infeksi neonatal

17
 SEPSIS NEONATORUM Fetus dan neonatus sangat rentan terhadap infeksi. Sekitar 1-2 bayi dari 1000 kelahiran mengalami infeksi. Ada tiga jalur utama terjadinya infeksi perinatal: 1. Infeksi transplasental (misalnya: cytomegalovirus, rubella, syphilis) 2. Infeksi asendens dengan disertai rusaknya barier plasenta (misalnya: infeksi  bakteri setelah 12-18 jam selaput amnion pecah) 3. Infeksi yang didapat oleh bayi saat melewati jalan lahir yang telah terinfeksi atau terpapar darah ibu yang infeksius (misalnya: herpes simplex, hepatitis B, infeksi bakteri lainnya). Blanc (1961) membagi menjadi 3 golongan : 1. Infeksi antenatal  melalui sirkulasi plasenta  Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini : - Virus : rubella, poliomyelitis, coxsackie, variola, vaccinia, CMV (paling sering) - Spirokaeta : Treponema palidum (lues) - Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria monocytogenes  Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada  plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut. 2. Infeksi intranatal   Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi. Mikroorganisme masuk melalui rongga amnion setelah ketuban pecah (biasanya pada KPD > 8 jam)  Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang  berasal dari vagina misalnya blenorea (kuman gram negatif) dan ”oral trush”  3. Infeksi pascanatal   Terjadi setelah bayi lahir lengkap akibat kontaminasi alat & perawatan yang tidak steril.

Upload: bayu-agustinus

Post on 08-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nn

TRANSCRIPT

SEPSIS NEONATORUM

Fetus dan neonatus sangat rentan terhadap infeksi.Sekitar 1-2 bayi dari 1000 kelahiran mengalami infeksi.Ada tiga jalur utama terjadinya infeksi perinatal:1. Infeksi transplasental (misalnya: cytomegalovirus, rubella, syphilis)2. Infeksi asendens dengan disertai rusaknya barier plasenta (misalnya: infeksi bakteri setelah 12-18 jam selaput amnion pecah)3. Infeksi yang didapat oleh bayi saat melewati jalan lahir yang telah terinfeksi atau terpapar darah ibu yang infeksius (misalnya: herpes simplex, hepatitis B, infeksi bakteri lainnya).Blanc (1961) membagi menjadi 3 golongan :1. Infeksi antenatal melalui sirkulasi plasenta Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini : Virus : rubella, poliomyelitis, coxsackie, variola, vaccinia, CMV (paling sering) Spirokaeta : Treponema palidum (lues) Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria monocytogenes Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.2. Infeksi intranatal Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi. Mikroorganisme masuk melalui rongga amnion setelah ketuban pecah (biasanya pada KPD > 8 jam) Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea (kuman gram negatif) dan oral trush3. Infeksi pascanatal Terjadi setelah bayi lahir lengkap akibat kontaminasi alat & perawatan yang tidak steril.Menurut berat ringannya, dibagi 2 golongan :1. Infeksi berat (major infection)Sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare epidemik, pielonefritis, osteitis akut, tetanus neonatorum 2. Infeksi ringan (minor infection)Infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum, infeksi umbilikus (omfalitis), moniliasis Beberapa faktor resiko klinis sepsis neonatorum:A. Faktor Ibu1. Infeksi ibu Intrapartum - Purulent / foul smelling liquor amnii - Fever (>380C) - Leucocytosis (WBC >18000 / mm3) 2. Ketuban pecah dini > 8 hours3. ISK

