inflamasi kronik

7
Inflamasi Kronik Inflamasi kronik adalah inflamasi dalam jangka waktu yang lama (minggu atau tahun) dimana proses inflamasi dan kerusakan dan perbaikan jaringan berlangsung secara simultan.Inflamasi kronik ini dapat terjadi ketika respon inflamasi akut tidak dapat berhenti atau ketika tubuh medapatkan jejas berat yang menimbulkan respon inflamasi kronik sejak awal. Inflamasi kronik dapat dianggap sebagai respon imun adaptif. Inflamasi kronik dicirikan dengan reaksi-reaksi sebagai berikut: 1. Inflitrasi leukosit mononukleus (makrofag, limfosit, dan sel plasma) 2. Kerusakan jaringan 3. Perbaikan jaringan, mencakup fibrosis dan angiogenesis (proliferasi pembuluh darah baru) Inflamasi kronik timbul akibat kejadian-kejadia berikut : a. Infeksi terus menerus oleh mikroba yang sulit disingkirkan dari tubuh sehingga menimbulkan respon imun adaptif yang dimediasi limfosit T atau disebut delayed-type hypersensitivity. Agen mikroba penyebabnya diantaranya Mycobacterium tuberculosis, Treponema pallidum,dan virus tertentu. b. Penyakit hipersensitivitas (penyakit inflamatori yang dimediasi sistem imun). Hipersensitivitas ini mencakup dua jenis, yaitu penyakit autoimun dan alergi. Penyakit autoimun adalah kondisi dimana autoantigen mengaktifkan reaksi imun yang menyerang jaringan tubuh sendiri sehingga menimbulkan kerusakan jaringan dan inflamasi berkepanjangan. Contohnya

Upload: septian-tresna-wijaya

Post on 28-Sep-2015

32 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

karakteristik inflamasi kronik

TRANSCRIPT

Inflamasi KronikInflamasi kronik adalah inflamasi dalam jangka waktu yang lama (minggu atau tahun) dimana proses inflamasi dan kerusakan dan perbaikan jaringan berlangsung secara simultan.Inflamasi kronik ini dapat terjadi ketika respon inflamasi akut tidak dapat berhenti atau ketika tubuh medapatkan jejas berat yang menimbulkan respon inflamasi kronik sejak awal. Inflamasi kronik dapat dianggap sebagai respon imun adaptif. Inflamasi kronik dicirikan dengan reaksi-reaksi sebagai berikut:1. Inflitrasi leukosit mononukleus (makrofag, limfosit, dan sel plasma)

2. Kerusakan jaringan

3. Perbaikan jaringan, mencakup fibrosis dan angiogenesis (proliferasi pembuluh darah baru)Inflamasi kronik timbul akibat kejadian-kejadia berikut :a. Infeksi terus menerus oleh mikroba yang sulit disingkirkan dari tubuh sehingga menimbulkan respon imun adaptif yang dimediasi limfosit T atau disebut delayed-type hypersensitivity. Agen mikroba penyebabnya diantaranya Mycobacterium tuberculosis, Treponema pallidum,dan virus tertentu.b. Penyakit hipersensitivitas (penyakit inflamatori yang dimediasi sistem imun). Hipersensitivitas ini mencakup dua jenis, yaitu penyakit autoimun dan alergi.

Penyakit autoimun adalah kondisi dimana autoantigen mengaktifkan reaksi imun yang menyerang jaringan tubuh sendiri sehingga menimbulkan kerusakan jaringan dan inflamasi berkepanjangan. Contohnya adalah arthritis rheumatoid dan psoriasis. Alergi adalah hipersensitivitas terhadap substansi yang umum tedapat di lingkungan, contohnya asthma.

c. Paparan berkepajangan terhadap agen toksik, meliputi material eksogen yang tidak terdegradasi (partikulat silika yang terhirup( silikosis ) dalam tubuh dan agen endogen seperti kristal kolesterol.

Sel dan Mediator Inflamasi Kronik

Makrofag

Adalah sel jaringan yang merupakan hasil diferensiasi monosit setelah bermigrasi dari aliran darah. Makrofag berfungsi sebagai filter yang mendeteksi materi partikulat, mikroba, dan sel tua. Makrofag juga berfungsi sebagai sel efektor yang mengeliminasi mikroba pada respon imun adaptif seluler dan humoral.

Makrofag terdapat menyebar pada berbagai jaringan ikat dan juga terdapat pada berbagai organ dengan nama khusus seperti pada SSP (sel mikroglial), liver (sel kuppfer), paru-paru (makrofag alveolar), limpa dan nodus limfe (sinus histiosit) yang semuanya menyusun sistem fagosit mononuclear (nama lamanya adalah sistem retikuloendotelial).

Monosit bermigrasi dari peredaran darah menuju situs terjadinya luka dalam jangka waktu 1-2 hari setelah timbul inflamasi akut. Monosit mengalami transformasi menjadi makrofag setelah mencapai jaringan ekstravaskuler sehingga menjadi sel yang berukuran lebih besar,kemampuan fagositosis yang lebih baik, dan waktu hidup yang lebih lama. Makrofag diaktivasi oleh dua jalur aktivasi utama yaitu aktivasi klasik dan aktivasi alternatif.

1. Aktivasi klasik diinduksi oleh stimulus diantaranya;

Produk mikroba (e.g endotoksin)

Sinyal dari subset/hasil diferensiasi sel T (terutama sitokin IFN-

Substansi asing (e.g kristal dan partikulat)Makrofag yang diaktivasi dengan jalur aktivasi klasik memproduksi;

Enzim lisosomal, NO, dan reactive oxygen species (ROS) yang menunjang kemampuan makrofag dalam membunuh mikroba yang telah difagositosis.

Sitokin yang menstimulasi inflamasi

Jadi, makrofag yang teraktivasi oleh jalur klasik berfungsi untuk pertahanan./mematikan mikroba yang telah difagositosis dan memicu reaksi inflamasi kronik.

2. Aktivasi alternatif diinduksi oleh sitokin yang disekresikan limfosit T, sel mast, dan eosinofil selain daripada IFN-. Makrofag yang diaktivasi lewa jalur alternatif memiliki fungsi utama dalam regenerasi jaringan, meliputi: Sekresi growth factor yang menstimulasi angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru)

Aktivasi fibroblast

Stimulasi sintesis kolagenOverall, makrofag memiliki peran penting dalam mekanisme pertahanan dan respon inflamasi sebagai berikut: Makrofag menelan dan mengeliminasi mikroba dan sel nekrotik (as neutrophil does). Makrofag adalah fagosit tepenting dalam respon imun adaptif yang dimediasi sel.

Makrofag menginisiasi proses regenerasi jaringan dan terlibat dalam pembentukan bekas luka (scar) dan fibrosis

Makrofag mensekresi mediator inflamasi meliputi sitokin (TNF, IL-1,kemokin,dll) dan eikosanoid sehingga makrofag menjadi sel yang paling penting dalam inisiasi dan penghantaran reaksi inflamasi. Makrofag mempresentasikan antigen kepada limfosit T dan merespon sinyal darinya sehingga memunculkan feedback loop yang krusial untuk pertahanan terhadap berbagai mikroba dengan respon yang dimediasi sel. Interaksi dua arah ini juga berperan dalam tmbulnya penyakit inflamasi kronik.

Figures : Macrophage Activation Pathways . Robbins Basic Pathology. 9th ed. p.54.Pada inflamasi dengan stimulus yang dapat dieliminasi sehingga reaksi inflamasi berhenti, makrofag kemudian mati atau beredar dalam jaringan limfatik. Akan tetapi, pada area inflamasi kronik, makofag tetap terakumulasi karena rekrutmen monosit dan proliferasi lokal terus berlangsung. IFN- juga dapat menginduksi beberapa makrofag untuk bergabung menjadi sel raksasa multinukleus (multinucleated giant cells).

LimfositLimfosit dapat dimobilisasi akibat adanya stimulus imun spesifik (i.e infeksi) mapupun karena inflamasi yang tidak dimediasi sistem imun (e.g inflamasi akibat nekrosis atau trauma). Limfosit merupakan sel utama dalam kondisi penyakit autoimun dan pada inflamasi kronik. Di dalam jaringan, limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresikan antobodi sedangkan limfosit T yang mengekspresikan protein permukaan CD4+ akan teraktivasi untuk mensekresikan sitokin yang memicu inflamasi dan mempengaruhi sifat dari reaksi inflamasi.

Ada 3 subset dari sel T helper CD4+ :

Limfosit TH1 mensekresikan sitokin IFN- yang mengaktivasi makrofag pada jalur klasik

Limfosit TH2 mensekresikan IL-4, IL-5, dan IL-13 yang merekrut dan mengaktivasi eosinofil dan mengaktivasi makrofag pada jalur alternatif Limfosit TH17 yang mensekresikan IL-17 dan sitokin lainnya yang menginduksi sekresi kemokin untuk merekrut neutrofil dan monosit.

Limfosit TH1 dan TH17 berperan dalam pertahanan terhadap mikroba bakteri gram negatif dan virus serta dalam penyakit autoimun sedangkan limfosit TH2 berperan dalam pertahanan terhadap bakteri gram positif, cacing parasit, dan fungi serta inflamasi alergi.

Limfosit dan makrofag berinteraksi dalam dua arah (bidireksional) yang berperan dalam penghantaran inflamasi kronik. Makrofag mepresentasikan antigen kepada limfosit T, mengekspresikan kostimulator, dan meproduksi sitokin (e.g IL-12) yang menstimulasi respon limfosit T. Limfosit T akan berdiferensiasi dan mensekresikan sitokin tertentu yang akan merekrut dan dan mengaktivasi makrofag lainnya sehingga memicu lebih banyak sel yang mempresentasikan antigen dan sekresi sitokin. Interaksi ini membentuk suatu siklus yang mempertahankan keberlangsungan inflamasi kronik. Pada reaksi inflamasi kronik yang berat dan berkepanjangan, akumulasi limfosit, APC, dan sel plasma dapat menjadi struktur yang menjadi organ limfoid menyerupai nodus limfe yang mengandung centrum germinativum. Pola organogenesis limfoid ini seringkali terjadi pada jaringan synovial pasien dengan artritis rheumatoid berkepanjangan dan pada tiroid dai pasien yang menderita tiroiditis autoimun.

Figures : macrophage-lymphocyte interaction. Robbins 9th ed. p55.Sel LainnyaSel lain yang terlibat dalam inflamasi kronik diantaranya eosinofil,sel mast, dan neutrofil.

Eosinofil merupakan bagian dari respon imun yang dimediasi oleh IgE yang berhubungan dengan alergi. Granula eosinofil mengandung MBP (Major Basic Protein) yang merupakan protein dengan muatan kationik yang tinggi dan bersifat toksik terhadap parasit, namun juga menimbulkan nekrosis sel epitel.

Sel mast adalah sel penjaga yang banyak terdapat pada jaringan ikat di seluruh tubuh dan berperan baik itu dalam inflamasi akut maupun inflamasi kronik. Pada individu yang rentan terhadap reaksi alergi (atopic), sel mast memiliki IgE spesifik untuk antigen lingkungan tertentu yang dapat membentuk cross-linking dengan antigen tersebut sehingga sel mast mensekresikan histamin dan metabolit asam amino sebagai pemicu perubahan vaskuler pada inflamasi akut. Sel mast juga dapat melepaskan sitokin sepesrti TNF dan kemokin yang berperan dalam melawan beberapa jenis infeksi.

Neutrofil merupakan bagian dari inflamasi akut, namun dalam berbagai inflamasi kronik juga terjadi infiltrasi neutrofil akibat keberadaan mikroba atau sel nekotik yang tidak dapad dieliminasi atau akbat mediator yang dilepaskan oleh makrofag. Kondisi ini disebut inflamasi acute on chronic, contonya pada inflamasi tulang (Osteomyelitis). Adopted from Robbins Basic Pathology 9th ed chapter 2.