ina'protein

32
 1. PENDAHULUAN 1.1. Tinja uan Pust aka Pro tein mer upa kan sen yawa org ani k yang mempun yai per anan pen ting pad a mak hlu k hidup. Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan peptida. Protein adalah substansi organik yang mirip dengan lemak dan karbohidrat dalam hal kandungan unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Tetapi protein ada juga yang menga ndun g nitrog en, bahka n bebera pa diant aranya mengandun g belera ng dan fosfo r. Sehi ngga pr ot ein mempunya i strukt ur yang leb ih komp lek s di ba ndi ng lemak dan karbohidrat (Gaman & Sherrington, 1994). Struktur dari protein menurut Schmidt (1955), yaitu: H ׀R — C — COOH ׀NH 3 Menurut Fieser & Fieser (1950), sifat fisis dan kimia protein, antara lain : a. Sifat fisis - Protein adalah zat tak berwarna dan merupakan zat padat amorerous. - Protein tidak mempunyai titik didih dan titik lebur yang tetap. - Kelarutannya dalam air maupun larutan encer garam, alkali tersebut berubah-ubah; ini digunakan untuk membedakan jenis-jenis protein. - Sebagian besar protein bersifat koloideal hidrofil sehingga dapat diendapkan.  b. Sifat kimia - Dalam larutan asam akan berpindah ke katoda, dalam larutan alkali akan berpi ndah ke anoda. Jadi protein punya muatan (+) dalam asam dan (-) dalam alkali. - Albumin & Globumin  berubah-ubah sifatnya, di  bawah pengaruh sinar  UV, penambahan aceton dan alkohol - Adanya protein dalam larutan akan mengubah sifat zat terlarut karena absorbsi, hidrasi dan sebagainya. - Pada ionisasi asam basa, terdapat pada pH H + diman a nilai nya sama denga n tidak ada migrasi protein; keadaan ini disebut isoelektrik. 1

Upload: yudi-lazuardi

Post on 08-Jul-2015

866 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 1/32

 

1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

Protein merupakan senyawa organik yang mempunyai peranan penting pada makhluk 

hidup. Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui

ikatan peptida. Protein adalah substansi organik yang mirip dengan lemak dan karbohidrat

dalam hal kandungan unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Tetapi protein ada juga yang

mengandung nitrogen, bahkan beberapa diantaranya mengandung belerang dan fosfor.

Sehingga protein mempunyai struktur yang lebih kompleks dibanding lemak dan

karbohidrat (Gaman & Sherrington, 1994).

Struktur dari protein menurut Schmidt (1955), yaitu:

H

׀

R — C — COOH

׀

NH3

Menurut Fieser & Fieser (1950), sifat fisis dan kimia protein, antara lain :a. Sifat fisis

- Protein adalah zat tak berwarna dan merupakan zat padat amorerous.

- Protein tidak mempunyai titik didih dan titik lebur yang tetap.

- Kelarutannya dalam air maupun larutan encer garam, alkali tersebut berubah-ubah; ini

digunakan untuk membedakan jenis-jenis protein.

- Sebagian besar protein bersifat koloideal hidrofil sehingga dapat diendapkan.

 b. Sifat kimia

- Dalam larutan asam akan berpindah ke katoda, dalam larutan alkali akan berpindah ke

anoda. Jadi protein punya muatan (+) dalam asam dan (-) dalam alkali.

- Albumin & Globumin  berubah-ubah sifatnya, di  bawah pengaruh sinar  UV, penambahan

aceton dan alkohol

- Adanya protein dalam larutan akan mengubah sifat zat terlarut karena absorbsi, hidrasi

dan sebagainya.

- Pada ionisasi asam basa, terdapat pada pH H+ dimana nilainya sama dengan tidak ada

migrasi protein; keadaan ini disebut isoelektrik.

1

Page 2: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 2/32

 

2

- Protein dapat dihidrolisa, dengan cara memanaskan protein dengan air barit, sehingga

dihasilkan garam barium dari berbagai jenis asam amino; atau hidrolisa protein dengan

larutan Hel atau H2SO4 yang dipanaskan dan menghasilkan asam alphaaminopropionat

(alanin), amino asetat (glisin), asam alphaaminoisovalerat (valin), dll.

Klasifikasi protein menurut Meyer (1960) :

1. Berdasarkan bentuk molekulnya :

a. Protein globular: larut dalam garam, asam, basa. Bentuknya bulat karena rantai

 polipeptidanya akan melingkar. Contoh: albumin, globulin.

  b. Protein fibrosa: tidak larut dalam solvent yang umum, bentuknya memanjang

karena rantai peptidanya panjang; banyak mengandung asam amino netral (mono

amino, mono karboksilat) & apabila ada asam amino yang bersifat asam maka

gugus karboksilatnya yang kedua dapat dalam bentuk amida. Contoh kolagen pada

tulang rawan, myosin pada otot, keratin pada rambut, fibrin pada gumpalan darah.

2. Berdasarkan komponen penyusun

a. Protein sederhana: hanya tersusun atas asam amino seperti albumin, globulin,

 prolamin, protamin, prolanin, glutelin, histon, dll.

 b. Protein majemuk: merupakan gabungan antara molekul protein dengan gugus tesis,

contoh:

- Fosfoprotein: mengandung phospor, bersifat asam (casein dalam susu)

- Chromoprotein: senyawa protein dan zat berwarna

- Glikoprotein: kombinasi protein dengan karbohidrat

- Nukleoprotein : terlekat pada asam nukleat.

- Lipoprotein: terbentuk antara kombinasi protein dengan lipida.

- Metaloprotein: terlekat pada metal.

3. Berdasarkan fungsi biologis:

a. Protein enzim: berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia.

 b. Protein pembangun: sebagai pembuat struktur seperti protein pembungkus usus.

c. Protein kontraktil: adalah protein yang berfungsi dalam proses gerak.

d. Protein pengangkut: mengangkut molekul tertentu.

e. Protein pelindung: dalam darah hewan vertebrata, contoh: fibronogen trombin

antibodi.

f. Protein cadangan: untuk berbagai proses metabolisme dalam tubuh.

g. Protein racun: dalam hewan kelas tinggi seperti racun dari Clostridium catulirum 

Page 3: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 3/32

 

3

4. Berdasarkan tingkat degradasi:

a. Protein alami: terdapat di dalam sel

  b. Protein turunan: merupakan hasil degradasi protein, dibedakan menjadi protein

turunan primer (protean, metaprotein), dan protein turunan sekunder (proteosa, pepton).

5. Berdasarkan asam amino pembentuknya:

a. Protein sempurna (Complete Protein): yaitu protein yang mengandung asam-asam

amino lengkap baik macam maupun jumlahnya, sehingga dapat menjamin

 pertumbuhan dan mempertahan kan kehidupan jaringan yang ada.

 b. Protein tidak sempurna ( Incomplete Protein) yaitu protein yang tidak mengandung

atau sangat sedikit berisi 1atau lebih asam-asam amino essensial. Protein ini tidak 

dapat menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan jaringan yang ada.

c. Protein kurang sempurna (  Partially Complete Protein) protein ini mengandung

asam amino essensial yang lengkap, tetapi beberapa diantaranya hanya sedikit.

Asam amino dibuat dari reaksi antara asam ammonia dengan asam halogen. Menurut

Suhardjo & Kosbart (1992), terdapat 3 jenis asam amino, yaitu :

1. Asam amino essensial: asam amino ini sangat berguna bagi tubuh, tetapi tubuh tidak 

dapat mensintesanya sendiri sehingga harus disuplai dari luar. Contoh: isoleusin, leusin,

lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptopan, valin.

2. Asam amino semi essensial: asam amino ini dapat menghemat pemakaian beberapa

asam amino essensial tetapi tidak sempurna menggantikannya. Contoh: arginin,

histidin, tirosin, sistin, serin, glisin.

3. Asam amino non essensial: asam amino ini dibutuhkan oleh tubuh dan tubuh dapat

mensintesanya sendiri. Contoh: glutamat, hidroksi glutamat, aspartat, alanin, prolin,

hidroksi prolin, neuleusin, sitrulin, dan hidroksi glisin.

Menurut Hein et al . (1993), berdasarkan sifatnya asam amino digolongkan menjadi 3,

yaitu:

− Asam amino netral adalah asam amino yang molekulnya mengandung gugus

amino dan gugus karboksil dengan jumlah yang sama. Contoh: alanin, glisin, metionin,

dll.

− Asam amino asam adalah asam amino yang mengandung gugus karboksil dengan

 jumlah yang lebih besar dari gugus aminonya. Contoh: aspartat dan glutamat.

Page 4: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 4/32

 

4

− Asam amino basa adalah asam amino yang mengandung gugus amino dengan

 jumlah yang lebih besar dari gugus karboksil. Contoh: lisin, arginin dan histidin

Ada banyak sekali cara pengelompokan protein, namun ada cara yang lebih praktis, yaitu berdasarkan kelarutannya. Protein berdasarkan kelarutannya dapat dibedakan menjadi 2

yaitu protein yang larut dan protein yang tidak larut. Protein yang tidak larut biasanya

mengandung keratin dan kolagen. Keratin dan kolagen merupakan protein tak terlarut

dalam jaringan pengikat. Karena kolagen dan keratin tak terlarut dalam air dingin dan

larutan asam atau basa lemah, maka kolagen dapat dipisahkan dengan metoda yang sangat

sederhana. Sedangkan protein yang larut adalah protein yang mudah terdispersi ke dalam

air (Sudarmadji et al., 1989).

Menurut Sudarmadji et al . (1989), protein memiliki 4 struktur, yaitu :

Struktur primer, yaitu struktur protein paling dasar yang tersusun dari asam amino yang

 berikatan dengan asam amino lain melalui ikatan kovalen atau sering dikenal dengan

ikatan peptida dari beberapa asam amino yang membentuk peptida.

Struktur sekunder, merupakan struktur protein yang terjadi karena atom C pada struktur 

 protein tersebut bisa melipat dan dengan adanya ikatan hidrogen antara C=O dengan N-H

akan terbentuk struktur lebih kompleks yaltu bentuk helix ( α -helix), dimana struktur itu

 bisa menjadi lebih melebar atau berubah bila sedikit dipanaskan atau berubah menjadi

struktur -pleated sheets.

Struktur tersier, merupakan hasil pelipatan atom C pada struktur sekunder, dan didukung

dengan adanya ikatan disulfida bisa membentuk lipatan yang lebih kompleks, disamping

itu juga dibantu oleh beberapa ikatan yang lain yaitu ikatan hidrogen, ionik dan

hidrofobik.

Struktur kwartener, yaitu gabungan dari beberapa rantai polipeptida, atau gabungan dari

dua atau lebih struktur tersier, seperti pada aktomiosin yang merupakan penggabungan

akfin dan miosin yang sama-sama merupakan struktur tersier.

Reaksi warna pada protein:

1. Reaksi Biuret

Dalam hal ini protein dibuat alkali dengan menambah NaOH kemudian ditambah

larutan tembaga sulfat encer, maka akan timbul warna biru-violet atau merah violet.

Test ini merupakan test yang paling sederhana sehingga banyak digunakan untuk 

Page 5: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 5/32

 

5

mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Namun kelemahan

dari reaksi ini adalah memberikan hasil positif terhadap semua zat yang memiliki gugus

amida sehingga mememungkinkan suatu zat yang tidak mengandung protein tetapi tetap

memberikan nilai yang positif karena memiliki gugus amida. Warna merah mudaterbentuk apabila molekul protein yang diselidiki kecil, misalnya proteosa dan pepton.

Sedangkan warna violet sampai kebiru biruan terbentuk apabila molekul protein yang

diselidiki besar, misalnya gelatin. Protein dengan molekul kecil lebih sedikit

mengandung ikatan peptida dibandingkan dengan protein dengan molekul besar.

Jelaslah bahwa reaksi biuret dapat dipakai untuk menunjukkan besar kecilnya molekul

  protein atau banyak sedikitnya ikatan ikatan peptida, yang terdapat pada molekul

 protein (Hein et al., 1993). Uji Biuret adalah uji biokimia untuk mendeteksi protein

dalam larutan, dinamai menurut senyawa biuret (H2 NCONHCONH2), yang terbentuk 

  jika urea dipanaskan. NaOH atau KOH dicampur dengan larutan uji dan kemudian

tetesan larutan tembaga (II) sulfat ditambahkan perlahan-lahan, hasil positif dinyatakan

oleh cincin ungu, karena adanya reaksi ikatan peptida dalam protein atau peptida

(Daintith, 1999).

2. Reaksi Xanthoprotein

Reaksi ini positif jika mengandung cincin benzena. Dapat bereaksi dengan HNO3 pekat

menjadi warna kuning atau endapan kuning, dan dapat bereaksi dengan basa menjadi

warna jingga. Tes ini spesifik untuk phenilalanin, triptofan, dan tirosin (Hein et al.,

1993).

3. Reaksi Ninhidrin

Protein yang mengandung asam α amino akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk 

senyawa berwarna biru. Hal tersebut disebabkan karena larutan ninhidrin mengandung

zat berwarna biru. Reaksi ini dapat dipakai untuk penentuan kualitatif dan kuantitatif 

asam amino. Prolin dan hidroksi prolin gugus aminonya memberikan reaksi positif 

dengan warna kuning (Terentyev & Pavlov, 1954). Zat pengoksidasi ninhidrin biasanya

dikenal dengan triketohidrin hidrat. Jika penambahan larutan ninhidrin menghasilkan

warna biru dan pH yang dihasilkan sekitar 5–7 maka test ini memeberikan nilai positif 

(Robert, 1972). Pada reaksi ini, ninhidrin menyebabkan dekarboksilasi oksidatif α-asam

amino menjadi NH3 dan 1 aldehid dari asam amino yang kehilangan 1 atom C nya.

  Ninhidrin tereduksi kemudian bereaksi dengan amonia yang terlepas membentuk 

senyawa kompleks berwarna biru yang menyerap sinar maksimal pada panjang

Page 6: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 6/32

 

6

gelombang 570 nm. Senyawa amin selain asam amino juga bereaksi dengan ninhidrin

menghasilkan warna biru (Martoharsono, 1994).

4. Reaksi MolischMenurut Sumardjo (1997), larutan protein yang mengandung radikal protestik 

karbohidrat, yakni glikoprotein atau mukoprotein, dengan alfa-naftol dalam alkohol dan

asam sulfat pekat, akan terbentuk larutan berwana ungu. Larutan ditambah sedikit α-

naphtol dan H2SO4 pekat, maka akan timbul cincin yang berwarna diantara dua lapisan.

5. Tes Belerang

Protein yang mengandung sistein bila dipanaskan dengan larutan NaOH akan terurai

menjadi sulfida. Penambahan larutan garam timbal akan memberikan endapan timbal

sulfida karena saat dicampur NaOH menghasilkan sulfida. Pada reaksi ini juga

terbentuk gas sulfida. Bila gas sulfida yang terbentuk tersebut diuji dengan kertas Pb-

asetat (Schmidt, 1955).

6. Tes Adam Kiewic

Larutan protein yang mengandung triptofan bila ditambahkan asam asetat glasial dan

asam sulfat pekat akan membentuk cincin berwarna violet (Schmidt, 1955).

Karena struktur protein yang kompleks (berat molekulnya mencapai angka jutaan), maka

  protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisis ataupun aktivitas biologisnya.

Banyak agensia yang dapat menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya panas,

asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif. Perubahan sifat

fisis yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak larut) atau

 pemadatan. Molekul protein sendiri merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata

rantai asam-asam amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki 1/lebih gugus

karboksil (-COOH) dan 1/lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terletak pada atom

C tepat di sebelah gugus karboksil (atau atom C α). Asam-asam amino yang berbeda-beda

 bersambung melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil satu asam amino

dengan gugus amino dari asam amino yang di sampingnya (Gaman & Sherrington, 1994).

Protein bisa mengalami denaturasi karena pemanasan, lingkungan pH yang ekstrim atau

 penambahan urea. Saat mengalami denaturasi struktur primernya tetap atau ikatan kovalen

tetap, namun struktur sekunder dan tersiernya yang rusak, yaitu ditandai dengan rusaknya

ikatan disulfida dan ikatan hidrogen pada kedua struktur itu, yang diikuti dengan

Page 7: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 7/32

 

7

menggumpalnya protein dan kehilangan aktivitas biologisnya, namun tidak berubah ke

 bentuk asam amino dan tetap dalam bentuk peptida dengan ikatan kovalen antara asam

amino. Akan tetapi telah ditemukan bahwa beberapa protein globular yang terdenaturasi

oleh panas atau pH ekstrim, sebenarnya akan kembali ke struktur aslinya dan memperolehkembali aktivitas biologisnya jika protein tersebut didinginkan atau dikembalikan ke pH

normalnya pelahan lahan, dan proses itu disebut renaturasi (Winarno, 1997).

Sifat-sifat dari asam amino adalah tak berwarna, larut dalam air, tak larut dalam alkohol

atau eter, dapat membentuk garam kompleks dengan logam berat (misalkan asam amino

dengan Cu++ membentuk senyawa kompleks berwarna biru tua) dan dapat membentuk 

senyawa berwarna biru dengan ninhidrin. Pembentukan senyawa berwarna antara asam

amino dengan ninhidrin ini banyak dipakai sebagai dasar analisa kuantitatif maupun

kualitatif senyawa asam-asam amino dan protein. Prinsip reaksi asam amino dengan

ninhidrin adalah protein maupun asam amino yang mengandung asam α amino akan

memberikan reaksi dengan ninhidrin membentuk warna biru. Pertama kali terjadi oksidasi α

amino oleh ninhidrin dihasilkan ninhidrin tereduksi, aldehid, amonia dan CO2. Kemudian

terjadi kondensasi antara amonia, ninhidrin tereduksi dan ninhidrin terbentuk senyawaan

kompleks berwarna biru (Sudarmadji et al , 1989).

Pada kurva titrasi bentuk diprotik dari alanin, terdapat dua tahap yang nyata, masing-

masing berhubungan dengan pelepasan satu proton. Tiap-tiap tahap menyerupai bentuk 

kurva titrasi asam monoprotik, seperti asam asetat dan dapat dianalisis dengan cara yang

sama. Pada titrasi alanin, bentuk yang dominan adalah + NH3 CHR COOH, bentuk 

 protonnya (di dalam rumus ini R melambangkan gugus metil dari alanin). Pada titik tengah

tahap pertama titrasi, gugus karboksil alanin akan kehilangan proton, dan konsentrasi molar 

donor proton (+ NH 3 CHR COOH) sama dengan konsentrasi molar akseptor proton (+ NH 

3

CHR COO ). Pada titik tengah titrasi pH sama dengan pK’ dari gugus berproton yang

sedang dititrasi. Karena pada titik tengah pH mencapai 2,34, gugus karboksil alanin

mempunyai pK’ 2,.34. Jika kita sekarang melanjutkan titrasi lebih jauh, kita akan

memperoleh titik lain yang penting, yakni pada pH 6,02. Disini terdapat titik belok, yang

mencerminkan bahwa kita telah menyelesaikan pembebasan proton yang pertama dan

mulai melepaskan proton yang kedua. Pada pH ini alanin terdapat sebagian besar dalam

 bentuk ion dipolar + NH3 CHR COO. Tahap kedua titrasi berhubungan dengan pembebasan

 proton dari gugus + NH3, alanin. Pada titik tengah, kita akan memperoleh konsentrasi molar 

Page 8: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 8/32

 

8

yang sama bagi + NH3 CHR COO dan NH2 CHR COO, pH pada titik ini adalah 9,69

sama dengan pK’ bagi gugus + NH3 Titrasi sempurna terjadi pada pH kira-kira 12, pada saat

ini sebagian besar alanin berbentuk NH2 CHR COO (Lehninger, 1982).

Asam amino dalam kondisi netral (pH isolitrik, pI) berada dalam bentuk ion dipolar atau

disebut juga ion  zwitter . Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan

sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat ionisasi dari asam amino sangat

dipengaruhi oleh pH. Pada pH yang rendah misalnya pada pH 1,0 gugus karboksilnya tidak 

terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion. Pada pH yang tinggi misalnya pada

 pH 11,0 karboksilnya terdisosiasi sedang gugusan aminonya tidak (Winarno, 1997).

 

Kata asam pada asam amino menandakan bahwa senyawa tersebut mengandung gugus

asam atau karboksil (-COOH), sedangkan kata amino menandakan bahwa senyawa tersebut

mengandung gugus amino (-NH2) yang bersifat basa. Karena itu, asam amino merupakan

senyawa yang bersifat amfoter. Harga pH di mana protein dalam larutan yang ada  zwitter 

ion, sehingga tidak mengadakan migrasi pada medan listrik disebut pH isolistrik atau titik 

isolistrik (TIL). Besarnya pH isolistrik tergantung pada jumlah gugus karboksil dan gugus

asam amino dalam molekulnya. Protein yang mengandung banyak gugus karboksil yang

cenderung membentuk gugus muatan negatif, maka TIL dapat mudah tercapai. Berarti pH

isoelektrik protein tersebut rendah (asam). Sedangkan yang banyak gugus aminonya,

memiliki pH isolistrik tinggi (basa) (Damin, 1999).

Walaupun ion dipolar bersifat netral dan tidak bergerak didalam medan listrik, ion ini

mempunyai muatan listrik yang berlawanan pada kedua kutubnya. Sifat dipolar asam amino

 pertama-tama ditunjukkan oleh kenyataan bahwa kristal asam amino mempunyai titik lebur 

  jauh lebih tinggi dari molekul organik lain berukuran sama. Sebaliknya, kebanyakan

senyawa organik-nonionik-sederhana yang berat molekulnya sama, mempunyai titik didih

yang relatif rendah. Asam amino yang dapat berperan sebagai asam (donor proton) atau

sebagai basa (akseptor proton) dinamakan amfoter (Lehninger, 1982).

Asam amino bisa terionisasi di dalam air membentuk ion dipolar isoelektrik atau lebih

dikenal dengan nama zwitter  ion, bisa disebut demikian karena pada saat itu asam amino

memiliki dua polar yang bermuatan positif dan negatif dimana jumlah muatan positif dan

negatifnya tidak sama maka disebut dipolar isoelektrik. Dalam keadaan dipolar isoelektrik,

Page 9: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 9/32

 

9

asam amino menjadi senyawa amfoter karena bisa berperan sebagai asam atau pelepas H+

yang dilepaskan dari NH3+ dan bisa berperan sebagai basa sebagai penerima H+ yang

dilakukan oleh COO-. Disamping bentuk dipolar isoelektrik juga memiliki bentuk yang

disebut asam diprotik, dimana gugus karboksil dan amida telah mengikat proton, apabilaasam amino dalam suatu bahan dititrasi maka posisi pertama asam amino pasti dalam

 bentuk asam diprotik karena paling stabil, selanjutnya mengalami dua tahap titrasi dan

setiap tahap terjadi pelepasan satu ion H+. Disamping asam diprotik ada pula bentuk basa

diprotik dimana pada kedua gugus amida dan karboksil tidak mengikat ion H+, basa

diprotik juga berfungsi saat bereaksi dengan asam (Gaman & Sherrington, 1994).

Tempe diolah dengan memfermentasikan kedelai dalam waktu singkat dengan memakai

 bantuan   Rhizopus sp. Jamur yang tumbuh pada tempe akan menghidrolisis senyawa

komplek menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna oleh tubuh manusia. Tempe

dapat berwarna putih karena merupakan warna dari miselianya dari jamur itu sendiri.

Protein yang terkandung pada tempe adalah 20,8 tiap gram (Kuswardani & Nugerahani,

1999). Susunan zat gizi dalam 100 gram tempe adalah : 149 kalori, 18,3 gram protein, 4

gram lemak, 12,7 gram hidrat arang, 129 mg Ca, 154mg fosfor, 10mg Fe, 50 Sl vit A, 0,17

mg vit B1 (Anonim, 1983).

Kacang kedelai memiliki kandungan protein 17% (Kay, 1979). Dalam 100 gram kedelai

kering mengandung 331 kalori, 34,9 gram protein, 18,1 gram lemak, 34,8 gram hidrat

arang,227 mg kalsium, 585 mg fosfor,8 mg Fe, 110 sl vitamin A, 1,07 mg vitamin B1

(Anonim, 1983). Kedelai (Glycine max) mengandung protein sebesar 26,1 %, lemak 22,7

%, dan karbohidrat 10,1 %. Ketika protein kedelai diberi perlakuan pemanasan, maka akan

terjadi proses denaturasi dan ketidaklarutan protein. Pada prsinsipnya, pemisahan produksi

kedelai terjadi melalui ekstraksi pada pH 7–9 dan pemulihan protein dengan menambahkan

zat pengekstraksi sampai pH menjadi 4–5 (Kuswardani & Nugerahani, 1999).

1.2. Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat, jenis, dan fungsi protein; mengetahui ada

tidaknya protein dalam tempe rebus, tempe mentah, tempe gembus rebus, tempe gembus

mentah, dan tahu putih mentah dengan uji Biuret, Ninhidrin, dan Xanthoprotein;

mengetahui cara melakukan uji Biuret, Ninhidrin, dan Xanthoprotein; mengetahui

 perubahan warna yang terjadi selama pengujian; mengetahui cara kerja penentuan gugus

Page 10: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 10/32

 

10

amino dan karboksil asam amino pada bahan pangan tersebut; serta mengetahui hubungan

antara pH dengan volume asam atau basa.

