analisis waktu-frekuensi seismik berbasis …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20236352-t21633-analisis...
TRANSCRIPT
Universitas Indonesia i
ANALISIS WAKTU-FREKUENSI SEISMIK BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET:
DETEKSI RESERVOAR HIDROKARBON
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains
Oleh :
DIDIK ARDIYANTO
0706171876
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI FISIKA
KEKHUSUSAN GEOFISIKA RESERVOAR
JAKARTA
2009
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan
dengan benar.
Nama : Didik Ardiyanto NPM : 0706171876 Tanda Tangan : Tanggal : 19 Desember 2009
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia iii
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : Analisis Waktu-Frekuensi Seismik Berbasis Transformasi Wavelet : Deteksi Reservoar Hidrokarbon
NAMA : Didik Ardiyanto NPM : 0706171876 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Geofisika Reservoar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Abdul Haris ( )
Penguji : Prof. Dr. Suprayitno Munadi ( ) Penguji : Dr. Adriansyah ( ) Penguji : Dr. Ir. Surono M. Sc. ( ) Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 19 Desember 2009
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas rahmat dan
ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis yang berjudul
ANALISIS WAKTU-FREKUENSI SEISMIK BERBASIS TRANSFORMASI
WAVELET: DETEKSI RESERVOAR HIDROKARBON ditulis sebagai syarat
kelulusan S2 di Program Studi Fisika Kekhususan Geofisika Reservoar, Fakultas
MIPA, Universitas Indonesia.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dan Ibu, selaku orangtua yang selalu memberikan dukungan dan banyak
memberikan nasehat dan masukan yang berguna kepada penulis.
2. Bapak Dr. Abdul Haris, selaku pembimbing pertama yang telah banyak
memberikan nasehat dan masukan yang berguna kepada penulis.
3. Bapak Prof. Dr. Suprayitno Munadi yang telah memberikan nasehat dalam
pemilihan materi dalam tesis ini dan berbagi ilmu yang berguna bagi penulis.
4. Retno Wijayanti, istri tercinta yang selalu memberi dukungan dan pengertiannya
selama penulis mengerjakan tesis ini.
5. Pearl Energy Indonesia yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian
ini dan menyediakan data untuk tesis ini. Khususnya kepada Sri Lestari, Doddy
Yuliong, dan Gadjah Eko Pireno, yang banyak memberikan masukan selama
penelitian ini.
6. Agung Roniwibowo, Fahdi Maula, dan Wahdanadi, rekan seperjuangan selama
kuliah dan mengerjakan tesis, selalu menjadi teman yang baik untuk berdiskusi
dan saling membantu.
7. Teman- teman S2 Geofisika Reservoar UI angkatan 2007, selalu menjadi teman
yang baik dan kompak.
8. Pak Suparman dan Pak Samidi, atas pelayanannya dan kebaikannya sebagai
teman.
9. Segenap staf di Program Studi Geofisika Reservoar, serta semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia v
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara serta semua pihak yang
membutuhkan.
Jakarta, Desember 2009
Penulis
Didik Ardiyanto
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia vi
ABSTRACT
Seismic spectral decomposition in the time-frequency domain is a part of
seismic imaging technology that is growing quite rapidly, and very useful to detect
the presence of hydrocarbon reservoir quickly based on spectral content of time-
frequency spectrum. Several spectral decomposition methods widely used are the
Short Time Fourier Transform (STFT), Continuous Wavelet Transform (CWT),
Matching Pursuit Decomposition (MPD). MPD method is a modification of the
STFT and CWT, and offers solutions to the limitations of the resolution for both
methods.
In this study, spectral decomposition was applied based on wavelet transforms
using the MPD method on seismic data of an exploration field to find out which zone
has the best reservoir quality in the field. One indicator of the hydrocarbon reservoir
presence is low frequency anomaly on the time-frequency spectrum (Castagna et al.,
2003).
Furthermore, the low frequency anomaly of MPD spectral decomposition was
mapped to predict the distribution of reservoir. The RGB image blending method was
performed on isofrequency slices of MPD results to sharpen the appearance of low
frequency zone distribution, so that it can be recognized which zones have good
reservoir properties.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia vii
SARI
Dekomposisi spektrum seismik dalam kawasan waktu-frekusensi adalah
suatu bagian dari teknologi seismic imaging yang berkembang cukup pesat dan sangat
berguna untuk mendeteksi keberadaan reservoar hidrokarbon secara cepat
berdasarkan kandungan spektrum waktu-frekuensinya Beberapa metode dekomposisi
spektrum yang banyak digunakan adalah Short Time Fourier Transform (STFT),
Continous Wavelet Transform (CWT), Matching Pursuit Decomposition (MPD).
Metode MPD merupakan modifikasi dari STFT maupun CWT dan menawarkan
solusi untuk keterbatasan resolusi untuk kedua metode tersebut.
Pada penelitian ini diaplikasikan dekomposisi spektrum berbasiskan
transformasi wavelet dengan metode MPD pada data seismik dari suatu lapangan
eksplorasi untuk mengetahui zone yang memiliki kualitas reservoar paling baik pada
lapangan tersebut. Salah satu indikator keberadaan reservoar hidrokarbon adalah
adanya anomali low frequency pada spektrum waktu-frekuensinya (Castagna dan
kawan-kawan, 2003).
Selanjutnya untuk memprediksi distribusi dan kandungan fluida dari
reservoar tersebut dilakukan pemetaan distribusi anomali low frequency hasil
dekomposisi spektrum MPD. Untuk mempertajam kenampakan distribusi low
frequency zone selanjutnya dilakukan metode RGB image blending pada isofrequency
slices hasil MPD tersebut. Sehingga bisa diketahui zone-zone yang mempunyai
properti reservoar yang baik.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRACT vi
SARI vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Hasil Penelitian Terdahulu 3
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Ruang Lingkup Penelitian 5
1.6. Sistematika Pembahasan 5
BAB II. DEKOMPOSISI SPEKTRAL
2.1. Analisis Waktu-Frekuensi 6
2.2. Short Time Fourier Transform (STFT) 8
2.2.1 Definisi 8
2.2.2 Lokalisasi Waktu-Frekuensi 9
2.3. Continous Wavelet Transforms (CWT) 11
2.3.1 Definisi 11
2.3.2 Lokalisasi Waktu-Frekuensi 13
2.3.3 Wavelet Morlet 1-D 14
2.4. Matching Pursuit Decomposition (MPD) 16
2.4.1 Definisi 16
2.4.2 Dictionary Gabor 17
2.5. Instantaneous Spectral Analysis (ISA) 18
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia ix
BAB III. DATA DAN METODOLOGI
3.1. Data Lapangan 22
3.2. Geologi Regional 22
3.2.1 Struktural 22
3.2.2 Stratigrafi 23
3.2.3 Petroleum System 26
3.2.4 Prospek Daerah Penelitian 28
3.3. Pengolahan dan Interpretasi Data Seismik 29
3.3.1 Software dan Hardware 29
3.3.2 Interpretasi Seismik 29
3.3.3 Dekomposisi Spektral MPD 30
3.3.4 Algoritma Komputasi MPD 30
3.3.5 RGB Blending 34
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Perbandingan Spektrum Waktu-Frekuensi STFT, CWT, dan MPD 37
4.2. Analisis Log 41
4.3. Interpretasi Seismik 42
4.4. Instantaneous Spectral Analysis (ISA) 44
4.5. RGB Blending 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 51
5.1. Kesimpulan 51
5.2. Saran 52
DAFTAR ACUAN 53
LAMPIRAN
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sinyal superposisi sinus 15 Hz, 25 Hz, 45 Hz, dan 70 Hz, dan
hasil transformasi Fourier dari sinyal 7
Gambar 2.2 Sinyal sinus dengan perubahan frekuensi setiap 0,5 detik mulai dari
15 Hz, 25 Hz, 45 Hz, dan terakhir 70 Hz, Hasil transformasi
Fourier dari sinyal sinus 7
Gambar 2.3 Ketidakpastian lokalisasi kawasan waktu, dan kawasan
frekuensi dari STFT untuk suatu fungsi )(tg 10
Gambar 2.4 Resolusi (kotak Heisenberg) dari STFT dalam kawasan waktu-
frekuensi 10
Gambar 2.5 Ilustrasi efek dilasi dari suatu fungsi wavelet 12
Gambar 2.6 Resolusi (kotak Heisenberg) dari transformasi wavelet dalam
kawasan waktu-frekuensi 14
Gambar 2.7 Komponen riil dan imajiner dari wavelet Morlet 15
Gambar 2.8 Contoh wavelet Gabor 17
Gambar 2.9 Spektrum STFT, CWT, MPD dari suatu tras seismik sintetik 18
Gambar 2.10 Isofrequency section menunjukkan adanya penipisan reservoar 19
Gambar 2.11 Isofrequency section dan kenampakan anomali low frequency 20
Gambar 3.1 Lokasi daerah penelitian 22
Gambar 3.2 Stratigrafi cekungan Jawa Timur 25
Gambar 3.3 Play concept pada lapangan Rafif 28
Gambar 3.4 Spektrum FFT data seismik 30
Gambar 3.5 Alur proses MPD 32
Gambar 3.6 Diagram alir proses MPD untuk seismik 3D 32
Gambar 3.7 Original seismik inline 2220, hasil rekonstruksi
setelah iterasi 100, dan residu setelah 100 iterasi 33
Gambar 3.8 Alur dekomposisi spektral MPD untuk isofrequency cubes 35
Gambar 3.9 Proses RGB blending 36
Gambar 4.1 Spektrum STFT untuk sinyal pada Gambar 2.2(a) 38
Gambar 4.2 Spektrum CWT untuk sinyal pada Gambar 2.2(a) 39
Gambar 4.3 Spektrum MPD untuk sinyal pada Gambar 2.2(a) 40
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia xi
Gambar 4.4 Grafik MDT pressure dan LFA sumur AGR-1 pada Kujung I 41
Gambar 4.5 Hasil analisis petrophysics sumur AGR-1 42
Gambar 4.6 Well seismic tie untuk sumur AGR-1 pada inline 2220 42
Gambar 4.7 Fenomena flat spot pada xline 2312 43
Gambar 4.8 Horizon Kujung I menunjukkan pola carbonate buildup 43
Gambar 4.9 Volum atribut coherence menunjukkan pola rekahan pada horizon
Kujung I 44
Gambar 4.10 Isofrequency section 15 Hz, 25 Hz, dan 50 Hz inline 2220 45
Gambar 4.11 Horizon Kujung I, amplitude slice +24ms, dan isofrequency slice
15 Hz, 25 Hz, dan 50 Hz 47
Gambar 4.12 Image hasil RGB blending 50
Gambar 4.13 Distribusi high porosity hasil simultaneous inversion 50
Gambar 4.14 Distribusi high gas probability hasil simultaneous inversion 50
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Analisis data seismik untuk menggambarkan informasi bawah permukaan
bumi adalah kritikal untuk semua aspek dalam eksplorasi minyak dan gas maupun
proses produksinya. Dalam eksplorasi minyak dan gas, respon seismik dari bawah
permukaan bumi dianalisis dengan cermat oleh beberapa intepreter untuk mencari
kenampakan-kenampakan yang berkaitan dengan keberadaan reservoar
hidrokarbon.
Sekarang ini teknologi seismic imaging menjadi suatu hal standar dalam
eksplorasi minyak dan gas. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan metode-
metode baru yang mempermudah dan mempercepat analisis data seismik untuk
mendeteksi keberadaan reservoar hidrokarbon.
Analisis spektrum adalah suatu analisis yang penting dalam pemrosesan
data interpretasi geofisika contohnya data seismik dan merupakan bagian dalam
proses seismic imaging. Transformasi suatu seismogram dalam kawasan waktu
kedalam kawasan frekuensi adalah dasar dari berbagai macam algoritma
pemrosesan dan interpretasi data seismik. Tetapi untuk suatu seismogram yang
frekuensinya berubah terhadap waktu atau non-stationary, transformasi frekuensi
1-D (Fourier) adalah tidak cukup. Untuk sinyal non-stationary seperti sinyal
seismik diperlukan suatu transformasi ke dalam kawasan waktu-frekuensi supaya
diperoleh informasi kandungan spektrum terhadap waktu yang berguna untuk
analisis selanjutnya. Kemudian berkembang STFT (Short Time Fourier
Transform) yang berbasiskan transformasi Fourier dengan proses windowing
untuk mengekstrak kandungan spektrum terhadap waktu. STFT mempunyai
keterbatasan dimana proses windowing dengan lebar window konstan tidak bisa
mengekstrak kandungan spektrum untuk suatu event dengan durasi lebih pendek
dari lebar window yang dipakai. Selanjutnya berkembang transformasi wavelet
yang menawarkan solusi untuk keterbatasan resolusi dari STFT. Dengan
mengunakan wavelet yang berdilasi dan bertranslasi di dalam algoritmanya untuk
memperoleh resolusi yang lebih baik daripada STFT.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 2
Dekomposisi spektral seismik dalam kawasan waktu-frekusensi adalah
suatu bagian dari teknologi seismic imaging yang sedang dikembangkan oleh para
ahli maupun ilmuwan dan sangat berguna untuk mendeteksi keberadaan reservoar
hidrokarbon secara cepat berdasarkan kandungan spektrum waktu-frekuensinya.
Beberapa metode dekomposisi spektral yang sering digunakan adalah STFT
(Short Time Fourier Transform) dan CWT (Continous Wavelet Transform). Baru-
baru ini berkembang metode MPD (Matching Pursuit Decomposition) yang
merupakan modifikasi dari CWT dan menawarkan solusi untuk keterbatasan
STFT dan CWT dalam hal resolusi akibat ketidakpastian Heisenberg. MPD ini
juga masih dalam pengembangan dan masih banyak yang perlu dipelajari. Oleh
sebab itu penulis merasa perlu mempelajarinya dan mengimplementasikannya
sebagai bagian dalam analisis data seismik untuk eksplorasi hidrokarbon.
1.2. Permasalahan
Analisis waktu-frekuensi berbasiskan tansformasi Fourier maupun
transformasi wavelet belum banyak diimplementasikan untuk kepentingan
eksplorasi minyak dan gas meskipun mempunyai potensi menjadi alat yang sangat
membantu dalam penentuan prospek suatu lapangan minyak dan gas. Analisis
waktu-frekuensi lebih banyak berkembang dan diimplementasikan pada bidang
lain seperti dalam bidang kedokteran untuk analisis data Electroencephalography
(EEG), dalam bidang image / video processing untuk kompresi dan filtering,
dalam bidang sound recording untuk filtering, dan dalam bidang meteorologi
untuk memprediksi cuaca. Beberapa masalah yang dihadapi dalam penelitian ini
adalah:
1. Belum banyak referensi tentang aplikasi analisis waktu-
frekuensi dalam eksplorasi hidrokarbon terutama untuk metode
MPD.
2. Metode MPD mempunyai algoritma komputasi yang komplek
dan intensif sehingga dibutuhkan resources cukup besar.
3. Referensi open source software MPD yang ada kebanyakan
masih di desain untuk analisis data digital diluar data geofisika.
1.3. Hasil Penelitian Terdahulu
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 3
Transformasi wavelet bisa digunakan untuk menganalisis data runtun
waktu yang mengandung energi non-stationary pada berbagai frekuensi berbeda
(Daubechies, 1990).
Meskipun alogritma komputasinya komplek dan intensif, dekomposisi
spektral menggunakan MPD berbasiskan wavelet Gabor mempunyai resolusi
waktu-frekuensi yang lebih baik dibandingkan STFT maupun CWT (Mallat dan
Zhang, 1993).
Dalam penentuan fungsi wavelet, kenampakan fungsi wavelet harus
merefleksikan kenampakan dalam kawasan waktu dari sinyal yang akan
dianalisis. Tetapi jika hanya ingin mengetahui spektrum energinya, pemilihan
wavelet adalah tidak kritis, sehingga suatu fungsi akan memberikan hasil yang
secara kualitatif sama dengan fungsi lainnya (Torrence dan Compo, 1998).
Transformasi wavelet adalah suatu metode alternatif untuk
mendekomposisi suatu sinyal dalam kawasan waktu ke dalam kawasan waktu-
frekuensi dengan resolusi yang lebih baik dari STFT (Chakraborty dan Okaya,
1995).
Polikar (1996) menyatakan bahwa transformasi wavelet merupakan
Multiresolution Analysis (MRA) yang dirancang untuk menghasilkan resolusi
waktu yang tinggi dan resolusi frekuensi yang rendah pada frekuensi tinggi,
sedangkan pada frekuensi rendah berlaku sebaliknya.
Partyka dan kawan-kawan (1999) mengembangkan metode dekomposisi
spektral berbasis STFT dan menyatakan bahwa refleksi dari suatu lapisan tipis
mempunyai karakteristik tertentu pada spektrum frekuensinya. Hal ini berkaitan
dengan ketebalan dan sifat akustik dari suatu lapisan. Dari sini disimpulkan bahwa
lapisan-lapisan tipis akan tampak lebih jelas pada spektrum frekuensi tinggi
sedangkan lapisan-lapisan tebal akan tampak lebih jelas pada spektrum frekuensi
rendah.
Castagna dan kawan-kawan (2002) menyatakan bahwa dengan
menggunakan dekomposisi spektral dapat mengindentifikasi beberapa indikator
hidrokarbon yaitu abnormal seismic attenuation, low frequency shadow yang
berasosiasi dengan bright spot, dan perbedaan tuning frequency antara gas dengan
brine sand.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 4
Ardiyanto (2003) mengaplikasikan CWT dengan wavelet Morlet pada data
seismik gempa tektonik untuk mendeteksi waktu tiba gelombang P dan S serta
pola dispersi dari gelombang permukaan Rayleigh berdasarkan spektrum waktu-
frekuensi dari CWT.
Sinha dan kawan-kawan (2003) mengaplikasikan dekomposisi spektral
berbasis CWT untuk mendeteksi reservoar dengan struktur channel dan berhasil
mendeteksi low frequency shadow serta mempertajam kenampakan reservoar
channel berdasarkan tuning frequency-nya.
Castagna dan kawan-kawan (2003) mengembangkan metode ISA
(Instantaneous Spectral Analysis) menggunakan MPD untuk mendeteksi low
frequency shadow yang berasosiasi dengan hidrokarbon pada suatu reservoar gas
sand dan menunjukkan bahwa resolusi MPD lebih baik dari hasil dekomposisi
spektral mengunakan STFT.
Wang (2007) mengembangkan algoritma komputasi MPD yang lebih
efisien menggunakan wavelet Morlet dan berhasil mendeteksi low frequency
shadow pada reservoar karbonat .
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengembangkan dan mengaplikasikan
dekomposisi spektral MPD berbasis transformasi wavelet pada data seismik
lapangan eksplorasi minyak dan gas untuk mendeteksi keberadaan hidrokarbon.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan
open source software MPD dengan memodifikasi referensi software MPD yang
sudah ada supaya kompatibel dengan data seismik 2D/3D.
Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan oleh berbagai kalangan
industri minyak dan gas dalam kaitannya untuk analisis data seismik serta ikut
mengembangkan suatu metode efektif dalam penentuan prospek suatu lapangan
eksplorasi hidrokarbon.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Obyek penelitian yang dicakup dalam penelitian ini adalah aplikasi
metode ISA (Instantaneous Spectral Analysis) pada suatu data seismik 3D
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 5
mengunakan MPD untuk mendeteksi distribusi hidrokarbon berdasarkan DHI
(Direct Hydrocarbon Indicator) seperti anomali low frequency atau tuning
frequency.
1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan hasil penelitian ini secara lengkap dibagi menjadi 5 bab yang
terdiri dari :
• Bab I mengenai pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, hasil
penelitian terdahulu, ruang lingkup penelitian, dan sistematika
penulisan.
• Bab II mengenai dasar teori tentang analisis waktu-frekuensi,
dekomposisi spektral dan ISA untuk penentuan DHI.
• Bab III mengenai data, software, dan metodologi yang
digunakan dalam penelitian ini.
• Bab IV mengenai analisis dan pembahasan hasil penelitian.
• Bab V mengenai kesimpulan dan saran.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 6
BAB II
DEKOMPOSISI SPEKTRAL
Dekomposisi spektral adalah suatu metode pemrosesan sinyal seismik
berbasiskan analisis spektrum waktu-frekuensi. Metode ini banyak digunakan
untuk eksplorasi minyak dan gas dalam hal deteksi adanya Direct Hydrocarbon
Indicator (DHI) seperti low frequency shadow. Metode ini juga bisa
diimplementasikan untuk prediksi ketebalan lapisan dimana lapisan tipis akan
berhubungan dengan spektrum frekuensi tinggi dan lapisan yang lebih tebal akan
berhubungan dengan spektrum frekuensi rendah (Partyka dan kawan-kawan,
1999), selain itu juga digunakan untuk menggambarkan geologic dicontinuites
seperti adanya pola sesar pada data seismik 3D. Metode transformasi dari
kawasan waktu ke kawasan waktu-frekuensi yang sering digunakan untuk
dekomposisi spektral adalah Short Time Fourier Transform (STFT), Continous
Wavelet Transform (CWT), dan Matching Pursuit Decomposition (MPD).
2. 1. Analisis Waktu-Frekuensi
Untuk sinyal non-stationary seperti suatu seismogram, kandungan
frekuensinya berubah terhadap waktu sehingga diperlukan suatu analisis dalam
kawasan waktu-frekuensi. Dengan menggunakan transformasi Fourier bisa
diperoleh informasi kandungan frekuensi dalam suatu sinyal runtun waktu, tetapi
tidak bisa diperoleh informasi perubahan frekuensi-frekuensi tersebut terhadap
waktu. Transformasi Fourier dirumuskan sebagai (Kumar dan Foufoula, 1994)
∫∞
∞−
−= dtetff tiωω )()( (2.1)
sedangkan kebalikannya adalah
∫∞
∞−
= ωωπ
ω deftf ti)(21)( . (2.2)
Dimana )(tf adalah sinyal fungsi waktu, )(ωf adalah hasil transformasi Fourier
dari )(tf , t adalah waktu, ω adalah frekuensi, dan tie ω adalah Euler sinus cosinus.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 7
Disini terlihat bahwa transformasi Fourier memberikan informasi
kandungan frekuensi dari suatu sinyal fungsi waktu, tetapi tidak memberikan
informasi lokasi frekuensi-frekuensi tersebut dalam kawasan waktu.
Pada Gambar 2. 1(a) ditunjukkan sinyal gabungan empat sinus dengan
frekuensi 15 Hz, 25 Hz, 40 Hz, dan 70 Hz, sedangkan hasil transformasi
Fouriernya ditunjukkan pada Gambar 2. 1(b). Gambar 2. 2(a) menunjukkan sinyal
yang setiap 0,5 detik frekuensinya berubah terhadap waktu dimulai dari frekuensi
15 Hz, 25 Hz, 40 Hz, dan terakhir 70 Hz, hasil transformasi Fouriernya
ditunjukkan pada Gambar 2. 2(b).
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-3
-2
-1
0
1
2
3
WAKTU(detik)
AM
PLIT
UD
O
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 1250
20
40
60
80
100
120
140
FREKUENSI(Hz)
POW
ER
Gambar 2. 1. (a) Sinyal superposisi sinus 15 Hz, 25 Hz, 40 Hz, dan 70 Hz, dan (b) hasil transformasi Fourier dari sinyal
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
WAKTU(detik)
AM
PLIT
UD
O
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 1250
1
2
3
4
5
6
7
8
9
FREKUENSI(Hz)
POW
ER
Gambar 2. 2. (a) Sinyal sinus dengan perubahan frekuensi setiap 0,5 detik mulai dari 15 Hz, 25Hz, 40 Hz, dan terakhir 70 Hz, (b) Hasil transformasi Fourier dari sinyal
Waktu (detik) Frekuensi (Hz)
Am
plitu
do
Ener
gi
Waktu (detik)
Am
plitu
do
Frekuensi (Hz)
Ener
gi
(a) (b)
(a) (b)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 8
Terlihat bahwa hasil transformasi Fourier kedua sinyal tersebut mirip dan
tampak bahwa transformasi Fourier tidak bisa memberikan informasi perubahan
kandungan frekuensi dalam sinyal terhadap waktu.
2. 2. Short Time Fourier Transform (STFT)
2. 2. 1. Definisi
Jika diasumsikan sinyal dalam suatu window waktu yang kecil adalah
stasioner, maka transformasi Fourier-nya akan memberikan informasi kandungan
frekuensi pada saat waktu tersebut. Dengan menggeser window waktu tersebut
sepanjang sinyal maka akan diperoleh representasi dari sinyal dalam kawasan
waktu-frekuensi. Hal ini disebut sebagai Short Time Fourier Transform (STFT).
Secara matematis STFT dari ( )uf dirumuskan sebagai (Kumar dan Foufoula,
1994)
∫∞
∞−
−−= duetuguftGf uiωω )()(),( (2. 3)
= ∫∞
∞−
duuguf t )()( ,ω (2. 4)
dimana fungsi window adalah )(, ug tω ≡ uietug ω−− )( . Transformasi ini
mengukur secara lokal, di sekitar waktu t , amplitudo dari sinus komponen
frekuensi ω . Fungsi window yang digunakan biasanya fungsi riil dan genap
dengan energi maksimumnya terletak pada komponen frekuensi rendah.
Transformasi ini invertible dan mempunyai persamaan rekonstruksi (Mallat,
1989)
∫∫∞
∞−
∞
∞−
−= dudetuguGftf ti ωωπ
ω)(),(21)( . (2. 5)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 9
2. 2. 2. Lokalisasi Waktu-Frekuensi
Untuk mengetahui sifat lokalisasi waktu-frekuensi dari STFT, perlu
diketahui sifat-sifat dari energi 2
,tgω dan 2
,tgω
Λ
karena inilah yang menentukan
kenampakan )(tf dalam kawasan waktu-frekuensi. Dengan menggunakan
teorema Parseval, persamaan (2. 4) bisa dituliskan kembali sebagai
∫∞
∞−
= ')'(*ˆ)'(ˆ21),( , ωωωπ
ω ω dgftGf t (2. 6)
dimana )'(ˆ ωf dan )'(ˆ , ωω tg adalah transformasi Fourier dari )(uf dan
)(, ug tω sedangkan tanda * menunjukkan konjugasi komplek. Bila standar deviasi
dari tg ,ω dan tg ,ˆω adalah gσ dan gσ maka
21
2221
2
,2 )()()( ⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −= ∫∫
∞
∞−
∞
∞−
duuguduugtu tg ωσ (2. 7)
21
2
,2
ˆ ')'(ˆ)'( ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−= ∫
∞
∞−
ωωωωσ ω dg tg . (2. 8)
Parameter-parameter ini merupakan ukuran sebaran dari fungsi tg ,ω dan tg ,ˆω ,
di sekitar t dan ω , seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. 3. Berdasarkan
prinsip ketidakpastian (Heisenberg uncertainty), hasil kali 2gσ
dan 2
gσ akan
memenuhi (Mallat, 1989)
2gσ 2
gσ2π
≥ , (2. 9)
sehingga tidak bisa diperoleh ketelitian yang tinggi dalam kawasan waktu dan
frekuensi secara bersamaan. Kesamaan pada persamaan di atas akan dipenuhi bila
)(tg merupakan fungsi Gaussian, contohnya 2/4/1 2
)( tetg −−= π . Bila fungsi
Gaussian yang digunakan sebagai window maka transformasi ini disebut
transformasi Gabor (Gabor, 1946).
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 10
Gambar 2. 3. Ketidakpastian lokalisasi (a) kawasan waktu, dan (b) kawasan frekuensi dari STFT untuk suatu fungsi )(tg (Kumar dan Foufoula, 1994)
Resolusi waktu-frekuensi dari STFT bisa direpresentasikan sebagai sebuah
kotak berukuran tetap dengan luas sebesar ggt ˆ00 σωσ ±×± , seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2. 4, kotak ini ini biasa disebut kotak Heisenberg.
Gambar 2. 4. Resolusi (kotak Heisenberg) dari STFT dalam kawasan waktu-frekuensi (Kumar dan Foufoula, 1994)
Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa untuk mendapatkan resolusi
yang baik dalam kawasan waktu diperlukan window berdurasi pendek tetapi
resolusi frekuensi menjadi berkurang, sedangkan untuk mendapatkan resolusi
t
ω
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 11
frekuensi yang baik diperlukan window berdurasi panjang akibatnya resolusi
waktu menjadi kurang bagus. Inilah salah satu keterbatasan dari STFT, adanya
kesulitan dalam penentuan window yang optimal untuk proses STFT ini.
Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu analisis dimana dimensi dari
kotak Heisenberg berubah terhadap frekuensi, walaupun luas kotak tersebut tetap.
Analisis ini disebut multi resolution analysis (MRA) yang dirancang untuk
menghasilkan resolusi frekuensi yang tinggi pada frekuensi rendah, sedangkan
pada frekuensi tinggi akan diperoleh resolusi waktu tinggi. Hal ini sesuai untuk
sinyal seismik yang pada umumnya mempunyai komponen frekuensi tinggi dalam
durasi pendek. Oleh karena itu diperlukan suatu fungsi yang bisa bertranslasi dan
berdilasi, fungsi ini disebut wavelet.
2. 3. Continous Wavelet Transform (CWT)
2. 3. 1. Definisi
Transformasi wavelet dari suatu fungsi )(tf berenergi terbatas
didefinisikan sebagai integral transform dengan suatu fungsi family
)(1)(, stu
suts
−≡ ψψ dan ditunjukkan dalam persamaan di bawah ini,
∫∞
∞−
= duuuftsWf ts )()(),( ,ψ 0>s
= ∫∞
∞−
− dus
tus
uf )(1)( ψ , (2. 10)
dimana s adalah parameter scale, t dan u adalah parameter waktu, dan fungsi
)(, utsψ disebut wavelet. Perubahan nilai s akan berakibat dilasi untuk s >1 dan
berakibat kontraksi untuk s <1, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. 5.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 12
Gambar 2. 5. Ilustrasi efek dilasi dari suatu fungsi wavelet (atas) dan perubahannya dalam kawasan frekuensi (bawah) untuk (a) s <1, (b) s =1, dan (c) s >1 (Kumar dan Foufoula, 1994)
Konstanta normalisasi s
1 dipilih sehingga untuk semua scale s berlaku
1)()( 22
,
2
, ==≡ ∫ ∫ dttduutsts ψψψ . (2. 11)
Syarat dari suatu fungsi wavelet )(tψ menurut Kumar dan Foufoula
(1994) adalah :
a. Meluruh dengan cepat terhadap waktu atau mempunyai compact support.
b. Mempunyai mean nol atau ∫∞
∞−
= 0)( dttψ .
Syarat yang pertama menunjukkan bahwa suatu fungsi wavelet merupakan
gelombang pendek dan bukan merupakan gelombang yang terus menerus,
sedangkan syarat kedua disebut admissibility condition menunjukkan bahwa
fungsi wavelet mempunyai suatu wiggle atau berbentuk seperti gelombang.
Inversi dari transformasi wavelet adalah (Daubechies, 1992)
∫∫∞
−∞
∞−
=0
,2 )(),(1)( dsdutusWfs
Ctf usψ
ψ
(2. 12)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 13
dimana
∫∞
∞<=0
2
.)(ˆ
2 ωωωψ
πψ dC (2 13)
Dengan mengintegrasikan pada interval s yang telah ditentukan maka proses
inversi transformasi wavelet ini bisa berlaku sebagai proses filter band-pass, low-
pass, high-pass, dan notch (Nurcahya, 2001).
2. 3. 2. Lokalisasi Waktu-Frekuensi
Untuk memahami lokalisasi waktu-frekuensi dari transformasi wavelet
akan lebih mudah menggunakan teorema Parseval, yaitu
∫∞
∞−
= ωωψωπ
dftsWf ts )(*ˆ)(ˆ21),( , . (2. 14)
Oleh karena itu seperti di dalam STFT, diperlukan analisis dari sifat-sifat 2
, )(utsψ dan 2
, )(ˆ ωψ ts , di samping itu secara khusus diperlukan pemahaman
tentang kelakuan deviasi standar ts ,ψσ dan .
,ˆ tsψσ Berkaitan dengan itu di dalam
transformasi wavelet terdapat hubungan-hubungan penting yang perlu
diperhatikan, yaitu (Kumar dan Foufoula, 1994) :
a. Standar deviasi ts ,ψσ memenuhi hubungan
.0,1, ψψ σσ s
ts= (2. 15)
b. Standar deviasi ts ,ψσ memenuhi hubungan
ts ,ψσ = .0,1ˆ
sψ
σ (2. 16)
c. Frekuensi pusat 0
ˆ ,tsψω berdasarkan wavelet )(, utsψ memenuhi hubungan
sts
0
ˆ0
ˆ
0,1
,
ψ
ψ
ωω = . (2. 17)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 14
Dari hubungan-hubungan tersebut terlihat bahwa jika s meningkat maka 0
ˆ ,tsψω dan
ts ,ψσ akan menurun, mengindikasikan bahwa frekuensi pusat menjadi lebih rendah
dan ketidakpastiannya juga menurun, hal ini berlaku sebaliknya jika s menurun
seperti ditunjukkan pada Gambar 2. 6. Kemudian resolusi dari transformasi
wavelet di sekitar titik ( ,0t 0
ˆ ,tsψω ) adalah
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡±×±
ssst 0,10,1
0,1
ˆ
0
ˆ
0ψψ
ψ
σωσ . Di sini
terlihat bahwa dimensi dari kotak Heisenberg berubah tetapi luas tetap konstan
terhadap perubahan s , sehingga jika resolusi waktunya meningkat maka resolusi
frekuensinya menurun, hal ini berkaitan dengan prinsip ketidakpastian
Heisenberg.
