indonesian nutrition foundation for food … kata pengantar peran gizi dalam pembangunan pentingnya...

6
1 KATA PENGANTAR PERAN GIZI DALAM PEMBANGUNAN Pentingnya menempatkan isu perbaikan gizi dalam kebijakan pembangunan telah digaungkan keseluruh dunia oleh gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) yang dimotori Sekretariat PBB sejak tahun 2010. Gerakan tersebut, telah menyadarkan para ekonom dan lembaga donor untuk memberikan perhatian pada masalah gizi yang dialami penduduk miskin di dunia. Menteri Keuangan Sri Mulyani sejak masih menjabat di Bank Dunia telah menyampaikan pentingnya mengatasi masalah gizi kronis, yang dicirikan oleh kejadian “stunting” atau “anak pendek”. Isu yang sama disampaikan kembali saat memberi kuliah umum di FEUI, karena kecukupan gizi sangat menentukan kualitas manusia dan masa depan bangsa. Dalam Pidato Kenegaraaan 16 Agustus 2016 Presiden Jokowi juga menyampaikan pentingnya pemenuhan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) agar manusia Indonesia dapat mencapai potensi maksimalnya. Disamping cuplikan pidato Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani diatas, dalam edisi newsletter nomor ini disajikan laporan tentang peluncuran buku Gizi Pembangunan yang diterbitkan oleh KFI pada tanggal 1 Oktober 2016 di Jakarta. Buku ini berisi kumpulan tulisan saya dari tahun 1962 - 2015. Inti dari buku ini adalah merupakan rekaman sejarah perkembangan ilmu dan program gizi di Indonesia. Dengan buku ini saya mengharapkan generasi muda yang berminat mendalami ilmu pengetahuan tentang gizi dapat belajar apa yang telah dikerjakan di masa lalu, sejak tahun 1950-an sampai sekarang dan permasalahan serta kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan demi kemajuan perkembangan ilmu gizi dan aplikasinya di Indonesia di masa yang akan datang. Prof. (Em.) Soekirman Ketua KFI Jakarta, Desember 2015 KFI Newsletter Desember 2016 - Volume 13 Indonesian Nutrition Foundation for Food Fortification (KFI) Fortifikasi Pangan untuk Perbaikan Gizi Menteri Keuangan Sri Mulyani Bicara Soal Anak Pendek Atau Stunting “ …..Saat ini sekitar 37% balita Indonesia mengalami stunting, atau tidak menerima asupan gizi yang cukup, mulai dari kandungan hingga usia 2 tahun. Stunting mengakibatkan otak seorang anak kurang berkembang. Ini berarti 1 dari 3 anak Indonesia akan kehilangan peluang yang lebih baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan dalam sisa hidup mereka. Ini adalah musibah bagi Indonesia. Tingkat stunting di Indonesia sangat tinggi dibanding negara tetangga. Misalnya, tingkat stunting di Thailand adalah 16%, dan di Vietnam 23%. Saya berharap program memerangi stunting dapat berhasil, karena beberapa negara, seperti Peru, telah berhasil menurunkan stunting secara kredibel dalam waktu cukup singkat.” demikian Sri Mulyani (sumber: https://finance.detik.com) Bukan kali ini saja Sri Mulyani bicara soal gizi. Waktu masih menjabat di Bank Dunia di Washington, SM beberapa kali mengingatkan bahwa stunting adalah masalah kemiskinan. Hal tersebut tidak mengherankan oleh karena Bank Dunialah yang sejak tahun 1990an memperhatikan peran gizi dalam Pembangunan Ekonomi dan Sosial. Publikasi Bank Dunia pertama yang menekankan pentingnya Gizi adalah World Development Report, 1990, kemudian juga World Development Sri Mulyani di FE UI 26 Juli 2016 (Foto : Detik.com)

Upload: nguyenkhuong

Post on 24-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

KATA PENGANTAR

PERAN GIZI DALAM PEMBANGUNAN

Pentingnya menempatkan isu perbaikan gizi dalam kebijakan pembangunan telah digaungkan keseluruh dunia oleh gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) yang dimotori Sekretariat PBB sejak tahun 2010. Gerakan tersebut, telah menyadarkan para ekonom dan lembaga donor untuk memberikan perhatian pada masalah gizi yang dialami penduduk miskin di dunia. Menteri Keuangan Sri Mulyani sejak masih menjabat di Bank Dunia telah menyampaikan pentingnya mengatasi masalah gizi kronis, yang dicirikan oleh kejadian “stunting” atau “anak pendek”. Isu yang sama disampaikan kembali saat memberi kuliah umum di FEUI, karena kecukupan gizi sangat menentukan kualitas manusia dan masa depan bangsa. Dalam Pidato Kenegaraaan 16 Agustus 2016 Presiden Jokowi juga menyampaikan pentingnya pemenuhan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) agar manusia Indonesia dapat mencapai potensi maksimalnya.

Disamping cuplikan pidato Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani diatas, dalam edisi newsletter nomor ini disajikan laporan tentang peluncuran buku Gizi Pembangunan yang diterbitkan oleh KFI pada tanggal 1 Oktober 2016 di Jakarta. Buku ini berisi kumpulan tulisan saya dari tahun 1962 - 2015. Inti dari buku ini adalah merupakan rekaman sejarah perkembangan ilmu dan program gizi di Indonesia. Dengan buku ini saya mengharapkan generasi muda yang berminat mendalami ilmu pengetahuan tentang gizi dapat belajar apa yang telah dikerjakan di masa lalu, sejak tahun 1950-an sampai sekarang dan permasalahan serta kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan demi kemajuan perkembangan ilmu gizi dan aplikasinya di Indonesia di masa yang akan datang.

Prof. (Em.) SoekirmanKetua KFI

Jakarta, Desember 2015

KFI NewsletterDesember 2016 - Volume 13

Indonesian Nutrition Foundation for Food Fortification (KFI)

Fortifikasi Pangan untuk Perbaikan Gizi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Bicara Soal Anak Pendek Atau Stunting

“ …..Saat ini sekitar 37% balita Indonesia mengalami stunting, atau tidak menerima asupan gizi yang cukup, mulai dari kandungan hingga usia 2 tahun. Stunting mengakibatkan otak seorang anak kurang berkembang. Ini berarti 1 dari 3 anak

Indonesia akan kehilangan peluang yang lebih baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan dalam sisa hidup mereka. Ini adalah musibah bagi Indonesia. Tingkat stunting di Indonesia sangat tinggi dibanding negara tetangga. Misalnya, tingkat stunting di Thailand adalah 16%, dan di Vietnam 23%. Saya berharap program memerangi stunting dapat berhasil, karena beberapa negara, seperti Peru, telah berhasil menurunkan stunting secara kredibel dalam waktu cukup singkat.” demikian Sri Mulyani (sumber: https://finance.detik.com)

Bukan kali ini saja Sri Mulyani bicara soal gizi. Waktu masih menjabat di Bank Dunia di Washington, SM beberapa kali mengingatkan bahwa stunting adalah masalah kemiskinan.

Hal tersebut tidak mengherankan oleh karena Bank Dunialah yang sejak tahun 1990an memperhatikan peran gizi dalam Pembangunan Ekonomi dan Sosial. Publikasi Bank Dunia pertama yang menekankan pentingnya Gizi adalah World Development Report, 1990, kemudian juga World Development

Sri Mulyani di FE UI 26 Juli 2016 (Foto : Detik.com)

2

Menteri Perindustrian / dan Ketua BULOG, dan Bapak HAR Tilaar mantan Staf Ahli Menteri Bappenas, dan Bapak Mustopa Dijaya, mantan Deputi Administrasi Pembangunan Bappenas. Dari kalangan non Bappenas dan non Pemerintah, hadir antara lain Bapak Bayu Krisnamurthi, ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian, Bapak Sugiantono, Direktur Jendral Kesehatan Masyarakat, Bapak Gus Solahuddin Wahid (Gus Solah) tokoh ulama yang “cinta“ Gizi, Bapak HS Dillon, mantan pejabat Kementerian Pertanian, tokoh LSM khususnya dalam masalah kemiskinan , Bapak Fasli Jalal mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Ibu Ninuk Pambudi, Wakil Pimpinan Harian Kompas. Hadir pula lebih dari 100 orang teman dan sahabat Pak Kirman para guru besar dan dosen di IPB, UNHAS, UGM, UKI, dan POLTEKKES Gizi Jakarta.

Tim editor buku menemukan 99 tulisan Pak Kirman dalam bentuk media ilmiah dan populer, mengelompokkan dalam 3 bab. Pertama tentang Gizi Pembangunan yang menonjolkan peran Prof.Widjojo Nitisastro selaku Menteri Ketua Bappenas yang sejak Repelita III (1983-1988) memahami pentingnya Gizi dalam Pembangunan Manusia. Bagian ini juga memuat Pidato Pengukuhan Pak Kirman sebagai Guru Besar Ilmu Gizi IPB tahun 1991 dengan judul Dampak Pembangunan Nasional terhadap Perbaikan Gizi Masyarakat. Termasuk juga ulasan-ulasan pers atas pidato pengukuhan tersebut. Bab kedua, memuat tulisan-tulisan Pak Kirman tentang Ilmu Gizi dan Perkembangannya di dunia internasional dan Indonesia sejak tahun akhir pemerintahan Belanda, awal kemerdekaan tahun 1950an sampai sekarang. Tulisan pertama yang dibukukan adalah tentang Dasar Pokok Ilmu Gizi yang ditulis di Aceh tahun 1962 pada waktu untuk pertama kali Pak Kirman menjadi pegawai negeri dan ahli gizi ditugaskan di Daerah Istimewa Aceh di Banda Aceh (waktu itu Kutaradja) sampai tulisan tahun 2015 yang dimuat di harian Kompas tentang Fortifikasi Minyak Goreng Sawit dengan Vitamin A.

Dalam bab kedua juga terdapat tulisan-tulisan sejarah dipilihnya kata Gizi oleh Lembaga Bahasa Indonesia UI akhir tahun 1950an, dan sejarah Pedoman Gizi Seimbang sebagai pengganti Pedoman Empat Sehat Lima Sempurna yang diciptakan tahun 1950. Bab ketiga berupa kumpulan tulisan Kebijakan dan Program Gizi Masyarakat, diawali kutipan

KFI NewsLetter Desember- Volume 13

Report 1991, dan 2006 tentang Repositioning Nutrition As Center to Development : A Strategy for Large-Scale Action (2006). Sejak itu, di tataran global, permasalahan gizi masyarakat tidak hanya menjadi perhatian dikalangan kesehatan, tetapi juga para pakar ekonomi pembangunan.

Presiden Jokowi Berbicara Tentang Peran Gizi Dalam Pembangunan SDM

Dalam Pidato Kenegaraannya pada tanggal 16 Agustus 2016 lalu, Presiden Jokowi juga secara singkat menyinggung mengenai masalah gizi tersebut : …” tujuan pemerintah membangun infrastruktur sosial khususnya pembangunan SDM adalah agar setiap insan Indonesia dapat mencapai potensi maksimalnya. Langkah ini dimulai dari pemenuhan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan. Selanjutnya, dalam membangun manusia Indonesia yang berkualitas, produktif, dan berdaya saing, kita tingkatkan kualitas pembangunan di sektor kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial….”. (sumber: http://setkab.go.id)

Peluncuran Buku Gizi Pembangunan

Dalam rangka ulang tahun ke-80 Prof.Soekirman,KFI menerbitkan buku koleksi tulisan Pak Kirman sejak tahun 1962-2015 yang diberi judul “Gizi Pembangunan“. Buku setebal 660 halamam ini diluncurkan pada tgl 1 Oktober 2016 di gedung ANZ Tower Jakarta. Hadir dalam acara tersebut para mantan pimpinan Pak Kirman dan kolega Pak Kirman di Bappenas

tahun 1975 – 1996. Diantaranya Bapak Sumarlin, mantan Menteri Ketua Bappenas/ Menteri Keuangan/ dan Ketua BPK; Bapak Rahardi Ramelan, mantan Wakil Ketua Bappenas/

(Foto: presidenri.go.id)

Bapak JB Sumarlin memberikan sambutan acara Peluncuran Buku.

3

tesis Pak Kirman untuk Master of Professional Studies in International Nutrition tahun 1973 di Cornell University yang berjudul “Priorities in dealing with Nutrition Problems in Indonesia“, juga makalah Pak Kirman diberbagai konferensi gizi internasional sejak tahun 1975 yang dipublikasikan dalam berbagai prosiding termasuk Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali sejak 1978 oleh LIPI dan Bappenas. Dalam sambutannya Pak Kirman menjelaskan tujuan penerbitan buku ini, yaitu untuk merekam pikiran-pikiran Pak Kirman yang ditulis dan apa yang telah dikerjakan selama 50 tahun sejak 1962. Kedua, diharapkan kumpulan tulisan ini dapat menggambarkan sejarah perkembangan ilmu gizi dan programnya dari tahun 1950an sampai 2015 di dunia dan Indonesia. “Menurut Auguste Compte, sosiolog besar abad ke-18, seseorang yang akan belajar ilmu pengetahuan, perlu mempelajari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tersebut“ – demikian kata Pak Kirman. Dan ketiga, dari sejarah tersebut dapat dipetik pelajaran adanya kesulitan, hambatan dan dorongan untuk meng-aplikasikan dan mengembangkan ilmu gizi. Dari situlah Pak Kirman menyimpulkan bahwa untuk mengamalkan ilmu gizi di bidang pembangunan kesejahteraan dan keadilan bangsa, diperlukan gizi pembangunan. Dan itu harus diperjuangkan - kata Pak Kirman

Idrus Jus’atKetua Editor

Bayu Krisnamurthi : Gizi PembangunanKompas, Rabu, 5 Oktober 2016

Gizi Pembangunan. Itulah judul buku yang diluncurkan beberapa hari lalu di Jakarta, berisi kumpulan tulisan Soekirman, guru besar emeritus IPB, seorang pejuang gizi yang telah berkiprah lebih dari 50 tahun.

Gizi Pembangunan merupakan sebuah penegasan bahwa gizi yang baik dan cukup merupakan prasyarat kemajuan bangsa. Membahas kembali pengaruh status gizi masyarakat bagi pembangunan saat ini menjadi relevan paling tidak karena dua alasan.

Pertama, Indeks Daya Saing Global Indonesia turun dari peringkat ke-34 (2014/2015) ke peringkat ke-37 (2015/2016). Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang mengeluarkan indeks itu menyatakan bahwa ada dua faktor kunci yang terkait satu sama lain sebagai penentu daya saing negara: kemampuan, untuk semakin masuk ke revolusi industri yang keempat (industri berbasis konvergensi teknologi otomasi robotik dan kecerdasan artifisial) serta kemampuan mengembangkan, menarik, dan mendukung manusia bersumber daya dan para talenta istimewa. Turunnya indeks daya saing itu sejalan

KFI NewsLetter Desember- Volume 13

dengan posisi Indonesia dalam peringkat kesiapan teknologi yang turun enam peringkat menjadi peringkat ke-91.

Harus dikatakan bahwa sebenarnya pembangunan pendidikan dan kesehatan Indonesia mengalami kemajuan yang tidak kecil. Namun, negara lain tampaknya maju lebih pesat. Di sinilah aspek gizi masyarakat -- khususnya kondisi gizi anak-anak, remaja, dan pemuda -- pegang peran. Tanpa kondisi gizi yang baik, maka intervensi seperti pelatihan atau pendidikan akan sangat sulit dikonversi menjadi produktivitas dan karya-karya berkualitas.

Relevansi kedua dari gizi pembangunan adalah Impian Indonesia 2015-2085 yang dinyatakan Presiden Joko Widodo di Merauke, 30 Desember 2015. Dari tujuh butir impian yang dirumuskan Presiden Joko Widodo, butir yang pertama adalah sumberdaya manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia“. Berbagai kajian menunjukkan bahwa gizi memiliki pengaruh sangat besar pada kecerdasan manusia.

Kekurangan gizi pada anak-anak bahkan dapat menyebabkan rendahnya tingkat kecerdasan dan berbagai indikator kualitas hidup lain yang tidak dapat diperbaiki lagi pada saat remaja atau dewasa. Dengan demikian, peningkatan status gizi masyarakat Indonesia saat ini kiranya menjadi salah satu prasyarat penting tercapainya impian tahun 2085 itu.

Kedua alasan itu semakin melengkapi banyaknya argumentasi yang didukung banyak penelitian dan data obyektif bahwa gizi berhubungan sebab-akibat dengan produktivitas, kemiskinan, bahkan krisis ekonomi.

Masalah gizi Indonesia

Masalah gizi serius yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masalah gizi ganda: di satu sisi masih cukup besar anggota masyarakat yang mengalami masalah kekurangan gizi atau gizi buruk, tetapi di sisi lain juga cukup banyak anggota masyarakat yang “kebanyakan gizi“ atau kelebihan berat badan dan obesitas. Soekirman telah menyatakan hal itu sejak 1991 dan terbukti mulai timbul sejak tahun 2000-an. Kedua masalah itu membuat penderitanya rata-rata membutuhkan biaya perawatan kesehatan yang lebih tinggi, berhubungan dengan daya saing dan pendapatan dalam pekerjaan yang lebih rendah, serta berbagai masalah sosial ekonomi lain.

Di samping masalah gizi ganda, terdapat masalah kekurangan gizi mikro. Indonesia dinilai berhasil keluar dari masalah kekurangan yodium dan zat besi. Ini terutama karena keberhasilan program fortifikasi garam dengan yodium dan terigu dengan zat besi. Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan defisiensi vitamin A yang dampaknya bukan

4

.

.

Survey Pasar Dalam Rangka Monitoring

Minyak Goreng Berfortifikasi

Pada bulan Oktober 2016 KFI melaksanakan survey minyak goreng di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang Selatan dan Bekasi. Sampel minyak goreng kami ambil dari pasar tradisional di keempat wilayah tersebut, kemudian dilakukan pengukuran kadar vitamin A. Kami menguji sebanyak 31 merk minyak goreng dan menemukan bahwa 42% diantaranya mengandung vitamin A lebih dari 20 IU/g. Walaupun ditemukan beberapa merk yang mencantumkan label “difortifikasi Vitamin A“ namun setelah diuji kadar vitamin masih sangat rendah. Suatu hal yang menggembirakan

KFI NewsLetter Desember- Volume 13

hanya pada kesehatan mata, melainkan juga berhubungan dengan kecerdasan dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan vitamin A pada anak akan berdampak permanen pada kehidupan anak itu selamanya.

Strategi Pembangunan Gizi

Pertama, perlu disadari bahwa asupan gizi yang paling utama datang dari pangan dan pola makan. Karena itu, strategi yang tepat adalah membangun ketahanan pangan dan gizi. Pangan tak hanya gilihat dari sisi kualitas, yaitu gizi yang baik dan cukup. Kedua, kecukupan gizi dan asupan gizi yang baik akan diperoleh dari pengetahuan yang benar tentang gizi, terutama di kalangan para ibu. Peningkatan pengetahuan gizi melalui sosialisasi dan edukasi gizi yang sistematis bagi masyarakat sejak usia dini menjadi bagian penting dalam pembangunan gizi masyarakat. Ketiga, konsep dasar gizi yang baik dan cukup telah diperkenalkan lama, termasuk oleh Soekirman, yaitu konsep gizi seimbang. Konsep ini mengoreksi dan mengembangkan kekurangtepatan konsep “Empat Sehat Lima Sempurna“ yang pernah populer. Konsep gizi seimbang harus jadi fondasi pembangunan gizi. Keempat, laksanakan fortifikasi dengan konsisten. Kita sudah berhasil dengan fortifikasi yodium pada garam dan zat besi pada terigu. Langkah selanjutnya fortifikasi vitamin A pada minyak goreng. Pengusaha minyak goreng sudah bersedia, bahkan lebih 50 persen sudah melakukan fortifikasi sukarela. Berbagai kajian telah menunjukkan penambahan biaya sangat minimal, berdaya guna, dan pro rakyat miskin. Tidak ada alasan ditunda. Kelima, berdayakan lembaga pemberdayaan masyarakat seperti posdaya, posyandu, atau berbagai bentuk lembaga lain di masyarakat sebagai bagian dari usaha peningkatan gizi masyarakat. Gunakan pendekatan baru dengan media sosial untuk melibatkan lebih banyak anggota masyarakat lagi dalam gerakan ini. Soekirman menyatakan “kekurangan gizi adalah bentuk kelaparan tidak kentara“. Sebuah peringatan dan pelajaran agar kita tak boleh membiarkan hal itu terjadi

Press Conference & Media Monitoring

Bersamaan dengan acara peluncuran buku, diselenggarakan konferensi pers yang dihadiri oleh para wartawan dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Konferensi pers ini, diisi paparan mengenai buku Gizi Pembangunan, juga dilakukan diskusi dan tanya jawab tentang fortifikasi, termasuk pertanyaan mengenai isu-isu terkini mengenai fortifikasi minyak dan terigu. Dalam kurun waktu 2 minggu, tercatat 12 pemberitaan di media yang terkait dengan acara pelucuran buku, maupun topik lain yang mencuat selama diskusi dan tanya jawab.

Hadir juga al Bpk Franky Welirang, HAR Tilaar, Rahardi Ramelan, Gus Solah dan Bayu Krisnamurthy

(http://photo.liputan6.com)

(Harian Kompas, 14 November 2016)

Prof. Soekirman secara simbolis memberikan buku kepada JB Sumarlin pada peluncuran buku Gizi Pembangunan di Jakarta, Sabtu (01/10).

5

adalah pada minyak goreng yang tahun lalu (2015) difortifikasi, ternyata setelah kami lakukan pengujian kembali, merk-merk tersebut masih memfortifikasi produknya dengan Vitamin A. Bahkan ditemukan merk yang tahun 2015 belum difortifikasi pada tahun 2016 sudah mengandung vitamin A. Produsen yang tetap konsisten memfortifikasi minyaknya patut mendapat apresiasi khusus. Meskipun saat ini program fortifikasi vitamin A untuk minyak goreng masih bersifat sukarela, mereka melanjutkan fortifikasi. Tentunya didorong oleh adanya kesadaran akan pentingnya vitamin A bagi

masyarakat.

Micronutrient Forum Global Conference, 24-28 Oktober 2016, Cancun Mexico

Micronutrient Forum (MNF) Global Conference mengambil tema “Positioning Women’s Nutrition at the Centre of Sustainable Development”. Seluruh paparan dan diskusi diarahkan untuk mendukung gerakan dan pencapaian perbaikan gizi masyarakat, khususnya gizi mikro melalui remaja putri dan perempuan. Pada sesi pembukaan Ms Gerda Verbug, Asisten Sekjen PBB dan Koordinator gerakan “Scaling up Nutrition (SUN)” mengajak semua bangsa untuk memacu dan memperluas gerakan SUN serta meningkatkan efektivitasnya dalam memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok miskin. Perempuan berperan penting dalam mengelola dan melaksanakan intervensi gizi keluarga. Untuk melaksanakan komitmen menjadi hasil nyata, kontribusi semua komponen bangsa terus digalang melalui

berbagai kerjasama berdasarkan tujuan bersama, saling percaya, saling menghargai dan saling melengkapi. Kerjasama “public-private”(PPP) termasuk salah satunya.

Sekitar 200 pembicara melalui 46 sesi menyampaikan paparan yang mencakup riset, pelaksanaan program dan penyusunan kebijakan. Dari Indonesia KFI menyampaikan dua topik yaitu “Pengalaman Melaksanakan PPP” dan “Efektivitas Program Fortifikasi Minyak Goreng di Indonesia”; Helen Keller International (HKI) memaparkan “Perubahan Konsumsi Pangan Hasil Proyek Pengembangan Pekarangan di NTT; Micronutrient Initiative (MI) menyajikan pengalaman Asia terkait “Peran Kritis Kemampuan Melaksanakan Intervensi Gizi Mikro”. Pada sesi akhir Dr Hadad, CEO GAIN mendorong forum agar mampu memasukkan isu gizi mikro pada posisi tinggi dalam agenda kebijakan pembangunan. Perlu advokasi yang lebih efektif dengan bahasa menarik dan ber-aliansi dengan figure populer yang telah dikenal sangat luas. Menampilkan akuntabilitas program dengan ukuran yang tepat seperti laju penurunan malnutrisi, efektivitas kebijakan perbaikan kualitas konsumsi gizi, peran dana pemerintah dan swasta dalam meningkatkan akses gizi dan pangan sehat. Pendekatan perbaikan gizi, suplementasi, fortifikasi dan biofortifikasi untuk intervensi jangan berjalan sendiri-sendiri tetapi dikombinasikan dengan kadar yang berbeda sesuai kebutuhan tiap daerah/negara.

Kunjungan Dari Tim Micronutrient Initiative (MI) Kanada

Pada tanggal 5 Desember 2016, tim dari MI Kanada mengunjungi kantor KFI di Jakarta sekaligus melakukan diskusi mengenai perkembangan terkini masalah gizi mikro dan fortifikasi di Indonesia, terutama tentang fortifikasi garam, minyak goreng sawit dengan vitamin A, beras dan tepung terigu.Tim diketuai oleh Dr. Noor. A. Khan dari MI Kanada, beserta 2 orang anggota dari MI regional, serta Dr. Elvina Karyadi dari MI Jakarta. Tim juga meminta pendapat Prof. Soekirman mengenai

KFI NewsLetter Desember- Volume 13

Uji Vitamin A pada sampel Minyak Goreng di Jakarta

Bu Ning (KFI), di MNF Global Conference, Cancun

Ibu Ning KFI, Ms Giorgia P, Soekirman KFI, Noor. A. Khan , Ibu Elvina Karyadi, Suvabrata, dan Bapak Rozy Afrial dari MI

6

KFI NewsLetter Desember- Volume 13

kemungkinan untuk mencobakan double fortification (iodium dan zat besi pada garam) di Indonesia.

Apa Kabar KMS di Posyandu ?

Pada November yang lalu, Pak Kirman mendapat undangan untuk berbicara tentang Posyandu di acara Pelatihan Kader Posyandu & PKK Pemerintah Kota Jakarta Pusat. Pak Kirman mengingatkan seharusnya Posyandu dapat menjadi ujung tombak mencegah anak pendek (stunted) terutama sejak lahir sampai umur dua t a hun. Karena fungsi utama sejak berdirinya Posyandu tahun 1970an adalah memantau pertumbuhan berat badan anak yang dicatat pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Anak sehat tambah umur tambah berat badan. Bila tidak bertam b ah , anak akan menjadi kurus dan mudah sakit. Dengan KMS , ibu dapat mengetahui sejak dini tanda-tanda tidak sehat pada anak. Dengan itu Posyandu segera merujuk anak ke Puskesmas atau Bidan / Dokter untuk diperiksa lebih lanjut. Tanpa KMS , ibu dan petugas Posyandu kemungkinan besar tidak sadar apabila ada anak yang memerlukan rujukan. Apabila tidak ada tindakan dini, anak kemungkinan dibiarkan begitu saja untuk waktu berbulan -bulan sehingga anak menjadi kurus dan pendek tanpa disadari oleh ibu dan petugas kesehatan. Itulah yang sering kita lihat di perdesaan dan kampung , banyak balita kurus dan pendek.

Dimata awam, anak-anak ini dianggap biasa-biasa saja karena tidak sakit. Tenaga kesehatan seharusnya tahu bahwa anak kurus adalah tidak sehat dan kurang gizi. Bapak Gizi , Prof . Poorwo S oe darmo ( al m) dulu ditahun 1950an menyebutnya sebagai “anak yang tidak sehat dan tidak sakit” . Daya tahan tubuhnya terhadap penyakit rendah. Apabila terpapar kuman diare atau demam ISPA sedikti saja akan jatuh sakit dan cepat menjadi parah. Apabila terjadi bermin g gu-minggu dan bebulan-bulan tanpa disadari orang tua dan tetangganya, dapat terjadi gizi buruk dengan kaki dan muka bengka k menakutkan. Barulah menjadi pemberitaan di media. Biasanya , tidak lama kemudian dikabarkan anak gizi buruk sudah meninggal di rumah sakit karena terlambat di rujuk ke rumah sakit. Apabila anak itu

selamat tidak meninggal dan sembuh, anak ini dipastikan menjadi “anggota” anak pendek . Itulah awal mulanya mengapa dibentuk Posyandu dengan KMSnya. Dalam perkembangannya ditambahkan meja-meja untuk penyuluhan, PMT, imunsasi dan lain-lain tidak masalah. tetapi tugas pokok pemantauan BB dengan KMS dengan benar penggunaannya, adalah penting untuk diteksi dini dan bila perlu rujukan ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Dari pertemuan dengan petugas Posyandu di Jak pus , diinformasikan banyak Posyandu yang tidak lagi menggunakan KMS tetapi tetap menimbang, Hasil timba n g a n dicatat dibuku besar tidak di KMS, suatu hal yang sebenarnya salah.

Apabila benar KMS diganti dengan catatan di buku besar, perlu dipertanyakan apakah Posyandu tanpa KMS yang benar itu masih bermanfaat bagi program gizi terutama untuk anak baduta ?.

Bersama dengan Walikota Jakarta Pusat, Ibu Anna Alisjahbana, Bapak Sudibyo Alimoeso, dan ibu-ibu kader-PKK-BKB 15 November 2016

Published ByIndonesian Nutrition Foundation for Food Fortification (KFI), Address: KFI c/o Komplek Bappenas A1, Jl. Siaga Raya Pejaten, Jakarta 12510, Indonesia, Phone: +62 21 7987 130, Fax: +62 21 7918 1016, Website: www.kfindonesia.org, Email: [email protected]

Contoh Kartu Menuju Sehat (KMS) di Posyandu

Umur (Bulan)

Anak Sehat Tambah Umur Tambah Berat dan Tinggi Badan (hopeindia.com)