indeks kerentanan seismik berdasarkan mikrotremor pada ... · analisis hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
Oleh :Daryono
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
1753
1) Daryono adalah Peneliti di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jakarta
INDEKS KERENTANAN SEISMIK BERDASARKAN MIKROTREMOR PADA SETIAP SATUAN BENTUKLAHAN DI ZONA GRABEN BANTUL
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
aerah Bantul secara tektonik merupakan salah satu kawasan gempabumi aktif di Indonesia. Gempabumi Bantul 27 Mei 2006 (M 6.4) menyebabkan w D kerusakan parah di zona Graben Bantul. Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
mengetahui karakteristik indeks kerentanan seismik pada setiap satuan bentuklahan di zona Graben Bantul, dan (2) mengetahui persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan pendekatan satuan bentuklahan di zona Graben Bantul.
Penelitian ini menggunakan pendekatan spasial dengan satuan bentuklahan sebagai satuan analisis. Teknik pengambilan data mikrotremor menggunakan proportional purposive sampling. Analisis data mikrotremor menggunakan Metode Horizontal to Vertical Spectrum Ratio (HVSR). Analisis hasil penelitian dan pembahasan menggunakan analisis spasial, analisis kuantitatif, dan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata indeks kerentanan seismik berdasarkan mikrotremor pada setiap satuan bentuklahan berubah mengikuti satuan bentuklahan. Nilai rata-rata indeks kerentanan seismik tertinggi terdapat pada satuan bentuklahan Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda (K =8,5). Nilai rata-rata indeks g
kerentanan seismik terendah terdapat pada satuan bentuklahan Perbukitan Struktural Formasi Sentolo (K =0,1). Persebaran daerah lebih rentan secara seismik akibat local site g
effect di zona Graben Bantul terdapat pada satuan bentuklahan asal fluvial, vulkanik, aeoliomarin, denudasional, dan fluviomarin. Persebaran daerah kurang rentan secara seismik terdapat pada satuan bentuklahan asal struktural. Beberapa faktor yang mempengaruhi indeks kerentanan seismik dalam penelitian ini adalah jenis material penyusun bentuklahan, ketebalan sedimen, dan kedalaman muka airtanah.
keterangan penulis
abstrak bahasaindonesia
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
1754
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
gempabumi akibat aktivitas subduksi
lempeng, zona Graben Bantul dan sekitarnya
juga sangat rawan gempabumi akibat
aktivitas sesar-sesar lokal di daratan. Jika
mencermati sejarah kegempaan Jawa, sejak
dahulu, zona Graben Bantul merupakan
kawasan yang selalu mengalami kerusakan
setiap terjadi gempabumi kuat. Gempabumi
Yogyakarta 10 Juni 1867 menyebabkan
ribuan rumah rusak dan lebih dari 500 orang
meninggal (Newcomb dan McCann, 1987).
Gempabumi Yogyakarta 23 Juli 1943
menyebabkan 15.275 rumah rusak dan lebih
dari 213 orang meninggal (Bemmelen, 1949).
Tanggal 27 Mei 2006, zona Graben
Bantul kembali diguncang gempabumi
tektonik. Meskipun kekuatan gempabumi
relatif kecil (M 6,4), tetapi mengakibatkan w
lebih dari 6.000 orang meninggal dunia dan
1.000.000 orang kehilangan tempat tinggal
(Walter et al., 2008). Hasil analisis Harvard-
CMT (2007) menunjukkan bahwa episenter
gempabumi terletak pada koordinat 8,03 LS
dan 110,54 BT, tepatnya pada perbukitan
struktural yang berjarak ± 15 kilometer di
sebelah timur zona Graben Bantul.
Gempabumi Bantul 27 Mei 2006
menyimpan tanda tanya terkait lokasi
episenter dan persebaran kerusakan rumah.
Teori yang menyatakan bahwa tingkat
kerusakan gempabumi akan menurun
terhadap bertambahnya jarak dari episenter
ternyata tidak sepenuhnya benar, karena hal
ini tidak berlaku pada kasus gempabumi
Bantul 27 Mei 2006. Daerah kerusakan rumah
paling parah justru terkonsentrasi di zona
Graben Bantul yang lokasinya cukup jauh dari
episenter, sementara daerah yang lokasinya
berdekatan dengan episenter hanya
mengalami tingkat kerusakan ringan.
Menurut Yamazaki dan Matsuoka (2008) dan
Miura et al. (2008), zona kerusakan parah
yang terjadi di wilayah Kecamatan Pundong,
Jetis, Imogiri, Pleret, Banguntapan, dan
Piyungan jaraknya cukup jauh dari episenter,
sedangkan di daerah yang berdekatan
dengan episenter justru mengalami kerusa-
kan ringan. Persebaran kerusakan yang
membentuk jalur kerusakan di zona Graben
Bantul menjadi fenomena unik mengingat
lokasi episenter tidak terletak di zona
kerusakan.
Survei pengukuran mikrotremor perlu
dilakukan di zona Graben Bantul untuk
menjawab keunikan persebaran kerusakan
rumah akibat gempabumi. Data mikrotremor
dapat mengetahui indeks kerentanan seismik
pada setiap satuan bentuklahan di zona
Graben Bantul. Setiap satuan bentuklahan
dengan segala karakteristiknya memiliki
respon tertentu terhadap gelombang seismik
yang mengenainya. Adanya variasi relief dan
jenis material penyusun pada setiap satuan
b ent u k la h a n d a p at memp en ga ru h i
karakteristik kerentanan seismik pada setiap
satuan bentuklahan tersebut, sehingga
bentuklahan diyakini dapat memberi
informasi penting dalam analisis kerentanan
seismik. Kajian indeks kerentanan seismik
berdasarkan mikrotremor pada setiap satuan
bentuklahan dapat menggambarkan secara
empiris tingkat kerentanan seismik setiap
satuan bentuklahan saat terjadi gempabumi.
Kabupaten Bantul memiliki tingkat
risiko yang tinggi terhadap bencana
gempabumi karena memiliki kepadatan
penduduk yang cukup tinggi dengan
pertumbuhan penduduk yang terus
1755
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
berkembang. Kajian indeks kerentanan
seismik berdasarkan mikrotremor pada
setiap satuan bentuklahan bermanfaat untuk
keperluan mitigasi, terutama untuk kesiap-
siagaan dalam menghadapi bencana
gempabumi. Kajian kerentanan gempabumi
yang didasari pada pengukuran lapangan,
analisis peta, dan data sekunder menghasil-
kan peta kerentanan gempabumi di zona
Graben Bantul. Peta indeks kerentanan
seismik berdasarkan mikrotremor dapat
dimanfaatkan bagi masyarakat Kabupaten
Bantul untuk menyesuaikan pola kehidupan-
nya. Peta ini juga dapat dijadikan sebagai
rujukan dalam pengembangan wilayah yang
aman terhadap bahaya gempabumi.
