implementasi uu desa no. 4 tahun 2014 pada …repository.ub.ac.id/5311/1/muhammad abd...

114
IMPLEMENTASI UU DESA NO. 4 TAHUN 2014 PADA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA TUNJUNGTIRTO, KECAMATAN SINGORASI, KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana (S1) Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Governance dan Transisi Oleh: Muhammad Abd Fatah NIM. 105120513111001 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 28-Dec-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IMPLEMENTASI UU DESA NO. 4 TAHUN 2014 PADA PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DESA TUNJUNGTIRTO, KECAMATAN SINGORASI,

KABUPATEN MALANG TAHUN 2016

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana (S1) Ilmu Politik pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Governance dan Transisi

Oleh:

Muhammad Abd Fatah

NIM. 105120513111001

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

IMPLEMENTASI UU DESA NO. 4 TAHUN 2014 PADA PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DESA TUNJUNGTIRTO, KECAMATAN SINGOSARI,

KABUPATEN MALANG. TAHUN 2016

SKRIPSI

Disusun oleh:

Muhammad Abd Fatah

NIM. 105120513111001

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing:

Pembimbing Utama

Tri Hendra Wahyudi., SIP., M.IP

NIK: 201309 800707 1 001

Tanggal: 14 September 2017

Pembimbing Pendamping

Ahmad Hasan Ubaid., S.IP., M.IP.

NIK: 201607 820421 1 001

Tanggal: 14 September 2017

IMPLEMENTASI UU DESA NO. 4 TAHUN 2014 PADA PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DESA TUNJUNGTIRTO, KECAMATAN SINGOSARI,

KABUPATEN MALANG. TAHUN 2016

SKRIPSI

Disusun oleh:

Muhammad Abd Fatah

NIM. 105120513111001

Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam ujian Sarjana pada taggal 02 Agustus 2017

Tim Penguji

Pembimbing Utama

Tri Hendra Wahyudi., SIP., M.IP

NIK: 201309 800707 1 001

Tanggal: 14 September 2017

Pembimbing Pendamping

Ahmad Hasan Ubaid., S.IP., M.IP.

NIK: 201607 820421 1 001

Tanggal: 14 September 2017

Anggota Penguji 1

Taufiq Akbar., S.IP., M.IP

NIK: 201405 851101 1 001

Anggota Penguji 2

Mohammad Fajar Shodiq Ramadhan., S.IP., M.IP

NIK: 201405 890423 1 001

Malang, 14 September 2017

Dekan,

Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak

NIP: 196908141994021001

PERNYATAAN

Nama: Muhammad Abd Fatah

NIM. 105120513111001

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul IMPLEMENTASI

UU DESA NO. 4 TAHUN 2014 PADA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

TUNJUNGTIRTO, KECAMATAN SINGOSARI, KABUPATEN MALANG

TAHUN 2016 adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam

skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari

skripsi tersebut.

Malang, September 2017

Yang membuat pernyataan,

Muhammad Abd Fatah

NIM. 105120513111001

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan yang baik ini penulis tak lupa untuk menyampaikan rasa

ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat dan Hidaya-Nya, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan, tidak lupa sholawat serta salam tercurahkan untuk Rasulullah

Muhammad SAW.

2. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya

3. Kedua Orang Tua, Astro Misat dan Sulaiha yang selalu memberikan do’a, motivasi

dan materi kepada saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

4. Bapak Tri Hendra Wahyudi., S.IP., M.IP dan Bapak Ahmad Hasan Ubaid.S.IP., M.IP

selaku dosen pembimbing yang sabar yang telah memberikan masukan dan

membimbing serta menasehati saya.

5. Bapak Taufiq Akbar.S.IP., M.IP dan Mohammad Fajar Shodiq Ramadhan.S.IP.,

M.IP selaku dosen penguji yang telah memberi masukan yang bermanfaat bagi

penulis

6. Pemerintah Desa Tunjungtirto Kec. Singosari Kab Malang

7. Dan semua sahabat telah membantu terlaksananya Penelitian Skripsi ini

Malang, 14 September 2017

Penulis

Abstrak

Muhammad Abd Fatah (105120513111001). Judul skripsi: Implementasi UU Desa No.

4 Tahun 2014 pada Perencanaan Pembangunan Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari,

Kabupataen Malang. Tahun 2016

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa memberi kesempatan bagi desa untuk

mengatur urusannya sendiri berdasarkan partisipasi warga desa. Desa mendapatkan hak

subsidaritas berupa kemandirian desa dalam mengatur desa dan Hak Rekognisi berupa

pengakuan atas hak adat desa dalam tata pemerintahan desa.

Penelitian dilaksanakan di Desa Tunjungtirto Kecamatan Singosari Kabupaten

untuk membandingkan aspek ideal dan fakta perumusan RKP Desa. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Pemerintah Desa telah melakukan kebijakan cukup baik dalam

mempersiapkan RKP Desa, yaitu himbauan kepada RT dan RW untuk menggelar

musyawarah warga guna dibawa ke Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa

(Musrenbangdes) RKP Desa. Kemudian untuk mempersiapkan Musrembangdes RKP

Desa, Pemerintah Desa membentuk panitia pelaksana untuk membuat kajian dan

lokakarya desa sebelum kemudian pelaksanaan Musrembangdes RKP.

Terkait partisipasi warga dalam musyawarah, dapat dikatakan cukup bangus,

secara umum peserta aktif dalam berpendapat. Ada beberapa faktor pendukung dan

penghambat dalam hal tersebut, yaitu: faktor pendorong: (1) Terbukanya kesempatan dan

kebebasan bagi masyarakat untuk berpendapat, (2) Pemerintah desa yang terbuka, (3)

Adanya kesadaran untuk mengevaluasi kebijakan sebelumnya. Sedangan faktor

penghambatnya adalah: (1) Tidak meratanya tingkat pengetahuan masyarakat, (2)

Minimnya penjelasan pemerintah desa atas informasi desa, (3) Kurangnya upaya warga

dalam meloloskan aspirasinya dan (4) Adanya ketimpangan gender.

Kata kunci: UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Implementasi dan Partisipasi

Abstract

Muhammad Abd Fatah (105120513111001). Title of thesis: Implementation of Village

Law no. 4 Year 2014 on Village Development Planning Tunjungtirto, Singosari District,

Malang Regency.

Law 6/2014 on the Village provides an opportunity for the village to manage its

own affairs based on the participation of the locals. Villages obtain the subsidiarity right

in the form of village independence in regulating their development and recognition right

in the form of recognition of rights of origin in village governance.

The research was conducted in Tunjungtirto Village, District of Singosari,

Malang Regency, to compare the ideal and factual aspect of Village Government Work

Plan (RKP Desa) formulation. The results of research indicate that Village Government

has implemented a good policy in formulating Village Government Work Plan, by

appealing to the neighborhood and hamlet to carry out deliberations. The result of this

deliberation were taken to the deliberation in the village level. Then to prepare for the

Village Government Work Plan deliberation, Village Government established an

organizing committee to make studies and village workshops before the implementation

Village Government Work Plan deliberation.

Participation of the community in the deliberations forum shows a good value.

Generally, the participants argued actively in the deliberation forum. There are several

supporting and inhibiting factors in this fact, namely: the supporting factors: (1) Existence

of opportunities and freedom for the community to contend, (2) Village government

openness, (3) Awareness to evaluate previous policy. While the inhibiting factors are: (1)

Inequality in the level of community knowledge, (2) lack of village government's

explanation of village information, (3) lack of citizens' efforts to pass their aspirations

and (4) gender inequality.

Key words: Law 6/2014 on the Village, Implementation and Participation

Daftar Isi

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR KEASLIAN

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

ABSTRAK ........................................................................................................... iii

ABSTRACT ......................................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi

DAFTAR BAGAN……………………………………………………………..vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. x

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xi

PENDAHULUAN...

1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 11

1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................ 11

1.4 Manfaat penelitian.............................................................................................. 11

TINJAUAN PUSTAKA....

2.1 Landasan teori.......................................................................................................... 13

2.1.1 Kebijakan.............................................................................................................. 14

2.1.1.1 Analisis Kebijakan ............................................................................................ 16

2.1.1.2. Pendekatan Normatif dalam Analisis Kebijakan Publik.................................. 17

2.2 Implementasi........................................................................................................... 18

2,3 Konsep perencanaan................................................................................................ 20

2.3.1 Prinsip Perencanaan............................................................................................. 23

2.3.2 Konsep Perencanaan Pembangunan Desa........................................................... 29

2.4 Partisipasi................................................................................................................. 28

2.4.1 Syarat-Syarat Partisipasi....................................................................................... 30

2.4.2 Partisipasi dalam Perencanaan Pembangunan Desa............................................. 33

2.5 Penyusunan RKP Desa............................................................................................ 36

2.5.1 Tahapan Penyusunan RKP Desa.......................................................................... 33

2.6 Penelitian Terdahulu............................................................................................... 40

2.7 Kerangka Pemikiran............................................................................................... 43

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian.................................................................................................... 46

3.2 Lokasi Penelitian..................................................................................................... 47

1.3 Fokus Penelitian...................................................................................................... 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data...................................................................................... 47

3.5 Teknik Penentuan Informan .................................................................................... 49

3.6 Jenis dan Sumber Data............................................................................................ 51

3.7 Teknik Analisis Data................................................................................................ 52

3.8 Uji Keabsahan Data................................................................................................ 57

3.8.1 Derajat Kepercayaan Data (Uji Kredibilitas)...................................................... 57

Gambaran Umum

4.1 Sejarah Desa Tunjungtirto........................................................................................60

4.2 Letak Geografis ....................................................................................................... 61

4.3 Profil Poemeritahan Desa Tunjungtirto................................................................... 63

4.3.1 Visi........................................................................................................................ 65

4.3.2 Misi..................................................................................................................... 66

4.4 Demografi Desa Tunjungtirto........................................................................... 68

4.4.1 Usia..................................................................................................................... 68

4.4.2 Pendidikan......................................................................................................... 69

4.4.3 Agama................................................................................................................ 70

4.4.4 Profesi................................................................................................................. 71

4.5 Musyawarah Desa dan Transparansi Anggaran Publik Desa............................ 73

4.5.1 Rapat Perumusan RPJM DESA......................................................................... 73

4.5.2 Rapat Perumusan KRP Desa............................................................................. 74

4.5.3 Transparansi Anggaran Publik.......................................................................... 75

4.6 Objek Studi Lapang Tata Pemerintahan Desa................................................... 76

Hasil dan Pembahasan

5.1 Kebijakan Penerapan UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Desa terhadap

Penyelenggaraan Penyusunan RKP Desa Tunjungtirto.................................... 78

5.1.1 Analisis Kebijakan Perencanaan RKPDesa Perspektif Normatif Dunn............. 81

5.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pra Musdes Perencanaan RKP.......................... 82

5.2.1 Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Masyarakat dalam Pra Perencanaan RPK.

.............................................................................................................................85

5.2.2 Faktor-Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat dalam Pra Perencanaan RKP

Desa............................................................................................................... 87

5.3 Partisipasi Masyarakat dalam Musdes Perencanaan RKP ................................ 89

5.3.1 Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan RKP..... 92

5.3.2 Faktor-Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan RKP... 93

PENUTUP

6.1 Kesimpulan............................................................................................................... 96

6.2 Saran......................................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Daftar Tabel

Grafik 1.1 Transparansi APBDesa................................................................................... 8

Grafik 1.2 Keterlibatan dalam penusunan APBDesa ...................................................... 9

Tabel 2.1 Matriks Tahapan Penyusunan RKP Desa...................................................... 34

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu...................................................................................... 37

Skema 2.3....................................................................................................................... 42

Gambar Peta 4.1............................................................................................................. 56

Tabel 4.2 Struktur Pemerintahan Desa Tunjungtirto..................................................... 58

Tabel 4.3 Tabel Struktur BPD Desa Tunjungtirto.......................................................... 59

Tabel 4.4 Usia Penduduk Desa Tunjungtirto................................................................. 63

Tabel 4.5 Tingkat Pendidikan........................................................................................ 64

Tabel 4.5 Jumlah Pemeluk Agama................................................................................. 65

Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Profesi.......................................................... 67

Tabel 5.1 Data kehadiran............................................................................................... 75

Daftar Gambar

Grafik 1.1 Transparansi APBDesa................................................................................... 8

Grafik 1.2 Keterlibatan dalam penusunan APBDesa ...................................................... 9

Tabel 2.1 Matriks Tahapan Penyusunan RKP Desa...................................................... 34

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu...................................................................................... 37

Skema 2.3....................................................................................................................... 42

Gambar Peta 4.1............................................................................................................. 56

Tabel 4.2 Struktur Pemerintahan Desa Tunjungtirto..................................................... 58

Tabel 4.3 Tabel Struktur BPD Desa Tunjungtirto.......................................................... 59

Tabel 4.4 Usia Penduduk Desa Tunjungtirto................................................................. 63

Tabel 4.5 Tingkat Pendidikan........................................................................................ 64

Tabel 4.5 Jumlah Pemeluk Agama................................................................................. 65

Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Profesi.......................................................... 67

Tabel 5.1Data kehadiran................................................................................................ 75

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak jaman Orde Baru, untuk mengatur tata pemerintahan desa pada

sebuah regulasi menggunakan pola modernisasi dan penyeragaman desa secara

merata ketimbang rekognisi atau pengakuan dan penghormatan sistem sosial

yang ada pada masyarakat setempat. Pada UU No. 5 Tahun 1979 Tentang

Pemerintahan Desa dan UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

maupun UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Otoomi Daerah misalnya, sama sekali

tidak menguraikan dan menegaskan asas pengakuan dan penghormatan

terhadap desa atau yang disebut nama lain, kecuali hanya mengakui daerah-

daerah khusus dan istimewa yang bersifat otonom. Seakan desentralisasi hanya

berhenti di kabupaten/kota, desa menjadi bagian kecil yang hirarkis dari

kabupaten/kota. Pasal 200 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah menegaskan:

“Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk

pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan

permusyawatan desa”. 1

Ini berarti bahwa desa hanya direduksi menjadi pemerintahan semata,

dan desa berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota. Bupati/walikota

seperti mempunyai cek kosong untuk mengatur dan mengurus desa secara luas

1 UU No, 23 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah

2

dan otoritatif. Pengaturan mengenai penyerahan sebagian urusan

kabupaten/kota ke desa, secara jelas menerapkan asas residualitas Melalui

regulasi itu pemerintah selama itu menciptakan desa sebagai pemerintahan

semu. Posisi desa tidak jelas, apakah sebagai pemerintah atau sebagai

komunitas. Kepala desa memang memperoleh mandat dari rakyat desa, dan

desa memang memiliki pemerintahan, tetapi bukan pemerintahan yang paling

bawah, paling depan dan paling dekat dengan masyarakat. Pemerintah desa

adalah organisasi korporatis yang menjalankan tugas pembantuan dari

pemerintah, mulai dari tugas-tugas administratif hingga pendataan dan

pembagian beras miskin kepada warga masyarakat.

Artinya, desa memiliki banyak kewajiban ketimbang kewenangan, atau

desa lebih banyak menjalankan tugas-tugas dari atas ketimbang menjalankan

mandat rakyat desa dari bawah. Karena itu pemerintah desa dan masyarakat

desa bukanlah entitas yang menyatu secara kolektif seperti kesatuan

masyarakat hukum, tetapi sebagai dua aktor yang saling berhadap-hadapan.

Ketika desa berposisi sebagai pemerintahan semu itu, banyak pihak sangsi

apakah desa merupakan subjek hukum atau tidak, meskipun definisi desa

secara jelas menegaskan sebagai kesatuan masyarakat hukum2. Hanya sebagian

elemen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memandang desa

secara utuh dan mengakui desa sebagai subjek hukum. Kementerian/Lembaga

lain sama sekali tidak mengakui desa sebagai kesatuan masyarakat hukum,

2 UU No. 5 Tahun 1979 Pasal 1 Ayat 1

3

subjek hukum maupun organisasi pemerintahan. Bappenas, Kementerian PU,

dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak menggunakan desa,

melainkan menggunakan perdesaan secara spesifik dalam pembangunan

perdesaan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2004-2009 dan RPJMN 2009-2014 serta UU No.17/2007 tentang RPJP 2005-

2025 – yang merupakan karya besar Bappenas – mempunyai satu chapter

tentang Pembangunan Perdesaan, yang lebih banyak bicara tentang perdesaan

daripada desa. RPJMN dan RPJP ini sama sekali tidak melihat desa ataupun

masyarakat adat sebagai sebuah entitas, basis dan hulu penghidupan dan

kehidupan masyarakat.

Tidak hanya itu, setiap proyek pembangunan yang datang dari Jakarta

mempunyai rezim sendiri yang tidak menyatu pada sistem pemerintahan,

perencanaan dan keuangan desa. Proses ini seringkali membuat hasil

perencanaan warga yang tertuang dalam RPJM Desa menjadi terabaikan.

Namun, karena masyarakat desa terus membutuhkan pembangunan maka tidak

pernah ada anggapan bahwa proyek yang datang ke desa tidak sesuai. Uang

adalah berkah atau rezeki. Mereka cerdik dalam membuat siasat lokal,

termasuk siasat mengintegrasikan PNPM Mandiri ke dalam perencanaan desa.

Pada awalnya PNPM melakukan perencanaan proyek secara terpisah dengan

mekanisme reguler yang telah berlangsung di desa, sehingga di desa ada dua

4

perencanaan pembangunan.3 Tetapi seiring banyaknya kritik yang masuk,

PNPM mulai merujuk dokumen perencanaan desa dan juga ikut berproses

dalam Musrenbang Desa. Tim manajemen PNPM Mandiri juga melakukan

koordinasi dengan pemerintah desa baik dari perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasinya. Meskipun dana PNPM Mandiri tidak masuk ke APB Desa, tetapi

setiap desa membuat perencanaan sampai laporan yang menyantumkan dana

PNPM sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Kehadiran BLT

di desa tidak mencerminkan sebuah Community Driven Development (CDD)

secara sempurna melainkan lebih tampak sebagai money driven development

(MDD).

Setelah sekian lama keresahan dan pergantian regulasi itu berjalan,

kemudian lahirlah UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa sebagai antitesis dari

regulasi sebelumnya. Regulasi baru tersebut seolah menjadi angin segar bagi

desa untuk menentukan jenis programnya sendiri yang berangkat secara

partisipatif oleh pemerintah dan warga desanya. Problematika desa lama dalam

gambaran birokratisasi desa yang diuraikan diatas, menjadi harapankan UU

Desa No. 6 Tahun 2014 lahirnya desa baru dengan regulasi yang tepat untuk

membangun desa.

Jika dilakukan studi komparasi regulasi antara UU Desa lama dan UU

Desa baru, terlihat UU Desa lama menggunakan produk hukum UU No. 32

3 Suromo, Eko dkk, Desa Membangun Indonesia, Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD), Yogyakarta. 2014. Hal. 35.

5

Tahun 2004 dan UU No. 72 Tahun 2005 dengan asas desenralisasi-residualitas,

yang berkedudukan sebagai organisasi yang berada dalam sistem pemerintahan

kabupaten atau kota. Dengan demikian, kabupaten atau kota mempunyai

kewenangan besar untuk mengatur dan mengurus desa. Selain itu, pada UU

Desa yang lama mendudukkan posisi desa sebagai objek pembangunan dengan

model Goverment Driver Development.

Sementara itu, UU Desa baru pertumpu pada produk hukum UU 6

Tahun 2014 Tentang Desa. UU ini memberikan harapan baru untuk tata kelola

dan kelangsungan desa. Karena regulasi ini memberikan hak rekognisi, yaitu

hak asal usul atau pengakuan terhadap kearifan lokal setempat terkait tatakelola

pemeritahan desa. Kemudian ada asas subsidiaritas, yaitu hak untuk mengelola

desa terkait secara independen namun tetap dengan memperhatikan visi-misi

Walikota atau Bupati setempat. Kosekuensinya, kabupaten atau kota

mempunyai kewenangan yang terbatas dalam mengatur desa.

UU ini juga sesuai dengan model Village Driven Development.

meningat UU tersebut menekankan bahwa desa dan masyarakat desa sebagai

subjek pembangunan, bukan objek pembangunan. Artinya desa sebagai arena

bagi warga desa untuk menyelenggaarakan pemerintahan, pembangunan,

pemberdayaan dan bermasyarakat melalui pendekatan-pendekatan

emansipasif, fasilitatif dan konsolidatif. 4

4 Sutoro Eko dkk, Desa Membangun Indonesia, Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD), Yogyakarta. 2014. Hal. 11

6

Sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

No. 114 tahun 2014, tentang Pedoman Pembangunan Desa, disebutkan bahwa

perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang

diselenggarakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dan unsur masyarakat secara partisipatif guna

pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai

tujuan pembangunan desa.

Lebih lanjut dijelaskan, Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem

pengelolaan pembangunan di desa dan kawasan perdesaan yang

dikoordinasikan oleh kepala desa dengan mengedepankan kebersamaan,

kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan

perdamaian dan keadilan sosial dan meminimalisir konflik desa.

Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian

dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,

keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber

daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang

sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai

dengan kewenangannya dengan melihat pada perencanaan pembangunan

Kabupaten/Kota. Perencanaan dan Pembangunan Desa dilaksanakan oleh

Pemerintah Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat Desa dengan

semangat gotong royong. Masyarakat desa berhak melakukan pemantauan

7

terhadap pelaksanaan pembangunan desa. Dalam rangka perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan desa, pemerintah desa didampingi oleh pemerintah

daerah kabupaten/kota yang secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja

perangkat daerah kabupaten/kota. Untuk mengoordinasikan pembangunan

desa, kepala desa dapat didampingi oleh tenaga pendamping profesional, kader

pemberdayaan masyarakat desa, dan/atau pihak ketiga. Camat atau sebutan lain

akan melakukan koordinasi pendampingan di wilayahnya. Pembangunan desa

mencakup bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan

pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan

masyarakat Desa.

Perencanaan pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi:

a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa untuk

jangka waktu 6 (enam) tahun; dan

b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut

Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP DESA), merupakan

penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu1 (satu) tahun.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja

Pemerintah Desa, ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Namun, dalam praktinya kendati regulasi ini dinilai lebih baik, pada

tatanan implementasinya ternyata tidak banyak yang berhasil, mengingat masih

banyaknya desa yang meraih capaian transparansi, partisipasi dan akuntabilitas

8

3%

97%

Transparansi APBDesa

Masyarakat mendapatkan

Masyarakat tidak mendapatkan

yang belum memuaskan. Search for Common Ground (SFCG) Indonesia

dalam hasil surveinya yang dilakukan pada komunitas di 12 desa yang ada pada

tiga kabupaten, yaitu Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Tabanan

(Bali), dan Bogor (Jawa Barat) pada Juni hingga Agustus 2016 memaparkan

hasil datanya sebagai berikut:

Grafik.1.1

Sumber: Fadilah Putra, 2016. Pembangunan dan Pembaharuan Desa,

Ekstrapolasi 2017. Jakarta: Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan

masyarakat Desa. Hal, 88

Pada grafik diatas, menunjukkan bahwa dari semua komunitas-

komunitas masyarakat dalam hal transparansi APBDesa hanya tiga persen yang

mendapatkan dan mengetaui terkait alokasi anggaran desanya, sedangkan

sebanyak 97 persen dari total komunitas tersebut tidak mengetahui atau

mendapatkan dokumen APBDesanya. Hal ini menyimpulkan bahwa tingkat

transparansi dari 12 desa di tiga propinsi tersebut sangat rendah capaiannya,

padahal pemerintah desa mempunyai kewajiban dalam hal transparansi

9

terhadap publik sebagaimana yang diatur oleh Permendagri No. 114 Tahun

2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Grafik 1.2

Sumber: Fadilah Putra, 2016. Pembangunan dan Pembaharuan Desa,

Ekstrapolasi 2017. Jakarta: Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan

masyarakat Desa. Hal, 88

Pada grafik ini menunjukkan bahwa dari komunitas masyarakat pada

15 desan di tiga propinsi tersebut hanya 16 persen dan semua komunitas

masyarakat desa yang dilibatkan dalam penysunan APBDesa. Selebihnya,

sebanya 84 persen dari komunitas masyarakat desa tidak dilibatkan. Artinya,

ke 15 desa di tiga propinsi tersebut kurang berhasil capaiannya dalam hal

partisipasi publik sebagaimana amanat Permendagri No. 114 Tahun 2014

Tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Jika disimpulkan dari semua grafik hasil survey tersebut, dengan

memperhatikat tingkat trasnparansi dan partisipasiya, maka dapat dikatakan ke

15 desa pada tiga propinsi tersebut belum berhasil mengilplementasikan UU

16%

84%

Keterlibatan penyusunan APBDesa

Terlibat Tidak terlibat

10

No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Tentu dari hasil survei yang kurang

menggembirakan ini tidak menutup kemungkinan juga terjadi di desa-desa

pada propinsi lain, umumnya propinsi yang berada diluar Pulau Jawa yang

angka pendidikannya cenderung lebih rendah.

Namun dari banyaknya desa yang belum berhasil menerapkan UU No.

6 Tahun 2014 Tentang Desa tersebut, ada desa yang unik dari tingginya

transparansi dan partisipasi publik pada desan tersebut. Yaitu Desa

Tunjungtirto yang berada di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang dapat

dijadikan contoh. Desa yang dipimpin oleh Hanik Martya terbilang sukses

dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Hal ini dapat dilihat dari rapinya

perencanaan pembangunan desa5, mulai dari proses penyerapan aspirasi warga

desa, rancangan-perencanaan pembangunan hingga keterbukaan inforasi

publik terkait pembangunan desa. Tak hayal Desa Tunjungtirto dijadikan

sebagai desa percontohan dan telah banyak prangkat desa dari daerah lain yang

melakukan studi banding di desa tersebut6, bahkan, demi memberikan

pemahaman lebih pada perangkat desa, pemerintahan desa setempat menggelar

Kelas UU Desa setiap minggu7. melalui fenomena menarik tersebut. penulis

mengangkat dema skripsi judul: “Implementasi UU Desa No. 4 Tahun 2014

5 https://sekolahdesa.or.id/tag/tunjungtirto/ diakses pada 22/11 pukul 2:16 6 http://www.malangtimes.com/baca/14327/20160913/153402/lewat-infest-desa-tunjungtirto-berhasil-terapkan-transparansi-anggaran/ diakses pada 22/11 pukul 2: 21 7 https://infest.or.id/2015/12/28/desa-tunjungtirto-berhasil-terapkan-transparansi-anggaran-dan-jadi-percontohan-daerah-lain/ diakses pada 22/11 pukul 2:28

11

pada Perencanaan Pembangunan Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singorasi,

Kabupataen Malang. Tahun 2016”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implementasi UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

terhadap perencanaan pembangunan Desa Tunjungtirto, Kecamatan

Singosari, Kabupataen Malang?

2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam perencanaan

pembangunan Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari,

Kabupataen Malang tersebut?

1.2 Tujuan Penelitian

Sedangkan tujuan dibuatnya penelitian ini adalah untuk mengetahui

sejaumana UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dapat diimplementasikan

dalam perencanaan pembangunan di Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singorasi,

Kabupataen Malang, serta bagaimana partisipasi masyarakat dalam

mengimplementasikan UU No. Tahun 2014 tersebut.

1.3 Manfaat penelitian

1. Secara teoritik penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih

keilmuan dalam konteks kajian implementasi UU No. 6 Tahun 2016

12

tentang Desa khusunya pada konsentrasi perencanaan desa, selain itu

hasil penelitian diharapkan juga dapat menjadi rujukan bagi peneliti

selanjutnya untuk tema yang sama.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

referensi dalam pengambilan kebijakan terkait perencanaan

pembangunan desa sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014. Selai itu,

penelitian ini diharapkan juga berguna untuk pembangunan Desa

Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupataen Malang.

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

Penelitian terkait implementasi undang-undang, khususnya tentang UU

No. 6. Tahun 2016 Tentang Desa adalah penelitian sosial yang meneliti

bagaimana sebuah produk perundang-undangan diimplementasikan dengan

serangkaian kebijakan. Pada UU No. 6 Tahun 2014 Tendang Desa ini

rangkaian implementasinya adalah perencanaan RPJM Desa dan RKP Desa.

Disamping itu, partisipasi masyarakat menjadi bagian penting dalam

implementasi UU tersebut, masyarakat sebagai entitas warga desa mempunyai

hak untuk bertendapat dan terlibat dalam perumusan kebijakan tersebut.

Dari paparan di atas, ada beberapa teori yang penulis nilai perlu

digunakan sebagai bagian dari kajian pustaka pada penelitian ini. Yaitu,

Pertama. Teori kebijakan. Teori ini menurut penulis cukup penting mengingat

untuk mengimplementasikan UU Desa, perlu kebijakan tertentu dari

pemerintah desa dengan serangkaian perencanaan dan perumusan RPJM Desa

dan RKP Desa; Kedua.Teori implementasi, teori implementasi dibutuhkan

menerjemahkan penerapan produk hukum yang berupa UU Desa terhadap

upaya peralisasiannya, dan yang Ketiga. Teori partisipasi, hal ini digunakan

untuk mengetahui terkait keterlibatan masyarakat dalam implementasi UU

tersebut.

14

2.1.1 Kebijakan

Menurut William Dumm1 sebagaimana dituliskan kembali oleh

Widodo Pudjirahardjo tentang pengertian kebijakan mengatakan:

“Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tatanilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih bersifat adaptif dan intepratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang diintepretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.”

Sedangkan dalam Kamus Politik yang ditulis oleh Marbun dikatakan

bahwa:

“Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi

garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan satu pekerjaan,

kepemimpinan dalam pemerintahan atau organisasi pernyataan

cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman

dalam mencapai sasaran.”2

Jika disimpulkan bahwa, kebijakan adalah sebuah keputusan untuk

merespon suatu permasalahan baik secara tertulis atau tidak tertulis. Keputusan

tersebut menjadi acuan untuk diterapkan secara teknis dalam mengatasi atau

merespon masalah tersebut. lalu apa perbedaan antara kebijakan dengan

1Pudjirahardjo Widodo, 2003, Pengantar Kebijakan Publik, Bandung; Edu Literasi, Hal. 33 2 B. N. Marbun, Kamus Politik, Jakarta Timur, Pustaka Sinar Harapan, 2012. Hal. 87

15

kebijakan publik?. kebijakan itu adalah tindakan untuk mengatasi atau

merespon masalah baik yang bersifat khusus/pribadi yang diambil individu

atau kelompok tertentu, seperti keluarga, lingkungan kantor, komunitas dan

lain-lain. Sedangkan kebijakan publik adalah kebijakan yang cakupannya

secara umum atau bersifat masyarakat yang diambil oleh pejabat atau petugas

publik. seperti kebijakan kerja bakti desa, peraturan melapor bagi tamu, dan

lain-lain.

Untuk merencanakan dengan baik dalam hal pengambilan kebijakan,

perlu dihindari pengambilan kebijakan yang dilakukan secara tiba-tiba atau

tanpa perencanaan yang matang, karena alih-alih dapat menyelesaikan

persoalan dengan baik, namun justeru akan terperangkap pada hasil kebijakan

merugikan atau menambah masalah. Untuk itu, upaya pengambilan kebijakan

memerlukan tahapan-tahapan tertentu agar kebijakan yang diambil lebih

terencana dan matang. Terkait tahapan kebijakan ini, seorang pakar kebijakan

publik dunia, William Dunn membuat serangkaian tahapan kebijakan yang

cukup komprehensif seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

FASE KARAKTERISTIK

Penyusunan agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat

menempatkan masalah pada agenda publik.

Banyak masalah tidak disentuh sama sekali

sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.

Formulasi kebijakan Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan

untuk mengatasi masalah. Alternatif

kebijakan melihat perlunya membuat perintah

eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan

legislatif.

16

Adopsi kebijakan Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan

dukungan dari mayoritas legislatif,

konsesnsus diantara direktur lembaga atau

keputusan peradilan.

Implementasi kebijakan Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan

oleh unit-unit administrasi yang

memobilisasikan sumber daya finansial dan

manusia.

Penilaian kebijakan Unit-unit pemeriksanaan dan akuntansi dalam

pemerintahan menentukan apakah badan-

badan eksekutif. Legislatif, dan peradilan

memenuhi persyaratan undang-undang dalam

pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.

Sumber: William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik,

Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, 2003. Hal 20

2.1.1.1 Analisis Kebijakan

Menurut William N. Dunn3 mengemukakan bahwa analisis kebijakan

adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam

metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan

informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di

tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.

Weimer and Vining4: The product of policy analysis is advice. Specifically, it

is advice that inform some public policy decision. Jadi, analisis kebijakan

publik lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan

3 Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada. University Press Hal. 47 4 Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik:Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelaja hal 39

17

publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan

oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai

alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya

berdasarkan tujuan kebijakan.

Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk

membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-

masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-

informasi berkaitan dSengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen

tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau

masukan kepada pihak pembuat kebijakan.

2.1.1.2. Pendekatan Normatif dalam Analisis Kebijakan Publik

Dalam pendekatan normatif atau preskriptif pada analisis suatu

kebijakan menggunakan asas kesesuaian antara prosedur dalam kebijakan yang

telah diputuskan dengan penerapannya atas kebijakan tersebut. artinya, jika

kita ingin menganalisis suatu kebijakan menggunakan pendekatan ini, kita

harus mampu mengetahui bagaimana kebijakan tersebut diambil, bagaimana

prosedur implementasinya, kemudian perhatikanlah penerapan atas kebijakan

tersebut, apakah penerapannya sesuai dengan kebijakan yang ada atau tidak.

Para pendukung pendekatan ini seringkali menyarankan suatu posisi

kebijakan dan menggunakan retorika dalam suatu cara yang sangat lihai untuk

meyakinkan pihak lain tentang manfaat dari posisi mereka. Beberapa contoh

18

dari tipe analisis kebijakan ini bisa dilihat dari hasil-hasil studi yang dilakukan

oleh Henry Kissinger, Jeane Kirkpatrick, atau para ilmuwan politik praktisi

lainnya. Pada intinya, mereka menggunakan argumen-argumen yang lihai dan

(kadangkala) secara selektif menggunakan data untuk mengajukan suatu posisi

politik dan untuk meyakinkan pihak lain bahwa posisi mereka dalam suatu

pilihan kebijakan yang layak. Kadangkala, tipe analisis ini mengarah kepada

tuduhan bahwa para analis kebijakan seringkali menyembunyikan ideologi

mereka sebagai ilmu.

1.1 Implementasi

Implementasi pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan

dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk

mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada,

yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui

formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai

dari program, ke proyek dan ke kegiatan. Model tersebut mengadaptasi

mekanisme yang lazim dalam manajemen sektor publik. Kebijakan diturunkan

berupaprogram program yang kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek,

dan akhirnya berwujud pada kegiatan-kegiatan, baik yang dilakukan oleh

pemerintah, masyarakat maupun kerjasama pemerintah dengan

masyarakat.

19

Sedangkan terkait keberhasilan sebuat implementasi menurut Teori

Merilee S. Grindle5, dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan

(content of policy) dan lingkungan implementasi (context of

implementation) Variabel tersebut mencakup: sejauhmana kepentingan

kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, jenis

manfaat yang diterima oleh target group, sejauhmana perubahan yang

diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah letak sebuah program sudah tepat,

apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan

apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

Sementara itu Samodra Wibawa6 mengemukakan model Grindle

ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya

adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementas

kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat

implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan tersebut mencakup

hal-hal berikut:

Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.

a) Jenis manfaat yang akan dihasilkan.

b) Derajat perubahan yang diinginkan.

c) Kedudukan pembuat kebijakan.

5 Aime Hene,Sebastian Desmidt, Faisal Afiff dan Ismeth Abdullah. 2010. Manajemen strategic Keorganisasian Publik. Bandung: PT.Refika Aditama. Hal. 63 6 ibid

20

d) (Siapa) pelaksana program.

e) Sumber daya yang dihasilkan

Sementara itu, konteks implementasinya adalah:

a) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat.

b) Karakteristik lembaga dan penguasa.

c) Kepatuhan dan daya tanggap.

Keunikan dari model Grindle terletak pada pemahamannya yang

komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan

implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi

di antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya

implementasi yang dipelukan

2.3 Konsep Perencanaan

Sudah merupakan suatu keharusan bagi setiap organisasi yang akan

mewujudkan tujuannya selalu melalui tahap perencanaan dari program dan

kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan merupakan tahapan awal dari

suatu proses pembangunan. Melalui perencanaan akan dapat ditentukan apa

yang akan dilaksanakan, tujuan yang hendak dicapai, sasaran yang

dipergunakan dan sebagainya.

Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu proses pemikiran dan

penentuan secara matang dari hal-hal yang akan dikerjakan di masa mendatang

21

dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan7. Maka dalam rangka

melaksanakan suatu kegiatan atau usaha yang terorganisir dalam mencapai

tujuan, diperlukan perencanaan. Untuk mendukung pendapat di atas Dana

Conyers8 menjelaskan bahwa perencanaan juga melibatkan hal-hal yang

menyangkut pengambilan keputusan atau pilihan, atau bagaimana

memanfaatkan sumber daya semaksimal mungkin guna mencapai tujuan

tertentu atau kenyataan yang ada di masa depan. Pengertian di atas semakin

dipertegas oleh J.B.Kristiadi menyebutkan bahwa Perencanaan adalah pola

perbuatan menggambarkan dimuka hal-hal yang akan dikerjakan kemudian.9

Dengan kata lain, planning adalah upaya memikirkan rencana sekarang untuk

tindakan yang akan datang.

Lebih lanjut Widjojo10 mengemukakan pendapat tentang azas-azas

sebuah perencanaan yaitu:

1. Penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan-tujuan konkrit yang

hendak dicapaidalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai-nilai yang

dimiliki masyarakat yang bersangkutan.

2. Pilihan antara cara-cara alternatif yang efisien serta rasional guna

mencapai tujuantujuan tersebut. Baik untuk penentuan tujuan yang

7 Surasih, Maria Eni. 2006. Pemerintah Desa Dan Implementasinya. Jakarta: Erlangga. Hal 38 8 Eko, Sutoro. (2005), Manifesto Pembaharuan Desa, Yogyakarta: APMD Press. hal 41 9 Ibid hal 23 10 Ibid hal 22

22

meliputi jangka waktu tertentu maupun pemilihan cara-cara tersebut

diperlukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteriatertentu yang lebih

dahulu harus dipilih pula.

Setelah menguraikan pengertian tentang perencanaan sebagaimana

disebut di atas, maka diperlukan beberapa persyaratan dalam penyusunan suatu

perencanaan seperti yang dikemukakan S.P.Siagian11 dimana rencana itu harus

a. Mempemudah tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Dibuat oleh orang-orang yang sudah memahami tujuan organisasi.

c. Dibuat oleh orang-orang yang sungguh-sungguh memahami teknik

- teknik perencaan

d. Disertai oleh perincian yang teliti.

e. Tidak boleh terlepas sama sekali dari pemikiran dan pelaksanaan.

f. Bersifat sederhana.

g. Bersifat luwes.

h. Terdapat pengambilan resiko.

i. Merupakan forecasting

Selanjutnya perencanaan dipandang sangat penting, untuk dapat

menjamin sistematisasi pelaksanaan pembangunan. Untuk ini hal yang perlu

11 Eko, Sutoro. dan Borni Kurniawan (2010), Institusi Lokal dalam Pembangunan Perdesaan, Jakarta: Bappenas.hal 51

23

dipahami adalah proses perencanaan atau tahapan-tahapan di dalam

penyusunan perencaaan tersebut.

Menurut Bintoro12 tahapan-tahapan penyusunan perencanaan itu

meliputi :

a. Tinjauan keadaan, yang meliputi identifikasi masalah-masalah

pokok yang dihadapi, seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai

untuk menjamin kontinuitas kegiatankegiatan usaha, hambatan-

hambatan yang masih dikembangkan.

b. Perkiraan keadaan masa yang akan dilalui rencana, untuk dapat

mengetahui kecenderungan-kecenderungan perspektif masa depan.

c. Perkiraan tujuan rencana dan pemilihan cara-cara pencapaian

tujuan rencana tersebut. Identifikasi kebijaksanaan dan atau

kegiatan ini adalah tahap persetujuan rencana.

2.3.1 Prinsip Perencanaan

Prinsip perencanaan disini menggunakan asas penyelenggaraan desa

pada UU No. 6 Tahun 2014, Pasal 3 dengan poin-poin sebagai berikut:

a. Rekognisi;

Ialah hak pemerintah desa dalam pengelolaan desa yang

dilaksanakan sesuai adat dan tradisi desa setempat. Hak rekognisi ini

12 ibid

24

diberikan negara khusus kepada desa adat. Dengan adanya hak

rekognisi, diharapkan desa adat dapat menjalankan kewenangannya

secara administratif dan politis tanpa menghapus kearifan lokal desa

tersebut.

b. Subsidiaritas;

Adalah kewenangan pemerintah desa dalam mengelola desanya

secara independen tanpa campurtangan pemerintah supra desa.

Namun demikian, pemerintah desa tetap diharuskan untuk

memperhatikan visi dan misi Walikota atau Bupati daerah setempat.

Diharapkan dengan adanya hak subsidiaritas ini, desa dapat leluasa

mengelola segala potensi desa secara mandiri.

c. Keberagaman;

Keberagaman adalah aspek penting dalam perencanaan

pembangunan, perencana dengan latar belakang yang beragam,

diharapkan dapat berpartisipasi dengan baik, dengan begitu semua

kebijakan yang akan diambil, dapat difikirkan dari berbagai aspek

dan sudut pandang. Hingga kebijakan yang diambil telah teruji

secara komprehensif dan paripurna.

d. Kebersamaan;

Dalam perencanaan pembangunan desa, aspek kebersamaan cukup

penting untuk diperhatikan, mengingat kebijakan yang direncanakan

akan diterapkan kepada seluruh warga desa. Kebijakan yang diambil

melalui kebersamaan para policy maker akan dapat diterapkan

25

bersama-sama dan meminimalisir konfik sosial karena

kepentingannya tidak terakomodir.

e. Kegotongroyongan;

Selain diperlukan dalam kerja-kerja sosial masyarakat desa,

kegotongroyongan diperlukan juga dalam perencanaan

pembangunan desa, hal menjadi penting agar kebijakan yang akan

dihasilkan, benar-benar dilandasi oleh semangat kebersamaan dan

kegotong-royongan, dengan demikian, diharapkan kebijakan yang

dihasilkan, nantinya akan diterapkan bersama-sama dan bergotong-

royong.

f. Kekeluargaan;

Dalam mesyawarah perencanaan kebijakan desa, prinsip

kekeluargaan sangat diperlukan, hal ini untuk menghindari

perdebatan pendapat yang berujung pada hal yang tidak diharapkan

pada tahap perencanaan kebijakan, maka prinsip kekeluargaan

diharapkan menjadi jalan tengah agar segala persoalan dapat

diselesaikan dengan bijaksana.

g. Musyawarah;

Mesyawarah menjadi jalan terbaik untuk melakukan bahasan seputar

pesencanaan kebijakan, dengan bermusyawarah semua pendapat

dapat disampaikan dengan baik serta rapat dapat berjalan dengan

baik secara demokratis melalui keputusan-keputusan demokratis

pula.

26

h. Demokrasi;

Prisip demokratis menjadi penting diterapkan dalam jalannya suatu

forum bahasan perencanaan kebijakan. Hal ini mengingat dengan

diimplementasikannya prinsip demokrasi, maka perumusan

pengambil kebijakan akan dilakukan dengan setara, adil dan arif dan

bijaksana.

i. Kemandirian;

Prinsip kemandirian menjadi penting diperhatikan dalam

perencanaan suatu kebijakan, mengingat kebijakan yang akan

diambil menyangkut kehidupan diri dan seluruh warga, yang

otomatis mengetahui dengan persis potensi masyarakat dan daerah

sekiar, dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan akan sesuai

dengan kebutuhan dan potensi yang ada.

j. Partisipasi;

Prinsip partisipasi adalah hal penting dalam perumusan kebijakan,

karena perencanaan yang partisipasif, akan menghasilkan kebijakan

yang akomodatif terhadap berbagai aspek sosial, dengan demikian

kebijakan yang dihasilkan akan menjadi kebijakan yang

representatif terhadap segala golongan.

k. Kesetaraan;

27

Prinsip kesetaraan mendudukkan semua aktor dengan setara tanpa

ada kelompok yang dominan dan lebih menguntungkan serta

merugikan bagi kelompok yang termarjinalkan, perencanaan yang

memperhatikan prinsip kesetaraan akan menghasilkan kebijakan

yang sama-sama menguntungkan semua pihak dan memperkecil

potensi marjinalisasi pihak tertentu.

l. Pemberdayaan;

Perencanaan kebijakan yang diambil dari berdasarkan prinsip

pemberdayaan adalah hal penting yang harus dilakukan, mengingat

pemberdayaan menjadi syarat dalam pembangunan, dengan

pemberdayaan, masyarakat akan dilatih untuk meningkatkan segala

sumberdayanya yang akan lepas dari berbagai keterbatasan,

utamanya keterbatasan ekonomi,

m. Keberlanjutan

Segala perencanaan yang dilakukan, hendaknya memperhatikan

prinsip keberlanjutan, mengingat prinsip ini akan merumuskan

persoalan-persoalan yang bersifat jangka panjang dan aspek-aspek

keberlangsungan manusia serta alam. Dengan demikian, kebijakan

yang akan dihasilkan akan bersifat positif tidak hanya dalam waktu

sementara atau temporer namun dalam rentang waktu yang cukup

lama.

28

2.3.2 Konsep Perencanaan Pembangunan Desa

Handoko menyebutkan13 bahwa perencanaan merupakan: 1) pemilihan

atau penetapan tujuan-tujuan organisasi. 2) Penentuan strategi, kebiaksanaan,

proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang

dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. Pada dasarnya rencana-rencana

dibutuhkan untuk memberikan kepada organisasi tujuan-tujuannya dan

menetapkan prosedur terbaik untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

Secara yuridis, lahirnya UU No 6 Tentang Desa turut melakirkan

produk hukum berikutnya sebagai penjelas atau UU tersebut. produk hukum

tersebut adalah: Permendes No. 1–5 Tahun 2015 dan Permendagri No. 111-

114 Tahun 2015. Namun yang secara spesifik menjelaskan tentang

perencanaan pembangunan adalah Permendagri No. 114 Tahun 2015 Tentang

Pedoman Pembangunan Desa.

Pada Permendagri No. 114 Tahun 2015 Tentang Pedoman

Pembangunan Desa. Bagian Kesatu Umum Pasal 4 menyebutkan:

1. Rencana pembangunan jangka menengah desa untuk jangka waktu 6

(enam) tahun;

13 J.B.Kristiasdi, DR, Perencanaan, LAN RI, Jakarta, 1995.hal 33

29

2. Rencana pembangunan Tahunan desa atau yang disebut rencana kerja

pemerintah desa, merupakan penjabaran dari rencana pembangunan

jangka menengah desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Sehubungan dengan fokus penelitian pada skripsi ini membahas terkait

RKP Desa, makan pada uraian ini peneliti akan memfokuskan pada bahasan

RKP Desa saja.

2.4 Partisipasi

Dalam kamus bahasa Indonesia, partisipasi adalah keikutsertaan

seseorang dalam suatu kegiatan atau turut berperan atau peran serta14. Menurut

Made Pidarta15, partisipasi adalah keteterlibatan seseorang atau beberapa

orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental

dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya

(berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung

pencapaian tujuan dan tanggung jawab atas segala keterlibatan.

Partisipasi masyarakat atau partisipasi warga adalah proses ketika

warga, sebagai makhluk individu maupun kelompok sosial dan organisasi,

mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan pelaksanaan

dan pemantauan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka.

Partisipasi masyarakat berarti keikutsertaan masyarakat, yaitu mengikuti dan

14 Hakim Lukman. Kamus Sosiologi. Jakarta: Gema Litera. 2009. Hal, 51. 15 Pidarta Made. Membangun Masyarakat Partisipatif. Bandung: Alfimedia.1999. hal. 47

30

menyertai pemerintah karena kenyataaannya pemerintahlah yang sampai

dewasa ini merupakan perancang, penyelenggara, dan pembayar utama dalam

pembangunan. Masyarakat diharapkan dapat ikut serta, karena di

seleggarakan dan dibiayai oleh pemerintah itu dimaksudkan untuk sebesar

besarnya kesejahteraan masyarakat sendiri,

2.4.1 Syarat-Syarat Partisipasi

Menurut pendapat Slamet Cahyadi16, menyatakan bahwa tumbuh dan

berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan

oleh tiga unsur pokok, yaitu:

1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, untuk

berpartisipasi.

Pada kenyataanya, banyak program pembangunan yang kurang

memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan

yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartsipasi. Ada beberapa

kesempatan yang dimaksud disini diantaranya yaitu:

a. Kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat

dalam pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan

perencanaan, pelaksaanaan, monitoring dan evaluasi,

pemeliharaan, dan pemanfaatan pembangunan, sejak ditingkat

pusat sampai dijajaran birokrasi tingkat paling bawah.

16 Cahyadi, Slamet. 2010. Pemberdayaan Masyarakat Desa, Bandung: Cahaya Ilmu. Hal 53

31

b. Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan

c. Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya

(alam dan manusia) untuk pelaksanaan pembangunan.

3. Kemampuan untuk berpartisipasi

Adanya kesempatan untuk yang disediakan atau ditumbuhkan untuk

menggerakan partisipasi masyarakat tidak akan banyak berarti jika

masyarakatnya tidak meiliki kemampuan untuk berpartisipasi.

Kemampuan berpartisipasi itu diantaranya;

a. Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan

untuk membangun atau pengetahuan tentang peluang untuk

membangun atau memperbaiki mutu hidupnya.19

b. Kemampuan untuk melaksanakan pembanguna, yang

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang

dimiliki

c. Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

dengan menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang)

lain yang tersedia secara optimal.

4. Kemauan untuk berpartisipasi

Kemauan untuk berpartisipasi utamanya ditentukan oleh sikap mental

yang dimiliki oleh masyarakat untuk membangun atau memperbaiki

kehidupanya. Sikap-sikap itu diantanya yaitu:

32

a. Sikap-sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat

pembangunan

b. Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada

umumnya

c. Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak

cepat puas diri

d. Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan

tercapainya tujuan pembangunan

e. Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuanya untuk

memperbaiki mutu hidupnya.

Selain itu, menurutnya ada terdapat dua dimensi penting dalam

partisipasi masyarakat17. Dimensi yang pertama adalah siapa yang

berpartisipasi dan bagaimana berlangsungnya partisipasi. Berdasarkan latar

belakangnya dan tanggungjawabnya masyarakat diklarifikasikan sebagai

berikut : (1) penduduk setempat (2) pemimpin masyarakat (3) pegawai

pemerintahan (4) pegawai asing yang mungkin dipertimbangkan memiliki

peran penting dalam suatu atau kegiatan tertentu. Semua pelaksana suatu

program merupakan persyaratan murni, artinya pelaksanaan suatu program

harus memaksimumkan partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan umum mereka.

17 Ibid hal 55

33

Dimensi yang kedua, bagaimana partisipasi itu berlangsung. Ini penting

karena untuk mengetahui hal-hal seperti : (1) apakah inisiatif itu datang dari

administrator ataukah dari masyarakat setempat, (2) apakah dorongan

partisipasi itu sukarela ataukah paksaan, (3) saluran partisipasi itu apakah

berlangsung dalam dalam berisi individu atau kolektif, dalam organisasi formal

ataukah informal, dan apakah partispasi itu secara langsung atau melibatkan

wakil, (4) durasi partisipasi (5) ruang lingkup partisipasi, apakah sekali atau

seluruhnya, sementara atau berlanjut dan meluas, dan (6) memberikan

kekuasaan yang meliputi bagaimana keterlibatan efektif masyarakat dalam

pengambilan keputusan dan pelaksanaan yang mengarah pada hasil yang

diharapkan.

Shery Arstein18 berpendapat ada tiga tingkatan partisipasi masyarakat,

yaitu:

f. Citizen power

Pada tahap ini terjadi pembagian hak, tanggung jawab dan

wewenangantara masyarakat dan pemerintah dalam

pengambilan keputusan. Tingkatan ini meliputi kontrol

masyarakat, pelimpahan, dan kemitraan.

g. Tokenism

18 Hamdan Nurmantyo. Partisipasi dalam Kebijakan Publik; Teori dan Praktik. Bandung: 3 Baca. 2005 hal. 39.

34

Pada tahap ini hanya sekedar formalitas yang memungkinkan

masyarakat mendengar dan memiliki hak untuk member suara,

tetapi pendapat mereka belum menjadi bahan dalam pengambilan

keputusan. Tingkatan ini meliputi penetraman, konsultasi, dan

informasi.

h. Non partipation

Pada tahap ini masyarakat hanya menjadi objek Tingkatan ini

meliputi terapi dan manipulasi.

2.4.2 Partisipasi dalam Perencanaan Pembangunan Desa

Hadirnya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa memberikan penyegaran

baru terkait pengelolaan pemerintahan desa dari regulasi sebelumnya. Salah

satunya adalah pembukaan ruang partipasi publik yang lebih luas dan rekognisi

terhadap desa adat. Pada Pasal 3 UU No. 6 Tahun 2014 poin J menyatakan

bahwa pengaturan desa berasaskan partisipasi; pada partisipasi ini kemudian

diperjelas pada Bab VI Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa Pasal

68 berbunyi:

(1) Masyarakat Desa berhak:

a. Meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah

Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan

Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan

kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;

b. Memperoleh pelayanan yang sama dan adil;

35

c. Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapatlisan atau

ter tulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan

penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan

Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa

Sedangkan dalam konteks perencanaan pembangunan, diperjelas pada

Kemendagri No. 114 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pembangunan Desa pada

Pasal 1 ayat 11 menyebutkan bahwa pembangunan partisipatif adalah suatu

sistem pengelolaan pembangunan di desa dan kawasan perdesaan yang

dikoordinasikan oleh kepala desa dengan mengedepankan kebersamaan,

kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan

perdamaian dan keadilan sosial.

Pada Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa Pasal 8 poin d. Juga

disebutkan bahwa anggota yang berasal dari perangkat Desa, lembaga

pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa dan unsur

masyarakat lainnya. Tak hanya itu, pada ayat 4 disebutkan bahwa Tim

penyusun harus mengikutsertakan perempuan. Sedangkan yang dimaksud

dengan unsur masyarakat adalah tersebut adalah:

a. tokoh adat;

b. tokoh agama;

c. tokoh masyarakat;

d. tokoh pendidikan;

36

e. kelompok tani;

f. kelompok nelayan;

g. kelompok perajin;

h. kelompok perempuan;

i. kelompok pemerhati dan pelindungan anak;

j. kelompok masyarakat miskin;dan

k. kelompok-kelompok masyarakat lain sesuai dengan kondisi

sosial budaya masyarakat Desa.

2.5 Penyusunan RKP Desa

Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa.

RKP Desa disusun oleh pemerintah desa sesuai dengan informasi dari

pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif desa dan

rencana kegiatan perdes, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah

kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah desa pada bulan Juli

tahun berjalan. RKP Desa ditetapkan dengan peraturan desa paling lambat

akhir bulan September tahun berjalan.RKP Desa menjadi dasar penetapan APB

Desa, rancangan tersebut kemudian dibahas secara bersama melalui

Musyawarah Desa (Musdes) Perencanaan RKP kemudian disahkan oleh

Pemdes.

37

2.5.1 Tahapan Penyusunan RKP Desa

Adapun tahapan kegiatan perumusan RKP Desa sebagaimana aturan

Permendagri No. 114 Perencanaan Pembangunan Desa Tahun 2015, Bagian

ketiga untuk Penyusunan RKP Desa Paragraf 1 Pasal 29 dapat dirangkum pada

matrik seperti berikut:

Tabel 1.1

Matriks Tahapan Penyusunan RKP Desa

No Tahapan Bahan/Materi Proses/Pihak Terkait Hasil

1.

Penyusunan

Perencanaan

Pembanguna

n

Desa Melalui

Musdes

Dokumen RPMJ

Desa

a. BPD menyelenggarakan Musdes

dalam rangka penyusunan

Rencana Pembangunan Desa

b. Mencermati ulang dokumen RPJM

Desa

Berita Acara

kesepakatan

hasil pencermatan ulang

dokumen RPJM Desa

dan

membentuk Tim

Verifikasi

sesuai dengan jenis

keahlian

yang dibutuhkan.

2.

Pembentukan

Tim

Penyusun

RKP

Desa.

Jumlah Tim 7-

11

orang

Susunan Tim :

a. Kepala Desa/Pembina

b. Sekretaris/Ketua

c. Ketua LPM/Sekretaris

d. Anggota/KPMD, Unsur

Masyarakat, perangkat desa.

Terbentuknya Tim

Penyusun

RKP Desa

3. Lokakarya

Desa

a. Pencermatan

Rencana PAD

a. Tim Penyusunan RKP Desa

memfasilitasi pencermatan PAD

untuk menyusun arah kebijakan

keuangan desa berdasarkan

potensi keuangan desa.

b. Perkiraan PAD menimal sama

dengan tahun sebelumnya sesuai

dengan kondisi keuangan desa.

a. Data besaran PAD

tahun

yang akan datang

b. Data Arah kebijakan

keuangan desa

berdasarkan potensi

keuangan desa.

38

b. Pencermatan

Pagu Indikatif

Desa

a. Fasilitasi Pencermatan Pagu

Indikatif Desa yang meliputi :

- Rencana Dana Desa

- Rencana Alokasi Dana Desa

- Rencana Bantuan Keuangan

dari APBD Provinsi dan

Kabupaten

b. Fasilitasi Penyelarasan Rencana

Program Kegiatan yang akan

masuk ke Desa :

- Rencana Kerja Pemerintah

Daerah

Format Pagu Indikatif

Desa

Format Kegiatan

Pembangunan Yang

Masuk

ke Desa.

- Rencana Program Kegiatan

Pemerintah, Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah

Daerah.

- Hasil penjaringan aspirasi

masyarakat oleh DPRD,

c. Pencermatan

Ulang Dokumen

RPJM Desa.

Fasilitasi Pencermatan Skala

Prioritas

Usulan Rencana Kegiatan

Pembangunan Desa untuk 1 (satu)

tahun anggaran berikutnya yang

tercantum dalam Dokumen RPJM

Desa.

Format Pencermatan

RPJM

Desa

d. Evaluasi RKP

Desa Tahun

Sebelumnya.

Fasilitasi Evaluasi pelaksanaan

kegiatan pada RKP Desa baik yang

sudah dilaksanakan maupun yang

belum dilaksanakan.

Format Hasil Evaluasi

RKP

Desa

4

Penyusunan

Rancangan

Dokumen

RKP

Desa

a. Hasil

Kesepakatan

Musyawarah

Desa.

b. Hasil

lokakarya

desa.

Format Rancangan RKP

Desa, dengan dilampiri :

- Rencana/desain kegiatan

dan RAB.

- Rencana/desain kegiatan

dan RAB kerjasama

antar desa disepakati

melalui Kerja Sama

Antar Desa.

- Desain dan RAB di

Verifikasi oleh Tim

Verifikasi.

- Tim Verifikasi, terdiri

dari :

Unsur Pemerintah Desa

39

Unsur LPM

Unsur Masyarakat.

b. Pemerintah

Desa dapat

mengusulkan

prioritas

program

dan kegiatan

pembangunan

desa

dan kawasan

perdesaan

kepada

pemerintah

atasan :

- Tim Penyusun

RKP Desa

menyusun

usulan prioritas

program dan

kegiatan untuk

diusulkan

kepada

pemerintah

atasan.

Rancangan Daftar Usulan

RKP Desa.

5

Penyelenggar

aan

MUSRENBA

NGDES

Berita Acara

Tentang Hasil

Penyusunan

Rancangan RKP

Desa.

Berita Acara Hasil

Musrenbangdes tentang

Kesepakatan Rencangan RKP

Desa.

6.

Perubahan

RKP

Desa.

a. Terjadi

peristiwa

khusus

(bencana alam,

krisis politik,

krisis ekonomi,

dll)

a. Dalam hal terjadi peristiwa

khusus,

Kepala Desa :

- Berkoordinasi dengan pemda

yang mempunyai kewenangan

terkait kejadian khusus.

Dokumen sesuai

dengan

kebutuhan

b. Terdapat

kebijakan

mendasar atas

kebijakan

pemerintah.

- Mengkaji ulang kegiatan

pembangunan dalam RKP Desa

yang terkena dalam peristiwa

khusus.

- Menyusun rencana kegiatan

dan RAB.

- Menyusun RKP Desa

Dokumen sesuai

dengan

kebutuhan

40

Perubahan.

b. Dalam hal terjadi perubahan

mendasar atas kebijakan

pemerintah, Kepala Desa :

- Mengumpulkan dokumen

perubahan mendasar atas

kebijakan pemerintah.

- Mengkaji ulang kegiatan

pembangunan dalam RKP Desa

yang terkena dampak dari

kebijakan mendasar

pemerintah.

- Menyusun Rencana Kegiatan

dan RAB.

- Menyusun RKP Desa

Perubahan.

7.

Pengajuan

Daftar

Usulan RKP

Desa.

Daftar Usulan

RKP

Desa

a. Kepala Desa menyampaikan

Daftar

Usulan RKP Desa kepada Bupati

melalui Camat.

b. Penyampaian Daftar Usulan RKP

Desa dimaksud paling lambat

tanggal 31 Desember tahun

berjalan.

c. Informasi

dimaksud diterima

pemerintah desa

selambat

lambatnya bulan

Juli tahun

anggaran

berikutnya.

Sumber: Pedoman Perencanaan Pembangunan Desa, Kemendes, 2015.

Disempurnakan sesuai Permendagri No 114 Tahun 2015 diolah oleh penulis

2.6 Penelitian Terdahulu

Dalam Penelitian Terdahulu ini, peneliti melibatkan tiga karya ilmiah

yang sudah di teliti sebelumnya dan menjadi penelitian perbandingan pada

karya ilmiah ini, untuk membuktikan persamaan yang ada dan menggali letak

41

perbedaan dalam hasil yang didapatkan di lapangan. Adapun beberapa

penelitian yang kami ambil dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

PENELITIAN JUDUL METODE TEORI HASIL

1. Sonny

Walangita

(Skripsi)

PERANAN BADAN

PERMUSYAWARA

TAN DESA (BPD)

DALAM

PERENCANAAN

PEMBANGUNAN

DESA KANONANG

II KECAMATAN

KAWANGKOAN

BARAT

Kuantitatif

Deskriptif

Teori

perencanaan

J.B.Kristiadi

dan

Nitisastro

Widjoyo

BPD dapat melaksanakan

tugas dengan baik,

profesionalitas BPD dan

dukungan berbagai pihak

dapat perencanaan

pembangunan desa

2. Melda Budiat

(skripsi)

KESIAPAN DAN

STRATEGI

PEMERINTAH

DESA

DALAMIMPLEME

NTASI KEBIJAKAN

UNDANG-

UNDANGNOMOR 6

TAHUN 2014

TENTANG

DESA(Studi

Penelitian di Desa

Sumur Tujuh Kec.

Kualitatif

Deskriptif

-teori

penyelenggar

aan desa

Nitisastro

Widjojo

Dan

pemerinatah

desa UU

Desa

Desa tersebut sudah cukup

siap mengingat plpj desa

dan RPJM Desa serta RKP

Desa sudah cukup bagus

dan sesuai standar

42

Wonosobo

Kab.Tanggamus)

3. Rusman

Nurjaman

(Jurnal)

Dinamika dan

Problematika

Implementasi

Undang-Undang

Desa:

Pembelajaran dari

Tiga Daerah di Jawa

Barat

Kualitatif

Deskriptif

Konsep

rekognisi

Eko Sutoro,

kosep

pemerintahan

desa menurut

UU Desa

Berbagai problematika

muncul, beberapa

kabupaten tidak siap. Perlu

penguatan kapasitas desa

dan kabupaten sebagai

suprastruktur. Perlu

sosialisasi dan

pendampingan desa yang

intensif.

Sumber: diolah dari hasil data penulis, 2016.

Dalam tabel diatas ada tiga penelitian yang peneliti rasa cukup relevan

dengan tema skripsi peneliti. Pada referensi penelitian pertama, penulis

mengangkat penelitian skripsi Sonny Walangitan, mahasiswa Universitas

Padjadjaran dengan tema Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

Perencanaan Pembangunan Desa Kanonang II Kecamatan Kawangkoan Barat

dengan metode penelitian kuantitatif keskriptif melalui analisa Teori

Perencanaan J.B.Kristiadi dan Nitisastro Widjoyo. Hasil pnelitian tersebut

dapat disimpulkan bahwa Badan Musyawarah Desa (BPD) setempat telah

dapat melaksanakan tugas dengan baik, profesionalitas BPD dan dukungan

berbagai pihak dapat perencanaan pembangunan di Desa Kanonang II

Kecamatan Kawangkoan Barat dapat dikatakan berhasil, mesipun dengan

beberapa catatan perbaikan.

43

Pada referensi penelitian ke dua, penulis menjadikan penelitian Melda

Budiarti, mahasiswa UGM dengan judul skripsi Kesiapan Dan Strategi

Pemerintah Desa Dalamimplementasi Kebijakan Undang-Undangnomor 6

Tahun 2014 Tentang Desa (Studi Penelitian di Desa Sumur Tujuh Kec.

Wonosobo Kab.Tanggamus) sebagai bahan referensi, penelitian yang

menggunakan metode Kualitatif Deskriptif dengan-teori penyelenggaraan

desa nitisastro wiodjojo dan sistem pemerintahan desa pada UU Desa 2011

dalam hasil penelitiannya, Desa tersebut sudah cukup siap mengingat PLPJ

desa dan RPJM Desa serta RKP Desa sudah cukup bagus dan sesuai standar,

profesionalitas dan kerja keras semua pihak menjadi faktor kunci.

Sementara pada referensi terakhir peneliti menggunakan jurnal karya

Rusman Nurjaman, seorang peneliti pada Pusat Kajian Desentralisasi dan

Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang berjudul

Dinamika dan Problematika Implementasi Undang-Undang Desa:

Pembelajaran dari Tiga Daerah di Jawa Barat. Penelitian tersebut

menggunakan metode Kualitatif Deskriptif yang menggunakan konsep

rekognisi menurut Eko Sutoro dan kosep pemerintahan desa menurut UU Desa.

No 6 Tahun 2014.

Hasil penelitian tersebut ditemukan berbagai problematika yang

muncul, beberapa kabupaten tidak siap dengan UU tersebut, semisal Kab.

Sumedang. Hingga, diperlukan penguatan kapasitas desa dan kabupaten

44

sebagai suprastruktur. Juga diperlukan sosialisasi dan pendampingan desa yang

intensif demi terimplementasikannya UU Desa dengan baik..

2.6 Kerangka pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini berangkat dari disahkannya

UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa menusul kemudian PP No. 43 Tahun

2014 tentang pelaksanaan UU Desa dan Permendagri No 114 Tahun 2014

Tentang Pedoman Pembangunan Desa. Kemudian dari produk hukum tersebut,

peneliti ingin mengetahui implementasinya diterapkan pada perencanaan

pembangunan Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kebupaten Malang

yang telah dikenal sebagai desa percontohan di Jawa Timur dan pilot project

Kabupaten Malang.

Pada ranah implementasi, penulis menggunakan analisis implementasi

pendekatan normatif dari William Dunn, dalam analisis ini yang akan

dilakukan adalah mendiskripsikan kebijakan, dalam halan ini Permendagri No.

114 Tentang Pedoman Pembangunan Desa pada Bagian Ketiga terkait

penusunan RKP Desa kemudian menyesuaikan dengan penerapan terkait

penyelenggaraan Mussdes Perencanaan RKP

Sedangkan pada momen permusyawaratannya, yang dimana disana

adalah forum partisipasi bagi masyarakat, untuk itu kami menggunakan terori

Shery Arstein tentang piramida partisipasi, diamana ada tiga tingkatan

partisipasi, yaitu Citizen Power, Tokenism dan Non Partisan

45

Setelah itu di akhir bahasan, pelu ulasan penutup tentang bagaimana

seharusnya implementasi tersebut terwujud secara normatif (normative

approach) bagaimana seharusnya secara praktik (positive approach)? Jika

diuraikan dalam skema dapat dilihat sebagai berikut

Skema 2.2

Alur pikir penelitian

Sumber: diolah dari kajian peneliti

Musyawarah Desa Perencanaan RKP Desa (Permendagri No 114 Th. 2015)

Implementasi kebijakan (William Dunn) 1. Pendekatan

normatif

Kesimpulan

Perencanaan Pembangunan desa

(UU Desa No 6 Tn 20014)

Partisipasi masyarakat Shery Arstein

1. Citizen power 2. Toknisme 3. Non partisan

46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode Penelitian yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah

metode kualitatif deskriptif. Penelitian Kualitatif deskriptif adalah penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang di alami oleh

subyek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain1,

secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

pada suatu bentuk kata-kata dan bahasa. Pada suatu Kontes khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Penelitian ini digunakan oleh penulis karena penelitian kualitatif

adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati, termasuk

terkait dengan implementasi suatu kebijakan . Penelitian kualitatif adalah jenis

penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai

dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara kuantifikasi

lainnya2. Penelitian kualitatif dapat digunakan untuk meneliti kehidupan

masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, gerakan sosial

1 Usman, Husaini, 2006, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara. 2 ibid

47

termasuk implementasi suatu kebijakan, dinamika politik serta berbagai

fenomena sosial lainnya.3

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tunjungtirto Kecamatan Singosari

Kabupaten Malang, tepatya di lingkungan kantor desa, BPD dan tokoh

masyarakat setempat, Sedangkan pelaksanaan penelitian untuk pengumpualan

data yang diperlukan berlangsung selama satu bulan dengan jadwal waktu

menyesuaikan dengan kondisi lapangan obyek penelitian.

1.3 Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian ini adalah penusunan RKP Desa yang meliputi :

(1). Proses kebijakan Pemdes untuk persiapan hingga Musrembangdes RKP,

(2) Dinamika Musrembangdes RKP dan (4). Partisipasi masyarakat terhadap

Musrembangdes RKP

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah langkah yang sangat penting, karena data

yang dihasilkan ini dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah. Dalam

penelitian ini, proses pengumpulan data terbagi dalam tiga cara, yaitu:

3 ibid

48

1. Wawancara (interview)

Wawancara (interview) adalah teknik pengumpulan data dengan cara

memperoleh data di lapangan melalui tanya jawab secara langsung

dengan informan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara

terbuka dan wawancara tak terstruktur.

Dalam metode kualitatif biasanya digunakan wawancara terbuka, yaitu

subyek tahu mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa

maksud dari wawancara tersebut. Wawancara tidak terstruktur,

dilakukan dengan mengajukan suatu pertanyaan secara lebih bebas dan

leluasa namun tetap mengacu pada fokus penelitian.4

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mencatat

kejadian yang ada di lapangan dengan memanfaatkan data sekunder

yang ada. Dokumen yang diperlukan untuk menunjang pemahaman dan

penggalian data dalam penelitian ini berupa catatan resmi, arsip dan

foto.

2. Observasi (Pengamatan)

4 Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Alfabeta, Bandung. Hal 58

49

Peneliti mengamati kondisi lokasi dan situs penelitian, pengematan

peneliti diawali oleh kondisi demografi Kabupaten Bandung Barat

kemudian pengamatan yang lebih mendalam melalui situs-situs yang

berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik.

3.5 Teknik Penentuan Informan

Dalam penelitian kulitatif narasumber disebut juga sebagai informan,

yakni orang yang memberikan informasi, sumber informasi, dan sumber data,

atau disebut juga subyek yang diteliti5. Sumber informasi bukan saja sebagai

sumber data, melainkan juga aktor atau pelaku yang ikut menentukan berhasil

tidaknya sebuah penelitian berdasarkan informasi yang diberikan

Penentuan subyek ialah penelitian dilakukan secara purposive artinya

didasarkan atas pertimbangan tujuan peneliti karena informan yang ditunjuk

dapat memenuhi beberapa kriteria, dan tentang apa yang peneliti harapkan atau

menngetahui situasi sehingga dapat membantu peneliti untuk menjelajahi

objek atau situasi sosial yang akan diteliti 6

Untuk memfokuskan tujuan penelitian agar tidak terjadi masalah atau

penggunaan waktu yang berlebihan dari batasan kalender penelitian, perlu

5 ibid 6 Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Alfabeta, Bandung.

50

adanya pemilihan informan atau responden, untuk itu ada tiga kriteria informan

dalam penelitian yang akan diteliti. Yaitu:

1. Informan Kunci

Informan Kunci adalah mereka yang memiliki peran besar dalam

mengambil keputusan, yaitu:

Hanik Dwi Martya : Kepala desa

Ida Bagus Suardika : Kepala BPD

Kedua orang tersebut adalah tokoh sentral di Desa Tunjungtirto,

diana kepala desa sebagai pengarah dalam perumusan RKP Desa

dan kepala BPD sebagai penyelenggara Musdes dengan bahasan

RKP Desa tersebut

2. Informan Utama

Untuk informan utama pada penelitian ini adalah panitia pelaksana

RKP Desa yaitu:

Yulianti : Sekertaris Desa/Ketuan Pelaksana RKP Desa

Sebagai sekertaris desa yang dalam UU Desa diamanahi sebagai

ketua pelaksana posisinya sangat penting sebagai informan kunci

3. Informen Tambahan

51

Informan tambahan digunakan untuk menambah informasi yang

cukup untuk menggali data sesuai dengan prosedur kelengkapan

penelitian, informasi tambahan ini difokuskan pada anggota

Musdes yang terlibat pada RKP Desa

3.6 Jenis dan Sumber Data

Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh. Dalam penelitian

ini data yang digunakan diperoleh dari dua sumber yaitu: sumber data primer

dan sumber data sekunder.

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang

diteliti (informan). Data tersebut dapat diperoleh melalui

wawancara dengan pihak yang terkait dengan penelitian ini yaitu

Kepala Desa, Ketua BPD, Panitia Penyelenggara RPJM Desa dan

tokoh masyarakat yang terlibat pada perumusan RPJM Desa

tersebut.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain atau sumber

yang berkaitan baik secara langsung atau tidak langsung yang

menunjang data yang diperlukan untuk penelitian. Jadi berupa data

52

yang siap diteliti seperti hasil kegiatan orang lain, hal ini berarti

peneliti tidak mengusahakan sendiri pengumpulannya secara

langsung, sumber data sekunder ini dapat berupa dokumen-

dokumen, catatan-catatan, laporan serta arsip yang berhubungan

dengan fokus penelitian yamg mempunyai relevansi dengan

masalah yang menjadi fokus penelitian yaitu seputar perumusan

RKP Desa.

3.7 Teknik Analisis Data

Kegiatan menganalisis data merupakan bagian dari metode penelitian

yang sangat penting dalam memberi makna data untuk menjawab

permasalahan penelitian, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih

teknik analisis data adalah tujuan dan jenis data penelitian.

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan secara kualitatif sebab

sesuai dengan pendekatan penelitian yaitu penelitian kualitatif beberapa hal

yang dilakukan peneliti dalam analisis data yaitu :

(1) mengorganisasikan data

(2) memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola

(3) mensiteksiskannya

(4) mencari dan menemukan pola

(5) menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari.

(6) memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain

53

Analisis data kualitatif dalam penelitian ini bertujuan untuk memaparkan

analisis dari fokus penelitian yaitu: (1). Proses atau prosedur perumusan RPJM

Desa, (2). Dinamika yang terjadi di forum rapat, (3) Keterlibatan tokoh atau

komunitas terkait dan perempuan dalam rapat tersebut serta (4). Kepuasan

peserta rapat terhadap hasil rapat, dalam hal ini RPJM Desa

.Analisis data kualitatif dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan

proses pengolahan dan pengamatan sistematis hasil wawancara, catatan dan

bahan-bahan lain yang ditemukan saat prosedur pengumpulan tidak mudah

untuk dipisahkan.Kedua kegiatan tersebut kadang-kadang berjalan serempak,

artinya analisis data sebaiknya dikerjakan bersamaan dengan pengumpulan

data dan kemudian dilanjutkan setelah pengumpulan data selesai dikerjakan.

Kegiatan analisis data dalam penelitian ini akan dikerjakan berupa

analisis dilapangan yaitu ketika peneliti, mengumpulkan data dilapangan dan

selanjutnya dilakukan analisis kembali setelah data yang dibutuhkan terkumpul

semuanya sesuai tujuan penelitian. Kegiatan yang dilakukan peneliti dalam

analisis data meliputi : mengorganisasikan data, memilih dan mengatur

kedalam unit-unit, mengintensiskannya, mencari pola-pola, menemukan apa

yang penting sesuai tujuan penelitian dan memutuskan apa yang akan

dipaparkan kepada pihak lain berupa laporan penelitian

54

Lebih lanjut Bog dan Biklen7, . Mengemukakan analisis data meliputi:

kegiatan mengerjakan data, menata, dan membagi menjadi satuan-satuan yang

dapat dikelola, mensintesis, mencari pola, menemukan yang penting dan hal-

hal dapat dipelajari. Lebih lanjut analisis merupakan proses mengatur secara

sistematik data lapangan, catatan lapangan, dan bahan-bahan yang telah

diperoleh untuk digunakan bahan laporan penelitian. Beberapa kegiatan yang

dilakukan peneliti meliputi:

1 Reduksi

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyelenggaraan, pengabstrakan dan transformasi data mentah atau

catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung menerus selama

pengumpulan data. Data dipilah-pilah sesuai dengan fokus penelitian. Data

dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yaitu yang berhubungan dengan

identitas informasi. Jabatan informan, tugas informan, upaya-upaya yang

dilakukan dan tanggapannya sesuai tujuan penelitian.peneliti melakukan

tahapan-tahapan dari proses reduksi, yang meliputi:

(1) menulis memo

7 Moleong, Lexy, 2004.Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. 20. Hal. 53

55

(2) membuat kode (koding)

(3) kategori

(4) kontekstualisasi

(5) pajangan (display)

(6) arsip Analitis.

Adapun proses reduksi tersebut tidak digunakan semua dalam

menganalisis data penelitian ini, akan tetapi hanya beberapa tahapan saja.

Adapun tahapan yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Menulis Memo

Catatan lapangan dan hasil interview segera ditulis setelah pulang dari

lapangan. Peneliti menuliskan memo pada buku catatan khusus atau catatan

harian. Langkah ini ditempuh untuk menghindari sifat lupa pada peneliti.

Selain itu memo dipergunakan untuk mencatat gagasan-gagasan baru yang

muncul secara tiba-tba.Sikap hati-hati ini juga peneliti pergunakan agar tidak

terjebak pada isu-isu yang bermunculan yang dapat mengaburkan data utama

yang diperoleh di lapangan.

2. Membuat Kode (Koding)

56

Untuk memudahkan proses analisis data, diperlukan strategi yang dapat

membantu peneliti lebih mudah mengingat, maka data diberi kode.

3. Kategorisasi

Frekuensi yang diketahui merupakan bahan untuk membangun

kategorisasi. Pemberian kode pada temuan dimaksudkan untuk mengiris-ngiris

temuan dan mengelompokkannya dalam kategori-kategori agar mudah dalam

melakukan perbandingan antara pendapat pendamping yang satu dengan

pendamping yang lain. Setelah temuan-temuan tersebut diperoleh, maka dapat

dikategorikan berdasarkan teori atau dibangun secara induktif berdasarkan data

lapangan.

4. Pajangan (Display)

Data lapangan yang berupa matrik, struktur organisasi, susunan staf

pada suatu organisasi, foto-foto, alur kantong-kantong tempat pendamping

disajikan untuk menunjang proses analisis.

5. Arsip analitis

Arsip analitis merujuk pada proses pengarsipan data secara analitis

sewaktu peneliti mengumpulkan data. Misalnya sejak awal seperti arsip

pertanyaan, arsip file, history informan, kutipan-kutipan, dan arsip latar

57

belakang informan oleh peneliti dilakukan pengklasifikasian untuk

memudahkan menelusuri kembali sewaktu-waktu diperlukan.

6. Penyajian Data

Penyajian data adalah penyusunan informasi yang kompleks dalam

bentuk data sistematis dan sederhana sehingga lebih mudah dipahami.

Penyajian data dimaksudkan untuk memperoleh pola-pola bermakna serta

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan tindakan

7. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Penarikan kesimpulan merupakan langkah akhir dalam kegiatan

analisis data. Data yang telah direduksi dan diorganisir dalam bentuk sajian

data kemudian disimpulkan sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian. Dalam

penarikan kesimpulan, peneliti tidak secara langsung mengikat.Hal ini

dilakukan untuk memberi kesempatan perbaikan apabila diperoleh data baru

yang lebih relevan, sehingga ditemukan makna yang lebih cocok dengan fokus

dan tujuan penelitian.

3.8 Uji Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang

obyektif.Oleh karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif

sangat diperlukan. Keabsahan data dianggap derajat ketepatan antara data yang

terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti.

58

Dengan demikian, melalui keabsahan data maka kredibilitas (kepercayaan)

penelitian kualitatif dapat tercapai.Untuk menetapkan keabsahan

(Trustworthiness) data dalam penelitian kualitatif diperlukan teknik

pemeriksaan data. Menurut Moleong8 terdapat empat kriteria dalam teknik

pemeriksaan data,yaitu :

3.8.1 Derajat Kepercayaan Data (Uji Kredibilitas)

Penjaminan keabsahan data melalui derajat kepercayaan data dapat dilakukan

dengan menggunakan beberapa teknik pemeriksaan data, diantaranya :

a. Triangulasi

merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang laindiluar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap suatudata. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan cara triangulasi sumber yakni dengan membandingkan

data hasil wawancara kepada sumber yang berbeda (informan yang

berbeda). Data dari beberapa sumber tersebut kemudian

dikategorisasikan mana pandangan yang sama, mana pandangan yang

berbeda dan mana pandangan yang spesifik.

a. Kecukupan Referensi

Ketersediaan dan kecukupan referensi dapat mendukung

keterpercayaan data dalam penelitian, upaya untuk mendukungnya

8 Moleong, Lexy, 2004.Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. 20. Hal 355

59

dapat digunakan kamera digital sebagai alat foto dan dapat juga

menggunakan alat perekam suara. Dengan demikian, apabila akan

dicek kebenaran data penelitian, maka referensi yang tersedia dapat

dimanfaatkan sehingga tingkat keterpercayaannya dapat dicapai.

1. Keteralihan (Transferability)

Peneliti mendeskripsikan atau memaparkan data yang telah diperoleh,

baik berupa hasil wawancara, hasil dokumentasi maupun observasi

secara transparan dan menguraikannya secara rinci. Pemaparan ini

berada pada bab hasil dan pembahasan. Pemaparan secara

keseluruhan data dilakukan agar pembaca dapat benar–benar

mengetahui permasalahan yang terjadi terkait dengan penelitian.

3. Kebergantungan (Dependability)

Menguji kebergantungan data penelitian dilakukan untuk mengetahui,

mengecek dan memastikan hasil penelitian benar atau salah.Guna

mengecek apakah hasil penelitian benar atau tidak, maka peneliti

mendiskusikan semua data yang diperoleh dengan dosen

pembimbing.Setelah itu, baru diadakan seminar.

4. Kepastian (confirmability)

Dalam penelitian kualitatif, menguji kepastian mirip dengan menguji

kebergantungan, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara

bersamaan.Kepastian (confirmability) berarti menguji hasil

60

penelitian, dikaitkan dengan proses yang ada dalam penelitian,jangan

sampai proses tidak ada tetai hasilnya ada. Derajat ini dapat tercapai

melalui audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap

seluruhkomponen dan proses penelitian serta hasil penelitian.

Pemeriksaan dapat dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi

menyangkut kepastian asal–usul data, penarikan kesimpulan dari data

dan penilaian derajat ketelitian serta telaah terhadap kegiatan peneliti

tentang keabsahan data.

61

BAB IV

Gambaran Umum

4.1 Sejarah Desa Tunjungtirto

Semula Tunjungtirto merupakan wilayah setingkat Kademangan

dipimpin seorang Demang yang pengangkatannya secara musyawarah atau

ditunjuk dan bukan dari hasil pemilihan langsung oleh warga dikarenakan pada

waktu itu jumlah warga masih sedikit. Seorang Demang melaksanakan tugas

dibantu oleh para Kepala Dusun dan tugas – tugas pelayanan terhadap

masyarakat dikendalikan dirumah masing -masing sehingga umumnya rumah

Demang (Kepala Desa) waktu itu ada semacam Pendopo.

Sesuai dengan perkembangan jaman, jumlah penduduk semakin bertambah,

maka tugas – tugas semakin berat dan semakin banyak sehingga perlu adanya

tenaga pembantu, yaitu :

1. Modin, bertugas mengurus pernikahan, perceraian, kematian atau

urusan keagamaan. Dan sekarang lebih dikenal dengan istilah Kaur

Kesra.

2. Jogoboyo, atau Kepetengan bertugas mengurusi masalah keamanan.

3. Kebayan, bertugas menyampaikan perintah dari Kepala Desa atau

Kamituwo kepada masyarakat.

62

4. Ulu – ulu, atau Jogotirto dan sekarang disebut kwowo bertugas

mengatur pengairan sawah.

Memasuki era orde baru waktu itu Kepala Desa Pak Subalinoto RH

disamping ada pendopo dirumahnya mulai mendirikan Kantor Desa dan Balai

desa sebagai tempat pelayanan masyarakat. Kemudian pada masa

kepemimpinan Kepala Desa Didik Gatot Subroto kondisi kantor desa mulai

rusak dan tidak layak untuk dijadikan sarana pelayanan masyarakat sehingga

dilakukan pemugaran atau renovasi secara total dan dibangun sesuai dengan

kondisi kebutuhan pelayanan masyarakat. Untuk menghargai jasa beliau maka

gedung Bale desa dinamakan Gedung Soebali dan Gedung pertemuan di lantai

dua dinamakan Gedung Gatot Subroto.

4.2 Letak Geografis

Desa Tunjungtirto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang secara

geografis terletak di 112°38′25.7″ BT dan terletak di 07°54′20.9″ LS. Terletak

disebelah paling barat + 5 km dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Singosari

atau terletak disebelah Utara Pusat Pemerintahan Kabupaten Malang atau

sebelah Utara dari Kota Malang. Secara topografi Desa Tunjungtirto termasuk

dalam kategori Daerah dataran rendah dengan ketinggian ± 466 meter dari

permukaan laut (MDP) dan beriklim sejuk. Adapun batas-batas wilayah Desa

Tunjungtirto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang adalah sebagai berikut,

sebagaimana disajikan pada Gambar berikut :

63

1) Sebelah Utara : Desa Purwoasri Kecamatan Singosari Malang

2) Sebelah Barat : Desa Langlang Kecamatan Singosari Malang

3) Sebelah Timur : Desa Banjararum Kec. Singosari Malang

4) Sebelah Selatan : Kelurahan Balearjosari Kota Malang

Untuk lebih jelas dapat melihat peta Desa Tunjungtirto berikut ini:

Gambar: 4.1

Peta Desa Tunjungtirto

Sumber: Arsip Desa Tunjungtirto, 2016

Secara sosioekonomi Desa Tunjungtirto cenderung dapat dikatakan

sebagai desa yang berhasil, hal ini bisa kita lihat dari tatakelola pemerintahan

desanya yang cukup baik, baik dalam hal pelayanan, responsifitas, transparansi

64

dan merangkul berbagai kelompok kepentingan. Selain itu dalam sektor

ekonomi desa ini berhasil mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)

yang layanannya adalah simpan pinjam serta olahan produk jadi dan setengah

jadi dari kelompok binaan BUMDesa tersebut.

4.3 Profil Poemeritahan Desa Tunjungtirto

Sejak tahun 2014, Hanik Dwi Martya resmi memegang tampuk

kepemimpinan Desa Tunjungtirto seleah kemenangannya dalam Pilkades pada

tahun tersebut. didalam kepemimpinannya, ia banya melakukan reformasi

birokrasi, utamanya dalam hal profesionalisme pegawai, transparansi dan

partisipasi publik. terkait reformasi kelembagaan pemerintahan desan dapat

dibaca pada paparan berikut:

1. Kebayan desa: arsip dan data

2. Kuwowo pembangunan

3. Mudin: urusan agama

4. Kepetengan: keamanan

5. Kaur: kepala urusan

Untuk lebih jelas, dapat diliat pada struktur berikut:

65

Tabel 4.2

Struktur Pemerintahan Desa Tunjungtirto

Sumber: data Desa Tunjungtrto, 2016.

jika kita melihat struktur pemerintahan desa diatas, maka kita bisa

melihat bahwa antara BPD dengan Kepala Desa mempunyai garis koordinatif,

sementara dibawah garis instuktif Kepala Desa terdapat Sekertaris desa yang

membawahi; Kabayan, Kowowo, Modin, Kepetengan, Kaur Umun dan Kaur

Keuangan. Sementara dibawah tingkat lagi ada jajawan Kamituo.

66

Sedangkan untuk kelembagaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Tunjungtirto, sebagai lembaga penyerap aspirasi warga desa dapat dilihat pada

sturktur dibawah ini:

Tabel 4.3

Tabel Struktur BPD Desa Tunjungtirto

\\

Ketua

Ida Bagus Suardika

Bendahara

Linda Artiani

Wakil

Ode Zaini Al Idrus

Seksi Kesra

Warsito

Sekertaris

Supono

Seksi pemerintahan

Hariyono

Slamet

Seksi Pembangunan

Agus

Sri Wahyuni

Sumber: Arsip Pemerintah Desa Tunjungtirto

67

4.3.1 Visi

Berdasarkan perkembangan situasi dan kondisi Desa Tunjungtirto saat

ini, dan terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-

Desa), maka untuk pembangunan Desa Tunjungtirto pada periode 6 (enam)

tahun ke depan (tahun 2013 – 2019), disusun visi sebagai berikut :

“Terwujudnya Masyarakat Desa Tunjungtirto yang Beriman,

Berdaya dan Sejahtera”

Adapun penjelasan visi tersebut adalah

1. Masyarakat Desa Tunjungtirto mayoritas beragama Islam dan terdiri

dari beberapa agama yang lain. Hal ini mencerminkan bahwa

Tunjungtirto adalah desa yang agamis memiliki keimanan yang kuat

sebagai pondasi dalam menciptakan kehidupan yang rukun antar umat

beragama, serta merupakan modal utama bagi pelaksanaan kegiatan

pemerintahan desa.

2. Masyarakat Desa Tunjungtirto mampu mewujudkan kehidupan yang

sejajar dan sederajat dengan masyarakat desa lain agar menjadi lebih

maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri

dengan memanfaatkan potensi lokal desa.

3. Yang dimaksud masyarakat yang lebih sejahtera adalah bahwa

diupayakan agar tercapai ketercukupan kebutuhan masyarakat secara

68

lahir dan batin (sandang, pangan, papan, agama, pendidikan, kesehatan,

rasa aman dan tentram).

4.3.2 Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka misi yang akan dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan masyarakat tunjungtirto yang mandiri dan produktif .

2. Membangun masyarakat tunjungtirto yang Agamis.

3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada

pengembangan potensi lokal melalui industri kerakyatan .

4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui peningkatan fasilitas

pelayanan secara transparan.

5. peningkatan kapasitas sumber daya bagi aparat desa dan lembaga

kemasyarakatan desa manusia guna menunjang pelayanan masyarakat.

6. Mempertahankan dan meningkatkan keberadaan infrastruktur desa

dengan mengedepankan partisipatif masyarakat.

7. Menyiapkan Generasi Muda yang sehat dan berkualitas.

8. Meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat melalui pelayanan

kesehatan yang memadai.

69

4.4 Demografi Desa Tunjungtirto

Demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan

manusia. Aspek-aspek dalam demografi meliputi ukuran, struktur, dan

distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu

akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan

dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang

didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas

tertentu. Dalam konteks penelitian tunjungtirto ini, aspek demografi menjadi

penting untuk mengetahui struktur dan fakta sosial masyarakat setempat.

Semua data demografis ini adalah hasil senses penduduk pada tahun 2016.

4.4.1 Usia

Data terkait usia dalam penelitian sosial penting untuk diketahui, hal ini

dimaksudkan agar kita memahami bagaimana rata-rata usia masyarakat objek

penelitian, sehingga kita dapat memahami kondisi sosialnya. Untuk

selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

70

Tabel 4.4

Usia Penduduk Desa Tunjungtirto.

Sumber: arsip Desa Tunjungtirto 2016

jika kita melihat data diatas bahwa umumnya penduduk Desa

Tujungtirto berusia 35-39 sekitar 450 penduduk, sementara kalangan pemudah

sedikit lebih rendah yaitu 350 peduduk dengan usia rata-rata 19-20.

4.4.2 Pendidikan

Pendidikan adalah instrumen penting dalam meningkatkan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM). Data terkait kependidikan dalam penelitian

sosial cukup penting keberadaannya, karena dengan mengetahui tingkat

pendidikan wilayah objek penelitian, kita akan mengetahui kualitas SDM

wilayah objek penelitian.

71

Tabel 4.5

Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Penduduk

1 Tidak/Belum Sekolah 2563

2 Tidak Tamat SD/Sederajat 0

3 Tamat SD/Sederajat 2478

4 SLTP/Sederajat 1601

5 SLTA/Sederajat 1826

6 Diploma I/II 34

7 Akademi/Diploma III/S.Muda 0

8 Diploma IV/Strata I 652

9 Strata II 72

10 Strata III 9

Jumlah 9220

Sumber data: Profil Desa Tunjungtirto Tahun 2015

Dari tabel diatas dapat kita simpulkan bahwa jumlah penduduk yang

tidak atau belum sekolah, angkaya terbilang sangat tinggi yaitu 2563

penduduk, disusul kemudian jumlah penduduk yang menamati SD/sederajat

yang berjumlah 2478 penduduk. Untuk yang menamati perguruan tinggi; S1

652 penduduk, S2 72 penduduk dan S3 9 penduduk.

4.4.3 Agama

Agama adalah keyakian umat manusia terhadap Tuhan YME serta

ajaran luhur pembawanya. Data terkait agama dalam penelitian sosial cukup

72

penting untuk mengingat agama mempengaruhi perilaku penduduk di kawasan

objek penelitian dan mengetahui perandingan jumlah pemeluknya.

Tabel 4.5

Jumlah Pemeluk Agama

Sumbe: arsip Desa Tunjungtirto, 2016

Jika kita mengamati tabel diatas, maka dapat disimpulka bahwa jumlah

agama yang dianat oleh penduduk Desa Tunjungtrto adalah tiga, yaitu; Islam

dengan pemeluk terbanyak berjumlah 900 ribu

4.4.4 Profesi

Profesi atau pekerjaan adalah upaya mausia untuk mendapatkan

pendapatan ekonomi guna menyambung kehidupannya secara biologis. Data

terkait profesi penduduk cukup penting untuk diketahui agar dapat mengetahui

73

kondiri ekonomi yang cenderung berpengaruh pada perilaku penduduk wilayah

kajian penelitian.

Tabel 4.6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Profesi

NO. Lapangan Kerja Tahun

2016

1 Petani 89

2 Buruh tani 228

3 Buruh swasta 2,992

4 PNS 146

5 ABRI 27

6 Pensiunan 8

7 Industri kecil 104

8 Pertukangan 80

9 Perdagangan 72

10 Peternak 9

11 Jasa angkutan 22

12 Mantri

kesehatan/bidan 8

13 Jasa lainnya 64

JUMLAH 3,782

Sumber: data Desa Tunjungtirt, 2016

Jika melihat tabel diatas, dapat diketahui bahwa profesi penduduk Desa

Tunjungtirto umunya bergerak di sektor non formal , yaitu sebagai buruh tani

dengan jumlah 2.992 penduduk, disusul kemudian oleh buruh tani sebanya 228

penduduk dan yang paling sedikit adalah mantri kesehatan atau bidan.

74

4.5 Musyawarah Desa dan Transparansi Anggaran Publik Desa

4.5.1 Rapat Perumusan RPJM DESA

Rapat perumusan RPJM Desa adalah musyawarah desa yang

membahas tentang arah kebjiakan desa dalam jangka panjang, RPJM

dilaksanakan dalam jangka waktu 6 tahun sekali. Dalam musyawrah RPJM

Desa Tunjungtirto dilaksanakan pada tanggal 3 Juli tahun 2014.

Gaambar: Suasanya Musrembangdes RPJM Desa Tunjungtirto

Sumber: Arsip Desa Tunjungtirto

Pada rapat tersebut membahas tentang skala prioritas pembangunan

desa yang meliputi. Pembangunan infrasuktur pendidikan, kesehatan, ekonomi

dan kebudayaan.

75

4.5.2 Rapat Perumusan KRP Desa

Musyawarah desa yang membahas tentang perumusan RKP Desa

membicarakan seputar arah kebijakan pemerintah desa dalam jangka waktu 1

tahun. Musryawarah Desa Tunjungtirto dalam perumusan RKP

diselenggarakan pada tanggal 23 Juni 2016.

Gambar: Musrembangdes RKP Desa Tunjungtirto

Sumber: Dokumen penulis

Dalam musyawarah tersebut, Hanik Dwi Martia selaku pemimpin rapat

menyampaikan rencana kerja tahunan yang berkonsesntrasi salah satunya pada

penguatan BUMDesassssss

76

4.5.3 Transparansi Anggaran Publik

Transparansi anggaran publik menjadi hal penting dalam upaya

implementasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dengan adanya transparansi

anggaran publik, masyarakat dapat memantau dan mengkritisinya. Desa

Tunjungtirto telah melakukan publikasi dana publik sejak tahun 2014.

Gambar: Publikasi APBDesa Tunjungtirto

Sumber. Dokumen penulis

Selain pencetakan informasi anggaran publik pada baliho besar,

Pemdes Tunjungtirto juga mengedarkan informasi APBDesa yang lebih

lengkap di semua balai RW yang ditempel pada papan pengumuman setempat.

77

4.6 Rujukan Studi Lapang Tata Pemerintahan Desa

Seiring dengan reformasi birokrasi yang dimulai pada tahun 2013 dinilai

cukup berhasil, banyak pemerintahah desa lain mengapresiasi dan dijadikan

percontohan.

Gambar: Website Infest.or.id menampilkan berita 85 perangkat desa

luar Jawa studi menejemen keuangan ke Desa Tunjungtirto

Sumber: www.infest.or.id

Pada tanggal 17 September 2015 sebanyak 85 peserta studi lapang

berasal dari Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mangondow, Provinsi

Sulawesi Utara, Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat,

78

dan Kabupaten Fak-Fak Provinsi Papua Barat berkunjung ke Desa Tunjungtirto

dalam rangka studi banding menejemen keuangan desa.1

Gambar: Sambutan Kades Tunjungtirto pada Studi lapang perwakilan

desa di Kab. Morowali, SultengSumber:

Dokumen Desa Tunjungtirto

Pada tanggal 8 November 2016, Desa Tunjungtirto menerima

kunjungan Bimtek Aparatur desa dari 71 perwakilan perangkat desa dan

pemkab Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah. Dalam acara tersebut peserta

menerima materi terkait profesionalisme prangkat desa, keuangan desa dan

partisipasi masyarakat desa.

1 https://infest.or.id/2015/10/17/85-perangkat-desa-belajar-manajemen-keuangan-di-tunjungtirto/ diakses pada 21/8/2017 Pukul 04:49

79

BAB V

Dinamika Musrembangdes RKP Desa Tunjungtirto Kec. Singosari, Kab.

Malang: Studi Implementasi dan Partisipasi

5.1 Implementasi UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Desa terhadap

Penyelenggaraan Penyusunan RKP Desa Tunjungtirto

Sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No.4 Tahun 2004, bahwa

desa mempunyai dua hak baru, yaitu hak rekognisi atau hak asal-usu dan hak

subsidaritas atau hak untuk mengatur desanya sendiri, hak ini dalam hal teknis

dilakukang melalui Musyawarah Desa terkait perencanaan RPJM Desa dan

RKP Desa yang kemudian menjadi acuan RAPBDesa,

Untuk memenuhi amanat UU tersebut, Pemdes Tunjungtirto dibawah

kepemimpinan Hanik Dwi Martya mengeluarkan kebijakan-kebijakan tertentu

dalam rangka mempersiapkan Musrembangdes dengan bahasan perencanaan

RKP. Arah kebijakan Pembdes Tunjungtirto dalam menyiapkan

Musrembangdes RKPD Desa pada tatanan masyarakat desa, Pembes

mengarahkan untuk menggelar Musyarawah Warga di tingkat RT lalu di

tingkat RW untuk dibawa pada Musdes, kemudian Musdes adakan membahas

hasil-hasil Musyawarah RT secara umum dan melakukan pembacaan atas

dituasi kondisi sosial ekonomi desa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel

dibawah.

80

Tabel 5.1

Kebijakan Pra Musrembangdes Terhadap RT dan RW

Sumber: Diolah oleh penulis

Jika kita lihat pada tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa

musyawarah RT digelar untuk menyerapp aspirasi warga terkait kebutuhan

sosial lingkungan setempat, kemudian musyawarah RW yang menghaji dan

mengkalisifikasihan hasil musyawarah RT untuk dibawa pada Musdes,

kemudian Musdes adakan membahas hasil-hasil Musyawarah RT secara umum

dan melakukan pembacaan atas dituasi kondisi sosial ekonomi desa. Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah.

Sedangkat terkait kebijakan internal pemdes untuk persiapan jelang

Musrembangdes tersebut dengan pembentukan Tim Penysun RKP Desa yang

dijabat oleh:

Pembina :Hanik Dwi Martya (Kepala Desa)

Ketua :Yulianti (Sekertaris Desa)

Mulyadi :Sekertaris (Ketua LKP)

Musyawarah RT

•Mengkaji kondisi dan kebutuhan sosial ekonomi lingkungan RT

Musyawarah RW

•Mengkaji dan mengklasifikasi hasiil musyawarah RT untuk diajukan ke Musdes

Musdes

•membahas hasil-hasil musyawarah RT dan melakukan pembacaan kondisi sosial ekonomi desa

81

Anggota/ :Saiful Bahri (KPMD), H. Anshari (Tokoh Agama),

Sugiman (Tokoh Petani), Hasbullah (Tokoh Pendidikan), Marhasan

(Tokoh Perempuan) Suryadi (Tokoh Kebudayaan), Hamdan Zaki

(Tokoh Pengusaha/UMKM), Misnawan dan Syaiful Islam (Perangkat

Desa)

Tabel 5.2

Alur kebijakan penyelenggaraan RKP Desa

Sumber: Diolah oleh penulis

Pembentukan Tim Penyusun RKPDesa tersebut untuk selanjutnya

adalah merencanaan kegiatan Lokakarya Desa, dalam Lokakarya tersebut

membahas hal-hal penting desa, seperti: Pencermatan Rencana PAD, Pagu

Indikatif Desa, Pencermatan Ulang Dokumen RPJM Desa dan Evaluasi RKP

Desa Tahun Sebelumnya

82

Gambar: 5.

1 Suasanya

rapat Lokakarya

Desa Tunjungtirto

Sumber: Arsip Desa Tunjungtirto

Dari hasil Lokakarya Desa tersebut ditambah dari hasil Musyawarah

Desa, Tim Penyusun RKP Desa kemudian melakukan penyusunan domumen

rancangan RKPDesa berdasarkan prioritas pembangunan yang sebelumnya

diusulkan oleh Pemdes.

Dan akhirnya pada tanggal 3 Juni sesuai rencana yang disepakati

Musrembangdes dengan agenda pembahasan dan pengesahan, dari RKP

tersebut akan menjadi Peraturan Desa dan acuan alokasi anggaran APBDesa.

5.1.1 Analisis Kebijakan Perencanaan RKPDesa Perspektif Normatif

Dunn

Mencermati penjabaran serangkaian kegiatan perumusan RKPDesa

tersebutbahwa pada tahap tembentukan Tim Penyusun RKPDesa, secara pen

empatan tim sudah sesuai sebanyak maksimal 11 orang yang berasal dari

83

Sekertaris desa, ketua LPK, DPD dengan dan beberapa unsur masyarakat telah

memenuhi.

Sementara penyelenggara Lokakarya Desa dengan kegiatan seperti:

Pencermatan Rencana PAD, Pagu Indikatif Desa, Pencermatan Ulang

Dokumen RPJM Desa dan. Evaluasi RKP Desa Tahun Sebelumnya, serta

penyusunan domumen RKP Desa sesuai kebutuhan prioritas, telah memenuhi

ketentuan yang berlaku pada Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang

Perencanaan Pembangunan Desa Pasal 33-34.

Kemudian terkait Musrembangdes dengan bahasan perencanaan RKP

dengan melibatkan perangkat desa, LPM, KPM unsur masyarakat dengan

musyawarah yang demokratis, berkeadilan, partisipatis dst, secara normatif

terpenih sebagaimana yang diatur oleh Permendagri No. 114 Tahun 2014

tentang Perencanaan Pembangunan Desa Pasal 40.

5.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pra Musdes Perencanaan RKP Desa

Sebelum pelaksanaan kegiatan Musdes perencanaan RKP, Pemdes

Tunjungtirto membuat kebijakan agar pemangku kebijakan di tingkat Rukun

Tangga (RT) untuk membuat musyawarah RT, dari musyawarah RT inilah

kemudian hasilnya dibawa lembaga tingkat selanjutnya, yaitu musyawarah

Rukun Warga (RW), hingga apa yang menjadi hasil dalam bahasan pada

musyawarah RW baru benar-benar dari masyarakat akar rumput dan dapat di

84

tersampaikan dalam Musdes dan hasil-hasil Musdes tersebut akan dibawa

dalam Musrembangdes perencanaan RKP Desa.

Gambar 5.2 Suasana Rapat RW Pra Musdes Tunjungtirto

Sumber: Dokumen pribadi

.

Hanik selaku kepala desa beralasan dengan adanya musyawarah RT

dan RT, masyarakat di tingkat paling bawah merasa benar-benar diperhatikan

akan nasib dan kebutuhannya, masyarakat di tingkat bawah, serta ketua RT dan

RW bisa mengetauhi secara langsung terkait hal-hal yang menjadi kebutuhan

dasarnya. “Yang terpenting dari proses itu adalah warga bisa berpartisipasi

secara langsung atas keluhan dan sarannya” Ujar kades berjilbab itu1

1 wawancara pada Hari Kamis, 27/7 Pukul 12:00

85

Hal tersebut dibenarkan oleh Yulianis, Sekertais Desa yang juga

merangkap menjadi Ketua Tim Penyusun RKP. Menurutya, .ada perubahan

yang cukup signifikan atas kebijakan ini. Dia membandingkan ketika sebelum

ada kebijakan musyawarah warga, kondisi musrembangdes sebelumnya

terlihat kurang dinamis, yang bersuara hanya Ketua RT dan RW tertentu dan

tokoh masyarakat tertentu pula. Namun, pasca kebijakan ini Musrembangdes

suasanya sangat dinamis banyak berani berpendapat bahkan mengkritik2

Dalam teori partisipasi sebagaimana penulis kemukakan pada BAB IV,

adanya ruang yang bebas untuk berpendapat, menjadi syarat penting dalam

menciptakan partisipasi masyarakat. karena dengan ruang dialog yang bebas

dan terbuka, akan membebaskan peserta untuk mengekspresikan segala

gegesannya. Hal ini senada dengan pengakuan Mujiono, ketua RT 1 RW 6 yang

mengatakan bahwa adanya kebijakan semacam ini warganya merasa dihargai

sebagai warga negara. “kebijakan Bu Kades ini membuat warga saya senang

karena bebas menyampaikan keluhannya dalam musyawarah”. Ujar pria

berkumis tersebut.3

Selain ketersediaan ruang yang cukup representatif dalam musyawarah

warga selain dapat membebaskan warga untuk mengekspresikan gagasannya.

Ruang publik yang representatif dengan kebebasan dan keterbukaan juga dapat

mendorong warga untuk mengekspresikan gagasannya secara jurur dan

2 Wawancara pada Hari Kamis, 27/7 Pukul 14:30 3 Wawancara pada Hari Jumat, 28/7 Pukul 12:30

86

berangkat dari hati nurani sendiri. Abdul Qodir, Ketua RT 2 RW 3 Desa

Tunjungtirto, mengaku tergugah melihat warganya dalam mengemukakan

pendapatnya yang cemerlang, padahal yang bersangkutan dalam kesehariaanya

mereka ala kadernya. “Saya tidak mengira warga saya dapat mengusulkan

sesuatu yang cukup semerlang. Jika tidak ada Musdes mungkin saya tidak bisa

menangkap aspirasi mereka”4 Akunya.

Namun dari sekian banyak pendapat positif terkait musyawarah warga,

disisi lain ada kehawatiran tertentu atas kebebasan ruang partisipasi tersebut.

Satrian Susanto, tokoh masyarakat yang banyak bergelut di dunia pendidikan

sebagai pengaja di Institut Teknologi Nasional (ITN) II Malang. Menurutnya,

keterbukaan informasi tersbut dapat berdampak pada kekecewaan warga pada

pada Pemdes manakala aspirasi mereka tidak tertampung dari terlalu

banyaknya aspirasi yang di klasifikasi. Kekecewaan tersebut akan melahirkan

apatisme segala kebijakan pemerintah.

“Jika mereka terlanjur menaruh kepercayaan, kemudian

aspirasi mereka tidak tertampung, khawatirya akan melahirkan

atau kekecewaan bahkan apatisme ” Ujarnya.

5.2.1 Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Masyarakat dalam Pra

Perencanaan RKP

4 Wawancara pada Hari Jumat, 28/7 Pukul 13:30

87

Mengamati dinamika partisipasi masyarakat yang cukup tinggi dalam

pra kegiatan Musrembangdes RKP tersebut. penulis berpendapat bahwa ada

beberapa hal mendasar yang menjadi faktor terhadap cukup baiknya tingkat

partisipasi warga tersebut:

Adanya kesempatan untuk berpendapat menjadi penting dalam

menumbuhkan partisipasi. Seperti yang telah dipaparkan di muka, bahwa

seelum digelarnya Musremangdes terkait dengan pembahasan RKP Desa,

Pemerintah Desa Tunjungtirto mengarahkan untuk menggeral musyarawah

warga dalam dua tingkat, tingkat pertama digelar di setiap RW yang melibatkan

warga sekitar. Musyawarah ini membahas seputar kebutuhan sosial ekonomi

lingkungan setempat. Lalu pada tingkatan kedua yaitu musyawarah tingkat RW

yang diikuti oleh pengurus RW dan tokoh masyarakat, pada musyawarah tahap

ini membahas tentang hasil rapat tahap pertama di setiap RT untuk dikasifikasi

guna pengajuan pada Musdes RKP Desa.

Melihat dari alur kebijakan yang demikian dapat dikatakan bahwa

pemerintah desa memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

berpartisipasi secara penuh dalam rapat RT, yang kemudian partisipasi tersebut

akan disampaikan oleh pihak RW pada peserta Musrembangdes RKP Desa.

Pada akhirnya, masyaraakat akan secara bebas menyampaikan aspirasinya

melalui sistem demokrasi perwakilan tersebut.

88

Adanya kebebasan untuk berpedapat juga turut mendukung dalam

peningkatan partisipasi. Jika ditelisik kembali, kebijakan pra kegiatan

perencanaan RKP ada untuk pertama kali pada periode kepemimpinan saat ini,

hal tersebut membuat masyarakat merasakan angin segar demokrasi, khusunya

dalam hal menyampaikan pendapat. Hal ini dapat dibaca dari lebih tingginya

tingkat partisipasi peserta pada musyawarah perencanaan RKP5.

Selain adanya faktor kebebasan berekspresi yang menjadi alasan utama,

adanya partisipasi masyarakat juga lahir dari kesadaran untuk mengevaluasi

kebijakan pemdes sebelunya. Hal ini terjadi di musyawarah warga RT 3 RW 8.

Pada pada lingkungan tersebut sebelunya terjadi sengketa lahan antara warga

dengan Pemdes. Hal ini terjadi ketika pembelian lahan masyarakat oleh

Pemdes untuk dikelola oleh BUMDesa, masalah timbul ketika pembayaran

belum lunas, namun pemdes sudah melakukan memulai penggarapan lahan

dengan penanaman padi, menurut masyarakat, hal ini tidak sesuai dengan

perjanjan awal yang mensyaratkan pelunasan terlebih dahulu, sementara

Pemdes terkesan tertutup dalam hal ini6. Hal inilah yang membuat warga

memanfaatkan dengan optimal pada Musdes.

Di sisi lain, dengan diinisiasinya musyawarah RT/RW sebelum acara

pra perencanaan RKP dan beberapa pubikasi informasi publik baik cetak

maupun elektronik seperti bahasan sebelumnya, maka pemdesa berati telah

5 Wawancara Mujiono, ketua RT 1 RW 6 pada Hari Kamis, 27/7 Pukul 14:30 .hal 84 6 Wawancara Abdul Majid RT 3 RW 8, tokoh pada Hari Sabtu, 3/8 Pukul 13:00

89

melaksanakan nilai sebuat konsep open goverment yang merupakan salah satu

nilai penting dalam konseop Good Village Goverment yang juga menjadi

amanah UU No. 6 Tahun 2014. Dampak dari itu, masyarakat menilai bahwa

pemdes mempunyai niat untuk besama-sama membenahi desa, Hal inilah yang

mendorong masyarakat untuk berpartisipasi pada pemdesanya. Selain hal itu,

keterbukaan birokrasi yang dapat mendorong partisipasi adalah adanya

publikasi postur APBDesa di beberapa titik strategis dan media internet seperti;

Website, Facebook dan Group WhatsApp yang dimanfaatkan Pemdes untuk

untukpenyampaian informasi desa.

Jika disimpulkan secara sederhana dalam teori piramida Shery Arstein

sesuai dengan bahasan BAB II dengan memperhatikan hasil wawancara

narasumber-narasumber diatas. Maka fenomena ini dapat dikatagorikan

sebagai partisipasi pada piramida teratas, yaitu citizen Power dimana umumnya

pola partisipasi masyarakat tidak hanya menerima pertanyaan, apalagi sekedar

memenuhi undangan, melaikan dapat berpartisipasi aktif yang bisa mengganti

dan merubah rencana semula.

5.2.2 Faktor-Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat dalam Pra

Perencanaan RKP Desa

Sebagai entitas lingkungan perdesaan seperti umumnya, salah satu

masalah adalah rendahnya atau tidak meratanya pendidikan warga, warga yang

mempunyai pemahaman tidak cukup tentang tata pemerintahan desa, tentu

90

tidak dapat menyampaikan aspirasinya secara maksimal. Berikut ini dapat

dilihat klasifikasi masyarakat Desa Tnjungtirto menurut tingkat pendidikan.

Tabel 5.3

Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Tunjungtirto

No Pendidikan Jumlah Penduduk

1 Tidak/Belum Sekolah 2563

2 Tidak Tamat SD/Sederajat 0

3 Tamat SD/Sederajat 2478

4 SLTP/Sederajat 1601

5 SLTA/Sederajat 1826

6 Diploma I/II 34

7 Akademi/Diploma III/S.Muda 0

8 Diploma IV/Strata I 652

9 Strata II 72

10 Strata III 9

Jumlah 9220

Sumber: Arsip data Desa Tunjungtirto

Dapat kita lihat bahwa tingkat penduduk yag tidak/belum tamat SD/

Sederajat begitu tinggi mencapai 2478 jiwa, sedangkan yang lulusan

SLTA/Sederajat hanya 1826 jiwa dan sarjana hanya 652 jiwa. Dari

91

perbandingan tingkat pendidikan ini berpengaruh pada tingkat dan kualitas

partisipasi warga.

Selain ini, faktor minimnya edukasi terhadap konten informasi publik

turut menjadi penghambat dalam partisipasi publik. Pada dasarnya, pemdes

sudah melaksanakan transparansi kebijakan yang cukup, baik melalui baleho

APBDes, edaran hingga media sosial. Hanya saja pemdes hampir tidak pernah

memberi penjelasan baik melalui sosialisasi dll terkait apa dan bagaimana

kebijakan tersebut pada warga, utamanya warga yang pengetahuan ketata

pemerintahannya rendah. hal ini membuat warga dengan pengetahuan rendah

hanya mengetahui namun tidak memahami apa substansi atas kebijakan

tersebut dan tentunya akan berpengaruh pada tingkat dan kualitas aspirasi

warga.

Hal lain dari faktor penghambat partisipasi ini adalah kurangnya upaya

warga dalam meloloskan aspirasinya. Ini didapat dari observasi penulis

dibeberapa musyawarah warga utamanya di RT 1 RW 6 dan musyawarah RW

3 yang penulis ikuti. Sebagian peserta aktif dalam menyimak dan berpendapat,

hanya saja ketika warga menyampaikan pendapat terkait usulan tertentu

kemudian tidak ditampung, cendengung tidak ada upaya untuk

memperjuangkan usulannya agar lebih dipahami dan ditampung dalam rapat.

Adanya ketimpangan gender juga penghambat dari partisipasi.

fenomena ketimpangan gender ini terasa pada musyawarah warga RW 2, yang

92

digelar pada malam hari yang dijadwal dimulai pukul 19:00-21.00 kemudian

molor menjadi dari pukul 20:00-23:007. yang menghimbau peserta untuk

mengikuti musyawarah hingga usai. Selain itu tidak memenuhinya 30 persen

peserta dari perempuan adalah salah satu indikator dari ketimpangan gender.

Hal ini dapat dilihat dari pengakua Mulyadi, ketua RW2 yang menyatakan 36

laki-lagi dan 6 dari perempuan.8

5.3 Partisipasi Masyarakat dalam Musdes Perencanaan RKP

Musrembangdes RKP desa adalah musyawarah terpenting dalam

musyawarah desa setelah Musrembangdes RPJMDesa. Jika Musrembangdes

RPJMDesa adalah musyawarah perencanaan desa dalam jangka waktu enam

tahun, maka Musrembangdes RKP adalah musyawarah perencanaan desa yang

bersifat penjawarab dari RPJMD yang dirancang untuk masa satu tahun.

Dalam Musrembangdes RKP ini, pemdes melalui panitia

penyelenggara mengundang ketua RT dan RW beserta tokoh masyarakat dan

tokoh komunitas untuk terlibat langsung dalam musyawarah perencanaan

RKP. Keterlibatan ketua RT, RW dan tokoh masyarakat tersebut menjadi

representasi dari masyarakat Desa Tunjungtirto dan partisipasi mereka dalam

musyawarah tersebut diharapkan membawa suara warga sebagaimana hasil

7 Wawancara Mulyadi, ketua RT 1 RW 6 pada Hari minggu, 13/8 Pukul 14:30 8 Wawancara Mulyadi, ketua RT 1 RW 6 pada Hari minggu, 13/8 Pukul 14:30

93

musyawarah RT dan RW. Adapun peserta Musrembangdes RKPDesa dapat

dilihat pada tabel berikut berikut:

Tabel 5.1

Data kehadiran RKP Desa

NO. Perwakilan Masyarakat Status

peserta

Jumlah

1 Pemkab Malang Peninjau 2 orang

2 Kecamatan Singosari Peninjau 3 orang

3 Desa luar Kab. Malang Peninjau 4 orang

4 Perangkat Desa Tunjungtirto Aktif 6 orang

5 LPM Aktif 3 orang

6 KPM Aktif 3 orang

7 Ketua RT da RW Aktif 24 orang

8 Tokoh Masyarakat Aktif 5 orang

9 Tokoh Agama Aktif 5 orang

10 Tokoh Pemuda Aktif 3 orang

11 Tokoh Perempuan dan Anak Aktif 4 orang

12 Tokoh Petani Aktif 5 orang

13 Tokoh Pendidikan Aktif 3 orang

14 Tokoh UMKM Aktif 2 orang

15 Tokoh Pengusaha Aktif 2 orang

Sumber: ringkasan dari daftar presensi kehadiran musyawarah perencanaan RKP

Desa Tunjungtirto, 2016

Jika kita mencermati tabel kehadiran tersebut dapat disimpulkan bahwa

total peserta sidang berjumlah 187 peserta dengan rincian 9 peserta peninjau

94

dan 178 peserta sebagai peserta aktif dan sebanyak 24 perwakilan RT dan RW

serta sebanyak 29 perwakilan tokoh masyarakat dan komunitas.

Dalam kegiatan Musdes RKP Desa Tunjungtirto tersebut, Kepala Desa

Hanik Dwi Martya menuturkan sebelum kegiatan tersebut digelar, berbagai

persiapan telah dilakukan, utamanya memastikan kuota unsur masyarakat

sesuai kebutuhan beserta kapasitas keterwakilannya.

Gambar. 5.3 Suasana rapat musdes dengan bahasan RKP Desa

Sumber: Dokumen Desa Tunjungtirto

Kendati banyaknya organisasi profesi dalam masyarakat, seperti

organisasi profesi petani dan kepemudaan, namun Hanik membatasi tiap

profesi maksimal 5 orang lintas organisasi. Pihaknya beralasa bahwa semua

usulan telah dimusyawarahkan terlebih dahulu di musyawarah RT dan RW

95

“Kalau terlalu banyak, nanti kan tidak kondusif, saya juga memberi

kesempatan bagi 4 kepala desa lain untuk meninjau jalannya kegiatan”.

Ujarnya.9

Sementara itu, Yunianti, sekertaris desa yang bertugas sebagai

pelaksana kegiatan menuturkan bahwa kegiatan tersebut berjalan dengan

cukup demokratis dan partisipatif, bahkan menurutnya, hampir semua dari

perwakilan unsur masyarakat tidak ada yang tidak bersuara.

Ada perbedaan yang cukup mencolok antara musyawarah warga di

tingkat RT dan RW dengan Musrembangdes RKP, jika di musyawarah warga

cenderung sangat kondusif, sedang pada Musrembangdes RKP suasananya

agak cukup panas dan sedikit alot, hal ini dimungkinkan karena di forum

Musrembangdes menjadi forum pertarungan gagasan antar kelompok

kepentingan.

“Kendati suasanya cukup panas, namun kami tetap berupaya

profesional untuk memperlancar jalannya forum” Terang Sekdes

alumni FIA UB tersebut. 10

Sementara dari sudut pandang peserta Musrembangdes RKP

menganggap forum tersebut menjadi forum pertarungan gagasan, tidak hanya

saran namun juga kritik yang kontruktif atas kebijakan Pemdes yang dipandang

tidak tepat menurut warga. Kendati forum berjalan cukup alot, namun pempnan

9 Wawancara pada Hari Sabtu, 28/7 Pukul 14:30 10 Wawancara pada Hari Sabtu, 28/7 Pukul 05:30

96

rapat dapat mengendalikan forum dan peserta tidak sampai melakukan hal yang

melampaui batas.

“Saya kira ini adalah akumulasi dari gagasan di Musdes yang

diperjuangkan dalam Musrembangdes, syukurnya forum tidak ada

hambatas serius sampai selesai”11

Supandi, perwakilan kelompok Tani Tunjungtirto yang berkesempatan

hadir di acara tersebut menuturkan bahwa suasanya rapat berjalan dinamis,

sebagai peserta yang mewakili kelompok petani, ada tiga persoalan penting

yang dikemokakan dalam forum, yaitu masalah berkurangnya lahan pertanian

akibat ekpansi pengembang, pentingnya perlindungan petani terhadap

permainan harga oleh tengkulak dan pentingnya inklusi keuangan oleh

BUMDesa

“suasanyanya memang berjalan dinamis, saya berusaha

mamasukkan tiga masalah tersebut dan alhamdulillah berhasil”

ungkapnya.12

Sementara itu, Nurrohmatul Laily perserta musrembangdes RKP dari

tokoh perempuan Desa Tunjungtirto menuturkan bahwa kondisi musyawarah

berjalan cukup kondusif, sebagai aktivis perempuan, ia menyoroti kasus

pernikahan usia dini dan tingginya angka putus putus sekolah di beberapa

dusun,

“Di (Desa -red) Tunjungtirto ini, setiap tahuannya ada sekita

50-80 siswa SD setelah tamat tidak melanjutkan ke SMP, mereka

bekerja membantu orang tua dan ketika masih belia sudah

11 Wawancara Mulyadi, ketua RT 1 RW 6 pada Hari minggu, 13/8 Pukul 14:30 12 Wawancara pada Hari Sabtu, 28/7 Pukul 15:00

97

dijodohkan” Ungkap perempuan alumni FAI UIN Malang tersebut. 13

5.3.1 Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Masyarakat dalam

Musrembangdes RKP

Kebebasan berpendapat adalah syarat utama dalama timbulnya

paartisipasi masyarakat, suatu permusyawaratan tanpa adanya kebebasan

berpendapan, sekalipun yanng menyampaikan pendapat tidak sudah

berkapabel, namun tanpa adanya kebebasan berpendapat dia tidak akan merasa

aman dan nyaman dalam kondisi demikian.

Dalam kegiatan musyawaran perencanaan RKP tersebut,

kebebasan berpedapat telah dijamin oleh forum sesuai aturan yang

berlaku. Dengan demikian, peserta merasa nyaman, tenang dan

leluasa dalam menyampaikan pendapatnya.

“Saya selaku pimpian rapat menjamin terlaksananya demokrasi di

forum RPJMD, dan alhamdulillah berjalan dengan baik” ujar Yuliati,

Sekdes Tunjungtirto14

Selain itu Musyawarah warga di tingkat RT dan RW pra

Musrembangdes menghasilkan usulan-usulan tertentu yang kemudian

disepakati oleh warga untuk dibawa ke Musrembangdes RKP Desa. Dari hasil

kesepakatan tersebut menjadi aspirasi untuk dikemukakan di Musrembangdes

13 Wawancara pada Hari Jumat, 11/8 Pukul 15:00 14 Wawancara pada Hari Jumat, 11/8 Pukul 15:00

98

RKP, hal ini sesuai dengan keterangan Supandi, perwakilan petani pada ulasan

sebelumnya15

Juga, sebagai forum demokrasi, adanya kesadaran untuk mengevaluasi

kebijakan sebelumnya menjadi hal penting dari apa yang menjadi mandat

masyawakat terhadap musyawarah pra musdes perencanaan RKP, para

perwakilan warga atau unsur masyarakat merasa perlu adanya perbaikan

terhadap kebijakan yang kurang sesuai atau belum ada semeumnya yang

dirasakan oleh warganya, dengan hal itu, para peserta Musdes Perencanaan

RKP merasa perlu untuk berpartisipasi berpartisipasi aktif

5.3.2 Faktor-Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat dalam

Musrembangdes RKP

Kendati penjaringan undangan cukup lengkap dan daftar kehadiran

mencapai 95 persen. Namun disisi lain masih ada kelompok masyarakat yang

meskipun kecil namun tetap menjadi bagian dari Desa tersebut yang

disayangkan tidak diada dalam daftar undangan. Yaitu tokoh agama Budha

dengan populasi sekitar 1000 penganut16 dan tokoh budaya/budayawan yang

masih melestarikan kebudayaan lokal. Utamanya di RT 9 RW7.

Dalam hal lain terkait transparansi, kendati pemdes telah melakukan

transparansi informasi publik dan mengundang cukup representatif komunitas

15 Hal. 103 16 Hal 71

99

masyarakat. namun Pemdes kurang maksimal memberikan penjelasan atas apa

yang diinformasikan. Dapat dikatakan disini bahwa Pemdes cenderung sekedar

melaksanakan transparasi infomasi publik tersebut tanpa diimbangi dengan

edukasi atas infomasi itu pada warga.

“Jangankan yang berpendidikan rendah, yang berpendidikan

menengah saja warga saya sedikit yang tau perlihal isi APBDes”17

Adanya ketimpangan gender juga penghambat dari partisipasi.

fenomena ketimpangan gender ini terasa pada musyawarah warga RW 2, yang

digelar pada malam hari yang dijadwal dimulai pukul 19:00-21.00 kemudian

molor menjadi dari pukul 20:00-23:00. yang menghimbau peserta untuk

mengikuti musyawarah hingga usai. Selain itu tidak memenuhinya 30 persen

peserta dari perempuan adalah salah satu indikator dari ketimpangan gender.

Hal ini dapat dilihat dari pengakua Nurrohmatul Laily peserta Musrembangdes

RKP dari perwakilan perempuan dan anak.

“selain rapatnya terlalu malam, saya juga melihat unsur perempuan

sangan sedikit sekali, tidak sampai 10 orang, apalagi 30 persen”.

Uangkapnya.

17 Wawancara Mulyadi, ketua RT 1 RW 6 pada Hari minggu, 13/8 Pukul 14:30

100

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Sesuai dengan amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang

diperjelas dalam Permendagri No 114 tentang Perencanaan Pembanguan Desa.

Bahwa dalam perencanaan pembangunan desa terdapat dua bentuk

perencanaan yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa

dalam kurun waktu enam tahun, dan Rencana Kerja Pembangunan (RKP) yang

diaksanakan dalam jangka satu tahun, RKP dibuat sebagai penjabaran RPJMD

pertahun.

Desa Tunjungtirto telah melaksanakan UU No. 6 Tahun 2014

khususnya dalam hal Musrembangdes yang menjadi konsentrasi penelitian

penulis. Dalalam upaya menyusun Musrembangdes, Pemdes Tunjungtirto

mengeluarkan kebijakan untuk menggelar musyawarah pra Musrembangdes

RKP ditingkat RT yang ditindaklanjuti di tingkat RW lalu dimaba ke forum

lokakarya desa Musrembangdes RKP.,

Dalam hal partisipasi.baik ditingkat Musyawarah warga Pra RKP dan

Musrembangdes RKP, dapat dikategorikan cukup baik. Hal ini karena ada

faktor didorong, yaitu keterbukaan informasi publik, adanya keinginan untuk

memperaiki kebijakan dan adanya kebebesan berpendapat. Sementara faktor

penghambatnya adalah: tidak meratanya tingkat pengetahuan masyarakat.

101

kurangnya upaya warga untuk memperjuangkan usulannya dalam forum

keterwakilan masyarat yang kurang lengkap dalam Musrembangdes RKP,

adanya ketimpangan gender terkait 30 persen keterwakilan perempuan.

.

6.2 Saran

Desa Tunjungtirto dapat dikatakan cukup berhasil dalam

mengimplementasikan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Namun untuk

menyempurnakan kekuarangan yang ada, perlu beberapa saran yang penulis

tawarkan, yaitu. Pertama. Perlu adaya sosialisasi cukup mendalam terkait

transparansi informasi publik agar tidak hanya menjadi formalitas, Kedua.

perlu memaksimalkan kembali media sosial dan informasi desa dalam

mengedukasi warga dan Ketiga perlu penataan kembali keterwakilan

komunitas dan 30 persen peserta perempuan dalam rapat-rapat desa.

102

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agustino Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Aime Hene,dkk. 2010.Manajemen strategic Keorganisasian Publik. Bandung:

PT.Refika.

Eko, Sutoro. dan Kurniawan, Borni (010, Institusi Lokal dalam Pembangunan

Perdesaan, Jakarta: Bappenas.

Fadilah Putra, 2016. Pembangunan dan Pembaharuan Desa, Ekstrapolasi 2017.

Jakarta: Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan masyarakat Desa.

Hakim Lukman. 2009. Kamus Sosiologi. Jakarta: Gema Litera..

J.B.Kristiasdi, 1995, Perencanaan Kebijakan, Jakarta LAN RI, ,.APMD Press.

Moleong, Lexy, 2004.Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, Cet. 20.

Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif,

Penerbit Alfabeta, Bandung.

Soewignjo, Administrasi Pembangunan Desa dan Sumber-sumber Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1985.

Surasih, Maria Eni. 2006. Pemerintah Desa dan Implementasinya. Jakarta:

Erlangga.

Sutomo Eko dkk, 2014. Desa Membangun Indonesia, Yogyakarta Forum

Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD).

Sutoro, Eko. 2005, Manifesto Pembaharuan Desa, Yogyakarta:

Usman, Husaini, 2006, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara.

William N. Dunn,2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Jogjakarta:

Gadjah Mada University Press.

Produk Hukum

Permendagri No 114 Tahun 2015 Tentang Pedoman Perencanaan

Pembangunan

Permendes Tunjungtirto. No 02 Tahun 2016 Tentang Rencana Kerja

Pembangunan Desa (Rkp-Desa) Tahun 2016

UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

UU No, 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah.