implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf ·...

123
iii IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH (Studi Di Desa Kalianyar Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu) SKRIPSI Oleh: UMMU AEMANAH NIM 11210078 JURUSAN Al-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2015

Upload: phungtuong

Post on 07-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

iii

IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM

MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH

(Studi Di Desa Kalianyar Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu)

SKRIPSI

Oleh:

UMMU AEMANAH

NIM 11210078

JURUSAN Al-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2015

Page 2: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

iv

IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM

MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH

(Studi Di Desa Kalianyar Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu)

SKRIPSI

Oleh:

UMMU AEMANAH

NIM 11210078

JURUSAN Al-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2015

Page 3: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

v

HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah membaca dan mengoreksi skripsi saudara Ummu Aemanah, NIM: 11210078,

Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul:

IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM

MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH

(Studi Di Desa Kalianyar Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu)

Maka Pembimbing menyatakan bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat

ilmiah untuk diajukan dan diuji pada Majelis Dewan Penguji.

Malang, 5 Juni 2015

Mengetahui,

Ketua Jurusan

Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah

Dosen Pembimbing,

Dr. Sudirman, MA.

NIP. 19770822 2000501 1 003

Dr. H. Roibin, M.HI.

NIP. 19681218 199903 1 002

Page 4: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

vi

PENGESAHAN SKRIPSI

Dewan Penguji skripsi saudara Ummu Aemanah, NIM 11210078, mahasiswa Jurusan

Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim Malang, dengan judul:

IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM

MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH

(Studi Di Desa Kalianyar Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu)

Telah dinyatakan lulus dengan nilai A (cumlaude)

Dengan penguji:

1.

2.

3.

Erik Sabti Rahmawati,MA.M.Ag

NIP 19751108 200901 2 003

Dr.H. Roibin, M.HI.

NIP 19681218 199903 1 002

Dr. Hj. Mufidah Ch, M.Ag.

NIP 19600910 198903 2 001

(____________________)

Ketua

(____________________)

Sekretaris

(____________________)

Penguji Utama

Malang, 3 Juli 2015

Dekan,

Dr. H. Roibin, M.H.I.

NIP 19681218 199903 1 002

Page 5: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk Ibunda tercinta Nur Baeti, serta ayahanda tercinta

Ali Rosyidi,merekalah sumber inspirasiku, yang tak henti memberikan dukungan

serta doa, untukku anaknya.

Adik-Adiku: Musyfiq Amrullah, Bayu Alfin Niqoirro’yi,

Dan segenap keluarga yang selalu memberi semangat dan doa.

Serta kepada segenap dewan guru, yang tak pernah lelah dalam mendidikku tuk

menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di

akhirat.

Sahabat-sahabati PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Rayon Radikal Al-

Faruq, terima kasih telah mengantarkanku sejauh ini, memberikan penglaman yang

begitu besar bagi saya, dan

Teman-teman DEMA-F (Dewan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Syariah, HMJ

(Himpunan Mahasiswa Jurusan) Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, serta KBMB (Keluarga

Besar Mahasiswa Bidikmisi) UIN Maulana Malik Ibrahin Malang

Jazzakumullah Ahsanal Jaza’

Page 6: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

viii

MOTTO

العادةإذاطردت فإن آطربت فال ا تعبم إنم“Adat kebiasaan diangggap sebagai patokan hukum ketika sudah berlaku

umum, jika menyimpang maka tidak bisa dijadikan sebagai salah satu

patokan hukum”.

Page 7: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

ix

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Demi Allah swt,

Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan.

Penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul:

IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM

MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH

(Studi Di Desa Kalianyar Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu)

benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau

memindahkan data milik orang lain, kecuali yang disebutkan referensinya secara

benar. Jika dikemudian hari terbukti disusun oleh orang lain, ada penjiplakan,

duplikasi, atau memindah data orang lain, baik secara keseluruhan atau sebagian,

maka skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya, batal demi hukum.

Malang, 5 Juni 2015

Peneliti,

Ummu Aemanah

NIM 11210078

Page 8: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

x

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrohim,

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt. Yang mana atas

limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya serta dengan dibekali kesehatan lahir dan

batin, dan dengan izin-Nya lah penulis dapat menyusun sebuah skripsi dengan judul

“IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM MEMBANGUN

KELUARGA SAKINAH" Studi Di Desa Kalianyar Kecamatan Krangkeng Kabupaten

Indramayu. Yang masih jauh dari kesempurnaan dan akan dijadikan persyaratan

untuk memperoleh gelar S. Hi (Sarjana Hukum Islam).

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

besar Muhammad SAW, keluarga serta shahabatnya, yang telah membawa petunjuk

kebenaran bagi seluruh umat manusia yakni Ad-Dinul Islam dan yang sangat kita

harapkan safa’atnya di dunia dan akhirat.

Dengan segala daya dan upaya serta bantuan, bimbingan maupun pengarahan

dan hasil diskusi dari berbagai pihak dalam proses penulisan skripsi ini, maka

dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada

batas kepada:

1. Kedua Orang tuaku mama Ali Rosyidi dan ummi Nurbaeti serta adik-adikku

tercinta yang selalu memberikan dukungan, menjadi sumber semangat dan

inspirasi, serta do’anya yang selalu menyertai di setiap langkahku, puji

syukur menjadi anakmu ummi dan mama, terimakasih atas segalanya, yang

tak dapat ku tuliskan begitu besarnya ungkapan terimakasihku pada kalian

orang tuaku.

2. Dr. H. Roibin, M.H.I, selaku Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, sekaligus Dosen Pembimbing yang

Page 9: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

xi

telah mengarahkan dan membimbing penulis. Terima kasih penulis haturkan

atas waktu, nasehat serta segala kasih sayang yang telah beliau limpahkan

untuk bimbingan, arahan, serta motivasi dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

3. Dr. H. Mujaid kumkelo,SH.MH. selaku dosen wali penulis selama

menempuh kuliah di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim Malang. Terima kasih penulis haturkan kepada beliau yang

telah memberikan bimbingan, saran, serta motivasi selama menempuh

perkuliahan.

4. Dr. Sudirman, M.A, selaku Ketua Jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyyah

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim Malang yang telah menyampaikan pengajaran, mendidik,

membimbing, serta mengamalkan ilmunya dengan ikhlas. Semoga Allah

swt memberikan pahala-Nya sepadan kepada beliau semua.

6. Staf serta karyawan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim Malang, penulis ucapkan terimakasih atas pelayanan dan

bimbingan selama menempuh perkuliahan serta partisipasinya dalam

penyelesaian skripsi ini.

7. Prof. Dr. Mudjia Rahardjo M.Si, selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang.

Page 10: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

xii

8. Kepada sahabat-sahabatku tercinta, Sayonkku Ulfa Cahaya Ninggrum,

Rahmad Candra (SAYANGKU), mbak Nabila dan mbak Susi, terima kasih

atas kasih sayang, motivasi serta pengorbanan yang telah kudapatkan selama

ini dari kalian, terimakasih telah menjadi sahabat baikku selama ini, sahabat

senasib dan seperjuangan, terimakasih telah bersedia berjalan beriringan

bersamaku selama menempuh perkuliahan di kampus ini hingga proses

penyelesaian skripsi berakhir.

Semoga semua apa yang telah saya peroleh selama menempuh perkuliahan di

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini, bisa

bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya bagi saya pribadi. Penulis sebagai

manusia yang tak pernah luput dari salah dan dosa, menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap kritik dan

saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Malang, 5 juni 2015

Penulis,

Ummu Aemanah

NIM 11210078

Page 11: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

xiii

DAFTAR ISI

COVER LUAR .......................................................................................................... i

COVER DALAM ..................................................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................ iii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. v

MOTTO ................................................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................ xi

DAFTAR ISI ........................................................................................................... xv

ABSTRAK ........................................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1

B. Batasan Masalah ............................................................................................... 7

C. Rumusan Masalah ............................................................................................ 7

D. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 8

E. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 8

F. Definisi Operasional ......................................................................................... 9

G. Sistematika Pembahasan ................................................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 12

A. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 12

B. Kerangka Teori ............................................................................................. 16

1. Tradisi Pernikahan Dalam Prespektif Fiqh .............................................. 16

a. Pengertian Adat Istiadat Dalam Ushul Fiqh .......................................... 16

b. Al-‘Urf (Adat Istiadat) .......................................................................... 18

Page 12: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

xiv

c. Pernikahan ........................................................................................... 21

2. Tradisi Pernikahan Adat Jawa ................................................................... 24

a. Syarat-Syarat Pernikahan Adat Jawa .................................................... 24

b. Tradisi Jawa : Pengaruh Dan Kepercayaan ........................................... 27

3. Kebudayaan Sunda .................................................................................... 29

4. Perbandingan Antara Perkawinan Adat Jawa Dan Adat Sunda ................. 31

a. Perkawinan Adat Jawa .......................................................................... 31

b. Perkawinan Adat Sunda ........................................................................ 32

5. Agama Dan Kebudayaan ........................................................................... 36

a. Korelasi Antara Agama Dan Kebudayaan ............................................ 36

b. Ritual Budaya ........................................................................................ 37

6. Sakinah Mawaddah Wa Rahmah .............................................................. 39

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 42

A. Jenis Penelitian .............................................................................................. 42

B. Pendekatan penelitian ..................................................................................... 43

C. Lokasi Penelitian ........................................................................................... 44

D. Jenis dan Sumber Data ................................................................................... 46

E. Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 46

F. Metode Pengolahan Data ................................................................................ 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 51

A. Kondisi Obyek Penelitian .............................................................................. 51

B. Paparan Data Dan Hasil Penelitian ................................................................. 57

1. Tradisi Pernikahan Pokpokjeng dan pandangan tokoh .............................. 57

2. Implikasi Tradisi Pokpokjeng Dalam Membangun Keluarga

Sakinah ....................................................................................................... 84

Page 13: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

xv

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 100

A. Kesimpulan ................................................................................................... 100

B. Saran ............................................................................................................ 101

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 14: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pokpokjeng merupakan tradisi pernikahan yang hanya dilakukan khusus

untuk anak ruju (terakhir), agar hidupnya sejahtera, dilapangkan rizkinya.

Masyarakat Desa Kalianyar tersebut beranggapan bahwa anak ruju (terakhir) itu

biasanya manja, kurang mandiri, masih bergantung pada orang tua, dan nasibnya

berbeda dengan kakak-kakanya.1 Orang tua khawatir akan kehidupan anak

1 Ali Rosyidi, Wawancara (Indramayu,1 Januari 2015).

Page 15: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

2

terakhirnya setelah melangsungkan pernikahan atau dalam menjalankan

kehidupan rumah tangganya. Untuk itu, selain anak ruju, tidak diperkenankan

melaksanakan tradisi pokpokjeng dalam acara pernikahannya.

Bentuk pokpokjeng menyerupai naga, yang berbentuk pikulan, seperti alat

untuk memikul air atau kayu, dan barang-barang yang digantungkan di pikulan

tersebut adalah barang-barang dapur seperti tampo, panci, kodek dan barang-

barang dapur lainnya. Dan dilengkapi dengan kemenyan, serta sesajen. Sedangkan

untuk prosesinya, setelah akad pemimpin ritual pokpokjeng membacakan kidung

atau doa-doa yang dikhususkan untuk arwah leluhur beserta kedua mempelai,

Kemudian pokpokjengpun di arak keliling rumah mempelai beserta pengantin dan

tamu undangan atau masyarakat sekitar yang mengikuti ritual tersebut sebanyak

tujuh kali putaran.

Selain itu tradisi ini juga terdapat ajaran-ajaran dan perintah-perintah yang

tertuang dalam al-qur’an dan al hadis, tidak sedikit diantara mereka yang

menganggap tradisi pokpokjeng itu sebagai praktek al-quran. Sementara

masyarakat abangan menganggap teradisi tersebut sebagai doktrin yang sakral.

Bahkan siapa yang tidak melaksanakan tradisi ini mereka akan tertimpa musibah.

Legitimasi-legitimasi kasus untuk mengungkapkan pandangan dan paradigma

mereka dengan fenomena yang terjadi, misalkan adanya musibah dalam keluarga

yang memiliki anak terakhir yang tidak melaksanakan tradsi ini dianggapnya

menjadi salah satu contoh kasus yang menentang proses tradisi tersebut.

Sementara itu tidak jarang masyarakat yang beranggapan bahwa tradisi ini

tidak sesuai dengan ajaran islam. Lebih dari itu dianggap sangat bertentangan

Page 16: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

3

dengan ajaran islam, karena ketika pengetahuan masyarakat tidak memadai maka

dengan sangat mudah masyarakat terbawa dengan kesalah fahaman dalam

memahami tradisi. Tradisi dianggap sebagai salah satu ajaran dan ritual yang

wajib untuk dilaksanakan, dan ketika masyarakat itu terlalu kuat dengan

pemahaman tersebut, maka masyarakat tidak akan percaya dengan kuasa allah,

namun terlalu percaya dengan tradisi tersebut. Kuatnya kepercayaan terhadap

tradisi inilah muncul anggapan masyarakat tentang tradisi tersebut bahwa mereka

terjebak pada kesyirikan.

Sementara islamlah yang membawa dan menjalankan tradisi baru dan

ajaran-ajarannya, dan islam juga yang menyapa pada persoalan-persoalan tradsi

itu. Islam menganggap bahwa tradisi, banyak memiliki kemiripan-kemiripan

makna universal. Pesan-pesan positif, pesan-pesan positif yang terkandung di

dalam tradisi itu secara substantif berisikan ajaran-ajaran islam yang sudah

diterjemahkan oleh para pengembang agama di masyarakat.2 Karena itu para da‟i

yang mencoba untuk mensosialisasikan ajaran islam yang berpijak pada kearifan

lokal membuat implementasi islam menjadi sangat plural dan sangat argumentatif.

Setidaknya secara singkat dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa tipologi

masyarakat yang berbeda cara pandangnya terhadap tradisi pokopokjeng. Namun

demikian tradisi ini tetap kukuh dan berkembang dinamis dimasyarakat

dikarenakan agar anak ruju (terakhir) yang melaksanakan pernikahan pokpokjeng

tersebut mendapatkan barokah dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya.

Mudah dalam mencari rizki dan keluarga yang akan dibina kelak menjadi

2 Ali Rosyidi, Wawancara (Indramayu,1 Januari 2015).

Page 17: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

4

keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Dengan anggapan demikian maka

adanya implikasi yang kuat terhadap tradisi pernikahan pokpokjeng yang

dilakukan khusus untuk anak terakhir sehingga pernikahan seperti ini harus tetap

dilaksanakan dan tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat Desa Kalianyar, Kec.

Krangkeng, Kab. Indramayu.

Inilah fenomena luar biasa yang menjadi masalah (problematik) dan cukup

menarik, sehingga pantas dijadikan sebagai bahan kajian ilmiah.

Di desa kalianyar kabupaten indramayu, yang masyarakatnya mayoritas

beragama islam sampai saat ini masih melestarikan tradisi pokpokjeng, yang

memiliki fungsi diantaranya yaitu :

1. Untuk mencirikan bahwa mempelai perempuan atau laki-laki adalah

anak ruju (terakhir).

2. Untuk menghindarkan dari malapetaka/bahaya yang menimpa terhadap

kehidupan rumah tangganya kelak.

3. Untuk menarik simpati atau mengumpulkan seluruh keluarga, sanak

saudara.

4. Sebagai upacara penutupan dalam menjalankan tradisi pernikahan

sebelum melepaskan anak rujunya (terakhir).3

Anak ruju adalah anak terakhir dalam sebuah keluarga. Seorang anak bisa

dikatakan sebagai anak ruju apabila anak tersebut benar-benar sebagai anak

terakhir dalam sebuah keluarga. Misalnya dalam keluarga memiliki tiga orang

3 Kadio, Wawancara (Indramayu,1 Januari 2015).

Page 18: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

5

anak kemudian anak yang ke tiga meninggal dunia, maka anak yang kedua tetap

tidak bisa disebut sebagai anak ruju maka dia tidak berkewajiban untuk

melakukan tradisi pokpokjeng. Istilah pokpokjeng adalah sebuah istilah yang

diberikan oleh orang tua zaman dahulu untuk keberlangsungan perkawinan anak

ruju (terakhir) dalam keluarga.

Masyarakat Jawa sangat kental dengan masalah tradisi dan budaya. Di

antara faktor penyebab tradisi dan budaya Jawa hingga akhir-akhir ini masih

mendominasi tradisi dan budaya nasional di Indonesia adalah begitu banyaknya

orang Jawa yang menjadi elite negara yang berperan dalam percaturan kenegaraan

di Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan maupun sesudahnya. Nama-nama

Jawa juga sangat akrab di telinga bangsa Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa

tradisi dan budaya Jawa cukup memberi warna dalam berbagai permasalahan

bangsa dan negara di Indonesia.4 Dan sudah menjadi hal yang wajar di Indonesia

setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing sebagai mekanisme dalam

perlaksanaan upacara pernikahan.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa Indonesia memiliki beragam suku

dan kebudayaan, jadi tidak heran apabila kita sering melihat upacara-upacara

pernikahan adat yang sangat unik. Upacara pernikahan adalah termasuk upacara

adat yang harus di jaga, karena dari situlah akan tercermin jati diri kita, bersatunya

sebuah keluarga bisa mencerminkan bersatunya sebuah negara.

Sedangkan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumh

4 Marzuki,”Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa Dalam Perspektif Islam,” Kajian Masalah

Pendidikan dan Ilmu Sosial,32 (juli,2012), h.1.

Page 19: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

6

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh

karena itu pengertian perkawinan dalam ajaran agama islam mempunyai nilai

ibadah, sehingga pasal 2 kompilasi hukum islam menegaskan bahwa perkawinan

adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidhan) untuk menaati perintah allah,

dan melaksanakannya merupakan ibadah5 seperti dalam firman allah SWT:

تنا ق رة أعي واجعلنا للمتقي إ ماما والذين ي قولون رب نا هب لنا من أزواجنا وذري

“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah

kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai

penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang

yang bertakwa”.6

Pada pemaparan peneliti terdahulu oleh Usman Alfarisi (2012), mahasiswa

Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, dengan judul "Tradisi

Palang Pintu Sebagai Syarat Keberlanjutan Akad Pernikahan ” (Studi Masyarakat

Betawi Di Setu Babakan Jakarta Selatan), menjelaskan tentang tradisi palang

pintu yang merupakan salah satu bentuk upacara ritual khusus yang dilakukan

oleh masyarakat Betawi dalam pernikahannya sebagai syarat keberlanjutan akad

pernikahan, yaitu dengan melakukan perkelahian dan mencantumkan lagu atau

irama sike, mempelai pria harus bisa mengalahkan penjaga dari mempelai wanita

pada saat prosesi seserahan.

Dan dalam penelitiannya ia membagi tinjauan hukumnya menjadi dua

fase, yaitu fase masa dimana palang pintu masih belum mengalami perubahan

5 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.7

6 QS. Al-Furqaan (25): 74.

Page 20: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

7

yaitu kurang lebih sebelum tahun 70 yang hasilnya tradisi tersebut bertentangan

dengan ayat dan hadis maka tradisi tersebut belum dapat diterima. Dan fase

dimana tradisi palang pintu sudah mulai bersentuhan dengan perkembangan

zaman dan hukum islam sehingga terdapat perubahan di beberapa titik dan tradisi

ini dianggap memenuhi kriteria maslahah sehingga dengan begitu tradisi palang

pintu dapat diterima sebagai „urf dan bisa disebut maslahah.

Dari pemaparan-pemaparan diatas, penulis tertarik untuk meneliti atau

membahas tentang implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam membangun

keluarga sakinah di indramayu. Namun penelitian ini hanya menjadikan Desa

Kalianyar Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu sebagai lokasi penelitian

adat tersebut, karena adat yang terjadi di Kabupaten Indramayu juga berbeda-beda

dan sangat beragam.

B. BATASAN MASALAH

Agar kajian masalah tidak melebar, dan lebih memfokuskan pada

permasalahan, maka penelitian ini dibatasi hanya pada seputar implikasi tradisi

pernikahan pokpokjeng dalam membangun keluarga sakinah di Desa Kalianyar

Kec. Krangkeng Kab. Indramayu saja.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti dapat memaparkan rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan tokoh masyarakat Desa Kalianyar Kec. Krangkeng

Kab. Indramayu terhadap tradisi pernikahan pokpokjeng kaitannya dengan

hukum islam?

Page 21: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

8

2. Bagaimana implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam membangun

keluarga sakinah di Desa Kalianyar Kec. Krangkeng Kab. Indramayu ?

D. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum studi ini bertujuan untuk mengetahui implikasi tradisi

pernikahan pokpokjeng dalam membangun keluarga sakinah di Desa Kalianyar

Kec. Krangkeng Kab. Indramayu. Namun untuk lebih spesifiknya tujuan tersebut

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Mengetahui pandangan tokoh masyarakat Desa Kalianyar Kec. krangkeng

Kab. Indramayu, terhadap tradisi pernikahan pokpokjeng kaitannya

dengan hukum islam?

2. Mengetahui implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam membangun

keluarga sakinah di Desa Kalianyar Kec. Krangkeng Kab. Indramayu ?

E. MANFAAT PENELITIAN

Setelah diketahui adanya permasalahan dan latar belakang masalah, maka

dibutuhkan penelitian yang memberikan manfaat, dintaranya yaitu :

1. Manfaat Teoritis :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan dalam menyikapi realita yang ada di

masyarakat. Dan juga dapat menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya

demi pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan ajaran Islam sebagai

fenomena dan realita sosial

Page 22: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

9

2. Manfaat Praktis :

penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat

tentang implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam membangun

keluarga sakinah di Desa Kalianyar Kec. Krangkeng Kab. Indramayu. Dan

juga sebagai bahan atau referensi dalam menyikapi hal-hal di masyarakat

terhadap realitas kultur yang sesuai dengan ajaran Islam.

F. DEFINISI OPERASIONAL

1. Tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang

masih dijalankan di masyarakat. Tradisi adalah kreasi manusia yang

bersifat profan (duniawi). Sebagai kreasi manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, budaya juga memiliki nilai-nilai positif yang bisa

dipertahankan bagi kebaikan manusia, baik secara personal maupun

sosial.7

2. Nikah adalah suatu akad yang menyebabkan bolehnya pasangan suami

istri saling menikmati satu sama lain menurut cara yang dibenarkan

syariat.8

3. Pokpokjeng adalah tradisi pernikahan yang khusus untuk anak ruju

(terakhir) sebagai tanda penutupan sebuah acara yang di selenggarakan

oleh keluarga dalam menikahkan anak ruju (terakhir).

4. Ruju adalah anak yang dilahirkan dengan urutan terakhir

7 Masyhudi Muchtar Dan A. Rubaidi (Eds), Aswaja An-Nahdliyah:Ajaran Ahlussunnah Wa Al-

Jama'ah Yang Berlaku Di Kalangan Nahdlatul Ulama (Surabaya: Kalista, 2004), h. 33. 8 Fahd Bin Abdul Karim Bin Rasyid As-Sanidy, Indahnya Nikah Sambil Kuliah (Jakarta: Cendekia

Sentra Muslim,2005), h. 30.

