ina'protein
TRANSCRIPT
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 1/32
1. PENDAHULUAN
1.1. Tinjauan Pustaka
Protein merupakan senyawa organik yang mempunyai peranan penting pada makhluk
hidup. Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui
ikatan peptida. Protein adalah substansi organik yang mirip dengan lemak dan karbohidrat
dalam hal kandungan unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Tetapi protein ada juga yang
mengandung nitrogen, bahkan beberapa diantaranya mengandung belerang dan fosfor.
Sehingga protein mempunyai struktur yang lebih kompleks dibanding lemak dan
karbohidrat (Gaman & Sherrington, 1994).
Struktur dari protein menurut Schmidt (1955), yaitu:
H
׀
R — C — COOH
׀
NH3
Menurut Fieser & Fieser (1950), sifat fisis dan kimia protein, antara lain :a. Sifat fisis
- Protein adalah zat tak berwarna dan merupakan zat padat amorerous.
- Protein tidak mempunyai titik didih dan titik lebur yang tetap.
- Kelarutannya dalam air maupun larutan encer garam, alkali tersebut berubah-ubah; ini
digunakan untuk membedakan jenis-jenis protein.
- Sebagian besar protein bersifat koloideal hidrofil sehingga dapat diendapkan.
b. Sifat kimia
- Dalam larutan asam akan berpindah ke katoda, dalam larutan alkali akan berpindah ke
anoda. Jadi protein punya muatan (+) dalam asam dan (-) dalam alkali.
- Albumin & Globumin berubah-ubah sifatnya, di bawah pengaruh sinar UV, penambahan
aceton dan alkohol
- Adanya protein dalam larutan akan mengubah sifat zat terlarut karena absorbsi, hidrasi
dan sebagainya.
- Pada ionisasi asam basa, terdapat pada pH H+ dimana nilainya sama dengan tidak ada
migrasi protein; keadaan ini disebut isoelektrik.
1
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 2/32
2
- Protein dapat dihidrolisa, dengan cara memanaskan protein dengan air barit, sehingga
dihasilkan garam barium dari berbagai jenis asam amino; atau hidrolisa protein dengan
larutan Hel atau H2SO4 yang dipanaskan dan menghasilkan asam alphaaminopropionat
(alanin), amino asetat (glisin), asam alphaaminoisovalerat (valin), dll.
Klasifikasi protein menurut Meyer (1960) :
1. Berdasarkan bentuk molekulnya :
a. Protein globular: larut dalam garam, asam, basa. Bentuknya bulat karena rantai
polipeptidanya akan melingkar. Contoh: albumin, globulin.
b. Protein fibrosa: tidak larut dalam solvent yang umum, bentuknya memanjang
karena rantai peptidanya panjang; banyak mengandung asam amino netral (mono
amino, mono karboksilat) & apabila ada asam amino yang bersifat asam maka
gugus karboksilatnya yang kedua dapat dalam bentuk amida. Contoh kolagen pada
tulang rawan, myosin pada otot, keratin pada rambut, fibrin pada gumpalan darah.
2. Berdasarkan komponen penyusun
a. Protein sederhana: hanya tersusun atas asam amino seperti albumin, globulin,
prolamin, protamin, prolanin, glutelin, histon, dll.
b. Protein majemuk: merupakan gabungan antara molekul protein dengan gugus tesis,
contoh:
- Fosfoprotein: mengandung phospor, bersifat asam (casein dalam susu)
- Chromoprotein: senyawa protein dan zat berwarna
- Glikoprotein: kombinasi protein dengan karbohidrat
- Nukleoprotein : terlekat pada asam nukleat.
- Lipoprotein: terbentuk antara kombinasi protein dengan lipida.
- Metaloprotein: terlekat pada metal.
3. Berdasarkan fungsi biologis:
a. Protein enzim: berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia.
b. Protein pembangun: sebagai pembuat struktur seperti protein pembungkus usus.
c. Protein kontraktil: adalah protein yang berfungsi dalam proses gerak.
d. Protein pengangkut: mengangkut molekul tertentu.
e. Protein pelindung: dalam darah hewan vertebrata, contoh: fibronogen trombin
antibodi.
f. Protein cadangan: untuk berbagai proses metabolisme dalam tubuh.
g. Protein racun: dalam hewan kelas tinggi seperti racun dari Clostridium catulirum
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 3/32
3
4. Berdasarkan tingkat degradasi:
a. Protein alami: terdapat di dalam sel
b. Protein turunan: merupakan hasil degradasi protein, dibedakan menjadi protein
turunan primer (protean, metaprotein), dan protein turunan sekunder (proteosa, pepton).
5. Berdasarkan asam amino pembentuknya:
a. Protein sempurna (Complete Protein): yaitu protein yang mengandung asam-asam
amino lengkap baik macam maupun jumlahnya, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan dan mempertahan kan kehidupan jaringan yang ada.
b. Protein tidak sempurna ( Incomplete Protein) yaitu protein yang tidak mengandung
atau sangat sedikit berisi 1atau lebih asam-asam amino essensial. Protein ini tidak
dapat menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan jaringan yang ada.
c. Protein kurang sempurna ( Partially Complete Protein) protein ini mengandung
asam amino essensial yang lengkap, tetapi beberapa diantaranya hanya sedikit.
Asam amino dibuat dari reaksi antara asam ammonia dengan asam halogen. Menurut
Suhardjo & Kosbart (1992), terdapat 3 jenis asam amino, yaitu :
1. Asam amino essensial: asam amino ini sangat berguna bagi tubuh, tetapi tubuh tidak
dapat mensintesanya sendiri sehingga harus disuplai dari luar. Contoh: isoleusin, leusin,
lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptopan, valin.
2. Asam amino semi essensial: asam amino ini dapat menghemat pemakaian beberapa
asam amino essensial tetapi tidak sempurna menggantikannya. Contoh: arginin,
histidin, tirosin, sistin, serin, glisin.
3. Asam amino non essensial: asam amino ini dibutuhkan oleh tubuh dan tubuh dapat
mensintesanya sendiri. Contoh: glutamat, hidroksi glutamat, aspartat, alanin, prolin,
hidroksi prolin, neuleusin, sitrulin, dan hidroksi glisin.
Menurut Hein et al . (1993), berdasarkan sifatnya asam amino digolongkan menjadi 3,
yaitu:
− Asam amino netral adalah asam amino yang molekulnya mengandung gugus
amino dan gugus karboksil dengan jumlah yang sama. Contoh: alanin, glisin, metionin,
dll.
− Asam amino asam adalah asam amino yang mengandung gugus karboksil dengan
jumlah yang lebih besar dari gugus aminonya. Contoh: aspartat dan glutamat.
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 4/32
4
− Asam amino basa adalah asam amino yang mengandung gugus amino dengan
jumlah yang lebih besar dari gugus karboksil. Contoh: lisin, arginin dan histidin
Ada banyak sekali cara pengelompokan protein, namun ada cara yang lebih praktis, yaitu berdasarkan kelarutannya. Protein berdasarkan kelarutannya dapat dibedakan menjadi 2
yaitu protein yang larut dan protein yang tidak larut. Protein yang tidak larut biasanya
mengandung keratin dan kolagen. Keratin dan kolagen merupakan protein tak terlarut
dalam jaringan pengikat. Karena kolagen dan keratin tak terlarut dalam air dingin dan
larutan asam atau basa lemah, maka kolagen dapat dipisahkan dengan metoda yang sangat
sederhana. Sedangkan protein yang larut adalah protein yang mudah terdispersi ke dalam
air (Sudarmadji et al., 1989).
Menurut Sudarmadji et al . (1989), protein memiliki 4 struktur, yaitu :
Struktur primer, yaitu struktur protein paling dasar yang tersusun dari asam amino yang
berikatan dengan asam amino lain melalui ikatan kovalen atau sering dikenal dengan
ikatan peptida dari beberapa asam amino yang membentuk peptida.
Struktur sekunder, merupakan struktur protein yang terjadi karena atom C pada struktur
protein tersebut bisa melipat dan dengan adanya ikatan hidrogen antara C=O dengan N-H
akan terbentuk struktur lebih kompleks yaltu bentuk helix ( α -helix), dimana struktur itu
bisa menjadi lebih melebar atau berubah bila sedikit dipanaskan atau berubah menjadi
struktur -pleated sheets.
