interaksi komitmen dalam dinamika kepatuhan …

13
265 Abstrak: Interaksi Komitmen dalam Dinamika Kepatuhan Pajak. Riset ini berupaya membuktikan interaksi kekuasaan koersif dan legiti- masi, kepercayaan wajib pajak, serta komitmen terhadap perilaku patuh wajib pajak. Metode yang digunakan adalah Structural Equation Model- ing dengan total sampel 100 wajib pajak. Penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen menjadi faktor utama yang dapat mempertahankan keharmonisan hubungan antara wajib pajak dan otoritas pajak di masa depan. Sebaliknya, kekuatan koersif dan kekuatan legitimasi cenderung tidak mampu mendorong ketaatan pajak. Oleh karena itu, otoritas pa- jak perlu merancang pendekatan kepatuhan pajak berdasarkan prinsip komitmen. Abstract: Commitment Interaction in Tax Compliance Dynamics. This study seeks to prove the interaction of coercive power and legitimacy, taxpayer trust, and commitment to taxpayer compliance. The method used is Structural Equation Modeling with a total sample of 100 taxpayers. This study shows that commitment is the main factor that can maintain har- monious relations between taxpayers and tax authorities in the future. On the other hand, coercive power and legitimacy power tend not to be able to encourage tax compliance. Therefore, tax authorities need to design a tax compliance approach based on the principle of commitment. Saat ini wajib pajak tidak lagi me- ngaitkan ketidakpatuhan dengan teori ekonomi yang berargumen bahwa wajib pajak selalu menghitung untung rugi jika patuh membayar pajak (Bischoff & Krabel, 2017). Penelitian-penelitian empiris selan- jutnya mencoba mengembangkan model- model kepatuhan pajak yang mengikut- sertakan faktor sosial dan psikologi dalam memahami perilaku wajib pajak. Hal ini, seperti kerangka slippery-slope yang diinisia- si Tsikas (2020). Konsep slippery-slope mem- berikan penekanan pada dampak fleksibili- tas kepercayaan terhadap kepatuhan wajib pajak dengan adanya kekuatan koersif dan kekuatan legitimasi otoritas pajak. Kekuat- an koersif digunakan untuk mengendalikan perilaku ketidakpatuhan dengan memberi- kan tekanan kepada wajib pajak melalui imbauan secara berkelanjutan, tindakan pe- meriksaan, ataupun penetapan sanksi dan denda. Tekanan pemerintah secara psiko- logis dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak karena menimbulkan ketakutan dan menciptakan iklim antagonistik (Hofmann et al., 2014). Beberapa penelitian menyebut- kan kekuatan koersif yang agresif justru menurunkan kepatuhan seperti dikemuka- Volume 11 Nomor 2 Halaman 265-277 Malang, Agustus 2020 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879 Mengutip ini sebagai: Mangoting, Y., Christopher., Kriwangko, N., & Adriyani, W. (2020). Interak- si Komitmen dalam Dinamika Kepatuhan Pajak. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 11(2), 265-277. https://doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.2.16 INTERAKSI KOMITMEN DALAM DINAMIKA KEPATUHAN PAJAK Yenni Mangoting, Christopher, Natasya Kriwangko, Winda Adriyani Universitas Kristen Petra, Jl. Siwalankerto No.121-131, Surabaya 60236 Tanggal Masuk: 03 Juli 2020 Tanggal Revisi: 28 Agustus 2020 Tanggal Diterima: 31 Agustus 2020 Surel: [email protected] Kata kunci: kekuatan koersif, kekuatan legitimasi, komitmen, kepatuhan pajak Jurnal Akuntansi Mulparadigma, 2020, 11(2), 265-277

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

265

Abstrak: Interaksi Komitmen dalam Dinamika Kepatuhan Pajak. Riset ini berupaya membuktikan interaksi kekuasaan koersif dan legiti­masi, kepercayaan wajib pajak, serta komitmen terhadap perilaku patuh wajib pajak. Metode yang digunakan adalah Structural Equation Model-ing dengan total sampel 100 wajib pajak. Penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen menjadi faktor utama yang dapat mempertahankan keharmonisan hubungan antara wajib pajak dan otoritas pajak di masa depan. Sebaliknya, kekuatan koersif dan kekuatan legitimasi cenderung tidak mampu mendorong ketaatan pajak. Oleh karena itu, otoritas pa­jak perlu merancang pendekatan kepatuhan pajak berdasarkan prinsip komitmen. Abstract: Commitment Interaction in Tax Compliance Dynamics. This study seeks to prove the interaction of coercive power and legitimacy, taxpayer trust, and commitment to taxpayer compliance. The method used is Structural Equation Modeling with a total sample of 100 taxpayers. This study shows that commitment is the main factor that can maintain har-monious relations between taxpayers and tax authorities in the future. On the other hand, coercive power and legitimacy power tend not to be able to encourage tax compliance. Therefore, tax authorities need to design a tax compliance approach based on the principle of commitment.

Saat ini wajib pajak tidak lagi me­ngaitkan ketidakpatuhan dengan teori ekonomi yang berargumen bahwa wajib pajak selalu menghitung untung rugi jika patuh membayar pajak (Bischoff & Krabel, 2017). Penelitian­penelitian empiris selan­jutnya mencoba mengembangkan mo del­model kepatuhan pajak yang mengikut­sertakan faktor sosial dan psikologi dalam memahami perilaku wajib pajak. Hal ini, seperti kerangka slippery-slope yang diinisia­si Tsikas (2020). Konsep slippery-slope mem­berikan penekanan pada dampak fleksibili­tas kepercayaan terhadap kepatuhan wajib

pajak dengan adanya kekuatan koersif dan kekuatan legitimasi otoritas pajak. Kekuat­an koersif digunakan untuk mengendalikan perilaku ketidakpatuhan dengan memberi­kan tekanan kepada wajib pajak melalui imbauan secara berkelanjutan, tindakan pe­meriksaan, ataupun penetapan sanksi dan denda. Tekanan pemerintah secara psiko­logis dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak karena menimbulkan ketakutan dan menciptakan iklim antagonistik (Hofmann et al., 2014). Beberapa penelitian menyebut­kan kekuatan koersif yang agresif justru menurunkan kepatuhan seperti dikemuka­

Volume 11Nomor 2Halaman 265-277Malang, Agustus 2020ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879

Mengutip ini sebagai: Mangoting, Y., Christopher., Kriwangko, N., & Adriyani, W. (2020). Interak­si Komitmen dalam Dinamika Kepatuhan Pajak. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 11(2), 265­277. https://doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.2.16

INTERAKSI KOMITMEN DALAM DINAMIKA KEPATUHAN PAJAK

Yenni Mangoting, Christopher, Natasya Kriwangko, Winda Adriyani

Universitas Kristen Petra, Jl. Siwalankerto No.121-131, Surabaya 60236

Tanggal Masuk: 03 Juli 2020Tanggal Revisi: 28 Agustus 2020Tanggal Diterima: 31 Agustus 2020

Surel: [email protected]

Kata kunci:

kekuatan koersif,kekuatan legitimasi,komitmen,kepatuhan pajak

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 2020, 11(2), 265-277

266 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 265-277

kan oleh Bogataj et al. (2016) dan Gangl et al. (2014). Pada satu sisi, kekuatan legitimasi yang digunakan dalam konsep slippery-slope lebih menekankan bagaimana wajib pajak mau menerima dan mengakui kewenangan dan keputusan yang diambil oleh otoritas pajak. Kekuatan legitimasi digunakan un­tuk merangkul dan menciptakan hubung­an si nergis antara wajib pajak dan otoritas pajak (Bird & Davis­Nozemack, 2018). Jika kekuat an koersif dipandang menekan dan menakutkan bagi wajib pajak, kekuatan le­gitimasi dianggap lebih ramah dan efektif da­lam mendorong kepatuhan (Han et al., 2015; Nurunnabi, 2019). Namun, Osipov et al. (2018) menyebutkan bahwa kekuatan legi­timasi tidak mampu memberikan pe ngaruh melalui kewenangan dan otoritasnya.

Pengendalian kepatuhan baik dengan kekuatan koersif maupun kekuatan legiti­masi menggunakan faktor kepercayaan un­tuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Hal ini karena dalam konsep tradisional, kekuatan koersif justru dianggap mengham­bat kepatuhan pajak (Farrar et al., 2020). Meskipun kekuatan legitimasi dianggap dapat menciptakan kepatuhan pajak su­karela, tetap membutuhkan kepercayaan wajib pajak karena berdasarkan argumen­tasi Mohamad et al. (2017) bahwa legitima­si juga harus memberikan porsi dalam ke­seimbangan hak dan kewajiban wajib pajak. Pada sisi yang lain saling percaya adalah kunci kelanggengan kontrak sosial antara otoritas dan wajib pajak (Umar et al., 2017). Kepercayaan seringkali dikaitkan den­gan keberhasilan pemerintah memberikan kompensasi dan manfaat atas pembayaran pajak. Nkundabanyanga et al. (2017) men­jelaskan pentingnya kepercayaan wajib pa­jak terhadap pemerintah yang ditunjukkan melalui kemampuan pemerintah dan otori­tas pajak secara efektif dan efisien mengelola keuang an negara dan menghadirkan sistem administrasi perpajakan yang sederhana. Kepercayaan yang dibangun tersebut akan menciptakan interaksi positif dan saling menguntungkan bagi pembayar pajak dan pihak yang berwenang sehingga mereduksi tindakan agresif kecurangan pembayar pa­jak (Kastlunger et al., 2013; Tsikas, 2020). Di sisi lain Schilke, Reimann, & Cook (2015) dan Small & Brown (2020) menyimpulkan bahwa peran kepercayaan tidak dapat men­dukung pengaruh kekuatan dengan sikap patuh wajib pajak. Berdasarkan deskripsi yang telah dijelaskan riset ini akan meneliti

bagaimana kepercayaan sebagai pemoderasi atas pengaruh kekuatan koersif dan legiti­masi dengan ketaatan pembayar pajak.

Selama ini penelitian mengenai keta­atan pajak lebih banyak berada pada kom­partemen khusus melalui pendekatan ekonomi dibandingkan non­ekonomi (Alm et al., 2015; Boll, 2014). Sesungguhnya tindak­an wajib pajak untuk melakukan kecurang­an tidak lagi dikendalikan secara langsung oleh faktor ekonomi seperti tarif pajak yang tinggi, probabilitas pemeriksaan pajak, dan pe negakan hukum, melainkan dipengaruhi oleh motivasi intrinsik yang disebut de ng a nmoral (Kogler et al., 2015). Ketidakpa tu h anwajib pajak perlu dikaji berdasarkan keingin an yang disebut dengan moral wajib pajak. Moral wajib pajak menurut Williams & Krasniqi (2017) dianggap lebih berpe­ngaruh dibandingkan faktor cost and bene-fit dalam konsep wajib pajak rasional. Bird & Davis­Nozemack (2018) menggarisbawahi bahwa komitmen adalah bagian dari moti­vasi intrinsik wajib pajak melalui kewajiban moral dan tanggung jawab untuk jujur dan menginternalisasi diri bahwa membayar pajak merupakan gagasan untuk berkon­tribusi secara aktif dalam menciptakan ke­sejahteraan bersama. Gupta et al. (2014) menjelaskan komitmen adalah keinginan kuat terhadap suatu kelompok yang muncul dari dalam individu untuk memenuhi janji yang telah disepakati sekaligus menyatakan kesetiaan juga berupaya untuk organisasi, serta sebagai keterlibatan secara emosio­nal. Komitmen oleh Tonder (2016) didefi­nisikan sebagai unsur penting untuk ke­suksesan hubungan jangka panjang seperti halnya dalam relasi kustomer dan penjual. Ma ngoting (2018) menjelaskan komitmen dalam kepatuhan pajak dikaitkan adanya keterikat an psikologis antara pihak yang berkepentingan dalam pemenuhan kewa­jiban perpajakan. Sebaliknya dalam pene­litian lain oleh Castro & Scartascini (2015) dan Koessler et al. (2019) dikatakan bahwa komitmen tidak memiliki pengaruh langsung dengan kepatuh an pajak.

Walaupun demikian, terlihat bahwa komitmen menjadi kekuatan penting yang bisa menularkan perilaku para pembayar pajak untuk patuh karena menggambar­kan kegigihan wajib pajak untuk mengusa­hakan kepatuhan meskipun dalam kondisi kepercayaan rendah, banyak ketidakadilan dalam sistem perpajakan, dan hubungan yang tidak harmonis antara wajib pajak dan

Mangoting, Christopher, Kriwangko, Adriyani, Interaksi Komitmen dalam Dinamika... 267

otoritas pajak (Jimenez & Iyer, 2016). Nilai tambah sekaligus upaya menjawab perma­salahan dalam penelitian ini adalah mele­takkan faktor komitmen untuk menguji adanya efek ketaatan wajib pajak. Komit­men dalam penelitian Koessler et al. (2019) juga berdampak terhadap terobosan dalam dinamika kepatuhan. Maka dari itu, studi ini bertujuan untuk membangun pendekat­an baru dalam kepatuhan pajak berdasar­kan perilaku wajib pajak. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi kebijakan pada regulator bahwa otoritas pajak tidak dapat hanya mengandalkan baik itu kekuatan koersif maupun kekuatan legitimasi dalam menegakkan kepatuhan. Jika kepercayaan wajib pajak menurun, pengendalian perilaku wajib pajak melalui implementasi kekuatan justru kontraproduktif dengan ketaatan wajib pajak. Secara akademis riset berikut memberikan gambaran bahwa studi menge­nai kepatuhan pajak harus berangkat pada pendekatan keperilakuan wajib pajak se­hingga tidak hanya memfokuskan pada im­plementasi sanksi, penegakan hukum, dan probabilitas audit.

Menempatkan komitmen dalam men­dorong kepatuhan tentunya juga akan men­dukung aksi pemerintah dalam meningkat­kan pemasukan negara yang akan digunakan untuk kepentingan bersama. Salah satunya dapat mendorong keberhasilan penerapan program pengampunan pajak (tax amnes-ty) yang dilakukan untuk meningkatkan sikap taat wajib pajak, meliputi penghapu­san pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi dan sanksi pidana di bidang perpajak an atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 serta sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan syarat harus me laporkan harta, melunasi seluruh tung­gakan pajak, dan membayarnya. Komitmen untuk patuh yang semakin tinggi tentunya juga akan membantu penerimaan negara yang tinggi pula.

METODERiset ini menggunakan beberapa vari­

abel. Variabel independen ditunjukkan oleh kekuatan koersif, kekuatan legitimasi, dan komitmen. Sebaliknya, variabel terikat di­tunjukkan oleh kepatuhan pajak. Selanjut­nya, ada variabel yang memoderasi pe­ngaruh antar variabel yakni kepercayaan untuk menguji besar kecilnya pengaruh da­lam memoderasi pengaruh kekuatan dengan kepatuhan pajak.