Berdasarkan rumusan masalah yang
diuraikan, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui karakteristik indeks keren-
tanan seismik pada setiap satuan
bentuklahan di zona Graben Bantul,
2. Mengetahui persebaran spasial indeks
kerentanan seismik berdasarkan pende-
katan satuan bentuklahan di zona Graben
Bantul.
B. KEASLIAN PENELITIAN
Beberapa penelitian mengenai indeks
kerentanan seismik berdasarkan mikro-
tremor sudah dilakukan oleh para peneliti
terdahulu (Nakamura, 2008; Saita et al.,
2004; Huang dan Tseng, 2002; Nakamura et
al., 2000; Nakamura, 2000; Gurler et al.,
2000). Penelitian ini memiliki beberapa
kesamaan dalam hal tema dengan penelitian
terdahulu, namun juga memiliki perbedaan
dalam hal tujuan, metode analisis, pende-
katan, dan objek kajian yang digunakan.
Seluruh penelitian indeks kerentanan
seismik berdasarkan pengukuran mikro-
tremor yang dilakukan oleh para peneliti
terdahulu hanya menggunakan pendekatan
geofisika. Indeks kerentanan seismik berda-
sarkan mikrotremor selanjutnya dibanding-
kan dengan data kerusakan rumah. Seluruh
penelitian terdahulu hanya berupa pengum-
pulan data lapangan tanpa analisis spasial
mendalam, sedangkan penelitian ini
merupakan penelitian terapan yang bersifat
eksploratif menggunakan pendekatan satuan
bentuklahan dan analisis spasial.
Para peneliti terdahulu belum ada
yang secara khusus menjadikan satuan
bentuklahan sebagai objek kajian indeks
kerentanan seismik berdasarkan mikro-
tremor. Sebagai langkah inovasi untuk
menemukan sesuatu yang sebelumnya
belum ada, penelitian ini menjadikan satuan
bentuklahan sebagai objek kajian untuk
mengetahui karakteristik indeks kerentanan
seismik pada setiap satuan bentuklahan.
C. HIPOTESIS
Berdasarkan tujuan penelitian yang
telah dirumuskan, maka hipotesis penelitian
ini sesuai dengan tujuan penelitian pertama
dan kedua, yaitu:
1. Karakteristik indeks kerentanan seismik,
ground shear-strain, dan rasio kerusakan
rumah berubah mengikuti satuan
bentuklahan.
2. Persebaran spasial indeks kerentanan
seismik berdasarkan pendekatan satuan
1756
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
bentuklahan menunjukkan bahwa variasi
indeks kerentanan seismik dipengaruhi
oleh jenis material penyusun, ketebalan
sedimen, dan kedalaman muka airtanah.
D. METODE PENELITIAN
Zona Graben Bantul yang mengalami
kerusakan rumah paling parah akibat
gempabumi 27 Mei 2006, memiliki kondisi
bentuklahan yang bervariasi (Langgeng dan
Tjahyo, 2006). Bentuklahan ialah bagian dari
permukaan Bumi yang memiliki bentuk
topografi yang khas, akibat pengaruh kuat
dari poses alam dan struktur geologis pada
material batuan dalam ruang dan waktu
kronologis tertentu (Simoen dkk. (Eds.),
2002).Berdasarkan pertimbangan adanya
keunikan persebaran kerusakan rumah
akibat gempabumi, maka daerah penelitian
difokuskan di zona Graben Bantul yang
mencakup 8 satuan bentuklahan (Tabel 1).
Sampel area dalam penelitian ini
adalah 8 satuan bentuklahan di daerah
penelit ian. Pada ke-delapan satuan
bentuklahan tersebut ditentukan sampel titik
yang merupakan lokasi pengukuran
mikrotremor. Mikrotremor adalah getaran
tanah yang disebabkan oleh beberapa faktor
akibat aktivitas manusia, seperti lalulintas,
industri, dan aktivitas manusia lainnya di
permukaan Bumi. Selain akibat aktivitas
manusia, sumber-sumber mikrotremor juga
disebabkan oleh faktor alam seperti interaksi
angin dan struktur bangunan, arus laut, dan
gelombang laut periode panjang (Petermans
et al., 2006). Teknik penentuan sampel titik
pengukuran mikrotremor ditetapkan dengan
cara proportional purposive sampling.
Banyaknya pengambilan sampel mikro-
tremor tergantung kepada luasan satuan
bentuklahan, sedangkan penentuan lokasi
pengambilan data mikrotremor mempertim-
bangkan persyaratan menurut standar aturan
SESAME European Research Project (2004).
1757
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Tabel 1. Jumlah pengukuran mikrotremor pada setiap satuan bentuklahan
45 lokasi
19 lokasi
10 lokasi
5 lokasi
3 lokasi
4 lokasi
13 lokasi
10 lokasi
109 lokasi
No. Satuan Bentuklahan Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda
Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda
Lereng Kaki Koluvial Perbukitan Baturagung
Kompleks Beting dan Gisik Gumukpasir
Dataran Fluviomarin
Perbukitan Struk.Formasi Kebo, Butak & Semilir
Perbukitan Struktural Formasi Nglanggran
Perbukitan Struktural Formasi Sentolo
Jumlah lokasi pengukuran mikrotremor
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
Alat untuk mengumpulkan data adalah
seperangkat alat pengukur mikrotremor
berupa satu buah seismometer periode
pendek (sensitive velocity sensor) tipe TDS-
303 (3 komponen) dengan frekuensi
sampling 100 Hz, dilengkapi kabel data,
digitizer, solar cell panel, GPS, UPS, dan
laptop akuisisi data. Beberapa perangkal
lunak yang digunakan adalah perangkat lunak
DataPro untuk akuisisi data yang juga
berfungsi untuk memotong sinyal digital,
Perangkat lunak GEOPSY untuk analisis HVSR
(Bonnefoy-Claudet, 2008), Perangkat lunak
Arc GIS untuk pemetaan, dan Perangkat lunak
Globalmapper untuk membuat penampang
melintang zona Graben Bantul.
Pengolahan data mikrotremor meng-
gunakan metode analisis Horizontal to
Vertical Spectrum Ratio (HVSR) (Gambar 1).
Hasil keluaran perangkat lunak GEOPSY
berupa rara-rata spektrum mikrotremor. Dari
spektrum ini dapat diketahui nilai frekuensi
resonansi (fo) dan puncak spektrum
mikrotremor (A) di lokasi pengukuran. Indeks
kerentanan seismik (K ) diperoleh dengan g
membagi kuadrat puncak spektrum
mikrotremor (A) dengan frekuensi resonansi
(fo).
Cara analisis data dan hasil penelitian
secara umum menggunakan analisis spasial,
kualitatif, dan kuantitatif. Pada akhir analisis
hasil penelitian dilakukan pengujian hipotesis
terhadap hipotesis yang sudah ditetapkan.
Hipotesis pertama diterima jika indeks
kerentanan seismik, ground shear-strain, dan
rasio kerusakan rumah berubah mengikuti
satuan bentuklahan. Hipotesis ditolak jika
nilai indeks kerentanan seismik, ground
shear-strain, dan rasio kerusakan rumah
tidak berubah mengikuti satuan bentuk-
lahan. Hipotesis kedua diterima jika indeks
kerentanan seismik memiliki korelasi
signifikan dengan jenis material penyusun,
ketebalan sedimen/kedalaman batuan dasar,
dan kedalaman muka airtanah. Hipotesis
ditolak jika indeks kerentanan seismik tidak
memiliki korelasi signifikan dengan jenis
material penyusun, kedalaman batuan dasar,
dan kedalaman muka airtanah.
1758
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Gambar 1. Analisis Horizontal to Vertical Spectrum Ratio (HVSR)
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
E. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Indeks Kerentanan Seismik pada Satuan
Bentuklahan
Karakteristik spektrum mikrotremor
berubah mengikuti satuan bentuklahan
(Gambar 2). Spektrum mikrotremor di
perbukitan memiliki karakteristik fre-
kuensi resonansi tinggi dengan puncak
spektrum rendah. Di dataran aluvial yang
tersusun oleh material aluvium, spektrum
mikrotremor memiliki karakteristik
frekuensi resonansi rendah dengan
puncak spektrum tinggi. Hasil penelitian
ini sesuai dengan pendapat Nakamura et
al. (2000), Saita et al. (2004), Gurler et al
(2000) dan Huang dan Tseng (2002).
Namun demikian belum ada peneliti
terdahulu yang menjadikan satuan
bentuklahan sebagai objek kajian.
Menurut Mukhopadhyay dan Borman
(2004), Nguyen et al. (2003), Parolai et al.
(2001) dan Parolai et al. (2002), adanya
variasi spektrum mikrotremor dipenga-
ruhi oleh kondisi litologi dan ketebalan
sedimen.
Frekuensi resonansi di zona Graben
Bantul dan sekitarnya berkisar antara 0,6-
13,0 Hz. Persebaran nilai frekuensi reso-
nansi rendah terdapat pada bentuklahan
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda,
Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda,
Beting Gisik dan Gumukpasir, Dataran
Fluviomarin, dan Lereng Kaki Koluvial
Perbukitan Baturagung. Nilai frekuensi
resonansi berangsur-angsur membesar
memasuki kawasan Perbukitan Struktural
Formasi Sentolo di sebelah barat dan
1759
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Keterangan satuan bentuklahan:Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda (F)Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda (V)Lereng Kaki Koluvial Perbukitan Baturagung (D)Kompleks Beting Gisik dan Gumukpasir (A)Dataran Fluviomarin (M)Perbukitan Struktural Formasi Kebo, Butak, dan Semilir (S1)Perbukitan Struktural Formasi Nglanggran (S2)Perbukitan Struktural Formasi Sentolo (S3)
Gambar 2. Karakteristik spektrum mikrotremor berubah mengikuti satuan bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
P e r b u k i t a n S t r u k t u r a l F o r m a s i
Nglanggran, Kebo, Butak, dan Semilir di
sebelah timur Graben Bantul. Pada satuan
bentuklahan Perbukitan Struktural
Formasi Nglanggran, Kebo, Butak, dan
Semilir memiliki frekuensi resonansi tinggi
(di atas 6,0 Hz), demikian juga satuan
bentuklahan Perbukitan struktural
Formasi Sentolo juga memiliki frekuensi
resonansi tinggi (di atas 6,0 Hz). Analisis
statistik untuk mengetahui hubungan
antara frekuensi resonansi dengan
ketebalan sedimen menunjukkan bahwa
frekuensi resonansi memiliki korelasi
signifikan dengan ketebalan sedimen
dengan nilai korelasi sebesar -0,897 dan
nilai signifikansi 0,0 (Gambar 3).
Jika frekuensi resonansi rendah
berkorelasi dengan batuan dasar yang
dalam, dan frekuensi resonansi tinggi
berkorelasi lapisan sedimen yang tipis,
maka Graben Bantul bagian timur secara
kualitatif memiliki batuan dasar yang lebih
dalam jika dibandingkan dengan Graben
Bantul bagian barat. Nilai frekuensi
resonansi membuktikan bahwa Graben
Bantul merupakan jenis graben yang tidak
simetris (asymmetric graben) (Gambar 4).
Menurut Ventura et al. (2004)
rendahnya nilai frekuensi resonansi
disebabkan oleh tebalnya material
sedimen halus di dataran aluvial,
sedangkan tingginya frekuensi resonansi
disebabkan oleh tipisnya lapisan sedimen
pada singkapan batuan dasar. Di Graben
Bantul, rendahnya frekuensi resonansi di
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda, dan
Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda
disebabkan oleh tebalnya endapan
material vulkanik Merapi. Pada satuan
bentuklahan Perbukitan Struktural
Formas i Ng lang gran, Perbuk i tan
Struktural Formasi Kebo, Butak, dan
Semilir, serta Perbukitan Struktural
Formasi Sentolo memiliki frekuensi
resonansi yang tinggi disebabkan oleh
satuan bentuklahan ini tersusun oleh
material batuan keras dan singkapan
permukaan dengan sedimen tipis.
Indeks kerentanan seismik di zona
Graben Bantul berkisar antara 0,04 dan
23,21. Peta persebaran spasisl Indeks
kerentanan seismik di zona Graben Bantul
dapat dilihat pada Gambar 5. Indeks
kerentanan seismik pada setiap satuan
bentuklahan dirata-ratakan untuk menge-
tahui variasinya dan karakteristiknya pada
setiap satuan bentuklahan. Nilai indeks
kerentanan seismik antara 1,0 hingga
23,21 tersebar pada satuan bentuklahan
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda,
Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda,
Lereng Kaki Koluvia l Perbukitan
Baturagung, Kompleks Beting Gisik dan
Gumukpasir, dan Dataran Fluviomarin.
Indeks kerentanan seismik kurang dari 1,0
terdapat pada satuan bentuklahan
perbukitan struktural, seperti satuan
bentuklahan Perbukitan Struktural
Formasi Sentolo, Perbukitan Struktural
Nglanggran, Perbukitan Struktural Kebo,
Butak, dan Semilir.
Variasi indeks kerentanan seismik
secara lateral disebabkan oleh kondisi
bentuklahan, seperti variasi relief dan
material penyusun bentuklahan. Pene-
litian Nakamura et al. (2000) dan
Nakamura (2008) menunjukkan bahwa
1760
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
1761
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Gambar 3. Hubungan antara frekuensi resonansi dengan ketebalan sedimen
Persebaran spasial frekuensi resonansi (fo) di zona Graben Bantul
Model Graben Bantul dibawah batuan aluvium(hasil analisis data mikrotremor)
c. Penampang geologis Graben Bantul (Rahardjo et al., 1977)
Gambar 4. Persebaran spasial frekuensi resonansi di zona Graben Bantul (atas) dan model Graben Bantul dibawah batuan aluvium (bawah)
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
indeks kerentanan seismik tinggi terdapat
di daerah pesisir yang tersusun material
aluvium. Indeks kerentanan seismik
selanjutnya mengecil setelah memasuki
kawasan perbukitan. Hal serupa juga
dinyatakan Gurler et al. (2000), bahwa
indeks kerentanan seismik tinggi terdapat
pada jalur aliran sungai, kawasan
reklamasi, dan bekas rawa. Indeks
kerentanan seismik nilainya menurun
setelah memasuki perbukitan yang
tersusun oleh batuan keras. Fakta ini yang
mendasari kesimpulan bahwa indeks
kerentanan seismik terkait dengan variasi
relief dan jenis material penyusun
bentuklahan.
Nilai ground shear-strain pada setiap
satuan bentuklahan menggambarkan
ke m a m p u a n m a t e r i a l p e ny u s u n
bentuklahan untuk meregang dan
bergeser saat mengalami guncangan
akibat gempabumi. Untuk mengetahui
nilai ground shear-strain (ã) pada setiap
satuan bentuklahan saat terjadi gun-
cangan gempabumi 27 Mei 2006 (M6,4) di
zona Graben Bantul diperlukan data peak
ground acceleration (PGA) di batuan
dasar. Hasil perhitungan PGA meng-
gunakan rumus empiris Fukushima dan
Tanaka (1990), menunjukkan bahwa pada
saat gempabumi di zona Graben Bantul
mengalami PGA antara 361 dan 427 2cm/detik . Berdasarkan persebaran nilai
PGA tampak bahwa PGA terbesar terjadi
di sekitar bidang sesar. Di Lanteng Dua,
Imogiri yang lokasinya berdekatan dengan
1762
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Gambar 5. Peta persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan mikrotremor di zona Graben Bantul
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
bidang sesar mengalami PGA sebesar 427 2cm/detik . Nilai PGA mengecil terhadap
bertambahnya jarak dari bidang sesar,
sehingga di Sembung, Pajangan, yang
merupakan lokasi paling jauh dari bidang
sesar, hanya mengalami PGA sebesar 361 2cm/detik .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata ground shear-strain paling besar
terdapat pada satuan bentuklahan
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda - 6(ã=3.402×10 ) sedangkan rata-rata
ground shear-strain paling kecil terdapat
pada satuan bentuklahan Perbukitan -6Struktural Formasi Sentolo (ã=36×10 ).
Rata-rata ground shear-strain berubah
mengikuti satuan bentuklahan. Urutan ini
mencerminkan tingkat kekompakan
material batuan penyusun bentuklahan,
dari bentuklahan yang tersusun oleh
material lepas (unconsolidated) hingga
bentuklahan yang tersusun oleh batuan
ke ra s ( c o n s o l i d a t e d ) s i n g ka p a n
permukaan.
Ishihara (1982) menyusun hubungan
antara strain dengan dinamika tanah,
dalam hal ini semakin besar strain
menyebabkan lapisan tanah mudah
mengalami longsoran, rekahan, dan
likuefaksi. Semakin kecil nilai strain
bentuklahan maka kondisinya semakin -6stabil. Pada strain 10 kondisi tanah hanya
-2mengalami getaran, tetapi pada strain 10
lapisan tanah dapat mengalami rekahan,
longsoran, dan likuefaksi. Kajian strain
efektif untuk menilai bahaya gempabumi
pada suatu bentuklahan karena dapat
mengetahui tingkat kerentanan bentuk-
lahan.
Hasil perhitungan rasio kerusakan
rumah pada setiap satuan bentuklahan di
daerah penelitian menunjukkan nilai yang
bervariasi. Besarnya rasio kerusakan
rumah berubah mengikuti satuan
bentuklahan. Rasio kerusakan rumah
paling besar terjadi pada satuan
bentuklahan Dataran Fluviovulkanik
Merapi Muda (R=75,3%), sementara rasio
kerusakan paling kecil terjadi pada satuan
bentuklahan Perbukitan Struktural
Formasi Sentolo (R=12,0%).
Pengkajian rasio kerusakan rumah
berdasarkan pendekatan satuan
b e n t u k l a h a n p e r n a h d i l a k u k a n
Midorikawa (2002) menggunakan data
gempabumi Kanto, Jepang 1923. Hasil
penelitiannya menunjukkan adanya
hubungan antara rasio kerusakan rumah
dengan satuan bentuklahan. Rasio
kerusakan rumah cenderung besar (70%)
pada satuan bentuklahan rawa belakang,
dataran lembah, tanggul alam, dan kipas
aluvial, sedangkan rasio kerusakan rumah
cenderung kecil (50,0%) pada satuan
bentuklahan gumukpasir dan teras.
Karakteristik satuan bentuklahan yang
tersusun oleh material lepas seperti pasir
dan kerikil akan memiliki ground shear-
strain yang lebih besar saat terjadi
gempabumi. Ini menjadi fakta empiris
bahwa pada satuan bentuklahan yang
tersusun oleh material lepas seperti
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda dan
Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda
selamanya akan mengalami kerusakan
parah jika terjadi gempabumi.
Ada hubungan antara indeks keren-
tanan seismik berdasarkan mikrotremor
1763
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
dengan rasio kerusakan rumah pada
setiap satuan bentuklahan. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa indeks
kerentanan seismik 21,2 berhubungan
dengan rasio kerusakan rumah 77%,
indeks kerentanan 8,0 berhubungan
dengan rasio kerusakan rumah 48%. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa
rasio kerusakan memiliki korelasi
signifikan dengan indeks kerentanan
seismik, dengan nilai korelasi sebesar
0,919 dan nilai signifikansi 0,0 (Gambar 6).
Ada kemiripan pola antara persebaran
indeks kerentanan seismik berdasarkan
mikrotremor di zona Graben Bantul
dengan persebaran kerusakan akibat
gempabumi 27 Mei 2006. Persebaran
rasio kerusakan tinggi yang terkonsentrasi
pada bentuklahan Dataran Fluviovulkanik
Merapi Muda dan Dataran Kaki Vulkanik
Merapi Muda terkait dengan tingginya
indeks kerentanan seismik kedua
bentuklahan ini.
Tingginya rasio kerusakan akibat
gempabumi di Graben Bantul khususnya
pada satuan bentuklahan Dataran
Fluviovulkanik Merapi Muda dan Dataran
Kaki Vulkanik Merapi Muda dapat
dijelaskan menggunakan pendekatan
ground shear-strain. Sebagi contoh, di
daerah Bulusan, Kecamatan Jetis, yang
lokasinya sekitar 8,3 km dari episenter
mengalami kerusakan parah, sementara
daerah Lanteng Dua, Kecamatan Imogiri
yang jaraknya 3,8 kilometer dari pusat
gempabumi rumah-rumah tidak menga-
lami kerusakan. Saat terjadi gempabumi
Bantul 27 Mei 2006, perhitungan
percepatan batuan dasar di daerah 2Bulusan adalah 408 cm/detik . Daerah
Bulusan terletak pada satuan bentuklahan
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda yang
memiliki indeks kerentanan seismik tinggi
(K =23,2). Saat terjadi gempabumi, g
ground shear-strain daerah Bulusan - 6sangat besar (ã=9.460×10 ), yang
1764
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Gambar 6. Hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan rasio kerusakan rumah
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
menurut Nakamura et al. (2000) dan
Nakamura (2008) dapat menimbulkan
deformasi tanah dan kerusakan rumah.
