implementasi program desa pesisir tangguh di …repository.fisip-untirta.ac.id/850/1/implementasi...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PROGRAM DESA PESISIR
TANGGUH DI DESA TANJUNG PASIR
KECAMATAN TELUKNAGA
KABUPATEN TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
Abdul Haris Djiwandono
NIM 6661120976
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2017
ABSTRAK
Abdul Haris Djiwandono. NIM. 6661120976. Implementasi Program DesaPesisir Tangguh Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga KabupatenTangerang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosialdan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing ILeo Agustino Ph.D. Dosen Pembimbing II Riswanda Ph.D
Program Desa Pesisir Tangguh (PDPT) merupakan bagian dari Program NasionalPemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan. ImplementasiProgram Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir terdapat permasalahanmulai dari kurangnya kesiapan pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan KabupatenTangerang, kurang representatifnya dalam hal perencanaan, tidak maksimalnyaProgram Nasional Pemberdayaan Masyarakat, lemahnya pengawasan dari DinasKelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang, kurang aktifnya Pemerintah Desa,dan lemahnya sosialisasi program. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuibagaimana implementasi Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir.Teori yang digunakan yaitu teori implementasi kebijakan public menurut GeorgeC. Edward III (dalamAgustino, 2016:136-141). Dalam teori ini terdapat 4 variabelyang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik, yaitu komunikasi,sumberdaya, disposisi, dan struktur birokasi..Metode yang digunakan padapenelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik analisis data dalam penelitian inimenggunakan model analisis interaktif Miles dan Hubberman (2009:15-20). Hasildari penelitian ini bahwa Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh di DesaTanjung Pasir belum berjalan dengan baik dan efektif karena beberapa faktor,seperti halnya komunikasi yang kurang masif, sehingga sebagian masyarakat tidakmengetahui program, sarana dan prasarana yang kurang sehingga tidak semuamasyarakat merasakan dampak program, disposisi yang kurang baik sehingga adaindikasi komersialisasi program, hingga tidak adanya Standar OperatingProsedures (SOPs) pada Kelompok Masyarakat Pesisir. Saran untuk penelitian iniyaitu tingkatkan sosialisasi, kontrol keuangan serta perbanyak sarana danprasarana, serta Standar Operating Prosedures (SOPs) untuk KelompokMasyarakat Pesisir.
Kata kunci : Implementasi, Program Desa Pesisir Tangguh, Wilayah Pesisir,Masyarakat Pesisir.
ABSTRACT
Abdul Haris Djiwandono. NIM. 6661120976. Tough coastal villageimplementation program in Tanjung Pasir village, sub district Teluknaga,Tangerang district. Department of Public Administration. The Faculty of Socialand Political Science. Sultan AgengTirtayasa University. 1st Advisor LeoAgustino Ph.D. 2nd Advisor Riswanda Ph.D
Tough coastal village program (PDPT) is a part of empowerment of marine andfisheries independent community national program. There are some problem ontough coastal village program in Tanjung Pasir village starting from Tangerangdistrict fisheries and maritime officers’ lack of preparedness, less representative interms of planning, national program of community empowerment is not maximal,Tangerang district of marine and fisheries agency’s weak control, less active ofvillage government, and the weakness of program socialization. The purpose ofthis research is to find out how tough coastal village program implementation inTanjung Pasir village. The theory which used is public policy implementationaccording to George C. Edward III (in Agustino, 2016:136-141). In this theory,there are 4 variables which affect public policy implementation’s performance,those are communication, resources, disposition, and bureaucracy’s structure. Themethod that used in this research is qualitative descriptive method. Analysis datatechnique in this research is used Miles and Hubberman’s (2009:15-20)interactive analysis model. The result of this research is that tough coastal villageimplementation program in Tanjung Pasir village has not gone well and effectivebecause of some factors, such as less massive communication, so part of societydo not know the program, less of facilities and infrastructure so not all of societyfeel the impact of the program, disposition deficient so there is commercializationprogram indication, up to the absence of Standard Operating Procedures (SOPs)on coastal group society. Suggestion for this research are socialization improve,finance control and multiply facilities and infrastructure, and Standar OperatingProcedures (SOPs) for coastal community groups.
Keywords: implementation, tough coastal village program, coastal region,coastal society
MOTTO:“Percayalah Akan Suka Dan DukaItu Anugerah Yang Maha KuasaAral Rintangan Bagaikan PermataKan Kita Hias Jadikan Mahkota.”
PERSEMBAHAN:“Skripsi ini aku persembahkan
untuk kedua orangtua ku yang
tak lelah dalam memberikan
dukungan moril dan doanya,
serta untuk DIA yang telah setia
menemani ku selama berproses
meraih gelar sarjana ku”
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’aalamiin, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, beserta ijin-Nya, peneliti dapat
menyelesaikan Skripsi dengan judul “Implementasi Program Desa Pesisir
Tangguh Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten
Tangerang” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Sosial pada konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.
Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis juga
mengharapkan kritik dan saran untuk memotivasi penulis dalam penyempurnaan
lebih lanjut, demikian skripsi ini penulis ajukan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
3. Ibu Listyaningsih, M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara
4. Bapak Riswanda,Ph.D Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara
5. Bapak Leo Agustino, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I yang mengarahkan
dan memberikan masukan dalam penelitian ini
6. Bapak Riswanda,Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang mengarahkan dan
memberikan masukan dalam penelitian ini
7. Ibu Arenawati, M.Si, Pembimbing Akademik Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
ii
8. Para Dosen dan Staf Tata Usaha Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
9. Kepala Dinas beserta Staf Dinas Kelautan dan Perikanan yang telah
membantu proses observasi awal hingga penelitan selesai.
10. Kepala Desa Tanjung Pasir beserta Staf yang telah membantu proses observasi
awal hingga penelitan selesai.
11. Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) Desa Tanjung Pasir Ibu Elia dan
Ibu Sahada
12. Warga Desa Tanjung Pasir dan Tanjung Burung yang ramah juga membantu
dalam penelitian ini
13. Kedua Orangtuaku Bapak Drs. Supeno dan Ibu Kasiati Murni yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materil
14. Kakak-kakak yang tersayang Mas Hatta Mubyarto dan Mas Muhammad Ali
Sumitro, kalau peneliti boring mengajak nge jam
15. Dewi Puspita Sari selaku Kekasih hati yang selalu setia membantu
menyelesaikan penelitian ini
16. Serta kawan-kawan mahasiswa Administrasi Negara UNTIRTA angkatan
2012 yang telah memberi dukungan dalam penelitian ini.
Serang, 12 Juni 2017
Penulis
Abdul Haris Djiwandono
iii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
ABSTRAK
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................11.2 Identifikasi Masalah ...........................................................................181.3 Batasan Masalah …............................................................................181.4 Rumusan Masalah ….. .......................................................................201.5 Tujuan Penelitian …...........................................................................201.6 Manfaat Penelitian ….........................................................................20
1.6.1 Manfaat Teoritis ….. .....................................................................201.6.2 Manfaat Praktis ….. ......................................................................20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN, DAN ASUMSIDASAR PENELTIAN
2.1 Deskripsi Teori ..................................................................................222.1.1 Pengertian Kebijakan ....................................................................222.1.2 Pengertian Publik ..........................................................................232.1.3 Pengertian Kebijakan Publik.........................................................242.1.4 Pengertian Implementasi ...............................................................282.1.5 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik .................................282.1.6 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. ...........................30
2.2 Wilayah dan Masyarakat Pesisir........................................................372.3 Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT)...................38
2.3.1 Model Program Desa Pesisir Tangguh .....................................38
iv
2.3.2 Tahapan Program Desa Pesisir Tangguh..................................402.3.3 Komponen Kegiatan PDPT ......................................................422.3.4 Integrated Coastal Management (ICM) ...................................452.3.5 Fokus Pengembangan PDPT ....................................................47
2.4 Penelitian Terdahulu..........................................................................482.5 Kerangka Berfikir ..............................................................................552.6 Asumsi Dasar.....................................................................................57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian....................................................583.2 Instrumen Penelitian ..........................................................................593.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data....................................603.4 Teknik Analisis Data .........................................................................633.5 Uji Keabsahan Data ...........................................................................643.6 Informan Penelitian ...........................................................................653.7 Fokus Penelitian ................................................................................663.8 Lokasi Penelitian ..............................................................................673.9 Jadwal Penelitian................................................................................67
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian .................................................................694.1.1 Gambaran Umum Desa Tanjung Pasir .......................................694.1.2 Batas Wilayah dan Aksesibilitas ................................................714.1.3 Kondisi Ekonomi Desa Tanjung Pasir........................................734.1.4 Potensi wisata Tanjung Pasir ......................................................744.1.5 Pantai Tanjung Pasir...................................................................754.1.6 Pantai Wisata Tanjung Pasir......................................................75
4.2 Deskripsi Data .....................................................................................774.2.1 Deskripsi Data Penelitian ...........................................................774.2.2 Daftar Informan Penelitian .........................................................794.3 Deskripsi Hasil Penelitian .............................................................814.3.1 Komunikasi.................................................................................814.3.2 Sumber Daya ..............................................................................884.3.3 Disposisi .....................................................................................944.3.4 Struktur Birokrasi .......................................................................984.4 Rekapitulasi Hasil Temuan Lapangan Program Desa PesisirTangguh Di Desa Tanjung Pasir..........................................................103
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan........................................................................................1045.2 Saran..................................................................................................106
v
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................vii
LAMPIRAN ..................................................................................................... viii
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir Tahun 2012 Menurut TingkatPendidikan...............................................................................................................................11
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir Tahun 2012 Menurut MataPencaharian...............................................................................................................................12
Tabel 3.6 Informan Penelitian…...........................................................................64
Tabel 3.9 Jadwal dan Waktu Penelitian….. ..........................................................66
Tabel 4.1.1.1 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir menurut Umur ...................70
Tabel 4.1.1.2 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir menurut Jenis Kelamin 70
Tabel 4.1.3.1 Daftar Mata Pencaharian Penduduk Desa Tanjung Pasir 43
Tabel 4.2.2 Keterangan Infroman 80
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Temuan Lapangan 103
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kondisi dan Situasi Desa Tanjung Burung .......................................9
Gambar 1.2 Kondisi dan Situasi Desa Tanjung Pasir ...........................................10
Gambar 2.3.1 Model Program Desa Pesisir Tangguh...........................................37
Gambar 2.3.2 Tahapan Program Desa Pesisir Tangguh .......................................38
Gambar 2.3.4 Integrated Coastal Management (ICM) .........................................43
Gambar 2.3.5 Fokus Pengembangan PDPT..........................................................46
Gambar 2.5 Alur Kerangka Berfikir .....................................................................54
Gambar 4.1.6 Peta Lokasi Pantai Tanjung Pasir...................................................76
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara2. Catatan Bimbingan3. Kartu Menyaksikan Sidang Skripsi4. Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak April 2016, 3,6 juta km2 wilayah lautan telah menjadi wilayah
suaka laut. Luas wilayah suaka laut (marine protected area) tersebut mencapai
5% dari seluruh wilayah samudra atau lebih luas dari wilayah India. Hal ini
terungkap dalam berita Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) yang dirilis
rabu, 14 Desember. Sementara itu, Convention on Biological Diversity (CBD),
yang akan menggelar pertemuan di Meksiko, menyeru dunia untuk meningkatkan
luas wilayah suaka laut dan pesisir menjadi 10% pada 2020. Target yang menjadi
bagian dari Target Keanekaragamanhayati tersebut saat ini telah terlampaui.
Semua itu berkat diresmikannya 5 wilayah suaka laut raksasa di wilayahh
perairan Chili, Palau, Hawai, Kepulauan Pitcairn dan Santo Helena di Atlantik
Selatan. Sehingga luas wilayah suaka laut dan pesisir yang dilindungi kini
mencapai 12,7%. (United Nations, 2016)
Indonesia merupakan negara kepulauan (Archipelagic State) atau juga
disebut dengan negara poros maritim. Ini artinya Indonesia merupakan negara
yang memiliki banyak kawasan pesisir. Menjadi negara kepulauan tentunya
Indonesia memiliki potensi kelautan yang begitu besar. Banyak potensi yang
dimiliki dari kelautan di antaranya penangkapan ikan, tambak ikan, mangrove dan
pemanfaatan tanaman laut dan masih banyak lainnya. Masyarakat dapat
memperoleh manfaat dari aspek kelautan, khusunya bagi para nelayan.
2
Nelayan merupakan sebuah kelompok yang sangat erat kaitannya dengan
aspek kelautan. Kelompok ini sangat menggantungkan kehidupannya kepada
aspek kelautan, banyak aktivitas yang dilakukannya, seperti penangkapan ikan,
membuat tambak ikan sebagai tempat untuk usaha perikanan dengan jenis tawar,
distribusi (menjadikan kelautan sebagai aktivitas transportasi) dan lain
sebagainya.
Sumber daya alam yang melimpah di kawasan pesisir harusnya berirama
baik dengan kesejahteraan masyarakat pesisir. Akan tetapi pada kenyataannya
banyak permasalahan yang ada pada masyarakat kawasan pesisir antara lain
kemiskinan, pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, dan faktor alam yang tak
menentu. Desa pesisir di Indonesia dihadapkan pada empat persoalan pokok,
yaitu:
1. Tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir,2. Kerusakan sumber daya pesisir3. Rendahnya kemandirian organisasi sosial desa4. Minimnya infrastruktur dan kesehatan lingkungan di pemukiman desa.
(Tempo 2013, Masyarakat Pesisir Hadapi Empat Masalah, dikutip pada14 oktober 2016).
Berlandaskan permasalahan di atas Kementrian Kelautan dan Perikanan
menginisiasi suatu kegiatan yang mampu memberikan daya dorong bagi
kemajuan desa-desa di Indonesia. Pengembangan Desa Pesisir Tangguh yang
disingkat menjadi PDPT adalah bagian Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri KP (Kelautan dan Perikanan) melalui bantuan
pengembangan manusia, sumber daya, infrastruktur/lingkungan, usaha, dan siaga
bencana.
3
Program PDPT dilaksanakan di 16 kawasan pesisir kabupaten/kota yang
ada di Indonesia, yang di bagi menjadi 4 (empat) regional.
