implementasi quality of servicedengan metode htb studi...
TRANSCRIPT
1
1. Pendahuluan
Perkembangan layanan komunikasi data saat ini sangatlah cepat. Layanan
komunikasi yang ada tidak hanya digunakan secara individual tetapi juga digunakan
secara massal dan hampir serentak dalam tiap waktu. Banyak insitusi maupun
lembaga organisasi atau Pemerintahan yang menggunakan layanan internet secara
serentak sebagai layanan berkomunikasi. Layanan komunikasi dalam layanan internet
sangatlah mudah dikarenakan terdapat aplikasi-aplikasi seperti email, web, chatting,
browsing, dan multimedia. Kendala utama dalam penyediaan layanan komunikasi
dengan internet adalah banyaknya pengguna yang mengakses. Bandwidth yang
terbatas menyebabkan ketimpangan. Misalnya, apabila pengguna user pertama dan
kedua mengakses video secara online atau download dan membutuhkan bandwidth
yang cukup besar maka untuk pengguna ketiga pasti mengalami delay.
Menurut Ferguson & Huston (1998), Quality of Service (QoS) merupakan
metode pengukuran tentang seberapa baik jaringan dan merupakan suatu usaha
untuk mendefinisikan karakteristik dan sifat dari satu servis yang dapat digunakan
untuk mengukur sekumpulan atribut kinerja yang telah dispesifikasikan dan
diasosiasikan dengan suatu servis [1]. QoS didesain untuk membantu end user
menjadi lebih produktif dengan memastikan bahwa user mendapatkan kinerja yang
handal dari aplikasi-aplikasi berbasis jaringan. QoS mengacu pada kemampuan
jaringan untuk menyediakan layanan yang lebih baik pada trafik jaringan tertentu
melalui teknologi yang berbeda-beda. QoS menawarkan kemampuan untuk
mendefinisikan atribut-atribut layanan jaringan yang disediakan, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
Edificio Palacio Presidenti da Republica Democratica de Timor Leste
menggunakan internet sebagai salah satu penunjang komunikasi antar para pegawai,
tamu dan umum. Belum adanya pengaturan bandwidth sehingga menyebabkan
kesulitan seperti browsing saat koneksi ke internet secara bersamaan. Maka sangat
diperlukan manajemen bandwidth menggunakan mikrotik sehingga permasalahan
yang ada dapat diselesaikan.
Penelitian ini bermaksud untuk merancang konfigurasi jaringan wireless
berbasis mikrotik yang nantinya akan digunakan pada kementerian tersebut.
Penelitian ini hanya difokuskan pada pembagian bandwidth berdasarkan level user
yang ditentukan dengan metode hirarcial tocken bucket.
2. Tinjauan Pustaka
Quality of Service (disingkat menjadi QoS) merupakan mekanisme jaringan
yang memungkinkan aplikasi-aplikasi atau layanan dapat beroperasi sesuai dengan
yang diharapkan (Bunafit, 2005) [2].
2
Jurnal Tafaul Mujahidin yang berjudul OS Mikrotik Sebagai Manajemen
Bandwidth Dengan Menerapkan Metode Per Connection Queue, menjelaskan tentang
konfigurasi manajemen bandwidth dengan menggunakan metode perconnection
queue (PCQ) dan menggunakan sistem antrian queue tree. Pada prinsipnya,
penggunaan metode antrian untuk digunakan pada beberapa client. PCQ adalah
program untuk mengelola jaringan lalu lintas kualitas layanan (QoS). Tujuan utama
dari metode ini adalah untuk melakukan bandwidth sharing otomatis dan merata
ke banyak client. Prinsip kerja PCQ yaitu menerapkan simple queue atau queue tree.
Apabila hanya terdapat satu client aktif yang menggunakan bandwidth, sementara
client lain berada dalam posisi idle maka client aktif tersebut dapat menggunakan
bandwidth maksimum yang tersedia. Sebaliknya, apabila client lain aktif, maka
bandwidth yang maksimal dapat digunakan oleh kedua client yang aktif bersamaan
sehingga bandwidth dapat terdistribusi secara adil untuk semua client [3].
Bandwidth Management adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk
mengatur dan mengoptimalkan berbagai jenis jaringan dengan menerapkan layanan
Quality Of Service (QoS) dalam menetapkan tipe-tipe lalu lintas jaringan, sedangkan
QoS adalah kemampuan untuk menggambarkan suatu tingkatan pencapaian dalam
suatu sistem komunikasi data. (Santosa, 2007) [4].
Hierarchical Token Bucket (HTB) merupakan teknik penjadwalan paket
yang digunakan kebanyakan router berbasis linux, dikembangkan pertama kali oleh
Martin Devara pada tahun 2002. HTB diklaim menawarkan kemudahan pemakaian
dengan teknik peminjaman dan implementasi pembagian trafik yang lebih akurat.
Dasar kerja HTB hampir sama dengan disiplin antrian CBQ bahkan tidak
terdapat perbedaan antara diagram blok sistem CBQ dengan HTB. Hanya saja
pada General Scheduler HTB menggunakan mekanisme Deficit Round Robin (DRR)
dan pada blok umpan balik Estimator, HTB tidak menggunakan Eksponential
Weighted Moving Average (EWMA) melainkan Token Bucket Filter (TBF). Pada
HTB terdapat parameter ceil sehingga kelas akan selalu mendapatkan bandwidth
di antara base link dan nilai ceil linknya. Parameter ini dapat dianggap sebagai
estimator kedua, sehingga setiap kelas dapat meminjam bandwidth selama
bandwidth total yang diperoleh memiliki nilai di bawah nilai ceil. Hal ini mudah
diimplementasikan dengan cara tidak mengijinkan proses peminjaman bandwidth
pada saat kelas telah melampaui link ini keduanya leaves dan interior dapat memiliki
ceil. Apabila nilai ceil sama dengan nilai baselink, maka akan memiliki fungsi yang
sama seperti parameter bounded pada CBQ, dimana kelas-kelas tidak dijinkan
untuk meminjam bandwidth. Sedangkan jika nilai ceil diset tak terbatas atau dengan
nilai yang lebih tinggi seperti kecepatan link yang dimiliki, maka akan didapat fungsi
yang sama seperti kelas non bounded (Yudha, 2007) [5].
3
3. Metode Perancangan Sistem
Metodologi desain jaringan yang disajikan di bawah ini berasal dari Cisco.
Metodologi ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu :Prepare, Plan, Design, Implement,
Operate, dan Optimize (PPDIOO). PPDIOO juga dikenal dengan network lifecycle.
Metode ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sistem pada jaringan yang
digunakan[6].Berikut ini adalah tahap-tahapnya:
Prepare
Implement
DesignPlan
Optimize Operate
Gambar 1. Metode PPDIOO (Cisco System.Inc)
Prepare adalah tahap untuk melakukan penyusunan rencana kerja agar
penelitian dapat terorganisir dengan baik dari segi keuangan maupun dari strategi
yang digunakan.Pada tahap ini juga dilakukan pendalaman yang lebih tentang
jaringan wireless yang nantinya digunakan di Edifico Palacio Presidenti da
Republica Democratica de Timor Leste. Plan adalah tahapan merancang sebuah
sistem pada jaringan wireless dengan melakukan analisa kebutuhan hardware dan
kebutuhan software.
Design adalah tahap untuk membuat gambaran dan susunan dari sistem yang
dibuat. Pada tahap ini dilakukan desain topologi jaringan klasifikasi priority dalam
perancangan dan implementasi jaringan wireless. Desain topologi jaringan yang
digunakan adalah arsitektur jaringan yang telah ada pada Edifico Palacio Presidenti
da Republica Democratica de Timor Leste.
