interaksi obat pada fase ekskresi
DESCRIPTION
PENGERTIAN EKSKRESI. BAGAIMANA MEKANISME INTERAKSI OBAT PADA FASE EKSKRESI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTERAKSI OBAT PADA FASE EKSKRESI. CONTOH INTERAKSI OBAT PADA FASE EKSKRESI. PENGARUH INTERAKSI OBAT PADA FASE EKSKRESI TERHADAP SISTEM FISIOLOGI MANUSIA. PERANAN APOTEKER DALAM MEMBERIKAN INFORMASI PADA PASIENTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tim penulis masih
diberikan kesempatan untuk dapat menyusun makalah “Interaksi Obat Pada
Fase Ekskresi” sebagai salah tugas dari mata kuliah Farmasetika Terapan.
Tidak lupa pula tim penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama
kepada Dosen mata kuliah Farmasetika Terapan yang telah banyak mengarahkan
tentang penyusunan makalah ini.
Namun dalam penyusunan makalah ini mungkin masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan olehnya itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
senantiasa tim penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Tim penulis
juga harapkan semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kendari, 2 Juni 2015
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau
dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan
terjadinya peristiwa interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik,
manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir
bersamaan. Interaksi obat berarti saling mempengaruhi antar obat sehingga
terjadi perubahan efek.
Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga
akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi,
absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi. Dalam
proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat
menimbulkan suatu interaksi. Selain itu, obat juga dapat berinteraksi dengan
zat makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan obat.
Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi
farmakodinamik adalah interaksi antar obat (yang diberikan berasamaan) yang
bekerja pada reseptor yang sama sehingga menimbulkan efek sinergis atau
antagonis. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar 2 atau lebih obat
yang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME
(absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat
meningkatkan atau menurunkan salah satu kadar obat dalam darah. Namun
dalam makalah ini lebih spesifik membahas tentang interaksi obat khususnya
pada fase ekskresi (eliminasi).
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat?
2. Bagaimana mekanisme interaksi obat?
3. Apa saja contoh interaksi obat pada fase ekskresi?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang interaksi obat
2. Mengetahui dan memahami mekanisme interaksi obat
3. Mengetahui dan memahami contoh interaksi obat pada fase ekskresi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi obat adalah Interaksi obat adalah fenomena yang terjadi apabila
efek farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik obat berubah oleh pemberian
dua atau lebih obat secara bersamaan (Tatro, 2009).
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat
lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam
lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat
bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir
bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008). Interaksi obat dianggap
penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi
efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas
keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007).
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan
dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk atau
bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal
melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal
dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan
pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun.
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minum protein,
jadi semua obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrasi sedangkan yang terikan
BAB III
PEMBAHASAN
Interaksi Obat
Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi
aktivitasobat. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau
menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Interaksi obat yang
signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Pada
prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama,
interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang
kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang
serius, karena meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Resiko
kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan
khasiat obat namun bisa pula fatal.
Menurut jenis mekanisme kerja, interaksi obat dibedakan menjadi 2 bagian :
a) Interaksi secara farmasetik (inkompatibilitas)
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik
bersifat langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya
presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang
selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi
karbcnisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan
dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl
fisiologik, terjadi presipitasi.
b) Interaksi farmakodinamik.
Interaksi ini hanya diharapkan jikka zat berkhasiat yang saling
mempengaruhi bekerja sinergis atau antagonis pada suatu reseptor, pada
suatu organ membran atau pada suatu rangkaian pengaturan. Jika sifat-
sifat farmakodinamika yang kebanyakan dikenal baik, dari obat-obat yang
diberikan secara bersamaan diperhatikan interaksi demikian dapat
berguna secara terapeutik apabila menguntungkan atau dapat dicegah
apabila tidak diinginkan.
c) Interaksi Farmakokinetika
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain
perubahan dalam farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi,
Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi (ADME) obat. Kemungkinan lain,
interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat farmakodinamik obat
tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan
agonis untuk reseptor yang sama.
Mekanisme Interaksi Obat
Pada kenyataanya banyak obat yang berinteraksi obat terjadi tidak hanya
dengan satu mekanisme tetapi melibatkan dua atau lebih mekanisme. Akan tetapi
secara umum mekanisme interaksi obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua
mekanisme utama, yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan
mekanisme berikut:
1) Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di
cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang
memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama.
Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara
obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini
biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat
yang berinteraksi. Interaksi farmakodinamik meliputi aditif , potensiasi,
sinergisme dan antagonisme. Mekanisme yang terlibat dalam interaksi
farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor.
2) Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi
farmakokinetik).
Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B
sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan
kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan
menyebabkan toksisitas).
Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon
curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan
menyebabkan perubahan efek secara substansial).
Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang
sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti
penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena
batas keamanannya lebar.
Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas
terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama,
sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium,
sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan
Contoh Interaksi Obat Pada Ekskresi Ginjal
a. Gangguan Ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat
Obat-obat yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal adalah
aminoglikosida, aiklosporin, dan amfoterisin B. jika obat-obat ini diberikan
bersama-sama obat lain yang eliminasinya teruutama melalui ginjal maka akan
terjadi akumulasi obat-obat lain tersebut sehingga menimbulkan efek toksik.
Obat A Obat B Efek
Obat A merusak ginjal → akumulasi obat B yang dieliminasi terutama melalui
ginjal→efek toksik obat B
Aminoglikosida,
siklosporin
Digoksin ↑kadar digoksin → efek toksik
Amfoterisin B Flusitosin ↑kadar flusitosin→depresi
sumsum tulang
Aminoglikosida AINS, amfoterisin
B
Sinergisme dalam menimbulkan
kerusakan ginjal
b. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal
Hambatan sekresi aktif di tubulus ginjal terjadi akibat kompetisi
antara obat dan metabolit obat untuk system transport aktif yang sama,
yakni P-glikoprotein untuk kation organic dan zat netral, dan Multidrug
Resistance Protein (MRP) untuk anion organic dan konjugat
Substrat + Penghambat → Efek
(1) MRP
Penisilin,
sefalosporin
Probenesid ↓klirens penisilin → kerja
penisilin menjadi panjang
Metotreksat Probenesid, salisilat,
fenilbutazon
↑kadar metotreksat→toksisitas
hebat (juga akibat kerusakan
ginjal oleh AINS)
Probenesid,
sulfinprirazon
Salisilat ↓kerja urikosurik dari substrat
(2) P-glikoprotein
Prokainamid Simetidin, ranitidine
(Tidak: famotidin)
↓klirens prokainamid
Digoksin Kuinidin,
amiodaron,
verapamil
↓sekresi digoksij di tubulus
ginjal (dan↑absorpsi di usus
halus)
c. Perubahan pH urin
Perubahan ini akan menghasilkan perubahan klirens ginjal (melalui
perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal) yang berarti secara
klinik hanya jika: (1) fraksi obat yag diekskresi utuh oleh ginjal cukup
besar (lebih dari 30%), dan (2) obat berupa basa lemah dengan pKb 6,0-
12,0 atau asam lemah dengan pKa 3,0-7,5
Obat A Obat B Efek
Obat bersifat basa:
amfetamin, efedrin,
Ammonium klorida
(untuk pengobatan
Obat mengasamkan urin
→↑ionisasi obat A→↑ekskresi
pseudoefedrin,
fenilfluramin,
kuinidin
pada keracunan
obat A)
Natrium
bikarbonat,
asetazolamid
obat A
Obat B membasakan urin
→↓ionisasi obat A→↓ekskresi
obat A
Obat bersifat asam:
salisilat, fenobarbital
Natrium bikarbonat
(untuk pengobatan
pada keracunan
obat A)
Obat B membasakan urin
→↑ionisasi obat A→↑ekskresi
obat A
d. Perubahan kesetimbangan natrium tubuh total
Diuretik (tiazid dan diuretic kuat) menyebabkan kehilangan natrium,
maka akan terjadi reabsorpsi natrium di tubulus proksiman, ginjal sebagai
mekanisme kompensasi. Jika diberi litium, maka litium juga akan
direabsorpsi seperti natrium, dengan akibat terjadi keracunan lithium.
Demikian juga AINS yang menyebabkan retensi natrium, juga akan
meretensi litium, jika diberika bersama.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
IV.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Mutschler, E., 1985, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, 88-93,
Penerbit ITB,Bandung