Regional I: Kabupaten Asahan, Kabupaten Pesisir Selatan, KabupatenKaur, Kabupaten Pontianak.
Regional II: Kabupaten Kota Waringin Barat, Kabupaten Banjar,Kabupaten Pinrang, Kabupaten Parigi Moutong.
Regional III: Kota Bau-Bau, Kabupaten Seram Bagian Barat, KabupatenTeluk Wondama, Kabupaten Pacitan.
Regional IV: Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Kendal, KabupatenSukabumi, Kabupaten Tangerang.
Adapun yang menjadi tujuan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh adalah:
1. Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahaniklim di desa pesisir dan pulau-pulau kecil;
2. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup di desa pesisir dan pulau-pulaukecil;
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam prosespengambilan keputusan secara partisipatif di desa pesisir dan pulau-pulaukecil; dan
4. Memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan saranadan/atau prasarana sosial ekonomi di desa pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sumber: (pdpt-kkp.org 2013, Sekilas-pdpt/tujuan, dikutip pada 05 November
2016)
Program Desa Pesisir Tangguh merupakan Program Nasional dari
Kementrian Kelautan dan Perikanan namun dalam hal pelaksanaan program di
limpahkan kepada daerah untuk menjalankan program tersebut untuk
mensejahterakan masyarakat pesisir yang berada di daerah-daerah yang tidak
terjangkau oleh Pemerintah Pusat.
Desentralisasi merupakan salah satu perubahan sosial politik yang dialami
Indonesia dan diimplementasikan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, khususnya yang menyangkut Pembentukan dan
Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Semangat otonomi
4
daerah tercermin antara lain pada keinginan sebagian daerah untuk memekarkan
diri dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai
terlaksananya tujuan pemekaran suatu daerah, maka diperlukan partisipasi aktif
dari seluruh komponen yang ada didalamnya. Hal tersebut dapat menghapus
konotasi proses pemekaran karena berbagai kegagalan pembangunan atau adanya
ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerataan pembangunan. Untuk
membangun partisipasi aktif masyarakat tersebut, diperlukan perencanaan yang
bersifat mempengaruhi atau mendorong (stimulasi) kepada masyarakat itu sendiri.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU No. 22 Tahun 1999 dan PP
No. 25 Tahun 2000) tentang Pemerintahan Daerah maka telah menggeser
pemahaman dan pengertian banyak pihak tentang pemekaran daerah. Pemekaran
(perubahan status hukum) dianggap sebagai jalan pintas untuk dapat memenuhi
keinginan masyarakat dalam konteks politisasi kepentingan. Perubahan sebagai
tanggapan dari ketidakadilan selama ini, seperti perubahan dalam pengelolaan
sumber daya yang ada tidak diikuti oleh aturan yang memadai serta tidak diikuti
oleh batasan yang jelas dalam menjaga keseimbangan fungsi pemerataan
pembangunan regional atau nasional. Meskipun di dalam UU tersebut desa juga
dinyatakan sebagai daerah otonom, namun tidak memiliki kewenangan yang jelas.
Dengan kata lain, sebagian besar kebijakan publik, paling rendah masih
diputuskan di tingkat kabupaten. Padahal, mungkin masalah yang diputuskan
sesunggguhnya cukup diselesaikan di tingkat lokal/desa. Jauhnya rentang
pengambilan keputusan tersebut merupakan potensi terjadinya deviasi, baik yang
pada gilirannya menyebabkan banyak kebijakan yang tidak sesuai dengan aspirasi
5
masyarakat yang berujung kepada keinginan untuk memisahkan diri dari pusat
pemerintahan sebelumnya.
Melalui Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah membuka peluang yang begitu besar bagi masyarakat untuk ikut andil
atau berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Adanya Undang-Undang tersebut
pembangunan daerah di Indonesia lebih mendapatkan angin segar, pasalnya dalam
Undang-undang tersebut, setiap daerah mendapatkan keluasan dalam mengelola
daerahnya masing-masing. Dalam Pasal 10 Ayat 2 Undang-undang nomor 32
tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah menyatakan
pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asa otonomi dan tugas
pembantuan. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi lebih diarahkan
kepada kemandirian daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dikeluarkan untuk menggantikan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan. dan tuntuuan pernyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
telah disempurnakan sebanyak dua kali. Penyempurnaan yang pertama dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Adapun perubahan kedua ialah dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
6
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Serangkaian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 beserta perubahan-
perubahannya tersebut menyebutkan adanya perubahan susunan dan kewenangan
pemerintahan daerah. Susunan pemerintahan daerah menurut Undang-Uundang
ini meliputi pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten, dan
DPRD. Pemerintahan daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh
perangkat daerah. Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah
provinsi dan DPRD provinsi. Adapun pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri
atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.
Setiap daerah dapat mengoptimalkan potensi lokal dan sumber daya yang
ada untuk pembangunan daerah. Nantinya daerah dapat mencukupi kebutuhan
masyarakat dan melakukan pembangunan daerahnya sendiri. Kemudian
pemerintah daerah yang menjadi fasilitator harus mampu menjadi wadah yang
lebih baik dalam memfasilitasi pembangunan daerah. Fungsi fasilitator dalam arti
pemerintah daerah dapat memfasilitasi segala hal dalam upaya memandirikan
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dan pembangunan daerahnya sendiri.
Anggaran dana untuk pelaksanaan Program Desa Pesisir Tangguh sebesar
Rp800 juta per desa. Pencairan dana itu melalui Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) kepada rekening Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP). Sumber:
(beritatrans.com 2015, kkp kembali gulirkan program pengembangan desa pesisir
tangguh. Dikutip pada 04 maret 2017). Program Desa Pesisir Tangguh itu
bertujuan untuk menuntaskan persoalan utama yang dihadapi masyarakat pesisir
antara lain adalah tingkat kemiskinan, kerusakan sumber daya pesisir, rendahnya
7
kemandirian organisasi sosial desa, serta minimnya infrastruktur dan kesehatan
lingkungan di pemukiman desa.
Penentuan lokasi yang menjadi sasaran Program Desa Pesisir Tangguh
adalah dimana pemilihan desa pesisir dilakukan dengan memenuhi sekurang-
kurangnya 3 (tiga) kriteria sebagai berikut:
1. Lokasi rawan bencana dan perubahan iklim;
2. Mempunyai potensi ekonomi lokal unggulan;
3. Masyarakat pesisir miskin namun potensial aktif dan memilikimotivasi untuk memperbaiki kehidupannya;
4. Kondisi lingkungan permukiman kumuh;
5. Terjadi degradasi lingkungan pesisir; dan/atau
6. Tingkat pelayanan dasar rendah.
Sumber: (pdpt-kkp.org 2013, sekilas-pdpt/kriteria-lokasi. Dikutip pada 04
maret 2017)
Salah satunya yaitu daerah pesisir Kabupaten Tangerang. Kabupaten
Tangerang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten. Ibukotanya adalah
Tigaraksa. Kabupaten Tangerang terletak pada sebelah Barat Jakarta, berbatasan
dengan Laut Jawa di Utara, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan
Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta di Timur, Provinsi Jawa Barat dan
Kabupaten Lebak di Selatan, serta Kabupaten Serang di Barat. Kabupaten
Tangerang terdiri dari 29 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 251 desa dan
28 kelurahan. Pusat pemerintahannya berada di Kecamatan Tigaraksa. Dari 29
kecamatan tersebut, hanya 7 kecamatan yang berada di wilayah pesisir, yaitu
Kecamatan Kronjo, Kecamatan Kemiri, Kecamatan Mauk, Kecamatan Pakuhaji,
8
Kecamatan Sukadiri, Kecamatan Teluknaga, dan Kecamatan Kosambi.
(Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2015, dikutip pada 14 Oktober 2016).
Dari ketujuh kecamatan pesisir ini, hanya Kabupaten Tangerang yang
diambil sebagai lokus penelitian bagi peneliti yaitu Program Desa Pesisir Tangguh
di Kabupaten Tangerang. Adapun Kecamatan Teluk Naga yang menjadi lokus
program PDPT, dan meliputi 3 (tiga) desa yaitu, Desa Tanjung Burung, Desa
Muara, dan Desa Tanjung Pasir. Alasan mengapa Kecamatan Teluknaga yang
meliputi 3 desa tersebut menjadi lokus PDPT adalah daerah tersebut masuk dalam
kriteria pemilihan desa pesisir dilakukan dengan memenuhi sekurang-kurangnya 3
(tiga) kriteria sebagai berikut:
1. Lokasi rawan bencana dan perubahan iklim;
2. Mempunyai potensi ekonomi lokal unggulan;
3. Masyarakat pesisir miskin namun potensial aktif dan memilikimotivasi untuk memperbaiki kehidupannya;
4. Kondisi lingkungan permukiman kumuh;
5. Terjadi degradasi lingkungan pesisir; dan/atau
6. Tingkat pelayanan dasar rendah.
Dari kriteria yang tertera di atas Desa Tanjung Pasir masuk dalam kriteria
pemilihan desa pesisir yang terkena Program Desa Pesisir Tangguh namun tidak
semua kriteria di atas yang ada di Desa Tanjung Pasir, menurut pengamatan
peneliti hanya pada point nomor 1, 3, 4, 5, dan 6. Seperti contoh terjadinya banjir
di wilayah Desa Tnjung Pasir ketika cuaca sedang hujan deras, hal tersebut
dibenarkan oleh salah seorang warga bernama Pili (30), berbeda dengan Desa
yang lainnya seperti halnya Desa Tanjung Burung yang menjadi lokasi
9
penanaman pohon bakau dan pohon mangrove, meskipun terkena banjir juga
namun ada upaya untuk meminimalisir banjir.
Sebelum membahas permasalahan yang lebih mendalam mengenai
Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir, peneliti ingin
memperlihatkan sebuah gambaran atau situasi di Desa Tanjung Burung dan Desa
Tanjung Pasir terlebih dahulu.
Berikut adalah gambar kondisi Desa Tanjung Burung dan Desa Tanjung
Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang :
Gambar 1.1 Kondisi dan situasi di Desa Tanjung Burung
Sumber: Peneliti 2016
10
Gambar di atas diambil oleh peneliti pada saat observasi pada tanggal 14
desember 2016. Di Desa Tanjung Bururng dapat dilihat bahwa disana banyak
ditanami pohon-pohon salah satunya yaitu pohon bakau dan mangrove.
Gambar 1.2 Situasi serta kondisi di Desa Tanjung Pasir
Sumber: peneliti 2016
Gambar di atas diambil pada tanggal 14 desember 2016, gambar di atas
merupakan kondisi Desa Tanjung Pasir yang terlihat belum adanya Program Desa
Pesisir Tangguh, karena belum adanya tanda-tanda keberadaan program dari
pemerintah seperti tidak ada mercu suar untuk peringatan jika terjadi bencana
ataupun tempat untuk air bersih di sekitaran desa Tanjung Pasir.
11
Berdasarkan data Kecamatan Teluknaga Dalam Angka 2016, total jumlah
penduduk Desa Tanjung Pasir adalah 10.144 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari
5.133 jiwa penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan 4.951 jiwa penduduk
yang berjenis kelamin perempuan. Sedangkan total kepala keluarga yang
mendiami daerah ini adalah sebanyak 2.424 KK. Berikut ini adalah data jumlah
penduduk Desa Tanjung Pasir berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagaimana
disajikan dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Tanjung
Pasir Tahun 2016
No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)
1 TK 702 SD 1.4073 SLTP 5974 SMU 3595 D1-D3 306 Sarjana (S1-S3) 57 Madrasah 278 Pendidikan Agama 469 Kursus 10
Sumber :Kecamatan Teluknaga Dalam Angka 2016
Dari data tabel di atas dapatlah dikatakan bahwa tingkat pendidikan
masyarakat di wilayah Desa Tanjung pasir masih rendah. Tingkat pendidikan
penduduk di suatu daerah mengindikasikan tingkat sumber daya manusia di
daerah tersebut. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang bisa diselesaikan oleh
penduduk di suatu daerah, maka semakin tinggi pula tingkat pola pikir
masyarakatnya. Semakin besar jumlah penduduk yang bisa menyelesaikan tingkat
pendidikannya, maka daerah tersebut akan semakin maju.
12
Mayoritas mata pencaharian penduduk Desa Tanjung Pasir adalah sebagai
nelayan. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan mencapai 2.531 jiwa.
Hal ini sesuai dengan karakteristik wilayah desa yang berada di wilayah pesisir,
sehingga mata pencaharian penduduknya didominasi sebagai nelayan. Selain itu
terdapat mata pencaharian lain yang menjadi gantungan hidup bagi penduduk di
desa ini yaitu sebagai pegawai negeri sejumlah 17 jiwa, ABRI/TNI 10 jiwa,
Swasta 65 jiwa, wiraswasta 168 jiwa, Tani 363 jiwa dan buruh tani 176 jiwa.
Detail jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir ini dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Tanjung
Pasir Tahun 2016
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)1 Pegawai Negeri 172 ABRI/TNI 103 Swasta 654 Wiraswasta 1685 Tani 3636 Buruh Tani 1767 Nelayan 2.531
Sumber : Kecamatan Teluknaga dalam Angka 2016
Dari data tabel di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat pesisir
khususnya di Daerah Desa Tanjung Pasir mayoritas adalah nelayan, karena
memang kondisi geografis daerah tersebut.
Adapun permasalahan yang ada dalam berjalannya Program Desa Pesisir
Tangguh di Wilayah Kecamatan Teluknaga Desa Tanjung Pasir, yaitu:
Pertama, kurangnya kesiapan dari pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Tangerang. Daerah pesisir di Kecamatan Teluk Naga juga ada tim
kecil yang dibentuk oleh Bupati. Pertama Program Desa Pesisir Tangguh itu
13
Program yang langsung turun ke bawah sehingga juga langsung dirasakan
manfaatnya, secara teknis atau secara prinsip Program Desa Pesisir Tangguh
bersifat Top Down, namun dalam pelaksanaanya diberlakukan FGD (Focus Group
Discussion) gunanya untuk mengidentifikasi kebutuhan yang ada di desa apa saja
yang nantinya dituangkan ke dalam RPDP (Rencana Pembangunan Desa Pesisir).
