implementasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir
TRANSCRIPT
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI
MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KECAMATAN TANJUNG PURA
KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
RAZAK MIRAZA
030902064
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTRAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Razak Miraza NIM : 030902001 Judul : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Sebagai Negara bahari, Indonesia sangat kaya akan sumberdaya laut dan pesisir, tetapi nelayannya masih banyak hidup miskin, ditambah lagi dengan melonjaknya harga Bahan Bakar Minyak yang semakin memperparah kehidupan mereka dan keterbatasan mereka terhadap akses permodalan. Lingkungan laut, termasuk lingkungan pesisir secara geografis berbeda dengan daratan. Perbedaan letak geografis ini akan berdampak kepada perbedaan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat pesisir, maka untuk mengatasi hal ini, dibentuklah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dikhususkan untuk masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan dan penggalangan partisipasi masyarakat. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini membuka peluang bagi masyarakat pesisir untuk mempermudah akses permodalan. Untuk melaksanakan hal ini, maka Dinas Perikanan dan Kelautan Langkat menunjuk Koperasi Nelayan Langkat sebagai pelaksana Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat dengan tujuan mempermudah akses permodalan bagi masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Paparan di atas meyakinkan penulis melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masya-rakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metoda deskriptif dengan data yang diperoleh dari data primer yaitu kuesioner dan wawancara mendalam (depth interview). Metode wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci dan informan biasa. Data-data yang telah diperoleh dari data primer dijelaskan secara kualitatif. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa imple-mentasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura belum tepat sasaran dan penggunaan dananya. Penggunaann dana yang didapat hanya sebagian kecil saja yang dibelikan peralatan-peralatan maupun kepentingan perikanan dan kelautan serta banyak keterlembatan pengembalian dana pinjaman yang disebabkan karena menurunnya keuntungan, menurunnya penjualan dagangan serta modal yang menipis dan menurunnya perputaran uang. Akan tetapi secara kasat mata semuanya kegiatannya berjalan dengan lancar. Kata Kunci : Program PEMP, Masyarakat Pesisir, Tanjung Pura
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan, kesabaran, ketenangan hati, dan membukakan pikiran. Hanya
karena rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai
rangkum.
Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada orang tua
penulis yang tersayang dan tercinta, Ayahanda Nazaruddin dan Ibunda Suprapti,
tidak terbatas kasih sayangnya yang telah ayah dan ibu berikan serta segala
pengorbanan baik materi, spiritual dan kesabaran, sampai akhir hidup ini pun tidak
dapat membalas. Namun cinta, kasih, sayang dan doa ayah dan ibu yang tulus selalu
menyertai penulis di dunia pendidikan dari awal sampai sekarang, memberi
motivasi, menaungi, dan mengingatkan penulis ketika berlaku salah. Terima kasih
untuk pengertian, pengorbanan, kesabaran, cinta, kasih dan sayang yang tulus dan
tiada hentinya untuk membesarkan penulis sampai saat ini.
Selain itu, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Matias Siagian MSi., selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial.
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
3. Almarhum Bapak Drs. Sudirman M.Sp., selaku Dosen Pembimbing pertama
yang telah banyak memberikan ide, motivasi dan semangat kepada penulis.
Semoga arwah mu ditempatkan di tempat yang sebaik-baiknya di sisi-Nya.
4. Bapak Husni Thamrin S.Sos, M.SP, selaku Dosen Pembimbing pengganti yang
telah banyak meluangkan waktu dan tidak pernah lelah membimbing penulis
hingga skripsi ini selesai.
5. Bapak Amir Chan, selaku Ketua Koperasi Nelayan Langkat yang telah memberi
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Koperasi Nelayan Langkat.
6. Bapak Irhamuddin SE,. Selaku Manager Swamitra Mina Koperasi Nelayan
Langkat yang dengan senang hati telah membantu penulis dalam melakukan
penelitian.
7. Segenap elemen Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat, Bagian Pembina
Kredit (Ibu Imelda dan Bang Fahmi), Bagian Credit Support (Pak Rusli dan
Bang Maman), Bagian Teller (Bang Gonda dan Kak Adek) dan masyarakat yang
telah membantu penulis. Terima kasih atas kemudahan yang diberikan untuk
penulis dalam melakukan penelitian.
8. Kepada saudara dan saudari penulis yaitu Bade dan Puan, yang telah
memberikan dukungan dan doanya untuk Bajak.
9. Seluruh Keluarga Kessos 2003 baik yang masih tersisa atau yang sudah
mendahului. (Dayat, Dika Bacok, Erik “Pak Tua” Sirait, Anto, Angga, Jo,
Nando dan semua keluarga Kessos 2003 yang tidak bisa disebutkan namanya
satu persatu).
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
10. Kepada seseorang bidadari paling istimewa yang selalu menghiasi taman hatiku
dan selalu memberi aroma kedamaian di hatiku, dan juga telah banyak
membantu atas selesainya skripsi ini. Terimakasih atas omelannya.
“You’re always with me, from the beginning until the end, I Promise….”
11. Kepada segenap keluarga besar yang telah memotivasi penulis demi selesainya
skripsi ini.
12. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Terima
kasih atas dukungan moral dan materi yang diberikan.
Akhirnya, penulis juga berharap semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak
Medan, Maret 2009
Penulis.
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
ABSTRAKS…………………………………………………………............. i
KATA PENGANTAR………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… viii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………….. 1
1.2 Perumusan Masalah……………………………………. 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………… 7
1.4 Sistematika Penulisan………………………………….. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….. 10
2.1 Implementasi Program………………………………… 10
2.2 Pemberdayaan…………………………………………. 12
2.3 Defenisi Pesisir………………………………………... 16
2.4 Gambaran Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir (PEMP)…………………………… 17
2.5 Kerangka Pemikiran…………………………………… 21
2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional……………. 24
2.6.1 Defenisi Konsep……………………………….. 24
2.6.2 Defenisi Operasional…………………………... 25
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………. 27
3.1 Tipe Penelitian………………………………………………. 27
3.2 Lokasi Penelitian……………………………………………. 27
3.3 Populasi dan Sampel………………………………………… 27
3.3.1 Populasi……………………………………………… 27
3.3.2 Sampel………………………………………………. 28
3.4 Teknik Pengumpulan Data…………………………….…… 29
3.5 Teknik Analisa Data…………………………………………. 30
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN…………………………….. 31
4.1 Swamitra Mina …………………………………………........ 31
4.1.1 Profil Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat…… 31
4.1.2 Perjalanan Program Koperasi Nelayan Langkat……... 32
4.1.3 Visi dan Misi Swamitra Mina Koperasi Nelayan
Langkat………………………………………………. 32
4.1.4 Kelompok Sasaran Koperasi Nelayan Langkat……… 33
4.2 Kecamatan Tanjung Pura
4.2.1 Sejarah Singkat………………………………………. 34
4.2.2 Letak dan Geografis…………………………………. 40
4.3 Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan……………………. 40
4.4 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah…………… 42
4.5 Banyaknya Lingkungan, Dusun, RW dan RT………………. 44
4.6 Gambaran Umum Penduduk Kecamatan Tanjung Pura……. 45
4.6.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin……… 45
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
4.6.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia………………… 46
4.6.3 Komposisi Penduduk Menurut Agama……………… 47
4.6.4 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa………... 47
4.6.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian…… 49
4.7 Sarana dan Prasarana Kecamatan Tanjung Pura…………….. 50
4.7.1 Jarak dan Waktu Tempuh Ke Ibukota Kecamatan….. 50
4.7.2 Sarana Transportasi…………………………………. 52
4.7.3 Sarana Rumah Ibadah……………………………….. 54
4.7.4 Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis……………….. 55
4.7.4 Sarana Listrik dan Telepon Rumah…………………. 58
4.7.5 Sarana Pendidikan…………………………………... 59
BAB V HASIL DAN ANALISA DATA…………………………………. 61
5.1 Data Hasil Penelitian………………………………………… 61
5.2 Analisa Data…………………………………………………. 94
BAB VI PENUTUP………………………………………………………… 98
6.1 Kesimpulan………………………………………………….. 98
6.2 Saran………………………………………………………… 100
Daftar Pustaka…………………………………………………………………….. 101
Lampiran - lampiran
ix
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 5.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…………………. 61
Tabel 5.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia………………………....... 62
Tabel 5.3 Identitas Responden Berdasarkan Agama………………………… 63
Tabel 5.4 Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa………………….. 64
Tabel 5.5 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir………….. 65
Tabel 5.6 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan……………….. 66
Tabel 5.7 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Usaha…………………… 67
Tabel 5.8 Alat Transportasi yang Umum Digunakan Responden
Menuju Kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat…….. 68
Tabel 5.9 Pengetahuan Responden Mengenai Partisipasinya dalam
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura. ……………………………... 69
Tabel 5.10 Sumber Informasi Responden Mengenai Program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan
Tanjung Pura……………………………………………………… 70
Tabel 5.11 Pendapat Responden Mengenai Pihak Yang Paling
Berhak Mendapatkan Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir………………………………………………… 71
Tabel 5.12 Status Responden di Koperasi Nelayan Langkat…………………. 72
Tabel 5.13 Status Keanggotaan Responden di Koperasi Nelayan Langkat…… 73
Tabel 5.14 Ketepatan Sasaran Program Pemberdayaan Ekonomi
x
Masyarakat Pesisir Menurut Responden…………………………. 73
Tabel 5.15 Persyaratan Yang Diperlukan Responden Dalam Mendapatkan
Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir………………………………………………… 74
Tabel 5.16 Pengetahuan Responden Mengenai Prioritas Penerima
Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir………………………………………………… 75
Tabel 5.17 Pendapat Responden Mengenai Prioritas Penerima
Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir………………………………………………… 76
Tabel 5.18 Pendapat Responden Mengenai Diskriminasi dalam
Mendapatkan Bantuan Pinjaman…………………………………... 77
Tabel 5.19 Jumlah Pinjaman yang Diajukan Responden……………………... 78
Tabel 5.20 Jumlah Pinjaman Responden yang Disetujui Swamitra Mina…….. 79
Tabel 5.21 Jumlah Uang yang Diterima………………………………………. 80
Tabel 5.22 Biaya - Biaya yang Dipungut……………………………………… 81
Tabel 5.23 Kesepakatan atas Biaya - Biaya yang Dipungut…………………... 82
Tabel 5.24 Pinjaman yang Disetujui Oleh Koperasi………………………….. 83
Tabel 5.25 Status Pinjaman Responden……………………………………….. 84
Tabel 5.26 Waktu yang Dibutuhkan Dalam Proses Pengurusan Pinjaman…… 85
Tabel 5.27 Kendala Dalam Proses Pengurusan Pinjaman…………………….. 86
Tabel 5.28 Ketepatan Waktu Pengembalian Pinjaman………………………… 88
Tabel 5.29 Dasar Pengajuan Pinjaman………………………………………… 89
xi
Tabel 5.30 Penggunaan Dana Pinjaman……………………………………….. 89
Tabel 5.31 Proses Pengajuan Pinjaman di Koperasi Nelayan Langkat………… 91
Tabel 5.32 Cara Penyelesaian Pengembalian Pinjaman Bermasalah…………... 92
Tabel 5.33 Pengetahuan Responden Mengenai Penempatan Tenaga
Pendamping Desa ………………………………………………….. 93
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai negara yang dikelilingi oleh laut, hampir semua provinsi di
Indonesia memiliki perairan laut. Artinya, pasti ada daerah pesisir yang sebagian
besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Sayangnya, dengan potensi kelautan
yang besar itu, tidak ada sistem pengelolaan yang terpadu berkenaan dengan
sumberdaya laut dan sumberdaya masyarakat pesisir di Indonesia. Sistem yang
ada hanya sistem pengelolaan sentralistik yang hanya memungkinkan penguasaan
sumberdaya laut di Indonesia oleh nelayan maupun masyarakat pesisir dengan
kekuatan modal yang besar. Pada awalnya, pengelolan semacam ini dimulai sejak
masa kolonial belanda setelah itu, diikuti oleh rezim Orde Baru dan Orde Lama
(Satria, 2002: 3).
Pembangunan daerah pesisir kelautan selama tiga dasawarsa terakhir
selalu diposisikan sebagai sektor pinggiran dalam pembangunan ekonomi
nasional. Dengan posisi semacam ini bidang kelautan yang didefenisikan sebagai
sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim,
perhubungan laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan serta masyarakat pesisir
bukan menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional.
Kondisi ini menjadi sangat ironis mengingat hampir 70% wilayah Indonesia
merupakan lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta berada pada
posisi geopolitis yang penting yakni lautan Pasifik dan Lautan Hindia - kawasan
paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan politik di dunia.
xiii
Sehingga secara ekonomis dan politis sangat logis jika bidang kelautan dan
masyarakat pesisir dijadikan tumpuan dalam pembangunan ekonomi nasional
(Kusumastanto, 2002: 1).
Implikasi dari tidak adanya prioritas kebijakan pembangunan perikanan
tersebut, mengakibatkan sangat minimnya prasarana perikanan di wilayah pesisir,
terjadinya abrasi wilayah pesisir dan pantai, pengrusakan ekosistim laut dan
terumbuh karang, serta belum teroptimalkannya pemanfaatan sumber daya
perikanan dan kelautan.
Bersamaan dengan arus reformasi yang sedang berjalan, pemikiran ke arah
ekonomi daerah menjadi perhatian baru dalam pengelolaan sumber daya
masyarakat pesisir dan kelautan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa
otonomi daerah yang dimaksudkan untuk memberi kesempatan pemerataan hasil-
hasil pembangunan, justru dijadikan alat untuk membentuk rezim baru, tidak
terkecuali dalam pengelolaan sumber daya masyarakat pesisir dan kelautan.
Sekarang ini pembangunan daerah pesisir mulai menjadi fokus utama
akibat terjadinya ketertinggalan pada masyarakat pesisir, karena selain terbatasnya
dalam mengakses sumber permodalan dan lemahnya infrastruktur kelembagaan
sosial ekonomi masyarakat di tingkat desa. Kondisi seperti ini membuat
masyarakat pesisir semakin tertinggal. Untuk itu, Direktorat Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir dalam kiprahnya berusaha meningkatkan pendapatan dan
mengurangi beban masyarakat pesisir. Hal ini ditempuh dengan memberikan
penguatan baik yang bersifat ekonomi kelembagaan maupun yang sifatnya sosial-
budaya yang muaranya kepada peningkatan kesejahteraan.
xiv
Kemiskinan masyarakat pesisir berakar pada keterbatasan akses
permodalan dan kultur kewirausahaan yang tidak kondusif. Keterbatasan akses
permodalan ditandai dengan realisasi modal melalui investasi pemerintah dan
swasta selama periode Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJPT I)
yang hanya 0,02 % dari keseluruhan modal pembangunan. Konsekuensinya,
masyarakat daerah pesisir terutama nelayan, kebutuhan permodalan dipenuhi oleh
para tengkulak, toke, atau ponggawa, yang kenyataannya tidak banyak menolong
untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, malah cendurung menjeratnya dalam
lilitan utang yang tidak pernah bisa dilunasi. Demikian pula kultur kewirausahaan
mereka masih bercorak manajemen keluarga dengan orientasi sekedar memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence).
Lingkungan laut (termasuk lingkungan pesisir) secara geografis sangat
berbeda dengan daratan. Perbedaan letak geografis tersebut tentu saja berdampak
kepada perbedaan upaya atau sistem pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat
yang mendiaminya, maka dalam hal ini, untuk meningkatkan kesejahteraan dibuat
sesuai dengan kebutuhan masyarakat pesisir, melalui pengembangan kultur
kewirausahaan (entrepreneurship), mengadakan penguatan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi
produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkesinambungan maka
dibentuklah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang
dikhususkan untuk masyarakat pesisir (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat
Pesisir, 2005: 1).
Program ini berjalan dengan dana yang berasal dari APBN dan dana
kompensasi BBM serta dukungan penuh dari Departemen Kelautan dan Perikanan
xv
kini program PEMP telah dilaksanakan di 247 kabupaten/kota dengan jumlah
LEPP-M3 kurang lebih 300 buah. Dalam mengakses permodalan, melalui
program PEMP pada tahun 2003 dikucurkan dana sebesar Rp 120 milyar
mengakomodir 126 kabupaten/kota, tahun 2002 dikucurkan dana Rp 90 milyar
mengakomodir 90 kabupaten/kota, tahun 2001 dikucurkan dana sebesar Rp 105,8
milyar untuk 125 kabupaten/kota. Untuk tahun 2004 ini dialokasikan dana sebesar
Rp 140 milyar untuk 160 Kabupaten/Kota yang pelaksanaannya ditempuh melalui
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina kerjasama Departemen
Kelautan dan Perikanan dengan Bank Bukopin (Direktorat Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir, 2006: 1).
Pada awalnya program PEMP diadakan untuk memberdayakan masyarakat
pesisir sekaligus mengatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan
modal melalui perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP). Pengelolaan DEP
dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina
(LEPPM3) yang sejatinya dibentuk sebagai cikal bakal usaha bersama milik
masyarakat pesisir (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2006: 2).
Pembentukan kelembagaan dan sistem baru ini semata-mata dimaksudkan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara menyeluruh dan
sistematis sesuai dengan prinsip pemberdayaan, yaitu helping the poor to help
themselves.
Program ini diharapkan dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan
swasembada, dalam banyak hal didahului oleh “tahap tinggal landas” yang
xvi
disebutkan oleh Rostow. Perubahan organisasional dan struktural ini dapat
mempengaruhi produktivitas masyarakat karena dibentuknya lembaga-lembaga
yang memberikan kemungkinan permodalan usaha penanggulangan berbagai
macam kemacetan, terutama dalam bidang pembentukan modal.
Pemanfaatan dari pada Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir ini melalui unit Lembaga Keuangan Mikro (LKM) USP - Swamitra Mina
oleh masyarakat pesisir merupakan salah satu jenis bantuan tidak langsung yang
diberikan Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk
mengatasi masalah permodalan dan sosial kepada masyarakat pesisir.
Dengan adanya Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
(PEMP) ini diharapkan dapat terjadi peningkatan kualitatif berupa peningkatan
budaya berkelompok, kesadaran menjaga kualitas lingkungan dan sumberdaya
ikan berupa kesepakatan melarang kegiatan penangkapan yang bersifat merusak
(penggunaan potasium dan bom), peningkatan budaya menabung dan
berkurangnya penyakit sosial (seperti mabuk, judi, dan sebagainya).
Istilah pemberdayaan telah menjadi perhatian yang mendalam dalam
Kesejahteraan Sosial, khususnya masyarakat yang lemah dan kurang beruntung
(disadvantage groups). Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai
proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan
menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
xvii
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan inspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Kenyataan ini yang menjadikan pekerjaan sosial seharusnya berperan serta
untuk memberikan apa yang menjadi kebutuhan dasar dalam pemberdayaan
masyarakat agar masyarakat yang lemah dan kurang beruntung tersebut dapat
menjadi individu yang lebih baik. Karena itu juga penulis sebagai mahasiswa
Ilmu Kesejahteraan Sosial melihat ini menjadi suatu masalah yang harus diteliti.
Mengingat bahwa masyarakat pesisir juga warga Negara Indonesia yang
mempunyai hak dan kewajiban dalam menjalani hidup di Bumi Indonesia tercinta
ini.
Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Program Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) sudah berjalan lebih kurang selama tiga
tahun, tetapi dalam kenyataannya masih banyak masyarakat pesisir terutama para
nelayan di Kecamatan Tanjung Pura yang belum dapat membangun ataupun
mengembangkan usahanya, masih maraknya hubungan patron-client antara
nelayan dengan para toke/tengkulak, sebagian besar masyarakat pesisir di Tanjung
Pura belum dapat memenuhi biaya hidup yang memadai dan kegagalan dalam
menguasai potensi produktif yang tersedia. Hal ini yang membuat penulis tertarik
untuk melakukan penelitian di Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina
dan di Kecamatan Tanjung Pura.
1.2 Perumusan Masalah
xviii
Berdasarkan pengamatan penulis pada lokasi penelitian dan sesuai dengan
latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang
patut diteliti, yaitu:
“Bagaimana Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang ingin diperoleh dengan pengumpulan
data yaitu:
1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Program Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten
Langkat berdasarkan.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan
Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam hal:
1. Secara akademis, untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka
penyelesaian program pendidikan jenjang Strata 1 dengan memperoleh
gelar Sarjana Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen
Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Sumatera Utara.
xix
2. Secara teoritis, dapat melatih diri dan mengembangkan pemahaman
serta kemampuan berfikir melalui penulisan ilmiah dengan
menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.
3. Secara praktis, memberikan masukan dan sebagai wadah sosialisasi
kepada Dinas Kelautan dan Perikanan serta masyarakat luas dalam
memperoleh bantuan modal untuk memajukan kehidupan masyarakat
pesisir, khususnya masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura
Kabupaten Langkat.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan adalah:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan
defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
xx
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik
pengumpulan data dan teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI TEMPAT PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum
lokasi penelitian.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari
hasil penelitian dan analisa data.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian serta
masukan berupa saran-saran yang bermanfaat.
xxi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Implementasi Program
Implementasi kebijakan merupakan yang terpenting dari keseluruhan
prospek kebijakan. Dalam kaitan ini seperti yang dikemukakan oleh Van Master
dan Van Horn yang merumuskan “proses implementasi” adalah tindakan-tindakan
oleh individual atas pejabat atau kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan
pada terciptanya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan (Wahab, 1990: 51).
Sedangkan Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979) dalam Wahab
(1991:51), mendefenisikan implementasi adalah:
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu proyek atau program diberlakukan atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan yaitu kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”
Program merupakan urusan pertama yang harus ada demi terlaksananya
kegiatan implementasi program. Secara harfiah diartikan sebagai rencana aktifitas
atau rencana kegiatan dalam suatu wadah tertentu. United Nation mendefenisikan
program sebagai:
“Hal yang mengatur aktifitas sosial dengan objek yang khusus, waktu dan tempat yang dibatasi dan selalu terdiri dari suatu hal yang bersangkut paut pada suatu organisasi atau beberapa organisasi atau beberapa organisasi pada hal pengorganisasian dan pelaksanaannya” (Bintoro, 1991:195).
Program meliputi seperangkat kegiatan yang relatif luas, program
xxii
memeperlihatkan:
a. Langkah utama yang diperlukan untuk mencapai tujuan,
b. Unit atau anggota organisasi yang bertanggung jawab untuk setiap
langkah,
c. Urutan serta pengaturan waktu dan setiap langkah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa “implementasi” dalam
pengertian luas adalah pelaksanaan suatu program kebijaksanaan dan dijelaskan
bahwa suatu proses interaksi adalah diantara merancang dan menentukan sasaran
yang diinginkan (Chema dan Rondinelli, dalam Tangkilisan, 2005: 219).
Program akan menunjang implementasi, karena dalam program memuat
berbagai aspek yaitu:
a. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
b. Adanya kebijakan yang harus diambil dalam mencapai suatu tujuan.
c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.
d. Adanya perkiraan yang dibutuhkan.
e. Adanya strategi dalam pelaksanaan.
(Chema dan Rondinelli, dalam Tangkilisan, 2005: 219).
Menurut Jones (1991), program adalah cara yang disahkan untuk mencapai
tujuan. Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi yaitu,
adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program sehingga masyarakat
tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan
dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberi
manfaat kepada masyarakat maka boleh dikatakan program tersebut gagal
dilaksanakan (Jones, dalam Waluyo, 2007: 44).
xxiii
Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari
unsur pelaksanaannya. Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksana
penting artinya karena pelaksana, baik organisasi maupun perorangan
bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses
implementasi.
Dengan demikian, isi dari pada kebijaksanaan pada program yang
bermanfaat. Adanya kelompok sasaran, terjadinya jangkauan perubahan,
terdapatnya sumber-sumber daya serta adanya pelaksanaan-pelaksanaan program.
Hasil akhir dari kegiatan dalam kegiatan implementasi nantinya dari dampaknya
terhadap masyarakat, kelompok, individu, ataupun dari tingkat perubahan
penerimanya.
2.2 Pemberdayaan
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),
berasala dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama
pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan (Suharto, 2005:
57). Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya pemberdayaan sangat tergantung
pada hal:
1. Kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah maka
pemberdayaan tidak akan mungkin terjadi dalam keadaan apapun.
2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian
kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
xxiv
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan, atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan
diri, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam memenuhi tugas-
tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali
digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.
Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat,
khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi
internal seperti persepsi mereka sendiri, maupun karena kondisi eksternal seperti
ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil (Suharto, 2005: 58).
Untuk mengetahui fokus pemberdayaan secara operasional perlu diketahui
beberapa indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan orang itu berdaya atau
tidak. Sehingga ketika sebuah program pemberdayaan diberikan, segenap upaya
dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan.
Misalnya dalam hal ini ekonomi masyarakat pesisir.
Schuler, Hashemi, dan Riley menembangkan delapan indikator
pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks
pemberdayaan (Suharto, 2005: 63).
1. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau
wilayah tempat tinggalnya. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika ia
mampu pergi sendirian.
xxv
2. Kemampuan membeli komoditas kecil, merupakan kemampuan individu
untuk membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sembako,
kebutuhan dirinya sendiri seperti rokok, minyak rambut dan lain-lain. Individu
dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia membuat keputusan
sendiri tanpa meminta izin pasangannya, terlebih lagi jika ia menggunakan
uangnya sendiri.
3. Kemampuan membeli komoditas besar, merupakan kemampuan individu
untuk membeli barang-barang sekunder dan tersier, seperti televisi, lemari,
baju dan lain-lain. Seperti hal indikator di atas, poin tinggi kepada individu
yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin kepada
pasangannya, terlebih jika ia menggunakan uangnya sendiri.
4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga, seperti mampu
membuat keputusan secara sendiri maupun bersama anggota keluarga
mengenai keputusan-keputusan keluarga.
5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga.
6. Kesadaran hukum dan politik.
7. Keterlibatan dalam kampanye ataupun protes-protes.
8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga; memiliki rumah, tanah,
asset produktif maupun tabungan.
Dalam konteks pekerjaan sosial pemberdayaan dapat dilakukan memui
tiga tiga aras atau matra pemberdayaan, yaitu (Suharto, 2005: 66):
1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual melalui
bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan
xxvi
utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-
tugas kehidupannya.
2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media
intervensi. Yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelompok dalam
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap klien
dalam memecahkan permasalahannya.
3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-
system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan
yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi
sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manejemen konflik adalah
beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang
klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-
situasi mereka sendiri dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat
untuk bertindak.
2.3 Defenisi Masyarakat Pesisir.
Masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu (Mayo, dalam
Suharto, 2005: 39) :
1. Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah
geografi yang sama.
2. Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan berdasarkan
kebudayaan dan identitas.
xxvii
Menurut Pedoman umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. ke
arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam
air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin. Sedangkan ke wilayah laut mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimenasi dan aliran
air tawar maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.
Ditinjau dari garis pantai, suatu wilayah pesisir memiliki dua kategori
batas; yaitu yang sejajar dengan garis pantai (longshore) dan batas yang tegak
lurus dengan garis pantai (crosshore).
Definisi di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat garis batas yang nyata
wilayah pesisir. Batas tersebut hanyalah garis Khayal yang letaknya ditentukan
oleh kondisi dan situasi setempat. Di tempat yang landai, garis ini dapat berada
jauh dari garis pantai, dan sebaliknya untuk wilayah yang terjal.
Maka defenisi masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah antara pertemuan laut dengan darat, baik kering maupun
terendam yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan angin laut.
2.4 Gambaran Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir (PEMP)
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) secara
umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui
pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro
xxviii
(LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi
produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan.
Pada awalnya program PEMP diinisiasi untuk memberdayakan
masyarakat pesisir sekaligus mangatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada
penguatan modal melalui perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP). Pengelolaan
DEP dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina
(LEPPM3) yang sejatinya dibentuk sebagai cikal bakal holding company milik
masyarakat pesisir. Oleh karena itu dalam jangka waktu panjang Program PEMP
tetap diarahkan pada:
1. Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan
ekonomi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), partisipasi
masyarakat, penguatan modal dan penguatan kelembagaan ekonomi
masyarakat pesisir.
2. Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan
memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan
sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan.
3. Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan
pemerintah.
Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan
kelambagaan, penggalangan partisipasi masyarakat serta diversifikasi usaha yang
berbasis pada sumber daya lokal dan berkelanjutan. Sedangkan sasaran Program
xxix
PEMP adalah masyarakat pesisir skala usaha mikro yang dibagi ke dalam 2
tahapan sasaran, yaitu:
1. Koperasi LEPP-M3/ Koperasi Perikanan/Koperasi lainnya sebagai sasaran
antara, dan
2. Sasaran akhir yaitu masyarakat pesisir dengan usaha skala mikro yang
berorientasi pada sektor kelautan dan perikanan seperti kegiatan penangkapan,
budidaya, perniagaan hasil perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan
serta pengelolaan wisata bahari, yang berlokasi di daerah sekitar pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Kegiatan Pokok Program PEMP
Memasuki tahap akhir periode institusionalisasi dan mempersiapkan
periode diversifikasi, maka kegiatan pokok program PEMP mencakup LKM,
SPDN (Solar Packed Dealer untuk Nelayan)/ SPBN (Stasiun Pengisisan BBM
untuk Nelayan) dan Kedai Pesisir.
Organisasi Pengelola Program
Dalam pelaksanaannya PEMP dikelola oleh organisasi yang melibatkan
beberapa pemangku kepentingan dengan susunan, tugas dan fungsi sebagai
berikut:
d. Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat adalah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
yang bertindak sebagai penanggung jawab dan Pembina program di tingkat
nasional. Penanggung jawab kegiatan ini adalah Direktur Jenderal Kelautan,
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Dirjen KP3K) yang bertugas mengelola
program di tingkat nasional, seperti penyusunan pedoman umum,
xxx
melaksanakan sosialisasi regional, pelatihan, monitoring dan evaluasi serta
pelaporan.
d. Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah (Pemda) adalah Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi dan kabupaten/ kota yang menangani Program PEMP. Dinas
Kelautan dan Perikanan Propinsi sebagai representasi DKP di daerah bertugas
melakukan koordinasi sosial, monitoring dan evaluasi serta pelaporan. Dinas
Kelautan dan Perikanan Propinsi juga mengusulkan kabupaten/kota calon
penerima PEMP tahun berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tahun berjalan.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab
operasional program bertugas menetapkan Konsultan Pelaksana Kegiatan di
Kabupaten/Kota, menetapkan koperasi pelaksana, sosialisasi dan publikasi
tingkat kabupaten/kota, fasilitasi pembentukan LKM (bagi kabupaten/kota
baru penerima Program PEMP), rekruitmen Tenaga Pendamping Desa (TPD),
pelatihan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan .
c. Konsultan Manajemen
Konsultan Manajemen (KM) kabupaten/ kota berfungsi membantu
Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/ kota dalam aspek teknis dan
manajemen Program PEMP.
d. Tenaga Pendamping Desa (TPD)
TPD merupakan tenaga profesional dibidangnya yang bersedia tinggal
di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat secara
terus-menerus (selama program berlangsung) dalam bentuk mempersiapkan
masyarakat pesisir untuk mengakses kredit pada LKM, mendampingi mereka
xxxi
menjalankan dan mengembangkan usaha baik dalam proses produksi maupun
pemasaran, membuat laporan perkembangan kegiatan setiap bulan kepada
Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/ kota.
e. Koperasi
Koperasi berfungsi sebagai komponen utama pelaksanaan Program
PEMP di daerah. Dalam pelaksanaan kegiatan, koperasi harus berkoordinasi
dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sebagai penanggung
jawab operasional di daerah dan juga dengan lembaga perbankan/pembiayaan
sebagai mitra usaha mereka.
f. Bank Pelaksana
Bank Pelaksana adalah lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan
oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dengan tugas dan fungsi:
1. Menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya DEP
yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal,
2. Menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi
yang ada di Bank Pelaksana untuk kegiatan pelaksana BPR pesisir, SPDN
dan atau Kedai Pesisir, dan
3. Melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada koperasi dan
atau LKM/USP.
(Sumber : Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, 2006)
xxxii
2.5 Kerangka Pemikiran
Kemiskinan dan kurangnya akses untuk permodalan merupakan penyebab
sekaligus akibat dari rendahnya tingkat pembentukan modal suatu negara,
sehingga terjadinya tingkat produktivitas yang rendah yang menyebabkan
pendapatan yang rendah pula, lalu tabungannya juga rendah, investasi rendah dan
tingkat pembentukan modal kerja rendah pula (Jhingan, 1999: 337).
Kenaikan harga BBM sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat pesisir
yang mengalami ketinggalan pembangunan selama ini. Selain terbatasnya
permodalan, lemahnya infrastruktur kelembagaan sosial ekonomi masyarakat di
tingkat desa juga menjadi penyebab masyarakat pesisir semakin tertinggal.
Untuk mengatasi keadaan-keadaan seperti di atas, maka Pemerintah
melalui Depertemen Kelautan dan Perikanan membentuk Program Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan kehidupan masyarakat pesisir. Oleh karena itu dalam jangka
panjang Program PEMP diarahkan kepada:
1. Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan
ekonomi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), partisipasi
masyarakat, penguatan modal dan penguatan kelembagaan ekonomi
masyarakat pesisir.
2. Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan
memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan
sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan.
3. Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan
pemerintah.
xxxiii
Pelaksanaan Program PEMP ini dijalankan melalui LKM USP-Swamitra
Mina yang merupakan salah satu jenis bantuan tidak langsung dari Pemerintah
melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk mangatasi masalah
permodalan dan sosial kepada masyarakat pesisir.
Sebagian besar masyarakat pesisir mengalami keterbatasan modal untuk
mengembangkan usahanya sehingga dengan keberadaan LKM Swamitra Mina
yang dikhususkan untuk masyarakat daerah pesisir diharapkan agar meringankan
beban mereka. Dengan ini, maka pengelolaan kelangsungan Program PEMP,
syarat mutlak yang diperlukan adalah tersedianya Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) untuk mengeluarkan dana yang bersifat kredit/ pinjaman seperti LKM
Swamitra Mina. Keberadaan LKM Swamitra Mina itu akan mempengaruhi
kelangsungan Program PEMP, SPBN maupun kedai pesisir karena kelompok
masyarakat pemanfaat tergantung atas keberadaan unit-unit usaha yang ada di
daerahnya masing-masing.
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
mempunyai tujuan utama yakni memberikan akses dan kemudahan modal untuk
masyarakat pesisir sesuai dengan pedoman umum PEMP. Bagan berikut
menunjukkan kerangka pemikiran secara sistematis yaitu:
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina
Implementasi : - Tepat Jumlah - Tepat Guna - Tepat Sasaran
Masyarakat Pesisir
xxxiv
2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.6.1 Defenisi Konsep
Konsep merupakan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak kejadian, keadaan, keluarga atau individu yang menjadai pusat perhatian
ilmu sosial. (Singarimbun, 1989: 34)
Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang
digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti
serta menghindari salah pengertian yang dapat menggambarkan tujuan penelitian.
Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk
melaksanakan atau mengoperasikan sebuah program baik itu yang
dilakukan oleh individu, kelompok, organisasi, masyarakat maupun
pemerintah sendiri.
2. Pemberdayaan ekonomi adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
ekonomi.
3. Masyarakat pesisir, merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah antara pertemuan laut dengan darat, baik kering maupun
terendam yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan angin
laut.
4. Swamitra, suatu lembaga perekonomian yang bergerak dalam bidang
pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama untuk
xxxv
segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan berperan
penting sebagai kunci daripada penyaluran bantuan permodalan
kepada masyarakat pesisir.
2.6.2 Defenisi Operasional
Defenisi Operasional merupakan unsur penelitian yang akan
menggambarkan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.
Maksud dari defenisi operasional ini adalah untuk mempemudah
operasional kerangka pemikiran yang telah diajukan sebelumnya. Adapun yang
menjadi defenisi operasional dalam Implementasi Program Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura:
1. Implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk melaksanakan
atau mengoperasikan sebuah program baik itu yang dilakukan oleh individu,
kelompok, organisasi, masyarakat maupun pemerintah sendiri yang di ukur
melalui:
a. Ketepatan jumlah. Merupakan ketepatan jumlah dana yang diterima oleh
masyarakat dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina.
b. Tepat sasaran. Merupakan ketepatan atas dana yang diberikan oleh LKM
kepada masyarakat pengguna sesuai dengan kriteria pedoman umum
PEMP.
c. Tepat guna. Merupakan ketepatan atas penggunaan dana yang diberikan
LKM kepada masyarakat.
d. Tepat waktu. Merupakan ketepatan pelunasan pinjaman berdasarkan
jangka waktu yang telah disepakati.
xxxvi
2. Pemberdayaan ekonomi adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah ekonomi. Dalam hal ini
pemberdayaan ekonomi berupa kemudahan terhadap akses pinjaman
modal yang diberikan kepada masyarakat yang berada di pesisir ataupun
yang berusaha di sektor perikanan baik perikanan tangkap ataupun
budidaya.
xxxvii
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian bersifat deskriptif yang bertujuan untuk melukiskan atau
menggambarkan sejumlah variabel yang berkenan dengan masalah dan unit yang
di teliti tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang
lain (Sugiyono, 2006: 11). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena mengenai fakta
dari bagaimana sebenarnya Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Koperasi Nelayan Langkat sebagai
pelaksana Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura Kab. Langkat . Alasan
pemilihan lokasi, karena daerah ini merupakan salah satu daerah dimana program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dilaksanakan.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/ subjek yang
mempunyai kualitas dan karakterisistik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dam kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006: 72).
xxxviii
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang telah
mendapatkan akses untuk bantuan pinjaman modal dari Lembaga Keuangan
Mikro Swamitra Mina di Tanjung Pura yang jumlahnya 1200 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan suatu bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh suatu populasi (Sugiyono, 2006: 73).
Menurut penentuan jumlah sampel dari populasi yang dikembangkan oleh
Isaac dan Michael (Sugiyono, 2006: 81) dan penelitian ini dilakukan dengan
tingkat kesalahan 10% (sepuluh persen), maka dari jumlah keseluruhan 1200
populasi jumlah yang diambil sebagai sampel adalah 221 orang.
Peneliti menggunakan sampel sebagai informasi dan data. Selanjutnya
untuk penentuan informan yang akan diwawancarai secara mendalam digunakan
pertimbangan tertentu. Kriteria informan dalam penelitian ini antara lain, pertama,
informan, merupakan staf dari organisasi yang melakukan atau melaksanakan
program kepada masyarakat, khususnya masyarakat pengguna program di
Kecamatan Tanjung Pura.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, penulis menggunakan
metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Memperoleh data sekunder, melalui studi kepustakaan yaitu penelitian
yang dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dan
xxxix
diperoleh dari buku-buku, artikel, buletin, majalah, surat kabar,
internet, dan lain sebagainya sesuai dengan masalah yang diteliti.
2. Memperoleh data primer melalui lapangan, yaitu suatu cara yang
dilakukan dengan turun ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data
melalui:
- Wawancara, yaitu berdialog ataupun mengajukan pertanyaan
secara langsung guna melengkapi data yang diperoleh.
- Kuesioner, yaitu mengumpulkan informasi dan data yang relevan
melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden.
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini dianalisis dengan teknik
analisa data kualitatif. Data hasil wawancara mendalam kemudian diolah, karena
data yang di dapat dari lapangan sifatnya sangat luas dan tidak semua data
tersebut dibutuhkan untuk memperkuat analisa data dan mendukung tujuan
penelitian.
Informasi yang didapat dari lapangan dikelompokkan dan disederhanakan
dengan sistematis untuk membuat deskripsi yang jelas dalam menggambarkan
proses Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
(PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, sehingga jawaban yang
relevan pada saat wawancara dapat dipakai dalam analisa data.
xl
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Pada bab ini, penulis menguraikan dua buah deskripsi penelitian yakni
deskripsi umum tentang Unit Usaha Koperasi Nelayan Langkat yaitu Lembaga
Keuangan Mikro Swamitra Mina sebagai organisasi pelaksana dan program dan
deskripsi umum Kecamatan Tanjung Pura.
4.1 Swamitra Mina
4.1.1 Profil Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat
Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat merupakan salah satu unit
usaha milik Koperasi Nelayan Langkat dengan Badan Hukum no.254 /BII / KDK
2.3/ XII /1999 tanggal 02 Desember 1999 Sebagai Lembaga Ekonomi
Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) yang bergerak dalam
bidang pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama untuk segmen
usaha mikro. Unit usaha ini bermitra dengan Bank Bukopin dengan orientasi
pelayanan permodalan berbasiskan sistem teknologi perbankan yang online.
Dengan teknologi ini diharapkan kegiatan usaha keuangan dapat dipantau setiap
saat baik di tingkat pusat maupun daerah.
Koperasi Nelayan Langkat beralanat di Jl. T.Amir Hamzah no. 44
Kecamatan Tanjung Pura Kab. Langkat. Telepon 061-8960397 Email:
4.1.2 Perjalanan Program Koperasi Nelayan Langkat
xli
Program yang ada di Koperasi Nelayan Langkat masih berfokus kepada
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir yaitu salah satunya adalah
dengan mendirikan Lembaga Keuangan Mikro dan Unit Simpan Pinjam Swamitra
Mina
Swamitra Mina merupakan salah satu unit usaha milik koperasi yang
bergerak dalam bidang pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama
untuk segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Unit usaha ini bermitra
dengan Bank Bukopin dengan orientasi pelayanan permodalan berbasiskan sistem
teknologi perbankan yang online. Dengan teknologi ini diharapkan kegiatan usaha
keuangan dapat dipantau setiap saat baik di tingkat pusat maupun daerah.
4.1.3 Visi dan Misi Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat
Visi, Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui
pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan dan permodalan
melalui penggalangan partisipasi masyarakat yang berbasis pada sumberdaya
lokal dan berkelanjutan.
Misi. Membentuk kelembagaan dan perubahan-perubahan sistem untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara sistematik sesuai dengan
prinsip pemberdayaan.
Pendanaan kegiatan LKM Swamitra Mina Nelayan Langkat berasal dari
Koperasi Nelayan Langkat yang menerima Dana Ekonomi Produktif (DEP) dari
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir yang dijaminkan kepada
xlii
Bank Bukopin untuk mendapatkan pinjaman. Dana pinjaman itu selanjutnya
disalurkan untuk dapat diakses masyarakat pesisir Langkat melalui LKM
Swamitra Mina Langkat dengan skema alur dana sebagai berikut:
PRODUKFUNDING
PRODUKEKSPANSI
MASYARAKAT
SWAMITRA
Proses / Aturan
Proses / Aturan
4.1.4 Kelompok Sasaran Koperasi Nelayan Langkat.
Sasaran akhir pada umumnya yaitu masyarakat pesisir di Kabupaten
Langkat dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor kelautan dan
perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya, perniagaan hasil perikanan,
pengolahan ikan, usaha jasa perikanan serta pengelolaan wisata bahari, yang
berlokasi di daerah sekitar pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Langkat. Dan
secara khususnya pada anggota Koperasi Nelayan Langkat
4.2 Kecamatan Tanjung Pura
4.2.1 Sejarah Singkat
Pada masa Pemerintahan Belanda, Daerah tingkat II Kabupaten Langkat
masih berstatus sebagai Asisten Keresidenan dan Kesultanan (raja). Asisten
xliii
Residen dijabat oleh seorang asisten residen (Ass. Res.) yaitu Mr.Morrey
berkedudukan di Binjai, kekuasaannya hanya sekedar mendampingi Sultan
Langkat yang berkuasa penuh terhadap penduduk asli (pribumi) berkedudukan di
Tanjung Pura.
Pada masa itu tercatat ada 3 (tiga) Slutan yang pernah memegang
kekuasaan yaitu:
− Sultan Pertama adalah Sultan Al. Haj
− Sultan Kedua adalah Sultan Abdul Aziz
− Sultan Ketiga adalah Sultan Mahmud
Pada waktu Sultan Abdul Aziz berkuasa, kedudukan Ass. Res.,berada di
tanjung Pura, namun pada Sultan Mahmud kedudukannya di Binjai.
Adapun jenjang Pemerintahan ketika itu adalah dibawah “Kesultanan dan
Ass. Res. disebut “LUHAK” didampingi oleh seorang “Pangeran” sedangkan
dibawah luhak tersebut “Kejuruan” (Raja Kecil) didampingi oleh seorang
“Datok”. Selanjutnya dibawah Distrik secara berjenjang disebut “Penghulu Balai”
(Raja Kecil Karo) dan Penghulu Biasa untuk Tingkat Kampung (Desa).
Kesultanan pada masa itu 3 (tiga) wilayah Luhak yaitu:
1. Luhak Langkat Hulu dipimpin Pangeran Tengku Kamil berkedudukan di
Binjai, yang dibawahi 3 (tiga) Kejuruan dan 2 (dua) Distrik yaitu:
a. Kejuruan Selesai dipimpin oleh Datok Tengku Sentol,
b. Kejuruan Bahorok dipimpin oleh Tengku Bagi,
c. Kejuruan Sei Bingei dipimpin oleh Datok Tengku Ibrahim,
d. Distrik Kuala,
e. Distrik Salapian.
xliv
2. Distrik Langkat Hilir dipimpin oleh Pangeran Tengku Jabak, yang
kemudian digantikan oleh Pangeran Amir Hamzah, berkedudukan di Tanjung
Pura, membawahi 2 (dua) Kejuruan dan 4 (empat) Distrik.
3. Luhak Teluk Haru dipimpin oleh Tengku Temingging, berkedudukan di
Pangkalan Brandan, dibawahi 4 (empat) kejuruan yang dipimpin masing-
masing:
a. Datok Pekan Pangkalan Brandan,
b. Datok Lepan,
c. Datok Besitang,
d. Datok Pangkalan Susu/Pulau Kampai.
Awal kemerdekaan, Sumatera Utara dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu
Mr. Mohammad Hasan, dan Kabupaten Langkat masih berstatus Asisten Residen
(istilah Belanda) yang secara administratif sebagai Kepala Pemerintahan saat it
ditunjuk Tengku Amir Hamzah, kemudian diganti oleh Adnan Noer Lubis dengan
sebutan Bupati, berkedudukan di Pangkalan Brandan dan diresmikan pada tanggal
2 April 1946. Dalam masa transisi yang demikian pada tanggal 5 Juli 1946
dilakukan pengambil-alihan tambang minyak Pangkalan Brandan dari tangan
Jepang (sayutai) dan resmi diganti dengan Tambang Minyak Negara RI (TMRI).
Sejalan dengan kedudukan kota Pangkalan Brandan sebagai Ibukota Kabupaten
Langkat maka Komando Militer diwilayah ini dikembangkan pula menjadi Plaat
sleyche Commandan (PMC) atau setingkat Komandan Garnizum dibawah
pimpinan Mayor Nazaruddin.
Pada sekitar tahun 1974 s/d 1949 terjadi Agresi Militer I dan II, Kabupaten
Langkat dari segi pemerintahan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
xlv
− Pemerintahan Negara Sumatera Timur berkedudukan di Binjai dengan Kepala
Pemerintahannya Wan Umaruddin,
− Negara Kesatuan RI untuk Langkat berkedudukan di Pangkalan Brandan,
dipimpin oleh Tengku Ubaidullah.
Pada Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947) hampir semua daerah
Tanjung Pura diduduki Belanda. Kesatuan untuk daerah Sumatera Timur
menetapkan Pejabat Pimpinan Pemerintahan disemua Kabupaten Langkat yang
berkedudukan di Binjai dan sebagai Bupatinya H. O. K. Samaluddin, sejak itu
pula resmilah Ibukota Kabupaten Langkat dipindahkan dari Pangkalan Brandan ke
Kota Binjai.
Dalam perkembangan selanjutnya, keluarlah Undang-undang Darurat No.
7 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten
dalam lingkungan Propinsi Sumatera Utara, dengan membawahi 3 (tiga) Wilayah
Kewedaan dengan 15 (lima belas) Kecamatan yaitu:
1. Kewedaan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai dengan 6 (enam)
kecamatan:
− Kecamatan Bahorok
− Kecamatan Salapian
− Kecamatan Kuala
− Kecamatan Selesei
− Kecamatan Sei Bingei
− KecamatanBinjai
xlvi
2. Kewedanaan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura dengan 5 (lima)
kecamatan:
− Kecamatan Stabat
− Kecamatan Secanggang
− Kecamatan Hinai
− Kecamatan Padang Tualang
− Kecamatan Tanjung Pura
3. Kewedanaan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Brandan dengan 4
(empat) kecamatan:
− Kecamatan Gebang
− Kecamatan Besitang
− Kecamatan Pangkalan Susu
− Kecamatan Pangkalan Brandan
Dalam kewedanaan secara berjenjang turun, Struktur Pemerintahannya
disebut Assisten Wadana dan Kampung (Desa).
Pada tanggal 1 Oktober 1964 dilakukan likuidasi/ penghapusan terhadap
Wilayah Kewedanaan dan sejak ini pula Pangkalan Brandan hanya Ibukota
Kecamatan Babalan. Sementara itu istilah Assisten Wedana sebutannya mnjadi
Camat, tugas dan wewenang dan penanggung jawabannya langsung kepada
Bupati Langkat.
Dalam perkembangan berikutnya, Daerah Tingkat II Langkat dibagi
dalam 3 (tiga) Wilayah Kerja Pembangunan dipimpin oleh seorang Pembantu
Bupati:
1. Wilayah Kerja Pembangunan II Langkat Hilir berkedudukan di Kuala,
xlvii
2. Wilayah Kerja Pembangunan II Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura,
3. Wilayah Kerja Pembangunan II Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Susu.
Seperti yang telah di singgung di atas, dengan keluarnya Undang-Undang
Darurat No.7 Tahun 1956, tentang Pembentukan Otonomi Kabupaten-Kabupaten
dalam propinsi Sumatera Utara, maka sekaligus Kecamatan lainnya yang ada di
Kabupaten Langkat, saat itu Kecamatan Tanjung Pura mempunyai 16 (enam
belas) Desa dan pada Tahun 1980 Desa Pekan Tanjung Pura statusnya berubah
menjadi Kelurahan Pekan Tanjung Pura.
Dalam perkembangan berikutnya berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Langkat Nomor 11 Tahun 2003, Desa Pantai Cermin dimekarkan
menjadi 2 (dua) desa. Dengan demikian saat ini jumlah desa/ kelurahan menjadi
19 (sembilan belas) desa/ kelurahan yaitu:
1. Kelurahan Pekan Tanjung Pura
2. Desa Serapuh Asli
3. Desa Pematang Tengah
4. Desa Paya Perupuk
5. Desa Pekubuan
6. Desa Teluk Bekung
7. Desa Baja Kuning
8. Desa Pematang Sungai
9. Desa Pulau Banyak
10. Desa Lalang
xlviii
11. Desa Pantai Cermin
12. Desa Pematang Cengal
13. Desa Bubun
14. Desa Tapak Kuda
15. Desa Kwala Langkat
16. Desa Kwala Serapuh
17. Desa Karya Maju
18. Desa Suka Maju
19. Desa Pematang Cengal Barat
4.2.2 Letak dan Geografis
1. Terletak antara:
Lintang Utara : 03°14’ 00” - 04°13’ 00”
Bujur Timur : 97° 52’ 00” – 98° 45’ 00”
2. Letak diatas permukaan laut : 4 meter
3. Luas Wilayah : 16578 Ha (165.78 Km²)
4. Panjang Garis Pantai : 22.289 m
5. Berbatasan dengan
Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Selatan : Kec. Hinai/Kec. Pd. Tualang
Sebelah Barat : Kec. Gebang/Kec. Pd. Tualang
xlix
Sebelah Timur : Kec.Secanggang
6. Jarak Kantor Camat Tanjung Pura ke Kantor Bupati ±20 Km
4.3 Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan
Dapat kita lihat pada Tabel 4.1 bahwa Desa Kwala Serapuh merupakan
desa terluas di Kecamatan Tanjung Pura dengan luas ± 24,61 Km2 atau sekitar
14,81 % dari total rasio terhadap luas kecamatan. Desa Kwala Serapuh merupakan
salah satu desa pesisir yang ada di Kecamatan Tanjung Pura.
Perincian luas wilayah setiap desa dan kelurahan adalah pada Tabel 4.1 di
halaman berikut :
Tabel. 4.1
Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan
No. Desa/Kelurahan Luas Rasio terhadap total (Km²) Luas Kecamatan (%)
1. Serapuh Asli 8,05 4,86
2. Pematang Tengah 2 1,21
3. Paya Perupuk 3 1,81
4. Pekan T. Pura 2,5 1,51
5. Lalang 2,32 1,4
6. Pantai Cermin 11,48 6,92
7. Pekubuan 6,4 3,86
8. Teluk Bakung 5,6 3,38
9. Pematang Serai 7,5 4,52
10. Baja Kuning 4,5 2,71
11. Pulau Banyak 7,5 4,52
12. Pematang Cengal 19,5 11,76
l
13 Kwala Serapuh 24,61 14,84
14. Kwala Langkat 10 6,03
15. Bubun Suka Maju 14.40 8,69
16. Tapak Kuda 6,4 3,86
17. Karya Maju 12,21 7,37
18. Suka Maju 10,31 6,22
19. Pematang Cengal Barat 7,5 4,52
Jumlah 165,78 100
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
4.4 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah
Data selengkapnya mengenai rincian pola penggunaan lahan dapat dilihat
dari Tabel 4.2. Berdasarkan data dari Tabel 4.2 dapat terlihat bahwa Desa
Pematang Cengal mempunyai pola penggunaan lahan sebagai sawah yang terbesar
sedangkan Desa Kwala Serapuh mempunyai pola penggunaan lahan bukan sawah
yang terbesar. Hal ini diakibatkan oleh letak geografis desa tersebut berbeda. Desa
Pematang Cengal memang termasuk salah satu daerah pesisir di Kecamatan
Tanjung Pura tetapi keadaan tanahnya lebih bagus untuk pertanian daripada Desa
Kwala Serapuh yang sebagaian besar lahannya dijadikan kolam-kolam tambak.
li
Tabel. 4.2
Luas Wilayah Menurut Pola Penggunaan Tanah
Desa/Kelurahan
Luas Daerah (Ha) Perumahan dan
Sawah
Bukan
Sawah
Pemukiman
(Ha)
1. Serapuh Asli 30 759 16
2. Pematang Tengah 60 107,5 32,5
3. Paya Perupuk 50 219,5 30,5
4. Pekan T. Pura 0 81,5 168,5
5. Lalang 53 150 29
6. Pantai Cermin 614 436,5 97,5
7. Pekubuan 180 403 57
8. Teluk Bakung 88 423,5 48,5
9. Pematang Serai 165 546,5 38,5
10. Baja Kuning 248 175,5 26,5
11. Pulau Banyak 337 367,5 45,5
12. Pematang Cengal 1130 712,55 107,45
13. Kwala Serapuh 196 2239,5 25,5
lii
14. Kwala Langkat 96 876,5 27,5
15. Bubun Suka Maju 2 1405 33
16. Tapak Kuda 0 615 25
17. Karya Maju 459 716,5 45,5
18. Suka Maju 688 293 50
19. Pematang Cengal Barat 480 246,45 23,55
Jumlah 4876 10774,5 927,5
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
4.5 Banyaknya Lingkungan, Dusun, RW dan RT
Berikut ini adalah perincian banyaknya lingkungan, dusun, RW dan RT di
setiap desa/ kelurahan :
Tabel. 4.3
Jumlah Lingkungan, Dusun, RW dan RT
No. Desa/Kelurahan Lingkungan Dusun RW RT
1. Serapuh Asli 0 3 4 8
2. Pematang Tengah 0 5 9 16
3. Paya Perupuk 0 5 10 19
4. Pekan T. Pura 12 0 12 24
5. Lalang 0 3 4 6
6. Pantai Cermin 0 12 22 44
7. Pekubuan 0 10 15 30
8. Teluk Bakung 0 8 7 14
9. Pematang Serai 0 7 7 11
10. Baja Kuning 0 6 10 20
11. Pulau Banyak 0 8 8 14
12. Pematang Cengal 0 13 18 36
liii
13. Kwala Serapuh 0 4 7 10
14. Kwala Langkat 0 6 7 10
15. Bubun Suka Maju 0 8 10 16
16. Tapak Kuda 0 5 7 10
17. Karya Maju 0 8 5 10
18. Suka Maju 0 9 8 16
19. Pematang Cengal Barat 0 6 0 0
Jumlah 12 126 170 314
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
4.6. Gambaran Umum Penduduk Kecamatan Tanjung Pura
4.6.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 4.4
Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. Desa/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Serapuh Asli 543 562 1.105
2 Pematang Tengah 1.496 1.491 2.987
3 Paya Perupuk 1.390 1.344 2.734
4 Pekan Tg. Pura 6.981 6.683 13.664
5 Lalang 1.089 1.050 2.139
6 Pantai Cermin 2.722 2.659 5.381
7 Pekubuan 2.417 2.369 4.786
8 Teluk Bakung 1.966 1.869 3.835
9 Pematang Serai 1.301 1.268 2.569
10 Baja Kuning 1.074 989 2.063
11 Pulau Banyak 1.626 1.567 3.193
12 Pematang Cengal 4.290 4.048 8.338
13 Kwala Serapuh 1.010 895 1.905
liv
14 Kwala Langkat 938 804 1.742
15 Bubun 1.491 1.494 2.985
16 Tapak Kuda 1.069 1.072 2.141
17 Karya Maju 1.164 1.137 2.301
18 Suka Maju 1.706 1.665 3.371
19 Pematang Cengal Barat 915 917 1.832
Jumlah 35.188 33.883 69.071
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Jumlah penduduk Kecamatan Tanjung Pura ± 69071 jiwa. Berdasarkan
Tabel 4.4, terlihat bahwa komposisi penduduk Kecamatan Tanjung Pura ini
berdasarkan jenis kelamin. Tercatat bahwa 35.188 jiwa penduduk Kecamatan
Tanjung Pura ini berjenis kelamin laki-laki dan 33.883 jiwa penduduk berjenis
kelamin perempuan.
4.6.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia
Tabel 4.5
Distribusi Penduduk Menurut Usia
No. Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 00-04 3.933 3.823 7.756
2 05-09 3.755 3.650 7.405
3 10-14 4.017 3.949 7.966
4 15-19 4.416 3.868 8.284
5 20-24 3.919 3.552 7.471
6 25-29 2.831 2.710 5.541
7 30-34 2.640 2.488 5.128
8 35-39 2.137 2.268 4.405
9 40-44 2.028 2.001 4.029
lv
10 45-49 1.567 1.429 2.996
11 50-54 1.186 1.116 2.302
12 55-59 724 868 1.592
13 60-64 774 778 1.552
14 65-69 490 568 1.058
15 70-74 398 410 808
16 75+ 373 405 778
Jumlah 35.188 33.883 69.071 Sumber: KSK Kec. Tanjung Pura (2007)
4.6.3 Komposisi Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kecamatan Tanjung Pura pada umumnya menganut Agama
Islam, selengkapnya diuraikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa penduduk Kecamatan Tanjung Pura
mayoritas menganut Agama Islam yaitu sebanyak 63.994 orang, kemudian
penganut Agama Budha sebanyak 4.179 orang, Kristen Protestan 784 orang,
Kristen Katholik 70 orang dan Hindu 44 Orang.
4.6.4 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa
Tabel 4.6
Distribusi Penduduk Menurut Suku Bangsa
No. Nama Suku Bangsa Jumlah Persentase
(Jiwa) (%)
1 Melayu 29.470 42,28
2 Jawa 25.434 36,49
3 Cina 2.635 3,78
4 Madina 2.140 3,07
5 Minang 1.157 1,66
6 Tapanuli / Tob 962 1,38
7 Karo 934 1,34
8 Pak-pak 91 0,13
lvi
9 Simalungun 56 0,08
10 Nias 35 0,05
11 Lainnya 6.789 9,74
Jumlah 69.701 100 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Tabel 4.7
Distribusi Penduduk Menurut Agama yang Dianut
No. Desa / Kelurahan Islam Katholik Protestan Hindu Budha Jumlah
1 Serapuh Asli 1.105 1.105
2 Pematang Tengah 2.987 2.987
3 Paya Perupuk 2.723 5 6 2.734
4 Pekan Tg. Pura 8.823 39 632 37 4.134 13.665
5 Lalang 2.139 2.139
6 Pantai Cermin 5.356 25 5.381
7 Pekubuan 4.730 31 25 4.786
8 Teluk Bakung 3.797 29 2 6 3.834
9 Pematang Serai 2.540 29 2.569
10 Baja Kuning 2.059 4 2.063
11 Pulau Banyak 3.193 3.193
12 Pematang Cengal 8.286 52 8.338
13 Kwala Serapuh 1.905 1.905
14 Kwala Langkat 1.742 1.742
15 Bubun 2.967 18 2.985
16 Tapak Kuda 2.141 2.141
17 Karya Maju 2.301 2.301
18 Suka Maju 3.368 3 3.371
19 Pematang Cengal Barat 1.832 1.832
Jumlah 63.994 70 784 44 4.179 69.071 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
lvii
4.6.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Penduduk Kecamatan Tanjung Pura pada umumnya mempunyai mata
pencaharian yang bervariasi, namun mayoritas penduduknya bekerja di sektor
non-formal seperti pedagang, petani, nelayan dan lain-lain. Serta mata
pencaharian lain seperti PNS, TNI, POLRI, BUMN. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 4.8
Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah
(Jiwa)
1 Pertanian 6.539
2 Pedagang 3.654
3 Nelayan 4.125
4 Buruh 1.416
5 PNS, TNI dan POLRI 1.033
6 BUMN 254
7 Industri 226
8 Lain-lain 3.546
Jumlah 19.333 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa jenis mata pencaharian masyarakat Kec.
Tanjung Pura didominasi bidang pertanian yang menyerap 6.539 orang, pedagang
sebanyak 3.654 orang, nelayan 2665 orang dan lain sebagainya. Untuk secara
lviii
spesifik, khusus untuk masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura dapat
dilihat pada Tabel 4.9:
Tabel 4.9
Distribusi Mata Pencaharian Penduduk Wilayah Pesisir
Kecamatan Tanjung Pura
M A T A P E N C A H A R I A N
Nelayan Budidaya Ikan Petani Wiraswasta Lain - Lain Jumlah
Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK
4.125 2.068 159 110 7.471 2.023 711 259 96 65 17.087
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Langkat (2008)
4.7 Sarana dan Prasarana Kecamatan Tanjung Pura
4.7.1 Jarak dan Waktu Tempuh Ke Ibukota Kecamatan
Adapun jarak dan waktu tempuh dari Kecamatan Tanjung Pura ke Ibukota
Kabupaten Langkat adalah ± 18 Km, Jarak ke Ibukota Propinsi ± 60 Km. Waktu
tempuh ke Ibukota Kabupaten, lebih kurang 30 menit jika menggunakan angkutan
umum. Untuk selengkapnya seperti diuraikan pada Tabel 4.10.
lix
Tabel 4.10
Jarak dari Ibukota Kecamatan Ke Kantor Kepala Desa
No. Desa / Kelurahan
Jarak dari Kantor Kepala
Desa Ke Ibukota Kecamatan
(Km) 1 Serapuh Asli 3,00
2 Pematang Tengah 2,50
3 Paya Perupuk 2,00
4 Pekan Tg. Pura 0,25
5 Lalang 1,00
6 Pantai Cermin 3,50
7 Pekubuan 1,20
8 Teluk Bakung 2,00
9 Pematang Serai 6,00
10 Baja Kuning 5,00
11 Pulau Banyak 6,50
12 Pematang Cengal 8,00
13 Kwala Serapuh 25,00
14 Kwala Langkat 24,00
15 Bubun 17,00
16 Tapak Kuda 18,00
17 Karya Maju 5,00
18 Suka Maju 9,00
19 Pematang Cengal Barat 8,00
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
lx
Berdasarkan Tabel 4.10, desa yang terjauh dari Ibukota Kecamatan
adalah Desa Kwala Serapuh yakni 25 Km, kemudian Desa Kwala Langkat yakni
24 Km. Perjalanan ke kedua desa ini tidak dapat dilakukan dengan jalan darat
melainkan dengan kapal motor penumpang.
4.7.2 Sarana Transportasi
Sarana pengangkutan antar kota, setiap hari ada angkot atau bus antar kota.
