indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang....

90
Widya Edukasi Indralaya Januari 2016 ISSN: 2502-3721 No. 1 Hal. 1-84 Vol. 1

Upload: others

Post on 15-Nov-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

Widya Edukasi Indralaya

Januari 2016

ISSN: 2502-3721

No. 1

Hal. 1-84

Vol. 1

Page 2: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

ii

Volume 1 No. 1 ISSN: 2502-3721 Januari 2016

WIDYA EDUKASI JURNAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

SUSUNAN DEWAN REDAKSI

Pembina/Penasehat: Dr. H. Yaswardi, M.Si. Penanggung Jawab:

M.A. Fainaluddin, S.Ag., M.M. Pemimpin Redaksi:

Sophuan, M.Pd. Sekretaris Dewan Redaksi:

Pirdaus, M.M., M.Pd. Dewan Editor:

Dr. Dian Ekawati, M.Pd. dan Dr. H. Jalaluddin, M.PSA. Redaksi Pelaksana: Drs. H. Muhlisin, M.Si.

Dra. Wahyuni Apriati, M.Pd. Drs. Basuki Irsyadi, M.Pd.

Drs. H. Tadjuddin Nural, M.M. Drs. Supriyono, M.Pd.

Sikun, S.Pd., M.Si. Drs. Suteja, M.Si.

H. Kardinal, S.Pd., M.Pd. Dadang Daniswara Solihin, M.Pd.

Sri Yulianti, M.Pd. Hj. Syafriana, M.Pd. Drs. Rismon, M.Pd.

Muhamad Yani, S.Pd. Hj. Ullya, M.Pd.

M. Pahmi, S.Pd., M.Si. Martinawati, S.Pd., M.Hum.

Syamsuddin, M.Pd. Dra. Mis Amrina, M.Pd.

Baba Muhammad Khotami, S.Kom.

Layout: Rahmad, S.Pd., FX. Kurnianto Nugroho, S.Sn, dan Ikhsanuddin, M.Pd.

Alamat Redaksi: Sekretariat Widyaiswara LPMP Provinsi Sumatera Selatan Jln. Raya Lintas Timur Km. 36, Indralaya, Ogan Ilir 30662

Tlp. (0711) 580130, e-mail: [email protected]

Page 3: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

iii

Volume 1 No. 1 ISSN: 2502-3721 Januari 2016

DAFTAR ISI

“Persis Ravi Older” untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir Oleh: Alamsari ................................................................................................. 1-7 Peningkatan Kemampuan Guru SD Negeri 5 Indralaya dalam Menerapkan Metode Pembelajaran Kreativitas melalui Kegiatan KKG Gugus I Kecamatan Indralaya Oleh: Sophuan . ................................................................................................ 8-14 Peningkatan Aktivitas Belajar IPA melalui Penerapan Model Make a Match dengan Media Flashcard pada Siswa Kelas III-A SD Negeri 06 Sungai Pinang Oleh: Aridah . .................................................................................................... 15-21 Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 5 Indralaya melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Tutor Sebaya Oleh: Ernely . .................................................................................................... 22-28 Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Oleh: Nonsi ...................................................................................................... 29-35 Penerapan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Kerja Otak Kiri-Otak Kanan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas X IPA-1 SMAN 3 Kayuagung Oleh: Marmiyanah ........................................................................................... 36-42 Model Pembelajaran Team Game Tournament dengan Menggunakan Monopoli Matematika Mansa Oleh: Anisah ..................................................................................................... 43-49 Penerapan Media “Popocondeo” dalam Pembelajaran Musikalisasi Puisi Oleh: Reni Januarti Reni .................................................................................. 50-56 Problematika Kompetensi Penulisan Karya Ilmiah Guru SMA Negeri 2 Muara Beliti Oleh: Surantini ................................................................................................. 57-63 Implementasi Standar Penilaian di SD Negeri 25 Indralaya, Ogan Ilir Oleh: M. Pahmi ................................................................................................ 64-70 Penilaian Holistik: Sebagai Proses Pengembangan Tingkat Berpikir Siswa Oleh: Dian Ekawati .......................................................................................... 71-77 Peluang Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi Guru, Antara Penelitian dan Pengembangan Gagasan Kreatif/Inovatif Oleh: Pirdaus ................................................................................................... 78-84

Page 4: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

1

PERSIS RAVI OLDER UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS VIII

SMP NEGERI 4 RANTAU PANJANG, OGAN ILIR

Oleh: Alamsari Guru SMP Negeri 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir

Abstrak. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan PerSis RAVi OLDer untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir dengan menggunakan PerSis RAVi OLDer. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan dua siklus. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli—Agustus 2015 di kelas VIII SMP Negeri 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir. Dari hasil pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran dengan menggunakan PerSis RAVi OLDer, didapatkan hasil bahwa pada siklus I tingkat ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 73% sedangkan pada siklus II tingkat ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 82%. Keaktifan belajar siswa pada siklus I sebesar 60% sedangkan pada siklus dua mencapai 69%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PerSis RAVi OLDer dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 4 Rantau panjang, Ogan Ilir. Kata kunci: hasil belajar, keaktifan, PerSis RAVi OLDer.

PENDAHULUAN

Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses transfer pengetahuan yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik. Agar proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan memberikan hasil yang diinginkan maka diperlukan kerjasama yang baik pula antara guru dan peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Usman (1995:27) yang mengatakan bahwa keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangatlah bergantung pada sikap siswa itu sendiri. Salah satu bentuk keterlibatan siswa dalam pembelajaran di kelas adalah dengan aktif bertanya dan berdiskusi untuk menggali informasi.

Hasil pengamatan terhadap dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada kelas VIII SMP Negeri 4 Rantau panjang, Ogan Ilir selama ini menunjukkan bahwa tingkat keaktifan siswa dalam pembelajaran sangat rendah. Hal itu terlihat dari sedikitnya jumlah siswa yang aktif mengikuti pembelajaran. Dari 27 siswa sekitar 3—4 siswa saja yang aktif di dalam kelas. Di dalam kerja kelompok mayoritas siswa cenderung pasif. Hanya

1—2 orang siswa yang aktif berdiskusi dalam mengerjakan tugas kelompok.

Selain rendahnya keaktifan siswa, permasalahan lain yang tampak adalah rendahnya hasil belajar siswa. Hampir sebagian besar siswa kelas VIII SMPN 4 Rantau Panjang memperoleh nilai di bawah KKM (yaitu 65%). Rendahnya hasil belajar siswa tersebut disebabkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran di kelas sehingga materi yang telah dsampaikan oleh guru tidak mampu dipahami dengan baik.

Permasalahan itu tentunya sangat mengganggu aktivitas pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut, guru berusaha mencari strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa tersebut. Salah satu strategi yang dianggap dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa tersebut adalah strategi PerSis RAVi OLDer.

PerSis RAVi OLDer adalah suatu strategi pembelajaran berbasis rekam audio/visual yang memanfaatkan objek berbasis lokal dan berbasis gender sebagai bagian dari media penyampaian komunikasi dan informasi secara optimal.

Page 5: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

2

Strategi PerSis RAVi OLDer ini menuntut siswa untuk merancang, merekam, dan memanfaatkan hasil rekaman objek berbasis lokal dan gender tersebut sebagai media untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar. Dengan menggunakan objek lokal dan gender siswa akan lebih mudah untuk memahami hasil pembelajaran dibandingkan dengan objek yang bersifat umum.

Penelitian tentang penggunaan audio/visual sudah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian Hulaimi (2014) yang berjudul ―Penggunaan Media Audio Visual dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sub Materi Puisi pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V MI Mambaul tahun pelajaran 2014/2015‖. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa penggunaan media audio visual terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara efektif. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah jika selama ini pembelajaran dengan audio/visual hanya memanfaatkan audio/visual yang sudah ada sebagai medianya, maka dalam penelitian ini media audio/visual dirancang dan dibuat sendiri oleh siswa dan dimanfaatkan kembali untuk siswa itu sendiri sehingga akan lebih mudah dipahami. Selain itu, objek rekaman disesuaikan dengan lokal daerah dan gender masing-masing siswa.

Berkaitan dengan hal tersebut, masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan PerSis RAVi OLDer untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir?

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan PerSis RAVi OLDer untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir.

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan atau rujukan untuk dapat menerapkan strategi pembelajaran berbasis rekam audio/visual dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

keaktifan dan hasil belajar siswa. Pada akhirnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran di sekolah. KAJIAN PUSTAKA Penggunaan Media Audio/Visual

Penggunaan media audio/visual pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya pemanfaatan TIK dalam lingkup pembelajaran di sekolah. Hal itu seperti diungkapkan Wibawanto (2009:7) bahwa pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK dalam pembelajaran adalah dengan diselenggarakannya siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan.

Dalam pelaksanaannya, guru biasanya akan memanfaatkan media audio/visual seperti film, lagu, radio, atau gambar dalam kegiatan pembelajaran. Media audio/visual tersebut dijadikan sarana untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran. Siswa diminta untuk menyimak atau mengamati audio/visual yang disajikan kemudian siswa memahami materi pembelajaran berdasarkan audio/visual yang telah disimak/diamati tersebut. PerSis RAVi OLDer

PerSis RAVi OLDer adalah akronim dari (Per) Pembelajaran (Sis) Berbasis (R) Rekam (A) Audio (Vi) Visual (O) Objek (L) Lokal (Der) Gender. Dengan kata lain, PerSis RAVi OLDer merupakan strategi pembelajaran yang berbasis rekaman audio visual dengan memanfaatkan objek yang berciri lokal dan berbasis gender. Dalam pelaksanaannya, siswa diminta untuk merancang suatu kegiatan dengan mempertimbangkan aspek lokalitas dan sesuai dengan gender masing-masing siswa. Kegiatan yang telah dirancang direkam dengan menggunakan alat perekam (HP). Hasil rekaman tersebut dimanfaatkan kembali sebagai media pembelajaran Bahasa Indonesia.

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer tersebut adalah sebagai berikut.

Page 6: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

3

1. Siswa menentukan objek lokal yang akan direkam disesuaikan dengan gender siswa.

2. Siswa diberikan tugas membuat rekaman audio/visual berdasarkan materi/topik yang telah ditentukan bersama-sama.

3. Siswa melakukan rekaman audio/visual secara berkelompok.

4. Guru memutar hasil rekaman audio/visual siswa di depan kelas.

5. Siswa bersama guru memanfaatkan hasil rekaman sebagai media untuk melakukan penguatan terhadap materi yang dipelajari.

Keaktifan Dalam pembelajaran, keaktifan pada

hakikatnya adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh individu/kelompok. Hamalik dalam Ulum (2013) mengatakan bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran setidaknya meliputi aktivitas, yaitu kegiatan penyelidikan; penyajian laporan; latihan; apresiasi; observasi; ekspresi kreatif; percobaan; dan mengorganisasi atau menilai.

Paul D. Dierich dalam Nursadi (2011) membagi aktivitas belajar menjadi delapan kelompok, yaitu: 1. Kegiatan visual, seperti membaca,

melihat gambar. 2. Kegiatan lisan, seperti mengemukakan

suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, dan berdiskusi.

3. Kegiatan menyimak, seperti menyajikan suatu bahan atau presentasi.

4. Kegiatan menulis, seperti menulis cerita, laporan, rangkuman, dan tes.

5. Kegiatan menggambar, seperti membuat peta, grafik, pola.

6. Kegiatan observasi, seperti melakukan percobaan dan membuat instruksi/ model.

7. Kegiatan mental, seperti merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, dan membuat keputusan

8. Kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani.

Hasil Belajar Hasil belajar merupakan salah satu

indikator yang dipergunakan oleh guru untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Menurut Sudjana dalam Sukesih (2013) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Menurut Winkel dalam Mulyana (2012) hasil belajar adalah keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni prestasi belajar siswa di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk angka. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah menerima pembelajaran yang diwujudkan dalam bentuk angka.

Untuk melihat apakah hasil belajar siswa tersebut telah baik atau belum, setidaknya dapat dilihat dari dua indikator, yaitu daya serap dan perubahan perilaku. Mulyana (2012) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan daya serap adalah tingkat ketercapaian siswa yang disesuaikan dengan penetapan kriteria ketuntasan minimal (KKM). Perubahan perilaku adalah perilaku yang telah dcapai siswa baik secara individual maupun kelompok dalam pembelajaran. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Pembelajaran menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir.

PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kurt Lewin. PTK model Kurt Lewin ini terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, perlakuan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli—Agustus 2015. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir, berjumlah 22 orang.

Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Tahap perencanaan meliputi aktivitas menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyusun pedoman observasi, menyusun pedoman wawancara, menyusun jurnal siswa dan jurnal guru. Pada tahap pelaksanaan peneliti melaksanakan RPP yang telah

Page 7: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

4

disusun. Pada saat perlakuan/tindakan, peneliti mengamati aktivitas kelas selama pembelajaran berlangsung untuk mengamati setiap aktivitas pembelajaran dengan menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer. Pada tahap akhir, peneliti melakukan refleksi dan evaluasi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I. Refeksi ini juga dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi selama pembelajaran berlangsung sehingga peneliti dapat menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembelajaran agar tidak terjadi lagi pada siklus berikutnya.

Metode/teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, jurnal siswa, jurnal guru, angket siswa, dan tes. Analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif direduksi dan disederhanakan untuk menentukan fokus yang akan dibahas kemudian data dibuat dalam bentuk narasi, tabel, dan grafik untuk ditarik kesimpulannya. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kategorisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan pada tanggal 27—30 Juli 2015. Pembelajaran dilaksanakan sebanyak 2x40 menit. Pada pertemuan pertama guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan menjelaskan materi tentang wawancara dan laporan hasil wawancara. Setelah semua siswa memahami tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran yang disampaikan, guru membentuk siswa menjadi 4 kelompok. Pembentukan kelompok disesuaikan dengan gender masing-masing siswa. Berdasarkan pertimbangan tersebut terbentuk empat kelompok yang terdiri dari dua kelompok laki-laki dan dua kelompok perempuan. Kelompok pertama dan kedua perempuan dan kelompok ketiga dan keempat laki-laki. Jumlah anggota tiap kelompok bervariasi. Hal tersebut disebabkan jumlah perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak seimbang. Selain itu, faktor kepemilikan handphone (Hp) yang akan digunakan sebagai alat rekam dan

faktor kedekatan lokasi rumah juga berpengaruh pada jumlah kelompok.

Setelah pembagian kelompok selesai, peneliti memberikan tugas kepada tiap-tiap kelompok untuk menentukan topik, narasumber berita, tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan wawancara. Setelah itu, guru memerintahkan setiap kelompok untuk mendiskusikan topik yang telah ditentukan tersebut. Pemilihan topik wawancara disesuaikan dengan aspek keterjangkauan dan bersifat dekat (lokalitas) dan disesuaikan dengan gender masing-masing kelompok. Dari hasil penentuan topik didapatkan empat topik yang akan dijadikan bahan wawancara dengan narasumber, yakni Penjual Jajanan Sekolah SD (kelompok satu), Perempuan Penanam Cabe (kelompok dua), Penjual Jajanan Sekolah SMP (kelompok tiga), dan Penjual gorengan (kelompok empat).

Pada pertemuan kedua, peneliti menyuruh setiap kelompok untuk membuat daftar pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara kepada narasumber. Daftar pertanyaan yang dibuat menggunakan rumus ADiK SiMBaB (Apa, Dimana, Kapan, Siapa, Mengapa, Bagaimana, dan Berapa). Jumlah pertanyaan yang dibuat minimal tujuh pertanyaan dengan menggunakan rumus tersebut. Setelah setiap kelompok selesai membuat pertanyaan, peneliti menyuruh siswa untuk mendiskusikan pertanyaan yang telah dibuat. Diskusi tersebut bertujuan untuk melihat apakah pertanyaan yang telah dibuat sesuai dengan topik yang ditentukan atau tidak.

Setelah setiap kelompok selesai berdiskusi, peneliti memerintahkan kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusinya tersebut. Setelah selesai presentasi, peneliti memberikan masukan dan saran terkait daftar pertanyaan yang telah dibuat oleh setiap kelompok.

Masukan dan saran yang diberikan oleh peneliti kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan revisi terhadap pertanyaan yang kurang sesuai dan menambahkan pertanyaan baru bagi kelompok yang pertanyaannya dirasa masih kurang komprehensif. Pada akhir pembelajaran, peneliti menyuruh siswa

Page 8: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

5

untuk melakukan rekaman kegiatan wawancara di rumah/di sekolah.

Pada pertemuan ketiga setiap kelompok membawa hasil rekaman kegiatan wawancaranya masing-masing. Hasil kegiatan wawancara tersebut kemudian diputar di kelas. Setiap kelompok mempresentasikan hasil rekamannya masing-masing. Kelompok yang lain memberikan masukan dan saran terkait hasil rekaman tersebut.

Setelah setiap kelompok selesai mempresentasikan hasil rekamannya, peneliti menyuruh siswa untuk membuat hasil kegiatan wawancara tersebut ke dalam bentuk laporan hasil wawancara. Laporan hasil wawancara dibuat secara individual berdasarkan pertanyaan dan jawaban yang diberikan narasumber.

Hasil pengukuran terhadap keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer adalah sebagai berikut. Pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa ini lakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa siswa yang menyimak penjelasan materi dari guru pada saat pembelajaran berlangsung sebanyak 18 siswa (81%), mengajukan pertanyaan kepada guru pada saat pembelajaran berlangsung sebanyak 4 siswa (18%), menjawab pertanyaan/mengerjakan tugas yang diberikan guru sebanyak 18 siswa (81%), aktif berdiskusi sebanyak 14 siswa (63%), mengumpulkan tugas tepat waktu sebanyak 12 siswa (54%), dan aktif mendengarkan presentasi teman sebanyak 14 siswa (63%). Hal ini memberi pengertian bahwa aktivitas siswa yang dominan adalah menyimak penjelasan materi dari guru pada saat pembelajaran berlangsung dan menjawab pertanyaan/ mengerjakan tugas yang diberikan guru.

Setelah dilaksanakan pembelajaran siklus I dengan menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir didapatkan hasil belajar sebagai berikut. Hasil belajar ini merupakan hasil tes akhir siklus I.

Tabel 1. Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Skor Jumlah Persentase (%)

60

65

70

75

80

85

6

4

3

5

2

2

17

18

14

22

10

10

Jumlah 22 100

Selanjutnya, dianalisis ketuntasan belajar siswa berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 65%. Adapun ketuntasan hasil belajar siswa setelah mereka belajar dengan menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer pada siklus I disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2. Ketuntasan Siswa pada Siklus I

Dari tabel diketahui bahwa hasil belajar siswa yang berada pada kategori tidak tuntas sebanyak 6 orang (27%) dan pada kategori tuntas sebanyak 16 orang (73%).

Siklus kedua dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan pada tanggal 3—6 Agustus 2015. Pertemuan pertama dilaksanakan pada Senin, 3 Agustus 2015. Pada pertemuan pertama peneliti menjelaskan materi tentang menulis teks petunjuk. Setelah semua siswa memahami tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran yang disampaikan, peneliti membentuk siswa menjadi 4 kelompok disesuaikan dengan gender masing-masing siswa.

Setelah pembagian kelompok selesai, peneliti memberikan tugas untuk menentukan topik rekaman. Topik yang ditentukan berkaitan dengan petunjuk membuat atau petunjuk melakukan sesuatu. Selanjutnya setiap kelompok mendiskusikan topik yang telah ditentukan tersebut. Dari hasil penentuan topik didapatkan empat topik yang dijadikan bahan wawancara dengan narasumber, yakni Membuat Nasi Goreng (kelompok satu), Membuat Sayur Tumis (kelompok

Interval Kategori Frek %

0-64 Tidak Tuntas 6 27

65-100 Tuntas 16 73

Page 9: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

6

dua), Memakai Kaos Kaki yang Benar (kelompok tiga), dan Menendang Bola Kaki yang Benar (kelompok empat).

Pertemuan kedua dilaksanakan pada Selasa, 4 Agustus 2015. Pada pertemuan kedua ini, setiap kelompok membuat rancangan kegiatan sesuai topik yang ditentukan. Rancangan kegiatan tersebut meliputi langkah-langkah atau petunjuk membuat atau melakukan sesuatu sesuai topik masing-masing kelompok. Selanjutnya, siswa mendiskusikan rancangan yang telah dibuat. Pada akhir pembelajaran, siswa melakukan rekaman kegiatan wawancara di rumah atau di sekolah.

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada Kamis, 6 Agustus 2015. Pada pertemuan ini setiap kelompok membawa hasil rekaman kegiatan wawancaranya masing-masing. Setiap kelompok mempresentasikan hasil rekamannya masing-masing. Kelompok yang lain memberikan masukan dan saran terkait hasil rekaman tersebut. Setelah setiap kelompok selesai mempersentasikan hasil rekamannya, siswa membuat hasil rekaman tersebut ke dalam bentuk teks petunjuk membuat/melakukan sesuatu berdasarkan kronologis petunjuk yang dibuat.

Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa menunjukkan bahwa siswa yang menyimak penjelasan materi dari guru pada saat pembelajaran berlangsung sebanyak 18 siswa (81%); mengajukan pertanyaan kepada guru pada saat pembelajaran berlangsung sebanyak 3 siswa (13%); menjawab pertanyaan/ mengerjakan tugas yang diberikan guru sebanyak 19 siswa (86%); aktif berdiskusi sebanyak 17 siswa (77%); mengumpulkan tugas tepat waktu sebanyak 16 siswa (72%); dan aktif mendengarkan presentasi teman sebanyak 18 siswa (81%). Artinya, aktivitas yang paling dominan dilakukan siswa adalah siswa menjawab pertanyaan/ mengerjakan tugas yang diberikan guru.

Setelah dilaksanakan pembelajaran siklus II dengan menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Rantau Panjang,

Ogan Ilir didapatkan hasil belajar sebagai berikut. Tabel 3. Hasil Belajar Siswa pada Siklus II

Skor Jumlah Persentase (%)

60

65

70

75

80

85

4

4

3

5

3

3

18

18

14

22

14

13

Jumlah 22 100

Adapun ketuntasan hasil belajar siswa dengan menggunakan strategi PERSIS RAVI OLDER pada siklus II sebagai berikut.

Tabel 4. Ketuntasan Siswa pada Siklus II Interval Kategori Frek %

0-64 Tidak Tuntas 4 18

65-100 Tuntas 18 82

Dari tabel diketahui bahwa hasil belajar siswa yang berada pada kategori tidak tuntas sebanyak 4 orang dengan persentase 18% dan yang berada pada kategori tuntas adalah sebanyak 18 orang dengan persentase 82%. Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil pengamatan terhadap pembelajaran dengan menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer pada siklus I diketahui bahwa aspek keaktifan siswa dalam pembelajaran yang ditunjukkan oleh siswa sebesar 61%. Sedangkan aspek keaktifan dalam pembelajaran yang ditunjukkan siswa pada siklus II sebesar 69%. Artinya terjadi peningkatan keaktifan siswa sebesar 8%. Peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran tersebut terjadi pada komponen pengamatan aktif berdiskusi dengan teman sekelompok (14%), mengumpulkan tugas tepat waktu (18%), dan aktif mendengarkan presentasi (18%).

Adanya peningkatan pada beberapa aktivitas pembelajaran tersebut terjadi karena siswa sudah lebih tertib dan serius mengikuti pembelajaran dibandingkan siklus I. Jika pada siklus I terdapat siswa yang melakukan aktivitas yang tidak perlu, seperti keluar masuk kelas, ngobrol dengan teman, dan bermain-main, pada

Page 10: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

7

siklus II aktivitas tersebut sudah berkurang.

Hasil belajar dengan menggunakan strategi PerSis RAVi OLDer pada siswa kelas VIII SMPN 4 Rantau Panjang yang diperoleh setelah melakukan tes akhir pada setiap siklus diketahui bahwa persentase tingkat ketuntasan hasil belajar pada siklus I sebesar 73% sedangkan persentase ketuntasan pada siklus II sebesar 82%. Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar yang cukup berarti dari siklus I ke siklus II, yakni sebesar 9%.

Pada siklus I, pembelajaran materi wawancara dengan narasumber terdapat beberapa kelompok yang tidak mengerjakan tugas rekaman audio/visual dengan sungguh-sungguh. Setelah diwawancarai siswa yang bersangkutan, diketahui bahwa mereka tidak mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh karena mereka tidak senang dengan teman sekelompoknya, letak rumah siswa dalam kelompok berjauhan, dan siswa takut untuk melakukan wawancara. Untuk mengatasi hal itu, pada siklus II peneliti melakukan perombakan kelompok siswa dan mencari objek rekaman audio/visual yang mudah untuk dilakukan oleh siswa. Pada siklus II dengan materi menulis petunjuk siswa sudah mengerjakan tugas rekaman dengan sungguh-sungguh. Pada siklus II kegiatan rekaman audio/visual yang dirancang cukup mudah dilakukan. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulklan bahwa penerapan PerSis RAVi OLDer dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir. Pada sikus I sebanyak 16 orang siswa memperoleh hasil belajar pada kategori tuntas secara klasikal sebesar 73%. Pada sikus II sebanyak 18 orang siswa memperoleh hasil belajar pada kategori tuntas sebesar 82%. Hal ini memberi pengertian bahwa terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 9%. Tingkat keaktifan siswa pada siklus I sebesar 60% sedangkan pada siklus II sebesar 69%. Artinya, terdapat peningkatan keaktifan

siswa dari siklus I dan siklus II, yaitu sebesar 12%. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada guru agar dapat menjadikan strategi PerSis RAVi OLDer sebagai alternatif strategi pembelajaran untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa di sekolah. Dalam penerapan strategi PerSis RAVi OLDer hendaknya guru melakukan perencanaan yang matang serta memperhitungkan faktor sarana dan prasarana yang tersedia. Dalam menentukan objek rekaman berbasis lokal dan gender hendaknya disesuaikan dengan kondisi sekitar tempat siswa berada dan mempertimbangkan aspek kemampuan dan keterjangkauan siswa. DAFTAR PUSTAKA

Hulaimi. 2014. Penggunaan Media Audio Visual dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sub Materi Puisi pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V MI Mambaul Tahun Pelajaran 2014/2015.

Mulyana, Aina. 2012. Pengertian Hasil Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, tersedia dalam http://ainamulyana.blogspot.com/2012/01/pengertian-hasil-belajar-dan-faktor.html diakses 15 Februari2015.

Nursadi. 2011. Meningkatkan Keaktifan Belajar. Skripsi (Online) diakses 15 Februari 2015.

Sukesih, Esih. 2011. Pengertian Defenisi Hasil Belajar, tersedia dalam http://www.sarjanaku.com/2011/03/ pengertian-definisi-hasil-belajar.html diakses 19 Februari 2015.

Ulum, Bakhrul. 2013. Keaktifan Belajar Siswa tersedia dalam http://www. blogeulum.blogspot.com/2013/02/keaktifan-belajar-siswa diakses 16 Februari 2015.

Uno, H. 2009. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Usman, Moh. Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 11: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

8

Wibawanto, Hari. 2009. Pemanfaatan TIK untuk Pembelajaran. Makalah disampaikan pada Widya Telewicara

Program Pendidikan Jarak Jauh PGSD dari Ruang Telewicara Ditjen Dikti tanggal 11 Februari 2009.

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU SD KELAS IV DALAM MENERAPKAN METODE KREATIVITAS MELALUI KEGIATAN KKG GUGUS 1 KECAMATAN INDRALAYA

Oleh: Sophuan

Widyaiswara Madya LPMP Provinsi Sumatera Selatan

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah kegiatan KKG Gugus I kecamatan Indralaya dapat meningkatkan kemampuan mengajar IPA mengunakan metode kreativitas bagi Guru Kelas IV Sekolah Dasar. Penelitian dilaksanakan tiap hari sabtu dari pukul 08.00 sampai pukul 12.00 pada bulan September sampai dengan bulan Desember 2015 bertempat di KKG Gugus 1 Kecamatan Indralaya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitan tindakan sebagai salah satu bentuk dari penelitian kualitatif. Penelitian tindakan ini dilakukan dalam 3 (tiga) siklus, dan setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi data yang diperoleh melalui observasi, dianalisis menggunakan rumus teknik proporsi yang diuraikan dalam bentuk tabel, narasi, dan grafik. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode kreativitas yang dilatihkan dalam kelompok kerja guru (KKG) Sekolah Dasar Gugus 1 kecamatan Indralaya dapat meningkatkan keterampilan mengajar IPA Guru SD kelas IV KKG Gugus 1 Kecamatan Indralaya. . Kata Kunci: keterampilan mengajar, metode kreativitas, KKG

1. PENDAHULUAN

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku. Proses perubahan tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan.

Metode pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu untuk membawa pembelajaran sedemikian rupa sehingga tujuan berupa pemberian pengalaman nyata kepada siswa dapat dicapai secara efesien dan efektif

Selama ini kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPA berupa pemberian pengalaman nyata kepada siswa hampir tidak pernah terjadi, kegiatan belajar IPA di SD masih didominasi oleh guru (teacher-centered). Siswa pasif, yang sering dikenal dengan istilah proses pengajaran duduk, dengar, catat, dan hafal (DDCH).karena metode yang diterapkan guru menggunakan metode konvensional seperti tanya jawab dan ceramah.

Proses pembelajaran IPA harusnya menggunakan pendekatan yang berorientasi kepada keaktifan siswa. Dimana siswa diajak untuk terjun ke

lapangan guna mengenal, memahami dan berpikir tentang konsep-konsep IPA secara langsung. hal itu sangat memungkinkan bila guru dalam pembelajaran menggunakan metode Kreativitas

Keterampilan mengajar guru dalam hal membuka pelajaran , menggunakan metode Pembelajaran terutama Metode kreativitas, menggunakan teknik bertanya, membimbing diskusi,memberikan penguatan, serta menutup pelajaran masih rendah dan perlu ditingkatkan

Metode kreativitas merupakan metode pembelajaran yang dibuat dan dirancang sendiri oleh guru, dalam hal ini guru menerapkan unsur kreativitas berupa konsep peristiwa pakta dan berbagai permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan sehari hari kedalam bentuk kreatvitas berupa, syair dan lagu, melengkapi teks, cerita bergambar, broken circle, melengkapi gambar, pantun bersahut, dan bentuk lain sesuai dengan kreativitas guru itu sendiri, sehingga mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan

Page 12: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

9

Penerapan metode kreativitas dalam pembelajaran yang dilatihkan dalam kegiatan KKG karena dirancang sendiri oleh guru lalu diujicobakan dalam bentuk simulasi. Kemudian didiskusikan kelebihan serta kekurangannya dalam kelompok untuk diperbaiki sebelum diterapkan pada kegiatan pembelajaran. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya serta dapat meningkatkan keterampilan mengajar guru.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ‖Apakah kegiatan KKG Gugus I kecamatan Indralaya dapat meningkatkan keterampilan mengajar IPA menggunakan metode kreativitas bagi Guru Kelas IV Sekolah Dasar?‖

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk menyelidiki apakah kegiatan KKG Gugus I kecamatan Indralaya dapat meningkatkan keterampilan mengajar IPA mengunakan metode kreativitas bagi Guru Kelas IV Sekolah Dasar. 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keterampilan Mengajar

Guru sebagai pendidik, dituntut untuk memiliki kompetensi dalam melaksanakan proses pembelajaran, bila dikaitkan dengan keterampilan mengajar Imron (2011:160) menyatakan bahwa keterampilan merupakan sesuatu yang esensial yang harus dimiliki oleh guru, karena tugas guru yang paling utama adalah mengajar. Lebih lanjut Sudjana (2010:87) berpendapat bahwa pelaksanaan proses belajar-mengajar meliputi beberapa tahapan, yaitu 1) tahap prapembelajaran, yakni tahap yang ditempuh pada saat memulai proses belajar mengajar, 2) tahap pembelajaran, yakni tahap penyampaian pesan, dan 3) tahap evaluasi dan tindak lanjut keterampilan mengajar yang harus dimiliki guru.

Menurut APKG (2010) pembelajaran meliputi keterampilan membuka pelajaran, menggunakan alat bantu pembelajaran, menggunakan metode pembelajaran yang tepat, memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi, menggunakan respon siswa dalam pembelajaran, menyampaikan materi pembelajaran, mengunakan teknik bertanya, membimbing diskusi kelompok kecil,

memberikan penguatan, dan kemampuan menutup pembelajaran.

Sehubungan dengan proses pembelajaran, Suryabrata (1991:7-8) menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus senantiasa mengembangkan potensi yang dimiliki oleh individu peserta berupa potensi bakat, minat, serta intelektual yang berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dan kepribadian mereka yang unik dan khas yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran tersebut. Selanjutnya menurut Alandre (1999:1) bahwa keterampilan mengajar IPA tidak dapat dipisahkan dari teknologi. Dalam hal ini guru harus mampu menggunakan teknologi dalam pembelajaran terutama teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Dalam pembelajaran teknologi guru harus dapat mengembangkan dua keterampilan yakni penggunaan teknologi dan penciptaan teknologi itu sendiri sehingga dengan penggunaan teknologi ini diharapkan guru memiliki berbagai kompetensi dalam mengajar IPA .

Guru juga harus memiliki keterampilan mengajar dalam menerapkan sikap ilmiah kepada siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, Harlen (1985) menyarankan agar guru dapat mengembangkan keterampilan sikap ilmiah (scientific attitude) seperti keterampilan mengembangkan sikap ingin tahu (curiosity) siswa, keterampilan mengembangkan kebiasaan mencari bukti sebelum menerima pernyataan (respect for evidence) siswa, keterampilan mengembangkan sikap luwes dan terbuka dengan gagasan ilmiah (flexibelity) siswa, keterampilan mengembangkan kebiasaan bertanya secara kritis (critical reflection) siswa dan keterampilan mengembangkan sikap peka terhadap makhluk hidup dan lingkungan sekitar (sensitifity to living things and environment) siswa. 2.2 Metode Kreativitas

Metode secara etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012), diartikan sebagai cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna

Page 13: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

10

mencapai tujuan yang ditentukan. Dengan kata lain, metode pembelajaran adalah cara yang ditempuh secara sistematis dalam pelaksanaan proses pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya, Hamalik (2009), mengatakan metode mengajar adalah suatu cara, atau langkah-langkah yang akan ditempuh dalam proses belajar mengajar.

Dari uraian mengenai metode mengajar di atas dapat disimpulkan bahwa merode mengajar adalah cara atau prosedur belajar mengajar yang dipakai oleh guru dan siswa guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Guilford dalam Semiawan (2008) mengartikan kreativitas sebagai kemampuan untuk melihat dan memecahkan masalah yang ditandai dengan sifat-sifat bakat berpikir kreatif yaitu kepekaan terhadap masalah, kelancaran, perumusan kembali, dan kerincian dalam pemikiran serta gagasan yang bersipat berpikir kreatif.

Akbar (2001) menyatakan bahwa kreativitas dapat berupa pemanfaatan barang atau bahan baik yang bekas atau baru sehingga fungsinya menjadi lain dari fungsi aslinya. Sebagai contoh, pemanfaatan bola lampu listrik bekas menjadi model penyulingan air laut menjadi air tawar.

Selanjutnya Amabile (2012) menyebutkan bahwa creativity can be regarded as the quality of product or respons judged to be creative people.

Munandar (2006) ada tiga rumusan kreativitas sebagai berikut: Pertama, kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada untuk menciptakan hal-hal baru. Kedua, kreativitas adalah kemampuan memecakan masalah berdasarkan data atau informasi yang tersedia dimana penekanannya pada ketepatgunaan, model-model pembelajaran kreativitas yang mungkin dapat diterapkan SD meliputi menyusun kata konsep, menyusun huruf, teka-teki silang, peta konsep, sajak dan gambar, sair dan lagu, potong dan tempel gambar broken circle, melengkapi gambar pantun bersahut,

melengkapi teks, cerita bergambar, dan sebagainya. Ketiga, secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibelitas), dan orisinilitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, dan memperinci) suatu gagasan.

Dari pengertian metode dan kreativitas dapat dikemukakan bahwa, metode kreativitas merupakan cara, prosedur, kegiatan belajar mengajar yang dirancang sendiri oleh guru. Pada metode ini siswa menemukan sendiri data, fakta, konsep dan teori yang diperlukan melalui informasi yang disajikan berupa, syair dan lagu, melengkapi teks, cerita bergambar, broken circle, melengkapi gambar, dan lain lain. Pada metode ini guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator untuk menjawab atau menyelesaikan masalah atau persoalan yang ditemukan.

Beberapa keunggulan metode kreativitas ini adalah sebagai berikut. Metode kreativitas dapat digunakan pada setiap tingkat kelas dan pada semua materi pelajaran. Metode kreativitas mampu memotivasi anak untuk belajar sungguh-sungguh. Reni (2010) menyatakan metode kreativitas dapat memacu dan mendorong belahan otak bagian kanan dan kiri berfungsi secara seimbang. Dengan keseimbangan ini, maka pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar. 2.3 Kelompok Kerja Guru

Kelompok kerja guru (KKG) adalah sekumpulan guru-guru sekolah dasar yang setiap satu minggu sekali berkumpul di suatu tempat untuk membicarakan berbagai masalah yang timbul dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam upaya menciptakan dan menerapkan kegiatan belajar mengajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kreativitas dan aktivitas serta kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran perlu dibentuk suatu organisasi Kelompok

Page 14: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

11

Kerja Guru (KKG). Hal ini sesuai dengan tuntutan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup untuk berkreativitas sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik peserta didik.

KKG Gugus 1 Guru Kelas IV Kecamatan Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir terdiri dari 9 sekolah dalam Kecamatan Indralaya dengan anggota 13 orang guru kelas IV. Pertemuan KKG diadakan satu minggu sekali setiap hari Sabtu di SD Negeri 1 Sakatiga kecamatan Indralaya, yang didampingi narasumber dan Widyaiswara dari LPMP provinsi Sumatera Selatan.

Pada kegiatan KKG tersebut kegiatan yang dilakukan antara lain diskusi, membahas berbagai kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran minggu lalu, menyusun RPP untuk pembelajaran minggu depan dengan berbagai metode dan teknik secara kelompok, melakukan simulasi pembelajaran sesuai RPP yang telah dibuat , diskusi tentang kebaikan dan kelemahan RPP yang telah dibuat dan diskususi tentang kebaikan dan kelemahan simulasi pembelajaran.

3. METODE PENELITIAN 3.1 Setting Penelitian

Penelitian dilaksanakan hari sabtu dari pukul 08,00 sampai pukul 12,00 pada bulan September sampai dengan bulan Desember 2015 bertempat di SD Negeri 1 Sakatiga kecamatan Indralaya kabupaten Ogan Ilir sebanyak 3 siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Pada setiap pertemuan dilaksanakan kegiatan diskusi, membahas berbagai kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran minggu lalu, menyusun RPP untuk pembelajaran minggu depan dengan berbagai metode dan teknik yang dilakukan secara kelompok. Di samping itu, guru juga melakukan simulasi pembelajaran sesuai RPP yang telah dibuat, diskusi tentang kebaikan dan kelemahan RPP yang telah dibuat dan

diskusi tentang kebaikan dan kelemahan simulasi pembelajaran.

Subjek penelitian ini adalah guru Sekolah Dasar kelas IV KKG Gugus 1 kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. Anggota KKG ini yang sebanyak 13 orang guru. 3.2 Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan rumus teknik proporsi (Sudjana, 2012), yaitu dengan rumus berikut.

K =

K = persentase keterampilan guru A = jumlah guru yang melakukan aktivitas

keterampilan N = jumlah total guru

Data dianalisis secara deksriptif. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel, narasi, dan grafik.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk Penilaian Keterampilan mengajar Guru adalah instrumen observasi APKG II. Instrumen ini dimodifikasi oleh peneliti disesuaikan kegiatan pembelajaran menggunakan metode kreativitas untuk menggali data tentang keterampilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran menggunakan metode kreativitas.

3.4 Prosedur Penelitian

Prosedur yang digunakan pada penelitian ini adalah prosedur penelitian tindakan (action research). Banyaknya tindakan yaitu tiga siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

4. HASIL PENELITIAN

Dari hasil pengolahan data siklus I siklus II, dan siklus III kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan metode kreativitas diperoleh data seperti diuraikan di bawah ini. Ada sepuluh komponen atau keterampilan yang diamati, yaitu 1) kemampuan membuka pelajaran, 2) menggunakan alat bantu pembelajaran, 3)

Page 15: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

12

menggunakan metode pembelajaran yang tepat, 4) memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi, 5) menggunakan respon siswa dalam pembelajaran, 6) menggunakan materi pembelajaran dengan tepat, 7) mengunakan teknik bertanya, 8) membimbing diskusi kelompok kecil, 9) kemampuan memberikan penguatan, dan 10) kemampuan menutup pembelajaran. Hasilnya seperti pada tabel berikut.

Komponen/ Keterampilan yang Diamati

Rata-rata ( % ) per Siklus

I II III

1 64,1 72,4 97,8

2 32,0 48,7 79,2

3 43.4 66,2 90,6

4 24,2 47.5 89.7

5 27,3 45,6 85,4

6 51,0 72.3 93.9

7 31,6 49.1 82,1

8 42,0 59,8 75.2

9 53,5 77,0 96,0

10 56,7 78,4 95,7

Rata-rata 42,58 61,70 88,56

Sumber: Data yang Diolah

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian dari Siklus I ke Siklus II

Persentase skor rata-rata keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dari siklus I ke silklus II naik dari 45.58% menjadi 61,70% ( naik 19,12%). Secara rinci peningkatan persentase keterampilan guru dari siklus satu ke siklus dua dapat dijelaskan sebagai berikut. Keterampilan membuka pelajaran meningkat 8,3%, keterampilan menggunakan alat bantu pembelajaran meningkat 16,1%. Keterampilan menggunakan metode pembelajaran meningkat 22,8%, keterampilan memberi kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi meningkat 22,3%, keterampilan menggunakan respon dan pertanyaan siswa dalam pembelajaran meningkat 18,3%, keterampilan menggunakan dan menyampaikan materi pembelajaran meningkat 21,3%, keterampilan menggunakan teknik bertanya meningkat 17,5%, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil meningkat 17,8%, keterampilan memberikan penguatan meningkat 23,5%,

keterampilan menutup pelajaran meningkat 21,7%. Walaupun di akhir kegiatan siklus dua guru-guru sudah cukup terampil dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, namun masih ada keterampilan guru yang harus ditingkatkan pada siklus ketiga, seperti keterampilan guru dalam menggunakan alat bantu pembelajaran, mengunakan teknik bertanya, memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi, dan keterampilan menggunakan respon siswa dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan grafik peningkatan keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dari siklus 1 ke siklus 2 seperti pada diagram berikut.

Gambar 1. Peningkatan Kompetensi Guru dari

Siklus I ke Siklus II

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian dari

Siklus II ke Siklus III Persentase skor rata-rata

keterampilan guru melaksanakan pembelajaran dari siklus II ke silklus III naik dari 61,70% menjadi 88,56% (naik 26,86%) secara rinci peningkatan persentase kompetensi dan keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPA menggunakan metode kreativitas dapat dijelaskan sebagai berikut. Keterampilan membuka pelajaran meningkat 25,4%, keterampilan menggunakan alat bantu pembelajaran

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Siklus I Siklus II Peningkatan

Page 16: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

13

meningkat 30,5%, keterampilan menggunakan metode pembelajaran meningkat 24,4%, keterampilan memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi meningkat 42,2%, keterampilan menggunakan respon siswa dalam pembelajaran meningkat 39,8%, keterampilan menggunakan materi pembelajaran meningkat 21,6%, keterampilan menggunakan teknik bertanya meningkat 16,1%, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil meningkat 15,4%, keterampilan memberikan penguatan meningkat 19,0%, dan keterampilan menutup pelajaran meningkat 17,3%. Pada akhir siklus III semua komponen keterampilan guru yang dilatihkan memiliki persentase di atas 79% yang artinya semua guru anggota KKG Gugus I kecamatan Indralaya sudah terampil menerapkan metode kreativitas dalam pembelajaran IPA di kelas IV SD. Dari uraian di atas dapat digambarkan grafik peningkatan keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dari siklus II ke siklus III seperti pada diagram berikut.

Gambar 2. Peningkatan Kompetensi Guru dari

Siklus II ke Siklus III

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Setelah dilakukan analisis dan pengolahan data terhadap keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode kreativitas di akhir siklus I,

II, dan III, ternyata keterampilan mengajar IPA menggunakan metode kreativitas bagi Guru Kelas IV Sekolah Dasar kelompok KKG Gugus I kecamatan Indralaya meningkat secara signifikan di semua aspek meningkatnya keterampilan guru. Hal tersebut merupakan dampak dari kegiatan KKG Gugus I kecamatan Indralaya dikarenakan pada kegiatan KKG tersebut kegiatan yang dilakukan antara lain, diskusi, membahas berbagai kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran minggu lalu, menyusun RPP untuk pembelajaran minggu depan dengan berbagai metode dan teknik secara kelompok, melakukan simulasi pembelajaran sesuai RPP yang telah dibuat, diskusi tentang kebaikan dan kelemahan RPP yang telah dibuat dan diskususi tentang kebaikan dan kelemahan simulasi pembelajaran. Hal ini membuat guru terampil dalam hal membuat RPP dan melaksanakan pembelajaran IPA di kelas terutama dalam keterampilan mengajar IPA menggunakan metode kreativitas bagi Guru Kelas IV Sekolah Dasar guru

Dalam hal ini guru sudah terampil menerapkan pembelajaran dengan metode kreativitas dan sudah terampil merancang/memodifikasi alat atau media pembelajaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode kreativitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Akbar (2001:12) yang menyatakan bahwa kreativitas dalam pembelajaran diartikan sebagai pemanfaatan barang atau bahan baik yang bekas atau baru sehingga fungsinya menjadi lain dari fungsi aslinya.

Dengan kata lain, kreativitas berarti menggabungkan fungsi beberapa bahan/barang bekas atau baru sehingga memiliki fungsi baru yang lain dari aslinya. Atau dapat juga dikatakan bahwa kreativitas dalam pembelajaran IPA mengandung makna menyusun strategi pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan yang baru.seperti pendekatan sains, teknologi, lingkungan masyarakat dan lembaran kerja siswa bentuk kreativitas dalam kegiatan seperti menyusun kata konsep, menyusun huruf, teka-teki silang, peta konsep, sajak dan gambar, syair dan lagu, potong dan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Siklus II Siklus III Peningkatan

Page 17: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

14

tempel gambar broken circle, melengkapi gambar, pantun bersahut, melengkapi teks, cerita bergambar, dan sebagainya.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kegiatan KKG Gugus I kecamatan Indralaya dapat meningkatkan kemampuan mengajar IPA menggunakan metode kreativitas bagi Guru Kelas IV Sekolah Dasar. Persentase skor rata-rata keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dari siklus I ke silklus II mengalami peningkatan sebesar 19,12%. Persentase skor rata-rata keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran dari siklus II ke silklus III mengalami peningkatan sebesar 26,86%.

Dari hasil penelitian di atas, disampaikan saran-saran sebagai berikut. 1. Bahwa metode kreativitas yang

dilatihkan dapat meningkatkan keterampilan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPA di kelas IV SD. Untuk itu, para guru SD dapat menggunakan metode kreativitas dalam pembelajaran IPA.

2. Diharapkan pembelajaran dengan metode kreativitas ini bukan hanya digunakan pada mata pelajaran IPA saja namun juga dapat diterapkan untuk mata pelajaran lain di SD.

DAFTAR PUSTAKA Akbar, Reni., dkk. 2010. Kreativitas dalam

Pembelajaran. Jakarta: Algresindo Aksara

Alandre. 1999. The Thinking Calssroom is

Based on The Collective Research and Ideas of Cognitive Skills Group. Harvard Project Zer Alfabeta.

Amabile 2012. Psychology applied to

teaching. New York: Houghton Mifflin.

Depdiknas. 2005. Peranturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sinar Grafika.

Depdiknas. 2010 Alat Penilaian

Kemampuan Guru APKG. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Depdiknas.

Hamalik. 2009. Psikologi belajar dan

mengajar, Bandung: Sinar Baru. Harlen, W. 1985. Teaching and Learning

Primary Science. London: Harper and Row Ltd.

Imron, Ali. 2011. Pembinaan Guru di

Indonesia. Malang: Pustaka Jaya. Munandar, Utami. 2006 Mengembangkan

Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Penuntun bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Semiawan, Cony. 2008. Memupuk Bakat

dan Kreativitas Siswa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sujana, Nana. 2010. Metode Statistika.

Bandung: Tarsito Suryabrata, Sumadi. 1991. Psikologi

Pendidikan. Yogyakarta: Rajawali Press.

Page 18: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

15

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL MAKE A MATCH DENGAN MEDIA FLASHCARD

PADA SISWA KELAS III A SD NEGERI 06 SUNGAI PINANG

Oleh: Aridah Guru SD Negeri 06 Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir

Abstrak. Telah dilakukan penelitian tindakan kelas di Kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang dengan tujuan meningkatkan aktivitas belajar IPA melalui penerapan pembelajaran model make a match dengan media flashcard. Pembelajaran IPA yang seharusnya diajarkan dengan berbagai model metode dan pendekatan pada kenyataannya selama ini diajarkan secara konvensional, dengan metode ceramah, tanya jawab, dan latihan soal. Hal itu menyebabkan pembelajaran menjadi membosankan yang diikuti dengan rendahnya aktivitas, motivasi, dan hasil belajar siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester genap tahun 2013/2014, dengan siswa kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan selama dua siklus setiap siklus terdiri dua kali pertemuan dan setiap pertemuan proses pembelajaran menggunakan model make a match dengan media flashcard. Alat pengumpul data yang digunakan berupa lembar observasi aktivitas belajar siswa yang diisi oleh observer di setiap pertemun dan alat tes berupa uraian yang diberikan kepada siswa di akhir setiap siklus. Hasil penelitian menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan aktivitas belajar IPA siswa kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang secara signifikan dari prasiklus ke siklus pertama maupun dari siklus pertama ke siklus kedua. Peningkatan aktivitas belajar IPA siswa dari prasiklus ke siklus pertama dan dari siklus pertama ke siklus kedua merupakan dampak dari pembelajaran menggunakan model make a match dengan media flashcard. Kata kunci: aktivitas belajar, media flashcard, model make a match.

PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan pembelajaran IPA di SD memerlukan kreativitas baik guru mapun siswa yang dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Penerapan pembelajaran IPA di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan kreativitas sswa dalam berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Selama ini mata pelajaran IPA yang seharusnya diajarkan dengan berbagai metode dan pendekatan yang mengacu kepada pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Jika diajarkan oleh

Page 19: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

16

guru dengan metode konvensional seperti tanya jawab, ceramah, dan latihan soal berakibat aktivitas, kreativitas, dan motivasi siswa untuk belajar rendah. Proses pembelajaran yang seharusnya dilakukan dengan pemberian pengalaman nyata kepada siswa hampir tidak pernah terjadi, sehingga pelajaran dirasakan oleh siswa sebagai suatu hal yang jauh dari lingkungan keseharian mereka. Kegiatan belajar mengajar masih statis, yaitu masih didominasi oleh guru (teacher-centered). Kondisi proses pembelajaran yang demikian menyebabkan kurang terciptanya suasana yang menyenangkan bagi siswa untuk belajar sehingga aktivitas belajar siswa rendah diikuti dengan rendahnya hasil belajar siswa

Salah satu model dan metode pembelajaran yang diperkirakan mampu mengaktifkan siswa dalam belajar sehingga pembelajaran menjadi kreatif dan menyenangkan adalah model pembelajaran koperatif make a match. Pada penerapan model pembelajaran koperatif make a match dengan media flashcard setiap siswa dituntut untuk belajar dan bekerja dalam suatu pasangan dengan temannya sehingga seluruh siswa dapat bekerja dan belajar secara aktif. Keaktifan siswa secara berpasangan merupakan kunci keberhasilan pembelajaran menggunakan model make a match sehingga pembelajaran menjadi kreatif dan menyenangkan yang diikuti dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa.

Berdasarkan masalah yang dipaparkan di atas, rumasan masalah pada penelitian ini adalah ‖Apakah model make a match dengan media flashcard dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang?‖

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir melalui model make a match dengan media flashcard.

KAJIAN PUSTAKA Belajar dan Aktivitas Belajar

Menurut ilmu pendidikan belajar

adalah usaha untuk mewujudkan

perubahan tingkah laku. Tingkah laku akan berubah jika kita mempelajari sesuatu yang belum pernah kita ketahui sebelumnya, kemudian kita menjadi tahu, paham dan mampu menerapkannya. Menurut Sagala (2008:40), belajar adalah mengusahakan adanya tanggapan sebanyak-banyaknya dan sejelas-jelasnya pada kesadaran individu. Tanggapan merupakan salah satu timbal balik dari apa yang telah diberikan guru dalam proses pembelajaran, di mana siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide atau pendapat. Melalui proses belajar guru dapat melihat perkembangan peserta didiknya seiring dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh guru tersebut selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Aktivitas belajar yang efektif melibatkan seluruh kemampuan siswa dalam menggunakan inderanya. Semakin banyak indera yang digunakan, semakin banyak kegiatan pembelajaran yang diperoleh. Sebagaimana yang dikemukakan Mc Keachie dalam Semiawan (2010), ada tujuh dimensi unsur keaktifan pada diri siswa, yaitu: 1) partisipasi siswa dalam menentukan tujuan kegiatan belajar mengajar, 2) penekanan pada aspek afektif dalam pembelajaran, 3) partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran 4) penerimaan guru terhadap perbuatan dan sumbangan siswa yang kurang relevan 5) keeratan hubungan kelas sebagai kelompok 6) kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan 7) jumlah waktu yang digunakan untuk menangani masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan ataupun yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Nur (2005:16) mengemukakan aktivitas belajar siswa terdiri dua macam yaitu aktivitas positif dan aktivitas negatif.

Dalam penelitian ini, aktivitas positif siswa terdiri dari aktif membaca flashcard, aktif bermain mencocokkan kartu, berani berpresentasi, menjawab petanyaan guru, mencatat kesimpulan. Aktivitas negatif meliputi acuh tak acuh,

Page 20: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

17

mengganggu teman, dan sering minta izin keluar.

Dalam pembelajaran penerapan model make a match dengan media flashcard, indikatoriindikator di atas digunakan sebagai acuan pengamatan dan mempermudah dalam pengelolaan pembelajaran, artinya guru bisa memberi penjelasan lebih intensif pada penerapan model make a match dengan media flashcard untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa.

Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di

sekoah dasar (SD) merupakan salah satu mata pelajaran yang tercantum di dalam standar isi pada Kurikulum 2006. Dijelaskan bahwa mata pelajaran IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Mata Pelajaran IPA di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 2) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, 3) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, 4) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, 5) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek, makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan, benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas, energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Model Pembelajaran Model Make a Match dengan Media Flashcard

Menurut Seels and Richey (1994), metode pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi dan mengurutkan peristiwa atau langkah-langkah dalam sebuah pembelajaran. Snelbecker (1982) mengemukakan metode pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk melaksanakan suatu proses pembelajan dengan memahami perbedaan karakteristik dan kemampuan siswa, sehingga diharapkan guru dapat membantu kesulitan belajar siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Mubbin Syah (1995), metode pembelajaran adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Semakin baik metode pembelajaran maka semakin efektif pula pencapaian tujuan. Menurut Dahar (1996), metode pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan dan cara pengorganisasian materi pelajaran, peralatan, dan bahan serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan komunikasi dengan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran.

Model make a match, sebagaimana dikembangkan oleh Lorna Curran (dalam Huda, 2011), berarti mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana menyenangkan. Model make a match

Page 21: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

18

bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran di tingkatan kelas.

Pada pembelajaran dengan model make a match dengan media flashcard, siswa ditugaskan untuk menemukan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Hal tersebut menimbulkan rasa ingin tahu siswa tentang penyelesaian dari permasalahan dalam kartunya sehingga dapat segera mencocokkan kartu yang dimilikinya. Rasa ingin tahu merupakan daya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Adanya interaksi dengan siswa lain dapat mendorong motivasi belajar siswa sehingga mampu berbagi pengetahuan belajar dengan yang lain. Permainan merupakan proses yang sangat menarik bagi siswa. Suasana yang sangat menarik itu menyebabkan proses belajar menjadi bermakna secara afektif atau emosional bagi siswa. Sesuatu yang bermakna akan mudah untuk diingat, dipahami dan dihargai. Adanya suasana persaingan akan menimbulkan upaya belajar yang sungguh-sungguh sehingga meningkatkan motivasi belajar.

Flashcard adalah media pembelajaran berbentuk kartu bergambar ukurannya seukuran postcard atau sekitar 25X30 cm2. Kelebihan media flashcard antara lain adalah (1) mudah dibawa ke mana-mana karena ukurannya seukuran postcard, (2) praktis dalam membuat dan menggunakannya sehingga kapanpun anak didik bisa belajar dengan baik menggunakan media ini, (3) mudah diingat karena kartu ini sangat menarik, berisi huruf atau angka, simpel, merangsang otak lebih lama mengingat pesan pada kartu, (4) sangat menyenangkan digunakan sebagai media pembelajaran dalam bentuk permainan (Indriana, 2011).

METODOLOGI PENELITIAN

Subjek penelitian yang digunakan adalah di kelas III SD Negeri 06 Sungi Pinang. tahun pelajaran 2013/2014 semester genap subjek tersebut dipih mempertimbangkan bahwa Aktivitas belajar IPA siswa kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang masih rendah

Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian,

adalah observasi langsung. Artinya kegiatan pengamatan langsung dilakukan di tempat lokasi subjek yang diteliti yaitu kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang pada tahun pelajaran 2013/2014. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam peneliltian ini adalah instrumen lembar observasi terhadap aktivitas belajar siswa.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan refleksi, dengan cara membandingkan hasil observsi aktivitas siswa pada kondisi awal (prasiklus), siklus pertama, dan siklus kedua menggunakan rumus teknik proporsi (Sudjana, 2010) berupa persentase aktivitas rata rata belajar siswa. A = [Z/N] x 100% A = persentase aktivitas rata-rata belajar

siswa Z = jumlah siswa yang aktif N = jumlah total siswa

Kriteria aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut.

0 s.d. 25 Sangat kurang aktif 26 s.d. 50 Kurang aktif 51 s.d. 75 Cukup aktif

76 s.d. 100 Sangat aktif Metode yang digunakan pada

penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas. Banyaknya tindakan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan hasil tindakan dan refleksi tindakan. HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan kegiatan selama 2 siklus di mana di setiap siklus dilakukan observasi terhadap aktivitas dan diperoleh data hasil aktivitas positif dan negatif siswa pada prasiklus, siklus I, dan siklus 2 seperti pada tabel berikut ini.

Aktivitas Siswa

Prasiklus (%)

Siklus 1 (%)

Siklus 2 (%)

Positif

1 40 59 89,6

2 50 54,6 91

3 27 37,6 71

4 20 21,6 53,5

5 19 57,3 93,7

Page 22: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

19

Rata-rata

31,2 46 79,7

Negatif

1 58 40,4 5,3

2 22 18 0

3 13 10 0

Rata-rata

31 23 1,7

Keterangan: Aktivitas positif meliputi: 1. Aktif membaca flashcard 2. Aktif bermain mencocokkan kartu 3. Berani berpresentasi 4. Menjawab pertanyaan guru 5. Mencatat kesimpulan

Aktivitas negatif meliputi: 1. Acuh tak acuh 2. Mengganggu teman 3. Sering minta izin keluar

Berdasarkan data di atas telah terjadi peningkatan aktivitas belajar IPA siswa dari prasiklus ke siklus 1. Walaupun belum begitu besar, aktivitas positif membaca membaca flashcard mengalami peningkatan 19%, aktivitas positif aktif aktif bermain flashcard mengalami peningkatan 4,6%, aktivitas positif aktif bermain flashcard mengalami peningkatan 10,6%, aktivitas positif menjawab pertanyaan guru pada mengalami peningkatan 1,6%, aktivitas positif mencatat kesimpulan mengalami peningkatan 38,3%. Dengan demikian, telah terjadi peningkatan aktivitas positif siswa pada semua indikator rata-rata sebesar 14,8% dan telah terjadi penurunan aktivitas negatif siswa acuh tak acuh sebesar 4% sedangkan sikap mengganggu teman mengalami penurunan sebesar 4% sementara itu sikap sering minta izin keluar saat belajar mengalami penurunan sebesar 3% secara keseluruhan aktifitas negatif siswa menurun rata rata 8%.

Selanjutnya dari siklus 1 ke siklus 2 untuk aktivitas positif belajar IPA siswa telah terjadi peningkatan aktivitas positif. Peningkatan aktivitas siswa itu terjadi pada aspek aktif membaca flashcard mengalami peningkatan sebesar 30,6%, aktivitas positif aktif bermain flashcard mengalami peningkatan 36,4%, aktivitas positif aktif bermain flashcard mengalami peningkatan 33,4%, aktivitas positif menjawab pertanyaan guru pada

mengalami peningkatan sebesar 31,6%, aktivitas positif mencatat kesimpulan mengalami peningkatan sebesar 36,4%, telah terjadi peningkatan aktivitas positif siswa pada semua indikator rata-rata sebesar 33,7%. dan telah terjadi penurunan aktivitas negatif acuh tak acuh siswa sebesar 35,1% sedangkan sikap mengganggu teman mengalami penurunan sebesar 18 % semantara itu sikap sering minta izin keluar saat belajar mengalami penurunan sebesar 10% secara keseluruhan Aktifitas negatif siswa menurun rata rata sebesar 21,3%.

Terjadinya peningkatan aktivitas positif dan penurunan aktivitas negatif di setiap aspek pada setiap siklus dikarenakan pembelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang menggunakan pembelajaran menggunakan model make a match dengan media flashcard. Melalui penerapaan model pembelajaran kooperatif make a match dengan media flashcard, siswa mengawali belajar dengan aktif mencari dan membentuk pasangan. Selanjutnya, secara berpasangan aktivitas siswa ini berkembang dalam banyak aspek, mulai dari membaca flashcard hingga mencatat kesimpulan. Pada sisi sebaliknya, aktivitas negatif siswa yang selama ini suka acuh tak acuh, mengganggu teman, dan sering minta izin keluar, melalui belajar secara berpasangan dengan media flashcard ini menjadi menurun.

Dari uraian di atas dapat digambarkan grafik persentase aktivitas siswa belajar IPA siswa kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang dari siklus 1 ke siklus 2 serta peningkatannya.

Page 23: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

20

PEMBAHASAN

Dari data hasil penelitian ditemukan bahwa model pembelajaran make a match dengan media flashcard dapat meningkatkan aktivitas dan daya serap belajar siswa kelas III SD Negeri 06 Sungai Pinang. Peningkatan aktivitas positif belajar siswa terjadi di semua indikator yang diiringi dengan penurunan aktivitas negatif siswa di semua indikator. Peningkatan aktivitas positif dan penurunan aktivitas negatif siswa di semua indikator terjadi di setiap siklus merupakan dampak dari pembelajaran menggunakan model model make a match dengan media flashcard. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nur (2005) yang mengatakan proses pembelajaran model make a match dengan media flashcard yang digunakan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam hal ini siswa aktif membaca, bermain, berpresentasi, menjawab pertanyaan guru, serta aktif mencatat kesimpulan hasil pembelajaran.

Peningkatan aktivitas belajar siswa menyebabkan pembelajaran menjadi lebih efektif dan kreatif. Hal ini juga diikuti dengan meningkatnya daya serap hasil belajar siswa. Dengann demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan model make a match dapat membangkitkan aktivitas dan daya serap belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. Hal ini jika dicermati disebabkan adanya unsur

permainan. Unsur permainan ini ternyata dapat turut meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari, sehingga efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi, melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. Hal tersebut senada dengan apa yang dikemukakan Mc Keachie dalam Semiawan (2002), yang mengatakan aktivitas belajar yang efektif melibatkan seluruh kemampuan siswa dalam menggunakan indranya. Semakin banyak indra yang digunakan, semakin banyak kegiatan pembelajaran yang diperoleh siswa dan semakin banyak pula peningkatan aktivitas belajar yang dialami siswa dan semangkin meningkat pula daya serap hasil belajar siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari berbagai data yang telah dibahas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Bahwa model pembelajaran make a match dengan media flashcard dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa kelas III A SD Negeri 06sungai Pinang. Peningkatan aktivitas belajar siswa diikuti pula oleh meningkatnya daya serap hasil belajar siswa.

Berikut dikemukakan beberapa saran untuk para guru atau peneliti. 1. Model make a match dengan media

flashcard cukup efektif untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 5 Sungai Pinang. Selanjutnya harapan penulis, anggota KKG SD Kelas 5 Kecamatan Sungai Pinang mau menerapkan model make a match dengan media flashcard dalam Pembelajaran IPA.

2. Penelitian ini hanya terbatas pada variabel bebas model make a match dengan media flashcard dalam pembelajaran IPA dengan lokasi penelitian di SD Negeri 5 Sungai Pinang. Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan dan kelemahan. Diharapkan ada peneliti lain yang mau mengadakan penelitian serupa dengan jumlah subjek yang lebih besar, pada mata pelajaran, dan kelas yang berbeda.

-40

-20

0

20

40

60

80

100

Akt

ivit

as P

osi

tif

Akt

if M

emb

aca

Flas

hce

rd

Akt

if B

erm

ain

Fla

shce

rd

Be

ran

i Ber

pre

sen

tasi

Me

nja

wab

Per

tan

yaan

Me

nca

tat

Kes

imp

ula

n

Akt

ivit

as N

egat

if

Acu

h T

ak A

cuh

Me

ngg

angg

u T

em

an

Seri

ng

Min

ta Iz

in

Siklus I Siklus II Peningkatan

Page 24: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

21

DAFTAR PUSTAKA Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-teori

Belajar. Jakarta: Ditjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.

Huda. 2011. Cooperative Learning

Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Indriana. 2011. Penerapan Pendekatan

Pembelajaran Make a Match pada Pembelajaran. Bandung: Tarsito.

Mubbinsyah. 1995. Model dan Media

Pembelajaran. Bandung Tarsito. Nur, Muhammad. 2005. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya: Unessa Pers. Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna

Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Seels and Richey. 1994. Psychology

Applied to Teaching. New York: Houghton Mifflin.

Semiawan, Conny. 2002. Memupuk Bakat

dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Snelbecker. 1982. Teaching and Learning Primary in Science. London: Harper and Row Ltd.

Sudjana, Nana. 2010. Metoda Statistika.

Bandung: PT Tarsito.

Page 25: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

22

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 5 INDRALAYA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

DENGAN METODE TUTOR SEBAYA

Oleh: Ernely Guru SD Negeri 5 Indralaya Kabupaten Ogan Ilir

Abstrak. Tujuan penelitian tindakan kelas di Kelas V SD Negeri 5 Indralaya ini adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA melalui model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya. Penelitian tindakan ini dilaksanakan pada semester genap tahun 2014/2015, dengan subjek penelitian siswa kelas V SD Negeri 5 Indralaya. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan selama dua siklus. Setiap siklus terdiri dua kali pertemuan, dan setiap pertemuan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya. Alat pengumpul data yang digunakan berupa lembar observasi aktivitas belajar siswa yang diisi oleh observer di setiap pertemuan, dan alat tes berupa uraian yang diberikan kepada siswa di akhir setiap siklus. Hasil penelitian menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan aktivitas belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 5 Indralaya secara signifikan baik sikap positif maupun sikap negatif dari prasiklus ke siklus pertama maupun dari siklus pertama ke siklus kedua. Peningkatan aktivitas belajar IPA siswa dari prasiklus ke siklus pertama dan dari siklus pertama ke siklus kedua merupakan dampak dari pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya. Kata Kunci: aktivitas belajar IPA, metode tutor sebaya, model pembelajaran kooperatif.

PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan pembelajaran IPA di SD memerlukan kretivitas baik guru mapun siswa yang dilakukan secara bijaksana

agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Penerapan pembelajaran IPA di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan kreativitas sswa dalam berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu,

Page 26: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

23

pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Selama ini mata pelajaran IPA yang seharusnya diajarkan dengan berbagai metode dan pendekatan yang mengacu kepada pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan diajarkan oleh guru dengan metode konvensional seperti tanya jawab ceramah dan latihan soal sehingga aktivitas, kreativitas, dan motivasi siswa untuk belajar rendah. Proses pembelajaran yang seharusnya dilakukan dengan pemberian pengalaman nyata kepada siswa hampir tidak pernah terjadi, sehingga pelajaran dirasakan oleh siswa sebagai suatu hal yang jauh dari lingkungan keseharian mereka. Kegiatan belajar mengajar masih statis, yaitu masih didominasi oleh guru (teacher-centered). Kondisi proses pembelajaran yang demikian menyebabkan kurang terciptanya suasana yang menyenangkan bagi siswa untuk belajar sehingga aktivitas belajar siswa rendah diikuti dengan rendahnya hasil belajar siswa.

Salah satu model dan metode pembelajaran yang diperkirakan mampu mengaktifkan siswa dalam belajar sehingga pembelajaran menjadi kreatif dan menyenangkan adalah model pembelajaran koperatif dengan metode tutor sebaya. Pada penerapan model pembelajaran koperatif dengan metode tutor sebaya, setiap siswa dituntut untuk bekerja dalam kelompok sehingga seluruh siswa dapat bekerja dan belajar secara aktif. Keaktifan seluruh anggota kelompok merupakan kunci keberhasilan pembelajaran menggunakan metode tutor sebaya, sehingga pembelajaran menjadi kreatif dan menyenangkan yang diikuti dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa

Rumasan masalah pada penelitian ini adalah ‖Apakah model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 5 Indralaya?‖

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri 5 Indralaya Kabupaten Ogan Ilir

melalui model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya. KAJIAN PUSTAKA 1. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar yang efektif melibatkan seluruh kemampuan siswa dalam menggunakan inderanya. Semakin banyak indera yang digunakan, semakin banyak kegiatan pembelajaran yang diperoleh. Sebagaimana yang dikemukakan Mc Keachie dalam Semiawan (2010), ada tujuh dimensi unsur keaktifan pada diri siswa 1) Partisipasi siswa dalam menentukan tujuan kegiatan belajar mengajar, 2) Penekanan pada aspek afektif dalam pembelajaran, 3) Partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, 4) Penerimaan guru terhadap perbuatan dan sumbangan siswa yang kurang relevan, 5) Keeratan hubungan kelas sebagai kelompok, 6) Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan, dan 7) Jumlah waktu yang digunakan untuk menangani masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan ataupun yang tidak berhubungan dengan pelajaran, selanjutnya Nur (2005:16), mengemukakan aktivitas belajar siswa terdiri dua macam, yaitu aktivitas positif dan aktivitas negatif.

Aktivitas positif siswa terdiri dari:

membaca lembar kerja

melakukan kerja sesuai lembar kerja

mengemukakan pendapat

aktif berdisusi dalam kelompok

menanggapi pendapat orang lain

bertanya pada tutor

menjawab pertanyaan tutor

mencatat kesimpulan

Aktivitas negatif siswa terdiri dari:

acuh tak acuh

mengganggu teman

sering minta izin

tidak menggunakan buku sumber

tidak mengajukan pertanyaan

datang terlambat

Dalam pembelajaran dengan metode tutor sebaya, indikator-indikator di atas

Page 27: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

24

digunakan sebagai acuan pengamatan dalam pengelolaan pembelajaran, 2. Ruang lingkup Pembelajaran IPA di

Sekolah Dasar Pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) di Sekolah Dasar merupakan salah satu mata pelajaran yang tercantum di dalam standar isi Kurikulum 2006. Bahwa mata pelajaran IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Mata Pelajaran IPA di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek: makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan, benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas, energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa sebagai anggota kelompok saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Nur (2005) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya menguasai materi pembelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain.

Unsur-unsur pembelajaran kooperatif lebih lanjut dikemukakan Lie (2010) sebagai unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah siswa dalam kelompok haruslah beranggapan sehidup sepenanggungan, bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik sendiri, memiliki tujuan yang sama, membagi tugas dan tanggung jawab yang sama, berbagi penghargaan dan berbagi kepemimpinan serta berbagi keterampilan untuk belajar

Lebih lanjut Nur (2005) menyatakan ada 6 fase utama dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajan kooperatif. Keenam fase itu diuraikan sebagai berikut. Fase-1 Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase-2 Menyajikan Informasi Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Page 28: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

25

Guru menjelaskan membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang meteri yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase-6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Dalam proses interaksi ini antara siswa dan guru dibutuhkan komponen-komponen diantaranya ada tujuan yang hendak dicapai, ada bahan yang menjadi isi pembelajaran, ada interaksi antara siswa dengan siswa dan interaksi siswa dengan dengan guru, ada siswa yang mengalamibelajar, ada guru yang membimbing, ada metode untuk mencapai tujuan, ada situasi pembelajaran yang aktif, efektif dan menyenangkan dan ada penilaian hasil interaksi. Dengan demikian dalam pembelajaan kooperatif terjadi saling ketergantungan yang positif antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru dengan siswa sebagai pusat sumber belajar.

4. Model Pembelajaran Kooperatif

dengan Metode Tutor Sebaya

Model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya menuntut siswa untuk kreatif dan aktif. Tutor sebaya dikenal sebagai pembelajaran teman sebaya atau antarsiswa. Hal ini terjadi ketika siswa yang lebih mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri kemudian membantu siswa lain yang kurang mampu. Tutor sebaya merupakan siswa-siswa pilihan karena kecepatan belajarnya dan/atau kemampuannya pada

mata pelajaran tertentu melebihi rata-rata kecepatan belajar dan/atau kemampuan siswa lainnya.

Penggunaan tutor sebaya merupakan salah satu metode pembelajaran untuk membantu memenuhi kebutuhan siswa, sedangkan model pembelajaran kooperatif bertujuan membantu siswa untuk saling menghargai dan mengerti melalui kerja sama. Tutor sebaya yang berperan sebagai ‖pakar‖ di antara teman-temannya akan merasa bangga atas perannya dan juga belajar dari pengalamannya. Peran tutor sebaya menjadi lebih bermakna ketika siswa belajar mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang lebih akrab.

Lebih lanjut, Karaeng (2006) mengemukakan tutor sebaya dipilih dengan mempertimbangkan bahwa seorang siswa biasanya jauh lebih mudah berkomunikasi dan akan lebih terbuka dengan rekan sebayanya daripada dengan gurunya.

Untuk mendapatkan calon tutor sebaya, guru dapat terus memantau dan memberi sejumlah tes kepada siswa menyangkut mata pelajaran yang dikuasainya. Apabila dianggap bahwa siswa benar-benar kompeten, pihak sekolah atau guru akan mengumumkan pada siswa lainnya dan sekaligus menetapkan dia sebagai tutor sebaya.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode tutor sebaya menurut Nur (2005) adalah sebagai berikut. 1. Guru memilih siswa sebanyak

kelompok yang direncanakan dan disebut ―pakar‖, siswa yang tidak terpilih disebut ―awam‖.

2. Guru melatih dan memberikan pendalaman materi pelajaran pada tutor; dipastikan betul bahwa pakar menguasai materi yang akan disampaikan pada awam.

3. Guru bersama pakar menentukan keterampilan apa yang akan dilaksanakan pada saat tutorial.

4. Guru bersama pakar merencanakan kapan dilaksanakan tutorial, apa bahan ajarnya, kapan waktunya, dan sebagainya.

Page 29: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

26

5. Guru mengamati pakar dan awam dalam roses pembelajaran baik motivasi, aktivitas dalam menggali pengetahuan dan evaluasi yang dilakukan mencakup kognitif, afektif, dan psikmotor.

METODOLOGI PENELITIAN

Subjek penelitian ini adalah di kelas V SD Negeri 5 Indralaya pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Subjek penelitian tersebut dipilih dengan mempertimbangkan bahwa tingkat aktivitas belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 5 Indralaya masih rendah.

Metode atau teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian, adalah observasi langsung. Observasi langsung artinya kegiatan pengamatan langsung dilakukan di tempat lokasi subjek yang diteliti, yaitu kelas V SD Negeri 5 Indralaya pada tahun pelajaran 2014/2015. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam peneliltian ini adalah instrument aktivitas belajar siswa.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan refleksi, dengan cara membandingkan hasil observsi aktivitas siswa pada kondisi awal (Prasiklus), siklus pertama, dan siklus kedua menggunakan rumus teknik proporsi (Sudjana, 2010) berupa persentase aktivitas rata rata belajar siswa.

A = [Z/N] x 100% A = Persentase aktivitas rata-rata

belajar siswa Z = Jumlah siswa yang aktif N = Jumlah total siswa Metode yang digunakan pada

penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas. Tindakan dilakukan selama dua siklus. Tiap siklus terdiri dari tahap-tahap kegiatan, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan hasil tindakan, dan refleksi tindakan.

HASIL PENELITIAN

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan mengoptimalkan peran tutor sebaya. Para siswa yang menjadi ―pakar‖ selama

pelaksanan tindakan tampak berperan aktif dalam kelompok-kelompok mereka. Siswa yang menjadi ―awam‖ juga aktif belajar dalam kelompok mereka. Namun demikian, keaktifan siswa ini beragam; ada siswa yang sangat aktif melakukan aktivitas-aktivitas positif, ada juga yang tidak begitu aktif. Pada sisi lain, aktivitas negative siswa secara umum mengalami penurunan dari waktu ke waktu selama mereka belajar.

Setelah dilakukan kegiatan selama 2 siklus di mana pada setiap siklus dilakukan observasi terhadap aktivitas dan diperoleh data hasil aktivitas positif dan negatif siswa. Persentase aktivitas positif dan negatif siswa pada pra siklus , siklus I dan siklus 2 disajikan pada tabel berikut.

Aktivitas Siswa

Prasiklus (%)

Siklus 1 (%)

Siklus 2 (%)

AP1 45 54 90

AP2 20 26,7 56,5

AP3 26 35 81,7

AP4 21 27,5 50,8

AP5 18 20 59,2

AP6 48 55 93,3

Rata-rata 11,3 36,4 71,9

AN1 59 41,7 6,7

AN2 20 13,3 0

AN3 12 8,3 0

Rata-rata 30,3 21,1 2,2

Keterangan: Aktivitas positif (AP): AP1 Membaca LKS AP2 Aktif berdiskusi AP3 Bertanya pada pakar AP4 Menjawab pertanyaan pakar AP5 Menanggapi pendapat teman AP6 Mencatat kesimpulan Aktivitas negatiF (AN): AN1 Acuh tak acuh AN2 Mengganggu teman AN3 Sering minta izin keluar

Berdasarkan data di atas telah terjadi peningkatan aktivitas belajar IPA siswa dari prasiklus ke siklus 1. Walaupun belum begitu besar aktivitas positif membaca LKS mengalami peningkatan 5%, aktivitas positif aktif berdiskusi mengalami peningkatan 6,7%, aktivitas positif

Page 30: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

27

bertanya pada pakar mengalami peningkatan 9%, aktivitas positif menjawab pertanyaan pakar pada mengalami peningkatan 6,5%, aktivitas positif menanggapi pendapat teman mengalami peningkatan 2%, aktivitas positif mencatat mengalami peningkatan 7%. Dengan demikian, tampak bahwa telah terjadi peningkatan aktivitas positif siswa pada semua indikator rata-rata sebesar 35,5%. Pada sisi lain, telah terjadi penurunan aktivitas negatif siswa sebesar 17,3%. Hal ini ditunjukkan dengan sikap mengganggu teman mengalami penurunan sebesar 6,7% sementara itu sikap sering minta izin keluar saat belajar mengalami penurunan sebesar 3,7%; secara keseluruhan aktivitas negatif siswa menurun rata-rata 9,2%.

Selanjutnya dari siklus 1 ke siklus 2 untuk aktivitas positif belajar IPA siswa telah terjadi peningkatan. Aktivitas positif membaca LKS siswa mengalami peningkatan 5%, aktivitas positif aktif berdiskusi mengalami peningkatan 29,9%, aktivitas positif bertanya pada pakar mengalami peningkatan 46,7%, aktivitas positif menjawab pertanyaan pakar pada mengalami peningkatan 23,3%, aktivitas positif menanggapi pendapat teman mengalami peningkatan 30,9%, aktivitas positif mencatat mengalami peningkatan 38,3%, telah terjadi peningkatan aktivitas positif siswa pada semua indikator rata-rata sebesar 35,5%. dan telah terjadi penurunan aktivitas negatif siswa sebesar 3,5% sedangkan sikap mengganggu teman mengalami penurunan sebesar 13,3% semantara itu sikap sering minta izin keluar saat belajar mengalami penurunan sebesar 8,3% secara keseluruhan aktivitas negatif siswa menurun rata rata 2,2%.

Dari uraian di atas dapat digambarkan grafik persentase aktivitas siswa belajar IPA dari Siklus 1 ke siklus 2 serta Peningkatannya sebagai berikut.

Terjadinya peningkatan aktivitas

positif dan penurunan aktivitas negatif di setiap aspek tampaknya dikarenakan pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya. Melalui tutor sebaya, para siswa lainnya dapat dipengaruhi aktivitas belajarnya sehingga makin lama makin meningkat. Mereka tampak lebih bergairah dalam belajar karena ada teman mereka yang menjadi tutor untuk membantu proses belajar. Di samping itu, belajar secara bersama secara kooperatif memberikan dampak berupa meningkatnya interaksi antarsiswa. Selama ini, interaksi antarsiswa belum begitu berkembang ketika mereka belajar secara sendiri-sendiri. Interaksi ini juga makin baik manakala dalam kelompok mereka ada tutor sebaya yang membantu mereka dalam belajar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya dapat meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 5 Indralaya.

Beberapa saran dikemukakan sebagai berikut. 1) Model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya cukup efektif untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 5

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Mem

baca L

KS

Be

rtan

ya p

ada

paka

r

Men

an

gga

pai…

Acuh t

ak a

cuh

Se

ring

in

ta izin

Siklus I

Siklus II

Page 31: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

28

Indralaya. Selanjutnya harapan penulis, anggota KKG guru SD kelas 5 kecamatan Indralaya mau menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Tutor Sebaya dalam Pembelajaran IPA, dan 2) Penelitian ini hanya terbatas pada variabel bebas model pembelajaran kooperatif dengan metode tutor sebaya dalam pembelajaran IPA dengan lokasi penelitian di SD Negeri 5 Indralaya. Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan dan kelemahan. Diharapkan ada peneliti lain yang mau mengadakan penelitian serupa dengan jumlah subjek penelitian yang lebih besar, pada mata pelajaran, dan kelas yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2006. Standar Isi. Jakarta:

Depdiknas. Hendarto, 2001. Model Pengajaran dan

Strategi Bealajar IPA. Jakarta: Rineka Cipta.

Indrawati, 2004. Model-Model

Pembelajaran. Bandung: PPPG IPA.

Karaeng, 2006. Model dan Metode

Pembelajaran yang Menyenangkan Unggul, tersedia dalam www.pelangi pendidikan.

Lie, Anita, 2010. Pembelajaran Kooperatif.

Surabaya: Usaha Kita. Nur, Muhammad, 2005. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya: Unessa Press.

Semiawan, Conny. 2000. Pendekatan

Keterampilan Proses. Jakarta. Gramedia.

Setyobo, Gugus, 2006. Peningkatan

Aktivitas Siswa Belajar Fisika Melalui Model Pembelajaran Berbasis Permasalahan. Makalah. Tidak dipublikasikan.

Sudibyo, Elok. 2001. Model-Model

Pembelajaran Sains. Surabaya: Unessa Press.

Page 32: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

29

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI 12 TANJUNG BATU DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

Oleh: Nonsi Guru SD Negeri 12 Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir

Abstrak. Telah dilakukan penelitian tindakan kelas di Kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu, dengan tujuan meningkatkan hasil belajar Matematika Melalui Pendekatan CTL, pembelajaran matematika yang seharusnya diajarkan berbagai pendekatan dan metode dengan Matematika selama ini pembelajan Matematika di Kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu, diajarkan dengan pendekatan konvensional,dengan metode cerama , tanya jawab, dan latihan soal hal tersebut menyebabkan pembelajaran membosankan siswa kurang aktiv belajar yang diikuti dengan rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika Kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu, Penelitianini dilaksanakan pada semester genap tahun 2014/2015, dengan sampel siswa Kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu dengan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian inimerupakan penelitian tindakan yang dilaksanakan selama dua siklus setiap siklus diadakan Dua kali pertemuan. Setiap kali pertemuan proses pembelajaran menggunakan Pendekatan CTL. dengan alat pengumpul data berupa lembar observasi yang diisi oleh observer, dan Alat tes berpa soal pilihan ganda yang diberikan kepada siswa disetiap ahir siklus dengan langkah-langkah perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi untuk setiap siklus. Hasil penelitian menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu secara signifikan dari prasiklus ke siklus pertama maupun dari siklus pertama ke siklus kedua. Peningkatan Hasil belajar Matematika siswa dari prasiklus ke siklus pertama dan dari siklus pertama ke siklus kedua merupakan dampak dari pembelajaran menggunakan pendekatan CTL. Kata Kunci: hasil belajar matematika, pendekatan CTL..

PENDAHULUAN

Matematika adalah salah satu unsur yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia. Matematika dibutuhkan oleh siapa pun dan dimana pun. Matematika merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan pengembangan melalui penalaran deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan contoh sistem itu yang pada akhirnya telah

digunakan untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari (Muslim, 2010).

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam memahami materi pelajaran menurut Zulkardi (2005:2), keberhasilan siswa belajar Matematika diantaranya terkait dengan kurikulum, media pembelajaran yang digunakan, serta metode atau strategi

Page 33: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

30

pembelajaran yang digunakan guru. Karena itu, dalam pembelajaran matematika guru diharapkan dan mau menggunakan model dan pendekatan pembelajaran yang lebih bervariasi yang dapat membangkitkan daya kreativitas dan Motivasi untuk belajar secara mandiri. Guru dalam menggunakan metode dan pendekatan pembelajaran matematika hendaknya dapat menerapkan metode dan pendakatan yang dapat menciptakan pembelajaran yang aktif kreatif dan menyenangkan sehingga Matematika yang selama ini dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan dan menakutkan berubah menjadi sesuatu yang menyenangkan dan mengasyikkan.

Pengajaran di Sekolah Dasar (SD), terutama pelajaran Matematika diarahkan agar siswa memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki sikap menghargai, selama ini pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru, urutan penyajian bahan dimulai dari abstrak ke konkret, yang bertentangan dengan perkembangan kognitif siswa dan kurang memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Menyadari kenyataan ini dan berdasarkan hasil ulangan harian siswa pada semester 1 tahun pembelajaran 2014/2015 dengan nilai rata-rata hanya 5,6 yang menurut analisis penulis salah satu penyebabnya adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru didak bervariasi hanya menggunakan pendekatan konvensional dengan metode cerama dan Tanya jawab yang dilanjutka dengan mengerjakan tugas berupa latihan soal

Pembelajaran Matematika pada dasarnya dituntut melibatkan siswa untuk aktif, kreatif, dan kritis dalam menyelesaikan masalah dan dapat menjadikan siswa mengalami sendiri serta dapat mengkaitkan materi yang ada dengan kehidupan nyata yang dialaminya dengan demikian harapkan siswa dapat menemukan sendiri masalah yang dihadapinya melalui kerjasama dalam kelompok belajarnya dapat dicapai .

Pembelajaran seperti itu sejalan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual, karena inti dari pembelajaran

dengan pendekatan kontektual berpusat pada siswa, siswa diajak untuk aktif dalam pembelajaran, bekerja menemukan konsep sendiri (belajar melalui ‗mengalami‘ bukan ‗menghapal‘), materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata, dan siswa lebih banyak berinteraksi satu sama lain, dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan bermakna bagi siswa.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin memperbaiki pembelajaran yang dilakukan selama ini dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) dengan pertimbangan bahwa pendekatan ini dapat menjadikan pemelajaran yang aktif kreatif efektif dan menyenangkan yang pada ahirnya nanti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul ―Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu dengan Mengunakan Pendekatan CTL‖.

Berdasarkan uraian pada latar belang di atas, maka rumasan masalah pada penelitian ini adalah ‖Apakah pendekatan kontektual (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu?‖

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar pada pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu Kabupaten Ogan ilir. melalui Pendekatan Kontektual (CTL).

KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam pembelajaran formal, nonformal maupun dalam kehidupan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan pelayanan bagi ilmu-ilmu yang lain seperti fisika, kimia, biologi, astronomi farmasi maupun bagi matematika itu sendiri

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di

Page 34: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

31

bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, termasuk standar isi untuk mata pelajaran matematika di SD, menggariskan bahwa mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.

Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, pembelajaran Matematika di sekolah dasar bertujuan untuk: a. Memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efesien dan tepat dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memecahkan masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang di peroleh

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Hasil Belajar Untuk memperoleh hasil belajar

tidaklah mudah, karena hasil belajar didapat melalui proses yang panjang dan menggunakan serangkaian proses penilaian untuk mengukur tingkat keberhasilan.

Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Selanjutnya Dimyati (2006: 200) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar. Untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran diperlukan suatu alat ukur. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar disebut tes.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui proses panjang dalam pembelajaran. dalam hal ini siswa diberi tes awal untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kemudian siswa diberikan tes akhir/posttest sebagai pembanding dari tes awal/pretest.untuk mengetaui peningkatan hasil belajarnya

Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)

Pendekatan Pembelajaran Kontektual

(Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama

Page 35: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

32

pembelajaran efektif, yaitu: konstruktivisme (contruvtivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment)” (Depdiknas, 2002:5).

Menurut Sanjaya (2008:255) ―CTL (Contektual teaching and learning ) adalah suatu stategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka

Proses Belajar dengan Pendekatan Kontektual

Menurut Sanjaya (2008), proses belajar menggunakan pendekatan kontektual: a. Belajar tidak hanya menghafal, akan

tetapi mengalami dan harus mengkontruksikan pengetahuan.

b. Ilmu pengetahuan merupakan fakta-fakta atau proprosi yang integral, dan sekaligus dapat dijadikan keterampilan yang dapat diaplikasikan.

c. Peserta didik memiliki sikap yang berbeda dalam menghadapi situasi baru dan dibiasakan belajar menemukan sesuatu bagi memecahkan masalah dalam kehidupannya.

d. Belajar secara kontinu membangun struktur otak sejalan dengan perkembangan dan keterampilan yang terima.

Komponen Pendekatan Kontekstual

Komponen-komponen yang ada di dalam pendekatan kontekstual menurut Fatmawati (2004) adalah sebagai berikut.

1. KonstruktVisme (Constructivism)

Konstruktivisme (contructtivism) merupakan landasan berfikir (filosofis) pendekatan kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.

Depdiknas dalam Fatmawati (2004:7) mengemukakan bahwa pada umumnya filosofi ini sudah diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari yaitu kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide dan sebagainya‖. Begitupun dalam pembelajaran matematika, seperti kerja kelompok, mendemonstrasikan, dalam mengungkapkan keingintahuannya.

2. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti

dari kegiatan pembelajaran berbasis pendekatan kontekstual. Inkuiri diawali dengan kegiatan pengamatan dalam rangka untuk memahami suatu konsep. Menurut Wintarti dalam Fatmawati (2004:7), berbagai topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri.

Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melaui beberapa langkah, yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan, dan membuat kesimpulan.

3. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya. Hampir pada semua aktVitas belajar, questioning dapat diterapkan : antara siswa dengan orang lain yang didatangkan di kelas, dan sebagainya. Aktivitas bertanya biasa terjadi ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya.

. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain, hasil belajar diperoleh dari 'sharing' antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu dan yang belum tahu (Depdiknas, 2002: 15)

Praktek dalam pembelajaran matematika dapat berlangsung dalam

Page 36: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

33

kelompok kerja siswa, Antar kelompok dapat sharing misalnya dalam masalah menentukan sifat-sifat bangun datar. Tentunya masing-masing kelompok akan memperoleh dengan cara yang berbeda.

5. Permodelan (Modelling)

Maksud permodelan dalam pendekatan kontekstual adalah dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru berupa kotak sepatu yang menyerupai bangun ruang balok, atau bisa berupa balok yang terbuat dari kertas karton dimana siswa dapat dicontohkan dalam menentukan jaring-jaring balok dari karton tersebut. Di sini guru bukan satu-satunya model, model bisa dirancang dengan melibatkan siswa, mendatangkan orang dari luar dan sebagainya.‘

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktVitas atau pengetahuan yang baru diterima, kunci dari semua adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap dibenak siswa.

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)

Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Karakteristik authentic assesment: a. Dilaksanakan selama dan sesudah

proses pembelajaran berlangsung b. Bisa digunakan untuk formatif maupun

sumatif. c. Yang diukur keterampilan dan

performansi, bukan mengingat fakta. d. Berkesinambungan. e. Terintegrasi. f. Dapat digunakan sebagai feed back.

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis tindakan penelitian tindakan kelas ini adalah pendekatan kontektual (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu.

METODOLOGI PENELITIAN Setting dan Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa di kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu. Pada tahun pelajaran 2014/2015 semester genap. Subjek tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu masih rendah.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data penelitian, teknik yang digunakan adalah observasi langsung. Observasi langsung yaitu dengan kegiatan pengamatan langsung di tempat lokasi penelitian yaitu kelas V SD Negeri 12 Tanjung tentang subjek yang diteliti yaitu kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu pada tahun pelajaran 2014/2015. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam peneliltian ini adalah lembar pengamatan. Untuk mengukur hasil belajar siswa digunakan tes dengan sejumlah butir soal yang diberikan kepada siswa di setiap akhir siklus.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif yang dilanjutkan dengan refleksi. Deskriptif komparatif dengan cara membandingkan nilai tes dari kondisi awal, siklus pertama dan siklus kedua. Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas. Banyaknya tindakan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dengan tahapan setiap siklus yaitu perencanaan , pelaksanaan , pengamatan dan merefleksi. HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan kegiatan selama 2 siklus dimana di akhir setiap siklus dilakukan tes dan diperoleh data hasil tes siklus I dan siklus 2 kemudian data tersebut dibandingkan dengan hasil tes pra iklus dan diperoleh data seperti pada tabel berikut.

Page 37: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

34

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

Interval (%) Pra-

siklus

(%) Siklus

I

(%) Siklus

II

Kate-gori

86 – 100 0% 6,2% 15,6% Sangat Baik

71 – 85 3,1% 15,6% 37,5% Baik

56 – 70 0% 21,9% 46,9% Cukup

41 – 55 34,4% 25% 0% Kurang

40 62,5% 31,3% 0% Sangat Kurang

Nilai Rata-rata

32,3 52,5 75,3

Sumber: Data yang diolah

PEMBAHASAN Hasil Penelitian Prasiklus dan Siklus 1

Berdasarkan data hasil penelitian pra siklus dan siklus 1 telah terjadi perubahan hasil belajar siswa walaupun tidak begitu besar untuk kelompok nilai sangat kurang dari prasiklus ke siklus 1 terjadi penurunan sebesar 31,2% , siswa yang dikatagorikan memiliiki nilai kurang terjadi penurunan 9,4%, sedangkan siswa yang dikatagorikan memiliki nilai cukup meningkat 21,9% dan siswa yang memiliki nilai dengan kategori baik meningkat 12,5% serta siswa yang memiliki nilai sangat baik menigkat 6,2 %

Peningkatan hasil belajar disetiap kateori diikuti pula dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa dari prasiklus ke siklus 1 sebesar 19.8.

Hasil Penelitian Siklus 1 Siklus 2

Dari data hasil penelitian siklus 1 Siklus 2 telah terjadi perubahan hasil belajar siswa secara signifikan untuk kelompok nilai sangat kurang telah terjadi penurunan sebesar 31,3%, untuk kelompok siswa yang mendapat nilai kurang terjadi penurunan 25%, sedangkan kelompok siswa yang mendapat nilai baik meningkat sebesar 21,9% serta untuk kelompok siswa yang mendapat nilai sangat baik meningkat 9,4% Peningkatan hasil belajar disetiap kategori diikuti pula dengan meningkatnya nilai rata rata hasil belajar siswa dari prasiklus ke siklus 1 sebesar 21,7 angka.

Grafik Rata-rata Nilai Hasil Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

Dari nilai rata rata hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu prasiklus, siklus I dan siklus II dapat digambarkan dalam bentuk grafik

Grafik nilai rata-rata dari prasiklus, siklus I, dan siklus II disajikan sebagai berikut.

PENUTUP Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Kontektual (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu. Saran 1. Pendekatan CTL cukup efektif untuk

meningkatkan aktivitas belajar Matematika siswa kelas V SD Negeri 12 Tanjung Batu oleh karna itu harapan penulis guru SD dalam Kecamatan Tanjung Batu terutama anggota KKG guru SD kelas V gugus 1 kecamatan Tanjung Batu mau menerapkan pendekatan CTL dalam Pembelajaran matematika disekolah

2. Penelitian ini hanya terbatas pada variabel bebas Pendekatan CTL dalam pembelajaran Matematika dengan lokasi penelitian di SD Negeri 12 Tanjung Batu penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan dan kelemahan. oleh karna itu diharapkan ada peneliti lain yang mau mengadakan penelitian serupa dengan jumlah sampel yang lebih besar, pada mata pelajaran, dan kelas yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian

Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.

Page 38: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

35

Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Laerning (CTL)). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Fatmawati. 2004. Penerapan

Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Kontekstual Model Pembelajaran Kooperatif Subpokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran di Kelas II SLTPN 2 Tanjung Raja.

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No. 22. 2006. Tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya Wina, 2008. Strategi

Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sudjana, N. 2010. Metode Statistika.

Bandung: Tarsito. Zulkardi, 2005. Pendekatan pembelajaran

Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Palembang: FKIP Universitas Sriwijaya.

Page 39: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

36

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KERJA OTAK KIRI-OTAK KANAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI KELAS XII IPA-1 SMAN 3 KAYUAGUNG Oleh: Marmiyanah

Abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, fungsi belahan otak kiri dan otak kanan manusia ini turut diperhitungkan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan penerapan pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XII IPA-1 SMAN 3 Kayuagung, 2) mendeskripsikan hasil pembelajaran yang dicapai melalui penerapan pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XII IPA-1 SMAN 3 Kayuagung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengumpulan data menggunakan metode tes dan angket. Berdasarkan hasil tes kemampuan membaca pemahaman, nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada teks 1 = 88,49% dan teks 2 = 86,65%. Dapat dikategorikan bahwa kemampuan membaca pemahaman siswa melalui penerapan pendekatan berbasis kerja otak kiri-otak kanan adalah berkategori sangat baik. Berdasarkan jawaban angket siswa ditunjukkan bahwa warna kertas pada bacaan, alunan musik, ukuran dan warna huruf, serta gambar berpengaruh sangat baik dalam proses pembelajaran. Kata kunci: belahan otak kiri-otak kanan, pembelajaran bahasa.

PENDAHULUAN

Salah satu organ fisik yang sangat mempengaruhi proses pemahaman, pemerolehan, dan produksi bahasa adalah otak. Belahan otak manusia yang terdiri atas bagian yang disebut hemisfer kiri dan hemisfer kanan sangat berpengaruh dalam tingkat kemampuan berpikir dan berbahasa manusia. Namun, tidak sedikit pada manusia terjadi kecenderungan berpikir hanya dengan menggunakan salah satu belahan otak saja, misalnya hemisfer kiri atau hemisfer kanan. Jika terjadi hal seperti itu, belahan otak yang kurang dikembangkan akan terhambat dalam menjalankan fungsinya.

Sesuai fungsinya, otak kiri lebih cenderung kepada kegiatan yang bersifat ilmiah, yang berkaitan dengan

kemampuan wicara dan bahasa, kemampuan membaca, menulis, mengeja serta mengingat-ngingat fakta dan nama. Fungsi hemisfer kiri sebagai pemantau dan pelaksana kemampuan baca-tulis-hitung (Darjowidjoyo, 2010).

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah, fungsi belahan otak kiri dan otak kanan manusia ini turut diperhitungkan untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Pembelajarannya didasarkan pada penciptaan kondisi yang optimal untuk terjadinya pembelajaran yang alami.

Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas dalam Kurikulum 2013 lebih banyak disajikan dalam berbagai jenis teks atau bacaan. Dengan berbagai jenis teks tersebut diharapkan

Page 40: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

37

siswa mampu memahami dan mengaplikasikannya sebagai alat komunikasi. Untuk memahami dan mengaplikasikannya diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat.

Berkaitan dengan fungsi dan kemampuan kedua belahan otak di atas, dalam penelitian ini dibahas mengenai penerapan pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas XII IPA-1 SMA Negeri 3 Kayuagung.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ―Bagaimanakah penerapan pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas XII IPA-1 SMAN 3 Kayuagung?‖

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan penerapan

pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas XII IPA-1 SMAN 3 Kayuagung.

2) Mendeskripsikan hasil pembelajaran yang dicapai melalui penerapan pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas XII IPA-1 SMAN 3 Kayuagung. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, dan peneliti lain. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memudahkan siswa memahami bacaan dan memotivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca berbagai jenis teks. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran keterampilan membaca pemahaman berbagai jenis teks. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk peneliti lanjutan atau peneliti lain yang relevan.

KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Berbasis Kerja Otak Kiri-Otak Kanan

Belahan otak manusia terdiri atas belahan otak kiri dan otak kanan. Belahan

otak kiri berkaitan dengan kemampuan wicara dan bahasa, kemampuan membaca, menulis, mengeja serta mengingat-ngingat fakta dan nama. Belahan otak kanan merupakan belahan otak yang memiliki kemampuan meliputi pemahaman musik dan seni, spiritualisme, dan emosi.

Pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan merupakan pembelajaran yang lebih mengotimalkan pemanfaatan fungsi kedua belahan otak tersebut. Pembelajaran lebih didesain sesuai dengan pemanfatan fungsi otak untuk belajar. Penerapan pembelajaran dilakukan dengan mengolah kemampuan berpikir siswa yang dipadukan dengan suasana nyaman dan menyenangkan untuk menggali lebih dalam kreativitas dan aktivitas siswa.

Menurut Sapa‘at (2009), ada tiga hal utama yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran berbasis otak, yaitu menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa, menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, dan menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa (http://lenisumanti024.blogspot.co.id/2014/03/penerapan-pembelajaran-berbasis). Fungsi kedua belahan otak itu idealnya saling mendukung dan bekerja sama dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran Berbasis Kerja Otak Kiri-Otak Kanan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah adalah pembelajaran yang bertujuan agar siswa memliki keterampilan berbahasa yang baik. Keterampilan membaca dan menulis, di samping keterampilan mendengarkan dan berbicara, merupakan keterampilan produktif yang lebih dominan dalam pembelajaran bahasa Indonesia bergenre teks. Keterampilan membaca erat kaitannya dengan keterampilan menulis. Membaca merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan informasi dari hal yang dibacanya.

Menurut Tampubolon (2008) bahasa tulisan mengandung ide-ide atau pikiran-

Page 41: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

38

pikiran, maka dalam memahami bahasa tulisan melalui kegiatan membaca, proses-proses kognitif atau penalaranlah yang terutama bekerja. Hal ini berhubungan dengan fungsi belahan otak kiri yang lebih dominan pada kemampuan wicara dan bahasa, membaca, menulis, mengeja serta mengingat-ngingat fakta dan nama.

Kemampuan membaca siswa dipengaruhi beberapa hal, yaitu kemampuan kognitif diri siswa itu sendiri, minat dan motivasi siswa dalam membaca, ketersediaan bahan bacaan yang mudah dipahami siswa. Faktor luar yang turut mempengaruhi kemampuan berbahasa siswa antara lain seperti susana dan lingkungan, aktifitas pembelajaran, dan sarana prasarana yang tersedia. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi otak kanan, yaitu memahami musik dan seni, spiritualisme, dan emosi. Jadi, kemampuan penggunaan dan penguasaan bahasa yang baik dan benar adalah fungsi kedua belahan otak kiri dan kanan.

Tahapan Penerapan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Kerja Otak Kiri-Otak Kanan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Tahapan penerapan pembelajaran berbasis kemampuan otak terdiri atas Pra-pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisasi, elaborasi, inkubasi dan memasukkan memori, verifikasi dan pengecekan keyakian, perayaan dan integrasi (Jensen, 2008:484). Penelitian ini mengadopsi tahap pembelajaran Jensen, namun disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa serta materi pembelajaran bahasa Indonesia.

Tahapan penerapan pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan dalam pembelajaran bahasa Indonesia melputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan perayaan.

1) Tahap persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap yang dilakukan guru untuk merencanakan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan untuk mempersiapkan otak siswa dalam pembelajaran. Tahap ini meliputi menyiapkan contoh teks/bacaan yang

sesuai dengan materi pembelajaran, menyiapkan gambar atau poster serta peta mind map, menyiapkan lembaran yang berwarna warni, merencanakan posisi tempat duduk siswa, menyiapkan alunan musik yang sesuai dengan materi, perencanaan tata ruang belajar/kelas, serta merencanakan metode pelaksanaan pembelajaran.

2) Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan tahap penerapan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan pada proses pembelajaran di ruang kelas. Pada awal pelaksanaan, guru memotivasi siswa melalui cerita/pengalaman nyata dan melalui penayangan gambar-gambar atau poster yang sesuai dengan isi teks pembelajaran. Penayangan gambar-gambar dapat dilakukan melalui tayangan komputer atau dipajang di dinding-dinding kelas. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran kepada siswa untuk mempersiapkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Pada proses pembelajaran selanjutnya, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri atas 4-5 orang siswa. Siswa dipersilahkan memilih tempat duduk atau tempat diskusi kelompoknya. Pada tahap ini siswa diberi kebebasan untuk mengatur posisi yang nyaman untuk bekerja secara kelompok. Guru membagikan teks/bacaan sesuai dengan materi pembelajaran. Teks tersebut dicetak pada selembar kertas berwarna-warni, begitu pula lembar jawaban dan lembar kerja kelompok menggunakan kertas berwarna-warni. Alunan musik dapat diperdengarkan pada saat tim bekerja. Musik yang dipilih disesuaikan dengan suasana pembelajaran.

Guru melaksanakan perannya sebagai fasilitator. Selain membimbing siswa, guru juga mengatur proses pembelajaran senyaman mungkin termasuk mengatur waktu pembelajaran dan waktu istirahat siswa. Untuk mengukur kemampuan siswa, guru memberikan tes atau pelatihan soal. Pada bagian akhir pembelajaran, guru membimbing siswa untuk merefleksikan pembelajaran hari ini.

Page 42: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

39

3) Tahap perayaan

Tahap ini merupakan akhir pembelajaran, yang merupakan kesan yang menggembirakan bagi siswa setelah melaksanakan pembelajaran. Setelah siswa melaksanakan tugas baik individu maupun kelompok, guru memberikan reward atau penghargaan kepada siswa secara bersama-sama. Bentuk pernghargaan dapat berupa tepuk tangan, yel-yel, atau nyanyian pemberian semangat.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu metode yang menggambarkan dan menganalisis kemampuan berbahasa siswa setelah menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak kiri- otak kanan. Selain itu, metode ini digunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk teks atau bacaan yang mudah dipahami siswa..

Sumber data adalah siswa kelas XII IPA- 1 SMA Negeri 3 Kayuagung pada tahun pelajaran 2015-2016 berjumlah 31 orang.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah tes tes dan angket. Tes yang dilakukan berupa tes kompetensi membaca dengan mengkonstruksi jawaban berbentuk tugas menceritakan kembali isi teks secara tertulis dengan menggunakan bahasa sendiri (Nurgiyantoro, 2010). Angket yang digunakan berbentuk angket tertutup. Angket diberikan untuk mengetahui tanggapan dan pendapat siswa mengenai pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan sehingga dapat diketahui tingkat pemahaman siswa dalam pembelajaran pada saat itu.

Teknik analisis data yaitu dengan menganalisis jawaban atau tugas yang ditulis siswa. Aspek penilaian meliputi pemahaman isi teks dan detail isi teks, ketepatan organisasi isi teks, ketepatan diksi, ketepatan struktur kalimat, ejaan dan tata tulis. Setiap aspek dinilai tingkat kefasihan dalam rentang 1: kurang sekali, 2: kurang, 3: sedang, 4: baik, ketepatan tinggi, dan 5: baik sekali, tepat sekali.

Data yang diperoleh tersebut kemudian diinterpretasikan dalam kriteria berikut. 86 – 100 = Baik Sekali 76 – 85 = Baik 56 – 74 = Cukup 10 – 55 = Kurang (Nurgiyantoro, 2010). Data hasil angket siswa ditabulasikan dan dipadukan dengan data hasil tes.

Teknik pengolahan data yang dilakukan meliputi 1) menganalisis jawaban atau tugas yang ditulis siswa; 2) mengidentifikasi kesesuaian jawaban atau tugas siswa dengan isi teks bacaan; 3) mendeskripsikan hasil tes; dan 4) menginterpretasikan hasil penelitian dengan memperhitungkan angket yang dikerjakan siswa sebagai data pendukung penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, pembelajaran bahasa Indonesia disajikan dalam bentuk teks/bacaan. Teks bacaan yang disajikan terdiri atas dua jenis teks. Teks pertama berbentuk teks naratif berupa cerita inspiratif, yang berjudul Sebuah Cerita Tentang Kasih Sayang, karya George W Burns, seorang psikoterapist. Teks dan lembar jawaban dicetak di kertas berwarna merah muda. Teks kedua berbentuk artikel ilmiah populer yang berjudul Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa, karya Muktiono Waspodo. Teks kedua dicetak dengan huruf berwarna-warni pada kosakata/istilah tertentu, dan lembar jawaban berwarna hijau muda.

Berikut tabel hasil tes membaca pemahaman siswa dalam bentuk menceritakan kembali isi teks dengan bahasa sendiri secara tertulis terhadap teks pertama dan kedua.

Tabel 1. Penilaian Pemahaman

Membaca secara Tertulis

No. Aspek yang

Dinilai Teks 1

(%) Teks 2

(%)

1 Pemahaman isi teks

89.03 85,80

2. Pemahaman 87,09 85,10

Page 43: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

40

detail isi teks

3. Ketepatan organisasi isi teks

90,32 87,09

4. Ketepatan diksi

92,25 90,32

5. Ketepatan struktur kalimat

85,80 85,80

6. Ejaan dan tata tulis

86,45 85,80

Rata-rata 88,49 86,65

Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-

rata yang diperoleh siswa dalam tes membaca pemahaman teks 1 = 88,49% dan teks 2 = 86,65%. Dapat dikategorikan bahwa hasil tes membaca pemahaman siswa melalui penerapan pendekatan berbasis kerja otak kiri-otak kanan adalah berkategori sangat baik.

Berikut tabel mengenai tabulasi jawaban angket siswa.

Tabel 2. Tabulasi Jawaban Angket

Siswa

Pertanyaan/ Aspek Ke-

Jawaban

Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

1 15 10 5 1

2 11 7 8 5

3 17 11 2 1

4 18 13 0 0

5 19 9 2 1

6 23 8 0 0

7 19 10 2 0

8 12 9 7 3

(Sumber: Dokumentasi penelitian)

Keterangan Aspek: 1. Penggunaan bahasa yang digunakan

dalam isi teks/bacaan 1 2. Penggunaan bahasa yang digunakan

dalam isi teks/bacaan 2 3. Pengaruh kertas berwarna terrhadap

isi bacaan1 4. Pengaruh alunan musik dalam proses

pembelajaran 5. Pengaruh ukuran dan warna huruf

terhadap isi teks 6. Pengaruh posisi tempat duduk dalam

proses pembelajaran 7. Pengaruh penggunaan gambar/poster

dalam pembelajaran

8. Pemberian penghargaan atau reward kepada siswa dalam proses pembelajaran

Berdasarkan hasil penelitian, dapat

dikemukakan bahwa kemampuan siswa memahami teks bacaan 1 dan teks 2 pada tabel 1 di atas sudah sangat baik. Pada teks 1 kemampuan membaca pemahaman siswa telah mencapai nilai 88,49% dan 86,45% pada teks 2. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sudah memahami dan menguasai isi kedua teks tersebut. Pada pemahaman isi dan detail teks 1 mencapai 89,03% dan 87,09%, sedangkan pada teks 2 mencapai 85,80% dan 85,10%.

Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa pemahaman siswa lebih tinggi terhadap teks 1 daripada teks 2. Isi teks 1 lebih bersifar naratif (cerita/kisah), sedangkan isi pada teks 2 lebih bersifat informatif, yakni artikel ilmiah populer. Pada teks 1, kisah yang ditampilkan berbentuk cerita inspiratif. Bahasa yang digunakan penulis berbentuk imajinasi. Penulis menggunakan kata-kata kiasan atau perumpamaan, serta berbagai majas untuk mengungkapkan karakter manusia. Penggunaan bahasa yang demikian akan mudah diingat dan berkesan bagi pembaca. Selain itu, kisah yang disajikan selain memberikan pendidikan karakter juga bersifat menghibur sehingga teks 1 lebih menarik bagi siswa.

Sebaliknya, pada teks 2 informasi yang disajikan dalam bentuk artikel ilmiah populer. Bahasa dan diksi yang digunakan penulis lebih formal dan berkesan serius. Namun, isinya tetap dapat dipahami siswa sebagai pembaca. Perbedaan bahasa pada teks 2 ini disebabkan tujuan penulisan teks yang berbeda dengan tujuan penulisan teks 1. Teks 2 bertujuan memberikan informasi dan menambah wawasan pembaca, bukan bertujuan menghibur, sehingga pada teks 2 tidak digunakan bahasa kiasan atau gaya bahasa (majas). Bahasa pada teks 2 mengandung pengertian lugas dan tegas, makna setiap kata adalah makna yang sesungguhnya agar informasi itu tidak bermakna ganda.

Dari hasil angket siswa pada tabel 2 dapat diuraikan bahwa penggunaan

Page 44: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

41

bahasa pada masing-masing teks menurut siswa sebagian besar sudah sangat baik, meskipun teks 1 lebih besar nilainya dibandingkan dengan teks 2. Jawaban angket ini selaras dengan hasil tes kemampuan pemahaman membaca siswa pada tabel 1, pemahaman teks 1 dan 2 bernilai sangat baik, yaitu 89,03 dan 85,80.

Penyajian teks dalam pembelajaran membaca harus divariasikan dengan instrumen musik dan tampilan huruf serta warna kertas. Instrumen musik dan variasi huruf serta warna kertas turut mempengaruhi pemahaman pembaca tentang isi teks, sebab instrumen-instrumen itu merupakan unsur-unsur pembangun fungsi belahan otak kanan. Hal ini mendapat respon sangat baik dari siswa, mengenai penggunaan huruf dan warna kertas serta pemanfaatan alunan musik dalam pembelajaran membaca teks. Pada tabel 2 angket siswa, penggunaan kertas, iringan alunan musik, ukuran dan warna huruf mendapat respon sangat baik yakni masing-masing 17, 18, dan 19 responden menjawab sangat baik, selebihnya menjawab baik, dan hanya 3 orang responden yang menjawab cukup. Penggunaan instrumen-instrumen ini mempengaruhi siswa ketika membaca teks baik teks 1 maupun teks 2, siswa tidak merasa tegang dan berpikir keras untuk mengingat-ngingat isi teks tersebut. Siswa lebih rileks dengan alunan musik yang sesuai dengan suasana pembelajaran.

Hal ini didukung pula dengan jawaban angket siswa pada tabel 2 terutama pertanyaan 1 dan 2, bahwa menurut pendapat 25 siswa, bahasa pada teks 1 sangat baik dan baik, sedangkan teks 2 terdapat 18 siswa yang menjawab sangat baik dan baik selebihnya menjawab, cukup (8), dan kurang (5).

Faktor lain yang turut berperan dalam menunjang pemahaman siswa terhadap isi teks adalah penggunaan jenis dan warna huruf yang digunakan dalam teks. Warna dan jenis huruf dapat dimanfaatkan dalam penulisan teks untuk menguatkan ingatan pembaca terhadap isi teks. Kata atau istilah yang dianggap penting dapat diketik dengan jenis huruf yang besar dan berwarna terang, hingga siswa selaku

pembaca dapat mengidentifikasi kata-kata penting dalam teks tersebut. Berdasarkan jawaban angket pada tabel 2, dapat diketahui bahwa warna kertas pada bacaan, alunan musik, ukuruan dan warna huruf, serta gambar berpengaruh sangat baik dalam proses pembelajaran.

Hal lain yang juga turut mempengaruhi proses pembelajaran adalah pemberian penghargaan (reward) kepada siswa. Pemberian pengharagaan (reward) dianggap siswa sebagai hal yang sangat baik (12) dan baik (9). Pemberian penghargaan sebagai upaya guru untuk menumbuhkan kesan dan ingatan bagi siswa terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Selain itu, siswa akan lebih lama mengingat proses pembelajaran dengan adanya penghargaan (reward). Penghargaan merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang menyenangkan dan dapat membangkitkan keaktivan siswa dalam pembelajaran. Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia terutama membaca pemahaman sebuah teks sangat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti keterbacaan teks, penggunaan huruf, warna kertas, alunan musik, dan pemberian penghargaan (reward). Semua instrumen itu disiapkan guru untuk meningkatkan fungsi belahan otak kanan dalam pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan penulis selama proses pembelajaran, keaktifan siswa lebih tampak. Pada saat membaca teks konsentrasi siswa lebih terfokus, siswa tampak menikmati alunan musik pengiring. Siswa tampak lebih rileks untuk belajar dan menjawab pertanyaan tentang isi teks. Begitu pula pada saat siswa bekerja dalam kelompoknya, alunan musik yang sesuai dengan situasi pembelajaran membuat siswa bersemangat bekerja dalam kelompoknya. Dalam posisi tempat duduk yang dipilih siswa sendiri, membuat pembelajaran lebih menyenangkan.

Hasil kerja kelompok setiap siswa dibacakan di depan kelas, dengan sistem kompetisi yang dibangun guru membuat siswa termootivasi untuk melakukan yang terbaik. Hal ini berkaitan dengan reward sederhana yang diberikan guru. Tepuk tangan atau yel-yel pemotivasi

Page 45: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

42

memberikan dampak yang sangat positif dalam pembelajaran.

Pembelajaran bahasa Indonesia terutama membaca pemahaman sebuah teks, sangat dipengaruhi keterbacaan isi teks dan proses pembelajaran yang dipadukan dengan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia terutama membaca pemahaman akan tercapai dengan baik apabila ada keseimbangan antara pengetahuan tentang teks dan cara untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. KESIMPULAN

Pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemanfatan fungsi belahan otak kiri dan otak kanan dalam pembelajaran bahasa Indonesia memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kemampuan siswa memahami teks bacaan. Untuk mecapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia yang optimal, penerapan pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak kiri-otak kanan perlu diperhitungkan. Penerapan pendekatan ini dilakukan melalui tahap persiapan, pelaksanaan, dan perayaan.

Melalui tahapan penerapan pendekatan pembelajaran berbasis kerja otak, pembelajaran berlangsung tidak hanya sekedar penyampaian pengetahuan saja, tetapi perlu diseimbangkan dengan situasi dan kondisi yang disiapkan guru untuk mendukung jalannya pembelajaran. Hal ini tampak dari hasil tes kemampuan pemahaman siswa dalam kategori sangat baik. Pemilihan tes/bacaan, warna kertas, alunan musik,gambar, ukuran dan warna huruf pada teks, posisi tempat/ruang belajar, serta pemberian penghargaan kepada hasil pembelajaran siswa turut memberi pengaruh yang sangat baik dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, beberapa saran yang dapat penulis

kemukakan pada hasil penelitian ini. Bagi siswa, hendaknya siswa selalu meningkatkan pemahamannya terhadap teks bacaan dengan selalu meningkatkan daya ingat dan melatih kemampuan otak kiri dan otak kanan.

Bagi guru bahasa Indonesia dalam pembelajaran hendaknya memilih teks/bahan bacaan yang sesuai dengan minat dan berterima bagi siswa. Artinya, siswa lebih mudah memahami dan menikmati pembelajaran membaca teks, jika teks yang disajikan dalam bentuk kreatif dan dalam suasana kondusif serta menyenangkan..

Bagi peneliti lain, hasil penelitian sederhana ini hendaknya dapat dijadikan masukan untuk peneliti lain yang relevan. DAFTAR PUSTAKA Dardjowidjojo, Soenjono. 2010.

Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

http://lenisumanti024.blogspot.co.id/2014/

03/penerapan-pembelajaran-berbasis, diakses pada 10 Desember 2015.

Jensen, E. 2008. Pembelajaran Berbasis

kemampuan Otak: Cara Baru dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian

Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Tampubolon, DP. 2008. Kemampuan

Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa.

.

Page 46: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

43

MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAME TOURNAMENT DENGAN MENGGUNAKAN MONOPOLI MATEMATIKA MANSA

Oleh: Annisah

Guru Matematika MAN 1 Lubuklinggau Email: [email protected]

Abstrak. Karya ini merupakan karya inovatif berupa alat pembelajaran Monopoli Matematika Mansa (Madrasah Aliyah Negeri Satu). Karya ini merupakan modifikasi dari permainan monopoli dengan sedikit mengubah desain sirkuit dan proses permainannya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan upaya memotivasi siswa untuk lebih memahami konsep limit fungsi dan terlatih dalam menyelesaikan soal-soal tentang limit fungsi sehingga siswa mendapatkan proses pembelajaran yang lebih variatif, penuh semangat, dan menyenangkan. Model pembelajaran diujicobakan di kelas XI IPA 1 untuk melihat efektifitas, potensi dan kekurangan model pembelajaran ini. Beberapa keunggulan yang terlihat antusias dan semangat siswa untuk menyelesaikan soal dengan baik, selain itu proses belajar terkesan lebih menyenangkan, sehingga siswa termotivasi untuk meningkatkan keterampilannya dalam menyelesaikan soal. Kata Kunci: monopoli matematika mansa, team game tournament.

PENDAHULUAN

Pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah yang berperan sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana dan prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi tentu akan memperlancar proses belajar mengajar yang akan menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal.

Menurut Ruseffendi (1980) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana

proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

Proses pembelajaran di sekolah khususnya pada pembelajaran matematika perlu dipahami oleh siswa, karena matematika merupakan ilmu dasar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Menurut Komalasari (2010) proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari rasa takut, dan menegangkan oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan.

Dalam proses pembelajaran interaksi antara guru dan peserta didik pada saat proses belajar mengajar berlangsung

Page 47: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

44

memegang peranan penting untuk mencapai tujuan yang diinginkan, karena kurangnya perhatian dan motivasi dari guru bisa membuat materi yang dibahas tidak tersampaikan dengan baik. Materi yang tidak tersampaikan dengan baik dan proses drill dari keterampilan matematis yang kurang berakibat kepada rendahnya hasil belajar siswa. Terlihat dari hasil ulangan harian matematika siswa tingkat ketuntasan klasikalnya masih sangat jauh dari yang diharapkan. Rata-rata ketuntasan klasikal hanya mencapai 30-40 persen.