RPDP berisikan dari latar belakang program-program, kelebihan atau kekurangan
desa, serta potensi apa saja yang ada. Semuanya muncul dari FGD tersebut yaitu
terbagi dalam 5 (lima) Bina yang kemudian dikeluarkan dalam suatu kegiatan
yang kemudian disinkronkan dengan pembiayaan di pusat lalu dijalankan. PDPT
memang bersifat Top Down karena program dari pusat ke daerah, hanya saja
dalam mekanisme pelaksanaanya mengidentifikasi dari bawah lalu naik ke desa,
kemudian naik ke dinas, lalu ke pusat. Adapun dalam pembiayaanya Top Down
dimana menggunakan APBN yang tersalurkan pada APBD, dalam pelaksanaanya
itu Bottom Up karena memang benar-benar memperhatikan aspirasi masyarakat.
Jadi apa yang masyarakat inginkan menjadi fokus pembangunan. Seperti contoh
kebutuhan yanng sangat penting yaitu air bersih, karena memang pada
kenyataanya air bersih susah untuk diperoleh pada daerah pesisir.
Di Kabupaten Tangerang sendiri Program Desa Pesisir Tangguh dirasa
kurang tepat untuk diimplementasikan, karena kesiapan dari pegawai Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang dirasa belum cukup, hal ini seperti
yang diutarakan oleh Daya Pambudi Selaku STTP selaku pelaksana Program Desa
Pesisir Tangguh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang:
14
“kita bisa lihat mas dari segi pegawainya saja dirasa belum siap untukmelaksanakan program ini, bisa dibilang malas-malasan lah”.(wawancara awal dengan Bapak Daya Pambudi STTP pada 28 april 2016,pukul 13:30 WIB. Di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan).
Berdasarkan wawancara tersebut maka program tersebut sukar untuk
masuk di Desa Tanjung Pasir, Namun karena ada arahan dari Pemerintah Pusat
dari Presiden langsung makan Program Desa Pesisir Tangguh dilaksanakan juga.
Karena merupakan program keroyokan untuk mengatasi suatu wilayah.
Selanjutnya hal tersebut di paparkan oleh Bapak Daya Pambudi STTP selaku
pelaksana Program Desa Pesisir Tangguh Dinas Perikanan dan Kelautan.
Kedua, kurang representatifnya dalam hal perencanaan program. Seperti
yang diutarakan oleh Daya Pambudi STTP, sebagai berikut:
“Permasalahan secara umum di mana perencanaanya kurangrepresentatif, lalu kalau dari ranah pelaksanaanya itu dari warga itusendiri, dikarenakan masyarakat pesisir khususnya di wilayah KabupatenTangerang itu khas karena tidak dapat dikatakan sebagai masyarakatbersifat kekotaan, kalau secara pola pikir masyarakat pesisir di wilayahKabupaten Tangerang dapat dikatakan masyarakat perkotaan, di manamasyarakat perkotaan yang secara memenuhi kebutuhannya denganmateri”. (wawancara awal dengan Daya Pambudi STTP pada 28 april2016, pukul 13:35 WIB. Di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan)
Namun, secara kondisi lapangan masih kumuh karena memang daerah
pinggiran yang sifatnya sudah individualis dan materialistis. Maka disitulah letak
sukar masuknya Program Desa Pesisir Tangguh, seperti contoh di mana dari
Pemerintah Daerah hendak mengadakan pertemuan atau perkumpulan kelompok
dan kerja bakti, maka Pemerintah Daerah harus menghitung waktu yang
masyarakat buang yaitu berupa uang saku dan lain sebagainya.
Masyarakat masih belum memiliki kesadaran akan lingkungannya sendiri,
sangat jarang sekali ada perkumpulan masyarakat untuk membahas tentang
15
lingkungan mereka. Adapun pernyataan yang membenarkan hal tersebut yang di
paparkan oleh Bapak Daya Pambudi STTP selaku Pelaksana Program Desa
Pesisir Tangguh, Dinas Perikanan dan Kelautan.
Ketiga, tidak maksimalnya hasil dari PNPM (Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat) seperti contoh pemberdayaan masyarakat lewat hasil
tangkap pancing, usaha krupuk ikan, dan wisata laut yang tertera di Program Desa
Pesisir Tangguh. Pak Hasan Basri selaku aktivis lingkungan hidup Desa Tanjung
Burung memulai percakapan dengan permasalahan banjir yang sudah menjadi
langganan di Desa Tanjung Burung. Luapan banjir itu membawa material sampah
dan menghambat pertumbuhan pohon mangrove. Obrolan berlangsung acak, Pak
Hasan Basri dengan ekspresi muka yang agak menyesal ia berkata, “kita jadi kuli
di desa sendiri”. Ia mencermati profesi warga desanya yang mayoritas buruh
kasar alias kerja serabutan sesuai apa yang diperlukan, entah jadi buruh galangan
kapal, kuli pengerukan tambak baru, buruh nelayan dan sebagainya. Dibilang
miskin sekali sih tidak begitu, namun hanya cukup menghidupi keluarganya saja.
Begitu pun rumah-rumah di Desa Tanjung Burung sudah banyak yang permanen
dan lumayan bagus. Meski masih banyak dijumpai rumah terbuat dari anyaman
bambu, beratapkan daun kelapa dan beralaskan tanah.
Pak Hasan Basri berkata kepada peneliti, Ia agak pesimis dengan program-
program pemerintah yang kesannya menggugurkan kewajiban saja. Ia justru lebih
suka dengan program-program mahasiswa yang dilakukan di sini, soalnya lebih
ril walau program itu kecil-kecil dan bisa langsung terjun di masyarakat. Ia
menambahkan, program PNPM yang digulirkan pemerintah banyak mengandung
16
kelemahan di sini, seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) dimana SDM (Sumber
Daya Manusia) di sini tidak siap, jadi hasilnya tidak maksimal. (wawancara awal
dengan Pak Hasan Basri pada 27 november 2016, di kediaman Pak Hasan Basri)
Keempat, lemahnya pengawasan dari Dinas (Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Tangerang). Pak Hasan Basri pun berujar:
“perlu dianalisa pembangunan di masyarakat agar efektif, perlupembangunan masyarakat untuk pembangunan di desa ini”. (wawancaraawal dengan Pak Hasan Basri pada 27 november 2016, di kediaman PakHasan Basri).
Ia mengakui bahwa Pemerintah Desa seperti halnya Kepela Desa beserta
jajarannya kurang aktif mendorong partisipasi masyarakat yang ada, pemerintah
desa cuma menjalankan instruksi dari atas, dan akhirnya apa yang dilakukan di
sini adalah swadaya masyarakat, karena di sini masih ada tradisi guyup semangat
gotong royong meskipun diakui sekarang ini mulai terkikis.
Terkait penanaman mangrove, acapkali gagal, karena lahan kolam tambak
yang membuat area penanaman mangrove menyusut. Pemilik-pemilik kolam
tambak kebanyakan dikuasai oleh orang-orang dari Jakarta. Persoalan ini
disebabkan oleh kesalahan pemerintahan desa terdahulu yang tidak berpikir untuk
menyediakan area konservasi. Sampai saat ini belum ada kebijakan desa untuk
konservasi di desa Tanjung Burung. Penanaman mangrove di sini kurang
mendapat perhatian warga desa, hal ini disebabkan kepentingan masyarakat sudah
bergeser karena kepentingan pemilik modal, sehingga masyarakat di sini tetap
menjadi kuli di daerahnya sendiri.
Kelima, kurang aktifnya Pemerintah Desa mendorong partisipasi
masyarakat. Berkenaan dengan pemerintahan, Pak Hasan Basri mengatakan
17
“wibawa Camat Teluk Naga kurang dibandingkan dengan seorang Kepala Desa”.
Karena, hemat beliau jabatan Camat adalah jabatan administratif,
sedangkan Kepala Desa adalah jabatan politis, sehingga kewibawaan Kepala Desa
lebih kuat dibandingkan Camat, yang kerjaannya lebih ke persoalan administrasi
dan pengawasan saja, sedangkan kebijakan berada di tangan Kepala Desa. Ia pun
mempersoalkan sistem ketatanegaraan kita, jujur membuat Peneliti terkejut
sampai bahasannya ke sana. Baginya apa yang ia terangkan di atas adalah
persoalan ketatanegaraan kita, seperti hubungan Gubernur dengan Bupati atau
Walikota, begitu juga hubungan Camat dengan Kepala Desa. Baginya sistem
pemilihan Gubernur lebih baik ditiadakan saja karena memboroskan biaya
demokrasi kita yang begitu besar, ujarnya dengan tegas mencoba
membandingkannya dengan pemilihan Kepala Desa.
Sehingga pemerintah desa belum mampu untuk mendorong masyarakat
untuk turut serta berpartisipasi dalam hal Program Desa Pesisir Tangguh yang di
canangkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, begitu beliau
mengatakan dengan tegas. (wawancara awal dengan Pak Hasan Basri pada 27
november 2016, di kediaman Pak Hasan Basri)
Keenam, lemahnya sosialisasi program kepada masyarakat. Lain hal
dengan kondisi lingkungan dan kondisi masyarakat di daerah Tanjung Pasir,
masyarakat pesisir yang berada di daerah Tanjung Pasir justru kurang mengetahui
dengan adanya Program Desa Pesisir Tangguh yang dicanangkan oleh Pemerintah
Pusat yang diteruskan oleh Pemerintah Daerah. Berbicara soal Program Desa
Pesisir Tangguh peneliti bertemu dengan Bapak Mandor Camang selaku ketua
18
TOPLES (Tongkrongan Pemuda Lelaki Sejati) aktifis lingkungan dan juga aktifis
sosial yang berada di Desa Tanjung Pasir, beliau mengatakan bahwasannya
kurang mengetahui dengan adanya Program Desa Pesisir Tangguh, berikut adalah
pernyataan dari Mandor Camang selaku Ketua Toples:
“waduh dek, saya kayanya kurang tahu ya sama program itu, pernah sihdengar tentang program itu tapi kalo di Tanjung Pasir gak tahu deh adaatau tidak” (wawancara awal dengan Pak Mandor Camang pada 14desember 2016, di seketariat TOPLES)
Peneliti semakin penasaran dengan pernyataan Bapak Mandor Camang
tersebut. Jikalau memang ada program tersebut masyarakat belum merasakan
dampak dari Program Desa Pesisir Tangguh, begitu beliau menambahkan tentang
kondisi masyarakat di Desa Tanjung Pasir. Beliau hanya memberi tahu peneliti
tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Tongkrongan Pemuda Lelaki
Sejati dan juga event-event yang telah dilaksanakannya.
Berkaitan dengan Program Desa Pesisir Tangguh yang dilaksanakan di
Desa Tanjung Pasir belum terlaksana dengan efektif dikarenakan kondisi
lingkungan dan masyarakat yang belum terlihat adanya program tersebut,
Berdasarkan permasalahan yang ada maka peneliti memiliki ketertarikan
melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh
di Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah suatu proses untuk mengenal dan membuat
asumsi-asumsi berdasarkan observasi maupun wawancara awal pada fokus dan
lokus penelitian yang diarahkan pada upaya untuk mengidentifikasi ruang lingkup
19
penelitian. Berdasarkan hasil observasi maupun wawancara awal peneliti mencoba
untuk mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dalam
bentuk pernyataan, yaitu sebagai berikut:
1. Kurangnya kesiapan dari pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Tangerang.
2. Kurang representatifnya dalam hal perencanaan program.
3. Tidak maksimalnya hasil dari PNPM (Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat).
4. Lemahnya pengawasan dari Dinas (SKPD Kabupaten Tangerang).
5. Kurang aktifnya Pemerintah Desa mendorong partisipasi masyarakat.
6. Lemahnya sosialisasi program kepada masyarakat.
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan penelitian, maka peneliti akan membatasi ruang
lingkup permasalahan, hal ini dikarenakan dengan adanya fokus penelitian maka
akan memberikan batasan studi yang akan dilakukan. Karena, apabila penelitian
dilakukan tanpa adanya batasan masalah peneliti akan terjebak dengan banyaknya
data yang melimpah di lapangan. Oleh karena itu, fokus penelitian sangat penting
dalam peranannya dalam memandang dan mengarahkan. Dikarenakan Desa
Tanjung Pasir merupakan daerah yang masuk dalam kriteria pemilihan desa
pesisir untuk Program Desa Pesisir Tangguh, dan juga merupakan daerah wisata
yang cukup banyak dikunjungi oleh wisatawan maka alasan tersebut menarik
perhatian peneliti untuk melakukan penelitian di daerah tersebut. Dalam penelitian
ini peneliti hanya akan memfokuskan pada permasalahan terkait Implementasi
20
Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga
Kabupaten Tangerang.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimanakah
Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangerang?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program Desa
Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten
Tangerang.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat secara teoritis dan praktis dalam penelitian ini, adalah:
1.6.1 Secara Teoritis
Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang dilakukan
sehingga dapat memperluas pengetahuan Ilmu Administrasi Negara,
terutama kajian tentang Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh. Dan
juga sebagai bahan pemahaman dan pembelajaran bagi peneliti maupun
mahasiswa yang lainnya untuk melakukan penelitian secara lebih
mendalam terutama pada kajian Implementasi Program desa Pesisir
Tangguh.
1.6.2 Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti dalam
mengetahui perkembangan kebijakan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
21
daerah Kabupaten Tangerang dalam Program Desa Pesisir Tangguh
(PDPT). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
peneliti yang lain yang menjadikan Implementasi Program Desa Pesisir
Tangguh yang menjadi objek kajian.
22
BAB II
DESKRIPSI TEORI, PENELITIAN TERDAHULU,
KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI DASAR
Tinjauan pustaka merupakan panduan penulisan dalam aspek konseptual
dan teoritis. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai konsep kebijakan publik,
konsep implementasi, serta teori-teori tentang implementasi sebuah kebijakan.
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Pengertian Kebijakan
Definisi mengenai kebijakan dikemukakan oleh Budiardjo (2008: 20),
yang mendefinisikan kebijakan sabagai:
Suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau
kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai
tujuan itu. Pada prinsipnya pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai
kekuasaan untuk melaksanakannya.
Sedangkan Laswell (dalam Parsons, 2005: 17) mendefinisikan kebijakan
sebagai berikut:
The word policy commonly use to designate the most important choicesmade either in organized or in private life... policy is free for manyundesirable connotation clustered about the word political, which is oftenbeleived to imply partisanship or corruption (kata “kebijakan” padaumumnya dipakai untuk menunjukan pilihan terpenting yang diambil baikdalam kehidupan organisasi atau privat... “kebijakan” bebas dari konotasiyang cukup dalam kata politis yang diyakini mengandung makna“keberpihakan” dan “korupsi”).
23
Berbeda dengan Laswell, Anderson (dalam Wahab, 2012: 8),
mendefinisikan kebijakan merupakan:
Purposive course of action or inaction undertaken by an actor or set ofactors in dealing with a problem or matter of concern (langkah tindakanyang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktorberkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi)
Carl J. Friedrick (dalam Islamy, 2004: 17), mendefiniskan kebijakan
merupakan:
...... a proposed of action of person, group, or government within a givenenvironment providing obstacles and opportunities which the policy wasproposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize anobjective or a purpose (....serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu denganmenunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadappelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut tersebut dalam rangkamencapai tujuan tertentu).
Dengan demikian, dari beberapa definisi kebijakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan adalah sebuah keputusan yang dibuat oleh
seseorang atau kelompok yang memiliki kekuasaan untuk menentukan tujuan
serta bagaimana pelaksanaan dari kebijakan tersebut.
2.1.2 Pengertian Publik
Di Indonesia, istilah “publik” sering sekali dipahami sebagai “negara”,
“umum” atau “masyarakat”. Hal ini dapat kita terjemahkan istilah-istilah publik
menurut Parsons (2005: 3), antara lain:
a. Kepentingan publik (public interest)b. Opini publik (public opinion)c. Barang-barang publik (public goods)d. Hukum publik (public law)e. Sektor publik (public sector)f. Kesehatan public (public health)g. Transportasi public (public transport)
24
h. Pendidikan publik (public education)i. Siaran layanan publik (public service broadcasting)j. Akuntabilitas publik (public accountability)k. Toilet publik (public toilets)l. Ketertiban umum (public order)m. Utang publik (public debt)
Kemudian Parson (2005: 3) menjelaskan bahwa “publik itu sendiri berisi
aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh
pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama”, sedangkan
menurut Abidin (2012: 7) menyatakan bahwa “publik dalam rangkaian kata pubic
policy memiliki tiga konotasi, yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum”. Dari
beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa publik merupakan
istilah yang berhubungan tentang aktivitas umum atau masyarakat.
2.1.3 Pengertian Kebijakan Publik
Dalam penelitian dalam ruang lingkup ilmu adminsitrasi negara tidak
terlepas dengan studi kebijakan publik. Hal itu kemudian akan dijabarkan
pengertiannya oleh beberapa tokoh atau para ahli yang paham mengenai kebijakan
publik.
Menurut Anderson (dalam Agustino, 2016: 17), mengatakan kebijakan
publik sebagai:
Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yangdiikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yangberhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.
Berbeda dengan Anderson, Eulau & Prewitt (dalam Agustino, 2016: 17)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai: “Keputusan tetap yang dicirikan dengan
konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari
25
mereka yang mematuhi keputusan tersebut.” Definsi ini mengandung makna
bahwa kebijakan bersifat konsisten untuk dilaksanakan oleh mereka yang
mematuhi keputusan tersebut.
Pengertian lain tentang kebijakan publik dikemukakan oleh Fredrick
(dalam Nugroho, 2003: 4), beliau mendefinisikan kebijakan publik sebagai:
Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, ataupemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluangyang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untukmemanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalamrangka mencapai tujuan tertentu.
Cochran et.al (dalam Tangkilisan & Nogi, 2003: 119) mengatakan bahwa
kebijakan publik sebagai: “Sebuah perilaku disengaja yang diikuti oleh sebuah
lembaga pemerintah atau pejabat pemerintah untuk memecahkan sebuah isu
perhatian publik.” Sedangkan menurut Eyestone (dalam Agustino, 2006: 40),
mendefinisikan bahwa: “Kebijakan publik adalah sebagai suatu hubungan antara
unit pemerintah dengan lingkungannya.”
Definisi kebijakan publik menurut Young da Quinn (dalam Suharto, 2005:
44), antara lain:
1. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakanyang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memilikikewenangan hukum;
2. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakanpublik berupaya merespon masalah atau kebutuhkan kongkrit yangberkembang di masyarakat;
3. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publikbiasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri daribeberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuantertentu demi kepentingan orang banyak;
4. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tindakan melakukan sesuatu.Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk
26
memecahkan masalah sosial. Namun kebijakan publik juga bisadirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial dapatdipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada, dan karenanya tidaklagi memerlukan tindakan tertentu;
5. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor.Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadaplangkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukansebuah maksud atau janji yang yang belum dirumuskan. Dalam kebijakanpublik bisa dibuat oleh badan pemerintah maupun oleh beberapaperwakilan lembaga yang berwenang.
Pakar Prancis, Lemieux (dalam Wahab, 2012: 15), mendefinisikan
kebijakan publik sebagai berikut: “The product of activities aimed at the
resolution of public problems in the environment by political actors whose
relationship are structured. The entire process evolves over time” (produk
aktivitas-aktivitas yang dimaksud untuk memecahkan masalah-masalah publik
yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh akyor-aktor politik yang
hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktivitas itu berlangsung sepanjang
waktu).
Dari definisi kebijakan yang diungkapkan oleh Dunn seperti dalam tabel di
atas menggunakan kata input, proses, output, outcome dan dampak. Dari kata-kata
di atas mengandung penjelasan sebagai berikut:
1. Input merupakan bahan baku yang digunakan sebagai masukan dalamsebuah sistem kebijakan, input tersebut dapat berupa sumber dayamanusia, finansial, tuntutan-tuntutan serta dukungan dari masyarakat;
2. Proses merupakan adanya keterlibatan analis kebijakan dalam menentukanmasalah, dalam proses terjadi adanya kekuatan negoisasi antar pembuatkebijakan dengan memperhatikan isi dari kebijakan tersebut. Kebijakanyang telah diambil maka dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yangmenggerakan sumber daya manusia dan finansial;
3. Output merupakan keluaran dari sebuah sistem kebijakan, yang dapatberupa peraturan, kebijakan, pelayanan/jasa/ dan program;
4. Outcome adalah hasil suatu kebijakan dalam jangka waktu tertentu sebagaiakibat diimplementasikannya suatu kebijakan;
27
5. Impact (dampak) adalah akibat lebih jauh pada masyarakat sebagaikonsekuensi adanya kebijakan yang diimplementasikan.
Berdasarkan beberapa definisi kebijakan publik oleh para ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu keputusan
yang diambil oleh pemerintah dari berbagai pilihan yang ada untuk dilakukan atau
tidak dilakukan untuk menangani berbagai masalah yang terdapat di suatu negara
yang mempunyai tujuan tertentu dengan menggunakan tiga kegiatan pokok yaitu
perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan dengan tujuan menciptakan
kesejahteraan bagi orang banyak. Untuk itu kebijakan publik adalah keputusan
yang diambil oleh Pemerintah mengenai pedoman tindakan yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya pada perumusan
kebijakan.
Kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan telah
mendapatkan legitimasi dari lembaga legislatif telah memungkinkan birokrasi
untuk bertindak. Kebijakan publik dirumuskan untuk mengakomodasi beragam
tuntutan masyarakat, berarti bahwa kebijakan publik memiliki tujuan untuk
menciptakan suatu kondisi dimasa depan guna memuaskan berbagai tuntutan
tersebut. Di tingkat Pemerintah Daerah, bentuk kebijakan publik dibuat dalam
Peraturan Daerah (Perda).Dalam mempelajari apa itu kebijakan publik, maka ada
hal yang wajib dipahami dalam mempelajari dasar-dasar kebijakan publik adalah
mengerti definisi, arti, atau makna mengenai apa itu kebijakan, publik, dan
kebijakan publik.
28
2.1.4 Pengertian Implementasi
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah
sebuah program atau kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian
dijalankan sepenuhnya.
Implementasi menurut Usman (2002:70) mengatakan:
Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanyamekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapisuatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan.
Implementasi menurut Setiawan (2004:39) mengatakan:
Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan prosesinteraksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukanjaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.
Selanjutnya implementasi menurut Harsono (2002:67) megatakan:
Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjaditindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi. Pengembangankebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
definisi dari implementasi adalah pelaksanaan, penerapan, yang bermuara pada
aktivitas, aksi, serta tindakan yang melaksanakan suatu program atau kebijakan
guna tercapainya suatu tujuan tertentu.
2.1.5 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Impelementasi kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam
proses kebijakan. Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah merupakan
sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak
kebijakan yang baik, yang mampu dibuat oleh pemerintah, baik yang dirumuskan
dengan meggunakan tenaga ahli dari laur negeri, tetapi kemudian tidak
29
mempunyai pengaruh apa-apa dalam kehidupan negara tersebut karena tidak
mampu atau tidak dilakasanakan.
Implementasi kebijakan merupakan tahap kelanjutan dari formulasi
kebijakan dan kemudian disahkan. Dalam praktiknya menurut Agustino
(2016:126) “implementasi merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan
tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi sebagai kepentingan”.
Implementasi kebijakan sendiri menurut Van Meter dan Van Horn (dalam
Agustino, 2016:128), di definisikan, sebagai :
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu ataupejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yangdiarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskandalamkeputusan kebijaksanaan”.
Adapun pengertian lain berikan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier.
Menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (dalam Agustino, 2016:128)
mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai:
“Pelaksanaan Keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentukundang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah ataukeputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badanperadilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yangingin di atasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingindicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses im-plementasinya”.
Sedangkan menurut kamus Webster (dalam Wahab, 2012:139) meumuskan
bahwa :
“istilah to implement (mengimplementasikan) itu berarti to provide themeans for carrying out (menydiakan sarana untuk melaksanakan sesuatu),to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”.
30
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan
menyangkut 3 hal, yaitu (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan: (2) adanya
aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan: (3) adanya hasil kegiatan.
Berdasarkan berbagai pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat
disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu tindakan
pelaksanakan kebijakan guna memecahkan masalah yang dihadapi dan
mendapatkan hasil yang ingin dicapai.
2.1.6 Model-Model Implementasi Kebijakan Publik
Dalam studi kebijakan publik terdapat, terdapat bebrapa model
implementasi kebiajakan publik yang dikemukakan oleh ahli yang melihat
variable-varabel apa saja yang dapat memepengaruhi kinerja implementasi suatu
kebijakan publik. Adapun ahli tersebut ialah Van Meter dan Van Horn, George
Edward III, dan Marilee S. Grindle.
Menurut Model Implementasi kebijakan yang diutarakan Van Meter dan
Van Horn (dalam Agustino, 2016:133-136) terdapat 6 variabel yang dapat
mempengaruhi kinerja impelementasi kebijakan publik, yaitu:
1. Standard dan Sasaran Kebijakan/Ukuruan dan Tujuan Kebijakan.Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya
jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realiistisdengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksanaan kebijakan.
2. SumberdayaKeberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memenfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia, waktu dansumberadaya financial merupakan bentuk sumberdaya tersebut.
3. Karakteristik Agen PelaksanaPusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal inisangat penting banyak dipengarahi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocokdengan para agen pelaksananya
31
4. Sikap/Kecendrungan (Disposition) para PelaksanaSikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat
banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasikebijakan publik.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Agen PelakasanaKoordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihakyang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya keslahan-kesalah akan sangat kecil untuk terjadi.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.Kondisi Ekonomi, social dan politik yang kondusif akan sangat
mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Begitupunsebaliknya.
Adapun menurut Model Impelementasi Kebijakan yang diberikan oleh
George C. Edward III (dalam Agustino, 2016:136-141) terdapat 4 variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik, yaitu ;
1. KomunikasiVariabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan menurut George C. Eward III, adalah komunikasi. Komunikasimenurutnya lebih lanjut sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dariimplementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila parapembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan.
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalammengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:
a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatuimplementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyalurankomunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebutdisebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi,sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.
b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidakambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangiimplementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkanfleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain haltersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai olehkebijakan yang telah ditetapkan.
c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasiharuslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jikaperintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkankebingungan bagi pelaksana di lapangan.
2. Sumber daya
32
Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasisuatu kebijakan adalah sumberdaya. Indikator sumber-sumberdaya terdiri daribeberapa elemen, yaitu:
a. Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunyadisebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupuntidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor sajatidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dankemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam meng-implementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan olehkebijakan itu sendiri.
b. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk,yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakankebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukandisaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasimengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasipemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakahorang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuhterhadap hukum.
c. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintahdapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagipara pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor dimata publiktidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasikebijakan. Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebutada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Disatu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaanimplementasi kebijakan tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurutmanakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demikepentingannya sendiri atau demi kepentingan ke-lompoknya.
d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasikebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengertiapa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakantugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana)maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
3. DisposisiDisposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga
dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaansuatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harusmengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuanuntuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. Hal-halpenting yang perlu dicermati pada variabel disposisi ini adalah :
a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akanmenimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasikebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakanyang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan
33
pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yangmemiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus lagipada kepentingan warga.
b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untukmengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah denganmemanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindakmenurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh parapembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akanmenjadi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakanmelaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upayamemenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
4. Struktur BirokrasiVariabel keempat yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi
kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleksmenuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusifpada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasisebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telahdiputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
Dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja strukturbirokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah: melakukan Standar OperatingProsedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatanrutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksanakebijakan/administratur/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya padatiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (atau standar minimum yangdibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya peyebarantanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktiuvitas pegawai diantarabeberapa unit kerja.
Menurut Model Impelementasi Kebijakan yang di berikan oleh Marielee S.
Grindle (dalam Agustino, 2016:142-145) terdapat 2 varibel besar yang
mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik , yaitu :
1. Content of Policy, meliputi :a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mem-pengaruhi)
Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaanyapasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.
b. Type of benefitPada poin ini content of policy berupaya untuk menunjukkan atau
menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenismanfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan olehpengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
34
c. Extent of change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai)Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai.