B. Faktor Neonatus 1. BBLR2. Asfiksia 3. Kelahiran prematur < 37 mingguSepsis neonatorum dapat dikategorikan sebagai onset dini atau onset lanjut.Sekaitar 85% neonatus dengan infeksi onset dini mengalami sepsis dalam 24 jam pertama kehidupannya, 5% antara 24-48 jam, dan sejumlah kecil terjadi setelah 48 jam pertama kehidupan.Organisme penyebab infeksi, dan lokasi primer infeksi bervariasi tergantung dari waktu terjadinya (onset) serta tempat di mana bayi mendapatkan infeksi tersebut, apakah di rumah atau di rumah sakit.Onset terjadi lebih cepat lagi pada bayi-bayi prematur.Sepsis onset dini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme yang diperoleh dari ibunya.Organisme yang sering menyebabkan infeksi onset dini ini antara lain; group BStreptococcus(GBS),Escherichia coli, Haemophilus influenzae,danListeria monocytogenesBeberapa kondisi perinatal berhubungan dengan meningkatnya resiko sepsis onset dini.Sepsis onset dini umumnya sering terjadi pada prematuritas, gemelli, kelainan kongenital, asfiksia perinatal, dan jenis kelamin laki-laki.Sindrom sepsis onset lanjut terjadi pada hari ke-7-90 kehidupan dan umumnya didapatkan dari lingkungan.Organisme penyebab antara laincoagulase-negative staphylococci,Staphylococcus aureus, E coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter, Candida,GBS,Serratia, Acinetobacter,dan anaerob.Organisme-organisme ini umumnya membentuk koloni pada kulit bayi, traktur respiratorius, konjungtiva, traktus gastrointestinal, dan umbilicus.Pneumonia yang ditandai dengan distress pernafasan sering terjadi pada sepsis onset dini, sementara meningitis umumnya sering terjadi pada sepsis onset lanjut ( 85% disebabkan oleh GBS danL. monocytogenes).Faktor resiko ibu mencakup kolonisasi streptokokus pada vagina, demam intrapartum, ketuban yang lambat pecah (>18-24 jam), kala 2 memanjang, sertachorioamnionitisatau ada riwayatinfeksi saluran kemih.Bayi-bayi prematur dan bayi-bayi sakit memiliki kerentanan yang tinggi terhadap sepsis dan umumnya tidak serta merta tampak jelas; karena itu kelompok ini membutuhkan perhatian lebih sehingga ancaman sepsis dapat diidentifikasi secara dini dan mendapat terapi yang efektif.Tanda-tanda Klinis pada Sepsis Neonatorum

Onset diniOnset lanjut

bayi tampak tidak sehat

Merintihtemperatur tidak stabil

Tachypneatidak mau minum

Cyanosismengisap lemah

Perfusi burukmuntah/residu gaster

Hipotonusdistensi abdomen

letargi/apnoeletargi/apnoe

ikterus(3 detik, hipotensi)4. Abnormalitas perfusi (oliguria, asidosis laktat, perubahan status mental).Meningkatnya permeabilitas vaskuler menyebabkan kebocoran kapiler pada jaringan perifer dan paru-paru yang mengakibatkan terjadinya udem perifer dan udem paru-paru.Kerusakan jaringan pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan multiorgan dan kematian.

Tanda-tanda Sepsis NeonatorumDiagnosis dini umumnya dilaksanakan ketika ada kecurigaan ke arah sepsis.Biasanya, tanda-tanda sepsis dini agak sukar ditentukan dan nonspesifik.Tanda awal yang paling umum adalah bayi ampak tidak sehat, serta tidak dapat minum susu atau adanya intoleransi terhadap makanan yang masuk, rewel atau lethargy, serta temperatur tubuh yang tidak stabil.Jika didapatkan beberapa manifestasi yang jelas secara bersamaan, maka akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.Infeksi transplasetal (CMV,T. Pallidum, T. gondii, rubella, parvovirus B19, dll) dapat asimtomatis saat lahir.Gejala-gejala dan tanda tidak membantu untuk menegakkan diagnosis etiologi, namun meningkatkan kecurigaan terhadap infeksi intrauterin serta membantu membedakan infeksi ini dengan infeksi bakteria akut yang yang terjadi selama proses persalinan.Beberapa gejala dan tanda antara lain: pertumbuhan intrauterin yang terbatas, mikrosefalus atau hidrosefalus, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis, katarak, miokarditis, pneumonia, hepatosplenomegali, hiperbilirubinemia, anemia, trombositopenia, hydrops fetalis, serta manifestasi kulit seperti; petechiae, purpura, dan vesikel.Kebanyakan agen ini menyebabkan gejala sisa, walaupun bayi asimtomatis saat lahir.Beberapa gejala tambahan lainnya ialah gangguan pendengaran sensorineural, kejang, dan abnormalitas perkembangan sistem saraf.Neonatus dengan sepsis bakterialis dapat disertai dengan gejala-gejala nonspesifik atau tanda-tanda fokal infeksi antara lain; temperatur yang tidak stabil, hipotensi, perfusi buruk (pucat dan atau berbercak-bercak), asidosis metabolik, takikardi atau bradikadi, apnoe, distres pernafasan, merintih, sianosis, irritable, letargi, kejang, intoleransi makanan, distensi abdomen, ikterus, petechiae, purpura, dan perdarahan.Manifestasi awal biasanya terbatas pada gejala pada satu sistem organ saja seperti apnoe saja atau takipnu dengan retraksi atau takikardi.Tetapi dapat pula langsung bermanifestasi berat dengan disfungsi multiorgan.Bayi harus dire-evaluasi secara berkala untuk menilai apakah gejala telah berkembang dari ringan menjadi berat.Komplikasi lanjut dari sepsis meliputi gagal nafas, hipertensi pulmonal, gagal jantung, syok, gagal ginjal, disfungsi hepar, udem serebral atau trombosis, perdarahan atau insufisiensi adrenal, disfungsi sum-sum tulang (neutropenia, trombositopenia, anemia), dan DIC.