Dimensi kekuatan koersif berkaitan dengan kemampuan otoritas untuk mem­berikan hukuman atau kekuatan yang ber­sifat memaksa untuk taat agar terhindar dari penegakan hukum pajak (Bird & Da­vis­Nozemack, 2018). Pertanyaan kuesioner kekuatan koersif fokus pada kewenangan otoritas pajak untuk memaksa, interpretasi pihak berwenang yang cenderung mengalah­kan pembayar pajak, dan agresivitas otori­tas dalam penegakan hukum terhadap wajib pajak (Arifin et al., 2018; Gobena & Dijke, 2016). Kekuatan legitimasi melambangkan kewenangan formal pemerintah dan otori­tas pajak untuk mengatur dan mengenda­likan kebijakan dan peraturan perpajakan yang ada. Earnhart & Glicksman (2015) mengungkapkan bahwa kekuatan legitima­si dapat mempengaruhi kepatuhan pajak karena peraturan perpajakan yang dilegiti­masi pemerintah menjadi landasan gerak wajib pajak pemenuhan kewajiban perpa­jakan sekaligus sebagai penegakan hukum. Pertanyaan sebagai indikator kekuatan le­gitimasi fokus pada kewenangan pemerintah mengantisipasi penghindaran pajak, kompe­tensi otoritas pajak dalam memerangi peng­gelapan pajak, dan mekanisme pengawasan kepatuhan wajib pajak (Gobena & Dijke, 2016). Kepercayaan dinilai sebagai variabel relasional yang menyediakan dasar untuk menciptakan kerja sama sukarela (Born­man, 2015; Han et al., 2015). Güzel,(2019) mengungkapkan bahwa kepercayaan wajib pajak kepada pemerintah menempati posi­si utama dalam mengendalikan kepatuhan wajib pajak. Pertanyaan untuk mengukur kepercayaan fokus pada penghargaan pihak berwenang yang diberikan kepada setiap penanggung beban pajak, kompetensi ser­ta kemampuan otoritas pajak, simpati dan sikap pemegang kekuasaan yang memban­tu menyelesaikan kesulitan pembayar pa­jak (Kaplanoglou & Rapanos, 2015). Ketika kekuatan koersif tinggi, kepatuhan pajak justru menurun, karena wajib pajak merasa berada dalam tekanan yang menimbulkan resistensi dalam melaksanakan kepatuhan pajak (Siglé et al., 2018).

Pertanyaan­pertanyaan untuk meng­ukur kepatuhan pajak fokus pada upaya mencari cara untuk menghindar dari pem­bayaran pajak, menolak menggunakan pe­laporan pajak elektronik, dan menolak un­tuk melaporkan SPT tepat waktu. Dalam konteks penelitian ini komitmen adalah suatu perjanjian atau kontrak psikologis an­

268 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 265-277

tara organisasi dan anggota organisasi di da­lamnya yang akan mempengaruhi keputus­an anggota organisasi tersebut untuk loyal terhadap organisasi. Konteks komitmen dan kepatuhan pajak meminjam konsep komit­men organisasi yang ditelaah oleh Gobena& Dijke (2016) dan Kaplanoglou & Rapanos (2015) yang mengoperasionalkan komitmen dalam tiga dimensi, yaitu afektif, normatif, dan kalkulatif. Komitmen afektif merujuk kepada aspirasi individu untuk melanjutkan hubungan. Bentuk keharusan seseorang untuk terus bertahan dalam hubungan dan komitmen kalkulatif mengacu pada kese­diaan individu untuk melanjutkan hubung­an. Hal ini akan merujuk pada komitmen normatif.

Populasi penelitian adalah wajib pajak yang memiliki penghasilan atas hubungan kerja, pekerjaan bebas, dan melakukan usa­ha. Sampel pada riset menggunakan teknik purposive. Jumlah sampel yang diteliti se­banyak 100 wajib pajak dengan kriteria telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) minimal 3 tahun dan telah melaksanakan kewajiban perpajakan, yaitu menghitung, menyetorkan, dan melaporkan pada SPT ta­hunan.

Model data yang diolah menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). SEM dapat dikatakan sebagai alat analisis multi­variat di bidang sosial di mana terdapat varia­bel laten (unobserved variable) dan indikator (observed variable) (Ali et al., 2018). Model ini digunakan karena memungkinkan relasi variabel kompleks rekursif dan non­rekursif agar mendapatkan pemahaman suatu model secara keseluruhan. SEM akan diuji dalam dua tahap pengujian yakni model outer dan model inner. Pada analisis model outer atau model pengukuran dilakukan pengujian reli­abilitas dan validititas suatu konstruk. Hair et al. (2017) menyatakan bahwa convergent validity dapat dilakukan re­estimasi indika­tor jika faktor loading kurang dari 0,5. Mo del harus diestimasi kembali apabila terdapat indikator yang tidak valid. Faktor loading di atas 0,7 sangat direkomendasikan, se­dangkan 0,5­0,6 dinilai cukup. Studi ini menggunakan outer loading >0.7. Kemu­dian dilakukan tahap discriminant validity dan dilanjutkan pengujian reliabilitas in­strumen. Model inner atau model struktural menguji besar pengaruh variabel laten dan pengaruh seluruh variabel pada skema yang dibentuk. Uji coba akan memperoleh nilai

Tabel 1. Statistik Deskriptif

Variabel Indikator Minimum Maksimum Mean Standar DeviasiCoercive Power (CP) CP1 1,00 5,00 2,917 1,15488

CP2 1,00 5,00 1,05811CP3 1,00 5,00 1,02863

Legitimate Power (LP) LP1 1,00 5,00 3,595 1,00800LP2 1,00 5,00 0,97747LP3 1,00 5,00 0,91872LP4 2,00 5,00 0,89758

Tax Compliance (TC) TC1 1,00 5,00 3,963 1,02863TC2 1,00 5,00 1,02178TC3 1,00 5,00 1,04369

Trust (T) T1 1,00 5,00 3,207 1,12564T2 1,00 5,00 1,05773T3 1,00 5,00 1,02573

Commitment (C) C1 2,00 5,00 4,314 0,75605C2 2,00 5,00 0,80019C3 2,00 5,00 0,74914C4 1,00 5,00 0,83145C5 3,00 5,00 0,64597

Mangoting, Christopher, Kriwangko, Adriyani, Interaksi Komitmen dalam Dinamika... 269

koefisien beta dan p-value untuk menarik kesimpulan. Pengujian goodness of fit untuk membantu menemukan model yang fit de­ngan item yang ada sehingga memudahkan terbentuknya model berkualitas (Gunduz & Elsherbeny, 2020).

HASIL DAN PEMBAHASANStatistik deskriptif. Data deskrip­

tif memaparkan nilai minimum, maximum, mean, mode, dan standard deviation pada setiap variabel yang disajikan dalam riset. Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan semua variabel memiliki rata­rata yang cu­kup tinggi kecuali kekuasaan koersif (2,917) dan kekuasaan yang sah (3,595), sedang­kan kepatuhan pajak (3,963), kepercayaan (3,207), dan komitmen (4,314).

Analisis model outer. Reliabilitas in­strumen diukur berdasarkan composite re-liability dan cronbach’s alpha yang terpapar dalam Tabel 2. Kedua instrumen harus me­menuhi syarat >0,7 untuk memenuhi re­liabilitas yang baik (Usakli & Kucukergin, 2018). Hasil pada Tabel 2 telah menunjuk­kan kedua komponen memenuhi syarat nilai reliabel yakni melebihi 0,7. Adapun validitas konvergen dan diskriminan merupakan ba­gian dari pengukuran konstruk valid. Validi­

tas konvergen diuji berdasarkan skor indika­tor terhadap skor konstruk jika nilai loading factor dengan nilai >0,7 sehingga memiliki keandalan yang baik (Hair et al., 2017). Ha­sil pada Tabel 2 menunjukkan besar faktor loading melebihi 0,7 dan besaran Average Variance Extracted (AVE) mencapai >0,6 seh­ingga masing­masing variabel telah valid.

Nilai validitas diskriminan setiap in­dikator ditunjukkan pada Tabel 3 dengan menggunakan kriteria akar kuadrat AVE. Indikator yang valid harus memenuhi syarat nilai cross-loading lebih tinggi dari korela­si tiap indikator antarvariabel (Hair et al., 2017; Kumar & Purani, 2018). Dengan de­mikian, syarat ketentuan validitas diskrimi­nan terpenuhi.

Analisis model inner. Evaluasi model inner menekankan korelasi atau besarnya perkiraan antarvariabel laten menurut teori substantif (Ghozali & Latan, 2014). Tahapan berikutnya menguji kecocokan suatu model (goodness of fit) dan path coefficient. Good-ness of fit baik meliputi komponen Average Path Coefficient (APC), Average R-Squared (ARS), Average Adjusted R-squared, Average Block VIF (AVIF), Average Full Collinearity VIF (AFVIF), Tenenhaus GoF (GoF), Symp-son’s paradox ratio (SPR), R-Squared Contri-

Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Konvergen

Variabel Indikator Loading Factor

CompositeReliability

Cronbach’salpha

AVE

Coercive Power (CP) CP1 0.826 0,858 0,752 0,669CP2 0.855 CP3 0.772

Legitimate Power (LP) LP1 0.792 0,888 0,831 0,664LP2 0.840 LP3 0.822 LP4 0.804

Tax Compliance (TC) TC1 0.887 0,928 0,884 0,812TC2 0.909 TC3 0.908

Trust (T) T1 0.859 0,931 0,888 0,818T2 0.935 T3 0.918

Commitment (C) C1 0.885 0,939 0,919 0,756C2 0.890C3 0.906C4 0.827C5 0.837

270 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 265-277

bution Ratio (RSCR), Statictical Suppression Ratio (SSR), dan Nonlinear Bivariate Causal-ity Direction Ratio (NLBCDR) (Solimun et al., 2017). Tabel 4 menunjukkan output model fit indices yang dipaparkan berdasarkan pen­gujian.

Setelah diolah data analisis akan dibandingkan dengan kriteria model fit. Nilai output APC adalah p=0,013 di mana besara­nnya <0,05, ARS serta AARS memiliki p­va-lue<0,001 menunjukkan <0,05 sedangkan nilai output AVIF dan AFVIF berturut­turut sebesar 1,171 dan 1,377 lebih kecil sama dengan 5 dimana menunjukkan hasil ideal. Selain itu, GoF memiliki nilai 0,485 tergolong kategori large, untuk SPR, RSCR, SSR memi­liki besaran nilai 1,000 yang menunjukkan hasil ideal serta NLBCDR menghasilkan nilai sebesar 0,900 memenuhi syarat di atas 0,7. Semua syarat model fit terpenuhi sehingga model inner atau struktural dapat diterima karena telah didukung oleh data.

Hasil uji secara parsial. Hasil riset ini menguji model struktural dengan memper­hatikan nilai R­square dan nilai path coeffi-

cient, dengan menetapkan signifikansi mam­pu memberikan informasi tentang tingkat pengaruh antarvariabel. Besaran R­square atau koefisien determinasi berkisar dari 0 sampai dengan 1 yang menunjukkan pe­ngaruh semakin kuat (Usakli & Kucukergin, 2018). Hasil penelitian disajikan pada Gam­bar 1.

Berdasarkan hasil model riset pada Gambar 1 dapat ditarik simpulan adanya pengaruh langsung antar variabel. Penjabar­an secara rinci tersaji dalam Tabel 5.

Informasi pada Tabel 5 mendeskripsikan nilai p sebesar 0,02 dan besaran hasil es­timasi beta sebesar ­0,20 yang menjelas­kan arah kekuatan koersif atas pengaruh kepatuh an pajak negatif. Ketika otoritas pa­jak menekan wajib pajak dengan probabili­tas pemeriksaan pajak dan sanksi secara agresif, wajib pajak akan resistan sehingga kepatuhan pajak menurun. Kekuatan koer­sif dalam konteks penelitian ini adalah upa ya otoritas pajak untuk mempengaruhi perilaku kepatuhan wajib pajak. Kekuat an koersif ti­dak menjadi pilihan yang baik bagi bangsa

Tabel 3. Hasil Uji Validitas Diskriminan

Variabel CoercivePower

LegitimatePower

Tax Compliance

Trust Commitment

Coercive Power (CP) (0,818) Legitimate Power (LP) 0,115 (0,815) Tax Compliance (TC) ­0,242 ­0,107 (0,901)Trust (T) ­0,195 0,480 ­0,082 (0,904) Commitment (C) ­0,281 0,368 0,391 0,261 (0,870)

Gambar 1. Hasil Model Riset

Trust(R)3i

β=0.38(P<.01)

CoercivePower(R)3i

Legitimate Power (R)4i

Commitment(R)5i

Tax Compliance

(R)3i

β=­0.20(P=0.02)

β=­0.11(P=0.13)

β=­0.07(P=0.24) β=­0.17

(P=0.04)

R2=0.29

Mangoting, Christopher, Kriwangko, Adriyani, Interaksi Komitmen dalam Dinamika... 271

Indonesia yang merupakan negara demokra­si. Tekanan­tekanan kuat dari otori tas pa­jak yang dirasakan wajib pajak menimbul­kan kesan pemaksaan untuk patuh melalui probabilitas pemeriksaan pajak, sehingga justru mengurangi kepatuh an pajak. Kondi­si ini berban ding terbalik de ngan penelitian Hanlon et al. (2014), Hofmann et al. (2014), dan Prinz et al. (2014) di mana kekerasan otoritas terkait pemberantasan penghindar­an pajak memberikan potensi kepatuhan terpaksa yang meningkat. Bogataj et al. (2016) menyebutkan bahwa kekuatan koer­sif bagaikan pedang bermata dua, mam­pu mendorong atau menurunkan ketaatan pembayar pajak. Wajib pajak memandang bahwa pengendalian kepatuhan melalui kekuatan koersif adalah bentuk kecurigaan dan ketidakpercayaan otoritas pajak dan menganggap wajib pajak adalah pelaku penggelapan pajak sehingga perlu ditindak. Penindakan tersebut justru meningkatkan penghindaran pajak. Wajib pajak menyadari bahwa pene gakan hukum adalah bagian dari proses bisnis otoritas pajak, namun demikian tindak an tersebut cu kup mena­kutkan bagi wajib pajak. Apalagi timbul ke­san, bahwa otoritas pajak dianggap meng­abaikan ketaatan wajib pajak patuh karena tidak melakukan pemi sahan terkait perilaku patuh dan tidak patuh atas penegak an hu­kum (Chong et al., 2019). Disadari bahwa hasil penelitian ini kembali pada konsep tradisional bahwa kekuatan koersif just­ru menghambat kepatuhan pajak. Namun, hasil ini menjelaskan bahwa ketika pengen­dalian kekuatan koersif tersebut salah, jus­

tru berdampak negatif terhadap keamanan penerimaan negara (Youde & Lim, 2019).

