individu dan populasi

16
Kelompok 9: Masalah kesehatan di NTB dan promosi kesehatan yang dapat dilakukan ANGGOTA: I Nengah Putra Yasa (H1A013029) M. Agung Restu Maulana (H1A013037) Ristania Ellya John (H1A013055) Rohmatul Hajiriah N. (H1A013056) Rosmeiti Emma Auliya (H1A013057) Nurul Fitria (H1A212045) PROMOSI KESEHATAN SEBAGAI SALAH SATU SOLUSI PENANGANAN KASUS GIZI BURUK DI PROVINSI NTB Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai aspek, salah satunya adalah gizi. Status gizi masyarakat biasanya digambarkan oleh masalah gizi yang dialami oleh golongan penduduk yang rawan gizi terutama balita. Status gizi balita juga dapat menjadi salah satu indikator untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat, selain itu juga menunjukkan kualitas fisik penduduk. Namun

Upload: lie-lhianna

Post on 10-Apr-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Promosi Kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: individu dan populasi

Kelompok 9: Masalah kesehatan di NTB dan promosi kesehatan yang dapat dilakukan

ANGGOTA:

I Nengah Putra Yasa (H1A013029)

M. Agung Restu Maulana (H1A013037)

Ristania Ellya John (H1A013055)

Rohmatul Hajiriah N. (H1A013056)

Rosmeiti Emma Auliya (H1A013057)

Nurul Fitria (H1A212045)

PROMOSI KESEHATAN SEBAGAI SALAH SATU SOLUSI PENANGANAN KASUS

GIZI BURUK DI PROVINSI NTB

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan

setiap orang untuk hidup produktif. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai aspek, salah satunya

adalah gizi. Status gizi masyarakat biasanya digambarkan oleh masalah gizi yang dialami oleh

golongan penduduk yang rawan gizi terutama balita. Status gizi balita juga dapat menjadi

salah satu indikator untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat, selain itu juga menunjukkan

kualitas fisik penduduk. Namun masih banyak dijumpai tingginya angka gizi buruk, terutama

di wilayah Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan klasifikasi WHO tentang masalah gizi sebagai

masalah kesehatan masyarakat di Provinsi NTB termasuk dalam klasifikasi kurang yaitu

sebesar 17, 63% (Berat Kurang/ Underweight) (Dinkes NTB, 2012).

Oleh sebab itu dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk menurunkan angka gizi

buruk melalui program-program serta langkah kongkrit yang nyata. Tujuan pembangunan

kesehatan adalah untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan yang telah ditetapkan.

Page 2: individu dan populasi

Pemenuhan energi dan zat gizi dengan benar dan tepat ternyata merupakan modal utama bagi

tercapainya derajat kesehatan yang baik. Jika keseimbangan ini terganggu, maka ada

gangguan pada pertumbuhan tubuh. Gangguan ini dapat berupa perubahan pada berat badan

(BB) atau tinggi badan (TB) (Dinkes NTB, 2012). Untuk itu, pada tugas kali ini kami akan

membahas mengenai masalah gizi buruk dan yang terkait di Provinsi NTB dan promosi

kesehatan yang dapat dilakukan untuk menanggulanginya.

Untuk menangani masalah gizi buruk dapat dilakukan beberapa intervensi baik secara

langsung maupun tidak langsung melalui upaya promotif, preventif, dan kuratif. Upaya

promotif untuk penanganan gizi buruk dapat dilakukan melalui 3 hal utama, yaitu: promosi

pelayanan kesehatan dasar, promosi perilaku hidup bersih dan sehat, serta promosi terkait

gizi.

Promosi Kesehatan (Sulistyowati, 2011)

Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi untuk

melakukan promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari (1) pemberdayaan, yang didukung

oleh (2) bina suasana dan (3) advokasi, serta dilandasi oleh semangat (4) kemitraan.

Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah dan

menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau kelompok-

kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS.

Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan

mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam mengadopsi

PHBS dan melestarikannya.

Page 3: individu dan populasi

Sedangkan advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu

yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi materi

maupun non materi.

Skema: Promosi Keshatan (Sulistyowati, 2011)

Promosi PHBS sebagai Salah Satu Penanganan Gizi Buruk

Menurut data terbaru ditemukan bahwa penyebab kematian tersebar balita adalah

penyakit infeksi dan malnutrisi, di mana kita ketahui bahwa infeksi terutama pada balita

kurang gizi sangat berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (Lundine et al, 2013).

Untuk itu, pada penanganan balita kurang gizi diperlukan juga promosi kesehatan terkait

PHBS.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah perilaku yang berkaitan dengan

upaya atau kegiatan seseorang yang mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri terutama

Page 4: individu dan populasi

dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat

dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Sulistyowati, 2011).

Grafik: Cakupan Rumah Tangga Berperilaku PHBS di NTB Tahun 2012

(Dinkes NTB, 2012)

Grafik di atas memperlihatkan bahwa cakupan rumah tangga yang ber-PHBS di

kabupaten/kota masih rendah terutama di Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Bima

yang capaiannya sekitar 20% daru rumah tangga yang dipantau.

Hasil pemantauan rumah tangga pada tahun 2012, sebanyak 70.794 rumah dipantau

(5,53% dari total rumah tangga yang ada). Rumah tangga yang termasuk Rumah Tangga

Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat sebanyak 22.532 rumah atau sekitar 31,83 persen.

Cakupan Rumah Tangga Ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di setiap kabupaten/kota

terlihat pada gambar berikut. Dari data tersebut maka sangat diperlukan promosi kesehatan.

Page 5: individu dan populasi

Kegiatan promosi kesehatan terkait PHBS dapat dilakukan langsung di sektor rumah

tangga/ keluarga. Promosi PHBS di rumah tangga difokuskan untuk memberdayakan anggota

rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta

berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Sulistyowati, 2011).

Promosi pada Pelayanan Kesehatan Dasar (Hidayat & Jauhari, 2012)

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Terdapat faktor langsung dan

tidak langsung, antara lain faktor langsung adalah penyakit infeksi dan konsumsi makanan.

Salah satu faktor langsung adalah kejadian infeksi penyakit (morbiditas) yang erat kaitannya

dengan pelayanan kesehatan masyarakat. Ciri khas dari sistem pelayanan kesehatan

masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau pengorganisasian masyarakat, upaya ini

penting di Indonesia karena keterbatasan sumber daya dan dana untuk penyelenggaraan

pelayanan kesehatan masyarakat.

Upaya penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita dapat diusahakan dengan

memanfaatkan akses promosi pada pelayanan kesehatan dan penatalaksanaan kasus penderita

secara benar dan tepat waktu. Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan imunisasi, pelayanan

kesehatan ibu, pelayanan neonatal, pelayanan perbaikan gizi, pelayanan kesehatan usia lanjut,

pelayanan pengobatan.

Saat ini pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan pelayanan berbasis masyarakat.

Kegiatan posyandu antara lain berupa kegiatan imunisasi, penimbangan, pemberian makanan

tambahan serta penyuluhan gizi dan kesehatan. Oleh karena itu upaya ibu balita untuk

membawa ke ke posyandu merupakan suatu aktifitas yang positif agar kesadaran untuk

membawa ke tempat pelayanan kesehatan dapat mencegah terjadinya masalah gizi dan

kesehatan balita. Namun demikian upaya promosi pada pelayanan kesehatan harus disertai

dengan upaya perbaikan sanitasi lingkungan agar kesehatan balita tidak terganggu.

Page 6: individu dan populasi

Promosi Gizi

- Promosi ASI

Salah satu hal yang dapat menanggulangi kurang gizi adalah pemberian Air

Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Indonesia

nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif, “ASI eksklusif adalah ASI

yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa

menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain”. Pemberian

ASI eksklusif memiliki banyak manfaat, baik bagi bayi, ibu, serta pemerintah

(Murtagh and Moulton, 2011; AAP, 2012; Heymann, et al., 2013). Bahkan

berdasarkan data terbaru PBB (2012), anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif

memiliki kemampuan bertahan hidup 14 kali lebih tinggi dibandingkan anak-anak

yang tidak diberikan ASI eksklusif.

Grafik: Cakupan ASI Eksklusif di NTB (Dinkes NTB, 2012)

Page 7: individu dan populasi

Meskipun manfaat pemberian ASI eksklusif sudah tidak diragukan lagi, namun

tidak semua ibu di Indonesia mau dan mampu memberikan ASI eksklusif untuk

bayinya. Berdasarkan data terbaru Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia baru mencapai 48,6%, sedangkan

cakupan pemberian ASI Ekslusif pada bayi rata-rata di Provinsi NTB hanya mencapai

57,63 persen (Dinkes NTB, 2012; Kemenkes RI, 2012). Untuk itu diperlukan promosi

terkait ASI eksklusif melalui pendekatan budaya masyarakat (cultural approach),

sehingga dalam prakteknya kita dapat mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi

tantangan dalam pelaksanaan program ASI eksklusif ini serta solusinya (UNDP,

2013).

- Promosi MP-ASI (UNICEF Indonesia, 2012)

Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sering diabaikan dalam kegiatan

penanggulangan gizi buruk. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2007

menunjukkan bahwa hanya 41 persen anak usia 6-23 bulan menerima makanan

pendamping ASI (MP-ASI) yang sesuai dengan praktek-praktek yang

direkomendasikan tentang pengaturan waktu, frekuensi dan kualitas. Meskipun begitu,

pemberian MP-ASI yang tepat adalah salah satu intervensi yang tepat untuk

penanggulangan gizi untuk balita sehingga promosi MP-ASI dapat menjadi salah satu

cara untuk mengatasi masalah gizi buruk di NTB. Promosi MP-ASI dapat dilakukan

melalui Paket Intervensi Gizi Efektif.

Intervensi yang terkait dengan praktek-praktek pemberian makanan anak dan

gizi ibu merupakan kunci untuk menangani gizi kurang pada anak-anak. Promosi gizi

dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung yang disusun dalam

Paket Intervensi Gizi Efektif. Paket Intervensi Gizi Efektif dapat diimplemetasikan

dalam beberapa program, yaitu:

Page 8: individu dan populasi

Konseling gizi bagi ibu hamil dan ibu dari balita (terkait ASI dan MP-ASI)

Edukasi mengenai praktek pemberian makan bayi dan anak yang tepat,

yaitu: inisiasi pemberian ASI dalam jam pertama kelahiran, pemberian

ASI eksklusif kepada bayi usia kurang dari enam bulan, dan pengenalan

makanan pendamping ASI sesuai dengan praktek-praktek yang

direkomendasikan pada usia 6 bulan, dilanjutkan dengan pemberian ASI

sampai usia minimal dua tahun

Edukasi mengenai gizi mikro bagi perempuan hamil dan bagi balita yang

meliputi: zat besi dan asam folat, garam beryodium yang memadai bagi

semua rumah tangga, suplementasi Vitamin A bagi anak-anak usia 6-59

bulan.

Intervensi pengobatan untuk anak yang sangat kurus, dengan

menggunakan makanan terapetik siap pakai.

- Promosi KADARZI

KADARZI adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan

mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila

telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan mampu: menimbang

berat badan secara teratur, memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak

lahir sampai umur enam bulan (ASI eksklusif), mengkonsumsi makanan yang variatif,

menggunakan garam beryodium, dan mengkonsumsi suplemen gizi sesuai anjuran.

Promosi KADARZI merupakan salah satu cara untuk menangani gizi buruk

melalui intervensi langsung, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

keluarga melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar dapat

mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya, serta

Page 9: individu dan populasi

mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya

setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang mendukung upaya KADARZI.

Upaya promosi KADARZI dapat dilakukan melalui: penyusunan dan/atau

pencetakan ulang modul pelatihan, buku pedoman, fact sheet info gizi nasional dan

lokal terkini, materi edukasi, materi advokasi; mencetuskan kegiatan bina suasana;

membentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat dikaitkan dengan

KADARZI, misalnya: membuat lomba terkait KADARZI, mengadakan MoLing

(Mobil keLiling) yang menyelenggarakan kegiatan singkat di tingkat RT/RW dengan

pendekatan edu-tainment (penyebaran pesan perilaku KADARZI melalui permainan

dan pemberian hadiah).

Kesimpulan

Status gizi balita juga dapat menjadi salah satu indikator untuk mengetahui

kesejahteraan masyarakat, selain itu juga menunjukkan kualitas fisik penduduk. Namun masih

banyak dijumpai tingginya angka gizi buruk, terutama di wilayah Nusa Tenggara Barat.

Berdasarkan klasifikasi WHO tentang masalah gizi sebagai masalah kesehatan masyarakat di

Provinsi NTB termasuk dalam klasifikasi kurang yaitu sebesar 17, 63% (Berat Kurang/

Underweight).

Untuk menangani masalah gizi buruk dapat dilakukan beberapa intervensi baik secara

langsung maupun tidak langsung melalui upaya promotif, preventif, dan kuratif. Upaya

promotif untuk penanganan gizi buruk dapat dilakukan melalui 3 hal utama, yaitu: promosi

pelayanan kesehatan dasar, promosi perilaku hidup bersih dan sehat, serta promosi terkait

gizi.

Page 10: individu dan populasi

SUMBER:

American Academy of Pediatrics, 2012. Breastfeeding and The Use of Human Milk.

Pediatrics, [e-journal] 129 (3), pp. 827-841. Available at: American Academy of

Pediatrics Library <http://pediatrics.aappublications.org> [Accessed 26 April 2014]

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

& Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2007. PEDOMAN STRATEGI KIE KELUARGA

SADAR GIZI (KADARZI), Jakarta. Available at:

http://indopublichealth.comule.com/index.php?

option=com_simpledownload&task=download&fileid=images/family.pdf.

Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2012. PROFIL DINAS KESEHATAN

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2012, Mataram.

Heymann, J., et al., 2013. Breastfeeding Policy: A Global Comparative Analysis. Bull World

Health Organ, [e-bulletin] 91, pp. 398-406. Available at: WHO Library

<www.who.int/bulletin/ > [Accessed 4 May 2014]

Hidayat, T.S. & Jahari, A.B., 2012. PERILAKU PEMANFAATAN POSYANDU

HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN MORBIDITAS BALITA. Buletin

Penelitian Kesehatan, 40(1), pp.1–10. Available at:

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/2702/616.

Lundine, J., et al, 2013. Indonesia’s Progress on The 2015 Millennium Development Goals.

Indonesia, 3 (3), pp. 54-66. Available at:

http://everyone.savethechildren.net/sites/everyone.savethechildren.net/files/Indonesias

%20progress%20on%20the%202015_July2013.pdf [Accesed Desember 23th 2014]

Murtagh and Moulton, 2011. Working Mothers, Breastfeeding, and The Law. American

Journal of Public Health, [e-journal] 101 (2), pp. 217-223. Available at: The U. S.

Page 11: individu dan populasi

National Institutes of Health’s National Library of Medicine

<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/> [Accessed 4 May 2014]

Sulistyowati, L. S., 2012. Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan Panduan

Bagi Petugas Kesehatan Di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Ri Pusat

Promosi Kesehatan.

UNICEF Indonesia, 2012. Gizi Ibu dan Anak, Jakarta. Available at:

http://www.unicef.org/indonesia/id/A6_-_B_Ringkasan_Kajian_Gizi.pdf.