inovasi beton organik.docx
DESCRIPTION
file ini merupakan hasil inovasi beton dari bahan organik yang dirancang oleh Ayu Fatimah Zahra, Ahmad Munggaran dan Era Agita KabdiyonoTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan gedung dan perumahan menyebabkan kebutuhan akan
bahan bangunan meningkat. Hal ini karena dalam pembangunan tersebut
membutuhkan bahan bangunan. Adapun salah satu permasalahan utama dalam
menyediakan pembangunan di Indonesia adalah tingginya biaya konstruksi
bangunan dan lahan. Selama ini berbagai penelitian sudah dilakukan tetapi masih
belum ditemukan alternatif teknik konstruksi yang efisien serta penyediaan bahan
bangunan dalam jumlah besar dan ekonomis. Hal tersebut dapat memberikan
suatu alternatif untuk memanfaatkan limbah-limbah industri yang dibiarkan begitu
saja.
Kondisi dunia saat ini menuntut perkembangan bahan bangunan yang
berkelanjutan. Pemanfaatan jerami, bulu ayam dan serbuk kayu sebagai bahan
bangunan dapat menjawab tantangan permasalahan lingkungan seperti
pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah secara sembarangan. Salah
satu alternatif yang akan digunakan untuk mengatasi masalah diatas adalah
pembuatan batako dengan bahan tambah jerami padi (batang padi setelah pasca
panen), bulu ayam dan serbuk kayu. Optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian
yang berupa jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu ini diharapkan akan
mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan dapat mengurangi kerusakan
lahan pertanian maupun lingkungan. Kerusakan lahan pertanian yang disebabkan
oleh pembuatan batu bata dan kebutuhan yang semakin meningkat menjadikan
permintaan akan bahan bangunan juga semakin meningkat. Batako sebagai
alternatif pengganti bata merah untuk bangunan dinding diharapkan mampu
mengatasi permasalahan tersebut.
Pada zaman modern seperti sekarang ini, teknologi banyak dipakai dan
dibutuhkan oleh masyarakat. Kita tahu, banyak sekali industri dan pembangunan
di negara kita sehingga polusi ditemukan dimana-mana. Untuk mengurangi polusi
1
pada di era sekarang ini yang kita perlukan adalah memanfaatkan limbah menjadi
sesuatu yang bermanfaat dan ramah lingkungan.
Saat ini, batako banyak diperlukan untuk dinding bangunan. Batako
merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata
yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air. Banyak orang
mencari batako murah dengan berat yang ringan tetapi dengan kekuatan yang
tinggi. Karena permintaan tersebut, banyak peneliti yang menambahkan material
tambahan untuk meringankan berat batako tersebut. Maka dari itu, kita
mengambil penelitian tentang batako dengan material tambahan berupa jerami,
bulu ayam dan serbuk kayu.
Jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu merupakan limbah yang sering
diolah menjadi abu gosok sebagai bahan baku kebutuhan rumah tangga. Kita tahu
dari sumber penelitian sebelumnya bahwa jerami mempunyai kemampuan untuk
menurunkan berat batako hingga 48% dari berat asli. Selain berfungsi untuk
meringankan berat batako, jerami yang telah tidak terpakai biasanya langsung
dibakar, sehingga fungsi jerami tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Kita juga sering melihat banyaknya serbuk kayu di toko bangunan. Yang
menimbulkan masalah adalah limbah penggergajian yang kenyataan di lapangan
masih ada yang di tumpuk, sebagian dibuang ke aliran sungai yang akan
menimbulkan pencemaran air, atau dibakar secara langsung yang akan ikut
menambah emisi karbon di atmosfir. Produksi total kayu gergajian Indonesia
mencapai 2.6 juta m3 per tahun (Forestry Statistics of Indonesia 1997/1998).
Berdasarkan sumber data Direktorat Jendral Peternakan Republik
Indonesia, produksi ayam pedaging di Indonesia pada tahun 2005 sebanyak
779.100 ton. Jumlah tersebut meningkat menjadi sebesar 861.000 ton pada tahun
2006 dan terus meningkat menjadi 942.000 ton pada tahun 2007. Pada tahun
2008 produksi ayam pedaging mencapai 1.018.700 ton. Besarnya jumlah produksi
daging ayam tersebut menghasilkan limbah bulu ayam dalam jumlah yang cukup
besar pula.
Adanya limbah dimaksud menimbulkan masalah penanganannya yang
selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya
2
berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu
dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya
menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi terapan dan kerakyatan
sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat.
Dengan pemanfaatan ketiga material tambahan tersebut diharapkan bisa
mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat menghasilkan batako yang ramah
lingkunagn, ekonomis, dan dengan berat yang ringan. Untuk itu, kita mencoba
membuat batako dengan material tambahan jerami, bulu ayam dan serbuk kayu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja potensi dari limbah jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu pada
bahan pembuatan batako?