Struktur tersier, merupakan hasil pelipatan atom C pada struktur sekunder, dan didukung
dengan adanya ikatan disulfida bisa membentuk lipatan yang lebih kompleks, disamping
itu juga dibantu oleh beberapa ikatan yang lain yaitu ikatan hidrogen, ionik dan
hidrofobik.
Struktur kwartener, yaitu gabungan dari beberapa rantai polipeptida, atau gabungan dari
dua atau lebih struktur tersier, seperti pada aktomiosin yang merupakan penggabungan
akfin dan miosin yang sama-sama merupakan struktur tersier.
Reaksi warna pada protein:
1. Reaksi Biuret
Dalam hal ini protein dibuat alkali dengan menambah NaOH kemudian ditambah
larutan tembaga sulfat encer, maka akan timbul warna biru-violet atau merah violet.
Test ini merupakan test yang paling sederhana sehingga banyak digunakan untuk
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 5/32
5
mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Namun kelemahan
dari reaksi ini adalah memberikan hasil positif terhadap semua zat yang memiliki gugus
amida sehingga mememungkinkan suatu zat yang tidak mengandung protein tetapi tetap
memberikan nilai yang positif karena memiliki gugus amida. Warna merah mudaterbentuk apabila molekul protein yang diselidiki kecil, misalnya proteosa dan pepton.
Sedangkan warna violet sampai kebiru biruan terbentuk apabila molekul protein yang
diselidiki besar, misalnya gelatin. Protein dengan molekul kecil lebih sedikit
mengandung ikatan peptida dibandingkan dengan protein dengan molekul besar.
Jelaslah bahwa reaksi biuret dapat dipakai untuk menunjukkan besar kecilnya molekul
protein atau banyak sedikitnya ikatan ikatan peptida, yang terdapat pada molekul
protein (Hein et al., 1993). Uji Biuret adalah uji biokimia untuk mendeteksi protein
dalam larutan, dinamai menurut senyawa biuret (H2 NCONHCONH2), yang terbentuk
jika urea dipanaskan. NaOH atau KOH dicampur dengan larutan uji dan kemudian
tetesan larutan tembaga (II) sulfat ditambahkan perlahan-lahan, hasil positif dinyatakan
oleh cincin ungu, karena adanya reaksi ikatan peptida dalam protein atau peptida
(Daintith, 1999).
2. Reaksi Xanthoprotein
Reaksi ini positif jika mengandung cincin benzena. Dapat bereaksi dengan HNO3 pekat
menjadi warna kuning atau endapan kuning, dan dapat bereaksi dengan basa menjadi
warna jingga. Tes ini spesifik untuk phenilalanin, triptofan, dan tirosin (Hein et al.,
1993).
3. Reaksi Ninhidrin
Protein yang mengandung asam α amino akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk
senyawa berwarna biru. Hal tersebut disebabkan karena larutan ninhidrin mengandung
zat berwarna biru. Reaksi ini dapat dipakai untuk penentuan kualitatif dan kuantitatif
asam amino. Prolin dan hidroksi prolin gugus aminonya memberikan reaksi positif
dengan warna kuning (Terentyev & Pavlov, 1954). Zat pengoksidasi ninhidrin biasanya
dikenal dengan triketohidrin hidrat. Jika penambahan larutan ninhidrin menghasilkan
warna biru dan pH yang dihasilkan sekitar 5–7 maka test ini memeberikan nilai positif
(Robert, 1972). Pada reaksi ini, ninhidrin menyebabkan dekarboksilasi oksidatif α-asam
amino menjadi NH3 dan 1 aldehid dari asam amino yang kehilangan 1 atom C nya.
Ninhidrin tereduksi kemudian bereaksi dengan amonia yang terlepas membentuk
senyawa kompleks berwarna biru yang menyerap sinar maksimal pada panjang
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 6/32
6
gelombang 570 nm. Senyawa amin selain asam amino juga bereaksi dengan ninhidrin
menghasilkan warna biru (Martoharsono, 1994).
4. Reaksi MolischMenurut Sumardjo (1997), larutan protein yang mengandung radikal protestik
karbohidrat, yakni glikoprotein atau mukoprotein, dengan alfa-naftol dalam alkohol dan
asam sulfat pekat, akan terbentuk larutan berwana ungu. Larutan ditambah sedikit α-
naphtol dan H2SO4 pekat, maka akan timbul cincin yang berwarna diantara dua lapisan.
5. Tes Belerang
Protein yang mengandung sistein bila dipanaskan dengan larutan NaOH akan terurai
menjadi sulfida. Penambahan larutan garam timbal akan memberikan endapan timbal
sulfida karena saat dicampur NaOH menghasilkan sulfida. Pada reaksi ini juga
terbentuk gas sulfida. Bila gas sulfida yang terbentuk tersebut diuji dengan kertas Pb-
asetat (Schmidt, 1955).
6. Tes Adam Kiewic
Larutan protein yang mengandung triptofan bila ditambahkan asam asetat glasial dan
asam sulfat pekat akan membentuk cincin berwarna violet (Schmidt, 1955).
Karena struktur protein yang kompleks (berat molekulnya mencapai angka jutaan), maka
protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisis ataupun aktivitas biologisnya.
Banyak agensia yang dapat menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya panas,
asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif. Perubahan sifat
fisis yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak larut) atau
pemadatan. Molekul protein sendiri merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata
rantai asam-asam amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki 1/lebih gugus
karboksil (-COOH) dan 1/lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terletak pada atom
C tepat di sebelah gugus karboksil (atau atom C α). Asam-asam amino yang berbeda-beda
bersambung melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil satu asam amino
dengan gugus amino dari asam amino yang di sampingnya (Gaman & Sherrington, 1994).
Protein bisa mengalami denaturasi karena pemanasan, lingkungan pH yang ekstrim atau
penambahan urea. Saat mengalami denaturasi struktur primernya tetap atau ikatan kovalen
tetap, namun struktur sekunder dan tersiernya yang rusak, yaitu ditandai dengan rusaknya
ikatan disulfida dan ikatan hidrogen pada kedua struktur itu, yang diikuti dengan
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 7/32
7
menggumpalnya protein dan kehilangan aktivitas biologisnya, namun tidak berubah ke
bentuk asam amino dan tetap dalam bentuk peptida dengan ikatan kovalen antara asam
amino. Akan tetapi telah ditemukan bahwa beberapa protein globular yang terdenaturasi
oleh panas atau pH ekstrim, sebenarnya akan kembali ke struktur aslinya dan memperolehkembali aktivitas biologisnya jika protein tersebut didinginkan atau dikembalikan ke pH
normalnya pelahan lahan, dan proses itu disebut renaturasi (Winarno, 1997).
Sifat-sifat dari asam amino adalah tak berwarna, larut dalam air, tak larut dalam alkohol
atau eter, dapat membentuk garam kompleks dengan logam berat (misalkan asam amino
dengan Cu++ membentuk senyawa kompleks berwarna biru tua) dan dapat membentuk
senyawa berwarna biru dengan ninhidrin. Pembentukan senyawa berwarna antara asam
amino dengan ninhidrin ini banyak dipakai sebagai dasar analisa kuantitatif maupun
kualitatif senyawa asam-asam amino dan protein. Prinsip reaksi asam amino dengan
ninhidrin adalah protein maupun asam amino yang mengandung asam α amino akan
memberikan reaksi dengan ninhidrin membentuk warna biru. Pertama kali terjadi oksidasi α
amino oleh ninhidrin dihasilkan ninhidrin tereduksi, aldehid, amonia dan CO2. Kemudian
terjadi kondensasi antara amonia, ninhidrin tereduksi dan ninhidrin terbentuk senyawaan
kompleks berwarna biru (Sudarmadji et al , 1989).