Gambar 2. 6. Resolusi (kotak Heisenberg) dari transformasi wavelet dalam kawasan waktu-frekuensi (Kumar dan Foufoula, 1994)
2. 3. 3. Wavelet Morlet 1-D
Beberapa fungsi wavelet yang biasa digunakan dalam aplikasi 1-D adalah
wavelet Haar, wavelet DOG, dan wavelet Morlet. Di antara wavelet-wavelet
tersebut yang paling sering digunakan dalam analisis sinyal geofisika adalah
wavelet Morlet. Bentuk matematis dari wavelet Morlet ini adalah
2/4/1 22/20
0 )()( teti eet −−−−−
=ω
ωπψ (2. 18)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 15
biasanya didekati sebagai
2/4/1 20)( tti eet −−−= ωπψ 50 ≥ω . (2. 19)
Pendekatan ini dilakukan agar memenuhi admissibility condition. Wavelet ini
berbentuk komplek dan bisa digunakan untuk mengekstraksi informasi amplitudo
atau fase dari suatu sinyal. Hasil transformasi Fourier dari persamaan (2. 19)
adalah
.)(ˆ 2/)(4/1 20ωωπωψ −−−= e (2. 20)
Transformasi Fourier dari wavelet terskala )(0, tsψ adalah
.)(ˆ20
2
20
)(24/12/)(4/1
0,
ωω
ωω ππωψ−−−−−− == s
ss
s eses (2. 21)
Wavelet ini mempunyai sifat dimana hasil transformasi Fouriernya hampir
semua terletak pada ω > 0, berpusat pada 0
ˆ ,tsψω =
s0ω
dengan deviasi standar
ts ,ψσ = s1
. Wavelet ini sendiri berpusat pada t dan berdeviasi standar ts ,ψσ = s .
Pada Gambar 2. 7 ditunjukkan komponen riil dan imajiner dari wavelet Morlet
beserta transformasi Fouriernya.
Gambar 2. 7. (a) Komponen riil (garis tebal) dan imajiner (garis patah-patah) dari wavelet Morlet untuk 50 =ω , dan (b) hasil transformasi Fouriernya (Kumar dan Foufoula, 1994)
t
ω
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 16
2. 4. Matching Pursuit Decomposition (MPD)
Meskipun transformasi wavelet mempunyai resolusi waktu-frekuensi lebih
bagus dari STFT, resolusi tersebut tidak sama pada semua bidang waktu-
frekuensi. Transformasi wavelet mempunyai resolusi waktu yang baik pada
frekuensi tinggi, sebaliknya mempunyai resolusi waktu kurang baik pada
frekuensi rendah dan mempunyai resolusi frekuensi yang baik pada frekuensi
rendah. Untuk memperoleh resolusi frekuensi yang baik antara frekuensi
menengah sampai tinggi, transformasi wavelet tidak cukup untuk memenuhi hal
tersebut (Chakraborty dan Okaya, 1995).
Secara umum data seismik mempunyai frekuensi antara 10 Hz-70 Hz. Hal
ini menunjukkan bahwa suatu tras seismik mengandung banyak frekuensi
menengah sehingga pada pemrosesan data seismik diperlukan suatu transformasi
dengan resolusi baik untuk semua frekuensi menengah.
Sekarang ini berkembang metode MPD yang merupakan pengembangan
dari transformasi wavelet dan menawarkan solusi dari keterbatasan STFT dan
transformasi wavelet berkaitan dengan ketidakpastian Heisenberg. MPD ini
merupakan suatu transformasi adaptif sehingga dalam proses komputasinya selalu
berusaha mendapatkan resolusi waktu-frekuensi yang optimal dari suatu sinyal
runtun waktu. Sehingga bisa diperoleh resolusi yang baik untuk sinyal yang
banyak mengandung frekuensi menengah seperti suatu tras seismik.
2. 4. 1. Definisi
MPD adalah suatu metode dekomposisi sinyal berbasis transformasi
wavelet dengan mengekspansi suatu sinyal ke dalam suatu deret wavelet atau
atom yang terpilih dari suatu dictionary wavelet Gabor (Mallat dan Zhang, 2003). MPD diimplementasikan secara iteratif dan dalam setiap iterasi secara
adaptif diekstrak fungsi wavelet / atom n
gγ yang optimal dan menghasilkan nilai
residual paling kecil, dimana n adalah nomor iterasi. Setelah iterasi ke- N , suatu
tras seismik )(tf diekspansikan ke dalam persamaan berikut:
∑−
=
+=1
0
)()()(N
n
Nn fRtgatf
nγ (2. 23)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 17
dimana na adalah amplitudo dari n
gγ , sedangkan fR N )( adalah residual dengan
fR )0( = f . Dictionary wavelet n
gγ yang biasa digunakan dalam MPD adalah
wavelet Gabor karena mempunyai resolusi waktu-frekuensi yang optimal
berkaitan dengan luas kotak Heisenberg ( Mallat dan Zhang, 1993). Selanjutnya
bisa dilakukan proses rekonstuksi sinyal berdasarkan atom-atom Gabor hasil
ekstraksi tersebut, misalnya untuk proses filtering bisa dilakukan dengan
menggabungkan atom-atom Gabor yang mempunyai frekuensi tertentu seusai
dengan bandwith frekuensi yang diperlukan.
2. 4. 2. Dictionary Gabor
Suatu translasi waktu dan frekuensi dari wavelet Gabor di dalam suatu
dictionary dilakukan dengan scaling, translasi, dan memodulasi suatu window
Gaussian (Mallat dan Zhang, 1993).
Gambar 2. 8. Contoh wavelet Gabor dengan beberapa frekuensi dan fase
(www.scholarpedia.org/article/Matching_pursuit)
Secara matematis wavelet Gabor didefinisikan sebagai (Wang, 2007),
ϕξγ ψ +−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= )(()( tuies
tuug (2. 22)
dimana )(uψ adalah Gaussian window, s adalah scale, u dan t parameter waktu,
ξ frekuensi modulasi, dan ϕ adalah fase. Sehingga wavelet Gabor merupakan
fungsi },,,{ ϕξγ st= . Persamaan (2. 22) ini merupakan modifikasi dari wavelet
Gabor untuk STFT pada halaman 8. Wavelet Gabor yang digunakan dalam MPD
mempunyai fleksibilitas untuk parameter scale, posisi, dan frekuensi internal
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 18
dibandingkan wavelet Gabor dalam STFT. Contoh dari wavelet Gabor
ditunjukkan pada Gambar 2. 8. Pada Gambar 2. 9 ditunjukkan contoh spektrum waktu-frekuensi hasil
MPD, STFT dan CWT dari sinyal seismik sintetik yang diketahui kandungan
frekuensinya. Dari sini terlihat bahwa resolusi waktu-frekuensi dari MPD adalah
paling baik dibandingkan spektrum STFT maupun CWT. Selanjutnya tampak
bahwa MPD cukup akurat untuk melakukan analis waktu-frekuensi pada data
seismik.
Gambar 2. 9. (a) Tras seismik sintetik yang terdiri dari superposisi Ricker wavelet dengan frekuensi berubah terhadap waktu, (b) Spektrum STFT, (c) Spektrum CWT, (d) Spektrum energi hasil MPD (Chakraborty dan Okaya, 1995).
2. 5. Instantaneous Spectral Analysis (ISA)
Instantaneous Spectral Analysis (ISA) adalah suatu teknik analis waktu-
frekuensi dengan menggunakan spektrum frekuensi untuk setiap sampel waktu
dari suatu tras seismik (Castagna dan kawan-kawan, 2003). Sehingga diperlukan
suatu metode transformasi waktu-frekuensi untuk data seismik dengan resolusi
yang baik dalam waktu maupun frekuensi. Oleh karena itu metode MPD sering
digunakan dalam aplikasi ISA untuk deteksi hidrokabon. ISA dapat digunakan
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 19
untuk mendeteksi keberadaan hidrokarbon berdasarkan anomali atenuasi
frekuensi tinggi pada reservoar gas yang tebal atau unconsolidated, adanya low
frequency shadow yang berasosiasi dengan bright spot dimana ketebalan
reservoar masih diatas tuning thickness, tuning frequency yang berbeda antara
lapisan berisi gas dengan lapisan berisi air, dan adanya kenampakan Amplitude
Versus Offset (AVO) yang bergantung pada frekuensi.
Castagna dan kawan-kawan (2003) mengembangkan metode ISA dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Dekomposisi tras seismik ke dalam wavelet – wavelet dengan
menggunakan transformasi wavelet seperti metode MPD
2. Menjumlah spektrum Fourier dari setiap wavelet dalam kawasan
waktu-frekuensi untuk menghasilkan isofrequency section
3. Mengabungkan setiap isofrequency section untuk menghasilkan
isofrequency cubes.
Gambar 2. 10 menunjukkan isofrequency section dari suatu reservoar Gulf
of Mexico, terlihat adanya pergeseran ke kiri dari amplitudo maksimum pada
frekuensi 30 Hz dibandingkan frekuensi 10 Hz, hal ini merupakan kenampakan
tuning frequency dan mengindikasikan bahwa reservoar tersebut menipis ke kiri.
Gambar 2. 10. Isofrequency section dari suatu reservoar Gulf of Mexico, terlihat bahwa amplitudo maksimum dari reservoar bergeser ke kiri pada frekuensi 30 Hz (bawah) dibandingkan dengan frekuensi 10 Hz (atas) , menunjukkan reservoar menipis ke kiri (Castagna dan kawan-kawan, 2002).
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 20
Gambar 2. 11. Penampang seismik dan penampang isofrequency dari suatu reservoar Ukpokiti, Nigeria, (a) Penampang seismik menunjukkan adanya bright spot, (b) penampang isofrequency 20 Hz menunjukkan adanya anomali low frequency pada zona reservoar (c) penampang isofrequency 33 Hz menunjukkan anomali low frequency pada zona reservoar sangat teratenuasi sedangkan anomali akibat tuning masih terlihat jelas (Sinha dan kawan – kawan , 2003).
20Hz
(b)
33Hz
(a)
(c)
Reservoir zone
Tuning effect
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 21
Penampang seismik dari suatu lapangan hidrokarbon di Ukpokiti, Nigeria
menunjukkan adanya beberapa kenampakan bright spot (Gambar 2. 11(a)).
Berdasarkan isofrequency section bisa dibedakan antara bright spot yang
berasosiasi dengan reservoar dan bright spot akibat efek tuning. Pada
isofrequency section 20 Hz terlihat adanya dua anomali low frequency pada zona
reservoar dan beberapa miliseconds diatas zona reservoar tersebut (Gambar 2.
11(b)). Anomali low frequency pada zona reservoar tersebut sangat teratenuasi
pada frekuensi yang lebih tinggi yaitu 33 Hz (Gambar 2. 11(c)), sedangkan
anomali low frequency di atas zona reservoar masih terlihat dengan jelas
menunjukkan bahwa anomali tersebut disebabkan oleh efek tuning pada zona
tersebut.
Selanjutnya dalam penelitian ini diharapkan dapat mendeteksi adanya
Direct Hydrocarbon Indicator (DHI) seperti anomali low frequency atau tuning
frequency pada isofrequency section dan isofrequency slices hasil dekomposisi
spektral berbasis transformasi wavelet dari data seismik yang digunakan dalam
penelitian ini.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 22
BAB III
DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Data Lapangan
Lapangan Rafif merupakan salah satu lapangan yang dikelola oleh Pearl
Energy Indonesia dan terletak di Jawa Timur. Data seismik 3D PSTM normal
polarity yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluas sekitar 90 Km2 (702
inline, 1529 xline) dengan bin size 12,5m x 12,5m, beserta 1 sumur discovery
AGR-1 yang menembus reservoar gas pada level Kujung I, lengkap dengan data
log termasuk di dalamnya Gamma Ray, resistivity, P dan S Sonic, VSP /
checkshot, density, dan log hasil analisis petrophysics. Lokasi daerah penelitian
ditunjukkan pada Gambar 3. 1.
Gambar 3. 1. Lokasi daerah penelitian (Pearl Energy, 2008).
3.2. Geologi Regional
3.2.1. Struktural
Sejarah struktural cekungan Jawa Timur tidak dapat dipisahkan dari
sejarah geologi regional Asia Tenggara. Cekungan ini terletak di bagian tenggara
paparan Sunda Craton di atas batuan dasar berumur Kapur hingga melange basal
berumur Tersier. Batas kontinental tua ini mempunyai tren struktural berarah
Area Penelitian
Blok Rafif
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 23
Timur Laut - Barat Daya yang dapat dilihat pada data seismik daerah lepas pantai
Utara pulau Jawa (Pearl Energy, 2008).