Page 23: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

10

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Untuk memudahkan pemahaman dalam penulisan skripsi ini,maka penulis

membagi menjadi lima bab yang susuna operasionalnya berdasarkan sistematika

pembahasan sebagai berikut :

Bab I, berisikan pendahuluan yang memaparkan tentang latar belakang

berupa landasan pemikiran dari penelitian ini, identifikasi masalah ialah

mengemukakan beberapa masalah yang mungkin timbul dari tema penelitian,

batasan masalah yang akan lebih memfokuskan pada permasalahan yang ada,

rumusan masalah sebagai acuan peneliti dalam menguraikan suatu permasalahan,

maksud dan tujuan suatu penelitian serta manfaatnya dalam melakukan penelitian

tersebut, definisi operasional untuk lebih memudahkan pemahaman dalam

pembahasan penelitian ini, dan yang akan disusun dengan sistematika penulisan

yang baik. Dengan memahami bab ini maka akan terlihat jelas gambaran penelian

yang akan dilakukan oleh peneliti.

Bab II, berisi tentang kajian teoritis atau tinjauan pustaka, dalam hal ini

meliputi pengertian tradisi, pengertian pernikahan, syarat dan rukun pernikahan,

karena judul ini menyangkut tradisi pernikahan, selain itu peneliti juga

memasukan pengertian adat istiadat dalam ushul fiqh, pernikahan adat jawa,

agama dan kebudayaan, dan juga „urf. Penyajian bab II ini bermaksud untuk

memberikan penjelasan secara teoritik terhadap permasalahan yang ada.

Bab III, tentang metode penelitian, yang meliputi jenis penelitian yang

menjelaskan tentang jenis penelian apa yang akan diteliti, pendekatan penelitian

yang disesuaikan dengan jenis penelitian, jenis data yaitu mengambil jenis data

Page 24: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

11

apa saja yang diambil untuk penelitian dalam kasus diatas, metode pengumpulan

data merupakan cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan data tersebut secara

valid yang bisa dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan lain sebagainya,

metode pengolahan dan teknik analisis data dimana data-data tersebut dikelolah

disusun secara sistematik sehingga menjadi sebuah informsi yang bermanfaat,

bagian metode penelitian ini sangatlah penting karena hasil penelitian itu

tergantung pada metode penelitian yang akan digunakan.

Bab IV, tentang hasil penelitian dan pembahasan yang berisikan tentang

paparan data, yang merupakan jawaban dari rumusan masalah, analisis data yang

berisi tentang implikasi tradisi pokpokjeng dalam membangun keluarga sakinah

dan kaitannya dengan hukum islam, pendapat-pendapat sesepuh desa, perangkat

desa, masyarakat mengenai tradisi pokpokjeng di Desa Kalianyar, Kecamatan

Krangkeng Kabupaten Indramayu.

Bab V, yaitu penutup, yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

Menyimpulkan hal-hal yang telah diuraikan dalam bab-bab di atas dan diakhiri

dengan saran-saran yang sekiranya dapat menambah dan membangun wawasan

baru mengenai tradisi perkawinan pokpokjeng.

Page 25: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENELITIAN TERDAHULU

1. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Usman Alfarisi (2012)1, dengan

judul "Tradisi Palang Pintu Sebagai Syarat Keberlanjutan Akad

Pernikahan” (Studi Masyarakat Betawi Di Setu Babakan Jakarta Selatan).

Yang menjelaskan tentang tradisi palang pintu yang merupakan salah satu

bentuk upacara ritual khusus yang dilakukan oleh masyarakat betawi

dalam pernikahannya sebagai syarat keberlanjutan akad pernikahan. Yaitu

1 Usman Alfarisi, Tradisi Palang Pintu Sebagai Syarat Keberlanjutan Akad Pernikahan (Malang :

Uin Malang,2012).

Page 26: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

2

dengan melakukan perkelahian dan mencantumkan lagu atau irama sike,

mempelai pria harus bisa mengalahkan penjaga dari mempelai wanita pada

pada saat prosesi seserahan.

Dan dalam penelitiannya ia membagi tinjauan hukumnya menjadi

dua fase yaitu fase masa dimana palang pintu masih belum mengalami

perubahan yaitu kurang lebih sebelum tahun 70 yang hasilnya tradisi

tersebut bertentangan dengan ayat dan hadis maka tradisi tersebut belum

dapat diterima. Dan fase dimana tradisi palang pintu sudah mulai

bersentuhan dengan perkembangan zaman dan hukum islam sehingga

terdapat perubahan di beberapa titik dan tradisi ini dianggap memenuhi

kriteria maslahah sehingga dengan begitu tradisi palang pintu dapat

diterima sebagai urf dan bisa disebut maslahah.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan dengan jenis penelitian

sosiologis atau empiris yaitu mengamati langsung apa yang terjadi dalam

masyarakat atau studi kasus (case study).

2. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Hardianto Ritonga (2011)2, dengan

judul "Perkawinan Adat Batak Di Daerah Padang Sidipuan Sumatra

Utara” (Kajian Fenomenologis). Menjelaskan tentang larangan menikah

semarga karena dianggap adanya keyakinan dan rasa takut akan

meledaknya roh para leluhur, karena dalam keyakinan masyarakat batak

semarga berarti saudara satu perut maka nikah semarga itu dilarang.

2 Hardianto Ritonga, Perkawinan Adat Batak Di Daerah Padang Sidipuan Sumatra Utara (Malang

: Uin Malang, 2011).

Page 27: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

3

Dan hasil penelitiannya yaitu untuk menghindari pernikahan

semarga atau antar anggota keluarga dengan menimbang nasehat maka

larangan pernikahan semarga ini dapat dijadikan hukum dan tidak

bertentangan dengan alquran. Dalam hukum islam larangan perkawinan

semarga tidak dijelaskan secara spesifik dalam alqur‟an, hadits atau

undang-undang yang berlaku. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

perkawinan semarga tidak ada larangan dalam hukum agama.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan dengan jenis penelitian

lapangan dengan paradigma interpretative fenomenologis. Penelitian ini

menjelaskan tentang perkawinan adat batak di daerah padang sidipuan

sumatra utara dan larangan menikah satu marga karena semarga dianggap

saudara satu perut, maka nikah semarga itu dilarang.

3. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Atik Hamidah ( 2011)3, dengan

judul "Implementasi Keluarga Sakinah Dikalangan Keluarga Yang

Terkena Sanksi Adat” (Kasus Di Bojoasri Kalitengah Kab. Lamongan).

Yang menjelaskan tentang bagaimana keluarga yang terkena sanksi adat

dalam membangun keluarganya menjadi keluarga yang tetap harmonis

meskipun ia mendapatkan sanksi adat.

Dan hasil penelitiannya yaitu upaya-upaya untuk mewujudkan

keluarga sakinah yang dilakukan oleh keluarga pihak yang terkena sanksi

adat karena melakukan pelanggaran yaitu dengan mengupayakan antra

3 Atik Hamidah, Implementasi Keluarga Sakinah Dikalangan Keluarga Yang Terkena Sanksi Adat

(Malang : Uin Malang,2011).

Page 28: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

4

suami atau istri harus saling menyayangi dan mencintai, mendukung

pekerjaan masing-masing saling memberi semangat, menerima dan

mensyukuri berapapun yang diberikan suami, meningkatkan sikap dan

tingkah laku islami seperti melaksanakan sholat berjama‟ah dll.

Sedangkan pemberlakuan sanksi adat diantaranya yaitu apabila

tidak hadir dalam musyawarah adat, kerja bakti, dan perjanjian judi,

pencurian dan pacaran. Dan sanksinya yaitu membayar pedel (batu putih)

sebanyak satu rit (satu truk besar yang menggunakan ban dobel) yang

digunakan sebagai perbaikan jalan.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan jenis penelitia hukum empiris dengan pendekatan

fenomenologis dan menggunakan jenis data kualitatif. Penelitian ini

menjelaskan tentang implementasi atau penerapan dari konsep keluarga

sakinah dan masyarakat yang mendapatkan sanksi adat mempunyai

beragam cara dalam membangun keluarga sakinah.

Dari beberapa penelitian terdahulu di atas, dapat diketahui bahwa

penelitian implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam membangun keluarga

sakinah di Desa Kalianyar Kec. Krangkeng Kab. Indramayu belum pernah diteliti,

karena objek penelitian, fokus kajian penelitiannya itu berbeda dengan penelitian

yang telah dilakukan dalam penelitian terdahulu.

Page 29: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

5

B. KERANGKA TEORI

1. TRADISI PERNIKAHAN DALAM PRESPEKTIF FIQH

a. Pengertian Adat Istiadat Dalam Ushul Fiqh

Adat istiadat atau adat terbentuk dari mashdar al-Aud dan al-mu’awadah

yang artinya adalah “pengulangan kembali”. Adat istiadat juga dikenal dengan

istilah ‘urf. Istilah ini sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yaitu عرف yang bearti

sesuatu yag diketahui.4 Secara umum, pengertian adat adalah sebagai berikut:

الن اس عليو على حكم املعقول وعادواإليو مر ة بعداخرى دة مااستمر العا “Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus-menerus

dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara

kontinu manusia mau mengulangya”.

Sedangkan dalam istilah ushul fiqh, pengertian adat istiadat (urf) adalah:

ماتعارفو الن اس وأسارواعليو من قول أوترك ويسم العادة“Sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan mereka

menjadikannya sebagai tradisi,baik berupa perkataaan, perbuatan

ataupun sikap meninggalkan sesuatu „urf disebut juga adat istiadat”.

Dalam buku Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan: Pelaksanaaan

Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak, 1901-1942(1991), Amir Luthfi

menuliskan bahwa urf adalah sesuatu yang dibiasakan oleh rakyat umum atau

golongan masyarakat. Sedangkan seorang pemikir islam, Abu Sinnah,

4 Abdul Waid, Kmpulan Kaidah Ushul Fiqh (Jogjakarta: Ircisod,2014), h. 150.

Page 30: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

6

mengartikan bahawa urf adalah sebagai sesuatu yang tetap dalam diri manusia

(membudaya) sesuai dengan akal pikiran dan dapat diterima oleh tabiat yang

sehat.

Menurut para ulama ushul fiqh, urf adalah kebiasaan mayoritas umat atau

masyarakat da muncul dari sebuah hasil pemikiran. Misalnya, menetukan ukuran

tertentu dalam transaksi pejualan sebuah makanan, kebiasaan orang-orang masa

kini berbelanja ke swalayan, kebiasaan membeli buah-buahan yang masih ada di

pohonnya, dan lain sebagainya.

Seorang imam ahli ushul fiqh berasal dari Jordan, Mustafa Ahmad

Azzarqo, mengatakan bahwa urf berlaku pada kebanyak orang didaerah tertentu,

bukan pada pribadi atau kelompok-kelompok tertent, urf lahir dari hasil pemikiran

dan pengalaman manusia.

Dari pengertian-pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa urf

dan adat perara yang memiliki makna sama dan substansi yang sama pula. Atas

dasar itu, hukum yang merujuk kepada adat istiadat yang berlaku di masyarakat

ialah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu sisi memiliki sangsi

(hukuman). Oleh sebab itulah, ia sebagai norma hukum yang berlku dan

mengikat. Namun, di sisi lain, dalam keadaan tidak dikodifikasikan, ia hanya

berfungsi sebagai tradisi dan kebiasaan semata.5

5 Abdul Waid, Kmpulan Kaidah Ushul Fiqh (Jogjakarta: Ircisod,2014), h.152.

Page 31: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

7

Hal tersebut sesuai dengan kaidah berikut:

العادةإذاطردت فإن آطربت فال ا تعب إن “Adat kebiasaan diangggap sebagai patokan hukum ketika sudah

berlaku umum, jika menyimpang maka tidak bisa dijadikan sebagai

salah satu patokan hukum”.

b. Al-‘Urf (Adat Istiadat)

1. Definisi Al-‘Urf

Al-‘Urf (adat istiadat) yaitu sesuatu yang sudah diyakini mayoritas orang,

baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam

dalam jiwa dan diterima oleh akal mereka.6

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

a. Adat harus berbentuk dari sebuah perbuatan yang sering dilakukan orang

banyak dengan berbagai latar belakang dan golongan secara terus menerus,

dan dengan kebiasaan ini, ia menjadi sebuah tradisi dan diterima oleh akal

pikiran mereka. Dengan kata lain, kebiasaan tersebut merupakan adat

kolektif dan lebih khusus dari hanya sekedar adat biasa karena adat dapat

berupa adat individu atau adat kolektif.

b. Adat berbeda dengan ijma‟. Adat kebiasaan lahir dari sebuah kebiasaan

yang lahir dari sebuah kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang yang

terdiri dari berbagai statussosial, sedangkan ijma‟ harus lahir dari

kesepakatan para ulama mujtahid secara khusus dan bukan orang awam.

6 Dr.Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 167.

Page 32: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

8

Dikarenakan adat istiadat bebeda dengan ijma‟ maka legalitas adat terbatas

pada orang-orang yang memang sudah terbiasa dengan hal itu, dan tidak

mnyebar kepada orang lain yang tidak pernah melakukan hal tersebut, baik

yang hidup satu zaman dengan mereka atau tidak. Adapun ijma‟ menjadi

hujjah kepada semua orang dengan berbagai golongan yang ada pada

zaman itu atau sesudahnya sampai hari ini.

c. Adat terbagi menjadi dua kategori; ucpan dan perbuatan. Adat berupa

ucapan misalnya adalah penggunaan kata walad hanya untuk anak laki-laki,

padahal secara bahasa mencakup anak laki-laki dan perempuan dan inilah

bahasa yang digunakan Alquran, “Allah mensyari’atkan bagimu tentang

anak-anakmu. Yaitu: Bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua

anak perempuan.” (QS. An-Nisa (4) : 11). Sedangkan adat yang berupa

perbuatan adalah setiap perbuatan yang sudah biasa dilakukan orang,

seperti dalam hal jual beli, mereka cukup dengan cara mu‟athah (take and

give) tanpa ada ucapan, juga kebiasaan orang mendahulukan sebagian

mahar dan menunda sisanya sampai waktu yang disepakati.

2. Syarat Al-‘Urf

Mereka yang mengatakan al-‘urf adalah hujjah, memberikan syarat-syarat

tertentu dalam menggunakan al-‘urf sebagai sumber hukum, diantaranya sebagai

berikut.7

7 Dr.Rasyad Hasan Khalil, Tarikh, h. 170

Page 33: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

9

a. Tidak bertentangan dengan Alquran atau sunnah. Jika bertentangan,

seperti kebiasaaan orang minum khamr, riba, berjudi, dan jual beli gharar

(ada penipuan) dan yang lainnya maka tidak boleh diterapkan.

b. Adat kebiasaan tersebut sudah menjadi tradisi dalam setiap muamalat

mereka, atau pda sebagian besarnya. Jika hanya dilakukan dalam tempo

tertentu atau hanya beberapa individu maka hal itu tidak dapat dijadikan

sumber hukum.

c. Tidak ada kesepakan sebelumnya tentang penentangan terhadap adat

tersebut. Jika adat suatu negeri mendahulukan sebagian mahar dan

menunda sebagiannya, namun kedua calon suami istri sepakat untuk

membayarnya secara tunai lalu keduanya berselisih pendapat, maka yang

menjadi patokan adalah apa yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak,

karena tidak ada arti bagi sebuah adat kebiasaan yang sudah didahului

oleh sebuah kesepakatan untuk menentangnya.

d. Adat istiadat tersebut masih dilakukan oleh orang ketika kejadian itu

beerlangsung. Adat lama yang sudah ditinggalkan orang sebelum

permasalahan muncul tidak dapat digunakan, sama seperti adat yang baru

lahir setelah permasalahannya muncul.8

3. Objek Al-‘Urf

Adat sebagai sebuah dalil syariat merupakan salah satu bentuk pendapat

pribadi yang beragam. Oleh sebab itu, ia tidak boleh digunakan dalam beberapa

hal yang memang tidak ada ruang bagi akal didalamnya, seperti masalah ibadah,

8 Dr.Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 169.

Page 34: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

10

qishash, dan hudud. Dan setiap yang dapat dimasuki logika maka boleh

menggunakan adat istiadat dengan tetap memperhatikan syarat-syarat yang sudah

diterapkan sebelumnya.9

c. Pernikahan

Istilah pernikahan menurut islam disebut nikah atau ziwaj‟. Kedua istilah

ini dilihat dari arti katanya dalam bahasa indonesia ada perbedaan, sebab kata

„Nikah‟ berarti hubungan seks antara suami-istri, sedangkan ziwaj‟ berarti

kesepakatan antara seorang pria dan seorang wanita yang mengikatkan diri dalam

hubungan suami-istri untuk mencapai tujuan hidup dalam melaksanakan ibadat

kebaktian kepada allah. Karena itu sebelum melangsungkan perkawinan bagi

suami-istri benar-benar bersedia melanjutkan hidup sebagai pelaksana perintah

allah yang dicantumkan dalam al-quran. Dan menurut bentuknya islam

mewujudkan susunan keluarga sebagai suami-istri yang diridhoi allah melalui

ikatan perjanjian (aqad) bernilai kesucian/sakral rohaniah dan jasmaniah.

Pengertian ini identik dengan hukum nasional yang dicantumkan dalam

pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dengan menyatakan bahwa

:”perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan ketuhnan yang maha esa.10

Oleh karena itu

pengertian perkawinan dalam ajaran agama islam mempunyai nilai ibadah,

sehingga pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah

9 Dr.Rasyad Hasan Khalil, Tarikh, h. 170

10 R Abdul Djamali, Hukum Islam (Bandung: Mandr Maju,2002), h.78.

Page 35: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

11

akad yang sangat kuat (mitsqan ghalidhan) untuk menaati perintah allah,dan

melaksanakannya merupakan ibadah.11

Perkawinan sebagaimana dinyatakan dalam al-quran,merupakan bukti dari

kemahabijaksanaan Allah Swt. dalam mengatur makhluknya.Firman allah:

وال ن ثى الذكر الزوجين خلق وأنو

Dan bahwasanya dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan

wanita”.12

Dan firman allah yang lain ditegaskan :

ك م منن لك م خلق أن آيتنون ومنن ها لنتسك ن وا أزواجا أن ف سن نك م وجعل إنلي ذلنك فن إنن ورحة مودة ب ي ي ت فكر ون لنقوم ليت

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung

dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa

kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-

benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.13

Sedangkan tujuan perkawinan menurut islam adalah tersalurnya naluri

seks kedua insan yang berlainan jenis secara sah (QS Ali „imran: 14), sehingga

keduanya dapat melanjutkan keturunan, berdasarkan petunjuk allah:

تننا ق رة أعي واجعلنا لنلم تقني إن نا وذ ر ني ن أزواجن ماما والذنين ي ق ول ون رب نا ىب لنا من

“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah

kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai

11

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.7. 12

QS. An-Najm (53) : 45 13

QS. Ar-Ruum (30) : 21

Page 36: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

12

penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang

yang bertakwa”.14

Berdasarkan rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu

perkawinan dijumpai adanya berbagai aspek, baik secara hukum, sosial, maupun

agama.

Adapun rukun dan syarat nikahnya yaitu :

a. Rukun Nikah :

1. calon suami

2. calon istri

3. wali

4. saksi

5. ijab qabul

b. syarat Nikah :

1. persyaratan yang berhubungan dengan kedua calon mempelai

- keduanya memiliki identitas dan keberadaan yang jelas.

- Keduanya beragama islam.

- Keduanya tidak dilarang melangsungkan perkawinan.

- Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk

melaksanakan perkawinan.

- Unsur Kafa‟ah (kesamaan) antara kedua pihak.

- Persetujuan dari kedua belah pihak.

2. Syarat wali dan saksi

14

QS. Al-Furqaan (25): 74.

Page 37: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

13

Keberadaan wali dan saksi dalam pernikahan merupakan suatu keharusan.

Akad pernikahan tidak sah tanpa wali dan saksi.

3. Syarat Mahar (maskawin)

Mahar adalah hak mutlak (calon) mempelai wanita dan kewajiban

mempelai pria untuk memberikannya sebelum akad nikah dilangsungkan.

Bentuknya bermacam-macam. Pelaksanaanya dapat dilakukan secara tunai dan

boleh pula secara utang. Mahar merupakan lambang penghalalan hubungan suami

istri dan lambang tanggung jawab mempelai pria terhadap mempelai wanita,yang

kemudian menjadi istrinya,firman allah:

لة صد قاتننن الن نساء وآت وا نو شيء عن لك م طنب فإنن نن مرنيئا ىننيئا فك ل وه ن فسا من

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan

senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai

makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.15

2. TRADISI PERNIKAHAN ADAT JAWA

a. Syarat-Syarat Pernikahan Adat Jawa

Sahnya suatu pernikahan menurut hukum adat Jawa dapat dilaksanakan

apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Mempelai laki-laki

2. Mempelai perempuan

15

QS. An-Nisaa‟ (4) : 4

Page 38: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

14

3. Wali, orang tua dari mempelai perempuan yang akan menikahkannya

atau dapat digantikan dengan saudara kandung yang laki-laki dan juga

wali hakim apabila orang tuanya sudah meninggal.

4. Perangkat desa yang kedatangannya dianggap sebagai saksi atas

pernikahan tersebut.

5. Saksi, diambil dari suara dari kedua mempelai masing-masing.

6. Keluarga kedua belah pihak, yang mana harus hadir ketika diresmikan

sebuah pernikahan tersebut untuk memberikan restu terhadap kedua

mempelai.

7. Mahar, yang dapat berupa uang atau barang yang digunakan oleh calon

istri.

Dalam hal syarat-syarat pernikahan sebenarnya antara hukum adat dan

hukum Islam itu tidak jauh berbeda. Karena untuk dapat terlaksananya suatu

pernikahan itu syarat utama yakni harus ada mempelai laki-laki dan perempuan.

Selain itu antara kedua belah pihak harus mengetahui bagaimana keadaan dan

kebiasaan keduanya.

Kemudian harus diketahui pula apakah perempuan itu masih sendiri dalam

arti belum menikah ataupun dalam pinangan seseorang, apakah si perempuan itu

mau menikah dan tidak merasa terpaksa untuk menikah. Selain itu kehadiran

seorang wali sangat dibutuhkan, karena seorang perempuan tidak bisa menikah

Page 39: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

15

sendiri harus ada wali nikahnya, meskipun wali nikah/ayahnya meninggal dapat

digantikan saudara laki-lakinya.16

Untuk terlaksananya suatu pernikahan juga dibutuhkan dua orang saksi

diambil dari yang masih ada hubungan famili dengan kedua mempelai misalnya

saudaranya atau pamannya. Selain itu kehadiran seorang perangkat desa juga

sangat diperlukan karena kehadirannya itu juga dianggap sebagai saksi

pernikahan. Dan inilah fungsi dari kehadiran keluarga atau kerabat yakni untuk

menyaksikan pernikahan tersebut.

Satu lagi yang tidak kalah pentingnya yakni adanya mahar berupa uang

atau barang yang dapat digunakan oleh calon istri, yang dalam hukum Adatnya

disebut dengan peningset. Mahar atau dapat disebut dengan maskawin adalah

pemberian yang diberikan oleh calon suami kepada calon istri diwaktu datang

pertama kali ke rumahnya dengan tujuan ingin menikahinya.

Hukumnya wajib bagi laki-laki memberi mahar (maskawin) kepada wanita

calon istrinya, baik berupa uang, barang maupun jasa, sebagaimana difirmankan

Allah:

لة ن صد قاتنن الن نساء وآت وا نو شيء عن لك م طنب فإنن نن مرنيئا ىننيئا فك ل وه ن فسا من

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan

senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai

makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” ´.(Q.S. An Nisa‟: 4)

16

Kamal Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta: PT. Bulan

Bintang, 1974),h. 77.

Page 40: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

16

Mahar merupakan pemberian yang pertama dari seorang laki-laki kepada

calon istrinya sebagai cermin dari kebulatan tekadnya untuk hidup bersama. Jadi,

sama sekali bukan harga bagi seorang wanita. Namun meskipun hukumnya wajib,

mahar tidak termasuk rukun nikah, karena itu seandainya dalam akad nikah tidak

disebutkan, nikahnya tetap dihukumi sah.17

b. Tradisi Jawa: Pengaruh Dan Kepercayaan

Membahas tradisi jawa tidak dapat dilepaskan pembahasan tentang

kepercayaan yang menjadi pandangan hidup masyarakat jawa. Ketika membahas

tentang kepercayaan masyarakat jawa, kita dihadapkan pada bentangan panjang

sejarah kepercayaan mereka, wajar saja karena sejarah tentang kepercayaan

agama memiliki usia setua dengan eksistensi (manusia) yang mempercayainya.

Pembahasan ini menjadi penting, karena membahas tradisi erat kaitannya dengan

keyakinan dan nilai. Sering kali tradisi muncul berdasarkan keyakinan dan nilai.18

Situasi kehidupan religius masyarakat di tanah jawa sebelum datangnya

islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan asli telah

dianut oleh orang jawa. Sebelum hindu dan budha, masyarakat jawa pra sejarah

telah memeluk keyakinan yang bercorak animisme dan dinamisme. Pandangan

hidup orang jawa mengarah pada pembentukan kesatuan numinous antara alam

nyata, masyarakat dan alam adikodrati yang dianggap keramat

17

A A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan. (Nikah, Talak, Cerai, Dan Rujuk),

(Jakarta: Al Bayan.1994), h. 44. 18

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan,(Purwokerto: STAIN Purwokerto Press,2008), h. 37.

Page 41: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

17

Kepercayaan ini memunculkan penyembahan pada ruh nenek moyang.

Penyembahan pada ruh ini akhirnya memunculkan tradisi dan ritual untuk

menghormati ruh nenek moyang. Penghormatan dan penyembahan biasanya

dilakukan dengan sesaji dan selametan. Tujuan ritual ini adalah sebagai wujud

permohonan pada ruh leluhur untuk memberikan keselamatan bagi para

keturunannya yang masih hidup. Seni pewayangan dan gamelan adalah ritual

yang sering kali dijadikan sarana untuk mengundang dan mendatangkan ruh

nenek moyang. Dalam tradisi ritual ini, ruh nenek moyang dipersonifikasikan

sebagai punakawan yang memiliki peran pangemong keluarga yang masih hidup.

Sementara dinamisme atau dinamistik adalah doktrin kepercayaan yang

memandang bahwa benda-benda alam mempunyai kekuatan keramat atau

kesaktian yang tidak mempribadi, seperti pohon, batu, hewan dan manusia.

Dengan kata lain kepercayaan masyarakat jawa pra hindu budha adalah keyakinan

terhadap hal-hal ghaib, besar dan menakjubkan. Mereka menaruh harapan agar

tidak diganggu oleh kekuatan tersebut, apalagi mencelakakannya. Eksistensi ruh

dan kekuatan benda-benda tersebut dipercayai dapat menolong dan dapat

menolong dan dapat mencelakakan manusia. Masyarakat jawa kuno,

mempercayai adanya kekuatan pada benda, kekuatan tersebut selanjutnya

dipercayai dapat mengakibatkan penderitaan, musibah yang dapat mengencam

eksistensi manusia.19

19

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan,(Purwokerto: STAIN Purwokerto Press,2008), h. 36.

Page 42: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

18

3. KEBUDAYA SUNDA

Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat

sunda. Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi

sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat Sunda adalah periang, ramah-

tamah, murah senyum, lemah-lembut, dan sangat menghormati orang tua. Itulah

cermin budaya masyarakat Sunda. Kebudayaan Sunda termasuk salah satu

kebudayaan tertua di Nusantara. Kebudayaan Sunda yang ideal kemudian sering

kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Sunda. Ada beberapa ajaran

dalam budaya Sunda tentang jalan menuju keutamaan hidup. Etos dan watak

Sunda itu adalah cageur, bageur, singer dan pinter, yang dapat diartikan

"sembuh" (waras), baik, sehat (kuat), dan cerdas. Kebudayaan Sunda juga

merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa

Indonesia yang dalam perkembangannya perlu di lestarikan. Sistem kepercayaan

spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan

hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat Sunda beragama

Islam, namun ada beberapa yang tidak beragama Islam, walaupun berbeda namun

pada dasarnya seluruh kehidupan di tujukan untuk kebaikan di alam semesta.

Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dari

kebudayaan–kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Jawa Barat atau Tatar

Sunda, dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual.

Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan

silih asuh; saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling

menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu),

Page 43: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

19

dan saling melindungi (saling menjaga keselamatan). Selain itu Sunda juga

memiliki sejumlah nilai-nilai lain seperti kesopanan, rendah hati terhadap sesama,

hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada

kebudayaan Sunda keseimbangan magis di pertahankan dengan cara melakukan

upacara-upacara adat sedangkan keseimbangan sosial masyarakat Sunda

melakukan gotong-royong untuk mempertahankannya.20

Kekayaan budaya Tatar Sunda tampil lewat upacara pernikahan adatnya

yang unik dan kaya makna. Prosesi pernikahan diwarnai humor yang

menyegarkan dan mengakrabkan, tapi tak menghilangkan nuansa sakral dan

khidmat.banyak sekali hal yang membuat banyak orang penasaran mengenai

makna yang ada di dalam upacara adat perkawinan etnis sunda Pada dasarnya

defenisi pernikahan itu hakikatnya sama dan tidak ada perbedaan di setiap

kebudayaan,karna dapat di artikan tujuan dari pernikan itu,menjalin hidup yang

baru untuk mencapai suatu kebahagiaan,dan akan hanya terjadi satu kali dalam

seumur hidup.

Tetapi akan berbeda dengan konsep kebudayaan dan upacara adatnya,

karna di setiap etnis itu mempunyai keyakinan yang berbeda beda. sehingga di

setiap etnis akan mempunyai cara tersendiri untuk melakukan ritual pernikahan

keagamaanya.tetapi sangat di sayangkan kian hari kebudayaan ritual keagamaan

pernikahan di setiap etnis semakin terkikis khususnya di etnis Sunda.

20

https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Sunda

Page 44: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

20

4. PERBANDINGAN ANTARA PERKAWINAN ADAT JAWA DAN

ADAT SUNDA

a. Perkawinan Adat Jawa

Perkawinan adat sangat bermacam-macam. Sekarang yang akan kita bahas

di sini adalah perkawinan dengan adat Jawa. Perkawinan adat Jawa

melambangkan pertemuan antara pengantin wanita yang cantik dan pengantin pria

yang gagah dalam suatu suasana yang khusus sehingga pengantin pria dan

pengantin wanita seperti menjadi raja dan ratu sehari. Biasanya perkawinan ini

diadakan di rumah orang tua pengantin wanita, orang tua dari pengantin wanita

lah yang menyelenggarakan upacara pernikahan ini. Pihak pengantin laki-laki

membantu agar upacara pernikahan ini bisa berlangsung dengan baik. Adapun

berbagai, macam ascara serta upacara yang harus dilakukan menurut perkawinan

ada Jawa adalah:

1. Lamaran

2. Persiapan Perkawinan

3. Pemasangan dekorasi

4. Siraman

5. Upacara Midodareni

6. Srah Srahan

7. Upacara Ijab Kabul

8. Upacara panggih

9. Upacara balangan suruh

10. Upacara wiji dadi

Page 45: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

21

11. Tukar cincin

12. Upacara dahar kembul

13. Upacara sungkeman

14. Pesta pernikahan

b. Perkawinan Adat Sunda

Acara adat perkawinan bagi setiap suku atau etnis merupakan upacara

yang sakral. Ada yang sangat tuhu pada adat Karuhun, sehingga ada hal-hal yang

tabu untuk ditinggalkan. Namun ada pula yang agak longgar. Biasanya di

masyarakat Jawa terutama Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur terutama

yang berdarah bangsawan, aturan dan tata caranya sangatlah ketat.

Demikian pula pada upacara perkawinan adat Sunda di Jawa Barat, ada

hal-hal yang masih tetap dipertahankan, namun ada pula yang sudah mulai

dihilangkan atau dikurangi intensitasnya. Misalnya saja tata cara adat sewaktu

melamar, atau nanyaan, nyawer, huap lingkung, seserahan dan sebagainya.

Kalaulah ada, tapi sudah mengalami perobahan atau setidak-tidaknya disesuaikan

dengan lingkungan jaman, kemampuan pemangku hajat, serta situasi dan kondisi

setempat.

Dalam upacara perkawinan adat Sunda, pada hari perkawinan atau

pernikahan, calon pengantin pria diantar dengan iring-iringan dari suatu tempat

yang telah ditentukan menuju ke rumah calon pengantin wanita. Bila pengantin

pria berdekatan rumah dengan pengantin wanita maka calon pengantin pria

langsung menuju ke rumah calon pengantin wanita. Iring-iringan rombongan

calon pengantin pria dijemput oleh pihak calon pengantin wanita. Dalam iring-

Page 46: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

22

iringan tersebut calon pengantin pria dipayungi. Hal ini disebabkan lazimnya

upacara pernikahan dilangsungkan di rumah orang tua calon pengantin wanita.

Pada upacara pernikahan terdapat dua bagian upacara yaitu upacara akad nikah

dan upacara adat pernikahan.

Sebelum acara akad nikah dimulai, terlebih dahulu diadakan upacara

penjemputan calon pengantin pria. Hal ini adalah sebagai adat sopan santun atau

tatakrama yang telah menjadi kebiasaan umum, yaitu adanya saling menghargai.

Untuk persiapan penjemputan, orang tua calon pengantin wanita membentuk

panitia yang terdiri dari dua kelompok, yaitu:

Kelompok I terdiri dari:

1. Seorang membawa payung dan lengser

2. Seorang membawa baki berisi mangle atau rangkaian bunga melati

sebagai kalung.

3. Dua mojang membawa tempat lilin.

4. Dua mojang membawa bokor berisi perlengkapan upacara sawer dan

nincak endog.

5. Dua bujang sebagai pengawal (gulang-gulang)/ jagasatru.

Kelompok II terdiri dari:

1. Para mojang (dara atau gadis) dan bujang remaja berbaris di sisi kanan kiri

pintu halaman yang akan dilalui oleh rombongan calon pengantin pria

sampai ke depan pintu rumah.

2. Rombongan calon pengantin pria tiba, kemudian mereka dijemput di luar

halaman oleh rombongan yang dipimpin lengser.

Page 47: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

23

Pembawa payung segera memayungi calon pengantin pria dengan

didampingi oleh dua gulang-gulang. Di sebelah depannya lagi seorang dayang

berjalan membawa baki yang berisi kalungan bunga. Paling depan ialah lengser

yang biasanya berjalan sambil menari dengan diiringi oleh alunan gamelan

degung. Mereka berjalan bersama-sama menurut irama gamelan menuju pintu

halaman rumah. Di pintu gerbang halaman rumah, rombongan berhenti sebentar.

Orang tua calon pengantin wanita telah siap berada di sana. Setelah calon

pengantin pria datang, ibu calon pengantin wanita mengalungkan bunga kepada

caIon menantunya. Selanjutnya rombongan bergerak lagi sambil di-taburi aneka

ragam bunga oleh para mojang dan bujang yang berderet di kedua sisi jalan.

Dengan didampingi oleh calon mertuanya, pengantin pria dibawa masuk

ke ruangan akad nikah dan dipersilakan duduk di kursi yang telah disiapkan.

Selanjutnya pembawa acara mempersilakan kedua orang tua calon pengantin,

saksi, petugas dari Kantor Urusan Agama serta beberapa orang tua dari kedua

belah pihak yang dianggap perlu, untuk duduk di tempat yang telah disediakan.

Calon pengantin wanita dipersilakan duduk di samping calon suaminya yang

selanjutnya segera dilanjutkan upacara Akad Nikah.

Sebenarnya untuk agama Islam dapat dilaksanakan di Kantor Urusan

Agama Islam atau di mesjid tetapi boleh juga dilaksanakan di rumah orang tua

calon pengantin wanita. Adakalanya calon pengantin wanita tidak perlu

ditemukan pada waktu akad nikah. Untuk calon pengantin yang beragama Kristen

harus dilaksanakan di gereja. Setelah semua persiapan selesai dan tertib,

protokol/pembawa acara menyerahkan acara akad nikah kepada petugas KUA.

Page 48: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

24

Juru rias pengantin mengerudungi kepala kedua calon pengantin dengan sehelai

kerudung putih. Demikianlah akad nikah mulai berlangsung dengan dipimpin oleh

petugas KUA. Tata upacara akad nikah telah diatur oleh petugas KUA. Dalam

upacara akad nikah ini tuan rumah hanya mempersiapkan tempat upacara saja dan

memberikan sejumlah uang administrasi sesuai dengan ketentuan umum.

Maskawin bagi masyarakat Sunda tidak terlalu diutamakan, dan hal ini tergantung

kemampuan calon pengantin pria dan biasanya telah dirundingkan pada waktu

melamar atau pada waktu seserahan.

Adat Sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang ingin

merayakan pesta pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda.

Adapun rangkaian acaranya dapat dilihat berikut ini.

1. Nendeun Omong

2. Lamaran.

3. Tunangan.

4. Seserahan (3 – 7 hari sebelum pernikahan)

5. Ngeuyeuk seureuh

6. Membuat lungkun.

7. Berebut uang di bawah tikar sambil disawer

8. Upacara Prosesi Pernikahan

9. Buka pintu : Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab

dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah

Page 49: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

25

kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju

pelaminan.21

5. AGAMA DAN KEBUDAYAAN

a. Korelasi Antara Agama Dan Kebudayaan

Kehidupan tidak bisa dipisahkan dengan budaya. Itu karena budaya adalah

kreasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kualitas hidupnya.

Karena itu, salah satu karakter dasar dari setiap budaya adalah perubahan yang

terus menerus sebagaimana kehidupan itu sendiri. Dan karena diciptakan oleh

manusia, maka budaya juga bersifat beragam sebagaimana keberagaman

manusia.22

Peradaban islam memiliki keunggulan budaya dari sudut penglihatan islam

sendiri, karena ada kaitannya dengan keyakinan keagamaan. Kita diharuskan

mengembangkan dua sikap hidup yang berlainan. Di satu pihak, kaum muslimin

harus mengusahakan agar supaya islam sebagai agama langit yang terakhir tidak

tertinggal, minimal secara teoritik. Tetapi di pihak lain kaum muslimin diingatkan

juga untuk melihat juga dimensi keyakinan agama dalam menilai hasil budaya

sendiri. Ini juga berarti islam menolak tindak kekerasan berlipat-lipat kalau

memang secara budaya kita tidak memiliki pendorong ke arah kemajuan, maka

kaum muslimin akan tetap tertinggal di bidang ilmu pengetehuan dan teknologi.

Dengan demikian keunggulan atau ketertinggalan budaya islam tidak terkait

21

http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/perbandingan-antara-perkawinan-

adat.html#ixzz3ebqyUFMV 22

Masyhudi Muchtar Dan A. Rubaidi, Dkk, Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Ahlussunnah Wa Al-

Jama’ah Yang Berlaku Di Lingkungan Nahdlatul Ulama,(Surabaya: Khalista, 2007), h. 31.

Page 50: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

26

dengan penguasaan ”kekuatan politik”, melainkan dari kemampuan budaya

sebuah masyarakat muslim untuk memelihara kekuatan pendorong ke arah

kemajuan, teknologi dan ilmu pengetahuan.23

Di sisi lain, teologi, dalam usaha menerangkan adanya Tuhan, dan

bagaimana memfungsikan hubungan manusia dengan Tuhan, juga memakai unsur

lain dari kebudayaan, yaitu pemikiran-pemikiran filosofis. Refleksi filosofis

(mengenai agama) adalah sesuatu yang bersifat keagamaan. Di situ tampak bahwa

kebudayaan dimanfaatkan oleh agama, dan di situ juga terjadi proses penyesuaian

antara kebudayaan dan agama secara utuh.24

Dalam meneliti ilmu-ilmu sosial, mencoba untuk mengkaji agama sesuai

dengan pendekatannya masing-masing. Kajian-kajian tersebut dilakukan dalam

upaya memahami makna dan hakikat agama itu sendiri bagi kehidupan manusia.

Ketika dalam meneliti wacana keagamaan adalah pendekatan kebudayaan itu

sendiri, yaitu melihat agama sebagai inti kebudayaan, nilai-nilai kegamaan

tersebut terwujud dalam kehidupan masyarakat, misalnya: tradisi pokpokjeng itu

sendiri.

b. Ritual Budaya

Apapun harus dinyatakan bahwa tradisi lokal sebagaimana yang telah

diungkapkan oleh masyarakat di Indramayu Jawa Barat ini memiliki keunikanya

sendiri. Keunikan tersebut tampak nyata dari berbagai pelaksanaan upacara ritual

23

Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi

(Jakarta: The Wahid Institute, 2006),h. 267. 24

Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, Dan Kebudayaan. (Depok: Desantara,

2001),h. 79.

Page 51: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

27

yang telah diselenggarakan oleh mereka semenjak dahulu maupun yang sekarang.

Di dalam setiap upacara yang diselenggarakan, akan tampak adanya sesuatu yang

dianggap sakral, suci atau sacred,yang berbeda dengan yang alami, empiris

ataupun yang profane.

Mempertahankan tradisi lokal sebagai fenomena sosial-religius ternyata

tidak sebagaimana yang digambarkan oleh beberapa ahli di bidang antropologi,

misalnya, Geertz menyatakan bahwa ada arena konfliktual yang menonjol.

Sebenarnya, ada proses akulturasi yang terjadi di antara tarik menarik untuk saling

menerima dan memberi melalui medan budaya. Keajegan dan perubahan itu,

ternyata difasilitasi oleh pola bagi tindakan, yaitu ajaran agama dalam pengertian

lokalitasnya, selain oleh faktor sosial, yaitu kemampuan untuk melakukan

interaksi di dalam wadah budaya yang sama. Medan budaya itu menjadi arena

untuk melakukan perubahan dari dalam dan tidak penetratif. Artinya, perubahan

evolusioner dalam bentuknya yang akulturatif. Proses perubahan itu ialah dari

tradisi lokal ke tradisi islam lokal.

Komunitas ini sedang berada di tengah perubahan kearah kemajuan.

Namun demikian, mereka tidak sama dengan konsepsi Weber bahwa ketika

mereka menjadi maju lantas kehilangan aura spritualitasnya. Dan kenyataan di

lapangan membuktikan bahwa di tengah arus perubahan ke arah kemajuan,

kehidupan spiritualitas juga semarak dengan tetap diberlakukannya upacara ritual

mulai dari ritual lingkaran hidup sampai upacara keagamaan lainnya.25

25

Nur Syam, Madzhab-Madzhab Antropologi (Yogyakarta: LKiS, 2007),h. 132.

Page 52: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

28

Oleh karena itu, tidak ada sesuatu yang stagnan di dalam kehidupan,

kecuali mengalami proses perubahan, dan ternyata merupakan suatu keniscayaan

di dalam kehidupan manusia, termasuk masyarakat di Desa Kalianyar Kec.

Krangkeng Kab. Indramayu dengan tradisi lokalnya (pokpokjeng).

6. SAKINAH MAWADAH WA RAHMAH

Sakinah, sebagaimana yang dinyatakan dalam beberapa kamus bahasa

arab, berarti al-waqaar, ath-thuma’niinah, dan al-mahaabah (ketenangan hati,

ketentraman, dan kenyamanan). Imam ar-razi dalam tafsirnya al-kabiir

menjelaskan sakanah ilaihi berarti merasakan ketenangan batin, sedangkan sakan

indahu berarti merasakan ketenangan fisik.26

Dalam ensiklopedi islam dituliskan, bahwa sakinah adalah ketenangan dan

ketentraman jiwa. Secara khusus kata ini disebutkan dalam al-quran sebanyak

enam kali, yaitu pasa surat al-baqarah ayat: 248, at-taubah: 26 dan 40, al-fath:

4,18, dan 26. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa sakinah itu dihadirkan

allah kedalam hati para nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tak

gentar menghadapi tantangan, rintangan, musibah dan cobaan berat.

Kemudian mawaddah adalah cinta, senang, ingin, atau suka. Ada juga

yang mengartikan sebagai al-jima’ (hubungan senggama). Namun secara umum

yang dimaksud adalah rasa cinta atau rasa senang seorang laki-laki kepada

seorang wanita. Ataupun sebaliknya. Dimana rasa cinta atau senang ini pada

mulanya muncul pada diri seseorang karena lebih didasarkan pada pertimbangan

26

Muslich Taman Dan Aniq Farida (Eds), 30 Pilar Keluarga Samara (Jakarta Timur: Pustaka Al-

Kautsar, 2007),H.7.

Page 53: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

29

atas hal-hal zhahir yang menarik dan memikat dirinya. Misalkan karena adanya

wajah yang tampan atau cantik, harta yang banyak, kedudukn yang terhormat,

prilaku yang sopan dll.

Sedangkan rahmah adalah rasa kasih sayang atau belas kasihan. Yaitu rasa

belas kasihan dari seseorang kepada orang lain karena lebih adanya pertimbangan

yang bersifat moral psikologis. Ia merupakan ungkapan dari perasaan belas

kasihan seseorang. Ada juga yang mengartikan dengan “anak” (buah hasil dari

kasih sayang)”. Pada umumnya rahmah lebih kekal dan lebih tahan

keberadaannya. Dimana ia akan tetap ada selama pertimbangan moral-psikologis

itu masih ada. Misalnya tetap adanya rasa kasih sayang seorang suami kepada

istrinya meskipun si istri sudah tidak cantik dan tidak muda lagi. Ataupun

sebaliknya. Hal ini karena masing-masing telah merasakan adanya buah

perjuangan, ketulusan, adanya anak, dan susah payah serta pengorbanan yang

dilakukan pasangannya kepada dirinya.

Sehingga apabila mawaddah dan rahmah ini diturunkan oleh allah dalam

diri seseorang, maka ia akan senantiasa mencintai dan menyayangi pasangannya

serta selalu bersatu untuk selama-lamanya meskipun pasangannya sudah tidak

menarik lagi secara penampilan, karena sudah tua renta misalkan, atau sudah tidak

mampu lagi memberikan nafkah kepada dirinya. Pada saat masing-masing

pasangan sudah memasuki usia paruh baya, dimana mereka telah banyak

menghadapi pahit getirnya rumah tangga secara bersama-sama, biasanya rasa

Page 54: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

30

kasih sayang (rahmah) lebih dominan dalam diri masing-masing pasangan,

daripada rasa cintanya (mawaddah).27

Jadi, keluarga sakinah mawaddah wa rahmah adalah, keluarga yang

diliputi ketenangan dan ketentraman jiwa, yang didalamnya sarat dengan rasa

cinta, serta kasih dan sayang, tidak hanya dari segenap anggota keluarganya tetapi

juga dari allah SWT.

27

Muslich Taman Dan Aniq Farida (Eds), 30 Pilar Keluarga Samara (Jakarta Timur: Pustaka Al-

Kautsar, 2007),H.7.

Page 55: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

1

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk kategori penelitian empiris atau lapangan yakni

penelitian yang mengandalkan data dari masyarakat yang diteliti.1 Yang bersifat

deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,

keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu

gejala menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain

dalam masyarakat. Penelitian ini, kadang berawal dari hipotesis, tetapi dapat juga

tidak bertolak dari hipotesis, dapat membentuk teori-teori baru atau memperkuat

teori yang sudah ada, dan dapat menggunakan data kualitatif atau kuantitatif. Dan

juga yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

1 Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik,” (Jakarta: Rineka Cipta,

2006), h. 8.

Page 56: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

2

dari orang atau prilaku yang diamati.2 Metode ini merupakan penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme, yang digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci.3

Karena penelitian untuk menggambarkan analisis deskriptif mengenai

implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam membangun keluarga sakinah,

maka dari itu peneliti menggunkan jenis penelitian deskriptif. Peneliti

menggunakan jenis penelitian deskriptif ini sebagai dasar dijadikannya analisis

data yang bukan hanya dari teori dengan teori, melainkan dengan melihat

implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam membangun keluarga sakinah.

Sehingga peneliti dapat menjadikan penelitian ini secara empiris memang terjadi

dan dapat dibandingkan atau ditinjau dengan teori yang telah ada.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan pendekatan

fenomenologis. Dalam penelitian ini dikemukakan fenomena-fenomena sosial

tentang pembahasan yang diteliti, sehingga obyek yang diteliti dapat diamati dan

difahami secara jelas. Jadi dalam penelitian ini, peneliti mendeskripsikan tentang

obyek yang diteliti dengan mencatat semua hal yang terkait dalam obyek yang

diteliti.4

Pendekatan kebudayaan dalam kajian agama, seperti yang dilakukan para

ahli antropologi, dalam dunia ilmu pengetahuan dinamakan sebagai pendekatan

2 Kasiram, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kualitatif (Malang: Uin Malang Press,2008), h.151.

3 Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif,Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta,2009), h.8.

4 Lexy Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005), h.3

Page 57: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

3

kualitatif. Inti dari pendekatan kualitatif ini adalah upaya memahami sasaran

kajian atau penelitiannya5

Dan data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data

tersebut berdasarkan naskah wawancara, catatan lapangan, memo, dokumen

pribadi, dokumen resmi lainnya. Sehingga menjadi tujuan dari penelitian kualitatif

ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik fenomena secara

mendalam. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini

adalah dengan mencocokan antara realita empirik dengan teori yang berlaku

dengan menggunakan metode deskriptif6

Dengan menggunakan pendekatan ini, maka peneliti akan meneliti secara

langsung realita yang terjadi di masyarakat mengenai tradisi pokpokjeng yang

berlaku. Dan penggunaan pendekatan kualitatif ini menjadikan peneliti mudah

dalam pengambilan data, yaitu dari pelaku pernikahan pokpokjeng, dokumen

pelaksanaan adat pokpokjeng di desa tersebut. Dan juga akan diketahui bahwa

benar adanya adat pokpokjeng di Desa Kalianyar, Kec. Krangkeng, Kab.

Indramayu.

C. Lokasi Penelitian

Kabupaten Indramayu adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat.

Kabupaten Indramayu berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Cirebon

di tenggara, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang, serta Kabupaten

5 U. Maman Kh, Dkk, Metodologi Penelitian Agama: Teori Dan Praktik,(Jakarta: Pt Rajagrafindo

Persada, 2006), h. 99 6 Lexy Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005),

h.131.

Page 58: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

4

Subang di barat. Kabupaten Indramayu terdiri atas 31 kecamatan, 313 desa dan

kelurahan.

Letak geografis Kabupaten Indramayu pada 107° 52 ° - 108° 36 ° Bujur

Timur dan 6° 15 ° - 6° 40 ° Lintang Selatan. Berdasarkan topografisnya sebagian

besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata

0 – 2 %. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan cukup

tinggi, maka di daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Kabupaten

Indramayu terletak di pesisir utara Pulau Jawa yang berbatasan langsung dengan 7

laut dengan panjang garis pantai 114,1 km. Kabupaten Indramayu memiliki luas

wilayah 2.040,11 km2.7

Indramayu dilintasi jalur pantura, yakni salah satu jalur terpadat di Pulau

Jawa, terutama pada musim mudik. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api

lintas utara Pulau Jawa, dengan stasiun terbesar di Jatibarang. Penduduk

Indramayu di wilayah pesisir pada umumnya menggunakan Bahasa Indramayu

yang digunakan adalah dialek Dermayon. Sedangkan di bagian selatan,

menggunakan Bahasa Sunda. Kabupaten Indramayu merupakan salah satu daerah

pantai utara Jawa Barat yang sangat strategis dan berkembang sebagai daerah

penyangga kawasan industri yang mempunyai sumberdaya alam dan jalur

infrastruktur transportasi utama dari Cirebon ke Jakarta.

7 http://map-bms.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Indramayu

Page 59: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

5

D. Jenis Dan Sumber Data

1. Data primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.8 Dalam data

primer ini menggunakan wawancara langsung terhadap informan, dan dalam

penelitian ini, peneliti mewawancarai pelaku adat maupun orang yang terpilih

atau yang menguasai tentang tradisi pernikahan pokpokjeng, serta toko agama

atau orang yang dianggap faham tentang agama di desa tersebut.

2. Data skunder

Yaitu data yang diambil sebagai penunjang tanpa harus terjun ke lapangan,

antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian

yang berbentuk laporan dan sebagainya.9

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode pengumpulan

data sebagai berikut :

a. Wawancara (interview)

Merupakan pertemuan dua orang untuk bertukan informasi dan ide melalui

tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam satu topik tertentu10

yaitu adanya percakapan dengan maksud tertentu. 11

Dan dalam penelitian ini

wawancara akan dilakukan terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Dengan

tradisi pernikahan pokpokjeng.

8 Amiruddin Dan Zainal Asikin (Eds), Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada), h.25. 9 Amiruddin Dan Zainal Asikin (Eds), Pengantar. h.31

10 Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif,Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta,2009),

h.231. 11

Lexy Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005),

h.186.

Page 60: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

6

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara kepada pelaku pernikahan

pokpokjeng, tokoh agama, perangkat desa, dan masyarakat serta orang yang

faham tentang adat pokpokjeng secara tak terstruktur, yang dimana peneliti hanya

memfokuskan pada pokok permasalahan yang ada di Desa Kalianyar, Kec.

Krangkeng, Kab. Indramayu.

b. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data

yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.

Keunggulan menggunakan dokumentasi ialah biayanya relatif murah,

waktu dan tenaga lebih efesien. Sedangkan kelemahannya ialah data yang diambil

dari dokumen cenderung sudah lama, dan jika ada yang salah cetak, maka peneliti

ikut salah pula mengambil datanya. Data-data yang dikumpulkan dengan teknik

dokumentasi cenderung merupakan data sekunder, sedangkan data-data yang

dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara, dan angket cenderung

merupakan data primer atau data yang langsung didapat dari pihak pertama.12

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian. Penelaahan

dokumentasi dilakukan khususnya untuk mendapatkan data-data dalam segi

konteks. Kajian dokumentasi dilakukan terhadap catatan, foto-foto objek

pokpokjeng dan sejenisnya yang berkorelasi dengan permasalahan penelitian.

F. Metode Pengolahan Data

Setelah data yang berkaitan dengan tradisi pernikahan pokpokjeng di Desa

Kalianyar, Kec. Krangkeng, Kab. Indramayu diperoleh melalui proses diatas,

12

Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h.73

Page 61: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

7

maka langkah selanjutnya yaitu pengolahan data. Dan untuk menghindari agar

tidak terjadi banyak kesalahan dan mempermudah pemahaman, maka peneliti

dalam menyusun skripsi ini melakukan beberapa upaya diantaranya yaitu :

a. Editing data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dengan dicari kefokusan pada

tradisi pokpokjeng. Pada pereduksian data ini peneliti dapat memproses

data untuk mendapatkan temuan dan mengembangkan penelitian ini secara

signifikan. Setelah diadakan perangkuman data, maka peneliti akan

mengedit dari semua data yang terkumpul, baik data primer maupun

sekunder dan kemudian diolah pada tahap selanjutnya.

b. Klasifikasi

Dalam menyusun skripsi ini, peneliti menyusun sesuai dengan

kategori atau diklasifikasikan. Kategorisasi yaitu upaya memilah-milah

setiap satuan kedalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan.13

Untuk itu

data akan disusun sesuai dengan kategori atau diklasifikasikan. Setelah itu

diberikan label pengumpulan tersendiri sehingga saling berkaitan dengan

judul implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam membangun keluarga

sakinah.

c. Verifikasi

Verifikasi data adalah pembuktian kebenaran data untuk menjamin

validitas data yang telah terkumpul. Verifikasi ini dilakukan dengan cara

13

Lexy Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005),

h.288.

Page 62: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

8

menemui sumber data (informan) dan memberikan hasil wawancara

dengannya untuk ditanggapi apakah data tersebut sesuai dengan yang di

informasikan olehnya atau tidak. Disamping itu, untuk sebagian data

peneliti memverifikasinya dengan cara triangulasi, yaitu mencocokkan

(cross-check) antara hasil wawancara dengan informan yang satu dengan

pendapat informan lainnya, sehingga dapat disimpulkan secara

proporsional.14

d. Analisis

Selanjutnya peneliti melakukan analisis terhadap data-data

penelitian dengan tujuan agar data mentah yang telah diperoleh tersebut

bisa lebih mudah untuk dipahami. analisis ini menggunakan teori-teori

yang relevan artinya teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang

dibahas. yaitu dengan usaha mengamati untuk menemukan bagaimana

masyarakat mengorganisasi budaya mereka dalam pikiran mereka

kemudian menggunakan kebudayaan tersebut dalam kehidupan.

Selanjutnya peneliti membangun dan mendiskripsikan melalui

analisis dan nalar. sehingga pada akhirnya dapat diperoleh gambaran yang

jelas mengenai implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng dalam

membangun keluarga sakinah di desa kalianyar, kec.krangkeng,

kab.indramayu.

14

M Amin Abdullah, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner (Yogyakarta:

Kurnia Kalam Semesta, 2006), h.223.

Page 63: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

9

e. Kesimpulan

Pada tahap akhir yaitu penarikan kesimpulan. Adapun kesimpulan

dalam penelitian kualitatif ini adalah temuan baru yang sebelumnya belum

pernah ada.15

Tahapan ini merupakan tahap akhir yaitu penarikan

kesimpulan, kesimpulan yang dikemukakan bersifat sementara dan akan

berubah jika ditemukan bukti-bukti yang otentik dan lebih mendukung.

Dan pada kesimpulan ini adalah sebagai jawaban atas rumusan masalah

diatas.

15

Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif,Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta,2009),

h.233.

Page 64: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

1

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. KONDISI OBYEK PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa kalianyar, dengan pemaparan kondisi

objek penelitian sebagai berikut:

1. Deskripsi Desa Kalianyar

Penelitian ini dilakukan di Desa kalianyar. Pertimbangan pemilihan lokasi

tersebut berdasarkan tinjauan deskriptif, di mana masih dirasakan adatnya kental

dengan hal-hal yang berkenaan dengan perkawinan. Desa kalianyar terletak di

Page 65: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

2

Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu. Batas wilayah Desa kalianyar

adalah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Krangkeng, sebelah

selatan berbatasan dengan Desa Luwunggesik, sebelah barat berbatasan dengan

Desa Srengseng dan sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa. Sedangkan

jumlah Dusun yang ada di Desa kalianyar adalah 4 Dusun. Desa ini memiliki luas

wilayah 1.043 Ha, luas pemukiman 52 Ha dan luas perkantoran 0,7 Ha. Desa

kalianyar berada di ketinggian 3 mdl, diatas permukaan laut, dengan curah hujan

2000 Mm, dan suhu rata-rata 28oC.

1 Dari pemaparan diatas Desa ini tergolong

pada wilayah yang bersahabat dengan matahari. Selain itu desa kalianyar juga

memiliki luas tanah yang tidak ada erosinya yang cukup luas, sehingga

masyarakat setempat mayoritas bermatapencaharian tani dan nelayan.

2. Penduduk Dan Jenis Pekerjaan/Mata Pencaharian

Desa kalianyar merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan

Krangkeng Kabupaten Indramayu dengan jumlah penduduk 6.944 jiwa yang

terdiri dari 3.469 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 3.475 jiwa berjenis kelamin

perempuan. Berdasarkan data yang telah diperoleh, sacara garis besar masyarakat

Desa Kalianyar merupakan masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian

menengah kebawah. Hal ini terlihat dari ragam profesi yang digeluti oleh

masyarakat desa tersebut, dimana sebagian besar dari keseluruhan jumlah

penduduk masih tergantung pada kegiatan-kegiatan agraris sebagai petani.

Aktifitas-aktifitas bidang pertanian ini tidak dapat berlangsung sepanjang tahun.

1 Format Laporan Perkembangan Desa Dan Kelurahan (Desa

Kalianyar,Kec.Krangkeng,Kab.Indramayu),2014.

Page 66: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

3

Aktifitas menanam padi hanya dapat dilakukan pada musim penghujan,

sedangkan pada musim kemarau lahan-lahan pertanian biasanya ditanami cabe

(sabrang),bawang dll. Disamping itu, menurut data yang didapatkan oleh penulis

masih banyak rumah yang tidak layak huni, yaitu sebanyak 247 unit rumah yang

tak layak huni dan 1 unit rumah yang terdapat di bantaran sungai. Dan berikut

tabel mata pencaharian pokok yang ada di desa kalianyar kec. Krangkeng, Kab.

Indramayu.2

Tabel Mata Pencaharian Pokok

No Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan

1 Petani 472 Orang 449 Orang

2 Buruh tani 649 Orang 592 Orang

3 Buruh migran 11 Orang 175 Orang

4 PNS 33 Orang 21 Orang

5 Pengrajin industri rumah tangga 15 Orang 17 Orang

6 Pedagang keliling 19 Orang 23 Orang

7 Peternak 7 Orang 3 Orang

8 Nelayan 142 Orang -

9 Montir 5 Orang -

10 Bidan swasta - 1 Orang

11 Pembantu rumah tangga - 34 Orang

12 TNI 7 Orang -

13 Polri 6 Orang -

14 Pensiunan 11 Orang 13 Orang

15 Pengusaha kecil dan menengah 72 Orang 11 Orang

16 Dukun kampung terlatih - 4 Orang

17 Guru swasta 21 Orang 19 Orang

18 Karyawan 12 Orang 27 Orang

19 Wiraswasta lain 436 Orang 397 Orang

20 Pengangguran/belum bekerja 1.085 Orang 1.137Orang

2 Format Laporan Perkembangan Desa Dan Kelurahan (Desa

Kalianyar,Kec.Krangkeng,Kab.Indramayu), 2014.

Page 67: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

4

3. Kondisi Sosial Keagamaan

Desa Kalianyar dengan jumlah penduduk sebagaimana yang telah

dipaparkan di atas, dapat dikategorikan sebagai desa yang agamis, dari data yang

diperoleh terdapat 2.983 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki menganut agama

islam, 2.906 jiwa yang berjenis kelamin perempuan yang menganut agama islam

pula, dan 20 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki yang menganut agama kristen,

serta 18 jiwa dengan berjenis kelamin perempuan yang juga menganut agama

kristen.3 Namun mayoritas warga desa kalianyar tersebut menganut agama islam.

Agama Islam di desa ini, sudah meresap dan mewarnai pola kehidupan sosial

masyarakat Desa Kalianyar, seperti yang terlihat dalam cara mereka berpakaian

dan berinteraksi. Tetapi ada juga sebagian kecil masyarakat yang kurang

memahami Islam itu sendiri (biasanya disebut Islam KTP), sehingga ada beberapa

pola tingkah laku mereka yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Di Desa Kalianyar, simbol-simbol agama sering digunakan untuk

menaikkan status sosial seseorang. Simbol agama Islam tertinggi yang dipakai

sebagai patokan adalah Kiai dan kemudian Haji yang sangat dihormati dan

disegani oleh masyarakat di daerah ini. Seorang Kiai biasanya dianggap memiliki

kelebihan magis spiritual dan sangat dekat dengan Tuhan karena ketakwaan dan

ketaatannya dalam menjalankan ibadah. Oleh karena itu ia dipatuhi dan dihormati

lebih tinggi dari pada orang lain. Peranan dan fungsi Kiai selain sebagai Pembina

3 Format Laporan Perkembangan Desa Dan Kelurahan (Desa

Kalianyar,Kec.Krangkeng,Kab.Indramayu), 2014.

Page 68: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

5

umat, juga mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam kepada para santri dalam suatu

lembaga Pondok Pesantren.

Di desa ini kegiatan sosial keagamaan banyak dilaksanakan oleh

masyarakat itu sendiri, diantara kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

pengajian (ceramah agama), jam‟iyyahan, istighosah, ngaji Qur‟an,

shalawatan/diba‟an, marhabanan, imtihan, yasinan, tahlilan, khotmil Qur‟an,

Qiro‟atil Qur‟an, mukhadorohan, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan keagamaan ini

dilakukan secara rutin, baik yang bersifat harian, mingguan, bulanan, bahkan

tahunan dengan tujuan meningkatkan ukhuwah islamiyah dan keakraban antar

tertangga atau kerabat. Selain itu juga di desa ini terdapat beberapa yayasan dan

pondok pesantren dan juga situs atau makam habib keling yang biasanya ramai di

kunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah. Dengan demikian kondisi sosial

keagamaan masyarakat desa Kalianyar ini tergolong harmonis.

4. Kondisi Pendidikan

Secara garis besar, kesadaran masyarakat Desa Kalianyar tentang

pentingnya arti sebuah pendidikan semakin bertambah dari waktu ke waktu. Hal

ini terlihat dari semakin banyaknya masyarakat yang menyekolahkan putra-

putrinya ke lembaga-lembaga pendidikan formal maupun non formal dengan

penuh antusias. Dewasa ini, tingkat pendidikan formal yang ada dan ditempuh

oleh masyarakat Desa Kalianyar semakin berkembang, mulai dari tingkat TK/RA,

SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA sampai Perguruan Tinggi, menurut data yang telah

Page 69: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

6

diperoleh di Desa Kalianyar jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan sebagai

berikut:4

Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan

1 Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 61 Orang 55 Orang

2 Usia 3-6 tahun yang sedang TK/play group 33 Orang 38 Orang

3 Usia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah 2 Orang 4 Orang

4 Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 739 Orang 710 Orang

5 Usia 18-56 tahun yang tidak pernah

sekolah

77 Orang 56 Orang

6 Usia 18-56 tahun yang pernah SD tapi

tidak tamat

243 Orang 258 Orang

7 Tamat SD/sederajat 941 Orang 885 Orang

8 Tamat SMP/sederajat 457 Orang 435 Orang

9 Tamat SMA/sederajat 248 Orang 194 Orang

10 Tamat D1/sederajat 17 Orang 16 Orang

11 Tamat D2/sederajat 13 Orang 11 Orang

12 Tamat D3/sederajat 4 Orang 7 Orang

13 Tamat S1/sederajat 23 Orang 19 Orang

14 Tamat S2/sederajat 2 Orang -

15 Usia 0-3 tahun 173 Orang 236 Orang

Jumlah Total 3.003 Orang 2.924 Orang

Sedangkan untuk tingkat pendidikan non formalnya, kebanyakan dilalui di

Pondok-pondok Pesantren baik yang ada di Desa Kalianyar sendiri maupun yang

ada di luar desa tersebut. Ada juga pendidikan non formal lain yang ada di Desa

Kalianyar, diantaranya adalah TKA/TPA/TQA, MD,MI, MTs, MA.

Dari data tersebut terlihat bahwa masyarakat Desa Kalianyar tergolong

masyarakat yang mengerti akan agama, terutama islam. Karena di tempat tersebut

4 Format Laporan Perkembangan Desa Dan Kelurahan (Desa

Kalianyar,Kec.Krangkeng,Kab.Indramayu), 2014.

Page 70: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

7

tergolong kental akan keislamannya, terbukti dari rutinitas kegiatan warga yang

setiap harinya tak luput dari jamiyah keliling.

B. PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

1. Tradisi Pernikahan Pokpokjeng Dan Pandangan Tokoh

Tradisi pokpokjeng kaitannya dengan hukum islam menurut pandangan

tokoh masyarakat Desa Kalianyar sangat bervarian. Secara bahasa, nama dari

pokpokjeng itu sendiri merupakan bahasa temuan yang dicetuskan atau diciptakan

oleh adat, hanya sekedar pengistilahan yang merujuk pada anak terakhir, dan

sampai sekarang arti kata atau pokpokjeng secara etimologi tidak ditemukan.

Sedangkan untuk asal usul kata tersebut hanyalah mengikuti kebudayaan atau

tingkah laku nenek moyang, dengan tujuan menghilangkan energi negatif yang

ada dalam diri manusia, sehingga manusia akan hidup dengan sejahtera tanpa

adanya gangguan-gangguan atau penghalang yang akan menimbulkan malapetaka

bagi mereka yang diyakini bahwa malapetaka tersebut datangnya dari roh leluhur.

Pokpokjeng merupakan salah satu tradisi yang ada dalam acara pernikahan

yang dikhususkan bagi salah satu mempelai atau keduanya, dimana posisi

pengantin berstatus sebagai anak terakhir (ruju). Secara simbolis disediakan

berbagai peralatan dapur pada zaman dahulu yang masih terbuat dari tempurung

kelapa dan kayu, dan peralatan dapur lainnya seperti baskom dan sebagainya, juga

bumbu-bumbu dapur serta dedaunan.

Menurut Bpk Kadio, selaku tokoh adat di Desa Kalianyar Kec. Krangkeng

Kab. Indramayu, beliau mendeskripsikan pokpokjeng sebagai berikut :

Page 71: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

8

“Pokpokjeng kuh jamane paro wali, dadi lamon wong perjodoan,

lamon sing enom yo... ajo nglangkai sing tuo, sebab mau ko...

bokatanan keranjingan ning betaro kalo, ari pokpokjengen iku yo..

sebab anak terakhir bari kelindungan sing betaro kalo, sangkane ding

pokpokjengaken Mulane bumbue ano godong andong, kembang

jambe, godong andong-andong iku dongo, mung salo krungu,

barange sih andong-andong iku dongo mung salo paham”. 5

Artinya :

Pokpokjeng itu dari jaman para wali, jadi kalau perjodohan itu kalau yang

muda tidak boleh ngelangkahin/mendahului yang tua, sebab dihawatirkan

kemasukan dedemit, dan bangsa seperi itu, kalau pokpokjengan itu sebab

anak terakhir agar terlindung dari dedemit, maka dari itu di laksanakan

pokpokjeng itu, makanya bumbu-bumbunya atau perlengkapan

pokpokjeng itu dedaunan dan ada daun andong, bunga jambe, andong-

andong itu sebenarnya asal kata dari do‟a tapi salah pendengaran,

sebenarnya itu doa, Cuma salah faham jadi dinamakan daun andong.

Menurut beliau pokpokjeng berasal dari komunitas para wali. Jadi tidak

boleh serta merta menghilangkan tradisi pokpokjeng sebab, dikawatirkan ada

dampak-dampak negatif ketika tidak melakukakan tradisi dari leluhur, seperti

kesurupan dan lain sebagainya. Apalagi tradisi pokpokjeng yang merupakan

perlindungan untuk anak terakhir agar terhindar dari gangguan arwah leluhur.

Dalam rangka melengkapi proses ritual pokpokjeng mengandung beberapa sarat

diantaranya berupa dedaunan seperti daun andong yang melambangkan doa.

Kemudian beliau juga menambahkan mengenai proses dari pokpokjeng itu sendiri

sebagai berikut:

“Gawe nago-nagoan toli ano irus, kodek centong, so bumbue ning

pawon, bumbu dapur luh, sebab.. pawon iku genae betaro kalo,

wong jaman mau tapi, ari jaman sekien sih.. lako sing ngenggo kayu

kuh ari masak nenggoe gas kabeh, Gawe nago nagoan, ding puter-

puteraken ning grimo iku supayo betaro kalo kuh pado nyingkir,

5 Kadio, Wawancara (Indramayu,1 Maret 2015).

Page 72: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

9

mulane di ubeng-ubengaken ning umo, ambir ding kirab lah, ambir

setan sing ning jero jobong yo metu, ajo ngaru-ngarui”.6

Artinya :

Membuat naga-nagaan, kemudian barang-barang yang dipikul itu berupa

alat-alat dapur, seperti irus, centong, kodek, semua barang-barang dapur,

dan bumbu-bumbu dapur, sebab pada jaman dahulu dapur itu tempatnya

dedemit, tapi kalau jaman sekarang sudah tidak ada yang masak

menggunakan kayu, semuanya menggunakan gas. Membuat naga-nagaan,

kemudian di putarkan keliling rumah itu agar dedemitnya pergi, untuk itu

mengelilingi rumah, agar di usir, setan yang ada di dalam kamarpun keluar

dan tidak mengganggu penghuninya.

Persiapan dalam melaksanakan ritual pokpokjeng, yaitu membuat patung

naga terlebih dahulu yang terbuat dari kayu guna untuk dipikul, dam barang-

barang yang akan dipikul tersebut berupa barang-barang dapur, diantaranya yaitu

entong, irus, baskom, pesegan, tampo, kodek, dan peralatan dapur lainnya serta

bumbu-bumbu pokok dapur, karena orang jaman dahulu beranggapan bahwa

dapur merupakan tempatnya mahluk gaib karena didukung dengan dekor atau

suasana yang menyeramkan dan juga cara memasak yang tradisional seperti masih

menggunakan kayu bakar, namun untuk jaman sekarang sudah jarang bahkan

tidak ada lagi yang menggunakan kayu bakar, dan setelah semua persiapan telah

siap, maka pkopokjeng beserta kedua mempelai dan yang mengantarnya tersebut

mengelilingi rumah, guna untuk mengeluarkan dedemit atau arwah nenek moyang

atau mahluk ghaib yang ada di dalam rumah tersebut sehingga tidak mengganggu

kehidupan rumah tangga kedua mempelai. Beliau juga menambahkan :

“ari pokpokjeng iku yong arane adate wong bengen, dadi kapane

lanang ato wadon kakangadian sing oli jodo ku adine rujulu kun

pokpokjengan sebab bokatan betaro kalo kuh mengkonon kuh,

memang ari betaro kalo kuh oro katon oro kedeleng, ari jaman

6 Kadio, Wawancara (Indramayu,1 Maret 2015).

Page 73: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

10

bengenan kan masih ding gunakaken adate wong bengen, mung

adate kito mekenenakenken kan sing ake ilang, Sejaro sing jamane

para wali mung mekenenankene oro di enggo, kadang-kadang

kongkon nglangkai eh oro nglangkai”.7

Artinya :

kalau pokpokjeng itu adatnya orang jaman dahulu, jadi kalau ada kakak

beradik kemudian yang dapat jodoh itu adiknya yang terakhir itu harus

pokpokjengan, sebab takutnya di ganggu dedemit seperti itu, memang

kalau dedemit itu tidak kelihatan oleh kasat mata, tapi kalau jaman dahulu

itukan masih dipakai adat jaman dahulu itu, tapi adat yang sekarang itukan

kebanyakan sudah hilang, sejarah dari jamannya para wali tapi jaman-

jaman sekarang tidak dipakai lagi, kadang-kadang seharusnya ngelangkahi

tapi ternyata tidak melakukan tradisi ngelangkahi tersebut.

Pokpokjeng itu merupakan adat orang jaman dahulu dan masih

dilestarikan oleh orang jaman dahulu, adat jawa sangat beragam, untuk itu

jawapun dijuluki sebagai pulau yang unik, karena mengandung beragam adat

didalamnya seperti adat perkawinan sebagai contoh adanya tradisi ngelangkahi

untuk adik yang nikahnya mendahului kakaknya, dan tradisi pokpokjeng teruntuk

anak terakhir, dikarenakan kawatir akan adanya arwah nenek moyang yang

mengganggu kehidupannya dan sebagai tolak bala, namun seiring berkembangnya

jaman, dan juga banyaknya para alim ulama yang mengerti tentang hukum islam,

maka adat tersebut pun sedikit demi sedikit hilang. Tidak puas pendapatnya

sampai disitu, beliau juga menambahkan:

“Wong bengen toh ari ngaji yo padu ngaji bae padu muni bae, sejen

karo jaman kien ngaji yo kudu teliti, bedo pengalamane wong

bengen karo wong sekien kuh, mulane jaman bengen sih anae wong

bener, ari jaman kin anae wong pinter, ari bengen sih wong kuh yo

jujur bako jare muni a yo a, tapi jaman sekien kuh biso a di ngali b

luh”.

Artinya :

7 Kadio, Wawancara (Indramayu,1 Maret 2015).

Page 74: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

11

orang jaman dahulu itu kalau ngaji ya asal bunyi ngaji aja, beda dengan

sekarang ngaji itu harus teliti, beda pengalaman orang dulu sama orang

sekarang itu, makannya jaman dahulu itu adanya orang bener, tapi kalau

jaman sekarang itu adanya orang pinter, kalau jaman dahulu itu orang itu

jujur, kalau harus ngomong A ya A, tapi jaman sekarang A juga bisa

diganti B.

Seiring berjalannya waktu, perkembangan jaman pun sangat pesat,

pengetahuan dan teknologi sudah semakin canggih, masyarakat jaman dahulu

ketika ngaji hanya asal ngaji, apa yang mereka tahu dan hanya apa yang mereka

dengarlah yang diucapkan, entah kebenarannya itu tidak ada yang tahu. Perbedaan

jaman dahulu dengan jaman sekarang sangatlah terlihat pada karakter masing-

masing individu, seperti yang beliau contohkan adalah jaman dahulu itu adanya

orang jujur dan jaman sekarang adanya orang pintar, dan dibuktikan dengan

kondisi masyarakat yang sekarang. Beliau juga menjelaskan hukum pelaksanaan

pokpokjeng itu sendiri seperti ucapnya sebagai berikut:

“Ding tenggo yo oro papo oro tenggo yo oro papo, oro biso ding

pastiakun oli to belie, Sing ngenggo yo ngenggo sebab adate wong

jaman kin to, ari adate wong jaman bengen kan masih di enggo

setelahe jaman mekenenaken kan ake ulamo, ari jaman bengen kan

ngenggoe ning kitab indo, wong jawo kuh durung benahi ning kitab

suci. Setelae kitab suci ding gelaraken adat mau iku ilang”.8

Artinya :

Dipakai ya tidak papa, tidak dipakai juga tidak apa-apa, tidak bisa

dipastikan boleh atau tidaknya, yang makai ya makai sebab jaman

sekarang itu beda, kalau jaman dulu itu kan adatnya orang dahulu itu

masih dipakai, tapi jaman sekarang kan udah banyak ulama, kalau jaman

dahulu itu pakainya kitab indo atau jawa kuno, orang jawa itu belum

membenahi kitab suci, setelah kitab suci publikasikan adat jaman dahulu

itu hilang.

Hukum dari pokpokjeng menurut pemaparan dari tokoh adat itu tidak bisa

dipastikan boleh atau tidaknya, karena dilaksanakan atau tidaknya adat tersebut

8 Kadio, Wawancara (Indramayu,1 Maret 2015).

Page 75: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

12

tidak masalah, karena pada jaman dahulu masih menggunakan kitab indo atau

jawa kuno, karena orang jawa belum membenahi kitab suci, dan setelah

digelarnya kitab suci, banyaknya cendekiawan dan kitab suci pun dipublikasikan,

maka adat jaman dahulu pun sedikit demi sedikit hilang.

Sedangkan menurut Bpk H.Tarsidi selaku tokoh agama di Desa Kalianyar

Kec. Krangkeng Kab. Indramayu, beliau mengemukakan mengenai tradisi

pokpokjeng kaitannya dengan hukum islam sebagai berikut:

“Dadiaken keyakinan yo harom, tapi hanya sekedar hiburan, atau

membudayakan tah hanya sebatas senian moli di warnai dengan

keislaman, donge mutere joget yo maco ayat kursi to sholawat, nah

iku arane pokpokjeng kuh sebenere mekonon”.9

Menurut beliau, hukum dari pokpokjeng itu sendiri ketika dibuat menjadi

suatu keyakinan itu menjadi haram, lain halnya dengan menganggap pokpokjeng

itu hanya sebuah tradisi atau kesenian yang kemudian diwarnai dengan keislaman,

maka itu yang sebenarnya dinamakan dengan pokpokjeng, karena pada zaman

dahulu memang budaya tersebut sudah ada, dan dihukumi haram karena

menyekutukan allah, dengan percaya kepada hal-hal ghaib yang ada kaitannya

dengan pelaksanaan tradisi tersebut, sehingga itu dihukumi haram. Namun seiring

berkembangnya agama islam di indonesia, maka pelaksanaan tradisi tersebut atau

ritual gerakan yang ada di dalam tradisi tersebut itu dirubah, seperti ketika pada

waktu muter-muter dan berjoged itu diganti dengan keliling membaca ayat kursi

dan lain sebagainya, maka itu dihukumi boleh, karena pada hakikatnya

pokpokjeng itu seperti itu. Tidak hanya itu beliau juga menambahkan :

9 H.Tarsidi, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 76: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

13

“wong wis rumah tangga lanang wadon, kunkuh digambaraken keyo

berokan nafsue menusa digambarakene luh, diputer-puteraken toli

ding buang, jare buang kuh buang amarah blesake, lamon ning

agama sih laka aturane, mung bahasa-bahasa kiasan bae dadi di

umpamakakene wong wis rumah tangga lanang wadon yo dibuang

nafsu blesake karena wis oli pasangan diputer-puteraken sangkane

gambare blesak bli kan keyo berokan ari nafsu kan blesak. Kapan

keyakinan deweke harus kudu-kudu yo tidak boleh ari oro

diyakinaken hanya sekedar adat kebiasaan ya ora papa, keyakinanne

ya tetep maring gusti allah, yong ari ning agamae sih lako, mung

sekedar adat jawa bae” .10

Artinya :

Orang mau rumah tangga baik pria maupun wanita, lambang dari wajah

seram itu digambarkan sebagai nafsu manusia, kemudian di kelilingkan di

rumah mempelai kemudian dibuang, di buang itu membuang amara jelek,

kalau dalam agama islam itu tidak ada aturannya, hanya bahasa-bahasa

kiasan saja jadi diumpamakan orang yang sudah berumah tangga baik laki-

laki dan perempuan dibuang nafsu buruknya karena sudah punya

pasangan, maka dari itu bentuk gambarnya itu jelek karena nafsu itu kan

jelek makanya dikambarkan dengan muka yang seram. Jika keyakinan

orang tersebut dalam melaksanakan pokpokjeng itu sangat mengharuskan

karena akan ada hal buruk yang menimpa ketika tidak melaksanakan ritual

tersebut maka itu tidak dierbolehkan, namun ketika tidak diyakini hanya

sekedar adat kebiasaan maka itu diperbolehkan, kalau masalah keyakinan

itu hanya kepada allah, karena di agama tidak ada hal demikian, hanya

sekedar adat jawa saja.

Jadi menurut beliau, pokpokjeng ini hanya sekedar tradisi dimana

dilambangkan gambar yang buruk rupa itu merupakan gambaran dari nafsu

manusia, untuk itu ketika hendak berumah tangga maka segala nafsu jelek itu

akan dibuang dalam tradisi tersebut, karena dalam agama tidak diajarkan hal

demikian, hanya tradisi masyarakat setempat untuk meramaikan sebuah

pernikahan, ketika tradisi tersebut itu diyakini adanya unsur-unsur yang

berdampak setelahnya, maka itu diharamkan, karena keyakinan hanya kepada

allah bukan kepada ritul-ritual tradisi tersebut. Beliau juga menambahkan bahwa:

10

H.Tarsidi, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 77: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

14

“dadi bagenoro pokpokjeng iku tapi biasae joged-jogedan dadie

moco solawat, dadi oro berani ngilangakene kuh, ari pokpokjeng iku

yo dudu sing para wali, iku karna menyebarkan islam, Para wali oro

berani langsung ngilangaken, dudu sing paro wali, kaya dene

bangunane golongane zamane para wali, tapi kenapo bangunane

situs-situs hindu budha, ano gapura ano apo, yo maksude karena

waktu semono wong jawa cocoge bangunan mekonon, lamon

dialihaken kota, yo tentune ora langsung nerima, tapi bangunan-

bangunan mekononkan masih ano, bangunane mesjid tembok-

temboke masih ano, karena si wali iku oro langsung buang,

menyesuaikan diri”.11

Artinya :

Jadi tradisi pokpokjeng itu dibiarkan oleh para wali namun diganti

kebiasaannya ketika berjoged ya diganti dengan membaca sholawat, jadi

tidak berani menghilangkan langsung, pokpokjeng itu bukan dari para

wali, itu karena penyebaran islam, para wali tidak berani untuk

menghilangkan langsung tradisi tersebut, jadi bukan dari para wali, seperti

bangunan pada zamannya para wali, tapi kenapa bangunannya situs-situs

hindu budha, ada gapura dan lain sebagainya, itu maksudnya karena pada

waktu itu orang jawa cocok dengan bangunan seperti itu, ketika drubah

menjadi perkotaan maka mereka tidak bisa langsung menerima, tapi

bangunan-bangunan seperti itu sampai sekarang masih ada, seperti

bangunannya masjid dan lain ebagainya itu masih ada karena para wali

tidak langsung membuang, namun menyesuaikan dengan zaman.

Beliau mengutarakan bahwasanya sebenarnya pokpokjeng itu bukanlah

ajaran dari para wali, namun itu sudah ada sebelum para wali datang menyebarkan

islam, untuk itu para wali tidak berani menghilangkan secara langsung adat

tersebut, namun mereka mengubah ritual-ritual di dalamnya sehingga islam secara

berangsur-angsur bisa menyatu dengan kebudayaan yang mereka punya, seperti

halnya bangunan-bangunan islam kebanyakan masih ada unsur hindu budanya

karena pada zaman dahulu kental akan hindu budha. Namun pokpokjeng itu tidak

berasal dari ajaran para wali.

11

H.Tarsidi, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 78: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

15

Sedangkan Menurut Ustadz Oding selaku tokoh agama di Desa Kalianyar

Kec. Krangkeng Kab. Indramayu, beliau berpendapat mengenai tradisi

pokpokjeng kaitannya dengan hukum islam sebagai berikut:

“Dalam ushul fiqh alhukmu yadurru alal illah, Hukum itu tergantug

pada alasan orang tersebut melaksanakan hal itu. Kalo toh ada

sesuatu yang dianggap tidak baik, tapi kalo niatannya bguspun bisa

dinyatakan baik, dikembalikan pada alsan orang tersbut dalam

melaksanakan hal itu”. 12

Menurut beliau pelaksanaan tradisi pokpokjeng ketika dikaitkan dengan

hukum islam, pelaksanaan pokpokjeng itu sendiri tergantung pada niat seseorang

dalam melaksanakan tradisi tersebut, ketika niatnya hanya untuk mengugurkan

kewajiban adat dan tidak meyakini adanya akibat-akibat dari leluhur karena tradisi

tersebut, maka itu diperbolehkan, seperti tambahnya beliau dalam pembahasan

mengenai hukum pelaksanaan tradisi tersebut sebagai berikut :

“Dikembalikan pada alsannya orang tersebut melakukan perbuatan

itu, jadi intinya Kalau hubungan tentang hukum asalnya memang

tidak diperbolehkan, karena adanya niat, ritual-ritual, doa-doa

untuk arwah nenek moyang, tapi kan kemudian dirubah alsannya

atau dirubah budaya tersebut, bisa digunakan dengan sholawat

berupa sholawat, sedekah, maka hukumnya di kembalikan pada

alsannya tersebut, alasanya untuk sedekah ya diperbolehkan”.

Mengenai hukum asal pokpokjeng itu sendiri menurut beliau itu haram

karena adanya keyakinan dalam diri seseorang terhadap tradisi tersebut,untuk itu

tradisi pokpokjeng pada hukum asalnya itu tidak diperbolehkan. Beliaupun

menyontohkan :

“sama seperti wayang kulit, hukum asalya wayang kulit itu tidak

diperbolehkan karena berbentuk wujud manusia, gamelan, tapi kalau

niatannya untuk dakwah itu diperbolehkan, jadi kembali pada hukum

12

Ustd. Oding, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 79: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

16

asalnya, karena secara budaya, itu ada sesuatu atau kemaksiatan di

dalamnya, hukum asal kembalinya seperti itu, jadi haram. kalau

masalah hukum, dikembalikan pada hukum asalnya alasan orang

tersbut melakukan acara itu, sama seperti bakar menyan, hukum

asalnya tidak diperbolehkan tapi kalau niatnya untuk pengharum

ruangan maka itu diperbolehkan, kosidahpun hukum asalnya tidak

diperbolehkan karena ada gamelannya, genjringanpun hukumnya

haram karena ada kecriknya tapi kalau dikembalikan kepada unsur

dakwah maka diperbolehkan”.13

Menurut beliau pelaksanaan pokpokjeng itu sebenarnya termasuk pada

unsur dakwah, karena pokpokjeng sendiri sudah ada dari zaman para wali, namun

itu sebenarnya bukan ajaran dari para wali, mereka hanya mengadopsi dari

peninggalan-peninggalan budaya, sehingga islam dapat lebih mudah masuk dalam

komunitas tersebut. Jadi pada dasarnya hukum pokpokjeng itu sendiri haram,

namun dikembalikan pada niat seseorang dalam melaksanakan tradisi tersebut,

ketika itu hanya sebagai suatu shodaqah atau hanya untuk menggugurkan

kewajiban adat, maka itu diperbolehkan.

Ustadz ujang selaku tokoh agama di Desa Kalianyar Kec. Krangkeng Kab.

Indramayu pun ikut berpendapat mengenai tradisi pokpokjeng dan kaitannya

dengan hukum islam, menurut beliau :

“Ari pokpokjeng kuh isie kukusan, tampo, irus, centong, pesegan

pokoke barang dapur, kapo kito memahami pokpokjeng iku oro

papo, soale kunkuh dilaksanakaken kanggo wong sing garep

munggah ning pelaminan atau rumah tangga, disodakoi barang dapur

tujuane ambir dapure berkah, ari anak rujukan iku boco manja

dikhawatiraken oro biso mekayo, sebenere oro kudu ning anak ruju

bae, kunkuh lamonanuoko sodaqoh wong sing garep munggah ning

pelaminan atau rumah tangga kanggo boco ruju, tujuane sodakoh

ala-alat dapur ambir dapure ngebul ajo kurang mangan”. 14

Artinya :

13

Ustd. Oding, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015). 14

Ustd. Ujang, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 80: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

17

Kalau pokpokjeng itu isinya kukusan, tampo, irus, centong, pesegan

pokoknya barang-barang dapur, kalau saya memahami hukumnya

melaksanakan pokpokjeng itu sbenarnya tidak papa, karena itu

dilaksanakan untuk orang yang akan menuju pelaminan, maka

dishodaqohi barang-barang dapur yang bertujuan agar dapurnya itu

berkah, maksudnya agar tidak kekurangan makan dan lain sebagainya,

karena anak terakhir itu dianggap anak yang manja, tidak bisa bekerja atau

tidak bisa mencari pekerjaan, shadaqah barang- barang dapur itu agar

dapurnya tetap berasap (ngebul) yang menandakan selalu ada makanan

yang bisa di masak, yang bertujuan agar pasangan tersebut tidak

kekurangan makan atau tidak miskin.

Beliau mengatakan bahwa pokpokjeng itu merupakan tradisi pernikahan

untuk anak terakhir yang initinya shodaqah yang berupa barang-barang dapur,

sebenarnya bukan hanya anak terakhir melainkan hanya untuk meramaikan

pernikahan anak terakhir, dan untuk shodaqah karena kedua pasangan tersebut

akan menjalankan kehidupan rumah tangga, untuk itu di adakan shodaqahan sama

hal nya seperti selamatan, namun ini berupa barang-barang dapur. Beliau juga

menambahkan :

“Kenangapo mubengi umo, yo Sebagai i‟tibar bahawa kin garep

rumo tanggoli di shodaqohaken, lamon kasarane wong ngomong ko

kih mo umo siro luh wis di shodakoin ambir berkah, atau gusti kulo

kih wis garepan umo-umo kih di shodakoh nyuwun berkah pado bae

kakonon kuh, kalo memang tidak ada hang-hong, hang-hong dan

sebagainya, sewerue kito yo pokpokjeng kuh hanya sekedar gawe

toli lamon jaman kine hanya sedekah, hanya sekedar di gawe,

pokpokjeng itu sedekah dapur, yang dikeluarkan itu alat-alat dapur”. 15

Artinya :

Kenapa harus mengelilingi rumah, sebagai i‟tibar bahwa anak tersebut

atau pasangan tersebut akan menjalani kehidupan rumah tangga, maka

dishodaqah kan agar mendapat keberkahan, atau secara kasarnya

mengatakan pada rumah, rumah kamu itu sudah di shodakahin supaya

berkah, atau sama halnya dengan meminta kepada tuhan, gusti saya akan

melaksanakan berkeluarga, saya bersedekah meminta keberkahan, sama

15

Ustd. Ujang, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 81: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

18

halnya demikian, kalau memang itu tidak ada hang-hong dan segala

macam, setahu saya pokpokjeng itu shadaqah dapur, yang dikeluarkan itu

adalah alat-alat dapur.

Beliau berpendapat bahwa berkeliling rumah itu hanya sebagai i‟tibar,

yang memberitahukan bahwa kedua mempelai tersebut akan melangsungkan

kehidupan rumah tangga sehingga meminta berkah kepada allah, alat-alat dapur

hanya sebagai simbol, karena di dalam dapur adalah kebutuhan pokok seperti

makanan, diharapkan dengan shadaqah alat dapur itu menjadikan pasangan suami

istri ini kebutuhannya selalu terpenuhi. Lanjut beliau mengenai tradisi ini sebagai

berikut:

“Kalo kita berbicara adat indonesia itu susah karena indosesia itu

didahului oleh hindu maka secanggih apapun selama apapun islam

mencoba ngoyoh di indonesia tetep budaya hindu itu tidak hilang

karena itu budaya, kalo memang atau selagi kebudayaan itu tidak

mengandung kemusyrikan secara terang-terangan, kita kembali pada

niatnya”.

Menurutnya indonesia itu penuh dengan budaya hindu budha, karena pada

muasalnya budaya merekalah yang pertama kali ada di indonesia sehingga ketika

islam ingin mengubah semuanya, itu tidak bisa langsung menghilangkan budaya-

budaya tersebut, dan tradisi pokpokjeng itu sendiri merupakan peninggalan

budaya hindu budha yang masih mempercayai dengan animisme dinamisme.

Namun ketika tradisi tersebut tidak mengandung unsur kemusyrikan secara

terang-terangan, maka semua itu dikembalikan pada niatnya masing-masing.

Beliau juga memberikan contoh sebagai berikut:16

“salah satu contoh sesajen, ada asal muasale wong iku kan sesajen

iku permisi karo wong penunggu sawo tapi dalam islam kan kita

16

Ustd. Ujang, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 82: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

19

tidak boleh maka para wali dengan tidak merubah adat, datang ke

indosesia itu tidak merubah adat tapi yang dirubah itu niatnya, atas

dasar tadi innamal a’malu binniat, wong iku apo niate kalo bicara

masalah fiqh alhukmu la yadurru wujudan au ‘adaman, smua

hukum itu tergantung pada alsannya”.

Salah satu contoh sesajen, asal-usulnya masyarakat menganggap bahwa

sesajen itu bentuk ucapan salam atau permisi kepada penghuni sawah kalau dia

punya sawah, kepada penghuni tanah kalau dia akan membangun rumah, tapi

dalam islam itu tidak diperbolehkan, begitu islam datang ke indonesia, islam tidak

menghilangkan tradisi tersebut namun yang dirubah hanyalah niatnya atas dasar

innamal a’malu binniat itu tadi. Tidak sampai disitu, beliau juga menambahkan

bahwasanya :

“Kalau kita melihat dari jenis budaya, itu tidak papa bahkan itu baik,

hubbul waton minal iman, cinta tanah air itu sebagian dari iman.

Cinta tanah air tidak lepas dari budayanya. Seumpamane kenangapo

diumbeng-ubengaken dingin, sebagai i‟tibar, seperti halnya sedekah

di anak yatim, kenapa harus di panggung , sebagai contoh untuk

yang lain”.17

Menurutnya ketika pokpokjeng dilihat dari segi budaya, maka tidak

masalah, karena cinta tanah air merupakan sebagian dari iman, untuk itu, cinta

tanah air tidak lepas dari budaya, ketika ditanya mengapa pokpokjeng itu harus

keliling rumah, itu hanya sebagai i‟tibar. Sama halnya dengan santunan kepada

anak yatim itu kenapa kok di ekspos, karena sebagai contoh kepada masyarakat

lain, agar mereka pun terketuk hatinya untuk bershodaqoh juga.

17

Ustd. Ujang, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 83: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

20

Pelaksanaan Pokpokjeng

Pokpokjeng merupakan sebuah benda kayu seperti ogoh-ogoh, namun

pokpokjeng berbentuk pikulan semacam pikulan guna memikul air, yang

berbentuk naga dan bermuka seram, pokpokjeng biasanya dibuat oleh sesepuh

desa, orang tua yang masih berpegang teguh pada adat. Dan pokpokjeng itu

berisikan barang-barang dapur, Pelaksanaan pokpokjeng yaitu setelah akad, kedua

mempelai beserta tamu undangan berkumpul (berdiri), kedua mempelai

berhadapan dengan pokpokjeng beserta orang yang memimpin ritual tersebut,

kemudian yang memimpin tradisi tersebut membacakan baca-bacaan yang

diperuntukkan untuk arwah leluhur dan kedua mempelai, setelah itu pemimpin

ritual memikul pokpokjeng sambil membawa kemenyan, pengatin dan tamu

undangan mengelilingi rumah hajat sebanyak tujuh kali putaran yang diiringi

dengan bacaan sholawat, selepas itu pokpokjeng dilepaskan dan tamu undangan,

masyarakat sekitar berebut barang-barang dapur yang berada di pokpokjeng

tersebut, setelah itu surak yaitu pengantin menaburkan uang logam dan

masyarakat pun berebut uang logat tersebut.

Makna Simbol-Simbol Dalam Pokpokjeng

1. Barang-barang dapur : dimaksudkan agar tidak kekurangan kebutuhan

pokok dalam keluarga (kurang mangan) dikarenakan pokoknya rumah itu

ada di dapur maka barang-barang dapur yang menjadi simbolnya

2. Godong andong : dilambangkan sebagai doa.

3. Uang logam : dimudahkan rezekinya

Page 84: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

21

Berangkat dari paparan data rumusan pertama menyangkut mengenai

pandangan terhadap tradisi pokpokjeng, diperoleh 3 kategori pandangan tokoh

masyarakat tentang tradisi pokpokjeng kaitannya dengan hukum islam yang akan

dipaparkan pada skema berikut :

Skema Kategori Pandangan Masyarakat

No Kategori Informan Argumen

1 Normatif

Teosentris

Ustadz. Oding

Hukum asal dari pokpokjeng itu

haram, karena mengandung unsur

kesyirikan, namun semua perbuatan

bergantung pada niat seseorang.

Bpk.H.tarsidi

2 Sosiologis

Teosentris

Ustadz. Ujang

Pokpokjeng merupakan kegiatan

yang bagus, mempunyai nilai sosial

yang tinggi, meskipun tradisi

tersebut merupakan peninggalan

dari budaya hindu-budha, namun

hukumnya diperbolehkan, karena

kita memandangnya dalam hal

positif, namun ketika diyakini,

maka hukumnya menjadi haram.

Bpk. Ade

Ibu. Heni

3 Primitif

Dogmatis

Bpk.kadio

Pokpokjeng itu harus dilakukan

untuk anak terakhir, karena ketika

tidak dilakukan maka akan susah

dalam menjalani kehidupan rumah

tangga.

Ibu. Laras

Berangkat dari paparan di atas, ditemukan tiga kategori pemahaman

keagamaan tentang tradisi pokpokjeng, yaitu normatif teosentris, sosiologis

teosentris, dan primitif dogmatis. Pemahaman masing-masing sebagaimana yang

disebutkan, normatif teosentris dimaksud adalah, bahwa sekian besar komunitas

memandang tradisi pokpokjeng berangkat dari taj, karena itu stetmen yang

dilontarkan selalu berbicara tentang agama, sekalipun pada proses berikutnya

memperkenankan dengan ukuran-ukuran sosial. Kemudian rujukannya top-down,

Page 85: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

22

membicarakan halal-haram terlebih dahulu, namun setelah di lapangan mulai

lentur, tapi masih berbicara mengenai aspek keagamaan. Kedua adalah sosiologis

teosentris, membicarakan sosiologis terlebih dahulu yaitu memperbolehkan,

namun pada akhirnya mengharamkan. Kemudian yang ketiga primitif dogmatis,

karena dilandasi dengan keawaman, kmudian mendapatkan dogma mengenai

tradisi pokpokjeng.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat diungkapkan bahwa masyarakat

awam, menganggap upacara pernikahan berdasarkan adat dan budaya daerah

merupakan sebuah keharusan dan bernilai sakral. Sakral bisa berarti suci,

keharusan.18

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti sakral

adalah suci, atau keramat. Saat ini banyak di antara kita yang menggelar upacara

adat pernikahan. Sebelum atau sesudah akad digelar, tradisi pernikahan yang

dikatan sakral itu diadakan. Di mulai dari do‟a memohon agar rumah tangganya

berjalan langgeng,tenang, damai, hingga harapan keluarga sakinah di dunia dan

akhirat.

Oleh karenanya, ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari

segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan

Islam, diperlukan upaya-upaya reformulasi nilai-nilai islam. Dengan demikian

mengingat umat Islam dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan

menyanjung nilai-nilai adat istiadat setempat.

18

Http://Kbbi.Web.Id/Sakral

Page 86: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

23

Dalam perkembangan tata kehidupan masyarakat Kalianyar berdasarkan

pengalaman mereka, keberadaan tradisi pokpokjeng, tidak dapat dijadikan sebuah

keyakinan yang mengarah kepada suatu keharusan, anjuran atau perintah pada

praktek perkawinan. Sementara itu tradisi adalah suatu kepercayaan secara turun-

temurun yang berasal dari zaman dahulu atau nenek-moyang terdahulu ataupun

anjuran yang diyakini dapat memberikan pengaruh terhadap suatu tindakan yang

dilakukan masyarakat.19

Masyarakat Kalianyar yang pada umumnya adalah Islam, sebagian besar

diantara mereka tidak meyakini adanya implikasi dari sebuah tradisi, namun

mereka masih tetap menjalankan tradisi tersebut sebagai bentuk penghormatan

terhadap sesepuh desa atau hanya sebagai bentuk memeriahkan sebuah acara yang

digelar oleh masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari kepercayaan ataupun

keyakinan terhadap tradisi pokpokjeng yang hanya untuk memeriahkan acara

pernikahan anak terakhir.

Dalam sebuah hasil wawancara kepada elemen masyarakat yang terbagi

atas sesepuh desa, tokoh agama, tokoh pemerintahan serta sebagian masyarakat

Kalianyar dapat diperoleh sebuah pemahaman yaitu:

Tradisi pokpokjeng adalah tradisi pernikahan yang hanya dilakukan

khusus untuk anak ruju (terakhir), karena anak ruju (terakhir) itu biasanya manja,

kurang mandiri, masih bergantung pada orang tua, dan nasibnya berbeda dengan

kakak-kakanya, dan juga ditakutkan tidak bisa bekerja. Oleh karena itu

19

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan,(Purwokerto: STAIN Purwokerto Press,2008), h. 39..

Page 87: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

24

pokpokjeng hanya di berlakukan khusus untuk anak terakhir, sebenarnya tidak

hanya anak terakhir, namun yang sudah menjadi tradisi adalah anak terakhir

maka anak terakhirlah yang melangsungkan pokpokjeng tersebut.

Sebagian memahami bahwa pokpokjeng sebagai adat masyarakat

Kalianyar yang mengatur perkawinan bagi anak terakhir. Kalaupun tidak

melakukan tradisi pokpokjeng dalam menikahkan anak terakhirnya tidak menjadi

masalah. Sedangkan menurut masyarakat yang masih memegang teguh keyakinan

terhadap leluhur mereka, berpendapat bahwa akan ada dampak ketika anak

terakhir tidak melaksanakan pokpokjeng dalam pernikahannya, seperti halnya

nanti pada usia tuanya datang, maka akan cepat lupa atau pikun, kemudian seperti

orang kesurupan dan bisa juga menjadi gila, namun semua itu dikembalikan

kepada kepercayaan masing-masing.

Sedangkan menurut sebagian besar masyarakat menganggap bahwa semua

itu hanyalah sebuah tradisi tidak ada kaitannya dengan ajaran islam, atau tidak

terdapat dalam ajaran islam, ketika kita menengok pada hukum islam, dan adat

tersebut diyakini, maka sebenarnya termasuk jalan menuju kemusyrikan. Karena

meyakini adanya kekuatan lain selain kekuatan allah SWT, dengan adanya

kepercayaan terhadap akibat yang ditimbulkan ketika tidak melaksanakan tradisi

tersebut.

Sedangkan ketika kita lihat dari kacamata sosial, memang sebenarnya

tradisi tersebut bagus, karena adanya rasa berbagi pada masyarakat sekitar seperti

berbagi barang-barang yang ada dalam pokpokjeng tersebut yaitu alat-alat dapur,

Page 88: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

25

dan kegiatan berebut alat-alat dapur itulah yang membuat semua kumpul, tua,

muda sampai anak-anakpun ikut merayakannya.

Menurut data wawancara dari beberapa tokoh agama di Desa Kalianyar

Kec. Krangkeng Kab. Indramayu, ketika tradisi pokpokjeng dikaitkan dengan

hukum islam, mereka mengatakan bahwasanya tradisi pokpokjeng bukan

merupakan ajaran islam, atau peninggalan para wali. Melainkan tradisi tersebut

sudah ada terlebih dahulu sebelum islam datang dan disebarkan oleh para wali.

Namun tradisi tersebut tidak bisa langsung dihilangkan oleh para wali, karena

ketika tradisi tersebut dihilangkan maka islam sulit untuk masuk dan berkembang

di daerah tersebut, untuk itu perlahan islam masuk melaui tradisi tersebut.

Berdasarkan keterangan dari beberapa narasumber yang peneliti

wawancarai, penulis mengambil kesimpulan tentang status pokpokjeng sebagai

berikut:

1. Pokpokjeng, sejatinya reminisensi (kenangan) atau peninggalan dari

budaya hindu-budha

2. Pokpokjeng dilestarikan oleh masyarakat Desa Kalianyar dan menjadi adat

mereka

3. Pokpokjeng hanya berlaku khusus untuk anak terakhir

4. Pokpokjeng bukan semata kegiatan senang-senang, bergembira ria, namun

ada unsur ritual tertentu. Keberadaan ritual ini tidak akan lepas dari

keyakinan tertentu atau ideologi yang menjadi motivasi utama untuk

melakukannya.

Page 89: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

26

5. Ketika tidak melaksanakan tradisi tersebut maka akan ada akibatnya

seperti: gila, kemasukan mahluk halus dll.

Mengacu pada beberapa catatan di atas, kita beralih pada pembahasan

hukum pokpokjeng. Ketika tradisi pokpokjeng ini ditinjau dari sudut pandang

Islam, bahwa tradisi adalah kebiasaan atau adat masyarakat yang telah dilakukan

berulang kali secara turun temurun.

العادة مااستمرالناس عليه على حكم املعقول وعادواإليه مرة بعداخرى“Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus-menerus

dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara

kontinu manusia mau mengulangya”.20

لعادةى من قول أوترك ويسم ماتعارفه الناس وأسارواعليه

“Sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan mereka

menjadikannya sebagai tradisi,baik berupa perkataaan, perbuatan

ataupun sikap meninggalkan sesuatu „urf disebut juga adat

istiadat”.21

Maka, dari pendapat tersebut bisa dikatakan bahwa pokpokjeng

merupakan adat atau tradisi, hal ini di indikasikan oleh beberapa hal yaitu:

1. pokpokjeng telah dipercaya, diamalkan dan dipertahankan oleh

masyarakat Kalianyar secara terus menerus dan berulang-ulang dalam

20

Abdul Waid, Kmpulan Kaidah Ushul Fiqh (Jogjakarta: Ircisod,2014), h. 150. 21

Abdul Waid, Kmpulan, h. 151.

Page 90: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

27

pengamalan suatu perbuatan dalam suatu perkawinan menjadi syarat yang

sangat urgen bagi anak terakhir, karena jika perbuatan tersebut hanya

diamalkan sesekali, maka perbuatan itu gagal untuk berpredikat tradisi.

Terus menerusnya pengamalan pokpokjeng bisa di buktikan dengan

keterangan informan yang diinterview oleh peneliti yang secara

keseluruhan mereka memberikan keterangan atau informasi bahwa

pokpokjeng telah diamalkan dan dipertahankan secara turun-temurun dan

telah mengakar sejak dahulu kala.

2. pokpokjeng telah diketahui oleh seluruh masyarakat Kalianyar dan mereka

sebagian besar mengamalkan kebiasaan ini, disamping itu juga dilihat dari

bentuknya kebiasaan ini berupa kegiatan dan perbuatan yang berbentuk

ucapan tentang pengertian tradisi merupakan komponen atau wujud dari

sesuatu yang dikerjakan yang apabila dikerjakan secara terus menerus,

maka akan bisa dikatakan sebagai tradisi.

Adapun ditinjau dari macam-macamnya, maka pokpokjeng bisa

dikategorikan masuk pada:

a. Dari segi obyeknya pokpokjeng ini masuk pada Al-urf al-amali (adat

istiadat/kebiasaan yang menyangkut perbuatan) yang dimaksud dengan

Al-urf al-amali adalah tradisi atau kebiasaan masyarakat dalam

melaksanakan perbuatan tertentu dalam meredaksikan sesuatu, sehingga

makna perbuatan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran

masyarakat. Ditetapkannya pokpokjeng masuk dalam cakupan ini karena

pokpokjeng berupa perbuatan manusia yang bersangkutan dengan asal

Page 91: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

28

muasal dilaksanakannya tradisi pokpokjeng sebagai Cikal Bakal, oleh

karenanya tradisi ini tidak bisa dikategorikan sebagai al-urf al-lafzhî (adat

istiadat/kebiasaan yang berbentuk perkataan).

b. Dari segi cakupannya tradisi ini masuk pada al-urf al-khâsh (tradisi yang

khusus) yaitu kebiasaan yang berlaku di suatu daerah dan masyarakat

tertentu saja. pokpokjeng masuk dalam jenis ini dengan argumen bahwa

tradisi pokpokjeng hanya terdapat di Kalianyar, oleh karenanya tradisi

pokpokjeng tidak bisa di masukkan pada jenis al-urf al-„âm (tradisi yang

umum) atau kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas diseluruh

masyarakat dan diseluruh daerah.

c. Adapun ketika ditinjau dari segi keabsahannya, untuk mengidentifikasi

apakah tradisi pokpokjeng bisa dikatakan absah atau tidak dari sudut

pandang Urf, maka penelusuran dalam penerapannya menjadi sangat

penting dan signifikan. Berdasarkan keterangan tersebut yang perlu kita

ketahui bahwasannya ada

sebuah kaidah fiqhiyyah yang mengatakan bahwa:

ح ح ى يدل الدليل على رحرماالصل ىف األ شياءاال اب

“Pada dasarnya setiap sesuatu hukumnya boleh sebelum ada dalil yang

jelas yang menunjukkan keharaman sesuatu tersebut´.22

22

Prof.H.A.Dzazuli, Kaidah- Kaidah Fikih (Jakarta: Kencana,2006), h. 51.

Page 92: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

29

Bersandar pada kaidah di atas, maka pada dasarnya tradisi pokpokjeng

tersebut hukumnya boleh, mengenai permasalahan ini para ulama‟ ushul fiqih

merumuskan suatu kaidah fiqh yang berkaitan dengan adat, yang berbunyi:23

العدة حمكم مامل خيالف النص“Adat kebiasaan bisa dijadikan Hukum selama tidak bertentangan dengan

Nash”.

Tradisi pokpokjeng yang sudah dianggap adat kebiasaan tersebut dapat

dikatakan sebagai hukum jika memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Perbuatan yang dilakukan logis dan relevan dengan akal sehat. Syarat ini

menunjukkan bahwa adat tidak mungkin berkenaan dengan perbuatan

maksiat.

2. Perbuatan, perkataan yang dilakukan selalu terulang-ulang, bisa dikatakan

bahwa telah menjadi bagian hidup masyarakat sekitar.

3. Tidak bertentangan dengan ketentuan nash, baik al-Qur‟an maupun As-

Sunnah.

4. Tidak mendatangkan kemadhorotan serta sejalan dengan jiwa dan akal

yang sejahtera.24

Dari kaidah tersebut menurut penulis, apakah tradisi pokpokjeng yang

sudah diyakini oleh masyarakat Kalianyar tersebut dapat dikategorikan sebagai

suatu kebiasaan yang dapat dijadikan hukum?

23

Abdul Waid, Kmpulanh.155 24

Abdul Waid, Kmpulan Kaidah Ushul Fiqh (Jogjakarta: Ircisod,2014), h. 164.

Page 93: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

30

„Urf adalah aturan hukum yang mengatur kehidupan manusia sehingga

bisa menciptakan keteraturan, ketentraman, dan keharmonisan. Kalau dilihat dari

syarat-syarat tersebut tradisi perkawinan pokpokjeng yang terjadi di Kalianyar itu

tidak bisa untuk dilestarikan dan dipertahankan, disebabkan karena tradisi ini

mengandung unsur kesyirikan di dalamnya.

Dilihat dari poin-poin diatas maka tradisi tersebut merupakan tradisi yang

mendekati pada kemusyrikan. karena meyakini sesuatu bukan karena allah, secara

tidak langsung taat secara sadar dan sukarela pada sesuatu ajaran atau perintah

selain dari ajaran Allah.25

Seperti masyarakat Desa Kalianyar yang masih

meyakini adanya dampak atau hal-hal negatif yang timbul bahwa ketika tidak

melaksanakan tradisi pokpokjeng maka akan menjadi gila dan lain sebagainya.

Memang masih mempercayai akan ke esaan allah, namun hal tersebut termasuk

pada perbuatan yang mendekati pada kemusyrikan. Dan dalam al-qawaid al-

assasiyyah disebutkan bahwa:26

ماأدى إاىل احلرم فهو حرام“Apa yang membawa kepada yang haram maka hal tersebut juga

haram”.

Syirik merupakan perbuatan yang menyekutukan allah dan itu jelas-jelas

dihukumi haram, bahkan merupakan perbuatan yang tidak dapat dimaafkan.

Mengacu pada kaidah diatas maka hal-hal yang membawa pada kesyirikan itupun

25

Http://Muslim.Or.Id/Aqidah/Memahami-Makna-Syirik.Html 26

A.Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih.(Jakarta;Kencana,2006),h. 12

Page 94: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

31

dihukumi haram. Seperti halnya tradisi pernikahan yang diselenggarakan oleh

masyarakat Desa Kalianyar Kec. Krangkeng Kab. Indramayu. Yaitu tradisi

pokpokjeng. Karena perbuatan Syirik bukan hanya sekedar diartikan dengan

seseorang menyembah berhala atau mengakui ada pencipta selain Allah SWT.

Meskipun menyembah berhala memang termasuk syirik, namun kesyirikan

sebenarnya lebih luas daripada itu.

Berbagai tradisi warisan budaya yang selama ini masih banyak

dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat yang mengaku dirinya

sebagai muslim, ternyata mengandung kesyirikan yang nyata. Karena dalam

tradisi tersebut mengandung banyak sekali perilaku keyakinan bahwa ada

kekuatan atau kekuasaan lain selain Allah yang dapat memberikan kemaslahatan

dan kemudharatan bagi manusia.

Dilihat dari segi syari‟at agama perbuatan yang mempercayai adanya

kekuatan lain yang dapat menimbulkan kemudharatan dan dapat memberikan

perlindungan kepada manusia sebagai makhluk adalah suatu perbuatan yang sama

dengan mengadakan tandingan atas Allah Yang Maha Esa. Kepercayaan ini

dinamakan syirik. Karena syirik itu tidak hanya sebatas menyembah atau sujud

kepada selain Allah SWT, tetapi segala macam perbuatan yang mengarah kepada

pengakuan adanya kekuatan dan kekuasaan lain yang menyamai kekuasaan dan

kekuatan Allah SWT dikatagorikan dengan syirik.27

27

Http://Muslim.Or.Id/Aqidah/Memahami-Makna-Syirik.Html

Page 95: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

32

Atas dasar itu maka penulis membandingkan apa yang dilakukan oleh

kebanyakan orang yang mempunyai tradisi menyediakan sesajen bagi roh-roh

halus, ghaib, jin dan syetan atau sesuatu yang dianggap dapat mendatangkan

marabahaya/kemudharatan kalau tidak diberikan sesajen, dan akan terlindungi

oleh mereka apabila disediakan sesajen tersebut. Sama halnya dengan

pokpokjeng, didalam pokpokjeng juga terdapat ritual dan sesajen yang harus

disediakan pada saat upacara tersebut diselenggarakan, dan itu mereka lakukan

berdasarkan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang yang masih jahiliyah,

tidak kenal akan tauhid, atau mereka ikuti dari meniru perbuatan orang-orang non

muslim. Maka sangatlah jelas dan nampak terang benderang tidak terselubung

bahwa apa yang diperbuat itu suatu kesyirikan besar.

Tradisi pokpokjeng memang secara hukum asal itu haram, karena terdapat

unsur-unsur kemusyrikan, dan juga termasuk peninggalan dari budaya hindu

budha, namun ketika islam datang ke tanah jawa, maka islam tidak bisa langsung

menghilangkan adat atau budaya yang sudah tertanam bertahun-tahun silam di

daerah tersebut. Untuk itu islam mengubah sedikit demi sedikit dari tradisi

tersebut, dan yang dirubah dari pokpokjeng adalah bacaan-bacaan di dalamnya,

seperti bacaan ayat kursi dan lain sebagainya, untuk itu corak dari tradisi tersebut

yaitu berupa corak keislaman, sehingga masyarakat awam menganggap bahwa

tradisi tersebut datang dari para wali, atau tradisi dari agama islam. Padahal itu

Page 96: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

33

bukanlah dari agama islam. Dan dalam kaidah ushul fiqh tentang tradisi

disebutkan bahwa :28

الينكرت غي االحكام بتغيالزمان واملكان“tidak dapat dipungkiri bahwa hukum akan selalu berubah dengan

sebab perubahan waktu dan tempat.”

Dari kaidah tersebut dapat dilihat bahwa hukum itu berkembang,

pokpokjeng yang hukum asalnya adalah haram, seiring berjalannya waktu

pokpokjeng pun boleh-boleh saja dilakukan, dengan syarat hilangnya unsur-unsur

didalamnya yang mengandung apa yang diharamkan. Dalam kaidah lain juga

disebutkan :

احلكم يدورمع علته وجودا وعدما “Hukum (yang berillat) akan selalu berputar bersama illatnya, ada

dan tidak adanya.”29

Hukum asal dari Pokpokjeng yang merupakan tradisi pernikahan yang

dilakukan khusus untuk anak terakkhir ini adalah haram, namun ketika ada

perubahan didalamnya yang berupa menghilangkan unsur keharamannya maka

boleh-boleh saja dilaksanakan, namun ketika pokpokjeng itu tetap diyakini maka

tetap kembali pada hukum asalnya yaitu haram. Karena semua perbuatan itu

tergantung pada niatnya, jika niatnya hanya untuk memeriahkan atau hanya

sebatas tradisi saja, maka pokpokjeng tersebut boleh-boleh saja dilaksanakan,

28

Abdul Waid, Kmpulan Kaidah Ushul Fiqh (Jogjakarta: Ircisod,2014), h. 155. 29

Abdul Waid, Kmpulan.h.155.

Page 97: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

34

namun ketika ada unsur-unsur keyakinan terhadap tradisi tersebut maka itu haram

hukumnya karena sama halnya dengan menyekutukan Allah swt.

2. Implikasi Tradisi Pokpokjeng Dalam Membangun Keluarga Sakinah

Masyarakat jawa yang melestarikn beragam budaya itu memiliki makna

tersendiri, dengan modal kepercayaan yang tertanam didalamnya untuk mewarisi

peninggalan nenek moyang, dan akan ada hasil dari kepercayaan tersebut, dari

penyembahan pada ruh nenek moyang ini akhirnya memunculkan tradisi dan

ritual untuk menghormati ruh nenek moyang, penghormatan dan penyembahan

biasanya dilakukan dengan sesaji dan selametan.30

Sama halnya dengan

pokpokjeng, karena hal ini dalam bentuk pernikahan untuk anak terakhir.

Maka sesajennya berupa pokpokjeng guna sebagai bentuk penghormatan

kepada ruh nenek moyang, tujuan ritual ini adalah sebagai wujud permohonan

pada ruh leluhur untuk memberikan keselamatan bagi para keturunannya yang

masih hidup dalam hal ini bagi kedua mempelai yang akan mengarungi kehidupan

rumah tangga. Ketika benar adanya terdapat dampak atau hal-hal yang tidak di

inginkan sebenarnya itu tidak ada hubungannya dengan tradisi tersebut namun

dengan keyakinan yang kuat mengenai tradisi tersebut maka munculah anggapan

bahwasanya kejadian yang tidak diinginkan merupakan akibat dari tradisi

pokpokjeng yang dipercayai oleh masyarakat desa kalianyar kec. Krangkeng, kab.

Indramayu. Untuk memperjelas implikasi dari tradisi pokpokjeng maka penulis

pun mewawancarai beberapa tokoh masyarakat desa kalianyar, kec. Krangkeng,

kab. Indramayu.

30

Suwito Ns, Islam Dalam Tradisi Begalan,(Purwokerto: STAIN Purwokerto Press,2008), h. 37.

Page 98: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

35

Menurut Bapak Kadio, selaku tokoh adat di Desa Kalianyar Kec.

Krangkeng Kab. Indramayu, beliau menjelaskan implikasi dari pokpokjeng

sebagai berikut :

“dadio mengkonon luh, kadang-kadang wis tuo dau inget, iloke yo

mekonon lu akeh klalenane ari oro ding pokpokjengaken luh, iloke

yo pikirane kurang normal, kadang kadang luh kakonon, iku kenang

betaro kalo. Ari Betaro kalo iku genae biasane ano ning prapatan,

janji ano wong liwat oro dem oro watuk yo kadang ding jawil

betaro kalo, adate go wong bengen, jamane para wali ari jaman

menekakene yo oro ding terusaken”.31

Artinya :

Jadi ya seperti itu, kadang-kadang sudah tua baru ingat, kadang juga

banyak lupanya kalau tidak melakukan pokpokjeng, kadang juga

fikirannya kurang normal, kadang seperti itu tuh akibat dari dedemit,

dedemit itu tempatnya di perempatan jalan, jadi kalau ada orang lewat

tidak dehem atau batuk itu kadang dicolek sama dedemit, itu kebiasaan

orang jaman dahulu, jamannya para wali, tapi kalau jaman sekarang itu

tidak diteruskan lagi.

Pada saat anak terakhir menikah dan tidak melakukan pokpokjeng maka

akan berakibat pada kehidupannya kelak dimasa tua, dan dimasa tuanya itulah

baru menyadari bahwa dulu tidak melaksanakan pokpokjeng, dan hasilnya

berakibat bada diri orang tersebut seperti banyak lupanya atau pikun, kadang juga

fikiran yang tidak normal, itu semua disebabkan oleh ruh nenek moyang atau

mahluk ghaib, mahluk halus seperti itu biasanya terdapat di perempatan jalan,

untuk itu barang siapa saja yang melewati perempatan jalan maka harus permisi

terlebih dahulu kepada mahluk halus yang menjadi penunggu tempat tersebut,

bentuk permisinya seperti dehem, atau batuk, tau yang berbau bunyi-bunyian.

Beliau juga menambahkan :

31

Kadio, Wawancara (Indramayu, 1 Maret 2015).

Page 99: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

36

“kadang-kadang wong sing inget bengene oro pokpokjegan kadang-

kadang luh Jublag jubleg keyo wong oro normal pikirane, ilang

ingetan, kitae dewek ilok ding beluk, maueluh ding sepelekaken

setelahe donge wis seiki mekonon luh lamon dodok kuh jubleg bae

keyo wong keranjingan, yo barange sih oro dadi masalah, Ari adat

kuh yo di enggo yo bagus oro di enggo yo oro dadi masalah, kun kuh

tergantung kitae”.32

Artinya :

Kadang-kadang orang yang ingat kalau dia dulunya tidak

melaksanakan pokpokjeng, kadang-kadang plonga-plongo kaya

orang yang tidak normal fikirannya, hilang ingatan, saya juga pernah

dipanggil, dulunya itu orang tersebut menyepelekan,tidak

melaksanakan pokpokjengan, dan sekarang itu pas sudah tua ya itu

kaya orang plonga-plongo, kalau duduk itu kaya orang kesurupan,

padahal mah tidah jadi masalah, kalau adat itu kan di laksanakan ya

bagus, tidak dipakai ya tidak ada masalah, semua itu tergntung

kitanya.

Beliau juga menyatakan bahwa beliau pernah dipanggil oleh orang yang

disaat pernikahannya itu tidak menggunakan pokpokjeng, padahal itu anak

terakhir, dan menurut pengakuan bapak kadio selaku tokoh adat di desa kalianyar

tersebut beliau mengatakan bahwa orang tersebut seperti orang yang tidak normal

(jublag-jubleg atau plonga-plongo), dia tidak mengenali seseorang yang ada

disekitarnya, dan itu menurutnya adalah akibat menyepelekan tradisi leluhur, dan

beliau juga menambahkan bahwa sebenarnya tidak ada masalah ketika tradisi

tersebut dilaksanakan atau tidaknya, karena semua itu tergantung pada diri

masing-masing.

Selain itu juga terdapat hal positif dari tradisi pokpokjeng tersebut seperti :

“toli mulane toh marekaken kito ning rayatan, dadi ngulati endi

rayate kito sing bakale kewajiban gawo pokpokjeng, dadi marekaken

kito ning seduluran, ari jaman kin kan lako sing dodokaken rayat,

perlue sih marekaken seduluran, antara penganten wadon karo

32

Kadio, Wawancara (Indramayu, 1 Maret 2015).

Page 100: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

37

penganten lanang kuh ding kidung dingin, bari ngirab sial, amber

lamon usaha yo ajo ano rintangane”.33

Artinya :

Selain itu juga, mendekatkan kita pada kerabat-kerabat, jadi nyari mana

saodara kita yang bakal berkewajiban memikul pokpokjeng itu, jadi

mendekatkan kita pada kekerabatan, kalau jaman sekarang itu tidak ada

yang menunjukkan kerabat, perlunya itu mendekatkan kekerabatan, antara

pengantin pria dan wanita, itu di kidung atau di jampi-jampi dahulu, agar

terhindar dari kesialan, kalau usaha ya tidak ada rintangannya.

Diantara implikasi dari sebuah tradisi itu untuk mempererat tali

kekeluargaan, selain keluarga sendiri juga untuk mendekatkan pada kelurga kedua

mempelai, karena pada saat pokpokjeng digelar maka sanak saudara harus kumpul

dan berdampingan sehingga lebih mengenal satu sama lain, selain itu agar kedua

mempelai terhindar dari kesialan dan juga dimudahkan rezekinya seperti tidak ada

rintangan ketika membuka usaha dan lain sebagainya. Itulah gunanya tradisi

pokpokjeng bagi anak terakhir.

Sedangkan menurut Ustadz ujang selaku tokoh agama di Desa Kalianyar

Kec. Krangkeng Kab. Indramayu, Beliau menjelaskan mengenai implikasi dari

pokpokjeng sebagai berikut:

“Sebenarnya tidak ada dampak, sesuatu yang diharamkan dalam

agama itu tidak ada dampak, kalau untuk masalah dampak kita

sebagai manusia berbicara masalah agama Sebenarnya tidak ada

dampak apapun bagi manusia secara hadis, “ketika ada seseorang

atau satu kaum ingin membunuhmu ketika allah tidak mengizinkan,

maka tidak akan pernah terjadi apapun padamu, dan ketika suatu

kaum itu berusaha untuk menyanjungmu namun allah tidak

mengizinkan untuk menjadikan kamu mulia maka tidak akan terjadi

apapun untukmu” jadi artinya madhorot dan manfaat itu hanya

ditentukan oleh allah”.34

33

Kadio, Wawancara (Indramayu, 1 Maret 2015). 34

Ustd. Ujang, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 101: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

38

Dalam paparan tersebut beliau menjelaskan bahwa tradisi pokpokjeng itu

hanya sebuah tradisi, tidak ada dampak apa-apa dalam tradisi tersebut, seperti

rumah tangganya akan selamanya rukun dan rezekinya berkah semua itu tidak ada

yang disebabkan oleh tradisi tersebut melainkan kembali pada ketentuan allah,

karena hanya allah yang dapat merubah nasib manusia. Sesuai dengan hadits yang

beliau sebutkan diatas yang menjelaskan dimana madhorot dan manfaat itu hanya

ditentukan oleh allah. Tak luput beliau juga menambahkan bahwa:

“budaya yang seperti itu keyakinan, dampak daripada diadakan atau

tidaknya pokpokjeng itu hanya tergantung pada sugesti masing-

masing, sugesti itu sangat mempengaruhi sekali karena “ inni inda

dhonni ‘abdibi, saya itu tergantung persangkaan hamba saya

kepadaku. Contoh kecilnya ketika salah satu orang itu meyakini

bahwa kalo saya tidak minum bodrek, iku mumete oro ilang,yo

dinyataaken kalau minum bodrek dau ilang, satu sisi musyrik tapi

dilihat dari kekuasaan gusti allah sifat rohman allah kaligane bako

nginum bodrek yo waras, karena deweke yakine kaya konon, karena

deweke nyangkae gusti allah bakalan marasaken lewat perantaraan

bodrek iku, jadi sebenere tidak ada dampak apa apa kecuali atas

sugesti orang tersebut, kalau orang tersebut gak punya sugesti tidak

masalah”.35

Beliau menyatakan bahwa dampak itu tergantung pada sugesti masing-

masing, karena sugesti juga turut mempengaruhi, seperti hadis yang telah beliau

sebutkan bahwasanya allah itu tergantung pada prasangka hambanya terhadapnya.

Seperti contoh orang meyakini bahwa ketika dia pusing dan tidak minum bodrek

maka pusingnya itu tidak sembuh-sembuh meskipun sudah minum obat sakit

kepala lainnya selain bodrek, karena dia meyakini kalau hanya dengan minum

bodrek bisa sembuh sakit kepalanya. Begitupun dengan tradisi, tidak ada dampak

sama sekali bagi kehidupan manusia.

35

Ustd. Ujang, Wawancara (Indramayu, 5 Maret 2015).

Page 102: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

39

Sedangkan menurut Bapak Ade, beliau menjelaskan mengenai implikasi

dari pokpokjeng sebagai berikut:

“Tidak ada dampak apapun yang ditimbulkan oleh tradisi

pokpokjeng itu, Cuma hanya sekedar meramaikan anak terakhir

dalam prosesi pernikahan, kalau dampak akan kehidupan rumah

tangganya tidak ada, karena hanya allah yang bisa merubah nasib

seseorang, kalau untuk sosial itu mempererat tali silaturrahi antara

tetangga kerabat dan sanak saudara, karena pokpokjeng ikukan ano

rebutan centong –centongan mau, jadi ya Cuma sekedar itu namun

menurut saya itu bukanlah dampak dari pokpokjeng, karena ketika

melaksanakan atau tidaknya tradisi tersebut kalau memang pribadi

orang tersebut itu baik, maka akan disegani sama tetangga, untuk

tradisinya tidak ada”.36

Menurut beliau, pokpokjeng tidak memiliki dampak yang kuat, hanya

sekedar pengenalan tradisi, mengenalkan kepada masyarakat bahwa terdapat acara

khusus untuk anak terakhir, hanya sekedar tradisi, beliau juga mengatakan bahwa

terdapat hal positifnya dalam hubungan sosial karena disitu terdapat berebutan

alat-alat dapur yang itu untuk mempereratkan hubungan tetangga, namun bukan

dampak dari dilaksanakan atau tidaknya tradisi tersebut.

Ibu Heni selaku anak terakhir yang menjalankan tradisi pokpokjeng di

Desa Kalianyar Kec. Krangkeng, Kab. Indramayu. Juga menambahkan bahwa :

“Ari jare kito sih mba, pokpokjeng kuh mung kanggo rame-rame

bae, yo wong kito sih manut bae ning wong tuo, wong jare wong pas

kawinan koh wis ding siapaken jeh pokpokjenge, kitae oro weru-

weru masalah kuen sih mba, mbuh oro ngurusi, temu-temu wis

kongkon metu bae, yo maso nolak mba, wong wis ding siapaken,

wis akeh wong jeh, ari kanggo dampake sih mba wong ari rezeki

mati blai kuh yo sing gusti allah kabeh, kun kan tergantung kitae

gelem usaha to beli kan, lamon ding pokpokjengi toli oro gelem

36

Ade, Wawancara (Indramayu, 31 Februari 2015).

Page 103: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

40

usaha yo pado bae kan mba, yo alhamdulillah keluargae yo sehat-

sehat bae mba, tapi yo iku mau luh mba, lako dampak apo-apo”.37

Artinya :

Kalau menurut pendapatku itu mba, pokpokjeng hanyalah untuk

meramaikan pernikahan anak terakhir saja, tidak lebih, saya sih

manut saja sama orang tua mba, pas saya menikah itu sudah

disiapkan pokpokjengnya mba, saya tidak tau menau mengenai

persiapan pokpokjeng itu mba, tidak ikut campur ngurusin

pokpokjeng, tiba-tiba sudah disuruh keluar rumah saja, masa saya

nolak mba, wong didepan sudah rame dan suda di siapkan

pokpokjengnya, kalau masalah dampaknya sih mba, wong rizeki,

mati, blai, hanya datang dari allah, itu semua tergantung kitanya mau

usaha atau tidak, sudah dipokpokjengin tapi tidak mau berusaha ya

sama saja mba, keluarga saya alhamdulillah selama ini sehat-sehat

saja mba, tapi ya itu tadi mba tidak ada dampak apa-apa.

Menurut ibu heni, beliau pernah melaksanakan pokpokjeng dan beliau

juga sudah mempunyai 4 anak, beliau mengatakan bahwa tidak ada dampak

apapun dari dilaksanakan atau tidaknya pokpokjeng tersebut, karena semuanya itu

yang menentukan allah, itu hanya mitos-mitos orang jaman dahulu, dan yang

menentukan berhasil atau tidaknya kita itukan tergantung jerih payah kita, kalau

toh melaksanakan tradisi tersebut namun tidak berusaha sama sekali kan sama

saja tidak ada hasilnya. Jadi tidak ada akibat apapun dari tradisi pokpokjeng

tersebut.

Sedangkan Ibu Laras selaku anak terakhir yang juga menjalankan tradisi

pokpokjeng di Desa Kalianyar Kec. Krangkeng, Kab. Indramayu. Menganggap

bahwa :

“Yo bari kito karo lakie kito kuh mba slamet jare deweksi dadi ding

pokpokjengi, bener sih jare wong tuo kuh mba, yonganan bature kito

sing oro pokpokjengan kuh mba ninggange nglamar kerjo luh angel

pisan, eh lakie kito dau bae ping siji nglamar langsung ding trimo

37

Heni, Wawancara (Indramayu, 4 Maret 2015).

Page 104: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

41

mba, toli go kito wedi mba lamon oro pokpokjengan kuh engkoe

kenangapo-apo, yong wis kudue kakonon sih mba, lamon oro ding

lakokaken yo koe kumali mba”.38

Artinya :

Ya biar saya sama suami saya itu selamet jadi harus melakukan

pokpokjeng, benar apa kata orang tua itu mba, teman saya yang tidak

memakai pokpokjeng itu kebetulan kalau dia berkali-kali nglamar kerja,

tapi gak di terima-trima,eh suamiku yang baru sekali nglamar kerja

langsung ditrima, terus juga saya takut mba kalau tidak melaksanakan

pokpokjeng itu nanti kenapa-napa, orang harus kaya gitu kokmba, kalau

tidak dilaksanakan nanti pamali mba.

Melaksanakan pokpokjeng menurut ibu laras itu sudah keharusan, karena

itu sudah menjadi kewajiban anak terakhir untuk melaksanakannya, beliau juga

membandingkan antara dirinya dan temannya yang tidak melaksanakan

pokpokjeng, dan beliau mengaggap bahwa akibat beliau melaksanakan

pokpokjeng itulah dipermudah dalam segala urusan. Kemudian beliau juga takut

akan adanya hal-hal buruk yang menimpa keluarganya, maka dari itu pokpokjeng

adalah sebuah keharusan bagi anak terakhir yang akan menikah.

Sedangkan menurut Ibu Sari selaku anak terakhir yang tidak menjalankan

tradisi pokpokjeng di Desa Kalianyar Kec. Krangkeng, Kab. Indramayu.

Menganggap bahwa :

“Kitokuh nok oro nganggo pokpokjengan waktu nikah tapi

alhamdulillah lancar-lancar bae, slamet kabeh,yo mena-mene go

tergantung kitae sih nok, wong sing nentuaken gusti allah kabeh jeh,

yo ari wong sing oro ngenggo toli edan yo wong takdire edan si

pien, yong sebenere sih lako papoko mung adate wong bengen bae

ko nok, toli go kan biasae wong-wong sing tuo sing ngongkon

kuh,soale ari wong bengen iku kan masih percayo ning bangso

mekonon nok, dadio tetep nglakoni, wonge to lako akibate sing oro

ngelakoni tradisi mengkonon kuh, tapi kebanyakan orang kan masih

38

Laras, Wawancara (Indramayu, 4 Maret 2015).

Page 105: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

42

pado percayo ning hal-hal mekonon, dadi yo oro biso langsung di

ilangaken konon nok”.39

Artinya :

Saya itu nduk, tidak pake pokpokjeng waktu menikah, tapi alhamdulillah

lancar-lancar saja, selamet semua, semuanya itu tergantung kitanya, wong

yang menentukan itu gusti allah semua, kalau orang yang tidak

melaksanakan tradisi tersebut terus jadi gila, itu sudah takdirnya menjadi

orang gila mau gimana lagi kan, karena orang jaman dahulu itukan masih

percaya sama hal-hal semacam itu, arwah nenek moyang dan lain

sebagainya, makannya tetap dilakukan, padah itu semua tidak ada

akibatnya atu tidak mengandung unsur apa-apa kalau tidak melaksanakan

tradisi tersebut, tapi kebanyakan orang kan masih banyak yang percaya

dengan hal begituan jadi ya mau gimana lagi, tidak bisa langsung

dihilangkan.

