implikasi kbradaan mk dlm pembentukan uu

13

Upload: ace-jack

Post on 19-Jul-2015

52 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 1/12

Jurnal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 NO.4

IMPLIKASI KEBERADAAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP

PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL

Oleh : Efik Yusdiansyah1

ABSTRAK

UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dalam pembentukan peraturan undang-

undangan di bawahnya, dengan tegas memerintahkan materi-materi tertentu diatur

lebih lanjut dalam UU. Dengan demikian, UU mempunyai kedudukan dan fungsi yangstrategis untuk menciptakan sistem norma yang baik sesuai dengan doktrin tertib

hukum. Untuk membuat UU yang seja!an dengan UUD tentu tidak cukup hanya

diserahkan kepada pembuat UU untuk menafsirkan keinginan UUD. Pembuat UU .

tidak jarang menghasilkan produk hukum yang disebut UU lebih didominasi oleh

keinginan-keinginan politik untuk mempertahankan kekuasaannya. Hal ini berakibat

adanya UU yang bertentangan dengan UUD dan tetap berlaku sebagai hukum yang

harus ditaati. Hal ini memperlihatkan betapa penting adanya lembaga pembanding

yang dapat menifai UU apakah bertentangan atau tidak dengan UUD. Amandemen

ketiga UUD 1945 memberikan kewenangan tersebut ke MK. Keberadaan MK ini

memberikan harapan akan tegaknya konsepsi negara hukum. Urgensi kewenganan

MK untuk menguji secara materiil terhadap UU sedikit banyak akan berpengaruhterhadap pembentukan hukum nasional,

Kata Kunci: Mahkamah Konstitusi, Hukum Nasional, dan Konstitusional UU

1. PENDAHULUAN

Lingkungan jabatan kenegaraan

yang ada dalam suatu negara dapat

berbeda dengan negara lain.

Perbedaan ini sangat dipengaruhi olehkeperluan masing-masing negara.

Walaupun demikian, adanya pengaruh

ajaran Trias Politica menyebabkan di

setiap negara sekurang-kurangnya

selalu dijumpai tiga lingkungan jabatan

kenegaraan, yaitu Legislatif, Eksekutif,

dan Yudisial.

Susunan lingkungan jabatan

kenegaraan beserta ruang tingkup

kewenangannya masing-masing diatur

dalam Undang-Undang Dasar (UUD).UUD yang berlaku di Indonesia saat ini

adalah UUD 1945 beserta perubahan-

perubahannya. Ketentuan dalam UUD

1945 baik sebelum amandemen

maupun setelah amandemen tldak

mengatur prinsip supremasi parlemen

ataupun prinsip undang-undang (UU)

tidak dapat diganggu gugat.Sebaliknya yang ada justru prinsip

konstitusi derajat tinggi, artinya UUD

1945 ditempatkan lebih tinggi dar;

peraturan perundang-undangan

lainnya sehingga tidak bisa disimpangi.

Hal InJ tampak pada tata cara

perubahan UUD 1945 sebagaimana

diatur dalam Pasal 37 yang jauh lebih

sulit dibandingkan dengan perubahan

undanq-undanqf

Konsekuensi dari penempatanUUD 1945 sebagai konstitusi derajat

1 D os en H TN U nisb a

2 D is im p ulk an d ar i K .C . W h ea re , P en erje m ah M u hh am a d H ard an i, K o n s t i t u s j· K o n s l i t u s i M o d e m , P us ta ka E ure ka , S ura ba ya , 2 00 3,

h im . 2 7-2 9. L ih at p ula U se p R an aw ija ya , H u ku m T a t a N e q a ra I n d o n e s ia D a s a r- d a s a m Y 8 , G h alia In do ne sia , J ak art a, 1 98 2, h lm . 19 0

295

Page 2: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 2/12

Jumal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 No.4

tinggi adalah UUD harus menjadi

sumber hukum tertinggi dalam pem

bentukan peraturan perundanq-undanq

an yang ada di bawahnya. Dengandemikian peraturan perundanq-undanq

an yang ada di bawah UUD 1945,

secara hierarkis tidak bertentangan

dengan UUD 1945 itu sendiri sesuai

denqan doktrin tertib hukum. Hal ini

terakhir digariskan dalam Tap. MPRS

No. XXlMPRS/1966 tentang Memoran

dum DPRGR yang di dalamnya

berbicara mengenai hierarki peraturan

perundanq-undanqan yang kemudian

diubah oleh Tap. MPR No. 1I11MPR12000 tentang Sumber Hukum dan

Tata Urutan Perundanq-undanqan.

Kedua Tap MPR itu menempatkan

UUD 1945 dalam kedudukan tertinggi.

Perkernbanqan berikutnya keluar Un

danq-Undanq Nomor 10 Tahun 2004

tentang Pembentukan Peraturan Per

undanq-undanqan yang juga menem

patkan UUD 1945 dalam kedududukan

tertinggi.

Untuk membuat UU yang sejalan

dengan UUD tentu tidak cukup hanya

diserahkan kepada pembuat UU untuk

menafsirkan UUD. Pembuat UUD tidak

jarang menghasilkan produk hukum

yang disebut UU lebih didominasi oleh

keinginan-keinqinan politik untuk mem

pertahankan kekuasaannya. Hal ini

mengakibatkan adanya UU yang ber

tentangan dengan UUD dan tetap

berlaku sebagai hukum yang harusditaati,

Alasan lain yang sering menye

babkan UU bertentangan dengan UUD

adalah dalam hal penafsiran terjebak

pada situasi Legal Formalism dan

Policy and Principles Cmenteo? Legal

Formalism yang mendekati hukum

secara ketat sebagai dokumen-

dokumen formal yang kaku dengan

mengandaikan bahwa dokumen-

dokumen itu selalu mencerminkan

nilai-nilai ideal yang harus dijadikan

pegangan normatif dan terpercaya.

Sebaliknya Policy and PrinciplesOri.ented lebih mementingkan prinsip-

prinsip dan kebijaksanaan yang ter

kandung dalam dokumen tersebut.

Dokumen hanyalah alat yang penting

isinya, ideologi dan prinsip-prinsip yg

dikandungnya sehingga dapat berlaku

universal." Perbedaan pendekatan

dalam menafsirkan inipun sering me

nimbulkan perdebatan terhadap kon

sistensi UU terhadap UUD.

Keadaan ini diperparah oleh tidakadanya lembaga pembanding untuk

menafsirkan UUD, sehingga tidak ada

checks and balances terhadap pem

buatan UU. Lembaga pengujian secara

materiil terhadap UU tidak diatur dalam

UUD, dengan tidak diatur masaiah

pengujian secara materiil ini ditaf

sirkan, pengujian materiil oleh badan

yudisial terhadap UU tidak boleh. Peng

ujian secara materiu yang dilakukan

oleh badan yudisial dibolehkan, tetapi

terbatas hanya pada peraturan per

undanq-undanqan di bawah undang-

undang dan badan yudisia/-nya pun

terbatas hanya Mahkamah Agung(MA).5

Dalam perkembangan pengujian

secara materiil ini tidak hanya pada

peraturan perundang-undangan tetapi

pada Beschiking.6

Perkembangan ber

lkutnya un t u k menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang tldak hanya kewenangan MA

tetapi kewenangan peradilan tingkat

pertama dan tingkat bandinq." Dengan

peraturan yang seperti ini sang at

mungkin ada peraturan perundang-

undangan dalarn hal ini UU dan Tap

MPR yang bertentangan dengan UUD

1945 sehingga UUD 1945 sebagai

konstitusi derajat tinggi rnendapat

3 J im l i A s s h id d i qi e , T e o ri d a n A li r a n P e n a f s i r a n H u k u m T a t a N e g a r a , In d. H ill C o , J ak arta , 1 99 8, h lm .3 1.

4 I b i d .

5 L ih a t P asa l2 6 U U N o. 14 T ahun 1970 ten !a ng P o k o k -P o k o k K e k u a s a a n K e h a k im a n se bag aim an ate la h d iub ah o le h U U N o. 35

Ta hu n 1 99 9 yan g se ja k 1 5 Ja nua ri 20 04 d in ya taka n H dak b ertaka de ng an d ike lu arka nnya U U N o.4 Ta hu n 2 00 4 te nta ng K e k u a s a a n

K e h a k i m a n dan P asa l3 2 U U N o. 14 Tahun 1985 ten tang M a h ka m a h A g u n g yang le tah d iu bah o le h U U N o.5 Tahun 2004

6 D eng an ke lua mya U U N o.5 Ta hu n 1 98 6 te nta ng P erad ilan T ala U sa ha N ega Ta seka lig us khu sus un tuk m en gu ji B e s c h i k i n g t idak

h an ya ke we na ng an M ah ka ma h A gu ng te ta pi ju ga P en ga dila n T in gg i P erta ma (P TU N ) d an P era dlla n T l r q k a t B an din g (P T T UN )

7 K ew ena nga n lem ba ga p era dila n in l d ip ero leh be rde sa rka n P era tu ra n M ahka mah A gun g (P ER MA ) N o.1 Ta hu n 1 99 3 te nta ng H ak U ji

MateT i i l

296

Page 3: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 3/12

Jurna! Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 No.4

"tantangan' dari UU dan Tap MPR

Kekosongan yang relatif lama

terhadap kewenangan untuk menguji

~cara materiil UU berakibat banyak

hya produk hukum yang namanya UUbertentangan dengan UUD. Hal ini

jelas bertentangan dengan prinsip

UUD sebagai hukum tertinggi. Tahun

2000 dengan keluarnya Tap MPR No.

IIIIMPRl2000 terjadi perubahan,

khususnya dalam hak uji materii!. Tap

MPR ini member! kewenangan pada

MPR untuk menguji secara materiil

terhadap undang-undang, apakah

undang-undang tersebut bertentangan

atau tidak dengan UUD atau TapMPR

sDengan adanya Tap MPR ini

maka dilihat dari lembaga yang ber

wenang menguji secara materiil ter

hadap peraturan perundang-undangan

ada dua lembaga, yaitu lembaga

yudisial dan politik. Lembaga yudisial

hanya berwenang menguji peraturan

perundang-undangan di bawah un

dang-undang, sedangkan lembaga

politik menguji undang-undang.

Amandemen ketiga UUD 1945mengubah ketentuan-ketentuan yang

mengatur kekuasaan kehakiman, khu

sus tentang hak uji rnateriik ada dua

badan yudisial yang berwenang meng

uji, yaitu MA dan MK. Kewenangan MA

hanya untuk menguji peraturan per

undanq-undanqan di bawah undang-

undang, sedangkan yang menguji un

dang-undang adalah MK. Keberadaan

MK ini memberikan harapan akan

tegaknya konsepsi negara hukum. Dikatakan memberi harapan akan

tegaknya konsepsi negara hukum

karena hak menguji materiil merupa

kan pranata yang berkaitan erat

dengan konsep hukum dasar dan

hukurn tertinggi. Dari sudut pandang ini

dasar tujuan dari hak menguji adalah

untuk melindungi konstitusi dari pelang

garan atau penyimpangan yang mung

kin dilakukan badan pembuat UU.

UUD 1945 mengatur kewenang

an MK dalam Pasal7B dan Pasal24C.

Dari dua pasal tersebut dapat di

simpulkan bahwa kewenangan MK ada

lah: pertama, menguji undang-undangterhadap undang-undang dasar: ke

dua, memutus sengketa kewenangan

lembaga negara yang kewenangannya

diberikan UUD; ketiga, memutus pem

bubaran partai politik; keempat, me

mutus perselisihan hasil pemilihan

umum. Terhadap kasus-kasus tersebut

putusan MK adalah final. Dan yang

kelima, adalah memberikan putusan

atau pendapat Dewan Perwakilan

Rakyat mengenai dugaan pelanggaranhukum oleh Presiden dan Wakil

Presiden menurut UUD.

Kewenangan yang ada pada MK

menurut UUD 1945 tersebut mem

perlihatkan bahwa beban kerjanya

tidak terlalu banyak dalam arti, tidak

ada yang rutinitas melainkan hampir

bersifat "insidentil". Ambil contoh, me

mutus perselisihan hasil pemilihan

umum itu hanya akan terjadi lima

tahun sekali, itupun kalau terjadi perselisihan. Dengan demikian, kewenang

an yang urgen adalah berkaitan

dengan pengujian secara materiil ter

hadap UU.

Urgensi kewenangan melakukan

pengujian secara materiil terhadap UU

sedikit banyak akan berpengaruh ter

hadap pembentukan hukum nasionaL

Secara preventif akan membuat pem

bentuk UU lebih berhati-hati sehingga

sedikit banyaknya akan mengurangimuatan kepentingan politik yang ter

kandung dalam UU dan represif mem

batalkan UU yang ternyata ber

tentangan dengan UUD. Menilik latar

belakang tersebut, tulisan ini mencoba

membahas, Sejauh mana keberadaan

Mahkamah Konstitusi membawa impli

kasi terhadap pembentukan hukum

nasional?

