretasi (anamnesis px.fisik)

5
INTERPRETASI KASUS MITTA, 2 TAHUN ALLOAMNANESIS KU: kejang Dari keluhan utama yang dilakukan melalui alloamnanesis pada ibu Mitta, bisa kita ambil hipotesa kejang secara umum. RPS: kejang di seluruh tubuh, berlangsung selama ± 3 menit, saat kejang, mata anak tersebut melirik ke atas, setelah kejang, anak tersebut menangis. Sejak 4 hari terakhir, mengalami batuk pilek, di belikan obat sirup batuk pilek, tapi tidak sembuh juga. Semalam suhunya mulai naik, tidak diberi obat hanya di kompres dengan air hangat Dari RPS bisa kita ambil hipotesa keang demam, dimana kejang demam diklasifikasikan sbb: 1. Kompleks (kejang > 15 menit); 2. Sederhana (kejang bersifat umum, singkat dan hanya sekali dalam 24 jam); 3. Rekuren (kejang yang timbul pada lebih dari 1 episode demam). Disini kita kerucutkan kejangnya menjadi kejang demam sederhana karena keterangan yang diberikan, kejang pada pasien timbul setelah suhu tubuh mulai meningkat dan berlangsung selama ± 3 menit dan kejangnya tidak berulang. Selain kejang demam sederhana, bisa dihipotesakan dengan epilepsi karena mempunyai gejala yang sama dengan kejang demam yaitu kejang. Karena dari keterangan ibu pasien, sejak 4 hari terakhir mengalami batuk dan pilek, kita bisa ambil hipotesa ISPA. RPD: sewaktu berusia 1 tahun, pernah juga mengalami kejang disaat panas. Dari RPD, bisa menguatkan hipotesa kita tentang “kejang demam”

Upload: syavira-putri

Post on 02-Feb-2016

11 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Interpretasi (Anamnesis Px.fisik)

TRANSCRIPT

Page 1: Interpretasi (Anamnesis Px.fisik)

INTERPRETASI KASUS

MITTA, 2 TAHUN

ALLOAMNANESIS

KU: kejang

Dari keluhan utama yang dilakukan melalui alloamnanesis pada ibu Mitta, bisa kita ambil hipotesa kejang secara umum.

RPS: kejang di seluruh tubuh, berlangsung selama ± 3 menit, saat kejang, mata anak tersebut melirik ke atas, setelah kejang, anak tersebut menangis. Sejak 4 hari terakhir, mengalami batuk pilek, di belikan obat sirup batuk pilek, tapi tidak sembuh juga. Semalam suhunya mulai naik, tidak diberi obat hanya di kompres dengan air hangat

Dari RPS bisa kita ambil hipotesa keang demam, dimana kejang demam diklasifikasikan sbb: 1. Kompleks (kejang > 15 menit); 2. Sederhana (kejang bersifat umum, singkat dan hanya sekali dalam 24 jam); 3. Rekuren (kejang yang timbul pada lebih dari 1 episode demam). Disini kita kerucutkan kejangnya menjadi kejang demam sederhana karena keterangan yang diberikan, kejang pada pasien timbul setelah suhu tubuh mulai meningkat dan berlangsung selama ± 3 menit dan kejangnya tidak berulang.

Selain kejang demam sederhana, bisa dihipotesakan dengan epilepsi karena mempunyai gejala yang sama dengan kejang demam yaitu kejang.

Karena dari keterangan ibu pasien, sejak 4 hari terakhir mengalami batuk dan pilek, kita bisa ambil hipotesa ISPA.

RPD: sewaktu berusia 1 tahun, pernah juga mengalami kejang disaat panas.

Dari RPD, bisa menguatkan hipotesa kita tentang “kejang demam”

RPK: ayahnya sewaktu kecil pernah mengalami kejang disaat panas.

Dari RPK, bisa menguatkan hipotesa kita tentang “kejang demam” karena salah satu predisposisi dari kejang demam adalah genetik.

R.perkembangan: mitta mulai bisa duduk usia 1 tahun dan sampai sekarang belum dapat berjalan sendiri, masih dituntun oleh ibunya.

Dari R.perkembangan, pasien mengalami gangguang tumbuh dan kembang.

Page 2: Interpretasi (Anamnesis Px.fisik)

R.kelahiran: anak ke-5, saat melahirkan ibunya berusia 37 tahun, lahir saat usia kandungan 8 bulan (saat itu ibunya tiba-tiba mengalami pecah ketuban), BB saat lahir 2000 gram.