Masih rendahnya tingkat ketuntasan klasikal dari rata-rata ulangan harian bisa disebabkan beberapa faktor. Dari sekian banyak faktor penyebab hal tersebut adalah belum terbangun skill matematis yang sangat dibutuhkan ketika siswa menyelesaikan suatu persolan matematika, terutama yang menyangkut dengan problem solving.

Sulitnya guru menanamkan konsep dan meningkatkan skill matematis siswa sepertinya disebabkan oleh kurang variatifnya guru dalam menggunakan pendekatan, metode ataupun model pembelajaran. Sehingga dibutuhkan suatu media dan model pembelajaran yang bisa mendukung proses terlatihnya skill matematis itu.

Berdasarkan pendapat Sanjaya model pembelajaran tipe Team Game Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran dimana siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. Penerapan metode ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa pula berbeda.setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi permainan (games), yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah, lembut, santun, dan ada sajian materi setelah selesai kerja kelompok, sehingga terjadi diskusi kelas. Selain itu, supaya model pembelajaran TGT lebih variatif maka perlu adanya pengembangan terhadap

model pembelajaran ini dengan menggunakan media pembelajaran Monopoli Matematika guna mendukung model pembelajaran ini supaya lebih menyenangkan.

Pada umumnya orang bermain monopoli sekedar untuk mencari hiburan semata, akan tetapi seiring dengan pengamatan penulis selama ini tentang minat anak-anak terhadap pelajaran matematika, dimana sedikit sekali siswa yang menyatakan pelajaran favoritnya adalah pelajaran matematika. Sebagian besar anak-anak menyatakan bahwa matematika itu pelajaran yang tidak menyenangkan, hal ini menyebabkan matematika menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian orang. Bagi sebagian siswa di sekolah, mengeluhkan soal pelajaran matematika. Mereka menganggap matematika sebagai pelajaran sulit. Terlebih lagi bila mereka mendapat nilai di bawah rata-rata sehingga siswa yang punya niat akan lebih tekun mempelajari, kembali hilang semangatnya. Jika keadaan ini dibiarkan dan terus berlanjut hingga ke jenjang pendidikan berikutnya, maka sepanjang masa pendidikan mereka menganggap matematika menjadi pelajaran paling menyeramkan. Oleh karena itu, perlu dicoba untuk mengubah pemainan monopoli yang biasa dimainkan anak-anak menjadi permainan monopoli matematika, sehingga diharapkan dengan bermain monopoli matematika siswa dapat bermain sambil belajar matematika.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas bagaimana membuat suatu desain model pembelajaran dan alat pembelajaran yang dapat melatih skill matematis siswa dengan cara yang menyenangkan dan tidak membosankan. KAJIAN PUSTAKA

Robert Gagne dalam Slameto (2010) menyatakan ―mathematical skill are those operations and procedures which students and mathematicians are expected to carry out with speed and accuracy‖. Bahwa keterampilan matematika adalah suatu operasi-operasi dan prosedur matematika dalam kecepatan dan ketepatan siswa. Senada dengan hal di atas, Shumway menyatakan “skill are generally

Page 48: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

45

characterized in terms of (a) proficiency or accuracy and (b) efficiency or speed‖. Keterampilan umumnya dicirikan dalam hal (a) kecakapan atau ketepatan dan (b) efisiensi atau kecepatan.

Proses pembelajaran matematika membutuhkan suatu kejelian siswa dalam memahami dan menerapkan konsep matematika yang abstrak dan kompleks. Abstrak dan kompleks memerlukan suatu ketepatan dan kecepatan siswa dalam terampil belajar materi matematika. Untuk itu 2 (dua) objek yang perlu diperhatikan oleh guru dalam penilaian keterampilan matematika siswa adalah 1). Ketepatan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika, 2). Kecepatan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika.

Berdasarkan dari beberapa rujukan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan matematika siswa adalah suatu operasi matematika yang dilakukan siswa dengan tepat dalam menyelesaikan soal-soal matematika.

Keterampian matematis sangat dibutuhkan oleh siswa untuk menyelesaikan soal-soal matematika, sehingga seorang guru harus mampu mencari cara agar siswa senantiasa mampu meningkatkan keterampilan matematis anak didiknya.

Pembelajaran matematika di sekolah Indonesia bertujuan antara lain agar siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Hal ini ditunjukkan dengan memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kegagalan atau keberhasilan belajar matematika sangat tergantung pada kemampuan dan kesiapan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar, salah satunya dipengaruhi oleh bagaimana sikap dan minatnya terhadap matematika. Bahkan menurut Slavin (2011), sebagian besar siswa masih menganggap matematika adalah mata pelajaran yang menakutkan sehingga ada istilah dengan matematika phobia atau fenomena ketakutan anak pada matematika. Siswa menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit, sehingga tak heran jika siswa kurang memiliki motivasi dan keinginan untuk mempelajari matematika. Oleh karena itu

guru harus mampu mensiasati suatu proses pembelajaran yang tidak membuat siswa menjadi terbebani, takut, dan bosan, namun tetap dapat meningkatkan keterampilan matematis siswanya.

Menurut Zoltan P. Dienes dalam Suyatno (2009) agar pembelajaran matematika lebih menyenangkan ada 6 (enam) tahap belajar dan mengajarkan matematika. Tahap ke 1. Bermain bebas. Bermain bebas adalah tahap permulaan anak-anak belajar matematika. Anak-anak bermain dengan benda-benda yang konkret. Tahap ke 2. Permainan. Pada tahap ini anak mulai mengamati pola, sifat-sifat suatu konsep. Melalui permainan konsep matematika itu akan tertanam dalam benak anak. Sudah tentu banyaknya konsep yang benar yang dapat tertanam dalam benak anak tergantung dari mutu permainan itu. Tahap ke 3 Penelaahan sifat bersama. Pada tahap ini diharapkan siswa dapat lebih menghayati konsep yang dipahaminya sehingga mampu menunjukkan contoh. Tahap ke 4 Representasi. Pada tahap ini siswa belajar membuat pernyataan tentang sifat bersama atau konsep yang ditemukan pada tahap ke 3. Pernyataan itu adalah representasi yang dapat berupa gambar ataupun lisan. Tahap ke 5 Penyimpulan. Pada tahap ini sis diharapkan dapat membuat simbol-simbol yang berlaku sesuai dengan konvensi yang berlaku dalam matematika. Tahap ke 6 Pemformalan. Pada tahap ini siswa mampu mengorganisasikan konsep-konsep matematika secara formal.

Salah satu kesimpulan yang dapat diambil dalam pandangan Dienes, bahwa matematika adalah ilmu seni kreatif, karena itu harus diperlajari dan diajarkan sebagai seni (Suyatno, 2009).

Model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih

Page 49: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

46

rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat,dan keterlibatan belajar (Wulandari, 2010). Selain itu pembelajaran TGT merupakan metode pembelajaran dimana siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. Penerapan metode ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa pula berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi (Taniredja, 2011). Usahakan dinamika kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi permainan (games), yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah, lembut, santun, dan ada sajian materi. Setelah selesai kerja kelompok, sehingga terjadi diskusi kelas.

Slavin (dalam Sanjaya, 2011) menyarankan agar TGT diterapkan setiap minggu. Dengan TGT siswa akan menikmati bagaimana suasana turnamen itu, karena mereka berkompetisi dengan kelompok-kelompok yang memiliki komposisi kemampuan yang setara, maka kompetisi dalam TGT terasa lebih fair dibandingkan kompetisi dalam pembelajaran-pembelajaran tradisional pada umumnya.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan pada saat pembelajaran TGT menurut Taniredja (2011) adalah sebagai berikut. 1. Guru terlebih dahulu membentuk

kelompok belajar, serta menyusun turnamen akademiknya.

2. Guru mengawali pembelajaran dengan memberi materi pembelajaran, selanjutnya diumumkan kepada semua siswa bahwa akan dilaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT, dan siswa diminta memindahkan meja untuk membentuk meja tim.

3. Kegiatan dalam turnamen ini yaitu persaingan antara 4-6 siswa dari tim yang berbeda dengan kemampuan yang setara.

4. Kemudian, mengumum penepatan meja turnamen bagi siswa, dan siswa

mengatur meja turnamen yang telah ditetapkan disesuai dengan nomornya.

5. Terbentuk 5 siswa dalam satu meja turnamen yang terdiri dari pembaca, penantang 1, penantang 2 dan seterusnya.

6. Selanjutnya, diakhir putaran pemenang akan mendapatkan kartu bernomor untuk menambah poin/skor nilai untuk penghargaan sertifikat.

Menurut Suyatno (2009).Langkah-Langkah model kooperatif tipe TGT yaitu sebagai berikut. 1. Membuat kelompok siswa heterogen 4

orang kemudian berikan informasi pokok materi dan makanisme kegiatan

2. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan tiap meja diisi 4 orang siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-10 ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah.

3. Selanjutnya adalah pelaksanan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakan dalam jangka waktu tertentu(missal 3 menit), siswa dapat mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk setiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada setiap meja sesuai dengan skor yang diperoleh diberikan sebutan(gelar) superior, very good, good medium.

4. Pada turnamen kedua (begitu untuk turnamen ketiga, keempat, dan seterusnya),dilakukan pegeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi.

5. Setelah selesai, hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.

Langkah-langkah TGT pada desain pembelajaran ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Guru membentuk kelompok belajar

yang terdiri dari 4-6 siswa perkelompok.

2. Guru memberi materi dan informasi untuk melaksanakan TGT, kemudian siswa mempersiapkan meja secukupnya.

Page 50: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

47

3. Setiap kelompok menampilkan yel yel yang sudah dipersiapkan untuk menambah motivasi dan semangat mereka.

4. Pelaksanaan turnamen, setiap kelompok tim terdiri dari 4-6 siswa yang heterogen, selanjutnya setiap siswa mengambil kartu soal yang sudah disediakan pada tiap meja, dalam turnamen ini siswa diberi batas waktu dalam menyelesaikan soal, setelah itu baru penentuan skor individu dan kelompok.

5. Pelaksanaan game pada tiap kelompoknya setiap siswa memiliki daftar nilai skor atas soal yang diberikan. Setiap orang mendapat giliran sebagai pembaca kartu soal dan sekaligus penilai dari jawaban teman sekelompoknya secara bergiliran.

6. Setelah semua kartu soal sudah habis maka ditentukan pemenang masing-masing kelompok yang akan mewakili kelompoknya di grand final.

7. Pada babak grand final pemenang masing-masing kelompok akan memainkan permainan Monopoli Matematika dan diambil 3 pemain dengan skor tertinggi akan mendapatkan reward (hadiah) dari guru.

PEMBAHASAN Monopoli Matematika

Dengan sedikit perubahan, permainan monopoli matematika dirancang sendiri untuk dijadikan media dalam pengajaran matematika. Permainan ini bisa digunakan pada pokok bahasan apa saja pada mata pelajaran matematika. Namun dalam hal ini guru menggunakan permainan monopoli matematika pada pokok bahasan limit fungsi yang diajarkan pada siswa kelas XI IPA . Dengan harapan agar anggapan mereka tentang pelajaran matematika yang sulit menjadi matematika itu pelajaran yang menyenangkan. Sehingga keberhasilan permainan ini untuk mengubah pola pikir siswa dan minat siswa dalam mempelajari matematika dapat membuahkan hasil yang nyata.

Monopoli Matematika ini terdiri dari 1 banner circuit, memuat 50 kartu masing-masing:

10 kartu Pertanyaan yang berisikan soal-soal tentang limit fungsi dengan bobot mudah

10 kartu bantuan yang juga berisi soal-soal tentang limit fungsi dengan bobot sedang.

10 kartu zonk yang berisi soal-soal tentang limit fungsi yang berbobot sukar.

10 kartu hadiah yang berisi hal-hal yang menguntungkan pemain.

10 kartu hukuman yang berisi sebuah hukuman yang harus ditaati pemain.

7 bidak dan dadu.

1 kotak kontainer dan petunjuk permainan.

Gambar 1. Monopoli Matematika Mansa

Adapun cara pembuatan Monopoli

Matematika Mansa adalah sebagai berikut. 1. Desain circuit langkah-langkah

monopoli matematika, terdiri dari 28 langkah masing-masing langkah terdiri dari 5 macam kejadian dimana setiap kejadian akan ditentukan oleh mata dadu yang muncul. Kelima macam kejadian itu dpat berupa Pertanyaan, Hadiah, Bantuan, Hukuman dan Zonk.

2. Setelah mendesain circuit, selanjutnya mendesain hadiah dan hukuman.

3. Buat pertanyaan untuk kartu pertanyaan, kartu zonk, kartu bantuan yang materinya disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.

4. Setelah semua didesain berikan hasil desain ke percetakan pembuat ID card dan banner circuit. Perubahan alat pembelajaran ini

dibandingkan Monopoli biasa ada pada sirkuit dan kartu-kartunya. Jika pada permainan monopoli biasa sirkuitnya berupa tempat-tempat yang dapat dibeli untuk kekayaanya, pada permainan Monopoli Matematika Mansa tempat yang dibeli itu berupa pertanyaan, hadiah,

Page 51: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

48

bantuan dan zonk. Sedangkan harta yang dikumpulkan berupa skor dari pertanyaan yang berhasil dijawab. Kartu yang dibuat juga berupa soal-soal tentang penerapan konsep limit fungsi.

Penerapan pada Pembelajaran Matematika

Monopoli matematika dapat dimainkan oleh 4-7 orang. Permainan dilakukan dengan menggunakan bidak dan dadu. Seperti halnya bermain ular tangga, lakukan pengundian siapa yang akan melangkah terlebih dahulu, kemudian secara bergiliran. 1. Jika pemain masuk ke kotak

pertanyaan maka dia wajib menjawab pertanyaan yang dilihat dengan mengambil kartu pertanyaan, jika menjawab benar akan mendapat poin 5 jika tidak maka tidak mendapat poin.

2. Jika pemain masuk ke kotak hukuman maka dia akan mengambil kartu hukuman dan harus melaksanakan hukuman yang tertulis di kartu.

3. Jika pemain masuk ke kotak Hadiah maka pemain berhak mendapatkan hadiah yang tertulis di kartu.

4. Jika pemain masuk ke kotak bantuan maka dia harus menjawab pertanyaan yang ada di kartu tapi boleh meminta bantuan teman sekelompok. Jika berhasil dapat meraih poin 10 jika tidak maka tidak mendapatkan poin.

5. Jika pemain masuk ke kotak zonk, maka pemain harus menjawab pertanyaan di kartu, akan mendapat poin 20 jika benar dan jika salah harus keluar dari arena permainan.

6. Akhir permainan ditentukan sesuai waktu jam pelajaran, pemenang akan ditentukan oleh poin yang didapat masing-masing pemain. Uji coba penerapan model

pembelajaran dengan menggunakan Monopoli Matematika pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) ini dilakukan pada tanggal 12 Maret 2014 di kelas XI IPA 1.

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Tahap persiapan

Guru menyiapkan kartu soal, reward (hadiah), Media Monopoli Matematika, dan menjelaskan aturan turnamen baik babak penyisihan maupun grand final. Kemudian Guru mengatur meja-meja turnamen dengan anggota kelompok yang sudah dibagi menurut kelompoknya masing-masing. Setelah semua kelompok sudah rapi, guru membagikan kertas skor dan kartu soal kepada masing-masing kelompok. 2. Tahap Penyisihan

Turnamen dimulai dari penampilan yel yel penambah semangat dan motivasi dari masing-masing kelompok, dilanjutkan dengan dimulainya babak penyisihan. Pada tahap ini seluruh kelompok melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Setelah semua kelompok menyelesaikan babak penyisihan maka anggota kelompok dengan skor tertinggi akan menjadi wakil kelompoknya untuk maju ke babak grand final. 3. Tahap Grand Final

Gambar 2. Tahap grand final

Pada babak grand final terlihat pada gambar 2 siswa yang mewakili kelompoknya sangat antusias ingin mengumpulkan skor, sehingga mereka selalu berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan yang tertera pada kartu yang harus mereka jawab. Di sini dibutuhkan keterampilan matematis yang bagus disertai dengan ketenangan dalam menjawab setiap pertanyaan. Siswa lain yang tidak bermain pada babak grand final diperintahkan untuk memberi semangat kepada kelompoknya masing-masing dan bisa terlibat jika teman sekelompoknya mendapat kartu bantuan, karena kartu bantuan berisikan soal yang bisa dilempar kepada teman sekelompok untuk ikut membantu mengerjakan. Di sini dibutuhkan tim yang tangguh dan kompak. Setelah para pemain pada babak grand

Page 52: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

49

final menyelesaikan tahapan akhir, maka sesuai dengan aturan permainan akan ditentukan siapa yang berhak menjadi juara.

Hasil dari proses pembelajaran Model Team Game Tournament menggunakan Monopoli Matematika Mansa terlihat lebih rileks namun tetap mencapai tujuan yang diharapkan. Siswa menjadi lebih bersemangat untuk meraih skor mulai di babak penyisihan. Kendala awal terlihat ada terjadi salah pengertian tentang aturan permainan, sehingga guru harus berulang-ulang menjelaskan kembali aturan permainan yang masih belum familiar. Namun ketika mereka sudah paham proses belajar lebih berjalan kondusif. Banyak soal-soal limit yang bisa dijawab dengan baik oleh siswa, namun sebagian siswa masih terlihat agak lamban dalam menyelesaikan soal. Pada proses pembelajaran ini, guru juga bisa mengambil nilai sikap dan keterampilan sesuai dengan penilaian pada Kurikulum 2013. Namun yang paling penting adalah, proses pembelajaran Model Team Game Tournament dengan menggunakan Monopoli Matematika MANSA berpotensi menjadi alternatif yang digunakan oleh guru untuk lebih meningkatkan keterampilan matematis siswa dengan cara yang lebih menyenangkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari beberapa tahap proses pelaksanaan ujicoba pengembangan model pembelajaran dengan menggunakan Monopoli Matematika pada model pembelajaran tipe Team Game Tournament (TGT) maka dapat disimpulkan bahwa penerapan alat pembelajaran ini mempunyai keunggulan. Keunggulan itu antara lain dapat berpotensi untuk menjadikan siswa memiliki kebebasan mengeluarkan pendapat dan kemampuan berinteraksi, memotivasi siswa agar lebih fokus belajar dikelas dan lebih semangat untuk berkompetisi, dapat melatih siswa dalam mengasah keterampilan matematisnya, dan menumbuhkan semangat dan kekompakan serta menyenangkan selama dalam proses pembelajaran.

Selain kelebihan di atas terlihat ada beberapa kelemahan. Pada penggunaan

model pembelajaran ini kelemahan di antaranya adalah masih sering terjadi miskomunikasi (salah paham) antar siswa dalam mengeluarkan pendapatnya, kurangnya waktu untuk proses pembelajaran, dan sering terjadinya kegaduhan antar siswa, jika gurunya tidak mampu mengelola kelas dengan baik.

Dari kelemahan tersebut, disarankan bagi guru untuk lebih detil menjelaskan aturan permainan, sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan dari siswa. Jika tidak ingin terjadi kegaduhan saat proses pembelajaran bisa meminta rekan guru lain untuk membantu pengawasan. Penggunaan model pembelajaran ini dapat dikembangkan menjadi penelitian tindakan kelas, penelitian lesson study, penelitian eksperimen, bahkan jika di praktekkan berulang-ulang dan menimbulkan efek potensial yang positif dapat dijadikan tulisan best practice. Dan yang paling penting adalah guru mendapat altenatif cara mengajar yang menyenangkan namun juga dapat meningkatkan keterampilan matematis siswa. DAFTAR PUSTAKA Ruseffendi, E.T. 1980. Pengajaran

Matematika Modern. Bandung: Tarsito.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran

Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Sanjaya, Wina. 2011. Strategi

Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Cencana Prenada Media.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, R. 2011. Cooperatif Learning

Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran

Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

Page 53: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

50

Taniredja, Tukiran. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.

Weda, Syahril. 2011. Teori Belajar

Matematika, tersedia dalam http://syahrirwera.blogspot.com/2011/05/keterampilan-matematika.html. diakses 7 Nopember 2014.

Wulandari, Sri. 2010. ―Meningkatkan

Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas IX SMP Pamungkas Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman Melalui Pembelajaran Matematika Realistik‖. Edumat. PPPPTK Matematika. Volume 1. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Page 54: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

51

PENERAPAN MEDIA “POPOCONDEO” DALAM PEMBELAJARAN MUSIKALISASI PUISI

Oleh: Reni Januarti

Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Indralaya Selatan

Abstrak. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama (SMP), terutama di SMP Negeri 1 Indralaya Selatan, selama ini belum banyak menggunaan media pembelajaran, termasuk menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Media TIK itu antara lain media presentasi menggunakan laptop dan LCD projector. Karya tulis ini mendeskripsikan penggunaan media ―Popocondeo‖ (power point dan contoh video) bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam pembelajaran musikalisasi puisi. Media ―Popocondeo‖ telah diterapkan pada proses belajar musikalisasi puisi di kelas IX SMP N 1 Indralaya Selatan. Hasilnya menunjukkan peningkatan kemampuan siswa dalam mencari unsur-unsur puisi, menentukan suasana puisi, dan menampilkan musikalisasi puisi dengan baik. Kata kunci: kemampuan musikalisasi puisi, media ―Popocondeo‖.

PENDAHULUAN

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan

yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, khususnya standar isi untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, antara lain diuraikan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Page 55: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

52

Pengalaman penulis dan hasil observasi selama ini terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, khususnya di SMP Negeri 1 Indralaya Selatan, menunjukkan masih banyak kendala dan tantangan yang dihadapi. Kendala ataupun tantangan itu antara lain siswa belum begitu aktif dalam belajar bahasa Indonesia. Kerja sama atau kolaborasi antarsiswa dalam belajar belum berjalan dengan baik. Hal ini tentu berdampak pada hasil belajar siswa yang belum optimal sesuai dengan harapan.

Permasalahan di atas tampaknya disebabkan beberapa hal. Pertama, metode pembelajaran yang digunakan guru cenderung kurang variatif. Model-model pembelajaran kooperatif juga belum banyak digunakan. Pada sisi lain, pembelajaran bahasa Indonesia belum banyak menggunakan media pembelajaran, apalagi media TIK. Oleh karena itu, sekolah (dalam hal ini guru) wajib meningkatkan relevansi pendidikan yang sedang berlangsung dengan menerapkan metode, model atau media agar menjadi sesuatu yang menarik sehingga dapat menjadi alternatif pengembangan dan peningkatan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran. Media yang dapat digunakan pun beragam, mulai dari media gambar, alat, lagu, kartu, video dan sebagainya.

Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas IX khususnya pembelajaran tentang musikalisasi puisi seringkali ditemukan kesulitan, bagaimana caranya agar peserta didik mampu menciptakan atau merealisasikan bentuk puisi menjadi seperti sebuah lagu. Tentunya musikalisasi yang diciptakan harus melalui beberapa tahap, yaitu dengan terlebih dahulu memahami tema, rasa, nada dan pesan apa yang terkandung dalam puisi tersebut. Selain itu, suasana yang ada dalam puisi harus tergambar dalam musikalisasi puisi yang sudah jadi serta tidak mengenyampingkan penggunaan irama dan nada lagu yang tepat, sehingga menjadi sebuah karya musikalisasi puisi yang indah, menghibur, dan sarat akan makna.

Dengan demikian, diperlukan media yang tepat untuk menyampaikan materi musikalisasi puisi agar peserta didik dapat menghasilkan karya musikalisasi yang baik, salah satu media yang dapat digunakan adalah media ―Popocondeo‖ yaitu media powerpoint dan contoh video. Media ―Popocondeo‖ adalah media yang memanfaatkan salah satu program presentasi powerpoint dan penampilkan contoh dalam bentuk video. KAJIAN PUSTAKA

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat menarik perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (Darmawan, 2013).

Uno (2008) yang menyatakan bahwa media dalam pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber (guru) ke peserta didik (siswa) yang bertujuan menarik mereka untukmengikuti kegiatan pembelajaran. Media selain digunakan untuk menyampaikanmateri pembelajaran dan dapat dimanfaatkan untuk memberikan penguatan maupun memotivasi di dalam kegiatan belajar mengajar.

Media ‖Popocondeo‖ (power point dan contoh video) kini telah banyak digunakan di dalam proses pembelajaran di sekolah. Hana Damayanti mengungkapkan saat ini sudah banyak sekolah yang memberikan fasilitas pengajaran menggunakan media power point untuk memudahkan para pengajar menyampaikan materi yang akan disampaikan sehingga pengajaran tidak terasa membosankan. Tapi tidak sedikit juga sekolah yang masih menggunakan media konvensional yaitu papan tulis dan spidol, faktor ini kadang yang membuat pembelajaan kurang efektif. (www. kompasiana.com, 2015)

Tampilan power point dan video menjadi sebuah hal menarik dalam pembelajaran, tentunya harus didukung kemampuan pengajar dalam menyusun slide powerpoint dan video yang akan ditayangkan kepada peserta didik.

Page 56: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

53

Pemilihan huruf, ukuran huruf, komposisi warna, sangat menentukan keberhasilan media ini dalam menyampaikan sesuatu materi pelajaran.

Tampilan power point yang disajikan adalah berbentuk slide yang memuat materi pelajaran, sedangkan tampilan video adalah video yang di unggah dari berbagai sumber (rekaman atau youtube) kemudian dihubungkan ke slide power point. Dengan menggunkan media ―Popocondeo‖ diharapkan proses pembelajaran dapat berterima. Berikut adalah contoh power point dan cuplikan contoh video.

Contoh tampilan salah satu silde pada power point.

Contoh tampilan gambar culikan video disajikan berikut ini.

Menurut Suwandi (2014) ada

beberapa pendapat yang berkembang dalam mengartikan musikalisasi puisi. Musikalisasi puisi adalah puisi yang diiringi musik selama dibacakan. Selain itu ada juga memahami bahwa musikalisasi puisi adalah puisi yang diselingi dengan musik dan ada juga yang berpendapat musikalisasi puisi yang dipadukan dengan musik.

Musikalisasi puisi adalah puisi yang dinyanyikan. Musikalisasi puisi merupakan kolaborasi antara sastra dengan music.

Biasanya puisi dibacakan atau diucapkan dengan intonasi, sedagkan musikalisasi puisi merupakan upaya untuk menampilkan puisi dengan cara memasukkan unsur musik secara dominan (http://aosinsuwandi.blogspot. com, 2014).

Senada dengan pendapat di atas, Kosasi (2008) mengemukaan musikalisasi puisi berarti mengekspresikan puisi dalam bentuk lagu (menyanyikan puisi). Hal yang paling penting diperhatikan adalah kesesuaian lagu puisi dengan suasana puisi. Jika itu menyatakan keadaan perpisahan maka irama dan nada lagu pengiring puisi itu harus bernuansa sedih juga dengan rasa muram atau sedih. Sebaliknya apabila puisi itu menyatakan kemenangan maka irama dan nada lagunya harus bernuansa gembira.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa musikalisasi puisi adalah kegiatan menyanyikan puisi dengan memperhatikan kesesuaian lagu puisi dengan suasana puisi. PEMBAHASAN

Penggunaan media ―Popocondeo‖ memiliki beberapa kelebihan yaitu, praktis, efisien, efektif dan menarik. Praktis digunakan untuk zaman sekarang yang serba modern, bias digunakan untuk keseluruhan kegiatan pembelajaran, efisien dalam hal pemanfaatan waktu, pengajar (guru) tidak perlu lagi menuliskan apa yang akan disampaikan di papan tulis, cukup menampilkan slide-slide yang telah dirancang sebelumnya, efektif sebagai sarana penunjang proses belajar, pengajar dapat melihat secara langsung respon peserta didik, tampilan slide dengan komposisi warna yang tepat dapat menarik perhatian peserta didi sehingga tidak membosankan. Namun, tidak semua sekolah dapat menggunakan media ini, tentunya keterbatasan sarana dan prasaranalah yang menyulitkan, seperti tidak adanya perangkat OHP, keterbatasan listrik dan sebagainya.

Dalam pembelajaran musikalisasi puisi penggunaan media ―Popocondeo‖ dirasa sangat cocok. Melalui slide demi slide siswa mampu memahami teori musikalisali puisi, selain itu pengajar (guru) dapat berinteraksi secara langsung

Page 57: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

54

dengan peserta didik dengan cara bertanya jawab. Setelah diberikan tampilan slide-slide yang berisikan materi musikalisasi puisi yang terkait dengan unsur-unsur puisi, menetukan suasana puisi, memberikan nada/irama yang sesuai pada syair puisi sehingga menghasilkan karya musikalisasi yang indah dan enak di dengar.

Peserta didik diberi tontonan berupa contoh video musikalisasi puisi yang sudah jadi. Peserta didik memperhatikan ketepatan suasana yang dihadirkan dalam contoh musikalisasi yang ditayangkan. Dengan pemberian contoh video tersebut, peserta didik dibuka wawasannya bagaimana sebenarnya musikalisasi puisi itu. Dan di akhir pembelajaran, peserta didik secara berkelompok menyajikan musikalisasi puisi terbaiknya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

Peggunaann media ―Popocondeo‖ dalam pembelajaran musikalisasi puisi telah diterapkan di kelas IX SMP Negeri 1 Indralaya Selatan. Pada pertemuan pertama, di awal proses pembelajaran, siswa dijelaskan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran. Pada pertemuan pertama tujuan pembelajaran adalah dengan memahami unsur-unsur puisi peserta didik mampu menentukan suasana puisi pada sebuah puisi.

Pada kegiatan initi, siswa dibagi menjadi lima kelompok, setiap kelompok mengamati puisi yang dapat dimusikalisasikan, setelah itu pengajar (guru) menampilkan media power point yang isi slidenya adalah unsur-unsur puisi, contoh puisi Aku karya Chairil Anwar, dan bagaimana cara menentukan suasana puisi. Peserta didik terlihat antusias dengan media power point yang ditampilkan. Peserta didik bersama kelompoknya menentukan suasana puisi Aku Chairil Anwar. Setelah itu, setiap kelompok menjelaskan pendapat kelompoknya masing-masing mengenai suasana puisi Aku karya Chairil Anwar. Dapat disimpulkan bahwa suasana yang ada pada puisi tersebut adalah kesedihan dan kemuraman. Setelah proses pembelajaran tujuan dari pembelajaran ini

pun memenuhi kriteria pencapaian yaitu peserta didik mampu menentukan suasana dalam sebuah puisi.

Berikut ini contoh slide yang ditayangkan pada pertemuan pertama.

Musikalisasi Puisi Musikalisasi puisi berarti

mengekspresikan puisi dalam bentuklagu (menyanyikan puisi)

Alat musik digunakan sebagaipengiring.

Hal yang paling penting diperhatikanadalah kesesuaian lagu puisi dengansuasana puisi.

Kegiatan menyanyikan puisi itulahyang dimaksud dengan musikalisasipuisi.

Hasil pengamatan terhadap

pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama menunjukkan bahwa peserta didik terlihat antusias dengan media power point yang ditampilkan. Antusiasme peserta didik ini bisa jadi karena mereka begitu tertarik untuk belajar yang diawali dengan menyaksikan tayangan media presentasi yang berisi video pembelajaran musikalisasi puisi. Pemberian tampilan video di awal pembelajaran ini tampak menumbuhkan minat belajar dalam diri mereka.

