indikator api

71
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru (Sardinella sp.) merupakan jenis ikan pelagik kecil yang banyak dijumpai di perairan Indonesia. Ada dua jenis ikan lemuru yang penting secara ekonomis yaitu Sardinella sirm dan Sardinella longiceps. Daerah penyebaran jenis Sardinella sirm terutama di laut Jawa, sedangkan Sardinella longiceps didapatkan dalam jumlah besar di selat Bali (Rasyid, 2001; Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, 2010). Ikan lemuru termasuk ikan berkualitas rendah dan kurang mendapat perhatian di Indonesia, harganya relatif murah dan cepat mengalami penurunan mutu (Rasyid, 2001). Sementara bentuk pemanfaatannya masih terbatas untuk industri pengalengan, pindang, ikan asin dan untuk tepung ikan. Pada saat musim timur, hasil tangkapan nelayan melimpah dan terjadi kelebihan produksi serta tidak mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya sehingga mengalami kerusakan dan pembusukan (Rostini, 2007). Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah mengolah ikan lemuru menjadi kecap ikan. Kecap ikan merupakan produk fermentasi yang sudah lama dikenal di Indonesia. Selama ini proses pembuatan kecap ikan yang banyak dilakukan adalah menggunakan teknik penggaraman. Teknik ini merupakan teknik yang paling tradisional, yaitu fermentasi hanya dengan memanfaatkan bakteri-bakteri indigenous (yang secara alamiah terdapat pada tubuh ikan), sehingga 1

Upload: anne-nindyaswari

Post on 03-Jan-2016

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Indikator API

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan lemuru (Sardinella sp.) merupakan jenis ikan pelagik kecil yang

banyak dijumpai di perairan Indonesia. Ada dua jenis ikan lemuru yang penting

secara ekonomis yaitu Sardinella sirm dan Sardinella longiceps. Daerah

penyebaran jenis Sardinella sirm terutama di laut Jawa, sedangkan Sardinella

longiceps didapatkan dalam jumlah besar di selat Bali (Rasyid, 2001; Dinas

Kelautan dan Perikanan Bali, 2010).

Ikan lemuru termasuk ikan berkualitas rendah dan kurang mendapat

perhatian di Indonesia, harganya relatif murah dan cepat mengalami penurunan

mutu (Rasyid, 2001). Sementara bentuk pemanfaatannya masih terbatas untuk

industri pengalengan, pindang, ikan asin dan untuk tepung ikan. Pada saat musim

timur, hasil tangkapan nelayan melimpah dan terjadi kelebihan produksi serta

tidak mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya sehingga mengalami

kerusakan dan pembusukan (Rostini, 2007). Salah satu alternatif yang dapat

dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah mengolah ikan lemuru menjadi

kecap ikan.

Kecap ikan merupakan produk fermentasi yang sudah lama dikenal di

Indonesia. Selama ini proses pembuatan kecap ikan yang banyak dilakukan adalah

menggunakan teknik penggaraman. Teknik ini merupakan teknik yang paling

tradisional, yaitu fermentasi hanya dengan memanfaatkan bakteri-bakteri

indigenous (yang secara alamiah terdapat pada tubuh ikan), sehingga

1

Page 2: Indikator API

2

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan kecap ikan serta

kualitas produknya tidak konsisten dan kurang baik (Afrianto dan Liviawaty,

1989). Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki proses pembuatannya

adalah dengan memperhatikan faktor kesegaran ikan, kadar garam dan

memperpendek waktu fermentasi dengan menggunakan kultur starter yang sesuai.

Dalam industri pengolahan pangan, bakteri asam laktat (BAL) telah

digunakan secara luas sebagai kultur starter untuk berbagai ragam fermentasi

daging, susu dan sayur-sayuran. Peranan BAL dalam hal ini adalah untuk

memperbaiki cita rasa produk fermentasi dan juga mempunyai efek pengawetan.

Prinsip pengawetan bahan pangan dengan metode fermentasi BAL adalah

peningkatan konsentrasi asam laktat dan penurunan pH melalui metabolisme gula

(karbohidrat) oleh BAL. Konsentrasi asam laktat yang relatif tinggi dan pH yang

rendah akan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen, sehingga

produk pangan terfermentasi yang dihasilkan akan dapat disimpan lebih lama dan

aman bagi konsumen (Aryanta, 2007). Selain itu BAL juga menghasilkan

senyawa-senyawa lain yaitu hidrogen peroksida, diasetil, karbondioksida, reuterin

dan bakteriosin yang juga berfungsi sebagai antimikroba (Eckner, 1992;

Kusumawati, 2000).

Isolasi dan identifikasi BAL dari berbagai macam produk pangan

terfermentasi sangat penting dilakukan untuk pengembangan produk pangan

tersebut. Pada kecap yang dibuat dari limbah ikan ditemukan BAL genus

Leuconostoc dan Lactobacillus yang bersifat homofermentatif serta

heterofermentatif (Darmadi, 2004). Pada fermentasi Nampla (kecap ikan dari

Thailand), mikroflora yang terdapat didalamnya tidak konsisten dan terjadi

Page 3: Indikator API

3

suksesi pertumbuhan bakteri selama fermentasi. Seluruh bakteri yang terdapat di

dalam Nampla termasuk bakteri halofilik yang tumbuh optimum pada konsentrasi

garam 20% dengan pH optimum 6,5 – 7,5 (Beddows, 1985). Penambahan garam

pada pembuatan kecap ikan menimbulkan rangkaian fermentasi secara spontan

dan terjadinya seleksi mikroba yang mengarah pada suksesi mikroba (Nur, 2009).

Untuk memperbaiki mutu produk kecap ikan dari ikan lemuru, mencegah

terjadinya pembusukan dan untuk mempersingkat waktu fermentasi, dibutuhkan

adanya kultur starter yang sesuai. Untuk itu diperlukan adanya kajian tentang

spesies BAL yang berperan selama proses fermentasi. Demikian juga diperlukan

informasi ilmiah tentang terjadinya perubahan jenis BAL yang tumbuh selama

fermentasi.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilakukan isolasi dan identifikasi

terhadap BAL indigenous yang ada selama fermentasi kecap ikan lemuru.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut :

1. Spesies BAL apakah yang berperan selama fermentasi dan yang potensial

untuk kandidat kultur starter dalam pembuatan kecap ikan?

2. Apakah terjadi suksesi pertumbuhan BAL indigenous selama fermentasi

kecap ikan lemuru?

3. Bagaimanakah perubahan mikrobiologis dan biokimiawi yang terjadi

selama fermentasi kecap ikan lemuru?

Page 4: Indikator API

4

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui spesies BAL yang berperan selama fermentasi dan

memperoleh isolat yang potensial untuk kandidat kultur starter dalam

pembuatan kecap ikan.

2. Mengetahui terjadinya suksesi pertumbuhan BAL indigenous selama

fermentasi kecap ikan lemuru.

3. Mengetahui beberapa perubahan mikrobiologis dan biokimiawi yang

terjadi selama fermentasi kecap ikan lemuru.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut :

1. Dengan diidentifikasinya isolat-isolat BAL dari kecap ikan lemuru maka

akan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya baik dibidang

kesehatan maupun pangan.

2. Isolat BAL indigenous yang dihasilkan diharapkan dapat dimanfaatkan

sebagai kultur starter dalam produksi kecap ikan, sehingga dapat dibuat

kecap ikan dengan mutu yang baik dan stabil serta dapat diproduksi secara

komersial.

3. Masyarakat dapat melakukan diversifikasi pengolahan ikan lemuru sebagai

alternatif untuk mengatasi kerusakan dan pembusukan ikan lemuru pasca

penangkapan.

Page 5: Indikator API

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lemuru

Di perairan Indonesia banyak dijumpai jenis ikan lemuru (Sardinella sp.)

yang merupakan jenis ikan pelagik kecil yaitu jenis ikan yang berenang di

permukaan air laut. Ada dua jenis ikan lemuru yang penting secara ekonomis

yaitu Sardinella sirm dan Sardinella longiceps. Daerah penyebaran jenis

Sardinella sirm terutama di laut Jawa, sedangkan Sardinella longiceps didapatkan

dalam jumlah besar di selat Bali (Rasyid, 2001; Dinas kelautan dan Perikanan

Bali, 2010). Berdasarkan data statistik perikanan tangkap Propinsi Bali, produksi

ikan lemuru tahun 2006 adalah 18.422,4 ton, tahun 2007 adalah 28.608,9 ton,

tahun 2008 adalah, 26.817,9 ton, tahun 2009 adalah 45.092,4 ton dan tahun 2010

sebesar 40.381,6 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, 2010).

Ikan merupakan bahan pangan hewani yang berasal dan hidup didalam

perairan. Karena hidup di dalam air secara otomatis komponen yang membentuk

tubuh ikan banyak dipengaruhi oleh keadaan perairannya. Ikan yang hidup di

perairan laut akan berbeda komposisinya dengan ikan yang hidup diperairan

payau dan air tawar. Ikan banyak mengandung unsur organik dan anorganik, yang

banyak diantaranya berguna bagi manusia (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Ikan banyak mengandung protein yang sangat diperlukan oleh manusia

karena protein ikan selain mudah dicerna juga mengandung asam amino dengan

pola yang hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat di dalam tubuh

manusia. Komposisi ikan secara umum adalah air 60 – 84%, protein 18 – 30 %,

5

Page 6: Indikator API

6

lemak 0,1 – 2,2%, karbohidrat 15 % dan sisanya berupa vitamin dan mineral

(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Minyak ikan lemuru dapat dijadikan sebagai

sumber asam lemak tak jenuh majemuk omega-3 khususnya eicosapentaenoic

(EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) . Asam lemak tidak jenuh ini dapat

memperbaiki sistem sirkulasi dan dapat membantu pencegahan penyempitan dan

pengerasan pembuluh darah (artheriosclerosis) dan penggumpalan keping darah

(thrombosis), sedangkan DHA penting untuk perkembangan otak manusia

(Rasyid, 2001).

Sebagai salah satu hasil perairan laut, ikan lemuru merupakan jenis ikan

yang tergolong mudah rusak (perishable food). Tubuh ikan mempunyai kadar air

yang tinggi (60 - 84%) dan pH tubuh ikan mendekati netral sehingga merupakan

media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroba yang

lain. Daging ikan juga banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya

mudah mengalami proses oksidasi sehingga ikan yang tidak ditangani, hasil

olahan maupun awetan yang disimpan tanpa antioksidan sering mengalami

ketengikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Apabila ikan diangkat dari air, ikan akan segera mengalami kematian.

Proses selanjutnya adalah terjadinya perubahan-perubahan pada ikan yang

mengarah kepada kerusakan dan pembusukan. Proses pembusukan dapat

disebabkan terutama oleh aktivitas enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan,

aktivitas mikroba atau proses oksidasi pada lemak tubuh oleh oksigen dari udara.

Ikan yang telah mengalami pembusukan akan memunculkan bau busuk, daging

menjadi kaku, sorot mata pudar dan adanya lendir pada insang maupun pada

tubuh bagian luar (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Page 7: Indikator API

7

2.2 Fermentasi Kecap Ikan

Teknologi fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan dan

pengawetan makanan, baik secara konvensional maupun modern dengan

memanfaatkan mikroba baik langsung maupun tidak langsung. Dalam proses

fermentasi, mikroba maupun enzim yang dihasilkan dapat menstimulir cita rasa

(flavor) yang spesifik, meningkatkan nilai cerna bahan pangan, menurunkan

kandungan senyawa anti gizi atau bahan lain yang tidak dikehendaki dan dapat

menghasilkan produk atau senyawa turunan yang bermanfaat bagi manusia

(Misgiyarta dan Widowati, 2003).

Kecap ikan merupakan salah satu produk perikanan tradisional yang dibuat

dengan cara fermentasi dan telah dikenal sejak lama, dengan ciri khas berupa

cairan jernih berwarna kekuningan sampai coklat , agak kental, mempunyai rasa

gurih asin dengan bau sedikit amis. Di beberapa negara-negara Asia Tenggara,

kecap ikan dikenal dengan berbagai nama diantaranya Nouc Mam (Vietnam),

Nampla (Thailand), Nouc Mam Guaca (Kamboja), Patis (Filipina) dan Shottsuru

di Jepang (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Kecap ikan dapat dibuat dengan tiga cara yaitu dengan metode fermentasi

bergaram, enzimatis (dengan menggunakan protease papain, bromelin dan ficin)

dan dengan proses kimiawi (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan,

1992). Bahan baku kecap ikan sangat sederhana, yaitu ikan dan garam. Pada

umumnya ikan yang digunakan adalah ikan-ikan kecil yang tidak ekonomis yang

berukuran 13 – 15 cm seperti ikan lemuru dan dapat pula digunakan limbah ikan .

Pembuatan kecap ikan dengan cara fermentasi bergaram secara tradisional

dengan bahan baku dari ikan atau udang umumnya disortasi terlebih dahulu.

Page 8: Indikator API

8

Bagian-bagian ekor, kulit, kepala dan isi perut dipisahkan untuk menghasilkan

kecap dengan mutu yang baik. Ikan kemudian ditambahkan garam sebanyak 20 –

30% secara berlapis-lapis sampai semua protein ikan terurai menjadi nitrogen

terlarut. Dengan cara ini akan diperoleh 56% nitrogen terlarut setelah fermentasi

selama 6 – 12 bulan (Suryani et al., 2005; Hidayat et al., 2006).

Pada pembuatan kecap ikan, proses fermentasi terjadi karena aktivitas

enzim protease terutama tripsin dan katepsin, lipase dan aminase yang dihasilkan

oleh mikroba. Komponen protein, lemak dan karbohidrat akan terdegradasi

sehingga akan menghasilkan komponen lain dengan berat molekul yang lebih

rendah dan mudah diserap tubuh, serta terbentuk aroma dan rasa yang khas

(Rahayu et al., 1992; Fardiaz, 1993). Rasa enak yang khas akan dicapai apabila

hampir semua senyawa nitrogen terlarut dalam bentuk asam amino bebas.

Pembentukan asam amino bebas dalam cairan kecap sangat dipengaruhi oleh

waktu fermentasi. Selain itu selama penggaraman terjadi penarikan air, protein

yang terdegradasi dalam jaringan tubuh ikan akan terlepas dan larut ke dalam

cairan garam (Hidayat et al., 2006).

Kecap ikan mempunyai cita rasa yang khas disebabkan oleh adanya asam

glutamat, sedangkan aroma disebabkan oleh asam berantai pendek yaitu asam

butirat, asetat dan valerat. Aroma amoniakal disebabkan oleh adanya senyawa

amida, amina dan amoniak yang dihasilkan selama fermentasi (Afrianto dan

Liviawaty, 1989). Komposisi kecap ikan yang dibuat dengan cara fermentasi

adalah : NaCl 275 – 280 g/l, total N 11,2- 22 g/l, N organik 7,5-15 g/l, N formol

titrasi 8-16 g/l, N Amonia 3,5-7 g/l dan N dalam bentuk asam amino 4,5-9

g/l(Rahayu et al., 1992; Adawiyah, 2007).

Page 9: Indikator API

9

Disamping ikan, kemurnian garam (NaCl) juga berpengaruh terhadap

kualitas hasil akhir. Dalam proses pengolahan kecap ikan, garam mempunyai

fungsi sebagai bahan pengekstrak air dan protein ikan, dan juga sebagai bahan

pengawet untuk mencegah pembusukan ikan selama fermentasi. Pada umumnya

garam tercampur dengan CaSO4, MgSO4, dan MgCl2 dan garam juga

ditambahkan KIO3 untuk memperkaya kandungan yodiumnya. Karena adanya

senyawa-senyawa tersebut diatas maka penetrasi garam ke dalam jaringan ikan

dapat mengalami hambatan (Hidayat et al., 2006).

2.3 Mikrobiologi Kecap Ikan

Proses fermentasi kecap ikan terjadi karena adanya aktivitas mikroba,

khususnya bakteri yang menghasilkan enzim sehingga terjadi degradasi

komponen gizi yang terdapat pada ikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih

sederhana. Mikroba yang aktif pada pembuatan kecap ikan termasuk mikroba

yang toleran terhadap garam (halofilik) yang anaerobik dan aerobik fakultatif,

memproduksi gas dan tumbuh pada suhu 28o – 45oC dengan kisaran pH untuk

hidup 6,5 - 7,5 (Rahayu et al., 1992). Pada awal fermentasi, bakteri yang berperan

adalah Bacillus coagulans, B. subtilis dan B. megaterium, sedangkan pada

pertengahan fermentasi, bakteri yang berperan adalah Staphylococcus epidermidis

dan pada akhir fermentasi Micrococcus roseus, M. varians dan M. saprophyticus.

Selain itu ditemukan juga kapang Cladosporium herbarum dan Aspergillus

clausenii (Judoamidjojo et al., 1989 dalam Darmadi, 2004; Adawiyah, 2007).

Pada kecap dari abalone, semakin tinggi konsentrasi garam didapatkan

total BAL semakin meningkat, tetapi pada konsentrasi garam 25% total BAL

Page 10: Indikator API

10

lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi garam 20%. Selama fermentasi

total khamir, total BAL dan total mikroba tertinggi terdapat pada konsentrasi

garam 20% pada bulan pertama fermentasi. Selama fermentasi total kapang

hampir tidak terdeteksi (Rusmalawati, 2010).

Beberapa dari jenis bakteri tersebut baik secara tunggal maupun bersama

akan menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi komponen-komponen

dalam tubuh ikan. Jumlah mikroba yang ada pada kecap ikan akan berkurang

dengan semakin lamanya fermentasi, hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor

pembatas seperti berkurangnya nutrisi dan terbentuknya asam ((Rahayu et al.,

1992; Adawiyah, 2007).

Pada proses fermentasi ikan secara umum dan fermentasi yang

menggunakan kadar garam tinggi diperkirakan jenis BAL yang mampu tumbuh

dan berkembang adalah dari genus Lactobacillus, Pediococcus dan Leuconostoc

(Buckle et al.,1987).

Pada fermentasi Nampla (kecap ikan dari Thailand), mikroflora yang

terdapat didalamnya tidak konsisten selama fermentasi. Setelah fermentasi selama

tujuh bulan diisolasi Bacillus cereus dan satu strain dari B. licheniformis, tetapi

pada akhir periode fermentasi ditemukan strain yang lain dari B. licheniformis, B.

megaterium dan B. subtilis. Pada saat satu bulan fermentasi ditemukan hanya satu

strain dari B. licheniformis yang dideteksi. Pada produk Nampla ditemukan juga

10 species dari Bacillus sp., satu species Coryneform, dua species Streptococci

dan satu species Micrococcus dan Staphylococcus. Seluruh bakteri tersebut

termasuk bakteri halofilik yang tumbuh optimum pada konsentrasi garam 20%

dengan pH optimum 6,5 – 7,5 (Beddows, 1985). Pada fermentasi patis (kecap

Page 11: Indikator API

11

ikan dari Philipina) setelah satu bulan fermentasi ditemukan satu strain dari

Bacillus pumilis, Micrococcus colpogenes, M. varians dan khamir Candida

clausenii, sedangkan pada kaomi (kecap ikan dari Jepang) ditemukan Bacillus

cereus dan B. sphaericus, empat strain dari B. megaterium dan satu strain dari

Penicillium notatum dan dua jenis kapang yaitu Cladosporium herbarum dan

Aspergillus fumigatus (Crisan dan Sands, 1975).

Kecap ikan umumnya dibuat dengan kadar garam 20 – 30% sehingga

mikroflora yang hidup di dalamnya termasuk bersifat halofilik. Berdasarkan

konsentrasi garam yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya, bakteri dapat

digolongkan menjadi slightly halophilic, moderately halophilic dan extremely

halophilic dengan konsentrasi garam untuk pertumbuhannya masing-masing 2-

5%, 5-20% dan 20-30% (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988). Pediococcus

halophilus(Tetragenococcus halophilus) adalah BAL moderately halophilic yang

semua strainnya toleran tumbuh pada konsentrasi NaCl 1% – 25%, toleran pada

konsentrasi garam tinggi diatas 18%, dengan konsentrasi NaCl optimal untuk

pertumbuhannya 7 – 10% dan Lentibacillus halophilus yang diisolasi dari kecap

ikan nampla termasuk extremely halophilic yang tumbuh pada kadar garam 12-

30%, tidak tumbuh pada kadar garam di bawah 10% dengan kadar garam

optimum untuk pertumbuhannya adalah 20 – 26% b/v (Tanasupawat et al., 2006),

sedangkan Tetragenococcus muriaticus yang diisolasi dari kecap hati cumi-cumi

adalah BAL yang tergolong moderately halophilic yang tumbuh pada kisaran

konsentrasi garam NaCl 1 % - 25%, tumbuh optimal pada konsentrasi garam 7 –

10% dan tidak dapat tumbuh pada media yang tidak mengandung garam (Satomi

et al., 1997).

Page 12: Indikator API

12

2.4 Bakteri Asam Laktat (BAL)

Dalam bahan pangan, BAL digunakan secara luas sebagai kultur starter

dalam fermentasi untuk tujuan pengawetan. Prinsip pengawetan bahan pangan

dengan metode fermentasi BAL adalah peningkatan konsentrasi asam laktat dan

penurunan pH melalui metabolisme gula (karbohidrat) oleh BAL. Konsentrasi

asam laktat yang relatif tinggi dan pH yang rendah akan menghambat

pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen, sehingga produk pangan

terfermentasi yang dihasilkan akan dapat disimpan lebih lama dan aman bagi

konsumen (Aryanta, 1989 dalam Aryanta, 2007).

Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang mempunyai

kemampuan untuk membentuk asam laktat dari metabolisme karbohidrat dan

tumbuh pada pH lingkungan yang rendah. Secara ekologis kelompok bakteri ini

sangat bervariasi dan anggota spesiesnya dapat mendominasi macam-macam

makanan, minuman atau habitat lain. Bakteri asam laktat pada dasarnya

mempunyai kesamaan sifat sebagai berikut: (1) berbentuk batang atau kokus (2)

mempunyai karakteristik gram positif, (3) tidak membentuk spora, (4) tidak motil,

(5) tidak membentuk pigmen, (6) katalase negatif karena tidak mampu

menghasilkan enzim katalase, (7) mampu tumbuh pada larutan garam, gula dan

alkohol tinggi, (8) tumbuh pada kisaran pH 3,0 – 8,0, (9) tumbuh pada berbagai

suhu antara 5oC sampai 50oC (Wibowo dan Ristanto, 1988; Sudarmadji et al.,

1989) dan (10) asam laktat sebagai senyawa utama hasil fermentasi karbohidrat

(mono dan disakarida) (Sudarmadji et al., 1989; Mitsuoka, 1990). Bakteri asam

laktat juga memproduksi asam volatil dan CO2. Disamping itu, BAL juga

Page 13: Indikator API

13

mempunyai sifat umumnya tidak bergerak, kebanyakan bersifat anaerob fakultatif

(Fardiaz, 1992).

Berdasarkan atas tipe fermentasinya, BAL dibagi atas dua kelompok yaitu

bakteri yang bersifat homofermentatif yang hanya menghasilkan asam laktat

sebagai hasil metabolisme gula dan bakteri yang bersifat heterofermentatif yang

menghasilkan asam laktat, sedikit asam asetat, etanol, ester, keton dan

karbondioksida (CO2) (Buckle et al., 1987).

Menurut Ray (1996), gula heksosa (glukosa) akan dimetabolisme oleh

BAL yang bersifat homofermentatif melalui jalur glikolisis atau jalur Emden-

Meyerhoff-Parnas (EMP) dengan menggunakan 2 molekul ATP dan enzim

fruktosa difosfat aldolase untuk merubah glukosa menjadi fruktosa 1,6-difosfat.

Hidrólisis molekul ini menghasilkan 2 molekul dengan 3 senyawa karbon. Akibat

reaksi dehidrogenasi (untuk menghasilkan NADH + H+ dari NAD), reaksi

fosforilasi dan dihasilkannya 2 molekul ATP akan terbentuk fosfofenol piruvat

yang selanjutnya dikonversi menjadi piruvat. Asam piruvat kemudian akan

dirubah menjadi asam laktat melalui aktifitas dari laktat dehidrogenase.

Bakteri asam laktat heterofermentatif akan memfermentasi heksosa

melalui jalur 6-fosfoglukonat atau fosfoketolase (Rahayu dan Margino, 1997).

Jalur ini mempunyai fase oksidatif awal yang diikuti oleh fase non oksidatif. Pada

fase oksidatif, glukosa melalui proses fosforilasi akan dioksidasi menjadi 6-

fosfoglukonat oleh glukosa fosfat dehidrogenase dan kemudian didekarboksilasi

menghasilkan 1 molekul CO2 dan senyawa dengan 5-karbon serta ribulosa-5-

fosfat. Pada fase non oksidatif, senyawa dengan 5-karbon ini dikonversi menjadi

xylulosa-5-fosfat dan dengan proses hidrolisis akan menghasilkan 1 gliseraldehid-

Page 14: Indikator API

14

3-fosfat dan 1 asetil-fosfat yang kemudian gliseraldehid-3-fosfat akan dirubah

menjadi asam laktat. Asetil-fosfat dapat dioksidasi menghasilkan asam asetat atau

direduksi menghasilkan etanol (Jay, 1992; Ray, 1997).

2.4.1 Bentuk, Sifat dan Klasifikasi Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat dapat diklasifikasikan menjadi dua famili yaitu

Streptococcaceae dan Lactobacillaceae. Famili dari Streptococcaceae terdiri

dari bentuk kokus atau bulat telur terdiri dari genus Streptococcus, Leuconostoc

dan Pediococcus, sedangkan famili Lactobacillaceae merupakan bentuk batang

dan anggotanya satu genus yaitu Lactobacillus. Masing-masing genus tersebut

mempunyai perbedaan kriteria yang didasarkan pada ciri morfologi, tipe

fermentasi, kemampuan untuk tumbuh pada suhu berbeda, dan sifat steriospesifik

(D atau L laktik) serta toleransi terhadap asam dan basa (Sudarmadji et al., 1989).

Klasifikasi BAL sekarang berkembang sehingga genus Lactobacillus

menjadi Lactobacillus dan Carnobacterium. Genus Streptococcus menjadi empat

yaitu Streptococcus, Lactococcus, Vagococcus dan Enterococcus. Genus

Pediococcus menjadi Pediococcus, Tetragenococcus dan Aerococcus, sedangkan

genus Leuconostoc tetap. Klasifikasi tersebut didasarkan atas komposisi asam

lemak pada membran sel, motilitas dan urutan r RNA serta persen guanin dan

sitosin pada DNA ( Jay, 1992; Rahayu dan Margino, 1997; Axelsson, 2004).

Genus Streptococcus . Bakteri yang termasuk genus ini berbentuk kokus

yang berpasangan atau berantai dengan ukuran 0,7 – 0,9 µm, bersifat gram positif,

tidak membentuk spora, non motil, bersifat aerobik maupun anaerobik fakultatif

dan homofermentatif (Frazier dan Westhoff, 1988; Wibowo dan Ristanto, 1988).

Page 15: Indikator API

15

Bakteri dari genus ini tidak dapat tumbuh pada suhu 10oC dan juga pada kadar

garam 6,5%. Suhu optimum pertumbuhannya adalah pada suhu 37o – 40oC.

Menurut Ray (2004), genus Streptococcus dalam media glukosa dapat

menurunkan pH hingga 4,0, dapat memfermentasi fruktosa dan manosa tetapi

tidak memfermentasi galaktosa dan sukrosa, serta memproduksi asam laktat

dengan konfigurasi L(+) asam laktat. Grup Streptococcus dibagi menjadi 4

spesies yaitu S. lactis, S. lactis sub Sp. diacetylactis, S. cremoris, dan S.

thermophilus. Streptococcus lactis dan S.lactis sub Sp. diacetylactis pada

umumnya terdapat dalam bahan nabati seperti jagung, kulit buah jagung, biji-

bijian, kubis, rumput, kentang, daun cengkeh, buah mentimun dan bunganya, serta

tidak ditemukan pada kotoran hewan maupun manusia. Streptococcus cremoris

dan S. thermophilus tidak terisolasi dari habitat lain selain susu, keju atau susu

terfermentasi yang lain (Sudarmadji et al., 1989).

Genus Leuconostoc. Terdapat lima spesies dari genus Leuconostoc yaitu

Leuconostoc mesenteroides, Leu. paramesenteroides, Leu. lactis, Leu. carnosum

dan Leu. gelidum. Leuconostoc mesenteroides mempunyai tiga subspesies yaitu

Leu. mesenteroides subsp. mesenteroides, Leu. mesenteroides subsp dextranicum

dan Leu. mesenteroides subsp. cremoris. Bakteri ini bersifat gram positif, selnya

berbentuk kokus, tersusun berpasangan atau berbentuk rantai, tidak bergerak,

tidak berspora, katalase negatif, anaerob fakultatif, bersifat non motil dan mesofil

(Ray, 2004). Bakteri yang termasuk genus ini banyak dijumpai pada permukaan

tanaman, daging dan olahannya, produk susu seperti es krim, keju, mentega dan

sirup. Genus Leuconostoc berperan pula pada fermentasi beberapa sayuran seperti

Page 16: Indikator API

16

acar dan sauerkraut. Leuconostoc mesenteroides mempunyai toleransi terhadap

kadar gula yang tinggi (55 – 60%) (Frazier dan Westhoff, 1988).

Genus Pediococcus. Bakteri yang termasuk ke dalam genus ini selnya

berbentuk kokus berpasangan atau tetrad/bergerombol, gram positif, katalase

negatif, mikroaerofilik dan bersifat homofermentatif. Bakteri ini dapat

memfermentasi gula menghasilkan 0,5 sampai 0,9% asam terutama asam laktat,

dapat tumbuh pada larutan garam 5,5%, temperatur untuk pertumbuhannya antara

7o – 45oC dengan suhu optimum pertumbuhannya 25o – 32oC (Frazier dan

Westhoff, 1988). Species utama dari Pediococcus adalah Pediococcus cerevisiae,

P. halophilus, P. pentosaceus dan P. acidilactici. Spesies Pediococcus ini banyak

ditemukan pada produk pangan terfermentasi seperti miso, kecap, daging dan ikan

terfermentasi. Pediococcus halophilus (Tetragenococcus halophilus) merupakan

spesies yang penting dalam fermentasi laktat dan digunakan dalam fermentasi

produk yang mengandung kadar garam yang tinggi (18% NaCl). Kemampuan

tumbuh pada produk dengan kadar garam tinggi inilah yang membedakannya dari

BAL yang lain. Pediococcus halophilus aktif dalam proses fermentasi kecap

kedelai, kecap ikan, miso dan ikan anchovies asin (Axelsson, 2004; Ray, 2004)

dan ditemukan juga pada bir (Rahayu dan Margino, 1997).

Genus Lactobacillus. Sel bakteri ini berbentuk batang yang bervariasi dari

batang yang sangat pendek sampai batang yang panjang, bersifat homofermentatif

atau heterofermentatif ( Wibowo dan Ristanto, 1988). Genus bakteri ini juga

bersifat mikroaerofilik, katalase negatif, gram positif dan memfermentasi gula

dengan asam laktat sebagai produk utama. Bila bersifat homofermentatif akan

memfermentasi gula menjadi asam laktat, sedangkan bila bersifat

Page 17: Indikator API

17

heterofermentatif akan menghasilkan produk volatil termasuk alkohol selain asam

laktat. Lactobacillus yang bersifat homofermentatif tumbuh dengan temperatur

optimal 37oC atau lebih rendah adalah Lactobacillus bulgaricus, L. helveticus, L.

lactis, L. acidophilus dan L. thermophilus, sedangkan L. delbrueckii dan L.

fermentum adalah Lactobacillus heterofermentatif yang dapat tumbuh pada

temperatur tinggi (Frazier dan Westhoff, 1988). Bakteri dari genus ini ditemukan

pada tanaman, sayur-sayuran, biji-bijian, susu segar dan olahannya, daging dan

produk daging terfermentasi, sayuran terfermentasi dan beberapa spesies

ditemukan dalam saluran pencernaan manusia dan hewan (Ray, 2004).

2.4.2 Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat

Klasifikasi isolat kedalam genus dan spesies didasarkan pada sifat-sifat

antara lain : morfologi sel dan sifat gram sel, sifat hetero atau homofermentatif

metabolisme glukosa dan jenis gula yang dapat digunakan sebagai sumber karbon

untuk pertumbuhan sel. Identifikasi isolat yang termasuk BAL juga dapat

dikerjakan menurut sifat pola fermentasi karbohidrat, toleransi terhadap suhu dan

pH pertumbuhan serta pembentukan gas dari glukosa (Wibowo dan Ristanto,

1988; Wood dan Holzapfel, 1995).

Bakteri asam laktat dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan

produk akhir hasil metabolisme glukosa yaitu BAL yang bersifat homofermentatif

dan heterofermentatif. Spesies yang bersifat homofermentatif memfermentasi

hampir seluruh glukosa menjadi asam laktat dan spesies heterofermentatif

disamping menghasilkan sejumlah asam laktat, juga menghasilkan asam asetat

dan CO2 (Wibowo dan Ristanto, 1988; Ray, 2004).

Page 18: Indikator API

18

Untuk mengidentifikasi BAL secara fenotifik pada tingkat spesies

digunakan Kit Mikrobiologi Standard Analytical Profile Index (API) 50CH versi

5,1 (kode 5B81M) (Biomerieux, Marcy l, Etoile, France). Kit ini merupakan

sistem standar terkait dengan 49 jenis pengujian biokimia untuk mempelajari

metabolisme karbohidrat oleh mikroba. API 50CH digunakan bersamaan dengan

media API 50CHL (kode 5B41M) untuk mengidentifikasi spesies BAL dari genus

Lactobacillus dan genus-genus terkait. Untuk setiap kotak dari API 50CH berisi

10 strip untuk 10 kali pengujian dan API 50CHL berisi 10 ampul (masing-masing

ampul berisi 10 ml). API 50 CH terdiri dari 50 mikrotube yang digunakan untuk

mempelajari fermentasi dari golongan gula dan turunannya. Pengujian fermentasi

dilakukan dengan menambahkan media API 50CHL. Selama inkubasi, fermentasi

ditandai dengan perubahan warna di dalam tube. Pada tube 0 tidak mengandung

bahan aktif dan digunakan sebagai kontrol negatif. Tube no. 1 – 49 berisi gula dan

turunannya.

Untuk mengidentifikasi spesies BAL dari genus Lactobacillus dan genus

yang terkait digunakan media API 50CHL yang merupakan media yang siap

digunakan dalam fermentasi 49 jenis gula yang ada pada API 50CH. Cara

penggunaannya yaitu membuat suspensi mikroba yang akan diuji dengan

melarutkan mikroba sebanyak 100 µl dalam media API 50 CHL, dan pada setiap

tube dalam strip API 50 CH diinokulasi sebanyak 100 µl dengan suspensi

tersebut. Selama inkubasi (24 – 48 jam) gula akan difermentasi menjadi asam

yang akan menurunkan pH, hal ini dideteksi dengan melihat perubahan warna dari

indikator. Hasil uji dikatakan positif apabila pada 49 jenis gula tersebut terjadi

perubahan warna dari purple (merah keunguan) menjadi kuning dan khusus untuk

Page 19: Indikator API

19

uji esculin (tube nomor 25) terjadi perubahan warna dari merah keunguan

menjadi hitam. Hasilnya merupakan profil biokimia yang digunakan untuk

mengidentifikasi spesies BAL menggunakan tabel yang ada pada produk kit atau

menggunakan sofware identifikasi yaitu APIWEB (Biomerieux, Marcy l, Etoile,

France).

2.5 Senyawa Antimikroba

Senyawa antimikroba merupakan senyawa biologis atau kimia yang dapat

menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Menurut Fardiaz ( 1992),

senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal, bakteristatik, fungisidal dan

fungistatik. Senyawa antimikroba dapat membunuh atau menghambat

pertumbuhan mikroba dengan merusak dinding sel, sehingga mengakibatkan lisis

sel atau menghambat proses pembentukan dinding sel yang sedang tumbuh,

mengubah permeabilitas sitoplasma yang menyebabkan terganggunya transport

nutrien, denaturasi protein sel, menghambat kerja enzim di dalam sel sehingga

merusak sistem metabolisme di dalam sel.

Bakteri asam laktat banyak dipergunakan sebagai pengawet hayati

(biopreservatif) untuk mengawetkan bahan makanan. Bakteri asam laktat ini

bermanfaat untuk peningkatan kualitas higiene dan keamanan pangan melalui

penghambatan secara alami terhadap flora berbahaya yang bersifat patogen

(Kusmiati dan Malik, 2002). Kemampuan sebagai bahan pengawet hayati untuk

membunuh bakteri patogen dan pembusuk tersebut dihasilkan oleh senyawa-

senyawa yang diproduksi oleh BAL yang bersifat antimikroba terutama

bakteriosin, asam-asam organik, hidrogen peroksida, diasetil dan reteurin. Asam

Page 20: Indikator API

20

asetat umumnya lebih efektif daripada asam laktat dalam fungsinya sebagi

penghambat pertumbuhan mikroba. Asam asetat yang diproduksi oleh Leu.

citrovorum dapat menghambat bakteri psikrotrofik dan Salmonella (Kusumawati,

2000).

Bakteriosin merupakan senyawa protein yang diekspresikan oleh bakteri

yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang memiliki

kekerabatan erat secara filogenetik. Senyawa ini mudah terdegradasi oleh enzim

proteolitik dalam pencernaan manusia dan hewan, sehingga berpotensi sebagai

pengawet makanan alami dan juga dapat diaplikasikan di bidang farmasi

(Kusmiati dan Malik, 2002).

Bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL dapat berupa protein atau komplek

protein (agregat protein, protein lipokarbonat dan glikoprotein) yang aktif secara

hayati berefek bakterisidal, mempunyai efek antagonistik atau yang memiliki

aktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan antibiotik. Bakteriosin disintesis

melalui mekanisme biosintesis protein ribosom yang melibatkan proses transkripsi

dan translasi (Meyer 1992 dalam Kusumawati, 2000).

Beberapa spesies bakteri diketahui mampu memproduksi bakteriosin.

Escherichia coli menghasilkan colicin, basili tertentu menghasilkan subtilin atau

magacin, Leuconostoc menghasilkan leucosin dan Pediococcus acidilactici

menghasilkan bakteriosin pediocin AcH. Genus Lactobacillus, Listeria,

Micrococcus, Streptococcus, Mycobacterium dan Streptomyces diketahui pula

menghasilkan berbagai jenis bakteriosin (Eckner, 1992).

Page 21: Indikator API

21

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Ikan lemuru termasuk ikan berkualitas rendah dan kurang mendapat

perhatian di Indonesia, harganya relatif murah, cepat mengalami penurunan mutu

serta mudah mengalami kerusakan dan pembusukan (Rasyid, 2001). Untuk

mencegah kerusakan dan pembusukan ikan lemuru, alternatif yang dapat

dilakukan adalah mengolahnya menjadi kecap ikan.

Selama ini proses pembuatan kecap ikan yang banyak dilakukan

menggunakan teknik penggaraman. Teknik ini merupakan teknik yang paling

tradisional, yaitu fermentasi hanya dengan memanfaatkan bakteri-bakteri

indigenous sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan

kecap ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989; Hidayat et al., 2006).

Bakteri asam laktat telah digunakan secara luas sebagai pengawet hayati

(biopreservatives) untuk menekan dan membunuh bakteri patogen dan pembusuk.

Asam laktat yang dihasilkan juga bekerja untuk mempercepat aktivitas enzim-

enzim pemecah protein. Selain itu BAL juga menghasilkan senyawa-senyawa lain

yaitu hidrogen peroksida, diasetil, karbondioksida, reuterin dan bakteriosin yang

berfungsi sebagai antimikroba ( Kusumawati, 2000).

Pada produk pangan terfermentasi yang memanfaatkan BAL, ternyata

jenis BAL yang ditemukan berbeda-beda tergantung pada jenis produknya.

Mikroba yang berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui sepenuhnya.

Diperkirakan jenis-jenis BAL yang berkembang antara lain Leuconostoc

21

Page 22: Indikator API

22

mesenteroides, Pediococcus halophilus dan Lactobacillus plantarum, Beberapa

jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang selama fermentasi (Adawiyah,

2007).

Untuk memperbaiki kualitas dan proses pembuatan kecap ikan terutama

untuk mempersingkat waktu fermentasi dan mencegah terjadinya pembusukan,

dibutuhkan adanya kultur starter yang sesuai. Untuk itu perlu dilakukan isolasi

dan identifikasi terhadap BAL yang ada di dalam kecap ikan lemuru, sehingga

diperoleh data ilmiah tentang jenis BAL yang berperan selama fermentasi dan

mendapatkan isolatnya serta terjadinya suksesi pertumbuhan BAL selama

fermentasi. Disamping itu, perlu juga diketahui beberapa perubahan mikrobiologis

dan biokimiawi selama fermentasi. Secara ringkas kerangka konsep penelitian

dapat dilihat pada Gambar 3.1.

3.2 Hipotesis

1. Spesies BAL yang berperan dalam proses fermentasi kecap ikan lemuru

adalah Leuconostoc sp., Pediococcus sp. dan Lactobacillus sp.

2. Terjadi suksesi pertumbuhan BAL indigenous selama fermentasi kecap

ikan lemuru

3. Terjadi perubahan mikrobiologis dan biokimiawi selama fermentasi kecap

ikan lemuru.

Page 23: Indikator API

23

Bakteri Asam Laktat (Pengawet Hayati)

Bervariasi pada Produk Pangan

Ikan Lemuru

Mudah Rusak (Perishable Food)

Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Isolat BAL

Identifikasi BAL (sampai spesies)

Kandidat Kultur Starter

Kecap Ikan (Fermentasi Alami) Kapang/khamir Bakteri Indigenous

Isolasi BAL

Uji Potensi Uji Produksi

Page 24: Indikator API

24

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan Fakultas

Teknologi Pertanian dan UPT. Laboratorium terpadu Biosains dan Bioteknologi

Universitas Udayana, bukit Jimbaran Kabupaten Badung. Waktu pelaksanaannya

pada bulan Juni tahun 2010 sampai bulan Maret tahun 2011.

4.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan kecap ikan adalah ikan

lemuru (Sardinella longiceps) hasil tangkapan nelayan di pantai Kedonganan

Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung, garam dapur (NaCl) dan gula pasir

(sukrosa) yang dibeli di Pasar swalayan Tiara Dewata Denpasar serta bahan-bahan

untuk uji mikrobiologi, uji kimiawi, dan identifikasi BAL antara lain : aquades, de

Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) (Pronadisa), NaCl(Merk), bromo Cresol

purple (BCP), gliserol 30%(Pronadisa), MRS broth (Pronadisa), anaerob gas

generating kit (Oxoid), alkohol 70% (Brataco Chemika), gram Stein (Bio

analitika) antara lain :larutan kristal violet, larutan lugol, aseton alkohol dan

safranin. Selain itu, juga digunakan minyak emersi, larutan garam fisiologis

0,85%, larutan Hidrogen Peroksida (H2O2) 3% (Reidel de Haen), HCl 4N, NaOH

50%, Buffer pH 4 dan pH 7, glukosa (oxoid), Sulphide Indole and Motility (SIM)

Medium (oxoid), Malt Extract Agar (MEA), indikator phenolphtalein 1%, NaOH

24

Page 25: Indikator API

25

0,1 N, larutan serum albumin, pereaksi biuret, Trichloroacetic (TCA), dan kit

mikrobiologi standar API 50CH dan API 50CHL medium versi 5,1 ( Biomerieux).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: stoples plastik

(fermentor), baskom, pisau, talenan, panci, sendok, termometer, saringan, botol

sampel, peralatan untuk melakukan pengujian mikrobiologi, uji biokimiawi, dan

identifikasi BAL antara lain : timbangan analitik( Shimadzu AUX 220),

Erlenmeyer, gelas ukur, Magnetic stirrer, stirrer bar, Autoclave (All American

model no. 1925), kompor gas (Rinai, RI 522 c), Laminar air flow cabinet (Esco),

inkubator (memmert), refrigerator, kulkas (Toshiba), Freezer -20oC, Chamber

anaerobic (oxoid), tabung reaksi, botol pengencer, ependorf, cawan petri, batang

gelas bengkok, kaca objek, cover glass, mikroskop cahaya (Olympus), pipetman

ukuran 1000 µl dan 200 µl (Gilson), tips biru-kuning (porex bio product), vortex

(labinco), kertas tissue, tabung durham, Bunsen, gelas ukur, beaker glass, pH

meter (TOA ion meter IM 40S), microwave (Samsung), buret, pipet serologis,

labu takar 100 ml, kertas saring, erlenmeyer, penangas air, spektrofotometer dan

sentrifuge.

4.3 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang menggunakan disain

eksperimen di Laboratorium. Data dikumpulkan dengan cara pengamatan

langsung setelah obyek penelitian diberikan perlakuan, kemudian melakukan

serangkaian pengujian.

Page 26: Indikator API

26

4.4 Prosedur penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap yaitu meliputi tahap

pembuatan kecap ikan lemuru, tahap analisis mikrobiologis dan biokimiawi serta

tahap isolasi dan identifikasi BAL sampai tingkat spesies.

4.4.1 Pembuatan Kecap Ikan Lemuru

Ikan lemuru dicuci terlebih dahulu sampai bersih kemudian ditiriskan.

Pembuatan kecap ikan dalam penelitian ini dilakukan menurut cara Suryani et al.

(2005) yaitu : ikan lemuru dipotong kecil-kecil dengan ukuran 2 – 4 cm dan

ditimbang sebanyak 2000 gram. Kemudian ditambahkan garam dapur (NaCl)

sebanyak 20% dan gula pasir (sukrosa) sebanyak 2% dari berat bahan. Potongan

ikan dan gula pasir sebelumnya dicampur sampai homogen. Campuran kemudian

dibagi masing-masing sebanyak 500 g untuk satu fermentor. Garam dapur

ditambahkan dengan cara menyusun garam dan potongan ikan secara berlapis-

lapis sampai wadah fermentor terisi penuh dengan bagian dasar dan permukaan

ikan harus tertutup garam. Cara yang sama diulang sebanyak 2 kali. Fermentor

kemudian ditutup rapat dan kemudian dilakukan fermentasi pada suhu kamar (28o

– 30oC) selama 3 bulan. Pada interval waktu 1 bulan selama fermentasi, cairan

kecap ikan yang dihasilkan diambil dengan cara disaring untuk dianalisis secara

mikrobiologis dan biokimiawi. Bakteri asam laktat yang ditumbuhkan pada media

MRS agar selanjutnya diisolasi dan diidentifikasi dengan metode standar.

Diagram alir proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Page 27: Indikator API

27

Ikan lemuru

Gambar 4.1 Diagram Alir proses Pelaksanaan Penelitian

4.4.2 Analisis Mikrobiologis Kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

4.4.2.1 Total Bakteri Asam Laktat (BAL)

Total BAL ditentukan dengan menggunakan metode Permukaan (Fardiaz,

1993; Lay, 1994), dengan prosedur sebagai berikut : sebanyak 1 ml sampel kecap

ikan dimasukkan dalam botol pengencer yang telah berisi 9 ml larutan garam

fisiologis (0,85% NaCl), sehingga diperoleh pengenceran 10-1. kemudian dikocok

Dicuci dan ditiriskan

Pemotongan (2 – 4 cm)

Fermentasi 3 bulan (Dianalisis tiap 1 bulan)

Penyaringan Padatan

Garam NaCl 20% Gula Pasir 2%

Penghalusan

Analisis Biokimiawi Analisis Mikrobiologis Cairan Kecap Ikan

Isolasi BAL

Identifikasi BAL (Sampai spesies)

Isolat BAL

Page 28: Indikator API

28

hingga homogen, selanjutnya dipipet sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan kedalam

ependorf yang telah berisi 0,9 ml larutan garam fisiologis (0,85% NaCl), sehingga

diperoleh pengenceran 10-2. Demikian seterusnya dengan cara yang sama untuk

mendapatkan pengenceran yang lebih besar. Dari pengenceran yang dikehendaki,

sebanyak 0,1 ml sampel dipipet ke dalam cawan petri yang telah berisi media de

Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA) yang sudah ditambahkan garam NaCl

sebanyak 10% dan bromocresol purple (BCP) sebanyak 60 ppm (sampai

berwarna ungu) sebagai indikator pH. Kemudian disebar ke seluruh permukaan

(surface spread method) dengan batang gelas melengkung. Cawan petri yang

sudah ditanami selanjutnya diinkubasi dalam inkubator secara anaerob dengan

cara terbalik dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Setelah diinkubasi,

apabila positif mengandung BAL maka pada media agar akan terjadi perubahan

warna menjadi kuning terang, karena terjadi perubahan warna indikator BCP dari

ungu menjadi kuning pada pH rendah (Fardiaz, 1993). Koloni-koloni yang

tumbuh pada agar cawan petri dihitung sebagai total BAL per ml kecap ikan

lemuru dengan mengalikan jumlah koloni percawan dengan besarnya

pengenceran, yang selanjutnya dilakukan pemurnian terhadap koloni-koloni BAL

dengan metode gores pada media MRSA untuk keperluan identifikasi. Koloni

BAL yang tumbuh diambil satu ose dan digoreskan pada media tersebut,

selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-48 jam, sehingga diperoleh

isolat murni. Isolat murni tersebut disimpan pada suhu -20oC setelah diberi

gliserol 30%.

Page 29: Indikator API

29

4.4.2.2 Karakterisasi Bakteri Asam laktat (BAL)

Isolat BAL dikarakterisasi berdasarkan penotipe yang meliputi : morfologi

sel bakteri, pewarnaan gram, uji motilasi , uji katalase, uji produksi gas dari

glukosa, pertumbuhan pada perbedaan suhu, konsentrasi garam dan pH. Adapun

prosedur identifikasi berdasarkan penotipe (Wibowo dan Ristanto,1988) sebagai

berikut :

1. Uji Morfologi Sel dan Pewarnaan gram

Isolat dari MRSA diinokulasi ke dalam MRS broth dan diinkubasikan

pada suhu 37oC selama 24 jam. Pewarnaan gram diawali dengan membuat

preparat ulas yaitu dengan cara : kaca objek dibersihkan dengan sepotong kapas

yang dibasahi alkohol, tabung berisi suspensi bakteri dikocok, diambil satu mata

ose suspensi dan dipindahkan ke bagian tengah kaca objek dan diulaskan

kemudian dibiarkan mengering diudara beberapa saat. Preparat selanjutnya

difiksasi diatas api untuk membunuh dan melekatkan bakteri pada kaca objek.

Diberi larutan kristal violet (sebagai zat warna) selama satu menit, dicuci dengan

air kemudian diberikan larutan lugol (mordan) selama satu menit. Preparat dibilas

dengan air kemudian diberikan larutan pemucat (aseton alkohol) selama 10 - 20

detik, kemudian dicuci kembali dengan air. Setelah itu preparat diberi larutan

safranin selama 15 detik dan dicuci kembali dengan air kemudian dikeringkan.

Preparat kemudian ditetesi dengan minyak emersi. Uji morfologi dilakukan

dengan diperiksa dibawah mikroskop cahaya pada pembesaran 100 X. Hasil

pengamatan berupa warna, morfologi bakteri dan sifat gram (warna ungu kebiruan

Page 30: Indikator API

30

menunjukkan bakteri bersifat gram positif, sedangkan warna merah atau merah

muda menunjukkan bakteri bersifat gram negatif) (Lay, 1994).

2. Uji Motilasi

Biakan diinokulasikan pada media tegak semi padat (SIM Medium)

dengan cara menusukkannya sampai kedalaman ¾ dari permukaan media,

kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-48 jam. Hasil pengamatan

berupa letak pertumbuhan bakteri pada media. Bakteri yang hanya tumbuh di

sekitar tusukan menunjukkan hasil uji yang negatif, sedangkan bakteri yang

tumbuh pada permukaan atau menyebar luas pada media menunjukkan hasil uji

positif (Lay, 1994).

3. Uji Katalase

Pengujian katalase dilakukan dengan meneteskan larutan H2O2 3% di atas

gelas objek, kemudian satu ose isolat BAL yang diuji diambil dan dimasukkan ke

dalam larutan H2O2 3% yang ada di atas gelas objek tersebut. Hasil pengujian

dinyatakan positif bila ditandai dengan adanya gelembung-gelembung gas pada

koloni BAL, sedangkan apabila tidak terbentuk gas maka hasil pengujian

dinyatakan negatif (Fardiaz, 1992; Lay, 1994).

4. Uji Produksi Gas dari Glukosa

Uji produksi gas dari glukosa dilakukan untuk mengetahui BAL tersebut

bersifat homofermentatif atau heterofermentatif. Kedalam tabung reaksi yang

berisi tabung durham diisi 5 ml media MRS Broth yang ditambahkan 10% NaCl

Page 31: Indikator API

31

dan 2% glukosa dengan indikator BCP. Diinokulasikan satu ose isolat BAL,

kemudian diinkubasikan aerob pada inkubator bersuhu 37°C selama 24-48 jam.

Apabila positif terbentuk CO2 maka pada tabung durham terlihat gelembung-

gelembung udara, dan media berubah warna menjadi kuning (Fardiaz, 1992; Lay,

1994).

5. Uji Pertumbuhan BAL pada suhu yang Berbeda

Uji pertumbuhan BAL dilakukan pada variasi suhu 10oC, 37oC dan 45oC.

Secara umum BAL tergolong bakteri mesofilik dengan kisaran suhu

pertumbuhannya antara 10-45°C, dengan suhu optimal pertumbuhannya antara

20-40°C (Fardiaz, 1992). Untuk itu pada penelitian ini digunakan uji pertumbuhan

pada variasi suhu diatas. Adapun prosedurnya sebagai berikut : satu ose isolat

BAL diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi media MRS broth yang

sudah ditambahkan NaCl 10% (pH 6,5). Kemudian diinkubasikan aerob dalam

inkubator pada berbagai variasi suhu (10oC, 37oC dan 45oC) selama 24 jam.

Kemudian isolat BAL tersebut dikultur kembali dalam media MRSA dan

diinkubasikan anaerob pada suhu 37°C selama 48 jam. Pengamatan dilakukan

dengan melihat pertumbuhan koloni BAL yang terjadi. Apabila pada media

tumbuh koloni berarti positif ada pertumbuhan pada suhu yang diujikan.

6. Uji Pertumbuhan Pada Kadar Garam yang Berbeda

Mikroba yang aktif pada pembuatan kecap ikan termasuk mikroba yang

toleran terhadap garam (halofilik) yang anaerobik dan anerobik fakultatif, karena

kecap ikan umumnya dibuat pada kadar garam tinggi (Rahayu et al., 1992).

Page 32: Indikator API

32

Bakteri asam laktat yang tumbuh termasuk kelompok BAL yang moderately

halophilic dan extremely halophilic yaitu yang memerlukan garam untuk

pertumbuhannya pada konsentrasi 5 – 30% (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988).

Untuk keperluan karakterisasi BAL pada penelitian ini digunakan konsentrasi

garam 6,5% dan 18% (Axelsson, 2004). Adapun prosedurnya sebagai berikut :

terlebih dahulu dibuat media cair MRS broth (pH 6,5) yang ditambahkan garam

NaCl sebanyak 6,5% dan 18% . Pada Media tersebut kemudian dikultur satu ose

isolat BAL yang diuji, kemudian diinkubasikan aerob pada suhu 37oC selama 24

jam. Pengamatan dilakukan dengan menumbuhkan kembali isolat BAL tersebut

pada media MRSA dan diinkubasikan anaerob pada suhu 37°C selama 48 jam .

Pertumbuhan koloni BAL diamati. Apabila pada media tumbuh koloni berarti

positif ada pertumbuhan pada kadar garam yang diujikan.

7. Uji Pertumbuhan BAL pada pH yang berbeda

Uji pertumbuhan BAL dilakukan pada variasi pH 4,4: 6,5 dan 9,6(Rahayu

dan Margino, 1997; Axelsson, 2004). Sebelum isolat BAL ditumbuhkan , dibuat

terlebih dahulu media cair MRS broth yang ditambahkan garam NaCl sebanyak

10% dengan pH diatas. Derajat keasaman (pH) media diatur dengan

menambahkan larutan HCl untuk membuat suasana asam, atau menambahkan

NaOH untuk membuat suasana basa. Selanjutnya pada media dengan pH yang

berbeda tersebut dikultur satu ose isolat BAL yang diuji, kemudian diinkubasikan

aerob pada inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam. Pengamatan dilakukan

dengan menumbuhkan kembali isolat BAL tersebut pada media MRSA dan

diinkubasikan anaerob pada suhu 37°C selama 48 jam . Pengamatan dilakukan

Page 33: Indikator API

33

dengan melihat pertumbuhan koloni BAL yang terjadi. Apabila tumbuh koloni

berarti positif ada pertumbuhan pada pH yang diujikan.

4.4.2.3. Identifikasi Bakteri Asam Laktat

Untuk mengidentifikasi spesies BAL digunakan kit mikrobiologi standard

Analytical Profile Index (API)50CH dan API 50CHL médium versi 5.1 yang

mengandung 49 jenis gula dan turunannya (Biomerieux). Sebelum dilakukan

pengujian dengan API 50CH dilakukan tahapan persiapan sebagai berikut :

1. Penyegaran Isolat BAL

Stok isolat BAL yang disimpan dalam gliserol 30% pada suhu -200C dan

merupakan hasil isolasi dari kecap ikan selama fermentasi diambil sebanyak satu

loop ose dan diinokulasikan kedalam tabung reaksi yang berisi 5 ml media MRS

broth dengan penambahan 10% garam NaCl. Tabung reaksi diinkubasikan secara

aerob selama 24 jam pada suhu 370C. Hasil positif tumbuh ditunjukkan oleh

timbulnya kekeruhan pada media. Untuk memastikan bahwa isolat dalam keadaan

murni kemudian kultur pada MRS broth ditumbuhkan kembali pada MRSA

dengan metode gores sehingga diperoleh koloni tunggal yang terpisah dari

suspensi. Single colony ini kemudian diinokulasikan kedalam 5 ml MRS broth

lalu diinkubasikan pada suhu 370C selama 24-48 jam. Selanjutnya dilakukan uji

konfirmasi yang meliputi uji gas, katalase, pengecatan gram dan morfologi sel

untuk memastikan bahwa isolat tidak mengalami perubahan. Apabila dibutuhkan

suspensi ini juga dapat digunakan untuk membuat stok kultur dengan

Page 34: Indikator API

34

menambahkan 1 ml kultur isolat dengan 1 ml gliserol 30% kemudian disimpan

kembali pada suhu -200C.

2. Persiapan Suspensi BAL

Biakan yang telah tumbuh pada 5 ml media MRS Broth diatas divortex

untuk mendapatkan biakan yang homogen, kemudian diambil sebanyak 1 ml dan

dimasukkan kedalam eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm

selama 5 menit untuk memisahkan massa sel dan supernatannya. Selanjutnya

supernatan dibuang dan massa sel yang diperoleh dicuci sebanyak dua kali dengan

larutan salin (NaCl 0,85%) untuk menghilangkan sisa media. Pencucian dilakukan

dengan menambahkan 1 ml salin pada massa sel dengan divortex hingga

homogen, disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 5 menit. Pada tahap

akhir, massa sel dilarutkan dengan 1 ml salin dan suspensi siap dipergunakan

untuk tahap pengujian selanjutnya.

3. Inokulasi Suspensi Isolat BAL

Terlebih dahulu isolat BAL(butir 2 diatas) sebanyak 100 µl dikultur ke

dalam API 50 CHL medium yang sebelumnya telah ditambahkan sebanyak 2,6 ml

larutan garam NaCl 25% dan divortex. Selanjutnya suspensi isolat BAL tersebut

diinokulasikan sebanyak 100 µl pada setiap tube dalam API 50CH dan

diinkubasilkan secara anaerob pada inkubator suhu 37oC selama 24 jam dan 48

jam. Pembacaan hasil pengamatan dilakukan pada 24 jam dan 48 jam inkubasi,

untuk melihat terjadinya perubahan warna pada masing-masing tube dari API

50CH yang disebabkan oleh perubahan warna dari indikator. Apabila terjadi

Page 35: Indikator API

35

perubahan warna dari merah keunguan menjadi kuning maka pengujian dikatakan

positif (+) membentuk asam, kecuali untuk pengujian esculin (tube nomor 25),

pengujian dikatakan positif (+) apabila terjadi perubahan warna dari merah

keunguan menjadi hitam. Hasilnya merupakan profil biokimia yang digunakan

untuk mengidentifikasi spesies BAL dengan melihat Tabel pada produk kit API

50CH atau menggunakan software identifikasi APIWEB (Widiada, 2006).

4.4.2.4 Total Kapang/khamir

Total kapang/khamir ditentukan dengan metode permukaan (Wibowo dan

Ristanto, 1988; Fardiaz, 1993) dengan menggunakan media MEA (Malt Extract

Agar). Media agar steril terlebih dahulu dituangkan ke dalam cawan petri steril

dan dibiarkan memadat. Sebanyak 1 ml sampel kecap ikan dimasukkan ke dalam

botol pengencer yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis ( 0,85% NaCl)

sehingga diperoleh pengenceran 10-1 kemudian dikocok sampai homogen,

selanjutnya dipipet sebanyak 1ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang

berisi 9 ml larutan garam fisiologis sehingga diperoleh pengenceran 10-2.

Demikian seterusnya sampai tingkat pengenceran yang dikehendaki. Sebanyak 0,1

ml dari masing-masing seri pengenceran dipipet ke dalam cawan petri dan

diratakan dengan batang gelas melengkung steril, kemudian diinkubasikan dalam

inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 300C selama 2 – 5 hari.

Total kapang/khamir per ml kecap ikan diamati dan dihitung dengan

mengalikan jumlah koloni per cawan dengan besarnya pengenceran dan dikalikan

10.

Page 36: Indikator API

36

4.4.3 Analisis Biokimiawi Kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

4.4.3.1 Penentuan Total Asam

Penentuan total asam dilakukan dengan metode titrasi (AOAC, 1995).

Sebanyak 10 g sampel kecap ikan lemuru diencerkan pada labu takar dengan

aquadest sampai volumenya menjadi 100 ml, kemudian digojog dan disaring

dengan kertas saring. Filtrat yang didapat diambil sebanyak 10 ml dan ditampung

dalam erlenmeyer dengan penambahan 2 tetes indikator phenolphtalein 1%.

Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga mencapai warna merah

muda yang tidak hilang. Total asam dihitung sebagai asam laktat dengan rumus :

ml NaOH X N. NaOH X BM Asam laktat X P Total Asam (%) = X 100% mg Sampel

Keterangan : N = Normalitas NaOH BM = Berat molekul asam laktat (90,08) P = Pengenceran

4.4.3.2 Penentuan Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan mempergunakan alat pH meter (TOA

ion meter IM 40S) yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan pH

7. Sampel kecap ikan lemuru sebanyak 10 ml diencerkan dengan 10 ml aquades

dan dihomogenkan. Selanjutnya larutan tersebut diukur dengan alat pH meter

(AOAC, 1995).

Page 37: Indikator API

37

4.4.3.3 Penentuan Kadar Protein Terlarut

Penentuan kadar protein terlarut kecap ikan lemuru dilakukan dengan

metode biuret (Apriyantono et al., 1988; Sudarmadji et al., 1997), dengan

prosedur sebagai berikut :

a. Pembuatan Kurve Standar

Kedalam tabung reaksi dimasukkan masing-masing 0 (blanko), 0,1, 0,2,

0,4, 0,6, 0,8, dan 1 ml larutan protein standar (larutan serum albumin

dengan konsentrasi 5 mg/ml). Selanjutnya ditambahkan aquades hingga

volume total masing-masing 4 ml, ditambahkan 6 ml pereaksi biuret

kedalam masing-masing tabung reaksi dan dikocok hingga tercampur

merata. Tabung reaksi disimpan pada suhu 37oC selama 30 menit sampai

terbentuk warna ungu dengan sempurna. Pengukuran absorbansinya

dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 520 nm.

b. Persiapan Sampel

Satu ml sampel kecap ikan dipipet dan didistribusikan kedalam tabung

reaksi seperti pada penetapan kurve standar. Kedalam masing-masing

tabung reaksi ditambahkan 1 ml Trichloroacetic Acid (TCA) 10%

sehingga protein akan terdenaturasi. Selanjutnya tabung reaksi

disentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit sampai protein yang

terdenaturasi mengendap, supernatannya dibuang dengan cara dekantasi.

Sebanyak 2 ml etil eter ditambahkan kedalam endapan yang dihasilkan

dan dicampur hingga merata, lalu disentrifuge kembali. Proses ini akan

membantu menghilangkan residu TCA. Endapan yang dihasilkan

Page 38: Indikator API

38

dibiarkan mengering pada suhu kamar. Kedalam endapan kering

ditambahkan 4 ml aquades dan 6 ml pereaksi biuret. Alkali dalam

pereaksi akan melarutkan endapan yang tersisa.

c. Penetapan sampel

Penetapan sampel dilakukan dengan mengukur absorbansi masing-masing

sampel yang telah dipersiapkan dengan menggunakan spektrofotometer

pada panjang gelombang 520 nm, seperti pada penetapan kurve standar.

4.4.4 Penyajian dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari serangkaian pengujian dianalisis dan dipaparkan

secara deskriptif dan data ditampilkan dalam bentuk tabel, gambar atau photo.

Page 39: Indikator API

39

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

Fermentasi yang dilakukan selama 3 bulan berpengaruh terhadap aspek

mikrobiologis dan biokimiawi didalam kecap ikan lemuru. Mikroba yang ada

dalam fermentasi dengan kadar garam tinggi sangat tergantung dari sumbernya.

Pada proses pembuatan kecap ikan secara alami jumlah kapang, khamir dan

bakteri tidak diketahui dengan pasti dan umumnya jumlahnya sedikit sehingga

membutuhkan waktu fermentasi yang lama (Hidayat et al., 2006).

5.1.1 Karakteristik Mikrobiologis Kecap Ikan Lemuru

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap total BAL, total

khamir dan total kapang. Karakteristik mikrobiologis kecap ikan lemuru dapat

dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Karakteristik Mikrobiologis kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

Lama Fermentasi (Bulan)

Karakteristik Mikrobiologis Kecap Ikan Lemuru

Total BAL (cfu/ml)

Total Khamir (cfu/ml)

Total Kapang (cfu/ml)

0

1

2

3

1,58 x 105

2,66 x 106

8,0 x 104

6,6 x 103

9,3 x 103

1,17 x 104

6,55 x 103

2,8 x 103

Ttd*

Ttd*

Ttd*

Ttd*

Keterangan : Ttd* = Tidak terdeteksi (<101 cfu/ml).

39

Page 40: Indikator API

40

Selama fermentasi kecap ikan lemuru, pada awal fermentasi (0 bulan) total

BAL populasinya sebanyak 1,58 x 105 cfu/ml kemudian meningkat sampai

dengan lama fermentasi 1 bulan dengan populasi sebanyak 2,66 x 106 cfu/ml

kemudian menurun pada lama fermentasi 2 bulan dan 3 bulan dengan populasi

sebanyak 8,0 x 104 cfu/ml dan 6,6 x 103 cfu/ml (Tabel 5.1). Total khamir yang

pada awal fermentasi (0 bulan) populasinya pada kecap ikan sebanyak 9,3 x 103

cfu/ml mengalami peningkatan sampai dengan fermentasi 1 bulan dengan

populasi sebanyak 1,17 x 104 cfu/ml kemudian mengalami penurunan pada lama

fermentasi 2 bulan dan 3 bulan dengan populasi masing-masing sebanyak 6,55 x

103 cfu/ml dan 2,8 x 103 cfu/ml, sedangkan kapang pada kecap ikan yang

ditumbuhkan pada media MEA tidak terdeteksi (<101 cfu/ml kecap ikan).

Perubahan pertumbuhan BAL dan khamir selama fermentasi pada kecap ikan

lemuru dapat dilihat pada Gambar 5.1, sedangkan penampakan koloni BAL dan

khamir dapat dilihat pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3.

5.1.2 Karakteristik Biokimiawi Kecap Ikan Lemuru

Pengamatan terhadap aspek biokimiawi kecap ikan lemuru seperti

penentuan total asam, derajat keasaman (pH) dan kadar protein terlarut dilakukan

setiap bulan selama fermentasi. Pada akhir fermentasi ( 3 bulan) dilakukan pula

pengamatan terhadap total protein, kadar garam dan kadar air dari kecap ikan

yang dihasilkan untuk melihat mutu kecap ikan yang digunakan sebagai sumber

isolat BAL. Perubahan nilai total asam, pH dan kadar protein terlarut dapat dilihat

pada Tabel 5.2.

Page 41: Indikator API

41

Keterangan : Tanda bar ( Ι ) menunjukkan standar deviasi

Gambar 5.1 Perubahan Pertumbuhan BAL dan khamir pada Kecap Ikan Lemuru

Selama Fermentasi

Gambar 5.2 Penampakan koloni BAL pada media MRSA

Page 42: Indikator API

42

Gambar 5.3 Penampakan koloni khamir pada media MEA

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa selama fermentasi kecap

ikan lemuru terjadi peningkatan nilai total asam yaitu dari 0,33% pada awal

fermentasi (bulan ke 0) meningkat menjadi 1,01% pada akhir fermentasi (bulan ke

3), seperti ditunjukkan pada Tabel 5.2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

selama fermentasi kecap ikan lemuru pada suhu kamar terjadi penurunan nilai pH.

Derajat keasaman (pH) tertinggi diperoleh pada lama fermentasi 0 bulan yaitu

6,10, sedangkan pH terendah diperoleh pada lama fermentasi 3 bulan yaitu 5,02.

Pada Tabel 5.2 juga dapat dilihat terjadi peningkatan kadar protein terlarut selama

fermentasi kecap ikan lemuru mulai dari 0,34% pada fermentasi 0 bulan

meningkat menjadi 1,66% pada lama fermentasi 3 bulan. Setelah dilakukan

fermentasi kecap ikan lemuru selama 3 bulan dilakukan pula pengukuran

beberapa parameter biokimiawi antara lain total protein diperoleh rata-rata

11,21%, kadar garam 23,44%, dan kadar air sebesar 73,34%. Pengukuran

Page 43: Indikator API

43

parameter tersebut dilakukan untuk mengetahui mutu kecap ikan yang dijadikan

sebagai sumber isolat BAL.

Tabel 5.2

Karakteristik Biokimiawi kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

Lama Fermentasi (Bulan)

Karakteristik Biokimiawi Kecap Ikan Lemuru

Total asam (%)

Nilai pH Kadar Protein terlarut(%)

0

1

2

3

0,33

0,77

0,96

1,01

6,10

5,79

5,62

5,02

0,34

0,92

1,49

1,66

5.2 Isolasi dan Identifikasi BAL

Bakteri asam laktat yang tumbuh selama fermentasi kecap ikan lemuru

dapat diisolasi setelah BAL ditumbuhkan pada media MRS agar dan

diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 370C. Untuk mendapatkan koloni tunggal

yang terpisah untuk keperluan karakterisasi, dilakukan pemisahan dengan

menggunakan metode gores (streak for single colony) sehingga didapatkan isolat

yang murni. Pemisahan koloni BAL dengan metode gores dapat dilihat pada

Gambar 5.4.

Page 44: Indikator API

44

Gambar 5.4 Pemisahan koloni BAL dengan metode gores

Selama fermentasi kecap ikan lemuru, BAL yang berhasil diisolasi

sebanyak 52 isolat. Seluruh isolat yang diisolasi, mempunyai bentuk morfologi

yang sama yaitu berbentuk bulat (coccus) dengan susunan sel berpasangan dengan

ciri khas terdapat formasi tetrad yang merupakan ciri khas dari Genus

Pediococcus, Aerococcus dan Tetragenococcus (Wood dan Holzapfel, 1995;

Rahayu dan Margino, 1997; Axelsson, 2004). Pada penelitian ini semua isolat

yang berhasil diisolasi tidak menghasilkan gas pada uji produksi gas dari

metabolisme glukosa, dengan demikian BAL yang diisolasi adalah BAL yang

bersifat homofermentatif, katalase negatif, gram positif, non motil dan

memproduksi asam.

Berdasarkan hasil identifikasi spesies dengan menggunakan perangkat kit

API 50 CH dan API 50 CHL medium versi 5.1 (biomerieoux) (Gambar 5.5) yang

dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis menggunakan software APIWEB

serta dengan memperhatikan data hasil karakterisasi BAL secara fenotifik, maka

Page 45: Indikator API

45

selama fermentasi kecap ikan lemuru berhasil diidentifikasi dua spesies BAL

indigenous yaitu Tetragenococcus halophilus (Pediococcus halophilus) dan

Aerococcus viridans. Tetragenococcus halophilus yang diidentifikasi terdiri dari

empat strain yaitu T. halophilus KI03, dengan kategori identifikasi baik (98,9%),

T. halophilus KI29, dengan kategori identifikasi baik (92,0%), T. halophilus

KI13, dengan kategori identifikasi baik (91,7%) dan T. halophilus KI31, dengan

kategori identifikasi baik (99,9%), sedangkan A. viridans terdapat dalam dua

strain yaitu A. viridans KI11, dengan kategori identifikasi baik (99.4%) dan A.

viridans KI18, dengan kategori identifikasi baik (99,9%). Morfologi sel dari T.

halophilus dan A. viridans dapat dilihat pada Gambar 5.6 dan Gambar 5.7

Gambar 5.5 Hasil identifikasi isolat BAL setelah 48 jam pasca inokulasi pada

perangkat Kit API 50 CH. Reaksi positif ditunjukkan tanda

Page 46: Indikator API

46

Gambar 5.6 Morfologi sel T. halophilus yang diisolasi dari kecap ikan lemuru (Pembesaran 1000x)

Gambar 5.7 Morfologi sel A. viridans yang diisolasi dari kecap ikan lemuru (Pembesaran 1000x)

5.3 Karakteristik BAL

Pada penelitian ini setelah dilakukan isolasi BAL dari kecap ikan lemuru

dilakukan karakterisasi BAL secara fenotifik. Isolat BAL hasil isolasi terdistribusi

kedalam enam kelompok berdasarkan perbedaan pertumbuhan pada suhu, pH dan

kadar garam yang berbeda seperti terlihat pada Tabel 5.3. Berdasarkan data

penelitian semua isolat yang berhasil diisolasi telah menunjukkan karakteristik

Page 47: Indikator API

47

BAL yaitu uji katalase negatif, gram positif, bentuk sel coccus dan non motil.

Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa semua spesies BAL yang berhasil

diisolasi dari kecap ikan lemuru tidak memproduksi gas CO2 pada uji produksi

gas dari fermentasi glukosa dengan menggunakan tabung durham sehingga

spesies BAL tersebut tergolong BAL dengan pola fermentasi homofermentatif.

Tabel 5.3

Karakteristik fenotifik 6 kelompok BAL yang diisolasi dari kecap ikan lemuru

Karakteristik Fenotifik

Kelompok BAL (Jumlah isolat setiap kelompok)

A B C D E F (17) (3) (1) (3) (27) (1)

Fermentasi glukosa Produksi gas Produksi asam Pola fermentasi

- - - - - - + + + + + + Ho Ho Ho Ho Ho Ho

Pertumbuhan pada pH berbeda: pH 4,4 pH 6,5 pH 9,6

0 t 0 0 0 0 t t t t t t t t t t t t

Pertumbuhan pada suhu berbeda: Suhu 10oC Suhu 37oC Suhu 45oC

0 t t t t 0 t t t t t t 0 0 0 t 0 0

Pertumbuhan pada kadar garam media: Kadar garam 6,5% Kadar garam 18%

t t t t t t t t 0 t t 0

Keterangan : Ho = homofermentatif Isolat A= T. halophilus KI03 (17 isolat) Isolat B= T. halophilus KI29 (3 isolat) Isolat C= A. viridans KI11 (1 isolat) Isolat D= T. halophilus KI13 (3 isolat)

t = tumbuh 0 = tidak tumbuh Isolat E= T. halophilus KI31 (27 isolat) Isolat F= A. viridans KI18 (1 isolat)

Page 48: Indikator API

48

Spesies BAL tersebut juga mampu memproduksi asam karena mampu

merubah warna media MRS broth yang sebelumnya ditambahkan indikator BCP

dengan warna ungu menjadi berwarna kuning karena asam yang dihasilkan oleh

BAL pada fermentasi glukosa dapat menurunkan pH media biakan ( Lay, 1994).

Pada Tabel 5.3 dapat dilihat pada uji pertumbuhan dengan suhu, pH dan kadar

garam media yang berbeda semua strain BAL tersebut dapat tumbuh dengan baik

pada pH 6,5 dan 9,6, suhu 37oC dan kadar garam 6,5% b/v. Pengujian

pertumbuhan pada media MRSA dapat dilihat pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8 Uji pertumbuhan isolat BAL pada media MRSA. Uji positif apabila tumbuh koloni pada media

Pada pengujian pertumbuhan dengan kadar garam 18% b/v untuk

membedakan genus Tetragenococcus (Pediococcus halophilus) dengan genus

yang lain (Axelsson, 2004), diperoleh empat kelompok isolat yang mempunyai

kemampuan untuk tumbuh pada kadar garam tinggi (18%) yaitu kelompok A (17

isolat), B (3 isolat), D (3 isolat) dan kelompok E (27 isolat). Hasil identifikasi

Page 49: Indikator API

49

spesies BAL dengan perangkat Kit API 50 CH dan API 50 CHL medium yang

dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data dengan software APIWEB,

diketahui isolat tersebut adalah Tetragenococcus halophilus (Pediococcus

halophilus) dengan empat strain yang berbeda, sedangkan dua kelompok isolat

yaitu kelompok C (1 isolat) dan kelompok F (1 isolat) tidak mampu tumbuh pada

media MRSA dengan kadar garam 18% dan diidentifikasi sebagai spesies

Aerococcus viridans dengan dua strain yang berbeda (Tabel 5.3).

5.4 Suksesi Pertumbuhan BAL Selama Fermentasi Kecap Ikan Lemuru

Selama fermentasi kecap ikan lemuru, spesies BAL yang tumbuh

didalamnya telah memperlihatkan suksesi pertumbuhannya karena terjadi

perubahan spesies atau strain BAL yang diisolasi. Suksesi pertumbuhan BAL

selama fermentasi dapat dilihat pada Gambar 5.9. Pada awal fermentasi ( 0 bulan),

berhasil diidentifikasi satu strain BAL yaitu T. halophilus KI03. Strain ini terlihat

mendominasi BAL yang tumbuh didalam kecap ikan. Pada lama fermentasi 1

bulan, terjadi perubahan spesies BAL yang tumbuh didalam kecap ikan lemuru

yaitu menjadi dua spesies dengan strain yang berbeda. Strain BAL yang banyak

tumbuh adalah T. halophilus KI13 dan T. halophilus KI31, sedangkan BAL yang

pertumbuhannya sedikit yaitu T. halophilus KI29, A. viridans KI11 dan A.

viridans KI18. Pada lama fermentasi 2 bulan, strain BAL yang masih dapat

tumbuh yaitu T. halophilus KI29 dan T. halophilus KI31, sedangkan pada akhir

fermentasi (3 bulan) strain BAL yang masih bertahan hidup adalah T. halophilus

KI31.

Page 50: Indikator API

50

Gambar 5.9 Suksesi pertumbuhan BAL indigenous selama fermentasi kecap ikan

lemuru

Total masing-masing strain BAL indigenous yang tumbuh selama

fermentasi kecap ikan lemuru yaitu Tetragenococcus halophilus KI03 (1,6 x 105

cfu/ml), T. halophilus KI29 ( 2,8 x 105 cfu/ml ), T. halophilus KI13 (8,0 x 105

cfu/ml), T. halophilus KI31 (1,1 x 106 cfu/ml), Aerococcus viridans KI11 (2,7 x

105 cfu/ml), dan A. viridans KI18 (2,7 x 105 cfu/ml). Total populasi masing-

masing spesies yaitu T. halophilus (2,4 x 106 cfu/ml) dan A. viridans (5,3 x 105

cfu/ml) (Lampiran 2).

Page 51: Indikator API

51

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Kecap Ikan Lemuru Selama Fermentasi

6.1.1 Karakteristik Mikrobiologis Kecap Ikan Lemuru

Aktivitas mikroba khususnya bakteri yang terdapat secara alamiah selama

fermentasi kecap ikan mengakibatkan terjadinya proses fermentasi secara spontan.

Bakteri yang terdapat didalam kecap ikan akan menghasilkan enzim sehingga

terjadi degradasi komponen gizi yang terdapat pada ikan menjadi senyawa-

senyawa yang lebih sederhana. Mikroba yang terdapat pada kecap ikan termasuk

mikroba yang toleran terhadap garam yang tinggi (halofilik) yang anaerobik dan

aerobik fakultatif, tumbuh pada suhu 28 – 45oC dengan kisaran pH pertumbuhan

untuk hidup 6,5 – 7,5 (Rahayu et al., 1992). Mikroba yang ada dalam kecap ikan

dengan kadar garam tinggi sangat tergantung dari sumbernya. Pada proses

pembuatan kecap ikan secara alami jumlah bakteri, khamir dan kapang tidak

diketahui dengan pasti dan umumnya jumlahnya sedikit sehingga membutuhkan

waktu fermentasi yang lama (Hidayat et al., 2006). Bakteri merupakan mikroba

yang pertama kali tumbuh dengan cepat dan akan memetabolisme gula yang

dibebaskan dari perombakan karbohidrat (glikogen dan sukrosa) selama

fermentasi. Pertumbuhan BAL akan menghasilkan asam laktat yang akan

meningkatkan total asam kecap ikan. Kondisi ini akan membantu pertumbuhan

khamir yang akan menghasilkan citarasa (flavor), aroma dan sedikit alkohol

(Hidayat et al., 2006).

51

Page 52: Indikator API

52

Populasi BAL pada awal fermentasi (bulan ke 0) cukup tinggi dengan

jumlah mencapai 1,58 x 105 cfu/ml kecap ikan. Populasi yang cukup tinggi ini

disebabkan karena BAL secara alamiah sudah terdapat pada ikan lemuru dalam

jumlah yang cukup untuk berlangsungnya proses fermentasi. Keberadaan BAL

pada ikan sangat dipengaruhi oleh letak geografis, faktor ekologis dan jenis ikan.

Sebagian besar BAL dalam keadaan normal merupakan bagian dari mikrobiota

intestinal dari ikan sebagai penghasil bakteriosin dan efektif memberikan

kontribusi dalam menjaga kesehatan biota laut (Ringo, 2004). Jumlah BAL

meningkat dengan cepat sampai fermentasi 1 bulan yaitu mencapai 2,66 x 106

cfu/ml kecap ikan yang kemudian mengalami penurunan populasi sampai

fermentasi 3 bulan menjadi 6,6 x 103 cfu/ml kecap ikan lemuru seperti

ditunjukkan pada Tabel 5.1. Pertumbuhan BAL yang cepat ini disebabkan oleh

populasi BAL pada awal fermentasi cukup tinggi sehingga fase adaptasi dengan

kadar garam yang tinggi pada pertumbuhannya menjadi lebih cepat (Fardiaz,

1992). Pesatnya pertumbuhan BAL pada awal fermentasi juga dapat dipengaruhi

oleh aktivitas spesies bakteri lain yang terdapat selama proses pembuatan kecap

ikan seperti Bacillus, Staphylococcus dan Enterobacteria yang bersifat proteolitik

dan lipolitik. Hasil degradasi protein dan lemak berupa asam-asam amino dan

asam lemak dapat menstimulasi pertumbuhan BAL pada awal fermentasi. Bakteri

asam laktat juga mempunyai daya adaptasi yang tinggi pada pH rendah sehingga

BAL dapat mendominasi proses fermentasi kecap ikan ( Jay, 1992). Jumlah BAL

yang ada pada kecap ikan akan berkurang dengan semakin lamanya proses

fermentasi, hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor pembatas yaitu

berkurangnya nutrisi dan terbentuknya asam (Adawiyah, 2007).

Page 53: Indikator API

53

Khamir adalah mikroba aerob, akan tetapi fermentasi glukosa oleh khamir

merupakan peristiwa anaerob yang pada kondisi anaerob proses fermentasi oleh

khamir terjadi sangat intensif (Schlegel dan Schmidt, 1994). Pada penelitian ini

total khamir yang pada awal fermentasi (0 bulan) populasinya pada kecap ikan

sebanyak 9,3 x 103 cfu/ml mengalami peningkatan sampai dengan fermentasi 1

bulan dengan populasi sebanyak 1,17 x 104 cfu/ml, kemudian mengalami

penurunan pada lama fermentasi 2 bulan dan 3 bulan dengan populasi masing-

masing sebanyak 6,55 x 103 cfu/ml dan 2,8 x 103 cfu/ml. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan maksimum khamir terjadi pada lama

fermentasi 1 bulan kemudian mengalami penurunan populasi dengan semakin

lamanya proses fermentasi. Jumlah khamir yang ada pada kecap ikan akan

berkurang, hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor pembatas yaitu

berkurangnya nutrisi dan terbentuknya asam (Adawiyah, 2007).

Kapang halofilik merupakan salah satu mikroba yang terdapat pada

produk pangan dengan kadar garam tinggi seperti halnya kecap ikan. Kapang ini

dapat tumbuh aktif sampai kadar garam 20% dengan kadar garam minimal untuk

pertumbuhannya 5 – 10%, suhu optimum untuk pertumbuhannya 30oC dan tidak

dapat tumbuh pada suhu dibawah 5oC, dengan pH untuk pertumbuhannya 3,3 –

7,4. Kapang halofilik tidak dapat menguraikan komponen ikan atau memproduksi

bau busuk seperti pada proses pembuatan kecap kedelai tetapi jika dapat tumbuh

selama fermentasi dapat menimbulkan penampakan ikan yang tidak disenangi dan

dapat menurunkan mutu ikan (Rahayu et al., 1992). Pada penelitian ini, selama 3

bulan fermentasi kecap ikan lemuru, kapang pada kecap ikan yang ditumbuhkan

pada media MEA tidak terdeteksi (<101 cfu/ml kecap ikan). Hasil penelitian ini

Page 54: Indikator API

54

sesuai dengan yang dilaporkan oleh Rusmalawati (2010) yang menyatakan bahwa

selama fermentasi kecap abalone, kapang juga tidak terdeteksi. Kecap ikan lemuru

pada penelitian ini dibuat dengan menggunakan kadar garam 20%. Kandungan

garam yang tinggi dalam fermentasi ini akan menghambat pertumbuhan kapang

yang terdapat pada kecap ikan dan dapat terhenti pertumbuhannya pada

fermentasi 1 - 2 bulan. Kondisi ini akan membantu pertumbuhan bakteri dan

khamir yang toleran terhadap kandungan garam yang tinggi pada kecap ikan

(Hidayat et al., 2006).

Dari hasil pengamatan karakteristik mikrobiologis kecap ikan lemuru

(Lampiran 10) yang meliputi total BAL, total khamir dan total kapang yang

diuji pada penelitian ini, kecap ikan lemuru setelah 3 bulan fermentasi yang dibuat

menurut cara Suryani et al. (2005) dan dijadikan sebagai sumber isolat BAL telah

memenuhi syarat mutu kecap ikan (Lampiran 9), dengan total BAL 6,6 x 103

cfu/ml, total khamir 2,8 x 103 cfu/ml dan total kapang tidak terdeteksi (<101

cfu/ml). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rusmalawati (2010),

yang menunjukkan bahwa pada proses fermentasi kecap abalone selama

fermentasi 3 bulan total BAL dan total khamir tertinggi diperoleh pada

konsentrasi garam 20% pada bulan pertama fermentasi dan selama fermentasi

total kapang hampir tidak terdeteksi pada media MEA.

6.1.2 Karakteristik Biokimiawi Kecap ikan Lemuru

Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang mampu menghasilkan asam

laktat atau campuran asam laktat dengan asam-asam organik lainnya dari sumber

karbohidrat yang dapat difermentasi. Peningkatan total asam selama fermentasi

Page 55: Indikator API

55

kecap ikan disebabkan oleh pemecahan karbohidrat dalam bentuk glukosa dan

fruktosa yang terdapat pada kecap ikan menjadi asam laktat oleh aktivitas BAL.

Pada penelitian ini semua BAL yang berhasil diisolasi adalah BAL dengan pola

fermentasi homofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif menguraikan

glukosa melalui alur fruktosa 1,6-difosfat dengan bantuan enzim aldolase,

memindahkan hidrogen yang terbentuk pada proses dehidrogenase

gliserinaldehid-3-fosfat kepada piruvat, dengan enzim triosafosfat isomerase yaitu

enzim laktat hidrogenase dan laktat rasemase, akan menjadi (D) laktat, (L) laktat

atau (DL) laktat. Hanya sebagian kecil piruvat didekarboksilasi menjadi asam

asetat, etanol, karbondioksida dan asetoin (Schlegel dan Schmidt, 1994; Ray,

2004 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama fermentasi kecap ikan lemuru

terjadi peningkatan nilai total asam yaitu dari 0,33% pada awal fermentasi (bulan

ke 0) meningkat menjadi 1,01% pada akhir fermentasi (bulan ke 3). Peningkatan

nilai total asam kecap ikan selama fermentasi juga dilaporkan oleh Kopermsub

dan Yunchalard (2008) yang menyatakan bahwa pada plaa-som (produk

fermentasi ikan khas Thailand), total asam meningkat dari 0,12% pada awal

fermentasi menjadi 1,17% pada akhir fermentasi. Produksi asam laktat yang

meningkat terus selama fermentasi disebabkan oleh karena BAL menguraikan

glukosa dan fruktosa yang terdapat pada proses pembuatan kecap ikan menjadi

asam laktat saja (oleh BAL homofermentatif) yang menghasilkan lebih dari 85%

asam laktat dari metabolisme gula (Fardiaz, 1992; Jay, 1992). Hasil penelitian ini

sesuai dengan pendapat Afrianto dan liviawaty (1993) yang menyatakan bahwa

selama proses fermentasi ikan akan terbentuk asam-asam organik yang dapat

memberikan citarasa yang khas, dan juga akan berfungsi sebagai bahan pengawet

Page 56: Indikator API

56

pada produk ikan tersebut. Total asam dihitung berdasarkan total asam yang

paling dominan terdapat pada bahan yang dianalisis (AOAC, 1995). Pada produk

kecap ikan lemuru ini, total asam dihitung berdasarkan nilai total asam laktat

dengan berat molekul 90,08.

Proses fermentasi juga menyebabkan terjadinya perubahan nilai pH kecap

ikan lemuru akibat adanya aktivitas metabolisme BAL selama fermentasi. Pada

penelitian ini diperoleh hasil pH kecap ikan yang cenderung menurun dari 6,10

menjadi 5,02 selama fermentasi 3 bulan seperti terlihat pada Tabel 5.2. Penurunan

pH selama fermentasi kecap ikan lemuru dapat terjadi karena terbentuk dan

terakumulasinya asam laktat yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme BAL

pada produk kecap ikan. Asam laktat termasuk asam yang tergolong lemah dan

dapat terdisosiasi dengan melepaskan ion hidrogen. Pelepasan ion hidrogen ini

akan dapat mengubah keseimbangan larutan sehingga derajat keasaman (pH)

kecap ikan menjadi rendah. Selama fermentasi, asam laktat yang terbentuk

semakin meningkat, yang mengakibatkan semakin banyaknya asam yang

terdisosiasi dengan melepaskan ion hidrogen sehingga selama fermentasi kecap

ikan, pH akan menjadi semakin menurun. Derajat keasaman produk berhubungan

erat dengan produksi asam organik oleh mikroba terutama asam laktat yang dapat

menurunkan pH menjadi 5,0 atau kurang (Jay, 1992; Vaman dan Sutherland,

1995). Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang mampu tumbuh

dengan baik pada kisaran nilai pH 3,0 – 6,0 dengan pH optimum untuk

pertumbuhannya pada pH 5,5 – 5,8. Dengan kondisi pH yang rendah, BAL akan

mendominasi tumbuh pada media dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba

Page 57: Indikator API

57

pembusuk dan pathogen sehingga produk fermentasi akan terhindar dari

pembusukan dan aman untuk dikonsumsi ( Lactospore, 2003; Aryanta, 2007).

Dari Tabel 5.2 juga dapat dilihat terjadi peningkatan kadar protein terlarut

selama fermentasi kecap ikan lemuru mulai dari 0,34% pada awal fermentasi (0

bulan) meningkat menjadi 0,92% setelah difermentasi 1 bulan, 1,49% pada

fermentasi 2 bulan dan sebesar 1,66% pada akhir fermentasi 3 bulan. Peningkatan

kadar protein terlarut selama fermentasi kecap ikan terjadi karena adanya garam

yang dapat menarik air dari ikan, menaikkan konsentrasi zat-zat terlarut didalam

cairan kecap ikan dan menaikkan konsentrasi substrat. Dengan adanya garam

selama fermentasi ikan, pemecahan protein dapat dikontrol dengan cara

menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan pathogen. Protein ikan pada

proses pembuatan kecap ikan dapat berubah selama penggaraman karena

terjadinya hidrolisis protein menjadi senyawa yang lebih sederhana (Ilminingtyas

et al., 2000). Penguraian protein selama fermentasi tetap berjalan karena adanya

aktivitas enzim-enzim autolitik dari ikan tersebut seperti enzim tripsin, katepsin,

enzim protease, lipase dan aminase dari bakteri yang tahan terhadap garam

(Buckle et al., 1987).

Dari beberapa karakteristik biokimiawi yang diuji pada penelitian ini

seperti terlihat pada Lampiran 10, kecap ikan lemuru yang dibuat menurut cara

Suryani et al. (2005) dan dijadikan sebagai sumber isolat BAL telah mendekati

syarat mutu kecap ikan seperti terlihat pada Lampiran 9, dengan nilai total asam

1,01%, pH 5,02, kadar protein terlarut 1,66%, total protein 11,21%, kadar garam

23,44% dan kadar air 73,34%.

Page 58: Indikator API

58

6.2 Isolasi dan Identifikasi BAL

Bakteri asam laktat merupakan kekayaan alam mikroba yang banyak

tersebar di alam dan pada produk-produk pangan terfermentasi khas Indonesia.

Eksplorasi BAL dari lingkungan alam dan produk pangan khas Indonesia

dilakukan untuk meningkatkan jumlah koleksi kultur isolat tersebut yang nantinya

berpotensi dapat dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

dibidang kesehatan dan bioteknologi pangan. Kegiatan isolasi BAL dilakukan

karena BAL dapat tumbuh pada berbagai sumber dan dapat berupa biakan murni

atau dalam bentuk populasi campuran dan umumnya dilakukan pemurnian dengan

cara menggores suspensi mikroba yang akan diisolasi pada lempengan agar untuk

mendapatkan koloni yang terpisah (Lay, 1994; Waluyo, 2007).

Pada penelitian ini isolasi dan identifikasi BAL dilakukan dari sumber

berupa kecap ikan yang dibuat dari ikan lemuru (Sardinella longiceps) dengan

tujuan untuk mendapatkan isolat BAL yang teridentifikasi dengan target untuk

dikembangkan lebih lanjut sebagai kandidat kultur starter kecap ikan, sehingga

masalah lamanya fermentasi kecap ikan dan terjadinya proses pembusukan selama

proses fermentasi dapat teratasi. Pada penelitian ini berhasil diisolasi sebanyak 52

isolat BAL. Setelah dilakukan karakterisasi dapat dibagi kedalam 6 kelompok

isolat berdasarkan perbedaan kemampuan tumbuh pada suhu, pH dan kadar garam

yang berbeda. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.3. Apabila dilihat dari

ciri morfologinya, semua isolat BAL tersebut menunjukkan ciri morfologi yang

sama yaitu berbentuk bulat (coccus) dengan susunan sel berpasangan dengan ciri

khas terdapat formasi tetrad yang merupakan ciri khas dari Genus Pediococcus,

Aerococcus dan Tetragenococcus (Wood dan Holzapfel, 1995; Rahayu dan

Page 59: Indikator API

59

Margino, 1997; Axelsson, 2004). Semua isolat BAL yang berhasil diisolasi

tersebut juga menunjukkan ciri yang sama yaitu : uji katalase negatif, gram

positif, bentuk sel bulat, non motil dan hasil uji fermentasi glukosa tidak

memproduksi gas, memproduksi asam dengan pola fermentasi homofermentatif.

Jumlah masing-masing kelompok isolat ternyata berbeda-beda. Kelompok A

terdiri dari 17 isolat, kelompok B terdiri dari 3 isolat, kelompok C terdiri dari 1

isolat, kelompok D terdiri dari 3 isolat, kelompok E dengan jumlah paling banyak

yaitu 27 isolat dan kelompok F hanya terdiri dari 1 isolat. Berdasarkan hasil

identifikasi dengan menggunakan kit API 50 CH dan API 50 CHL medium dan

dilanjutkan dengan analisis dengan menggunakan software APIWEB berhasil

diidentifikasi dua spesies BAL selama fermentasi kecap ikan lemuru yaitu

Tetragenococcus halophilus dan Aerococcus viridans dengan enam strain yang

berbeda yaitu :Tetragenococcus halophilus KI03, T. halophilus KI29, Aerococcus

viridans KI11, T. halophilus KI13, T. halophilus KI31 dan A. viridans KI18.

Pada pengujian pertumbuhan strain BAL pada media dengan pH yang

berbeda yaitu pada pH 4,4 (asam), pH 6,5 (Netral) dan pH 9,6 (basa), semua

strain BAL mempunyai kemampuan tumbuh pada pH 6,5 dan 9,6 (dari pH netral

sampai pH basa). Pada penelitian ini T. halophilus KI29 masih mampu bertahan

hidup pada pH 4,4 (asam). Dilihat pada kemampuan pertumbuhan pada pH yang

berbeda, T. halophilus KI29 dapat tumbuh pada rentang pH yang luas yaitu mulai

dari pH asam sampai pH basa. Sehubungan dengan hal ini, Wood dan Holzapfel

(1995) menyatakan bahwa T. halophilus (Pediococcus halophilus) merupakan

spesies BAL yang sangat heterogen tumbuh lambat pada media agar atau media

cair pada kondisi aerob dan anaerob berbeda dengan Pediococcus spp yang lain,

Page 60: Indikator API

60

setelah inkubasi 4 – 5 hari sel baru memasuki phase stasioner dan tumbuh pada

pH 9,0, dan dapat juga tumbuh pada pH 9,6 (Rahayu dan Margino, 1997;

Axelsson, 2004), sedangkan Aerococcus viridans (Pediococcus urinae-equi)

mulai tumbuh pada media agar pada pH 6,5 – 7,0 (Wood dan Holzapfel, 1995),

tumbuh dengan baik pada pH 9,6 (Rahayu dan Margino, 1997; Axelsson, 2004).

Berdasarkan hasil pengujian kemampuan pertumbuhan pada suhu yang

berbeda (Tabel 5.3), semua strain BAL mempunyai kemampuan tumbuh pada

suhu 37oC. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa BAL dapat tumbuh pada suhu 10

– 45oC dengan suhu optimum pertumbuhan pada suhu 20 – 40oC dan termasuk

kelompok bakteri yang mesofilik. Tetragenococcus halophilus KI03 dan A.

viridans KI18 tidak dapat tumbuh pada suhu 10oC maupun suhu 45oC, sedangkan

T. halophilus KI29, T. halophilus KI13, T. halophilus KI31 dan A. Viridans KI11

dapat tumbuh dengan baik pada suhu 10oC, tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu

45oC. Hal ini sesuai dengan pendapat Axelsson (2004), yang menyatakan bahwa

uji pertumbuhan pada suhu 10oC dan 45oC merupakan uji fenotif klasik untuk

membedakan beberapa BAL dengan sel berbentuk coccus. Genus

Tetragenococcus dan Aerococcus dapat tumbuh dengan baik pada suhu 10oC dan

tidak dapat tumbuh pada suhu 45oC. Dari hasil penelitian ini terlihat dengan strain

yang berbeda, spesies ini mempunyai karakteristik yang berbeda apabila dilihat

dari kemampuan tumbuhnya pada suhu 10oC. Menurut Wood dan Holzapfel(

1995), T. halophilus tumbuh maksimum pada suhu 37 – 40oC dan A. viridans

pada suhu 42oC, tetapi kedua spesies ini mempunyai kesamaan apabila dilihat dari

suhu optimum pertumbuhannya yaitu pada suhu 25 – 30oC.

Page 61: Indikator API

61

Berdasarkan karakteristik kemampuan tumbuh pada media tumbuh yang

mengandung garam NaCl 6,5% dan 18%, hasil penelitian menunjukkan bahwa

semua strain BAL homofermentatif ini mempunyai kemampuan tumbuh pada

media dengan konsentrasi garam 6,5%. Hasil penelitian ini didukung oleh

pendapat Rahayu dan Margino (1997) yang menyatakan bahwa kedua spesies ini

dapat tumbuh dengan baik pada media dengan kandungan garam NaCl 6,5%.

Garam dibutuhkan dalam bentuk Na+ untuk mendukung pertumbuhannya dengan

konsentrasi garam NaCl optimal adalah 7 – 10% (Satomi et al., 1997). Dari

penelitian ini juga diketahui bahwa semua strain T. halophilus dapat tumbuh

dengan baik pada media dengan konsentrasi garam NaCl 18%, sedangkan semua

strain A. viridans tidak mampu tumbuh pada konsentrasi garam tersebut. Satomi

et al. (1997) menyatakan bahwa T. halophilus merupakan BAL yang

membutuhkan NaCl untuk pertumbuhan dan toleran dengan konsentrasi NaCl

yang tinggi (>18%). Toleransi terhadap konsentrasi garam yang tinggi dari T.

halophilus dapat digunakan dengan mudah untuk membedakannya dari spesies

Pediococcus yang lainnya dan beberapa strain dapat tumbuh pada konsentrasi

garam NaCl 20 – 26% (Wood dan Holzapfel, 1995). Lebih lanjut Satomi et al.

(1997) melaporkan telah berhasil mengisolasi sebelas strain T. halophilus sebagai

bakteri yang mendominasi tumbuh dari Shottsuru (produk fermentasi kecap ikan

tradisional khas Jepang) yang dibuat dengan kadar garam 25%, sedangkan

menurut Wood dan Holzapfel (1995), A. viridans adalah BAL yang dapat

diisolasi dari urin kuda, kotoran hewan dan phak-gard-dong (asinan sayur-sayuran

khas Thailand) dan dapat tumbuh dengan baik pada konsentrasi garam NaCl

maksimum 10%. Sejalan dengan penelitian ini, T. halophilus dengan pola

Page 62: Indikator API

62

fermentasi homofermentatif terlihat mendominasi tumbuh dan ditemukan pada

kecap ikan dari awal sampai tiga bulan fermentasi, sedangkan A. viridans hanya

mampu hidup sampai 1 bulan fermentasi dan kemudian tidak ditemukan lagi. Hal

ini disebabkan karena semakin lama fermentasi, kadar garam kecap ikan menjadi

semakin tinggi dan melebihi 10%. Hasil pengamatan kadar garam kecap ikan pada

akhir fermentasi adalah 23,44%, sehingga A. viridans tidak dapat tumbuh lagi

pada saat kecap ikan difermentasi selama 2 – 3 bulan. Berdasarkan kemampuan

tumbuh pada media dengan konsentrasi garam tinggi, T. halophilus mungkin

dapat dimanfaatkan potensinya sebagai kandidat kultur starter dalam proses

pembuatan kecap ikan atau dalam proses pembuatan produk pangan terfermentasi

dengan konsentrasi garam tinggi.

6.3 Suksesi Pertumbuhan BAL Selama Fermentasi Kecap Ikan Lemuru

Strain BAL indigenous yang terdapat pada kecap ikan lemuru telah

memperlihatkan dinamika suksesi pertumbuhannya selama fermentasi.

Penambahan garam dengan konsentrasi tinggi pada pembuatan kecap ikan

menimbulkan rangkaian fermentasi secara spontan dan terjadinya seleksi mikroba

yang mengarah pada suksesi mikroba (Nur, 2009). Garam NaCl pada konsentrasi

tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan pathogen. Hal ini

disebabkan oleh penurunan nilai aktivitas air (aW) dan garam mengalami ionisasi

menjadi ion Na+ dan ion Cl- yang bersifat toksik. Berdasarkan data penelitian

seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2, telah terjadi perubahan

mikrobiologis dan biokimiawi selama fermentasi kecap ikan lemuru pada suhu

kamar. Perubahan karakteristik kecap ikan yang terjadi diantaranya nilai total

Page 63: Indikator API

63

asam yang semakin meningkat, turunnya pH dan meningkatnya kadar protein

terlarut. Selama fermentasi, total BAL dan total khamir juga meningkat sampai 1

bulan fermentasi, kemudian populasinya menurun. Perubahan total BAL selama

fermentasi menggambarkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas dan kondisi

pertumbuhan masing-masing BAL yang berperan. Hal ini terlihat dari populasi

dari kedua spesies BAL yang berbeda (Lampiran 2). Pada awal fermentasi,

pertengahan dan akhir fermentasi (3 bulan), ada strain BAL yang mendominasi.

Perbedaan jumlah dari masing-masing strain BAL yang ditemukan dalam produk

kecap ikan lemuru membuktikan bahwa selama fermentasi telah terjadi dinamika

suksesi pertumbuhan BAL indigenous (Nur, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian ini, pada awal fermentasi kecap ikan lemuru

(0 bulan), terlihat pertumbuhan BAL didominasi oleh T. halophilus KI03 dengan

jumlah yang cukup tinggi yaitu 1,58 x 105 cfu/ml. Pertumbuhan strain BAL yang

lain belum terlihat karena pada awal fermentasi nutrisi yang dibutuhkan oleh BAL

untuk pertumbuhannya belum sepenuhnya tersedia dengan total asam media

tumbuh yang masih rendah (0,33%) dan pH 6,10. Terkait dengan hal ini,

Kuswanto dan Sudarmadji (1988) menyatakan, karbohidrat yang bermolekul besar

(polisakarida) seperti glikogen yang terdapat pada ikan untuk dapat dimanfaatkan

oleh BAL untuk pertumbuhannya pada awal fermentasi akan mengalami

degradasi terlebih dahulu oleh bakteri dari jenis Bacillus Sp. dan jenis bakteri lain

yang mampu menghasilkan enzim-enzim glukanohidrolase (amylase) menjadi

glukosa dan maltosa yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh BAL. Disamping

itu, dengan konsentrasi NaCl yang tinggi, BAL memerlukan phase adaptasi yang

lebih lama untuk dapat tumbuh. Pada lama fermentasi 1 bulan, mulai terjadi

Page 64: Indikator API

64

perubahan spesies BAL yang tumbuh di dalam kecap ikan lemuru yaitu menjadi

dua spesies dengan lima strain yang berbeda. Strain BAL yang banyak tumbuh

adalah T. halophilus KI13 (7,98 x 105 cfu/ml) dan T. halophilus KI31 (1,1 x 106

cfu/ml), sedangkan BAL yang tumbuhnya sedikit yaitu T. halophilus KI29, A.

viridans KI11 dan A. viridans KI18 dengan populasi masing-masing 2,66 x 105

cfu/ml. Total BAL pada lama fermentasi 1 bulan mengalami peningkatan dan

tertinggi selama fermentasi kecap ikan lemuru yaitu 2,66 x 106 cfu/ml.

Pertumbuhan kelima strain BAL pada lama fermentasi 1 bulan disebabkan oleh

total asam cairan kecap ikan yang masih rendah (0,77%), nutrisi yang cukup

untuk pertumbuhannya dan belum terjadi kompetisi antar strain BAL di dalam

kecap ikan (Darmadi, 2004). Pada lama fermentasi 2 bulan, strain BAL yang

masih dapat tumbuh yaitu T. halophilus KI29 (1,4 x 104 cfu/ml) dan T. halophilus

KI31 (6,6 x 104 cfu/ml), sedangkan pada akhir fermentasi (3 bulan) strain BAL

yang masih dapat tumbuh adalah T. halophilus KI31 dengan jumlah 6,6 x 103

cfu/ml. Rendahnya populasi BAL pada akhir fermentasi disebabkan oleh

tingginya keasaman cairan kecap ikan (1,01%) dan kadar garam yang mencapai

23,44% setelah 3 bulan fermentasi. Hal ini juga dapat terjadi karena adanya

faktor-faktor pembatas yaitu telah terbentuknya senyawa antimikroba dan

berkurangnya nutrisi pada media tumbuh (Adawiyah, 2007). Jumlah masing-

masing strain BAL yang diamati setiap bulan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Page 65: Indikator API

65

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Selama fermentasi kecap ikan lemuru telah berhasil diisolasi sebanyak 52

isolat BAL indigenous yang terdistribusi ke dalam enam kelompok

berdasarkan perbedaan pertumbuhan pada suhu, pH dan konsentrasi garam

yang berbeda. Dengan menggunakan perangkat kit API 50 CH berhasil

diidentifikasi dua spesies BAL yaitu Tetragenococcus halophilus dengan

empat strain : T. halophilus KI03, T. halophilus KI29, T. halophilus KI13,

T. halophilus KI31 dan Aerococcus viridans dengan dua strain : A.

viridans KI11 dan A. viridans KI18. Semua strain BAL tersebut telah

menunjukkan dinamika suksesi pertumbuhan BAL indigenous selama

fermentasi.

2. Tetragenococcus halophilus merupakan spesies BAL homofermentatif

yang tetap tumbuh selama fermentasi kecap ikan lemuru dan berpotensi

untuk dikembangkan sebagai kandidat kultur starter kecap ikan.

3. Perubahan mikrobiologis dan biokimiawi terjadi selama fermentasi kecap

ikan lemuru. Total BAL dan total khamir meningkat tajam setelah kecap

ikan lemuru difermentasi selama 1 bulan, kemudian populasinya menurun

dengan semakin lamanya fermentasi, sedangkan kapang tidak terdeteksi.

65

Page 66: Indikator API

66

Nilai total asam dan kadar protein terlarut meningkat, sedangkan pH

mengalami penurunan.

7.2 Saran

Berpedoman pada hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disarankan

sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam dari isolat BAL tersebut pada

tingkat molekuler melalui analisis DNA untuk lebih meyakinkan

filogenetik dari isolat yang telah diidentifikasi secara fenotifik.

2. Untuk dapat digunakan sebagai kultur starter kecap ikan, perlu dilakukan

uji potensi dan uji produksi dari isolat yang telah berhasil diisolasi.

Page 67: Indikator API

67

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Edisi Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Anonim. 1992. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan.

Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Anonim. 2010. Statistik Perikanan Tangkap Propinsi Bali. Denpasar: Dinas

Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official

Analytical Chemist. Washington. DC. Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarwati dan Budiyanto. 1988.

Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB.

Aryanta, I W. R. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat Dalam Industri Pengolahan

Bahan Pangan. Prosiding Orasi Ilmiah Guru Besar Universitas Udayana tahun 1991 – 2005. Denpasar: Badan Penjaminan Mutu Universitas Udayana.

Axelsson, L. 2004. Lactic acid Bacteria: Classification and physiology. In:

Salminen, S., Wright, A.V., Ouwehand, A., editors. Lactic Acid Bacteria. New York: Marcel Dekker, Inc.

Beddows, C.G. 1985. Fermented Fish and Fish Products. In: Wood, B.J.B., editor.

Microbiology of Fermented Foods. London and New York: Elsevier Applied Science Publishers. P. 16.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan.(

Purnomo, H., dan Adiono, Pentj). Jakarta: UI-Press. Crisan, E. V. and Sands, A. 1975. Microflora of Four Fermented Fish Sauces.

J.Applied Microbiology 29 (1): p. 106-108 Darmadi. N.M. 2004. “Isolasi Bakteri Asam Laktat Penghasil Bakteriosin dari

Kecap Ikan” (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Eckner, K.F. 1992. Bacteriocins and Food Applications. Dairy Food and

Environmental Sanitation. P. 204-209.

67

Page 68: Indikator API

68

Fardiaz, S. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan.

Bogor: Pusat Antar Universitas-Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, S. 1993. Analisa mikrobiologi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi IPB. Frazier , W.C. and Westhof, D.C. 1988. Food Microbiology. Singapore: McGraw

Hill Book Company. Gram, L. 2003. Fermented Fish Product Microbiology and Technology.

Denmark.(serial online) Opened on:18 Januari 2009. Available from: http//www.dfu.min.dk/micro/lg.htm.

Hidayat, N., Padaga, M.C. dan Suhartini, S. 2006. Mikrobiologi Industri.

Yogyakarta: C.V. Andi Offset. Ilminingtyas W.H., Hadiwiyoto, D.S., Wisesa, D. Dan Naruki, S. 2000.

Pembentukan Fraksi-Fraksi Protein Selama fermentasi Ikan Peda. J.Agrosains 13 (1): 1-18. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Jay, J. M. 1992. Modern Food Microbiology. Fourth Edition. New York: An AVI

Book.Van Nostrand Reinhold. Kopermsub, P and Yunchalard, S. 2008. Safety Control Indices for Plaa-som, a

Thai Fermented Fish Product. African J. of Microbiology. Research 2 : 018-025 (serial online).

Kusumawati, N. 2000. Peranan Bakteri Asam laktat Dalam Menghambat Listeria

monocytogenes Pada Bahan Pangan. J. Teknologi Pangan dan Gizi 1 : 15 – 19.

Kusmiati dan Malik, A. 2002. Aktivitas Bakteriosin Dari Bakteri Leuconostoc

mesenteroides Pbac1 Pada berbagai Media. J. Makara Kesehatan 1 (6) : 1-7.

Kuswanto, K.R dan Sudarmadji, S. 1988. Proses-proses Mikrobiologi Pangan.

Yogyakarta. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Lactospore. 2003. Background Information on Lactic Acid bacteria. Opened on:

20 Desember 2010.Available from : http://www.lactospore.com/back.html. Lay, B. W. 1994. Analisis mikrobiologi di Laboratorium. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Page 69: Indikator API

69

Misgiyarta, S. dan Widowati. 2003. Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Indigenus. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca panen Pertanian.

Mitsuoka, T. 1990. A Profile of Intestinal Bacteria. Japan: Yakult Honsha Co.

Ltp. Nur, H. S. 2009. Suksesi Mikroba dan Aspek Biokimiawi Fermentasi Mandai

dengan Kadar Garam Rendah. J. Makara Sains 1 (13) : 13-16. Purnomo, A., Nasrans, S. dan Utomo, B.S.B. 1988. Kumpulan Hasil Penelitian

Teknologi Pasca Panen perikanan. Jakarta: Balai Penelitian teknologi Pertanian.

Rahayu, E. R. dan Margino, S. 1997. Bakteri asam Laktat: Isolasi dan

Identifikasi. Materi Workshop. Yogyakarta; PAU Pangan dan Gizi Univ. Gadjah Mada.

Rahayu, W.P., Ma٫oen, S., Suliantari dan Fardiaz, S. 1992. Teknologi Fermentasi

Produk Perikanan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. .

Rasyid, A. 2001. Isolasi Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk Omega-3 dari Ikan

Lemuru (Sardinella sp.). Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. Jakarta.

Ray, B. 2004. Fundamental Food Microbiology . 3rd Ed. Florida: CRC Press LLC. Ringo, E. 2004. Lactic Acid Bacteria in Fish and Fish Farming. In: Salminen, S.,

Wright, A.V. and Ouwehand, A., editors.. Lactic Acid Bacteria. New York: Marcel Dekker, Inc.

Rostini, I. 2007. “Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantarum)

Terhadap masa Simpan Fillet Nila Merah Pada Suhu Rendah”. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.

Rusmalawati, N.P. 2010. “Perubahan Karakteristik Mikrobiologi dan Kimiawi

Kecap Abalone Selama Proses Fermentasi” (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Satomi, M., Kimura, B., Mizoi, M., Sato, T. and Fujii, T. 1997. Tetragenococcus

muriaticus sp. Nov., a New Moderately Halophilic Lactic Acid Bacterium Isolated From Fermented Squid Liver Sauce. Int. J. of Systematic Bacteriology 47 (3): 832-836

Schlegel, H.G. dan Schmidt, K. 1994. Mikrobiologi Umum. (Baskoro, R.M.T.,

Pentj).Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Page 70: Indikator API

70

Sperber, W. H. and Swan, J. 1976. Hot loop Test For The Determination of

Carbon Dioxide Production From Glucose by Lactic Acid Bacteria. Appl. Environ. Microbiol. 31 (6) : 990-991.

Sudarmadji, S., Kasmidjo, R., Sardjono, Wibowo, D., Margino, S. dan Rahayu,

E.S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan

Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Suryani, A., Hambali, E. dan Hidayat, E. 2005. Aneka Produk Olahan Limbah

Ikan dan Udang. Jakarta; Penebar Swadaya. Tanasupawat, S., Pakdeeto, A., Namwong, S., Thawai, C., Kudo, T. and Itoh, T.

2006. Lentibacillus halophilus sp. Nov., From Fish Sauce in Thailand. Int. J. Syst Evol Microbiol 56 : 1859-1863.

Varnam, A.H. and Sutherland, J. P. 1995. Meat and meat Products : Technology

Chemistry and Microbiology. London: Chalman and Hall. Wahyono, B., Hartoyo, D. dan Purwanto, H. 1998. Sebaran Densitas Ikan Pelagik

di Selat Bali Pada Musim Timur September 1998. Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional.

Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang; UMM Press. Widiada, I.G.N. 2006. “Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Indigenous

dari Susu Kuda Liar Bima Selama Penyimpanan dan Aktivitas Antibakterinya” (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Wibowo dan Ristanto, D. 1988. Petunjuk Khusus Deteksi Mikroba Pangan.

Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Wood, B.J.B and Holzapfel, W.H. 1995. The Genera of Lactic Acid Bacteria.

Volume 2. Tokyo: Blackie Academic and Profesional.

Page 71: Indikator API

71

RIWAYAT HIDUP

I Wayan Sudiarta, dilahirkan di Denpasar pada tanggal 12 September 1967

merupakan anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan suami istri I Ketut

Werta (almarhum) dengan Ni Made Nambrug.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Sumerta

pada tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama Negeri Sumerta pada tahun 1984,

Sekolah Menengah Atas Dwijendra Denpasar pada tahun 1987 dan memperoleh

gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

(sekarang Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan) jurusan Teknologi

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa Denpasar pada tahun 1992.

Pada tahun 1993 Penulis diangkat sebagai Dosen tetap yayasan

Kesejahteraan Korpri propinsi Bali pada jurusan tersebut sampai sekarang.

Penulis pernah menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Teknologi Pertanian selama

dua periode (tahun 2000 – 2008) dan sebagai anggota Senat Fakultas Pertanian.

Penulis menikah dengan Ni Nyoman Suarni, SH yang juga alumni

Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar Pada tahun 1995 dan telah

dikaruniai dua orang anak yaitu Ni Luh Gede Nita Sintiadewi (15 tahun) dan I

Made Ari Mahaputra (12 tahun).

Pada tahun 2008 Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi

pada Program Pascasarjana (S2) di Program Studi Bioteknologi Pertanian

Universitas Udayana melalui program beasiswa BPPS dari Pemerintah Republik

Indonesia c.q, Menteri Pendidikan Nasional. Saat ini Penulis ikut serta sebagai

Pengurus Dewan Pimpinan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota

Denpasar Periode 2008 – 2013.

71