2. Apa manfaat jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu sebagai bahan
alternatif pembuatan batako?
3. Bagaimana kekuatan batako dengan bahan campuran jerami padi, bulu
ayam dan serbuk kayu dibandingkan dengan batako aslinya?
4. Bagaimana perbandingan berat batako setelah ditambahkan dengan jerami
padi, bulu ayam dan serbuk kayu dibandingkan berat batako aslinya?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Mengetahui potensi limbah jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu pada
bahan pembuatan batako.
2. Memanfaatkan jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu sebagai bahan
alternatif dalam pembuatan batako.
3. Mengetahui kekuatan batako dengan bahan campuran jerami padi, bulu
ayam dan serbuk kayu dibandingkan dengan batako aslinya
4. Menghasilkan berat batako yang lebih ringan dari berat batako aslinya
3
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang akan ditemukan dalam pengolahan batako dengan
jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu antara lain:
1. Menghasilkan bahan bangunan yang sederhana namun mudah untuk
dibuat dan diolah oleh sebagian besar masyarakat.
2. Agar tercipta inovasi campuran dalam pembuatan batako yang ramah
lingkungan dengan memanfaatkan hasil limbah padi, bulu ayam dan
serbuk kayu.
3. Agar masyarakat dapat mengetahui pemanfaatan jerami padi, bulu ayam
dan serbuk kayu pada bangunan.
4. Turut menjaga lingkungan dengan memanfaatkan limbah yang ada pada
lingkungan sehari-hari.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Batako
Batako merupakan beton tanpa agregat kasar yang disusun oleh semen dan
agregat halus saja. Batako adalah batu-batuan atau batu cetak yang tidak dibakar
dari tras dan kapur, kadang-kadang juga dengan sedikit semen portland, sudah
banyak dipakai oleh masyarakat untuk pembuatan rumah dan gedung. Batako
mempunyai sifat-sifat panas dan ketebalan total yang lebih baik dari pada beton
padat. Semakin banyak produksi batako semakin ramah lingkungan dari pada
produksi bata tanah liat karena tidak harus dibakar.
Pemakaiannya bila dibandingkan dengan batu merah, terlihat penghematan
dalam beberapa segi, misalnya : per m2 luas tembok lebih sedikit jumlah batu
yang dibutuhkan, sehingga kuantitatif terdapat penghematan. Terdapat pula
penghematan dalam pemakaian adukan sampai 75%. Beratnya tembok diperingan
sampai 50%, dengan demikian juga fondasinya bisa berkurang. Bentuk batu
batako yang bermacam-macam memungkinkan variasi-variasi yang cukup, dan
jikalau kualitas batu batako mengizinkan, tembok ini tidak usah diplester dan
sudah cukup menarik.
2.1.2 Pasir
Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk
membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut,
keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran
semen lainnya.
Pasir yang digunakan untuk pembuatan batako harus bermutu baik yaitu
pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam
sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan
butir (gradasi) yang baik. Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia (1982: 23)
5
agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus
memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:
a. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.
b. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama
c. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila
lebih dari 5 % maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan.
Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan
0,063 mm.
d. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.
e. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.
f. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.
Selain itu untuk memperoleh pasir dengan gradasi yang baik perlu
diadakan pengujian di laboratorium. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang
beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang telah
ditentukan dalam PBI 1971, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2 % dari berat total.
b. Sisa diatas ayakan 1 mm, harus minimum 10 % dari berat total.
c. Sisa diatas ayakan 0,22 mm, harus bekisar antara 80 % - 90 % dari berat
total.
2.1.3 Semen
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif digunakan
sebagai bahan pengikat (Bonding material) yang dipakai bersama batu kerikil,
pasir, dan air. Semen Portland akan mengikat butir-butir agregat (halus dan kasar)
setelah diberi air dan selanjutnya akan mengeras menjadi suatu massa yang padat.
Portland Cement merupakan bahan utama atau komponen beton terpenting yang
berfungsi sebagai bahan pengikat an-organik dengan bantuan air dan mengeras
secara hidrolik. Portland Cement harus memenuhi persyaratan yang diperlukan
dalam PBI (1971). Portland Cement inilah yang dapat menyatukan antara agregat
halus dan agregat kasar sehingga mengeras menjadi beton. Adapun komponen–
komponen bahan baku Portland cement yang baik yaitu (Tjokrodimuljo, 1996):
6
Oksida % rata-rata
Batu kapur (CaO) 60 – 67%
Pasir Silika (SiO2) 17 – 25%
Alumina (Al2O3 0,3 – 0,8%
Tanah Liat (Al2O3) 0,3 – 0,8%
Magnesia (MgO) 0,3 – 0,8%
Sulfur (SO3) 0,3 – 0,8%
Kardiyono (1996: 6) menyebutkan bahwa pada dasarnya dapat disebutkan 4 unsur
yang paling penting dari Portland Cement adalah:
1) Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2
2) Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2
3) Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3
4) Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.FeO3
Menurut Sagel et al (1994:1) “Semen Portland adalah semen hidrolis yang
terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-
bahan tambahan yang biasa digunakan yaitu gypsum”. Selanjutnya Nawy (1990:
9) memberikan pengertian semen portland (PC) adalah : Semen portland dibuat
dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium atau
batu kapur (CaO), Alumunia (Al2O3), Pasir silikat (SiO2) dan bahan biji besi
(FeO2) dan senyawa-senyawa MgO dan SO3, penambahan air pada mineral ini
akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan
seperti batu.
Apabila butiran-butiran Portland Cement berhubungan dengan air, maka
butiran-butiran tersebut akan pecah-pecah dengan sempurna sehingga menjadi
hidrasi dan membentuk adukan semen. Jika adukan tersebut ditambah dengan
pasir dan kerikil yang diaduk bersama akan menghasilkan adukan beton. Ismoyo
(1996: 156) mengatakan, “Semen portland adalah sebagai bahan pengikat yang
melihat dengan adanya air dan mengeras secara hidrolik”. Selanjutnya Murdock
dan Brook (1991: 66) mengatakan : Semen adalah suatu jenis bahan yang
memiliki sifat (adhesif) dan kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya
7
fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Meskipun definisi ini
dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan, semen yang dimaksudkan untuk
konstruksi beton bertulang adalah bahan jadi dan mengeras dengan adanya air
yang dinamakan semen hidrolis (hidrolic cements).
Dari beberapa pendapat tentang sifat semen dapat diambil pengertian
bahwa semen portland adalah suatu bahan pengikat yang mempunyai sifat adhesif
dan kohesif yang memungkinkan fragmen-fragmen mineral saling melekat satu
sama lain apabila dicampur dengan air dan selanjutnya mengeras membentuk
massa yang padat. Semen hidrolis meliputi semen portland, semen putih dan
semen alumunia. Untuk pembuatan beton digunakan semen portland dan semen
portland pozzoland. Semen portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan
dari bahan kapur dan bahan lempung yang dibakar sampai meleleh, setelah
terbentuk klinker yang kemudian dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips
dalam jumlah yang sesuai. Sedangkan semen portland pozzoland adalah semen
yang dibuat dengan menggilang bersama-sama klinker semen portland dan bahan
yang mempunyai sifat pozzoland (Kardiyono, 1996: 11).
Semen portland yang digunakan sebagai bahan struktur harus mempunyai
kualitas yang sesuai dengan ketepatan agar berfungsi secara efektif. Pemeriksaaan
dilakukan terhadap yang masih berupa bentuk kering, pasta semen yang telah
keras, dan beton yang dibuat darinya. Sifat kimia yang perlu mendapat perhatian
adalah kesegaran semen itu sendiri. Semakin sedikit kehilangan berat berarti
semakin baik kesegaran semen. Dalam keadaan normal kehilangan berat sekitar
2% dan maksimum kehilangan yang diijinkan 3%. Kehilangan berat terjadi karena
adanya kelembaban dan karbondioksida dalam bentuk kapur bebas atau
magnesium yang menguap. (Sumber : konstruksi-wisnuwijanarko.blogspot.com
/2008/07/landasan-teori-beton-ringan-dengan.html).
Pengerasan batako berdasarkan reaksi antara semen dan air, maka sangat
diperlukan agar memeriksa apakah air yang akan digunakan memenuhi syarat-
syarat tertentu. Air tawar yang dapat diminum, tanpa diragukan boleh dipakai. Air
minum tidak selalu ada dan bila tidak ada disarankan untuk menganti apakah air
tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang merusak beton.
8
Pertama-tama harus diperatikan kejernihan air tawar. Apabila ada
beberapa kotoran yang mengapung, maka air tidak boleh dipakai. Disamping
pemerikasaan visual, harus juga diamati apakah air tersebut tidak mengandung
bahan-bahan perusak. Contohnya fosfat, minyak, asam, alkali, bahan-bahan
organis atau garam. Penelitian semacam ini harus dilakukan di laboratorium.
Selain air dipakai sebagai reaksi pengikat, dipakai pula sebagai perawatan sesudah
beton dituang. Suatu metode perawatan selanjutnya yaitu secara membasahi terus-
menerus atau beton yang baru dituangi direndam air. Air ini pun harus memenuhi
syarat-syarat yang lebih tinggi daripada air untuk pembuatan batako. Misalkan air
untuk perawatan selanjutnya keasaman tidak boleh pHnya > 6, juga tidak
diperbolehkan terlalu sedikit mengandung kapur.
Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran
bahan bangunan adalah sebagai berikut:
a. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung
minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain
yang dapat merusak daripada beton.
b. Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium
Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang
dipersyaratkan.
c. Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran
berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
d. Air yang digunakan untuk proses pembuatan beton yang paling baik
adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika dipergunakan air
yang tidak baik maka kekuatan beton akan berkurang.
Air yang digunakan dalam proses pembuatan batako jika terlalu sedikit
maka akan menyebabkan batako akan sulit untuk dikerjakan, tetapi jika air yang
digunakan terlalu banyak maka kekuatan batako akan berkurang dan terjadi
penyusutan setelah batako mengeras.
9
2.1.4 Jerami Padi
Jerami juga merupakan salah satu tanaman yang mengandung serat dan
telah digunakan produksi pulp dan kertas. Begitu juga pemanfaatan jerami sebagai
bahan bangunan digunakan sebagai bahan penutup atap pada tempat peristirahatan
atau cottage. Pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan dapat mengurangi dua
pertiga jumlah batu bata yang dipakai dalam membangun dinding eksterior.
Alasan lain penggunaan bahan jerami untuk bahan campuran beton ringan adalah
menciptakan bangunan yang ramah lingkungan (Eco-Architecture) dengan
sentuhan teknologi baru. Dibandingkan dengan batako biasa, batako dengan
penambahan jerami padi ini dimungkinkan mempunyai berat yang lebih ringan,
sehingga dapat digunakan pada daerah rawan gempa. Perlu diingat fakta
menunjukkan bahwa bangunan adalah pengguna energi terbesar mulai dari
konstruksi, bahan bangunan, saat bangunan beroperasi, perawatan hingga
bangunan dihancurkan. Sehingga dengan meyakini Eco-Architecture ini akan
menghemat biaya dalam jangka panjang (Wisnuwijanarko, 2008).
Jerami padi yang digunakan sebagai bahan tambah pembuatan batako ini
ditinjau dari jumlah penggunaan jerami padi pada pembuatan batako, yaitu dengan
variasi jumlah jerami padi yang berbeda-beda. Pendapat Kardiyono (1996), “
Bahan tambah ialah bahan selain usur pokok beton (air, semen, dan agregat) yang
ditambah pada adukan beton, sebelum, segera atau selama pengadukan, untuk
mengubah atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau
setelah mengeras”.
Menurut Penelitian Pertanian Tanaman Pangan (2002: 21) “Jerami segar
mengandung 41,68% Karbon; 0,49% Nitrogen; 1,40% Phospor; dan 1,70%
Kalium, sedangkan jerami lapuk mengandung 19,89% Karbon; 0,51% Nitrogen;
1,24% Phospor; dan 1,42% Kalium”. Sehingga untuk menghilangkan kadar
organik yang terkandung pada jerami harus dilakukan pengeringan dengan cara
dioven sampai kering tungku atau dapat diletakkan dibawah terik matahari sampai
benar-benar kering. Dengan begitu jerami tersebut tidak lagi sebagai bahan
organik atau bahan yang mengandung kadar organik.
10
Jerami padi yang digunakan sebagai bahan tambah pembuatan batako ini
di tinjau dari jumlah penggunaan jerami padi pada pembuatan batako, yaitu
dengan variasi jumlah jerami padi yang berbeda-beda. Pendapat Kardiyono
(1996), “ Bahan tambah ialah bahan selain usur pokok beton (air, semen, dan
agregat) yang ditambah pada adukan beton, sebelum, segera atau selama
pengadukan, untuk mengubah atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam
keadaan segar atau setelah mengeras”.
Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud jerami
sebagai bahan pengisi batako tidak berlubang adalah batang dari padi setelah
pasca panen yang penggunaannya sebagai bahan pengisi batako tidak berlubang
harus dikeringkan dengan cara dioven sampai kering tungku atau dapat diletakkan
dibawah terik matahari sampai benar-benar kering.
Limbah jerami sangat mudah didapat disekitar area pertanian. Meskipun
banyak sebagian limbah yang dijadikan sebagai abu gosok untuk kebutuhan
rumah tangga, sebagain dari abu yang tidak terpakai akan menjadi limbah yang
terbuang sia-sia. Hal ini akan berdampak pada perusakan lahan pertanian.(Sumber
:saipulahmad01.blogspot.com/2011/09/landasan-teori-beton-ringan-dengan.html).
