inovasi kebijakan pengelolaan limbah (studi pada
TRANSCRIPT
INOVASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH (Studi pada Pengelolaan Limbah Elektronik oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2019)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Dyah Safira Priambodo
NIM: 11151120000079
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019
i
INOVASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH
(Studi pada Pengelolaan Limbah Elektronik oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2019)
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Dyah Safira Priambodo
NIM: 11151120000079
Dosen Pembimbing
Dr. Haniah Hanafie, M. Si
NIP. 19610524 200003 2 002
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
INOVASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH
(Studi pada Pengelolaan Limbah Elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2017-2019)
1. Merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 September 2019
Dyah Safira Priambodo
NIM: 11151120000079
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
iii
Dengan ini, pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Dyah Safira Priambodo
NIM : 11151120000079
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
INOVASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH
(Studi pada Pengelolaan Limbah Elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2017-2019)
dan telah diuji.
Jakarta, 17 September 2019
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Dr. Haniah Hanafie, M. Si
NIP. 19701013 200501 1 003 NIP. 19610524 200003 2 002
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
iv
SKRIPSI
INOVASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH
(Studi pada Pengelolaan Limbah Elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2017-2019)
Oleh
Dyah Safira Priambodo
11151120000079
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17
September 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si
NIP. 19701013 200501 1 003 NIP. 19770424 200710 2 003
Penguji I, Penguji II,
Dr. Agus Nugraha, MA Suryani, M.Si
NIP. 19680801 200003 1 001 NIP. 19770424 200710 2 003
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 17 September
2019.
Ketua Program Studi Ilmu Politik,
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP. 19701013 200501 1 003
v
ABSTRAK
Nama : Dyah Safira Priambodo
NIM : 11151120000079
Judul : Inovasi Kebijakan Pengelolaan Limbah (Studi pada Pengelolaan
Limbah Elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-
2019)
Sampah merupakan sebuah permasalahan bagi Ibu Kota DKI Jakarta, oleh
karena itu perlu dikelola dengan baik, salah satu sampah yang perlu dikelola
adalah limbah elektronik. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana
inovasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola limbah
yaitu limbah elektronik serta faktor-faktor penghambat apa yang menyebabkan
pengelolaan limbah elektronik belum berjalan maksimal. Kerangka teoretis yang
digunakan dalam skripsi ini adalah teori inovasi dan kebijakan publik. Teknik
pengumpulan data dalam penulisan ini adalah dengan melakukan wawancara,
observasi dan dokumentasi.
Dari hasil analisa dengan menggunakan kedua teori tersebut dapat
disimpulkan bahwa Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste)
merupakan sebuah program inovatif karena memenuhi keempat indikator inovasi
yaitu kesesuaian, kerumitan, kemungkinan dicoba, dan kemudahan unuk diamati
namun tidak memenuhi indikator keuntungan relatif. Serta dalam pelaksanannya
menggunakan 7 prinsip inovasi yaitu kepemimpinan, manajemen resiko,
kreativitas, integrasi organisasi, keunggulan, informasi sebagai sumber daya, dan
pemahaman tentang pasar. Kemudian ditemukan bahwa pelaksanaan Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) belum berjalan efektif karena adanya
hambatan dalam faktor komunikasi.
Kata kunci: inovasi pengelolaan limbah, limbah elektronik, kebijakan publik.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Inovasi Kebijakan Pengelolaan Limbah (Studi pada Pengelolaan Limbah
Elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta). Shalawat serta salam
dicurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para
sahabat dan pengikutnya sejak awal hingga akhir zaman.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka untuk memenuhi persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum
sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis
ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf dan jajarannya.
2. Ali Munhanif, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta
seluruh staf dan jajarannya.
vii
3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Suryani, M. Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Dr. Ahmad Bakir Ihsan, M.Si, selaku dosen seminar proposal, penulis
ucapkan terima kasih karena telah membimbing dan memberikan
masukannya kepada penulis selama proses mengerjakan proposal skripsi.
6. Dr. Haniah Hanafie, M.Si, selaku dosen pembimbing dalam penulisan ini,
penulis sangat berterima kasih karena berkat bimbingan, masukan dan
dorongannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Ilmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan penulis dengan
ilmunya yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.
8. Rosa Ambarsari, selaku Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang telah meluangkan waktunya untuk
menjadi narasumber dan memberikan informasi mengenai data-data yang
penulis butuhkan dalam penulisan skripsi.
9. Soesilo Wahyu, selaku staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi
narasumber dan memberikan informasi mengenai data-data yang penulis
butuhkan dalam penulisan skripsi.
viii
10. Pranandya Wijayanti dari Komunitas EWaste-RJ yang telah meluangkan
waktunya untuk menjadi narasumber dan memberikan informasi mengenai
data-data yang penulis butuhkan dalam penulisan skripsi.
11. Orang tua penulis yang tercinta, Guntur Priambodo dan Sartiningsih,
penulis sangat berterimakasih karena dukungan moral maupun materi serta
doanya dan menerima segala kekurangan penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, serta adik penulis Muhammad Alif Priambodo
dan nenek penulis yang tercinta Siti Lestari, terima kasih atas dukungan
dan doanya kepada penulis selama ini.
12. Sepupu penulis yang tercinta, Nadiah Nurul Ikhsani, Nadine Maura
Ikhsani, Nabilla Oktavia, Frinca Oktavianti dan Mega Melisa yang
menjadi sahabat sejak kecil dan hingga kini selalu mendukung dan
menyemangati penulis dalam berbagai hal termasuk dalam penyelesaian
skripsi ini.
13. Sahabat terbaik penulis, Kirsikka Satyaningrum, Alia Azzahra, Arsanti
Hanifa Megumi, Aqiila Putrikami, Delia Putri Alyahya yang sejak 10
tahun yang lalu tidak pernah berhenti untuk mendukung penulis hingga
sampai pada tahap penulisan skripsi ini.
14. CB Politik 2015, Azizah Putri Rivinia, Febi Dwi Andyani, Nahdahtul
Hikmah, Diana Novita Sari, Neng Sys Mafazah, Indah Dwi Wulandari,
Nofika Indah Lestari dan Astri Diyawati yang menjadi penyemangat
penulis selama masa perkuliahan, terima kasih atas diskusi dan
dukungannya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
ix
15. Teman-teman dari Politik B 2015 (Polbe) yang membuat masa
perkuliahan penulis menjadi sangat terkesan dan akan selalu terkenang.
16. KKN Ibnu Batutah 125, Rahma Dwi Saputri, Diyya Fathya, Prameswari
Kirana Allyssa, Beyan Mudhofar, dan Ismail Saleh, yang membuat
pengalaman penulis di Desa Wargajaya selama satu bulan menjadi sangat
terkenang dan selalu menyemangati penulis dalam penyelesaian skripsi ini
hingga selesai.
Penulis sangat berterima kasih atas bantuan yang diberikan sebelum dan
selama penulisan skripsi ini, penulis tidak yakin akan mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan baik tanpa bantuan mereka, semoga Allah SWT senantiasa
melindungi mereka dan membalas kebaikan yang telah mereka lakukan. Penulis
berhadap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi pembaca. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, 17 September 2019
Dyah Safira Priambodo
NIM: 11151120000079
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 9
E. Metode Penelitian....................................................................................... 13
F. Sistematika Penelitian ................................................................................ 16
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR ............................... 17 A. Inovasi ........................................................................................................ 17
1. Pengertian Inovasi ................................................................................ 17
2. Dimensi Inovasi ................................................................................... 19
3. Prinsip Inovasi ...................................................................................... 20
B. Kebijakan Publik ........................................................................................ 22
1. Pengertian Kebijakan Publik ................................................................ 22
2. Ciri-Ciri Umum Kebijakan Publik ....................................................... 24
3. Dimensi Kebijakan Publik ................................................................... 25
4. Implementasi Kebijakan Publik ........................................................... 26
C. Kerangka Pikir ........................................................................................... 29
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN .................................. 32 A. Profil Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta............................................. 32
B. Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta .................................................................................. 36
1. Latar Belakang Munculnya Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik
(E-Waste).............................................................................................. 36
2. Tujuan dan Manfaat Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-
Waste) ................................................................................................... 38
3. Pelaksanaan Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) .... 39
4. Hasil Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) ............... 42
BAB IV INOVASI PENGELOLAAN LIMBAH PADA LIMBAH
ELEKTRONIK OLEH PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA .......... 46 A. Inovasi Pengelolaan Limbah Elektronik .................................................... 46
B. Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Elektronik 79
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 93 A. Kesimpulan ................................................................................................ 93
xi
B. Saran ........................................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 95
LAMPIRAN .......................................................................................................... 98
xii
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Rekapitulasi Pengumpulan Limbah Elektronik di 5 Kota
Administrasi DKI Jakarta pada Januari-Juni 2019 ......................... 43
Tabel III.2 Rekapitulasi Pengumpulan Limbah Elektronik di Halte
Transjakarta pada Januari-Juni 2019 .............................................. 44
Tabel III.3 Rekapitulasi Pengumpulan Limbah Elektronik di Stasiun Cikini
pada Januari-Juni 2019 ................................................................... 45
Tabel IV.1 Hasil Observasi Drop Box dan Banner di 5 Lokasi di DKI Jakarta81
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Kerangka Pikir ............................................................................ 31
Gambar III.1 Sertifikat Quality Management .................................................. 36
Gambar III.2 Sertifikat Quality Management .................................................. 36
Gambar III.3 Lokasi Drop Box Limbah Elektronik di DKI Jakarta ................ 40
Gambar III.4 Prosedur Penjemputan Limbah Elektronik bagi
Warga DKI Jakarta .................................................................... 41
Gambar IV.1 Lokasi Drop Box Limbah Elektronik di DKI Jakarta ................ 81
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Wawancara Kepada Rosa Ambarsari, Kepala Seksi
Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan DKI Jakarta .............. 98
Lampiran 2 Surat Wawancara Kepada Komunitas EWaste-RJ ......................... 99
Lampiran 3 Surat Wawancara Kepada Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar Jakarta Pusat ........................................ 100
xv
DAFTAR SINGKATAN
AC : Air Conditioner
ASEAN : Association of Southeast Asian Nations
B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun
BBG : Bahan Bakar Gas
BBM : Bahan Bakar Motor
BKD : Badan Kepegawaian Daerah
BPLHD : Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah
DKI : Daerah Khusus Ibu Kota
Dll : Dan lain-lain
E-Waste : Electronic Waste
EPR : Extended Producer Responsibility
EU : European Union
EWaste-RJ : EWaste-Rafa Jafar
HP : Handphone
ITF : Intermediate Treatment Facility
Kasatpel : Kepala Satuan Pelaksana
Kemendagri : Kementerian Dalam Negeri
KLHS : Kajian Lingkungan Hidup Strategis
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
LH : Lingkungan Hidup
MoU : Memorandum of Understanding
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PCB : Polychlorinated biphenyls
Pergub : Peraturan Gubernur
PPID : Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
PPLi : Prasadha Pamunah Limbah Industri
PT : Perseroan Terbatas
PVC : Polyvinyl chloride
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPPLH : Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Saka : Satuan Pramuka
Sapel : Satuan Pelaksana
TPA : Tempat Pembuangan Akhir
TPS : Tempat Pembuangan Sampah
TV : Television
UNEP : United Nations Environment Programme
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini, manusia menggunakan teknologi
untuk membantu kehidupannya agar lebih mudah. Menurut Muhamad
Ngafifi1, teknologi dikembangkan oleh manusia melalui inovasi-inovasi
yang mereka lakukan, dan dari teknologi tersebut maka dapat menjanjikan
kemudahan, efisiensi serta peningkatan produktivitas. Pemanfaatan
teknologi tidak dapat dipisahkan dengan alat-alat elektronik yang serba
digital seperti handphone, komputer, laptop, dan sebagainya. Jumlah
kebutuhan akan alat elektronik semakin meningkat dari tahun ke tahun
seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk.
Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, menurut Sri
Wahyono2, gaya hidup masyarakat juga semakin berkembang yang salah
satunya adalah untuk selalu mengikuti perkembangan teknologi terbaru
dan meninggalkan alat elektronik yang lama. Gaya hidup ini menyebabkan
alat elektronik yang lama menjadi limbah, karena tidak terpakai dan
jumlahnya semakin hari akan terus meningkat.
Limbah yang berasal dari alat elektronik disebut sebagai limbah
elektronik dan limbah elektronik termasuk dalam kategori limbah B3
1 Muhamad Ngafifi, “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif
Sosial Budaya”, Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol. 2, No. 1, (2014),
hal. 37 2 Sri Wahyono, “Kebijakan Pengelolaan Limbah Elektronik dalam Lingkup Global dan
Lokal”, Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 14, No. 1, (Januari 2013), hal. 17
2
(Bahan Berbahaya dan Beracun)3
. Pengertian limbah B3 menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 1, ayat (1)
adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup manusia, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lain.4
Selain mengandung bahan
berbahaya, limbah elekronik juga memiliki kandungan material berharga
seperti logam mulia dan logam tanah langka.5
Kemunculan limbah elektronik menurut Peeranart Kiddee, Ravi
Naidu dan Ming H. Wong6 disebabkan karena adanya teknologi dengan
desain-desain baru dan memiliki lebih banyak fungsi sehingga
menyebabkan meningkatnya jumlah barang elektronik yang ada. Masa
pemakaian sebagian besar alat elektronik menjadi lebih singkat karena
adanya perkembangan alat elektronik dengan desain yang menarik bagi
konsumen untuk membelinya.
Dicontohkan bahwa masa pemakaian komputer pada tahun 1992
adalah selama 4.5 tahun, kemudian menurun menjadi hanya 2 tahun pada
3 Sri Wahyono, “Kebijakan Pengelolaan Limbah Elektronik dalam Lingkup Global dan
Lokal”, hal. 17 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 1, ayat (1) 5 Sri Wahyono, “Kebijakan Pengelolaan Limbah Elektronik dalam Lingkup Global dan
Lokal”, hal. 17 6 Peeranart Kiddee, Ravi Naidu dan Ming H. Wong, “Electronic Waste Management
Approaches: An Overview”, Waste Management, Vol. 33, (2013), hal. 1237
3
tahun 2005. Hal ini yang menyebabkan semakin banyak jumlah komputer
yang kemudian dibuang atau akan diekspor ke negara berkembang.
Dalam studi yang dilakukan oleh Bushehri yang berjudul “UNEP‟s
role in promoting environmentally sound management of e-waste”, yang
dikutip dalam Peeranart Kiddee, Ravi Naidu dan Ming H. Wong 7
disebutkan bahwa di Amerika Serikat sekitar 500 juta komputer tidak lagi
terpakai antara tahun 1997 hingga 2007 dan di Jepang sudah ada 610 juta
komputer yang dibuang pada akhir Desember 2010. Sedangkan di
Tiongkok, terdapat 5 juta komputer baru dan 10 juta televisi baru yang
dibeli sejak tahun 2003 dan sekitar 1.11 juta ton limbah elektronik yang
dihasilkan setiap tahun. Limbah elektronik yang dihasilkan umumnya
berasal dari barang pabrik, alat rumah tangga, dan produk teknologi
informasi dan ditambah hasil impor limbah elektronik dari negara lain.
Adanya tindakan impor limbah elektronik yang dilakukan di
negara berkembang menjadikan negara-negara di Barat mengirimkan 80%
limbah elektroniknya ke negara-negara berkembang. Kurangnya regulasi
tentang bagaimana mengolah limbah elektronik dengan aman akan
memunculkan permasalahan kesehatan dan lingkungan di negara-negara
berkembang.8
7 Peeranart Kiddee, Ravi Naidu dan Ming H. Wong, “Electronic Waste Management
Approaches: An Overview”, hal. 1237 8 Peeranart Kiddee, Ravi Naidu dan Ming H. Wong, “Electronic Waste Management
Approaches: An Overview”, hal. 1238
4
Limbah elektronik yang tidak dikelola dengan prosedur yang tepat
menurut Ayu Nindyapuspa9
dapat menimbulkan polusi dan merusak
lingkungan, misalnya ketika melakukan proses solder untuk mengambil
emas dari limbah elektronik tersebut menghasilkan limbah cair dan dapat
mencemari tanah, dan lingkungan sekitar.
Permasalahan yang dihasilkan dari limbah elektronik bagi
kesehatan manusia terbagi atas dua hal yaitu dari permasalahan makanan
yang mengakibatkan tercemarnya makanan tersebut karena terpapar zat
berbahaya dari limbah elektronik dan dapat membahayakan pekerja yang
melakukan pengolahan limbah elektronik dengan tidak sesuai prosedur
karena adanya bahan-bahan berbahaya dari limbah elektronik.10
Melihat pada tingginya resiko yang dapat dihasilkan oleh
pengelolaan limbah elektronik maka sudah seharusnya pengelolaan limbah
elektronik dilakukan dengan prosedur yang tepat, yang dimulai dari
pengangkutan, pengumpulan, hingga pada tahap pengelolaan agar tidak
menimbulkan bahaya dan pencemaran lingkungan.
Untuk pengelolaan limbah elektronik di Indonesia, sudah ada
industri pengelolaan limbah elektronik seperti di Bekasi, Batam, Surabaya
dan Majalengka yang memiliki lisensi untuk kegiatan pengumpulan dan
pengelolaan limbah elektronik. Namun jumlahnya masih terbatas jika
dibandingkan dengan negara-negara di Asia seperti Malaysia yang
9 Ayu Nindyapuspa, “Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik di Negara Maju
dan Negara Berkembang”, Infomatek, Vol. 20, No. 1, (Juni 2018), hal. 43 10
Peeranart Kiddee, Ravi Naidu dan Ming H. Wong, “Electronic Waste Management
Approaches: An Overview”, hal. 1237
5
memiliki 16 fasilitas besar dan 138 fasilitas kecil, Thailand dengan 30
fasilitasnya dan Jepang yang memiliki 49 fasilitas pengelolaan limbah
elektronik. Ditambah, industri yang mengelola limbah elektronik juga
masih mengalami kesulitan dalam beroperasi karena jumlah bahan baku
yaitu limbah elektronik yang belum mencukupi. Industri-industri
pengelola limbah elektronik dalam beroperasi seharusnya mendapatkan
bahan baku dari sektor industri dan rumah tangga, namun, bahan baku dari
sektor rumah tangga sebagian besar diserap oleh sektor informal karena
memiliki kemampuan untuk membeli limbah elektronik rumah tangga
dengan harga yang tinggi.11
Limbah elektronik yang dibeli oleh sektor informal dapat dibayar
dengan harga yang tinggi karena mereka dapat menekan biaya daur ulang
dengan tidak memperhatikan faktor keselamatan lingkungan dan kerja,
serta tidak membayar pajak, tidak membayar biaya pengumpulan,
ditambah dengan sisa daur ulang limbah elektroniknya kemudian dibuang
secara illegal.12
Hal ini dikarenakan belum ada regulasi yang mengatur secara
spesifik mengenai pengelolaan limbah elektronik. Hingga kini pemerintah
mengkategorikan limbah elektronik ke dalam limbah B3 dan mengacu
pada peraturan yang mengatur mengenai limbah B3 dan sampah secara
umum yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
11
Sri Wahyono, “Kebijakan Pengelolaan Limbah Elektronik dalam Lingkup Global dan
Lokal”, hal. 21 12
Sri Wahyono, “Kebijakan Pengelolaan Limbah Elektronik dalam Lingkup Global dan
Lokal”, hal. 21
6
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah.13
Melihat belum ada regulasi yang spesifik, maka sudah menjadi
kewajiban bagi pemerintah untuk mengatur bagaimana agar limbah
elektronik di wilayahnya dapat berkurang dan tidak mencemari lingkungan
yaitu dengan melakukan inovasi. Inovasi merupakan hal yang penting
dalam menjawab sebuah permasalahan, dalam hal ini, pengelolaan limbah
elektronik. Dalam sebuah pemerintahan diperlukan untuk selalu
melakukan inovasi karena dari hasil penemuan yang dilakukan dapat
memperbaiki suatu keadaan sebelumnya. Seperti halnya dalam
pengelolaan limbah elektronik, inovasi menjadi hal yang penting karena
diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat pengelolaan
limbah elektronik yang tidak sesuai prosedur.