Pada poin ini ingin dijelaskan bahwa seberapa berapa besar perubahan yanghendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harusmempunyai skala yang jelas.
d. Site of Decision MakingPengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan
penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, makapada bagian ini harusdijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yangakan diimplementasikan.
e. Program ImplementerDalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus di dukung
dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demikeberhasilan suatu kebijakan.
f. Resource CommitedPelaksanaan suatu kebijakan harus di dukung oleh sumberdaya-
sumberdaya yang mendukung agar pelaksanaan-nya berjalan dengan baik.2. Context Of Policy, meliputi :
a. Power, Interest, and Strategy of Actor involvedDalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau
keuaaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para actor yangterlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaansuatu implementasikebijakan.
b. Institusion and Regime CharateristicLingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga
berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskankarakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatukebijakan.
c. Compliance and ResponsivenessHal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan
adalah kepatuhan dan respon dari parapelaksana, maka hendak dijelaskanpada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon pelaksana dalammenangggapi suatu kebijakan.
Edward III mengemukakan bahwa salah satu pendekatan dalam studi
implementasi adalah harus dimulainya pertanyaan apakah yang menjadi syarat
dan selanjutnya Edward menentukan empat faktor yang mempengaruhinya, (1)
Komunikasi, (2) Sumberdaya, (3) Disposisi atau sikap, (4) Struktur Birokrasi.
Keempat variabel ini saling berhubungan satu sama lain. Van Meter dan Van
Horn mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan suatu kebijakan haruslah
35
menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana
kebijakan. Kejelasan standar dan sasaran tidak akan menjamin implementasi
efektif bila tidak adanya komunikasi antar organisasi dan aktivitas penyuluhan.
Hal ini berkaitan erat dengan struktur birokrasi dari pelaksana. Menurut Meter dan
Horn ada enam variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan, (1) Standar dan Sasaran Kebijakan, (2) Sumber Daya, (3) Kondisi
Sosial, Ekonomi, dan Politik, (4) Karakteristik Tujuan, (5) Komunikasi Antar
Organisasi, (6) Sikap Pelaksana. Grindle mengemukakan bahwa ada dua variabel
utama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi yaitu isi kebijakan dan
konteks dari implementasi. Mengingat pemahaman Grindle tersebut menunjukkan
bahwa keberhasilan dari implementasi sebuah kebijakan ditentukan oleh banyak
hal, terutama yang menyangkut kepentingan-kepentingan yang terlibat
didalamnya. Artinya sebuah kebijakan yang sederhana tentu tidak melibatkan
kepentingan banyak orang, kelompok dalam masyarakat sehingga tidak akan
membawa perubahan yang besar. Sebaliknya semakin melibatkan banyak
kepentingan, maka keterlibatan seseorang atau kelompok dalam implementasi
kebijakan tersebut akan sangat tergantung apakah kepentingannya terlindungi atau
bahkan orang atau kelompok tersebut akan memperoleh manfaat yang tinggi atau
tidak mendapatkannya.
Dari semua variabel-variabel yang telah dipaparkan oleh para ahli
mempunyai kesamaan terutama yang menyoroti tentang komunikasi, sumber
daya, sikap dan struktur birokrasi. Dalam hal ini peneliti menggunakan aplikasi
dari model George C Edward III yang dianggap representatif untuk
36
menggambarkan Implementasi Kebijakan Program Desa Pesisir Tangguh Di
Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang dengan faktor sikap dan faktor
komunikasi yang dijadikan variabel dalam penelitian. Sikap pelaksana adalah
faktor ketiga dalam implementasi menurut Edward III. Sikap dapat dilihat dari
sikap pelaksana kebijakan dan sikap dari penerima kebijakan. Bila pelaksana
bersikap baik maka, ia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik juga,
sehingga penerima kebijakan yakni masyarakat pesisir memiliki sikap yang baik
dalam menjalankan kebijakan yang ada. Kaitannya dalam penelitian ini, peneliti
melihat sikap dari penerima kebijakan yaitu masyarakat Desa Tanjung Pasir
Kecamatan Teluknaga. Sikap ini dilihat dari masyarakat pesisir dalam menyikapi
implementasi kebijakan Program Desa Pesisir Tangguh yang berlangsung.
Komunikasi merupakan syarat pertama bagi implementasi yang efektif
karena dengan adanya komunikasi mereka yang melaksanakan keputusan harus
mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Adanya komunikasi yang jelas maka
para pelaksana dan penerima kebijakan dapat memahami apa yang diidealkan oleh
suatu kebijakan, seperti apa yang menjadi tanggung jawab mereka. Hanya saja
komunikasi adalah proses yang rumit, yang sangat potensial untuk terjadinya
penyimpangan. Oleh karena itu peneliti menggunakan teori model Edward III
untuk implementasi kebijakan Program Desa Pesisir Tangguh di Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangerang.
37
2.2 Wilayah dan Masyarakat Pesisir
Menurut Adisasmita (2008: 120) kawasan pesisir adalah ruang daratan
yang merupakan perbatasan antara ekosistem yang ada di darat dan laut. Lebih
lanjut Adisasmita (2008: 138) menyatakan bahwa ada beberapa permasalahan
yang erat kaitannya dengan wilayah pesisir yaitu aspek sosial, ekonomi, ekologi
dan administatif.
Menurut Suprihayono (2007:14) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan
antara daratan dan laut kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik
kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti
pasang surut, angin laut dan perembesan air asin.
Masyarakat pesisir merupakan komunitas yang mendiami wilayah pesisir,
yang pada umumnya masyarakat pesisir adalah nelayan dengan aktivitasnya yang
erat dengan aspek kelautan. Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir ditentukan
oleh interaksi faktor-faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan Nugraha dan
Rochmin (2004:251).
Aminah (2007:15) memberikan tipikal ekologi atau geografi, ekonomi dan
sosial masyarakat pesisir sebagai berikut:
a. Secara ekologi masyarakat pesisir dihadapkan pada zona yang luas denganluasan area yang dikelola relatif sempit, aspek laut yang menyebabkanproduktivitas yang tinggi dalam suatu hari kegiatan pelayaran.
b. Secara sosial masyarakat pesisir memiliki akses yang amat terbatas akanpelayaran sosial seperti layanan kesehatan dan pendidikan, adanyaintervensi orang luar untuk membentuk organisasi self-help yangmemberdayakan masyarakat, keeratan hubungan dalam masyarakat yangcukup tinggi, dan ketidakbergantungan kepada hukum positif.
c. Secara ekonomi, pendapatan masyarakat pesisir umumnya dibawahstandar nasional, kesenjangan pendapatan karena perbedaan sumber daya,tipe armada dan alat tangkap.
38
2.3 Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT)
2.3.1 Model Program Desa Pesisir Tangguh
Model Program Desa Pesisir Tangguh terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Rencana pengembangan desa pesisir;2. Penguatan kapasitas kelembagaan; dan3. Pencapaian kegiatan sebagai tujuan PDPT.
Untuk rencana pengembangan desa pesisir dilakukan dengan
menggunakan kombinasi pendekatan top down dan buttom up.
Pendekatan top down dengan memperhatikan perencanaan yang dibuat
pemerintah kabupaten/kota, antara lain seperti Rencana Strategis Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K) di kabupaten/kota, Rencana Tata Ruang Wilayah
kabupaten/kota, Rencana Zonasi WP3K di kabupaten/kota, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Pengelolaan WP3K
di kabupaten/kota, dan Rencana Aksi Pengelolaan WP3K di kabupaten /kota.
Selain pendekatan top down, PDPT ini juga menggunakan pendekatan
bottom up dimana penyusunan profil dan rencana masyarakat desa berdasarkan
masukan masyarakat hasil Participation Rural Appraisal (PRA) dan Focus Group
Discussion (FGD) untuk menghasilkan Rencana Pengembangan Desa Pesisir.
Rencana Pengembangan Desa Pesisir ini, kemudian digunakan sebagai salah satu
referensi dalam penyusunan rencana detail kegiatan pengembangan desa pesisir,
yang dapat meliputi: aspek ekologi, ekonomi, dan sosial yang dijabarkan dalam
lima fokus pengembangan kegiatan yaitu Bina Kesiapsiagaan terhadap Bencana
dan Perubahan Iklim, Bina Lingkungan dan Infrastruktur, Bina Sumber Daya,
Bina Manusia, dan Bina Usaha.
39
Dari ketiga aspek yang telah disebutkan di atas, pada prinsipnya muatan
PDPT lebih menekankan pada kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan,
pembangunan lingkungan dan infrastruktur, sumber daya serta kemandirian
ekonomi, yang diharapkan dapat mampu meningkatkan ketangguhan dengan
meminimalkan dampak kerugian akibat bencana dan perubahan iklim di desa-desa
pesisir.
Dengan demikian, muara model PDPT adalah terjadinya pengentasan
kemiskinan, keberlanjutan kelembagaan masyarakat, kelestarian lingkungan,
kemandirian keuangan desa, dan kesiapsiagaan terhadap bencana dan perubahan
iklim. Ilustrasi singkat dari penjelasan di atas dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar 2.3.1 Model Program Desa Pesisir Tangguh
Model Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
40
Sumber: ( http://pdpt-kkp.org/tangguh/index.php/konsep-pdpt/model-pdpt, dikutippada 05 November 2016)
2.3.2 Tahapan Program Desa Pesisir Tangguh
Tahapan kegiatan pelaksanaan PDPT di daerah melalui Tugas Pembantuan
disesuaikan dengan pelaksanaan kegiatan di tingkat pusat, sebagaimana dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.3.2 Tahapan Program Desa Pesisir Tangguh
Tahapan Pelaksanaan PDPT
Kegiatan PDPT diawali dengan pembentukan Tim Pengelola Kegiatan
yang meliputi Kuasa Pengguna Angaran, Pejabat Pembuat Komitmen, dan Pejabat
Penandatangan SPM. Pada tahap kedua, untuk kelancaran pelaksanaan PDPT di
lapangan selanjutnya dilakukan rekrutmen Tenaga Pendamping sebanyak 4 orang
41
yang terdiri dari 1 orang Koordinator di tiap kabupaten/kota dan 3 orang Tenaga
Pendamping yang bertugas di tiga desa. Tenaga Pendamping tersebut direkrut dan
ditetapkan oleh Kepala Dinas yang terlebih dahulu mendapat verifikasi dari Ditjen
KP3K. Selanjutnya Tenaga Pendamping tersebut akan mendapatkan pelatihan
oleh Ditjen KP3K.
Pembentukan Tim Teknis yang beranggotakan 9 orang berasal dari SKPD
terkait di tingkat kabupaten/kota atau paling banyak 12 orang disesuaikan dengan
kondisi di daerah. Tim Teknis terdiri dari 1 orang sebagai ketua (Sekretaris
Daerah Kabupaten/Kota), 1 orang sebagai sekretaris (Kepala Dinas yang
membidangi kelautan dan Perikanan), 3 orang Sub Tim Verifikasi dan selebihnya
sebagai anggota. Selanjutnya Kepala Dinas membentuk Tim Pemberdayaan Desa
yang beranggotakan 3 orang terdiri dari 1 orang kepala desa / lurah dan 2 orang (1
laki-laki dan 1 perempuan) yang berasal dari masyarakat sebagai motivator desa.
Tahap ketiga, dilakukan pembentukan Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) yang
meliputi: Identifikasi dan Seleksi. Proses pembentukan KMP dijelaskan pada bab
berikutnya.
Tahap keempat terdiri atas dua kegiatan yang dilakukan secara simultan,
yaitu (i) pengembangan Kapasitas Masyarakat Pesisir melalui pelatihan-pelatihan
serta (ii) penyusunan Rencana Pengembangan Desa Pesisir (RPDP), dengan
mempertimbangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Des).
Proses penyusunan RPDP ini dilakukan melalui konsultasi publik dan
Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbang-Des). Desa yang telah memiliki
draft RPDP, akan dilakukan review dan prioritisasi kegiatan dari dokumen yang
42
sudah ada. Selanjutnya RPDP ditetapkan oleh Kepala Desa sebagai acuan
pelaksanaan program PDPT.
Tahap kelima, penyusunan Rencana Kerja Kelompok (RKK) oleh KMP
yang didampingi oleh Tim Pemberdayaan Desa dan Tenaga Pendamping.
Penyusunan RKK harus sesuai dengan skala prioritas pembangunan desa pada
Dokumen RPD. Proses penyusunan dan pengajuan serta penetapan RKK akan
dijelaskan pada bab selanjutnya.
Tahap keenam, penyusunan Rencana Detail Kegiatan merupakan bagian
dari penyusunan RKK. Dokumen Rencana Detail Kegiatan tersebut merupakan
bagian dari proposal RKK dalam pengajuan BLM.
Tahap ketujuh, Penyaluran dan Pelaksanaan Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) dilakukan setelah Proposal RKK beserta kelengkapan
dokumen administrasi telah lolos verifikasi ditetapkan oleh kepala dinas
kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan BLM oleh KMP dengan didampingi Tenaga
Pendamping dan Tim Pemberdayaan Desa, agar kegiatan tersebut sesuai dengan
perencanaan, output dan target
Sumber: (http://pdpt-kkp.org/tangguh/index.php/komponen-tahapan/tahapan-pdpt,dikutip pada 05 November 2016)
2.3.3 Komponen Kegiatan PDPT
Komponen kegiatan PDPT adalah sebagai berikut:
1. Sosialisasi
Pelaksanaa sosialisasi program PDPT ditujukan untukmensosialisasikan rencana kegiatan PDPT kepada seluruh pemangkukepentingan antara lain melalui penyusunan bahan publikasi danpertemuan di tingkat kabupaten/kota yang melibatkan Pemda, DKP, SKPD
43
terkait, Tim Teknis, Camat, Perangkat Desa/Kelurahan, serta pemangkukepentingan lainnya.