2.1.5 Bulu Ayam
Bulu ayam merupakan hasil pemotongan ayam yang ketersediaannya
cukup berlimpah mengingat setiap tahunnya jumlah ayam yang dipotong
meningkat. Menurut data statistik Dinas Peternakan Sumatera Barat (2002) bahwa
jumlah pemotongan ayam broiler 10.555.263 ekor/tahun. Tingginya jumlah ayam
yang dipotong secara langsung mengakibatkan limbah pemotongan terutama bulu
ayam semakin meningkat kerana jumlah bulu sekitar 7 % dari berat badan (Scott
et al, 1982). Ditinjau dari kandungan nutrisi, dari bulu ayam dan kulit adalah
sebagai berikut Protein Kasar 48,38 %, Lemak Kasar 15,15 %, Serat Kasar 6,78%,
BETN 26,08 %, Abu 5,63 %, Cqa 1,12 %, P 0,26 % (Mirnawati 2002).
Serat bulu ayam memiliki diameter 6 – 8 mm dan panjang 3-13 mm,
sehingga nilai perbandingan antara panjang dengan diameter serat (L/D) 400-2000
(Dweib, dkk, 2004). Bulu ayam mengandung serat yang memiliki sifat fisik dan
11
mekanik cukup baik. Berat jenis komposit bulu ayam adalah 0,8 gr/cm3 (Hong
dan Wool, 2005). Pada pembuatan batako, serat Bulu ayam digunakan sebagai
bahan perekat pada pasta semen.
Penanganan limbah bulu ayam di peternakan ayam di Indonesia sebagian
besar masih dengan cara dibakar, baru sebagian kecil yang dimanfaatkan sebagai
campuran pakan ternak. Sebenarnya bulu ayam memiliki potensi yang cukup
besar untuk dimanfaatkan untuk keperluan rekayasa, karena bulu ayam
mengandung serat yang memiliki sifat fisik dan sifat mekanik cukup baik.
(Sumber: Muhammad Ridlwan, Ade Irawan, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia).
2.1.6 Serbuk Kayu
Serbuk gergajian kayu adalah salah satu jenis bahan limbah yang bersifat
organik yang merupakan limbah yang terdapat pada lingkungan industri
penggergajian kayu atau pengrajin furniture yang saat ini belum optimal
pemanfaatannya. Serbuk gergaji (saw dust) merupakan limbah penggergajian
yang besar mencapai 10 % dari log yang masuk dalam pabrik penggergajian.
Apabila tidak dimanfaatkan secara optimal limbah tersebut dapat menimbulkan
masalah dalam pembuangannya karena membutuhkan ruang dan masalah
lingkungan. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai bahan bangunan
dengan memanfaatkan serbuk kayu yang memberikan hasil semakin besarnya
penggunaan serbuk kayu pada campuran menjadikan bahan bangunan semakin
lebih ringan, akan tetapi kekuatannya semakin rendah. Penelitian ini melakukan
peningkatan kekuatan secara komposit dengan memberikan lapisan luar dari
campuran mortar semen. (Sumber : Poengki Hernawan, Iman Satyarno, Suprapto
Siswosukarto)
12
2.2 Jenis dan Ukuran Batako
Ukuran dan jenis batako/bata cetak bermacam-macam sesuai dengan
kebutuhan. Ukuran batako yang standar adalah sebagai berikut Supribadi (1986:
58):
1) Type A
Ukuran 20 x 20 x 40 cm3 berlobang untuk tembok/ dinding pemikul beban
dengan tebal 20 cm.
2) Type B
Ukuran 20 x 20 x 40 cm3 berlobang untuk tembok/ dinding tebal 20 cm
sebgai penutup atap pada sudut-sudut dan pertemuan-pertemuan.
3) Type C
Ukuran 10 x 20 x 40 cm3 berlobang, digunakan sebagai dinding pengisi
dengan tebal 20 cm.
4) Type D
Ukuran 10 x 20 x 40 cm3 berlobang, digunakan sebagai dinding
pengisi/pemisah dengan tebal 20 cm.
5) Type E
Ukuran 10 x 20 x 40 cm3 tidak berlobang untuk tembok-tembok setebal
10 cm, juga dipergunakan sebagai dinding pengisi atau pemikul sebagai
hubungan sudut-sudut dan pertemuan.
6) Type F
Ukuran 8 x 20 x 40 cm3 tidak berlobang, digunakan sebagai dinding
pengisi dengan tebal 20 cm.
Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaannya rata dan
saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako
menurut PUBI-(1982) pasal 6 antara lain adalah “permukaan batako harus mulus,
berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering,
berukuran panjang ±400 mm, ±lebar 200 mm dan tebal 100-200 mm, kadar air 25-
35% dari berat, dengan kuat tekan antara 2-7 N/mm2”. (Sumber: konstruksi-
wisnuwijanarko .blogspot.com /2008/07/ landasan -teori-beton-ringan-
dengan.html).