Kemudian dikarenakan beum ada regulasi yang spesifik dari
pemerintah pusat mengenai pengelolaan limbah elektronik, untuk itu,
pemerintah daerah perlu melakukan inovasi untuk mengurangi limbah
elektronik di wilayahnya. Salah satu pemerintah daerah yang perlu
melakukan inovasi mengenai pengelolaan limbah secara yang secara
spesifik limbah elektronik adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, karena
melihat posisinya sebagai Ibu Kota Republik Indonesia dan menjadi
13
Trisa Ayuni, Dodik Ridho Nurrochmat, Nastiti Siswi Indrasti, “Strategi Pengelolaan
Limbah Elektronik Melalui Pengembangan Infrastruktur Ramah Lingkungan”, Jurnal Risalah
Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, Vol. 3, No. 1, (April 2016), hal. 80
7
provinsi yang seharusnya menjadi percontohan bagi provinsi lainnya di
Indonesia.
Inovasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
mengatasi permasalahan limbah elektronik adalah dengan membentuk
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste). Gerakan ini
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sejak tahun 2017
dan didasari pada Instruksi Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
Nomor 28 Tahun 2017 tentang Pengumpulan Limbah Elektronik Bagi
Pegawai Di Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Penghuni Rumah
Susun Dinas Lingkungan Hidup.14
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) menjadi
upaya nyata dari inovasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam
mengelola limbah elektronik secara spesifik yang menjawab persoalan
mengenai belum adanya regulasi yang spesifik mengenai pengelolaan
limbah elektronik di Indonesia, serta untuk mengurangi pencemaran yang
ditimbulkan akibat pengelolaan limbah elektronik yang tidak sesuai
prosedur.
Meskipun Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik merupakan
sebuah terobosan baru dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun pada
pelaksanaannya belum mendapatkan respon yang baik dari masyarakat
sehingga pelaksanaan pengelolaan limbah elektronik belum berjalan
maksimal. Respon masyarakat berperan penting dalam pelaksanaan suatu
14
Data Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus 2019
8
kegiatan, dan agar sebuah program mendapatkan respon yang baik, sudah
seharusnya pihak pemerintah mampu menarik perhatian masyarakat
terhadap program tersebut.
Oleh karena itu, berdasarkan pada penjelasan di atas, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai inovasi
pengelolaan limbah dalam bentuk limbah elektronik serta faktor
penghambat yang menyebabkan pelaksanaan pengelolaan limbah
elektronik belum maksimal yang dijadikan topik penelitian skripsi yang
berjudul “Inovasi Kebijakan Pengelolaan Limbah: Studi pada Pengelolaan
Limbah Elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-
2019”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dibahas
adalah:
1. Bagaimana proses inovasi kebijakan pengelolaan limbah pada
pengelolaan limbah elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta?
2. Hambatan apa saja yang muncul dalam pelaksanaan pengelolaan
limbah elektronik?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
C.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
adalah:
9
1. Untuk mengetahui inovasi kebijakan pengelolaan limbah pada
pengelolaan limbah elektronik oleh Pemerintah DKI Jakarta.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste).
C.2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademik: Diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu politik tentang kajian kebijakan
pemerintah daerah.
b. Manfaat praktis: Diharapkan dapat memberi informasi mengenai upaya
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola limbah elektronik.
D. Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan studi pustaka
yang dimulai dari disertasi, tesis, skripsi dan referensi lainnya seperti buku
dan jurnal ilmiah yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian yang
disusun peneliti.
Pertama, karya Justus Nyabwengi Omari.15
Penelitian untuk tesis
ini meneliti tentang tipe, sumber dan kuantitas dari limbah elektronik dan
bagaimana pengelolaan dan kebijakannya di Nairobi, Kenya. Hasil dari
penelitian ini adalah kepemilikan komputer, telepon genggam dan telepon
sebanyak 56,6% dan setiap tahun terdapat 10,84% limbah komputer.
Penyebab dari banyaknya limbah elektronik karena sudah tidak berfungsi
15
Justus Nyabwengi Omari, “Investigation of the Current Status of Electronic Wastes,
Generation and Management: A Case Study of Nairobi County”, Master Thesis, Department
Environmental Engineering and Management, Jomo Kenyatta University of Agriculture and
Technology, (2018)
10
dan ditambah dengan perubahan kebijakan serta penjualan limbah
elektronik. Cara terbanyak dari pembuangan limbah elektronik dengan
menjualnya lalu menyimpannya di toko, dan 53% dari responden tidak
memiliki wewenang untuk mengelola limbah elektronik sehingga
pengelolaannya tidak dianggap serius. Penelitian ini juga menemukan
bahwa sebagian besar institusi lebih memilih untukmengumpulkan dan
membuang limbah elektronik mereka lalu kemudian didaur ulang. Metode
yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Perbedaan dari
tesis ini dengan penelitian yang penulis tulis adalah pada evaluasi terhadap
kebijakan yang ada mengenai masalah limbah elektronik di Kenya.
Kedua, karya Ernest Kwaku Bekoe.16
Penelitian untuk tesis ini
meneliti mengenai pengelolaan limbah elektronik di Kumasi Metropolitan,
Ghana serta membahas tantangan dalam melakukannya dan permasalahan
lingkungan dan kesehatan yang dihasilkan dan menemukan bahwa
meningkatnya limbah elektronik menjadi tantangan tersendiri bagi
pemerintah. Hasil temuannya adalah terdapat kebijakan bernama
Envitonmental Protection, Sanitation and Assessmen Acts untuk mengatur
pengelolaan bahan berbahaya, namun terdapat tantangan yaitu tidak
adanya regulasi terbaru untuk mengarahkan aktivitas peningkatkan sektro
pengelolaan limbah elektronik dan tidak ada fasilitas untuk mengelola
limbah elektronik yang sesuai, dan kurangnya perhatian publik serta
kurangnya pengetahuan dan kemampuan dari pemerintah dalam
16
Ernest Kwaku Bekoe, “E-Waste Management Practices in the Kumasi Metropolitan
Area of Ghana: Status and Challenges”, Master Thesis, Department of International Environment
and Development Studies, Norwegian University of Life Sciences, (2015)
11
menghadapi tantangan untuk mengelola limbah elektronik secara efektif.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi
kasus. Perbedaan antara tesis ini dengan penelitian yang penulis tulis
adalah disertasi ini membahas mengenai pengelolaan limbah elektronik di
Kumasi Metropolis dari segi informal dan formal, lalu membahas
tantangan dalam mengelola limbah elektronik dan dampak kesehatan serta
lingkungan dari limbah elektronik.
Ketiga, karya Benedicta A. Ideho.17
Penelitian untuk tesis ini
meneliti mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi dan
pengelolaan limbah elektronik secara informal di Nigeria. Hasil
temuannya adalah para stakeholder dari pengelolaan limbah elektronik
secara informal ini tetap melanjutkan aktivitasnya meskipun menimbulkan
bahaya kesehatan karena adanya keuntungan ekonomi yang di dapatkan.
Meskipun sudah terdapat kebijakan dalam mengelola bahan berbahaya dan
kebijakan mengenai pentingnya alat elektronik, namun karena kurangnya
manajemen dalam mengimplementasikannya menyebabkan hal tersebut
terjadi. Temuan lainnya juga menjelaskan bahwa sektor elektronik
nasional di Nigeria diatur oleh asosiasi yang terlibat dalam bisnis
elektronik. Dalam tesis ini, metode penelitian yang digunakan adalah
metode kualitatif dengan studi kasus di Nigeria. Perbedaan tesis ini dengan
penelitian yang penulis lakukan adalah tesis ini membahas pada
17
Benedicta A. Ideho, “E-Waste Management: A Case Study of Lagos State, Nigeria”,
Master Thesis in Development and International Cooperation, Department of Social Sciences and
Philosophy, University of Jyvaskyla, Finland (2012)
12
keuntungan ekonomi dan bahaya kesehatan dari pengelolaan limbah
elektronik secara informal.
Keempat, karya A. Askari, A. Ghadimzadeh, C.Gomes, M.D.
Bakri Ishak18
. Penelitian untuk jurnal ini membahas mengenai bagaimana
pengelolaan limbah elektronik di negara industri dengan menganalisis
berbagai isu di level global dan menjadikan Malaysia sebagai studi kasus.
Hasil yang ditemukan adalah di negara-negara berkembang, contohnya
Malaysia, sulit untuk secara penuh mengadopsi sistem pengelolaan limbah
elektronik yang dikarenakan kondisi sosial-ekonomi, kurangnya
infrastruktur, tidak adanya regulasi hukum yang mengatur pengelolaan
limbah elektronik dan banyaknya materi-materi yang terdapat dalam setiap
alat elektronik. Sistem pengelolaan limbah elektronik di Malaysia
membutuhkan reformasi regulasi mengenai limbah elektronik. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Perbedaan jurnal ini
dengan penelitian yang penulis tulis adalah jurnal ini membahas regulasi
mengenai pengelolaan limbah elektronik di Malaysia dan penelitian ini
membahas mengenai pengelolaan limbah di DKI Jakarta.
Kelima, karya Deepali Sinha-Khetriwal, Philipp Kraeuchi, Markus
Schwaninger.19
Penelitian untuk jurnal ini membahas mengenai
peningkatan jumlah limbah elektronik di dunia menimbulkan tantangan
18
A. Askari, A. Ghadimzadeh, C.Gomes, M.D. Bakri Ishak, “E-Waste Management:
Towards an Appropriate Policy”, European Journal of Business and Management, Vol. 6, No. 1,
(2014) 19
Deepali Sinha-Khetriwal, Philipp Kraeuchi, Markus Schwaninger, “A Comparison of
Electronic Waste Recycling in Switzerland and in India”, Environmental Impact Assessment
Review, Vol. 25, (2005)
13
tersendiri dalam mengelolanya, karena terdapat ketentuan logistik tertentu
untuk mengumpulkan limbah elektronik, kemudian limbah elektronik juga
banyak mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan manusia dan
lingkungan, sehingga pembuangannya harus menggunakan cara khusus.
Jurnal ini membandingkan bagaimana di Swiss dan India dalam mengelola
limbah elektronik dan ditermukan bahwa pengelolaan limbah elektronik
tidak hanya memiliki satu cara, karena tergantung pada sistem ekonomi
dan kultural dari setiap tempat. Metode penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan studi kasus. Perbedaan dari jurnal ini dengan
penelitian yang penulis tulis adalah jurnal ini mengambil studi kasus dari
Swiss dan India dan membandingkan bagaimana kedua negara tersebut
mengelola limbah elektronik dan melihat perbedaannya.
E. Metode Penelitian
E.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk membahas
inovasi kebijakan pengelolaan limbah elektronik serta analisis yang
mendalam dalam menyusun penelitian ini. Metode kualitatif memiliki
definisi sebagai metode dalam penelitian ilmu sosial yang dilakukan
dengan cara mengamati kondisi di masyarakat yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan dan melakukan analisis terhadap hasil
pengamatan tersebut.20
Dengan menggunakan metode kualitatif maka
20
Pupu Saeful Rahmat, “Penelitian Kualitatif”, Equilibrium, Vol. 5, No. 9, (Januari-Juni
2009): hal. 2
14
penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif yang menjelaskan dari
hasil analisis yang diteliti.21
E.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Provinsi DKI. Untuk waktu penelitian
dilakukan secara bertahap.
E.3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data, penulis menggunakan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan
beberapa narasumber yang dipilih dengan menggunakan purposive
sampling yang antara lain adalah:
1. Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta karena program pengelolaan
limbah elektronik dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta.
2. Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-RJ
karena komunitas tersebut melakukan kerjasama dengan Dinas
Lingkungan Hidup DKI mengenai pengumpulan limbah
elektronik.
3. Soesilo Wahyudi, staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat yang merupakan
kecamatan yang mengumpulkan limbah elektronik terbanyak di
Kota Administrasi Jakarta Pusat.
21
David Marsh dan Gerry Stoker, Teori dan Metode dalam Ilmu Politik (Bandung:
Nusamedia, 2002), hal. 242
15
4. Masyarakat umum.
Kemudian observasi dilakukan dengan mengunjungi Dipo Gunung
Sahari serta lokasi-lokasi penempatan drop box. Pengumpulan data yang
terakhir yaitu dokumentasi dengan menggunakan dokumen-dokumen yang
diberikan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Provinsi DKI Jakarta.
E.4. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Teknik ini
bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai inovasi kebijakan publik
mengenai pengelolaan limbah elektronik yang dilakukan oleh Pemerntah
DKI Jakarta serta hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pengelolaan
limbah elektronik.
E.5. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang penulis peroleh secara langsung
melalui pengumpulan data dari objek yang diteliti dengan teknik purposive
sampling dengan melakukan wawancara dengan narasumber. Wawancara
dengan pihak-pihak terkait seperti Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Rosa Ambarsari,
Komunitas Ewaste-RJ dan serta Soesilo Wahyudi, staf Satuan Pelaksana
Lingkungan Hidup Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat serta
masyaraakt umum.
b. Data Sekunder
16
Data sekunder merupakan data yang diperoleh selain dari objek
penelitian. Data diperoleh dari dokumen-dokumen grafis, rekaman video,
foto, media online.
F. Sistematika Penelitian
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang saling berhubungan antar
satu bab dengan bab yang lain, maka peneliti membagi topik penelitian ke
dalam lima bab. Berikut adalah sistematika penulisan dalam penelitian ini:
Bab I, peneliti menjelaskan mengenai latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, teknik analisis data, teknik pengumpulan data, sumber data dan
sistematika penelitian.
Bab II, peneliti menjelaskan mengenai kerangka teoretis yaitu teori
inovasi dan kebijakan publik serta menuliskan kerangka pikir yang dapat
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Bab III, peneliti menjelaskan mengenai gambaran umum tentang
peta wilayah limbah elektronik di DKI Jakarta.
Bab IV, peneliti melakukan analisis untuk menemukan bagaimana
inovasi kebijakan publik mengenai pengelolaan limbah pada limbah
elektronik yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan
faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pengelolaan limbah
elektronik.
Bab V, peneliti membuat kesimpulan dari hasil temuan yang
didapatkan. Serta memberikan saran untuk penelitian serupa selanjutnya
17
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Inovasi
A.1. Pengertian Inovasi
Inovasi didefiniskan sebagai pengenalan dan penerapan secara
sengaja gagasan, proses, produk dan prosedur yang baru pada unit yang
menerapkannya yang dibentuk untuk memberikan manfaat bagi
masyarakat.1
Evert M. Rogers dalam Suwarno2
, menjelaskan bahwa
inovasi merupakan sebuah ide, gagasan, prosedur, atau benda yang
diterima sebagai hal baru oleh seseorang atau kelompok untuk digunakan.
Sedangkan inovasi dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2014 tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik proses kreatif
dalam menciptakan dan menemukan hal baru yang berbeda atau diubah
dari yang sebelumnya sudah ada.3
Inovasi pada tingkat pemerintah, fokus pada memberikan manfaat
bagi masyarakat. Inovasi ini fokus pada kegiatan, program, dan insentif
untuk berwirausaha dan berinovasi yang dimaksudkan untuk mendorong
organisasi-organisasi baru untuk berinovasi dan memperluas manfaat yang
1 Djamaludin Ancok, Psikologi Kepemimpinan & Inovasi, (Jakarta: Erlangga, 2012), hal.
34 2 Yogi Suwarno, Inovasi di Sektor Publik, (Jakarta: STIA-LAN, 2008), hal. 9
3 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik
18
mereka hasilkan untuk masyarakat dan anggota-anggotanya. Aspek dan
peran sosial terlihat jelas pada inovasi di tingkat pemerintah. 4
Inovasi terdiri dari dua hal yaitu: (1) Product innovation yaitu
kemampuan seseorang untuk menawarkan solusi untuk perbaikan terhadap
produk yang telah ada dan bagaimana individu mampu untuk
mengembangkan sebuah produk untuk memenuhi kepuasan pelanggan; (2)
Process innovation yaitu kemampuan seseorang untuk menghasilkan jasa
yang lebih baik dibandingkan yang sudah ada.5
Pada penerapannya, inovasi memiliki atribut yang melekat, yang
menurut Rogers dalam Suwarno6 yang pertama adalah keuntungan relatif,
di mana inovasi harus memiliki keunggulan dibandingkan yang
sebelumnya, ada nilai yang membedakannya dengan yang lain. Kedua,
kesesuaian. Inovasi memiliki sifat kompatibel dari inovasi sebelumnya,
melakukan penyesuaian dari inovasi sebelumnya. Ketiga, kerumitan.
Karena adanya inovasi yang baru mungkin dapat menimbulkan tingkat
kesulitan yang lebih tinggi.
Keempat, kemungkinan dicoba. Inovasi akan diterima apabila telah
terbukti memiliki perbedaan yang menguntungkan dibandingkan yang
lama. Sehingga produk inovasi harus melewati tahap uji coba terlebih
dahulu dengan diuji kualitasnya oleh setiap orang. Kelima, kemudahan
4 Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, (Jakarta: PT Grasindo, 2009), hal. 32 5 Dodi Jayen Suwarno, Anita Silvianita, “Knowledge Sharing dan Inovasi Pada Industri
Startup”, Jurnal Ecodemica, Vol. 1, No. 1, (April 2017), hal. 101 6 Yogi Suwarno, Inovasi di Sektor Publik, (Jakarta: STIA-LAN, 2008), hal. 16-18
19
untuk diamati. Inovasi yang baik diharuskan dapat diamati cara kerja dan
hasil yang diberikan dengan mudah.
Menurut Muluk7, proses inovasi memiliki dua kategori, pertama,
sustaining innovation (inovasi terusan), meskipun merupakan produk baru
tetapi tetap berdasarkan pada kondisi pelayanan dan sistem yang ada.
Kedua, discontinue innovation (inovasi terputus) di mana inovasi yang
baru sama sekali tidak berdasarkan pada kondisi pelayanan dan sistem
yang ada.
A.2. Dimensi Inovasi
Inovasi memiliki dimensi yang berjumlah dua belas, yang antara
lain adalah8:
1. Apa (offerings): Mengembangkan produk atau jasa yang
inovatif.
2. Model (platform): Menggunakan komponen atau kerangka
yang sama untuk menciptakan produk turunan.
3. Solusi (solutions): Menciptakan produk yang terintegrasi dan
sesuai untuk memecahkan masalah konsumen.
4. Pengalaman konsumen (customer experience): Mendesain
kembali interaksi pelanggan pada semua kontak poin dan
kesempatan kontak.
7 Khairul M.R. Muluk, Knowledge Management: Kunci Sukses Inovasi Pemerintahan
Daerah, (Malang: Banyumedia Publishing, 2008), hal. 48 8 Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 108-109
20
5. Nilai tambah alternatif (value capture): Mendefinisikan
kembali bagaimana untuk memperoleh pendapatan atau
menciptakan aliran pendapatan baru yang inovatif.
6. Proses (processes): Mendesain kembali proses operasi inti
dalam mengubah input menjadi output untuk memperbaiki
efisiensi dan efektivitas.
7. Organisasi (organization): Mengubah bentuk, fungsi atau
lingkup aktivitas perusahaan.
8. Rantai pasok (supply chain): Berpikir berbeda tentang cara
memperoleh sumber daya dan memenuhinya
9. Pasar (presence): Menciptakan saluran distribusi atau poin-
poin kehadiran baru yang inovatif, termasuk tempat-tempat di
mana produk dapat dibeli atau digunakan oleh konsumen.
10. Jejaring (networking): Menciptakan produk yang berpusat pada
jejaring dan terintegrasi.
11. Merek (brand): Menggunakan merek yang sudah ada pada
domain atau ranah baru.
A.3. Prinsip Inovasi
Untuk melakukan inovasi, diperlukan 8 prinsip yang antara lain
adalah, yaitu9:
1. Tidak ada inovasi tanpa kepemimpinan: Inovasi membutuhkan
visi yang jelas yang didefinisikan oleh kepemimpinan dalam
9 Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 124-136
21
organisasi sehingga visi tersebut dapat disebarkan ke seluruh
organisasi.
2. Inovasi membutuhkan manajemen resiko yang terkalkulasi:
Setiap inovasi pasti mengandung resiko untuk itu perlu
mengembangkan sistem untuk mengatasinya, termasuk
memastikan karyawan kunci dalam organisasi bertindak
sebagai innovator dan pengusaha.
3. Inovasi dipicu oleh kreativitas: Menciptakan lingkungan
kondusif untuk menumbuhkan kreativitas dari setiap anggota
organisasi.
4. Inovasi membutuhkan integrasi organisasi: Seluruh organisasi
harus merasa memiliki inovasi dan inovasi tidak dapat
diserahkan hanya pada bagian-bagian tertentu.
5. Keberhasilan dalam inovasi membutuhkan keunggulan dalam
manajemen proyek: Keunggulan dalam manajemen proyek
berkaitan dengan sisi implementasi inovasi.
6. Informasi adalah sumber daya penting untuk efektivitas
inovasi: Manajemen informasi dalam manajemen proyek
ditekankan sebagai salah satu prinsip manajemen inovasi. Jika
inovasi dilihat sebagai sebuah proses produksi maka informasi
dan ide adalah bahan baku dalam membuat produk, dan untuk
melakukannya dibutuhkan sumber informasi yang baik dan
22
dapat dipertanggungjawabkan serta bebas untuk mengakses
informasi tersebut.
7. Hasil dari upaya kreatif perlu dilindungi: Menggunakan hak
paten dan hak cipta, selain itu trade secrets, merek, monopoli
atas sumber daya, ciptakan pasar kaptif, lakukan percepatan
pengembangan produk.
8. Inovasi yang berhasil berakar pada pemahaman yang baik
tentang pasar: Inovator yang baik perlu memiliki kemampuan
mendengarkan pasar dan dapat memberikan respon dengan
cepat dan baik serta mempertimbangkan permintaan-
permintaan konsumen, karena dengan kemampuan komunikasi
yang baik dapat menjadi tolak ukur keberhasilan suatu inovasi.
B. Kebijakan Publik
B.1. Pengertian Kebijakan Publik
Thomas R. Dye seperti dikutip dalam Said Zainal Abidin10
menyebutkan bahwa pengertian kebijakan adalah sebuah pilihan bagi
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal (whatever
governments choose to do or not to do). Dari definisi ini dapat
menggabungkan dari definisi yang disebutkan oleh David Easton,
Lasswell dan Kaplan serta Carl Friedrich. Easton dalam Said Zainal
Abidin11
, menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah disebut sebagai
10
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hal. 5-6 11
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, hal. 6
23
“kekuasaan pengalokasian nilai-nilai untuk masyarakat secara
keseluruhan”.
Dari definisi ini dapat menjelaskan bahwa pemerintah memiliki
kewenangan terhadap seluruh kehidupan masyarakatnya, dan tidak ada
organisasi lain selain pemerintah yang cakupan kewenangannya sebesar
yang dimiliki pemerintah. Dalam Said Zainal Abidin12
juga disebutkan
bahwa Lasswell dan Kaplan mendefinisikan kebijakan sebagai sarana
untuk mencapai tujuan, dan kebijakan merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan adanya tujuan, nilai dan praktik (a projected program of goals,
values, and practices).
Kebijakan memiliki dua prinsip yaitu merupakan hal yang berasal
dari kehidupan masyarakat dan bukan merupakan hal yang muncul secara
tiba-tiba. Kebijakan dapat dibentuk karena pemerintah melihat bagaimana
kondisi dalam masyarakat dan kebijakan selalu berkaitan dengan hal yang
tidak asing oleh masyarakat. Prinsip kedua adalah kebijakan diciptakan
untuk mencapai titik harmoni dari pihak-pihak yang merasa bermasalah,
untuk itu dapat dikatakan kebijakan merupakan hal yang menjawab
permasalahan sosial.13
Sedangkan pengertian publik memiliki variasi menurut pengertian
umum, masyarakat dan negara. Publik dalam pengertian umum atau
masyarakat misalnya penawaran umum, milik umum, perusahaan umu,
12
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, hal. 6 13
Abdullah Ramdhani dan Muhammad Ali Ramdhani, “Konsep Umum Pelaksanaan
Kebijakan Publik”, Jurnal Publik, Vol. 11, No. 1, (2017): hal. 2-3
24
hubungan masyarakat, pelayanan masyarakat, dan kepentingan umum.
Sedangkan untuk pengertian publik dalam pengertian negara adalah
otoritas negara, bangunan negara, penerimaan negara dan sektor negara.14
Kemudian pengertian publik yang berkaitan dengan kebijakan
publik terdapat dalam strata kebijakan. Sebuah kebijakan publik tidak
bersifat spesifik dan sempit dan berada pada strata strategis. Sehingga
kebijakan publik berfungsi untuk pedoman untuk pembentukan kebijakan
dan keputusan khusus di bawahnya.15
Pengertian dari kebijakan publik menurut Samodra Wibawa16
adalah setiap keputusan yang dihasilkan dalam sistem politik sebuah
negara, provinsi, kabupaten bahkan hingga tingkat rukun tetangga dan
rukun warga. Lembaga-lembaga seperti PBB, ASEAN, EU juga termasuk
sebagai sistem politik. Dalam setiap sistem tersebut, mereka membentuk
keputusan yang ditujukan kepada “publik” masing-masing dan
menggunakan sumber daya publik yang mereka miliki.
B.2. Ciri-Ciri Umum Kebijakan Publik
Kebijakan memiliki beberapa ciri-ciri yaitu sebagai berikut17
:
1. Kebijakan publik pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai dan tidak
sekedar dibuat percuma, jika tidak memiliki tujuan maka kebijakan
tidak akan dibuat.
14
Rahayu Kusuma Dewi, Studi Analisis Kebijakan, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hal.
16 15
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, hal. 8 16
Samodra Wibawa, Politik Perumusan Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011), hal. 3 17
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, hal. 23
25
2. Kebijakan tidak berdiri sendiri, atau terpisah dari kebijakan lainnya.
Kebijakan yang dibuat akan berkaitan dengan kebijakan yang sudah ada
di masyarakat dan berorientasi pada implementasi, interpretasi dan
penegakan hukum.
3. Kebijakan merupakan tindakan yang sudah dilakukan pemerintah,
bukan untuk tindakan yang akan atau masih direncanakan oleh
pemerintah.
4. Kebijakan dapat bersifat positif yaitu untuk mengarahkan atau
menganjurkan suatu hal kepada masyarakat dan bersifat negatif yang
merupakan larangan kepada masyarakat.
5. Kebijakan harus dibuat dengan memiliki landasan hukum sehingga
memiliki wewenang untuk “memaksa” masyarakat untuk mematuhinya.
B.3 Dimensi Kebijakan Publik
Tri Widodo seperti yang dikutip dalam Rahayu Kusuma Dewi18
menjelaskan bahwa dimensi kebijakan publik memiliki dua segi, yang
antara lain adalah:
1. Dimensi proses kebijakan: membahas bagaimana proses pelaksanaan
pembentukan tersebut di mulai dari pencarian masalah, implementasi
kebijakan, memantau kebijakan, dan evaluasi kebijakan
2. Dimensi analisis kebijakan: sebuah kegiatan di mana kebijakan yang
akan dibuat dianalisis terlebih dahulu dengan metode dan teknik yang
multidisiplin untuk penyusunan strategi kebijakan.
18
Rahayu Kusuma Dewi, Studi Analisis Kebijakan, hal. 20
26
B.4. Implementasi Kebijakan Publik
Dalam melaksanakan kebijakan publik tidak mudah, karena
kebijakan tersebut memiliki pengaruh terhadap masyarakat luas sehingga
para pembuat kebijakan harus menyesuaikan kebijakan tersebut dengan
pandangan dan latar belakang masyarakat yang beragam dan dalam
menerapkan satu kebijakan akan memiliki pro dan kontra. Pelaksanakan
kebijakan publik juga dapat disebut sebagai implementasi kebijakan
publik, yang merupakan sebuah tahap setelah kebijakan tersebut disahkan
sebagai peraturan perundang-undangan. Implementasi kebijakan
merupakan kegiatan untuk memenuhi janji-janji yang tertulis dalam
kebijakan tersebut yang berbentuk program pemerintah yang memiliki
output yang nyata. Implementasi kebijakan juga dapat disebut sebagai
transaksi sumber daya, karena dalam pelaksanaannya, pemerintah harus
membentuk hubungan dengan berbagai macam pihak, dan juga harus
memiliki integrasi antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan
tersebut.
Alur dalam implementasi kebijakan diawali dengan output
kebijakan yang kemudian ditujukan kepada kelompok tertentu yang
berkaitan dengan kebijakan tersebut yang nantinya akan menimbulkan
akibat apakah kebijakan tersebut berhasil atau gagal. Kebijakan publik
memiliki dua pihak yang saling terkait yaitu pemerintah sebagai pembuat
kebijakan dan masyarakat sebagai implementator kebijakan. Namun
pemerintah juga dapat menjadi implementator kebijakan seperti contohnya
27
lembaga legislatif ketika membuat undang-undang yang berisi mengenai
persoalan implementasi, lalu juga lembaga yudikatif dapat menjadi
implementator misalnya apabila berkaitan dengan undang-undang tentang
kejahatan, terorisme, narkoba dan sebagainya. Selain lembaga negara,
yang berperan sebagai implementator adalah kelompok kepentingan dan
penekan, dan organisasi masyarakat.
Dalam implementasi kebijakan publik menggunakan dua
pendekatan yaitu top-down dan bottom-up. Top-down umumnya berfungsi
ketika memilih kebijakan apa yang akan dibahas, mempelajari sebuah
kebijakan untuk melihat tujuan dari kebijakan tersebut, mengetahui
dengan cara apa agar sebuah kebijakan dapat tepat sasaran dan
dilaksanakan dengan benar, mengetahui apakah sebuah kebijakan dapat
diterima dan bermanfaat bagi kelompok terkait, serta dampak apa yang
muncul setelah sebuah kebijakan dilaksanakan. Sedangkan pendekatan
bottom-up dilaksanakan dengan melakukan pemetaan stakeholder,
mencari tahu pemahaman aktor yaitu pemerintah, kelompok penekan dan
kelompok sasaran mengenai sebuah kebijakan dan kepentingan di dalam
kebijakan tersebut, mencari jaringan antara aktor level bawah dan level
atas, melakukan pemetaan dari level terendah hingga tertinggi.19
19
Eko Handoyo, Kebijakan Publik, (Semarang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang dan Widya Karya, 2012), hal. 93-101
28
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Publik
Menurut George C. Edwards dalam Subarsono20
mengemukakan
empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik yaitu:
a. Komunikasi
Keberhasilan sebuah kebijakan mengharuskan pelaku kebijakan
untuk mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam
mengimplementasikan sebuah kebijakan, komunikasi tidak hanya
dilakukan pada pelaksana kebijakan melainkan juga pada sasaran dan
pihak terkait. Informasi yang disampaikan kepada pelaksana kebijakan
harus jelas, mudah dipahami dan konsisten agar kebijakan tersebut
dapat berjalan dengan baik.
b. Sumber Daya
Sumber daya menjadi hal yang penting dalam pengimplementasian
sebuah kebijakan, karena meskipun komunikasi telah dijalankan dengan
baik namun tidak didukung dengan sumber daya yang memadai, maka
implementasi kebijakan tidak akan berjalan secara efektif. Sumber daya
dapat berwujud sumber daya manusia dan non manusia. Jika dalam
implementasi kebijakan tidak memiliki sumber daya, maka kebijakan
tersebut hanya menjadi dokumen saja.
c. Disposisi
Hal ketiga yang menjadi faktor penting dalam pelaksanaan
kebijakan adalah sikap dari pelaksana kebijakan ketika menjalankan
20
Agustinus Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi , hal. 90
29
suatu kebijakan, jika ia memiliki disposisi yang baik maka kebijakan
yang dijalankan juga akan baik.
d. Struktur Birokrasi
Yang keempat adalah struktur birokrasi di mana menjadi salah satu
badan yang menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi tidak hanya dalam
struktur pemerintahan, melainkan juga pada instansi lain yang memiliki
keterkaitan dengan kebijakan yang sedang dijalankan. Pengaruh dari
struktur birokrasi cukup signifikan dalam pelaksanaan sebuah
kebijakan.
C. Kerangka Pikir
Pengelolaan limbah elektronik menjadi salah satu permasalahan
sampah yang tidak dapat diabaikan, dan harus mendapatkan perhatian
khusus dari pemerintah. Keberadaan limbah elektronik yang semakin
meningkat seiring kemajuan teknologi ditambah dengan potensi bahaya
yang dimilikinya menjadi alasan diperlukannya upaya nyata untuk
mengatasi permasalahan ini, dan untuk pengelolaan limbah elektronik
masih banyak yang tidak dilakukan sesuai prosedur sehingga dapat
memunculkan pencemaran lingkungan. Hingga pada tahun 2017, Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta membentuk sebuah program pengelolaan
limbah elektronik yang dinamakan Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik (E-Waste) yang bertujuan untuk mengurangi pencemaran
lingkungan dan mengurangi jumlah elektronik di DKI Jakarta, meskipun
program ini hanya sebatas pada wewenang untuk mengumpulkan saja
30
kemudian limbah elektronik yang didapatkan lalu diserahkan ke pihak
ketiga untuk diolah.
Meskipun program ini menjadi sebuah inovasi bagi Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, namun dalam penelitian ini berusaha untuk
menjawab dan menjelaskan mengenai dari sisi mana program ini dapat
dikategorikan sebagai inovasi dengan menggunakan indikator-indikator
inovasi. Serta menjabarkan mengenai proses inovasi yang dilakukan dalam
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) dengan
menggunakan prinsip inovasi.
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) sudah
berjalan selama 2 tahun, namun pada pelaksanaannya terdapat berbagai
hambatan yang menyebabkan program ini tidak mampu berjalan secara
efektif. Sehingga dalam penelitian ini juga menjawab mengenai hal apa
saja yang muncul dalam pelaksanaan Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik (E-Waste) yang dapat menyebabkan program ini belum
terlaksana secara maksimal dengan menggunakan faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan publik.
Skripsi ini menggunakan kerangka teoretis dari teori inovasi dan
kebijakan publik dengan menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan publik agar dapat melihat dan membahas secara
jelas pada Bab IV mengenai inovasi pengelolaan limbah elektronik dan
hambatan yang muncul dalam pelaksanaan program pengelolaan limbah
elektronik di tahun 2017-2019.
31
INOVASI KEBIJAKAN
PENGELOLAAN LIMBAH (Studi pada Pengelolaan Limbah
Elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun
2017-2019)
Inovasi Kebijakan Pengelolaan
Limbah Elektronik
1. Indikator Inovasi
2. Prinsip Inovasi
Faktor Penghambat Pelaksanaan Program Pengelolaan Limbah
Elektronik
1. Komunikasi
2. Sumber Daya
3. Disposisi
4. Struktur Birokrasi
Gambar II.1
Kerangka Pikir
32
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Profil Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta terbentuk pada tahun 2017
yang merupakan hasil peleburan dari Dinas Kebersihan dan Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta.1 Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta terletak di Jalan Mandala V No. 67, Cililitan, Kramat
Jati, Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 13640.2
Tupoksi dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta tertera dalam
Pergub No. 284 Tahun 2016 tentang Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Jakarta, Pergub No. 399 Tahun 2016 tentang Unit Pelaksana Kebersihan
Badan Air, Pergub No. 398 Tahun 2016 tentang Unit Laboratorium
Lingkungan Hidup Daerah dan Pergub No. 400 Tahun 2016 tentang Unit
Pengelola Sampah Terpadu.3
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memiliki 24 program
prioritas yang antara lain adalah4:
1. Penyusunan RPPLH, KLHS Pantura dan KLHS RPJMD.
2. Penyusunan RPJMD.
1 Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019, di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta. 2 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, https://lingkunganhidup.jakarta.go.id, diakses 3
Agustus 2019 3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, https://lingkunganhidup.jakarta.go.id, diakses 3
Agustus 2019 4 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, https://lingkunganhidup.jakarta.go.id, diakses 3
Agustus 2019
33
3. Penyusunan status lingkungan hidup daerah.
4. Pengelolaan informasi lingkunga dan kebersihan.
5. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
6. Pengurangan dan penanganan sampah.
7. Penanganan limbah B3 dari fasilitas kesehatan tingkat dasar,
kegiatan usaha skala kecil dan rumah tangga.
8. Pengembangan pengelolaan kebersihan.
9. Pemantauan kualitas lingkungan.
10. Penilaian dokumen lingkungan.
11. Konversi penggunaan BBM ke BBG untuk kendaraan
operasional dinas.
12. Pelaksanaan uji emisi kendaraan bermotor.
13. Penanganan pengaduan kasus lingkungan dan kebersihan.
14. Pengawasan pencemaran lingkungan terhadap kegiatan usaha.
15. Penegakkan hukum terhadap pelanggar peraturan lingkungan
dan kebersihan.
16. Penyediaan prasarana dan sarana lingkungan dan kebersihan.
17. Pengembangan kemitraan lingkungan dan kebersihan.
18. Pengembangan bank sampah.
19. Pelaksanaan program Adipura, Adiwiyata, program Kampung
Iklim, Kalpataru, dan Saka Kalpataru.
20. Pengembangan peningkatan peran dunia usaha dalam
pengelolaan lingkungan dan kebersihan.
34
21. Peningkatan penanganan sampah di badan air.
22. Peningkatan pengelolaan sampah di TPA.
23. Peningkatan pelayanan uji laboratorium lingkungan.
24. Peningkatan penerimaan retribusi.
Struktur organisasi dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
mengalami perubahan pada bulan Juli 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies
Baswedan melantik Andono Warih sebagai Kepala Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Air
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, berikut merupakan struktur
organisasi dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta5:
a. Kepala Dinas.
b. Wakil Kepala Dinas.
c. Sekretariat yang terbagi atas Subbagian Umum, Subbagian
Kepegawaian, Subbagian Perencanaan Anggaran dan Subbagian
Keungan.
d. Bidang Tata Lingkungan dan Kebersihan yang terbagi atas Seksi
Perencanaan Teknis Lingkungan dan Kebersihan, Seksi
Pengembangan Teknis Lingkungan dan Kebersihan, Seksi Mitigasi
dan Adaptasi Perubahan Iklim.
e. Bidang Pengelolaan Kebersihan yang terdiri dari Seksi Pengelolaan
Sampah, Seksi Pengelolaan Limbah B3, dan Seksi Pengendalian
Kebersihan.
5 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 284 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Lingkungan Hidup, pasal 4, ayat (1)
35
f. Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan yang terbagi atas Seksi
Pemantauan Kualitas Lingkungan, Seksi Pencegahan Dampak
Lingkungan, Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan.
g. Bidang Pengawasan dan Penataan Hukum yang terdiri dari Seksi
Penanganan Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa, Seksi Pengawasan
Lingkungan dan Kebersihan, dan Seksi Penegakkan Hukum.
h. Bidang Prasarana dan Sarana yang terdiri dari Seksi Pengadaan, Seksi
Penyimpanan dan Penyaluran serta Seksi Pemeliharaan.
i. Bidang Peran Serta Masyarakat yang terbagi atas Seksi Pengembangan
Peran Serta Masyarakat, Seksi Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat,
dan Seksi Bina Usaha Lingkungan dan Kebersihan.
j. Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Administrasi.
k. Suku Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Administrasi.
l. Unit Pelaksana Teknis.
m. Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup Kecamatan.
n. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pada 13 Desember 2017, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
mendapatkan sertifikat Quality Management System dari Management
Systems Assessment6:
6 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, https://lingkunganhidup.jakarta.go.id, diakses 3
Agustus 2019
36
Gambar III.1 & III. 2
Sertifikat Quality Management System
Sumber: Website Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta,
https://lingkunganhidup.jakarta.go.id
B. Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
B.1. Latar Belakang Munculnya Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik (E-Waste)
Limbah elektronik (e-waste) adalah barang atau peralatan elektrik
dan elektronik yang sudah usang, telah berakhir daur hidupnya & tidak
lagi memberikan nilai atau manfaat bagi pemiliknya. Limbah elektronik
mengandung berbagai macam material yang sebagian besar diklasifikasi
sebagai bahan berbahaya dan beracun, seperti logam berat, PVC, PCB, dll
37
sehingga membahayakan kesehatan maupun lingkungan apabila dilakukan
penanganan yang salah.7
Penanganan dan pengolahan limbah elektronik yang tidak tepat
misalnya untuk mendapatkan logam-logam berharga, dengan cara
pembakaran kabel-kabel, penambahan cairan kimia konsentrasi tinggi,
sangat berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan melalui udara, air
dan tanah dan mengancam kesehatan manusia disekitarnya. Oleh karena
limbah elektronik memiliki potensi bahaya dan racun dan sangat berbeda
perlakuannya dengan sampah domestik maka pengelolaannya harus
dilakukan secara tepat dan sesuai dengan ketentuan.8
Kehidupan masyarakat di perkotaan seperti di Jakarta sangat
tergantung dengan barang-barang elektronik, cepatnya kemajuan teknologi
serta gaya hidup masyarakat menyebabkan tingginya kebutuhan akan
barang-barang elektronik tersebut. Di sisi lain barang elektronik
mempunyai masa pakai yang terbatas dan pada saatnya tidak bisa atau
tidak ingin digunakan lagi oleh pemiliknya, hal ini mengakibatkan potensi
limbah elektronik (e-waste) yang dihasilkan diperkotaan menjadi sangat
tinggi.9
7 Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019 8 Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019 9 Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019
38
Disebabkan 2 (dua) hal tersebut, bahwa limbah elektronik (e-
waste) mengandung Bahan Berbahya dan Beracun (B3) dan volume
limbah elektronik (e-waste) sangat tinggi di DKI Jakarta, maka diperlukan
penanganan yang tepat.10
Terkait hal tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta menginisiasi Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (e-waste) yang didasarkan pada Instruksi
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Nomor 28 tahun 2017
tentang Pengumpulan Limbah Elektronik Bagi Pegawai Di Lingkungan
Dinas Lingkungan Hidup dan Penghuni Rumah Susun Dinas Lingkungan
Hidup. Limbah elektronik yang telah terkumpul akan diolah secara tepat
oleh pihak yang memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia. Pengumpulan limbah elektronik dari
warga DKI Jakarta dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup untuk
sementara waktu dan Dinas Lingkungan Hidup akan bekerjasama dengan
pihak yang tepat untuk pengolahan lanjutannya.11
B.2. Tujuan dan Manfaat Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik
(E-Waste)
Sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-Undang
10
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019 11
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019
39
No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, maka pelaksanaan
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (e-waste) bagi warga DKI
Jakarta, memiliki tujuan12
:
1. Agar warga DKI Jakarta mendapatkan pemahaman tentang limbah
elektronik (e-waste) dengan tepat.
2. Memudahkan warga DKI Jakarta mengumpulkan limbah elektronik (e-
waste) miliknya
Sedangkan manfaat dari Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik
(e-waste) bagi warga DKI Jakarta adalah untuk mengurangi potensi
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh e-waste sehingga warga
mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang lebih baik.13
B.3. Pelaksanaan Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-
waste)
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (e-waste) bagi warga
DKI Jakarta, selain memberikan edukasi dan sosialisasi kepada
masyarakat DKI, juga memberikan kemudahan bagi warga yang ingin
mengumpulkan limbah elektroniknya (e-waste).14
Edukasi dan sosialisasi
telah dilaksanakan sejak tahun 2017 kepada masyarakat DKI melalui event
Hari Bebas Kendaraan Bermotor Sudirman-Thamrin, penghuni rumah
12
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019 13
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019 14
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019
40
susun milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, asrama-asrama Dinas
Lingkungan Hidup, sekolah-sekolah Adiwiyata, perusahaan-perusahaan
swasta dengan target karyawan/wati perusahaan, petugas-petugas yang
beroperasi di dipo-dipo/TPS sampah.15
Selain itu edukasi dan sosialisasi juga dilakukan melalui sosial
media resmi Dinas Ligkungan Hidup dan juga dibantu oleh Komunitas
EWaste-RJ dalam membagi informasi dan program Gerakan Pengumpulan
Limbah Elektronik (e-waste).16
Adapun kemudahan yang diberikan kepada
warga DKI dalam pengumpulan limbah elektronik adalah dengan
menempatkan dropbox (wadah) e-waste di halte TransJakarta, di stasiun
kereta api, dan di event Hari Bebas Kendaraan Bermotor,17
serta di
beberapa tempat seperti yang tertera pada gambar di bawah ini:
Gambar III.3
Lokasi Dropbox Limbah Elektronik di DKI Jakarta
Sumber: Twitter Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta (@dinaslhdki)
15
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019 16
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019 17
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019
41
Selain penempatan dropbox yang bisa menampung limbah
elektronik (e-waste) berukuran kecil, Dinas Lingkungan Hidup juga
memberikan pelayanan jemput gratis e-waste bagi warga DKI Jakarta yang
mempunyai limbah elektronik (e-waste) berukuran besar. Pendaftaran
jemput gratis e-waste dapat dilakukan secara online melalui website Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.18
Berikut adalah prosedur
pendaftaran penjemputan e-waste yang dapat dilakukan oleh warga DKI
Jakarta:
Gambar III.4
Prosedur Penjemputan Limbah Elektronik bagi Warga DKI Jakarta
Sumber: Twitter Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta (@dinaslhdki)
Proses pengumpulan limbah elektronik selain dengan
menggunakan dropbox dan penjemputan, Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta juga memiliki Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup atau „Sapel‟
yang tugasnya adalah untuk mengumpulkan limbah B3 rumah tangga yang
18
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019
42
termasuk di dalamnya limbah elektronik, pengumpulan yang dilakukan
setiap hari Jum‟at.
“Sebenarnya sih ada tiga, satu drop box itu ada sekitar beberapa yang sudah
tersebar, layanan jemput, ada satu lagi yang setiap hari Jumat itu Satuan
Pelaksana Lingkungan Hidup itu ngumpulin ke Dinas LH, jadi Dinas LH itu
punya staff sampai tingkat kecamatan, nah kami bilangnya „Sapel‟
Kecamatan, itu dia akan mengumpulkan limbah b3 rumah tangga setiap hari
Jumat, termasuk e-waste, tapi tidak hanya e-waste, ada yang baygon dan
sebagainya itu ada juga.”19
B.4. Hasil Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) oleh
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
Pada tahun 2017 limbah elektronik (e-waste) yang telah terkumpul
dari warga DKI Jakarta adalah: 1250 buah handphone bekas dan 5,3 ton
limbah elektronik lainnya, seperti kulkas, TV, AC, komputer, laptop,
printer, dan lain-lain. Dinas Lingkungan Hidup pada tahun 2017
bekerjasama dengan PT. Prasadha Pamunah Limbah (PPLi) dan PT. Mukti
Mandiri Lestari dalam pengolahan limbah elektronik tersebut.20
Kemudian di tahun 2018, Dinas Lingkungan Hidup bekerjasama
dengan PT. Teknotama Lingkungan Internusa untuk pengelolaan limbah
elektronik. Sampai saat ini limbah elektronik yang telah di kelola
sebanyak 8,25 ton dari berbagai jenis limbah elektronik (e-waste).21
19
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarwati, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019, di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta 20
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019 21
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019
43
Dari tahun 2017 sampai dengan bulan September 2018 seluruh
limbah elektronik yang telah dikelola dengan cara yang tepat oleh pihak
yang mempunyai izin dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
sebanyak 13,55 ton dan 1.250 buah HP bekas.22
Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta,
pengumpulan limbah elektronik yang dilakukan pada tahun 2019 sejak
bulan Januari-Juni khusus untuk di halte Transjakarta adalah sebagai
berikut23
Tabel III.1
Rekapitulasi Pengumpulan Limbah Elektronik di Halte Transjakarta pada Januari-
Juni 2019
Sumber: Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa halte Transjakarta
yang memiliki pengumpulan limbah elektronik tertinggi pada bulan
Januari hingga Juni 2019 adalah halte Ragunan sebesar 929 dan yang
22
Data dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste), diperoleh 6 Agustus
2019 23
Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengenai Rekapitulasi Pengumpulan
Limbah Elektronik Bulan Januari-Juni 2019, diperoleh 25 Juli 2019
No Halte Bulan
Jumlah Januari Februari Maret April Mei Juni
1 Cawang UKI 80 171 22 72 0 56 401
2 Kampung Melayu 37 70 92 158 100 62 519
3 Matraman 0 0 0 13 0 95 108
4 Senen 0 0 0 94 99 131 324
5 Kota 0 0 0 2 0 125 127
6 Harmoni 146 66 151 165 109 0 637
7 Bundaran HI 0 0 0 0 0 60 60
8 Tendean 0 0 0 79 100 132 311
9 Blok M 0 0 0 64 80 80 224
10 Ragunan 166 141 80 150 196 196 929
Jumlah 429 448 345 797 684 937 3640
44
terendah adalah halte Bundaran Hotel Indonesia sebesar 60. Kemudian
untuk pengumpulan limbah elektronik tertinggi dari kesepuluh halte
Transjakarta berada pada bulan Juni yang berjumlah 937.
Kemudian untuk data pengumpulan limbah elektronik pada tahun
2019 di bulan Januari-Juni khusus untuk Stasiun Cikini adalah24
:
Tabel III.2
Rekapitulasi Limbah Elektronik di Stasiun Cikini pada Januari-Juni 2019
Sumber: Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
Tabel di atas menunjukkan bahwa pengumpulan limbah elektronik
tertinggi di Stasiun Cikini untuk bulan Januari hingga Juni 2019 adalah di
bulan April sebesar 428 dan pengumpulan terendah berada di bulan Mei
sebesar 353.
Kemudian berikut adalah data mengenai pengumpulan limbah
elektronik di kelima kota administrasi di DKI Jakarta untuk bulan Januari
hingga Juni tahun 201925
:
24
Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengenai Rekapitulasi Pengumpulan
Limbah Elektronik Bulan Januari-Juni 2019, diperoleh 25 Juli 2019 25
Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengenai Rekapitulasi Pengumpulan
Limbah Elektronik Bulan Januari-Juni 2019, diperoleh 25 Juli 2019
No Bulan Jumlah
1 Januari 363
2 Februari 292
3 Maret 296
4 April 428
5 Mei 230
6 Juni 353
Jumlah 1962
45
Tabel III.3
Jumlah Limbah Elektronik di 5 Kota Administrasi DKI Jakarta pada Bulan
Januari-Juni 2019
No Kota Administrasi Jumlah Limbah Elektronik
(kg)
1 Jakarta Pusat 1796.61
2 Jakarta Utara 1241.46
3 Jakarta Barat 891.15
4 Jakarta Selatan 1027.73
5 Jakarta Timur 921.44
Total 5878.39 Sumber: Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
Tabel tersebut menunjukkan pengumpulan limbah elektronik di
kelima kota administrasi di DKI Jakarta, dengan Jakarta Pusat sebagai
pengumpul terbanyak sebesar 1796.61 kg dan Jakarta Barat yang terkecil
dengan mengumpulkan sebesar 891.15 kg.
46
BAB IV
INOVASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH PADA LIMBAH
ELEKTRONIK OLEH PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA
A. Inovasi Kebijakan Pengelolaan Limbah pada Limbah Elektronik
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melalui Instruksi Kepala
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Nomor 28 Tahun 2017 tentang
Pengumpulan Limbah Elektronik Bagi Pegawai Di Lingkungan Dinas
Lingkungan Hidup dan Penghuni Rumah Susun Dinas Lingkungan Hidup
melakukan pengelolaan limbah elektronik yang dinamakan dengan
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste).
Sebelum sampai pada pembahasan mengenai faktor-faktor
penghambat yang terjadi dalam pelaksanaan Gerakan Pengumpulan
Limbah Elektronik (E-Waste), penulis terlebih dahulu menganalisis
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) menggunakan
indikator inovasi kebijakan menurut Rogers dalam Suwarno1
untuk
mengetahui apakah Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste)
termasuk sebagai inovasi kebijakan pengelolaan limbah atau tidak, berikut
penjelasannya:
A.1. Indikator Inovasi Kebijakan
1. Memiliki Keuntungan Relatif
Inovasi harus memiliki keunggulan dibandingkan yang
sebelumnya, ada nilai yang membedakannya dengan yang lain. Inovasi
1 Yogi Suwarno, Inovasi di Sektor Publik, (Jakarta: STIA-LAN, 2008), hal. 16-18
47
dilakukan dengan salah satu tujuan adalah memperoleh keuntungan dan
kemudahan dibandingkan dengan yang sebelumnya, namun pada
kenyataannya, Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) belum
memberikan keuntungan bagi pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta.
Untuk pengelolaan limbah elektronik sendiri Dinas Lingkungan
Hidup di tahun 2017 masih bebas biaya karena adanya persetujuan dengan
perusahaan pengolah limbah, namun untuk tahun 2018, anggaran untuk
pengolahannya saja sebesar hampir 500 juta rupiah dan untuk di tahun
2019 anggaranya berjumlah sama seperti di tahun 2018. Diakui bahwa
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membayarkan biaya yang besar
untuk pengolahan karena meskipun barang-barang elektronik yang
diserahkan ke perusahaan pengolah limbah memberikan keuntungan bagi
perusahaan, tetapi ada beberapa limbah elektronik yang memerlukan biaya
untuk mengolahnya, seperti dalam pemaparan Rosa Ambarsari, Kepala
Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta:
“Kalau melihat barang elektronik yang kita berikan yang kita bayarin
pada perusahaan itu memang sebenernya ada yang menguntungkan dia,
tapi ada satu dua jenis yang sebenernya dia juga perlu cost, kayak
mengolah baterai memang perlu cost, atau lampu, lalu tv tabung itu juga
dia perlu treatmentnya sendiri.”2
Dapat dikatakan bahwa pengeluaran yang dikeluarkan oleh Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta masih belum sebanding karena belum
mendapatkan keuntungan apa pun dari perusahaan yang di bayar,
2 Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur
48
meskipun di satu sisi dapat mengurangi jumlah limbah elektronik di DKI
Jakarta. Sehingga dapat dikatakan bahwa Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik belum memenuhi indikator inovasi yaitu memberikan
keuntungan bagi pihak inovator.
2. Kesesuaian.
Inovasi memiliki sifat kompatibel dari inovasi sebelumnya,
melakukan penyesuaian dari inovasi sebelumnya. Permasalahan sampah di
DKI Jakarta sudah menjadi permasalahan yang sejak lama terjadi,
kemudian seiring perkembangan teknologi, limbah elektronik muncul
sebagai salah satu dari berbagai permasalahan sampah yang mendapat
perhatian khusus dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta karena
mengingat potensi bahaya yang dimilikinya.
Untuk itu, pengelolaan limbah elektronik menjadi solusi yang
relevan dari semakin meningkatnya jumlah barang elektronik yang tidak
terpakai, meskipun jika dilihat dari seluruh komposisi sampah di DKI
Jakarta, limbah elektronik memiliki persentase yang kecil, namun dari
persentase yang kecil tersebut terdapat potensi bahaya yang harus
dihindari. Sehingga dalam penangannya juga, Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta memberikan cara khusus seperti menempatkan drop box dan
memberikan layanan penjemputan. Hal tersebut serupa dengan pemaparan
Rosa Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta yaitu:
“Kenapa harus ada layanan sendiri, karena memang itu penanganannya
beda, kita mencoba memfasilitasi supaya tidak tercampur dari awal,
49
supaya orang juga mudah, intinya juga edukasi juga sih dalam pemilahan.
Nah terus kalau misalnya itu tadi penangannya beda, dia punya potensi
yang berbeda, walaupun kalau dilihat persentasenya itu gak banyak,
mungkin cuma 2% dari seluruh sampah Jakarta, dari komposisi sampah
organik anorganik itu mungkin 2% maksimal, tapi di 2% itu dia punya
potensi bahaya dan beracun, jadi memang ini beda. Kita siapkan tpsnya
sendiri, truknya sendiri, gitu.”3
Tindakan yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
meskipun hanya pada kewenangan untuk mengumpulkan, menjadi sebuah
upaya nyata di mana sebelumnya penanganan limbah elektronik secara
spesifik belum pernah dilakukan hingga pada tahun 2017 Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) dilakukan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa gerakan ini menjadi relevan dengan permasalahan yang
ada di DKI Jakarta mengingat keberadaan limbah elektronik tidak dapat
diabaikan lagi mengingat potensi bahaya yang dimilikinya.
3. Kerumitan.
Karena adanya inovasi yang baru mungkin dapat menimbulkan
tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Dalam pelaksanaan Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) tingkat kesulitan yang
dihadapi terletak pada pemahaman masyarakat mengenai limbah
elektronik yang lebih baik dijual meskipun harganya tidak seberapa
dibandingkan dengan hanya memberikan secara sukarela ke Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Hal ini sesuai dengan pemahaman
3 Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur
50
Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup Kecamatan
Sawah Besar yaitu:
“Hambatan ada, mereka tidak tahu barang elektroniknya itu diapakan,
apakah itu bisa direcycle maksudnya dimanfaatkan kembali ya atau di
reuse”4
Selain ketidaktahuan masyarakat, kesulitan yang dihadapi Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta dalam mengumpulkan limbah elektronik
karena faktor ekonomi di mana masyarakat lebih memilih untuk menjual
barang elektroniknya dibandingkan dengan memberikannya secara
sukarela ke Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta serta dalam masalah
anggaran, karena pengolahan limbah elektronik menggunakan teknologi
canggih sehingga memerlukan biaya, seperti dalam pemaparan Rosa
Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta yaitu:
“Barang elektronik bekas itu sebenernya masih punya nilai jual ya, jadi
kalau misalkan ada warga atau masyarakat yang dia ya katakanlah
ekonominya menengah ke bawah, jadi dia berpikir kalau barang aku
rusak mending dijual lumayan dapat 20 ribu sampai 50 ribu kan tapi dia
dapet uang, dia mana mau berpikir tentang lingkungan, nggak ke sana
arahnya, nah itu paling disitu sih tantangannya di sana. Dan untuk
mengolahnya itu perlu cost, karena dia harus menstabilkan daya racunnya
yang kayak gitu-gitu dia pasti perlu cost. Ya itu yang kita sulitkan.”5
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste)
memunculkan kesulitan baru karena dalam proses pelaksanaannya, masih
banyak masyarakat yang lebih memilih untuk menjual limbah
4 Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat 5 Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur
51
elektroniknya, ditambah juga mengingat harga dari barang elektronik itu
sendiri yang tidak murah. Dapat disimpulkan bahwa Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) dalam pelaksanaannya
menjadi lebih sulit dibandingkan dengan jenis limbah lainnya.
4. Kemungkinan Dicoba.
Inovasi akan diterima apabila telah terbukti memiliki perbedaan
yang menguntungkan dibandingkan yang lama. Sehingga produk inovasi
harus melewati tahap uji coba terlebih dahulu dengan diuji kualitasnya
oleh setiap orang. Sebelum menyebarkan Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik (E-Waste) ke seluruh wilayah di DKI Jakarta, Dinas
Lingkungan Hidup melakukan uji coba terlebih dahulu untuk pihak
internal terlebih dahulu, hal ini sesuai dengan penjelasan Rosa Ambarsari,
Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta yaitu:
“Awalnya, itu memang kepala dinas bilang ayo mulai besok kumpulkan
limbah elektronik, apa pun yang ada di rumah, nah udah mulai hari itu,
mulai kita siapkan seadanya tempat kemudian kita coba membuat suatu
prototype dropbox itu sendiri, sebelum kita buat dalam jumlah yang agak
banyak, setelah internal dinas, kemudian kita coba itu memang pertama
kali ke kantor kecamatan dan kelurahan untuk karyawan juga nah
mulailah dari situ abis itu kita kembangkan lagi ke sekolahan, rusun, ke
perusahaan, ke perguruan tinggi.”6
Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) mengalami masa uji coba
dulu, masa uji coba dilakukan pada Maret 2017 lalu kemudian disebarkan
6 Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur
52
pada bulan April-Meil 2017. Dalam masa uji coba tersebut Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengetahui bahwa diperlukan adanya
drop box limbah elektronik di lokasi-lokasi strategis dan membutuhkan
layanan penjemputan bagi warga DKI Jakarta yang memiliki limbah
elektronik berukuran besar.
Selain itu juga pada masa uji coba dilakukan bimbingan teknis
kepada Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup, yang dibagi berdasarkan
wilayah dan dilakukan di suku dinas, kecuali jika melakukan bimbingan
teknis yang meliputi kelima kota administrasi termasuk Kepulauan Seribu,
maka bimbingan teknis akan dilakukan di Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta.7
Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Gerakan Pengumpulan
Limbah Elektronik memenuhi indikator keempat ini di mana harus
dilakukannya uji coba untuk mengetahui hal apa saja yang perlu
dipersiapkan pada saat pelaksanaannya di masyarakat.
5. Kemudahan Untuk Diamati.
Inovasi yang baik diharuskan dapat diamati cara kerja dan hasil
yang diberikan dengan mudah. Sebuah program pemerintah yang baik
harus bersifat terbuka dalam pelaksanaannya sehingga memudahkan
masyarakat untuk mengetahui dan mengikuti program tersebut. Dalam hal
ini, Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) memaparkan
mengenai programnya di website Dinas Lingkungan Hidup serta media
7 Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat
53
sosial Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, selain itu juga Dinas
Komunikasi Informasi DKI Jakarta juga pernah membantu untuk
membantu sosialisasi Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-
Waste) seperti dalam pemaparan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi
Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yaitu:
“Dulu pernah kita dibantu sama diskominfo, nah diskominfo itu kan dia
fungsinya untuk mengkomunikasikan, nah pada tahun 2017 itu kita
dibantu dengan memasang videotron di jalan protokol untuk edukasi.”8
Dapat dipahami bahwa informasi mengenai Gerakan Pengumpulan
Limbah Elektronik (E-Waste) telah disediakan oleh Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta melalui media sosial, website dan disebarkan melalui
videotron pada tahun 2017, hal ini menjadikan masyarakat dapat
mengakses informasi dengan bebas serta mengetahui penjelasan dari
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik (E-Waste) dapat dikategorikan sebagai program inovatif jika
berdasarkan pada indikator kesesuaian, kerumitan, kemungkinan dicoba
dan kemudahan untuk diamati. Namun program ini tidak menjadi program
yang inovatif jika berdasarkan pada indikator memiliki keuntungan relatif.
A.2. Prinsip Inovasi Kebijakan
Selanjutnya, untuk membahas mengenai proses inovasi
pengelolaan limbah pada limbah elektronik, penulis menggunakan prinsip-
prinsip untuk melakukan inovasi kebijakan pengelolaan limbah yang
8 Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur
54
dikemukakan oleh Avanti Fontana9
yang terbagi atas kepemimpinan,
manajemen resiko, kreativitas, integrasi organisasi, keunggulan, informasi
sebagai sumber daya, hak paten dan pemahaman tentang pasar. Berikut
akan dijelaskan proses inovasi dalam program pengelolaan limbah
elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
1. Kepemimpinan
Inovasi membutuhkan visi yang jelas yang didefinisikan oleh
kepemimpinan dalam organisasi sehingga visi tersebut dapat disebarkan ke
seluruh organisasi. 10
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Seksi Pengelolaan
Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rosa Ambarsari,
mengenai munculnya program pengelolaan limbah elektronik yang
merupakan ide dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada
tahun 2017:
“Jadi memang mulainya program pengelolaan limbah elektronik di tahun
2017, pada saat itu memang muncul awalnya dari kepala dinas kami,
yang bertanya, “Ini kalau ada limbah elektronik lalu diapakan?”. Salah
satu sampah yang dihasilkan dari rumah tangga ya itu barang elektronik,
dalam jumlahnya maupun jenisnya akan sangat beragam, dan kalau kita
lihat lagi kan kategorinya limbah B3, sehingga pasti perlu penanganan
khusus, mulai dari situ kita mulai coba pikirkan bagaimana untuk
mengumpulkan.” 11
Adanya ide dari kepala dinas untuk membentuk program
pengelolaan limbah elektronik juga disambut baik oleh Pranandya
9 Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 124-136 10
Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 124 11
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
55
Wijayanti selaku External Relation dari Komunitas EWaste-RJ yang
merupakan komunitas yang sudah terlebih dahulu melakukan
pengumpulan limbah elektronik di tahun 2016.
“Seneng sih soalnya kan kita memulai dulu sebelum mereka mulai, jadi
apa bisa lebih masif gerakannya, dan itu sebenernya tanggung jawab
pemda kan untuk bisa handle sampah, sampah kan layanan dasar.”12
Arahan dari kepala dinas mengenai Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik juga dibenarkan oleh Soesilo Wahyudi, staf Satuan Pelaksana
Lingkungan Hidup Kecamatan Sawah Besar, seperti pada pernyataannya
sebagai berikut:
“Kalo kita sesuai arahan instruksi ya dari kepala dinas, pertama, ya kita
dapet bimbingan teknis ya terus menerus, ya kita kasih arahan juga ke
teman-teman di lapangan, jadi kita sosialisasi tentang bahayanya limbah
elektronik B3.”13
Program pengelolaan limbah elektronik di tahun 2017 berjalan
seiring dengan visi Kepala Dinas Lingkungan Hidup pada tahun 2017
dikarenakan Dinas Lingkungan Hidup baru terbentuk di tahun 2017 yang
merupakan merger dari Dinas Kebersihan dan Badan Pengelola
Lingkungan Hidup, dari penjelasan Rosa Ambarsari Kepala Seksi
Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
menambahkan bahwa:
“Dinas Lingkungan Hidup itu baru ada 2017, sebelumnya itu adalah
merger dua unit, satu BPLHD, satu lagi Dinas Kebersihan. Pada saat
sebelum 2017, dua unit ini tidak memiliki fungsi untuk mengatur dan
mengelola limbah B3 dari rumah tangga. Kemudian di tahun 2017,
keluarlah fungsi itu, maka fungsi ini keluar, maka harus melakukan
12
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu 31 Juli 2019, di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat 13
Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat
56
sesuatu yang sesuai fungsinya, sehingga salah satunya yang saat itu sudah
teridentifikasi yaitu limbah elektronik rumah tangga, sehingga mulai
2017 kita sudah mulai bagaimana pengelolaannya.” 14
Dari hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa sebelumnya
tidak ada pengelolaan limbah elektronik yang dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta karena dari BPLHD dan Dinas Kebersihan tidak
memiliki fungsi untuk melakukannya, kemudian ketika telah terjadi
peleburan menjadi Dinas Lingkungan Hidup di tahun 2017, fungsi untuk
mengelola limbah elektronik pun muncul.
Untuk dapat menjalani sebuah visi ke seluruh organisasi, peran
pemerintah sangat penting agar visi tersebut dapat terlaksana. Jika
dikaitkan dengan program pengelolaan limbah elektronik ini peran kepala
dinas sangat penting karena banyaknya jaringan yang ia miliki, hal ini
dijelaskan oleh Rosa Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang mengatakan bahwa:
“Pimpinan tuh sangat penting ya, dia pasti punya banyak banyak
networking, sehingga kita dimudahkan ya misalkan mau masuk ke mana.
Nah itu dia jadi dengan arahan pimpinan, contohnya, kepala dinas kami
pada saat itu, kan membuka komunikasi dengan pengelola limbah, PT
PPLI, 2017 tuh kita baru berdiri, yang artinya sebelumnya kita tidak
pernah merencakan apapun termasuk anggarannya, dia membuka
komunikasi dengan pihak pengelola limbah B3, ya intinya sih minta
bantuan mendukung Dinas LH dalam mengedukasi, termasuk mengelola
limbah elektronik yang sudah terkumpul, dan kemudian bersedia
membantu Dinas Lingkungan Hidup, pada waktu itu handphone yang
sudah terkumpul, dia itu olah bebas biaya, bahkan dia membantu kita
menyediakan dropbox, menyediakan brosur yang kayak gitu-gitu. Untuk
bebas biaya hanya ada di 2017 karena nggak ada anggaran.” 15
14
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur 15
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
57
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa peran Kepala Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Aji di tahun 2017 memiliki peran
untuk membuka kerjasama dengan perusahaan pengelola limbah
elektronik meskipun Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta belum
memiliki anggaran pada saat itu.
Peran pimpinan dalam hal ini kepala dinas tidak cukup hanya untuk
networking, Pranandya Wijayanti menambahkan tindakan yang harus
dilakukan oleh pemimpin untuk semakin mengembangkan pengelolaan
limbah elektronik adalah:
“Paling lebih menjangkau banyak ini kali ya banyak, kalo ini sekarang
kan masih di sekolah, terus di beberapa apa namanya, halte-halte kayak
gitu, paling lebih banyak kayak event-event gitu yang bisa kolaborasi
sama komunitas-komunitas, kayak gitu, terus lebih banyak sosialisasi sih
karena menurutku mereka tuh sudah oke ya ada di cfd ada di mana-mana,
tapi sosialisasinya kurang sih kayaknya.”16
Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin dalam menjalankan sebuah
program tidak hanya bertindak pada saat memulai program, tetapi seiring
berjalannya program tersebut, masih banyak hal yang harus dilakukan
pemimpin agar program yang dibentuk semakin baik.
2. Manajemen Resiko
Setiap inovasi pasti mengandung resiko untuk itu perlu
mengembangkan sistem untuk mengatasinya, termasuk memastikan
16
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu 31 Juli 2019, di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat
58
karyawan kunci dalam organisasi bertindak sebagai inovator dan
pengusaha. 17
Ketika menjalani program pengelolaan limbah elektronik, terdapat
tantangan-tantangan yang dihadapi seperti dalam penjelasan Rosa
Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta:
“Contohnya, begitu kita mensosialisasikan program e-waste, dalam benak
kita, mengumpulkan suatu yang tidak terpakai itu mudah ya, tapi begitu
kita masuk ke rusun milik Pemda, untuk hal itu juga nggak gampang,
karena begitu ada barang-barang elektronik yang nggak terpakai, dia bisa
jual, dan itu kan kita juga nggak bisa memaksa. Akhirnya, itu menjadi
salah satu tantangan. Jadi kalau misalkan yang latar belakang
pendidikannya mungkin rendah, ekonominya juga bukan yang menengah
ke atas, itu akan lebih sulit dia dengan sukarela, yang penting itu udah
jadi uang. Tapi begitu kita bicara sama guru, anak sekolah, luar biasa
responnya.”18
Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa tantangan
dalam melakukan pengumpulan limbah elektronik bagi Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta adalah persoalan ekonomi dan pendidikan.
Contohnya respon yang diberikan dari rumah susun dan sekolah sangat
berbeda. Sebagian besar masyarakat di rumah susun lebih memilih untuk
menjual barang elektronik yang tidak terpakai meskipun dengan harga
yang murah selama barang tersebut menjadi uang. Kemudian jika
dibandingkan dengan respon yang diberikan di sekolah oleh guru dan
murid, mereka sangat antusias karena sudah memahami bahwa dengan
17
Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 125 18
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
59
menyimpan limbah elektronik dapat menimbulkan potensi bahaya bagi
mereka.
Namun, dalam menghadapi tantangan tersebut menurut Rosa
Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta19
, dilakukan dengan memberikan pemahaman yang lebih
mudah dipahami oleh warga yang lebih mengutamakan untuk menjual
barang elektronik tidak terpakainya dibandingkan dengan
mengumpulkannya secara sukarela yaitu dengan memilah bagian-bagian-
bagian yang dapat terjual dan tidak membuang sembarangan komponen
elektriknya.
Selain pemberian pemahaman melalui sosialisasi, menurut
Pranandya Wijayanti, tindakan lain yang dapat dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup adalah lebih aktif lagi di media sosial:
“Selain sosialisasi, paling info-info di media sosialnya gitu sih kan
sekarang LH juga udah aktif ya kayak bikin instagram kayak gitu, paling
lebih, sebenernya dia sekarang udah oke sih ya dia kalau lagi ngejemput
ewaste, yang lebih dari 5kg kan bisa dijemput sama LH, itu mereka suka
post, mungkin lebih sering itu aja sama infografis-infografis paling sih
kayak bahayanya apa, kayak gitu. Sama mungkin ini sih, kalo sosialisasi
lebih ke yang media sosial lah, kayak bikin youtube gitu ya, bikin video
terus diupload ke youtube paling.”20
Berdasarkan penjelasan di atas, pihak Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta sudah bagus dalam mensosialisasikan kegiatannya di media
sosial, hanya perlu menambah konten-konten di media sosial yang lain
agar lebih luas lagi dalam menjangkau masyarakat.
