inovasi kurikulum
TRANSCRIPT
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
Inovasi adalah perubahan akan tetapi perubahan belum tentu inovasi.
Inovasi adalah suatu hal baru yang belum pernah dilaksanakan, apabila suatu
gagasan lampau sudah pernah dilaksankan dan pada suatu ketika diganti oleh
kebijakan lain dan setelah sekian lama tidak digunakan, kembali digunakan, maka
hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai inovasi. Inovasi baru merujuk kepada
persepsi tentang suatu kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat mengalami
perubahan pula. Yang diperlukan langkah awal adalah perumusan kurikulum yaitu
dengan analisa situasi yang dihadapi, termasuk situasi lingkungan belajar antara
lain peserta didik, guru, sarana prasarana, kurikulum dan lainnya.
Dengan adanya inovasi pada kurikulum yang dibuat, diharapkan ada
kemajuan yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pendidikan yang direncanakan.
Guru juga dituntut agra bisa memompa semangat belajar siswa agar lebh giat lagi.
Selain itu, seorang pendidik harus bisa memanfaatkan media yang telah maju
untuk dipakai dalam pembelajaran agar siswa lebih tertarik dan tidak monoton.
Kebutuhan masyarakat belajar mengalami perubahan. Yang diperlukan
langkah awal adalah perumusan kurikulum yaitu dengan anlisa situasi yang
dihadapi, termasuk situasi lingkungan belajar antara lain peserta didik, guru,
sarana prasarana, kurikulum dll. Kurikulum bersifat dinamis, selalu berubah untuk
menyesuaikan diri dengan kebutuhan mereka belajar. Inovasi kurikulum sangat
diperlukan dalam perkembangan peserta pembelajaran.
Kurikulum bersifat dinamis, selalu berubah untuk menyesuaikan diri
dengan kebutuhan mereka belajar. Inovasi kurikulum sangat penting dan
dibutuhkan karena dapat membantu guru dalam mengajar peserta didik dan
mempermudah cara belajar peserta didik.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka didapat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa itu inovasi kurikulum?
2. Bagaimana latar belakang munculnya inovasi kurikulum?
3. Apa saja macam-macam inovasi di sekolah dasar?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar para pembaca dapat
memahami tentang inovasi kurikulum. Mengetahui bagaimana latar belakang
munculnya inovasi kurikulum serta pengembangan kurikulum di Indonesia dan
pembaca juga bisa tahu apa saja macam-macam dari inovasi kurikulum yang ada
dan bisa digunakan di sekolah dasar.
2
BAB II
P E M B A H A S A N
A. Pengertian Inovasi Kurikulum
Inovasi adalah perubahan akan tetapi perubahan belum tentu inovasi.
Inovasi adalah suatu hal baru yang belum pernah dilaksanakan, apabila suatu
gagasan lampau sudah pernah dilaksankan dan pada suatu ketika diganti oleh
kebijakan lain dan setelah sekian lama tidak digunakan, kembali digunakan, maka
hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai inovasi.
Sedangkan pengertian kurikulum menurut Hilda Taba adalah sebuah
rancangan pembelajaran, yang disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal
mengenai proses pembelajaran serta perkembangan individu.
Jadi, inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu
ide, gagasan atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan
pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.
B. Latar Munculnya Inovasi
Untuk kurikulum perlu dan harus senantiasa dikembangkan, diperbarui
dan disempurnakan. Penginovasian dilakukan pada masalah relevansi pendidikan,
masalah mutu pendidikan, masalah efesiensi, dan masalah pemerataan pendidikan.
Dewasa ini, kesadaran masyarakat atas pentingya pendidikan semakin
baik, pendidikan yang tadinya dianggap sebelah mata oleh kalangan menengah
kebawah sekarang telah menjadi kebutuhan hidup, hal ini mendorong lembaga
pendidikan khusunya sekolah formal untuk meningkatkan kualitas layanan
pendidikanya.
Beberapa hal yang melatar belakangi timbulnya inovasi pendidikan
antara lain :
1. Relevansi Pendidikan
3
Tuntutan kehidupan di era modern ini semakin tinggi dan kompleks
sehingga menyebabkan munculnya persyaratan tertentu bagi individu agar
dapat memasuki dunia kerja, dimana tuntutan itu merupakan dampak
kemajuan yang telah dicapai. Dalam hal ini agar sekolah dapat
menyesuaikan pendidikan dengan berbagai tuntutan pendidikan, maka isi
kurikulum yang berupa inovasi dalam mengembangkan kurikulum di
sekolah harus memperhatikan berbagai kenyataan yang terjadi di
lingkungan masyarakat.
Dari pernyataan tersebut perlu dicarikan suatu inovasi dalam
kurikulum untuk membekali lulusan agar dapat memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang serasi dengan masyarakat sekitar tanpa
mengabaikan kurikulum yang berlaku secara nasional. Pemerintah
melalaui Keputusan Menteri Pendidikaan dan Kebudayaan nomor
0412/U/1987, secara tersirat menyantumkan pengertian muatan local.
Muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media
penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, social, budaya, dan
kebutuhan daerah yang perlu dipelajari murid. (Y. Padmono, 2010 : 11)
2. Mutu Pendidikan
Mutu dalam pendidikan bukanlah barang akan tetapi layanan, di
mana mutu harus dapat memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan
semua pihak/pemakai dengan fokus utamanya terletak pada peserta didik
(leaners). Mutu pendidikan berkembang seirama dengan tuntutan
kebutuhan hasil pendidikan (output) yang berkaitan dengan kemajuan ilmu
dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber
daya manusia.
Mutu dalam proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu
menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses
disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (di tingkat sekolah),
proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses
pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar
4
mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa
proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan
proses- proses lainnya.
Suatu proses dikatakan bermutu tinggi apabila ada pengkoordinasian
dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum,
uang, peralatan dsb) yang dilakukan secara harmonis, sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable
learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar
mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung
arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang
diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah
menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar
secara terus menerus.Sedangkan yang dimaksud dengan mutu dalam
konteks "hasil pendidikan" merupakan kinerja sekolah yang mengacu pada
prestasi yang dicapai oleh lembaga tersebut.
Masyarakat sebagai konsumen lulusan sekolah menuding lulusan
banyak yang bermutu rendah, hal ini harus ditanggapi secara positif
sebagai cambuk untuk meningkatkan kualitas pendidikan , dengan
perbaikan kurikulum, perbaikan manajemen, perbaikan kualitas tenaga
pengajar, revitalisasi fungsi pengawasan, check and balances.
Dibutuhkan sinergi yang baik dari berbagai kalangan pendidikan,
baik guru, orang tua murid, komite sekolah, pejabat terkait, dan kalangan
akademisi atau praktisi pendidikan untuk benar-benar mendedikasikan
dirinya demi kemajuan pendidikan nasional.
Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu
untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan.
Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan
lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan
untuk menjalankan pendidikan. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi
5
adalah mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses
pembelajaran yang berkualitas.
Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian
dan penilaian yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan
tidak dapat dimonitor secara objektif dan teratur. Uji banding antara mutu
pendidikan suatu daerah dengan daerah lain belum dapat dilakukan sesuai
dengan yang diharapkan. Sehingga hasil-hasil penilaian pendidikan belum
berfungsi unutk penyempurnaan proses dan hasil pendidikan.
Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan
beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik.
Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk kreatifitas
siswa untuk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat sekarang
ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan
pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif. Akibat dari
pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah cenderung kurang
fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan
masyarakat.
Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada
penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu
dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan
lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan juga disebabkan oleh
rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian dapat dilihat dari kualifikasi
belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding negara
berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di
Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar.
Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama
antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat.
Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan.
3. Efesiensi
6
Efisiensi adalah usaha untuk mengoptimalkan sarana dan prasarana
yang ada dengan hemat, akan tetapi mendapatkan hasil yang optimal,
banyak aspek yang harus dibenahi dalam pendidikan di indonesia, antara
lain adalah tidak efisiensinya waktu, tenanga pengajar, dan biaya, untuk
mengatasi hal ini dibutuhkan regulasi yang akomodatif terhadap kemajuan
pendidikan dan dapat dipahami semua pihak.
Efesiensi berkaitan dengan usaha yang dilakukan diharapkan
dengan biaya tenaga, waktu seminimal mungkin dan diharapkan
menghasilkan hasil yang maksimal. Beberapa hal yang menunjukan
kurang efesiensinya pendidikan misalnya : banyak waktu terbuang untuk
hal-hal yang kurang berkaitan dengan pendidikan (menanti pejabat
penting, ditinggal rapat, dll). Hal tersebut perlu dicarikan alternatif agar
waktu belajar tidak terganggu.
Selain dalam proses belajar mengajar perlu diperhatikan agar tidak
banyak waktu terbuang untuk menerangkan hal-hal yang sebenarnya
sebenarnya dapat dipelajari murid di luar jam tatap muka. Hal tersebut
perlu pula diterapkan dalam mengatur agar tidak terjadi pemborosan
tenaga guru, anggaran peralatan, sehingga pendidikan dapa dicapai dengan
efesien.
4. Pemerataan Pendidikan
Hasil lokal karya nasional UNESCO 5-9 Juli1988 dengan tema
“National Workshop on University Primary Education dor the
Disadvantage Population Group”. Inti workshop adalah mencari upaya
berbagai bentuk pendidikan yang mungkin dilakukan untuk memberi
kesempatan sekelompok penduduk yang belum mengenyam pendidikan.
Di Indonesia anak usia 7-12 tahun baru 97% yang baru menikmati
layanan pendidikan, itupun tidak tuntas lulus SD. Terdapat 26,5 juta anak
yang dpat menikmati pendidikan, sedangkan yang 3 % nya belum
terjangkau pendidikan, antara lain mereka adalah penduduk sulit
dijangkau, berpindah-pindah, bermukim di perahu, penduduk
berkebudayaan ekslusif dan terasing, penduduk lahir berkelainan.
7
Pemerataan dapat terlaksana bila pendidikan bersifat luwes dan perlunya
konsep desentralisasi pendidikan.
Angka putus sekolah dan tidak sekolah di indonesia masih
memprihatinkan, baik yang disebabkan oleh tekanan ekonomi, maupun
karena tidak tersedianya lembaga pendidikan formal didaerah tertentu dan
untuk penduduk yang berkelainan. Kenyataan ini harus disikapi serius oleh
pemerintah dengan terus meningkatkan anggaran pendidikan baik dari
APBN maupun APBD yang lebih dialokasikan untuk memberikan bantuan
pembiayaan bagi anak-anak yang putus sekolah dan tidak bersekolah
karena masalah tekanan ekonomi.
Pembangunan sarana pendidikan, penyediaan tenaga pengajar, dan
sistem pendidikan yang luwes bagi kondisi masyarakat setempat
diperlukan untuk meningkatkan pemerataan pendidikan.
Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan
industri, kompetisi yang ofensif dalam semua aspek kehidupan ekonomi,
serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan
teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan
SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu
ditingkatkan hingga ke pelosok negeri.
Mereka yang paling memerlukan layanan pendidikan dalam
mengantisipasi persaingan global di samping penyandang buta huruf
adalah masyarakat miskin di tempat tempat yang jauh dan tersebar. Guna
mengatasi hal yang tidak mungkin diselenggarakan pendidikan
konvensional atau tatap muka ini perlu ditempuh strategi yang
memanfaatkan potensi dan kemajuan teknologi baru.
Untuk itu, agenda penting yang harus menjadi prioritas adalah
peningkatan pemerataan pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat
miskin yang berjumlah sekitar 38,4 juta atau 17,6 persen dari total
penduduk. Problem mereka, kemiskinan menjadi hambatan utama dalam
mendapatkan akses pendidikan. Selain itu, daerah-daerah di luar Jawa
8
yang masih tertinggal juga harus mendapat perhatian guna mencegah
munculnya kecemburuan sosial.
Di Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka
yang berada di daerah miskin dan terpencil. Untuk mengatasi kebutuhan
pendidikan bagi mereka adalah upaya penerapan cara non konvensional.
Cara lain itu adalah memanfaatkan potensi, kemajuan serta keluwesan
teknologi.baru. Sekalipun teknologi baru seperti teknologi komunikasi,
informasi dan adi-marga menawarkan pemerataan pendidikan dengan
biaya yang relatif rendah (Ono Purbo, 1996), penggunaannya masih
merupakan jurang pemisah antara ‘yang kaya’ dan ‘yang miskin’. Di
samping itu, sekalipun teknologi dapat menjangkau yang tak terjangkau
serta dapat menghadirkan pendidikan kepada warga belajar, mereka yang
terlupakan tetap dirugikan karena bukan hanya tetap buta teknologi tetapi
tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan.
Mayoritas kaum miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh
yang terpencil. Mereka praktis kekurangan segalanya; fasilitas, alat-alat
transportasi dan komunikasi di samping rendahnya pengetahuan mereka
terhadap teknologi. Bila pendidikan ingin menjangkau mereka yang
kurang beruntung ini - bila perbaikan hidup masyarakat yang lebih banyak
ini yang menjadi sasaran kita dengan menyediakan pendidikan yang lebih
berkualitas; lebih efektif dan cepat - kondisi yang proporsional harus
diciptakan dengan memobilasasi sumber-sumber lokal dan nasional.
Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah
geografis yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur
Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat
pendapatan penduduk ataupun antargender.
C. Macam Inovasi di Sekolah Dasar
9
1. Struktur Materi
a. Hubungan Vertikal
Pengajaran akan berhasil dengan baik apabila materi pengajaran
berkaitan satu sama lain antar waktu yaitu materi pelajaran yang lebih
rendah berkaitan dan dikembangkan lebih luas dalam materi kelas-kelas
yang lebih tinggi. Hal tersebut akan menjaga materi pelajaran tidak terjadi
perulangan, perbedaan dan pertentangan.
Struktur vertikal berhubungan dengan masalah sistem pelaksanaan
kurikulum sekolah: (1) penggunaan sistem kelas atau tanpa kelas pada
dalam pelaksanaan kurikulum; (2) sistem unit waktu yang digunakan, (3)
pembagian waktu untuk masing-masing bidang studi dan pokok bahasan.
Kesinambungan kurikulum secara vertikal yaitu kesinambungan antara
berbagai tingkat kelas maupun jenjang sekolah yang menyangkut beberapa
hal berikut :
a) Bahan pelajaran (subject matters) yang diperlukan untuk belajar
lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi sudah
diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya atau di bawahnya.
b) Bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan
yang lebih rendah tidak diajarkan lagi pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Dengan demikian, ketumpang-tindihan dan
keberulangan bahan pelajaran yang tidak perlu dapat dihindari.
Contoh penerapannya: Kurikulum muatan lokal di suatu SD
dikembangkan secara berkesinambungan sesuai tahapannya masing-
masing. Hal ini terlihat dalam pengembangan mata pelajaran bahasa
inggris di sekolah ini. Penyampaian materi bahasa inggris dimulai
sejak kelas I, padahal sebenarnya tidak ada kurikulum bahasa inggris
bagi kelas I. Jadi, saat diadakan ujian akhir, siswa kelas I-III tidak
mengikuti ujian akhir untuk mata pelajaran bahasa Inggris.
Penyampaian materi bahasa inggris yang dimulai sejak dini ini,
dikarenakan para peserta didik telah mendapatkan pengenalan materi
ini sejak usia prasekolah. Karenanya, sekolah meneruskan tahapan
10
pengembangan mata pelajaran bahasa inggris dimulai dari kelas I
hingga kelas VI secara bertahap agar pemahaman siswa dapat
bertahan dan mereka memiliki pemahaman yang utuh.
b. Hubungan Horizontal
Penyajian materi pelajaran yang sama hendaknya saling berkaitan
antara materi-materi pelajaran. Adanya kaitan hubungan horizontal
pengajaran akan lebih bermakna dan saling dukung dan tidak terjadi
perbadaan dan pertentangan, serta menumbuhkan pengalaman belajar
murid yang lebih menyeluruh dan menyatu.
Struktur horizontal dalam kurikulum berkaitan dengan bentuk
penyusunan bahan pelajaran yang akan diberikan pada peserta didik.
Kesinambungan secara horizontal mempunyai makna bahwa ada
kesinambungan antara berbagai bidang studi, yang berkaitan dengan
hubungan antara bidang studi yang satu dengan yang lainnya. Bahan yang
diajarkan dalam berbagai bidang studi sering menyampaikan hubungan
satu sama lainnya. Sehubungan dengan hal itu urutan dalam penyajian
berbagai bidang studi hendaknya diusahakan sedemikian rupa agar
hubungan tersebut dapat terjalin dengan baik.
Misalnya, untuk mengubah angka temperatur Skala Celcius ke
skala Fahrenheit dalam IPA diperlukan keterampilan dalam pengalian
pecahan (Matematika). Karena itu, pelajaran mengenai bilangan pecahan
tersebut hendaknya sudah diberikan sebelum anak didik mempelajari cara
mengubah temperatur.
Dalam prinsip kontinuitas ini Isi program dan penerapan kurikulum
di setiap lembaga pendidikan harus memberi bekal bagi setiap siswa untuk
mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya secara
berkesinambungan dan berkelanjutan (kontinuitas). Perkembangan anak
dan proses belajarnya terus berjalan tanpa batas. Oleh karena itu program
dan pengalaman belajar di setiap sekolah harus memberi inspirasi bagi
setiap anak untuk maju keberlanjutan sehingga mencapai ketuntasan.
11
Keberlanjutan harus terjadi secara paralel antar kelas pada satu
jenjang pendidikan, keberlanjutan antar jenjang pendidikan, maupun
keberlanjutan antara jenjang pendidikan dengan tugas-tugas kehidupan di
masyarakat (life skill). Oleh karena itu ketika setiap satuan pendidikan
mengembangkan kurikulum, harus membaca dan mengetahui bagaimana
program kurikulum di satuan pendidikan yang lainnya (horizontal maupun
vertikal).
c. Kriteria Struktur Materi
Kriteria untuk menjaga struktur materi yaitu (1)
Berkesinambungan artinya menyangkut hubungan vertical atau
pengulangan. Contohnya jika jika pelajaran membaca merupakan tujuan
yang penting yang harus mendapatkan kesempatan terus menerus dan
berkelanjutan untuk memberi kesempatan mempraktekan dan
mengembangkan kemampuan hal tersebut akan menunjukan
pengembangansuatu kemampuanyang telah diperoleh sebelumnya.dan
struktur materi lebih efektif.
(2) Berurutan, mengisyaratkan pengajaran tidak terjadi
pengulangan yang sama dalam tingkat kesukaran akibatnya terjadi
replikasi. Berurutan menunjuk pada terpeliharangya komunitas, kedalaman
dan keluesan materi dengan jalan membuat materi makin lama, luas dan
dalam disbanding materi sebelumnya.
(3) Integrasi atau keterpaduan merupakan usaha terpeliharanya
hubungan horizontal antara materi pokok bantuan, tema yang diajarkan
pada mata pelajaran serumpun (terkait).
2. Inovasi dalam Pendekatan Pembelajaran
Inovasi yang dilakukan agar seseorang berhasil dalam belajar sesuatu bila
subjek melakukan / memahami apa yang dipelajari dan tidak hanya sekedar
mendengar atau mencatat, antara lain :
a. Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar terjadi apabila siswa dapat menangkap dan
mengembangkan sendiri materi yang di sampaikan guru. Sehingga dapat
12
disimpulkann pengalaman belajar dimaksudkan aktivitas belajar murid
bukan aktivitas mengajar guru.
Pengalaman belajar tidak dapat disamakan dengan materi belajar
ataupun kegiatan guru dalam mengajar. Pengalaman belajar merupakan
hasil daripada sebuah aktivitas belajar murid di sekolah bukan aktivitas
guru. Anak tersebut dapat menangkap dan mampu mengembangkan sendiri
materi yang disampaikan oleh guru. maka anak telah mengalami belajar
atau berpengalaman dalam belajar.
Hal ini jelas berbeda baik ditinjau dari proses dan hasil belajar dari
siswa yang hanya mencatat dan menghafal materi dari guru.
b. Cara Belajar Aktif
Terdapat 2 istilah yang saling berkaitan yaitu kegiatan belajar dan
pengalaman belajar. Perbedan kedua istilah tersebut adalah pada
perencanaan kurikulum kita menetapkan kegiatan belajar,, sedangkan pada
evaluasi kita melihat apakah murid memiliki pengalaman belajar sebagai
hasil memepelajari materi pelajaran melalui keaktifan belajar.
Untuk dapat menunjang pengalaman belajar, maka harus
diupayakan aktivitas siswa berangsur berubah dari posisi obyek pengajaran
maenjadi subyek pengajaran, murid diharapkan berperan aktif (sebagai
subyek).
Keaktifan murid mencakup : (1) keaktifan mental, artinya murid
terlibat dalam memperoleh pengalaman, menyenangi materi dan mau secra
sukarela belajar yang pada akhirnya akan merasa bahwa belajar
merupakan suatu kebutuhan. (2) Keaktifan intelektual yaitu dengan
keterkaitan, kemauan dan kebutuhan belajar akan memotivasi diri siswa
untuk berfikir secara maksimal dalam aktivitas belajar. Keaktifan sosial
individu akan senantiasa dan suka bersama-sama melakukan aktivitas
belajar dengan teman. (3) Keaktifan otomatis yaitu otomatis fisik akan ikut
terlibat maksimal.
13
c. Belajar Proses
Belajar dengan menghafal yang disebut sebagai belajar verbal,
berakibat siswa mudah lupa pada materi yang telah dipelajari. Berdasarkan
kenyataan ini siswa perlu diajarkan dengan praktek misalnya
mengobservasi, menghitung, mengukur mengelompokan, mencari saling
hubungan, mengnalisis, menyimpulkan, membuat perkiraan, menyusun
hipotesis.
Belajar proses yang dapat mendorong murid dalam memahami
materi misalnya: murid dilatih mengobservasi, mengelompokkan,
menyimpulkan, dll.
Sebagai catatan, walaupun disarankan pengajaran tidak sekedar
menghafal tetapi proses, namun benyak hal yang setelah proses selesai
perlu dihafal, misalnya perkalian, dan rumus – rumus.
3. Organisasi Kelas
a. Belajar Mandiri
Belajar pada dasarnya bersifat individual, walaupun
terselanggaranya dalam kelas namun kemauan, keterlibatan dalam belajar
berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Kegiatan belajar dapat
dilakukan dengan menyediakan sarana prasana secara lengkap, siswa dapat
dikelompokan pada kelompok besar, kecil, berpasangan atau individu dan
pengelompokan dapat berdasarkan pada kemauan, bakat, minat
kesenangan dan sebagainya.
b. Diskusi Tanya Jawab
Belajar dapat dilakukan dengan Tanya jawab dan guru berperan
sebagai moderator jalannya diskusi Tanya jawab.
c. Role Playing, Simulasi dan Bermain.
Belajar dapat dilakukn dengan bermain peran tentang topik yang
sesuai kebutuhan atau imajinasi murid. Anak bermain peran, ditanggap
teman, dan dicarikan solusi oleh guru ( bila murid merasa kesulitan ).
14
d. SD Kecil
Merupakan sekolah yang ditujukan untuk menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Dimana dalam proses belajar mengajar dapat
dilaksanakan secara fleksible, misal: seorang guru mengasuh dua atau tiga
kelas sekaligus, jumlah siswa bervariasi, siswa pandai dapat membantu
guru.
e. SD Terpadu
Yaitu memberi kesempatan anak tidak normal bersama-sama
duduk di SD biasa.
f. SDLB
Yaitu sekolah yang khusus untuk memberikan kesempatan belajar
kepada anak tidak normal seperti cacat fisik dan mental.
4. Sistem Penyampaian
a. Sistem modul bertujuan agar siswa terbiasa belajar mandiri, guru
berfungsi sebagai pembimbing. Juga memberikan kesempatan anak-anak
daerah terpencil untuk mendapat kesempatan belajar.
b. Paket Belajar bertujuan agar siswa (PLS) mempunyai bekal ketrampilan
sehingga menjadi bekal untuk mandiri bagi mereka.
5. Sistem Penilaian
a. Tes Nonkertas
Dilakukan dengan penilaian hasil karya murid, karangan, tes,
ejaan, tes pidato, tes lisan. Disamping itu terdapat perilaku murid melalui
pengalaman tentang perilaku anak.
b. Tes dalam Kondisi Wajar
Tes non kognitif dapat dilakukan dengan kondisi wajar dimana
siswa tidak menyadari bila mereka sedang dinilai. Misal : pengamatan tata
bahasa anak waktu mengirim surat.
c. Take Home Test
Siswa dapat dites dengan kebebasan membuka kamus, buku, dan
boleh dibawa pulang.
15
d. Perfomance
Penilaian performance ini dilakukan dengan cara menilai
penampilan siswa saat berbicara di depan kelas atau keberanian
menyampaikan pendapatnya.
e. Portofolio
Penilaian diambil berdasarkan tugas-tugas yang dikerjakan seperti
tugas terstruktur.
f. Rubik
Rubrik merupakan alat penilaian yang bersifat subjektif. Ini adalah
satu set kriteria dan standar yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran
yang digunakan untuk menilai prestasi pelajar di atas kertas, projek, esay,
dan tugas lain.
16
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Inovasi adalah suatu hal baru yang belum pernah dilaksanakan.
Kurikulum adalah sebuah rancangan pembelajaran, yang disusun dengan
mempertimbangkan berbagai hal mengenai proses pembelajaran serta
perkembangan individu (Hilda Taba). Inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat
diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang
kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah
pendidikan.
Latar belakang munculnya inovasi kurikulum dikarenakan 4 faktor, yaitu
relevansi pendidikan, mutu pendidikan, efisiensi pendidikan dan pemerataan
pendidikan.
Sedangkan macam-macam inovasi di sekolah dasar yaitu yang pertama
struktur materi yang didalamnya terdapat hubungan vertikal, hubungan horizontal
dan kriteria struktur materi. Yang kedua, pendekatan pembelajaran yang
didalamnya terdapat pengalaman belajar, cara belajar dan belajar proses. Yang
ketiga, organisasi kelas yang isinya tentang belajar mandiri, diskusi, role playing,
simulasi dan bermain, SD kecil, SD terpadu dan SDLB. Yang ke empat yaitu
tentang system penyampaian yang dibagai menjadi dua yaitu modul dan paket.
Dan yang terakhir yaitu system penilaian yang dapat dilakukan dengan 6 cara,
yaitu tes nonkertas, tes dalam kondisi wajar, take home set, performance,
portofolio dan rubrik.
B. Saran
Sebagai calon seorang guru, sebaiknya kita dapat memahami lebih baik
lagi tentang kurikulum. Beberpaa inovasi kurikulum sangat bermanfaat untuk
pengajaran dikalangan sekolah dasar agar siswa menjadi tertarik dan tidak merasa
bosan.
17