inseminasi buatan

38
BAB I PENDAHULUAN Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, fertilitas adalah fungsi satu pasangan yang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup. Sedangkan infertilitas menyatakan kesuburan yang berkurang. Disebut infertilitas primer bila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Disebut infertilitas sekunder bila istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. 1 Infertilitas hingga saat ini masih menjadi masalah di tengah masyarakat. Paling tidak diperkirakan 10% dari pasangan mengalami kesulitan untuk mendapatkan keturunan. Pada pasangan usia muda umumnya probabilitas untuk terjadinya konsepsi dalam suatu siklus reproduksi adalah berkisar antara 20-25%. Umumnya 90% pasangan usia muda akan mengalami kehamilan pada satu tahun pertama setelah melakukan hubungan seksual yang teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Oleh karena itu, umumnya penanganan fertilitas dilakukan setelah 1 tahun meski ada pendapat yang menyatakan bahwa penanganan tersebut harus dilakukan lebih dini pada pasangan-pasangan yang perempuannya berusia lebih dari 35 tahun. Referat Inseminasi Buatan Halaman 1

Upload: funiculuzzz

Post on 03-Jan-2016

321 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

infertilitas, ART

TRANSCRIPT

Page 1: inseminasi buatan

BAB I

PENDAHULUAN

Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh

suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, fertilitas adalah fungsi satu pasangan yang sanggup

menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup. Sedangkan infertilitas menyatakan kesuburan

yang berkurang. Disebut infertilitas primer bila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama

dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Disebut infertilitas sekunder bila

istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan

dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.1

Infertilitas hingga saat ini masih menjadi masalah di tengah masyarakat. Paling tidak

diperkirakan 10% dari pasangan mengalami kesulitan untuk mendapatkan keturunan. Pada

pasangan usia muda umumnya probabilitas untuk terjadinya konsepsi dalam suatu siklus

reproduksi adalah berkisar antara 20-25%. Umumnya 90% pasangan usia muda akan mengalami

kehamilan pada satu tahun pertama setelah melakukan hubungan seksual yang teratur tanpa

menggunakan alat kontrasepsi. Oleh karena itu, umumnya penanganan fertilitas dilakukan

setelah 1 tahun meski ada pendapat yang menyatakan bahwa penanganan tersebut harus

dilakukan lebih dini pada pasangan-pasangan yang perempuannya berusia lebih dari 35 tahun.

Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi 4 kategori, yaitu infertilitas yang diakibatkan oleh

faktor perempuan, faktor laki-laki, kombinasi antara faktor laki-laki dan yang diakibatkan oleh

faktor yang tidak diketahui. Kategori utama penyebab infertilitas pada perempuan adalah akibat

gangguan ovulasi (25%), kerusakan tuba (15%), dan endometriosis (10%). Sementara masalah

pada pria dapat mengakibatkan infertilitas pada 25% kasus. Hal ini disebabkan oleh sejumlah

kelainan yang masih belum dapat diprediksi dengan menggunakan peralatan yang tersedia

sekarang.2

Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan infertil memperoleh

anak yang diinginkannya. Berkat kemajuan teknologi kedokteran, beberapa pasangan telah

dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan inseminasi buatan donor, “bayi tabung”, atau

membesarkan janin di rahim wanita lain.1

Referat Inseminasi Buatan Halaman 1

Page 2: inseminasi buatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Inseminasi Buatan

Di dalam cerita-cerita kuno dan mitos lama didengar adanya kemungkinan terjadinya

kehamilan di luar cara persetubuhan. Penghamilan di luar proses persetubuhan sudah sejak

lama dikenal. Orang-orang Arab antara lain sudah mengenal cara inseminasi buatan yang

dilakukan kepada kuda sejak abad ke-14.

Teknik konsepsi yang dibantu merupakan fasilitasi dari konsepsi alamiah yang

melibatkan teknologi. Teknik ini sebenarnya telah dilakukan sejak beberapa ratus tahun

yang lalu. Diperkirakan yang pertama sekali melakukannya adalah seorang ahli bedah

London yang terkenal, John Hunter pada tahun 1785. Beliau melakukan pengobatan

terhadap pasangan suami isteri infertil, dimana suaminya menderita hipospadia. Beliau pun

melakukan inseminasi buatan dengan memasukkan sperma penderita ke dalam vagina

isterinya dan ternyata isterinya hamil dan akhirnya melahirkan.3

Pada tahun 1866, seorang ahli ginekologi di kota New York, Sims melaporkan kasus

pertama yang berhasil, dimana sperma dimasukkan langsung ke dalam kavum uteri. Beliau

menyimpulkan bahwa kondisi sperma suami yang gagal berpenetrasi melalui lendir serviks

merupakan indikasi yang baik untuk teknik ini. Sayangnya, kehamilan ini gagal pada bulan

keempat setelah gestasi.4

Rendahnya angka keberhasilan inseminasi intra uteri (IIU) terjadi bersamaan dengan

timbulnya beberapa komplikasi, seperti kram pada rahim yang ringan sampai berat ataupun

resiko penyakit inflamasi pelvis, sehingga hal ini mengarahkan kepada suatu kesimpulan

bahwa IIU tidak boleh dilakukan kecuali jika tekniknya telah lebih dikembangkan. Minat

terhadap IIU meningkat pada dekade terakhir seiring dengan penemuan teknologi fertilisasi

in-vitro, dimana banyak modifikasi teknologi yang ditawarkan pada fertilisasi in-vitro juga

dapat diterapkan pada IIU, seperti metodologi seleksi dan persiapan sperma, stimulasi

hormonal pada ovarium, penentuan waktu pelaksanaan inseminasi, dan metode transfer

sperma.4

Referat Inseminasi Buatan Halaman 2

Page 3: inseminasi buatan

Pada akhir tahun 1980-an, terdapat penemuan baru dalam hal prosedur persiapan

sperma. Sampai akhirnya metode yang paling banyak digunakan dalam hal persiapan sperma

adalah mencuci sperma dengan maksud untuk menghilangkan plasma seminal yang

mengandung faktor penghambat fertilisasi, prostaglandin, dan mikroba yang dapat

menghambat fertilisasi, mengakibatkan kram pada rahim, dan resiko infeksi.4

Saat ini, IIU telah menjadi teknik yang dipergunakan secara luas untuk terapi

infertilitas pada pasien dengan faktor servikal dan / atau fertilitas idiopatik, endometriosis

minimal hingga ringan, gangguan ovulasi, kondisi salah satu tuba yang patologi, infertilitas

pria yang ringan. Oleh karena resiko terhadap timbulnya gangguan kesehatan yang rendah,

pelaksanaan yang lebih mudah, biaya yang rendah, dan angka keberhasilan yang relatif

tinggi, IIU umumnya ditawarkan lebih dulu sebelum prosedur IVF yang memakan banyak

biaya.4

Definisi dan Jenis-jenis Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan adalah teknik bantuan reproduksi dengan cara memasukan secara

langsung spermatozoa yang bergerak ke dalam saluran reproduksi wanita pada waktu yang

tepat dari siklus menstruasi pasien, dimana sebelumnya telah dilakukan persiapan terhadap

sperma.3

Dilihat dari asal sperma yang dipakai, inseminasi buatan dapat dibagi dua, yaitu :

1. Inseminasi buatan dengan sperma sendiri (sperma suami) atau AIH (artificial

insemination husband)

2. Inseminasi buatan dengan donor sperma (bukan sperma suami) atau AID (artificial

insemination donor)5

Dilihat dari tempat peletakkan sperma, inseminasi buatan terdiri dari :

1. Inseminasi intravaginal (Intravaginal Insemination) : sperma disebarkan ke dalam liang

vagina.5

2. Inseminasi intraservikal (Intracervical Insemination/ICI) : sperma dimasukkan melalui

mulut luar rahim dan ditempatkan di saluran leher rahim (kanal serviks). Inseminasi

Referat Inseminasi Buatan Halaman 3

Page 4: inseminasi buatan

intraservikal merupakan jenis inseminasi buatan yang paling sering digunakan terutama

pada AID. Prosedur penggunaan ICI relatif cepat dan tidak menyakitkan.5

3. Inseminasi intra uteri/IIU (Intrauterine Insemination/IUI) : sperma dimasukkan melalui

mulut luar rahim dan di tempatkan jauh ke dalam, sehingga berada di dalam cavum uteri

dekat dengan ostium tuba internum. Inseminasi intrauterin merupakan jenis inseminasi

buatan yang paling sering digunakan pada AIH. Sperma suami langsung dimasukan ke

dalam tuba falopii, sehingga bila sperma tersebut bertemu dengan ovum, kemungkinan

akan terjadi fertilisasinya sangat tinggi. Prosedur IIU sangat efektif digunakan oleh

pasangan infertil yang tidak mengenal jelas penyebab dari masalah infertil tersebut,

misalnya pada pria yang mengalami defisiensi sperma atau pada wanita yang

mempunyai masalah pada produksi mukus serviks.5

Gambar 1. Inseminasi Intrauterin dan Inseminasi Intraperitoneal

Referat Inseminasi Buatan Halaman 4

Page 5: inseminasi buatan

4. Inseminasi intraperitoneal (Intraperitoneal Insemination) : sperma diinjeksi ke bagian

atas vagina ke dalam rongga peritoneal di sebelah pintu masuk saluran telur dengan

menggunakan jarum khusus. Inseminasi ini dilakukan guiding dengan USG. Inseminasi

intraperitoneal bukan merupakan teknik inseminasi yang umunya digunakan. Prosedur

lebih invasive dan tidak ada bukti kuat yang menyatakan bahwa keberhasilannya lebih

tinggi dibandingkan dengan inseminasi intrauterin.5

Teknik yang paling sering digunakan adalah inseminasi intrauterin dan inseminasi

intravaginal.5

Evaluasi Pasangan dengan Infertilitas

Reproduksi yang berhasil memerlukan struktur yang baik dan fungsi seluruh sumbu

reproduksi, termasuk hipotalamus, hipofisis, ovarium, tuba falopii, uterus, serviks dan

vagina. Untuk menilai aksis, evaluasi infertilitas terdiri dari delapan elemen utama, yaitu

anamnesis dan pemeriksaan fisik, analisis semen (air mani), interaksi sperma dan mukus

serviks (postcoital testing), penilaian cadangan ovarium, uji terjadinya ovulasi, evaluasi

patensi tuba, deteksi abnormalitas uterus dan masalah peritoneum.1,6

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Penilaian awal dimulai dengan mendapatkan riwayat yang lengkap dari kedua pasangan

dan melakukan pemeriksaan fisik. Riwayat seksual harus mencakup frekuensi dan waktu

hubungan seksual, serta informasi mengenai menstruasi, impotensi, dyspareunia,

penggunaan lubrikan, dan penyakit seksual menular. Sebagai tambahan, faktor

modifikasi gaya hidup yang berpotensi mengurangi fekundabilitas harus diselidiki, yaitu

merokok, konsumsi alcohol dan kafein, indeks massa tubuh, kebiasaan olahraga dan

stress.6

b. Eksklusi Infertilitas Faktor Pria

Landasan evaluasi infertilitas faktor pria adalah analisis semen (air mani). Sampel air

mani harus dikumpulkan setelah periode puasa berhubungan sekurang-kurangnya 48 jam

dan terbaik dievaluasi dalam 1 jam setelah ejakulasi. Sampel diperoleh baik melalui

Referat Inseminasi Buatan Halaman 5

Page 6: inseminasi buatan

hubungan seksual dengan kondom silicon, karena kondom lateks bersifat spermisidal,

atau melalui masturbasi. Parameter normal menurut WHO adalah volume ejakulasi

berkisar antara 1,5 hingga 5,0 ml, pH air mani lebih dari 7,2, konsentrasi sperma diattas

20 juta per milliliter, lebih dari 50% yang bergerak, dan lebih dari 30% memiliki

morfologi yang normal. Selain itu, sampel dinilai untuk persentase motilitas, aglutinasi

sperma dan viskositas. Jika terdapat abnormalitas, pasien harus dirujuk ke urolog yang

ahli dalam bidang infertilitas untuk dievaluasi penyebab reversibel dari infertilitas faktor

pria.1,6

c. Eksklusi dari Infertilitas Faktor Serviks

Uji pasca senggama (Postcoital test/PCT) atau uji Huhner memungkinkan analisis

langsung interaksi antara sperma dan mucus serviks dan memberikan perkiraan kasar

mengenai kualitas sperma. Uji ini dilakukan antara hari ke-12 dan 14 dari siklus

menstruasi 28-30 hari (setelah puasa berhubungan sekurang-kurangnya 48 jam) ketika

sekresi estrogen maksimum terjadi. Mukus diperiksa dalam waktu 2 hingga 8 jam.

Karena interpretasi PCT bersifat subjektif, validitas tes ini bersifat kontroversial,

meskipun telah lama digunakan. Namun, penemuan 5 hingga 10 spermatozoa yang

pergerakannya progresif per lapang daya tinggi dan mukus jernih aseluler dengan

spinnbarkeit (derajat bentangan mucus antara dua slide) 8 cm umumnya

mengeksklusikan faktor serviks. Penyebab utama dari PCT yang abnormal adalah waktu

pemeriksaan yang tidak tepat. Penyebab lain adalah stenosis servikal, kanal hipoplastik

endoserviks, disfungsi koital, dan faktor pria. Sampel juga dapat dinilai untuk pH,

selularitas mukus, sel darah putih dan ferning. Penggumpalan dan flagelasi sperma tanpa

progres sering diduga sebagai antibodi antisperma.1,6

d. Eksklusi dari Infertilitas Faktor Ovulasi

Untuk menyingkirkan disfungsi ovulasi. Ada tidaknya ovulasi harus dikonfirmasi. Selain

itu, cadangan ovulasi harus dinilai untuk menyingkirkan deplesi oosit atau penuaan, dan

kegagalan ovarium prematur.6

1. Konfirmasi ovulasi

Suhu basal tubuh

Referat Inseminasi Buatan Halaman 6

Page 7: inseminasi buatan

Grafik suhu basal tubuh merupakan cara sederhana untuk menetukan

terjadinya ovulasi. Suhu wanita diukur setiap hari dengan thermometer

saat bangun tidur, sebelum beraktivitas, dan dicatat dalam grafik. Setelah

ovulasi, peningkatan progesteron akan meningkatkan suhu basal kira-kira

0,4 F (0,22oC) melalui efek termogenik hipotalamus. Karena peningkatan

progesterone dapat terjadi kapan saja dalam 2 hari sebelum ovulasi atau 1

hari setelah ovulasi, eveluasi suhu tidak memprediksikan secara pasti

kapan ovulasi terjadi tetapi menunjukkan konfirmasi retrospektif kejadian

tersebut. 6

Fase midluteal progesteron

Tingkat fase midluteal progesterone merupakan uji lain untuk menilai

ovulasi. Konsentrasi lebih besar dari 3,0 ng/ml dalam darah yang diambil

antara hari ke-19 dan 23 konsisten dengan ovulasi, dimana konsentrasi

lebih dari 10 ng/ml memiliki implikasi dukungan luteal yang memadai.6

Pemantauan sehari-hari LH urin

Pemantauan sehari-hari LH urin telah secara luas tersedia. Ambang

konsentrasi 40 mIU/ml, uji positif LH urin menunjukkan korelasi yang

baik dengan lonjakkan serum LH yang mencetuskan ovulasi.6

.

2. Penilaian cadangan ovarium

Deplesi cadangan ovarium berdampak negatif terhadap fekundabilitas pada

kuantitas dan kualitas oosit yang tersisa. Tes berikut membantu mengidentifikasi

deplesi cadangan ovarium dan kemungkinan respon terhadap hiperstimulasi

ovarium terkontrol selama reproduksi berbantu :

Hari ke-3 konsentrasi FSH dengan kadar dibawah 10 hingga 15 mIU/ml

menunjukkan cadangan ovarium yang memadai. Cut off yang tepat

tergantung pada standar acuan laboratorium tertentu.

Clomiphene citrate challenge test (CCCT): penambahan klomifen sitrat

100 mg per oral saat siklus menstruasi hari ke-5 hingga ke-9 dengan

Referat Inseminasi Buatan Halaman 7

Page 8: inseminasi buatan

penilaian FSH pada hari ke-3 dan ke-10. Respon FSH yang berlebihan

menandakan konsepsi spontan atau konsepsi dengan bantuan yang buruk.

Gambaran jumlah folikel antral dengan USG.6

e. Eksklusi faktor struktural

1. Histerosalpingogram (HSG) menilai uterus, kontur tuba falopii dan patensi tuba dan

dilakukan pada fase folikular awal, dari waktu 1 minggu dari berhentinya

menstruasi. Waktu ini meminimalisasi kemungkinan dari gangguan kehamilan.

Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan pewarnaan radioopal ke dalam

serviks. Setelah cairan disuntikkan, cairan melewati kavum uteri masuk ke dalam

tuba falopii dan kavum peritoneum. Foto x-ray diambil dibawah fluoroskopi untuk

mendemonstrasikan adanya patensi atau obstruksi tuba. Obat NSAID dapat

diberikan untuk mencegah kram. Antibiotik profilaksis (doksisiklin 100 mg per

oral dua kali sehari) disarankan jika pasien memiliki riwayat pelvic inflammatory

disease atau jika terindentifikasi hidrosalping selama penilaian tersebut.6

2. Laparoskopi diagnostik menilai faktor peritoneum dan tuba, seperti endometriosis

dan adhesi pelvis, dan dapat menyediakan akses untuk pembedahan korektif secara

simultan. Laparoskopi harus dijadwalkan pada fase folikular dan merupakan

langkah terakhir dan paling invasive pada evaluasi pasien, kecuali HSG

mengangkat kecurigaan lain. Temuan HSG berkorelasi dengan temuan laparoskopi

60-70% . Cairan (biasanya larutan encer indigo carmine) harus ditanamkan ke tuba

falopii (kromopertubasi) selama laparoskopi untuk dokumentasivisual patensi tuba.

Histeroskopi dapat juga dimasukkan untuk memastikan bahwa tidak ada kelainan

intrauterin yang terlewat dari pemeriksaan HSG.6

f. Biopsi endometrium dan defek fase luteal

Gambaran endometrium merupakan bayangan cermin dari pengaruh hormone-hormon

ovarium. Kapan biopsi dilakukan, tergantung dari keterangan yang ingin diperoleh.

Apabila ingin memperoleh keterangan tentang pengaruh estrogen atau yang lain yang

bukan hormonal, maka biopsy dilakukan pada hari ke-14. Apabila yang ingin diketahui

Referat Inseminasi Buatan Halaman 8

Page 9: inseminasi buatan

adalah peradangan menahun (tuberkulosis), ovulasi atau neoplasia, maka biopsinya

dilakukan setelah ovulasi. Pada umumnya waktu yang terbaik untuk melakukan biopsi

adalah 5-6 hari setelah ovulasi, yaitu sesaat sebelum terjadinya implantasi blastosis pada

permukaan endometrium. Biopsi yang dilakukan sebelum hari ke-7 setelah ovulasi itu

akan mengurangi kemungkinan terganggunya kehamilan yang sedang terjadi. Biopsi

yang dilakukan dalam 12 jam setelah haid masih dapat menilai endometrium yang

bersekresi, dan granuloma tuberkulosis akan tampak lebih jelas.

Penelitian menunjukkan adanya hubungan tepat antara perubahan endometrium

yang terjadi dengan penanggalan yang dihitung mulai dari ovulasi. Pengetahuan ini

sangat penting untuk mendiagnosa defek fase luteal. Defek fase luteal berarti korpus

luteum tidak menghasilkan cukup progesterone. Diagnosisnya ditegakkan dengan kurva

suhu basal, sitologi vagina hormonal, biopsi endometrium, dan pemeriksaan progesteron

plasma. Jika kurva suhu basal memperlihatkan peningkatan suhu yang hanya dapat

dipertahankan kurang dari 10 hari, diagnosis defek fase luteal dapat ditegakkan. Siklus

haid dengan defek fase luteal tidak selalu berulang.1

Gambar 2. Grafik suhu basal tubuh

Referat Inseminasi Buatan Halaman 9

Page 10: inseminasi buatan

Jika dapat dikoordinasikan dengan baik, evaluasi dapat selesai dalam satu siklus

menstruasi. Setelah menyelesaikan tahap-tahap tersebut, dan tidak ada abnormalitas atau

penyebab infertilitas yang dapat diidentifikasi, maka kelompok dikategorikan sebagai

infertilitas yang tak dapat dijelaskan (unexplained infertility).6

Gambar 3. Tabel diferensial diagnosis infertilitas dengan pemeriksaan terkait

Gambar 4. Bagan evaluasi infertilitas

Referat Inseminasi Buatan Halaman 10

Page 11: inseminasi buatan

Inseminasi Intravaginal

Teknik ini sangat jarang dilakukan, tetapi masih memiliki tempat pada pasangan dimana

pasangan wanita mengalami proses ovulasi secara regular atau teratur. Pasangan pria tidak

mampu ejakulasi ke dalam vagina istri, tetapi dapat ejakulasi dengan cara lain, seperti

masturbasi atau dengan vibrator penis dan kualitas sperma baik.5

Waktu yang tepat melakukan inseminasi penting. Inseminasi harus diatur untuk

dilakukan sekitar ovulasi. Prediktor ovulasi seperti lonjakan LH urin lebih akurat disbanding

pengukuran suhu basal tubuh atau evaluasi mukus serviks. Inseminasi dilakukan sekitar 24

jam setelah lonjakan.5

Prosedur inseminasi intravaginal dimulai dari pasangan pria mengumpulkan air mani ke

dalam wadah steril, kemudian menarik seluruh spesimen ke dalam spuit steril. Setelah itu

pasangan wanita menaruh air mani ke dalam liang vagina menggunakan spuit steril tersebut

dan dilakukan ‘self insemination’. Tindakan harus dilakukan dengan hati-hati untuk tidak

menyuntikkan udara ke dalam vagina. Keuntungan terbesar dari prosedur ini adalah

kenyamanan dan privasi yang dapat dilakukan di rumah. Tingkat keberhasilan 5-10% setiap

siklus.5

Inseminasi Intraservikal

Inseminasi intraservikal direkomendasikan jika pasangan wanita tidak mengalami ovulasi

yang teratur dan perlu mengkonsumsi obat penyubur. Pemantauan siklus melalui USG dan

cek hormonal penting untuk mengetahui perkembangan folikel dan ketebalan rahim

(endometrium). Sperma harus dalam jumlah dan kualitas yang baik tidak ada masalah dalam

mukus serviks. Biasanya teknik ini dilakukan pada pasangan yang tidak mampu mengikuti

terapi inseminasi intrauterin dari segi biaya.5

Ketika ukuran ovarium (saat folikel sedang matang) 18 mm atau lebih dan endometrium

berkembang baik, hCG disuntikkan, kemudian 36-44 jam kemudian dilakukan inseminasi.5

Referat Inseminasi Buatan Halaman 11

Page 12: inseminasi buatan

Gambar 5. USG ovarium

Inseminasi intraservikal merupakan prosedur yang relatif sederhana dan hanya

memerlukan waktu sekitar 5 menit. Pasien berbaring di meja ginekologi, dokter memasukan

spekulum ke dalam vagina, sampel air mani kemudian ditempatkan ke dalam serviks melalui

kateter plastik. Kadang spons atau penutup ditaruh di dalam vagina sebelum menarik spekulum

untuk menjaga agar sperma dekat serviks dan dapat keluar sekitar 6 jam kemudian.5

Inseminasi Intra Uteri (IIU)

Indikasi dan Kontra Indikasi Inseminasi Intra Uteri

Indikasi untuk IIU adalah sebagai berikut :

INDIKASI JUMLAH PASIEN (%) SIKLUS FEKUNDITASFaktor pria 32 (11,7) 7Anovulasi 73 (26,6) 13

Endometriosis 55 (20,1) 12Unexplained 97 (35,4) 10Faktor tuba 16 (6,2) 9

Tabel 1. Indikasi IIU7

Faktor pria bila terdapat ketidakmampuan ejakulasi intravagina, seperti pada hipospadia,

impotensi, retrograd ejakulasi, penyakit keganasan suami, atau faktor abnormalitas sperma,

seperti oligospermia, asthenospermia, teratospermia. Indikasi yang lain adalah antisperm

antibody, istri dengan HIV negatif dan sementara suami HIV positif.7

Referat Inseminasi Buatan Halaman 12

Page 13: inseminasi buatan

Yang dimaksud dengan kontraindikasi adalah keadaan yang tidak dianjurkan untuk

dilakukan IUI karena angka keberhasilannya rendah. Berikut ini adalah berbagai

kontraindikasi :

- Tuba nonpaten atau patologi tuba lainnya

- Infeksi traktus genitalia pada salah satu pasangan

- Parameter semen abnormal berat

- Kelainan genetik pada suami

- Perdarahan traktus genitalis tidak terjelaskan

- Massa di pelvis

- Wanita usia tua

- Etiologi infertilitas multipel bersamaan

- Pembedahan panggul

- Kontraindikasi hamil

- Penyakit berat pada satu atau kedua pasangan

- Dalam terapi kemoterapi atau radioterapi

- Kegagalan berulang inseminasi7

Beberapa penelitian menunjukkan hasil terbaik IIU diperoleh pada kasus “unexplained”, ovulasi

abnormal, faktor mukus serviks yang tidak berhubungan dengan antibodi sperma. Sedangkan

hasil terburuk diperoleh pada kasus-kasus faktor pria sedang – berat dan endometriosis.7

Persiapan dan Prosedur Inseminasi Intra Uteri

Prosedur IIU dapat dilaksanakan dengan stimulasi (stimulated cycle) maupun tanpa stimulasi

(natural cycle) tergantung dari umur dan faktor penyebab infertilitas. IIU tanpa stimulasi

dapat dilakukan pada usia muda dan pada pasangan infertilitas yang disebabkan karena

faktor sperma.8

IIU dengan siklus natural / tanpa stimulasi

IIU dengan siklus natural sebaiknya dilakukan pada wanita dengan siklus haid teratur,

sehingga penentuan masa ovulasi lebih mudah. Pemantauan masa ovulasi dilakukan dengan

pemeriksaan LH urine atau menggunakan USG atau kombinasi keduanya.8

Referat Inseminasi Buatan Halaman 13

Page 14: inseminasi buatan

IIU dengan siklus stimulasi

Rasionalisasi dari penggunaan stimulasi ovarium pada IIU ada 2 hal, yaitu meningkatkan

jumlah oosit yang tersedia untuk IIU dan meningkatkan produksi hormon steroid yang

berguna untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya fertilisasi dan implantasi.8

Obat-obatan yang digunakan untuk stimulasi ovarium dapat diberikan dalam bentuk oral,

yaitu klomifen sitrat dan aromatase inhibitor, dapat pula secara injeksi, misalnya

gonadotropin, dalam bentuk human Menopausal (hMG), Follicle Stimulating Hormone-

urine (u-FSH) atau FSH-rekombinan (r-FSH). Tujuan stimulasi ovarium pada IIU adalah

mendapatkan 2 sampai 4 folikel dengan diameter 17-18 mm, kadar estradiol 150-250 pg/ml

per folikel, dan tebal endometrium 9 mm dengan gambaran trilaminar.2,7,8

Stimulasi ovarium dengan Klomifen Sitrat

Klomifen sitrat dengan dosis 50-100 mg diberikan selama 5 hari mulai hari ke-3 sampai ke

7. Pasien diinstruksikan mulai melakukan pemeriksaan LH urine secara serial mulai hari ke

11-12. Bila hasilnya positif, prosedur IIU dilaksanakan esok harinya.1,7,8

Stimulasi ovarium dengan injeksi FSH

Penentuan dosis awal FSH tergantung beberapa hal, antara lain usia wanita dan respon

ovarium sebelumnya. Secara umum, untuk stimulasi ovarium siklus pertama dibutuhkan

dosis awal FSH 75-150 IU. Dengan bertambahnya usia, terutama pada usia lebih dari 40

tahun yang diasumsikan telah terjadi penurunan cadangan ovarium, dosis awal sebaiknya

dinaikkan menjadi 225-300 IU.7,8

Stimulasi dengan kombinasi klomifen sitrat dan injeksi FSH

Pemberian klomifen sitrat akan mengaktifkan GnRH di hipotalamus sehingga menstimuli

keluarnya hormon gonadotropin yang akan mempromosi pertumbuhan dan perkembangan

folikel. Kombinasi pemberian FSH setelah pemberian klomifen sitrat akan langsung

melanjutkan pertumbuhan folikel. Klomifen sitrat diberikan dengan dosis 50-100 mg mulai

hari ke 2 selama 5 hari. Pada hari ke 8 dilakukan pemantauan dengan USG jika diameter

folikel > 12 mm lakukan USG serial sampai diameter folikel 17 – 18 mm dan tebal

endometrium ≥ 9 mm. jika diameter folikel < 12 mm berikan injeksi FSH 75 IU / hari

Referat Inseminasi Buatan Halaman 14

Page 15: inseminasi buatan

selama 2 hari, USG ulang.2,11 Pada pemantauan USG pada hari ke 10 bila didapatkan

folikel dengan diameter < 15 mm, naikkan dosis injeksi FSH menjadi 150 IU / hari selama 2

hari, kemudian di USG ulang. Jika diameter folikel telah mencapai > 15 mm, injeksi FSH

dengan dosis tetap 75 IU / hari dilanjutkan. HCG diberikan bila diameter folikel 17 – 18 mm

dan tebal endometrium ≥ 9 mm. IIU dilakukan 36 jam setelah HCG.7,8

Preparasi Sperma

Semen harus diambil dengan cara masturbasi minimal 36 jam sesudah abstinensi dan harus

sampai laboratorium andrologi dalam waktu 30 menit setelah dikeluarkan. Semen

ditampung pada tabung plastik khusus steril yang disediakan lab andrologi. Semen sudah

harus diterima lab andrologi 2 jam sebelum inseminasi.7

Waktu melakukan inseminasi intra uterin

Tujuan menentukan waktu inseminasi adalah memadukan saat ovulasi dengan penempatan

sperma dalam kavum uteri. Ovulasi biasanya terjadi 38-42 jam sesudah awal terjadinya

lonjakan LH atau penyuntikan HCG, dengan kemungkinan sebagai berikut :

• Tidak ada lonjakan LH, berikan injeksi HCG 5000 IU/IM, jadwalkan inseminasi 34-36

jam pasca penyuntikan

• Ada lonjakan LH, tetapi progesterone belum meningkat, berikan injeksi HCG 5000

IU/IM dan jadwalkan inseminasi 28-32 pasca penyuntikan HCG

• Terjadi lonjakan LH, dan progesterone mulai meningkat, injeksi HCG boleh diberikan

boleh tidak. Jadwalkan inseminasi 24-26 jam sesudah pemeriksaan darah

• Jika hormon LH dan estrogen tidak diperiksa maka lakukan inseminasi 34-36 jam

pasca penyuntikan HCG7

Alat – alat yang diperlukan

Dalam kamar inseminasi harus dilengkapi dengan peralatan sebagai berikut :

• Meja ginekologi

• Lampu sorot

• 2 buah meja instrumen

• 2 buah spekulum dengan 2 ukuran

Referat Inseminasi Buatan Halaman 15

Page 16: inseminasi buatan

• 2 buah tenakulum

• 2 buah sonde uterus

• 2 buah klem pean lurus panjang

• 2 buah mangkok kecil untuk cairan NaCl dan medium

• Duk steril

• Kapas steril7

Teknik kerja7

1. Pasien berbaring dengan posisi dorso litotomi

2. Speculum cocor bebek dibilas dengan NaCl hangat

3. Masukkan speculum tersebut ukuran standar ke dalam vagina sampai serviks nampak

dengan jelas.

4. Serviks diusap dengan NaCl hangat dilanjutkan dengan sedikit medium untuk inseminasi

memakai kapas yang sudah disediakan.

5. Sementara pasien disiapkan, sperma yang sudah preparasi di laboratorium dimasukkan

ke dalam kateter tom cat atau Edward Wallace.

6. Volume medium inseminasi yang akan dimasukksn ke dalam cavum uteri adalah 0,2 –

0,4 ml (rata – rata 0,3 ml)

7. Masukkan kateter tom cat yang sudah berisi medium dan sperma melalui ostium uteri

eksternum, kanalis servikalis, sampai kedalam kavum uteri sesuai dengan arah yang

dicatat sewaktu trial sounding.

8. Jika ditemui kesulitan, terkadang diperlukan pemasangan tenakulum untuk menarik

serviks pada saat memasukkan kateter tom cat.

9. Jarang diperlukan anastesi (paraservikal blok) pada waktu

10. Prosedur inseminasi ini harus dilakukan secara perlahan dan hati – hati untuk

mengurangi cedera pada endometrium yang dapat mengakibatkan perdarahan sehingga

mengurangi viabilitas dari sperma.

11. Setelah ujung kateter mencapai fundus, tarik keluar sekitar 1 cm sehingga ujung kateter

berada pada cavum uteri yang terluas. Selanjutnya, medium dan sperma disemprotkan ke

dalam kavum uteri.

12. Tarik kembali kateter perlahan – lahan sambil memutarnya

Referat Inseminasi Buatan Halaman 16

Page 17: inseminasi buatan

13. Pasien diminta tetap berbaring terlentang selama 20 – 30 menit pasca inseminasi.

Selanjutnya, diperbolehkan pulang dan melakukan aktivitas seperti biasa.

14. Hubungan seksual dianjurkan 24 jam pasca inseminasi

Gambar 6. Contoh kateter untuk IIU

Gambar 7. Gambaran injeksi sperma ke dalam saluran reproduksi wanita

Fase Luteal

Diberikan suntikan HCG 1500 IU atau 2000 IU pada H+4 dan H+7 pasca inseminasi. Jika

perlu periksa kadar progesterone.7

Keuntungan dan Kerugian Inseminasi Buatan

IIU mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

Referat Inseminasi Buatan Halaman 17

Page 18: inseminasi buatan

1. Lebih banyak sperma yang dimasukkan langsung ke dalam kavum uteri sehingga

terhindar dari proses penghancuran di vagina.

2. Jarak yang ditempuh sperma untuk mencapai daerah fertilisasi di tuba falopii lebih

pendek.

3. Dalam pelaksanaannya, IIU tidak seinvasif fertilisasi in-vitro (IVF) dan teknik ini

memungkinkan lebih banyak oosit yang berada di tuba falopii sehingga meningkatkan

kemungkinan terjadinya fertilisasi, paling tidak salah satu di antaranya berhasil dibuahi.

Pada akhirnya, adanya lebih dari satu embrio akan meningkatkan kemungkinan

implantasi salah satu di antaranya.

4. Teknik yang digunakan relatif sederhana dan biayanya cukup murah.

5. IIU lebih diterima oleh kelompok umat beragama.3,7

Kerugiannya adalah angka keberhasilannya umumnya lebih rendah dibandingkan dengan

IVF dan jika siklusnya gagal, maka lebih sedikit informasi yang kita dapatkan daripada

dengan siklus IVF, terutama menyinggung mengenai sel telur yang mungkin atau kualitas

embrio berikutnya. IIU juga membutuhkan setidaknya satu tuba falopii yang sehat dan

parameter sperma.3

Komplikasi Inseminasi Intra Uteri

Komplikasi yang terjadi pada prosedur IIU jarang didapatkan, hanya sekitar 0,01-0,2%.

Komplikasi yang terjadi dapat berupa resiko infeksi dari kateterisasi uterus dan injeksi spesimen

semen. Efek samping yang bisa timbul biasanya berhubungan dengan penggunaan stimulasi

ovarium yaitu sindroma hiperstimulasi ovarium dan kehamilan ganda. Banyak penelitian yang

menunjukkan data angka kejadian kehamilan ganda antara 10-15% dan kehamilan triplet kurang

dari 1%. Sedangkan untuk sindroma hiperstimulasi ovarium, umumnya berupa yang ringan

sampai sedang. Jikapun terjadi pada tingkatan yang berat, biasanya karena penggunaan dosis

stimulasi yang tidak sesuai disertai dengan pengawasan yang tidak tepat.3,8,9

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inseminasi Intra Uteri

Protokol stimulasi yang digunakan dan teknik inseminasi dapat mempengaruhi hasil terapi

IIU. Namun faktor prognostik keberhasilan IIU lain yang mempengaruhi yaitu karakteristik

Referat Inseminasi Buatan Halaman 18

Page 19: inseminasi buatan

pasien, seperti usia pasangan wanita, ketebalan endometrium dan jumlah folikel saat ovulasi,

etiologi dan lama infertil, jenis dan persentasi motilitas sperma dan jumlah total sperma

motil yang diinseminasi. Selain itu, berat badan, dan merokok juga dapat mempengaruhi

keberhasilan kehamilan. Semua faktor tersebut harus diperhitungkan ketika keberhasilan

terapi sangat diharapkan oleh pasien dan hasil – hasil penelitian beberapa studi pun harus

menjadi bahan pertimbangan.7,10

Usia pasien

Usia wanita adalah variabel kunci dalam seluruh pasangan infertil. Bahkan ketika sperma

donor digunakan, probabilitas kesuksesan menurun secara progresif sesuai dengan

peningkatan usia wanita. Fekundabilitas siklus dan angka kehamilan kumulatif (setelah

hingga 7 siklus) pada perempuan berusia di bawah 35 tahun yang diinseminasi dengan

sperma donor (88%) sama dengan yang terlihat pada pasangan fertil normal, tetapi lebih

rendah untuk perempuan berusia antara 35 - 40 tahun (65%) dan yang berusia lebih dari 40

tahun (42%).10

Telah umum diketahui bahwa tingkat kesuburan akan menurun sesuai bertambahnya usia.

Dengan meningkatnya usia, jumlah folikel ovarium yang tersisa terus menurun. Penurunan

jumlah folikel ini terjadi lebih cepat setelah kira – kira umur 38 tahun. Observasi pada siklus

haid yang distimulasi menyatakan bahwa folikel yang mengalami penuaan juga menjadi

kurang sensitif terhadap stimulasi gonadotropin sehingga dosis total dan lamanya pemberian

gonadotropin yang dibutuhkan untuk menstimulasi perkembangan folikel multipel

bertambah besar.11

Data – data yang ada menunjukkan bahwa penurunan fertilitas wanita yang berhubungan

dengan peningkatan usia dan peningkatan resiko abortus spontan sebagian besar dapat

dihubungkan dengan deplesi folikel progresif dan insidensi abnormalitas yang tinggi pada

oosit yang mengalami penuaan. Abnormalitas oosit ini adalah peningkatan prevalensi

aneuploid akibat dari gangguan mekanisme pengaturan yang mengendalikan pembentukan

dan fungsi meiosis, sehingga prevalensi oosit aneuploid meningkat progresif dengan

meningkatnya usia mencapai kira – kira 30% pada umur 40 tahun, 50% pada umur 43 tahun

dan akhirnya 100% pada umur 45 tahun. Observasi ini memberikan penjelasan yang logis

Referat Inseminasi Buatan Halaman 19

Page 20: inseminasi buatan

kenapa terjadi peningkatan prevalensi aneuploid pada abortus spontan dengan meningkatnya

umur.11

Cadangan ovum berkurang seiring dengan pertambahan usia, namun terdapat variasi

yang luas mengenai waktu awal mulanya terjadi gangguan potensi reproduksi pada wanita.