Pada kurva titrasi bentuk diprotik dari alanin, terdapat dua tahap yang nyata, masing-
masing berhubungan dengan pelepasan satu proton. Tiap-tiap tahap menyerupai bentuk
kurva titrasi asam monoprotik, seperti asam asetat dan dapat dianalisis dengan cara yang
sama. Pada titrasi alanin, bentuk yang dominan adalah + NH3 CHR COOH, bentuk
protonnya (di dalam rumus ini R melambangkan gugus metil dari alanin). Pada titik tengah
tahap pertama titrasi, gugus karboksil alanin akan kehilangan proton, dan konsentrasi molar
donor proton (+ NH 3 CHR COOH) sama dengan konsentrasi molar akseptor proton (+ NH
3
CHR COO ). Pada titik tengah titrasi pH sama dengan pK’ dari gugus berproton yang
sedang dititrasi. Karena pada titik tengah pH mencapai 2,34, gugus karboksil alanin
mempunyai pK’ 2,.34. Jika kita sekarang melanjutkan titrasi lebih jauh, kita akan
memperoleh titik lain yang penting, yakni pada pH 6,02. Disini terdapat titik belok, yang
mencerminkan bahwa kita telah menyelesaikan pembebasan proton yang pertama dan
mulai melepaskan proton yang kedua. Pada pH ini alanin terdapat sebagian besar dalam
bentuk ion dipolar + NH3 CHR COO. Tahap kedua titrasi berhubungan dengan pembebasan
proton dari gugus + NH3, alanin. Pada titik tengah, kita akan memperoleh konsentrasi molar
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 8/32
8
yang sama bagi + NH3 CHR COO dan NH2 CHR COO, pH pada titik ini adalah 9,69
sama dengan pK’ bagi gugus + NH3 Titrasi sempurna terjadi pada pH kira-kira 12, pada saat
ini sebagian besar alanin berbentuk NH2 CHR COO (Lehninger, 1982).
Asam amino dalam kondisi netral (pH isolitrik, pI) berada dalam bentuk ion dipolar atau
disebut juga ion zwitter . Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan
sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat ionisasi dari asam amino sangat
dipengaruhi oleh pH. Pada pH yang rendah misalnya pada pH 1,0 gugus karboksilnya tidak
terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion. Pada pH yang tinggi misalnya pada
pH 11,0 karboksilnya terdisosiasi sedang gugusan aminonya tidak (Winarno, 1997).
Kata asam pada asam amino menandakan bahwa senyawa tersebut mengandung gugus
asam atau karboksil (-COOH), sedangkan kata amino menandakan bahwa senyawa tersebut
mengandung gugus amino (-NH2) yang bersifat basa. Karena itu, asam amino merupakan
senyawa yang bersifat amfoter. Harga pH di mana protein dalam larutan yang ada zwitter
ion, sehingga tidak mengadakan migrasi pada medan listrik disebut pH isolistrik atau titik
isolistrik (TIL). Besarnya pH isolistrik tergantung pada jumlah gugus karboksil dan gugus
asam amino dalam molekulnya. Protein yang mengandung banyak gugus karboksil yang
cenderung membentuk gugus muatan negatif, maka TIL dapat mudah tercapai. Berarti pH
isoelektrik protein tersebut rendah (asam). Sedangkan yang banyak gugus aminonya,
memiliki pH isolistrik tinggi (basa) (Damin, 1999).
Walaupun ion dipolar bersifat netral dan tidak bergerak didalam medan listrik, ion ini
mempunyai muatan listrik yang berlawanan pada kedua kutubnya. Sifat dipolar asam amino
pertama-tama ditunjukkan oleh kenyataan bahwa kristal asam amino mempunyai titik lebur
jauh lebih tinggi dari molekul organik lain berukuran sama. Sebaliknya, kebanyakan
senyawa organik-nonionik-sederhana yang berat molekulnya sama, mempunyai titik didih
yang relatif rendah. Asam amino yang dapat berperan sebagai asam (donor proton) atau
sebagai basa (akseptor proton) dinamakan amfoter (Lehninger, 1982).
Asam amino bisa terionisasi di dalam air membentuk ion dipolar isoelektrik atau lebih
dikenal dengan nama zwitter ion, bisa disebut demikian karena pada saat itu asam amino
memiliki dua polar yang bermuatan positif dan negatif dimana jumlah muatan positif dan
negatifnya tidak sama maka disebut dipolar isoelektrik. Dalam keadaan dipolar isoelektrik,
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 9/32
9
asam amino menjadi senyawa amfoter karena bisa berperan sebagai asam atau pelepas H+
yang dilepaskan dari NH3+ dan bisa berperan sebagai basa sebagai penerima H+ yang
dilakukan oleh COO-. Disamping bentuk dipolar isoelektrik juga memiliki bentuk yang
disebut asam diprotik, dimana gugus karboksil dan amida telah mengikat proton, apabilaasam amino dalam suatu bahan dititrasi maka posisi pertama asam amino pasti dalam
bentuk asam diprotik karena paling stabil, selanjutnya mengalami dua tahap titrasi dan
setiap tahap terjadi pelepasan satu ion H+. Disamping asam diprotik ada pula bentuk basa
diprotik dimana pada kedua gugus amida dan karboksil tidak mengikat ion H+, basa
diprotik juga berfungsi saat bereaksi dengan asam (Gaman & Sherrington, 1994).
Tempe diolah dengan memfermentasikan kedelai dalam waktu singkat dengan memakai
bantuan Rhizopus sp. Jamur yang tumbuh pada tempe akan menghidrolisis senyawa
komplek menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna oleh tubuh manusia. Tempe
dapat berwarna putih karena merupakan warna dari miselianya dari jamur itu sendiri.
Protein yang terkandung pada tempe adalah 20,8 tiap gram (Kuswardani & Nugerahani,
1999). Susunan zat gizi dalam 100 gram tempe adalah : 149 kalori, 18,3 gram protein, 4
gram lemak, 12,7 gram hidrat arang, 129 mg Ca, 154mg fosfor, 10mg Fe, 50 Sl vit A, 0,17
mg vit B1 (Anonim, 1983).
Kacang kedelai memiliki kandungan protein 17% (Kay, 1979). Dalam 100 gram kedelai
kering mengandung 331 kalori, 34,9 gram protein, 18,1 gram lemak, 34,8 gram hidrat
arang,227 mg kalsium, 585 mg fosfor,8 mg Fe, 110 sl vitamin A, 1,07 mg vitamin B1
(Anonim, 1983). Kedelai (Glycine max) mengandung protein sebesar 26,1 %, lemak 22,7
%, dan karbohidrat 10,1 %. Ketika protein kedelai diberi perlakuan pemanasan, maka akan
terjadi proses denaturasi dan ketidaklarutan protein. Pada prsinsipnya, pemisahan produksi
kedelai terjadi melalui ekstraksi pada pH 7–9 dan pemulihan protein dengan menambahkan
zat pengekstraksi sampai pH menjadi 4–5 (Kuswardani & Nugerahani, 1999).
1.2. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat, jenis, dan fungsi protein; mengetahui ada
tidaknya protein dalam tempe rebus, tempe mentah, tempe gembus rebus, tempe gembus
mentah, dan tahu putih mentah dengan uji Biuret, Ninhidrin, dan Xanthoprotein;
mengetahui cara melakukan uji Biuret, Ninhidrin, dan Xanthoprotein; mengetahui
perubahan warna yang terjadi selama pengujian; mengetahui cara kerja penentuan gugus
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 10/32
10
amino dan karboksil asam amino pada bahan pangan tersebut; serta mengetahui hubungan
antara pH dengan volume asam atau basa.
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 11/32
2. MATERI DAN METODE
2.1. Materi
2.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah timbangan analitik, bekker
glass, gelas arloji, gelas ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pengaduk, pipet volume,
pompa, pipet tetes, kertas saring, waterbath, pH meter, kertas millimeter block , label,
penjepit, stopwatch, dan serbet.
2.1.2. Bahan
Dalam praktikum ini, bahan-bahan yang digunakan antara lain adalah tempe rebus, tempe
mentah, tempe gembus rebus, tempe gembus mentah, tahu putih mentah, KOH 10%,
aquades, CuSO4 0,1%, larutan ninhidrin 0,1%, HNO3 pekat 65%, HCl 2N, dan NaOH 2 N.
2.2. Metode
2.2.1. Persiapan Bahan (untuk Uji Biuret, Ninhidrin dan Xanthoprotein)
Mula-mula bahan ditimbang sebanyak 100 gram kemudian dilarutkan dalam 200 ml
aquades. Selanjutnya, dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60oC selama 10 menit.