Tanda-tanda dan Gejala infeksi Neonatus pada beberapa sistem organ

UMUMCVS

Demam, temperatur tidak stabilPucat, bercak-bercak, dingin,clammy skin

Bayi tampak tidak sehatTachycardia

Tidak mau minumHipotensi

EdemaBradikardi

GI SYSTEMCNS

Distensi abdomenIrritable, letargi

Muntahtremor, kejang

Diarehiporefleks, hipotonus

HepatomegaliRefleks Moro abnormal

Respirasi ireguler

SISTEM PERNAPASANFontanel tegang

Apnoe, dyspnoehigh-pitched cry

Tachipnoe, retraksi

PCH, merintihSISTEM HEMATOLOGI

CyanosisIkterus

Splenomegali

SISTEM RENALPucat

OliguriaPetechiae, purpura

Perdarahan

Karena manifestasi awal dari sepsis tidak spesifik, diagnosis dini terhadap sepsis sukar dilakukan.Sepsis bakterialis memiliki progresifitas yang sangat cepat sehingga klinisi harus awas terhadap gejala-gejala dan tanda infeksi yang mungkin ada dan melakukan reevaluasi diagnosis serta pemberian terapi antimikroba empiris.Sebagian besar klinisi merekomendasikan untuk mulai memberikan terapi antibiotic pada neonatus yang mengalami distress pernafasan yang membutuhkan oksigen atau bantuan ventilator, khususnya pada bayi dengan usia kehamilan di atas 34 minggu.

Pemeriksaan Penunjang SepsisDalam menentukan diagnosis sepsis, riwayat perinatal, pemeriksaan fisik, serta perjalanan penyakit harus dievaluasi dengan cermat.Pemeriksaan darah rutin dan hitung jenis leukosit umumnya bermanfaat walaupun tidak spesifik untuk sepsis.Adanya leukopenia< 0,2, mengindikasikan prediksi yang mengarah kepada sepsis.Bila hal-hal tersebut tidak ditemukan, maka kemungkinan sepsis adalah minim.Akurasi prediksi ini penting untuk dibuktikan dengan reevaluasi dalam 8-24 jam.Trombositopenia, granul toksik, vakuolisasi, dan badan Dhle merupakan perubahan lain yang dapat membantu menyingkirkan kemungkinan sepsis.Leukositosis dan neutrophilia bukan indikator yang baik untuk kemungkinan sepsis.Tes aglutinasi latex terhadap adanya antigen GBS umumnya dilakukan pada urin.Namun demikian, positif palsu terjadi pada lebih dari 10% kasus. Pengukuranmikrosedimentation rate,C-reactive protein, fibronectin, dan haptoglobin memiliki akurasi dan spesifisitas yang rendah.Pemeriksaan yang lebih lengkap mencakup radiografi thorax dan biakan darah.Pada bayi dengan resiko tinggi, kurang dari 72 jam, dan asimtomatik, biakan urin danspinal tapjuga perlu dilakukan.Bayi-bayi pada keadaan di atas biasanya tidak mungkin menderita meningitits tanpaadanya hasil positif pada biakan darah.Meskipun demikian, walaupun biakan darah sudah memberi hasil positif, LCS juga harus tetap diperiksa.Bila LCS positif atau bila ada tanda yang jelas akan adanya meningitis walaupun dengan hasil biakan negatif, pemberian terapi antibiotik harus diperpanjang.Setelah 72 jam pertama post partum atau ketika ada kecurigaan kuat terhadap sepsis, aspirasi suprapubik dan LCS sebaiknya dilakukan.Beberapa bayi dalam keadaan kritis, terutama bayi BBLR, dapat diberikan antibiotik sebelum spinal tap dilakukan.Bila antibiotik sudah mulai diberikan, biakan harus diinkubasikan selam 72 jam untuk menyediakan cukup waktu bagi organisme untuk berkembang biak sebelum biakan dinyatakan negatif dan terapi antibiotik intravena dihentikan.Hanya sekitar 82-90% biakan darah sensitif pada neonatus.Karena itu, dengan adanya kecurigaan klinik yang cukup kuat terhadap sepsis serta jumlah leukosit yang abnormal, bayi harus diterapi lengkap dengan antibiotikwalaupun dengan hasil biakan yang negatif .Pemeriksaan cairan serebrospinal umumnya sukar diinterpretasikan pada neonatus.LCS normal dapat mengandung sampai 32 leukosit per mikroliter, dengan 60% sel PMN.Kadar glukosa LCS bervariasi pada neonatus, namun secara umum 40% lebih tinggi darikadar glukosa dalam plasma.Protein dapat mencapai 180mg/dL atau lebih tinggi pada bayi prematur.Organisme sebaiknya dilihat dengan pewarnaan Gram.

Penatalaksanaan SepsisBila sepsis kecurigaan sudah cukup kuat ke arah sepsis, maka beberap tes harus dilakukan segera dan pemberian antibiotic perlu dilakukan segera.Antibiotik dilanjutkan sampai hasil ada hasil biakan dan respon klinis terhadap intervensi dievaluasi.Mula-mula, infeksi diterapi empiris dengan antibiotik spektrum luas seperti penisilin dan aminoglikosida untuk mencakup organisme-organisme Gram-positif dan Gram-negatif.Ketika organisme penyebab telah diidentifikasi, antibiotik tadi mungkin perlu diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.Beberapa golongan antibiotik yang biasanya dipakai untuk sindrom sepsis neonatorum antara lain adalah:ampicillin, gentamicin, cefotaxime, vancomycin, metronidazole, erythromycin, dan piperacillin.Pilihan antibiotik harus didasarkan pada organisme yang bersangkutan dengan sepsis tersebut, sensitifitas agen bakterial, serta harus mencegah tren infeksi naosokomial pada bayi.Perlu diingat bahwa infeksi virus juga dapat menyerupai infeksi bakteri.

TORCHInfeksi Torch pada kehamilan berbahaya bagi janin. TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil.Kini, diagnosis untuk penyakit infeksi telah berkembang antar lain ke arah pemeriksaan secara imunologis.Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik terhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing (kuman). Antibodi yang terbentuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG).

TOXOPLASMAInfeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah.Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. Pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif perlu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimester), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.

RUBELLAInfeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda.Infeksi Rubella berbahaya bila terjadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi terjadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of Obstetrician and Gynecologists, 1981).Tanda-tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi.Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.

CYTOMEGALOVIRUS (CMV)Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini termasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu hamil terinfeksi maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeksi berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.

HERPES SIMPLEKS TIPE IIInfeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam di ganglion sistem syaraf otonom.Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang barn lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus).Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapat membahayakan janin yang dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada searing sulit dibedakan dari penyakit lain karena gejalanya tidak spesifik. Walaupun ada yang memberi gejala ini tidak muncul sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu mengetahui infeksi TORCH agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi yang tepat.

Panel TORCH Anti Toxoplasma IgG dan IgM Anti Rubella IgG dan IgM Anti CMV IgG dan IgM Anti HSV II IgG dan IgM

TETANUS NEONATORUMPenyebab Tetanus Neonatorum adalah Clostridiun tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi dengan spora Clostridium tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang juga telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisionil yang tidak steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya Tetanus neonatorum.Masa inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tapi bisa lebih pendek ataupun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.Diagnosa tetanus neonatorum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis. Gejala klinik yang karakteristik berupa: Malas minum, mudah terangsang dan anak menangis terus menerus. Tidak sanggup mengisap dan belakangan bayi berhenti menangis karena rahang sukar dibuka disebabkan terjadinya kekakuan. Kemudian diikuti kekakuan pada seluruh tubuh disertai kejang yang tersentak (intermittent jerking spasm), terutama hal Individu yang imun tetapi sensitif terhadap bahan toxin akan menimbulkan reaksi terhadap keduanya, toxin dan toxoid. Reaksi kulit yang terjadi umumnya maksimal pacta 48-72 jam, dan kemudian mulai menyusut dan menghilang. Mulut mencucu, dan bila bayi menangis suara tangisan tidak jelas, terdengar seperti mendesis