Page 11: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 11/32

 

2. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

2.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah timbangan analitik, bekker 

 glass, gelas arloji, gelas ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pengaduk, pipet volume,

  pompa, pipet tetes, kertas saring, waterbath, pH meter, kertas millimeter block , label,

 penjepit, stopwatch, dan serbet.

2.1.2. Bahan

Dalam praktikum ini, bahan-bahan yang digunakan antara lain adalah tempe rebus, tempe

mentah, tempe gembus rebus, tempe gembus mentah, tahu putih mentah, KOH 10%,

aquades, CuSO4 0,1%, larutan ninhidrin 0,1%, HNO3 pekat 65%, HCl 2N, dan NaOH 2 N.

2.2. Metode

2.2.1. Persiapan Bahan (untuk Uji Biuret, Ninhidrin dan Xanthoprotein)

Mula-mula bahan ditimbang sebanyak 100 gram kemudian dilarutkan dalam 200 ml

aquades. Selanjutnya, dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60oC selama 10 menit.

Setelah dipanaskan, ditimbang lagi sebanyak 50 gram dan dilarutkan dalam 100 ml

aquades, kemudian dipanaskan kembali dalam waterbath. Terakhir, disaring dengan kertas

saring.

2.2.2. Uji Biuret

2 ml bahan dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml larutan KOH 10%.

Lalu ditambahkan 3 tetes larutan CuSO4 0,1%. Setelah itu, digojog dengan baik dan diamati

warna yang terbentuk. Hasil pengamatan dicatat pada tabel pengamatan. Sebagai kontrol,

larutan bahan diganti dengan 2 ml aquades.

2.2.3. Reaksi Ninhidrin

Pertama-tama disiapkan 2 buah tabung reaksi. Tabung pertama diisi 2 ml larutan bahan,

dan tabung kedua diisi 0,5 ml larutan bahan. Kemudian masing–masing tabung

ditambahkan 0,5 ml larutan ninhidrin 0,1%. Setelah larutan tercampur, dipanaskan pada

11

Page 12: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 12/32

 

12

waterbath selama 1–2 menit. Perubahan warna yang terjadi diamati dan dicatat pada tabel

 pengamatan. Sebagai kontrol, larutan bahan diganti dengan aquades.

2.2.4. Uji Xanthoprotein2 ml bahan dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 ml larutan HNO 3 pekat

65%. Setelah itu, dipanaskan selama 5 menit dalam waterbath. Hasil pengamatan dicatat

 pada tabel pengamatan. Sebagai kontrol, larutan bahan diganti dengan 2 ml aquades.

2.2.5. Penentuan Gugus Amino

Pertama–tama, 400 mg bahan dilarutkan ke dalam 20 ml aquades. Kemudian diukur pHnya

dengan pH meter sebagai pH awal. Selanjutnya, bahan dititrasi sengan menggunakan pipet

tetes secara kontinyu dengan HCl 2 N. Setiap penambahan 1 tetes HCl 2 N, diukur pHnya

dengan pH meter dan dicatat. Kemudian titrasi dilanjutkan hingga larutan mencapai pH ±

1. Sebagai blanko, digunakan 20 ml aquades.

2.2.6. Penentuan Karboksil Asam Amino

Pertama–tama, 400 mg bahan dilarutkan ke dalam 20 ml aquades. Kemudian diukur pHnya

dengan pH meter sebagai pH awal. Selanjutnya, bahan dititrasi sengan menggunakan pipet

tetes secara kontinyu dengan NaOH 2 N. Setiap penambahan 1 tetes NaOH 2 N, diukur 

 pHnya dengan pH meter dan dicatat. Kemudian titrasi dilanjutkan hingga larutan mencapai

 pH ± 12. Sebagai blanko, digunakan 20 ml aquades.

Page 13: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 13/32

 

3. HASIL PENGAMATAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Uji Biuret

Kel Sampel Gambar Akhir Keterangan

E1 Tempe Rebus Warna ungu bening

E2 Tempe Mentah Warna ungu bening

E3 Tempe Gembus Rebus Warna putih kekuningan bening

E4 Tempe Gembus MentahWarna abu-abu muda agak 

kecokelatan

E5 Tahu Putih Mentah

Terbentuk 2 lapisan :

Atas : warna putih bening

Bawah : sedikit endapan biru

E6 Tahu Putih Mentah

Terbentuk 2 lapisan :

Atas : warna biru muda bening

Bawah : sedikit endapan biru muda

Blanko Warna biru muda bening

Keterangan :

Gambar akhir merupakan gambar setelah sampel ditambah KOH, CuSO4, dan digojog.

Dari hasil pengamatan di atas, sampel yang berbeda bila diuji biuret ternyata mengalami

 perubahan warna yang berbeda pula. Kecuali kelompok 1 dan 2, dengan sampel yang

 berbeda, tempe rebus dan tempe mentah, menghasilkan perubahan warna yang sama, yaitu

ungu bening. Sampel tempe gembus rebus menjadi putih kekuningan bening dan tempe

13

Page 14: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 14/32

 

14

gembus mentah menjadi abu-abu muda agak kecokelatan. Sampel yang sama, tahu putih

mentah, mengalami perubahan yang berbeda. Pada kelompok 5 menjadi putih bening

sedangkan kelompok 6 biru muda bening. Namun, keduanya menghasilkan sedikit endapan

 biru. Sementara itu, warna blanko menjadi biru muda bening.

Tabel 2. Uji Ninhidrin

Kel SampelGambar Akhir Keterangan

2 ml 0,5 ml 2 ml 0,5 ml

E1 Tempe RebusWarna putih lebih

keruhWarna putih keruh

E2 Tempe Mentah Warna putih keruhWarna putih sedikit

keruh

E3Tempe Gembus

Rebus

Warna putih

kekuningan beningWarna putih bening

E4Tempe Gembus

MentahWarna kuning muda

Warna putih

kekuningan

E5Tahu Putih

MentahWarna putih bening Warna putih bening

E6Tahu Putih

MentahWarna putih bening Warna putih bening

Blanko Warna putih bening Warna putih bening

Keterangan :

Gambar akhir 2 ml ialah gambar setelah 2 ml sampel ditambah larutan ninhidrin, digojog, dan dipanaskan.

Gambar akhir 0,5 ml ialah gambar setelah 0,5 ml sampel ditambah larutan ninhidrin, digojog, dan dipanaskan.

Dari hasil pengamatan di atas, sampel dan volume sampel yang berbeda bila diuji ninhidrin,

ternyata mengalami perubahan warna yang berbeda pula. Sampel tempe rebus dan tempe

mentah, warnanya menjadi putih keruh tetapi yang 2 ml lebih keruh dari yang 0,5 ml.

Sampel tempe gembus rebus, warnanya menjadi putih bening tetapi yang 2 ml lebih

kekuningan daripada yang 0,5 ml. Sampel tempe gembus mentah yang 2 ml menjadi

Page 15: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 15/32

 

15

kuning muda, sedangkan yang 0,5 ml menjadi putih kekuningan. Sampel tahu putih, baik 

kelompok 5 maupun 6, baik yang 2 ml ataupun yang 0,5 ml, warnanya sama-sama putih

 bening. Warna blanko, yang 2 ml dan 0,5 ml, sama-sama putih bening.

Tabel 3. Uji Xanthoprotein

Kel Sampel Gambar Akhir Keterangan

E1 Tempe Rebus Warna kuning bening

E2 Tempe Mentah Warna kuning muda bening

E3 Tempe Gembus Rebus Warna kuning muda bening

E4 Tempe Gembus Mentah

Terbentuk 2 lapisan :

Atas : gumpalan kuning

Bawah : larutan kuning bening

E5 Tahu Putih Mentah Warna putih bening

E6 Tahu Putih Mentah Warna putih bening

Blanko Warna putih bening

Keterangan :

Gambar akhir merupakan gambar setelah sampel ditambah HNO3 pekat dan dipanaskan.

Dari hasil pengamatan di atas, sampel yang berbeda bila diuji xanthoprotein, ternyata

mengalami perubahan warna yang berbeda pula. Sampel tempe rebus warnanya menjadi

kuning bening sedangkan tempe mentah menjadi kuning muda bening. Sampel tempe

gembus rebus menjadi kuning muda bening dan tempe gembus mentah menjadi kuning

Page 16: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 16/32

 

16

  bening dengan ada sedikit gumpalan kuning. Sampel yang sama, tahu putih mentah,

warnanya sama-sama menjadi putih bening. Demikian juga dengan blanko, warnanya

menjadi putih bening.

Tabel 4. Penentuan Gugus Amino

Kel Sampel ml HCl 2 N Keterangan

E1 Tempe Rebus 1,35 pH awal : 5,44

 pH akhir : 1,14

E2 Tempe Mentah 1,05 pH awal : 6,43

 pH akhir :1,13

E3 Tempe Gembus Rebus 1,05 pH awal : 6,66

 pH akhir :1,17

E4 Tempe Gembus Mentah 1,2 pH awal : 5,49

 pH akhir : 1,17

E5 Tahu Putih Mentah 1,4 pH awal : 5,07

 pH akhir : 1,15

E6 Tahu Putih Mentah 1,2 pH awal : 5,37

 pH akhir : 1,16

Blanko 0,95 pH awal : 6,64

 pH akhir : 1,5

Banyaknya HCl yang dibutuhkan untuk sampel yang berbeda dalam penentuan gugus

amino, juga berbeda-beda. Secara berurutan, banyaknya HCl yang dibutuhkan untuk 

sampel tempe tebus, tempe mentah, tempe gembus rebus, tempe gembus mentah, tahu putih

mentah kelompok 5 dan tahu putih mentah kelompok 6 adalah 1, 35 ml, 1,05 ml, 1,05 ml,

1,2 ml, 1,4 ml, dan 1,2 ml. Sedangkan untuk blanko hanya membutuhkan 0,95 ml HCl

untuk mencapai pH akhir 1,5 dari pH awal 6,64.

Tabel 5. Penentuan Karboksil Asam Amino

Kel Sampel ml NaOH 2 N Keterangan

E1 Tempe Rebus 0,4  pH awal : 6,59 pH akhir : 12,00

E2 Tempe Mentah 0,3 pH awal : 6,40

 pH akhir : 12,02

E3 Tempe Gembus Rebus 0,25 pH awal : 7,00

 pH akhir : 12,01

E4 Tempe Gembus Mentah 0,3 pH awal : 4,98

 pH akhir : 12,00

E5 Tahu Putih Mentah 0,25 pH awal : 5,15

 pH akhir : 11,99

E6 Tahu Putih Mentah 0,35 pH awal : 5,31

 pH akhir : 11,99

Blanko 0,15 pH awal : 6,83

Page 17: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 17/32

 

17

 pH akhir : 12,00

Banyaknya NaOH yang dibutuhkan untuk sampel yang berbeda dalam penentuan karboksil

asam amino, juga berbeda-beda. Secara berurutan, banyaknya NaOH yang dibutuhkan

untuk sampel tempe tebus, tempe mentah, tempe gembus rebus, tempe gembus mentah,

tahu putih mentah kelompok 5 dan tahu putih mentah kelompok 6 adalah 0,4 ml, 0,3 ml,

0,25 ml, 0,3 ml, 0,25 ml, dan 0,35 ml. Sedangkan untuk blanko hanya membutuhkan 0,35

ml HCl untuk mencapai pH akhir 12,1 dari pH awal 5,31.

Grafik 1. Hubungan pH dengan ml HCl

Hubungan pH dengan ml HCl

0

1

2

3

4

5

6

7

0 0.15 0.3 0.45 0.6 0.75 0.9 1.05 1.2

ml HCl

     p       H

blanko

tempe rebus (E1)

tempe mentah (E2)

gembus rebus (E3)

gembus mentah (E4)

tahu mentah (E5)

tahu mentah (E6)

1.35 1.5

Grafik 2. Hubungan pH dengan ml NaOH

Page 18: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 18/32

 

18

Hubungan pH dengan ml NaOH

0

2

4

6

8

10

12

14

ml NaOH

     p       H

blanko

tempe rebus (E1)

tempe mentah (E2)

gembus rebus (E3)

gembus mentah (E4)

tahu mentah (E5)

tahu mentah (E6)

0 0.05 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3 0.35

Page 19: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 19/32

 

4. PEMBAHASAN

Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan

 peptida. Protein adalah substansi organik yang mirip dengan lemak dan karbohidrat dalam

hal kandungan unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Tetapi ada juga yang mengandung

nitrogen, bahkan beberapa diantaranya mengandung belerang dan fosfor sehingga protein

mempunyai struktur yang lebih kompleks dibanding lemak dan karbohidrat (Gaman &

Sherrington, 1994).

Tempe diolah dengan memfermentasikan kedelai dalam waktu singkat dengan memakai

 bantuan   Rhizopus sp. Jamur yang tumbuh pada tempe akan menghidrolisis senyawa

komplek menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna oleh tubuh manusia. Protein

yang terkandung pada tempe adalah 20,8 tiap gram (Kuswardani & Nugerahani, 1999).

Susunan zat gizi dalam 100 gram tempe adalah : 149 kalori, 18,3 gram protein, 4 gram

lemak, 12,7 gram hidrat arang, 129 mg Ca, 154 mg fosfor, 10mg Fe, 50 Sl vit A, 0,17 mg

vit B1 (Anonim, 1983).

Kacang kedelai memiliki kandungan protein 17% (Kay, 1979). Dalam 100 gram kedelai

kering mengandung 331 kalori, 34,9 gram protein, 18,1 gram lemak, 34,8 gram hidrat

arang, 227 mg kalsium, 585 mg fosfor,8 mg Fe, 110 sl vitamin A, 1,07 mg vitamin B1

(Anonim, 1983). Kedelai (Glycine max) mengandung protein sebesar 26,1 %, lemak 22,7

%, dan karbohidrat 10,1 %. Ketika protein kedelai diberi perlakuan pemanasan, maka akan

terjadi proses denaturasi dan ketidaklarutan protein (Kuswardani & Nugerahani, 1999).

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah tempe rebus, tempe mentah, tempe

gembus rebus, tempe gembus mentah, tahu putih mentah. Untuk mengetahui ada tidaknya

  protein pada bahan-bahan tersebut, maka dapat dilakukan uji Biuret, uji Ninhidrin, uji

Molisch, uji Xanthoprotein, uji Belerang, Uji Adam Kiewick (Winarno, 1997). Namun,

dalam praktikum ini, hanya dilakukan uji Biuret, uji Ninhidrin, uji Xanthoprotein serta

 penentuan gugus amino dan karboksil asam amino.

4.1. Uji Biuret

19

Page 20: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 20/32

 

20

Uji Biuret merupakan uji yang paling sederhana sehingga banyak digunakan untuk 

mengetahui ada tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Dalam hal ini protein dibuat

alkali dengan menambah NaOH lalu ditambah larutan tembaga sulfat encer (Hein et al .,

1993). Dalam percobaan, 2 ml larutan bahan dicampur 1 ml KOH dan 3 tetes CuSO 4 0,1%.Basa yang digunakan bukan NaOH melainkan KOH, tetapi fungsi penambahannya sama,

yaitu untuk membuat kondisi yang basa. Sedangkan CuSO4 ditambahkan untuk mendukung

terjadinya reaksi ikatan peptida dalam protein atau peptida (Daintith, 1999).

Dari hasil pengamatan, sampel yang ditambah larutan KOH dan CuSO4, ternyata mengalami

  perubahan warna yang berbeda-beda. Tempe rebus dan tempe mentah menghasilkan

 perubahan warna yang sama, yaitu ungu bening. Sampel tempe gembus rebus menjadi

  putih kekuningan bening dan tempe gembus mentah menjadi abu-abu muda agak 

kecokelatan. Sampel yang sama, tahu putih mentah, mengalami perubahan yang berbeda.

Pada kelompok 5 menjadi putih bening sedangkan kelompok 6 biru muda bening. Namun,

keduanya menghasilkan sedikit endapan biru. Selain itu, pada percobaan ini juga dibuat

 blanko dengan menggunakan aqudes dan warna blanko tersebut menjadi biru muda bening.

Menurut Daintith (1999), hasil positif uji Biuret ditandai oleh adanya cincin ungu, karena

adanya reaksi ikatan peptida dalam protein atau peptida. Teori itu juga didukung oleh teori

Hein et al . (1993), yang menyatakan bahwa larutan protein bila ditambah KOH dan CuSO4,

akan timbul warna biru-violet atau merah violet. Berdasarkan 2 teori tersebut, maka pada

hasil percobaan dapat dilihat bahwa tempe rebus, tempe mentah, dan tahu putih mentah

(baik kelompok 5 maupun 6), memberi hasil positif terhadap uji biuret. Berarti, pada ketiga

 bahan tersebut mengandung protein karena dari hasil akhirnya, terbentuk larutan maupun

endapan bewarna biru atau ungu. Hal ini sesuai dengan Kuswardani & Nugerahani (1999),

yang tempe mengandung protein sebesar 20,8 tiap gram. Kandungan protein dalam 100

gram tempe adalah sebesar 18,3 gram (Anonim, 1983).

Sedangkan pada tempe gembus, baik rebus maupun mentah, memberi hasil negatif karena

hasil akhir larutannya bewarna putih kekuningan bening (rebus) dan abu-abu muda agak 

kecokelatan (mentah). Sehingga dapat disimpulkan dari hasil percobaan tersebut bahwa

tempe gembus tidak mengandung protein. Padahal seharusnya tempe gembus juga

mengandung protein, karena meskipun tempe gembus tidak dibuat dari kedelai, melainkan

dari ampas tahu, tetapi dalam ampas tahu tersebut juga mengandung protein dari kedelai.

Page 21: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 21/32

 

21

Kacang kedelai memiliki kandungan protein 17% (Kay, 1979). Dalam 100 gram kedelai

kering mengandung 34,9 gram protein (Anonim, 1983). Namun, karena protein pada ampas

tahu tersebut hanya sedikit sehingga melalui uji biuret ini sulit untuk diketahui.

Dari hasil percobaan, blanko yang menggunakan aquades setelah diuji biuret menghasilkan

warna biru muda bening (memberi hasil positif). Padahal seharusnya blanko tersebut

memberi hasil yang negatif terhadap uji Biuret karena pada larutan blanko (aquades) tidak 

terkandung protein. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena tercampurnya aquades

dengan larutan bahan (tempe rebus, tempe mentah, maupun tahu putih mentah), antara lain

oleh pencucian alat yang tidak bersih sehingga larutan bahan masih tersisa atau tertinggal

 pada alat tersebut (tabung reaksi atau pipet volum).

Selain untuk mengetahui ada tidaknya protein dalam bahan pangan, uji biuret dapat juga

dipakai untuk menunjukkan besar kecilnya molekul protein atau banyak sedikitnya ikatan-

ikatan peptida yang terdapat pada molekul protein. Warna merah muda terbentuk apabila

molekul protein yang diselidiki kecil, misalnya proteosa dan pepton. Sedangkan warna

violet sampai kebiru-biruan terbentuk apabila molekul protein yang diselidiki besar,

misalnya gelatin. Karena pada tempe rebus, tempe mentah, dan tahu putih mentah, warna

larutan yang dihasilkan adalah ungu (violet) atau biru, maka dapat disimpulkan bahwa

ukuran molekulnya besar. Protein dengan molekul kecil lebih sedikit mengandung ikatan

 peptida dibandingkan dengan protein dengan molekul besar (Hein et al., 1993). Sehingga

 pada ketiga bahan tersebut mengandung banyak ikatan peptida karena molekulnya besar.

Menurut Hein et al . (1993), kelemahan dari uji Biuret adalah memberikan hasil positif 

terhadap semua zat yang memiliki gugus amida sehingga memungkinkan suatu zat yang

tidak mengandung protein tetapi tetap memberikan nilai yang positif karena memiliki

gugus amida. Berdasarkan teori tersebut, maka praktikan tidak dapat mengetahui apakah di

dalam tempe rebus, tempe mentah dan tahu putih mentah benar–benar mengandung protein

atau karena adanya gugus amida sehingga memberikan hasil positif terhadap uji Biuret.

4.2. Uji Ninhidrin

Uji Ninhidrin ini dapat dipakai untuk menentukan ada tidaknya asam α amino dalam

 protein. Prinsip dari uji ini adalah protein yang mengandung asam α amino akan bereaksi

dengan ninhidrin membentuk senyawa berwarna biru. Hal tersebut karena larutan ninhidrin

Page 22: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 22/32

 

22

mengandung zat berwarna biru. Sedangkan prolin dan hidroksi prolin, gugus aminonya

memberikan reaksi positif dengan warna kuning (Terentyev & Pavlov, 1954). Sementara

itu, Martoharsono (1994) menyatakan bahwa ninhidrin menyebabkan dekarboksilasi

oksidatif α-asam amino menjadi NH3 dan 1 aldehid dari asam amino yang kehilangan 1atom C nya. Ninhidrin tereduksi kemudian bereaksi dengan amonia yang terlepas

membentuk senyawa kompleks berwarna biru yang menyerap sinar maksimal pada panjang

gelombang 570 nm.

Uji Ninhidrin yang dilakukan dalam percobaan ini dilakukan dengan cara mencampur 

larutan bahan dengan larutan ninhidrin lalu dididihkan. Zat pengoksidasi ninhidrin biasanya

dikenal dengan triketohidrin hidrat. Jika penambahan larutan ninhidrin menghasilkan warna

 biru maka test ini memeberikan nilai positif (Robert, 1972). Hal ini sesuai dengan yang

dilakukan dalam percobaan, yaitu larutan bahan dicampur dengan 0,5 ml larutan ninhidrin

0,1 %, digojog, dan kemudian dipanaskan. Sebagai blanko, digunakan aquades.

Volume larutan sampel yang digunakan dalam percobaan uji Ninhidrin ini ada 2, yaitu 2 ml

dan 0,5 ml. Setelah larutan bahan diuji ninhidrin, maka larutan bahan mengalami perubahan

warna dari warna awalnya. Pada larutan dengan volume bahan 2 ml, diperoleh data sebagai

  berikut : kelompok E1 (dengan sampel tempe rebus) dan E2 (dengan sampel tempe

mentah), larutannya sama-sama menjadi berwarna putih keruh.. Kelompok E3 (dengan

sampel tempe gembus rebus), warna larutan menjadi putih kekuningan bening. Kelompok 

E4 (dengan sampel tempe gembus mentah), warna larutan menjadi kuning muda.

Kelompok E5 dan E6 (dengan sampel tahu putih mentah), warna larutan sama-sama

menjadi putih bening. Sedangkan pada perlakuan blanko, warna larutan tidak terjadi

 perubahan, yakni tetap putih bening.

Sedangkan pada larutan dengan volume bahan 0,5 ml, diperoleh data sebagai berikut :

kelompok E1 (sampel tempe rebus) dan E2 (sampel tempe mentah), larutannya sama-sama

menjadi berwarna putih sedikit keruh.. Kelompok E3 (sampel tempe gembus rebus), warna

larutan menjadi putih bening. Kelompok E4 (sampel tempe gembus mentah), warna larutan

menjadi putih kekuningan. Kelompok E5 dan E6 (sampel tahu putih mentah), warna larutan

sama-sama menjadi putih bening. Sedangkan pada perlakuan blanko, warna larutan juga

tidak terjadi perubahan, yakni tetap putih bening.

Page 23: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 23/32

 

23

Uji Ninhidrin ini bernilai positif jika di dalam protein terkandung asam α amino. Ini

ditandai dengan larutan yang berwarna biru (Sudarmadji et al ., 1989). Berdasarkan hasil

 pengamatan, kelima bahan menunjukkan hasil negatif. Berarti, pada tempe rebus, tempe

mentah dan tahu putih mentah (baik kelompok 5 maupun 6), tidak mengandung asam α

amino meskipun ketiga bahan tersebut mengandung protein (hasil uji biuret). Sementara

itu, pada tempe gembus, baik rebus maupun mentah, hasil akhir larutannya bewarna

kekuningan, berarti kedua bahan tersebut tidak mengandung asam α amino, melainkan

mengandung prolin atau hidroksi prolin. Karena prolin dan hidroksi prolin, gugus

aminonya memberikan reaksi positif dengan warna kuning terhadap ninhidrin (Terentyev &

Pavlov, 1954). Sedangkan warna larutan blanko baik dengan volume 2 ml maupun 0,5 ml

adalah tidak berubah, yakni tetap bening. Hasil yang negatif pada uji ninhidrin inidikarenakan pada larutan blanko (aquades) tidak mengandung protein, sehingga otomatis

tidak mengandung asam amino.

Pada percobaan, volume larutan sampel yang digunakan ada 2, yaitu 2 ml dan 0,5 ml. Hal

ini mungkin bertujuan sebagai pembanding hasil. Sebagai contoh, pada sampel tempe

gembus mentah, warna kuning yang dihasilkan oleh volume 0,5 ml lebih jelas daripada

yang volumenya 2 ml. Hal ini karena pada larutan dengan volume 2 ml dan 0,5 ml sama-

sama ditambahi 0,5 ml larutan ninhidrin. Hal ini menyebabkan konsentrasi larutan

ninhidrin pada 0,5 ml larutan sampel lebih tinggi daripada konsentrasi larutan ninhidrin

 pada 2 ml larutan sampel. Karena konsentrasi larutan ninhidrinnya lebih tinggi, maka

 proses reaksi yang terjadi dalam larutan sampel dengan volume 0,5 ml lebih baik. Menurut

Sudarmadji et al . (1989), prinsip reaksi asam α amino dengan ninhidrin adalah protein

maupun asam amino yang mengandung asam α amino akan memberikan reaksi dengan

ninhidrin membentuk warna biru. Pertama kali terjadi oksidasi asam α amino oleh

ninhidrin lalu dihasilkan ninhidrin tereduksi, aldehid, amonia dan CO2. Lalu terjadi

kondensasi antara amonia, ninhidrin tereduksi dan ninhidrin membentuk senyawa kompleks

 berwarna biru.

4.3. Uji Xanthoprotein

Uji xanthoprotein digunakan untuk mengetahui adanya cincin benzena. Reaksi ini positif 

 jika mengandung cincin benzena. Dapat bereaksi dengan asam nitrat pekat menjadi warna

kuning atau endapan kuning, dan dapat bereaksi dengan basa menjadi warna jingga (Hein

et. al., 1993). Hal ini sesuai dalam percobaan, dimana menggunakan larutan asam, yaitu

Page 24: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 24/32

 

24

larutan bahan ditambah HNO3 pekat lalu dipanaskan. HNO3 pekat disini bertujuan untuk 

menyebabkan terjadinya reaksi sehingga dapat menunjukkan adanya cincin benzena.

Dari hasil pengamatan, sampel yang berbeda bila diuji xanthoprotein, ternyata mengalami perubahan warna yang berbeda pula. Sampel tempe rebus warnanya menjadi kuning bening

sedangkan tempe mentah menjadi kuning muda bening. Sampel tempe gembus rebus

menjadi kuning muda bening dan tempe gembus mentah menjadi kuning bening dengan

ada sedikit gumpalan kuning. Sampel yang sama, tahu putih mentah, warnanya sama-sama

menjadi putih bening. Demikian juga dengan blanko, warnanya menjadi putih bening.

Menurut Hein et al., (1993), reaksi Xanthoprotein positif jika mengandung cincin benzena,

yaitu menjadi bewarna kuning atau terdapat endapan kuning setelah ditambah asam nitrat

 pekat. Sehingga dapat dikatakan bahwa tempe rebus, tempe mentah, tempe gembus rebus

dan tempe gembus mentah, memberi hasil positif terhadap uji xanthoprotein, dimana

larutan yang dihasilkan berwarna kuning. Ini berarti bahwa pada keempat sampel tersebut

terdapat cincin benzena. Uji xanthoprotein spesifik untuk phenilalanin, triptofan, dan tirosin

(Hein et al., 1993). Berarti cincin benzena pada tempe dan tempe gembus (baik rebus

maupun mentah) mengandung phenilalanin, triptofan, dan tirosin. Sedangkan pada sampel

tahu putih mentah, memberi hasil negatif karena hasil akhir larutannya bewarna putih

 bening. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahu putih mentah tidak terdapat cincin

 benzena, baik yang mengandung phenilalanin, triptofan, maupun tirosin. Demikian pula

untuk blanko, warna larutan blanko tidak berubah, yaitu tetap bening. Hasil yang negatif 

 pada uji xanthoprotein ini dikarenakan pada larutan blanko (aquades) tidak mengandung

 protein, sehingga tidak mungkin mengandung cincin benzena.

4.4. Penentuan Gugus Amino dari Asam Amino

Penentuan gugus amino pada percobaan ini dilakukan dengan cara menitrasi larutan sampel

yang mengandung protein dengan HCl 2N. Sebelum dititrasi, larutan sampel diencerkan

dulu dengan aquades agar sampel tidak terlalu pekat konsentrasinya. Aquades digunakan

sebagai pelarut karena aquades merupakan pelarut murni yang bersifat netral. Pada

 percobaan ini, juga dibuat larutan blanko yaitu menggunakan aquades.

Berdasarkan hasil percobaan saat belum dilakukan titrasi, pH aquades (blanko) adalah 6,64.Pada kelompok E1, pH awal tempe rebus adalah 5,44. Pada kelompok E2, pH awal tempe

Page 25: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 25/32

 

25

mentah adalah 6,43. Pada kelompok E3, pH awal tempe gembus rebus adalah 6,66. Pada

kelompok E4, pH awal tempe gembus mentah adalah 5,49. Pada kelompok E5, pH awal

tahu putih mentah adalah 5,07. Pada kelompok E6, pH awal tahu putih mentah adalah 5,37.

Setelah dilakukan titrasi dengan HCl 2N pada volume tertentu, maka pH larutan tersebutakan turun. Pada aquades (blanko), pH nya turun menjadi 1,5 (dengan volume HCl 0,95

ml). Kelompok E1, pH larutan menjadi 1,14 (dengan volume HCl 1,35 ml). Kelompok E2,

 pH larutan menjadi 1,13 (dengan volume HCl 1,05 ml). Kelompok E3, pH larutan menjadi

1,17 (dengan volume HCl 1,05 ml). Kelompok E4, pH larutan menjadi 1,17 (dengan

volume HCl 1,2 ml). Kelompok E5, pH larutan menjadi 1,15 (dengan volume HCl 1,4 ml).

Kelompok E6, pH larutan menjadi 1,16 (dengan volume HCl 1,2 ml).

Pada pH 1, gugus amino akan menjadi ion sedangkan gugus karboksilnya tidak 

terdisosiasi. Oleh karena itu, penambahan asam dapat membuat gugus karboksilnya tidak 

terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion (Winarno, 1997). Sehingga semakin

 banyak volume HCl yang digunakan untuk titrasi, maka pH larutan yang dititrasi akan

semakin rendah (semakin mendekati 1). Namun, hal tersebut tidak terbukti pada percobaan

kelompok E5 (volume HCl yang dibutuhkan melebihi volume HCl kelompok E1 yang

 pHnya lebih rendah) dan E2 (volume HCl yang dibutuhkan lebih sedikit dari volume HCl

yang dibutuhkan kelompok lain, padahal pHnya paling rendah). Kesalahan hasil percobaan

ini mungkin disebabkan karena kesalahan dalam melakukan titrasi (saat penetesan),

maupun saat mengukur pH. Protein yang mengandung banyak gugus amino, akan memiliki

 pH isolistrik yang tinggi, sehingga bersifat basa. pH isolistrik adalah pH di mana protein

 berada dalam bentuk  zwitter  ion, sehingga tidak mengadakan migrasi pada medan listrik 

(Damin, 1999).

Bila data–data yang didapat dibuat grafik hubungan antara volume asam (HCl) dengan pH

larutan, maka akan diperoleh kurva yang arahnya ke kanan bawah. Berdasarkan grafik 

tersebut, terlihat bahwa semakin banyak volume HCl yang digunakan untuk titrasi, maka

 pH larutan yang dititrasi akan semakin rendah. Menurut Winarno (1997), semakin rendah

 pH, maka semakin banyak gugus amino yang menjadi ion. Dari grafik tersebut juga tampak 

 bahwa semua larutan bahan pada semua kelompok, grafik garisnya berada di sebelah kanan

garis larutan blanko (garis bewarna biru). Ini disebabkan karena pada larutan blanko

(aquades), tidak mengandung protein, sehingga tidak terdapat asam amino. Dengan

Page 26: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 26/32

 

26

demikian, volume HCl yang digunakan untuk membuat aquades menjadi asam juga paling

sedikit, yaitu 0,95 ml.

 4.5. Penentuan Gugus Karboksil dari Asam Amino

Penentuan gugus karboksil pada percobaan ini dilakukan dengan cara menitrasi larutan

sampel yang mengandung protein dengan NaOH 2N. Sebelum dititrasi, larutan sampel

diencerkan dulu dengan aquades agar sampel tidak terlalu pekat konsentrasinya. Aquades

digunakan sebagai pelarut karena aquades merupakan pelarut murni yang bersifat netral.

Pada percobaan ini, juga dibuat larutan kontrol yaitu menggunakan aquades.

Dari hasil percobaan, saat belum dilakukan titrasi, pH aquades (blanko) adalah 6,83. Pada

kelompok E1, pH awal tempe rebus adalah 6,59. Pada kelompok E2, pH awal tempe

mentah adalah 6,40. Pada kelompok E3, pH awal tempe gembus rebus adalah 7,00. Pada

kelompok E4, pH awal tempe gembus mentah adalah 4,98. Pada kelompok E5, pH awal

tahu putih mentah adalah 5,15. Pada kelompok E6, pH awal tahu putih mentah adalah 5,31.