Cekungan Jawa Timur memiliki dua tren struktur utama yang dikontrol
oleh patahan ekstensional berarah timur laut – barat daya dan patahan
kompresional berarah Barat - Timur. Perbedaan arah gaya tektonik ini mengontrol
fase rifting masa Paleogen dan inversi pada masa Neogen.
Struktur utama yang terdapat pada cekungan ini antara lain (Pearl Energy, 2008) :
1. Muriah Trough yang terletak di antara busur Kepulauan Karimun Jawa
dan Bawean. Pada daerah ini tidak dijumpai batuan sedimen yang lebih tua
dari Oligosen awal. Namun sedimen pre-Tersier diperkirakan akan
dijumpai pada bagian yang lebih dalam.
2. Busur Kepulauan Bawean memisahkan Muriah dari Tuban-Camar Trough
dan tetap terekspos hingga awal Miosen yang akhirnya tertransgresi.
3. Tuban-Camar Trough terletak di antara busur kepulauan Bawean dan
punggungan JS-1. Batuan dasar yang ditemukan pada sumur JS 10-1
ditengarai berumur awal Kapur.
4. Punggungan JS-1 merupakan representasi dari tinggian batuan dasar di
bawahnya. Litologi penyusun batuan dasar adalah batuan beku berumur
pre-Tersier. Endapan transgresif tidak dapat mencapai tinggian ini hingga
awal Oligosen.
5. Amblesan Central Deep berada sejajar dengan punggungan JS-1. Batuan
dasar pre-Tersier pada daerah ini tersusun dari batuan meta-sedimen dan
batuan beku intrusi.
6. Cekungan Masalembo terpisah dari Central Deep oleh suatu tinggian yang
dapat mengisolir basin kecil ini.
7. Paparan Madura Utara merupakan lereng karbonat masif yang terbentuk
pada masa Miosen hingga Pleistosen.
3.2.2. Stratigrafi
Proses sedimetasi pada lapangan Rafif tersusun oleh sedimen klastik
transgresif pada masa Eosen hingga awal Miosen dan sekuen karbonat yang
menumpang di atas batuan dasar berumur pre-Tersier (Pearl Energy, 2008).
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 24
Stratigrafi cekungan Jawa Timur ditunjukkan pada Gambar 3. 2. Secara ringkas
formasi-formasi pada cekungan Jawa Timur adalah (Pearl Energy, 2008) :
Formasi Ngimbang (Eosen – Awal Oligosen)
Formasi Lower Ngimbang merupakan sekuen graben fill berumur Eosen
dan kemungkinan hanya dijumpai pada bagian terdalam dari trough Tuban-
Camar. Sampai dengan awal Oligosen terjadi pengendapan di atasnya yang
disebut Formasi Upper Ngimbang. Formasi Upper Ngimbang tersusun oleh
batuan klastik basal ditumpangi dengan sekuen karbonat dan bagian teratas
ditutup oleh batulempung.
Formasi Kujung (Akhir Oligosen – Awal Miosen)
Karbonat yang dijumpai pada formasi Kujung terendapkan dalam dua
siklus transgresif menjadi satuan Kujung I dan Kujung II. Satuan Kujung I
merupakan platform karbonat yang kaya akan reef dan menjadi reservoar gas pada
daerah Camar, dan juga menjadi reservoar minyak dan gas di daerah Ujung
Pangkah dan Sidayu. Satuan Kujung II, merupakan shelf karbonat yang tidak
memiliki banyak reef dan menjadi reservoar minyak di daerah Camar.
Formasi Tuban (Awal – Pertengahan Miosen)
Formasi Tuban atau OK (Orbitoid Kalk) terendapkan secara selaras di atas
Formasi Kujung dan tersusun oleh selang-seling batupasir dan lempung, dan juga
karbonat yang makin banyak dijumpai pada bagian atasnya. Banyak dijumpai
Orbitoid di dalam calcarenite dan batugamping dalam formasi ini. Formasi Tuban
tersusun dalam dua satuan, satuan batulempung transgresif yang berselang-seling
dengan karbonat, dan yang kedua adalah satuan batupasir regresif yang tersusun
oleh selang-seling batupasir masif dan lempung. Formasi Tuban diakhiri oleh
pengendapan reef batugamping masif (Rancak reef) yang berkembang di sebelah
Utara tepatnya di batas paparan Madura Utara yang menjadi reservoar
hidrokarbon utama di perairan Jawa Timur. Batugamping Rancak melingkupi
areal yang luas di sekitar graben.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 25
Formasi Ngrayong (Pertengahan – Akhir Miosen)
Formasi Ngrayong kaya akan batupasir yang terendapkan secara selaras di
atas formasi Tuban pada kondisi laut dangkal. Formasi Tuban dan Ngrayong
berpotensi menjadi reservoar gas biogenik pada lapangan Kepodang.
Pengendapan transgresi laut dangkal terjadi selama masa akhir Miosen. Endapan
laut dalam terdapat pada formasi Wonocolo dan Kawengan yang dijumpai di
bagian daratannya, dan ditumpangi oleh Formasi Lidah di atasnya.
Formasi Karren (Akhir Miosen – Pliosen)
Batugamping Formasi Karren berkembang pada masa inversi
(pengangkatan) yang terjadi selama akhir Miosen hingga Pliosen. Endapan ini
tidak berpotensi sebagai reservoar hidrokarbon di daerah lepas pantai namun
memiliki potensi reservoar minyak di daerah daratannya. Ekuivalen endapan laut
dalam di bagian selatan dijumpai pada daerah Ledok dan Mundu yang merupakan
bagian dari formasi Kawengan.
Gambar 3. 2. Stratigafi cekungan Jawa Timur (Pearl Energy, 2008)
Objective Reservoir Interval
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 26
3.2.3. Petroleum System
Petroleum sistem blok Rafif kemungkinan dapat dibagi menjadi dua bagian yang
terpisah (Pearl Energy, 2008) :
• Sistem oil prone dengan batuan sumber berasal dari Tuban-Camar Trough
dan Jawa-Madura Trough. Migrasi minyak pada masa pre-inversi dapat
mengisi struktur-struktur pada blok Rafif, dan saat ini potensi batuan
sumber di Tuban-Camar Trough sudah cukup matang dan dapat mengisi
struktur-struktur di sebelah timur blok Rafif.
• Sistem gas biogenik yang bersumber dari Muriah Trough dan banyak
terjebak di bagian Barat blok Rafif.
Jebakan
Jebakan hidrokarbon yang paling banyak dijumpai di daerah lepas pantai
Jawa Timur adalah jebakan karbonat yang berkembang pada blok patahan over-
tilted sehubungan dengan terjadinya rifting dan pembentukan half graben yang
membentuk cekungan. Struktur jebakan hidrokarbon ini terbentuk pada fase awal
patahan aktif pada masa pertengahan Eosen hingga awal Oligosen. Struktur yang
lebih tua terbentuk pada awal fase pembentukan hidrokarbon yang diperkirakan
terjadi pada masa pre-inversi atau berasosiasi dengan heat flow selama masa
inversi (Pearl Energy, 2008).
Paleo struktur pada daerah platform tidak terisi oleh hidrokarbon
kemungkinan karena berada pada migration shadow atau terlalu jauh dari
sumbernya. Beberapa struktur lama berasal dari cekungan yang lebih dalam tidak
mengalami inversi tetapi mengalami peningkatan suhu. Semburan gas pada
struktur ini diduga dulunya berasal dari minyak yang terpanaskan pada daerah ini.
Reef batugamping berumur Pliosen banyak terjadi pada daerah reaktivasi patahan
dan terisi oleh gas biogenik.
Batuan Sumber dan Kematangan
Potensi sumber minyak yang utama pada blok Rafif berasal dari shale
yang kaya organik berumur Eosen (Formasi Lower Ngimbang) yang hanya terjadi
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 27
di Tuban-Camar Trough, Central-Deep, dan Jawa-Madura Trough yang berada di
sebelah selatan blok Rafif.
Batuan sumber barasal dari shale deltaic dan lacustrine yang sangat
bervariasi kualitasnya. Umumnya tipe kerogen berupa lacustrine algal sapropel
tercampur dengan material tanaman dari daratan yang lebih tinggi sehingga
memungkinkan sebagai sumber dari minyak dan gas. Oil gravity di cekungan
Jawa Timur bervariasi antara 10°-60° API, minyak komersil yang dapat
diproduksi memiliki oil gravity 30°-40° API, dan minyak yang lebih berat
biasanya lebih banyak mengandung wax (Pearl Energy, 2008). Kebanyakan
penemuan minyak dan gas di lepas pantai Jawa Timur berasal dari batuan sumber
Formasi Ngimbang.
Kujung II sangat sedikit potensinya sebagai batuan sumber karena
perlapisannya sangat tipis dan terbatas di daerah Bawean. Shale yang kaya
organik juga dijumpai pada masa awal Miocene, Formasi Tuban / OK sebagai
salah satu batuan sumber yang cukup bagus di daratan Jawa Timur. Shale ini
merupakan hasil endapan laut dangkal hingga laut dalam yang kaya akan TOC.
Meskipun demikian, di daerah Bawean, shale ini terendapkan tidak cukup dalam
untuk dapat menjadi sumber hidrokarbon.
Reservoar
Formasi Kujung merupakan reservoar utama di Blok Rafif. Kujung I
karbonat memiliki matrix porosity 15.2% - 32.5%, Kujung II memiliki matrix
porosity 11.9%-23.8% (Pearl Energy, 2008).
Lapisan Tudung
Formasi Tuban merupakan lapisan tudung regional pada blok Rafif yang
berfungsi sebagai penutup keberadaan reservoar hidrokarbon, selain itu shale
yang terendapkan pada Kujung II dan Upper Ngimbang berlaku sebagai lapisan
tudung intra-formational (Pearl Energy, 2008).
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 28
Jalur Migrasi Hidrokarbon
Migrasi hidrokarbon pada Blok Rafif kemungkinan bisa berlaku secara
vertikal maupun lateral. Migrasi lateral berawal dari lapisan basement
selanjutnya secara gradasi naik ke lapisan yang lebih muda melalui overstep
sedangkan migrasi vertikal berjalan melalui sesar-sesar atau adanya sand/shale
ratio yang tinggi (Pearl Energy, 2008).
3.2.4 Prospek Daerah Penelitian
Daerah penelitian ini terletak pada bagian barat daya dari Blok Rafif.
Berdasarkan hasil interpretasi seismik 2D sebelumnya dan hasil pengeboran
sumur AGR-1 pada daerah penelitian ini telah diidentifikasi adanya reservoar gas
pada Kujung 1 karbonat dengan struktur buildup reef pada tinggian basement
(Pearl Energy, 2008).
Gambar 3. 3. Play concept pada lapangan Rafif (Pearl Energy, 2008)
Selanjutnya penelitian ini akan fokus pada reservoar Kujung I (kujung reef
play) (Gambar 3. 3) dimana telah ditemukan reservoar gas berdasarkan sumur
AGR-1.
Kujung Reef Play
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 29
3.3. Pengolahan dan Intepretasi Data Seismik
3.3.1. Software dan Hardware
Proses dekomposisi spektral STFT, CWT dan MPD untuk data seismik
pada penelitian ini digunakan beberapa open source software sebagai berikut :
1. Matlab versi linux
2. Matching Pursuit Toolkit (MPTK) dengan matlab interface untuk
proses MPD (http://mptk.irisa.fr)
3. TF-SIGNAL package (Kristekova M.,2006) untuk CWT
4. Matlab function STFT (Dorney, 1999)
5. Toolbox SeisLab (matlab) untuk membaca SEGY sebagai input
MPTK (www.mathworks.com/matlabcentral/fileexchange/15674)
6. Toolbox SegyMat (matlab) untuk konversi output MPTK ke format
SEGY (http://segymat.sourceforge.net)
7. SeisMPD untuk interface MPTK supaya kompatibel dengan data
seismik, script matlab ditulis sendiri oleh penulis.
Sedangkan untuk interpretasi seismik menggunakan Stratimagic (Pearl Energy
license), untuk RGB blending dan 3D visualisasi menggunakan freeware
OpendTect 4.0 (www.opendtect.org).
Hardware yang digunakan untuk proses MPD adalah notebook HP
DV6500TX, processor Core2Duo T7300, memori 4GB, dengan OS Redhat
Enterprise Linux 4 WS.
3.3.2. Interpretasi Seismik
Untuk melakukan Instantaneous Spectral Analysis (ISA) diperlukan suatu
horizon referensi yang berguna untuk horizon slicing dan penentuan interval yang
dipakai dalam proses MPD. Sebelum dilakukan picking horizon terlebih dahulu
dilakukan well-seismic tie berdasarkan log Sonic, Density, dan checkshot dari
sumur AGR-1. Selanjutnya dilakukan interpretasi horizon pada level Kujung I
menggunakan software Stratimagic dan menggunakan modul 3D propagator
untuk mempercepat proses picking-nya. Berdasarkan time range dari horizon
Kujung I maka interval seismik yang digunakan sebagai input untuk proses MPD
ditentukan pada 500ms - 1200ms.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 30
3.3.3. Dekomposisi Spektral MPD
Selanjutnya dilakukan proses dekomposisi spektral MPD menggunakan
software MPTK. Proses MPD ini memperlukan resources yang cukup besar,
untuk 1 inline (1529 traces) diperlukan sekitar 2 menit, total untuk satu frequency
cube (1,073,358 traces) diperlukan waktu sekitar 22 jam dan output-nya sekitar 2
GB dalam format SEGY. Untuk mempercepat proses dekomposisi spektral ini
sebelumnya ditentukan terlebih dahulu frekuensi-frekuensi yang akan digunakan
untuk proses ISA.
Gambar 3. 4. Spektrum FFT dari interval seismik
Penentuan ini berdasarkan spektrum FFT dari interval seismik yang dipakai
(Gambar 3. 4). Frekuensi rendah ditentukan pada frekuensi 15 Hz dan 25 Hz
berdasarkan frekuensi puncak pada interval tersebut adalah 32 Hz. Selanjutnya
untuk frekuensi tinggi ditentukan pada 50 Hz.
3.3.4. Algoritma Komputasi MPD
Dalam proses MPD untuk merepresentasikan suatu fungsi wavelet
diperlukan beberapa parameter yaitu ,,,, sta ξ danϕ sehingga algoritma
konvensional dari MPD sangat komplek dan sangat iteratif (Mallat dan Zhang,
1993). Krstulovic dan Gribonval (2006) mengembangkan suatu algoritma untuk
MPD sehingga mempercepat proses komputasi MPD secara signifikan. Algoritma
tersebut selanjutnya diimplementasikan menjadi open source software yang
disebut Matching Pursuit Toolkit (MPTK). Software ini mampu memproses sinyal
multichannel dalam jumlah besar dengan cepat. Sehingga sesuai untuk data
15 Hz (low) 25 Hz (intermediate) 32 Hz Peak Freq 50 Hz (high)
Low High
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 31
seismik 2D maupun 3D meskipun software ini sebenarnya didesain untuk sound
processing. Secara garis besar algoritma MPD dibagi menjadi 6 tahapan yaitu:
1. Inisialisasi ,,0 )0( ffn == dan fR )0( = f
2. Mendefinisikan suatu kumpulan fungsi wavelet Gabor atau biasa disebut
atom Gabor n
gγ dengan memperhitungkan parameter-parameter ,,ξt ϕ ,
dan s . Kumpulan fungsi ini biasa disebut dictionary D.
3. Menghitung nilai korelasi antara sinyal )(nf dengan setiap fungsi atom
Gabor n
gγ di dalam dictionary D. Proses ini juga disebut sebagai suatu
block. Nilai korelasi ditentukan berdasarkan inner product :
nnngfgfCORRDg nnγγγ ,),(: )()( =∈∀ (3. 1)
4. Ekstraksi atom yang paling berkorelasi dengan sinyal berdasarkan nilai
maksimum inner product pada tahap 3
),(maxarg' )(n
nn
gfCORRg n
Dg γγγ ∈
= (3. 2)
5. Pengurangan atom maksimum n
g γ' yang telah diboboti dengan parameter
amplitudo na terhadap sinyal )(nf sehingga diperoleh nilai residu fR n)( :
ngaffR n
nnγ'
)()( −= (3. 3)
dimana
n
gfa nn γ',)(= (3. 4)
6. Tahap 3, 4, dan 5 dilakukan terus dan akan berhenti pada iterasi ke N
berdasarkan nilai threshold residu telah tercapai atau jumlah atom yang
diperlukan sudah terpenuhi. Kumpulan dari atom-atom tersebut disebut
sebagai book.
Alur dari proses MPD dan workflow untuk data seismik 3D ditunjukkan pada
Gambar 3. 5. (Krstulovic dan Gribonval, 2006) dan Gambar 3. 6.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 32
Gambar 3. 5. Alur proses MPD (Krstulovic dan Gribonval, 2006)
Data seismik 3D
Pemilihan input tras seismik inline by inline
Wavelet Gabor
dictionary
Penentuan 4 parameter wavelet didalam block
Best matched wavelet Gabor
Pengurangan matched wavelet terhadap input
tras seismik
Residual trace
Residu
Residual energy < nilai treshold
Residual energy > nilai treshold
Rekonstruksi data seismik
Isofrequency section
Penjumlahan semua matched wavelet
Gambar 3. 6. Diagram alir proses MPD untuk seismik 3D
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 33
Gambar 3. 7. Original seismik inline 2220 (a), Rekonstruksi setelah 100 iterasi (b), Residu setelah
100 iterasi (c)
(a)
(c)
(b)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 34
Setelah dilakukan uji coba untuk beberapa iterasi dengan memperhatikan
kondisi resources yang ada maka ditentukan nilai iterasi untuk setiap tras seismik
sebesar 100 kali. Contoh hasil MPD pada inline 2220 dengan iterasi 100 kali
ditunjukkan pada Gambar 3. 7(a), 3. 7(b), dan 3. 7(c). Terlihat bahwa setelah 100
kali iterasi diperoleh hasil rekonstruksi yang hampir sama dengan seismik original
dan nilai residu yang relatif kecil.
Selanjutnya tras-tras seismik tersebut bisa direkonstruksi lagi dengan
menjumlahkan atom-atom hasil ekstraksi MPD yang terkumpul di dalam suatu
book. Rekonstruksi ini bisa dilakukan berdasarkan parameter-parameter
,,,, sta ξ danϕ . Spektrum waktu-frekuensi dari tras seismik hasil MPD ini bisa
diperoleh dengan rekonstruksi atom-atom dalam suatu book berdasarkan
parameter t danξ . Suatu isofrequency section bisa diperoleh dengan melakukan
rekonstruksi berdasarkan parameter ξ dari atom-atom hasil MPD untuk setiap
tras seismik. Gabungan semua isofrequency section untuk data seismik 3D akan
menghasilkan isofrequency cubes. Pada Gambar 3. 8 ditunjukkan alur dari
dekomposisi spektral MPD untuk menghasilkan isofrequency cubes yang
dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini menjadi bagian penting dalam proses
Instantaneus Spectral Analysis (ISA) untuk data seismik. Selanjutnya bisa
dilakukan deteksi adanya Direct Hydrocarbon Indicator (DHI) seperti anomali
low frequency dan lain-lainnya berdasarkan isofrequency tersebut.
3.3.5. RGB Blending
Untuk mempertajam kenampakan low frequency zones maka digunakan
metode Red Green Blue (RGB) blending (Liu, 2006) pada ketiga isofrequency
horizon slices 15Hz, 25Hz, dan 50Hz. Metode RGB blending ini bertujuan
menggabungkan ketiga isofrequency slices tersebut menjadi suatu image yang
menggambarkan distribusi spektrum frekuensi berdasarkan warna merah (red)
untuk frekuensi rendah (15 Hz), warna hijau (green) untuk frekuensi menengah
(25 Hz), dan warna biru (blue) untuk frekuensi tinggi (50 Hz). Sebagai ilustrasi
ditunjukkan pada Gambar 3. 9. Proses RGB blending ini dilakukan dengan
software OpendTect versi 4.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 35
Gambar 3.8 Alur dekomposisi spektral MPD untuk menghasilkan isofrequency cubes
15Hz
25Hz 50Hz
Original
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 36
Gambar 3. 9 Proses RGB blending untuk menghasilkan suatu image gabungan 3 isofrequency
slices 20Hz (merah), 30 Hz (hijau), dan 50Hz (biru) (www.opendtect.org)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 37
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Perbandingan Spektrum Waktu-Frekuensi STFT, CWT, dan MPD
Supaya lebih mudah memahami dan membuktikan teori tentang
dekomposisi spektral metode STFT, CWT, dan MPD maka dilakukan uji metode
dengan data sintetik yang telah diketahui kandungan frekuensinya. Sinyal sintetik
yang digunakan adalah sinyal dengan kandungan frekuensinya berubah setiap 0,5
detik dari 15 Hz, 25 Hz, 40 Hz, dan terakhir 70 Hz (Gambar 4.1(a)). Sample rate
dari sinyal sintetik ini adalah 2 ms sehingga sesuai dengan sample rate sinyal
seismik pada umumnya. Kandungan frekuensi dari sinyal sintetik tersebut
merupakan representasi kandungan frekuensi dari suatu sinyal seismik pada
umumnya yaitu antara 10 Hz sampai 100 Hz. Pada Gambar 4.1(b), 4.1(c), 4.1(d),
dan 4.1(e) ditunjukkan hasil STFT untuk sinyal sintetik tersebut.
Proses STFT tersebut menggunakan window Blackman sepanjang 32, 64,
128, dan 256 sample. Di sini terlihat bahwa untuk window berdurasi pendek
diperoleh resolusi yang baik dalam kawasan waktu, tetapi resolusi frekuensinya
berkurang. Semakin lebar window yang digunakan semakin baik resolusi
frekuensinya, tetapi resolusi waktunya semakin berkurang. Hal tersebut
menunjukkan adanya trade off antara resolusi waktu dengan resolusi frekuensi
sebagai akibat dari ketidakpastian Heisenberg.
