insisi abdominal : teknik dan komplikasi
DESCRIPTION
Terjemahan dariABDOMINAL INCISIONS: TECHNIQUES AND POSTOPERATIVE COMPLICATIONSJ. W. A. Burger, M. van ‘t Riet, J. JeekelTRANSCRIPT
Insisi Abdominal :
Teknik dan Komplikasi Post OperatifJ.W.A. Burger, M. Van’t Riet, J.Jeekel
Scandinavian Journal of Surgery 91 : 315-321, 2002
Abstrak
Latar Belakang dan Tujuan : Pemilihan insisi pada laparotomi bergantung
pada area yang perlu dicapai, jenis bedah elektif atau emergensi serta kecenderungan
personal. Tipe insisi mempengaruhi komplikasi luka pasca bedah. Teknik insisi ikut
didiskusikan bersama insidensi komplikasi pasca bedahnya.
Metode : Penelitian dilakukan dengan identifikasi melalui percobaan
prospektif acak dan studi retrospektif dengan follow up yang adekuat,
membandingkan insisi midline, paramedian, transversal dan oblik.
Hasil : Tidak ditemukan perbedaan signifikan pada infeksi luka dan
kemungkinan dehisens luka. Insisi transversal, oblik dan paramedian menyebabkan
hernia insisional yang jauh lebih sedikit dibandingkan insisi midline. Namun
percobaan perbandingan insisi transversal dan midline pada laparotomi besar tidak
menunjukkan perbedaan signifikan. Empat percobaan perbandingan insisi
paramedian lateral dengan midline menunjukkan kemungkinan hernia 0% pada insisi
paramedial lateral. Perbedaannya dengan insisi midline signifikan.
Kesimpulan : Insisi transversal atau oblik lebih baik untuk operasi kecil yang
unilateral. Insisi paramedian harus digunakan pada pembedahan elektif laparotomi
mayor sedangkan insisi midline dibatasi pada operasi yang membutuhkan akses
sangat lebar pada abdomen.
Kata kunci : Insisi abdominal, Nyeri pasca bedah, Infeksi luka, Hernia insisional,
Dehisens luka
Introduksi
Pemilihan insisi pada laparotomi bergantung pada area yang perlu dicapai,
jenis pembedahan (elektif atau emergensi) serta kecenderungan personal operator
bedah. Hanya saja, tipe insisi mungkin dapat mempengaruhi komplikasi luka pasca
bedah. Dengan mempertimbangkan jumlah laparotomi yang dikerjakan (sekitar
4.000.000 di Amerika saja) konsekuensi dari pemilihan insisi mungkin dapat
menjadi penting.
Pada laporan ini, teknik dan ciri insisi abdominal vertikal, transversal dan
oblik akan didiskusikan bersama percobaan klinis dan analisis retrospektif hasil
evaluasi nyeri pasca bedah dan komplikasi pasca bedah seperti infeksi luka, dehisens
dan hernia insisional.
Gambar 1. Anatomi Dinding Abdomen : vaskularisasi dan inervasi
Anatomi dinding abdomen ventral
Otot oblikus eksternalis berasal dari iga ke 5 sampai 12 dan mengarah ke
medio-kaudal. Otot oblikus internalis berasal dari krista iliaka dan mengarah ke
medio proksimal. Arah serabut kedua otot tersebut jarang mengalami deviasi lebih
dari 30o dari horizontal. Otot transversal berasal dari bagian bawah iga ke enam, fasia
lumbodorsal dan krista iliaka. Serabutnya mengarah secara horizontal.
Aponeurosis dari ketiga otot tersebut membentuk selubung rektus yang kuat
yang menutup dinding otot abdomen keempat, rektus abdominis yang melekat pada
superior iga ke 5, 6, 7 dan inferiornya ke tulang pubis. Serabutnya mengarah vertikal
dan bersilangan dengan 3 atau 4 tendon. Selubung dari otot rektus abdominis
berkelanjutan dengan bagian kontralateralnya. Diantara kedua otot tersebut selubung
rektus bergabung untuk membentuk linea alba yang avaskular. Arah serabut pada
linea alba searah dengan aponeurosis otot oblikus dan transversal, medio-proksimal,
medio-caudal dan horizontal. Lebar linea alba sekitar 15-20 mm diatas umbilikus,
20-25 mm pada level umbilikus dan 0-5 mm dibawah umbilikus.
Suplai darah ke dinding perut didukung oleh 2 sistem. Pertama, arteri
epigastrium inferior dan superior yang membentuk anastomosis longitudinal yang
dikenal sebagai atap epigastrik dalam. Atap ini terletak diantara otot rektus
abdominis dan selubung posteriornya serta mensuplai otot melalui pembuluh
berforasi. Beberapa pembuluh bercabang melewati garis tengah untuk
memvaskularisasi media alba.