Tabel 5 mengungkap besaran nilai p adalah 0,036 dan estimasi beta sebesar ­0,174 yang berarti arah pengaruh kekuat an legitimasi terhadap kepatuhan pajak adalah negatif. Kekuatan legitimasi otoritas pajak melalui kewenangannya mendeteksi dan mengantisipasi penghindaran pajak justru menurunkan kepatuhan wajib pajak. Hal ini bertentangan dengan penelitian terdahulu oleh Bird & Davis­Nozemack (2018), Han et al. (2015), dan Nurunnabi (2019). Pada kondi­si ini wajib pajak melihat pe negakan hukum otoritas pajak masih lemah. Meskipun wa­jib pajak mempercayai mekanisme keten­tuan perpajakan yang mampu menangkap para pelaku kecurangan pajak, hanya saja Mohamad et al. (2017) berargumentasi bah­wa legitimasi tidak hanya berbicara bahwa otoritas pajak secara sah dapat menegakkan ketentuan perpajakan yang telah disepakati dengan wajib pajak, tetapi juga bagaimana pengambilan keputusan otoritas pajak da­lam menentukan kebijakan perpajakan telah melibatkan wajib pajak. Omodero (2019) ber­argumen bahwa kekuatan legitimasi tidak hanya menekankan pada kewenangan pe­merintah menerbitkan seperangkat aturan perpajakan yang kondusif bagi wajib pajak. Justru yang harus mendapatkan penguatan kepatuhan perpajakan adalah kemampuan otoritas pajak menegakkan hukum yang ketat sehingga sumber daya pemerintah ti­dak dihabiskan melalui mekanisme peme­riksaan pajak (Varvarigos, 2017). Oleh kare­na itu, legitimasi otoritas pajak tidak bisa

Tabel 4. Hasil Uji Goodness of Fit

Indeks P-value Kriteria KeteranganAPC 0,187 P=0,013 P<0,05 DiterimaARS 0,288 P<0,001 P<0,05 DiterimaAARS 0,251 P<0,001 P<0,05 DiterimaAVIF 1,171 ≤5, ideal ≤3,3 IdealAFVIF 1,377 ≤5, ideal ≤3,3 IdealGoF 0,485 Small ≥0,1,

Medium ≥0,25, Large ≥0,36

Large

SPR 1,000 ≥0,7, ideal=1 IdealRSCR 1,000 ≥0,9, ideal=1 IdealSSR 1,000 ≥0,7 DiterimaNLBC­DR

0,900 ≥0,7 Diterima

272 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 265-277

hanya meminta wajib pajak patuh tetapi tetap wajib memperjuangkan keseimbangan dalam pemenuhan hak­hak dan kewajiban wajib pajak lainnya.

Nilai p sebesar 0,125 dan nilai beta es­timasi sebesar ­0,112 dalam Tabel 5 menun­jukkan kepercayaan tidak dapat memoderasi pengaruh kekuatan koersif. Pada dasarnya kepercayaan wajib pajak diharapkan me­nguatkan kekuatan koersif otoritas pajak untuk meningkatkan kepatuhan. Hanya saja, hasil studi menjelaskan kepercayaan pembayar pajak tidak mampu mengurangi atau menghindari pengaruh kekuatan koer­sif yang ternyata menurunkan kepatuhan wajib pajak. Farrar et al. (2020) menjelas­kan bahwa ketiadaan kepercayaan dalam upaya mempertahankan pengaruh yang melibatkan kekuatan koersif adalah ke­niscayaan. Kekuatan koersif umumnya di­gunakan jika terdapat konflik kepentingan antara dua orang atau dua pihak sehingga timbul kekuatan untuk menggertak dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan wajib pajak (Bobrova et al., 2017). Kepercayaan tidak serta merta timbul pada diri wajib pa­jak. Hal ini bertentangan dengan riset ter­dahulu oleh Bird & Davis­Nozemack (2018) yang membuktikan kepercayaan wajib pajak dapat mendorong kepatuhan melalui kaca­mata kekuatan koersif yang sah. Huong & Cuong (2019) mengungkapkan bahwa se­seorang meletakkan kepercayaannya ketika mampu melihat apakah pihak lain cukup berharga untuk dapat dipercaya sehingga mampu memberikan pertukaran sosial yang seimbang. Apalagi ketika orang tersebut merasa bahwa posisinya lebih diuntungkan diban ding pihak lain. Dalam konteks peneli­tian ini, wajib pajak akan mempertimbang­kan apakah otoritas pajak dapat dipercaya se hingga memberikan keuntungan pertu­karan sumber daya antara pajak yang diba­yarkan dan manfaat dari pembayaran pajak tersebut. Wajib pajak memahami bahwa otoritas pajak memiliki kedaulatan penuh

untuk bertindak menggunakan posisi dan kekuat annya yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan wajib pajak dengan tekanan hukuman berupa probabili­tas pemeriksaan pajak dan pengenaan sank­si.

Demikian juga dalam hasil dalam Tabel 5 mengungkapkan nilai p sebesar 0,237 dan besaran estimasi adalah ­0,07 yang berarti kepercayaan wajib pajak seperti halnya da­lam kekuatan koersif tidak dapat menguat­kan atau melemahkan pengaruh langsung terkait kekuatan legitimasi dan kepatuhan pajak. Kekuatan legitimasi otoritas pajak timbul karena posisi formal atau kewenang­an yang dimiliki. Otoritas pajak memiliki kekuatan yang sah untuk meminta bahkan menuntut wajib pajak untuk patuh men­jalankan ketentuan perpajakan. Kekuat­an legitimasi pada dasarnya menciptakan kepatuhan yang bersifat sukarela dan di­dasarkan pada kepercayaan wajib pajak bahwa otoritas pajak mempunyai hak untuk menuntut kepatuhan.

Pemerintah menggunakan kekuatan legitimasi untuk mendapatkan penerimaan dari wajib pajak, bahwa sistem perpajakan yang dibangun dapat mendukung kepatuh­an wajib pajak (Iqbal & Sholihin, 2019). Na­mun, kewenangan tersebut belum bersifat kondusif.

Hasil penelitian ini sebagaimana di­informasikan dalam Tabel 5, menjelaskan bahwa. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian Hofmann et al. (2014), Mas’ud et al. (2014), dan Nurunnabi (2019) yang menyebutkan dorongan kepercayaan yang dihasilkan dapat meningkatkan pembayar pajak sukarela. Sejalan dengan penelitian oleh Small & Brown (2020) bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh otoritas tidak sesuai dengan wajib pajak mengakibatkan keper­cayaan yang terdegradasi. Maka, pembayar pajak yang dimaksud tidak memperlihatkan kepercayaan yang mampu dapat memotiva­si sekaligus menerima serangkaian keten­

Tabel 5. Hasil Uji Pengaruh Langsung

Pengaruh Langsung Path Coefficient P-value KeteranganCP → TC ­0,196 0,020 BerpengaruhLP → TC ­0,174 0,036 Berpengaruh

Trust*CP → TC ­0,112 0,125 Tidak BerpengaruhTrust*LP → TC ­0,070 0,237 Tidak BerpengaruhCommit → TC 0,385 <0,001 Berpengaruh

Mangoting, Christopher, Kriwangko, Adriyani, Interaksi Komitmen dalam Dinamika... 273

tuan perpajakan termasuk upaya­upaya pengendalian kecurangan pajak sehingga berdampak pada kepatuhan wajib pajak. Dikaitkan dengan konteks penelitian ini, pendapat Xu & Xu (2016) menegaskan bah­wa interaksi kepercayaan wajib pajak akan berdampak dalam pengaruh kekuatan legi­timasi dan kepatuhan ketika otoritas pajak mampu menjalankan keadilan.

Untuk mewujudkan kewenangan yang kondusif terhadap sistem perpajakan, oto­ritas berupaya untuk memahami setiap proses dan kondisi serta bertindak secara profesional dan relevan berdasarkan nilai bersama yang membuat wajib pajak dapat mengesampingkan kepentingan kelom­pok mereka dan menganggap pelaksanaan kekuasaan tersebut konsisten, adil, dan sah, terutama untuk menangkap para pelanggar pajak (Choo et al., 2016; Wardani & Susi­lowati, 2020). Ketika para pelanggar pajak dapat ditangkap dan dihukum, maka kekua­saan yang sah akan membuat kerja sama su­karela menjadi tinggi. Bahkan, Willera et al. (2012) menguraikan bahwa kekuatan legiti­masi dipandang sebagai cara yang dipercaya sehingga seseorang mau dan yakin untuk mengikuti sebuah arahan kebijakan. Oleh karena itu, kegagalan kepercayaan berin­teraksi atau memoderasi pengaruh kekuat­an legitimasi terhadap kepatuhan pajak disebabkan otoritas pajak dianggap berhasil melaksanakan kekuatan kewenangannya yang berpihak kepada wajib pajak.

Tabel 5 juga mengungkap hasil p<0,001 dan nilai koefisien sebesar 0,385 yang ber-arti pengaruh komitmen terhadap kepatuh­an pajak positif. Pembayar pajak yang ber­komitmen tidak memerlukan syarat eksplisit dan birokrasi yang berbelit dalam melak­sanakan administrasi perpajakan. Pembayar pajak berkomitmen mengedepankan motiva­si intrinsik sebagai landasan melaksanakan kepatuhan pajak. Mereka tidak lagi berpikir apakah penghindaran pajak dalam kondisi tingkat deteksi yang rendah lebih mengun­tungkan dibanding membayar pajak tidak akan menjadi pertimbangan. Dalam konteks penelitian ini berdasarkan pandangan Mc­Cannon (2017) ketika wajib pajak dihadap­kan pada kondisi dilema sosial dengan pilih­an membayar pajak atau tidak membayar pajak, wajib pajak dengan kepatuhan komit­men akan menghindari konflik dan memilih untuk patuh membayar pajak karena pertim­bangan kuat bahwa membayar pajak adalah wujud kerja sama antarsesama manusia.

Tentunya hasil ini bertentangan dengan penelitian terdahulu, bahwa mendapatkan hati dan pikiran wajib pajak juga menjadi tujuan utama untuk meningkatkan komit­men atas moralitas perpajakan (Hauptman et al., 2015), salah satunya Koessler et al. (2019) yang menyebutkan bahwa komitmen sese orang akan semakin meningkat secara positif jika diberikan reward atas kepatuhan mereka. Dengan kata lain, tanpa adanya reward maka sulit bagi seseorang memiliki komitmen untuk patuh.

Komitmen menimbulkan kesadaran bernegara, bahwa sebagai warga negara, pembayar pajak bertindak berdasarkan kerelaan untuk mematuhi ketentuan per­pajakan berdasarkan inisiatif sendiri tanpa paksaan dengan kekuatan otoritas apa pun. Kesadaran membayar pajak akan timbul dengan alamiah sebagai wujud bakti kepada negara. Wajib pajak dalam konteks peneli­tian ini meyakinkan diri bahwa negara sudah mengupayakan kesejahteraan sehingga ada ketergantungan melalui azas timbal balik dengan kepatuhan membayar pajak. Wajib pajak yang melaksanakan kepatuhan komit­men menurut Mittone & Saredi (2016) telah mempertimbangkan kerugian jangka pan­jang jika melakukan ketidakpatuhan. Bagi para pembayar pajak tersebut, kepatuh an pajak yang berkomitmen adalah upaya un­tuk mendapatkan insentif perpajakan dan memelihara hubungan jangka panjang de­ngan otoritas pajak untuk menghindari risiko kemudian hari. Prastiwi et al. (2019) me­negaskan penting menghadirkan keduduk­an komitmen antara interaksi pembayar pa­jak dan otoritas agar tingkat ketaatan pajak menjadi tinggi. Karena komitmen berkaitan dengan pemenuhan janji pemerintah dalam menghadirkan regulasi publik untuk jamin­an penyediaan fasilitas dan penunjang lain­nya yang bermutu untuk kepentingan bersa­ma. Mengaitkan komitmen dengan janji juga ditegaskan oleh Koessler et al. (2019) bahwa komitmen adalah upaya pemerintah untuk memenuhi janji sebagai kontraprestasi yang diberikan atas pembayaran wajib pajak. Jimenez & Iyer (2016) menekankan komit­men pembayar pajak dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan yang tinggi bahkan di saat kondisi kepercayaan wajib pajak yang rendah terhadap otoritas. Di saat seseorang memiliki tingkat kepercayaan yang rendah terhadap fiskus, komitmen tetap bisa men­dorong ketaatan pajak. Selain itu, pembayar pajak yang berkomitmen mampu mencegah

274 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 265-277

dirinya dari godaan kejahatan pajak sehing­ga membuktikan manifestasi komitmen da­lam meningkatkan kepatuhan.

SIMPULANKekuatan koersif dan kekuatan legiti­

masi yang menjadi alat penegakan kepatuh­an wajib pajak, cenderung tidak mampu mendorong ketaatan pajak. Implementasi kekuatan koersif terhadap wajib pajak di­anggap sebagai bentuk paksaan. Pada sisi yang lain, kekuatan legitimasi yang justru di­anggap lebih lunak juga tidak dapat mening­katkan kepatuhan wajib pajak. Kekuatan legitimasi melalui penerbitan kebijakan dan ketentuan perpajakan dianggap belum mampu menciptakan situasi kondusif untuk membangun kepatuhan pembayar pajak. Di­mensi kepercayaan pada umumnya menjadi variabel penting atas ketaatan pajak, tetapi dalam penelitian ini tidak dapat berinteraksi dengan kekuatan dan ketaatan pajak. Riset ini mengungkapkan bahwa faktor pemikiran rasional ekonomi yang menyatakan peng­hindaran pajak dengan tingkat deteksi ke­curangan rendah adalah lebih menguntung­kan dibandingkan dengan membayar tidak lagi menjadi motivasi pembayar pajak. Wajib pajak dalam studi ini memproyeksikan ben­tuk kepatuhan yang berlandaskan sikap dan motivasi intrinsik melalui kepatuhan komit­men. Kepatuhan komitmen memecahkan persoalan dilema sosial, di mana wajib pa­jak tidak lagi berpikir yang memikirkan un­tung rugi membayar pajak tetapi lebih ber­pikir bahwa membayar pajak adalah untuk kepentingan bersama. Selain itu, kepatuhan komitmen akan memberikan insentif dalam jangka panjang melalui penciptaan hubung­an baik melalui kepatuhan pajak.

Wajib pajak memahami bahwa kedua kekuatan tersebut adalah kedaulatan otori­tas pajak, tetapi membayar pajak memberi­kan hak wajib pajak dalam sistem demokrasi. Wajib pajak diharuskan terlibat dalam peng­ambilan keputusan yang berkaitan dengan pemenuhan hak dan kewajiban. Ketidak­seimbangan antara hak dan kewajiban juga menyebabkan kekuatan koersif dan legiti­masi menjadi tumpul dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Gampangnya peme­rintah dan otoritas pajak perlu menjalan kan fungsi redistribusi pajak melalui keterse­diaan kebutuhan fundamental masyarakat seperti pemerataan pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial. Sejalan dengan kondisi yang ada otoritas pajak juga perlu menjajaki

pengembangan paradigma kepatuhan pajak berdasarkan pendekatan perilaku pembayar pajak, yakni kepatuhan komitmen. Wajib pa­jak berdasarkan kepatuhan pajak komitmen akan menempatkan kewajiban membayar pajak sebagai kontribusi yang dapat men­ciptakan kesejahteraan bersama. Otoritas yang hanya bermodalkan kekuatan dalam menegakkan kepatuhan justru akan meng­ganggu psikologi wajib pajak dan berdampak pada penurunan kepatuhan.

Keterbatasan dalam penelitian ini ada­lah periode pengumpulan angket respon­den hanya berlangsung 1 bulan. Partisipan dalam riset ini heterogen, yaitu subjek pa­jak orang pribadi dengan berbagai sumber pendapatan tanpa adanya tambahan krite­ria tertentu. Oleh karena itu, sampel yang diusulkan dalam riset berikutnya adalah ho­mogen, misalnya khusus orang pribadi yang memperoleh pendapatan usaha, sehingga rancangan kuesioner tidak terbatas pada pertanyaan umum tetapi mampu mengako­modasi keunikan responden.

DAFTAR RUJUKANAli, F., Kim, W. G., Li, J., & Cobanoglu, C.