19
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur 20
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu 31 Juli 2019, di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat
60
3. Kreativitas
Kreativitas dapat tumbuh dengan menciptakan lingkungan kondusif
bagi setiap anggota organisasi.21
Untuk menumbuhkan kreativitas anggota,
dapat dilakukan dengan pelatihan, workshop, studi banding, dan
sebagainya. Namun pada kenyataannya pegawai Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta tidak diperkenankan untuk melakukan studi banding karena tidak
ada anggarannya, seperti yang dikemukakan oleh Rosa Ambarsari Kepala
Seksi Pengelola Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sebagai
berikut:
“Kalau studi banding, kita belum pernah, karena untuk DKI itu anggaran
studi banding itu tidak diperkenankan, untuk kami, tapi kalau DPRD itu
diperkenankan, tapi untuk kami pegawai pemda itu tidak diperbolehkan.”22
Dari penjelasan di atas, studi banding tidak diperkenankan untuk
pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta walaupun studi banding
menjadi hal yang penting karena dapat melihat dan membandingkan
keadaan di tempat lain dan di DKI Jakarta.
Namun, meskipun studi banding tidak diperkenankan, namun
Dinas Lingkungan Hidup DKI pernah terlibat workshop internasional
seperti menurut Rosa Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta23
pada tahun 2017 yang bertempat
di Jakarta dan Dinas Lingkungan Hidup menampilkan kegiatan apa saja
21
Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 126 22
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur 23
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
61
yang telah dilakukan termasuk pengelolaan limbah elektronik, serta
diadakannya workshop ke luar negeri yang berkaitan dengan pengelolaan
limbah elektronik seperti dalam penjelasan Rosa Ambarsari Kepala Seksi
Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta:
“Tahun 2018 saya pernah ke Bangkok karena di sana ada workshop untuk
manager level kalau tidak salah ya itu untuk pengelolaan limbah
elektronik, itu menjadi masukan artinya kita juga bisa punya bayangan,
tapi kalau kita lihat sendiri secara langsung apa yang dilakukan
pemerintah negara lain belum pernah.”24
Berdasarkan hasil wawancara di atas, menunjukkan bahwa di
lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, sudah terdapat upaya
untuk menumbuhkan kreativitas bagi anggota organisasi khususnya di
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yaitu dengan keikutsertaan dalam
workshop.
Meskipun dari pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta telah
workshop, namun seringkali workshop yang dilakukan hanya untuk pihak
internal saja, dan tidak terlalu melibatkan pihak eksternal yang memiliki
keterkaitan dengan pengelolaan limbah elektronik juga seperti dalam
penjelasan Pranandya Wijayanti:
“Mungkin lebih sering diskusi-diskusi informal juga kali ya sama
beberapa pihak yang terkait. Misalnya kayak dari komunitas kita,
misalnya dari LHnya, dari pihak pengolahnya juga, maksudnya kita rutin
misalkan 6 bulan sekali kayak ngumpul, apa sih kendalanya, jadi bisa
nemuin solusi cepet.”25
24
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur 25
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu 31 Juli 2019, di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat
62
Menurut penjelasan Pranandya Wijayanti di atas, menunjukkan
bahwa pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta belum melakukan
diskusi dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan pengelolaan limbah
elektronik seperti komunitas-komunitas untuk menemukan solusi yang
tepat mengenai pengelolaan limbah elektronik.
Selain itu Soesilo Wahyudi juga menambahkan bahwa perlu untuk
melibatkan pihak eksternal selain Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
dalam kegiatan yang berkaitan dengan Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik yang dilakukan serta perlu untuk melihat contoh dari negara
lain yang pernah melakukan pengelolaan limbah elektronik, seperti dalam
penjelasannya sebagai berikut:
“Karena kita juga perlu pandangan dan pikiran yang luas karena kita juga
bisa mencontoh dari negara-negara luar mungkin, kayak Swedia
misalnya.”26
Dari hasil wawancara di atas menjelaskan bahwa dalam
melaksanakan pengelolaan limbah elektronik, diperlukan adanya
pandangan yang lebih luas terutama dari pihak-pihak yang telah
melakukan pengelolaan limbah elektronik terlebih dahulu dibandingkan
dengan DKI Jakarta.
Melalui workshop sebagai cara yang dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta dalam mengembangkan program
pengelolaan limbah elektronik, dapat menjadi pendorong bertumbuhnya
26
Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat
63
kreativitas. Jika kreativitas sudah tumbuh, diharapkan inovasi akan
muncul.
Namun, dalam melanjutkan program pengelolaan limbah
elektronik, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta belum melakukan
inovasi terbaru untuk ke depannya, karena lebih mengutamakan untuk
memperbaiki apa yang sudah dilakukan yaitu salah satunya untuk
memperbaiki dropbox, seperti dalam penjelasan Rosa Ambarsari Kepala
Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta:
“Kayaknya sih kalau untuk itu, untuk mengumpulkan yang ingin kita perbaiki itu
dropbox, dropbox sekarang jumlahnya tidak terlalu banyak, dan juga
dropboxnya fisiknya ringkih, nah ini yang evaluasi kita, karena beberapa lokasi,
pecah, karena memang nggak kuat, nah yang ingin kita coba propose nanti satu
dropbox juga tapi lebih kokoh yang permanen, kalau sementara dropbox yang
didesain kan memang untuk gampang mobilitasnya, tapi ternyata ringkih,
gampang dirusak orang segala macem, yang kita inginkan ada satu dropbox yang
permanen di satu tempat tapi dia itu bagus, eye catching yang menarik.”27
Dari penjelasan Rosa Ambarsari di atas, Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta belum ada rencana melakukan inovasi lebih jauh dalam
pengumpulan limbah elektronik ini, dan lebih fokus pada memperbaiki apa
yang telah dilakukan, yaitu dengan memperbaiki drop box, karena pada
saat ini ukurannya drop box yang kecil sehingga menyulitkan masyarakat
yang bukan warga DKI Jakarta untuk mengumpulkan limbah
elektroniknya yang berukuran besar, sebab mereka tidak dapat
menggunakan layanan penjemputan ke rumah yang dikarenakan layanan
tersebut hanya untuk warga DKI Jakarta.
27
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
64
Penjelasan Rosa Ambarsari sesuai dengan penjelasan dari Soesilo
Wahyudi dari Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup Kecamatan Sawah
Besar, yaitu belum ada rencana melakukan inovasi dalam melaksanakan
pengumpulan limbah elektronik karena harus sesuai dengan instruksi
kepala dinas.28
4. Integrasi Organisasi
Seluruh organisasi harus merasa memiliki inovasi dan inovasi tidak
dapat diserahkan hanya pada bagian-bagian tertentu. 29
Dalam menjalani
program pengelolaan limbah elektronik, Dinas Lingkungan Hidup DKI
yang mempunyai fungsi untuk menjalankannya, kemudian melakukan
kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengolahnya. Bentuk kerjasama
yang dilakukan antara Dinas Lingkungan Hidup DKI seperti yang
dijelaskan oleh Rosa Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta adalah:
“Jadi untuk dropbox yang kita tempatkan di lokasi-lokasi itu, itu kan jadi
tanggung jawab kita, monitoringnya ngumpulinnya masuk ke gudang, itu
kita lakukan secara minimal dua minggu sekali kita lihat, sebulan sekali
kita ambil. Kemudian kalau untuk pihak ketiga kita menggunakan
kontrak itu ya, kalau untuk tahun 2019 dia hanya ambil dua kali dalam
setahu. Karena anggaran kita hanya ada segitu, artinya kita punya
gudang-gudang untuk menyimpan. Karena anggaran kita hanya ada
segitu, jadi sisanya masih disimpan di gudang sampai ada
pengangkutan.”30
28
Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat 29
Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 129 30
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
65
Dari hasil wawancara di atas, meskipun telah melakukan kerjasama
dengan perusahaan pengolah limbah elektronik, namun pihak Dinas
Lingkungan Hidup hanya memiliki wewenang sampai pada tahap edukasi
dan mengumpulkan saja, selanjutnya kemudian diolah oleh pihak ketiga
sehingga dari pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta tidak dapat
mengendalikan hasil pengelolaannya, seperti dalam pemaparan Rosa
Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta yaitu:
“Itu sebenarnya yang masih menjadi bahan pemikiran, sejauh ini kita
bayar ke dia, nggak ada timbal balik, dan itu sebenarnya ada keuntungan
lagi bagi si pengolah, cuman kan secara sistem belum terbangun, dan
juga yang paling disayangkan belum ada aturan mainnya, sehingga kita
belum bisa ngepush mereka untuk hal-hal seperti itu.”31
Melihat dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa DKI Jakarta
belum mendapatkan feedback dari hasil kerjasama dengan perusahaan
pengolah limbah elektronik, karena Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
hanya mengumpulkan lalu membayar ke perusahaan pengolah limbah
elektronik dan hasil pengolahannya tidak dikembalikan lagi ke DKI
Jakarta dalam bentuk apapun, dikarenakan belum ada regulasi yang
mengatur timbal balik dari hasil kerjasama tersebut.
Kerjasama lain yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta adalah dengan memberikan dropboxnya ke Komunitas EWaste-RJ,
yang kemudian pihak Ewaste-RJ yang akan menempatkan dropbox
31
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
66
tersebut serta untuk melakukan edukasi kepada masyarakat. Seperti dalam
penjelasan Rosa Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 DKI
Jakarta:
“Kalau LSM kita sebenarnya lebih pada networknya ya, kita minta
bantuannya untuk educate masyarakat, kita punya dropbox nih, kita
berikan ke dia, kemarin kita kasihnya sekitar 6 atau 8 dia tempati di
beberapa lokasi, nanti kembali lagi ke LH kalau sudah terkumpul,
membantunya gitu, edukasi pengumpulan. Untuk lokasi bebas, selama di
Jakarta.”32
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melakukan kerjasama dengan
Komunitas EWaste-RJ hanya dalam sosialisasi dan peminjaman drop box.
Hal ini menunjukkan bahwa ada koordinasi antara Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta dengan Komunitas EWaste-RJ.
Kemudian koordinasi lain yang dilakukan Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta adalah dengan Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
yang ada hingga pada tingkat kecamatan. Satuan Pelaksana Lingkungan
Hidup bertugas untuk mengumpulkan sampah-sampah dan limbah B3
rumah tangga setiap hari Jum‟at yang termasuk di dalamnya terdapat
limbah elektronik.33
Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup yang berada di tingkat
kecamatan dalam melakukan pengumpulan limbah elektronik diawali
dengan memilah sampah-sampah yang berada di setiap dipo yang dimiliki,
32
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur 33
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
67
yang kemudian dikumpulkan di gudang milik Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta yang selanjutnya limbah elektronik tersebutdiolah oleh
perusahaan pihak ketiga, seperti dalam pemaparan Soesilo Wahyudi, staf
Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup Kecamatan Sawah Besar sebagai
berikut:
“Alurnya biasanya teman-teman di lapangan kan maksudnya memilah
sampahnya, kemudian ditemukan apakah itu ada limbah b3 atau kah ada
sampah plastik atau ada sampah anorganik, nah dari situ ketemu ya
jumlahnya berapa jumlahnya berapa. Nah untuk pengumpulan, kita
memang mengambil, jadi kita kumpulkan dari berbagai lokasi di
kecamatan sawah besar, lalu kita kumpulkan ke dinas LH, disitu ada
gudang, kita simpan disitu, kemudian dari dinas lh, sudah punya
perusahaan-perusahaan yang kompeten untuk mengurusi limbah b3 itu
ya, jadi diolah kembali sama dia.”34
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa upaya pengumpulan
limbah elektronik menjangkau hingga pada tingkat kecamatan sehingga
limbah elektronik dapat terkumpul dengan aman dan ditempatkan secara
terpusat di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sehingga tidak tersebar
di berbagai tempat.
Melihat dari kerjasama yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta dengan Komunitas EWaste-RJ dan perusahaan pengolah
limbah elektronik, menurut Pranandya Wijayanti, masih perlu untuk
meningkatkan kerjasama dalam hal pengelolaan limbah elektronik yaitu
seperti dalam penjelasannya sebagai berikut:
“Sebenernya mungkin kerjasama sama LH LH kota lain kali ya, di
jabodetabek mungkin, jadi biar lebih masif, sama apa lagi yah, paling itu
aja sih. Paling itu sih sama-sama LH kabupaten kota lain sama
34
Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat
68
mendorong kementerian kali ya, mendorong kementerian untuk segera
merelease peraturannya itu.”35
Dari hasil wawancara di atas, dapat dilihat bahwa Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta belum melakukan kerjasama dengan
Dinas Lingkungan Hidup kota lain karena sejauh ini belum ada pemerintah
daerah lain yang melakukan pengumpulan limbah elektronik seperti
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun
Dinas Lingkungan Hidup yang memiliki fungsi untuk melakukan
pengelolaan limbah elektronik yaitu dengan melakukan edukasi kepada
masyarakat dan mengumpulkannya, namun tetap melakukan kerjasama
dengan pihak lain untuk mewujudkan integrasi dalam menjalani program
pengelolaan limbah elektronik.
5. Keunggulan
Keunggulan dalam manajemen proyek berkaitan dengan sisi
implementasi inovasi.36
Dalam menjalankan Gerakan Pengumpulan
Limbah Elektronik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih menjadi satu-
satunya yang melakukan pengelolaan limbah elektronik, seperti dalam
penjelasan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta:
35
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu 31 Juli 2019 di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat 36
Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 132
69
“Keunggulannya Pemda DKI masih menjadi yang pertama dalam
melakukan pengelolaan limbah elektronik secara professional dan belum
ada lagi yang melakukannya.”37
Dapat dilihat bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih
menjadi pemerintah daerah pertama yang melakukan pengumpulan limbah
elektronik secara profesional dan menyerahkannya ke perusahaan
pengolah limbah elektronik.
Selain menjadi pemerintah daerah pertama yang melakukan
pengumpulan limbah elektronik, menurut Soesilo Wahyudi, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta sedang membangun Intermediate Treatment Facility
(ITF) di Sunter, yang nantinya dapat mengolah limbah B3 yang di
dalamnya termasuk limbah elektronik dan merupakan milik Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta.38
Kemudian menurut Pranandya Wijayanti, keunggulan dari program
pengelolaan limbah elektronik oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
adalah sebagai berikut:
“Sebenernya karena belom banyak yang melakukan ya, jadi menurutku
udah maksudnya dengan ada inisiatif itu udah bagus banget sih,
pemerintah udah mau bergerak karena dibandingkan kabupaten kota lain
apalagi yang diluar Jakarta tuh belom ada yang bergerak kan, lebih ke
inisiatifnya sih.”39
Berdasarkan penjelasan dari Pranandya Wijayanti, Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) oleh Dinas Lingkungan Hidup
37
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur 38
Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat 39
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu, 31 Juli 2019, di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat
70
DKI Jakarta memiliki keunggulan mengenai adanya inisiatif dari Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta karena berhasil melihat adanya
permasalahan yaitu banyaknya limbah elektronik terutama di rumah
tangga sehingga kemudian melakukannya.
Hingga saat ini, yang menjadi keunggulan dari Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
adalah masih menjadi salah satu pemerintah daerah pertama yang
melakukan pengumpulan limbah kemudian mengirimkannya ke
perusahaan pengolah limbah elektronik secara profesional.
6. Informasi sebagai Sumber Daya
Manajemen informasi dalam manajemen proyek ditekankan
sebagai salah satu prinsip manajemen inovasi. Jika inovasi dilihat sebagai
sebuah proses produksi maka informasi dan ide adalah bahan baku dalam
membuat produk, dan untuk melakukannya dibutuhkan sumber informasi
yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan serta bebas untuk mengakses
informasi tersebut. 40
Hal ini sesuai dengan ide mengenai pengelolaan limbah elektronik
yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang melalui
penjelasan Rosa Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 awalnya
berasal dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta di tahun 2017,
berikut penjelasannya:
“Sejak 2017, kalau isunya tentang ewaste itu udah dari 2010 2011 kita
udah denger lah, bisa jadi urban mining segala macem itu kita udah
40
Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 134
71
pernah denger. Tapi ya itu sekali lagi kita nggak punya fungsi untuk itu
jadi nggak pernah kita pikirkan, kita nggak melakukan sesuatu, begitu
fungsi itu ada, mau nggak mau harus kita jalankan.”41
Berdasarkan hasil wawancara di atas, ide mengenai pengelolaan
limbah elektronik dari kepala dinas tersebut kemudian dijadikan sebagai
bahan baku dalam melakukan inovasi oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta. Selain itu, sebagai pelaksana di kecamatan, pihak Satuan
Pelaksana Lingkungan Hidup juga dilibatkan dalam perencanaan Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) seperti dalam penjelasan
Soesilo Wahyudi sebagai berikut:
“Kita diikutsertakan, kasih masukan apa nih, karena secara teori, berbeda
sekali dengan yang di lapangan, mungkin teori gampanglah kita begini
begini, sementara yang di lapangan berbeda, ya mungkin kita masukan,
yang di lapangan seperti ini seperti ini, mungkin di combine dengan teori
tersebut, mungkin tercipta solusi yang baik.”42
Dapat dilihat dari hasil wawancara di atas, sebagai bagian dari
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, pihak dari Satuan Pelaksana
Lingkungan Hidup juga dilibatkan dalam perencanaan Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) karena pihak Satuan
Pelaksana Lingkungan Hidup yang mengetahui kondisi di lapangan
sehingga masukannya sangat berguna dalam proses perencanaan.
Namun menurut Pranandya Wijayanti, pihak Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta juga perlu mengundang pihak-pihak yang berkaitan
41
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur 42
Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat
72
dengan program pengelolaan limbah elektronik ini, seperti dalam
penjelasannya sebagai berikut:
“Selain komunitas, mungkin beberapa akademisi, terus apa lagi ya
mungkin dari pihak-pihak yang biasa apa mengelolah ewaste secara
informal juga perlu tuh diundang.”43
Dapat dilihat dari hasil wawancara di atas, pihak Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta dalam merencanakan Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik (E-Waste) hanya melibatkan pihak internal, meskipun sudah
banyak pihak eksternal yang memiliki keterkaitan dengan limbah
elektronik.
Soesilo Wahyudi sebagai pihak dari Satuan Pelaksana Lingkungan
Kecamatan Sawah Besar juga menyetujui bahwa dalam merumuskan
sebuah program, khususnya pengelolaan limbah elektronik diharuskan
melibatkan semua pihak tidak hanya dari Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta saja, seperti dalam pemaparannya sebagai berikut:
“Ya kita perlu dari semua pihak ya, masyarakat sekitar, kemudian SKPD
yang terkait, dan kebijakan dari dinas untuk terus mengalakkan program
limbah ini.”44
Berdasarkan penjelasan di atas, pihak Dinas Lingkungan Hidup
dalam merumuskan Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik masih
belum melibatkan pihak eksternal yang memiliki perhatian juga mengenai
limbah elektronik yang salah satunya adalah Komunitas Ewaste-RJ yang
43
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu 31 Juli 2019, di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat 44
Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat
73
bahkan sudah melakukan pengumpulan limbah elektronik sejak tahun
tahun 2016.
7. Perlindungan Upaya Kreatif
Menggunakan hak paten dan hak cipta, selain itu trade secrets,
merek, monopoli atas sumber daya, ciptakan pasar kaptif, lakukan
percepatan pengembangan produk. 45
Meskipun pengelolaan limbah elektronik merupakan sebuah ide
dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup, namun ide tersebut tidak memiliki
hak paten menurut Rosa Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.46
Namun, program pengelolaan
limbah elektronik pernah diikutsertakan dalam beberapa perlombaan
seperti yang dijelaskan oleh Rosa Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan
Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta:
“Jadi gini, Kemendagri kan pernah ada program untuk daerah-daerah
untuk ada inovasi, salah satu yang kita usulkan itu ini yang ewaste,
Jakarta masuk 5 besar, walaupun akhirnya masuknya 4 besar saat final.
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) juga memberikan kesempatan
kepada pegawai untuk berinovasi, nah pada saat itu saya coba masukin
proposal untuk yang pengelolaan limbah elektronik ini diseleksi dari
200an yang menyampaikan proposal, itu saya masuk ke 25 besar dengan
nomor urut yang ketiga, tapi sampai sekarang belum tahu kabarnya.”47
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dilihat bahwa Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) telah diupayakan oleh Dinas
45
Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 135 46
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur 47
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
74
Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk mendapatkan penghargaan karena
sebagai inovasi dari pemerintah daerah.
Meskipun Provinsi DKI Jakarta merupakan pemerintah daerah
yang terlebih dahulu melaksanakan program pengelolaan limbah
elektronik, namun masih kurang dikenali dan masyarakat masih belum
sukarela untuk memberikan barang elektroniknya, yang dikarenakan biaya
yang dikeluarkan tidak murah. Sehingga menurut pandangan Pranandya
Wijayanti, alasannya adalah sebagai berikut:
“Karena susah sih, karena kan kita apa membeli barang elektronik kan
dengan harga yang cukup mahal gitu, wajar sih kenapa orang berpikir
kayak gitu, karena di kita pun EPR, extended producer responsibility itu,
harusnya kan memang ketika beli barang elektronik itu kita udah bayar si
produsen ini untuk mengolah kembali, jadi ketika udah jadi barang yang
rusak. Tapi kan ini belum berjalan seperti itu nih, makanya banyak
mindset orang, ketika sudah mengeluarkan biaya mahal, jadi kayak nggak
rela gitu mau ngedrop gitu aja.”48
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa dikarenakan belum
adanya regulasi mengenai pengolahan kembali ketika barang elektronik
yang dibeli sudah rusak, sehingga masyarakat lebih baik menyimpannya
dibandingkan dengan memberikannya begitu saja, ditambah masyarakat
sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membeli barang
elektronik tersebut.
Selain itu, menurut Soesilo Wahyudi, mengapa program ini belum
terlalu dikenali oleh masyarakat adalah karena masih kurangnya
sosialisasi, seperti dalam penjelasannya sebagai berikut:
48
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu 31 Juli 2019, di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat
75
“Ya itu mungkin kita kurangnya sosialisasi ya, pertama mungkin setelah
sosialisasi, yang saya lihat sih baru bertahap di kecamatan, kelurahan,
mungkin ada ada acara-acara car free day, sekali-sekali, mungkin kita
terus mengalakkan di media sosial, kan sekarang jamannya digital ya kita
terus mengalakkan di media-media sosial, di media-media banyak lah,
kemudian kita membuat aplikasi untuk ewaste ini gimana, jadi kita akan
mudah monitoring.”49
Berdasarkan penjelasan di atas, yang menjadi alasan mengapa
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik yang dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta masih belum terlalu dikenali oleh
masyarakat adalah karena kurangnya sosialisasi yang lebih masif dan
faktor biaya barang elektronik yang tidak murah sehingga masyarakat
masih kurang rela untuk menyerahkannya begitu saja.
8. Pemahaman tentang Pasar
Inovator yang baik perlu memiliki kemampuan mendengarkan
pasar dan dapat memberikan respon dengan cepat dan baik serta
mempertimbangkan permintaan-permintaan konsumen, karena dengan
kemampuan komunikasi yang baik dapat menjadi tolak ukur keberhasilan
suatu inovasi. 50
Inovasi pengelolaan limbah elektronik yang dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang merupakan ide dari Kepala Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta muncul bukan dikarenakan adanya
permintaan dari masyarakat dan stakeholder, melainkan karena melihat
kebutuhan mengenai pengelolaan limbah elektronik yang dimulai dengan
49
Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat 50
Avanti Fontana, Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai Individu,
Organisasi, Masyarakat, hal. 136
76
cara mengumpulkannya, hal ini diperjelas dengan pemaparan dari Rosa
Ambarsari Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta:
“Kalau permintaan nggak sih ya, kita lebih banyak mendevelop sendiri.
Ya dilihat dari kebutuhan, gimana cara mengumpulkannya, dan lokasi
yang harus bisa terlihat dengan mudah oleh masyarakat banyak yang
paling mudah dijangkau. Makanya kita tempatin di halte itu kan karena
halte itu menjadi sarana transportasi orang, dan kita harapkan dia bisa
lihat nih, kita pasang apa, dan ternyata memang responnya baik. Awalnya
kita cuma menempatkan 4 dropbox di 4 halte, tahun ini kita tambah 6 jadi
10, dan semuanya memperlihatkan peningkatan yang lumayan gitu ya,
artinya respon masyarakat baik. Kalau jemput itu tadi, kalo dropbox itu
hanya barang-barang kecil, kalau yang dia punya yang gede gimana
caranya, berarti harus dijemput, mungkin masih sangat sederhana, tapi
bagaimana caranya supaya terkumpul dengan aman.”51
Melihat pada penjelasan di atas, meskipun Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta mengembangkan sendiri apa yang harus dilakukan
dalam Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) ini, mereka
telah melihat bagaimana untuk memudahkan masyarakat dalam
mengumpulkan. Masyarakat diberikan alternatif, jika sedang berada di
halte, atau di tempat yang memiliki drop box limbah elektronik, mereka
bisa menempatkannya di drop box, tetapi jika barang yang dimiliki
berukuran besar, mereka dapat menggunakan layanan jemput, meskipun
layanan tersebut hanya diperuntukkan bagi warga DKI Jakarta.
Tindakan untuk mengumpulkan limbah elektronik oleh Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta dengan menempatkan dropbox dan
banner yang menjelaskan mengenai program pengelolaan limbah
elektronik di halte Transjakarta serta memberikan layanan penjemputan
51
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, Jakarta Timur
77
untuk barang-barang yang lebih besar menunjukkan bahwa Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta memperhatikan kondisi pasar, dalam hal
ini masyarakat sehingga memudahkan masyarakat jika ingin
mengumpulkan limbah elektronik yang dimiliki, serta agar masyarakat
lebih mudah memahami mengenai program pengelolaan limbah elektronik
yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Untuk wilayah Kecamatan Sawah Besar, menurut Soesilo
Wahyudi, terdapat masukan dari masyarakat yang berkaitan untuk
memudahkan pengumpulan limbah elektronik seperti dalam penjelasannya
sebagai berikut:
“Ya mereka meminta misalnya untuk apakah ada pengelolaan limbah
elektronik itu di wilayah saja pak, nggak usah disalurkan ke dinas segala
macem, jadi mungkin ada efisiensinya, kita juga bisa ada memanfaatkan
kembali, ya paling masukannya itu aja. Daripada kita harus ke dinas, di
wilayah, kalo misalnya ada dipo yang khusus untuk mengolah limbah b3
itu mungkin itu lebih baik, kalo kita sekarang terpusatnya di dinas ya,
kalo di wilayah ada pengelolaan limbah b3 mungkin jauh lebih baik.”52
Dari penjelasan Soesilo Wahyudi, masyarakat di wilayah
Kecamatan Sawah Besar berharap agar ada pengolahan yang ditempatkan
di wilayah mereka, namun masih belum terlaksana karena pengumpulan
limbah elektronik dari drop box dan penjemputan masih terpusat di Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan bukan di setiap wilayah kota
administrasi bahkan kecamatan.
Kemudian, berdasarkan tindakan dari Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta yang berusaha untuk mengembangkan sendiri program ini
52
Hasil wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat
78
menurut Pranandya Wijayanti, pemerintah kurang melibatkan pihak-pihak
eksternal dalam membentuk dan merencanakan bagaimana program ini
berjalan, seperti dalam pemaparannya sebagai berikut:
“Untuk harapan ke depan, peraturan pemerintah untuk ewaste ini,
peraturan pemerintahnya segera diselesaikan, dan sebenernya kekurangan
dari pemerintah itu kan mereka kurang menggaet kita kan sebagai
komunitas yang memulai dari awal, bahkan Dinas LH DKI dan
Tangerang itu bergerak setelah kita, tapi kita tidak dilibatkan dalam
perumusan kebijakan itu, harusnya tau, ada kita, sebenernya perumusan
kebijakan di Indonesia ini kan agak kurang implementatif, karena
mungkin inputannya mungkin hanya internal mereka, lintas kementerian
kayak gitu, tapi nggak ada dari segi publiknya.”53
Berdasarkan penjelasan di atas, pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta sebagai pelaksana Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik
dalam pengembangannya lebih berdasarkan pada gagasan dari internal
Dinas Lingkungan Hidup DKI saja, dan belum melibatkan masukan-
masukan dari pihak eksternal.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta meskipun belum memenuhi
seluruh tuntutan masyarakat dalam pelaksanaan Gerakan Pengumpulan
Limbah Elektronik (E-Waste), setidaknya sudah memberikan kemudahan
bagi masyarakat yang ingin mengumpulkan limbah elektronik dengan
memberikan dua alternatif yaitu dapat membuang limbah elektronik di
drop box atau menggunakan layanan penjemputan limbah elektronik yang
disediakan.
B. Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Pengelolaan Limbah
Elektronik
53
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu 31 Juli 2019, di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat
79
Meskipun sudah berjalan 2 tahun, Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik (E-Waste) dalam pelaksanaannya masih menemui berbagai
macam hambatan. Untuk itu, akan dibahas mengenai hambatan yang
ditemukan dalam pelaksanaan Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik
(E-Waste), dengan menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan publik menurut George C. Edwards yang dikutip oleh
Subarsono.54
George C. Edwards mengemukakan empat faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan publik yaitu komunikasi, sumber
daya, disposisi dan struktur birokrasi. Berikut akan dijelaskan mengenai
faktor yang mempengaruhi implementasi Gerakan Pengumpulan Limbah
Elektronik (E-Waste) oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
1. Komunikasi
Keberhasilan sebuah kebijakan mengharuskan pelaku kebijakan
untuk mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam
mengimplementasikan sebuah kebijakan. Komunikasi tidak hanya
dilakukan pada pelaksana kebijakan melainkan juga pada sasaran dan
pihak terkait. Informasi yang disampaikan kepada pelaksana kebijakan
harus jelas, mudah dipahami dan konsisten agar kebijakan tersebut dapat
berjalan dengan baik. 55
Dalam pengelolaan limbah elektronik, Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta melakukan pemilahan sejak dari sumbernya dan juga
memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Dinas Lingkungan Hidup DKI
54
Agustinus Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, hal. 90 55
Agustinus Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, hal. 90
80
Jakarta menempatkan drop box di halte Transjakarta, stasiun, kantor
kelurahan dan kecamatan serta berbagai lokasi publik. Namun sosialisasi
yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengalami
berbagai hambatan, berdasarkan hasil observasi penulis di lokasi
penempatan drop box, masyarakat masih menganggap sosialisasi
mengenai pengelolaan limbah elektronik masih belum menyebar secara
luas terutama ke pihak terkait yang bekerjasama dengan Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta, dalam hal ini petugas Transjakarta. Seperti dalam
pemaparan Hesty, Petugas Transjakarta Central Senen sebagai berikut:
“Namanya orang awam saya aja pas disini baru tau gitu kan, di halte kalo
bisa sih dari kelurahan, rw rt biar rata gitu biar tau semua orang awam,
bukan cuma orang yang naik busway doang yang tau gitu. Terus drop
boxnya itu agak digedein, udah gitu bolongannya yang ngambil gitu
kabel data. Cuma kayak lebih ke kelurahan biar orang awam lebih tau,
bahayanya ngendepin barang elektronik tuh kayak apa.”56
Seharusnya Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta juga melakukan
sosialisasi kepada petugas Transjakarta yang bekerja di lokasi di mana
drop box ditempatkan, karena, dapat membantu untuk menyebarkan
informasi ke pengguna Transjakarta. Selain itu juga ukuran drop box dan
banner masih terlalu kecil sehingga kurang menarik perhatian masyarakat
yang melewatinya untuk berhenti dan membaca isi dari banner tersebut.
Seperti dalam pemaparan Juan, Security Stasiun Cikini sebagai berikut:
“Kalau untuk saat ini masih terlalu kecil, mungkin karena baru ini kali
programnya, belum semuanya tau, tapi kalo untuk pengembangan ke
depannya ada kemungkinan untuk ditambahin lagi untuk program limbah
elektronik ini.”57
56
Hasil wawancara dengan Hesty, Petugas Transjakarta Central Senen, Kamis, 19
September 2019 di Halte Transjakarta Central Senen. 57
Hasil wawancara dengan Juan, Security Stasiun Cikini, Kamis 19 September 2019 di
Stasiun Cikini.
81
Terdapat beberapa lokasi penempatan drop box limbah elektronik
yang disediakan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, berikut
adalah lokasi penempatan drop box limbah elektronik di DKI Jakarta:
Gambar IV.1
Lokasi Dropbox Limbah Elektronik di DKI Jakarta
Sumber: Twitter Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta (@dinaslhdki)
Berdasarkan lokasi di atas, penulis mengunjungi 5 lokasi
penempatan drop box yaitu di Halte Transjakarta Central Senen, Halte
Transjakarta Cawang Uki, Halte Transjakarta Ragunan, Halte Transjakarta
Bundaran HI dan Stasiun Cikini, dan dari hasil observasi yang dilakukan
menghasilkan data sebagai berikut:
Tabel IV.1
Hasil Observasi Drop Box dan Banner di 5 Lokasi di DKI Jakarta
No Lokasi Drop Box Drop Box Banner Kondisi
1 Halte Transjakarta
Central Senen Ada Ada
Drop box terlalu
kecil tapi lubangnya
besar, ukuran
tulisan di banner
terlalu kecil.
2 Halte Transjakarta
Cawang Uki Ada Tidak ada
Drop box kecil,
banner tidak ada
sehingga tidak ada
penjelasan
mengenai kegunaan
drop box.
82
3 Halte Transjakarta
Ragunan Ada Ada
Drop box kecil,
tulisan di banner
kecil.
4 Halte Transjakarta
Bundaran HI Ada Ada
Drop box kecil,
tulisan di banner
terlalu kecil
5 Stasiun Cikini Ada Ada
Drop box kecil,
warna banner
pucat. Sumber: Hasil observasi penulis.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa di Halte
Transjakarta Cawang Uki tidak memiliki banner, sedangkan keberadaan
banner penting karena berisi penjelasan mengenai limbah elektronik dan
potensi bahaya yang dimilikinya, meskipun lokasi Halte Transjakarta
Cawang Uki yang berdekatan dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa dari 5 lokasi yang
dikunjungi penulis, 4 lokasi memiliki drop box dan banner, meskipun
ukuran tulisan dan banner yang terlalu kecil sehingga menyulitkan
pengguna halte dan stasiun untuk membaca, ditambah ukuran drop box
yang terlalu kecil sehingga masyarakat hanya dapat membuang limbah
elektronik berukuran kecil saja.
Sosialisasi mengenai penempatan drop box di halte-halte Transjakarta
dan stasiun juga masih belum efektif, meskipun sudah melakukan
kerjasama dengan PT Transjakarta dan PT KAI sejak tahun 2018, namun
masyarakat hanya dapat mengetahui kalau di halte atau stasiun ada drop
box karena pada saat itu sedang berada di lokasi tersebut, namun tidak
mengetahui sebelumnya mengenai drop box dan pengelolaan limbah
83
elektronik. Sehingga hanya masyarakat yang menggunakan Transjakarta
dan kereta yang dapat mengetahui keberadaan drop box. Seperti dalam
pemaparan Marsyanda, pengguna Transjakarta Central Senen yang
mengatakan bahwa ia mengetahui ada drop box di Halte Central Senen
karena kebetulan sedang lewat.58
Dengan adanya pengelolaan limbah elektronik yang dilakukan Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta sejak tahun 2017, ternyata masih belum
meyakinkan masyarakat untuk menyerahkan limbah elektroniknya ke
tempat yang sudah disediakan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Masyarakat masih memilih untuk menjual karena keuntungan yang
didapatkan lumayan besar, dan merasa bahwa pengelolaan limbah
elektronik seperti yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta belum efektif. Seperti dalam pemaparan Rahma, Pengguna
Transjakarta Ragunan, yang menyatakan bahwa limbah elektronik yang
dimiliki akan dibuang jika tidak dapat diperbaiki, dan menurutnya
pengelolaan limbah elektronik yang dilakukan saat ini oleh Dinas
Lingkungan Hidup DKI belum efektif.59
Walaupun telah drop box dan banner telah ditempatkan di berbagai
lokasi di DKI Jakarta, namun kesadaran masyarakat mengenai pengelolaan
limbah elektronik masih belum muncul, untuk itu sudah seharusnya dari
58
Hasil wawancara dengan Marsyanda, Pengguna Transjakarta Central Senen, Kamis 19
September di Halte Transjakarta Central Senen. 59
Hasil wawancara dengan Dwi, Pengguna Transjakarta Ragunan, Kamis 19 September
2019 di Halte Transjakarta Ragunan.
84
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk mengembangkan program ini
agar lebih menarik perhatian masyarakat.
Sosialisasi juga dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta, dengan melakukan kerjasama dengan Dinas Komunikasi
Informasi DKI Jakarta pada tahun 2017, untuk menayangkan mengenai
pengelolaan limbah elektronik di videotron di jalan-jalan protokol DKI
Jakarta. Selain itu juga di website Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
juga memiliki penjelasan mengenai layanan jemput limbah elektronik,
namun tidak menjelaskan mengenai prosedur dalam pengelolaan limbah
elektronik. Hal ini menjadi salah satu hambatan karena masyarakat kurang
dapat memahami mengenai pengelolaan limbah elektronik karena
penjelasannya yang tidak terperinci.
Selain itu juga pengelolaan limbah elektronik dituliskan dalam
akun media sosial milik Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, serta
terdapat liputan di portal media online. Meskipun Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta sudah aktif dalam menjelaskan programnya di media
sosial, masih diperlukan penambahan konten mengenai pengelolaan
limbah elektronik, seperti dalam pemarapan Pranandya Wijayanti,
External Relation Komunitas E-WasteRJ sebagai berikut:
“Selain sosialisasi, paling info-info di media sosialnya gitu sih kan
sekarang Lh juga udah aktif ya kayak bikin instagram kayak gitu, paling
lebih, sebenernya dia sekarang udah oke sih ya dia kalau lagi ngejemput
ewaste, yang lebih dari 5kg kan bisa dijemput sama LH, itu mereka suka
post, mungkin lebih sering itu aja sama infografis-infografis paling sih
kayak bahayanya apa, kayak gitu. Sama mungkin ini sih, kalo sosialisasi
85
lebih ke yang media sosial lah, kayak bikin youtube gitu ya, bikin video
terus diupload ke youtube paling.”60
Salah satu upaya dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk
mensosialisasikan Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste)
adalah dengan membuka booth di Car Free Day Thamrin, namun
pelaksanaannya di Car Free Day juga mendapatkan hambatan dalam hal
komunikasi yaitu Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta tidak memberikan
informasinya di mana pun, misalnya media sosial, atau website. Menurut
pemaparan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3, ketika
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menempatkan drop box di Car Free
Day Thamrin, informasinya tidak disebarkan ke masyarakat.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa upaya Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta meskipun sudah melakukan sosialisasi mengenai
pengelolaan limbah elektronik namun upayanya belum maksimal sehingga
menyebabkan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui
mengenai pengelolaan limbah elektronik dan sudah seharusnya program
ini dikembangkan dan ditelaah lebih lanjut agar masyarakat bersedia ikut
serta secara menyeluruh dalam pelaksanaan program pengelolaan limbah
elektronik.
2. Sumber Daya
Sumber daya menjadi hal yang penting dalam pengimplementasian
sebuah kebijakan, karena meskipun komunikasi telah dijalankan dengan
baik namun tidak didukung dengan sumber daya yang memadai, maka
60
Hasil wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas E-
WasteRJ, Rabu 31 Juli 2019 di Burgreens Wahid Hasyim
86
implementasi kebijakan tidak akan berjalan secara efektif. Sumber daya
dapat berwujud sumber daya manusia dan non manusia. Jika dalam
implementasi kebijakan tidak memiliki sumber daya, maka kebijakan
tersebut hanya menjadi dokumen saja. 61
Untuk hal pelaksanaan Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik,
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menjadikan Seksi Pengelolaan
Limbah B3 sebagai pelaksana utama dalam program ini, dan untuk
pengangkutan limbah B3 yang termasuk limbah elektronik di dalamnya
untuk setiap kecamatan dilakukan oleh Satuan Pelaksana Lingkungan
Hidup DKI Jakarta.
Berkaitan dengan penyediaan sumber daya dalam bentuk anggaran
untuk pengelolaan limbah elektronik, Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta masih diakomodir dengan baik oleh DPRD DKI Jakarta. Anggaran
untuk pengelolaan limbah elektronik di tahun 2017 masih belum ada
sehingga pengelolaan limbah elektronik masih bebas biaya, lalu kemudian
di tahun 2018 anggaran untuk mengolahnya sebesar hampir 500 juta
rupiah, kemudian untuk di tahun 2019 anggaran untuk mengolahnya
sebesar 389 juta rupiah namun pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta kembali meminta anggaran untuk mengolah lagi sebesar hampir
200 juta rupiah.62
61
Agustinus Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, hal. 90 62
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur
87
Sumber daya non manusia lainnya yang berkaitan dengan
pengelolaan limbah elektronik adalah penyediaan truk dan tempat
pembuangan sampah, untuk saat ini kondisi truk masih belum bermasalah,
namun lokasi penyimpanan limbah elektronik yang memiliki kendala yaitu
dari ukurannya yang terbatas namun jumlah limbah elektronik yang
dikumpulkan sudah menumpuk, seperti dalam pemaparan Rosa Ambarsari,
Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 sebagai berikut:
“Kalau untuk kendaraan saya rasa belum masalah ya, cuma kalau untuk
pengumpulan sarana atau gudangnya, akhirnya kita juga agak kewalahan
begitu banyak yang ngedrop ewastenya, sementara gudang yang jadi
masalah. Kita punya gudang dua udah penuh banget. Namun saat ini kita
sedang membangun sistem untuk adanya gudang di setiap kecamatan dan
kota administrasi.”63
Meskipun anggaran untuk pengelolaan limbah elektronik masih
diakomdir dengan baik, namun masih terdapat masalah yaitu dalam
penyediaan gudang untuk menempatkan limbah elektronik dari berbagai
lokasi di DKI Jakarta.
Kemudian dari sisi sumber daya manusianya, Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta membagi tugas dalam hal pelaksanaan pengelolaan
limbah elektronik karena harus memantau drop box yang telah
ditempatkan di berbagai lokasi seperti dalam pemaparan Rosa Ambarsari,
Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta sebagai berikut:
“Kalau untuk sumber daya manusianya, dari sisi kitanya sendiri memang
harus mengatur waktu dan jadwal sih ya, itu kita merilis dropbox di
63
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur
88
beberapa tempat itu nggak bisa kita tinggal, musti monitor, harus dilihat,
banyak juga yang rusak harus diganti yang kayak gitu-gitu lah. Dan
setelah satu bulan kita pasti akan ambil seberapapun isinya itu pasti kita
ambil untuk di data. Nah itu ya sampai sejauh ini ya masih bisa lah.”64
Jika berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, menurut
Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 saat ini karena
tugas Seksi Pengelolaan Limbah B3 untuk memantau dan mengangkut
limbah elektronik yang telah dikumpulkan, sehingga tidak diperlukan
kemampuan teknis khusus untuk sumber daya manusia yang dimiliki.65
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam hal pengelolaan limbah
elektronik, untuk sumber daya manusia sudah memadai, namun dalam
sumber daya non manusia masih memiliki hambatan yaitu mengenai
jumlah gudang-gudang yang digunakan untuk menempatkan limbah
elektronik yang telah dikumpulkan.
3. Disposisi
Hal ketiga yang menjadi faktor penting dalam pelaksanaan
kebijakan adalah disposisi, yang menjelaskan mengenai sikap dari
pelaksana kebijakan ketika menjalankan suatu kebijakan, jika ia memiliki
disposisi yang baik maka kebijakan yang dijalankan juga akan baik. 66
Saat ini dalam pelaksanaan pengelolaan limbah elektronik, keaktifan
staf dari Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI
64
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur 65
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur 66
Agustinus Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, hal. 90
89
Jakarta disesuaikan dengan jadwal dan kegiatan lainnya, seperti dalam
penjelasan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 yaitu:
“Kalau untuk keaktifan akhirnya disesuaikan dengan jadwal atau kegiatan
kita yang lainnya, dulu kita masih sempat 1 minggu 1 kali kita monitor,
satu bulan sekali kita ambil, tapi sekarang, satu bulan itu paling kita
monitor satu bulan kita ambil.”67
Meskipun dalam pelaksanaannya terdapat masalah yang muncul
adalah ketika ingin membuka booth di Car Free Day Thamrin, di mana
sudah beberapa kali tidak terlaksana karena lupa untuk membawa drop
boxnya ke lokasi Car Free Day, seperti yang dijelaskan oleh Rosa
Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta:
“Harusnya setiap minggu, cuma ada aja kendalanya ya nggak kebawa lah,
macem-macem, cuma harusnya ada yang standby sih cuma terakhir itu
udah agak lama kemaren sempet 2 kali ada abis itu nggak kebawa, ini
itunya banyak banget.”68
Hal ini menunjukkan bahwa ada ketidakseriusan yang dilakukan
oleh staf Seksi Pengelolaan Limbah B3, sedangkan acara Car Free Day
menjadi salah satu acara penting di DKI Jakarta karena dapat
meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai limbah elektronik dan
program pengelolaan limbah elektronik.
4. Struktur Birokrasi
Yang keempat adalah struktur birokrasi di mana menjadi salah satu
badan yang menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi tidak hanya dalam
67
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur 68
Hasil wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat 20 September 2019 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
DKI Jakarta, Jakarta Timur
90
struktur pemerintahan, melainkan juga pada instansi lain yang memiliki
keterkaitan dengan kebijakan yang sedang dijalankan. Pengaruh dari
struktur birokrasi cukup signifikan dalam pelaksanaan sebuah kebijakan.69
Untuk mengenai kebersihan, Dinas Lingkungan Hidup memiliki
Bidang Pengelolaan Kebersihan yang terdiri dari Seksi Pengelolaan
Sampah, Seksi Pengelolaan Limbah B3, dan Seksi Pengendalian
Kebersihan. Kemudian untuk pelaksanaan pengelolaan limbah elektronik
dilaksanakan oleh Seksi Pengelolaan Limbah B3 yang berada di bawah
Bidang Pengelolaan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Seksi Pengelolaan Limbah B3 memiliki SOP sebagai berikut70
:
1. SOP Pengelolaan Limbah B3 Rumah Tangga
2. SOP Pengelolaan Limbah B3 Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Fasyankes) Tingkat Dasar
3. SOP Pengelolaan Limbah B3 Usaha Skala Kecil
4. SOP Inventarisasi dan Identifikasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Fasyankes) Tingkat Dasar dan Usaha Skala Kecil Penghasil
Limbah B3
5. SOP Pembinaan Teknis Pengelolaan Limbah B3 Kepada Rumah
Tangga/Operator Dipo/Petugas Gerobak
6. SOP Pembinaan Teknis Pengelolaan Limbah B3 kepada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Tingkat Dasar dan Usaha Skala
Kecil (USK)
69
Agustinus Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, hal. 90 70
Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, diperoleh Jumat 20 September 2019
91
7. SOP Pemantauan Pengelolaan Limbah B3 yang Bersumber dari
Rumah tangga
8. SOP Pemantauan Pengelolaan Limbah B3 Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (Fasyankes) Tingkat Dasar dan Usaha Skala Kecil
Menengah
9. SOP Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 yang Bersumber dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Tingkat Dasar, Usaha
Skala Kecil dan Rumah Tangga
10. SOP Penetapan tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah
B3
11. SOP Pengelolaan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah
B3
12. SOP Pengangkutan Limbah B3 oleh Pihak Ketiga
13. SOP Pengumpulan Limbah B3
14. SOP Pelayanan Penjemputan Limbah Elektronik
Untuk instansi terkait mengenai pengelolaan limbah elektronik
yaitu Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup yang berada di setiap
kecamatan di DKI Jakarta yang memiliki tugas untuk mengumpulkan
sampah dan termasuk limbah elektronik di wilayahnya yang kemudian
limbah elektronik yang dikumpulkan diserahkan ke gudang khusus miliki
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Kemudian untuk pengawasan
mengenai pengelolaan limbah elektronik dilakukan 1 bulan sekali untuk
92
setiap drop box yang ditempatkan di berbagai lokasi, kemudian
pengambilannya dilakukan setiap 1 bulan sekali.
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) dikategorikan
sebagai gerakan inovatif karena memenuhi indikator inovasi yaitu
kesesuaian karena permasalahan limbah elektronik menjadi salah satu
masalah utama di DKI Jakarta, kerumitan karena perlunya anggaran
tambahan dalam mengelola limbah B3, kemungkinan di coba karena telah
melewati masa uji coba di internal Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
dan kemudahan untuk diamati karena masyarakat dapat mengakses
informasi dengan bebas mengenai pengelolaan limbah elektronik, namun
tidak memenuhi indikator keuntungan relatif karena Dinas Lingkungan
Hidup DKI Jakarta masih belum mendapat keuntungan dari pengelolaan
limbah elektronik. Selain itu dalam proses inovasinya juga menggunakan
prinsip kepemimpinan yaitu dapat dilihat pada kinerja kepala dinas,
manajemen resiko yaitu ketika menghadapi masalah terdapat solusi untuk
mengatasinya, kreativitas yaitu dengan melakukan workshop, integrasi
organisasi yaitu dengan adanya koordinasi dengan staf hingga di tingkat
kecamatan dan melakukan kerjasama komunitas, dan perusahaan pengolah
limbah elektronik, keunggulan karena menjadi pemerintah daerah pertama
yang melakukan pengelolaan limbah elektronik, informasi sebagai sumber
daya di mana gagasan dari kepala dinas digunakan sebagai bahan baku
inovasi dan pemahaman tentang pasar yaitu karena Dinas Lingkungan
94
Hidup DKI Jakarta memberikan dua alternatif kepada masyarakat untuk
mengumpulkan limbah elektroniknya sehingga memudahkan, tetapi tidak
menggunakan prinsip perlindungan hak cipta karena belum mendapatkan
hak cipta.
Namun meskipun sudah berjalan selama 2 tahun, Gerakan
Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste) masih belum efektif karena
adanya hambatan dalam faktor komunikasi karena sosialisasi yang
dilakukan belum merata, kemudian faktor sumber daya, karena jumlah
gudang penyimpanan limbah elektronik yang masih terbatas, dan
hambatan dari faktor disposisi karena adanya ketidakseriusan dari pegawai
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dalam melaksanakan kegiatan
pengelolaan limbah elektronik.
B. Saran
1. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mampu untuk mendapatkan
keuntungan dari pengelolaan limbah elektronik yang dari keuntungan
tersebut dapat bermanfaat bagi masyaraakt DKI Jakarta.
2. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta harus lebih masif dalam
melakukan sosialisasi mengenai pengelolaan limbah elektronik kepada
masyarakat
95
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abidin, Said Zainal. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika. 2012.
Ancok, Djamaludin. Psikologi Kepemimpinan & Inovasi. Jakarta: Erlangga. 2012.
Dewi, Rahayu Kusuma. Studi Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Pustaka Setia.
2016.
Fontana, Avanti. Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai
Individu, Organisasi, Masyarakat. Jakarta: PT Grasindo. 2009.
Marsh, David dan Gerry Stoker. Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung:
Nusamedia. 2002.
Muluk, Khairul M.R. Knowledge Management: Kunci Sukses Inovasi
Pemerintahan Daerah. Malang: Banyumedia Publishing. 2008.
Subarsono, Agustinus. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013.
Suwarno, Yogi. Inovasi di Sektor Publik. Jakarta: STIA-LAN. 2008.
Wibawa, Samodra. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha
Ilmu. 2011.
Karya Ilmiah
Bekoe, Ernest Kwaku. “E-Waste Management Practices in the Kumasi
Metropolitan Area of Ghana: Status and Challenges”. Master Thesis.
Department o International Environment and Development Studies.
Norwegian University of Life Sciences. (2015).
Ideho, Benedicta A. “E-Waste Management: A Case Study of Lagos State,
Nigeria”. Master Thesis in Development and International Cooperation.
Department of Social Sciences and Philosophy. University of Jywaskyla.
Finland. 2012.
Omari, Justus Nyabwengi. “Investigation of the Current Status of Electronic
Wastes, Generation and Management: A Case Study of Nairobi County”.
Master Thesis. Department Environmental Engineering and Management.
Jomo Kenyatta University of Agriculture and Technology. 2018.
96
Jurnal
Askari, A. A. Ghadimzadeh, C. Gomes, M.D. Bakri Ishak. “E-Waste
Management: Towards an Appropriate Policy”. European Journal of
Business and Management. Vol. 6. No. 1. (2014).
Ayuni, Trina, Dodik Ridho Nurrochmat, Nastiti Siswi Indrasti. “Strategi
Pengelolaan Limbah Elektronik Melalui Pengembangan Infrastruktur
Ramah Lingkungan”. Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan
Lingkungan. Vol. 3. No. 1. (April 2016).
Hakim, Lukman Nul. “Ulasan Metodologi Kualitatif: Wawancara Terhadap Elit”.
Aspirasi. Vol. 4. No. 2. (Desember 2013).
Kiddee, Peeranart, Ravi Naidu dan Ming H. Wong. “Electronic Waste
Management Approaches: An Overview”. Waste Management. Vol. 33.
(2013).
Ngafifi, Muhamad. “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam
Perspektif Sosial Budaya”. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan
Aplikasi, Vol. 2. No. 1. (2014)
Nindyapuspa, Ayu. “Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik di Negara
Maju dan Negara Berkembang”. Infomatek. Vol. 20. No. 1. (Juni 2018).
Rahmat, Pupu Saeful. “Penelitian Kualitatif”. Equilibrium. Vol. 5. No. 9.
(Januari-Juni 2009)
Ramdhani, Abdullah, Muhammad Ali Ramdhani. “Konsep Umum Pelaksanaan
Kebijakan Publik”. Jurnal Publik. Vol. 11. No. 1. (2017)
Sinha-Khetriwal, Deepali, Philipp Kraeuchi, Markus Schwaniger. “A Comparison
of Electronic Waste Recycling in Switzerland and in India”.
Environmental Impact Assessment Review 25. 2005.
Suwarno, Dodi Jayen, Anita Silvianita. “Knowledge Sharing dan Inovasi Pada
Industri Startup”. Jurnal Ecodemica. Vol. 1. No. 1. April 2017.
Wahyono, Sri. “Kebijakan Pengelolaan Limbah Elektronik dalam Lingkup Global
dan Lokal”. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 14. No. 1. (Januari 2013)
Dokumen Resmi
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Pedoman Inovasi
Pelayanan Publik.
97
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 284 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup
Dokumen
Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengenai Rekapitulasi Pengumpulan
Limbah Elektronik Bulan Januari-Juni 2019. Diperoleh 26 Juli 2019.
Internet
Data Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) DKI Jakarta mengenai
Gerakan Pengumpulan Limbah Elektronik (E-Waste). Diperoleh 6 Agustus
2019.
Presentasi Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 26 Juni 2018.
Website Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, diakses 3 Agustus 2019,
https://lingkunganhidup.jakarta.go.id
Wawancara
Wawancara dengan Pranandya Wijayanti, External Relation Komunitas Ewaste-
RJ, Rabu 31 Juli 2019, di Burgreens Wahid Hasyim, Jakarta Pusat
Wawancara dengan Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Kamis 25 Juli 2019 di Kantor Dinas
Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jakarta Timur
Wawancara dengan Soesilo Wahyudi, Staf Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup
Kecamatan Sawah Besar, Jumat, 9 Agustus 2019 di Kantor Satuan
Pelaksana Lingkungan Hidup Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat
98
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Wawancara kepada Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelola Limbah
B3 Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
99
Lampiran 2
Surat Wawancara kepada Komunitas EWaste-RJ.
100
Lampiran 3
Surat Wawancara kepada Satuan Pelaksana Lingkungan Hidup Kecamatan
Sawah Besar, Jakarta Pusat.