Dari R.kelahiran, pasien lahir prematur. Disini bisa kita ambil kesimpulan bahwa gangguan tumbuh kembang yang terjadi pada pasien merupakan akibat dari R.kelahiran pasien yang tidak cukup bulan, dimana organnya belum matang secara sempurna.

RPO: semalam sudah diberikan obat penurun panas (saat anda lihat obat tersebut bernama paracetamol sirup) dengan dosis 120 mg/5ml

Dari RPO, bahwa ibu Mitta salah dalam memberikan obat dan dosisnya. Disini menjadi penyebab kenapa batuk dan pilek Mitta tidak kunjung sembuh juga.

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran: menangis, compos mentis

Dilakukan pemeriksaan kesadaran untuk melihat tingkat kesadaran dari pasien setelah mengalami kejang. Disini tidak terjadi penurunan kesadaran pada pasien.

Vital sign: HR 110x/menit, RR 30x/menit, Suhu 39OC (Axilla)

Dilakukan pemeriksaan tanda vital untuk menilai keadaan sistemik dari pasien. Disini semuanya normal kecuali suhunya yang meningkat. Peningkatan suhu menandakan bahwa pasien ini mengalami demam dan dari pemeriksaan ini kita bisa mencoret hipotesa kita tentang epilepsi karena epilepsi tidak di dahului oleh demam.

Berat Badan: 15 kg

Dilakukan pengukuran berat badan untuk melihat status gizi dari pasien. Pada pasien ini ditemukan kelebihan berat badan dimana pada anak umur 2 tahun normalnya berat badan 12 kg (umur (tahun)x2+8).

Kepala: mesocephal, jejas (-)

HIPOTESA

1. Kejang Demam Sederhana

2. Epilepsi3. ISPA

Page 3: Interpretasi (Anamnesis Px.fisik)

Dilakukan pemeriksaan kepala, untuk melihat apakah ada trauma di kepala yang menyebabkan keluhan pasien dan juga menilai apakah ada kelainan pertumbuhan otak yg menyebabkan ukuran kepala menjadi tidak normal. Pada pasien ini, tidak ditemukan trauma dan juga tidak ada kelainan dalam pertumbuhan otak.

Mata: konjungtiva pucat, sklera ikterik (-); refleks cahaya langsung & tidak langsung (+/+); pupil isokor diameter 3mm/3mm; papiledema (-).

Dilakukan pemeriksaan mata, dimulai dari menilai konjungtiva untuk melihat apakah keluhan pasien menyebabkan pasien menjadi anemia. Di nilai sklera, karena pada pasien ini lahir dengan riwayat prematur, ditakutkan adanya ikterus patologis yang komplikasinya bisa mengenai otak yaitu kernig ikterus. Pada pasien ini ditemukan anemia maupun kernig ikterus.

Hidung: nafas cuping hidung (-), terdapat sekret cair bening.

Dilakukan pemeriksaan hidung, untuk melihat apakah batuk yang disertai asma. Pada pasien ini, tidak ditemukan tanda-tanda asma dan terdapat sekret cair bening membuktikan bahwa pasien ini menderita rhinitis. Disini kita bisa mengspesifikasikan hipotesa kita tentang ISPA yaitu rhinitis.

Telinga: membran timpani intak, tidak hiperemis, tidak ada edema mukosa.

Dilakukan pemeriksaan telingan, untuk melihat apakah ada kelainan di telinga yang menyebabkan keluhan pasien. Pada pasien ini, tidak di temukan kelainan di telinga.

Mulut: faring hiperemis, tonsil T1-T1 tenang

Dilakukan pemeriksaan mulut, untuk melihat kelainan yang ada di dalam mulut karena pada keluhan yang diutarakan ibu pasien, pasien mengalami batuk sejak 4 hari terakhir. Pada pasien ini, ditemukan faring hiperemis tetapi tonsilnya masih dalam batas normal. Batuk yang dialami pasien ini berasal dari faring yang mengalami infeksi. Disini selain rhinitis, pasien ini juga mengalami faringitis.

Cor/Pulmo: dalam batas normal

Dalam permeriksaan cor/pulmo, untuk melihat adakah kelainan pada cor/pulmo pasien setelah mengalami kejang. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan cor/pulmo.

Abdomen: supel, bising usus (+) 6x/menit, hepar dan lien tidak teraba membesar, asites (-).

Dilakukan pemeriksaan abdomen, untuk menilai apakah ada kelainan setelah kejang. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan.

Ekstremitas: dalam batas normal

Page 4: Interpretasi (Anamnesis Px.fisik)

Dilakukan pemeriksaan ekstremitas, untuk menilai apakah ada kelainan setelah kejang. Pada pasien ini tidak ditemukan kelainan.