(2018). A Comparative Study of Co­variance and Partial Least Squares Based Structural Equation Modelling in Hospitality and Tourism Research. International Journal of Contempo-rary Hospitality Management, 30(1), 416–435. https://doi.org/10.1108/IJCHM­08­2016­0409

Alm, J., Bloomquist, K. M., & Mckee, M. (2015). On the External Validity of La­boratory Tax Compliance Experiments. Economic Inquiry, 53(2), 1170­1186. https://doi.org/10.1111/ecin.12196

Arifin, Z., Sayekti, Y., & Wardayati, S.(2018). Keikutsertaan Amnesti Pajak Ditinjau dari Laporan Keuangan Ko­perasi Syariah. Jurnal Akuntansi Multi-paradigma, 9(1), 124­135. https://doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9008

Bird, R., & Davis­Nozemack, K. (2018). Tax Avoidance as a Sustainability Pro blem. Journal of Business Ethics, 151(4), 1009­1025. https://doi.org/10.1007/s10551­016­3162­2

Bischoff, I., & Krabel, S. (2017). Local Taxes and Political Influence: Evidence from Locally Dominant Firms in German Mu­nicipalities. International Tax and Public Finance, 24(2), 313­337. https://doi.org/10.1007/s10797­016­9419­y

Mangoting, Christopher, Kriwangko, Adriyani, Interaksi Komitmen dalam Dinamika... 275

Bobrova, A. V., Stepanov, E. A., & Tetin, I. A.(2017). Development of Methods of Op­timization of Non­Tax Payments for Decrease in Expenses of the Company at Implementation of the Foreign Eco­nomic and Resource Activity. Optimi­zation of Non­Tax Payments. Journal of Advanced Research in Law and Eco-nomics, 8(6), 1711­1726. https://doi.org/10.14505/jarle.v8.6(28).06

Bogataj, D., McDonnell, D. R., & Bogataj, M. (2016). Management, Financing and Taxation of Housing Stock in the Shrink­ing Cities of Aging Societies. Interna-tional Journal of Production Economics, 181, 2­13. https://doi.org/10.1016/j.ijpe.2016.08.017

Boll, K. (2014). Mapping Tax Compliance. Assemblages, Distributed Action and Practices: A New Way of Doing Tax Research. Critical Perspectives on Ac-counting, 25(4­5), 293­303. https://doi.org/10.1016/j.cpa.2013.03.002

Bornman, M. (2015). The Determinants and Measurement of Trust in Tax Authori­ties as a Factor Influencing Tax Com­pliance Behaviour. Journal of Economic and Financial Sciences, 8(3), 772–789. https://doi.org/10.4102/jef.v8i3.121

Castro, L., & Scartascini, C. (2015). Tax Compliance and Enforcement in the Pampas: Evidence from a Field Experi­ment. Journal of Economic Behavior and Organization, 116, 65­82. https://doi.org/10.1016/j.jebo.2015.04.002

Chong, K. R., Yusri, Y., Selamat, A. I., & Ong, T. S. (2019). Tax Climate Manipula­tion on Individual Tax Behavioural In­tentions. Journal of Applied Accounting Research, 20(3), 230­242. https://doi.org/10.1108/JAAR­01­2019­0001

Choo, C. Y. L., Fonseca, M. A., & Myles, G. D.(2016). Do Students Behave Like Real Taxpayers in the Lab? Evidence from a Real Effort Tax Compliance Experi­ment. Journal of Economic Behavior and Organization, 124, 102­114. https://doi.org/10.1016/j.jebo.2015.09.015

Earnhart, D. H., & Glicksman, R. L. (2015). Coercive vs. Cooperative Enforcement: Effect of Enforcement Approach on En­vironmental Management. Internation-al Review of Law and Economics, 42, 135­146. https://doi.org/10.1016/j.irle.2015.02.003

Farrar, J., Hausserman, C., & Pinto, O. (2020). Trust and Compliance Effects of Taxpayer Identity Theft: A Moderated Mediation Analysis. Journal of the Amer-ican Taxation Association, 42(1), 57­77. https://doi.org/10.2308/atax­52404

Gangl, K., Torgler, B., Kirchler, E., & Hofmann, E. (2014). Effects of Supervi­sion on Tax Compliance: Evidence from a Field Experiment in Austria. Econo-mics Letters, 123(3), 378–382. https://doi.org/10.1016/j.econlet.2014.03.027

Ghozali, I., & Latan, H. (2014). Partial Least Squares: Konsep, Metode dan Aplikasi Menggunakan Program WarpPLS 4.0. Badan Penerbit Universitas Dipone­goro.

Gobena, L. B., & Dijke, M. V. (2016). Power,Justice, and Trust: A Moderated Me­diation Analysis of Tax Compliance among Ethiopian Business Owners. Journal of Economic Psychology, 52, 24–37. https://doi.org/10.1016/j.joep.2015.11.004

Gunduz, M., & Elsherbeny, H. A. (2020). Critical Assessment of Construction Contract Administration Using Fuzzy Structural Equation Modeling. Engi-neering, Construction and Architectur-al Management, 27(6), 1233–1255. https://doi.org/10.1108/ECAM­05­2019­0246

Gupta, S., Mills, L. F., & Towery, E. M. (2014). The Effect of Mandatory Financial State­ment Disclosures of Tax Uncertainty on Tax Reporting and Collections: The Case of Fin 48 and Multistate Tax Avoidance. Journal of the American Taxation As-sociation, 36(2), 203­229. https://doi.org/10.2308/atax­50766

Güzel, S. A., Özer, G., & Özcan, M. (2019). The Effect of the Variables of Tax Justice Perception and Trust in Government on Tax Compliance: The Case of Turkey. Journal of Behavioral and Experimen-tal Economics, 78, 80–86. https://doi.org/10.1016/j.socec.2018.12.006

Hair, J., Hollingsworth, C. L., Randolph, A.B., & Chong, A. Y. L. (2017). An Updat­ed and Expanded Assessment of PLS­SEM in Information Systems Research. Industrial Management and Data Sys-tems, 117(3), 442–458. https://doi.org/10.1108/IMDS­04­2016­0130

276 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 11, Nomor 2, Agustus 2020, Hlm 265-277

Han, J., Park, K., & Pennacchi, G. (2015). Corporate Taxes and Securitization. Journal of Finance, 70(3), 1287­1321. https://doi.org/10.1111/jofi.12157

Hauptman, L., Gürarda, Ş., & Korez-Vide, R.(2015). Exploring Voluntary Tax Com­pliance Factors in Slovenia: Implica­tions for Tax Administration and Poli­cymakers. Lex Localis, 13(3), 639–659. https://doi.org/10.4335/13.3.639­659(2015)

Hofmann, E., Gangl, K., Kirchler, E., & Stark, J. (2014). Enhancing Tax Com­pliance through Coercive and Legit­imate Power of Tax Authorities by Concurrently Diminishing or Facilitat­ing Trust in Tax Authorities. Law and Policy, 36(3), 290–313. https://doi.org/10.1111/lapo.12021

Huong, V. V., & Cuong, L. K. (2019). Does Government Support Promote SME Tax Payments? New Evidence from Viet­nam. Finance Research Letters, 31, 270­277. https://doi.org/10.1016/j.frl.2018.11.017

Iqbal, S., & Sholihin, M. (2019). The Role of Cognitive Moral Development in Tax Compliance Decision Making: An Analysis of the Synergistic and An­tagonistic Tax Climates. International Journal of Ethics and Systems, 35(2), 227­241. https://doi.org/10.1108/IJOES­10­2018­0152

Jimenez, P., & Iyer, G. S. (2016). Tax Com­pliance in a Social Setting: The Influence of Social Norms, Trust in Government, and Perceived Fairness on Taxpayer Compliance. Advances in Accounting, 34, 17­26. https://doi.org/10.1016/j.adiac.2016.07.001

Kaplanoglou, G., & Rapanos, V. T. (2015). Why Do People Evade Taxes? New Ex­perimental Evidence from Greece. Journal of Behavioral and Experimen-tal Economics, 56, 21­32. https://doi.org/10.1016/j.socec.2015.02.005

Kastlunger, B., Lozza, E., Kirchler, E., & Schabmann, A. (2013). Powerful Au­thorities and Trusting Citizens: The Slippery Slope Framework and Tax Compliance in Italy. Journal of Econom-ic Psychology, 34, 36–45. https://doi.org/10.1016/j.joep.2012.11.007

Koessler, A. K., Torgler, B., Feld, L. P., & Frey, B. S. (2019). Commitment to Pay Taxes: Results from Field and Labora­tory Experiments. European Econom-

ic Review, 115, 78–98. https://doi.org/10.1016/j.euroecorev.2019.02.006

Kogler, C., Muehlbacher, S., & Kirchler, E. (2015). Testing the “Slippery Slope Framework” among Self­Employed Tax­payers. Economics of Governance, 16(2), 125-142. https://doi.org/10.1007/s10101­015­0158­9

Kumar, D. S., & Purani, K. (2018). Model Specification Issues in PLS-SEM: Illus­trating Linear and Non­Linear Models in Hospitality Services Context. Jour-nal of Hospitality and Tourism Tech-nology, 9(3), 338–353. https://doi.org/10.1108/JHTT­09­2017­0105

Mangoting, Y. (2018). Quo Vadis KepatuhanPajak? Jurnal Akuntansi Multiparadig-ma, 9(3). https://doi.org/10.18202/ja­mal.2018.04.9027

Mas’ud, A., Manaf, N. A. A., & Saad, N. (2014). Do Trust and Power Moderate Each Other in Relation to Tax Compli­ance? Procedia - Social and Behavior-al Sciences, 164, 49–54. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.11.049

McCannon, B. C. (2017). Who Pays Taxes?Liturgies and the Antidosis Procedure in Ancient Athens. Constitutional Polit-ical Economy, 28(4), 407­421. https://doi.org/10.1007/s10602­017­9249­7

Mittone, L., & Saredi, V. (2016). Commitment to Tax Compliance: Timing Effect on Willingness to Evade. Journal of Eco-nomic Psychology, 53, 99–117. https://doi.org/10.1016/j.joep.2016.01.001

Mohamad, A., Radzuan, N., & Hamid, Z. (2017). Tax Arrears Amongst Individ­ual Income Taxpayers in Malaysia. Journal of Financial Crime, 24(1), 17­34. https://doi.org/10.1108/JFC­10­2015­0055

Nkundabanyanga, S. K., Mvura, P., Nyamu­yonjo,D., Opiso, J., & Nakabuye, Z. (2017). Tax Compliance in a Develop­ing Country: Understanding Taxpayers’ Compliance Decision by Their Percep­tions. Journal of Economic Studies, 44(6), 931–957. https://doi.org/10.1108/JES­03­2016­0061

Nurunnabi, M. (2019). Tax Evasion and the Role of the State Actor(s) in Bangladesh. International Journal of Public Adminis-tration, 42(10), 823­839. https://doi.org/10.1080/01900692.2018.1520245

Omodero, C. O. (2019). Tax evasion and Its Consequences on an Emerging Econo­my: Nigeria as a Focus. Research in World

Mangoting, Christopher, Kriwangko, Adriyani, Interaksi Komitmen dalam Dinamika... 277

Economy, 10(3), 127­135. https://doi.org/10.5430/rwe.v10n3p127

Osipov, G. V., Glotov, V. I., & Karepova, S. G.(2018). Population in the Shadow Mar­ket: Petty Corruption and Unpaid Tax­es. Entrepreneurship and Sustainabil-ity Issues, 6(2), 692­710. https://doi.org/10.9770/jesi.2018.6.2(16)

Prastiwi, D., Narsa, I. M., & Tjaraka, H. (2019). Sintesis Sistem Akuntansi Per­pajakan. Jurnal Akuntansi Multipa-radigma, 10(2), 276­294. https://doi.org/10.18202/jamal.2019.08.10016

Prinz, A., Muehlbacher, S., & Kirchler, E. (2014). The Slippery Slope Frame­work on Tax Compliance: An Attempt to Formalization. Journal of Econo mic Psychology, 40, 20­34. https://doi.org/10.1016/j.joep.2013.04.004

Siglé, M., Goslinga, S., Speklé, R., Hel, L. V. D., & Veldhuizen, R. (2018). Corporate Tax Compliance: Is a Change Towards Trust­Based Tax Strategies Justi­fied? Journal of International Account-ing, Auditing and Taxation, 32, 3–16. https://doi.org/10.1016/j.intaccaud­tax.2018.06.003

Small, O., & Brown, L. (2020). Taxpayer Ser­vice Provision and Tax Compli­ance: Evidence for Large Taxpay­ers in Jamaica. Public Finance Re-view, 48(2), 250­277. https://doi.org/10.1177/1091142119881532

Solimun, Fernandes, A. A. R., & Nurjannah. (2017). Metode Statistika Multivariat Pemodelan Persamaan Struktural. UB Press.

Tonder, E. V. (2016). Trust and Commitmentas Mediators of the Relationship be­tween Quality Advice and Customer Loyalty. Journal of Applied Business Research, 32(1), 289–302. https://doi.org/10.19030/jabr.v32i1.9538

Tsikas, S. A. (2020). Enforce Taxes, but Cau­tiously: Societal Implications of the Slippery slope Framework. European Journal of Law and Economics, 50(1), 149­170. https://doi.org/10.1007/s10657­020­09660­8

Umar, M. A., Derashid, C., & Ibrahim, I. (2017). What is Wrong with the Fis­cal Social Contract of Taxation in De­

veloping Countries? A Dialogue with Self-Employed Business Owners in Ni-geria. SAGE Open, 7(4). https://doi.org/10.1177/2158244017745114

Usakli, A., & Kucukergin, K. G. (2018). Using Partial Least Squares Structural Equa­tion Modeling in Hospitality and Tour­ism: Do Researchers Follow Practical Guidelines? International Journal of Contemporary Hospitality Manage-ment, 30(11), 3462­3512. https://doi.org/10.1108/IJCHM­11­2017­0753

Varvarigos, D. (2017). Cultural Norms, the Persistence of tax Evasion, and Eco­nomic Growth. Economic Theory, 63(4), 961­995. https://doi.org/10.1007/s00199­016­0976­1

Wardani, D. K., & Susilowati, W. K. (2020). Urgensi Transparansi Informasi da­lam Perlawanan Pajak. Jurnal Akun-tansi Multiparadigma, 11(1), 127­137. https://doi.org/10.21776/ub.jamal.2020.11.1.08

Willera, R., Youngreen, R., Troyer, L., & Lovaglia, M. J. (2012). How Do the Powerful Attain Status? The Roots of Legitimate Power Inequalities. Mana-gerial and Decision Economics, 33(5–6), 355–367. https://doi.org/10.1002/mde.2554

Williams, C. C., & Krasniqi, B. (2017). Eva­luating the Individual­ and Coun­try­Level Variations in Tax Morale. Jour-nal of Economic Studies, 44(5), 816–832. https://doi.org/10.1108/jes­09­2016­0182

Xu, Y., & Xu, X. (2016). Taxation and State­Building: The Tax Reform under the Nationalist Government in China, 1928­1949. Accounting, Organizations and Society, 48, 17­30. https://doi.org/10.1016/j.aos.2015.10.008

Youde, S., & Lim, S. (2019). The Determi­nants of Medium Taxpayers’ Compli­ance Perspectives: Empirical Evidence from Siem Reap Province, Cambodia. International Journal of Public Adminis-tration, 42(14), 1222­1233. https://doi.org/10.1080/01900692.2019.1591447