I. Perawatan UmumA. Tindakan pertama pada saat penderita masuk ke rumah sakit Atasi kejang dengan pemberian anti-convulsan, seperti diazepam dengan dosis 2 -10 mg I.V. ataupun secara I.M. Bila kejang sudah teratasi pasang nasa-gastric tube dan beri cairan intra-vena Dextrose-NaCl untuk mengatasi kebutuhan cairan dan elektrolit, dan juga untuk jalan pemberian obat. Kalau memungkinkan hindari pemberian obat secara I.M. karena ini akan merangsang terjadinya muscular spasm.B. Perawatan1. Tempatkan bayi dalam inkubator untuk menghindari rangsangan dari luar.2. Usahakan agar temperatur ruangan tetap.3. Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin terjadinya rangsangan.4. Catat dan awasi denyut jantung, pols, pernafasan, temperatur bayi dan temperatur inkubator, frekuensi dan beratnya muscular spasm.5. Bersihkan mulut, nasofaring dari sekresi cairan yang menumpuk dengan cara melakukan pengisapan lendir secara berulang, teratur dan hati-hati.6. Catat pengeluaran kencing dan tinja, bila dijumpai gumpalan tinja.7. Buat daftar cairan yang masuk dan keluar.8. Lakukan perobahan posisi bayi setiap 2 jam.9. Berikan salep antibiotik pada mata.Pada setiap tindakan yang dilakukan terhadap bayi yang dirawat dengan tetanus neonatorum harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati, oleh karena semua tindakan ini dapat merangsang terjadinya spasme dan kejang.C. Perawatan tali pusatBila tali pusat masih ada bersihkan dengan hydrogen peroxide dan bila perlu dilakukan tindakan bedah.II. Antibiotika, Tetanus anti-toxin dan ToxoidA. AntibiotikaCrystalline penicillin diberikan dengan dosis 100.000 unit/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis dan diberikan secara intra vena untuk selama 7 hari, atau bila ini tidak ada dapat digunakan Penicllin procaine 100.000 unit/kg BB/hari, diberikan secara I.M. Bila dijumpai adanya komplikasi, broad spektrum anti biotika dapat ditambahkan pemakaian broad spektrum anti biotika ini harus segera dipikirkan, mengingat bahwa Tetanus neonatorum ini adalah termasuk penyakit yang berat (tetanus yang berat).

B. Pemberian Anti-toxinPemberian anti-toxin bertujuan hanya untuk mengikat toxin yang masih beredar dalam darah, ataupun toxin yang belum terikat dengan kuat. A.T.S dengan dosis 10.000 units dapat diberikan secara I.V. , ataupun dengan pemberian tetanus immune globulin 500 units secara I.M. berupa dosis tunggal.

C. Tetanus toxoidTetanus toxoid harus diberikan, karena penderita yang sembuh dari tetanus neonatorum tidak membentuk daya kebal terhadap tetanus (no convert of immunity), sehingga kemungkinan untuk mendapat infeksi dengan tetanus pada waktu mendatang akan tetap ada. Pada tetanus neonatorum pemberian tetanus toxoid ini sebaiknya diberikan setelah penderita sembuh dan diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan atau lebih, bersamaan dengan pemberian imunisasi yang lain. Berbeda dengan pemberian BCG, Polio dan hepatitis, dimana pemberian vaksin ini dapat diberikan sesudah bayi lahir, sedang untuk pemberian tetanus toxoid hal ini tidak dianjurkan sebelum bayi berusia diatas 6 minggu.

III. Kontrol Terhadap KejangPenyebab utama kematian pada Tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikasinya. Dengan penggunaan obat-obat sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang ini dapat diatasi.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman R. E., Kliegman R.M., Jenson H.B.2003.Nelson textbook of pediatrics.17thed.China:Saunders.Hay Jr W.W.,HaywardA. R., Levin M. J., Sondheimer J.M.2003.A LANGE medical book CURRENT pediatric diagnosis & treatment.16thed.Boston: McGRAW-HILL.http://www.emedicine.comNeonatal Sepsis.2004