Untuk antar desa, setiap hari ada angkutan desa atau becak baik yang bermotor
atau tidak. Khusus untuk angkutan desa, tidak semua desa mempunyai mobil
angkutan pedesaan hal ini diakibatkan oleh sarana jalan yang kurang memadai
maka untuk daerah yang belum mempunyai angkutan desa tersebut perannya
digantikan oleh ojek. Kecamatan Tanjung Pura mempunyai pengangkutan
perairan yang membawa penumpang menuju daerah-daerah pesisir yang tidak
dapat dilalui oleh jalan darat. Pada Tabel 4.11 diuraikan panjang jalan dan
jenisnya yang ada di setiap desa.
Dari Tabel 4.11 di dapat kita lihat jumlah panjang jalan di Kecamatan
Tanjung Pura 1.961,4 Km. jumlah jalan yang diaspal sepanjang 47,7 Km,
diperkeras sepanjang 708 Km, jalan tanah sepanjang 815,7 Km, jalan setapak
sepanjang 390 Km
lxi
Tabel 4.11
Panjang Jalan Menurut Jenisnya
No. Desa / Kelurahan Aspal Diperkeras Jalan Jalan
Jumlah Tanah Setapak
1 Serapuh Asli 2,0 20,0 20,0 15,0 57,0
2 Pematang Tengah 3,0 40,0 5,0 20,0 68,0
3 Paya Perupuk 2,0 10,0 20,0 10,0 42,0
4 Pekan Tg. Pura 15,0 20,0 0,0 0,0 35,0
5 Lalang 2,0 25,0 10,0 15,0 52,0
6 Pantai Cermin 5,0 117,0 213,0 100,0 435,0
7 Pekubuan 3,0 50,0 50,0 20,0 123,0
8 Teluk Bakung 4,0 35,0 15,0 20,0 74,0
9 Pematang Serai 2,0 65,0 10,0 10,0 87,0
10 Baja Kuning 2,5 35,0 15,0 20,0 72,5
11 Pulau Banyak 2,2 35,0 15,0 15,0 67,2
12 Pematang Cengal 5,0 96,0 174,0 60,0 335,0
13 Kwala Serapuh 0,0 10,0 80,0 10,0 100,0
14 Kwala Langkat 0,0 10,0 20,0 10,0 40,0
15 Bubun 0,0 30,0 40,0 15,0 85,0
16 Tapak Kuda 0,0 30,0 20,0 10,0 60,0
17 Karya Maju 0,0 30,0 40,0 10,0 80,0
18 Suka Maju 0,0 50,0 60,0 20,0 130,0
19 Pematang Cengal Barat 0,0 0,0 8,7 10,0 18,7
Jumlah 47,7 708,0 815,7 390,0 1961,4
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
4.7.2 Sarana Rumah Ibadah
lxii
Tabel 4.12
Distribusi Sarana Rumah Ibadah
No. Desa / Kelurahan Mesjid Musholla Gereja Kuil Vihara Jumlah
1 Serapuh Asli 1 1 0 0 0 2
2 Pematang Tengah 1 3 0 0 0 4
3 Paya Perupuk 1 2 0 0 0 3
4 Pekan Tg. Pura 3 17 1 0 3 24
5 Lalang 1 3 0 0 0 4
6 Pantai Cermin 5 6 0 0 0 11
7 Pekubuan 2 6 0 0 0 8
8 Teluk Bakung 1 5 0 0 0 6
9 Pematang Serai 3 5 0 0 1 9
10 Baja Kuning 1 4 0 0 0 5
11 Pulau Banyak 3 7 0 0 0 10
12 Pematang Cengal 11 8 0 0 0 19
13 Kwala Serapuh 2 5 0 0 0 7
14 Kwala Langkat 1 1 0 0 0 2
15 Bubun 2 2 0 0 0 4
16 Tapak Kuda 1 0 0 0 0 1
17 Karya Maju 4 2 0 0 0 6
18 Suka Maju 2 2 0 0 0 4
19 Pematang Cengal Barat 1 5 0 0 0 6
Jumlah 46 84 1 0 4 135
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Pada Tabel 4.12 terlihat, jumlah sarana ibadah di Kecamatan Tanjung Pura
sebanyak 135 buah yang terdiri dari 46 mesjid, 84 musholla, 1 gereja dan 4
Vihara, sementara untuk kuil sama sekali tidak ada. Hal ini berarti bahwa
penduduk Kecamatan Tanjung Pura mayoritas memeluk agama Islam. Sebagian
penduduk yang menganut Agama Kristen, bila akan melakukan ibadah pada
lxiii
umumnya mereka pergi ke Kelurahan Pekan Tanjung Pura atau keluar daerah
Kecamatan Tanjung Pura.
4.7.4 Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis
Dapat kita lihat pada Tabel 4.13, bahwa Kecamatan Tanjung Pura hanya
mempunyai satu rumah sakit dan satu puskesmas yang terletak di ibukota
kecamatan, tujuh puskesmas pembantu, satu poliklinik, dua apotik dan 80
Posyandu yang tersebar di desa-desa. Pada umumnya, masyarakat-masyarakat
desa yang ingin berobat atau bersalin maka ke puskesmas atau poliklinik terdekat
namun, untuk situasi yang lebih darurat mereka akan pergi berobat ke rumah sakit
yang berada di ibukota kecamatan atau yang di luar kota seperti Stabat, Binjai
bahkan Medan. Hal ini terjadi karena keterbatasan tenaga medis yang ada, untuk
selengkapnya mengenai distribusi tenaga medis di Kecamatan Tanjung Pura dapat
kita lihat pada Tabel 4.14.
.Tabel 4.13
Distribusi Sarana Kesehatan
No. Desa / Kelurahan Rumah Puskes- Puskesmas Poli- Apotik Pos Sakit mas Pembantu Klinik Yandu
lxiv
1 Serapuh Asli 0 0 0 0 0 2
2 Pematang Tengah 0 0 1 0 0 4
3 Paya Perupuk 0 0 0 0 0 3
4 Pekan Tg. Pura 1 0 0 1 2 15
5 Lalang 0 0 0 0 0 2
6 Pantai Cermin 0 1 0 0 0 8
7 Pekubuan 0 0 0 0 0 5
8 Teluk Bakung 0 0 0 0 0 4
9 Pematang Serai 0 0 1 0 0 4
10 Baja Kuning 0 0 0 0 0 5
11 Pulau Banyak 0 0 1 0 0 4
12 Pematang Cengal 0 0 1 0 0 12
13 Kwala Serapuh 0 0 1 0 0 3
14 Kwala Langkat 0 0 1 0 0 2
15 Bubun 0 0 1 0 0 1
16 Tapak Kuda 0 0 1 0 0 1
17 Karya Maju 0 0 0 0 0 2
18 Suka Maju 0 0 0 0 0 3
19 Pematang Cengal Barat 0 0 0 0 0 0
Jumlah 1 1 8 1 2 80
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Tabel 4.14
Distribusi Tenaga Medis
No. Desa / Kelurahan Dokter Perawat Bidan Dukun Jumlah Bayi 1 Serapuh Asli 0 1 1 1 3
2 Pematang Tengah 0 1 3 3 7
lxv
3 Paya Perupuk 0 2 3 2 7
4 Pekan Tg. Pura 4 7 12 1 24
5 Lalang 0 2 3 2 7
6 Pantai Cermin 0 2 4 5 11
7 Pekubuan 0 1 6 4 11
8 Teluk Bakung 0 1 4 4 9
9 Pematang Serai 0 1 1 3 5
10 Baja Kuning 0 1 3 3 7
11 Pulau Banyak 0 2 1 5 8
12 Pematang Cengal 0 2 3 11 16
13 Kwala Serapuh 0 1 1 5 7
14 Kwala Langkat 0 1 1 3 5
15 Bubun 0 2 1 3 6
16 Tapak Kuda 0 0 1 2 3
17 Karya Maju 0 1 0 2 3
18 Suka Maju 0 0 0 2 2
19 Pematang Cengal Barat 0 0 1 1 2
Jumlah 4 28 49 62 143
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Berdasarkan Tabel 4.13 dan 4.14 dapat dilihat bahwa, Kelurahan Pekan
merupakan desa/kelurahan yang mempunyai fasilitas medis yang terlengkap
karena kelurahan ini satu-satunya yang mempunyai dokter sebagai tenaga
medisnya. Maka tidak jarang penduduk desa atau kelurahan lain yang datang
untuk berobat atau bersalin ke Kelurahan Pekan Tanjung Pura.
Sarana Listrik dan Telepon Rumah
Tabel 4.15
Distribusi Rumah Tangga Pelanggan Listrik dan Telepon Rumah
No. Desa / Kelurahan Listrik RT
PLN Non-PLN Pelanggan telepon
lxvi
1 Serapuh Asli 148 - 12
2 Pematang Tengah 297 - 32
3 Paya Perupuk 463 - 61
4 Pekan Tg. Pura 2.486 - 1.112
5 Lalang 284 - 8
6 Pantai Cermin 671 75 -
7 Pekubuan 498 - 33
8 Teluk Bakung 257 - 51
9 Pematang Serai 401 - 21
10 Baja Kuning 113 - 9
11 Pulau Banyak 221 - 16
12 Pematang Cengal 503 75 -
13 Kwala Serapuh 15 321 -
14 Kwala Langkat 221 - -
15 Bubun 323 12 -
16 Tapak Kuda 217 - -
17 Karya Maju 112 - -
18 Suka Maju 175 - -
19 Pematang Cengal Barat 525 - -
Jumlah 7.930 483 1.355 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Berdasarkan Tabel 4.15 terlihat bahwa seluruh desa telah terjangkau oleh
listrik PLN walaupun ada juga yang menggunakan listrik non-PLN. Hal ini
diakibatkan oleh industri-industri tambak yang tidak memungkinkan memakai
listrik PLN dan juga ada beberapa lokasi pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau
oleh listrik PLN.
lxvii
4.7.5 Sarana Pendidikan
Pada umumnya, untuk desa/ kelurahan lain yang belum/tidak memiliki
sekolah SMP atau SMA di desa/ kelurahannya, anak-anak usia sekolah banyak
yang pergi sekolah ke desa/ kelurahan terdekat bahkan jika ekonomi
memungkinkan ada yang bersekolah di ibukota kecamatan atau bahkan kekota-
kota tetangga. Biasanya, mereka yang sekolah di luar desa/ kelurahannya
dititipkan kepada sanak-familinya ataupun kos. Selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 4.16.
Pada Tabel 4.16 terlihat bahwa setiap desa/kelurahan di Kecamatan
Tanjung Pura telah memiliki sekolah SD baik negeri maupun swasta yakni
sebanyak 59 sekolah. Untuk SMP baik negeri maupun swasta sebanyak 23 buah
dan SMA baik negeri atau swasta sebanyak 12 buah.
Tabel 4.16
Sarana Pendidikan
No. Desa / Kelurahan MDA SD SMP SMA
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 1 Serapuh Asli 1 2 0 0 1 0 0
2 Pematang Tengah 1 1 0 0 1 0 0
3 Paya Perupuk 0 1 0 0 0 0 0
lxviii
4 Pekan Tg. Pura 3 10 3 2 5 3 6
5 Lalang 1 1 0 1 0 0 0
6 Pantai Cermin 0 3 2 1 0 0 0
7 Pekubuan 2 3 0 1 0 1 0
8 Teluk Bakung 1 1 1 0 1 0 1
9 Pematang Serai 0 1 2 0 0 0 0
10 Baja Kuning 0 1 1 0 0 0 0
11 Pulau Banyak 1 2 1 0 2 0 1
12 Pematang Cengal 1 6 3 0 1 0 0
13 Kwala Serapuh 2 2 0 0 0 0 0
14 Kwala Langkat 1 1 0 0 0 0 0
15 Bubun 0 1 1 0 1 0 0
16 Tapak Kuda 0 1 0 0 0 0 0
17 Karya Maju 1 1 1 0 0 0 0
18 Suka Maju 0 3 1 0 0 0 0
19 Pematang Cengal Barat 0 1 1 0 0 0 0
Jumlah 15 42 17 5 12 4 8
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
lxix
BAB V
HASIL DAN ANALISA DATA
5.1 Data Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan dijelaskan hasil penelitian yang dilakukan di
Lembaga Keuangan Mikro Swamitra Mina Unit Usaha Koperasi Nelayan Langkat
di Kecamatan Tanjung Pura. Dalam penelitian ini sebanyak 221 orang yang terdiri
dari masyarakat yang telah mendapatkan bantuan pinjaman ataupun yang ingin
mendapatkan pinjaman dari LKM Swamitra Mina sebagai wujud dari pelaksanaan
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. teknik pengumpulan data
yang dilakukan penulis diantaranya ada metode angket dan wawancara, dengan
menggunakan metode ini penulis berusaha mengelola data dan mentabulasikan
angket yang terkumpul guna menyelesaikan skripsi ini.
Tabel 5.1
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Pria 159 72
2 Wanita 62 28
Jumlah 221 100
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa, jenis kelamin pria yang
dijadikan responden ada sebanyak 159 orang responden (72%) dan jenis kelamin
wanita yang dijadikan responden sebanyak 62 orang responden (28%).
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jawaban didominasi
oleh kategori pria (72%). Hal ini terjadi karena pria merupakan tulang punggung
lxx
keluarga yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup
keluarganya dan biasanya para pria memiliki kekuasaan yang lebih dominan
dalam membuat keputusan di dalam sebuah keluarga dibandingkan dengan para
wanita.
Tabel 5.2
Identitas Responden Berdasarkan Usia
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 < 20 tahun 2 0,9
2 20 - 25 tahun 31 14,0
3 26 - 30 tahun 25 11,3
4 31 - 35 tahun 31 14,0
5 36 - 40 tahun 39 17,6
6 41 - 45 tahun 30 13,6
7 46 - 50 tahun 24 10,9
8 51 - 55 tahun 26 11,8
9 > 56 tahun 13 5,9
Jumlah 221 100
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa usia peminjam yang menjadi
responden di LKM Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat pada kategori
kurang dari 20 tahun ada sebanyak 2 orang responden (0,9%), kategori 20-25
tahun ada 31 orang responden (14%), kategori 26-30 tahun ada 25 orang
responden (11,3%), kategori 31-35 tahun ada 31 orang responden (14%), kategori
36-40 tahun ada 39 orang responden (17,6%), kategori 41-45 tahun ada 30 orang
responden (13,6%), kategori 46-50 tahun ada 24 orang responden (10,9%),
kategori 51-55 ada 26 orang responden (11,8%) dan kategori lebih dari 56 tahun
ada 13 orang responden (5,9%).
lxxi
Data ini menunjukkan bahwa usia yang paling banyak mendapatkan
pinjaman adalah pada rentang usia 36-40 tahun (17,6%) walaupun tidak
menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan kategori lainnya.
Sebanyak 158 responden diharapkan dapat meningkatkan performa
usahanya dan dapat menopang kelompok usia non-produktif yang berada di
tanggungannya.
Tabel 5.3
Identitas Responden Berdasarkan Agama
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Islam 220 99,55
2 Kristen Protestan 1 0,45
Jumlah 221 100
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden yang beragama
Islam ada sebanyak 220 orang (99,55%) dan satu orang responden yang beragama
Kristen Protestan (0,45%). Data ini sesuai dengan data kependudukan dari kantor
Camat yang menyatakan bahwa penduduk Kecamatan Tanjung Pura mayoritas
Islam.
Keadaan ini tidak merepresentasikan bahwa Swamitra Mina koperasi
Nelayan Langkat melakukan pembedaan terhadap sekelompok atau orang tertentu
karena Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat memberikan pelayanan kepada
semua masyarakat pesisir tanpa memandang agama, suku dan ras.
lxxii
Tabel 5.4
Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Melayu 150 67,87
2 Jawa 58 26,24
3 Batak 11 4,98
4 Karo 2 0,91
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa masyarakat yang mendapat
fasilitas pinjaman bersuku Melayu sebanyak 150 orang (67,87%), suku Jawa
sebanyak 58 orang responden (26,24%), suku Batak 11 orang responden (4,98%)
dan suku Karo dua orang responden (0,90%).
Adapun yang menjadi penyebab suku Melayu menjadi mayoritas
dikarenakan Kecamatan Tanjung Pura merupakan pusat kebudayaan melayu yang
ada di Kabupaten Langkat. Selain suku Melayu, suku Jawa juga menjadi suku
yang mendominasi Kecamatan Tanjung Pura. Keberadaan hal ini dapat dilihat dari
keberadaan suku Jawa yang sebenarnya hampir ada di setiap daerah karena
keberadaannya yang sangat banyak di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.
Tabel 5.5
Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 2 0,91
2 SD Sederajat 17 7,69
3 SMP Sederajat 70 31,67
4 SMA sederajat 107 48,42
5 Pendidikan Tinggi Sederajat 25 11,31
lxxiii
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden
mayoritas tamat pendidikan SMA sederajat yakni sebanyak 107 orang responden
(48,42%), kemudian tamat SMP sederajat sebanyak 70 orang responden (31,67%),
tamat pendidikan tinggi sederajat sebanyak 25 orang responden (11,31%), tamat
pendidikan SD sederajat sebanyak 17 orang responden (7,69%) dan yang tidak
sekolah sebanyak 2 orang responden (0,90%).
Tingkat pendidikan responden secara langsung ataupun tidak akan
mempengaruhi pola fikir tentang memilih kebutuhan dan keinginan serta
kesadaran untuk bertanggung jawab.
Bila melihat data, mayoritas responden berpendidikan SMA maka
diharapkan kreatifitas dan tanggung jawab dalam mengelola rumah tangganya
akan dapat lebih baik lagi, akan tetapi masih terdapat 89 responden yang tingkat
pendidikannya di bawah SMA sederajat sehingga dikhawatirkan ada perbedaan
pola berfikir mengenai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
lxxiv
Tabel 5.6
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Wirausaha 221 100
Jumlah 221 100
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa semua responden yakni
sebanyak 221 orang bergerak dalam bidang wirausaha (100%).
Khusus untuk kaum perempuan pada umumnya mereka berwirausaha
untuk bekerja menambah penghasilan keluarga. Hal ini didukung oleh hasil
wawancara dengan seorang responden,
“Kebutuhan sehari-hari aja kadang kurang, kalau mengharapkan pendapatan suami yang cuma nelayan Jadi untuk menambah penghasilan keluarga ya saya jualan kecil-kecilan di depan rumah,” (Ida Rusmala, 38)
Selanjutnya mengenai bidang usaha yang dibiayai oleh Swamitra Mina
dapat di lihat pada Tabel 5.7. Pada Tabel 5.7 dapat dilihat sebanyak 90 (40,72%)
orang responden bergerak di bidang pembeli hasil laut. Para pembeli hasil laut ini
merupakan para tokee yang membeli ikan hasil tangkapan para nelayan. Sangat
disayangkan tidak adanya nelayan yang mendapatkan pinjaman dalam penelitian
ini yang bergerak langsung dalam bidang usaha perikanan hanya toke/ tengkulak
yang membeli hasil tangkapan dari para nelayan, sehingga dikhawatirkan
hubungan patron-client yang kurang menguntungkan bagi nelayan akan terus
berlangsung.
Tabel 5.7
lxxv
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Usaha
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Agen Kelapa 4 1,81 2 Agen Minyak 1 0,45 3 Bengel Sepeda Motor 8 3,62 4 Doorsmeer Mobil & Spd. Motor 4 1,81 5 Jual Beli Ayam 1 0,45 6 Kios Jajanan 12 5,43 7 Kosmetik 1 0,45 8 Penjual Makanan 8 3,62 9 Pedagang Buah 1 0,45
10 Pedagang Sembako 30 13,57 11 Pembeli Asam Potong 2 0,90 12 Pembeli Barang Bekas (Botot) 2 0,90 13 Pembeli Hasil Laut 90 40,81 14 Pembeli kayu 2 0,90 15 Pembuat dodol 2 0,90 16 Pembuat Kaporit 2 0,90 17 Pembuat Tahu 2 0,90 18 Pencari Keong 2 0,90 19 Penggali Pasir 2 0,90 20 Penjahit 10 4,52 21 Penjual Jamu 2 0,90 22 Penjual Pakaian 16 7,24 23 Penjual Sayuran 4 1,81 24 Penjual Sepatu 2 0,90 25 Ponsel 2 0,90 26 Salon 2 0,90 27 Supir 1 0,45 28 Tenda 1 0,45 29 Ternak kambing 5 2,26
Jumlah 221 100,00 Sumber: Data Primer 2009
Tabel 5.8
lxxvi
Alat Transportasi Yang Umum Digunakan Responden Menuju Kantor
Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat
No Kategori Frekuensi
(F)
Persentase
(%)
1 Berjalan kaki atau bersepeda 98 44,34
2 Dengan angkutan umum / sepeda motor 56 25,34
3 Boat / perahu dilanjutkan dengan kombinasi dari
kategori sebelumnya di atas 67 30,32
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa 98 orang responden (44,34%) umumnya
datang ke kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat dengan berjalan kaki
atau bersepeda, 56 orang responden (25,34%) umumnya datang dengan angkutan
umum atau bersepeda motor dan 67 orang responden (30,32%) umumnya datang
menggunakan boat/ perahu kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki atau
angkutan umum.
Hal ini menunjukkan alat transportasi yang umumnya digunakan untuk
menuju kantor Swamitra Mina yang dibutuhkan setiap responden berbeda-beda
menurut jaraknya. Responden yang paling jauh datang ke Kantor Swamitra
umumnya dengan boat/ perahu.
Tabel 5.9
lxxvii
Pengetahuan Responden Mengenai Partisipasinya dalam Pelaksanaan
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
di Kecamatan Tanjung Pura
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Tahu 33 14,93
2 Tidak Tahu 188 85,07
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.9 menunjukkan bahwa hanya 33 orang responden
(14,93%) yang mengetahui bahwa di Kecamatan Tanjung Pura sedang
dilaksanakan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Selebihnya
sekitar 188 orang responden (85,07%) menyatakan tidak mengetahui bahwa di
daerah ini sedang dilaksanakan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir.
Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pelaksanaan program ini
tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan program
ini. Karena keterlibatan masyarakat secara langsung akan memperkuat kekuasaan
masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan.
Tapi pihak koperasi mempunyai alasan tersendiri untuk tidak
memberitahukan tentang program ini kepada masyarakat umum, karena koperasi
sendiri mempunyai pengalaman yang buruk pada saat awal-awal program ini
berjalan ketika dihadapkan dengan para peminjam-peminjam yang macet. Karena
sebagian besar kredit macet yang terjadi karena si peminjam mengetahui bahwa
program ini adalah bantuan pemerintah sehingga terjadi banyak kerugian yang di
alami oleh koperasi. Akan tetapi kepada masyarakat pesisir informasi tentang ini
diberitahukan sesuai dengan tujuan Program PEMP.
lxxviii
Tabel 5.10
Sumber Informasi Responden Mengenai Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura
No Kategori Frekuensi (F) Persentase %
1 Pengurus Koperasi 15 45,45
2 Anggota Koperasi 18 54,55
Jumlah 33 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Berdasarkan data pada Tabel 5.10, dari 33 responden yang mengetahui
bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini sedang
dilaksanakan sebanyak 15 orang responden (45,45%) mengetahui informasi ini
dari pengurus koperasi dan sebanyak 18 orang responden (54,55%) mengetahui
hal ini dari anggota koperasi.
Data di atas menunjukkan yang banyak berperan aktif dalam
penyampaian informasi mengenai program ini adalah para pengurus dan anggota
koperasi. Hal diperkuat dengan sebuah wawancara dengan Bapak Amir Chan
selaku Ketua koperasi Nelayan Langkat, sebagai berikut:
“Biasanya yang menyampaikan informasi mengenai PEMP ini adalah para pengurus dan anggota Koperasi Nelayan Langkat, karena mereka lebih tahu tentang program ini”.
Tabel 5.11
Pendapat Responden Mengenai Pihak Yang Paling Berhak Mendapatkan
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
lxxix
1 Anggota Koperasi 33 14,93
2 Masyarakat Pesisir 69 31,22
3 Masyarakat Umum 119 53,85
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Dari data pada Tabel 5.11 secara mayoritas menunjukkan bahwa 119
orang responden (53,85%) berpendapat program ini paling berhak kepada
masyarakat umum, 69 responden (31,22%) berpendapat paling berhak kepada
masyarakat pesisir dan 33 (14,93%) orang responden berpendapat program ini
paling berhak kepada anggota koperasi.
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini menurut
pedoman umum Program PEMP yang paling berhak mendapatkannya sebenarnya
adalah masyarakat pesisir yang menjadi anggota koperasi. Karena diharapkan
kepada masyarakat pesisir ini mereka dapat memberdayakan kemampuannya
dalam mengelola simpan pinjam dan berkarya melalui koperasi sehingga sesuai
dengan visi misi koperasi yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya
secara khusus dan masyarakat pesisir secara umum. Sehingga anggota koperasi
dan koperasinya sendiri ikut maju.
Menurut penulis hal ini terjadi dikarenakan minimnya informasi yang
diberikan oleh Koperasi Nelayan Langkat kepada masyarakat di Kecamatan
Tanjung Pura.
Tabel 5.12
Status Responden di Koperasi Nelayan Langkat
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Anggota 33 14,93
2 Bukan Anggota 188 85,07
lxxx
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa sebanyak 188 responden
(85,07%) bukan anggota Koperasi Nelayan Langkat dan sebanyak 33 orang
responden (14,93%) merupakan anggota dari Koperasi Nelayan Langkat.
Bila melihat data pada Tabel 5.11 maka dapat digambarkan bahwa
sebagian besar responden yang mendapatkan pinjaman dari Koperasi Nelayan
Langkat bukanlah anggota koperasi.
Keadaan ini terjadi karena Koperasi Nelayan Langkat bersifat tertutup
terhadap perekrutan anggota koperasi yang baru. Sewaktu penulis melakukan
penelitian di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat, sama sekali tidak di
temukan brosur atau formulir permohonan untuk menjadi anggota koperasi yang
dapat dengan mudah di akses oleh siapapun.
Tabel 5.13
Status Keanggotaan Responden di Koperasi Nelayan Langkat
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 7 - 12 bulan 10 30,30
2 > 12 bulan 23 69,70
lxxxi
Jumlah 33 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Menurut data pada Tabel 5.13 di atas, 10 orang responden (30,30%)
telah menjadi anggota Koperasi Nelayan Langkat selama 7 - 12 bulan dan 23
orang responden (69,70%) telah menjadi anggota Koperasi Nelayan Langkat
selama lebih dari 12 bulan.
Tabel 5.14
Ketepatan Sasaran Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
Menurut Responden
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Tepat Sasaran 188 85,07
2 Tidak Tepat Sasaran 33 14,93
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Dari data pada Tabel 5.14 menunjukkan bahwa 188 responden (85,07%)
menyatakan bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir yang
dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Pura ini sudah tepat sasaran. Sedangkan 33
responden lainnya (14,93%) menyatakan bahwa program ini tidak tepat sasaran.
Responden yang menyatakan sudah tepat sasaran banyak beralasan karena
dengan adanya Program PEMP ini mereka sangat terbantu dalam kebutuhan
permodalan untuk usaha mereka. Sedangkan responden yang menyatakan tidak
tepat sasaran beralasan karena seharusnya yang berhak mendapatkan bantuan dari
Program PEMP ini adalah mereka yang sudah menjadi anggota koperasi, karena
masyarakat pesisir diharapkan tidak hanya menjadi peminjam tetapi juga berperan
aktif dalam setiap kegiatan koperasi. Seperti yang disampaikan oleh Bapak
lxxxii
Irhamuddin selaku Manager Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat sebagai
berikut:
“Sangat dianjurkan kepada para para peminjam untuk menjadi anggota koperasi, karena tujuan utama PEMP ini adalah untuk meningkatkan kekuatan kelembagaan koperasi itu sendiri melalui peran serta para anggotanya, Tapi yang terjadi di sini sepertinya pihak koperasi tidak banyak bertindak untuk melakukan oerekrutan anggota baru. Mungkin mereka punya alasan sendiri”
Tabel 5.15
Persyaratan Yang Diperlukan Responden Dalam Mendapatkan Bantuan
Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Ada 221 100
Jumlah 221 100
Sumber ; Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.15 menunjukkan bahwa semua responden sebanyak
221 orang (100%) menyatakan bahwa mutlak diperlukan persyaratan untuk
mendapatkan bantuan pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir.
Responden menyatakan syarat-syarat yang bervariasi tapi umumnya
seperti; membuka rekening tabungan di Swamitra Mina Koperasi Nelayan
Langkat, mengajukan surat permohonan kredit, fotokopi KTP, fotokopi kartu
keluarga, rekening listrik terakhir dan jaminan.
Jaminan ini diperlukan apabila ada permohonan pengajuan kredit yang
nilainya lebih dari Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisir resiko kredit macet yang akan dihadapi oleh Swamitra Mina.
Seperti yang disampaikan seorang responden kepada penulis,
lxxxiii
“Ya iyalah, kalau mau minjam di sini ya banyak syaratnya. Tapi kalau di bawah dua juta biasanya gak perlu jaminan. Orang saya aja sudah delapan kali minjam di sini. Tapi ya dua juta ajalah paling banyak. Habis saya gak punya jaminannya.” (Sri Hartati, 31)
Tabel 5.16
Pengetahuan Responden Mengenai Prioritas Penerima Bantuan Pinjaman
dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Ada 216 97,74
2 Tidak Ada 5 2,26
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009 Dari data pada Tabel 5.16, menunjukkan bahwa 216 orang responden
(97,74%) menyatakan adanya prioritas pinjaman dari Program Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir ini dan lima orang responden (2,26%) menyatakan
tidak ada prioritas penerima pinjaman.
216 Responden yang menjawab “ada” beralasan karena terjadi perbedaan
dalam waktu proses pinjaman mereka, ada yang merasa temannya lebih cepat dan
ada yang merasa lambat. Sedangkan 5 orang responden yang menjawab “tidak
ada” karena mereka tidak tahu.
Menurut Pedoman Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
secara umum program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan dalam hal ini koperasi sebagai
wadah penggalangan partisipasi masyarakat dan mempunyai sasaran akhir yaitu
masyarakat pesisir dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor usaha
perikanan dan kelautan. Maka yang menjadi prioritas dalam program ini adalah
lxxxiv
masyarakat pesisir Kecamatan Tanjung Pura yang menjadi anggota Koperasi
Nelayan Langkat. Untuk lebih lengkapnya mengenai responden yang menjawab
ada dapat dilihat pada Tabel 5.16.
Tabel 5.17
Pendapat Responden Mengenai Prioritas Penerima Bantuan Pinjaman dari
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Anggota Koperasi 33 15,28
2 Calon Anggota Koperasi 10 4,63
3 Masyarakat Pesisir 173 80,09
Jumlah 216 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Berdasarkan data pada Tabel 5.17, ada sebanyak 173 orang responden
(80,09%) berpendapat masyarakat pesisir mempunyai prioritas yang lebih tinggi
dalam penerimaan bantuan program ini, kemudian 33 orang responden (15,28%)
berpendapat bahwa anggota koperasi merupakan prioritas penerima bantuan
pinjaman dan 10 orang responden (4,63%) berpendapat calon anggota koperasi
yang menjadi prioritas dalam mendapatkan bantuan pinjaman.
Dari 33 orang responden yang berpendapat bahwa anggota koperasi
merupakan prioritas pemberian bantuan pinjaman dari program PEMP ini mereka
semuanya adalah anggota Koperasi Nelayan Langkat. Umumnya pendapat mereka
diikuti dengan pernyataan karena mereka adalah masyarakat pesisir dan
merupakan anggota Koperasi Nelayan Langkat. Sementara 173 orang responden
yang berpendapat bahwa masyarakat pesisir adalah prioritas dalam program
PEMP ini dikarenakan judul program yang diadakan oleh pemerintah ini yaitu
lxxxv
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Hal ini disampaikan dalam
suatu wawancara dengan responden.
“Ya jelas untuk masyarakat pesisirlah.. Judulnya aja sudah jelas-jelas menyebutkan masyarakat pesisir.”(Rusmala, 49).
Tabel 5.18
Pendapat Responden Mengenai Diskriminasi dalam Mendapatkan Bantuan
Pinjaman
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Tidak ada 221 100
Jumlah 221 100
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.18 menunjukkan bahwa 221 orang responden (100%)
menyatakan tidak mengalami diskriminasi dalam mengajukan ataupun dalam
mendapatkan pinjaman.
Sebagaimana wawancara penulis dengan responden,
“Bapak gak pernah dibedain sama mereka walaupun mata Bapak buta sebelah. Yang ada malah kita sering bercanda. Kami ini udah kayak keluarg, habisnya selama 3 tahun ini saya selalu rutin datang ke sini sama teman-teman saya” (Abdul Karim, 53)
Tabel 5.19
Jumlah Pinjaman Yang Diajukan Responden
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 500.000 - 1.000.000 58 26,24
2 > 1.000.000 - 1.500.000 19 8,60
3 > 1.500.000 - 2.000.000 130 58,82
4 > 2.500.000 - 3.000.000 2 0,90
5 > 3.000.000 - 4.000.000 3 1,36
6 > 4.000.000 - 5.000.000 4 1,82
7 > 5.000.000 - 10.000.000 3 1,36
lxxxvi
8 > 10.000.000 2 0,90
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.20 menunjukkan bahwa ada sebanyak 58 orang
responden (26,24%) yang mengajukan pinjaman di antara Rp. 500.000 - Rp.
1.000.000, sebanyak 19 orang responden (8,60%) mengajukan pinjaman di antara
> Rp. 1.000.000 - Rp. 1.500.000, sebanyak 130 orang responden (58,82%)
mengajukan pinjaman > Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000, sebanyak 2 orang
responden (0,90%) mengajukan pinjaman > Rp. 2.500.000 - Rp. 3.000.000, 3
orang responden (1,36%) mengajukan pinjaman >Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000,
4 orang responden (1,81%) mengajukan pinjaman > Rp. 4.000.000 - Rp.
5.000.000, 3 orang responden (1,36%) mengajukan pinjaman > Rp.5.000.000 -
Rp. 10.000.000 dan 2 orang responden (0,90%) mengajukan pinjaman > Rp.
10.000.000.
Data ini juga menunjukkan bahwa seluruh responden berjumlah 221 orang
(100%) telah melakukan pengajuan pinjaman kepada Swamitra Mina Koperasi
Nelayan Langkat. Jumlah pengajuannya bervariasi,selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel.
Pinjaman Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000 menjadi mayoritas di Swamitra
Mina Koperasi Nelayan Langkat. Hal ini dikarenakan batas maksimum pinjaman
tanpa jaminan di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat. Hal ini dinyatakan
oleh seorang responden ketika penulis menyanyakan kenapa dia tidak mengajukan
pinjaman lebih dari Rp. 2.000.000 (Dua Juta Rupiah).
“Saya sanggupnya cuma sampai di dua juta aja. Kepingin sih lebih dari dua juta, biar lebih banyak modal yang bisa diputar.
lxxxvii
Tapi apa daya…. Saya tidak punya agunan. Jadi cukup dua juta ajalah” (Sri Hartati, 31)
Tabel 5.20
Jumlah Pinjaman Responden Yang Disetujui Swamitra Mina
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Rp. 500.000 - 1.000.000 57 25,79
2 Rp. 1.500.000 - 2.000.000 149 67,44
3 Rp. 5.000.000 - 6.000.000 10 4,52
4 Rp. 9.000.000 - 10.000.000 3 1,35
5 > Rp. 10.000.000 2 0,90
Jumlah 221 100,00
Sumber : Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.21 menunjukkan 57 orang responden (25,79%)
mendapat pinjaman Rp.500.00 - Rp. 1.000.000, 149 orang responden (67,42%)
mendapat pinjaman Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000, 10 orang responden (4,52%)
mendapatkan pinjaman Rp. 5.000.000 - Rp. 6.000.000, 3 orang responden
(1,35%) mendapatkan pinjaman Rp. 9.000.000 - Rp. 10.000.000 dan 2 orang
responden (0,90%) mendapatkan pinjaman di atas Rp. 10.000.000.
Terjadi perbedaan antara pinjaman yang di ajukan oleh responden dan
pinjaman yang diterima oleh responden. Hal-hal yang menjadi sebabnya selain
karena kurang kuatnya jaminan untuk pinjaman di atas Rp. 2.000.000 juga karena
analisa yang di buat oleh pembina kredit atas pengajuan pinjaman yang masuk
untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kredit macet.
Hal yang menarik, ada dua orang responden yang mendapatkan pinjaman
di atas Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Mereka yang mendapatkan
pinjaman ini berusaha di bidang pembeli botot (barang-barang bekas) dan pembeli
asam potong. Alasan Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat untuk menyetujui
lxxxviii
pinjaman ini karena mereka menilai performance usaha dan jaminan yang
diberikan layak untuk dibiayai.
Tabel 5.21
Jumlah Uang Yang Diterima
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Sama dengan kwitansi 221 100
Jumlah 221 100
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.22 menunjukkan bahwa 221 orang responden (100%)
menyatakan uang yang diterimanya sama dengan yang tertera dan yang
ditandatangani di kwitansi.
Dalam hal ini, jumlah pinjaman yang disetujui dengan uang yang
diberikan dan ditandatangani di kwitansi tidak sama jumlahnya karena biaya-
biaya yang timbul akibat perjanjian kredit dibebankan kepada peminjam. Untuk
memudahkan prosedur, maka biaya-biaya yang timbul dipotong di muka.
Tabel 5.22
Biaya - Biaya yang Dipungut
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Ada biaya-biaya 221 100
Jumlah 221 100
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.23 menunjukkan bahwa 221 orang responden (100%)
menyatakan ada dikenakan biaya - biaya dalam proses pencairan pinjaman
mereka.
lxxxix
Adapun biaya - biaya yang dikutip seperti; biaya provisi sebesar 2% dari
jumlah pinjaman yang disetujui, biaya materai, biaya asuransi dan pembukaan
rekening tabungan bagi nasabah yang baru. Biaya provisi yang sudah menjadi
ketentuan dalam pedoman swamitra sebagai pemasukan, sedangkan biaya lainnya
seperti biaya materai dan asuransi merupakan inisiatif dari Swamitra Mina
Koperasi Nelayan Langkat untuk memudahkan urusan dan mencegah hal-hal yang
tidak diinginkan. Sehingga, apabila peminjam meninggal dunia pinjaman
langsung ditutupi oleh asuransi sehingga tidak membebani keluarga ahli waris.
Tabel 5.23
Kesepakatan atas Biaya - Biaya yang Dipungut
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Sudah disepakati 89 40,27
2 Terpaksa disepakati 132 59,73
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.24 menunjukkan bahwa 89 orang responden (40,27%)
sudah menyepakati biaya - biaya yang timbul, 132 orang responden (59,73%)
menyatakan terpaksa menyepakati biaya - biaya yang timbul.
Responden yang menyatakan terpaksa menyepakati pada umumnya
disebabkan karena mereka tidak punya pilihan lain lagi, karena mereka benar -
benar membutuhkan dana tersebut. Biaya yang dirasakan paling memberatkan
oleh para responden adalah biaya asuransi. Demikian hal ini disampaikan dalam
suatu wawancara penulis dengan responden berhubungan dengan hal asuransi,
xc
“Mau macam mana lagi, terpaksalah saya ikut asuransi.Karena saya harus membeli bahan. Padahal saya belum tentu mati kalau saya tidak mati beruntunglah asuransinya” (Uli, 49)
Tabel 5.24
Pinjaman Yang Disetujui Oleh Koperasi
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Pinjaman Pertama 59 26,70
2 Pinjaman ke 2 - 3 83 37,56
3 Pinjaman ke 4 - 5 47 21,27
4 Pinjaman ke 6 - 7 26 11,76
5 Pinjaman ke 8 - 9 6 2,71
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.25 menunjukkan bahwa 59 orang responden (26,70%)
pinjaman yang diberikan koperasi merupakan pinjaman yang pertama kali, 83
orang responden (37,56%) merupakan pinjaman ke 2 - 3, 47 orang responden
(21,27%) merupakan pinjaman ke 4 - 5, 26 orang responden (11,76%) merupakan
pinjaman ke 6 - 7 dan 6 orang responden (2,71%) merupakan pinjaman ke 8 - 9.
xci
Jika diperhatikan data pada Tabel 5.25 terjadi penurunan terhadap
pinjaman yang disetujui oleh koperasi di mulai dari pinjaman ke 4 - 5, sampai
pinjaman ke 8 - 9.
Berdasarkan keterangan pembina kredit di Swamitra Mina Koperasi
Nelayan Langkat yakni Ibu Hj. Imelda, penurunan pinjaman yang disetujui dapat
terjadi karena beberapa sebab yaitu :
1. Nasabah sudah mulai dapat berusaha mandiri, sehingga mereka tidak
perlu di biayai lagi.
2. Terjadinya kemacetan terhadap kredit pinjaman yang lama, dan.
3. Biasanya, semakin sering nasabah melakukan pinjaman di Swamitra
Mina maka ia menginginkan nilai plafond pinjamannya bertambah
terus, tetapi hal ini belum tentu dapat disetujui oleh koperasi karena
tergantung atas jenis usaha yang akan di biayai sehingga mereka
memutuskan untuk berhenti dan meminjam di tempat lain.
Tabel 5.25
Status Pinjaman Responden
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Sudah lunas 32 14,48
2 Belum lunas 189 85,52
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
xcii
Data pada Tabel 5.26 menunjukkan bahwa 32 orang responden (14,48%)
sudah melunasi pinjaman mereka dan 189 orang responden (85,52%) pinjaman
mereka belum lunas.
Responden yang menyatakan pinjamannya sudah lunas kembali datang ke
Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat untuk mengajukan pinjaman yang
baru. Sedangkan responden yang belum lunas sedang menyicil pinjaman mereka.
Demikian keadaan responden yang ditemui penulis di kantor Swamitra Mina
Koperasi Nelayan Langkat.
Tabel 5.26
Waktu Yang Dibutuhkan Dalam Proses Pengurusan Pinjaman
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 < 7 hari 33 14,94
2 7 - 14 hari 146 66,06
3 15 - 21 hari 21 9,50
4 21 - 30 hari 21 9,50
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.27 menunjukkan bahwa 33 orang responden (14,93%)
menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung < 7 hari, 146 orang responden
(66,06%) menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung diantara 7 - 14 hari,
21 orang responden (9,50%) menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung
antara 15 - 21 hari dan 21 orang responden lainnya (9,50%) menyatakan proses
pinjaman mereka berlangsung di antara 21 - 30 hari.
xciii
Waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan pinjaman ini dipengaruhi
oleh jarak tempuh yang diperlukan dari rumah responden menuju Kantor
Swamitra Mina dan juga karena keterbatasan tenaga, seperti yang dituturkan oleh
Bapak Rusli, seorang Credit Support yang tugasnya untuk melakukan survey
terhadap pinjaman.
“Kami yang melaksanakan survey terhadap permohonan kredit yang masuk jumlahnya hanya tiga orang saja. Jadi kalau alamat pemohon tersebut masih dapat ditempuh dengan sepeda motor maka proses pengurusan pinjaman akan lebih cepat. Tapi jika alamatnya harus ditempuh dengan jalan sungai maka pemohon harus menunggu sampai jadwal kami ke sana.”
Tabel 5.27
Kendala Dalam Proses Pengurusan Pinjaman
No. Katagori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Ada 154 69,68
2 Tidak 67 30,32
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.28 menunjukkan bahwa 154 (orang responden
mempunyai kendala dalam proses pengurusan pinjaman dan 67 (30,32%) orang
responden menyatakan tidak menemukan kendala dalam proses pengurusan
pinjaman mereka.
Pada umumnya kendala - kendala yang dialami oleh responden dalam
pengurusan pinjaman mereka seperti ; kartu identitas (KTP/SIM) yang sudah tidak
berlaku lagi, tidak mempunyai agunan/jaminan untuk pinjaman yang lebih besar
jumlahnya dan jarak yang jauh dari rumah mereka menuju kantor Swamitra Mina.
xciv
Untuk mengantisipasi kendala - kendala yang dihadapi oleh nasabahnya
Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat memberi beberapa kemudahan yakni.
1. Untuk kartu identitas yang sudah lewat masa berlakunya, diberi
kemudahan cukup hanya dengan surat keterangan dari kepala desa
masing - masing ataupun resi.
2. Untuk mendapatkan pinjaman di atas Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah)
tanpa agunan, dapat dilakukan dengan cara memulai pinjaman dari Rp.
500.000,- secara bertahap menurut aturan Swamitra Mina dan nasabah
setiap saat harus dapat di monitoring kegiatan usahanya untuk
menentukan kelayakan pembiayaan pinjaman berikutnya.
3. Untuk jarak tempuh nasabah yang cukup jauh, Swamitra Mina
Koperasi Nelayan Langkat telah menetapkan kolektor yang di tunjuk
oleh Koperasi agar bertugas di desa masing-masing, sehingga untuk
proses pengajuan pinjaman yang sudah ditandatangani ataupun untuk
pembayaran cicilan pinjaman dapat di lakukan melalui kolektor. Akan
tetapi tidak semua nasabah mau dikutip oleh kolektor karena ada
tambahan biaya Rp. 1.000,- (seribu rupiah) perhari jika cicilan mereka
di kutip oleh kolektor. Lebih baik datang langsung ke kantor. Seperti
halnya yang disampaikan responden dalam suatu wawancara,
“Daripada saya harus menambah cicilan saya seribu sehari, mendingan saya datang langsung ke kantor setiap satu atau dua minggu sekali, lagian saya berjualan disekitar sini juga kok….” (Abdul Karim, 38)
Pengembalian pinjaman dapat dilakukan dengan cara :
1. Menyetor langsung ke Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat.
xcv
2. Dikutip oleh kolektor dengan tambahan Rp. 1.000,- perhari.
Berdasarkan cara pengembalian pinjaman di atas, 154 orang responden
(69,68%) melakukan pengembalian pinjaman dengan cara menyetor langsung ke
Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat. Sedangkan 67 orang responden
(30,32%) menyatakan bahwa mereka melakukan pembayaran melalui kolektor
yang datang untuk mengutip angsuran pinjaman walaupun dengan tambahan
biaya Rp.1.000-,. Mereka merasa lebih nyaman jika di kutip oleh kolektor karena
tidak harus datang jauh-jauh ke Kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan
Langkat.
Tabel 5.28
Ketepatan Waktu Pengembalian Pinjaman
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Tepat Waktu 74 33,48
2 Tidak Tepat Waktu 147 66,52
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.29 menunjukkan bahwa 74 orang responden
(33,48%) mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu dan 147 orang responden
(66,52%) tidak mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu.
Responden yang tidak mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu
akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 3% perbulan sesuai dengan
ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.
Alasan responden yang tidak mengembalikan pinjaman dengan tepat
waktu cukup bervariasi tapi pada umumnya seperti berikut :
1. Menurunnya keuntungan.
2. Menurunnya penjualan dagangan.
xcvi
3. Modal yang menipis dan menurunnya perputaran uang.
Ketiga alasan yang dikemukakan oleh responden yang tidak dapat
mengembalikan pinjamannya dengan tepat waktu, hal ini terkait karena terjadinya
karena krisis ekonomi melanda dunia yang membuat turunnya daya beli
masyarakat, sehingga berpengaruh kepada penurunan penjualan dagangan,
keuntungan yang semakin menurun sehingga modal semakin menipis karena
lambatnya perputaran uang.
Tabel 5.29
Dasar Pengajuan Pinjaman
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Modal Usaha 221 100,00
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Dari hasil kuesioner yang didapat, maka responden yang menyatakan
dasar pengajuan pinjaman sebagai modal adalah 221 orang responden (100%).
Responden lebih memilih untuk melakukan pinjaman atas dasar untuk
menambah modal usaha karena bunga yang ditawarkan lebih ringan dan
kemungkinan mendapatkan persetujuan pinjaman dari koperasi lebih besar,
walaupun sebenarnya tujuannya tergantung dengan apa yang diperlukan
responden. Seperti yang disampaikan oleh seorang responden dalam suatu
wawancara sebagai berikut :
“Kalau untuk modal usaha, selama yang saya tahu gampang cairnya, daripada untuk kebutuhan lain” (Adek, 24)
Tabel 5.30
Penggunaan Dana Pinjaman
xcvii
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Membeli bahan/barang untuk usaha
non-perikanan
175
79,19
2 Membeli alat-alat perikanan 10 4,52
3 Menutupi hutang yang ada 36 16,29
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.31 menunjukkan, 175 orang responden (79,19%)
menggunakan dana pinjaman yang didapat untuk membeli bahan / barang
keperluan usaha non-perikanan, 10 orang responden (4,52%) menggunakan dana
pinjaman yang didapat untuk membeli alat-alat perikanan, 35 orang responden
(15,84%) menggunakan pinjaman yang didapat untuk menutupi hutang yang ada
sebelumnya.
Menurut responden yang menggunakan pinjaman yang didapatkan untuk
membeli bahan/ barang keperluan usaha sudah tepat karena sampai saat ini
usahanya bertambah maju. Responden yang menggunakan pinjaman yang
didapatkan untuk membeli alat-alat perikanan (mesin, jaring ataupun keperluan
lain dalam usaha perikanan) menurut mereka sudah paling tepat karena mereka
sangat menginginkan barang tersebut tetapi tidak dapat membelinya secara
kontan, bila kredit melalui Swamitra Mina mereka merasa lebih ringan
dibandingkan dengan koperasi yang lain. Sedangkan bagi mereka yang
menggunakan dana pinjaman yang didapat untuk membayar hutang yang ada
sebelumnya, karena kurangnya biaya untuk melunasi pinjaman yang ada
sebelumnya. Sebagaimana disampaikan responden dalam sebuah wawancara
mengenai bagaimana dasar pengajuan pinjamannya berbeda penggunaan dana
pinjamannya, yaitu untuk membayar hutang yang ada sebagai berikut :
xcviii
“Saya mengaku salah karena berbohong, tetapi saya benar-benar memerlukan uang itu” (Dedek, 24)”
Hal ini menunjukkan masih lemahnya kontrol pinjaman yang dilakukan
Swamitra Mina, karena telah terjadi pergeseran realisasi penggunaan dana
pinjaman dengan dasar pengajuan pinjaman.
Tabel 5.31
Proses Pengajuan Pinjaman di Koperasi Nelayan Langkat
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Mudah 67 30,32
2 Biasa saja 154 69,68
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.32 menunjukkan bahwa 67 responden (30,32%)
mengatakan proses pengajuan pinjaman di Koperasi Nelayan Langkat adalah
mudah, 154 responden (69,68%) mengatakan proses pengajuan pinjaman adalah
biasa saja dan tidak ada satupun responden yang menyatakan proses pengajuan
pinjaman berbelit - belit.
Alasan responden yang mengatakan mudah karena mereka telah diberi
kemudahan dalam proses pengajuan pinjaman baik dalam hal persyaratan maupun
keringanan bunga. Sedangkan responden yang menyatakan proses pengajuan
pinjaman biasa saja karena mereka tidak menemukan banyak perbedaan di
bandingkan dengan koperasi - koperasi maupun dengan bank - bank lainnya.
Dari 221 responden, 132 diantaranya (59,73%) mengatakan terdapat
syarat yang dianggap mereka cukup memberatkan, yaitu mereka harus mengikuti
program asuransi supaya apabila nasabah meninggal dunia, pinjaman tidak
dibebankan kepada keluarga ahli waris, melainkan langsung diselesaikan oleh
xcix
asuransi. Tetapi menurut mereka ini merugikan, karena terjadi tambahan
potongan lagi untuk biaya asuransi ini.
Tabel 5.32
Cara Penyelesaian Pengembalian Pinjaman Bermasalah
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Tegas sesuai aturan 132 59,73
2 Melalui negosiasi 89 40,27
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Tabel 5.31 menunjukkan bahwa 132 orang responden (59,73%)
mengatakan bahwa pengembalian pinjaman yang bermasalah diselesaikan tegas
sesuai dengan aturan, 89 orang responden (40,27%) mengatakan bahwa
pengembalian pinjaman yang bermasalah dapat diselesaikan melalui negosiasi dan
tidak satu pun responden yang menyatakan sama sekali tidak ada penyelesaian
untuk pinjaman yang bermasalah.
Berdasarkan keterangan Manager Operasional Swamitra Mina Koperasi
Nelayan Langkat, Bapak Irhamuddin menyatakan bahwa penyelesaian pinjaman
yang mempunyai masalah Swamitra Mina mempunyai dua macam model
penyelesaian tergantung dengan situasi dan kondisi yang terjadi, yaitu:
1. Tegas sesuai aturan. Model ini dipakai kepada setiap nasabah yang
mempunyai masalah dalam pengembalian pinjamannya tetapi ingin
mengajukan pinjaman yang baru, maka ia harus membayar segala
denda/bunga keterlambatan sesuai dengan yang disepakati.
c
2. Melakukan negosiasi (musyawarah). Metode ini digunakan untuk peminjam
yang tidak ingin mengajukan pinjaman lagi di Swamitra Mina Koperasi
Nelayan Langkat sehingga tercapai win - win solution. Contohnya sperti dapat
dilakukan penghapusan sebagian denda ataupun bunga, bahkan hanya pokok
pinjaman saja yang dikembalikan.
Dalam kenyataannya metode negosiasi ini juga dilakukan bagi peminjam
yang bermasalah dalam pengembalian pinjamannya, seperti yang di alami oleh 89
responden (40,27%) bahwa mereka dapat mengajukan pinjaman baru dengan
catatan bunga dan denda mereka langsung dipotong pada saat mereka menerima
uang.
Tabel 5.33
Pengetahuan Responden Mengenai Penempatan Tenaga Pendamping Desa
No. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)
1 Ada 10 4,52
2 Tidak Ada 23 10,41
3 Tidak Tahu 188 85,07
Jumlah 221 100,00
Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.34 menunjukkan bahwa 10 orang responden (4,52%)
menyatakan mereka tahu ada Tenaga Pendamping Desa yang ditempatkan di
daerah mereka, 23 orang responden (10,41%) menyatakan tidak ada Tenaga
Pendamping Desa yang ditempatkan di daerah mereka dan sebanyak 188 orang
responden (85,07%) tidak mengetahui adanya Tenaga Pendamping Desa.
33 orang responden yang menyatakan ada maupun tidak ada Tenaga
Pendamping Desa yang ditempatkan di daerah mereka semuanya merupakan
anggota Koperasi Nelayan Langkat, sedangkan 188 responden yang menyatakan
ci
tidak tahu merupakan nasabah biasa di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat
dan tidak seorang pun responden yang pernah mendapatkan bantuan dari Tenaga
Pendamping Desa tersebut.
Hal ini dapat mengakibatkan bagi masyarakat pesisir yang membutuhkan
bantuan Tenaga Pendamping Desa menjadi terlantar dan membuat mereka
mendapatkan informasi yang tidak memadai mengenai usaha yang akan mereka
lakukan dalam segi teknisnya.
5.2 Analisa Data
Penulis mendapatkan bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir yang dilaksanakan Koperasi Nelayan Langkat melalui Unit Usaha
Swamitra Mina sudah berjalan dengan fasilitas yang memadai baik akan tetapi
masih banyak yang belum mengetahui bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir sedang dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Pura hal ini dapat
di lihat pada Tabel 5.9. Hal ini disebabkan karena tidak terbukanya Koperasi
Nelayan Langkat mengenai pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi
masyarakat Pesisir yang sedang berjalan di Kecamatan Tanjung Pura.
Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pelaksanaan program ini
tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan program
ini. Karena keterlibatan masyarakat secara langsung akan memperkuat kekuasaan
masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan. Akan
tetapi, pihak koperasi mempunyai alasan tersendiri untuk tidak memberitahukan
tentang program ini kepada masyarakat umum, karena koperasi sendiri
mempunyai pengalaman yang buruk pada saat awal-awal program ini berjalan
cii
ketika dihadapkan dengan para peminjam-peminjam yang macet. Karena sebagian
besar kredit macet yang terjadi karena si peminjam mengetahui bahwa program
ini adalah bantuan pemerintah sehingga terjadi banyak kerugian yang di alami
oleh koperasi. Dalam hal ini, khusus kepada masyarakat pesisir informasi tentang
ini diberitahukan sesuai dengan tujuan dan sasaran akhir dari Program PEMP.
Yang paling berhak mendapatkan Program Pemberdayaan Ekonomi
masyarakat Pesisir ini menurut pedoman umum Program PEMP sebenarnya
adalah masyarakat pesisir yang menjadi anggota koperasi. Karena diharapkan
kepada masyarakat pesisir ini mereka dapat memberdayakan kemampuannya
dalam mengelola simpan pinjam dan berkarya melalui koperasi sehingga sesuai
dengan visi misi koperasi yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya
secara khusus dan masyarakat pesisir secara umum. Sehingga anggota koperasi
dan koperasinya sendiri ikut maju. Dalam kenyataannya, Koperasi Nelayan
Langkat terkesan tertutup atas perekrutan anggota-anggota koperasi yang baru.
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.12 dimana lebih dari 85% responden bukanlah
anggota koperasi dan mereka tidak tahu tentang Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir.
Menurut Pedoman Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
secara umum program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan dalam hal ini koperasi sebagai
wadah penggalangan partisipasi masyarakat dan mempunyai sasaran akhir yaitu
masyarakat pesisir dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor usaha
perikanan dan kelautan. Maka yang menjadi prioritas dalam program ini adalah
ciii
masyarakat pesisir Kecamatan Tanjung Pura yang menjadi anggota Koperasi
Nelayan Langkat.
Kegiatan yang dilaksanakan Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat
merupakan suatu sistem yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat
pesisir yang bergerak di usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor kelautan
dan perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya, perniagaan hasil
perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan dan pengolaan wisata bahari
tanpa ada pembedaan suku, agama dan ras. Sesuai dengan hal ini, Swamitra Mina
Koperasi Nelayan Langkat telah melenceng dari sasaran akhir Program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir secara umum hal ini dapat dilihat
pada Tabel 5.7, dimana sektor perikanan yang dibiayai oleh Swamitra Mina hanya
sebesar 40,72%.
Penggunaan dana pinjaman yang didapat dari Swamitra Mina Koperasi
Nelayan Langkat hanya sebagian kecil saja yang digunakan untuk membeli alat-
alat perikanan yakni hanya 4,52% hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.31.
Terjadi pergeseran antara dasar pengajuan pinjaman dengan realisasi
penggunaan dana yang didapatkan oleh 36 orang responden, hal ini dapat dilihat
pada Tabel 5.30 dengan 5.31. Seratus persen Dasar pengajuan pinjaman adalah
sebagai modal usaha tetapi telah disalahgunakan untuk membayar hutang-hutang
yang ada sebelumnya. Hal ini juga menunjukkan masih lemahnya kontrol
pinjaman yang dilakukan oleh Swamitra Mina karena masih adanya kebobolan
walaupun sudah dilakukan survey sebelumnya oleh Credit Support
civ
Dari uraian sebelumnya, maka didapatlah jawaban dari perumusan
masalah “Bagaimana Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat?”
1. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di
Kecamatan Tanjung Pura belum tepat sasaran.
2. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di
Kecamatan Tanjung Pura belum tepat penggunaan dananya.
Berdasarkan dua hal di atas maka telah terjadi telah terjadi pergeseran antara
rancangan program yang ditetapkan dengan sasaran yang diinginkan.
cv
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan data pada Bab V maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan penelitian “Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun 2009”
adalah sebagai berikut:
1. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di
Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat sudah dilaksanakan oleh
Koperasi Nelayan Langkat melalui Unit Usaha Swamitra Mina. Walaupun
tidak terlalu semua usaha yang diberi bantuan bergerak di bidang sektor
perikanan dan kelautan, namun masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung
Pura sudah dapat mengakses permodalan dengan tingkat suku bunga yang
ringan dan dengan pinjaman yang transparan.
2. Adapun hal-hal yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan Program PEMP
di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat adalah:
- Terdapat pergeseran atas penggunaan dana pinjaman dengan dasar
pengajuan pinjaman yang dilakukan oleh responden. Misalnya, pada awal
mereka mengajukan pinjaman sebagai modal usaha akan tetapi realisasi
penggunaan pinjamannya untuk membayar hutang-hutang yang ada
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwasanya fungsi kontrol ataupun
monitoring pinjaman masih lemah.
cvi
- Tidak terdapat nelayan yang mendapatkan pinjaman dalam penelitian ini,
melainkan hanya toke/tengkulak yang membeli hasil dari tangkapan para
nelayan, sehingga sangat dikhawatirkan hubungan patron-client yang
kurang menguntungkan bagi nelayan akan terus berlangsung di Kecamatan
Tanjung Pura.
- Sebagian besar responden yang mendapatkan pinjaman bukanlah anggota
koperasi dimana seharusnya yang paling berhak mendapatkan bantuan
pinjaman dari Program PEMP adalah masyarakat pesisir yang menjadi
anggota koperasi, hal ini disebabkan minimnya informasi yang diberikan
oleh Koperasi Nelayan Langkat.
- Waktu yang dibutuhkan dalam proses pencairan pinjaman dipengaruhi
oleh jarak tempuh yang diperlukan dari rumah responden menuju Kantor
Swamitra Mina, yang terjadi akibat keterbatasan tenaga dan wilayah kerja
Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat yang luas.
- Banyak terjadi keterlambatan atas pengembalian dana pinjaman yang
didapatkan oleh responden yang disebabkan oleh:
1. Menurunnya keuntungan.
2. Menurunnya penjualan dagangan.
3. Modal yang menipis dan menurunnya perputaran uang.
- Tidak satupun responden (bukan anggota koperasi) yang mengetahui
adanya Tenaga Pendamping Desa (TPD) yang ditempatkan di daerah
mereka dan mereka tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari TPD
sehingga TPD yang disediakan Program PEMP untuk membantu
cvii
masyarakat pesisir menjadi tidak efektif, juga karena minimnya informasi
yang diberikan oleh koperasi.
6.2 Saran
Berdasarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada Pelaksanaan Program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura
Kabupaten Langkat, maka penulis dapat mengajukan beberapa saran yaitu:
1. Untuk mengatasi perubahan atas penggunaan dana pinjaman dengan
dasar pengajuan pinjaman yang terjadi dapat dilakukan dengan
memperketat survey/ analisis kebutuhan dana dan tujuan penggunaan
dana pinjaman.
2. Bergerak lebih aktif dalam mensosialisasikan Program PEMP agar
langsung dirasakan oleh para nelayan.
3. Mengadakan perekrutan anggota koperasi baru dari para nasabah/
peminjam, agar sasaran Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura
menjadi lebih tepat.
4. Mempersempit ruang kerja Swamitra Mina atau menambah tenaga
kerja. Sehingga dapat mempercepat proses pengurusan pinjaman yang
memerlukan survey/ analisa.
5. Bersikap terbuka dan memberikan informasi mengenai ketersediaan
Tenaga Pendamping Desa (TPD) kepada anggota/ calon anggota
koperasi.
cviii
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta. Bina Aksara. Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2007. Kecamatan Tanjung Pura dalam
Angka 2007. Stabat. Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. Bintoro, Tjokroamidjojo. 1986 Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta.
LP3ES. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2005. Pedoman Umum
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jakarta. Dirjen Kelautan. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2006. Pedoman Umum
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jakarta. Dirjen Kelautan. Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press. Jhingan, M.L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta. Rajawali
Press. Kartohadikoesoemo, Soetardjo. 1984. Desa. Jakarta. Balai Pustaka. Kusumastanto, Tridoyo. 2002. Reposisi “Ocean Policy” Dalam Pembangunan
Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Dareah. Bandung. IPB Press. Marbun, Leonardo dkk. 2002. Masyarakat Pinggiran Yang Kian Terlupakan.
Jakarta. Konphalindo. Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah
Mada University Press. Nurdin, Fadhil. 1989. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung. Angkasa. Samin Siregar, Prof. H. Ahmad. 2003. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.
Medan. USU Press. Satria, Arif. dkk. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Jakarta. Cidesindo. Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Yogyakarta. LP3ES. Sugiyono. 2006, Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta . Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung.
PT. Refika Aditama.
cix
Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. Jakarta. Grasindo Wahab, Solichin Abdul. 1990. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta. Bumi Aksara. Waluyo. 2007. Manajemen publik: konsep, aplikasi, dan implementasinya dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Bandung. Mandar Maju. ___________. 2002. Laporan Akhir Pemetaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan
Kabupaten Langkat. Medan. Lembaga Studi dan Kajian Geographika.