Setelah dilakukan titrasi dengan NaOH 2N pada volume tertentu, maka pH larutan tersebut

akan naik. Pada aquades (blanko), pH nya naik menjadi 12,00 (dengan volume NaOH 0,15

ml). Kelompok E1, pH larutan menjadi 12,00 (dengan volume NaOH 0,4 ml). Kelompok 

E2, pH larutan menjadi 12,02 (dengan volume NaOH 0,3 ml). Kelompok E3, pH larutan

menjadi 12,01 (dengan volume NaOH 0,25 ml). Kelompok E4, pH larutan menjadi 12,00

(dengan volume NaOH 0,3 ml). Kelompok E5, pH larutan menjadi 11,99 (dengan volume

 NaOH 0,25 ml). Kelompok E6, pH larutan menjadi 12,1 (dengan volume NaOH 0,35 ml).

Pada pH yang tinggi, gugus karboksil akan terdisosiasi sedangkan gugus aminonya tidak 

(Winarno, 1997). Sehingga  semakin banyak volume NaOH yang digunakan untuk titrasi,

maka pH larutan yang dititrasi akan semakin tinggi (semakin mendekati 12). Namun, hal

tersebut tidak sesuai dengan hasil percobaan kelompok E1 (volume NaOH yang

dibutuhkannya paling banyak tetapi pHnya tidak paling tinggi) dan E3 (volume NaOH yang

dibutuhkannya paling sedikit tetapi pHnya tidak paling rendah). Kesalahan hasil percobaan

ini mungkin disebabkan karena kesalahan dalam melakukan titrasi (saat penetesan),

maupun saat mengukur pH. Protein atau asam amino yang mengandung banyak gugus

karboksil memiliki pH isoelektrik yang rendah, sehingga bersifat asam (Damin, 1999).

Page 27: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 27/32

 

27

Bila data–data yang didapat dibuat grafik hubungan antara volume basa (NaOH) dengan pH

larutan, maka akan diperoleh garis lurus yang arahnya ke kanan atas. Berdasarkan grafik 

tersebut, terlihat bahwa semakin banyak volume NaOH yang digunakan untuk titrasi, maka

 pH larutan yang dititrasi akan semakin tinggi. Karena menurut Winarno (1997), semakintinggi pH maka semakin banyak gugus karboksil yang menjadi ion. Dari grafik tersebut

 juga tampak bahwa semua larutan bahan pada semua kelompok, grafik garisnya berada di

sebelah bawah garis larutan blanko (garis bewarna biru). Ini disebabkan karena pada larutan

 blanko (aquades), tidak mengandung protein, sehingga tidak terdapat asam amino. Dengan

demikian, volume NaOH yang digunakan untuk membuat aquades menjadi basa juga

 paling sedikit, yaitu 0,15 ml.

4.6. Perubahan oleh Pengaruh Perlakuan Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini sebenarnya hanya 3, yaitu tempe, tempe gembus,

dan tahu putih. Namun, bahan tersebut diberi perlakuan yang berbeda, yaitu direbus dan

tidak direbus (mentah). Karena struktur protein yang kompleks (berat molekulnya

mencapai angka jutaan), maka protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisis

ataupun aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang dapat menyebabkan perubahan sifat

alamiah protein misalnya panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi

sinar radioaktif (Gaman & Sherrington, 1994). Sebenarnya kandungan protein pada bahan

yang direbus akan lebih rendah daripada bahan yang masih mentah karena adanya pengaruh

  perebusan (panas) yang menyebabkan protein terdenaturasi. Namun, karena percobaan

yang dilakukan pada praktikum ini secara kualitatif (hanya untuk mengetahui ada tidaknya

kandungan protein pada bahan) maka praktikan tidak dapat membuktikan teori tersebut.

Perubahan sifat fisis yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak 

larut) atau pemadatan (Gaman & Sherrington, 1994). Penjendalan tersebut dikarenakan

 protein mengalami denaturasi karena pemanasan. Namun, pada hasil percobaan tidak ada

satu pun bahan yang larutannya menjendal (memadat). Hal ini mungkin dikarenakan waktu

 pemanasan yang relatif singkat dengan suhu yang tidak begitu tinggi, sehingga proteinnya

 belum terdenaturasi. Saat mengalami denaturasi sebenarnya struktur primernya tetap atau

ikatan kovalennya tetap, namun struktur sekunder dan tersiernya yang rusak, yaitu ditandai

dengan rusaknya ikatan disulfida dan ikatan hidrogen pada kedua struktur itu, yang diikuti

dengan menggumpalnya protein dan kehilangan aktivitas biologisnya, namun tidak berubah

Page 28: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 28/32

 

28

ke bentuk asam amino dan tetap dalam bentuk peptida dengan ikatan kovalen antara asam

amino (Winarno, 1997).

Page 29: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 29/32

 

5. KESIMPULAN

• Protein tersusun dari asam-asam amino melalui ikatan peptida.

• Protein dapat terdenaturasi karena adanya panas, asam, basa, logam berat, urea, pH

lingkungan yang ekstrim, dll.

• Uji Biuret digunakan untuk mengetahui ada tidaknya protein dalam bahan pangan.

• Uji Biuret memberi hasil positif dengan adanya cincin ungu.

• Pada uji Biuret, protein dibuat alkali dengan KOH lalu ditambah CuSO4 encer.

• Uji Ninhidrin digunakan untuk menentukan ada tidaknya asam α amino dalam protein.

• Uji Ninhidrin memberi hasil positif oleh warna larutan yang biru. Bila mengandung

 prolina dan hidroksi prolina, larutan akan berwarna kuning.

• Pada uji Ninhidrin, larutan bahan ditambah larutan Ninhidrin dan dipanaskan.

• Uji Xanthoprotein digunakan untuk mengetahui adanya cincin benzena.

• Uji Xanthoprotein dengan larutan asam memberi hasil positif oleh warna larutan atau

endapan kuning, sedangkan dengan larutan basa dinyatakan oleh warna larutan jingga.

• Uji Xanthoprotein spesifik untuk phenilalanin, triptofan, dan tirosin.

• Pada uji Xanthoprotein, larutan bahan ditambah HNO3 pekat dan dipanaskan.

• Semakin tinggi volume asam (HCl) maka pH larutan akan semakin rendah.

• Semakin tinggi volume basa (NaOH) maka pH larutan akan semakin tinggi.

• Penambahan asam membuat gugus karboksil tidak terdisosiasi sedang gugus amino

menjadi ion.

• Penambahan basa membuat gugus karboksil terdisosiasi sedang gugus aminonya tidak.

29

Page 30: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 30/32

 

6. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1983). Kacang Kedelai Protein Nabati Ajaib. SELERA Edisi Maret.

Daintith, J. (1999). Kamus Lengkap Kimia Erlangga. Jakarta.

Damin, S. (1999). Kimia Kedokteran. Penerbit Fakultas Kedokteran Undip. Semarang.

Fieser, L & M. Fieser. (1950). Organic Chemistry 2nd ed. DC Heat Company. New York.

Gaman, P. M & K. B. Sherrington. (1994). Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan

Mikrobiologi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Hein, M ; L. R. Best ; S. Pattison & S. Arena. (1993). College Chemistry an Introduction to

General, Organic, and Biochemistry, 5th ed. Brooks Cole Publishing Company. California.

Kay, D. E. (1979). Food Legumes. Tropical Products Institute. London.

Kuswardani, I. & Nugerahani, I. (1999). Penganekaragaman Produk Olahan Tempe. Zigma.

Lehninger, A.L. (1982). Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.

Martoharsono, S. (1994). Biokimia I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Meyer, L H. (1960). Food Chemistry. Affiliaced East West Press. PVT Ltd. New Delhi.

Robert, M. (1972). Organic Chemistry. Liberty Congres. New York.

Schmidt. (1955). Organic Chemistry, 7th ed. Oliver and Boyd. London.

Sudarmadji, S; B. Haryono & Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.

Liberty. Yogyakarta.

Suhardjo & C. M. Kosbart. (1992). Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Kanisius. Yogyakarta.

Sumardjo, D. (1997). Kimia Kedokteran. Fakultas Kedokteran UNDIP. Semarang.

Terentyev, A & B. Pavlov. (1954). Organic Chemistry. Foreign Languages Publishing

House. Moscow

30

Page 31: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 31/32

 

31

Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 32: Ina'Protein

5/9/2018 Ina'Protein - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/inaprotein 32/32

 

7. LAMPIRAN

7.1. Laporan Sementara

32