Implement adalah tahap merupakan lanjutan dari hasil desain dengan
mengacu dari hasil design yang telah dibuat. Hasil dari design dapat
diimplementasikan dengan hardware mikrotik dapat dilihat pada gambar berikut.
4
Gambar 2. Route List.
Operate adalah tahap pengujian akhir dari kesesuaian desain. Pada tahap
Operate ini dilakukan pemeliharaan jaringan melalui pemantauan sehari-hari, yang
mungkin termasuk memelihara ketersediaan dan mengurangi biaya. Deteksi
kesalahan, perbaikan, dan pemantauan kinerja dapat memberikan data untuk tahap
pengoptimalan jaringan.
Optimize adalah tahap optimalisasi yang didasarkan pada manajemen jaringan
proaktif, tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah sebelum
masalah nyata timbul. Deteksi kesalahan dan perbaikan serta pemecahan masalah
yang diperlukan saat manajemen proaktif tidak dapat memprediksi dan mengurangi
kesalahan. Tahap Optimize dapat menyebabkan perlunya desain ulang jaringan jika
terlalu banyak masalah jaringan atau kesalahan yang timbul, kinerja tidak sesuai yang
diharapkan, atau jika aplikasi baru diidentifikasi untuk mendukung kebutuhan
organisasi dan teknis.
Identifikasi user
Konfigurasi
Level user
Pengujian
Kesimpulan
Selesai
Implementasi
Manajemen Bandwith
Analisis
Star
End
Hasil
Gambar 3. Proses Analisis Data Jaringan Wireless.
5
Gambar 2 di atas menunjukkan proses penelitian yang dilakukan. Langkah
pertama identifikasi user kemudian dilanjutkan dengan penentuan level user. Sesudah
itu dilakukan implementasi manajemen bandwidth dengan langkah awal konfigurasi.
Setelah itu implementasi dan selanjutnya pengujian sistem yang dikonfigurasi untuk
menganalisis trafik pada jaringan. Hasil capture dari pengujian dijadikan bahan
menganalisis QoS. Apabila konfigurasinya sudah baik, maka data hasil analisis
tersebut disimpan.Sebaliknya, apabila hasil analisis belum memuaskan, akan
dilakukan uji ulang sistem dengan merubah konfigurasi mikrotik.
Pada tahap analisis, sistem dapat diperbaharui sesuai dengan kebutuhan agar
sistem menjadi lebih baik dari sebelumnya karena mungkin saja sebelumnya sistem
tidak dapat bekerja dengan baik. Percobaan untuk menguji sistem pada penelitian ini
dilakukan sebanyak 2 kali.
4. Hasil Dan Pembahasan
Dari hasil identifikasi user maka pengguna jaringan wireless yang ada pada
Edifico Palacio Presidenti da Republica Democratica de Timor Leste belum terdapat
manajemen bandwidth sehingga peneliti membuat pembagian bandwidth berdasarkan
level user dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Tabel Level User
Level user User priority priority Limit At Max
bandwidth
Qty Schedule
Fungsionario Fungsionario 1 256 Kbps 3 Mb 32orang/hari Senin-jumat
Geral Geral 2 256 Kbps 3 Mb 50 orang Kamis-
Sabtu
Visitor Visitor 3 128 Kbps 3 Mb 3 orang
Flexible
Flexible
HTB dapat mengontrol semua level yang ada di jaringan, dimana kapasitas
bandwidth 3 Mbps dapat dibagi sesuai priority user dimana priority pertama
mendapatkan minimum 256 Kbps , priority kedua mendapat 256 Kbps dan priority
ketiga mendapatkan 128 Kbps. Topologi yang digunakan dalam mengembangkan
penelitian ini adalah topologi star, Seperti terlihat pada Gambar 3.
6
TT
Modem
Switch
Fungsionario
VisitorGeral
3Mb
Mikrotik
Gambar 4. Topologi Jaringan Edifico Palacio Presidenti da Republica Democratica de
Timor Leste.
Dalam pembagian alamat ip terdapat tiga jaringan yang berbeda dimana level
pertama dengan alamat ip 192.168.0.101 sampai dengan 192.168.132 level kedua geral
dengan ip 192.168.67.1 sampai 192.168.67.50 level ketiga 192.168.68.1 sampai dengan
192.168.68.5
Tabel 2.Alamat Ip
Level Priority Star End
1 Fungsionario 192.168.0.101 192.168.0.132
2 Geral 192.168.67.1 192.168.67.50
3 Visitor 192.169.68.1 192.169.68.5
Server mendapatkan bandwidth sebesar 3 Mbps dari sumber. Maka Setiap
client dapat melakukan browsing. Client memiliki aturan yang berbeda sehingga
tidak terjadi gangguan di antara client satu, client dua, dan client tiga, tetapi dapat
meminjam bandwidth jika salah satu client tidak aktif. Manajemen bandwidth ini
akan membatasi penggunaan bandwidth jaringan internet, manajemen dilakukan
untuk membagi rata bandwidth per-client agar tidak terjadi congestion, jika dalam
jaringan internet belum menerapkan manajemen bandwidth maka salah satu client
menggunakan bandwidth secara penuh, client-client setelahnya akan mengalami
antrian permintaan paket data dan mendapatkan bandwidth ketika permintaan paket
7
data dari client satu terpenuhi. Hal ini dapat mengganggu client-client lain dan
mengganggu kinerja dari jaringan internet itu sendiri seperti terlihat pada Gambar 4.
Internet 3000 Kbps
Server
Switch
100k 100k 100k
fungsionario geral visitor
Gambar 5. Proses Manajemen Bandwidth
Mikrotik mampu membagi bandwidth sama rata dan juga menandai paket
dan koneksi lewat mangle sehingga paket-paket dan koneksi tersebut nantinya dapat
diteruskan dan dijabarkan sebagai koneksi prority. Dari konfigurasi tiap-tiap paket
untuk client baik upload maupun download memiliki filter untuk menandai koneksi,
pertama dengan menandai tiap koneksi yang lewat dan kemudian menandai paket
yang melewati mangle tersebut.Tampilan seluruh mangle untuk paket-paket client
yang telah dibuat terlihat pada gambar 5.
Mangle merupakan metode manajemen bandwidth, jika bandwidth tersebut
dibagi sama rata oleh Mikrotik. Maka otomatis masing-masing client mendapat jatah
bandwidth downstream yang telah ditentukan. Selanjutnya menggunakan metode
PCQ (Per Connection Queue), yang secara otomatis dapat membagi traffic per client.
Gambar 6. Mangle view via winbox
Queue dapat diterapkan setelah mangle menandai seluruh packet pada
tiap koneksi (baik download maupun upload) pada tiap paket client.
HierarchicalToken Bucket (HTB) mengatur bandwidth dengan parameter parent
interface utama untuk menentukan bandwidth download ataupun upload, packet-
mark (mark-packet) yang ditentukan pada konfigurasi mangle dan max-limit yang
8
merupakan batas kecepatan maksimum atau dikenal juga dengan MIR (Maximum
Information Rate). Gambar 6 merupakan hasil dari Queue yang telah dibuat.
Gambar 7. Queue tree view via winbox.
Terdapat limit at dan max limit pada queue tree yang dimana fungsi dari
masing-masing berbeda. Untuk limit at memiliki fungsi untuk memberika batasan
bandwidth minimum yang diterima oleh satu paket koneksi. Sedangkan fungsi
max limit adalah memberikan batasan maksimum bandwidth yang diterima oleh
satu paket koneksi. Dari konfigurasi Mangle dan konfigurasi queue baik download
maupun upload dibuat, maka Hierarchical Token Bucket (HTB) dapat berjalan
sesuai yang diharapkan. Berikut beberapa screeenshoot hasil dari seluruh konfigurasi
Hierarchical Token Bucket (HTB) pada Jaringan Edeficio Palacio Presidenti yang
telah dilakukan.
Pada kondisi berikut ini, client dengan paket Funsionario melakukan
download dengan batas minimum yaitu 256 Kbps, client funsionario mendapatkan
bandwidth maksimalnya sebesar 3 Mbps jika paket lain, yaitu visitor dan geral
kondisi trafficnya sedang dalam kondisi berhenti.
Gambar 8. Queue paket Stafffull (Funsionario)
Kondisi download maksimal pada paket geral pada kondisi berikut ini
melakukan download dengan batas minimum yaitu 256 Kbps, client mendapatkan
bandwidth maksimalnya sebesar 3 Mbps Client mendapatkan bandwidth maksimal
dikarenakan pada paket lain, yaitu geral dan visitor kondisi trafficnya sedang
dalam kondisi berhenti.
9
Gambar 9. Queue Paket Geral.
Pada kondisi berikut ini, client dengan paket umum (Geral) melakukan
download dengan batas minimum yaitu 256 Kbps, client mendapatkan bandwidth
maksimal 3 Mbps dikarenakan pada paket lain, yaitu staff (fungsionario) dan
Tamu(visitor) kondisi trafficnya sedang dalam kondisi berhenti.
Gambar 10. Queue Paket Visitor.
Pada kondisi berikut ini, client dengan paket tamu (visitor) melakukan
download sampai batas minimum yaitu 128 Kbps, client mendapatkan bandwidth
maksimal 3 Mbps jika paket lain, yaitu staff (fungsionario) dan Tamu (visitor)
kondisi trafficnya sedang kondisi berhenti.
Gambar 11. Queue paket keseluruhan.
Pada hasil pengujian ini, traffic bandwidth pada seluruh paket priority
berjalan dalam kondisi normal. Paket fungsionario yang memiliki batas limit at
bandwidth sebesar 256 Kbps mendapatkan bandwidth sebesar 230 Kbps, paket geral
yang memiliki batas limit at 256 Kbps mendapatkan bandwidth sebesar 166 Kbps,
10
sedangkan paket visitor yang mendapatkan batas limit at bandwidth sebesar 128
kbps mendapatkan bandwidth sebesar 320 bps.
Selanjutnya hasil konfigurasi dari akses point yang dihubungkan langsung
dengan mikrotik dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 12. Access point Fungsionario
Berdasarkan user pada level fungsionario ada 50 orang sehingga dimulai
DHCP dengan alamat ip 192.186.0.101 sampai 192.168.0.132 melalui default
gateway 192.168.0.100 dan selain Ip yang telah ditentukan tidak dapat mendapatkan
hak akses.
Gambar 13. Access point Geral
Berdasarkan user pada level geral ada 50 orang sehingga dimulai DHCP dengan
alamat ip 192.186.67.101 sampai 192.186.67.150 melalui default gateway
192.168.67.100 dan selain Ip yang telah ditentukan tidak dapat mendapatkan hak
akses.
11
Gambar 14. Access point Visitor
Berdasarkan user pada level visitor ada 5 orang sehingga dimulai DHCP
dengan alamat ip 192.186.68.1 sampai 192.186.68.5 melalui default gateway
192.168.68.100 dan selain Ip yang telah ditentukan tidak dapat mendapatkan hak
akses.
Gambar 15. Drop Ip Address
Dari gamabar diatas, apabila ditemukan paket yang tidak sesuai dengan aturan
di tentukan dalam rule yang telah ditentukan maka secara langsung dapat di-drop,
maka firewall akan langsung membuang paket tersebut tanpa mengirimkan pesan
error apapun ke client.
Sebelum Hierarchical Token Bucket (HTB) diterapkan pada jaringan,
dilakukan suatu pengukuran terhadap kinerja jaringan. Hal ini dimaksudkan agar
terlihat bagaimana efek yang akan terjadi setelah diterapkannya HTB pada
jaringan, terutama pada masalah throughput dan delay dari jaringan di Edifico
Palacio Presidenti da Republica Democratica de Timor Leste.
12
Gambar 16.Grafik Delay
Hasil delay dari semua client ketika pemakaian bandwidth dengan client
tunggal sebelum dan sesudah diterapkan Quality Of Service.
Tabel 3 . Delay
NO Delay Tanpa QOS Delay Dengan QOS
1 0.0151
0.0126
2 0.0134 0.0132
3 0.0170 0.0153
Nilai rata-rata delay dari semua client ketika pemakaian bandwidth oleh
semua client sebelum dan sesudah diterapkan Quality Of Service.
Gambar 17. Grafik Throughput
Hasil throughput dari semua client ketika pemakaian bandwidth dengan client
sebelum dan sesudah diterapkan Quality Of Service.
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4
ThroughputTanpa QOS
ThroughputDengan QOS
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
0.016
0.018
0.02
1 2 3 4
Delay Tanpa QOS
Delay Dengan QOS
13
Tabel 4. Throughput
No Throughput Tanpa QOS Throughput Dengan QOS
1 65.78
79.3
2 64.16
66.06
3 58.76
65.06
4 57.19
64.87
Nilai rata-rata throughput dari semua client ketika pemakaian bandwidth
oleh semua client sebelum dan sesudah diterapkan Quality Of Service.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa, Quality of Service (QoS) merupakan kemampuan suatu network
untuk menyediakan service yang lebih baik untuk user. Tanpa adanya Quality of
Service dalam sebuah Jaringan internet dapat mengakibatkan ketidaksinambungan
bandwidth yang diterima client. Hierarchical Token Bucket (HTB) merupakan teknik
QoS yang mampu memaksimalkan bandwidth yang tidak terpakai, sehingga kualitas
pelayanan menjadi lebih meningkat. Implementasi metode Hierarchical Token
Bucket dapat mengkontrol penggunaan dengan baik sehingga client tidak dapat
menggunakan bandwidth secara berlebihan walaupun kecepatan download pada
masing masing client lebih sedikit dari sebelum penggunaan Hierarchical Token
Bucket.
Sejauh ini pada Edificio Palacio Presidenti da Republica Domocratica de
Timor Leste, pembagian bandwidth hanya menggunakan router wireless. Hal ini
menyebabkan bandwidth untuk layanan internet tidak stabil dan tidak teratur.
Penelitian ini mengimplementasikan mikroti untuk manajemen bandwidth sehingga
layanan internet bisa berjalan dengan baik. Hasil dari penelitianini diharapkan mampu
menjadi acuan untuk penelitian lainnya ke depan sehingga akan memunculkan
terobosan terbaru tentang manajemen bandwidth yang dapat diimplementasikan pada
Edificio Palacio Presidenti da Republica Domocratica de Timor Leste.
6. Daftar Pustaka
[1] Ferguson, P. & Huston, G., 1998, Quality of Service, John Wiley & Sons
Inc.Santoso, B. 2007. Manajemen Bandwidth Internet dan Intranet.
[2] Bunafit Nugroho.2005.“Instalasi & Kunfigurasi Jaringan Windows & Linux”.
Yogyakarta. Andi Yogyakarta.
14
[3] Mujahiddin, Tafaul, OS Mikrotik sebagai Management Bandwidth dengan
[4] Menerapkan Metode Per Connection Queue, Naskah Publikasi, AMIKOM,
Yogyakarta, 2011.
[5] Santoso, B. 2007. Manajemen Bandwidth Internet dan Intranet.
[6] Yudah., 2007, Disiplin Antrian (Queueing Discipline/Qdisc),
[7] Semperboni, Fabio, 2009, The PPDIOO Network Lifecycle, http://
ciscozine.com/. Diakses tanggal 16 Juni 2014.