Kedua, suplai darah ke otot oblikus dan transversal di fasilitasi oleh arteri
segmental transversal yang berasal dari aorta dan terletak diantara otot oblikus
internal dan transversal. Inervasi dinding abdomen terdiri atas cabang ventral nervus
torakalis 5 – 12, iliohipogastrik dan ilioinguinal. Saraf ini mengarah melintang
sebanding dengan jalannya arteri segmental.
Gambar 2. Garis Insisi Abdomen
Insisi
Insisi Midline
Insisi midline mengisyaratkan insisi vertikal melalui kulit, lemak subkutan,
linea alba dan peritoneum. Sebagian besar serat melintasi linea alba pada arah medio
caudal dan medio proksimal dipotong melintang. Sayatan ini mudah untuk dilakukan
dan mengakibatkan kehilangan darah yang minimal karena sifat linea alba yang
avaskular. Sayatan dapat dibuat secara cepat, rata-rata 7 menit. Terlebih lagi, perut
terpapar sangat baik. Jika diperlukan, ekstensi dapat dengan mudah dibuat superior
atau inferior, menyediakan akses ke seluruh rongga perut termasuk retroperineum.
Keunggulan ini membuat insisi midline sesuai untuk bedah eksplorasi dan
emergensi.
Insisi Paramedian
Alternatif dari insisi midline. Dengan teknik ini, linea alba yang relatif
avaskular dihindari, sehingga dapat mencegah gangguan penyembuhan luka. Ada 2
variasi yang digunakan : insisi paramedian “medial” konvensional, dimana selubung
dan otot rektus di insisi didekat linea alba dan teknik paramedian lateral. Pada insisi
paramedian lateral, insisi dilakukan pada batas lateral selubung rektus. Muskulus
rektus dibebaskan dari selubung anterior dan ditarik kearah lateral. Retraksi lateral
mencegah diseksi atap dalam epigastrium. Akhirnya, selubung rektus posterior
(diatas linea arkuata) dan peritoneum dibuka dalam bidang yang sama dengan
selubung rektus. Teknik ini lebih rumit dibandingkan insisi secara midline sehingga
membutuhkan waktu lebih lama, rata-rata 13 menit dan banyak perdarahan. Pajanan
abdomen lebih baik dibagian sisi insisi dibandingkan sisi kontralateral.
Kemungkinan memperpanjang insisi ke superior dibatasi oleh kostae.
Insisi Transversal
Insisi transversal supraumbilikal memerikan pajanan terbaik terhadap
abdomen bagian atas. Namun, bila area operasi perlu diperluas, pemanjangan insisi
lebih sulit dibanding insisi midline dan ekstensi kadang tidak memberi hasil yang
diharapkan. Ketika insisi transversal dibuat secara penuh, serabut otot oblikus
terpisah dan terpotong sebagian, sedangkan otot transversal terpisah kearah
serabutnya. Serat otot rektus terpotong tegak lurus ke arah masing-masing. Atap
dalam epigastrik terbagi, namun karena suplai berasal dari bagian bawah dan atas,
hal ini bukanlah masalah. Kerusakan arteri segmental dan saraf hanya sedikit. Insisi
ini menyebabkan perdarahan lebih banyak daripada insisi midline dan membutuhkan
waktu rata-rata 13 menit. Insisi transversal yang kecil dapat dilakukan secara
unilateral, membutuhkan waktu lebih sedikit dan tidak merusak atap dalam
epigastrium.
Insisi transversal infraumbilikal di perut bawah dikenal sebagai insisi
Pfannenstiel, sering digunakan pada prosedur ginekologi dan obstetri. Kulit diinsisi
secara transversal, sering dengan cembung kebawah untuk menghindari diseksi
pembuluh darah dan saraf. Otot dinding abdomen sering dipotong searah dengan
insisi kulit, meski beberapa dokter bedah membuka rongga perut secara vertikal,
dengan kata lain mengkombinasikan teknik insisi transversal dan vertikal.
Insisi Oblikus
Insisi Kocher atau subkostal adalah insisi oblik yang mengikuti batas kostae
dan mengarah ke medio-proksimal. Insisi ini memberikan pajanan baik untuk
pembedahan bilier dan bariatrik, serta dapat diperpanjang secara bilateral bila perlu.
Banyak pembuluh darah segmental dan saraf yang terpotong bersama serabut otot
oblikus eksternal, transversal dan rektus abdominis.
Arah dari insisi McBurney atau Gridiron adalah medio-caudal, insisi ini
mengikuti arah serabut otot oblikus eksterna, pembuluh segmental dan saraf
sehingga kerusakan minimal. Insisi ini juga membagi 3 lapis otot abdomen sejajar
dengan arah seratnya. Waktu untuk melakukan insisi dan hilangnya darah sebanding
dengan insisi transversal.
Komplikasi Pasca Bedah
Nyeri Pasca Bedah
Percobaan secara acak oleh Armstrong, dkk dan Lip, dkk menunjukkan
reduksi nyeri pasca bedah yang signifikan pada pasien dengan insisi transversal
dibandingkan pasien dengan insisi midline (P < 0.001). Halasz melaporkan
pengurangan penggunaan analgetik pasca bedah secara signifikan setelah insisi
oblikus dibandingkan insisi paramedian (P < 0.001). Garcia Valdecasas melaporkan
berkurangnya penggunaan analgesia setelah insisi oblikus dibandingkan insisi
midline (P < 0.001).
Infeksi Luka
Infeksi mungkin merupakan faktor resiko penting dalam terjadinya hernia insisional
dan dehisens. 10 percobaan klinis secara acak dan 4 studi retrospektif bertujuan
untuk mencari hubungan antara infeksi dan teknik insisi. Tidak ada hasil yang
signifikan antara kejadian infeksi dengan tipe insisi.
Dehisens
Dari 9 percobaan acak, tidak didapatkan perbedaan signifikan antara kejadian
dehisens pada tipe insisi yang berbeda. Hanya Waldhausen, dkk yang melaporkan
insiden dehisens sebanyak 1.7% pada insisi midline dan 0.25% pada insisi
transversal pada studi retrospektif pediatrik (P < 0.001). Berdasarkan data-data yang
ada, insisi transversal sepertinya menyebabkan dehisens lebih sedikit dibandingkan
insisi midline dan paramedian, namun jumlahnya terlalu sedikit untuk menjadi
acuan.
Hernia Insisional
Hernia insisional muncul pada 2 - 19% setelah insisi abdominal berbagai tipe.
2 percobaan acak membandingkan insisi midline dan transversal. Greenall, dkk
menemukan tidak ada perbedaan bermakna, sedangkan Lip, dkk melaporkan
kejadian hernia insisional 14% pada insisi midline dan 1% pada insisi transversal (P
< 0.05). 2 dari 3 studi retrospektif menunjukkan hasil yang sama namun gagal untuk
mencapai hasil yang signifikan.
Perbandingan insisi midline dan oblikus dilakukan pada 2 studi. Pada
percobaan acak oleh Garcia Valdecasas, dkk tidak ditemukan perbedaan bermakna.
Sebuah studi retrospektif oleh Blomstedt, dkk melaporkan bahwa 14% hernia terjadi
pada insisi midline dan 4% pada insisi oblik (P < 0.01).
3 percobaan klinis prospektif acak membandingkan insisi paramedian lateral
dengan midline dan tidak menemukan adanya hernia insisional pada insisi
paramedian lateral. Perbandingan dengan midline signifikan pada ketiga percobaan
tersebut. Hasil rendahnya hernia insisional pada insisi paramedian lateral juga
dilaporkan oleh Donaldson, dkk pada percobaan retrospektif besar. Sebuah studi
acak dan sebuah studi retrospektif tidak mendapatkan perbedaan yang signifikan,
namun pada keduanya digunakan insisi paramedian “medial” konvensional. Teknik
lateral terbukti superior pada 2 percobaan acak.
Insisi paramedian dibandingkan dengan insisi transversal pada sebuah
percobaan acak dan dengan insisi oblik pada sebuah studi retrospektif. Tidak ada
studi yang melaporkan perbedaan statistik, namun yang digunakan adalah
paramedian konvensional, bukan paramedian lateral.
Diskusi
Insisi midline secara umum lebih disukai oleh para dokter bedah karena
mudah, cepat dan memberi pajanan yang sangat baik. Namun, seperti yang telah
dibahas pada laporan ini, insisi midline berhubungan dengan peningkatan nyeri pasca
bedah dibandingkan insisi transversal atau oblik. Kejadian hernia insisional pun lebih
tinggi pada insisi midline, dibandingkan paramedian lateral, oblik atau transversal.
Setelah laparotomi, insidensi hernia insisional berkisar antara 2 – 19%. Di
Belanda, negara dengan 16 juta penduduk, sekitar 125.000 laparotomi dikerjakan
setiap tahun, yang berarti munculnya 12.500 pasien dengan hernia insisional baru
setiap tahun. Hal ini berpengaruh secara individual dan sosial. Pasien menderita
nyeri, tidak nyaman dan pada kasus terburuk inkarserata yang dapat mematikan dan
membutuhkan pembedahan segera. Hilangnya produktivitas, dampak terhadap
kapasitas rumah sakit dan finansial perlu dipertimbangkan. Hasil dari herniorepair
mengecewakan dengan kekambuhan 43% setelah perbaikan dengan jahitan dan 24%
dengan MESH. Oleh karena itu, pencegahan hernia insisional diperlukan.