Setelah dipanaskan, ditimbang lagi sebanyak 50 gram dan dilarutkan dalam 100 ml
aquades, kemudian dipanaskan kembali dalam waterbath. Terakhir, disaring dengan kertas
saring.
2.2.2. Uji Biuret
2 ml bahan dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml larutan KOH 10%.
Lalu ditambahkan 3 tetes larutan CuSO4 0,1%. Setelah itu, digojog dengan baik dan diamati
warna yang terbentuk. Hasil pengamatan dicatat pada tabel pengamatan. Sebagai kontrol,
larutan bahan diganti dengan 2 ml aquades.
2.2.3. Reaksi Ninhidrin
Pertama-tama disiapkan 2 buah tabung reaksi. Tabung pertama diisi 2 ml larutan bahan,
dan tabung kedua diisi 0,5 ml larutan bahan. Kemudian masing–masing tabung
ditambahkan 0,5 ml larutan ninhidrin 0,1%. Setelah larutan tercampur, dipanaskan pada
11
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 12/32
12
waterbath selama 1–2 menit. Perubahan warna yang terjadi diamati dan dicatat pada tabel
pengamatan. Sebagai kontrol, larutan bahan diganti dengan aquades.
2.2.4. Uji Xanthoprotein2 ml bahan dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 ml larutan HNO 3 pekat
65%. Setelah itu, dipanaskan selama 5 menit dalam waterbath. Hasil pengamatan dicatat
pada tabel pengamatan. Sebagai kontrol, larutan bahan diganti dengan 2 ml aquades.
2.2.5. Penentuan Gugus Amino
Pertama–tama, 400 mg bahan dilarutkan ke dalam 20 ml aquades. Kemudian diukur pHnya
dengan pH meter sebagai pH awal. Selanjutnya, bahan dititrasi sengan menggunakan pipet
tetes secara kontinyu dengan HCl 2 N. Setiap penambahan 1 tetes HCl 2 N, diukur pHnya
dengan pH meter dan dicatat. Kemudian titrasi dilanjutkan hingga larutan mencapai pH ±
1. Sebagai blanko, digunakan 20 ml aquades.
2.2.6. Penentuan Karboksil Asam Amino
Pertama–tama, 400 mg bahan dilarutkan ke dalam 20 ml aquades. Kemudian diukur pHnya
dengan pH meter sebagai pH awal. Selanjutnya, bahan dititrasi sengan menggunakan pipet
tetes secara kontinyu dengan NaOH 2 N. Setiap penambahan 1 tetes NaOH 2 N, diukur
pHnya dengan pH meter dan dicatat. Kemudian titrasi dilanjutkan hingga larutan mencapai
pH ± 12. Sebagai blanko, digunakan 20 ml aquades.
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 13/32
3. HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Uji Biuret
Kel Sampel Gambar Akhir Keterangan
E1 Tempe Rebus Warna ungu bening
E2 Tempe Mentah Warna ungu bening
E3 Tempe Gembus Rebus Warna putih kekuningan bening
E4 Tempe Gembus MentahWarna abu-abu muda agak
kecokelatan
E5 Tahu Putih Mentah
Terbentuk 2 lapisan :
Atas : warna putih bening
Bawah : sedikit endapan biru
E6 Tahu Putih Mentah
Terbentuk 2 lapisan :
Atas : warna biru muda bening
Bawah : sedikit endapan biru muda
Blanko Warna biru muda bening
Keterangan :
Gambar akhir merupakan gambar setelah sampel ditambah KOH, CuSO4, dan digojog.
Dari hasil pengamatan di atas, sampel yang berbeda bila diuji biuret ternyata mengalami
perubahan warna yang berbeda pula. Kecuali kelompok 1 dan 2, dengan sampel yang
berbeda, tempe rebus dan tempe mentah, menghasilkan perubahan warna yang sama, yaitu
ungu bening. Sampel tempe gembus rebus menjadi putih kekuningan bening dan tempe
13
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 14/32
14
gembus mentah menjadi abu-abu muda agak kecokelatan. Sampel yang sama, tahu putih
mentah, mengalami perubahan yang berbeda. Pada kelompok 5 menjadi putih bening
sedangkan kelompok 6 biru muda bening. Namun, keduanya menghasilkan sedikit endapan
biru. Sementara itu, warna blanko menjadi biru muda bening.
Tabel 2. Uji Ninhidrin
Kel SampelGambar Akhir Keterangan
2 ml 0,5 ml 2 ml 0,5 ml
E1 Tempe RebusWarna putih lebih
keruhWarna putih keruh
E2 Tempe Mentah Warna putih keruhWarna putih sedikit
keruh
E3Tempe Gembus
Rebus
Warna putih
kekuningan beningWarna putih bening
E4Tempe Gembus
MentahWarna kuning muda
Warna putih
kekuningan
E5Tahu Putih
MentahWarna putih bening Warna putih bening
E6Tahu Putih
MentahWarna putih bening Warna putih bening
Blanko Warna putih bening Warna putih bening
Keterangan :
Gambar akhir 2 ml ialah gambar setelah 2 ml sampel ditambah larutan ninhidrin, digojog, dan dipanaskan.
Gambar akhir 0,5 ml ialah gambar setelah 0,5 ml sampel ditambah larutan ninhidrin, digojog, dan dipanaskan.
Dari hasil pengamatan di atas, sampel dan volume sampel yang berbeda bila diuji ninhidrin,
ternyata mengalami perubahan warna yang berbeda pula. Sampel tempe rebus dan tempe
mentah, warnanya menjadi putih keruh tetapi yang 2 ml lebih keruh dari yang 0,5 ml.
Sampel tempe gembus rebus, warnanya menjadi putih bening tetapi yang 2 ml lebih
kekuningan daripada yang 0,5 ml. Sampel tempe gembus mentah yang 2 ml menjadi
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 15/32
15
kuning muda, sedangkan yang 0,5 ml menjadi putih kekuningan. Sampel tahu putih, baik
kelompok 5 maupun 6, baik yang 2 ml ataupun yang 0,5 ml, warnanya sama-sama putih
bening. Warna blanko, yang 2 ml dan 0,5 ml, sama-sama putih bening.
Tabel 3. Uji Xanthoprotein
Kel Sampel Gambar Akhir Keterangan
E1 Tempe Rebus Warna kuning bening
E2 Tempe Mentah Warna kuning muda bening
E3 Tempe Gembus Rebus Warna kuning muda bening
E4 Tempe Gembus Mentah
Terbentuk 2 lapisan :
Atas : gumpalan kuning
Bawah : larutan kuning bening
E5 Tahu Putih Mentah Warna putih bening
E6 Tahu Putih Mentah Warna putih bening
Blanko Warna putih bening
Keterangan :
Gambar akhir merupakan gambar setelah sampel ditambah HNO3 pekat dan dipanaskan.
Dari hasil pengamatan di atas, sampel yang berbeda bila diuji xanthoprotein, ternyata
mengalami perubahan warna yang berbeda pula. Sampel tempe rebus warnanya menjadi
kuning bening sedangkan tempe mentah menjadi kuning muda bening. Sampel tempe
gembus rebus menjadi kuning muda bening dan tempe gembus mentah menjadi kuning
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 16/32
16
bening dengan ada sedikit gumpalan kuning. Sampel yang sama, tahu putih mentah,
warnanya sama-sama menjadi putih bening. Demikian juga dengan blanko, warnanya
menjadi putih bening.
Tabel 4. Penentuan Gugus Amino
Kel Sampel ml HCl 2 N Keterangan
E1 Tempe Rebus 1,35 pH awal : 5,44
pH akhir : 1,14
E2 Tempe Mentah 1,05 pH awal : 6,43
pH akhir :1,13
E3 Tempe Gembus Rebus 1,05 pH awal : 6,66
pH akhir :1,17
E4 Tempe Gembus Mentah 1,2 pH awal : 5,49
pH akhir : 1,17
E5 Tahu Putih Mentah 1,4 pH awal : 5,07
pH akhir : 1,15
E6 Tahu Putih Mentah 1,2 pH awal : 5,37
pH akhir : 1,16
Blanko 0,95 pH awal : 6,64
pH akhir : 1,5
Banyaknya HCl yang dibutuhkan untuk sampel yang berbeda dalam penentuan gugus
amino, juga berbeda-beda. Secara berurutan, banyaknya HCl yang dibutuhkan untuk
sampel tempe tebus, tempe mentah, tempe gembus rebus, tempe gembus mentah, tahu putih
mentah kelompok 5 dan tahu putih mentah kelompok 6 adalah 1, 35 ml, 1,05 ml, 1,05 ml,
1,2 ml, 1,4 ml, dan 1,2 ml. Sedangkan untuk blanko hanya membutuhkan 0,95 ml HCl
untuk mencapai pH akhir 1,5 dari pH awal 6,64.
Tabel 5. Penentuan Karboksil Asam Amino
Kel Sampel ml NaOH 2 N Keterangan
E1 Tempe Rebus 0,4 pH awal : 6,59 pH akhir : 12,00
E2 Tempe Mentah 0,3 pH awal : 6,40
pH akhir : 12,02
E3 Tempe Gembus Rebus 0,25 pH awal : 7,00
pH akhir : 12,01
E4 Tempe Gembus Mentah 0,3 pH awal : 4,98
pH akhir : 12,00
E5 Tahu Putih Mentah 0,25 pH awal : 5,15
pH akhir : 11,99
E6 Tahu Putih Mentah 0,35 pH awal : 5,31
pH akhir : 11,99
Blanko 0,15 pH awal : 6,83
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 17/32
17
pH akhir : 12,00
Banyaknya NaOH yang dibutuhkan untuk sampel yang berbeda dalam penentuan karboksil
asam amino, juga berbeda-beda. Secara berurutan, banyaknya NaOH yang dibutuhkan
untuk sampel tempe tebus, tempe mentah, tempe gembus rebus, tempe gembus mentah,
tahu putih mentah kelompok 5 dan tahu putih mentah kelompok 6 adalah 0,4 ml, 0,3 ml,
0,25 ml, 0,3 ml, 0,25 ml, dan 0,35 ml. Sedangkan untuk blanko hanya membutuhkan 0,35
ml HCl untuk mencapai pH akhir 12,1 dari pH awal 5,31.
Grafik 1. Hubungan pH dengan ml HCl
Hubungan pH dengan ml HCl
0
1
2
3
4
5
6
7
0 0.15 0.3 0.45 0.6 0.75 0.9 1.05 1.2
ml HCl
p H
blanko
tempe rebus (E1)
tempe mentah (E2)
gembus rebus (E3)
gembus mentah (E4)
tahu mentah (E5)
tahu mentah (E6)
1.35 1.5
Grafik 2. Hubungan pH dengan ml NaOH
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 18/32
18
Hubungan pH dengan ml NaOH
0
2
4
6
8
10
12
14
ml NaOH
p H
blanko
tempe rebus (E1)
tempe mentah (E2)
gembus rebus (E3)
gembus mentah (E4)
tahu mentah (E5)
tahu mentah (E6)
0 0.05 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3 0.35
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 19/32
4. PEMBAHASAN
Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan
peptida. Protein adalah substansi organik yang mirip dengan lemak dan karbohidrat dalam
hal kandungan unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Tetapi ada juga yang mengandung
nitrogen, bahkan beberapa diantaranya mengandung belerang dan fosfor sehingga protein
mempunyai struktur yang lebih kompleks dibanding lemak dan karbohidrat (Gaman &
Sherrington, 1994).
Tempe diolah dengan memfermentasikan kedelai dalam waktu singkat dengan memakai
bantuan Rhizopus sp. Jamur yang tumbuh pada tempe akan menghidrolisis senyawa
komplek menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna oleh tubuh manusia. Protein
yang terkandung pada tempe adalah 20,8 tiap gram (Kuswardani & Nugerahani, 1999).
Susunan zat gizi dalam 100 gram tempe adalah : 149 kalori, 18,3 gram protein, 4 gram
lemak, 12,7 gram hidrat arang, 129 mg Ca, 154 mg fosfor, 10mg Fe, 50 Sl vit A, 0,17 mg
vit B1 (Anonim, 1983).
Kacang kedelai memiliki kandungan protein 17% (Kay, 1979). Dalam 100 gram kedelai
kering mengandung 331 kalori, 34,9 gram protein, 18,1 gram lemak, 34,8 gram hidrat
arang, 227 mg kalsium, 585 mg fosfor,8 mg Fe, 110 sl vitamin A, 1,07 mg vitamin B1
(Anonim, 1983). Kedelai (Glycine max) mengandung protein sebesar 26,1 %, lemak 22,7
%, dan karbohidrat 10,1 %. Ketika protein kedelai diberi perlakuan pemanasan, maka akan
terjadi proses denaturasi dan ketidaklarutan protein (Kuswardani & Nugerahani, 1999).
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah tempe rebus, tempe mentah, tempe
gembus rebus, tempe gembus mentah, tahu putih mentah. Untuk mengetahui ada tidaknya
protein pada bahan-bahan tersebut, maka dapat dilakukan uji Biuret, uji Ninhidrin, uji
Molisch, uji Xanthoprotein, uji Belerang, Uji Adam Kiewick (Winarno, 1997). Namun,
dalam praktikum ini, hanya dilakukan uji Biuret, uji Ninhidrin, uji Xanthoprotein serta
penentuan gugus amino dan karboksil asam amino.
4.1. Uji Biuret
19
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 20/32
20
Uji Biuret merupakan uji yang paling sederhana sehingga banyak digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Dalam hal ini protein dibuat
alkali dengan menambah NaOH lalu ditambah larutan tembaga sulfat encer (Hein et al .,
1993). Dalam percobaan, 2 ml larutan bahan dicampur 1 ml KOH dan 3 tetes CuSO 4 0,1%.Basa yang digunakan bukan NaOH melainkan KOH, tetapi fungsi penambahannya sama,
yaitu untuk membuat kondisi yang basa. Sedangkan CuSO4 ditambahkan untuk mendukung
terjadinya reaksi ikatan peptida dalam protein atau peptida (Daintith, 1999).
Dari hasil pengamatan, sampel yang ditambah larutan KOH dan CuSO4, ternyata mengalami
perubahan warna yang berbeda-beda. Tempe rebus dan tempe mentah menghasilkan
perubahan warna yang sama, yaitu ungu bening. Sampel tempe gembus rebus menjadi
putih kekuningan bening dan tempe gembus mentah menjadi abu-abu muda agak
kecokelatan. Sampel yang sama, tahu putih mentah, mengalami perubahan yang berbeda.
Pada kelompok 5 menjadi putih bening sedangkan kelompok 6 biru muda bening. Namun,
keduanya menghasilkan sedikit endapan biru. Selain itu, pada percobaan ini juga dibuat
blanko dengan menggunakan aqudes dan warna blanko tersebut menjadi biru muda bening.
Menurut Daintith (1999), hasil positif uji Biuret ditandai oleh adanya cincin ungu, karena
adanya reaksi ikatan peptida dalam protein atau peptida. Teori itu juga didukung oleh teori
Hein et al . (1993), yang menyatakan bahwa larutan protein bila ditambah KOH dan CuSO4,
akan timbul warna biru-violet atau merah violet. Berdasarkan 2 teori tersebut, maka pada
hasil percobaan dapat dilihat bahwa tempe rebus, tempe mentah, dan tahu putih mentah
(baik kelompok 5 maupun 6), memberi hasil positif terhadap uji biuret. Berarti, pada ketiga
bahan tersebut mengandung protein karena dari hasil akhirnya, terbentuk larutan maupun
endapan bewarna biru atau ungu. Hal ini sesuai dengan Kuswardani & Nugerahani (1999),
yang tempe mengandung protein sebesar 20,8 tiap gram. Kandungan protein dalam 100
gram tempe adalah sebesar 18,3 gram (Anonim, 1983).
Sedangkan pada tempe gembus, baik rebus maupun mentah, memberi hasil negatif karena
hasil akhir larutannya bewarna putih kekuningan bening (rebus) dan abu-abu muda agak
kecokelatan (mentah). Sehingga dapat disimpulkan dari hasil percobaan tersebut bahwa
tempe gembus tidak mengandung protein. Padahal seharusnya tempe gembus juga
mengandung protein, karena meskipun tempe gembus tidak dibuat dari kedelai, melainkan
dari ampas tahu, tetapi dalam ampas tahu tersebut juga mengandung protein dari kedelai.
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 21/32
21
Kacang kedelai memiliki kandungan protein 17% (Kay, 1979). Dalam 100 gram kedelai
kering mengandung 34,9 gram protein (Anonim, 1983). Namun, karena protein pada ampas
tahu tersebut hanya sedikit sehingga melalui uji biuret ini sulit untuk diketahui.
Dari hasil percobaan, blanko yang menggunakan aquades setelah diuji biuret menghasilkan
warna biru muda bening (memberi hasil positif). Padahal seharusnya blanko tersebut
memberi hasil yang negatif terhadap uji Biuret karena pada larutan blanko (aquades) tidak
terkandung protein. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena tercampurnya aquades
dengan larutan bahan (tempe rebus, tempe mentah, maupun tahu putih mentah), antara lain
oleh pencucian alat yang tidak bersih sehingga larutan bahan masih tersisa atau tertinggal
pada alat tersebut (tabung reaksi atau pipet volum).
Selain untuk mengetahui ada tidaknya protein dalam bahan pangan, uji biuret dapat juga
dipakai untuk menunjukkan besar kecilnya molekul protein atau banyak sedikitnya ikatan-
ikatan peptida yang terdapat pada molekul protein. Warna merah muda terbentuk apabila
molekul protein yang diselidiki kecil, misalnya proteosa dan pepton. Sedangkan warna
violet sampai kebiru-biruan terbentuk apabila molekul protein yang diselidiki besar,
misalnya gelatin. Karena pada tempe rebus, tempe mentah, dan tahu putih mentah, warna
larutan yang dihasilkan adalah ungu (violet) atau biru, maka dapat disimpulkan bahwa
ukuran molekulnya besar. Protein dengan molekul kecil lebih sedikit mengandung ikatan
peptida dibandingkan dengan protein dengan molekul besar (Hein et al., 1993). Sehingga
pada ketiga bahan tersebut mengandung banyak ikatan peptida karena molekulnya besar.
Menurut Hein et al . (1993), kelemahan dari uji Biuret adalah memberikan hasil positif
terhadap semua zat yang memiliki gugus amida sehingga memungkinkan suatu zat yang
tidak mengandung protein tetapi tetap memberikan nilai yang positif karena memiliki
gugus amida. Berdasarkan teori tersebut, maka praktikan tidak dapat mengetahui apakah di
dalam tempe rebus, tempe mentah dan tahu putih mentah benar–benar mengandung protein
atau karena adanya gugus amida sehingga memberikan hasil positif terhadap uji Biuret.
4.2. Uji Ninhidrin
Uji Ninhidrin ini dapat dipakai untuk menentukan ada tidaknya asam α amino dalam
protein. Prinsip dari uji ini adalah protein yang mengandung asam α amino akan bereaksi
dengan ninhidrin membentuk senyawa berwarna biru. Hal tersebut karena larutan ninhidrin
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 22/32
22
mengandung zat berwarna biru. Sedangkan prolin dan hidroksi prolin, gugus aminonya
memberikan reaksi positif dengan warna kuning (Terentyev & Pavlov, 1954). Sementara
itu, Martoharsono (1994) menyatakan bahwa ninhidrin menyebabkan dekarboksilasi
oksidatif α-asam amino menjadi NH3 dan 1 aldehid dari asam amino yang kehilangan 1atom C nya. Ninhidrin tereduksi kemudian bereaksi dengan amonia yang terlepas
membentuk senyawa kompleks berwarna biru yang menyerap sinar maksimal pada panjang
gelombang 570 nm.
Uji Ninhidrin yang dilakukan dalam percobaan ini dilakukan dengan cara mencampur
larutan bahan dengan larutan ninhidrin lalu dididihkan. Zat pengoksidasi ninhidrin biasanya
dikenal dengan triketohidrin hidrat. Jika penambahan larutan ninhidrin menghasilkan warna
biru maka test ini memeberikan nilai positif (Robert, 1972). Hal ini sesuai dengan yang
dilakukan dalam percobaan, yaitu larutan bahan dicampur dengan 0,5 ml larutan ninhidrin
0,1 %, digojog, dan kemudian dipanaskan. Sebagai blanko, digunakan aquades.
Volume larutan sampel yang digunakan dalam percobaan uji Ninhidrin ini ada 2, yaitu 2 ml
dan 0,5 ml. Setelah larutan bahan diuji ninhidrin, maka larutan bahan mengalami perubahan
warna dari warna awalnya. Pada larutan dengan volume bahan 2 ml, diperoleh data sebagai
berikut : kelompok E1 (dengan sampel tempe rebus) dan E2 (dengan sampel tempe
mentah), larutannya sama-sama menjadi berwarna putih keruh.. Kelompok E3 (dengan
sampel tempe gembus rebus), warna larutan menjadi putih kekuningan bening. Kelompok
E4 (dengan sampel tempe gembus mentah), warna larutan menjadi kuning muda.
Kelompok E5 dan E6 (dengan sampel tahu putih mentah), warna larutan sama-sama
menjadi putih bening. Sedangkan pada perlakuan blanko, warna larutan tidak terjadi
perubahan, yakni tetap putih bening.
Sedangkan pada larutan dengan volume bahan 0,5 ml, diperoleh data sebagai berikut :
kelompok E1 (sampel tempe rebus) dan E2 (sampel tempe mentah), larutannya sama-sama
menjadi berwarna putih sedikit keruh.. Kelompok E3 (sampel tempe gembus rebus), warna
larutan menjadi putih bening. Kelompok E4 (sampel tempe gembus mentah), warna larutan
menjadi putih kekuningan. Kelompok E5 dan E6 (sampel tahu putih mentah), warna larutan
sama-sama menjadi putih bening. Sedangkan pada perlakuan blanko, warna larutan juga
tidak terjadi perubahan, yakni tetap putih bening.
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 23/32
23
Uji Ninhidrin ini bernilai positif jika di dalam protein terkandung asam α amino. Ini
ditandai dengan larutan yang berwarna biru (Sudarmadji et al ., 1989). Berdasarkan hasil
pengamatan, kelima bahan menunjukkan hasil negatif. Berarti, pada tempe rebus, tempe
mentah dan tahu putih mentah (baik kelompok 5 maupun 6), tidak mengandung asam α
amino meskipun ketiga bahan tersebut mengandung protein (hasil uji biuret). Sementara
itu, pada tempe gembus, baik rebus maupun mentah, hasil akhir larutannya bewarna
kekuningan, berarti kedua bahan tersebut tidak mengandung asam α amino, melainkan
mengandung prolin atau hidroksi prolin. Karena prolin dan hidroksi prolin, gugus
aminonya memberikan reaksi positif dengan warna kuning terhadap ninhidrin (Terentyev &
Pavlov, 1954). Sedangkan warna larutan blanko baik dengan volume 2 ml maupun 0,5 ml
adalah tidak berubah, yakni tetap bening. Hasil yang negatif pada uji ninhidrin inidikarenakan pada larutan blanko (aquades) tidak mengandung protein, sehingga otomatis
tidak mengandung asam amino.
Pada percobaan, volume larutan sampel yang digunakan ada 2, yaitu 2 ml dan 0,5 ml. Hal
ini mungkin bertujuan sebagai pembanding hasil. Sebagai contoh, pada sampel tempe
gembus mentah, warna kuning yang dihasilkan oleh volume 0,5 ml lebih jelas daripada
yang volumenya 2 ml. Hal ini karena pada larutan dengan volume 2 ml dan 0,5 ml sama-
sama ditambahi 0,5 ml larutan ninhidrin. Hal ini menyebabkan konsentrasi larutan
ninhidrin pada 0,5 ml larutan sampel lebih tinggi daripada konsentrasi larutan ninhidrin
pada 2 ml larutan sampel. Karena konsentrasi larutan ninhidrinnya lebih tinggi, maka
proses reaksi yang terjadi dalam larutan sampel dengan volume 0,5 ml lebih baik. Menurut
Sudarmadji et al . (1989), prinsip reaksi asam α amino dengan ninhidrin adalah protein
maupun asam amino yang mengandung asam α amino akan memberikan reaksi dengan
ninhidrin membentuk warna biru. Pertama kali terjadi oksidasi asam α amino oleh
ninhidrin lalu dihasilkan ninhidrin tereduksi, aldehid, amonia dan CO2. Lalu terjadi
kondensasi antara amonia, ninhidrin tereduksi dan ninhidrin membentuk senyawa kompleks
berwarna biru.
4.3. Uji Xanthoprotein
Uji xanthoprotein digunakan untuk mengetahui adanya cincin benzena. Reaksi ini positif
jika mengandung cincin benzena. Dapat bereaksi dengan asam nitrat pekat menjadi warna
kuning atau endapan kuning, dan dapat bereaksi dengan basa menjadi warna jingga (Hein
et. al., 1993). Hal ini sesuai dalam percobaan, dimana menggunakan larutan asam, yaitu
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 24/32
24
larutan bahan ditambah HNO3 pekat lalu dipanaskan. HNO3 pekat disini bertujuan untuk
menyebabkan terjadinya reaksi sehingga dapat menunjukkan adanya cincin benzena.
Dari hasil pengamatan, sampel yang berbeda bila diuji xanthoprotein, ternyata mengalami perubahan warna yang berbeda pula. Sampel tempe rebus warnanya menjadi kuning bening
sedangkan tempe mentah menjadi kuning muda bening. Sampel tempe gembus rebus
menjadi kuning muda bening dan tempe gembus mentah menjadi kuning bening dengan
ada sedikit gumpalan kuning. Sampel yang sama, tahu putih mentah, warnanya sama-sama
menjadi putih bening. Demikian juga dengan blanko, warnanya menjadi putih bening.
Menurut Hein et al., (1993), reaksi Xanthoprotein positif jika mengandung cincin benzena,
yaitu menjadi bewarna kuning atau terdapat endapan kuning setelah ditambah asam nitrat
pekat. Sehingga dapat dikatakan bahwa tempe rebus, tempe mentah, tempe gembus rebus
dan tempe gembus mentah, memberi hasil positif terhadap uji xanthoprotein, dimana
larutan yang dihasilkan berwarna kuning. Ini berarti bahwa pada keempat sampel tersebut
terdapat cincin benzena. Uji xanthoprotein spesifik untuk phenilalanin, triptofan, dan tirosin
(Hein et al., 1993). Berarti cincin benzena pada tempe dan tempe gembus (baik rebus
maupun mentah) mengandung phenilalanin, triptofan, dan tirosin. Sedangkan pada sampel
tahu putih mentah, memberi hasil negatif karena hasil akhir larutannya bewarna putih
bening. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahu putih mentah tidak terdapat cincin
benzena, baik yang mengandung phenilalanin, triptofan, maupun tirosin. Demikian pula
untuk blanko, warna larutan blanko tidak berubah, yaitu tetap bening. Hasil yang negatif
pada uji xanthoprotein ini dikarenakan pada larutan blanko (aquades) tidak mengandung
protein, sehingga tidak mungkin mengandung cincin benzena.
4.4. Penentuan Gugus Amino dari Asam Amino
Penentuan gugus amino pada percobaan ini dilakukan dengan cara menitrasi larutan sampel
yang mengandung protein dengan HCl 2N. Sebelum dititrasi, larutan sampel diencerkan
dulu dengan aquades agar sampel tidak terlalu pekat konsentrasinya. Aquades digunakan
sebagai pelarut karena aquades merupakan pelarut murni yang bersifat netral. Pada
percobaan ini, juga dibuat larutan blanko yaitu menggunakan aquades.
Berdasarkan hasil percobaan saat belum dilakukan titrasi, pH aquades (blanko) adalah 6,64.Pada kelompok E1, pH awal tempe rebus adalah 5,44. Pada kelompok E2, pH awal tempe
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 25/32
25
mentah adalah 6,43. Pada kelompok E3, pH awal tempe gembus rebus adalah 6,66. Pada
kelompok E4, pH awal tempe gembus mentah adalah 5,49. Pada kelompok E5, pH awal
tahu putih mentah adalah 5,07. Pada kelompok E6, pH awal tahu putih mentah adalah 5,37.
Setelah dilakukan titrasi dengan HCl 2N pada volume tertentu, maka pH larutan tersebutakan turun. Pada aquades (blanko), pH nya turun menjadi 1,5 (dengan volume HCl 0,95
ml). Kelompok E1, pH larutan menjadi 1,14 (dengan volume HCl 1,35 ml). Kelompok E2,
pH larutan menjadi 1,13 (dengan volume HCl 1,05 ml). Kelompok E3, pH larutan menjadi
1,17 (dengan volume HCl 1,05 ml). Kelompok E4, pH larutan menjadi 1,17 (dengan
volume HCl 1,2 ml). Kelompok E5, pH larutan menjadi 1,15 (dengan volume HCl 1,4 ml).
Kelompok E6, pH larutan menjadi 1,16 (dengan volume HCl 1,2 ml).
Pada pH 1, gugus amino akan menjadi ion sedangkan gugus karboksilnya tidak
terdisosiasi. Oleh karena itu, penambahan asam dapat membuat gugus karboksilnya tidak
terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion (Winarno, 1997). Sehingga semakin
banyak volume HCl yang digunakan untuk titrasi, maka pH larutan yang dititrasi akan
semakin rendah (semakin mendekati 1). Namun, hal tersebut tidak terbukti pada percobaan
kelompok E5 (volume HCl yang dibutuhkan melebihi volume HCl kelompok E1 yang
pHnya lebih rendah) dan E2 (volume HCl yang dibutuhkan lebih sedikit dari volume HCl
yang dibutuhkan kelompok lain, padahal pHnya paling rendah). Kesalahan hasil percobaan
ini mungkin disebabkan karena kesalahan dalam melakukan titrasi (saat penetesan),
maupun saat mengukur pH. Protein yang mengandung banyak gugus amino, akan memiliki
pH isolistrik yang tinggi, sehingga bersifat basa. pH isolistrik adalah pH di mana protein
berada dalam bentuk zwitter ion, sehingga tidak mengadakan migrasi pada medan listrik
(Damin, 1999).
Bila data–data yang didapat dibuat grafik hubungan antara volume asam (HCl) dengan pH
larutan, maka akan diperoleh kurva yang arahnya ke kanan bawah. Berdasarkan grafik
tersebut, terlihat bahwa semakin banyak volume HCl yang digunakan untuk titrasi, maka
pH larutan yang dititrasi akan semakin rendah. Menurut Winarno (1997), semakin rendah
pH, maka semakin banyak gugus amino yang menjadi ion. Dari grafik tersebut juga tampak
bahwa semua larutan bahan pada semua kelompok, grafik garisnya berada di sebelah kanan
garis larutan blanko (garis bewarna biru). Ini disebabkan karena pada larutan blanko
(aquades), tidak mengandung protein, sehingga tidak terdapat asam amino. Dengan
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 26/32
26
demikian, volume HCl yang digunakan untuk membuat aquades menjadi asam juga paling
sedikit, yaitu 0,95 ml.
4.5. Penentuan Gugus Karboksil dari Asam Amino
Penentuan gugus karboksil pada percobaan ini dilakukan dengan cara menitrasi larutan
sampel yang mengandung protein dengan NaOH 2N. Sebelum dititrasi, larutan sampel
diencerkan dulu dengan aquades agar sampel tidak terlalu pekat konsentrasinya. Aquades
digunakan sebagai pelarut karena aquades merupakan pelarut murni yang bersifat netral.
Pada percobaan ini, juga dibuat larutan kontrol yaitu menggunakan aquades.
Dari hasil percobaan, saat belum dilakukan titrasi, pH aquades (blanko) adalah 6,83. Pada
kelompok E1, pH awal tempe rebus adalah 6,59. Pada kelompok E2, pH awal tempe
mentah adalah 6,40. Pada kelompok E3, pH awal tempe gembus rebus adalah 7,00. Pada
kelompok E4, pH awal tempe gembus mentah adalah 4,98. Pada kelompok E5, pH awal
tahu putih mentah adalah 5,15. Pada kelompok E6, pH awal tahu putih mentah adalah 5,31.
Setelah dilakukan titrasi dengan NaOH 2N pada volume tertentu, maka pH larutan tersebut
akan naik. Pada aquades (blanko), pH nya naik menjadi 12,00 (dengan volume NaOH 0,15
ml). Kelompok E1, pH larutan menjadi 12,00 (dengan volume NaOH 0,4 ml). Kelompok
E2, pH larutan menjadi 12,02 (dengan volume NaOH 0,3 ml). Kelompok E3, pH larutan
menjadi 12,01 (dengan volume NaOH 0,25 ml). Kelompok E4, pH larutan menjadi 12,00
(dengan volume NaOH 0,3 ml). Kelompok E5, pH larutan menjadi 11,99 (dengan volume
NaOH 0,25 ml). Kelompok E6, pH larutan menjadi 12,1 (dengan volume NaOH 0,35 ml).
Pada pH yang tinggi, gugus karboksil akan terdisosiasi sedangkan gugus aminonya tidak
(Winarno, 1997). Sehingga semakin banyak volume NaOH yang digunakan untuk titrasi,
maka pH larutan yang dititrasi akan semakin tinggi (semakin mendekati 12). Namun, hal
tersebut tidak sesuai dengan hasil percobaan kelompok E1 (volume NaOH yang
dibutuhkannya paling banyak tetapi pHnya tidak paling tinggi) dan E3 (volume NaOH yang
dibutuhkannya paling sedikit tetapi pHnya tidak paling rendah). Kesalahan hasil percobaan
ini mungkin disebabkan karena kesalahan dalam melakukan titrasi (saat penetesan),
maupun saat mengukur pH. Protein atau asam amino yang mengandung banyak gugus
karboksil memiliki pH isoelektrik yang rendah, sehingga bersifat asam (Damin, 1999).
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 27/32
27
Bila data–data yang didapat dibuat grafik hubungan antara volume basa (NaOH) dengan pH
larutan, maka akan diperoleh garis lurus yang arahnya ke kanan atas. Berdasarkan grafik
tersebut, terlihat bahwa semakin banyak volume NaOH yang digunakan untuk titrasi, maka
pH larutan yang dititrasi akan semakin tinggi. Karena menurut Winarno (1997), semakintinggi pH maka semakin banyak gugus karboksil yang menjadi ion. Dari grafik tersebut
juga tampak bahwa semua larutan bahan pada semua kelompok, grafik garisnya berada di
sebelah bawah garis larutan blanko (garis bewarna biru). Ini disebabkan karena pada larutan
blanko (aquades), tidak mengandung protein, sehingga tidak terdapat asam amino. Dengan
demikian, volume NaOH yang digunakan untuk membuat aquades menjadi basa juga
paling sedikit, yaitu 0,15 ml.
4.6. Perubahan oleh Pengaruh Perlakuan Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini sebenarnya hanya 3, yaitu tempe, tempe gembus,
dan tahu putih. Namun, bahan tersebut diberi perlakuan yang berbeda, yaitu direbus dan
tidak direbus (mentah). Karena struktur protein yang kompleks (berat molekulnya
mencapai angka jutaan), maka protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisis
ataupun aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang dapat menyebabkan perubahan sifat
alamiah protein misalnya panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi
sinar radioaktif (Gaman & Sherrington, 1994). Sebenarnya kandungan protein pada bahan
yang direbus akan lebih rendah daripada bahan yang masih mentah karena adanya pengaruh
perebusan (panas) yang menyebabkan protein terdenaturasi. Namun, karena percobaan
yang dilakukan pada praktikum ini secara kualitatif (hanya untuk mengetahui ada tidaknya
kandungan protein pada bahan) maka praktikan tidak dapat membuktikan teori tersebut.
Perubahan sifat fisis yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak
larut) atau pemadatan (Gaman & Sherrington, 1994). Penjendalan tersebut dikarenakan
protein mengalami denaturasi karena pemanasan. Namun, pada hasil percobaan tidak ada
satu pun bahan yang larutannya menjendal (memadat). Hal ini mungkin dikarenakan waktu
pemanasan yang relatif singkat dengan suhu yang tidak begitu tinggi, sehingga proteinnya
belum terdenaturasi. Saat mengalami denaturasi sebenarnya struktur primernya tetap atau
ikatan kovalennya tetap, namun struktur sekunder dan tersiernya yang rusak, yaitu ditandai
dengan rusaknya ikatan disulfida dan ikatan hidrogen pada kedua struktur itu, yang diikuti
dengan menggumpalnya protein dan kehilangan aktivitas biologisnya, namun tidak berubah
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 28/32
28
ke bentuk asam amino dan tetap dalam bentuk peptida dengan ikatan kovalen antara asam
amino (Winarno, 1997).
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 29/32
5. KESIMPULAN
• Protein tersusun dari asam-asam amino melalui ikatan peptida.
• Protein dapat terdenaturasi karena adanya panas, asam, basa, logam berat, urea, pH
lingkungan yang ekstrim, dll.
• Uji Biuret digunakan untuk mengetahui ada tidaknya protein dalam bahan pangan.
• Uji Biuret memberi hasil positif dengan adanya cincin ungu.
• Pada uji Biuret, protein dibuat alkali dengan KOH lalu ditambah CuSO4 encer.
• Uji Ninhidrin digunakan untuk menentukan ada tidaknya asam α amino dalam protein.
• Uji Ninhidrin memberi hasil positif oleh warna larutan yang biru. Bila mengandung
prolina dan hidroksi prolina, larutan akan berwarna kuning.
• Pada uji Ninhidrin, larutan bahan ditambah larutan Ninhidrin dan dipanaskan.
• Uji Xanthoprotein digunakan untuk mengetahui adanya cincin benzena.
• Uji Xanthoprotein dengan larutan asam memberi hasil positif oleh warna larutan atau
endapan kuning, sedangkan dengan larutan basa dinyatakan oleh warna larutan jingga.
• Uji Xanthoprotein spesifik untuk phenilalanin, triptofan, dan tirosin.
• Pada uji Xanthoprotein, larutan bahan ditambah HNO3 pekat dan dipanaskan.
• Semakin tinggi volume asam (HCl) maka pH larutan akan semakin rendah.
• Semakin tinggi volume basa (NaOH) maka pH larutan akan semakin tinggi.
• Penambahan asam membuat gugus karboksil tidak terdisosiasi sedang gugus amino
menjadi ion.
• Penambahan basa membuat gugus karboksil terdisosiasi sedang gugus aminonya tidak.
29
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 30/32
6. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1983). Kacang Kedelai Protein Nabati Ajaib. SELERA Edisi Maret.
Daintith, J. (1999). Kamus Lengkap Kimia Erlangga. Jakarta.
Damin, S. (1999). Kimia Kedokteran. Penerbit Fakultas Kedokteran Undip. Semarang.
Fieser, L & M. Fieser. (1950). Organic Chemistry 2nd ed. DC Heat Company. New York.
Gaman, P. M & K. B. Sherrington. (1994). Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hein, M ; L. R. Best ; S. Pattison & S. Arena. (1993). College Chemistry an Introduction to
General, Organic, and Biochemistry, 5th ed. Brooks Cole Publishing Company. California.
Kay, D. E. (1979). Food Legumes. Tropical Products Institute. London.
Kuswardani, I. & Nugerahani, I. (1999). Penganekaragaman Produk Olahan Tempe. Zigma.
Lehninger, A.L. (1982). Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Martoharsono, S. (1994). Biokimia I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Meyer, L H. (1960). Food Chemistry. Affiliaced East West Press. PVT Ltd. New Delhi.
Robert, M. (1972). Organic Chemistry. Liberty Congres. New York.
Schmidt. (1955). Organic Chemistry, 7th ed. Oliver and Boyd. London.
Sudarmadji, S; B. Haryono & Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta.
Suhardjo & C. M. Kosbart. (1992). Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Kanisius. Yogyakarta.
Sumardjo, D. (1997). Kimia Kedokteran. Fakultas Kedokteran UNDIP. Semarang.
Terentyev, A & B. Pavlov. (1954). Organic Chemistry. Foreign Languages Publishing
House. Moscow
30
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 31/32
31
Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 32/32
7. LAMPIRAN
7.1. Laporan Sementara
32