Namun demikian, lain halnya yang terjadi
di daerah Lanteng Dua, Kecamatan Imogiri
yang terletak pada satuan bentuklahan
Perbukitan Struktural Formasi Nglanggran
yang lokasinya berdekatan dengan
episenter. Meskipun di Lanteng Dua
mengalami percepatan lebih besar, yaitu 2427 cm/detik , tetapi karena daerah ini
memiliki indeks kerentanan seismik
sangat kecil (K =0,2) maka ground shear-g
-6strain yang terjadi juga kecil (ã=67×10 ).
Nilai ground shear-strain ini menyebab-
kan bangunan rumah di daerah Lanteng
Dua tidak mengalami kerusakan.
Jika dihubungkan dengan persebaran
kerusakan aktual dampak gempabumi
Bantul 27 Mei 2006 di zona Graben Bantul,
tampak persebaran indeks kerentanan
seismik berdasarkan mikrotremor memi-
liki kemiripan dengan pola persebaran
nilai rasio kerusakan rumah, lokasi
likuefaksi, dan lokasi rekahan tanah akibat
gempabumi. Hasil ini sesuai dengan
pendapat Saita et al., (2004) dan Gurler et
al . , (2000), bahwa teknik indeks
kerentanan seismik sangat handal dalam
memprediksi kawasan yang mengalami
kerusakan akibat gempabumi. Adanya
kemiripan pola persebaran indeks
kerentanan seismik dengan persebaran
lokasi rekahan tanah akibat gempabumi
menurut Pramumijoyo dan Ignatius
(2008) menunjukkan bahwa teknik indeks
kerentanan seismik dapat memprediksi
kawasan rentan rekahan tanah. Adanya
kemiripan antara pola persebaran indeks
kerentanan seismik dengan persebaran
lokasi likuefaksi menurut Natawidjaja
(2007) juga mengindikasikan bahwa
indeks kerentanan seismik mampu
memprediksi kawasan rentan likuefaksi
seperti dikemukanan Huang dan Tseng
(2002).
Jika ada hubungan antara indeks
kerentanan seismik dengan rasio keru-
sakan rumah, maka ground shear-strain
lapisan tanah permukaan juga berhu-
bungan dengan rasio kerusakan rumah.
Hasil perhitungan menunjukkan ada
hubungan antara indeks kerentanan
seismik, ground shear-strain, dan rasio
kerusakan rumah dengan satuan
bentuklahan. Ground shear-strain -6 ã=8.637×10 berhubungan dengan rasio
kerusakan 77%, ground shear-strain -6 ã=3167×10 berhubungan dengan rasio
kerusakan 48%. Ada kecenderungan
semakin consolidated material penyusun
bentuklahan akan semakin kecil indeks
kerentanan seismik, ground shear-strain,
dan rasio kerusakannya (Gambar 7).
Gempabumi Bantul 27 Mei 2006
dengan episenter di perbukitan struktural
sebelah timur zona Graben Bantul mem-
bangkitkan percepatan di batuan dasar.
Percepatan dari batuan dasar ini menjalar
ke permukaan dan berinteraksi dengan
karakteristik kerentanan bentuklahan
yang dikuantifikasi sebagai indeks
kerentanan seismik. Indeks kerentanan
seismik pada setiap satuan bentuklahan
merespon masukan percepatan dari
batuan dasar digambarkan dalam ground
shear-strain . Ground shear-strain
mencerminkan kemampuan material
1765
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
penyusun bentuklahan untuk meregang
dan bergeser saat gempabumi.
Ada hubungan antara indeks keren-
tanan seismik, ground shear-strain, dan
rasio kerusakan rumah dengan satuan
bentuklahan. Semakin tinggi indeks
kerentanan seismik pada satuan bentuk-
lahan, maka saat gempabumi akan
mengalami ground shear-strain yang
semakin besar, sehingga menimbulkan
rasio kerusakan rumah yang besar pada
bentuklahan tersebut. Hubungan antara
indeks kerentanan seismik, ground shear-
strain, dan rasio kerusakan rumah dengan
satuan bentuklahan mampu menjawab
fenomena persebaran kerusakan yang
terkonsentrasi pada satuan bentuklahan
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda dan
Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda di
zona Graben Bantul yang lokasinya jauh
dari episenter.
Gambar 8 menunjukkan lokasi perlin-
tasan penampang satuan bentuklahan:
(1) Perbukitan Struktural Formasi Sentolo,
(2) Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda,
(3) Lereng Kaki Koluvial Perbukitan
Baturagung, (4) Perbukitan Struktural
Formasi Kebo, Butak, dan Semilir, serta (5)
P e r b u k i t a n S t r u k t u r a l F o r m a s i
Nglanggran. Dalam penampang ini
tampak nilai rasio kerusakan rumah paling
besar terjadi pada satuan bentuklahan
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda
dengan rasio kerusakan rumah 75%.
Meskipun satuan bentuklahan Dataran
Fluviovulkanik Merapi Muda lokasinya
jauh dari episenter tetapi mengalami rasio
kerusakan rumah yang lebih besar jika
dibandingkan dengan satuan bentuklahan
Perbukitan Struktural Formasi Nglanggran
(14,0%) yang lokasinya dekat dengan
episenter. Nilai rasio kerusakan pada
setiap satuan bentuklahan merupakan
cerminan dari indeks kerentanan seismik
dan ground shear strain setiap satuan
bentuklahan.
1766
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Keterangan nomor satuan bentuklahan:1.Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda2.Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda3.Lereng Kaki Koluvial Perbukitan Baturagung4.Kompleks Beting Gisik dan Gumukpasir5.Dataran Fluviomarin6.Perbukitan Struktural Formasi Kebo, Butak, dan Semilir7.Perbukitan Struktural Formasi Nglanggran8.Perbukitan Struktural Formasi Sentolo
Gambar 7. Indeks kerentanan seismik, ground shear-strain, dan rasio kerusakan rumah pada setiap satuan bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
Kerusakan parah yang terkonsentrasi
pada satuan bentuklahan Dataran
Fluviovulkanik Merapi Muda dan Dataran
Kaki Vulkanik Merapi Muda merupakan
cerminan tingginya indeks kerentanan
pada satuan bentuklahan tersebut,
sehingga saat gempabumi membang-
kitkan ground shear-strain yang besar
pada kedua satuan bentuklahan tersebut.
Nilai ground shear-strain yang besar pada
satuan bentuklahan Dataran Fluviovul-
kanik Merapi Muda dan Dataran Kaki
Vulkanik Merapi Muda menyebabkan
material penyusun bentuklahan bergun-
cang hebat saat gempabumi, sehingga
meskipun lokasinya jauh dari episenter
tetap menyebabkan bangunan rumah
mengalami kerusakan, rekahan tanah,
dan likuefaksi. Kedua satuan bentuklahan
ini morfologinya dataran, materialnya
didominasi kerikil dan pasir dengan muka
airtanah dangkal.
1767
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Gambar 7. Indeks kerentanan seismik, ground shear-strain, dan rasio kerusakan rumah pada setiap satuan bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
Berdasarkan gambaran tersebut,
tampak bahwa tingginya indeks keren-
tanan seismik, ground shear-strain, dan
rasio kerusakan rumah terkait dengan
material lepas seperti pasir dan kerikil
hasil deposisi lahar Merapi yang
terkonsentrasi di zona Graben Bantul.
Kerusakan parah yang terjadi pada satuan
bentuklahan Dataran Fluviovulkanik
Merapi Muda dan Dataran Kaki Vulkanik
Merapi Muda merupakan gambaran
fenomena local site effect di zona Graben
Bantul saat gempabumi 27 Mei 2006.
Hasil penelitian pada bagian ini telah
menjawan hipotesis pertama, yaitu
karakteristik indeks kerentanan seismik,
ground shear-strain, dan rasio kerusakan
rumah berubah mengikuti satuan
bentuklahan (Tabel 2).
2. Persebaran Spasial Indeks Kerentanan
Seismik Berdasarkan Pendekatan Satuan
Bentuklahan
Seluruh faktor yang mempengaruhi
tingkat kerentanan seismik di daerah
penelitian bersifat statis karena merupa-
kan faktor asal dalam dari bentuklahan itu
sendiri. Di alam ini ada banyak faktor yang
dapat mempengaruhi besarnya indeks
kerentanan seismik. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi indeks kerentanan
seismik dalam penelitian ini diantaranya
adalah jenis material penyusun, ketebalan
sedimen, dan kedalaman muka airtanah.
Indeks kerentanan seismik menun-
jukkan ada hubungan dengan litologi.
Batuan breksi dan shale yang dangkal
memiliki indeks kerentanan seismik
rendah, tetapi lapisan pasir dan krikil yang
tebal sangat rentan secara seismik karena
memiliki indeks kerentanan seismik tinggi
(Gambar 9)
Indeks kerentanan seismik memiliki
korelasi signifikan dengan ketebalan
sedimen. Hubungan antara indeks
kerentanan seismik dengan kedalaman
batuan dasar menunjukkan bahwa
semakin dalam batuan dasar cenderung
memiliki indeks kerentanan seismik yang
semakin tinggi. Indeks kerentanan seismik
rendah (K kurang dari 1,0) berhubungan g
dengan ketebalan sedimen kurang dari 10
meter, tetapi indeks kerentanan tinggi (K g
di atas 10,0) berhubungan dengan
1768
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Tabel 2. Perubahan rata-rata indeks kerentanan seismik (K ), g
ground shear-strain (ã), dan rasio kerusakan (R) pada setiap satuan bentuklahan
Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda
Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda
Lereng Kaki Koluvial Perbuk.Baturagung
Kompleks Beting Gisik dan Gumukpasir
Dataran Fluviomarin
Perbukitan Struktural Formasi Kebo, Butak, & Semilir
Perbukitan Struktural Formasi Nglanggran
Perbukitan Struktural Formasi Sentolo
8,5
8,0
3,0
2,5
1,9
0,6
0,3
0,1
0,0034
0,0031
0,0012
0,0009
0,0007
0,0002
0,0001
0,00004
75,0
44,3
20,0
16,0
16,3
15,6
14,0
12,0
No Bentuklahan
1
2
3
4
5
6
7
8
Kg ã R (%)
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
1769
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Gambar 9. Jenis material penyusun mempengaruhi indeks kerentanan seismik
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
ketebalan sedimen di atas 90 meter.
Analisis statistik menunjukkan bahwa
indeks kerentanan seismik memiliki
korelasi signifikan dengan ketebalan
sedimen dengan nilai korelasi sebesar
0,799 dan nilai signifikansi 0,0 (Gambar
10).
Adanya hubungan antara kedalaman
muka airtanah dengan indeks kerentanan
seismik. Daerah yang memiliki kedalaman
muka airtanah yang dangkal memiliki
indeks kerentanan seismik yang tinggi,
sebaliknya pada lokasi yang memiliki
kedalaman muka airtanah dalam memiliki
indeks kerentanan seismik yang rendah.
Indeks kerentanan seismik di atas 3,0
banyak dijumpai pada daerah dengan
kedalaman muka airtanah kurang dari 4,0
meter. Indeks kerentanan seismik di
bawah 1,0 terdapat pada lokasi dengan
kedalaman muka airtanah lebih dari 15,0
meter. Analisis statistik menunjukkan
bahwa kedalaman muka airtanah
memiliki korelasi yang signifikan dengan
indeks kerentanan seismik dengan nilai
korelasi sebesar -0,769 dan nilai
signifikansi 0,0 (Gambar 11).
1770
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Gambar 10. Hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan tebal sedimen
Gambar 11. Hubungan antara indeks kerentanan seismik dengan kedalaman muka airtanah
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
Berdasarkan hubungan antara indeks
kerentanan seismik, ground shear-strain,
rasio kerusakan, dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi indeks kerentanan
seismik ( jenis material, ketebalan
sedimen, dan kedalaman muka airtanah),
maka daerah penelitian dapat dikelom-
pokkan dalam dua kelas kerentanan
berdasarkan satuan bentuklahan, yaitu:
daerah lebih rentan dan daerah kurang
rentan secara seismik (Gambar 12).
Daerah lebih rentan secara seismik
dalam hal ini adalah daerah yang dapat
mengalami local site effect saat
gempabumi. Daerah ini memiliki indeks
kerentanan seismik berdasarkan mikro-
tremor antara 1,0 dan 24,0. Penetapan
daerah yang lebih rentan secara seismik
ini didasarkan fakta: (1) Saat gempabumi
27 Mei 2006, daerah indeks kerentanan
seismik antara 1,0 dan 24,0 mengalami -6rata-rata ground shear-strain 2.839×10 .
1771
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Keterangan nomor satuan bentuklahan:1.Dataran Fluviovulkanik Merapi Muda2.Dataran Kaki Vulkanik Merapi Muda3.Lereng Kaki Koluvial Perbukitan Baturagung4.Kompleks Beting Gisik dan Gumukpasir5.Dataran Fluviomarin6.Perbukitan Struktural Formasi Kebo, Butak, dan Semilir7.Perbukitan Struktural Formasi Nglanggran8.Perbukitan Struktural Formasi Sentolo
Gambar 12. Tingkat kerentanan seismik pada setiap satuan bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
Ground shear-strain sebesar ini menurut
Ishihara (1982) sangat berpotensi
menimbulkan defor-masi tanah dan
menimbulkan kerusakan bangunan
rumah, (2) Berdasarkan data kerusakan
gempabumi 27 Mei 2006, daerah indeks
kerentanan seismik antara 1,0 dan 24,0
mengalami rasio kerusakan 16-80%, (3)
Daerah Graben Bantul yang tersusun oleh
material unconsolidated sediment
memiliki indeks kerentanan seismik
antara 1,0 dan 24,0. Morfologinya berupa
dataran yang tersusun oleh material lepas
seperti pasir, kerikil, dan lempung, (4)
Sebagian besar daerah dengan indeks
kerentanan seismik antara 1,0 dan 24,0
merupakan kawasan airtanah potensial
dan dangkal (1-15 meter) sehingga
berpotensi terjadi l ikuefaksi saat
gempabumi, dan (5) Daerah dengan
indeks kerentanan seismik antara 1,0 dan
24,0 memiliki lapisan sedimen tebal (5-
150 meter), sehingga berpotensi terjadi
resonansi gelombang seismik saat
gempabumi.
Daerah kurang rentan secara seismik
dalam hal ini adalah daerah yang dapat
tidak mengalami local site effect saat
gempabumi. Daerah ini memiliki indeks
kerentanan seismik berdasarkan mikro-
tremor sangat rendah, kurang dari 1,0.
Penentuan daerah kurang rentan ini
didasarkan fakta: (1) Saat gempabumi 27
Mei 2006 daerah indeks kerentanan
seismik kurang dari 1,0 hanya mengalami -6rata-rata ground shear-strain 107×10 .
Ground shear-strain ini sangat kecil dan
menurut Ishihara (1982) kurang
membahayakan bangunan rumah, (2)
Saat gempabumi 27 Mei 2006, daerah
indeks kerentanan seismik kurang dari 1,0
ini hanya mengalami rasio kerusakan
antara 11 dan 15%, (3) Daerah indeks
kerentanan seismik kurang dari 1,0
dicirikan morfologinya berupa perbukitan
yang tersusun oleh batupasir tufaan,
breksi andesit, batugamping, dan
batupasir napalan dengan tebal sedimen
sangat tipis, sehingga tidak berpotensi
terjadi resonansi, dan (4) Daerah indeks
kerentanan seismik kurang dari 1,0
memiliki potensi airtanah rendah, muka
airtanah lebih dari 15 meter sehingga
tidak terjadi likuefaksi.
Hasil penelitian pada bagian ini telah
berhasil menjawab hipotesis kedua, yaitu
persebaran spasial indeks kerentanan
seismik berdasarkan pendekatan bentuk-
lahan menunjukkan bahwa variasi indeks
kerentanan seismik ditentukan oleh jenis
material penyusun, ketebalan sedimen,
dan kedalaman muka airtanah. Berdasar-
kan hasil penelitian menunjukkan: (1)
pada lapisan kerikil dan pasir yang makin
tebal memiliki indeks kerentanan seismik
tinggi, sedangkan pada batuan breksi
andesit, pasir tufaan, batugamping, dan
batupasir memiliki indeks kerentanan
seismik kecil, (2) indeks kerentanan
seismik memiliki korelasi signifikan
dengan ketebalan sedimen, dengan nilai
korelasi -0,799 dan nilai signifikansi 0,0
dan (3) indeks kerentanan seismik
memiliki korelasi signifikan dengan
kedalaman muka airtanah, dengan nilai
korelasi -0,769 dan nilai signifikansi 0,0.
1772
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
F. KESIMPULAN
Karakteristik spektrum mikrotremor
berubah mengikuti satuan bentuklahan. Data
frekuensi resonansi hasil pengukuran
mikrotremor dapat menggambarkan profil
kedalaman batuan dasar graben secara
kualitatif, sehingga diketahui bahwa Graben
Bantul merupakan jenis graben yang tidak
simetris dengan batuan dasar lebih dalam di
bagian timur. Karakteristik indeks kerentanan
seismik berdasarkan mikrotremor, ground
shear-strain, dan rasio kerusakan rumah
berubah mengikuti satuan bentuklahan. Pola
persebaran spasial indeks kerentanan
seismik berdasarkan mikrotremor memiliki
kemiripan dengan persebaran rasio
kerusakan rumah, persebaran lokasi kejadian
likuefaksi, dan persebaran lokasi kejadian
rekahan tanah akibat gempabumi Bantul 27
Mei 2006. Semakin unconsolidated material
penyusun bentuklahan maka akan semakin
besar nilai indeks kerentanan seismik, ground
shear-strain, dan rasio kerusakannya.
Semakin consolidated material penyusun
bentuklahan maka akan semakin kecil nilai
indeks kerentanan seismik, ground shear-
strain, dan rasio kerusakannya. Persebaran
kerusakan rumah akibat gempabumi Bantul
27 Mei 2006 yang terkonsentrasi di zona
Graben Bantul merupakan fenomena local
site effect yang disebabkan oleh tingginya
indeks kerentanan seismik pada Dataran
Fluviovulkanik Merapi Muda dan Dataran
Kaki Vulkanik Merapi Muda.
Kondisi geomorfologi yang mem-
pengaruhi variasi indeks kerentanan seismik
di daerah penelitian adalah relief muka bumi,
jenis material penyusun bentuklahan,
ketebalan sedimen, dan kedalaman muka
airtanah. Ada korelasi signifikan antara
indeks kerentanan seismik berdasarkan
mikrotremor dengan ketebalan sedimen dan
kedalaman muka airtanah. Persebaran
daerah lebih rentan secara seismik karena
berpotensi terjadi local site effect saat
gemp ab u mi terd ap at p ad a s atu an
bentuklahan: (1) Dataran Fluviovulkanik
Merapi Muda, (2) Dataran Kaki Vulkanik
Merapi Muda, (3) Lereng Kaki Koluvial
Perbukitan Baturagung, (4) Kompleks Beting
Gisik dan Gumukpasir, dan (5) Dataran
Fluviomarin. Persebaran daerah kurang
rentan secara seismik karena tidak
berpotensi terjadi local site effect saat
gemp ab u mi terd ap at p ad a s atu an
bentuklahan: (1) Perbukitan Struktural
Formasi Sentolo, (2) Perbukitan Struktural
Formasi Nglanggran, Kebo, Butak, dan
Semilir, dan Perbukitan Struktural Formasi
Nglanggran.
G. TEMUAN PENELITIAN
Penelitian ini menghasilkan dua
temuan penting dalam hal metode dan
konsep/teori.
1. Secara metodologis penelitian ini telah
menghasilkan metode baru dalam analisis
bahaya gempabumi deterministik.
Metode ini menjadikan satuan bentuk-
lahan sebagai objek kajian indeks
kerentanan seismik, sebuah cara
penelitian yang belum pernah dilakukan
oleh para peneliti terdahulu. Pengukuran
mikrotremor pada setiap satuan
bentuklahan dapat mengetahui respon
1773
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
dan karakteristik kerentanan seismik pada
setiap satuan bentuklahan, sehingga
daerah yang berpotensi mengalami
kerusakan jika terjadi gempabumi dapat
diprediksi hanya dengan mengetahui
satuan bentuklahannya. Penelitian ini
merupakan penelitian inovasi guna
membuka cakrawala baru mengenai
pentingnya menjadikan satuan bentuk-
lahan (landforms) sebagai objek kajian
mitigasi bencana gempabumi.
2. Secara konseptual/teoritis penelitian ini
telah menghasilkan teori baru, yaitu
indeks kerentanan seismik, ground shear-
strain, dan rasio kerusakan rumah
berubah mengikuti satuan bentuklahan.
Konsep ini merupakan teori baru yang
belum pernah dikemukakan oleh para
peneliti terdahulu.
H. UCAPAN TERIMAKASIH
Kami mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Prof. Dr. Sutikno, Bapak Prof.
Dr. Dulbahr i , Prof. Dr. K i rbani Sr i
Brotopuspito, dan Prof. Dr.rer.nat. Junun
Sartohadi, M.Sc. atas bimbingannya dalam
menyelesaikan penelitian ini. Ucapan
terimakasih juga kami sampaikan kepada Risk
Management System for Yogyakarta (RIMSY
Project), Fakultas Geografi UGM dengan
Innsbruck University Austria, yang telah
memberi dukungan dana dan fasilitas untuk
menyelesaikan penelitian ini.
1774
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
Bemmelen, R.W. Van. 1949. The Geology of Indonesia. Gov.Printing Office, The Haque, p.732.
Bonnefoy-Claudet, S., Leyton, F., Baize, S., Berge-Thierry, C., Bonilla, L.F. and Campos J. 2008. Potentiality of Microtremor to Evaluate Site Effects at Shallow Depth in The Deep Basin of
thSantiago de Chile. The 14 World Conference on Earthquake Engineering. Beijing, China.
Fukushima, Y. and Tanaka, T.A.1990. A new attenuation relation for peak horizontal acceleration of strong earthquake ground motion in Japan, Bulletin of the Seismological Society of America, v.80, no. 4, p.757-783.
Gurler, E.D., Nakamura, Y., Saita, J.,Sato, T. 2000. Local site effect of Mexico City based on thmicrotremor measurement. 6 International Conference on Seismic Zonation, Palm Spring
Riviera Resort, California, USA, pp.65.
Harvard-CMT. 2007. Focal mechanism of the 2006 Yogyakarta Earthquake, The website of the Harvard Global CMT, id#20062253A, (available at http://www.globalcmt.org).
Huang, H. and Tseng, Y. 2002. Characteristics of soil liquefaction using H/V of microtremor in Yuan-Lin area, Taiwan. TAO, Vol. 13, No. 3, 325-338.
Ishihara, K. 1982. Introduction to Dynamic Soil Mechanism. Japan.
Midorikawa, S. 2002. Importance of damage data from destructive earthquakes for seismic microzoning damage distribution during the 1923 Kanto, Japan earthquake. Annals of Geophysics, Vol. 45, No. 6.
Miura, H., Yamasaki, F., & Matsuoka, M., 2007, Identification of damaged area due to the 2006 Central Java Earthquake using satellite optical images. Urban Remote Sensing Joint Event.
Mukhopadhyay, S. and Borman, P. 2004. Low cost seismic microzonation using microtremor data: an example from Delhi, India, Elsevier, Journal of Asian Earth Science, 24 (2004) 271-280.
Nakamura, Y. 2000. Clear Identification of Fundamental Idea of Nakamura's Technique and Its Application. World Conference of Earthquake Engineering.
thNakamura, Y. 2008. On The H/V Spectrum. The 14 World Conference on Earthquake Engineering, Beijing, China.
DAFTAR PUSTAKA
1775
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
Nakamura, Y., Sato, T., and Nishinaga, M. 2000. Local Site Effect of Kobe Based on Microtremor Measurement. Proceeding of the Sixth International Conference on Seismic Zonation EERI, Palm Springs California.
Natawidjaja, D.H. 2007. Tectonic Setting Indonesia dan Pemodelan Sumber Gempabumi dan Tsunami. Pelatihan Pemodelan Run-Up Tsunami, RISTEK, 20-24 Agustus 2007.
Newcomb, K.R. and McCann, W.R. 1987. Seismic History and Seismotectonic of the Sunda Arc. Journal of Geophysical Research, Vol. 92, no. B1 pp 421-439. American Geophysical Union.
Nguyen, F., Van Rompaey, G., Teerlynck, H., Van Camp, M., Jougmans, D. and Camelbeeck, T. 2003. Use of Microtremor for Assessing Site Effect in Northern Belgium-Interpretation of The Observed Intensity During The Mag. 5.0 June 11 1938 Earthquake. Journal of Seismology, Vol. 1-3.
Parolai, S., Bormann, P., Milkereit, C. 2001. Assessment of the natural frequency of the sedimentary cover in the Cologne area (Germany) using noise measurement. Journal of Earthquake Engineering, 5, 541-564.
Parolai, S., Bormann, P., Milkereit, C. 2002. New relationship between Vs, thickness of sediment, and resonance frequency calculated by the H/V ratio of the seismic noise for the Cologne area (Germany). Bulletin of Seismological Society of America, 92, 2521-2527.
Petermans, T., Devleeschouwer, X., Pouriel, F. & Rosset, P. 2006. Mapping the local seismic hazard in urban area of Brussel, Belgium. IAEG Paper, Number 424.
Pramumidjoyo, S. and Ignatius S. 2008. Surface Cracking due to Yogyakarta Earthquake 2006, Star Publishing Company.
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, and H. Rosidi. 1977. Geologic map of the Yogyakarta. Quadrangle, Java, scale 1:100,000, 8 pp., Geological Survey of Indonesia, Minister of Mines, Jakarta.
Saita, J., Bautista, M.L.P. and Nakamura, Y. 2004. On Relationship Between The Estimated Strong Motion Characteristic of Surface Layer and The Earthquake Damage: Case Study at
thIntramuros, Metro Manila-. 13 World Conference on Earthquake Engineering, Paper No. 905, Vancouver, B.C., Canada.
SESAME European research project. 2004. Guidelines for the implementation of the H/V spectral ratio technique on ambient vibrations measurements, processing and interpretation. European Commission – Research General Directorate.
1776
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013
Simoen, S., Langgeng W.S. dan Pramono H. (eds). 2002. Pengenalan Bentanglahan Parangtritis-Bali, Badan Penerbit Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Walter, T.R., B.G. Luehr, R. Wang, M. Sobiesiak, H. Grosser, H.U. Wetzel, C. Milkereit, J. Zschau, J. Wassermann, P.J. Prih Harjadi and Kirbani S. B. 2008. The 26 May 2006 6.4 Yogyakarta Earthquake South of Mt. Merapi Volcano: Did Lahar Deposits Amplify Ground Shaking and thus Lead to Disaster?, Geochemistry, Geophysics, Geosystems, An Electronic Journal of the Earth System.
Ventura, C.E., Onur, T. and Hao, X.S. 2004. Site period estimation in the Fraser River Delta using Microtremor measurement-experimental and analytical studies. 13th World Conference on Earthquake Engineering, Vancouver, B.C., Canada, August 1-6, 2004, Paper No. 1075.
Yamazaki, F. and Matsuoka, M. 2007. Remote Sensing Tools For Earthquake Response and Recovery. International Symposium on Remote Sensing Applications to Natural Hazard.
1777
Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor Pada Setiap Satuan Bentuklahan
Jurnal Riset Daerah Vol. XII, No.1. April 2013