8 L iha t le b ih la n ju t P asa l 5 aya t (1 ) Tap M PR N o. II IIM PR I2000 te n tang S um be r H ukum dan T ata U ru lan Pe ra tu ran P en .m dang .

undangan . T ap M PR m enu ru t K ete tapan M PR N om or IIM PR l2003 te n tang P en /n /a ua n ta rh ad ap M a te li d an Sta tus H u ku m K a te /a p an

M aja iis P alT Tlu sya wa ra fa n R ak ya t S em en fB ra d an K ete fa pa n M aje lis P erm usya wa ra ta n R akya t R ep ub lik In do ne sia T ah un 1 96 0

S am pa i D engan Tehun 2002 , d ika te go rika n kepada K ete ta pan M PR yang te la p be rla ku sam pa l d engan te rb en tukn ya U U. O leh

k are na itu , T ap M PR in i m en ja di tid ak be rlak u d eng an k elua rn ya U U N o. 1 0 T ah un 20 04 te ntan g P e m be ntu ka n P e ra tu ra n P e ru nd an g-

undanaan .

297

Page 4: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 4/12

Jurnal Hukum Pro Justitia. Oktober 2008, Volume 26 No.4

2. IMPLIKASI KEBERADAAN MAH

KAMAH KONSTiTUSI TERHA

CAP PEMBENTUKAN HUKUM

NASIONAL

Visi MK di Indonesia adalah tegak

nya konstitusi dalam rangka mewujud

kan citra negara hukurn dan demokrasi

demi kehldupan kebangsaan dan ke

negaraan yang bermartabat. Realisasi

dari visi tersebut harus tercermin

dalam putusan MK ketika memeriksa,

mengadili, dan memutus suatu perkara

yang dimohonkan kepadanya, ter

masuk tercermin juga dari lingkah lakuhakim M K .

Salah satu kewenangan MK yang

berkaitan langsung dengan pembentuk

an hukum adalah kewenangan menguji

konstitusionalitas UU terhadap UUD.

Menarik di sini ternyata M K meng

artikan UUD dalam kaitannya dengan

pengujian UU adalah UUD dalam arti

luar, Artinya, selain UUD dalarn arti

formal untuk menguji konstitusionalitas

UU masih digunakan dokumen-

d o k u r n e n yang l a in seperti risalah-

rlsalah sidan MPR yang berkaitan

dengan penyusunan UUD, UU, nilai-

nilai konstitusi yang hidup dalam

praktek ketatanegaraan yang telah

dianggap sebagai bagian yang tidak

terplsahkan dari keharusan dan ke

biasaan dalam penyelenggaraan ke

giatan bernegara, dan nilai-nilai yang

dianggap s~bagai kebiasaan dankeharusan-keharusan yang ideal

dalamperikehidupan berbangsa dan

bernegara.

Menguji konstitusionalitas UU ter

hadap UUD pada hakikatnya melaku

kan penafsiran terhadap UUD. Secara

teori ada 2 (dua) aliran penafsiran

UUD, yaitu aliran orisinalitas dan alisan

kontekstualisme. 9 Aliran orisinalitas me

mahami teks konstitusi dengan meng

andalkan kekuatan bahasa ataukadang-kadanq cenderung menafsir

kan teks konstitusi hanya secara

9 J im l y A s s h id d i q i e , Op.c i t . , h l m . 3 7 - 4 5

harfiah saja. Sedangkan allran kon

tekstualisme adalah pandangan yang

lebih mengutamakan nilai-nilai funda

mental yang terkandung dalam tekskonstitusi dan menghubungkannya

dengan moralitas konvensional

sekarang.Penggunaan aliran tersebut

dalam me'nguji konstitusionalitas UU

terhadap UUD akan memberikan hasll

yang berbeda sehingga akan sangat

mungkin misalnya lembaga pembuat

UU menggunakan metode penafsiran

orisinalitas dan MK ketika menguji

menggunakan metode kontekstualisme. Terlepas dari perbedaan penaf

siran tersebut, berikut ini akan diurai

kan implikasi keberadaan MK terhadap

pembentukan hukum yang dilakukan

oleh Jembaga legislatif dan eksekutif.

a. lmplikasi Keberadaan MK ter

hadap Pembentukan Hukum oleh

Lembaga Legislatif

Konstitusi pada umumnya me

rn u a t k e te n t u a n -k e te r ttu a n tertentu m e

ngenai pembentukan peraturan per

undang-undangan. Ketentuan me

ngenai pembentukan peraturan per

undang-undangan tr u tidak hanya

mengatur mengenai organ dan prose

dur pembuatan peraturan perundanq-

undangan melainkan juga mengatur

mengenai isi peraturan perundang-

undangan. Vadas! penqaturan hal tersebut dalarn konstitusi ada beberapa

kemungkinan, yaitu: pertama, kon

stitusi menentukan organ dan prosedur

pembuatan norma yang lebih rendah;

kedua, konstitusi menentukan isi atau

materi muatan norma yang lebih

rendah; dan ketiga, konstitusi sekali

gus menentukan organ, prosedur, dan

lsi atau muatan dar; norma yang lebih

rendah.

Pengaturan organ yang berwenang membuat peraturan perun

dang-undangan yang diatur dalam

298

Page 5: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 5/12

Jurnal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 No.4

konstltusi melahirkan kewenangan ke

pada organ tersebut, dimana sumber

kewenangannya diperoleh dari atribusi.

UUO RI Tahun 1945 memberikan

atribusl pembuatan UU kepada OPRdan pengesahannya kepada Presiden.

Oilihat dari materi muatan yang diatur

UU, pengatribusian yang diberikan ke

pada OPR mungkin materi muatannya

luas mungkin pula sempit. Materi

muatan yang luas terjadi jika pemberi

atribusi hanya menunjuk organ atau

badan penerima atribusi dengan tidak

menentukan batasan dari materi muat

an yang dibuatnya. Atau dengan kata

lain, cakupan materi muatan yangakan dibuat diserahkan sepenuhnya

kepada kebijaksanaan organ yang me

nerima atribusi. Materi muatan yang

sempit terjadi jika dalam pemberian

atribusi menunjuk sekaligus antara

organ atau lembaga yang berwenang

membuatnya dengan materi muatan

yang harus diaturnya.

Baik atribusi yang sekaligus

mengatur materi muatan yang harus

diatur dalam UU maupun yang tidakmengatur materi muatan yang harus

diatur dalam UU sama-sama mem

punyai kemungkinan untuk memicu

terjadinya konflik yang diakibatkan oleh

. perbedaan penafsiran terhadap perin

tah UUO. Materi muatan yang harus

diatur dalam UU ini oleh UUO munqkin

bersifat negatif, dalam arti melarang

pembuatan UU untuk materi muatan

tertentu, mungkin pula bersifat positif

dalam arti memerintahkan materimuatan tertentu untuk diatur dalam

UU. UUO RI Tahun 1945 dalam me

nentukan materi muatan UU tidak ada

yang secara langsung ditentukan

secara negatif seperti yang diatur

dalam konstitusi Amerika Serikat.

Konstitusi Amerika Serikat dengan

tegas menyatakan, "Kongres tidak

boleh membuat UU yang berkenaan

dengan suatu pendirian agama, atau

yang melarang kebebasan agama,atau yang membatasi kebebasan

berbicara atau kebebasan pers; atau

10 L iha t le bih la nju l P asa ! 1 A m an dem en P erla ma U U D A me rik a S erik at.

hak rakyat untuk bebas berkumpul

secara damai, dan untuk mengajukan

petisi kepada pemerintah untuk peng

gantian kerugian" .10

Walaupun demikian, kalau dicermati secara mendalam UUO RI Tahun

1945 ini pun ada yang menentukan

materi muatan UU secara negatif, yaitu

dalam Pasal 28 ayat (1) dan (2) yang

menyatakan, "Hak untuk hidup, hak

untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama,

hak untuk tidak diperbudak, hak untuk

diakui sebagai pribadi di hadapan

hukum, dan hak untuk tidak menuntut

atas dasar hukum yang berlaku surutadalah HAM yang tidak dapat di

kurangi dalam keadaan apapun". Pasa

ini bermakna bahwa pembuat UU tidak

boleh mengatur pembatasan hak

hidup, hak untuk tidak disiksa, hak

kemerdekaan pikiran dan hati nurani,

hak beragama, hak untuk tidak di

perbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi di hadapan hukum, dan hak

untuk tidak menuntut atas dasar

hukum yang berlaku surut. Sedangkandalam Ayat (2) dinyatakan, "Setiap

orang berhak bebas dar; perlakuan

yang bersifat diskriminatif atas dasar

apapun dan mendapat perlindungan

terhadap perlakuan yang bersifat dis

kriminatif itu". Pasal ini pun bermakna

larangan bagi pembuat UU untuk mem

buat UU yang bersifat diskriminatif.

Sedangkan materi muatan yang

positif banyak terdapat dalam UUO RI

Tahun 1945. Salah satu contohnyaadalah Pasal 23 A yang menyatakan,

"Pajak dan pungutan lain yang bersifat

memaksa untuk keperluan negara

diatur dengan UU" . Pasal ini me

ngandung arti perintah kepada pem

buat UU agar materi muatan yang

berkaitan dengan pajak atau pungutan

lain yang bersifat memaksa yang akan

digunakan untuk keperluan negara

harus diatur dalam UU.

Secara teoritis dapat denganmudah untuk menentukan konstitusio

nal dari UU yaitu jika suatu muatan

299

Page 6: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 6/12

Jumal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 No.4

materi y;ang diatur secara negatif atau

yang melarang sesuatu diatur dalam

UU maka jika itu diatur dapat dikatakan

inkonstitusionaL Sebaliknya jika aturannya secara positlf yang berarti me

merintahkan harus diatur dengan UU

tetapi pembuat UU belum mengatur

hal tersebut agak sulit bahkan hampir

tidak mungkin untuk melekatkan

konsekuensi kepada pengabaian

tersebut.Dalam praktek tidak semudah itu

untuk menentukan konstitusionalitas

dar; UU yang dibuat oleh pembentuk

UU. Hal uu berkaitan denganpenafsiran terhadap suatu ketentuan

yang diatur dalam UUD. Pembuat UU

mempunyai otoritas untuk menafsirkan

ketentuan UUD dan akan sangat

mungkin tafsiran yang dilakukan oleh

pernbuat UU ini dlanggap oleh rakyat

atau oleh organ negara yang lainnya

sebagai tidak sesuai dengan UUD.Hal tersebut memperlihatkan

bahwa perbedaan penafsiran terhadap

konstitusionalitas suatu UU kemungkin

a n b e s a f terjadl. P e r s o a la n n y a a p a b llahal ini diselesaikan oleh MK akan

mempunyai implikasi bagaimana ter

hadap pembentukan hukum yang

dilakukan oleh lembaga legislatif?

Fungsi terpenting dari konstitusi

dalam arti materiil adalah untuk me

nentukan pembentukan UU. Maksud

dari pembentukan UU di sin; adalah

menentukan organ-organ atau lembaga, prosedur pembentukan, dan

sampai derajat tertentu materi muatan

dari suatu UU. Untuk menjamin ke

patuhan dari pembuat UU .terhadap

norma-norma yang terdapat dalam

konstitusi maka konstitusi mengatur

ada lembaga tertentu yang berfungsi

melakukan pengujian terhadap UU.

UUD RI Tahun 1945 menentukan

bahwa lembaga atau organ yang diberi

fungsi untuk melakukan pengujianterhadap konstitusionalitas UU adalah

MK. Hal ini membawa konsekuensi

konstitusionalitas suatu UU sangat ber

gantung kepada hasil pengujian yang

dilakukan oleh MK. Pemikiran yang me

latar belakangi kewenangan ke

wenangan pengujian kepada MK

antara lain adalah dalam pembuatan

UU yang dilakukan oleh lembaga

legislatif sering terjadi tank menarik ke

pentingan antara fraksi yang satu

dengan fraksi yang lainnya sehingga

kadangkala rnasalah konstituslonalitas

nya menjadi terabaikan.Hal lain yang dapat menjadi

argumentasi diberikannya kewenangan

menguji UU kepada badan peradilan

adalah pendapat Alexander Hamilton.