Ada penjelasan mengenai tingginya kejadian hernia insisional setelah
laparotomi dengan insisi midline. Pertama, kontraksi otot dinding abdomen menarik
luka ke arah lateral. Kedua, sifat avaskular pada insisi midline mengganggu
penyembuhan luka. Ketiga, serabut linea alba yang berlanjut dengan aponeurosis
otot dinding perut melewati garis tengah dengan arah transversal atau oblik. Artinya,
insisi vertikal memotong tegak lurus serabut-serabut tersebut.
Insisi transversal menjadi populer sejak awal abad ini. Teknik ini
dipopulerkan oleh Maylard, Pfannenstiel, Rees dan Thompson. Hal ini disebabkan
oleh berkurangnya komplikasi luka pasca bedah sesuai dengan sifat anatomi dan
fisiologi dari insisi, dibandingkan insisi vertikal. Ketika insisi transversal digunakan,
garis lipatan Langer mengikuti, begitu juga arah serabut otot onlik dan transversal,
saraf dan pembuluh darah segmental. Dengan demikian, diseksi pembuluh darah dan
saraf menjadi minimal. Hal ini dapat menjelaskan kurangnya nyeri pasca beda. Lebih
lanjut, kontraksi otot dinding abdomen (batuk, muntah) tidak meningkatkan tekanan
pada luka, karena tekanan sejajar dengan luka transversal. Tidak seperti luka insisi
midline, luka insisi transversal juga terjadi pada jaringan yang kaya akan pembuluh
sehingga menguntungkan pada saat penyembuhan luka.
Hasil dari percobaan yang membandingkan insisi midline dengan transversal
harus diteliti secara hati-hati. Pada percobaan acak diatas, perbedaan signifikan
diperoleh dari insisi transversal secara unilateral. Tidak ada perbedaan bermakna
ditemukan dari perbandingan antara insisi transversal bilateral dengan insisi midline.
Karena itu, insisi transversal sepertinya hanya menguntungkan bila area operasi
terbatas hanya pada satu kuadran abdomen. Bila pajanan penuh kavum abdomen
diperlukan, keuntungan insisi transversal dibandingkan insisi midline tidak terbukti
sedangkan pajanan insisi transversal lebih terbatas dibandingkan insisi midline.
Pada insisi oblikus, hanya kolesistektomi terbuka yang diteliti pada studi.
Insisi mengarah pada medio-proksimal yang memotong banyak saraf, pembuluh
darah segmental, dan serabut otot secara tegak lurus. Denervasi dinding abdomen
sebagian dihubungkan dengan kelemahan dan menurunnya sensorik permanen.
Meskipun diseksi saraf ekstensif, nyeri pasca bedah insisi oblik lebih ringan
dibandingkan insisi midline. Insidensi hernia insisional mungkin lebih sedikit
daripada insisi midline, meskipun belum terbukti pada percobaan klinis acak.
Insisi paramedian memiliki kombinasi keunggulan dari insisi midline, seperti
baiknya pajanan dan kemungkinan untuk memperluas lapang operasi serta luka yang
bervaskularisasi baik. Ketika otot rektus ditarik ke lateral, resiko diseksi pembuluh
darah menjadi minimal dan sebagian besar otot rektus intak. Namun teknik ini lebih
sulit, membutuhkan waktu lebih lama sehingga relatif menimbulkan lebih banyak
perdarahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa karakter insisi paramedian adalah reduksi
signifikan insidensi hernia insisional yang berkisar antara 0-1%. Selain dari luka
dengan vaskularisasi baik, imobilisasi luka oleh otot rektus melalui mekanisme
shutter menjelaskan rendahnya insidensi terjadinya hernia insisional oleh insisi
paramedian lateral. Otot rektus yang intak dan terletak medial terhadap luka
mengakibatkan kontraksi otot dinding abdomen mendekatkan sisi luka daripada
menjauhkannya. Hipotesis ini menjelaskan mengapa insisi paramedian konvensional
kurang diminati.
Kesimpulan
Meskipun insisi midline cepat dan mudah, penggunaannya harus
mempertimbangkan tingginya insidensi hernia insisional. Reduksi signifikan
insidensi hernia insisional dapat diperoleh dari insisi paramedian lateral atau insisi
transversal unilateral. Meskipun kedua teknik tersebut membutuhkan waktu lebih
lama, insisi transversal unilateral sebaiknya digunakan pada operasi kecil sedangkan
insisi paramedian lateral digunakan dalam bedah elektif laparotomi. Penggunaan
insisi midline harus dibatasi pada pembedahan emergensi dan bedah eksplorasi yang
membutuhkan pajanan terhadap seluruh kavum abdomen.