Untuk mengatasi trade off tersebut selanjutnya berkembang metode
dekomposisi spektral yang disebut transformasi wavelet. Di dalam proses
komputasi transformasi wavelet, dimensi dari ketidakpastian atau kotak
Heisenberg berubah terhadap frekuensi meskipun luasnya tetap. Transformasi
wavelet ini dirancang untuk menghasilkan resolusi frekuensi yang tinggi pada
frekuensi rendah, sedangkan pada frekuensi tinggi akan diperoleh resolusi waktu
tinggi. Berdasarkan algoritma komputasinya transformasi wavelet dibagi menjadi
dua yaitu Continous Wavelet Transforms (CWT) dan Discrete Wavelet
Transforms (DWT). Hal utama yang membedakan kedua tipe transformasi
wavelet ini adalah dalam CWT terdapat overlapping wavelet untuk setiap
translasinya sedangkan hal ini tidak berlaku pada DWT. Pada Gambar 4.2(b)
ditunjukkan hasil CWT menggunakan wavelet Morlet dari sinyal seperti pada
Gambar 4.1(a) dengan frekuensi 15 Hz, 25 Hz, 40 Hz, dan terakhir 70 Hz.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 38
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
WAKTU(detik)
AMPL
ITUDO
Gambar 4.1. (a) Sinyal sinus dengan perubahan frekuensi setiap 0,5 detik mulai dari 15 Hz, 25 Hz, 40 Hz, dan terakhir 70Hz, (b) Hasil STFT dengan window Blackman 32 data, (c) Hasil STFT dengan window Blackman 64 data, (d) Hasil STFT dengan window Blackman 128 data, (e) Hasil STFT dengan window Blackman 256 data
Frek
uens
i (H
z)
32 sampel
Frek
uens
i (H
z)
128 sampel
Frek
uens
i (H
z)
256 sampel
Frek
uens
i (H
z)
64 sampel
(a)
(b)
(c)
Am
plitu
do
(d)
(e)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 39
Gambar 4.2. (a) Sinyal sinus dengan perubahan frekuensi setiap 0,5 detik mulai dari 15Hz, 25 Hz, 40 Hz, dan terakhir 70 Hz, (b) Hasil transformasi wavelet dari sinyal menggunakan wavelet Morlet
Di sini terlihat bahwa CWT menghasilkan representasi sinyal runtun
waktu dalam kawasan waktu-frekuensi tanpa ada kesulitan seperti pada STFT
dimana harus menentukan window waktu yang optimal. Dalam transformasi
wavelet hanya diperlukan penentuan jenis waveletnya dan pengaturan scale
disesuaikan dengan panjang datanya.
Terlihat bahwa pada frekuensi rendah hasil transformasi ini mempunyai
resolusi frekuensi yang baik tetapi resolusi waktunya kurang baik, semakin tinggi
frekuensinya, resolusi frekuensinya menurun tetapi resolusi waktunya meningkat.
Waktu (detik)
(a)
(b)
Am
plitu
do
Frek
uens
i (H
z)
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 40
Hal ini disebabkan oleh perubahan dimensi kotak Heisenberg dalam transformasi
wavelet, dan oleh karena itu disebut multi resolution analysis (MRA). Berkaitan
dengan perubahan resolusi terhadap frekuensi tersebut, tampak bahwa metode
CWT tidak cukup sesuai untuk suatu sinyal dengan kandungan frekuensi
menengah (misalnya, 15 Hz – 70 Hz) seperti sinyal sintetik pada penelitian ini.
Pada Gambar 4. 3(b) ditunjukkan spektrum waktu-frekuensi hasil MPD
dari sinyal seperti pada Gambar 4.1(a) dengan frekuensi 15 Hz, 25 Hz, 45 Hz, dan
terakhir 70 Hz. Dari sini terlihat bahwa MPD menghasilkan resolusi waktu-
frekuensi yang baik untuk semua frekuensi tersebut. Sehingga resolusi waktu-
frekuensi MPD paling baik daripada resolusi spektrum STFT maupun CWT.
Selanjutnya bisa disimpulkan bahwa MPD cukup akurat untuk diaplikasi dalam
analis waktu-frekuensi pada data seismik.
Gambar 4. 3. (a) Sinyal sinus dengan perubahan frekuensi setiap 0,5 detik mulai dari 15 Hz, 25 Hz, 45 Hz, dan terakhir 70 Hz, (b) Distribusi waktu-frekuensi hasil MPD menggunakan wavelet Gabor
(a)
(b)
Frek
uens
i (H
z)
Am
plitu
do
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 41
4.2. Analisis Log
Hasil analisis data sumur AGR-1 yang berupa analisis litologi, MDT
pressure, Liquid Formation Analysis (LFA) dan analisis evaluasi formasi
mengindikasikan adanya Gas Water Contact (GWC) pada kedalaman 2652 ft
TVD (Pearl Energy Internal Report, 2008). Jenis fluida dibawah Top Kujung I
diidentifikasi oleh hasil LFA dan hasil MDT (Gambar 4. 4). Terlihat bahwa
kandungan fluida di antara Top Kujung I dan GWC adalah gas sedangkan di
bawah GWC adalah air. Hal ini juga sesuai dengan hasil analisis evaluasi formasi
atau analisis petrophysics (Gambar 4. 5). Pada zona diantara Top Kujung I dengan
GWC mempunya nilai Saturation Water (SW) rendah, sedangkan di bawah GWC
mempunyai SW yang tinggi. Terlihat bahwa zona reservoar dengan properti
paling bagus terletak pada interval sekitar 80 ft di bawah Top Kujung I sampai
GWC. Adanya kenampakan flat spot di bawah level Kujung I pada data seismik di
sekitar sumur AGR-1 diprediksi berhubungan dengan GWC tersebut dan
selanjutnya divalidasi berdasarkan hasil well seismic tie.
Gambar 4. 4. Grafik MDT pressure dan Liquid Formation Analysis (LFA) pada formasi Kujung I
(Pearl Energy, 2008)
Top Kujung I
KUJUNG-1
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 42
Gambar 4. 5. Hasil analisis petrophysics sumur AGR-1 (Pearl Energy, 2008)
4.3. Intepretasi Seismik
Sebelum dilakukan picking horizon terlebih dahulu dilakukan well seismic
tie pada sumur AGR-1 dan inline terdekat dengan sumur AGR-1 yaitu inline
2220. Well seismic tie menunjukkan hasil cukup bagus dengan nilai korelasi 0.75
(Gambar 4. 6).
Gambar 4. 6. Well Seismic Tie untuk sumur AGR-1 pada inline 2220
Pada data seismik 3D ini dijumpai fenomena flat spot yang biasanya
berasosiasi dengan fluid contact. Hal ini tampak jelas pada xline 2312,
ditunjukkan pada Gambar 4. 7.
Good property zone
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 43
Gambar 4. 7. Fenomena flat spot pada xline 2312
Berdasarkan hasil analisis log pada sumur AGR-1 (Pearl Energy Internal
Report, 2008) dan well seismic tie, fenomena flat spot ini memang berasosiasi
dengan Gas Water Contact (GWC) dibawah Top Kujung I.
Selanjutnya dilakukan picking horizon untuk level Kujung I berdasarkan
hasil well seismic tie tersebut. Horizon Kujung I menunjukkan adanya pola
carbonate buildup dengan sumur AGR-1 menembus bagian flank sebelah utara
(Gambar 4.8).
Gambar 4. 8. Horizon Kujung I menunjukkan pola carbonate buildup dengan sumur
AGR-1 menembus bagian flank sebelah utara
Kujung Iflat spot
U
Carbonate buildup
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 44
Volum atribut seismik coherence (Gambar 4. 9) menunjukkan bahwa pada
level Kujung I mempunyai pola rekahan diakibatkan pelarutan carbonate oleh air
yang mengindikasikan bahwa level Top Kujung I tersebut pernah terekspos ke
permukaan. Hal ini mengakibatkan properti reservoar yang bagus terletak sedikit
di bagian bawah Top Kujung I, sesuai dengan hasil analisis petrophysics (Gambar
4. 5).
Selanjutnya penelitian ini akan memprediksi distribusi reservoar gas
menggunakan isofrequency section dan isofrequency slices hasil MPD
berdasarkan parameter DHI seperti anomali low frequency atau tuning frequency.
Gambar 4. 9. Volum atribut coherence menunjukkan pola rekahan pada horizon Kujung I,
hal ini mengindikasikan bahwa level Kujung I pernah terekspos ke permukaan
4.4. Instantaneus Spectral Analysis (ISA)
Isofrequency section hasil MPD frekuensi 15 Hz, 25 Hz, dan 50 Hz untuk
inline 2220 ditunjukkan pada Gambar 4. 10(a), 4. 10(b), dan 4. 10(c). Terlihat
adanya anomali low frequency pada frekuensi 15 Hz di sekitar sumur AGR-1 dan
dibawah struktur buildup Kujung I. Anomali tersebut masih tampak pada
frekuensi 25 Hz tetapi sangat teratenuasi pada frekuensi 50 Hz. Sifat atenuasi ini
berkaitan dengan parameter fisik dari batuan misalnya kandungan fluida,
porositas, dan lain-lain (Munadi, 2000). Hal ini sesuai dengan karakteristik
reservoar gas yang mempunyai sifat atenuasi tinggi untuk komponen frekuensi
tinggi (Castagna dan kawan-kawan, 2003).
U
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 45
Gambar 4. 10. Isofrequency section 15 Hz (a), 25 Hz (b), dan 50 Hz (c) untuk inline 2220, terlihat adanya anomali low frequency di bawah Kujung I pada frekuensi 15 Hz dan 25 Hz, tetapi sangat teratenuasi pada frekuensi 50 Hz
Flat spot
Kujung I buildup
Flat spot
Low frequency energy
Low frequency energy
Low frequency energy attenuated
Kujung I Flat spot
Kujung I buildup
Kujung I buildup
W
E
W
W
E
E
(c)
(a)
(b)
15 Hz
50 Hz
25 Hz
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 46
Terlihat bahwa anomali low frequency tersebut terletak relatif diatas
seismic flat spot dan dibatasi oleh horizon Kujung I, hal ini menunjukkan bahwa
anomali low frequency tersebut berhubungan dengan properti reservoar di bawah
struktur buildup Kujung I. Selanjutnya dilakukan picking horizon untuk seismic
flat spot tersebut agar mempermudah prediksi distribusi dari low frequency energy
tersebut secara lateral. Outline dari horizon flat spot ditunjukkan pada Gambar 4.
11(a) dan outline ini secara umum mengikuti pola struktur buildup Kujung I.
U
U
Seismic flat spot outline
(a)
(b)
Time structure
Amplitude slice +24ms
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 47
Gambar 4. 11. Time structure Kujung I +24ms (a), Amplitude slice Kujung I +24 ms (b),
Isofrequency slice 15 Hz (c), Isofrequency slice 25 Hz (d), dan Isofrequency slice 50 Hz (e)
U
U
U
(c)
(d)
(e)
Low frequency energy
Low frequency energy attenuated
Low frequency energy extended
Thicker reservoir
Thinner reservoir
Isofrequency slice 15 Hz
Isofrequency slice 25 Hz
Isofrequency slice 50 Hz
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 48
Supaya bisa diketahui distribusi low frequency energy secara lateral maka
dilakukan horizon slicing untuk setiap isofrequency cube (15 Hz, 25 Hz, dan 50
Hz) pada 24 ms dibawah horizon Kujung I dan terletak diantara interval Kujung I
sampai level flat spot. Selanjutnya ketiga isofrequency slice tersebut dibandingkan
terhadap seismic amplitude slice (Gambar 4. 11(b)) untuk menunjukkan kelebihan
dari metode ISA ini dibandingkan conventional seismic amplitude slice. Terlihat
bahwa pada amplitude slice di dalam flat spot outline kurang jelas adanya
kenampakan yang specific dan berkaitan dengan properti reservoar di Kujung I.
Sedangkan pada isofrequency slice 15 Hz dan 25 Hz (Gambar 4. 11(c) dan 4.
11(d)) terlihat adanya kenampakan anomali low frequency energy di dalam flat
spot outline dan sumur AGR-1 menembus distribusi anomali low frequency
energy ini pada bagian utara di dalam flat spot outline, tampak paling jelas pada
isofrequency slice 25 Hz (Gambar 4. 11(d)). Hal ini mengindikasikan bahwa
anomali tersebut berkaitan dengan distribusi reservoar Kujung I secara lateral.
Sehingga selanjutnya dapat diprediksi distribusi reservoar gas Kujung I
berdasarkan pola dari low frequency energy tersebut. Isofrequency slice 50 Hz
menunjukkan distribusi low frequency energy tersebut sangat teratenuasi, hal ini
sesuai dengan karakteristik reservoar gas yang mempunyai sifat atenuasi tinggi
untuk komponen frekuensi tinggi.
Kemudian pada isofrequency slice 15 Hz terlihat bahwa distribusi low
frequency energy tersebut melemah pada bagian selatan di dalam flat spot outline.
Sedangkan isofrequency slice 25 Hz menunjukkan adanya high energy di bagian
selatan di dalam flat spot outline. Hal ini mengindikasikan adanya penipisan
reservoar gas Kujung I pada bagian selatan.
4.5. RGB Blending
Untuk mempertajam kenampakan distribusi low frequency energy yang
berasosiasi dengan distribusi reservoar gas Kujung I dilakukan plotting dengan
metode RGB blending (Liu, 2006). Metode RGB blending ini dilakukan dengan
menggabungkan ketiga isofrequency slice (15 Hz, 25 Hz, dan 50 Hz) ke dalam
satu image yang terdiri dari 3 warna merah (red), hijau (green), dan biru (blue).
Frekuensi paling rendah (15 Hz) akan berwarna merah, frekuensi menengah (25
Hz) berwarna hijau, dan frekuensi tinggi (50 Hz) berwarna biru. Image hasil RGB
blending ini ditunjukkan pada Gambar 4. 12. Terlihat bahwa di dalam flat spot
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 49
outline terdapat suatu pola yang didominasi warna hijau dan kuning. Zona yang
berwarna kuning merupakan distribusi low frequency energy gabungan antara
frekuensi 15 Hz (merah) dan 25 Hz (hijau) mengindikasikan bagian reservoar
yang tebal dan hal ini sesuai dengan struktur pada zona tersebut merupakan
puncak dari carbonate buildup. Sedangkan pada zona berwarna hijau muda
menunjukkan bahwa reservoar pada zona tersebut relatif lebih tipis. Disini terlihat
bahwa secara keseluruhan anomali low frequency ini mempunyai pola distribusi
yang bervariasi meskipun di dalam satu reservoar yang sama. Hal ini berkaitan
dengan sifat heterogenitas yang tinggi untuk suatu reservoar karbonat. Selain itu
pola low frequency zone tersebut mempunyai kemiripan dengan distribusi high
porosity dan high gas probability hasil simultaneous inversion (Gambar 4. 12 dan
4. 13) pada lapangan yang sama oleh peneliti lain (Maula, 2009). Hal ini
mengindikasikan adanya hubungan antara low frequency energy dengan porosity
dan kandungan fluida dari suatu reservoar. Suatu hal yang menarik untuk diteliti
lebih lanjut. Selanjutnya hasil penelitian ini semakin memvalidasi distribusi
reservoar gas pada lapangan Rafif ini berdasarkan pola anomali low frequency
tersebut.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 50
Gambar 4. 12. Image hasil RGB blending dari isofrequency slice 15 Hz, 25 Hz, dan 50 Hz
Gambar 4. 13. Distribusi high porosity hasil simultaneous inversion (Maula, 2009)
Gambar 4. 14. Distribusi high gas probability hasil simultaneous inversion (Maula, 2009)
Thickest reservoir
High gas probability
High porosity
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:
1. Pada penelitian ini telah berhasil dikembangkan open source software
berbasis Matlab dan dikombinasikan dengan open source software
OpendTect untuk melakukan dekomposisi spektral seismik dalam usaha
mendeteksi keberadaan reservoar hidrokarbon, selanjutnya bisa digunakan
sebagai alternatif terhadap software-software komersial untuk
Geosciences.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan dekomposisi spektral dengan metode
MPD menawarkan solusi dari keterbatasan metode STFT dan CWT
berkaitan dengan resolusi waktu-frekuensi (ketidakpastian Heisenberg),
khususnya untuk suatu sinyal yang mengandung frekuensi antara 15Hz –
70Hz yang merupakan kandungan frekuensi sinyal seismik untuk
eksplorasi migas pada umumnya.
3. Isofrequency section dan isofrequency slice MPD dikombinasikan dengan
RGB blending berguna untuk mendeteksi hydrocarbon indicator seperti
adanya anomali low frequency dan bisa membantu untuk memprediksi
properti reservoar seperti ketebalan, kandungan fluida, dan porosity pada
reservoar karbonat dengan struktur build up pada lapangan Rafif.
4. Metode MPD yang telah diaplikasikan pada penelitian ini cukup berguna
untuk memprediksi distribusi reservoar yang sifat heterogenitasnya tinggi
seperti reservoar karbonat di lapangan Rafif ini.
5. Distribusi anomali low frequency dari penelitian ini menunjukkan korelasi
yang baik dengan distribusi high porosity dan distribusi high gas
probability hasil metode inversi seismik dari peneliti lainnya (Maula,
2009). Hal ini mengindikasikan bahwa metode dekomposisi spektral bisa
dikombinasikan dengan metode inversi seismik dalam usaha mendeteksi
reservoar hidrokarbon.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 52
5.2. Saran
1. Untuk proses MPD perlu dicoba menggunakan dictionary dari wavelet
yang sering digunakan dalam pemrosesan data seismik seperti wavelet
Morlet, sehingga diharapkan bisa meningkatkan kecepatan dalam proses
ekstraksi atom karena wavelet Morlet memang di desain untuk analisis
data seismik.
2. Berkaitan dengan resources yang diperlukan untuk poses MPD cukup
besar maka dalam pemilihan metode dekomposisi spektral sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan akurasi informasi waktu-frekuensi yang
diperlukan. Jika hanya diperlukan informasi spektrum waktu-frekuensi
saja dengan tidak memperhatikan resolusinya maka bisa digunakan
metode STFT atau jika diperlukan resolusi frekuensi yang baik pada
komponen frekuensi rendah maka bisa digunakan metode CWT saja.
3. Perlu dilakukan tuning thickness modelling supaya diperoleh hubungan
antara spektrum frekuensi dengan ketebalan reservoar secara kuantitatif.
4. Adanya hubungan antara low frequency energy dengan porosity dan
kandungan fluida dari reservoar pada daerah penelitian ini maka perlu
dikaji lebih dalam mengenai hal tersebut.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 53
DAFTAR ACUAN Ardiyanto, D., 2003, Analisis spektrum resolusi tinggi gempa tektonik
menggunakan transformasi wavelet kontinyu: Deteksi fase-fase gelombang, Skripsi S1, Program Studi Geofisika UGM.
Chakraborty, A., and Okaya, D., 1995, Frequency-Time Decomposition of Seismic Data Using Wavelet Based Methods, Geophysics, vol. 60, hal. 1906-1916.
Castagna, J. P., S. J. Sun, dan R. W. Siegfried, 2002, The use of spectral decomposition as a hydrocarbon indicator, Gas TIPS, Summer 2002, hal 24-27.
Castagna, J. P., S. J. Sun, dan R. W. Siegfried, 2003, Instantaneous Spectral Analysis : Detection of low frequency associated with hydrocarbons, The Leading Edge, 22, hal 120, 122, 124-127.
Daubechies, I., 1990, The Wavelet Transform Time-Frequency Localization and Signal Analysis, IEEE Trans. Inform. Theory, vol.36, hal. 961-1004.
Daubechies, I., 1992, Ten Lectures on Wavelets, SIAM, Philadelphia, PA. Dorney, Timothy D., 1999, Matlab function of STFT, Rice University. Foufoula, E., and Kumar, P., 1994, Wavelets in Geophysics, Academic Press. Gabor, D., 1946, Theory of Communications, J. Inst, Elec. Eng., vol. 93. Kristekova, M., 2006, Time-frequency analysis of seismic signals, PhD. Thesis,
Geophysical Institute, Slovak Academic of Sciences. Krstulovic, S., and Gribonval, R., 2006, Matching Pursuit made Tractable, Proc.
Int.Conf. Acoust. Speech Signal Process. (ICAASP’06). Liu, J., dan Marfurt, K. J., Matching pursuit decomposition using Morlet wavelet,
75th Annual International Meeting, SEG, Expanded abstracts, hal 786-789.
Liu, J., 2006, Spectral Decomposition and Its Application In Mapping Stratigraphy and Hydrocarbon, Dissertation, University of Houston.
Mallat, S., 1989, Multifrequency Channel Decomposition of Images and Wavelet Models, IEEE Trans. on Acoustics, Speech and Signal Anal., vol. 37(12), hal. 2091-2110.
Mallat, S., dan Z. Zhang, 1993, Matching Pursuit with Time – Frequency dictionaries, IEEE Transactions on Signal Processing, 41, hal 3397-3415.
Maula, F., 2009, Bayesian reservoir characterization example offshore east java carbonate, Thesis, Universitas Indonesia.
Munadi, S., 2000, Aspek Fisis Seismologi Eksplorasi, Program Studi Geofisika, Universitas Indonesia.
Nurcahya, B. E., 2001, Pembuatan Program Analisis Gelombang Seismik Berbasis Transformasi Wavelet, Lab. Geofisika FMIPA UGM.
Partyka, G. A., J. Gridley, dan J. Lopez, 1999, Interpretational applications of spectral decomposition and coherency, The Leading Edge, 17, hal 1924-1928.
Pearl Energy, 2008, Prospect and Lead Book, Internal Report. Polikar, R., 1996, The Wavelet Tutorial: Part III, Robi Polikar Cyberdomain Pag. Sinha, S. K., Routh, P. S., Anno, P. D., dan Castagna, J. P., 2003, Time-Frequency
Attribute of Seismic Data using Continuous Wavelet Transform Torrence, C., and Compo, G. P., 1998, A Practical Guide to Wavelet Analysis,
Bull. Amer. Meteor. Soc., vol. 79, hal. 61-78. Wang, Y., 2007, Seismic time-frequency spectral decomposition by matching
pursuit, Geophysics, 72, hal V13-V20.
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009
Universitas Indonesia 54
LAMPIRAN I
Script Matlab SEISMPD %SEISMPD %Script berlaku sebagai interface input/output untuk data seismik 2D/3D %dalam format SEGY dengan MPTK. %Script ini memanggil fungsi-fungsi dari toolbox MPTK, Seislab dan %SegyMat,sehingga toolbox-toolbox tersebut perlu dikonfigurasikan ke %dalam MATLAP PATH environment terlebih dahulu. Script ini kompatibel %untuk Linux maupun Windows. clear all [seismos]=read_segy_file('/media/usbdisk/sgy/i2201_2250_500_1200.sgy'); for ii=2220:2220; sinline=s_select(seismos,{'traces','ffid',ii}); wavwrite(sinline.traces,500,32,['tempwav_',int2str(ii)]); wavtmp=wavread(['tempwav_',int2str(ii)]); [buku1 sisa]=mpdecomp(wavtmp,500,'/media/usbdisk/agcku/gab4.xml',100); bookwrite(buku1,['/media/usbdisk/testku/agcku/bukuku/book_',int2str(ii),'.bin'],'binary'); buku1=bookread(['/media/usbdisk/testku/agcku/bukuku/book_',int2str(ii),'.bin']); wavwrite(sisa,500,32,['/media/usbdisk/testku/agcku/sisaku/sisa_',int2str(ii),'.wav']) delete tempwav_* [bookyes]=mpf(buku1,'F','"[45:58]"'); inline=sinline.headers(2,:); xline=sinline.headers(3,:); sigrecon=mprecons(bookyes); WriteSegy(['/media/usbdisk/testku/agcku/s2/mpdall_',int2str(ii),'.sgy'],sigrecon,'dt',0.002,'Inline3D',inline,'Crossline3D',xline); end
Analisis waktu..., Didik Ardiyanto, FMIPA UI, 2009