13
2.3 Proses Pembuatan Batako
Dalam pembuatan batako tidak berlubang perbandingan antara pasir dan
semen yaitu 7 : 1, kemudian diaduk hingga rata dalam keadaan kering. Kemudian
diaduk lagi ditambahkan air secukupnya. Untuk mengetahui kadar air dari suatu
adukan ialah dengan cara membuat bola-bola dari adukan tersebut dan
digenggam-genggam pada telapak tangan. Apabila bola adukan tersebut
dijatuhkan dan hanya sedikit berubah bentuknya, berarti kandungan air dalam
adukan terlalu banyak. Dan bila dilihat pada telapak tangan tidak berbekas air,
maka kandungan air pada adukan tersebut kurang. Proses pembuatan batako tidak
berlubang dapat dilakukan dengan bahan dan peralatan yang sederhana antara
lain: pasir, semen, air, pengadukan dan alat cetak.
Batako merupakan salah satu alternatif bahan dinding yang murah dan
relatif kuat. Batako terbuat dari campuran pasir, semen dan air yang dipress
dengan ukuran standar. Pembuatan batako yang selama ini dikerjakan secara
manual, kini telah ditinggalkan dan diganti dengan proses pembuatan secara
masinal. Batako yang diproduksi, bahan bakunya terdiri dari pasir, semen dan air
dengan perbandingan 75:20:5. Perbandingan komposisi bahan baku ini adalah
sesuai dengan Pedoman Teknis yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum tahun 1986.
Batako merupakan batu buatan yang pembuatannya tidak dibakar,
bahannya dari tras dan kapur, juga dengan sedikit semen portland. Pemakaiannya
lebih hemat dalam beberapa segi, misalnya: per m2 luas tembok lebih sedikit
jumlah batu yang dibutuhkan, sehingga kuantitatif terdapat penghematan.
Terdapat pula penghematan dalam pemakaian adukan sampai 75%. Beratnya
tembok diperingan dengan 50%, dengan demikian juga pondasinya bisa
berkurang.
Bentuk batu batako yang bermacam-macam memungkinkan variasi-variasi
yang cukup, dan jika kualitas batu batako baik, dinding batako tidak perlu
diplester. Batu batako dapat dibuat dengan mudah dengan alat-alat atau mesin
yang sederhana dan tidak perlu dibakar. Namun bahan bangunan tersebut masih
14
baru di Indonesia, cara-cara pembuatan, pemakaian pemasangan maupun adukan-
adukannya dapat dipelajari dengan seksama.
Batu-batu yang baru dicetak disimpan dalam los agar terhindar dari panas
matahari maupun air hujan, kemudian diletakkan berderet di rak dengan tidak
ditimbun. Masa perawatan 3 hari sampai 5 hari, guna memperoleh pengeringan
dan kemantapan bentuk. Biarkan masih dalam los dan biarkan selama 3 minggu
sampai 4 minggu untuk memperoleh proses pengerasan. Di samping itu
diusahakan agar di tempat sekitarnya udara tetap lembab.
(Sumber:saipulahmad01. blogspot.com /2011/09/landasan-teori-beton-ringan-
dengan.html)
2.4 Keuntungan Menggunakan Batako
Menurut Supribadi (1986: 59), ada beberapa keuntungan dan kerugian
apabila menggunakan batako sebagai pengganti batu bata. Diantara keuntungan
yang diperoleh adalah:
1. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika
dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif
terdapat suatu pengurangan.
2. Pembuatan mudah dan ukuran dapat dibuat sama.
3. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos pemasangan juga lebih
hemat.
4. Khusus jenis yang berlubang, dapat berfungsi sebagai isolasi udara.
5. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.
6. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan
potongan.
7. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.
Sedangkan menurut Frick Heinz dan Koesmartadi (1999: 97) batako
mempunyai beberapa keuntungan: Pemakaian bila dibandingkan dengan bata
merah, terlihat penghematan dalam beberapa segi, misalnya setiap m2 luas dinding
lebih sedikit jumlah batu yang dibutuhkan, sehingga kuantitatif terdapat
poenghematan. Terdapat pula penghematan dalam pemakaian adukan sampai 75
15
%. Berat tembok diperingan dengan 50 %, dengan demikian fondasinya bisa
berkurang. Bentuk batako yang bermacam-macam memungkinkan variasi yang
cukup banyak, dan jika kualitas batako baik, maka tembok tidak perlu diplester
dan sudah cukup menarik.
Jadi, dapat disimpulkan secara umum keuntungan batako antara lain:
kedap air sehingga sangan kecil terjadinya rembesan air, pemasangan lebih cepat
sehingga menekan biaya tukang, penggunaan rangka beton pengaku lebih luas,
menampilkan tekstur dinding yang lebih rapi apabila bila tidak diberi plester atau
ekspos, dan hanya dibutuhkan 10 hingga 15 buah batako untuk menyusun dinding
seukuran satu meter persegi.
16
BAB 3
METODE PENULISAN
Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif.