Menurut data yang diambil dari studi populasi, fertilitas yang baik terdapat pada wanita

dengan rentang usia antara 20-24 tahun, dan selanjutnya menurun 4-8% pada wanita usia 25-

29 tahun. Kemudian menurun lagi sekitar 15-19% pada usia 30-34 tahun, dan untuk

selanjutnya menurun kembali sebanyak 26-46% pada usia 35-39 tahun. Pada akhirnya

menurun sebanyak 95% pada usia 40-45 tahun. Secara keseluruhan, keberhasilan untuk

hamil akan menurun sebanyak 5% setiap pertambahan tahun dari usia wanita.11 M. Farimani

et al. (2007) mendapatkan angka kehamilan pada wanita di bawah 35 tahun lebih tinggi

secara signifikan (14%) dibandingkan dengan wanita yang berusia lebih tua (4,2%) dan

tidak ada kehamilan yang terjadi pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.10

Gambar 8. Usia wanita dan tingkat kesuburannya

Ketebalan endometrium dan jumlah folikel saat ovulasi

Saat ini ketebalan endometrium telah dianggap berpengaruh pada keberhasilan dari terapi

infertilitas. Meskipun penilaian endometrium dengan menggunakan USG telah menjadi

prosedur standar dalam penegakkan diagnosa dan terapi wanita infertil, perbedaan ketebalan

endometrium yang dinilai dalam hal ini masih dianggap kontroversi. Banyak studi yang

menemukan bahwa ketebalan endometrium yang baik adalah 8-9 mm atau lebih, sementara

Referat Inseminasi Buatan Halaman 20

Page 21: inseminasi buatan

keberhasilan kehamilan menjadi sulit jika ketebalan endometrium kurang dari 6-7 mm.17

Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan antara ketebalan endometrium dan

keberhasilan IUI. Penelitian yang dilakukan oleh Anjali Sharma et al. (2008), ketebalan

endometrium merupakan faktor penting dalam keberhasilan IIU dimana pada ketebalan

antara 9-11 mm, angka keberhasilannya 35,5%. Pada ketebalan endometrium 7-9 mm, angka

keberhasilannya 28,5% dan pada ketebalan 11-13 mm, angka keberhasilannya adalah 16%.12

Pada penelitian yang dilakukan oleh G. Makkar et al. (2003), pasien dengan jumlah

folikel yang banyak dan diameter folikel > 16 mm berhasil hamil. Keadaan ini

merefleksikan kadar serum E2 yang tinggi sehingga didapatkan angka keberhasilan

kehamilan yang lebih baik. Namun resiko kehamilan multipel juga menjadi faktor yang

perlu dipertimbangkan mengingat terjadinya pertumbuhan multi-folikel.13

Etiologi dan lama infertilitas

Infertilitas yang dikaitkan dengan endometriosis memiliki 3 mekanisme utama :

1. Distorsi anatomi adneksa yang menghambat atau mencegah penangkapan ovum setelah

ovulasi.

2. Gangguan perkembangan oosit atau embriogenesis.

3. Reseptivator endometrium menurun

Selama stimulasi gonadotropin dan IIU sperma pasangan, fekunditas wanita dengan

endometriosis minimal – ringan adalah kurang dari 50% dibandingkan dengan wanita tanpa

endometriosis. Dengan demikian endometriosis menurunkan fertilitas yang berkorelasi

dengan keparahan endometriosis. Pada endometriosis tingkat berat, distorsi anatomi adneksa

dapat menyebabkan penurunan fertilitas. Sedangkan pada kasus minimal – ringan dengan

hubungan tuba dan ovarium yang normal, endometriosis diakui memiliki efek yang

merugikan terhadap fertilitas melalui peningkatan berbagai sitokin termasuk tumor necrosis

factor (TNF). Mediator inflamasi ini bisa mengubah lingkungan peritoneum, intra tuba atau

intra uterin dan mempengaruhi fertilisasi, perkembangan embrio dini atau implantasi.11,14

Mona Zafar et al. (2007) menyatakan bahwa pada suatu studi meta-analisis, angka

keberhasilan kehamilan rata–rata per siklus pada infertilitas yang tidak dapat dijelaskan

adalah 18%.15 Angka keberhasilan kehamilan pada infertilitas yang disebabkan oleh faktor

Referat Inseminasi Buatan Halaman 21

Page 22: inseminasi buatan

pria lebih rendah dibandingkan infertilitas yang disebabkan gangguan ovarium. Namun, dari

penelitiannya tetap didapatkan angka keberhasilan kehamilan dengan IIU yang paling tinggi

adalah pada kasus infertilitas yang tidak dapat dijelaskan (23,7%).16

Informasi yang tersedia saat ini mengindikasikan bahwa IIU harus menjadi bahan

pertimbangan pertama pada pemilihan terapi terutama untuk pasien dengan infertilitas yang

tidak dapat dijelaskan, infertilitas akibat faktor pria, dan juga pada kasus-kasus gangguan

anovulasi yang sebelumnya mengalami induksi ovulasi yang gagal daripada menggunakan

teknik IVF yang biayanya lebih mahal.15

Lama infertilitas perlu dipertanyakan untuk memberikan gambaran tentang prognosis

fertilitasnya. Jika lama infertilitas kurang dari 2 tahun, mempunyai kesempatan lebih baik

untuk hamil. Akan tetapi jika lama infertilitas lebih dari 3 tahun, ada kemungkinan terdapat

problem biologis yang berat. Lamanya infertilitas pasangan suami-isteri subfertil yang tidak

diterapi akan menjadi faktor prognostik untuk bayi lahir hidup. Pembatasan lamanya

infertilitas pasangan suami-isteri sebagai acuan dalam menawarkan terapi IIU belum jelas.7

Sperma yang di inseminasikan

Densitas sperma, motilitas dan morfologinya semuanya mempengaruhi kesuksesan IIU.

probabilitas kesuksesan IIU meningkat dengan meningkatnya jumlah total sperma motil

yang diinseminasikan. Hasil terbaik dapat dicapai bila jumlah total sperma motil melebihi

batas kira–kira 10 juta. Jumlah yang lebih besar tidaklah lebih lanjut meningkatkan

kemungkinan untuk sukses dan IIU sangat jarang sukses bila jumlah sperma total yang motil

kurang dari 1 juta yang di inseminasikan.11

Probabilitas kesuksesan IIU meningkat dengan meningkatnya persentase sperma yang

berbentuk normal. Angka kesuksesan dengan IIU paling tinggi bila 14% atau lebih sperma

dengan morfologi normal, sedang bila antara 4% dan 14% dan umumnya jelek bila kurang

dari 14% sperma dengan morfologi normal.17 Sebelum memulai program IIU, setiap pasien

harus melakukan analisa sperma 2 kali dengan selang waktu 3 minggu dan 1 kali pencucian

sperma (sperm washing) dalam waktu 2 tahun terakhir.7

Analisa semen merupakan alat yang paling penting dalam penilaian fertilitas pria.

Subfertilitas pada pria diartikan sebagai kurangnya konsepsi yang terjadi setelah setidaknya

12 bulan melakukan sanggama teratur tanpa kontrasepsi dan dikombinasikan dengan

Referat Inseminasi Buatan Halaman 22

Page 23: inseminasi buatan

keadaan setidaknya 2 sampel semen yang tidak mencapai kriteria semen normal menurut

WHO.

Classical criteria of normal semen (WHO 1999)VOLUME ≥ 2,0 ml

CONCENTRATION ≥ 20 x 106 /mlTOTAL COUNT 40 x 106

TOTAL PROGRESIVE MOTILITY > 50 %NORMAL MORPHOLOGY ≥ 15 %

ANTI-SPERM ANTIBODIES ≤ 10 %Tabel 2. Analisa semen: Standar minimal untuk semen normal

Kemungkinan terjadinya konsepsi meningkat pada total sperma yang bergerak mencapai

60%. Menurut satu studi yang besar di Amerika Serikat, infertilitas pada pria terjadi ketika

total sperma yang bergerak kurang dari 32%.17 Cihat Unlu et al. (2005) dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa jika total sperma yang bergerak adalah 10 juta ataupun

kurang dari 10 juta, maka prognosis untuk terjadinya kehamilan adalah kecil (sekitar 12%),

sehingga dibutuhkan teknik yang lebih canggih daripada IIU seperti IVF atau teknik

lainnya.17

Variabilitas morfologi spermatozoa manusia membuat penilaian morfologi sperma

menjadi sulit. Spermatozoa yang normal harus memiliki struktur berupa kepala, leher,

badan, dan ekor. WHO mengeluarkan klasifikasi kategori sperma yang dikatakan abnormal

atau mengalami defek.

Gambar 9. Morfologi Sperma Abnormal

Referat Inseminasi Buatan Halaman 23

Page 24: inseminasi buatan

Banyak peneliti yang mengatakan bahwa IIU tidak efektif dilakukan jika pada sampel

semen hanya ditemukan morfologi sperma normal < 30%. Beberapa peneliti lainnya

mengatakan ketika morfologi sperma yang normal < 30%, maka dibutuhkan total sperma

yang bergerak > 5 x106 untuk lebih memastikan efektifitas IIU. Angka keberhasilan IIU

yang tertinggi adalah ketika morfologi sperma normal yang ditemukan di dalam sampel

semen ≥ 14% dan yang terendah adalah pada morfologi sperma normal < 4%.18

Infertilitas pria akan meningkat jika saat ejakulasi konsentrasi sperma kurang dari 13,5

juta/ml, total sperma yang bergerak kurang dari 32% dan morfologi sperma normal kurang

dari 9%.11

DAFTAR PUSTAKA

Referat Inseminasi Buatan Halaman 24

Page 25: inseminasi buatan

1. Sumapraja S. Infertilitas. Dalam :Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T,

penyunting. Ilmu Kandungan Edisi ke-2. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;

2009.h.497-521.

2. Sumapraja K, Wiweko B. Dasar-dasar konsepsi buatan. Dalam : Prawirohardjo S, Saifuddin

B, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, penyunting. Ilmu Kebidanan Edisi ke-4. Jakarta : PT

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.h.88-96.

3. Edmonds, DK. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and Gynaecology, seventh edition.

Blackwell Publishing. 2007; 45-46: 440-478.

4. Van der Westerlaken, LA. Technology Assessment of Assisted Reproduction. Academic

Disertation. Universiteit van Gent. Belgie. 2005.

5. Marcus. Artificial Insemination. IVF-infertility.com. July 2012. [May 20th, 2013] Cited from

http://www.ivf-infertility.com/insemination/insemination16.php

6. Rybak EA, Wallach EE. Infertility and assisted reproductive technologies. In : Fortner KB,

Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE, editors. The Johns Hopkins Manual of Gynecology

and Obstetrics 3rd Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 384-7.

7. Anwar, INC., Jamaan T. Manual Inseminasi Intra Uterus. Puspa Swara. Jakarta. 2002; 3-4,

31-51.

8. Samsulhadi. Hendarto H. Induksi Ovulasi dan Stimulasi Ovarium. CV Sagung Seto. 2009;

95-109.

9. Abdelkader, AM. Yeh J. The Potential Use of Intrauterine Insemination as a Basic Option

for Infertility: A review for Technology-Limited Medical Settings. Review Article of

Obstetrics and Gynecology University of New York, 2009.

10. Farimani, M. Amiri, I. Analysis of Prognostic Factors for Successful Outcome in Patients

Undergoing Intrauterine Insemination. Infertility Center, Hamedan University of Medical

Science, Hamedan, Iran. Acta medica Iranica. 2007, 45(2): 101-106.

11. Speroff L, Fritz M.A. Clinical Gynecologic Endocrinology And Infertility. Lippincott

Williams and Wilkins. 7th Edition, 2005: hal: 1013-68, 1103-34, 1135-74, 1215-74.

12. Sharma A. Nellore V. Conway D. Outcome and Prognostic Factors For Successful IUI

Cycles. Infertility Unit Monklands Hospital. 2009.

Referat Inseminasi Buatan Halaman 25

Page 26: inseminasi buatan

13. Makkar G. Ng EHY. Yeung WSB. Et al. Prognostic Factors For Successful Outcome in

Patients Undergoing Controlled Ovarian Stimulation and Intrauterine Insemination. Hong

Kong Med J. 2003; 9; 341-5.

14. Berek J S. Infertility. Berek & Novak’s Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins. 14th

ed. 2007. Hal: 1185-1259.

15. Zafar, M. Jameel, T. Abdullah, KN. Impact of Intrauterine Insemination as First Line

Treatment of Subfertility. J Pak Med Association. Vol. 57, no.3, 2007.

16. Basirat, Z. Esmaelzadeh, S. Prognostic Factors of Pregnancy in 500 Cases of Intrauterine

Insemination in Babol, Northern Iran. International journal of fertility and sterility. Vol.4,

No.1, 2010; 35-39.

17. Unlu, C. Ozmen, B. The Current Role of Intrauterine Insemination for the Treatment of

Male Factor and Unexplained Infertility. Middle East Fertility Society Journal. Vol.10,

No.1, 2005; 35-39.

18. Motazedian, SH. Hamedi, B. Zolghadri, J. et al. Outcome of IUI Based on Sperm

Morphology in Cases of Unexplained and Male Factor Infertility. Vol.10, no.2, 2009.

 

Referat Inseminasi Buatan Halaman 26