Setelah menyaksikan tayangan contoh video ini, guru selanjutnya menayangkan media presentasi berkaitan dengan teknik musikalisasi puisi.

Penggunaan media ―Popocondeo‖ dalam pembelajaran musikalisasi puisi ini juga telah memberikan pengaruh terhadap aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa yang selama ini belum berkembang optimal menjadi lebih berkembang. Siswa tampak lebih aktif mulai dari mencermati tayangan video musikalisasi puisi hingga belajar mengembangkan musikalisasi puisi yang ditugaskan guru. Dalam pertemuan pertama ini siswa tampak dapat belajar dengan lebih antusias.

Pada pertemuan kedua tujuan pembelajarannya adalah peserta didik mampu menghubungkan suasana dengan nada/irama musikalisasi puisi. Slide power point kembali ditayangkan, kemudian guru mengingatkan kembali suasana yang terkandung dalam puisi Aku karya Chairil

Page 58: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

55

Anwar. Dalam puisi Aku suasananya begitu melekat pada kesedihan dan kemuraman sesorang, sehingga irama/ nada yang diberikan untuk puisi tersebut yaitu irama yang sedih juga, mengalun pelan yang menggambarkan kemuraman atau perasaan sedih seseorang. Setelah itu, ditampilkan contoh video musikalisasi puisi Aku yang sudah jadi video ini dibuat oleh siswa-isiswa dari sekolah lain. Contoh video ini didapat dari Youtube, kemudian dimasukkan atau dihubungkan ke dalam tayangan salah satu slide dalam power point.

Peserta didik terlihat sangat antusias, tidak ada satu pun siswa yang melewatkan tayangan ini. Tampak tidak ada siswa yang mengobrol, Semua siswa fokus pada video yang ditayangkan. Setelah itu, secara berkelompok, siswa berdiskusi mengenai suasana yang ada dalam tayangan video tadi. Kemudian setiap kelompok mengemukakan pendapatnya, dan dapat disimpulkan pendapat kelima kelompok sama dan sepakat bahwa irama musikalisasi puisi Aku yang sudah mereka tonton sudah sesuai dengan suasana yang tergambar dalam puisi Aku. Selanjutnya guru kembali memberikan penjelasan bahwa untuk membuat sebuah musikalisasi puisi hal yang paling penting adalah menentukan suasana puisi terlebih dahulu, setelah itu baru bisa memberikan irama dalam puisi. Penggunaan alat musik yang baik sangat mempengaruhi dalam menentukan hasil musikalisasi puisi, banyak alat musik sederhana yang bisa digunakan, misalnya gendang, gitar akustik (bukan gitar listrik), dentingan cangkir dan sendok, dan sebagainya. Karena keterbatasan alat musik yang ada, peserta didik diarahkan menggunakan alat musik sederhana. Pada akhir pembelajaran, peserta didik secara berkelompok ditugaskan menentukan puisi dan merancang musikalisasi puisi untuk ditampilkan pada pertemuan ketiga.

Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan kedua menunjukkan bahwa peserta didik terlihat lebih antusias lagi dalam belajar. Mereka antusias belajar dengan menggunakan media power point yang ditampilkan dan berisi contoh video

musikalisasi puisi. Pembelajaran para pertemuan kedua ini tampak makin menumbuhkan minat belajar dalam diri siswa. Berikut gambar ketika media contoh video di terapkan di dalam kelas.

Aktivitas belajar siswa yang sudah

mulai berkembang pada pertemuan pertama tampak makin berkembang pada pertemuan kedua ini. Siswa tampak makin aktif mulai dari mencermati tayangan video musikalisasi puisi hingga belajar mengembangkan musikalisasi puisi yang ditugaskan guru. Dalam pertemuan kedua ini siswa dapat belajar dengan lebih antusias lagi.

Pada pertemuan ketiga tujuan pembelajarannya adalah peserta didik mampu menyanyikan puisi yang sudah dimusikalisasi dengan berpedoman pada kesesuaian isi puisi dan suasana/irama yang dibangun.

Setelah diberi tugas untuk musikalisasi puisi setiap kelompok menampilkan hasil musikalisasinya di depan kelas. Peserta didik begitu semangat menampilkan karyanya. Dari lima kelompok yang menampilkan musikalisasi puisi, semuanya sudah dapat menampilkan hasil karya yang baik sesuai dengan yang diharapkan, terlihat dari kesesuaian irama/nada yang dibangun sudah sesuai dengan isi dan suasana puisi masing-masing kelompok.

Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan ketiga menunjukkan bahwa peserta didik terlihat sangat antusiasi dalam belajar musikalisasi puisi. Mereka antusias belajar dengan menggunakan media power point yang ditampilkan dan berisi contoh video musikalisasi puisi. Mereka aktif mengembangkan

Page 59: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

56

musikalisasi puisi yang ditugaskan pada kelompok mereka masing-masing.

Pada saat tampil ke depan kelas, umumnya siswa pada awalnya agak malu. Namun, setelah melihat penampilan teman-teman dari kelompok terdahulu, kelompok berikutnya tampil semakin baik dan berani.

Pembelajaran para pertemuan ketiga ini tampak makin menumbuhkan minat belajar dalam diri siswa, baik secara kelompok maupun individu. Minat belajar siswa ini tampak antara lain dari perhatian siswa dalam pembelajaran yang makin baik, kesungguhan siswa dalam belajar dan mengerjakan tugas yang terus meningkat, dan aktivitas belajar yang makin berkembang.

Aktivitas belajar siswa yang sudah berkembang pada pertemuan kedua tampak makin berkembang pada pertemuan ketiga. Siswa tampak makin aktif mulai dari kegiatan mencermati tayangan video musikalisasi puisi hingga belajar mengembangkan musikalisasi puisi yang ditugaskan guru. Dalam pertemuan ketiga ini siswa dapat belajar dengan lebih antusias lagi. Interaksi antarsiswa makin berkembang baik. Interaksi siswa dengan guru juga berkembang.

Berikut ini contoh penampilan salah satu kelompok musikalisasi puisi Sajak Putih karya Chairil Anwar.

Hasil penerapan Popocondeo dalam pembelajaran musikalisasi puisi ini menunjukkan peningkatan kemampuan siswa beberapa hal. Pertama, kemampuan siswa dalam mencari unsur-unsur puisi, kedua kemampuan siswa dalam menentukan suasana puisi, dan ketiga kemampuan siswa dalam

menampilkan musikalisasi puisi dengan baik.

Setelah dilakukan evaluasi, dan tes unjuk kerja terbukti setiap kelompok mampu menampilkan musikalisasi puisi dengan baik, suasana puisi yang tepat dan pilihan nada dan irama yang baik. Hal ini menggambarkan bahwa media ―Popocondeo‖ tepat digunakan untuk pembelajaran musikalisasi puisi. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Media power point dan contoh video atau ―Popocondeo‖ yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IX SMP N 1 Indralaya Selatan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar. Kemampuan siswa itu terutama dalam mencari unsur-unsur puisi, menentukan suasana puisi, dan menampilkan musikalisasi puisi dengan baik. Terbukti dari penerapan yang sudah dilakukan, peserta didik mampu memusikalisasikan sebuah puisi dengan baik dan benar.

Pada sisi lain, motivasi belajar siswa dalam belajar musikalisasi puisi menjadi lebih baik. Siswa menjadi lebih aktif dalam belajar, lebih natusias, dan lebih interaktif, baik dengan siswa maupun dengan guru.

Penggunaan Popocondeo ini dapat dijadikan solusi bagi upaya memotivasi belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran musikalisasi puisi. Penggunaan Popocondeo ini juga dapat dikembangkan untuk pembelajaran lainnya, misalnya pembelajaran membaca puisi, bermain drama, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA Darmawan, D., 2013. Teknologi

Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Kosasih, E dan Restuti. 2008. Bahasa

Indonesia untuk SMP/MTS kelas IX. Jakarta: Erlangga.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia nomor 22

Page 61: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

58

PROBLEMATIKA KOMPETENSI PENULISAN KARYA ILMIAH

GURU SMA NEGERI 2 MUARA BELITI

Oleh: Surantini Kepala SMA Negeri 2 Muara Beliti Kabupaten Musi Rawas

Abstrak. Masalah yang kesejahteraan guru, rendahnya etos kerja dan komitmen guru, dan kurangnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru. Selain diharapkan dengan persoalan internal guru juga mendapat dua tantangan eksternal yaitu krisis etika serta moral anak bangsa, dan yang keduaberupatantanganmasyarakatglobal.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru SMAN 2 Muara Beliti dalam menulis karya ilmiah. Metode penelitian ini adalah deskriptif eksplanatif. Dari hasil penelitian ini didapatkan tingkat kesulitan penulisan karya tulis pada guru sebesar 93,94%.Simpulan pada penelitian ini antara lain problematika utama kesulitan guru SMA Negeri 2 Muara Beliti adalah aspek motivasi penulisan karya tulis ilmiah. Permasalahan lain yang mengiringi kesulitan guru SMA Negeri 2 Muara Beliti dalam menyusun karya tulis ilmiah adalah aspek teknis penulisan karya tulis ilmiah, aspek ekonomi, birokrasi, legalitas dan administrasi, juga menjadi beberapa faktor penyebab guru di SMA Negeri 2 Muara Beliti mengalami kesulitan dalam menyusun karya tulis ilmiah, dan kebiasaan membaca di kalangan guru SMA Negeri 2 Muara Beliti masih rendah, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menyusun karya tulis ilmiah. Kata kunci: guru SMA, karya ilmiah, problematika.

PENDAHULUAN

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 telah mengatur tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Atas dasar itu guru merupakan jabatan fungsional, yang kenaikan pangkat dan jabatannya harus menggunakan angka kredit. Sebagian yang harus dikerjakan guru untuk memperoleh angka kredit adalah unsur pengembangan profesi melalui penulisan karya tulis ilmiah dalam bidang pendidikan. Para guru banyak yang terpacu dalam kenaikan pangkat dan jabatannya. Namun demikian, masih banyak guru mengalami kesulitan dalam pengembangan keprofesiannya yaitu dalam mengumpulkan angka kredit pada unsur pengembangan keprofesian berkelanjutan.

Usaha-usaha dari pemerintah seperti melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) maupun Dinas Pendidikan (Disdik) dalam bentuk kegiatan penataran, pelatihan, dan workshop yang terstruktur sudah cukup

banyak dilakukan. Melalui kegiatan itu diharapkan para guru dapat melakukan pengembangan profesi melalui karya tulis ilmiah. Namun kenyataan di lapangan belum sepenuhnya sesuai dengan harapan. Realitasnya para guru yang ada, khususnya di Kabupaten Musi Rawas, antara lain (1) belum semua guru termasuk kepala sekolah dan pengawas memiliki kemampuan untuk menulis atau menyusun karya tulis ilmiah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, akibatnya proses kenaikan pangkat/jabatan mereka terhambat, (2) guru-guru yang berada di daerah menemui kesulitan melakukan komunikasi dan memperoleh berbagi informasi tentang karya tulis ilmiah ini. Sehingga guru hanya menulis apa adanya, yang akibatnya banyak karya tulis yang sudah dikirim, dikembalikan lagi tanpa nilai. Oleh sebab itu, adanya ketentuan untuk membuat karya tulis ilmiah, merupakan beban yang relatif berat, khususnya bagi mereka yang bukan alumni lembaga pendidikan.

Page 62: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

59

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ―Apa yang menjadi permasalahan bagi guru SMA Negeri 2 Muara Beliti dalam menulis karya ilmiah?‖

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru SMAN 2 Muara Beliti dalam menulis karya ilmiah.

Hasil penulisan ini diharapkan dapat turut memberikan data dan informasi penting bagi upaya meningkatkan kualitas pendidikan sasaran internal yaitu kualitas guru dan kualitas pendidikan guru, khususnya dalam menulis karya ilmiah. Di samping itu, manfaat yang dihasilkan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah guru dapat menemukan gagasan atau ide yang akan dituangkan dalam tulisan sehingga dapat menghasilkan karya ilmiah. Guru akan memiliki kemahiran menulis, yaitu kemampuan atau kecakapan mengorganisasikan makna atau gagasan dengan menggunakan bahasa Indonesia tulis yang baik dan benar, untuk mencapi tujuan tertentu. Kemahiran menulis yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah kemahiran menulis ilmiah. LANDASAN TEORI 1. Problematika Kompetensi

Masalah yang dihadapi guru merupakan topik yang tidak habis-habisnya dibahas dalam berbagai seminar, diskusi, dan workshop, untuk mencari berbagai alternatif pemecahan terhadap berbagai persoalan yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik di lingkungan sekolah.

Berdasarkan sejumlah penelitian pendidikan diyakini bahwa guru sebagai salah satu faktor dominan yang menentukan tingkat keberhasilan anak didik dalam melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta transformasi etika dan moral. Karena itu tidaklah berlebihan apabila masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap pendidikan selalu mengarahkan perhatiannya pada aspek yang berkaitan dengan guru dan keguruan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran internal yang dibenahi adalah kualitas guru dan kualitas pendidikan guru (Zamroni, 2001:51).

Seorang guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan mutlak, antara lain memiliki kualifikasi pendidikan profesi memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus.

Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa competency has been detined in the light of actual circumtances relating to the individual and work. Sementara itu, Len Halmes (1992) dalam training agency, menyebutkan bahwa a comptetence is a description of something which a person who work in a given accuptional area should be able to do. It is a description of an actian behavior ar antcome which a person should be able to demontate.

Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (alibility) dalam pengetahuan (knowladge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.

Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seharusnya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan.

Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam penjelasan peraturan pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu : 1. Kompetensi pedagogik, merupakan

kemampuan dalam pengeloaan peserta didik;

2. Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian;

3. Kompetensi sosial, yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat; dan

4. Kompetensi profesional, merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan dalam.

Page 63: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

60

Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direflesikan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya didalam pekerjaan. Sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan penguasaan, keterampilan maupun sikap profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru. Berdasarkan pengertian tersebut, standar kempetensi guru adalah sesuatu pengertian adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi seorang tenaga kerja kependidikan sehingga layak disebut kompeten (Kunandar, 2007).

Tujuan adanya standar kompetensi guru adalah sebagai jaminan dikuasainya tingakat kompetensi minimal oleh guru sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara profesional, dapat dibina secara efektif, dan efisien, serta dapat melayani pihak yang berkepentingan terhadap proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya sesuai bidang tugasnya.

Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagad raya ini (Sudrajad, 2008:4). Di masa depan guru buka satu-satunya yang lebih memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, jika guru tidak mengikuti perkembangan, ia akan terpuruk secara profesional. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut guru perlu berpikir secara antisipatif dan produktif, artinnya guru harus melakukan pembaharuan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus-menerus.

2. Penulisan Karya Ilmiah

Untuk dapat menghasilkan karya ilmiah seseorang harus terbiasa berpikir ilmiah dalam menemukan gagasan atau ide yang akan dituangkan dalam tulisan,

menulis karya ilmiah merupakan aktivitas menulis suatu karangan mengenai topik tertentu atas dasar asas-asas dan prosedur ilmiah (Sarwono, 2001: 1). Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh guru.

Menulis menurut Takala (dalam Achmadi, 1990: 24) adalah suatu proses menyusun, mencatat, dan mengorganisasi makna dari tuturan ganda; bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan tanda konvensional yang dapat dibaca.

Mengacu pada pendapat Takala di atas dinyatakan bahwa kemahiran menulis adalah kemampuan atau kecakapan mengorganisasikan makna atau gagasan dengan menggunakan bahasa Indonesia tulis yang baik dan benar, untuk mencapi tujuan tertentu. Kemahiran menulis yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah kemahiran menulis ilmiah. Menurut Sarwono (2001: 4) untuk dapat menghasilkan karya ilmiah seseorang harus terbiasa berfikir ilmiah dalam menentukan gagasan atau ide yang akan dituangkan dalam tulisan, menulis karya ilmiah merupakan aktivitas menulis suatu karangan mengenai topik tertentu atas dasar asas-asas dan prosedur ilmiah. Susetyo (2008: 6) mengatakan bahwa karangan adalah karya tulis yang disusun berdasarkan metode ilmiah. Oleh karena itu, dalam penyusunan karya ilmiah dilakukan melalui langkah-langkah ilmiah. Untuk itu, karya ilmiah harus mengandung kebenaran ilmiah, yakni kebenaran yang tidak hanya atas dasar rasio, tetapi dapat juga dibuktikan secara empiris.

Ciri-ciri karya tulis ilmiah : 1) menyajikan fakta obyektif secara

sistematis, 2) pernyataannya cermat, tepat, tulus,

dan benar serta tidak memuat terkaan, 3) penulisannya tidak mengejar

keuntungan pribadi, 4) penyusunannya sistematis, konseptual

dan prosendural, 5) tidak memuat pandangan-pandangan

tanpa dukungan fakta, 6) tidak emotif dan tidak menonjolkan

perasaan, 7) tidak melebih-lebihkan sesuatu, dan

yang disajikan hanya fakta, dan

Page 64: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

61

8) tidak bersifat membujuk, tetapi kesimpulannya terbentuk atas dasar fakta. Suatu karya tulis, baru dapat disebut

karya tulis ilmiah apabila sedikitnya memenuhi tiga syarat yakni: 1. Isi kajiannya berada pada lingkup

pengetahuan ilmiah, 2. Langkah pengerjaannya dijawai atau

digunakan metode (berpikir/ilmiah), dan

3. Sosok tampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai suatu tulisan keilmuan (Supardi, 2004: 11) Penulisan ilmiah dalam konteks tugas

guru sebagai tenaga kependidikan, guru wajib meningkatkan diri lewat berbagai aktivitas ilmiah guna menghasilkan karya yang bermanfaat bagi penyempurnaan tugasnya, di samping itu, guru harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan disiplin ilmu yang diembannya. Dengan demikian, guru berkewajiban selalu belajar baik secara formal maupun informal, agar penguasaan metode mengajar pada mata pelajaran tertentu, serta tugas yang diembannya tidak ketinggalan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini begitu cepat, sehingga mengharuskan para pendidik untuk membekali diri dengan berbagai metode sesuai dengan kondisi dan situasi masing-masing.

3. Permasalahan Kemampuan Menulis

Menulis merupakan pekerjaan yang berdasarkan kemampuan yang diperoleh melalui pengalaman belajar. Kemampuan menulis adalah kemampuan menggabungkan sejumlah kata menjadi kalimat yang baik dan benar, dan menjalinya menjadi wacana yang tersusun menurut penalaran dan retorika yang tepat. Ini berarti bahwa menulis banyak bergantung dari bagaimana kita menggunakan sumber-sumber linguistik karena menulis merupakan penyajian dari bentuk linguistik khusus. Menulis merupakan suatu tindak perekaman dan atau pengomunikasian, ini berarti menulis juga merupakan suatu jenis berfikir. Menulis adalah prosedur penemuan kreatif yang dikarakteristikan oleh kedinamisan saling pengaruh atar isi dan

bahasa dengan kata lain, menulis adalah menerjemahkan pikiran ke dalam bahasa.

METODOLOGI PENELITIAN

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan dilihat dari banyaknya variabel yang terkini dari suatu variabel dan berada pada satu wilayah, maka jenis penelitian ini adalah deskriptif eksplanatif. Maryati (2005: 96) mengatakan bahwa penelitian deskriptif menghasilkan penelitian yang tarafnya memberikan penjelasan mengenai gambaran tentang ciri-ciri suatu gejala yang diteliti, tujuannya adalah untuk mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif lebih banyak menggambarkan variabel yang terjadi pada masa lalu dan masa sekarang.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Muara Beliti, Musi Rawas. Subjek penelitian adalah 33 orang guru.

Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara, dan dokumentasi. Data diolah dan disajikan secara deksriptif. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (2005: 4) bahwa statistik deskriptif adalah statistik yang tingkat pengerjaannya mencakup cara-cara menghimpun, menyusun, mengatur, mengelola, menyajikan, dan menganalisis data angka, agar dapat memberikan gambaran yang teratur, ringkas, dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaan. Dengan demikian, statistik deskriptif mempunyai tugas mengorganisasi dan menganalisis data atau angka dapat memberikan gambaran secara teratur, ringkas, dan jelas mengenai suatu gejala peristiwa atau kendala sehingga dapat ditarik pengertian atau makna tertentu. Untuk keperluan itu pengolahan data dalam statistik deskriptif dengan menggunakan jumlah, persentase, dan rata-rata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penyajian laporan penelitian ini secara berturut-turut dipaparkan hasil pengumpulan data kuesioner, wawancara, dan telaah dokumen sebagai berikut. Data Kuesioner

Dari rekapitulasi jumlah nilai responden diketahui Jumlah kelompok

Page 65: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

62

responden yang mengalami kategori kesulitan sebanyak 31 orang guru. Jumlah seluruh responden 33 orang. Persentase guru yang mengalami kesulitan dalam

menyusun karya tulis ilomiah sebesar

100% atau 93,94%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hampir semua guru SMA Negeri 2 Muara Beliti mengalami kesulitan dalam menyusun karya tulis ilmiah. Untuk mengetahui kesulitan tiap-tiap aspek dapat dipahami lebih lajut dengan bantuan tabel berikut.

Rekapitulasi Penilaian Per Aspek

Aspek Tingkat

Kesulitan

Persentase

(%)

Teknis

penulisan

SS = -

S = 31

KS = -

TS = -

-

93,94

-

-

Motivasi SS = -

S =31

KS = -

TS = -

-

93,94

-

-

Ekonomi SS = -

S = 31

KS = -

TS = -

-

93,94

-

-

Birokrasi SS = -

S = 31

KS =-

TS =-

-

93,94

-

-

Legalitas SS = -

S = 31

KS = -

TS = -

-

93,94

-

-

Administrasi SS = -

S = 30

KS = 1

TS = -

-

90,91

3,03

-

Dari rekapitulasi penilaian tiap-tiap aspek, di atas dapat diketahui hal-hal berikut. 1. Aspek motivasi merupakan salah satu

aspek yang paling dirasakan sebagai

masalah yang menghambat para guru untuk memulai menyusun karya tulis ilmiah. Beberapa guru merasa enggan dan bersikap acuh tak acuh terhadap kenaikan pangkat dan jabatannya.

2. Sementara aspek ekonomi juga merupakan salah satu faktor yang menjadi kendala para guru menyusun karya tulis ilmiah. Keadaan seperti itu, dirasakan oleh para guru karena untuk menyusun karya tulis ilmiah dalam bidang pendidikan, dibutuhkan biaya yang cukup besar.

3. Faktor lain yang membuat para guru mengalami kesulitan dalam menyusun karya tulis ilmiah adalah faktor legalitas, faktor ini banyak disebabkan oleh kekurangtahuan guru saja.

4. Aspek administrasi merupakan salah satu aspek yang dianggap menghambat guru dalam menyusun karya tulis ilmiah, karena faktor ini terkesan susah, rumit, dan berbelit-belit.

5. Aspek teknis penulisan, oleh para guru dianggap sulit yang sebenarnya para guru kurang terbiasa berkarya menyusun karya tulis ilmiah.

6. Aspek birokrasi, dianggap menjadi salah satu faktor penghambat guru dalam memulai menyusun karya tulis ilmiah, karena guru merasa gamang karya tulisnya akan dinilai oleh tim penilai.

Data Hasil Wawancara Setelah wawancara dilaksanakan

kepada responden, diperoleh data kualitatif yang tersimpan dalam bentuk rekaman. Agar data yang terkumpul dapat diberikan makna, data dalam rekaman dibuat transkripsi sebagai data mentah. Dengan berpedoman pada langkah-langkah analisis data yang sudah ditetapkan, data mentah diberikan nilai sesuai dengan indikator setiap problematika guru dalam meningkatkan profesi keguruannya.

Dari tabel analisis data hasil wawancara dapat diperoleh informasi bahwa: 1. Secara umum guru yang memberikan

tanggapan wawancara berasal dari beberapa guru mata pelajaran, disamping dari segi pengalaman

Page 66: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

63

mengajar terdapat guru senior dan guru yang relatif yunior.

2. Dari catatan yang sifatnya refleksi dapat diperoleh informasi bahwa problematika kompetensi penulisan ilmiah guru mayoritas kesulitan pada aspek teknis menulis karya tulis ilmiah, kemudian diikuti aspek motivasi dan aspek ekonomi.

3. Sedangkan aspek birokrasi, legalitas dan administrasi lebih disebabkan kurangnya sosialisasi, yangg menyebabkan informossi tentang itu tidak sampai pada guru.

4. Demikian juga informasi mengenai profesi keguruan, masih perlu ditingkatkan bagi para guru.

Data Telaah Dokumen Cara yang ditempuh untuk analisis

dokumen itu adalah dengan menilai sejumlah karya tulis yang dibuat guru yang berhubungan dengan karya tulis ilmiah dalam bidang pendidikan.

Penilaian yang dipakai menggunakan form penilaian angka kredit karya tulis ilmiah yang disusun tim penilai angka kredit pusat. Hasilnya sebagai berikut. 1. Sebagian besar karya tulis ilmiah

yang disusun oleh guru SMA Negeri 2 Muara Beliti belum dapat dinilai angka kreditnya.

2. Terdapat beberapa karya tulis ilmiah yang sistematika penulisannya belum mengacu pada salah satu jenis karya tulis ilmiah.

3. Kekurangan tulisan ilmiah yang disusun oleh guru adalah keterkaitan antar bab masih kabur.

4. Kajian teori yang mendasari penyusunan karya tulis ilmiah belum menampakan wacana keilmuan.

5. Masalah yang diajukan tidak dijawab dalam pemecahan masalah.

6. Bukti fisik dan legalitas karya tulis salah.

7. Tata tulis dan penggunaan bahasa Indonesia kurang benar. Dalam penelitian ini terdapat indikasi

bahwa guru-guru di SMA Negeri 2 Muara Beliti mengalami kesulitan dalam menyusun karya tulis ilmiah sebagai salah satu kegiatan pengembangan profesi keguruan. Situasi seperti ini dirasakan bagi para guru sebagai hambatan yang

merisaukan, dan kenyataan di lapangan, ada banyak guru yang stagnan pada pangkat Guru Pembina/Golongan IV/a, karena tidak naik jenjang pada pangkat berikutnya yang mengharuskan mereka mempunyai karya tulis ilmiah.

Dari hasil pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini diperoleh informasi berikut. Pertama, seluruh guru tetap di SMA Negeri 2 Muara Beliti sebanyak 33 orang, ada 31 guru yang mengalami kesulitan dalam menyusun karya tulis ilmiah dalam bidang pendidikan sebagai salah satu unsur pengembangan profesi keguruan. Kesulitan utama yang dihadapi para guru yaitu pada motivasi penulisan karya ilmiah, di samping teknis menulis yang masih terus dilatih.

Kenyataan di atas didukung oleh data hasil wawancara yang memberikan informasi bahwa aspek motivasi guru untuk mulai menyusun karya tulis ilmiah yang masih rendah. Analisis telaah dokumen mengindikasikan bahwa sebagian besar karya tulis ilmiah yang dibuat guru belum dapat dinilai angka kreditnya.

Selain aspek motivasi, teknis penulisan juga merupakan hambatan, sehingga di kalangan guru perlu dilatih secara intensif untuk menyusun karya tulis ilmiah.

Kedua, data hasil wawancara memberikan petunjuk bahwa guru kurang terbiasa berpikir reflektif dan menuangkan gagasan pemikirannya dalam bentuk tulisan. Kenyataan di atas didukung oleh analisis telaah dokumen yang menunjukkan bahwa sebagian besar karya tulis yang dibuat oleh guru belum dapat dinilai angka kreditnya, dikarenakan sistematika penulisan salah, tidak ada keterkaitan antarbab, kajian teori lemah, keserasian antarbab tidak singkron, dan bukti fisik salah.

Pada aspek yang lain seperti biaya, birokrasi, legalitas dan adminstrasi tidak merupakan masalah yang krusial, dan hanya kurang sosialisasi saja. Dari hasil temuan di lapangan, implementasi dari penelitian ini adalah perlunya: 1) peningkatan pemahaman dengan

benar tentang profesi keguruan; 2) menumbuhkan rasa percaya diri para

guru;

Page 67: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

64

3) menumbuhkan motivasi menyusun karya tulis ilmiah;

4) dilaksanakan sosialisasi tentang penyusunan karya tulis ilmiah

5) guru meluangkan waktu menyusun karya tulis ilmiah;

6) guru memilih salah satu jenis karya tulis ilmiah;

7) guru memahami sistematika karya tulis ilmiah;

8) guru mengidentifikasi masalah pembelajaran; dan

9) guru segera mulai menulis dengan benar.

KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal berikut. 1. Problematika utama kesulitan guru

SMA Negeri 2 Muara Beliti adalah aspek motivasi penulisan karya tulis ilmiah.

2. Permasalahan lain yang mengiringi kesulitan guru SMA Negeri 2 Muara Beliti dalam menyusun karya tulis ilmiah adalah aspek teknis penulisan karya tulis ilmiah.

3. Aspek ekonomi, birokrasi, legalitas dan administrasi, juga menjadi beberapa faktor penyebab guru di SMA Negeri 2 Muara Beliti mengalami kesulitan dalam menyusun karya tulis ilmiah.

4. Kebiasaan membaca di kalangan guru SMA Negeri 2 Muara Beliti masih rendah, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menyusun karya tulis ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA Kunandar. 2007. Menjadi Guru

Profesional. Jakarta: Rajawali Press. Maryati, Kun. 2005. Sosiologi SMA, Untuk

Kelas XII. Jakarta: Esis. Sudrajad, Akhmad. 2008. Karya Tulis

Ilmiah Guru. Jakarta: Balai Pustaka. Susetyo. 2008. Metodologi Penelitian

Pendidikan. Bengkulu: Universitas Bengkulu.

Supardi. 2004. Pengembangan Profesi dan Ruang lingkup Karya Tulis Ilmiah. Disajikan pada Pendidikan dan Latihan Pengembangan Profesi tahun 2004, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Direktorat Tenaga Pendidikan.

Sarwono. 2001. Menulis Karangan Ilmiah. Jakarta: Balai Pustaka.

Sudjana, Nana. 2005. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

Zamroni.2004. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bilgraf Publishing.

Page 68: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

65

IMPLEMENTASI STANDAR PENILAIAN DI SD NEGERI 25 INDRALAYA, OGAN ILIR

Oleh: M. Pahmi Widyaiswara LPMP Provinsi Sumatera Selatan

Abstrak: Standar penilaian merupakan patokan atau pedoman dalam mengukur atau menilai tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, baik kompetensi sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Sekolah diharapkan dapat mengukur ketercapaian kompetensi peserta didik dengan menggunakan acuan atau standar yang telah ditetapkan pemerintah. Kajian ilmiah ini mempunyai tujuan umum yaitu mengungkapkan tentang implementasi standar penilaian di SD Negeri 25 Indralaya, Ogan Ilir. Selain itu, kajian ini juga bertujuan mengungkapkan kemampuan guru dalam merancang penilaian. Subjek pada kajian ini adalah guru-guru SD Negeri 25 Indralaya, Ogan Ilir yang berjumlah 18 orang. Diharapkan ada perubahan yang positif bagi guru-guru yaitu mampu melaksanakan pembelajaran dan merancang penilaian yang benar-benar dapat mengukur kompetensi yang dicapai oleh siswa. Kata kunci: standar penilaian

PENDAHULUAN

Guru sebagai pendidik, dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan dalam upaya menciptakan kegiatan pembelajaran. Apalagi standar proses, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, sudah menggariskan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Di samping itu, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien .

Untuk menciptakan hal tersebut seorang guru yang profesional diharapkan memiliki keterampilan merancang perencanaan pembelajaran seperti keterampilan merumuskan tujuan pembelajaran, menguraikan materi pembelajaran, menentukan alat bantu pembelajaran, menentukan langkah langkah pembelajaran, menetapkan

alokasi waktu, merancang penilaian. Di samping itu, guru juga dituntut memiliki keterampilan melaksanakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, seperti keterampilan membuka dan menutup pembelajaran, menggunakan alat bantu pembelajaran, menggunakan metode pembelajaran yang tepat, memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, menggunakan respon dan pertanyaan siswa dalam pembelajaran, mengunakan teknik bertanya, dalam mengkaitkan materi dengan lingkungan teknologi dan masarakat, membimbing diskusi kelompok kecil dan memiliki keterampilan memberikan penguatan. Oleh karena itu, pembelajaran perlu dirancang, dan ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan pelaksanaannya.

Pada sisi lain, proses pembelajaran yang berhasil guna, memerlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai dengan karakteristik, tujuan, peserta didik, materi, dan sumber daya. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat dan efektif dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran dan penilaian hasil belajar.

Berdasarkan hasil observasi awal penulis di SD Negeri 25 Indralaya, Ogan Ilir diperoleh kenyataan bahwa masih banyak hal berkaitan dengan kemampuan guru menyusun perangkat penilaian masih rendah, sehingga perencanaan penilaian

Page 69: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

66

dirasakan masih perlu diperbaiki seorang guru sebagai suatu hal yang harus terencana . Kegiatan belajar mengajar di SD Negari 25 Indralaya masih nampak statis, yaitu masih didominasi oleh hanya mengukur pada tingkat pengetahuan. Hal ini terlihat dalam laporan hasil belajar siswa (buku rapor siswa).

Metode pembelajaran yang diterapkan guru selama ini lebih banyak menggunakan metode konvensional seperti tanya jawab dan ceramah sehingga motivasi untuk belajar dan hasil belajar siswa rendah.

Masih rendahnya kemampuan guru SD Negeri 25 Indralaya dalam menyusun perencanaan penilaian, dapat dilihat pada data awal berdasarkan observasi. Guru yang menyusun perancangan penilaian secara mandiri berdasarkan panduan yang ada hanya 50% (9 orang dari 18 guru) selebihnya guru dalam menyusun rancangan penilaian lebih banyak yang belum nengacu pada panduan penilaian yang ada.

Karena rendahnya kemampuan guru dalam menyusun perencanaan penilaian, penulis mencoba untuk mengungkap kemampuan guru-guru SD Negeri 25 dalam menyusun perencanaan penilaian. KAJIAN PUSTAKA

Sudijono (2009) mengemukakan bahwa penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dan sebagainya. Jadi, penilaian itu sifatnya kualitatif.

Sementara itu ada istilah pengukuran. Sudijono (2009) menjelaskan bahwa pengukuran, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah measurement, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu. Mengukur pada hakikatnya dalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Pengukuran bersifat kuantitatif. Salah satu jenis pengukuran, dan ini yang banyak digunakanj dalam dunia pendidikan, adalah pengukuran untuk menilai, yang dilakukan dengan jalan menguji sesuatu, misalnya mengukur kemajuan belajar

peserta didik dalam rangka mengisi nilai rapor yang dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk tes hasil belajar.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) nomor 20 tahun 2007 mengatur tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam Permendiknas ini digariskan pengertian bahwa penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.

Standar penilaian pendidikan di atas juga menggariskan prinsip-prinsip penilaian. Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. 1. Sahih, berarti penilaian didasarkan

pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.

7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

Page 70: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

67

8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

Berkaitan dengan penilaian yang dilakukan oleh pendidik antara lain dinyatakan sebagai berikut. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut. 1. Menginformasikan silabus mata

pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester.

2. Mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran.

3. Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih.

4. Melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan.

5. Mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik.

6. Mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan pesertadidik disertai balikan/komentar yang mendidik.

7. Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikancpembelajaran.

8. Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh.

9. Melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semesterakhlak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.

Pertanyaan menarik berikut ini perlu menjadi perhatian kita. Mengapa kita melakukan penilaian? Arikunto (1992) mengemukakan bahwa penilaian, khususnya dalam dunia pendidikan, mempunyai makna ditinjau dari berbagai hal. Pertama, makna bagi siswa. Dengan diadakannya penilaian, maka siswa dapat mengetahui tingkat keberhasilannya mengikuti pembelajaran. Kedua, makna bagi guru. Dengan penilaian, guru dapat mengetahui siswa yang sudah maupun yang belum menguasai materi pelajaran. Guru juga dapat mengetahui apakah materi yang diajarkan ataupun metode pembelajaran yang digunakan sudah tepat atau belum. PEMBAHASAN

Rancangan penilaian merupakan persiapan yang disusun oleh guru untuk mempersiapkan pelaksanaan penilaian di kelas setiap habis pertemuan pelaksanaan pembelajaran. Penilaian dilakukan dalam bentuk tes tertulis lisan, praktek, maupun penugasan . Menurut Safari (2005), guru sangat mudah mengetahui tingkat perkembangan siswanya. Semakin sering dilakukan penilaian, bila terdapat penyakit, guru dapat mengetahui sejak dini. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru selayaknya melakukan proses penilaian kepada siswa/peserta didik sebanyak mungkin untuk mendapatkan hasil penilaian yang objektif.

Sebenarnya persiapan di sini secara luas dapat diartikan persiapan tertulis maupun nontertulis. Persiapan tertulis meliputi segala rencana dan ide untuk mengelola pembelajaran dan penilaian yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan mengikuti kaidah-kaidah dan format tertentu. Namun, persiapan tertulis saja tidak cukup. Guru harus pula mempunyai persiapan lain misalnya persiapan mental, situasi emosional yang ingin dibangun, lingkungan belajar yang produktif, termasuk meyakinkan peserta didik untuk mau terlibat secara penuh.

Tujuan perancangan penilaian adalah untuk:

Page 71: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

68

Mempermudah, memperlancar dan meningkatkan hasil belajar yang optimal.

Meningkatkan kemampuan guru untuk melihat, mengamati, menganalisis, dan memprediksi materi apa yang perlu perbaikan, pengayaan dan bahkan materi pengembangan bagi anak yang telah mampu di atas rata-rata.

Perancangan penilaian berfungsi sebagai acuan bagi guru untuk melaksanakan kegiatan penilaian dalam proses belajar mengajar (kegiatan pembelajaran) agar lebih terarah. Rancangan penilaian yang baik akan menjadikan penilaian efektif dan efisien.

Komponen dari rancangan penilaian yang disusun oleh guru selayaknya memiliki hal-hal sebagai berikut.

Adanya kisi-sisi soal

Kartu soal

Indikator pencapaian hasil belajar

Standar kompetensi yang diukur

Kunci jawaban dan penskoran

Lembar analisis butir soal Hasil pengamatan yang dilakukan

pada kegiatan pembelajaran di kelas IV SD Negeri 25 Indralaya, pada setiap pertemuan materi dibahas antara lain melalui diskusi, membahahas serta mencari solusi dari berbagai kesulitan dalam melaksanakan penilaian. Untuk penilaian dilakukan dengan berbagai metode dan teknik, baik secara individu maupun kelompok. Juga dibahas penilaian disesuaikan dengan rancangan yang telah dibuat, didiskusikan kebaikan atau kelemahannya serta direfleksikan usul saran dari teman sejawat untuk perbaikan penilaian peserta didik. Kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan penilaian yang merupakan implementasi Permendiknas No.20 Tahun 2007 (pada saat ini permendiknas yang diberlakukan di sekolah tersebut).

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap praktek menyusun rancangan penilaian yang dibuat guru dengan mengacu pada Permendiknas No. 20 Tahun 2007, diperoleh data kompetensi/ keterampilan guru sebagai berikut.

No. Kompetensi/

Keterampilan yang Diobservasi

Rata- rata (%)

1. Rumusan pembuatan kisi-kisi

27,77

2. Menguraikan materi ke dalam bentuk soal

44,44

3. Menentukan jenis penilaian

33,33

4. Menentukan teknik penilaian

55,55

5. Menentukan langkah-langkah penilaian

61,11

6. Menentukan sumber penilaian

64,00

7 Menetapkan waktu penilaian

72,22

8.. Membuat penskoran 27,77

Rata–rata 45,95

Tabel di atas menunjukkan bahwa

guru belum terampil merumuskan pembuatan kisi-kisi 27,77%, menguraikan materi ke dalam bentuk soal 44,44%, menentukan jenis penilaian 33,33%, menentukan teknik penilaian 55,55%, menentukan langkah-langkah penilaian, menentukan pensekoran 29,8% tetapi sudah cukup terampil dalam menentukan sumber penilaian 64,0%, menetapkan waktu penilaian 72,22% .

Lebih rinci dapat dijelaskan bahwa kemampuan membuat kisi-kisi dari data di atas merupakan kemampuan guru yang sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain pengetahuan guru itu sendiri tentang apa itu kisi-kisi, bagaimana format kisi-kisi,dan komponen apa saja yang terdapat dalam kisi-kisi. Hasil wawancara menunjukkana bahwa hanya 2 orang guru yang mampu menjelaskan apa itu kisi-kisi. Dari 18 guru yang melakukan penilaian ulangan harian, hanya ada 3 orang guru yang membuat kisi-kisi soal sebelum membuat butir soal yang akan diujikan.

Selain membuat kisi-kisi, guru-guru juga masih rendah kemampuannnya dalam membuat penskoran nilai. Hal ini tampak dalam soal yang diujikan dalam ulangan harian. Sebagai contoh, ada seorang guru membuat soal ulangan harian bentuk essay sebanyak 10 soal. Setiap soal diberi skor 10, dengan skor maksimal 100. Apabila siswa menjawab

Page 72: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

69

semua dengan benar dan tepat nilainya adalah 100. Apabila dilihat dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa guru belum mampu membedakan dari setiap soal berkaitan dengan daya pembeda, tingkat kesukaran, dan seterrusnya. Karena dalam kaidah penulisan soal terkait dengan penskoran, selayaknya masing-masing soal itu ditentukan bobotnya ditinjau dari tingkat kesukarannya.

Pengetahuan tentang menetukan jenis penilian juga dirasakan perlu dipahami oleh guru-guru SD N 25 Indralaya. Terlihat dalam data 33,33% saja guru yang mampu menentukan jenis penilaian. Hal ini menunjukkan masih banyak guru yang belum mampu menentukan jenis penilaian, termasuk menentukan jenis tes (tertulis, lisan, penugasan, unjuk kerja/praktek).

Secara umum dapat dikatakan guru SD Negeri 25 Indralaya masih perlu meningkatkan kemampuannya di dalam merencanakan penilaian yang benar-benar dapat mengukur hasil pembelajaran bagi peserta didik. Hal ini terlihat pada perumusan pembuatan kisi-kisi, menentukan jenis penilaian dan penentuan penskoran masih perlu peningkatan sebagai tiga keterampilan yang memiliki skor terendah.

Selanjuntnya, penggalian lebih dalam terkait dengan pemahaman masalah penilaian oleh para guru, digunakan angket yang berisi beberapa pertanyaan terbuka. Pertayaan yang diajukan berisi antara lain: apa manfaat melakukan penilaian, kendala atau hambatan dalam melkukan penilaian, bagaimana cara mengatasi kendala atau hambatan tersebut, serta bagaimana secara garis besar pelaksanaan penilaian di sekolah tersebut.

Berdasarkan angket yang diisi oleh 18 guru SDN 25 Indralaya mengenai manfaat melaksanakan penilaian, kendala atau hambatan dalam melaksanakan penilaian dan bagaimana cara mengatasi kendala atau hambatan dalam melaksanakan penilaian antara lain berpendapat. Manfaat penilaian bagi guru dapat mengukur berhasil atau tidaknya materi yang telah diajarkan dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat menilai

kemampuan siswa mengenai materi pelajaran yang telah disampaikan. Responden yang lain berpendapat mengenai manfaat penilaian antara lain dapat mengukur sejauh mana siswa dapat menyerap materi yang sudah diajarkan, bagi siswa dapat mengetahui hasil penilaian bagi dirinya sendiri dan berdampak terhadap keinginan dan minat belajar mereka. Sekolah dapat mengetahui hasil penilaian siswanya dari kelas 1 sampai kelas 6 yang berdampak pada daya serap sekolah. Selanjutnya dijelaskan responden yang lain bahwa penilaian bermanfaat bagi satuan pendidikan sebagai tolak ukur pencapaian kompetensi beban belajar pada kelas masing-masing yang diampu.

Respon berikut terhadap pertanyaan yang diberikan ‖Apa kendala atau hambatan dalam melaksanakan penilaian?‖ Beragam jawaban yang timbul antara lain, kurang tersedianya buku penunjang atau buku pedoman bagi guru untuk membuat penilaian. Kurangnya wawasan yang luas terhadap pengetahuan tentang penilaian itu sendiri (aspek-aspek yang akan dinilai dalam kegiatan pembelajaran). Responden yang lain memberikan pendapat tentang hambatan dalam melaksanakan penilaian yakni siswa kurang aktif dan kurangnya perhatian orang tua.

Rendahnya kemampuan guru dalam menyusun rencana penilaian pembelajaran yang efektif di sekolah ini dikarenakan keterbatasan pemahaman guru tentang apa itu penilaian efektif. Hal ini diperparah lagi dengan kebiasaan guru yang sudah merasa nyaman mengajar dengan metode konvensional, dengan metode ceramah dan tanya jawab. Siswa hampir tidak pernah diberi pengalaman nyata dalam belajar, sehingga pelajaran dirasakan oleh siswa jauh dari lingkungan keseharian mereka. Selayaknya pembelajaran dapat dilakukan dengan memberdayakan lingkungan sekitar, karena dengan memanfaatkan lingkungan dapat terlihat proses yang nyata bagi siswa dalam memperoleh pengetahuan dan bermanfaat bagi guru dalam melakukan penilaian autentik.

Dari uraian di atas secara umum dapat dikatakan bahwa persentase rata-

Page 73: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

70

rata keterampilan guru dalam menyusun dan menentukan Langkah-langkah pembelajaran, dan keterampilan merencanakan penilaian masih perlu ditingkatkan.

Kegiatan dalam pembelajaran di kelas menunjukkan bahwa guru belum terbiasa memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi langsung dalam pembelajaran. Guru juga belum terbiasa memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat atau gagasanya terhadap materi yang disampaikan. Guru juga belum terampil menggunakan respon dan pertanyaan siswa dalam pembelajaran, guru belum terampil menggunakan teknik seperti memberikan waktu tunggu, memberi giliran, menyebarkan pertanyaan, dan memberikan acuan saat mengajukan pertanyaan pada siswa. Guru juga belum terampil membimbing diskusi kelompok kecil.

Melihat kondisi di atas sebaiknya SD Negeri 25 Indralaya meningkatkan kompetensi guru dalam membuat perencanaan penilaian. Hal ini dapat dilakukan antara lain misalnya melalui In House Training (IHT), workshop penilaian, atau pelatihan-pelatihan sejenisnya.

KESIMPULAN

Hasil kajian ini yang telah dilakukan, menyatakan bahwa keterampilan guru-guru Sekolah Dasar Negeri 25 Indralaya dalam menyusun perancangan penilaian dengan mengacu pada permendiknas No.20 Tahun 2007 masih perlu ditingkatkan

Dari temuan yang diperoleh pada kajian ini, disampaikan saran-saran sebagai berikut. Pertama, hasil kajian menunjukkan bahwa jawaban responden terhadap angket yang disisi oleh guru, menunjukkan hasil yang mengarah kepada perbaikan dalam penilaian. Karena itu, bimbingan kepala sekolah dan pihak terkait sangat diharapkan dapat berjalan berkesinambungan sebagai upaya meningkatkan kemampuan guru dalam merancang sistem penilaian di kelas. Berdasarkan hal itu, disarankan juga kiranya guru-guru dapat

mempedomani aturan dan standar penilaian yang telah diterbitkan oleh pemerintah (sesuai dengan permendiknas yang berlaku). Hal ini penting, mengingat keterampilan dan kemampuan guru sangat menunjang dalam melaksanakan penilaian dikelas masing-masing.

Kedua, penerapan strategi metode dan teknik pembelajaran selalu dipengaruhi oleh perbedaan individu. Untuk itu para guru disarankan untuk memperhatikan perbedaan karakteristik individu siswa dalam penerapan penilaian di kelas.

Ketiga, agar para guru terampil dalam membuat dan melaksanakan penilaian di kelas, minimal ada tiga jalan yang dapat ditempuh, yaitu pengembangan kemampuan diri secara mandiri, mengikuti kegiatan kelompok kerja guru (KKG), mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat), dan melalui pendidikan formal. Jalan pengembangan diri disarankan agar setiap individu guru mau membaca buku-buku dan media lain yang berisi tentang peraturan-peraturan dan buku-buku pedoman yang terkait dengan penilaian peserta didik. Pendidikan dan pelatihan dapat ditempuh dengan mengikuti diklat yang diselenggarakan baik oleh dinas pendidikan setempat ataupun melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).

Diharapkan pengkajian tentang implementasi penilaian ini bukan terbatas hanya pada bagaimana guru membuat dan melaksanakan penilaian. Harapan ke depan adala hbagaimana dampak dan target penilaian yang ingin dicapai dalam satuan pendidikan, khususnya pada jenjang satuan pendidikan sekolah dasar (SD).

Kajian ini hanya terbatas pada pada guru-guru SD Negeri 25 Indralaya, Ogan Ilir. Kajian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan dan kelemahan. Oleh karena itu, agar dapat memperoleh data empirik dan pengetahuan yang lebih luas, diharapkan dapat diadakan pengkajian serupa dengan jumlah subjek guru yang lebih besar.

Page 74: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

71

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1992. Dasar-dasar

Evaluasi Pendidikan. Cet. 8. Jakarta: Bumi Aksara.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Safari. 2005. Penulisan Butir Soal.

Jakarta: Asosiasi Pengawas Indonesia.

Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi

Pendidikan. Ed. 1, Cet. 9. Jakarta: Rajawali Pers.

Page 75: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

72

PENILAIAN HOLISTIK: PROSES PENGEMBANGAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Oleh: Dian Ekawati Widyaiswara LPMP Provinsi Sumatera Selatan

Abstract.This article focuses on teacher’s competence in assessing the

student and holistic assessment. It is hoped that the students’ learning outcomes are able to think critically, develop their high order thinking skills and be relevant to the real world. Their learning outcome is extremely important because they have to make sure the students are able to face complex conditions in life situations. Holistic assessment may have some benefits and it underpins the learning quality. This can be achieved through the process of holistic assessments. As a result, the student will have the level of thought i.e., higher order thinking skill. Holistic assessment (integrated assessment) is a global approach in the assessment of the students-learning outcome. In order to be able to appraise the student’s learning outcome authentically therefore teacher needs to master and be familiar with the techniques and the instruments Keywords: holistic, learning outcome, thinking skill.

PENDAHULUAN

Tujuan dari Kurikulum 2013 adalah adanya kesimbangan antara hard skill and soft skill. Pelaksanaan proses pembelajaran selama ini hanya menekankan pada kompetensi pengetahuan sehingga tidak tercapai keseimbangan keduanya. Saat ini keterpaduan antara kedua skill tersebut sangat diperlukan untuk menghadapi perubahan zaman yang berubah dengan cepat. Hal ini dapat dicapai melalui proses pembelajaran di mana hasil pembelajaran dapat dinilai dan dianalisis melalui proses yang disebut penilaian.

Penilaian merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah sistem pembelajaran. Muara dari proses pembelajaran adalah ketecapaian hasil pembelajaran yang baik. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Menurut Earl and Gile (2011: 12), Teachers, therefore, generally understand that assessment is integral to teaching. We believe that assessment is linked to the teacher student relationship and occurs within this relationship. Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa penilaian merupakan bagian integral dari pembelajaran karena penilaian memiliki hubungan antara guru dan siswa.

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

Sejalan dengan diberlakukannya Kurikulum 2013, pemerintah telah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013. Dalam lampiran peraturan menteri di atas digariskan beberapa hal berikut. Bahwa standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.

Penjelasan rinci konsep penilaian di atas adalah sebagai berikut. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian

Page 76: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

73

berbasis portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan untuk menilai keseluruhan entitas proses belajar peserta didik termasuk penugasan perseorangan dan/atau kelompok di dalam dan/atau di luar kelas khususnya pada sikap/perilaku dan keterampilan. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk menilai kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut. Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTK merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UMTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN merupakan kegiatan pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang dilaksanakan secara nasional. Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi di

luar kompetensi yang diujikan pada UN, dilakukan oleh satuan pendidikan.

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. 1. Objektif, berarti penilaian berbasis

pada standardan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.

2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.

3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.

4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.

5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.

6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru. Pendekatan penilaian yang digunakan

adalah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik kompetensi dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik.

Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran, kompetensi muatan, atau kompetensi program, dan proses. PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN

Tugas utama seorang guru selain harus mampu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, guru juga harus mampu

Page 77: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

74

untuk menilai. Tujuannya adalah untuk melihat ketercapain hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru harus memiliki kemampuan terkait bagaimana menilai hasil belajar siswa.

Penilaian merupakan suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu (Zaenal, 2009: 2).

Penilaian juga merupakan bagian dari sebuah proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengidentifikasi strategi dan aktifitas pembelajaran terkait dengan bagaimana meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran sehingga peserta didik terdorong untuk belajar. Hal yang tidak boleh dilupakan oleh guru adalah ketika telah menentukan apa yang akan dipelajari oleh siswa maka guru harus sudah menentukan bagaimana menilai pembelajaran baik selam proses dan akhir pembelajaran.

Selama ini, titik berat dari penilain hanya pada penilaian sumatif (assessment of learning) padahal penilaian dapat juga dilakukan selama proses pembelajaran yang dikenal dengan penilaian formatif (assessment for learning). Peserta didik dapat pula melakukan apa yang disebut dengan penilaian reflektif (assessment as learning) yang bertujuan agar mereka mampu untuk menilai dirinya sendiri dan orang lain sehingga mereka sendiri mampu untuk menemukan kelebihan dan kelemahan mereka selama proses pembelajaran yang tujuan akhirnya adalah peserta didik dapat menentukan tujuan personal mereka dalam belajar.

PENILAIAN HOLISTIK

Holistic assessment entails using a number of assessments and then combining these assessment using a rationale that is defensible to the objective of assessing understanding (Grady: 2004). Dengan kata lain Penilaian Holistik mengacu pada pendekatan penilaian pembelajaran secara terintegrasi untuk mengindentifikasi hasil belajar siswa. Pendekatan penilaian yang dimaksud

adalah pendekatan penilaian baik formatif atau pun sumatif. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi kemajuan siswa baik selama dan akhir pembelajaran yang nanti akan di analisis dan ditindak lanjuti. Guru harus mampu merespon hasil belajar peserta didik secara profesional atau yang lebih dikenal dengan istilah profersional jugdement yang artinya guru akan mengapresiasi semua hasil karya peserta didik berdasarkan complex mental jugdement dari guru tersebut.

Penilaian adalah sebuah prose pengumpulan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik. Data tersebut merupakan hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik. Data tersebut merupakan cerminan dari berbagai kegiatan penilaian yang menggunakan berbagai teknik penilaian. Penilaian yang dilakukan oleh guru dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan penilaian yaitu pendekatan penilaiain formatif dan Pendekatan penilain sumatif.

Penilaian formatif merupakan pendekatan penilaian yang akan memberikan masukan dan informasi selama proses pembelajaran. Penilaian formatif mengukur kemajuan siswa yang bertujuan untuk perbaikan pembelajaran selain dari itu penilaian formatif adalah untuk membantu siswa mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan mereka terhadap mata pelajaran tertentu. Contoh penilaian formatif seperti pengamatan, konferensi, bertanya, membuat peta konsep, refleksi dan penilaian diri.

Penilaian Sumatif dilaksanakan setelah proses pembelajaran telah berlangsung. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi akhir pembelajaran dengan menggunakan standar tertentu untuk menentukan apakah peserta didik sudah tutas atau belum dalam menguasai kompetensi tertentu. Contohnya adalah ulangan tengah semester (UTS), ulangan akhir semester (UAS), tugas akhir dan laporan. JENIS PENILAIAN HOLISTIK

Jurnal (Reflective Journal) Tipe penilaian ini melibatkan kegiatan

atau tugas menulis peserta didik dimana mereka diharuskan untuk berefleksi dan

Page 78: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

75

menuliskan apa yang yang sudah mereka reflesikan. Menurut Langer dikutip dari Akuibilo (2012: 56) pembelajaran dengan menggunakan jurnal dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dan mengembangkan self-enquiry. Mereka akan mampu untuk menuliskan apa yang mereka rasakan, pikiran atau komentar yang berhubungan dengan apa yang telah mereka pelajari. Selain itu, juga melalui penilaian ini peserta didik akan mampu memenuhi kebutuhan mereka terhadap mata pelajaran tertentu.

Penilaian Teman Sejawat (Peer Assessment)

Penilaian teman sejawat merupakan teknik penilaianyang dilakukan oleh seorang siswa (penilai) terhadap siswa yang lain. Peer assessment requires students to provide either feedback or grades (or both) to their peers on a product or a performance, based on the criteria of excellence for that product or event which students may have been involved in determining” (Falchikov, 2007: 132 dikutip dari Spiller, 2012). Penilaian teman sejawat yang juga dikenal dengan istilah peer feedback merupakan jenis penilaian yang dapat mendorong pembelajaran yang bersifat kolaboratif melalui pertukaran hasil karya terbaik mereka. Menurut Al-Barakat dan AL-Hassan (2009) penilaian teman sejawat akan menciptkan peserta didik yang memiliki kemampuan untuk membuat keputusan kritis.

Penilaian Diri sendiri (Self-Assessment)

Dengan menilai dirinya sendiri, peserta didik dapat merasa percaya diri dan dapat mengatur belajarnya sendiri serta menghargai setiap kemajuan yang dapat dicapainya. Sebaliknya, ketika menilai kemampuan temannya, peserta didik dapat terdorong untuk melakukan pekerjaannya sebaik-baiknya. Diharapkan dengan menggunakan teknik penilaian ini, peserta didik dapat lebih aktif selama proses pembelajaran dan diharapkan pula akan menjadi lulusan yang berkompeten dengan dibekali kemampuan menilai diri yang baik. Self-assessment is a process

of formative assessment during which students reflect on and evaluate the quality of their work and their learning, judge the degree to which they reflect explicitly stated goals or criteria, identify strengths and weaknesses in their work, and revise accordingly (Andrade dan Du, 2007:160). Berdasarkan kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian diri sendiri adalah sebuah proses penilaian formatif di mana peserta didik bereflwkai dan mengevaluasi kualitas kerja mereka dan pembelajaran, menilai sejauh mana mereka menentukan tujuan pembelajaran mereka dan mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan hasil karya mereka.

Presentasi Kelompok (Group Presentation)

Kerja kelompok yang dilakukan oleh siswa akan memberikan hasil belajar yang lebih baik. Konsep tentang presentasi kelompok efektif untuk pencapaian hasil belajar. Misalnya dalam kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok siswa menggunakan aplikasi spreadsheet, sebagai contoh program yang dikekbangkan Microsoft sebagai Microsoft Office PowerPoint, yang dapat menarik perhatian siswa lain untuk berdikusi dibandingkan dengan mendengar ceramah yang berjam-jam.

Report Writing Report writing merupakan element

penting disiap lapangan pekerjaan saat ini. Menurut Hay (1999) report writing mendorong siswa untuk mengembangkan profesionalisme dalam mengkomuniksikan pemikiran, ide dalam berbagai bidang studi yang berbeda. Peseta didik yang terbiasa membuat report writing mampu mengembangkan keterampilan penelitian dan mampu mengerti bagaimana menyajikan berbagai hasil penelitian. Report writing menjadi kunci penting karena report writing menolong siswa untuk memahami kebutuhan siswa untukmencapai hasil belajar yang bermutu.

Penilaian Portofolio (Portfolio Assessment)

Page 79: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

76

Pendekatan penilaian portofolio adalah suatu pendekatan penilaian yang bertujuan mengukur sejauh mana kemampuan peserta didik dalam mengkonstruksi dan merefleksi suatu pekerjaan/tugas atau karya melalui pengumpulan (collection) bahan-bahan yang relevan dengan tujuan dan keinginan yang dikonstruksi oleh peserta didik, sehingga hasil konstruksi tersebut dapat dinilai dan dikomentari oleh guru dalam periode tertentu. Jadi, penilaian portofolio merupakan suatu pendekatan dalam penilaian kinerja peserta didik atau digunakan untuk menilai kinerja. Students can be able to evaluate critically their aspirations and achievements by reflecting on their experiences, which enables them to set clear learning goals. The student’s learning outcome in portfolio assessment indicates an increasing level of structural complexity (Kuisma, 2007). Pernyataan di atas dapat dimaknai bahwa penilaian fortopolio dapat membantu peserta didik dapat mengevaluasi pencapaian hasil belajar secara kritis dengan cara merefklesi pengalaman mereka. Selain itu studi yang di lakukan oleh Driessen (2006) menunjukkan bahwa penilaian portofolio adalah sebuah procedure penilaian holistik yang valid karena penilaian ini terkait dengan tingkat portofolio dengan kualitas refleksi peserta didik terhadap capaian hasil belajar.

Pengamatan terhadap Diskusi Siswa Menurut Sudijono (2009), observasi

adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan instrumen yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. Observasi langsung dilaksanakan oleh guru secara langsung tanpa perantara orang lain. Penilaian dengan teknik pengamatan dapat mengamati para peserta didik yang bekerja selama proses pembelajaran dan mampu untuk memformulasikan penilaian

tentang pemahaman peserta didik berdasarkan keterlibatan mereka selama proses pembelajaran.

Tes dan Kuis Tes adalah sebuah teknik penilaian

untuk menentukan kemampuan peserta didik untuk dapat menyelesaikan tugas tertentu dan mendemontrasikan konten penguasaaan sebuah keterampilan atau konten pengetahuan. Rofi‘uddin (1996) mengemukakan bahwa tes adalah sejumlah tugas yang harus dikerjakan siswa dan berdasarkan pretasinya mengerjakan tugas-tugas tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang aspek-aspek tertentu dari kepribadian siswa. Aspek-aspek tertentu yang dimaksud dapat berupa prestasi akademik, bakat, sikap, minat, penyesuaian sosial, dsb. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa tes merupakan alat yang digunakan untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari kepribadian siswa. Dengan menggunakan tes akan dapat digambarkan prestasi serta bakat siswa.

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Berpikir kritis merupakan kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan. Berpikir kritis merupakan bagian dari pola berpikir kompleks/tingkat tinggi yang bersifat konvergen. Berpikir kritis menggunakan dasar proses berpikir untuk menganalisis argumen dan memunculkan gagasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi dan bias yang mendasari tiap-tiap posisi, serta memberikan model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan. Berpikir kritis sangat tepat dikembangkan di kelas karena tahapan keterampilan berpikir kritis bersesuaian dengan keterampilan-keterampilan proses yaitu sebagai berikut. a. Keterampilan Menganalisis

Keterampilan menganalisis merupa-kan keterampilan berpikir yang tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan

Page 80: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

77

atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. b. Keterampilan Mensintesis

Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keterampilan menganalisis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi suatu bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut siswa untuk menyatu padukan semua informasi yang diperoleh sehingga dapat menciptakan ide-ide baru. c. Keterampilan Mengenal dan

Memecahkan Masalah Keterampilan ini menuntut siswa

untuk memahami dengan kritis dan menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. d. Keterampilan Menyimpulkan

Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian dan pengetahuan yang dimilikinya sehingga dapat beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan yang baru. Singkatnya, keterampilan ini menuntut keterampilan merumuskan simpulan dari sejumlah informasi. e. Keterampilan Menilai

Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki siswa agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu. PENILAIAN HOLISTIK TERHADAP PENGEMBANGAN TINGKAT BERPIKIR SISWA

Penggunaan penilaian holistik memiliki kelebihan. Peserta didik yang penilainnya berbasis penilaian holistik akan memiliki posisi yang lebih baik dalam pembelajaran. Selain itu, peserta didik akan dapat memperluas keterampilan mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru kepada mereka. Peserta didik akan terlibat langsung dalam

proses pembelajarana seperti selama diskusi kelompok di mana mereka akan mampu berargumentasi berdasarkan data yang telah mereka peroleh dari hasil pengamatan.

Penilaian holistik mampu mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menganalisis hasil karya atau pekerjaan mereka sendiri selama proses pembelajaran sehingga akan terlihat kemajuan dari capaian pembelajaran. Hal ini dapat menciptakan peserta didik yang mampu untuk mengkritisi diri mereka sendiri melalui penilaian terhadap diri sendiri. Dampak positif dari penilaian holistik adalah perserta didik mengembangkan keterampilan investigasi yang memungkinkan mereka untuk menghadapi segala jenis penilaian secara efektif. Selain itu, peserta didik mampu untuk memahami bagaimana untuk mengkonstruksi jawaban dari soal-soal yang diberikan.

Kurikulum memiliki peranan yang penting dalam memberikan masukan terhadap hasil belajar peserta didik dalam mengintegrasikan penilaian holistik dalam desain kurikulum yang membantu peserta didik dalam mengembangkan pendekatan pembelajaran yang memberikan kontirbusi terhadap pemahaman terhadap materi pelajaran. Penilaian holistik dalam membantu menjamin kurikulum yang dirancang untuk siap dalam menghadapi situasi nyata kehidupan Penutup

Guru diharapkan untuk mengembangkan berbagai stretgis penilaian yang sesuai dengan semua aspek perencanaan pembelajaran. Melalui penilaian holistik guru dapat menyesuaikan penilaian dengan tujuan pembelajaran. Penilaian holistik sebaiknya dilaksanakan di sekolah-sekolah karena penilaian holistik dapat menilaian aspek-aspek pencapaaian hasil belajar peseta didik baik sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dampak dari penilaian holistik adalah pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini disebablan oleh sistem penilaian holistik mengekspos kemampuan siswa dalam mengamati, mengamati, merefleksi, menilai diri mereka sendiri.

Page 81: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

78

DAFTAR PUSTAKA

Al-Barakat, A., & Al-Hassan, O. (2009). Peer assessment as a learning tool for enhancing Student teachers' preparation. Asia-Pacific Journal of Teacher Education, 37(4), 399-413.

Andrade, H. & Du, Y. (2007). Student

responses to criteria-referenced self-Assessment.Assessment and Evaluation in Higher Education,32 (2), 159-181

Driessen, E., Overeem, K., Tartwijk, J. V.,

Der Vleuten, C. V., & Muijtjens, A. (2006). Validity of portfolio assessment: which qualities determine ratings? . Medical Education, 40(9), 862-866.

Hay, I. (1999). Writing Research Reports in Geography and the Environmental Sciences. Journal Of Geography in Higher Education, 23(1), 125-135.

Kuisma, R. (2007). Assessment of an

undergraduate group project.. Assessment & Evaluation in Higher Education,32(5), 557-569.

Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Sudijono, Anas (2009) Pengantar Evaluasi

Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Zaenal Arifin (2009) Evaluasi

Pembelajaran.Bandung: Remaja Rosdakarya 2009

Page 82: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

79

PELUANG PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BAGI GURU, ANTARA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GAGASAN KREATIF/INOVATIF

Oleh: Pirdaus

Widyaiswara LPMP Provinsi Sumatera Selatan email: [email protected]

Abstrak. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional. Profesi guru memegang peran strategis dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan pada bidang pendidikan. Peran strategis ini menuntut adanya guru-guru yang profesional/kompeten. Untuk itu, pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru merupakan sebuah keniscayaan. Tulisan ini mencoba mengembangkan beberapa gagasan untuk mendorong guru mengembangkan keprofesiannya secara berkelanjutan, yang memberikan motivasi dan/atau inspirasi bagi guru. Gagasan-gagasan ini bergerak di antara dua kutub, yaitu antara kutub pengembangan KTI guru yang berkaitan dengan penelitian dan kutub pengembangan KTI guru yang berkaitan dengan pengembangan gagasan inovatif. Kata kunci: gagasan kreatif/inovatif, penelitian, pengembangan keprofesian berkelanjutan

PENDAHULUAN

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional, baik pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah muaupun pada jenjang pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Sebagai tenaga profesional, atau sebagai sebuah profesi, hal ini dijamin dengan dikeluarkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang tentang Guru dan Dosen di atas adalah bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan. Dengan demikian, profesi guru perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Hal ini memberi pengertian bahwa profesi guru memegang peran strategis dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan pada bidang pendidikan. Peran strategis ini menuntut adanya guru-guru yang profesional, bukan sekadar guru bersertifikat pendidik, namun yang lebih penting lagi adalah guru yang kompeten.

Pemerintah sudah menggariskan standar kompetensi guru sebagaimana tertera pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007

tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.

Standar kompetensi guru, mencakup kompetensi inti guru. Dua di antara kompetensi inti guru itu adalah 1) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif (dimensi kompetensi profesional), dan 2) melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran (dimensi kompetensi pedagogik). Pertanyaan yang mungkin sering muncul di benak kita, apakah guru sudah memiliki kedua kompetensi inti guru ini? Apa saja upaya-upaya yang telah dilakukan guru untuk mengembangkan keprofesiaannya? Adakah kendala yang dialami guru dalam rangka mengembangkan keprofesiannya?

Tampaknya saat ini sebagian guru kita masih sering terkendala dalam upaya pengembangan keprofesiannya. Secara lebih khusus, guru-guru ini mengalami kesulitan dalam menyusun publikasi ilmiah (baca: karya tulis ilmiah, disingkat KTI). Kesulitan guru dalam menyusun KTI ini antara lain tampak pada sulitnya guru dalam menyusun KTI jenis tinjauan ilmiah yang mengembangkan gagasan-gagasan

Page 83: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

80

inovatif dalam bidang pendidikan/ pembelajaran. Di samping itu, sebagian besar guru juga mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), menyusun laporan hasil PTK, dan mempresentasikannya dalam sebuah seminar di sekolah.

Muslich (2009) mengatakan bahwa PTK memberikan peluang strategi pengembangan kinerja melalui pemecahan masalah-masalah pembelajaran (teaching-learning problems solving). Pendekatan dalam PTK menempatkan guru sebagai peneliti sekaligus sebagai agen perubahan. Wiriaatmadja (2008) mengatakan bahwa jawaban paling utama terhadap pertanyaan mengapa guru harus melakukan PTK adalah untuk mengubah citra guru dan sekaligus meningkatkan keterampilan profesional guru. Dapat dikatakan bahwa PTK merupakan sebuah pilihan solutif bagi guru untuk membantu memecahkan berbagai persoalan pembelajaran dan/atau pendidikan yang dikelolanya di samping untuk membantu mengembangkan keprofesian guru secara berkelanjutan.

Menulis KTI merupakan satu bagian dari sisi profesi guru yang dapat menunjukkan seorang guru sudah profesional atau belum. Sementara, pada bagian-bagian sisi lain profesinya, guru juga dituntut memiliki kompetensi lain, kepribadian dan sosial, misalnya.

Uraian di atas memberikan isyarat perlunya upaya-upaya pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru. Hal ini mengingat bahwa pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru merupakan sebuah keniscayaan, di tengah derasnya perkembangan arus teknologi informasi dan komunikasi saat ini.

Tulisan ini mencoba mengembangkan beberapa gagasan untuk mendorong guru mengembangkan keprofesiannya secara berkelanjutan, terutama dari sisi pelaku pendukung yang memberikan motivasi dan/atau inspirasi bagi guru. Gagasan-gagasan ini bergerak di antara dua kutub, yaitu antara kutub pengembangan KTI guru yang berkaitan dengan penelitian dan kutub pengembangan KTI guru yang

berkaitan dengan pengembangan gagasan inovatif. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI GURU

Secara lengkap, kompetensi-kompetensi inti guru dan kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK termuat pada lampiran Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.

Salah satu kompetensi inti guru pada dimensi kompetensi pedagogik adalah melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Kompetensi inti guru di atas diuraikan lagi menjadi kompetensi guru kelas SD/MI atau kompetensi guru mata pelajaran di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK yaitu: 1) melakukan refleksi terhadap

pembelajaran yang telah dilaksanakan, 2) memanfaatkan hasil refleksi untuk

perbaikan dan pengembangan dalam mata pelajaran yang diampu (atau lima mata pelajaran SD/MI), dan

3) melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu (atau lima mata pelajaran SD/MI). Kompetensi inti guru pada dimensi

profesional salah satunya adalah mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. Kompetensi inti guru ini diuraikan lagi menjadi kompetensi kompetensi guru guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, atau kompetensi guru mata pelajaran di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK yaitu: 1) melakukan refleksi terhadap kinerja

sendiri secara terus menerus, 2) memanfaatkan hasil refleksi dalam

rangka peningkatan keprofesionalan, 3) melakukan penelitian tindakan kelas

untuk peningkatan keprofesionalan, dan

4) mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.

Page 84: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

81

PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN

Pada lampiran Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permeneg PAN dan RB) Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya diuraikan konsep pengembangan keprofesian berkelan-jutan. Pengembangan keprofesian berke-lanjutan adalah sebagai pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya.

Pengembangan keprofesian berke-lanjutan, meliputi: 1) pengembangan diri (diklat fungsional,

atau kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian guru),

2) publikasi ilmiah (publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal atau publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru), dan

3) karya inovatif (menemukan teknologi tepat guna, menemukan/menciptakan karya seni, membuat/memodifikasi alat pelajaran/ peraga/praktikum, atau mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnya). Salah satu jenis pengembangan

keprofesian berkelanjutan bagi guru adalah publikasi ilmiah. Publikasi ilmiah itu antara lain adalah publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal. Untuk membuat KTI sebagai publikasi ilmiah di atas guru dapat menentukan sendiri jenis KTI-nya, sesuai dengan minat dan kemampuan guru yang bersangkutan, serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang jenjang jabatan/kepangkatan guru. PELUANG PENGEMBANGAN KTI HASIL PENELITIAN

Sebelum membahas peluang pengembangan KTI atau publikasi ilmiah hasil penelitian, coba kita cermati terlebih dahulu beberapa uraian pada Buku 4 Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya berikut ini.

Macam Publikasi Ilmiah/Karya Inovatif

Guru

Jabatan Dari-Ke

Jumlah AK dari

Sub-unsur PI/KI

Macam PI/KI yang Wajib Ada

Guru Pertama III/a ke Guru Pertama III/b

- -

Guru Pertama III/b ke Guru Muda III/c

4 Bebas pada jenis karya publikasi ilmiah dan karya inovatif

Guru Muda III/c ke Guru Muda III/d

6 Bebas pada jenis karya publikasi ilmiah dan karya inovatif

Guru Muda III/d ke Guru Madya IV/a

8 Minimal terdapat 1(satu) laporan hasil penelitian

Guru Madya IV/a ke Guru Madya IV/b

12 Minimal terdapat 1(satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber- ISSN

Guru Madya IV/b ke Guru Madya IV/c

12 Minimal terdapat 1(satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) Artikel yang dimuat di jurnal yang ber- ISSN

Guru Madya IV/c ke Guru Utama IV/d

14 Minimal terdapat 1(satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber- ISSN dan 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber-ISBN

Guru Utama IV/d ke Guru Utama IV/e

20 Minimal terdapat 1(satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber- ISSN dan 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber-ISBN

(Keterangan: AK = angka kredit, PI = publikasi ilmiah, KI = karya inovatif) Sumber: Kemdiknas (2011)

Mencermati tabel di atas, tampak bahwa pengembangan KTI atau publikasi ilmiah hasil penelitian merupakan peluang atau kesempatan yang harus dimanfaatkan guru, tidak saja bagi Guru Muda dengan golongan III/d ke atas yang akan naik ke dengan golongan yang lebih tinggi, namun juga bagi guru lainnya. Guru

Page 85: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

82

lainnya yang dimaksud adalah mulai dari Guru Pertama golongan III/a sampai dengan Guru Muda golongan III/c.

Peluang berikutnya bagi guru dalam pengembangan publikasi ilmiah/karya inovatif yaitu ada kemudahan bagi guru dalam menyusun KTI. Kemudahan yang dimaksud adalah guru tidak harus menyusun KTI secara per seorangan, namun guru dapat menyusunnya secara kolaboratif. Pasal 20 lampiran Permeneg PAN dan RB di atas menyatakan bahwa guru yang secara bersama membuat karya tulis/ilmiah di bidang pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu, diberikan angka kredit dengan ketentuan sebagai berikut. Apabila terdiri dari 2 orang penulis maka pembagian angka kreditnya adalah 60% untuk penulis utama dan 40% untuk penulis pembantu. Apabila terdiri dari 3 orang penulis maka pembagian angka kreditnya adalah 50% untuk penulis utama dan masing-masing 25% untuk penulis pembantu. Apabila terdiri dari 4 orang penulis maka pembagian angka kreditnya adalah 40% untuk penulis utama dan masing-masing 20% untuk penulis pembantu. Jumlah penulis pembantu paling banyak 3 orang.

Berdasarkan uraian tentang kompetensi inti guru di atas, setidaknya ada dua kompetensi inti guru yang sangat berkaitan langsung dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan guru, yaitu 1) melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran, dan 2) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. Pengembangan kedua kompetensi inti ini harus dilakukan guru sebagai bagian dari tuntutan profesi guru.

Pada Buku 4 Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelan-jutan (PKB) dan Angka Kreditnya dinyatakan karya tulis ilmiah guru dapat dipublikasikan dalam bentuk laporan hasil penelitian --misalnya laporan penelitian tindakan kelas-- atau berupa tinjauan/gagasan ilmiah yang ditulis berdasar pada pengalaman dan sesuai dengan tugas pokok serta fungsi guru. Dicontohkannya laporan penelitian tindakan kelas (PTK) di atas dapat diartikan bahwa publikasi laporan hasil PTK merupakan contoh yang patut diikuti

guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Muslich (2009) dan Wiriaatmadja (2008) sebagaimana dikemukakan di atas.

PTK memberikan peluang strategi pengembangan kinerja guru dalam mengelola pendidikan/pembelajaran di kelas melalui pemecahan masalah-masalah pembelajaran. Strategi atau pendekatan yang dilakukan guru dalam PTK menempatkan guru sebagai agen perubahan (agent of change) sekaligus sebagai peneliti (researcher).

PTK memberikan beberapa manfaat, bukan saja bagi guru dan siswa, namun juga bagi pembelajaran/pendidikan secara lebih luas. Sukayati (2008) mengemukakan bahwa manfaat PTK antara lain mencakup pertama, inovasi , dalam hal ini guru perlu selalu mencoba, mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajarnya agar mampu merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelas dan zaman. Kedua, pengembangan kurikulum di tingkat kelas dan sekolah. Hasil-hasil PTK akan sangat bermanfaat jika digunakan sebagai sumber masukan untuk mengembangkan kurikulum baik di tingkat kelas maupun sekolah. Ketiga, peningkatan profesionalisme guru. Keterlibatan guru dalam PTK dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. PTK merupakan salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas dan cara pemecahannya yang dapat dilakukan.

Berikut ini beberapa bidang kajian berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam PTK, sebagai ―pintu masuk‖ untuk memulai PTK. Bidang kajian PTK, sebagaimana dimuat dalam Pedoman Pelaksanaan Pemberian Block Grant Kegiatan Pengembangan Profesi Guru Berupa Penelitian Tindakan Kelas, a.l. seperti 1) pembelajaran siswa di sekolah, 2) desain dan strategi pembelajaran di kelas, 3) alat bantu, media, dan sumber belajar, 4) sistem evaluasi, dan 4) implementasi kurikulum (Direktorat Profesi Pendidik, 2006).

Masalah-masalah yang lebih riil dan kompleks berkaitan dengan pembelajaran tentu banyak berada di kelas di satuan-

Page 86: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

83

satuan pendidikan. Masalah dalam pembelajaran itu sebagian besar dapat diatasi dengan tindakan nyata melalui PTK. Pertanyaannya, tindakan seperti apa yang diyakini dapat mengatasi permasalahan dalam pembelajaran itu?

Kunandar (2008) mengatakan bahwa rencana tindakan merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun dan dari segi definisi harus prospektif atau memandang ke depan pada tindakan dengan memperhitungkan peristiwa-peristiwa tak terduga, sehingga mengandung sedikit resiko. Tindakan perlu fleksibel agar dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tak dapat terduga dan kendala yang sebelumnya tidak terlihat. Dengan kata lain, tindakan yang dilaksanakan untuk mengatasi masalah dalam sebuah PTK perlu dipilih secara tepat dengan prediksi yang optimis.

Guru dapat mengembangkan upaya-upaya dalam rangka pelaksanaan tindakan dari berbagai aspek terkait. Namun demikian, bentuk tindakan adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh subjek tindakan agar meningkat kemampuan atau kompetensinya. Dalam PTK pendidikan, bentuk tindakan adalah adalah metode atau cara yang dipilih oleh guru sebagai peneliti untuk meningkatkan kemampuan atau kompetensi subjek tindakan. Bentuk tindakan dimaksud harus merupakan sesuatu yang baru, yang diasumsikan lebih dari dari yang lama, sehingga diharapkan ada dampak peningkatan pada subjek tindakan (Arikunto, 2011). Oleh karena itu, guru sebagai peneliti dalam PTK dapat mengembangkan berbagai penggunaan metode pembelajaran atau secara lebih luas sampai dengan penggunaan model pembelajaran tertentu.

Perlu diingat bahwa, bagi guru yang mengajukan KTI hasil penelitian, misalnya PTK, dapat diberikan angka kredit untuk subunsur publikasi ilmiah. Salah satu bentuk kegiatannya adalah membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang pendidikan di sekolahnya, diseminarkan di sekolahnya, disimpan di perpustakaan (angka kredit 4).

Pada Buku 4 Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelan-jutan (PKB) dan Angka Kreditnya

diuraikan bahwa makalah laporan hasil penelitian itu dilengkapi dengan berita acara yang membuktikan bahwa hasil penelitian tersebut telah diseminarkan di sekolah/madrasahnya. Berita acara tersebut paling tidak berisi keterangan tentang waktu, tempat, peserta, notulen seminar, dan dilengkapi dengan daftar hadir peserta. Berita acara ditandatangan oleh panitia seminar dan kepala sekolah/madrasah.

Seminar berkaitan dengan diseminasi hasil PTK di atas dilaksanakan di sekolah/ madrasah penulis. Pesertanya minimal 15 orang guru yang berasal dari minimal 3 sekolah/ madrasah yang setingkat.

Semua bukti fisik di atas harus dilengkapi dengan surat pernyataan keaslian dari kepala sekolah/madrasah yang disertai tanda tangan kepala sekolah/madrasah dan cap sekolah/madrasah bersangkutan. Juga dilengkapi dengan surat keterangan dari perpustakaan sekolah/madrasah yang menyatakan bahwa arsip dari buku/jurnal/makalah tersebut telah disimpan di perpustakaan sekolah/madrasahnya. Peluang Pengembangan KTI Tinjauan Ilmiah berisi Gagasan Kreatif/Inovatif

Pada Lampiran I Permeneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 diuraikan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan melaksanakan publikasi ilmiah pengembangan gagasan pada bidang pendidikan formal.

Peluang tersebut antara lain sebagai berikut. 1) membuat makalah berupa tinjauan ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya, tidak diterbitkan, disimpan di perpustakaan (angka kredit 2), 2) artikel Ilmiah Populer di bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dimuat di media masa tingkat provinsi (koran daerah), (angka kredit 1,5), 3) artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dan dimuat di jurnal tingkat nasional yang tidak terakreditasi/tingkat provinsi (angka kredit 1,5), dan 4) artikel Ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikannya dan dimuat di jurnal

Page 87: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

84

tingkat lokal (kabupaten/kota/ sekolah/ madrasah dst.) (angka kredit 1).

Banyak ide atau gagasan yang dapat dikembangkan guru untuk mengatasi berbagai masalah dalam pembelajaran. Sebagai contoh, dalam pembelajaran di sekolah/madrasah misalnya masih banyak siswa yang kurang minat atau motivasi belajarnya. Sebagian siswa bahkan masih beranggapan bahwa pembelajaran pada mata pelajaran tertentu ―menakutkan‖ sehingga mereka tidak dapat belajar dengan ―asyik dan menyenangkan‖. Untuk itu, guru dapat mengembangkan berbagai upaya, misalnya mengembangkan berbagai alat peraga kreatif dari bahan-bahan sederhana atau barang bekas, menggunakan media presentasi berbantuan komputer dan/atau internet, mengembangkan model penilaian yang merangsang semangat belajar siswa. Ide atau gagasan guru dalam pengembangan hal-hal di atas dapat disajikan dalam bentuk makalah tinjauan ilmiah.

Keberadaan jurnal ilmiah, majalah ilmiah, atau buletin, baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun lokal, sangat banyak dan beragam. Dalam hal ini, guru dapat menulis artikel ilmiah misalnya untuk dimuat di ―Edukasi‖, buletin yang diterbitkan oleh LPMP Provinsi Sumatera Selatan dengan nomor ISSN 2087-6130 atau pada jurnal ini. Dengan media publikasi ini, guru dapat mempublikasikan artikel ilmiahnya setidaknya pada level provinsi Sumatera Selatan.

PENUTUP

Sebagai tenaga profesional, guru memegang peran strategis dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan pada bidang pendidikan. Peran strategis ini menuntut adanya guru-guru yang profesional, guru yang kompeten. Untuk itu, pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru merupakan sebuah keniscayaan.

Pengembangan keprofesian berkelan-jutan adalah sebagai pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Pengembangkan keprofesian berkelanjutan bagi guru dapat bergerak di antara dua kutub, yaitu antara

kutub pengembangan KTI guru yang berkaitan dengan penelitian dan kutub pengembangan KTI guru yang berkaitan dengan pengembangan gagasan inovatif. Guru dapat mengembangkan publikasi ilmiah hasil penelitian, terutama PTK. Guru juga dapat mengembangkan gagasan-gagasan kreatif/inovatif berkaitan dengan pendidikan dan/atau pembelajaran yang dapat dipublikasikasikan melalui berbagai kegiatan atau media publikasi.

Pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru ini sangat tergantung pada guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru harus mau mengembangkan keprofesiannya. PTK misalnya, adalah tantangan sekaligus peluang bagi guru untuk mengembangkan keprofesiannya. Yang dibutuhkan adalah niat dan kemauan yang sungguh-sungguh. Arikunto (2006) mengingatkan ―Hantu penyakit orang yang ingin maju adalah kegagalan dalam menyingkirkan penyakit enggan dan menunda-nunda pekerjaan dengan mengatakan nanti saja, atau lain kali deh!‖

Gagasan-gagasan kreatif/inovatif dapat dikembangkan guru dari sekitar kehidupannya, dari pendikan dan/atau pembelajaran yang diampunya. Pengembangan gagasan kreatif/inovatif tak memerlukan biaya yang mahal. Namun demikian, hasilnya bahkan bisa jadi tak ternilai harganya, terutama ketika gagasan kreatif/inovatif itu dipublikasikan untuk kalangan pendidikan yang luas. Agama mengajarkan hal itu sebagai ‗amal jariyah. Kepada para guru, selamat mengembangkan gagasan kreatif/ inovatifnya. Menjadilah guru terbaik, yang menginspirasi banyak guru lainnya!

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, &

Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2011. Penelitian

Tindakan untuk Guru, Kepala Sekolah & Pengawas. Cet. Ke-4. Yogyakarta: Penerbit Aditya Media.

Page 88: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

85

Direktorat Profesi Pendidik. 2006. Pedoman Pelaksanaan Pemberian Block Grant Kegiatan Pengembangan Profesi Guru Berupa Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat Profesi Pendidik Kementerian Pendidikan Nasional.

Kemdiknas. 2011. Buku 4 Pedoman

Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah

Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Ed. 1. Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada.

Muslich, Masnur. 2009. Melaksanakan

PTK Itu Mudah (Classroom Action Research) Pedoman Praktis bagi Guru Profesional. Ed. 1, Cet. 1. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Sukayati. 2008. Penelitian Tindakan

Kelas. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2008. Metode

Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Cet. Ke-7. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 89: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

86

KRITERIA PEMUATAN ARTIKEL WIDYA EDUKASI

Jurnal Pendidik dan Tenaga Kependidikan

1. Materi tulisan harus relevan dengan bidang pendidikan.

2. Naskah belum pernah dimuat pada jurnal manapun.

3. Naskah diketik dalam bentuk artikel ilmiah dengan spasi tunggal.

4. Naskah diketik dengan ukuran kertas A4 (210 mm X 297 mm), dengan batas (margin) masing-masing 2 cm untuk setiap tepi, dalam format file word.

5. Naskah diketik menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran huruf (font size) 11; ditulis dengan rata kanan-kiri (justified) dengan jumlah halaman 9 s.d. 11 halaman.

6. Judul ditulis dengan huruf kapital (maksimal 14 kata) menggunakan kalimat yang spesifik dan efektif.

7. Pada bagian bawah judul dicantumkan identitas penulis (nama penulis, asal lembaga/unit kerja, dan alamat email penulis).

8. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dengan maksimal 250 kata (dapat juga disertakan abstrak dalam bahasa Inggris dengan jumlah kata menyesuaikan)

9. Kata kunci ditulis dalam bahasa Indonesia, terdiri atas 3 s.d. 5 kata, mencerminkan konsep yang dikandung dalam naskah (dapat juga disertakan kata kunci dalam bahasa Inggris).

10. Naskah dikirim ke alamat redaksi dalam bentuk cetak (print out) dan disertai softcopy-nya dalam bentuk CD/DVD atau dikirim melalui email ke alamat berikut ini: [email protected]

11. Data pelengkap tulisan/artikel dapat disertakan dalam bentuk cetak (print out/hard copy).

12. Naskah yang diterima akan melalui proses peninjauan (review) oleh tim reviewer ahli yang sebidang; revisi dapat dilakukan apabila diperlukan.

13. Dewan Redaksi berhak melakukan editing tanpa mengurangi isi/maknanya dan berwenang mengambil keputusan menerima, menolak, ataupun menyarankan kepada penulis untuk memperbaiki naskah yang bersangkutan.

14. Naskah artikel/tulisan yang dapat dimuat dalam jurnal ini meliputi hasil penelitian maupun tinjauan atau kajian ilmiah sesuai dengan bidang ilmu atau spesialisasi keahlian dan lingkup kediklatan.

15. Artikel hasil penelitian terdiri atas: a. Bagian Awal meliputi judul, nama dan

identitas penulis, abstrak, dan kata kunci (5%).

b. Pendahuluan (10%) meliputi latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian.

c. Kajian Literatur (10%) meliputi kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan.

d. Metode Penelitian (10%) e. Hasil dan Pembahasan (50%) f. Simpulan dan Saran (10%) g. Daftar Pustaka (5%)

16. Artikel tinjauan/kajian ilmiah terdiri atas: a. Bagian Awal meliputi judul, nama dan

identitas penulis, abstrak, dan kata kunci (5%)

b. Pendahuluan (10%) meliputi latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penulisan

c. Kajian Literatur dan Pembahasan (70%) d. Simpulan dan Saran (10%) e. Daftar Pustaka (5%)

17. Tabel dan gambar diberi nomor urut sesuai urutan munculnya. Tabel dan gambar harus jelas terbaca dan dapat dicetak dengan baik. Naskah akan dicetak dalam format warna hitam-putih atau grayscale sehingga untuk gambar grafik/diagram dan juga tabel/gambar dari aplikasi spreadsheet (excel) agar disertakan file aslinya.

18. Sumber pustaka yang dijadikan acuan hendaknya bersumber dari hasil penelitian, gagasan, teori/konsep yang telah diterbitkan alam bentuk buku, jurnal, atau majalah ilmiah. Acuan yang dirujuk minimal 80% hasil publikasi 10 tahun terakhir, kecuali sumber pustaka klasik (tua) yang memang dimanfaatkan sebagai kajian historis.

19. Format penulisan pustaka acuan adalah: Nama penulis. Tahun. Judul (italic). Kota penerbit: Nama penerbit. Publikasi dari penulis yang sama dan dalam tahun yang sama ditulis dengan menambahkan huruf a, b, atau c, dan seterusnya tepat di belakang tahun publikasi (baik penulisan dalam pustaka cuan maupun sitasi dalam naskah tulisan).

20. Penulisan pustaka acuan yang berasal dari internet agar ditulis secara berurutan sebagai berikut. Nama penulis. Tahun. Judul (italic) alamat web, dan tanggal akses/unduh (download

21. Isi naskah tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Dewan Redaksi WIDYA EDUKASI

Jurnal Pendidik dan Tenaga Kependidikan LPMP Provinsi Sumatera Selatan

Page 90: Indralaya - lpmpsumsel.kemdikbud.go.id€¦ · Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Wibawanto menjelaskan bahwa salah satu contoh pemanfaatan TIK ... disesuaikan dengan

87