Menurut ibu sari, beliau mengatakan bahwa tidak ada pengaruh apa-apa

atau akibat apapun dari tradisi pokpokjeng tersebut, karena semuanya itu sudah

diatur sama allah, jadi selama beliau berumah tangga itu rukun-rukun saja, dan

selalu dimudahkan dalam rezekinya dan lain sebagainya, padahal beliau tidak

melangsungkan tradisi pokpokjeng tersebut. Dan beliau juga menambahkan

bahwa kalau orang tidak melaksanakan kemudian menjadi gila itu semua karena

sudah ketentuan allah, sudah menjadi takdirnya orang tersebut untuk menjadi gila,

namun semua itu bukan akibat dari tidak malaksanakannya tradisi pokpokjeng.

Karena tradisi pokpokjeng itu hanya sekedar memeriahkan saja.

Bedasarkan paparan data rumusan kedua menyangkut mengenai

Bagaimana Implikasi Tradisi Pokpokjeng, diperoleh 3 kategori pandangan

masyarakat yang akan dipaparkan pada skema berikut :

39

Sari, Wawancara (Indramayu, 2 Maret 2015).

Page 106: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

43

Skema Kategori Pandangan Masyarakat

No Kategori Informan Argumen

1

Normatif

Teosentris

Ustadz. Oding Tidak ditemukan dampak

apapun dari tradisi

pokpokjeng, baik itu

kelapangan rezeki atau

terhindarnya musibah,dll.

semua dapat kita capai

dengan berusaha dan berdoa

kepada allah swt

Bpk.H.tarsidi

Bpk. Ali

Ibu. Heni

2 Sosiologis

Teosentris

Ustadz. Ujang Mempunyai nilai

Solidaritas yang tinggi ,

menganjurkan untuk

bershodaqah

Bpk. Ade

Bpk. Kadio

3

Primitif

Dogmatis

Bpk.kadio

Apabila tidak

melaksanakan, maka akan

diganggu arwah nenek

moyang, seperti gila, lupa

ingatan, kesurupan dan juga

akan susah dalam mencari

pekerjaan, serta susah

dalam segala hal

Ibu. Laras

Bpk. Sukanto

Implikasi dari tradisi pokpokjeng dalam membangun keluarga sakinah

pada penulisan ini merupakan keikut sertaan peran dari tradisi pokpokjeng. Dari

skema diatas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai

implikasi tradisi pokpokjeng itu sendiri, dan dari hasil penelitian ini dapat

diperoleh implikasi tradisi pernikahan pokpokjeng yaitu

1. Mendapatkan barokah dalam menjalankan kehidupan rumah tangga

bagi pengantin yang melaksanakan pokpokjeng

2. Dilindungi oleh arwah leluhur atau nenek moyang, sehingga jauh dari

marabahaya atau musibah

3. Mudah dalam mencari rezeki

Page 107: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

44

4. Keluarga yang harmonis (sakinah, mawaddah wa rahmah)

Sedangakan akibat bagi pengantin yang tidak melaksanakan tradisi

pokpokjeng yaitu :

1. Arwah nenek moyang akan marah dan sewaktu-waktu masuk pada

tubuh salah satu mempelai (kesurupan)

2. Bisa jadi salah satu mempelai seperti orang gila, (oro jejeg)

3. Pada usia tuanya cepat pikun

4. Susah dalam mencari rezeki

5. Rumah tangganya dengat dengan masalah, terkadang sampai pisah

(cerai)

6. Menjadi bahan pembicaraan

Seiring berjalannya waktu, pengetahuan masyarakat mengenai

keagamaanpun berkembang, sehingga pemahaman masyarakat mengenai tradisi

pokpokjeng tersebut beragam, dengan alasan masing-masing sesuai dengan

pengetahuan mereka. Menurut data yang diperoleh, sekarang ini kebanyakan

hanya orang-orang tua ytidak memang masih mempercayai adanya akibat-akibat

ketika tidak melaksanakan pokpokjeng, karena biasanya anak terakhir yang akan

menikah tidak mempermasalahkan pokpokjeng, hanya sekedar menghormati

orang tua disekitar saja. Untuk itu sebagian melaksanakannya namun sebagian

tidak meyakininya dan sebagian lagi melaksanakan dan mempercayainya dan ada

pula yang tidak melaksanakan.

Page 108: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

45

Sedangkan untuk sanksi bagi yang tidak melaksanakan tradisi itu, tidak

ada sanksi apapun dari pihak desa karena itu tidak menjadi aturan desa atau

wilayah, biasanya sanksi sosial yang diterima oleh keluarga pengantin yang tidak

melaksanakan pokpokjeng, yaitu menjadi pembicaraan ketika keluarga tersebut

tertimpa musibah, maka pelaksanaan pokpokjeng itulah yang menjadi penyebab

dari musibah yang terjadi pada keluarga tersebut. Namun lambat laun sanksi

tersebut hilang dengan sendirinya.

Sakinah, sebagaimana yang dinyatakan dalam beberapa kamus bahasa

arab, berarti al-waqaar, ath-thuma’niinah, dan al-mahaabah (ketenangan hati,

ketentraman, dan kenyamanan). Imam ar-razi dalam tafsirnya al-kabiir

menjelaskan sakanah ilaihi berarti merasakan ketenangan batin, sedangkan sakan

indahu berarti merasakan ketenangan fisik.40

Akibat dari adanya tradisi pokpokjeng dalam pernikahan anak terakhir itu

tidak ada kaitannya dengan keharmonisan sebuah rumah tangga. Karena untuk

mencapai keluarga yang harmonis bukan dengan melangsungkan tradisi

pokpokjeng melainkan dengan terpenuhinya unsur sakinah, mawaddah, wa

rahmah. Sakinah, sebagaimana yang telah disebutkan di atas yaitu ketenangan

hati, ketentraman, dan kenyamanan.

Dalam ensiklopedi islam dituliskan, bahwa sakinah adalah ketenangan dan

ketentraman jiwa. Secara khusus kata ini disebutkan dalam al-quran sebanyak

enam kali, yaitu pasa surat al-baqarah ayat: 248, at-taubah: 26 dan 40, al-fath:

40

Muslich Taman Dan Aniq Farida (Eds), 30 Pilar Keluarga Samara (Jakarta Timur: Pustaka Al-

Kautsar, 2007),H.7.

Page 109: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

46

4,18, dan 26. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa sakinah itu dihadirkan

allah kedalam hati para nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tak

gentar menghadapi tantangan, rintangan, musibah dan cobaan berat.

Kemudian mawaddah adalah cinta, senang, ingin, atau suka. Ada juga

yang mengartikan sebagai al-jima’ (hubungan senggama). Namun secara umum

yang dimaksud adalah rasa cinta atau rasa senang seorang laki-laki kepada

seorang wanita. Ataupun sebaliknya. Dimana rasa cinta atau senang ini pada

mulanya muncul pada diri seseorang karena lebih didasarkan pada pertimbangan

atas hal-hal zhahir yang menarik dan memikat dirinya. Misalkan karena adanya

wajah yang tampan atau cantik, harta yang banyak, kedudukn yang terhormat,

prilaku yang sopan dll.

Sedangkan rahmah adalah rasa kasih sayang atau belas kasihan.41

Yaitu

rasa belas kasihan dari seseorang kepada orang lain karena lebih adanya

pertimbangan yang bersifat moral psikologis. Ia merupakan ungkapan dari

perasaan belas kasihan seseorang. Ada juga yang mengartikan dengan “anak”

(buah hasil dari kasih sayang)”. Pada umumnya rahmah lebih kekal dan lebih

tahan keberadaannya. Dimana ia akan tetap ada selama pertimbangan moral-

psikologis itu masih ada. Misalnya tetap adanya rasa kasih sayang seorang suami

kepada istrinya meskipun si istri sudah tidak cantik dan tidak muda lagi. Ataupun

sebaliknya. Hal ini karena masing-masing telah merasakan adanya buah

41

Muslich Taman Dan Aniq Farida (Eds), 30 Pilar Keluarga Samara (Jakarta Timur: Pustaka Al-

Kautsar, 2007),H.7.

Page 110: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

47

perjuangan, ketulusan, adanya anak, dan susah payah serta pengorbanan yang

dilakukan pasangannya kepada dirinya.

Sehingga apabila mawaddah dan rahmah ini diturunkan oleh allah dalam

diri seseorang, maka ia akan senantiasa mencintai dan menyayangi pasangannya

serta selalu bersatu untuk selama-lamanya meskipun pasangannya sudah tidak

menarik lagi secara penampilan, karena sudah tua renta misalkan, atau sudah tidak

mampu lagi memberikan nafkah kepada dirinya. Pada saat masing-masing

pasangan sudah memasuki usia paruh baya, dimana mereka telah banyak

menghadapi pahit getirnya rumah tangga secara bersama-sama, biasanya rasa

kasih sayang (rahmah) lebih dominan dalam diri masing-masing pasangan,

daripada rasa cintanya (mawaddah).42

Jadi, keluarga sakinah mawaddah wa rahmah adalah, keluarga yang

diliputi ketenangan dan ketentraman jiwa, yang didalamnya sarat dengan rasa

cinta, serta kasih dan sayang, tidak hanya dari segenap anggota keluarganya tetapi

juga dari allah SWT.

Dari pemaparan di atas, jelas bahwa tidak ada dampak yang kuat mengenai

tradisi popokjeng yang diselenggarakan hanya khusus untuk anak terakhir, yang

sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat Desa Kalianyar. Karena

semuanya hanya dikembalikan pada Allah swt, seperti dalam hadis dakatakan

bahwa:

42

Muslich Taman Dan Aniq Farida (Eds), 30 Pilar Keluarga Samara (Jakarta Timur: Pustaka Al-

Kautsar, 2007),H.7.

Page 111: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

48

ت عاىل أن عند عليه وسلهم ي قول الله عنه قال النهب صلهى الله ن أب هري رة رضي الله ف مل عبدي ب وأن معه إذا ذكرن فإن ذكرن ف ن فسه ذكرته ف ن فسي وإن ذكرن هم وإن ت قرهب إله بشب ت قرهبت إليه ذراعا وإن ت قرهب إله ذراعا ذكرته ف مل خي من

ته هرول ت قرهبت إليه ابعا وإن أتن يشي أت ي

“Abu hurairah r.a. ia berkata rasulullah saw.bersabda: "Allah

berfirman: 'Aku berada pada sangkaan hamba-Ku, Aku selalu

bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku pada

dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku, jika ia mengingat-Ku

dalam suatu kaum, maka Aku mengingatnya dalam suatu kaum yang

lebih baik darinya, dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal

maka Aku mendekat padanya satu hasta, jika ia mendekat pada-Ku

satu hasta maka Aku mendekat padanya satu depa, jika ia datang

kepada-Ku dengan berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya

dengan berlari."

Dalam hadist tersebut disebutkan bahwa Allah swt tergantung pada

prasangka hambanya, ketika masyarakat Desa Kalianyar melaksanakan sebuah

tradisi dan mereka meyakini bahwa terdapat implikasi dari pelaksanaan tradisi

tersebut, dan itu merupakan hal buruk yang akan menimpa seseorang apabila tidak

menjalankan sebuah tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur mereka, maka itu

semata-mata karena keyakinan mereka yang kuat, yang menganggap bahwa ada

hal buruk yang akan menimpanya, karena prasangka atau sugesti yang ada dalam

diri manusia itu sangatlah mempengaruhi, sebagaimana hadist yang telah

disebutkan diatas yang menyinggung tentang sebuah prasangkaan manusia.

Sedangkan untuk dampak yang populer dari sebuah tradisi, sebut saja

tradisi pokpokjeng yaitu kelangsungan hidup kedua mempelai, seperti rizkinya

yang susah, kemudian hilang akalnya atau gila, kemasukan roh leluhur dan lain

sebagainya, hemat penulis hidup dan mati seseorang telah ditentukan oleh yang

Page 112: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

49

maha kuasa, seperti dalam hadist nabi sebagai berikut, Rasulullah SAW bersabda

dalam sebuah hadits shahih yang artinya:

“Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas‟ud ra. Katanya: Telah

menceriterakan kepada kami Rasulullah saw ( orang yang selalu

benar dan dibenar kan) :”sesungguhnya salah seorang dari kamu

sekalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat

pulah hari berupa air mani. Kemudian menjadi segumpal darah

dalam waktu empat puluh hari. Kemudian menjadi segumpal daging

dalam waktu empat puluh hari. Lalu diutus seorang malaikat kepada

janin tersebut dan ditiupkan ruh kepadanya dan malaikat tersebut

diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, yaitu: menulis

rizkinya, batas umur-nya, pekerjaannya dan kecelakaan atau

kebahagiaan hidupnya”.

Jelas di terangkan bahwa hakekat dari rezeki, umur, pekerjaan dan

kebahagiaan atau kecelakaan termasuk jodoh telah ditentukan oleh Allah swt

sebelum seseorang itu dilahirkan. Hadits ini mengandung keterangan tentang

takdir, sebuah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah swt bagi setiap manusia

menyangkut empat hal yaitu rezeki, batas umur (ajal), amal (baik dan buruk), serta

nasib (mulia atau celaka). Untuk itu tradisi pokpokjeng jelas tidak ada kaitannya

dengan takdir yang telah ditetapkan, karena yang menentukan akan keberhasilan

atau musibah yang menimpa manusia atau kedua mempelai adalah Allah swt.

Karena semuanya telah ditentukan bahkan sebelum seseorang itu dilahirkan ke

dunia.

Page 113: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

1

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan analisanya sebagaimana yang

telah disajikan pada bab sebelumnya, terdapt dua kesimpulan yaitu :

1. Terdapat tiga tipologi masyarakat mengenai tradisi pokpokjeng yaitu

normatif teosentris : tidak membolehkan ketika tradisi tersebut diyakini,

sosiologis teosentris : membolehkan dengan alasan sosial namun tidak

membolehkan ketika diyakini, primitif dogmatis : mengharuskan untuk

Page 114: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

2

melaksanakan tradisi tersebut. Dan ketika dikaitkan dengan hukum islam

yaitu dilihat dari kacamata islam menurut hukum asalnya itu boleh,

namun menjadi haram dkarena kebanyakan masyarakat setempat meyakini

bahwa tradisi pokpokjenglah yang membawa keberlangsungan hidup

kedua mempelai. Selain itu juga mengandung unsur kesyirikan, dengan

adanya persembahan-persembahan untuk arwah leluhur

2. Mengenai implikasi dari tradisi pokpokjeng itu sendiri ketika masyarakat

tidak melaksanakan tradisi tersebut maka dipercaya akan diganggu oleh

arwah leluhur, menjadi gila, kehidupan rumah tangganya tidak harmonis,

dan juga menjadi bahan pembicaraan warga. Namun ketika dilihat dari

kaca mata islam sebenarnya tidak terdapat implikasi yang kuat atas

diselenggarakan atau tidaknya tradisi pokpokjeng, karena semua sudah

diatur oleh Allah SWT.

B. Saran

1. Masyarakat desa kalianyar

Hendaknya tidak mempercayai adanya pengaruh-pengaruh yang

ditimbulkan terhadap sebuah tradisi atau dari benda-benda yang berbau mistik,

hendaknya lebih mempercayai kekuasaan allah, karena segala sesuatu telah

digariskan atau ditentukan oleh allah SWT. Bolehlah kita melaksanakan sebuah

tradisi karena “mencintai tradisi adalah sebagian dari iman”. Namun hendanya

masyarakat tidak mempercayai adanya pengaruh yang ditimbulkan dari tradisi

tersebut.

Page 115: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

3

2. Peneliti selanjutnya

Hendaklah mempunyai dedikasi yang mendalam untuk meneliti adat-adat

yang hidup ditengah masyarakat dan merumuskan akulturasinya dengan Islam

dengan jalan penetapan atau modifikasi agar berjalan sesuai dengan koridor Islam.

3. Masyarakat umum

Dalam pelaksanaan suatu tradisi, masyarakat hendaknya memperhatikan

alur dari prosesinya dan memberikan kritik keagamaan agar terhindar dari hal-hal

yang secara jelas dilarang oleh agama yang diyakini kebenaran doktrin-doktrinnya

dengan atas nama melestarikan dan mengamalkan adat lokal Jawa.

Page 116: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M Amin. Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner.

Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2006.

Alfarisi, Usman. Tradisi Palang Pintu Sebagai Syarat Keberlanjutan Akad

Pernikahan. Malang : Uin Malang,2012.

Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Amiruddin, Dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:

Rineka Cipta, 2006.

Bawani, Imam. Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam. Surabaya: Al- Ikhlas,

1990.

Djamali, R Abdul. Hukum Islam. Bandung: Mandr Maju,2002.

Djazuli, A. Kaidah-Kaidah Fikih,Jakarta; Kencana,2006.

Fahd, Bin Abdul Karim Bin Rasyid As-Sanidy. Indahnya Nikah Sambil Kuliah.

Jakarta: Cendekia Sentra Muslim,2005.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Citra Aditiya Bakti,

1995.

Hakim, Moh Nur. Islam Tradisi Dan Reformasi ‘Pragmatisme´Agama Dalam

Pemikiran Hasan Hanafi. Malang: Bayu Media Publishing, 2003.

Hamidah, Atik. Implementasi Keluarga Sakinah Dikalangan Keluarga Yang

Terkena Sanksi Adat. Malang : Uin Malang,2011.

Kasiram, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kualitatif. Malang: Uin Malang

Press,2008.

Khalil, Rasyad Hasan. Tarikh Tasyri’. Jakarta: Amzah, 2009.

Kh,U. Maman. Dkk, Metodologi Penelitian Agama: Teori Dan Praktik. Jakarta:

Pt Rajagrafindo Persada, 2006.

Malif, Adi Yusfi. Tradisi Perkawinan Didekat Mayit Dalam Perspektif Hukum

Pernikahan Islam. Malang : Uin Malang,2012.

Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005.

Marzuki, Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa Dalam Perspektif Islam. Kajian

Masalah Pendidikan dan Ilmu Sosial, 2012.

Moeleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya,2005.

Muchtar, Masyhudi Dan A. Rubaidi (Eds), Aswaja An-Nahdliyah:Ajaran

Ahlussunnah Wa Al-Jama'ah Yang Berlaku Di Kalangan Nahdlatul

Ulama. Surabaya: Kalista, 2004.

Muhdlor, A A. Zuhdi. Memahami Hukum Perkawinan. (Nikah, Talak, Cerai, Dan

Rujuk). Jakarta: Al Bayan,1994.

Page 117: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

Mukhtar,Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: PT.

Bulan Bintang, 1974.

Ns,Suwito. Islam Dalam Trdsi Begalan. Purwokerto: STAIN Purwokerto

Press,2008.

N.H, Binti Wasilah. Tradisi Nyambung Tuwuhtujuh Bulan Pasca Kelahiran Bayi,

(Studi Di Desa Maron Kecamatan Kademangan Kabupaten

Blitar),Malang: UIN Malang, 2007.

Pranowo, M Bambang. Islam Faktual Antara Tradisi Dan Relasi Kuasa.

Yogyakarta: Adi Cita Karya Nusa, 1998.

Qaimi, Ali Singgasana Para Pengantin. Bogor, 2002.

Ritonga, Hardianto. Perkawinan Adat Batak Di Daerah Padang Sidipuan

Sumatra Utara. Malang : Uin Malang, 2011.

Rubaidi,Masyhudi Muchtar Dan A. Dkk. Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran

Ahlussunnah Wa Al-Jama’ah Yang Berlaku Di Lingkungan Nahdlatul

Ulama,Surabaya: Khalista, 2007.

Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif,Kualitatif Dan R&D. Bandung:

Alfabeta,2009.

Syam,Nur. Madzhab-Madzhab Antropologi.Yogyakarta: LKiS, 2007.

Usman, Husaini Dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial.

Jakarta: PT.Bumi Aksara,2006.

Wahid, Abdurrahman. Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat

Negara Demokrasi. Jakarta: The Wahid Institute, 2006.

Wahid, Abdurrahman Pergulatan Negara, Agama, Dan Kebudayaan. Depok:

Desantara, 2001.

Waid, Abdul Kmpulan Kaidah Ushul Fiqh. Jogjakarta: Ircisod,2014.

Wignjodipoero, Soerojo. Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: Pt.

Toko Gunung Agung,1995.

Page 118: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Wawancara dengan beberapa narasumber :

Bapak kadio selaku tokoh adat

Bapak H.Tarsidi selaku tokoh agama

Page 119: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Kalianyar Kec.

Krangkeng Kab. Indramayu Terhadap Tradisi Pokpokjeng Kaitannya

Dengan Hukum Islam?

a. Bagaimana pengertian tradisi pokpokjeng menurut bapak/ibu?

b. Sepengetahuan bapak/ibu Bagaimana pelaksanaan tradisi

pokpokjeng jika dilihat dari segi islam?

c. Sejak kapan adanya tradisi pokpokjeng menurut bapak/ibu?

d. Bagaimana kesesuaian tradisi pokpokjeng dengan era modern saat

ini?

2. Bagaimana Implikasi Tradisi Pokpokjeng Dalam Membangun Keluarga

Sakinah Di Desa Kalianyar Kec. Krangkeng Kab. Indramayu?

a. Bagaimana dampak pelaksaan tradisi pokpokjeng menurut

bapak/ibu?

b. Sanksi apa yang diperoleh bagi orang yang tidak melaksanakan

tradisi pokpokjeng menurut bapak/ibu?

c. Apakah dengan adanya tradisi pokpokjeng, hubungan suami istri

menjadi langgeng ?

Page 120: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ummu Aemanah

Tempat, Tanggal Lahir : Indramayu, 03 April 1993

Alamat di Malang : Jl. Simpang Gajayana No. 611 J Dinoyo, Malang

Nama Ayah : Ali Rosyidi

Nama ibu : Nurbaeti

Anak : ke-1

Handpone : 0857 941 677 49 / 087 729 666 148

Email : [email protected]

Riwayat pendidikan

1. Pendidikan Formal

Tahun Lembaga Pendidikan Alamat

1999-2005 SD N Krangkeng 2 Indramayu (Jawa Barat)

2005-2008 MtsN Ciwaringin Cirebon (Jawa Barat)

2008-2011 MAN Model Ciwaringin Cirebon (Jawa Barat)

2011-2015 UIN Malang Malang (Jawa Timur)

2. Pendidikan Non Formal

Tahun Lembaga Pendidikan Alamat

1998-2005 MD Assalafiyah Indramayu (Jawa Barat)

2005-2011 Pon. Pes. Assalafiyat Cirebon (Jawa Barat)

2011-2012 Ma’had Sunan Ampel Al-‘Ali Malang (Jawa Timur)

Page 121: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat
Page 122: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat
Page 123: IMPLIKASI TRADISI PERNIKAHAN POKPOKJENG DALAM …etheses.uin-malang.ac.id/7181/1/11210078.pdf · menggapai cita yang ku tuju serta ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat