indonesia terjangkit phobia nuklir?

3
Indonesia Terjangkit Phobia Nuklir? Mungkin sampai dengan detik ini, kita masih akan memiliki persepsi yang negatif terhadap kata “nuklir”. Bahkan mungkin juga diantara kita akan langsung terbayang sebuah gambaran situasi mengenai perang, dimana perang tersebut menghasilkan sebuah ledakan besar seperti yang pernah terjadi di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945. Mari kita telaah kembali, apakah benar bahwa fakta akan senantiasa terjadi seperti apa yang kita persepsikan. Sebuah barang mati tentunya akan bersifat netral pada dasarnya. Manusia sebagai makhluk berakal dan bernurani tentunya adalah subyek yang akan menggunakan barang tersebut untuk tindakan yang sesuai dengan kaidah etika dan logika. Dan, hal tersebut tentu berlaku juga untuk pemanfaatan energi nuklir. Hal yang menarik dari energi nuklir adalah besarnya panas yang dihasilkan dari sebuah reaksi nuklir. Panas tersebut kemudian akan dikonversi menjadi energi listrik untuk dimanfaatkan dalam menopang kehidupan kita sehari-hari. Dapat ditarik kesimpulan bahwa energi nuklir akan menghasilkan kapasitas energi listrik yang besar pula. Bagaimana dengan konversi bahan baku energi nuklir jika dibandingkan dengan sumber energi konvensional? Dalam jumlah yang sama (asumsikan 1 gram), uranium sebagai bahan baku energi nuklir akan menghasilkan listrik sebesar 175,014 kwh, minyak hanya akan menghasilkan 0,0117 kwh, batu bara sebesar 0,00806 kwh, dan gas alam adalah 0,0128 kwh. Sedangkan untuk biaya produksi energi nuklir ini selisih sekitar Rp 9.000,00/kwh jika dibandingkan dengan sumber energi konvensional yang lain. Dari perhitungan teknis dan ekonomis, energi listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) lebih unggul dibandingkan pembangkit listrik lainnya yang berbahan bakar konvensional yang selama ini dilakukan di Indonesia. Kegiatan produksi PLTN tidak menghasilkan efek samping yang dapat mencemari lingkungan, tingkat pencemarannya hampir mendekati nol persen. Dari proses produksi energi nuklir yang dilakukan, tidak juga dihasilkan limbah padat atau emisi gas rumah kaca, tidak pula menghasilkan gas pencemar udara seperti karbon monoksida, sulfur dioksida, aerosol, mercury, atau nitrogen oksida. Tapi, bagaimanapun juga, setiap proses produksi pastinya akan menghasilkan limbah. Tak terkecuali dengan produksi yang dilakukan oleh PLTN. Limbah yang dihasilkan disini adalah bahan-bahan yang mengandung radioaktif. Industri nuklir senantiasa didesain untuk memenuhi standar keselamatan dengan prosedur yang sangat ketat. Limbah-limbah nuklir yang dihasilkan disimpan dalam tromol-tromol berukuran besar dan disimpan dalam kedalaman tertentu di bawah tanah. Sebelumnya, limbah tersebut telah diperpendek umur radiasinya melalui teknologi transmutasi, teknik isolasi, pengurangan volume dan pemadatan, dengan standar internasional yang telah ditentukan. Dengan hal itu, radiasi yang berumur panjang bahkan bisa mencapai ribuan tahun akan mampu dipersingkat menjadi sekitar 500 tahun. Secara teknis, kekuatan media penyimpanan limbah nuklir sekarang telah teruji penyimpanannya untuk jangka waktu 500- 800 tahun.

Upload: gilang-prabowo

Post on 23-Jul-2015

71 views

Category:

Technology


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Indonesia Terjangkit Phobia Nuklir?

Indonesia Terjangkit Phobia Nuklir?

Mungkin sampai dengan detik ini, kita masih akan memiliki persepsi yang negatif

terhadap kata “nuklir”. Bahkan mungkin juga diantara kita akan langsung terbayang sebuah

gambaran situasi mengenai perang, dimana perang tersebut menghasilkan sebuah ledakan

besar seperti yang pernah terjadi di Hiroshima dan Nagasaki pada 1945. Mari kita telaah

kembali, apakah benar bahwa fakta akan senantiasa terjadi seperti apa yang kita persepsikan.

Sebuah barang mati tentunya akan bersifat netral pada dasarnya. Manusia sebagai makhluk

berakal dan bernurani tentunya adalah subyek yang akan menggunakan barang tersebut untuk

tindakan yang sesuai dengan kaidah etika dan logika. Dan, hal tersebut tentu berlaku juga

untuk pemanfaatan energi nuklir.

Hal yang menarik dari energi nuklir adalah besarnya panas yang dihasilkan dari

sebuah reaksi nuklir. Panas tersebut kemudian akan dikonversi menjadi energi listrik untuk

dimanfaatkan dalam menopang kehidupan kita sehari-hari. Dapat ditarik kesimpulan bahwa

energi nuklir akan menghasilkan kapasitas energi listrik yang besar pula. Bagaimana dengan

konversi bahan baku energi nuklir jika dibandingkan dengan sumber energi konvensional?

Dalam jumlah yang sama (asumsikan 1 gram), uranium sebagai bahan baku energi nuklir

akan menghasilkan listrik sebesar 175,014 kwh, minyak hanya akan menghasilkan 0,0117

kwh, batu bara sebesar 0,00806 kwh, dan gas alam adalah 0,0128 kwh. Sedangkan untuk

biaya produksi energi nuklir ini selisih sekitar Rp 9.000,00/kwh jika dibandingkan dengan

sumber energi konvensional yang lain. Dari perhitungan teknis dan ekonomis, energi listrik

yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) lebih unggul dibandingkan

pembangkit listrik lainnya yang berbahan bakar konvensional yang selama ini dilakukan di

Indonesia.

Kegiatan produksi PLTN tidak menghasilkan efek samping yang dapat mencemari

lingkungan, tingkat pencemarannya hampir mendekati nol persen. Dari proses produksi

energi nuklir yang dilakukan, tidak juga dihasilkan limbah padat atau emisi gas rumah kaca,

tidak pula menghasilkan gas pencemar udara seperti karbon monoksida, sulfur

dioksida, aerosol, mercury, atau nitrogen oksida. Tapi, bagaimanapun juga, setiap proses

produksi pastinya akan menghasilkan limbah. Tak terkecuali dengan produksi yang dilakukan

oleh PLTN. Limbah yang dihasilkan disini adalah bahan-bahan yang mengandung radioaktif.

Industri nuklir senantiasa didesain untuk memenuhi standar keselamatan dengan prosedur

yang sangat ketat. Limbah-limbah nuklir yang dihasilkan disimpan dalam tromol-tromol

berukuran besar dan disimpan dalam kedalaman tertentu di bawah tanah. Sebelumnya,

limbah tersebut telah diperpendek umur radiasinya melalui teknologi transmutasi, teknik

isolasi, pengurangan volume dan pemadatan, dengan standar internasional yang telah

ditentukan. Dengan hal itu, radiasi yang berumur panjang bahkan bisa mencapai ribuan tahun

akan mampu dipersingkat menjadi sekitar 500 tahun. Secara teknis, kekuatan media

penyimpanan limbah nuklir sekarang telah teruji penyimpanannya untuk jangka waktu 500-

800 tahun.

Page 2: Indonesia Terjangkit Phobia Nuklir?

Teknologi pengolahan energi nuklir saat ini dinilai sudah sangat memenuhi standar

kesehatan dan keselamatan kerja. Desain PLTN generasi ketiga (terbaru) sekarang sudah jauh

lebih baik dibandingkan desain sebelumnya seperti pada reaktor nuklir Fukushima Daichi

yang berasal dari generasi kedua. Dengan memilih lokasi yang lebih aman dari potensi

bencana alam dan mengutamakan keselamatan secara ketat, listrik nuklir tetap paling unggul

dari segi keselamatan jiwa manusia. Fakta juga menunjukkan bahwa reaktor riset yang

dikelola oleh Badan Atom dan Tenaga Nuklir (BATAN) yang sudah berumur lebih dari 40

tahun masih berjalan dengan baik. Hal ini dapat dicapai bukan saja karena SDM nuklir kita

cakap atau berdisiplin tinggi, tapi juga karena desain peralatan dan fasilitas nuklir pada

umumnya sudah memperhatikan kemungkinan-kemungkinan kegagalan akibat kelalaian

manusia, kerusakan alat, bahkan ketidak sempurnaan desain itu sendiri.

Data tahun 2007 dari World Nuclear Association (WNA) menunjukkan bahwa di

dunia telah beroperasi sebanyak 437 PLTN atau sekitar 19% dari total pembangkit listrik

yang ada di dunia. Diantaranya Amerika Serikat yang memiliki 104 PLTN yang

menyumbangkan 19% kebutuhan listrik domestiknya, Prancis sebanyak 59 dengan

sumbangsih listrik 77%, Jepang 53 buah dengan persentase 28%. Dibawahnya diikuti Rusia,

Jerman, Korea Selatan, dan negara lainnya. Negara asia lainnya yang telah membangun

PLTN diantaranya adalah Pakistan, India, dan China. Energi nuklir sudah seharusnya

digunakan oleh negara yang berpenduduk lebih dari 150 juta jiwa setelah kita melihat fakta

bahwa energi konvensional yang berasal dari bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan

batu bara) akan segera habis jika digunakan dalam intensitas yang cukup tinggi. Belum lagi

jika kita melihat dampak penggunaannya terhadap lingkungan.

Bagaimana dengan peluang aplikasi penerapan energi nuklir di Indonesia? Indonesia

saat ini memiliki pusdiklat yang bersertifikasi, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, dan

berbagai perguruan tinggi yang memiliki program pengajaran yang terkait pemanfaatan

energi nuklir. Indonesia juga telah menjadi anggota badan tenaga atom internasional (IAEA),

oleh karenanya kita bisa mendapat bantuan teknis dalam pengembangan teknologi ini. Pada

tahun 2008 di even 8th ASEAN Science and Technology Week di Filipina, Indonesia ditunjuk

sebagai negara penggerak untuk masalah keselamatan dan keamanan nuklir di wilayah Asia

Tenggara . Untuk bahan bakar nuklir, Batan memperkirakan bahwa Indonesia memiliki 70

ribu ton Uranium yang tersebar di Kalimantan Barat, Papua, Bangka Belitung, dan Sulawesi

Barat. Untuk tempat pendirian PLTN di Indonesia, telah dilakukan beberapa kajian dan

menyatakan bahwa daerah Kramatwatu-Bojonegara Banten, Kalimantan Timur (Penajam

Paser Utara, Paser, Berau, Kutai Timur), dan Bangka Belitung (Bangka Barat dan Bangka

Selatan). Beberapa peraturan perundangan yang mendasari persiapan pembangunan PLTN di

Indonesia diantaranya adalah: Perpres No. 5/2006, UU No. 17/2010, Inpres No.1/2010,

Perpres No. 5/2010. Dan kemudian, mungkin dalam hati saya bertanya-tanya, “apalagi yang

akan kita tunggu?”

Page 3: Indonesia Terjangkit Phobia Nuklir?

Gilang Agung Prabowo

Pemuda yang tidak sedang terjangkit penyakit kulit, pendengar setia Iron Maiden, Municipal

Waste dan The Cranberries. Alumni Teknik Kimia ITS dan mantan sekretaris umum HMI

Cabang Surabaya.