Alexander Hamilton dalam FederalistPapers No. 78 mengenai kekuasaan

kehakiman telah mengangkat isu

interpretasi Konstitusi dan uji materiil

perundang-undangan yang harus di

masukkan dalam kewenangan badan

pe r ad l l an dan t id a k d im a s u k ka n dalam

kewenangan cabang legislatif dan

eksekutif. Argumentasi yang melatar

belakangi pemikirannya adalah bahwa

di dalam sistem ketatanegaraan yang

mendasarkan pada prinsip pemisahan

ke kua saan , kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang paling "netral"

dalam pengertian bahwa sesuai

dengan sifat dan fungsinya kekuasaan

yudisial berbeda dengan kekuasaan

eksekutif yang memegang kekuasaan

pelaksana negara dan cabang legislatif

yang memegang kekuasaan pengguna

an uang negara dan menentukan

undang-undang yang berleku, make k ekuasaan yudisial tidak memegang

salah satu pun dari kekuasaan ter

sebut. Berdasarkan sifat dan fungsinya

tersebut, kekuasaan yudisial tidak me

miliki kapasitas untuk "memanfaatkan,

menggerogoti, atau membahayakan"

sistem ketatanegaraan dan nilai-nilai

yang terdapat dalam Konstitusi, di

bandingkan kekuasaan eksekutif dan

legislatif.

Prinsip mengenai badan kekuasaan kehakiman yang independen ber

muara dan argumen Hamilton ter

sebut, yang cakupan lingkup kekuasa

annya tidak hanya menladi hakim

300

Page 7: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 7/12

Jumal Hukurn Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 NO.4

dalam kasus peradilan umum pidanaatau perdata semata, namun lebih luasdari itu luga menjadi hakim untukkeadilan dari Konstitusi, yang hanya

bisa dilakukan dengan meletakkankewenangan badan kehakiman untukmelakukan uji materiil peraturanperundang-undangan yang diberlakukan apakah sesuai atau tidak denganKonstitusi. Uji materiil undang-undangterhadap Konstitusi tidak dapat dilaksanakan tanpa wewenang untuk menginterpretasikan pasal-pasal dalamkonstitusi yang memiliki kekuatanhukum. Prinsip dasar carl perwujudan

keadilan dalam Konstitusi tidak dapattercapai apabiJa masing-masingcabang diberi kekuasaan untuk menginterpretasikan Konstitusi sesuaidengan interpretasinyasendiri-sendiri.

Uraian di atas menyiratkan bahwa ada implikasi dari keberadaan MK(khususnya berkenaan dengan fungsimelakukan pengujian konstitusionalitasUU terhadap UUD) terhadap pembantukan hukum yang dilakukan oleh

lembaga legislatif. Ada beberapaimplikasi dari keberadaanMK terhadappembentukan hukum yang dilakukanoleh lembaga legislatif, yaitu:

(1) Mengukuhkan konstitusionalltas suatu UU, sehingga keabsahanUU tersebut semakin kuat. Ataudengan kata lain legalitas dan konstitusionalitas UU menjadi lebih tinggisehingga akan berpengaruh terhadappentaatan kepada UU baik yang di

lakukan oleh masyarakat maupunyangdilakukan oleh pemerintah. Pentaatanyang tinggi ini akan melahirkan tertibhukum yang baik di dalam masyarakat.Salah satu contoh Putusan MK yangmeningkatkan legalitas dan konstitusionalitas suatu UU adalah Putusan MKterhadap pengujian UU No. 18 Tahun2003 tentang Advokat. Dikatakan mengukuhkan konstitusional karena MKdalam pokok perkara menolak per

mohonan pemohon.Putusan MK dalam kasus di atasakan meningkatkan legalitas dan

konstitusionalitas UU yang dimohonkan untuk diuji. Hal ini mengandungarti jika suatu UU yang oleh masyarakat dimohonkan untuk diuji kemudian

dalam pokok perkaranya permohonanitu ditolak oleh MK maka secara nalardapat disimpulkan bahwa UU tersebuttelah sejalan dengan UUD RI Tahun1945, paling tidak terhadap pasal yangdimohonkan untuk diuji. Lebih dari itu,UU ini telah sesuai dengan hukumyang berlaku sehingga sejalan dengantertib hukum. Bahkan lebih dari itu, UUini dapat dikatakan baik dan adi!. Konsekuensinya [ika pemerintah melak

sanakan sikap tidak sesuai dengan UUtersebut maka sikap tindak pemerintahini sudah sejalan dengan hukum sehingga akan menjadi sikap tindak yangbalk dan adil,

(2) Meningkatkan kehati-hatianlembaga legislatif dalam membuatUU agar jangan terlalu memperdebatkan masalah kepentingan fraksi masing-masing dengan mengabaikan konstitusionalitas dari UU atau dengan

kata lain akan meningkatkan pemikiranlembaga legislatif untuk seialuberusaha memperhatikan konstitusionalitas dari suatu UU. Selain itu,pembuat UU agar selalu memperhatikan nilai-nilai dasar dalamhukurn berupa kesarnaan, kebebasandan solidaritas dalam setiap pembentukan UU. Kesamaan lebihmengarah pada kesamaan kedudukandi dalam hukum. Dalam hal ini hukum

harus menciptakan kriteria obyektifyang berlaku bagi semua dan bukanmenurut siapa yang lebih mampumemaksakan kehendaknya. Ataudengan kata lain hukum menjaminsuatu kedudukan dasar yang samabagi semua anggota masyarakatdalam merealisasikan harapan hidupmereka. Nilai dasar kesamaan ini melahirkan konsep keadilan yang diartikan sebagai sesuai dengan hak dan ke

wajiban masing-masing. Putusan MKyang akan menimbulkan kehati-hatianlembaga legisJatif dalam membentuk

301

Page 8: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 8/12

Jumal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 No.4

UU adalah putusan MK dalam peng

ujian konstitusionalitas UU terhadap

UUD yang isinya mengabulkan per

mohonan pemohon. Salah satu contoh

putusan ini adalah Putusan MK No.

011~017/PUU-1/20043. Argumentasi

pemohon untuk menguji Pasal ini ada

lah diskriminatif sehingga hak kon

stitusional mereka dilanggar. Pasal 60

ini berisi pembatasan-pembatasan

untuk dapat dicalonkan sebagai ang

gcta DPR, DPD dan DPRD yang huruf

g~nya menyatakan, "bukan bekasanggota organisas; terlarang Partai

Komunis lnoonesie termasuk organisasi masyarakat atau bukan orangyang terlibat Jangsung ataupun tidakJangsungdaJamG30S/PKJatau organisasi terlarang lainnya".

Anggapan diskriminatif yang me

nyebabkan hak konstltusional perno

hon terlanggar ternyata oleh MK di

benarkan bahwa Pasal tersebut me

langgar hak kcnstitusional pemohon.

Konsekuensinya gugatan pemohon di

kabulkan.Ursia" di atas niemperlihatkali

bahwa kewenangan MK untuk melaku

kan pengujian UU terhadap UUD RI

Tahun 1945 esensinya adalah untuk

melindungi HAM dan hak warganegara

yang hak kcnstitusicnalnya terlanggar

oleh pembentuk UU. Hak konstitusi

onal yang dilanggar oleh UU ini adalah

Pasal 27 ayat (1) tentang persamaan

hak dalam hukum dan pernerintahan,Pasal 28 C ayat (2) tentang hak untuk

memperjuangkan haknya secara ko

leldif, Pasal 28 D ayat (1) tentang hak

atas perlakuan yang sama di depan

hukum, Pasal 28 D ayat (3) tentang

hak untuk memperoleh kesempatan

yang sarna dalam pemerintahan, dan

Pasal 28 I ayat (1) tentang hak untuk

bebas dari perlakuan yang diskrimi

natif.

Pembentuk UU menggunakandasar pembatasan ini dibenarkan

dengan alasan Pasal 22 E ayat (6)

yang menyatakan, "Ketentuan JebihJanjut tentang Pemilu diatur dengan

undang-undang". Dari Pasal ini betul

pembentuk UU mendapat delegasi dari

UUD untuk mengatur ketentuan lebih

rinci tentang Pemilu, tetapi tetap harus

mengacu pada pasal-pasal lain yang

ada dalam UUD tersebut. Hal ini

memperlihatkan bahwa dalam penyu

sunan suatu UU, pembentuk UU dalam

menentukan makna atau arti suatu

pasal harus berusaha untuk meng

kaitkan dengan pasal lainnya dalam

kerangka kesatuan tata hukum yang

berlaku.

Berkaitan dengan penafsiran ter

sebut seharusnya juga pembentuk UUmemperlihatkan faktor heuristik yang

berarti UU yang dibentuk harus meng

akornodasl perkembangan segi-segi

sosial dan psikclogi masyarakat. Segi

sosial dan psikologi masyarakat Indo

nesia saat ini sedang menuju rekonsi

liasi nasional, dan rekonsiliasi ini akan

menjadi lebih mudah kalau berbagai

diskriminasi dihapus lebih dulu. Di sini

pembentuk UU harus sadar bahwa UU

yang dibuatnya harus dapat berfungsisebaqai stabilitatlf, a r t l n ya peraturan

perundanq-undangan yang dibuatnya

harus dapat berfungsi sebagai peme

lihara dan menjaga keselarasan,

keserasian dan keseimbangan dalam

kehidupan bernegara dan bermasya

rakat. Merujuk pada pendapat PWC

Akkerman, lembaga legislatif dalam

membuat UU kadang kala tidak mem

perhatikan faktor heurlstik, artinyaundanq-undanq itu telah tidak meng

akomodasi perkembangan segi~segi

sosial dan psikclogi masyarakat,

sehingga pada akhlrnya akan me

[anggar aspek kcnstitusicnalitas dari

UU tersebut. Putusan pengujian UU

yang mengabulkan permohonan pe

rnohon ini pada akhirnya akan mening

katkan kinerja lembaga legislatif untuk

membuat UU yang konstituslonal.

Langkah-Iangkah yang ditempuhnyamungkin meningkatkan pemahaman di

antara anggcta legislatif terhadap tata

cara penafsiran UUD atau mungkin

juga mengangkat orang yang ahli di

302

Page 9: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 9/12

Jurnal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 No.4

bidang tersebut untuk diserahi tugas

mernbuat UU. Tolok ukur untuk dapat

menyatakan lembaga legislatif telah

memperhatikan konstitusionalitas dari

suatu UU dan nilai-nilai dasar dalamhukum adalah sedikinya putusan UU

yang diuji oleh MK yang menyatakan

permohonan pemohon dikabulkan. Hal

u u tentu akan berdampak pula

terhadap ketaatan masyarakat untuk

melaksanakan UU tersebut sekaligus

akan terjadl sikap hormat masyarakat

kepada lembaga pembentuk UU.

Faktor lain yang harus diperhati

kan o l e h pembentuk UU adalah faktor

konstitusional yang mengharuskan rnateri muatan UU tidak menyimpang dari

materi UUD. Kesesuaian antara materi

muatan UU dan UUD akan melahirkan

tertib hukum, Jika pembentuk UU

melanggar kesesualan antara rnateri

muatan UU dan UUD maka MK mem

punyai kewenangan untuk membatal

kan baik seluruhnya maupun sebagian

dari UU terse but. Intinya, yang dibatal

kan oleh MK hanya yang bertentangan

dengan UUD saja, namun kewenangan M K illl bersifat pasif, a r t l n y a baru

dilaksanakan kalau ada yang mengaju

kan permohonan. Putusan yang

diambil oleh MK pun dan dalam hal me

mutus permohonan ini hanya dapat

rnemutus eesuetu yang dimintakan

oleh pemohon tidak boleh memutus

melebihi yang dimohonkan oleh

pemohon. Dengan demikian, keberada

an MK juga akan menciptakan tertib

hukum, artinya keberadaan MK dapatmenjamin suatu produk peraturan

perundang-undangan tidak saling ber

tentangan, baik secara vertikal mau

pun secara horizontal. Untuk semen

tara jaminan ini baru akan terlaksana

kan jika masyarakat peduli terhadap

keberadaan produk-produk legislatif

yang bernama UU sehingga setiap

yang dianggap bertentangan dengan

UUD dimohonkan kepada MK untuk

diuji. Pada akhirnya kalau ini sudahberjalan pembuat UU akan selalu

membuat UU yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi serta tidak melanggar hak

konstitusional dari warganegara.

Hal ini membawa konsekuensi ter

hadap pembuat UU agar selalu memperhatikan nllal-nilai dasar dalam

hukum berupa kesamaan, kebebasan

dan solidaritas dalam setiap pem

bentukan UU. Kesamaan lebih meng

arah pada kesamaan kedudukan di

dalam hukum. Dalam hal ini hukum

harus menciptakan kriteria obyektif

yang berlaku bagi semua dan bukan

menurut siapa yang lebih mampu me

maksakan k e h e n d a k n y a . Atau dengan

kata lain, hukum menjamin kedudukandasar yang sarna bagi semua anggota

masyarakat dalam merealisasikan

harapan hidup mereka. Nilai dasar

kesamaan ini melahirkan konsep ke

adilan yang diartikan sebagai sesuai

dengan hak dan kewajiban masing-

masing.

b. Implikasi Keberadaan MK ter

hadap Pembentukan Hukum oleh

Lembaga Eksekutif

Lembaga eksekutif merupakan

lembaga yang membentuk hukum.

Pembentukan hukum oleh lembaga

eksekutif ini pada umumnya sumber

kewenangannya diperoleh dari dele

gasi. Artinya, kewenangan yang di

miliki oleh lembaga ini hanya merupa

kan pelimpahan wewenang dari pe

milik kewenangan asli, Konsekuensi

dari pelimpahan kewenangan ini adalah pemilik kewenangan asli menjadi

tidak berkompeten lagi untuk rnelak

sanakan kewenanqan yang dilimpah

kannya itu dalam· kurun waktu yang

ditentukan. Penerima wewenang

(delegataris) harus bertindak untuk dan

atas nama sendiri, karena itu segala

akibat hukum yang timbul dari pen

delegasian wewenang menjadi tang

gungjawab delegataris.

Pembentukan hukum yang dilakukan oleh lembaga eksekutif dapat ber

bentuk peraturan perundang-undangan

303

Page 10: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 10/12

Jurnal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 NO.4

yang menurut UU No. 10 Tahun 2004bentuknya terdiri dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah, serta jenis peraturanyang lainnya sepanjang diperintahkanoleh peraturan perundang-undanganyang lebih tinggi.11 Persoalannya apakah ada implikasi dari keberadaan MKterhadap pembentukan hukurn yangdilakukan oleh lembaga eksekutif?

lmplikasi secara langsung dalamartian akan mengukuhkan legitimasilegalitas dari peraturan perundang-un

dangan yang dibuatnya tentu tidakada. Tetapi jlka dikaji lebih dalam ternyata peraturan perundang-undanganyang dibuat oleh lembaga eksekutif merupakan mateTimuatan delegasian dariUU yang dibuat lembaga legislatif.12

Artinya, ketika UU yang menjadi acuanuntuk membentuk peraturan perundang-undangan lainnya sudah dianggap konstitusional maka pembentukanperaturan perundang-undangan lain

nya akan lebih mudah tlnggal mencarilegalitasnya saja dari UU. Dan pelaksanaan tugas y a n g dilakukan oleheksekutif untuk mengatur lebih lanjutmateri muatan UU ini pada haklkatnyatunduk pada pengawasan lembagapembentuk UU. Atau dengan kata lain,elaborasi atau penjabaran lebih lanjutsuatu aturan norma yang terdapatdalam UU dalam bentuk peraturanpelaksanaan UU dapat diawasi olehO PR sebagai lembaga yang memberikan delegasi kepada lembagaeksekutif.

Hal ini jelas memperlihatkantetapada penqarun dari keberadaan MKterhadap pembentukan hukum yangdilakukan oleh lembaga eksekutifwalaupun pengaruh itu tidak langsungsifatnya. Selain itu, pengaruh tidaklangsung lainnya dapat terlihat jika

putusan MK yang mengabulkan permohonan pemohon tentang konstitusionalitas UU terhadap UUD. PutusanMK inl mengakibatkan UU·dibatalkanbaik seluruhnya maupun hanya pasal

tertentu saja. UU yang dibatalkan initernyata dijadikan dasar hukum dalampembuatan peraturan pelaksanaannya.

Terhadap keadaan seperti ini adabeberapa kemungkinan. Pertama, jikaUU yang dibatalkan seluruhnya makakonsekuensinya lembaga eksekutifharus mencabut semua peraturanpelaksana dari UU tersebut. Kedua,kalau pasal tertentu yang dibatalkandan peraturan pelaksananya melaksanakan pasal yang dibatalkan itu, konsekuensinya lembaga eksekutif harusmencabut peraturan pelaksana yanqmelaksanakan pasal dari UU yang dinyatakan tidak berlaku. Ketiga, kalaupasal tertentu yang dibatalkan sementara peraturan pelaksananya melaksanakan pasal yang lain maka aturanpelaksana itu masih tetap berlaku.

Dalam kasus pertama dankedua, peneliti menyatakan bahwalembaga eksekutif harus mencabut peraturan pelaksananya dengan alasan

bahwa wewenang eksekutif untukmembentuk peraturan pelaksana dariUU hanya dapat dtlakukan jika UUmemberikan delegasi kepada eksekutif.13 Artinya, dalarn hal delegasinyasudah dinyatakan tidak ada maka tidakada kewenangan lembaga eksekutifuntuk membuat peraturan pelaksanadari UU tersebut. Delegasi ini menjadiberakhir sejak keluarnya putusan MKmengenai pengabulan permohonan

pernohon u n t u k menguji suatu U U ataupasal tertentu dar; UU yang dianggapbertentangan dengan UUD. Konsekuensinya jika peraturan pelaksananya sudan berialan maka segala akibathukum yang timbul sebelum UU yangmenjadi pokok pembuatan peraturanpelaksana itu dinyatakan tidak berlakutetap dianggap ada atau dengan katalain tidak berlaku surut atau bersifat

prospektif.Alasan lainnya adalah dalam kaitan dengan konsepsi negara hukum, dimana ada asas yang menyatakanbahwa semua kekuasaan atau

11 L iha t leb ih la n ju t P asa l7 A ya t (1 ) dan A ya l (4 ) U U N o. 10 T ahun 2004

12 liha t le b ih la n ju t P asa19 -13 U U N o. 10 T ahm 2004

13 B an din gka n d eng an B ag ir M ana n d an K lin ta na M ag na r, B e b e r a p a M a sa la h H u k u m T a t a N e g a r a I n d o n e s ia A lum ni Bandung 1993h lm .64 ' , "

304

Page 11: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 11/12

Jurnal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 No.4

tindakan pemerintah harus berdasar

kan pads ketentuan hukurn tertentu.

Artinya, tindakan pemerintah dalam

membuat aturan pelaksana suatu UU

harus berdasarkan pada ketentuanyang terdapat dalam UU sehingga jika

tidak ada UU yang menjadi dasar

pembentukan peraturan pelaksanaan

nya maka pemerintah tidak dapat

membentuk peraturan pelaksana ter

sebut.

Persoalannya kemudian dalam

kasus pertama dan kedua, peneliti

menyatakan bahwa lembaga eksekutif

harus mencabut peraturan pelaksana

nya, ini maknanya bahwa ketidakberlakuan suatu peraturan pelaksana

tidak otomatis terjadi setelah keluar

putusan MK. Alasan yang menyebab

kan ketentuan peraturan pelaksana ini

menjadi tidak otomatis tidak berlaku,

yaitu putusan yang dikeluarkan oleh

MK ini terikat pada kewenangan yang

dimiliki oleh MK. Dalam hal ini

kewenangannya hanya dapat menyata

kan batal suatu UU saja tidak termasuk

untuk membatalkan peraturan pelaksana dari UU. Dengan demikian, ke

tidakberlakuan suatu peraturan petak

sana ini tetap harus dilakukan dengan

pencabutan oleh lembaga eksekutif.

Selain pengaruh terhadap per

a t u r a n pelaksana yang sudah dii;)entukputusan MK ini berpengaruh juga pada

pembentukan peraturan pelaksana

yang akan dibentuk. Pembentuk per

aturan pelaksana dapat memperhati

kan metode penafsiran konstitusi yangdilakukan oleh MK untuk menilai

kesesuaian atau konstitusionalitas

suatu UU terhadap UUD. Dengan kata

lain, penafsiran yang dilakukan oleh

MK merupakan suatu pedoman bagi

pembuat peraturan pelaksana untuk

menafsirkan lebih lanjut aturan

pelaksana dari UU itu yang sesuai

dengan kehendak UU. Selain hal

tersebut, dengan merujuk kepada

salah satu misi MK yang menyatakanMembangun Konstitusionalitas Indo

nesia dan Budaya Sadar Berkonstitusi,

maka MK dapat berperan aktif dalam

pembentukan hukurn yang. dilakukan

oleh lembaga eksekutif dengan cara

memberikan pemahaman-pemahamandalam bentuk sosialisasi maupun pe

latihan terhadap lembaga eksekutif ten

tang tata cara menafsirkan peraturan

perundang-undangan dan merumus

kannya dalam bahasa normatif. Dalam

hal ini setidaknya MK dapat me

ngingatkan kepada para pembentuk

peraturan pelaksana UU agar dalam

pembentukan peraturan pelaksana UU

terse but memperhatikan ukuran

hukurniah-etis. Ukuran hukumiah-etisun harus menjadi pedoman bagi

pembentuk peraturan pelaksana UU

agar tidak terjebak pada pembuatan

peraturan yang dianggap tidak punya

legalitas. Ukuran hukumiah-etis ter

sebut terdiri dari asas proporsionalitas,

asas subsider, dan asas kepatutan."

Dengan demikian keberadaan MK

berperan dalam menciptakan tertib

hukum termasuk hukum yang dibuat

oleh lembaga eksekutif.

3. PENUTUP

Uraian di atas memperllhatkan

bahwa tujuan dari memberikan ke

wenangan kepada MK untuk melaku

kan pengujian terhadap UU adalah:

Pertama, sebagai perwujudan sistem

checks and balances antara cabang-

eabang kekuasaan negara.15

Kedua,

menjaga tertib peraturan perundang-

undangan balk tertlb pembentukan

maupun tertib substansi; dalam kaitan

ini keberadaan MK lebih ditujukan

untuk mewujudkan tertib substansi dari

p€raturan perundang-undangan yang

dibuat. Dan ketiga, menghindari

tindakan sewenang-wenang pemerin

tah khususnya dalam pembuatan per

aturan perundang-undangan. Berkait

an dengan keberadaan Mahkamah

Konstitusi dan pembentukan hukum

maka keberadaan Mahkamah Kon

stitusi berimplikasi langsung terhadap

14 I D e w a G e d e A tm a d j a , P e n a f s i r a n K o n st f t u si d e / a m R a n g k a S o s i e lis a si H lik u m ( S is i P e le ks a n a a n U U D 1 9 4 5 S e c a r a M u m ; d a n

K o n s e k u e n ) , P id a t o P e n g e n a la n J a b a ta n G u ru B e s a r d i F a k u lt a s H u k u m U d a y a n a , B a l i , 1 9 9 6 , h lm . 6

15 B a n d in g k a n d e n g a n B a g ir M a n a n , S u a lu . . . . o p . c i t. h l m . 1 1 1

305

Page 12: Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU

5/16/2018 Implikasi Kbradaan MK Dlm Pembentukan UU - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/implikasi-kbradaan-mk-dlm-pembentukan-uu 12/12

Jumal Hukum Pro Justitia, Oktober 2008, Volume 26 No.4

dilakukan oleh lembaga legislatif dalam

bentuk, Pertama Mengukuhkan kon

stitusionalitas suatu UU. Kedua, me

ningkatkan kehati-hatian lembagalegislatif. Dan berimplikasi tidak lang

sung terhadap pembentukan hukum

oleh lembaga eksekutif.

DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan dan Kuntana Magnar,

8eberapa Masalah Hukum Tata

Negara Indonesia, Alumni,

Bandung, 1993.

IDewa Gede Atmadja, Penafsiran

Konstitusi da/am Rangka

Sosialisasi Hukum (Sisi

Pelaksanaan UUO 1945 Secara

Mum; dan Konsekuen), Pidato

Pengenalan Jabatan Guru

Besar d l Fakuitas Hukum

Udayana, Ball, 1996.

IGede Pantja Astawa, Eksistensi

Mahkamah Konstitusi D ! Antara

KeJembagaan Negara OaJam

Perspektif HUkUm Tata Negata

(Makalah: disajikan dalam

Seminar Asosiasi Advocat

Indonesia (AAI) Cabang

Bandung), 2004.

Jimli Asshiddiqie, Teori dan Aliran

Penafsiran Hukum Tata

Negara, Ind. Hill Co, Jakarta,

1998.

K.C. Wheare, Penerjemah MuhhamadHardani, Konstitusi-Konstitusi

Modem, Pustaka Eureka,

Surabaya, 2003.

Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara

Indonesia Oasar-dasamya,

Ghalia Indonesia, Jakarta,

1982.

Undang-Undang No. 14 Tahun 1970

tentang Pokok-PokokKekuasaan Kehakiman

sebagaimana telah diubah oleh

Undang-Undang No. 35 Tahun

1999 yang sejak 15 Januari

2004 dinyatakan tidak berlaku

dengan dikeluarkannya

Undang-Undang No. 4 . fahun

2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung yang

telah dlubah oleh Undaiig-

Undang NO.5 Tahun 2004

Undang-Undang No.5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha

Negara sebagaimana telah

diubah oleh Undang;-,Undang

Nomor 9 Tahun 2004.

3 0 6