Metode deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya
( Best,1982 : 119). Penelitian Deskriptif ini juga sering disebut noneksperimen,
karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi
variabel penelitian.
Penelitian metode deskriptif memungkinkan peneliti untuk melakukan
hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan
mengembangkan teori yang memiliki validitas universal (west, 1982). Di samping
itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data
untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan
keadaan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek
yang diteliti sesuai dengan apa adanya yaitu dengan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
a. Mempelajari dan memahami material jerami padi, bulu ayam, dan serbuk
kayu itu sendiri melalui kajian pustaka.
b. Analisa teoritis dari kajian pustaka dengan identifikasi masalah sebagai
berikut:
- Pengumpulan masalah-masalah mengenai limbah
- Pengumpulan masalah-masalah mengenai papan insulasi.
c. Melakukan studi kasus melalui proyek yang sudah ada
d. Melakukan percobaan yang bertujuan melakukan pembuktian
e. Menarik kesimpulan sementara sebagai hasil analisis yang selanjutnya
diinterpretasikan menjadi kesimpulan kajian
Diagram alir penulisan dapat dilihat dari flowchart berikut:
17
Menentukan Tujuan, Judul dan Lingkup Studi
Identifikasi Masalah (induksi) :Pengumpulan masalah-masalah mengenai jerami
padi, bulu ayam dan serbuk kayu.
Identifikasi Masalah (deduksi) : Pengumpulan data-data mengenai limbah melalui studi literatur dan internet. Identifikasi alternatif-alternatif yang memungkinkan untuk limbah jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu
Mengambil Hipotesis Sementara
Kesimpulan dan saran
Studi Kepustakaan
Analisis Manfaat Penelitian
DIAGRAM FLOW CHART
Gambar 3.1 Diagram Alur Penulisan
18
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Spesifikasi Bahan
4.1.1 Pasir
Pasir yang digunakan adalah pasir yang memiliki syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.
b. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama
c. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila
lebih dari 5 % maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan.
Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan
0,063 mm.
d. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.
e. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.
f. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.
Selain itu untuk memperoleh pasir dengan gradasi yang baik perlu
diadakan pengujian di laboratorium. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang
beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang telah
ditentukan dalam PBI 1971, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2 % dari berat total.
b. Sisa diatas ayakan 1 mm, harus minimum 10 % dari berat total.
c. Sisa diatas ayakan 0,22 mm, harus bekisar antara 80 % - 90 % dari berat
total.
Pasir yang kita gunakan pada penelitian ini yaitu sebagai agregat halus
dalam campuran batako yang berfungsi untuk mencegah keretakan pada batako.
4.1.2 Semen
Jenis semen yang kita gunakan adalah semen Portland. Semen portland
merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dari bahan kapur dan bahan lempung
19
yang dibakar sampai meleleh, setelah terbentuk klinker yang kemudian
dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai. Semen
yang kita pakai untuk penelitian ini bertujuan untuk merekatkan batako.
4.1.3 Air
Air yang digunakan untuk penelitian ini memiliki syarat, yaitu:
a. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung
minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain
yang dapat merusak daripada beton.
b. Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium
Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang
dipersyaratkan.
c. Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran
berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
d. Air yang digunakan untuk proses pembuatan beton yang paling baik
adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika dipergunakan air
yang tidak baik maka kekuatan beton akan berkurang.
Air yang digunakan pada penelitian ini berfungsi untuk mencampur
material-material agar homogen.
4.1.4 Jerami Padi
Jerami yang digunakan adalah jerami padi yang diambil setelah panen.
Jerami ini berfungsi sebagai bahan pengisi batako karena memiliki kandungan
serat yang dibutuhkan agar batako lebih padat.
4.1.5 Bulu Ayam
Serat bulu ayam yang digunakan adalah serat bulu ayam yang memiliki
diameter 6 – 8 mm dan panjang 3-13 mm. Bulu ayam yang kita gunakan pada
campuran batako ini bertujuan sebagai perekat campuran batako.
20
4.1.6 Serbuk Kayu
Serbuk kayu yang digunakan untuk campuran batako ini yaitu serbuk kayu
yang halus yang bertujuan untuk mengisi volum batako agar lebih padat.
4.2 Cara Pembuatan
Jenis batako yang akan dibuat adalah type E dimana ukuran batakonya
sebesar 10 cm x 20 cm x 40 cm tidak berlubang untuk tembok-tembok setebal 10
cm, juga dipergunakan sebagai dinding pengisi atau pemikul sebagai hubungan
sudut-sudut dan pertemuan.
Adapun tahap-tahap pelaksanaan pembuatan beton ini direncanakan
melakukan beberapa tahapan kerja yang diuraikan sebagai berikut:
4.2.1 Tahap I : Persiapan alat dan bahan:
Alat:
Semua alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini telah tersedia di
Laboratorium Beton, PTS/ Bangunan PTK Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Alat-alat yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu alat uji
bahan dan alat pembuatan batako tidak berlubang.
Bahan:
a. Pasir
b. Semen
c. Air
d. Jerami padi
e. Bulu ayam
f. Serbuk kayu
4.2.2 Tahap II : Pembuatan Bahan Baku
1) Jerami (batang padi pasca panen) diambil dari pangkal batang berjarak
2-3 cm dengan panjang 35 cm.
2) Jerami dikeringkan dengan cara dioven sampai kering tungku atau
dijemur di bawah terik matahari sampai benar-benar kering.
3) Jerami dicacah kecil – kecil dengan menggunakan mesin penggiling
atau secara manual.
21
4) Bulu ayam diambil dari sisa pembuangan limbah pemotongan ayam
dengan ukuran sekitar 1- 2 cm.
5) Proses pembuatan komposit serat bulu ayam dengan cara dibersihkan
dengan air menggunakan air bersih lalu dikeringkan di bawah terik
matahari.
6) Serbuk kayu yang digunakan berasal dari sisa-sisa pembuangan
limbah kayu atau pabrik furniture yang sudah tidak terpakai lagi.
4.2.3 Tahap III : Prosedur Pembuatan Campuran Batako
1) Karena batako yang akan kita buat adalah batako yang tidak
berlubang, maka kita memakai perbandingan 3 pasir : 1,5 jerami padi :
1 bulu ayam : 1,5 serbuk kayu : 1 semen
2) Mencampurkan satu persatu bahan seperti pasir, semen, dan ketiga
bahan tersebut sesuai dengan takaran yang telah diatur sedemikian
rupa.
3) Campuran tersebut kemudian ditambah air dan diaduk hingga
homogen.
4) Adukan batako dituang kedalam cetakan dengan ketinggian sesuai
dengan variasi type E.
5) Batako tidak berlubang yang sudah jadi disimpan di tempat tertutup
agar terhindar dari sinar matahari langsung dan air hujan.
Guna memperoleh pengeringan dan keutuhan bentuk, batako tersebut
didiamkan antara 3-5 hari dalam suhu kamar, kemudian diperlukan waktu antara
3-4 minggu sebelum batako bisa digunakan, semakin lama semakin baik
kualitasnya. Selama pengerasan batako hendaknya dijaga agar tempat tersebut
tetap lembab dan dihindarkan dari panas matahari maupun hujan secara langsung,
sebaiknya batako disimpan ditempatkan di los tertutup.
22
4.3 Hasil
Berdasarkan penelitiann sebelumnya, untuk batako non struktur dengan berat
jenis antara 240 kg/m3 800 kg/m3 yang umumnya digunakan untuk dinding
isolasi, memiliki kuat tekan antara 0,35 MPa – 7 MPa.(Sumber: http://Konstruksi
–wisnuwijanarko.blogspot.com/2008/07/landasan-teori-beton-ringan-
edengan.html) .
Pada penulisan ini, kami mengharapkan batako dengan campuran limbah
jerami, bulu ayam dan serbuk kayu akan menghasilkan kuat tekan yang sama atau
lebih besar dengan berat yang lebih ringan 48% dari berat aslinya.
23
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penulisan dan pembahasan mengenai penggunaan
jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu untuk tambahan campuran batako
diharapkan:
1. Pengolahan limbah jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu berpotensi
sebagai bahan bangunan tahan gempa karena berasal dari material yang
ringan.
2. Pemanfaatan limbah jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu jerami
terbukti hasilnya akan ramah lingkungan karena telah mengurangi jumlah
limbah yang terjadi di lahan pertanian, produksi kayu dan sekitarnya.
3. Batako berasal dari agregat limbah jerami, bulu ayam dan serbuk kayu
diharapkan menghasilkan kuat tekan yang lebih baik.
4. Batako yang berasal dari campuran jerami padi, bulu ayam dan sekam padi
menghasilkan berat yang lebih ringan dibandingkan dari berat batako
padaa umumnya.
5. Tercapai suatu inovasi baru dari mulai timbulnya permasalahan limbah
5.2 SARAN
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan limbah
jerami padi, bulu ayam dan sebuk kayu menjadi campuran batako, yaitu:
1. Perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang pemanfaatan limbah jerami padi,
bulu ayam dan serbuk kayu untuk bidang konstruksi salah satunya dari sisi
keamanan dalam penggunaannya.
2. Sosialisasi kepada masyarakat melalui berbagai media mengenai
pentingnya daur ulang limbah jerami padi, bulu ayam dan serbuk kayu di
bidang konstruksi, karena akan menjadikan solusi masalah lingkungan
yang berhubungan dengan limbah tersebut.
24