2. Rencana Pengembangan Desa Pesisir
Rencana pengembangan desa pesisir (RPDP) dilaksanakan secarapartisipatif di tiap-tiap desa melalui pendampingan denganmempertimbangkan antara lain profil desa pesisir, hasil musyawarahperencanaan pengembangan desa (musrenbangdes), rencana pembangunanjangka menengah desa (RPJM-Desa), dan rencana tata ruang wilayahdan/atau rencana zonasi rinci kabupaten/kota. Rencana pengembangandesa pesisir merupakan dasar pelaksanaan pengembangan desa pesisirselama 5 (lima) tahun yang ditetapkan oleh kepala desa.
Kegiatan pertemuan-pertemuan dalam penyusunan RPDPdilakukan dalam rangka persiapan, pengkajian keadaan desa, penyusunanrancangan RPDP dan konsultasi rancangan RPDP kepada seluruhpemangku kepentingan di desa sebelum dilakukan pengesahan.
3. Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Peningkatan kapasitas masyarakat desa dilakukan di tiap-tiap desamelalui kegiatan antara lain bimbingan teknis yang dilakukan olehfasilitator dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan. Sasarankegiatan ini adalah KMP penerima BLM.
4. Bantuan Langsung Masyarakat
BLM PDPT merupakan stimulan program yang terdiri darikomponen:
a. Penyediaan prasarana dan sarana siaga bencana atau perubahan iklimb. Peningkatan dan/atau perbaikan ekosistem pesisirc. Pembangunan dan/atau perbaikan lingkungan atau infrastruktur dand. Penyediaan sarana kegiatan usaha sekunder.
Adapun jenis kegiatan BLM dalam PDPT diberikan denganmemperhatikan prioritas kebutuhan masing-masing lokasi, meliputi:
a. Kegiatan Bina Siaga Bencana dan Perubahan Iklim dilakukan melaluipenyediaan prasarana dan sarana siaga bencana dan perubahan iklim,antara lain berupa, namun tidak terbatas pada:
1. Penyediaan fasilitas penyelamatan diri, seperti jalur evakuasi, rambuevakuasi, dan shelter
2. Penyediaan struktur pelindung pantai dan/atau tanggul sungai di pesisirdan
44
3. Penyediaan sarana informasi bencana.
b. Kegiatan Bina Sumber Daya dilakukan melalui peningkatan dan/atauperbaikan ekosistem pesisir antara lain berupa, namun tidak terbatas pada:
1. Pengadaan dan penanaman bibit mangrove/vegetasi pantai lainnya besertapenunjang kegiatan
2. Rehabilitasi terumbu karang beserta penunjang kegiatan3. Rehabilitasi lamun beserta penunjang kegiatan dan4. Penyediaan sarana informasi.
c. Kegiatan Bina Lingkungan dan Infrastruktur dilakukan melaluipembangunan dan/atau perbaikan lingkungan atau infrastruktur antara lainberupa, namun tidak terbatas pada:
1. Penyediaan air bersih dan sarana distribusinya2. Penyediaan listrik dan sarana penerangan3. Pembangunan/perbaikan jalan dan/atau jembatan4. Pembangunan/perbaikan tempat pembuangan sampah/ pengolahan sampah5. Pembangunan/perbaikan drainase6. Pembangunan/perbaikan tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK) dan7. Pembangunan/perbaikan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
d. Kegiatan Bina Usaha dilakukan melalui penyediaan sarana kegiatanusaha antara lain berupa, namun tidak terbatas pada:
1. Bantuan sarana mata pencaharian alternatif, seperti perahu wisata, pondokwisata, alat selam untuk wisata bawah laut, alat produksi kerajinan hasillaut, dan daur ulang limbah
2. Bantuan sarana penunjang usaha perikanan tangkap, perikanan budidayaserta pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dan
3. Kegiatan usaha pendukung industrialisasi kelautan skala kecil, sepertibantuan sarana pengembangan bioteknologi skala kecil.
Untuk pelaksanaan kegiatan Bina Siaga Bencana dan Perubahan Iklim,Bina Sumber Daya, dan Bina Lingkungan dan Infrastruktur, dapat dialokasikananggaran dengan total kurang lebih 80% dari total BLM untuk ketiga binatersebut. Sedangkan untuk pelaksanaan kegiatan Bina Usaha dapat dialokasikananggaran kurang lebih 20% dari total BLM. Dalam hal pengusulanRencana Kerja Kelompok (RKK) yang tidak bisa memenuhi prosentasi pada poina sampai dengan poin d berdasarkan skala prioritas pada Rencana PengembanganDesa Pesisir yang telah disusun, maka Kepala Dinas dapat mengajukan suratusulan kepada Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil .
Kegiatan Bina Manusia dan Bina Kelembagaan dilakukan melaluipelatihan-pelatihan terhadap masyarakat dan lokakarya serta pertemuan lainnyadengan menggunakan anggaran non-BLM.
45
5. Lokakarya Program
Lokakarya PDPT bertujuan untuk memaparkan dan mengevaluasi hasilpelaksanaan kegiatan untuk mendapatkan umpan balik guna penyempurnaankegiatan di masa yang akan datang serta mendorong upaya pengembangan desapesisir tangguh lainnya.
Sumber: (http://pdpt-kkp.org/tangguh/index.php/komponen-tahapan/komponen-kegiatan, dikutip pada 05 November 2016)
2.3.4 Integrated Coastal Management (ICM)
Gambar 2.3.4 Integrated Coastal Management (ICM)
46
Siklus Proses Pengelolaan PDPT Dengan Pendekatan ICM
1. Identifikasi isu pengelolaan
• Mengidentifikasi stakeholder utama dan kepentingannya.• Menilik potensi dan kondisi sumberdaya dan lingkungan pesisir• Mengkaji isu-isu pesisir dan kelembagaan serta implikasinya.• Mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara kegiatan manusia, prosesalamiah dan kerusakan sumberdaya pesisir.• Memilih isu-isu penting yang akan menjadi fokus utama pengelolaan• Merumuskan dan menyusun tujuan pengelolaan pesisir.
2. Perencanaan program
• Melaksanakan penelitian ilmiah terhadap berbagai isu yang dipilih padalangkah pertama.• Mendokumentasikan kondisi awal wp-ppk yang akan dikelola.• Menyusun perencanaan pengelolaan wp-ppk dan kerangka kerjakelembagaan yang akan melaksanakan program.• Mempersiapkan SDM dan kelembagaan pelaksanaan program.• Menguji strategi pelaksanaan program dalam skala kecil.• Melaksanakan program pendidikan dan penyadaran bagi masyarakat(umum) dan stakeholder.
3. Adopsi Program dan Pendanaan
• Mendapatkan persetujuan pemerintah terhadap suatu perencanaan danproses penyusunan kebijakan.
47
• Memperoleh pengesahan resmi terhadap kebijakan ataupun rencana yangdisusun
• Memperoleh pendanaan yang dibutuhkan bagi implementasi program.
4. Pelaksanaan Program
• Pelaksanaan mekanisme koordinasi antar lembaga dan prosedur-prosedurresolusi konflik.• Pelaksanaan peraturan dan prosedur pengambilan keputusan.• Penguatan kapasitas pengelolaan program• Membangkitkan, mendorong atau meningkatkan partisipasi kelompokstakeholder utama.• Menjaga agar prioritas program tetap berada dalam agenda publik.• Memantau kinerja program dan kecenderungan yang terjadi padalingkungan sosial.
5. Monitoring dan Evaluasi
• Melakukan evaluasi dan mengambil pelajaran untuk perbaikan programpengelolaan berikutnya
Sumber: (http://pdpt-kkp.org/tangguh/index.php/konsep-pdpt/icm, dikutip pada 05November 2016)
2.3.5 Fokus pengembangan PDPT
Fokus pengembangan PDPT adalah pada 5 (lima) Bina yaitu sebagaiberikut:
1. Bina Manusia, yaitu kegiatan yang mencakup peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam rangka mendorong peningkatan Indeks PembangunanManusia (IPM), dan peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat baikformal maupun informal, memperluas dan meningkatkan kerja sama,memperbaiki budaya kerja, gotong royong, tanggung jawab, disiplin, danhemat serta menghilangkan sifat negatif boros dan konsumtif;
2. Bina Usaha, yaitu kegiatan yang mencakup peningkatan keterampilanusaha, perluasan mata pencaharian alternatif, pengelolaan bisnis skalakecil dan penguasaan teknologi. Selain itu, program ini meningkatkan danmempermudah akses terhadap sumber daya, teknologi, modal, pasar, daninformasi pembangunan. Dengan dilaksanakannya program ini diharapkanterbangun kemitraan dengan pelaku usaha dan terbangunnya sisteminsentif administrasi serta pendanaan secara formal dan informal;
3. Bina Sumber Daya, yaitu kegiatan yang menitikberatkan pada upayamemperkuat kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya, revitalisasihak ulayat dan hak masyarakat lokal, penerapan monitoring, controllingand surveillance dengan prinsip partisipasi masyarakat lokal, penerapan
48
teknologi ramah lingkungan, mendorong pengembangan teknologi asli,merehabilitasi habitat, konservasi, dan memperkaya sumber daya;
4. Bina Lingkungan atau Infrastruktur, yaitu kegiatan yang mencakuppembangunan infrastruktur, rehabilitasi vegetasi pantai dan pengendalianpencemaran melalui pendekatan perencanaan dan pembangunan secaraspasial dalam rangka mendorong peningkatan peran masyarakat pesisirdalam penataan dan pengelolaan lingkungan sekitarnya;
5. Bina Siaga Bencana atau Perubahan Iklim, yaitu kegiatan yang mencakupusaha-usaha pengurangan risiko bencana dan dampak perubahan iklim,rencana aksi desa dalam pengurangan risiko bencana, penyadaranmasyarakat, gladi/latihan secara reguler, memudahkan akses data daninformasi bencana, pembangunan sarana dan prasarana penanggulanganbencana (antara lain jalur evakuasi, shelter, struktur pelindung terhadapbencana, fasilitas kesehatan, dan cadangan strategis desa) yangmenekankan pada partisipasi dan keswadayaan dari kelompok-kelompoksosial yang terdapat pada masyarakat/komunitas pesisir.
Gambar 2.3.5 Fokus Kegiatan PDPT
Fokus Kegiatan PDPT
Sumber: (http://pdpt-kkp.org/tangguh/index.php/konsep-pdpt/bina-pdpt, dikutippada 05 November 2016)
2.4 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil
penelitian terdahulu yang pernah peneliti baca sebelumnya yang tentunya sejenis
49
dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu ini bermanfaat dalam mengolah atau
memecahkan masalah yang timbul dalam Implementasi Program Desa Pesisir
Tangguh di Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang. Walaupun lokus serta
permasalahan yang ditemukan tidak sama dengan yang ditemukan oleh peneliti,
namun sangat membantu peneliti dalam menemukan sumber-sumber pemecahan
masalah penelitian ini. Berikut adalah hasil penelitian yang peneliti amati.
Bayu Nugraha (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Pengelolaan
Program Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) Perikanan Tangkap Di
Kelurahan Banten Kota Serang Provinsi Banten” memaparkan adanya
keterlambatan dalam proses pencairan dana. Keberadaan program PUMP belum
berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan produksi dari para nelayan yang
mendapatkan bantuan tersebut. Adanya oknum yang bermain dalam proses
penentuan kelompok yang mendapatkan bantuan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk Pengeolaan Program Pengembangan Desa Usaha Mina Perdesaan (PUMP)
Perikanan Tangkap di Kelurahan Banten. Teori yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teori pengelolaan menurut G.R Terry yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Adapun metode yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik analisis data
penelitian menggunakan analisis data Irawan. Pengelolaan Program
Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) Perikanan Tangkap di Kelurahan
Banten belum berjalan optimal. Hal ini terlihat dari pelaksana kegiatan yang
melalaikan tugasnya. Kurangnya tenaga pendamping program PUMP Perikanan
Tangkap. Keterlambatan dalam proses pencairan. Ada oknum yang bermain
50
dalam pengelolaan program PUMP Perikanan Tangkap. Pengelolaan program
PUMP Perikanan Tangkap di Kelurahan Banten masih mengalami kerugian.
Keberadaan program PUMP Perikanan Tangkap belum bisa mengangkat
kesejahteraan nelayan.
Penelitian selanjutnya, Razak Miraza (2009) dalam skripsinya yang
berjudul “Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
(PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat” memaparkan sebagai
Negara bahari, Indonesia sangat kaya akan sumber daya laut dan pesisir, tetapi
nelayannya masih banyak hidup miskin, ditambah lagi dengan melonjaknya harga
Bahan Bakar Minyak yang semakin memperparah kehidupan mereka dan
keterbatasan mereka terhadap akses pemodalan. Lingkungan laut, termasuk
lingkungan pesisir secara geografis berbeda dengan daratan. Perbedaan letak
geografis ini akan berdampak kepada perbedaan upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat pesisir, maka untuk mengatasi hal ini, dibentuklah Program
Pemberdayan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dikhususkan untuk
masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan dan
penggalangan partisipasi masyarakat.
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini membuka
peluang bagi masyarakat pesisir untuk mempermudah akses permodalan. Untuk
melaksanakan hal ini, maka Dinas Perikanan dan Kelautan Langkat menunjuk
Koperasi Nelayan Langkat sebagai pelaksana Program PEMP di Kecamatan
Tanjung Pura Kabupaten Langkat dengan tujuan mempermudah akses permodalan
bagi masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
51
Paparan di atas meyakinkan penulis melakukan penelitian untuk
mengetahui bagaimana implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan data yang diperoleh
dari data primer yaitu kuisioner dan wawancara mendalam (depth interview).
Metode wawancara mendalam ditunjukan kepada informan kunci dan informan
biasa. Data-data yang telah diperoleh dari data primer dijelaskan secara kualitatif.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan
Tanjung Pura belum tepat sasaran dan penggunaan dananya. Penggunaan dana
yang didapat hanya sebagaian kecil saja yang dibelikan peralatan-peralatan
maupun kepentingan perikanan dan kelautan serta banyak keterlambatan
pengembalian dana pinjaman yang disebabkan karena menurunnya keuntungan,
menurunnya penjualan dagangan serta modal yang menipis dan menurunnya
perputaran uang. Akan tetapi secara kasat mata semuanya kegiatannya berjalan
dengan lancar.
Penelitian selanjutnya, Yuanita Anggraini (2014) dalam jurnalnya yang
berjudul “Implementasi Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT)
dalam Upaya Pembangunan Wilayah Pesisir (Studi di Desa Tambakrejo,
Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang)” memaparkan sebagai
Indonesia adalah negara yang memiliki luas wilayah lautan 70% lebih besar
dibandingkan dengan wilayah daratan. Potensi Indonesia yang sangat besar
tersebut berbanding terbalik dengan keadaan masyarakat yang hidup di dalamnya.
52
Masyarakat pesisir hidup dibawah garis kemiskinan dan kerentanan terhadap
bencana. Pemerintah dalam hal ini memberikan sebuah program Pengembangan
Desa Pesisir Tangguh kepada daerah pesisir di 38 Kabupaten/Kota untuk
menanggulangi masalah tersebut. Salah satu daerah yang mendapat program ini
adalah Kabupaten Malang. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh
peneliti maka di dapat kesimpulan bahwa implementasi Program Pengembangan
Desa Pesisir Tangguh di desa Tambakrejo menunjukkan bahwa tiga fokus
kegiatan bina telah dilaksanakan dengan baik. Kegiatan bina tersebut adalah bina
sumber daya, bina lingkungan/ infrastruktur, dan bina siaga bencana. Sedangkan
kegiatan yang tidak terlaksana adalah bina manusia dan bina usaha. Rekomendasi
yang diberikan dalam penelitian ini adalah implementasi program haruslah
didukung dengan dana yang cukup, perlu koordinasi dan kerjasama dengan
stakeholder lain, dan perlu adanya pengawasan maupun evaluasi yang efektif.
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln
dalam Moleong (2014:5) mmerupakan penelitian deskriptif merupakan metode
atau prosedur pemecahan masalah yang diamati dengan menggambarkan dan
melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian berdasarkan yang tampak dan
sebagaimana adanya. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran
tentang sampai tahap mana pelaksanaan program pengembangan desa pesisir
tangguuh (PDPT) di desa Tambakrejo dan beberapa faktor yang mendorong dan
menghambat pelaksanaannya.Data diperoleh dari lapangan yaitu desa Tambakrejo
dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Data yang digunakan adalah data primer yang
53
diperoleh langsung ketika turun ke lapangan dan juga data pendukung yang
diperoleh dari dokumen seperti laporan pelaksanaan dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, imlementasi program Pengembangan Desa Pesisir
Tangguh dianalisis dengan menggunakan model implementasi Smith. Menurut
Smith (dalam Syahrani, 2014:2) model tersebut memiliki empat variabel yaitu (a)
Idealized Policy yang merupakan pola interaksi yang dilakukan oleh implementor
untuk mempengaruhi target groups. (b) Target Groups yaitu masyarakat yang
akan dipengaruhi oleh program tersebut, dalam hal ini adalah KMP (Kelompok
Masyarakat Pesisir), (c) Implementing Organization yang merupakan
implementor atau pelaksana program, (d) Environmental Factors yang merupakan
lingkungan yang ada di masyarakat baik lingkungan sosial, budaya, organisasi,
ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program.
Penelitian selanjutnya, Muh Jufri Yusuf dalam jurnalnya yang berjudul
“Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Nunukan (Studi Kasus Di
Kelurahan Nunukan Selatan Kecamatan Nunukan Selatan)”. Penelitian ini untuk
mengetahui sejauh mana usaha pemerintah daerah Kabupaten Nunukan dalam
memberdayakan masyarakat pesisir dan faktor apa sajakah yang menjadi
penghambat dan pendukung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif kualitatif, penelitian yang dilakukan terhadap variabel
mandiri tanpa melakukan perbandingan atau menghubungkan dengan variable
lainnya dengan fokus penelitian perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan
evaluasi. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pemberdayaan masyarakat di
kelurahan Nunukan selatan Kecamatan Nunukan Selatan sudah berjalan sesuai
54
dengan perencanaan pemerintah daerah namun didalam pemberdayaan
masyarakat pesisir di Kelurahan Nunukan Selatan masih terdapat berbagai
hambatan diantaranya anggaran yang masih terbilang minim dan para penyuluh
sosialisasi Dinas Perikanan dan Kelautan yang masih kurang sehingga
menghambat laju pemberdayaan masyarakat yang ada di Kelurahan Nunukan
Selatan Kecamatan Nunukan Selatan.
Perbandian penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini dengan judul
Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh Di Kecamatan Teluk Naga
Kabupaten Tangerang, hampir menyamai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bayu Nugraha, Razak Miraza, Yuanita Anggraini, dan Muh Jufri Yusuf yaitu
mengenai pemberdayaan masyarakat pesisir, namun ada beberapa perbedaan
diantaranya:
1. Pada penelitian terdahulu Bayu Nugraha sasaran kebijakan adalah
kepada nelayan, kemudian penelitian terdahulu Razak Miraza
tujuan kebijakan adalah untuk mempermudah akses permodalan
masyarakat pesisir, kemudian penelitian terdahulu Yuanita
Anggraini tujuan kebijakan yang belum tercapai adalah kegiatan
bina manusia dan bina usaha, kemudian penelitian terdahulu Muh
Jufri Yusuf hanya melihat usaha pemerintah daerah Kabupaten
Nunukan, sedangkan pada penelitian saat ini dilakukan oleh
peneliti adalah melihat bagaimana proses kebijakan dilaksanakan
dan seluruh masyarakat pesisir yang berada di Kabupaten
Tangerang yang menjadi sasarannya.
55
2. Pada penelitian terdahulu Bayu Nugraha menitikberatkan pada
teori pengelolaan menurut G.R Terry yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, kemudian pada
penelitian terdahulu Yuanita Anggraini menitikberatkan pada teori
dengan menggunakan model implementasi Smith yaitu Idealized
Policy, Target Groups, Implementing Organization, Environmental
Factors. Sedangkan pada penelitian saat ini peneliti menggunakan
teori implementasi model George C. Edward III.
Dari identifikasi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dikatakan
bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini lebih menarik untuk
dilakukan dibandingkan dengan penelitian terdahulu. Pada penelitian yang
dilakukan oleh peneliti saat ini bukan saja meneliti tentang dampak kebijakan,
melainkan proses kebijakan yang berjalan, pemberdayaan masyarakat pesisir,
serta manfaat dari kebijakan yang dirasakan oleh masyarakat.
2.5 Kerangka Berfikir
Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir dalam penelitian, untuk
mendeskripsikan dengan apa adanya sesuai temuan yang peneliti dapatkan di
lapangan. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah
Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga
Kabupaten Tangerang.
Kerangka berfikir menjelaskan bagaimana Implementasi Program Desa
56
Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang. (bisa dilihat
pada gambar 2.5 Alur Kerangka Berfikir).
Gambar 2.5
1. Kurangnya kesiapan dari pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Tangerang.
2. Kurang representatifnya dalam hal perencanaan program.
3. Tidak maksimalnya hasil dari PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat).
4. Lemahnya pengawasan dari Dinas (SKPD Kabupaten Tangerang).
5. Kurang aktifnya Pemerintah Desa mendorong partisipasi masyarakat.
Lemahnya sosialisasi program kepada masyarakat.
Program Desa Pesisir Tangguh
Implementasi model George C. Edward III
(dalam Agustino, 2016:136-141) :
1. Komunikasi
2. Sumber daya
3. Disposisi
4. Struktur birokrasi
Gambaran Pelaksanaan Program DesaPesisir Tangguh yang Baik serta Efektif
Sumber: peneliti 2016
57
2.6 Asumsi Dasar
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka peneliti berasumsi bahwa
Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga
Kabupaten Tangerang belum berjalan efektif.
58
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metodologi Penelitian
Metode penelitian sarat erat kaitannya dengan teknik penelitian yang
digunakan, karena dari tiap-tiap tujuan penelitian yang didesain memiliki
konsekuensi pada pilihan metode penelitian yang tepat, guna mencapai tujuan
penelitian tersebut. Menurut Moleong (dalam Fuad dan Nugroho 2014: 77),
metode kualitatif deskriptif digunakan sebagai prosedur penelitian yang
mengahasilkan data deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian ini berisi
kutipan-kutipan data dalam menyajikan laporan, dimana laporan tersebut berasal
dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto dan dokumen lainnya. penelitian ini
coba menjelaskan bagaimana Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh
(PDPT) di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.
Penelitian merupakan serangkaian upaya pencarian sesuatu secara
sistematis. Agar penelitian dapat teruji validitasnya, serta dapat dipertanggung
jawabkan, maka suatu penelitian haruslah menggunakan metode-metode ilmiah
serta aturan- aturan yang berlaku, dengan tentunya memperhatikan kesesuaian
kondisi lapangan tempat praktek penelitian dilakukan.
Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif karena memiliki
kelebihan dibandingkan dengan menggunakan metode kuantitatif deskriptif,
kerena metode kualitatif deskriptif memiliki kelebihan yaitu, meneliti manusia
59
dalam latar sewajarnya, proses penelitian yang manusiawi karena peran peneliti
yang dominan, fleksibilitas yang tinggi, serta menggambarkan kondisi yang
realistik.
Dengan demikian melalui penelitian kualitatif deskriptif ini peneliti hanya
berusaha untuk menggambarkan permasalahan dan gap antara teori dan kenyataan
di lapangan “Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh (PDPT) di Desa
Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang”
3.2. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang utama adalah peneliti
sendiri, namun setelah fokus penelitian menjadi jelas maka dikembangkan
instrumen sederhana yang dapat mempertajam serta melengkapi data hasil
pengamatan dan observasi. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan dalam
pengumpulan data di antaranya: panduan wawancara, alat perekam, dan buku
catatan. Tetapi alat-alat tersebut benar-benar tergantung kepada peneliti yang
menggunakannya.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer
dan data sekunder. Mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara tidak
struktur, dalam penelitian kualitatif peneliti melihat sendiri objek dan subjek yang
sedang diteliti, selain itu peneliti juga mampu menentukan kapan penyimpulan
data telah mencukupi, data telah jenuh dan kapan penelitian dapat dihentikan dan
peneliti juga dapat mengumpulkan data.
60
3.3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan
sekunder. Sebagai data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata dan
tindakan/perilaku orang-orang yang diamati dari hasil wawancara serta boservasi.
Sedangkan data sekunder yang didapatkan berupa dokumen tertulis, gambar dan
foto-foto. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan dalam pengumpulan data
terdiri dari: panduan wawancara, alat perekam, buku catatan dan kamera. Teknik
pengumpulan data yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa teknik,
yaitu:
1. Sumber data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya
(informan penelitian) dan masih bersifat mentah karena belum diolah atau
diinterpretasikan sifat dan kualifikasinya. Data ini diperoleh melalui cara:
(1) Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui percakapan dengan maksud menggali informasi wawancara
menurut Denzin (dalam Alwasilah 2006:154), adalah pertukaran
percakapan dengan tatap muka dimana seseorang memperoleh
informasi dari yang lain. Melalui waawancara peneliti bisa
mendapatkan informasi yang mendalam karena peneliti dapat
menjelaskan pernyataan yang tidak dimengerti responden, peneliti
dapat mengajukan pertanyaan, informan cenderung menjawab apabila
61
diberi pertanyaan, dan informan dapat menceritakan sesuatu yang
terjadi di masa silam dan masa mendatang.
Dalam penelitian kualitatif wawancara dilakukan secara mendalam.
Wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah
wawancara yang bebas, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya, tetapi disusaikan dengan keadaan dan ciri yang
unik dari informan, pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam
percakapan sehari-hari.
Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan adalah
wawancara tidak terstruktur dipergunakan untuk mengadakan
komunikasi dengan pihak-pihak terkait penelitian, dalam rangka
memperoleh informasi tentang hal-hal yang belum tercantum dalam
observasi. Pada penelitian Implementasi Program Desa Pesisir
Tangguh Di Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang, peneliti
akan melakukan wawancara kepada informan yang terkait dengan
kebijakan tersebut dengan berpedoman pada indikator implementasi
yang digunakan, bentuk pernyataan akan lebih meluas dan bebas (tidak
terstruktur) tanpa keluar dari indikator implementasi yang telah
ditentukan. Hal tersebut dilakukan peneliti guna menemukan jawaban
dari permasalahan yang ada dan tidak menutup kemungkinan
permalahasan yang sudah diidentifikasi sebelumnya akan bertambah.
62
Wawancara yang dilakukan akan dibantu oleh alat rekam pada
handphone sebagai bentuk dari dokumentasi wawancara yang
dilakukan.
(2) Observasi (pengamatan) secara langsung dengan sumber data
Obeservasi merupakan teknik pengumpulan data yang secara
umum dikenal dengan pengamatan langsung di lapangan. Menurut
Usman (2006:54), observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang
sistemastis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Sedangkan menurut
Moeleong (2007:175), observasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,
perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya.
Observasi diklasifikasikan melalui dua cara yaitu cara berperan
serta dan tidak berperan serta. Observasi tanpa peran serta, pengamat
hanya melakukan satu fungsi yaitu mengadakan pengamatan.
Sedangkan observasi peran serta, pengamat melakukan dua fungsi
sekaligus yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggiota
resmi dari kelompok yang diamatinya, Moeleong (2007:176).
Dalam penelitian ini yang berjudul Implementasi Program Desa
Pesisir Tangguh Di Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang
peneliti menggunakan teknik observasi tanpa peran serta. Adanya
keterbatasan waktu menyebabkan peneliti hanya melakukan
pengamatan.
63
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder ini merupakan sumber data yang diperoleh
melalui kegiatan dokumentasi mengenai data yang diteliti.
(1) Dokumentasi
Dokumen merupakan salah satu teknik pengumpulan data sekunder
dalam penelitian ini. Menurut Guba dan Lincoln (dalam Moeleong
2007:126), dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari
record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang
penyidik.
Selanjutnya studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik
pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh
lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik berupa
prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan, serta
berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).
Pada penelitian Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh Di
Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang dokumentasi yang
dilakukan dengan menggunakan tulisan catatan wawancara, foto yang
menggunakan handphone, serta arsip lainnya yang bersumber dari
dinas, dan media, baik media cetak maupun media elektronik.
3.4. Teknik Analisis Data
Prosedur pengumpulan data dalam pendekatan kualitatif menggunakan
teknik wawancara bebas tak berstruktur dan observasi selama beberapa hari di
64
lapangan. Pedoman wawancara bebas berstruktur berisikan daftar pertanyaan
terbuka dalam dialog lisan secara bebas dan informal dengan informan tentang
fakta dan informasi mengenai Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh
(PDPT).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data kualitatif dari Miles dan Hubberman (2009:15-20) yang
mengemukakan aktivitas dalam analisis data kualitatif berlangsung secara terus
menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampel jenuh.
3.5 Uji Keabsahan Data
Dalam munguji keabsahan data yaitu pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data tersebut. Pada penelitian ini, peneliti dalam
menguji keabsahan hasil penelitian menggunakan teknik triangulasi sumber dan
member check.
Teknik triangulasi data menurut Patton (dalam Sutopo 2006: 92) dapat
disebut juga dengan triangulasi sumber. Cara ini mengarahkan peneliti di dalam
mengumpulkan data menggunakan berbagai sumber yang ada, seperti hasil
wawancara dengan informan, observasi, data dokumen atau aktivitas yang
dilakukan. Pada penelitian Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh Di Desa
Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang, triangulasi data yang
dilakukan dengan melakukan perbandingan informasi di antara tiga sumber yaitu:
Stake Holders, Masyarakat, dan pengamatan Peneliti.
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
65
kapada pemberi data. Tujuan dari melakukan member check yaitu untuk
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan
oleh pemberi data/informan. Apabila data tersebut disepakati oleh pemberi
data/informan maka data tersebut dapat dikatakan valid dan kredibel/dipercaya.
Pada penelitian Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh Di Desa Tanjung
Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang, member check yang dilakukan
dengan mengkonfirmasi hasil wawancara dan kemudian ditandangani oleh para
informan.
3.6 Informan Penelitian
Ketepatan pemilihan informan maupun key informan menjadi hal yang
sangat penting dalam penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive yang dimana menentukan informan-informan
berdasarkan kriteria yang dibutuhkan. Dengan begitu, maka akan sesuai dengan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Informan ditentukan tidak berdasarkan jumlah dari informan, tetapi
dilakukan pertimbangan sesuai dengan peran dan fungsi dari informan yang sesuai
dengan fokus masalah penelitian.
Peneliti menentukan informan yang dianggap mengetahui tentang Program
Desa Pesisir Tangguh, diantaranya: Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Tangerang karena beliau adalah informan yang mengetahui tentang
program tersebut karena Pemerintah Pusat melimpahkan langsung kepada
Pemerintah Daerah, kemudian ada Kepala Desa Tanjung Pasir ditentukan sebagai
informan karena menurut peneliti beliau yang memiliki daerah tersebut untuk
66
mengetahui segala aktifitas yang ada, dan selanjutnya ada Kelompok Masyarakat
Pesisir karena sebagai perwakilan dari masyarakat yang ada di desa tersebut untuk
diminta keterangan mengenai program yang ada atau juga dapat dikatakan sebagai
penerima program.
Tabel 3.6
Informan Penelitian
No Kode Informan Keterangan
1. I1 Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Tangerang
2. I2 Kepala Desa Tanjung Pasir
3. I3-4 Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP)
4. I5 Kepala Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjung Pasir
5. I6 Nelayan
Sumber: peneliti 2016
Informan I1 yang merujuk kepada Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Tangerang dikarenakan tidak dapat ditemui di Kantor Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Tangerang lalu peneliti diarahkan kepada Kepala Bidang
Kelembagaan Perikanan. Informan I2 selaku Kepala Desa Tanjung Pasir yang
sukar untuk diminta keterangan mengenai Program Desa Pesisir Tangguh, alhasil
peneliti menanyakan Program Desa Pesisir Tangguh kepada Kepala Seksi
Pembangunan Desa Tanjung Pasir, kemudian untuk informan I6 yang merujuk
kepada Nelayan, peneliti bertemu dengan 4 orang informan namun yang hanya
67
peneliti tulis sebagai inisial informan hanya 1 orang saja karena dianggap peneliti
sebagai sampel dari 4 orang tersebut.
3.7 Fokus Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ini, penentuan fokus berdasarkan hasil studi
pendahuluan, pengalaman, dan referensi Sugiyono (2012:141). Peneliti akan
membatasi ruang lingkup materi kajian penelitian yang akan dilakukan yakni
Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh (PDPT) di Desa Tanjunng Pasir
Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang.
3.8 Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh Di Desa
Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang ini dilakukan di
Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.
3.9 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti bagaimana Implementasi
Program Desa Pesisir Tangguh Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga
Kabupaten Tangerang. Adapaun waktu penelitian ini dimulai dari bulan April
2016. Adapun jadwal penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat dilihat pada
tabel 3.9.
68
Tabel 3.9
Sumber: Peneliti 2016
No Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
2016 2017
Apr Mei Jun JulAgu
-Des
Jan Feb Mar Apr MeiJun
1 Observasi Awal
2 Pengajuan Judul
3Perizinan danobservasilapangan
4PenyusunanProposal
5Bimbingan danperbaikan
6SeminarProposal
7PerbaikanProposal
8PenelitianLapangan
9PenulisanLaporan (BabIV dan Bab V)
10 Sidang Skripsi
11 Revisi Skripsi
69
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Deskripsi objek penelitian menjelaskan tentang objek penelitian yang
meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum Desa
Tanjung Pasir sebagai daerah yang masuk dalam kriteria Program Desa Pesisir
Tangguh (PDPT). Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti berjudul
Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangerang. Hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut:
4.1.1 Gambaran Umum Desa Tanjung Pasir
Pantai Tanjung Pasir merupakan pantai wisata yang dikelola oleh TNI AL
Kabupaten Tangerang, dan Desa Tanjung Pasir dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Pemerintahan Desa di lingkungan Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Bupati
tersebut struktur organisasi tata kerja pemerintahan desa, bahwa tugas kepala desa
melaksanakan urusan pemerintahan, pembangunan, sosial masyarakat dan
pemberdayaan pantai (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang
2012).
Demografi Desa Tanjung Pasir terletak di sebelah utara Kantor Kecamatan
Teluknaga dengan jarak tempuh 6,9 km dan mempunyai unsur pembantu
pemerintah terdiri dari 1 kepala dusun, 14 rukun warga dan 34 rukun tetangga.
70
Desa Tanjung Pasir dengan luas 570 Ha dan merupakan daerah daratan rendah
dengan ketinggian dari permukaan laut 1 m dengan suhu udara 37oC. Jarak
tempuh dari pusat Ibukota Kabupaten adalah 54 km.
Desa Tanjung Pasir memiliki jumlah penduduk sekitar 10.144 jiwa
(Kecamatan Teluknaga dalam Angka 2016). Mayoritas masyarakat Tanjung Pasir
bersuku bangsa Betawi dan beragama Islam. Mata pencaharian utama penduduk
desa Tanjung Pasir adalah pekerja pabrik, nelayan dan sebagian wiraswasta.
Dimana yang berprofesi sebagai nelayan sebanyak 2.531 jiwa. Kepadatan jumlah
penduduk desa Tanjung Pasir ± 1,625 penduduk/km2 yang rata-rata penduduknya
tinggal di daerah pesisir pantai.
Tabel 4.1.1.1 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir menurut Umur
Kelompok Umur Jumlah Jiwa0-14 2.24815-24 79725-34 46835-44 26745-54 262>55 178
Sumber : Kecamatan Teluknaga Dalam Angka 2016
Dari data di atas bahwa jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir didominasi
oleh anak-anak yaitu usia 0-14 dibandingkan dengan usia produktif yaitu 25-54.
Hal tersebut menandakan bahwa kegiatan perekonomian masih sangat minim.
Tabel 4.1.1.2 Jumlah Penduduk Desa Tanjung Pasir menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Jiwa1 Laki-Laki 5.4192 Perempuan 4.302
Sumber : Kecamatan Teluknaga Dalam Angka 2016
71
Pantai Tanjung Pasir adalah salah satu pantai yang ada di kecamatan
Teluknaga, kata tanjung pasir berasal dari tanjung yang berarti daratan yang
menonjol dipermukaan laut jawa dan pasir adalah permukaan tanahnya pasir,
disamping itu Tanjung pasir di masa penjajahan Belanda dan Jepang pernah
dijadikan benteng pertahanan. Pantai Tanjung Pasir merupakan kawasan pantai
berpasir yang masih ditumbuhi hutan bakau. Kawasan pantai ini terdapat PPI yang
didalamnya terdapat TPI, dermaga dan kawasan militer merupakan tempat
pelatihan bagi TNI AL (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang
2010).
4.1.2 Batas Wilayah dan Aksesibilitas
Wilayah Desa Tanjung Pasir termasuk strategis karena terletak diantara
kota Tangerang dan Jakarta. Letak geografis Desa Tanjung Pasir adalah 106o 20’-
106o 43’ Bujur Timur dan 6o 00’-6o 20’ Lintang Selatan. Menurut BPS
Kabupaten Tangerang (2010) Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 5.642 km2
(sekitar 570 Ha) dengan rincian penggunaan yakni untuk sawah 73 Ha dan darat
491,2 Ha. Batas wilayah Desa Tanjung Pasir :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Muara
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tegalangus
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Burung
Jarak tempuh Pantai Tanjung Pasir termasuk strategis karena jarak pantai
dengan kantor Kecamatan Teluknaga hanya sejauh 12 km dan dapat ditempuh
selama 15 menit, sedangkan jarak dengan ibu kota Kabupaten Tangerang sejauh
72
54 km dan dapat ditempuh selama 60 menit, sedangkan jarak dengan ibu kota
Propinsi Banten sejauh 72 km dan dapat ditempuh selama 90 menit (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2011).
Desa Tanjung Pasir dapat dicapai dengan kendaraan umum dalam bentuk
ojeg motor dan angkutan umum. Angkutan umum berangkat dari Kampung
Melayu atau dari Pasar Tegal Angus dengan jam pemberangkatan tertentu dengan
tujuan akhir Pantai Tanjung Pasir. Untuk menuju Desa Tanjung Pasir dari arah
Kampung Melayu maka akan melewati salah satu sisi Bandara Soekarno Hatta
dengan akses jalan yang relatif mudah namun pada jam tertentu mengalami
kemacetan akibat jam berangkat atau pulang karyawan PT di sekitar wilayah
Tegal Angus atau Kampung Melayu. Sementara itu,memasuki wilayah Desa
Tanjung Pasir dari arah Tegal Angus akan terlihat hamparan tambak udang dan
bandeng yang berada di sisi kanan maupun kiri jalan (Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Tangerang 2011).
Sarana jalan di Desa Tanjung Pasir terutama di Kampung Tanjung Pasir
umumnya berupa jalan aspal dengan kondisi yang masih cukup baik. Berdasarkan
informasi dari warga desa, kondisi akses jalan di Kampung Tanjung Pasir dahulu
sangat buruk dengan kondisi jalan berlubang yang becek saat hujan dan berdebu
saat musim panas. Pada akhir tahun 2010 tepatnya saat ada kunjungan dari Ibu
Ani Yudhoyono sarana jalan di Kampung Tanjung Pasir mulai diperbaiki dengan
dilakukan pengaspalan. Kondisi sarana akses transportasi dan jalan yang cukup
baik tersebut menyebabkan mobilitas masyarakat Kampung Tanjung Pasir
maupun dari luar desa cukup mudah sehingga akses terhadap perkembangan
73
informasi dan ekonomi bisa lebih baik. Sedangkan sarana jalan di Kampung
lainnya yaitu Kampung Gagah Sukamanah, Garapan dan Sukamulya umumnya
sudah dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat meskipun
sarana jalan rata-rata masih menggunakan paving blok (Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Tangerang 2011).
4.1.3 Kondisi Ekonomi Desa Tanjung Pasir
Perekonomian Desa Tanjung Pasir yang pada umumnya bersumber dari
penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang, buruh, dan
karyawan swasta, sehingga rata-rata kondisi ekonominya sangat rendah. Ekonomi
masyarakata Desa Tanjung Pasir perlu ditingkatkan melalui upaya ekonomi
produktif setiap individu.
Tabel 4.1.3.1 Daftar Mata Pencaharian Penduduk Desa Tanjung Pasir
No Mata Pencaharian Jumlah Jiwa
1 Nelayan 2.531
2 Buruh / Swasta 65
3 PNS 17
4 Pedagang 1213
5 Penjahit 24
6 Tukang Batu 62
7 Tukang Kayu 42
8 Peternak 6
74
9 Pengrajin 5
10 Montir 25
11 Polri 8
12 Petani 176
Sumber: Kecamatan Teluknaga Dalam Angka 2016
Dari data tabel di atas dapat dikatakan bahwa masyarakat pesisir
khususnya di Daerah Desa Tanjung Pasir mayoritas adalah nelayan, karena
memang kondisi geografis daerah tersebut.
4.1.4 Potensi Wisata Desa Tanjung Pasir
Desa Tanjung Pasir terletak di Kecamatan Teluknaga, dimana jarak 54 km
dari pusat kota Tigaraksa. Desa Tanjung Pasir memiliki pantai wisata dengan luas
sebesar 10 ha yang menawarkan wisata panorama alam dengan ombak yang
tenang, dan ada pasir pantai yang putih, bersih dan tidak berlumpur, selain itu para
pengunjung dapat menikmati pemandangan Pulau Seribu di laut lepas, disana
tersedia fasilitas pendukung untuk psrs pengunjung seperti usaha penyeberangan
perahu, usaha kios cinderamata, usaha makanan ringan dan usaha rumah makan
olahan (Dinas Pemuda Olahraga Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Tangerang
2010).
Wisata desa Tanjung Pasir juga terdapat tempat private resort yang
memiliki banyak fasilitas, dengan nama Tanjung Pasir Resort. Tanjung Pasir
Resort merupakan kawasan wisata yang setara dengan Hotel Bintang III yang
terletak di Desa Tanjung Pasir. Resort ini menawarkan kenyamanan dan keasrian
75
suasana daerah pesisir dengan sejumlah hidangan kuliner khas laut (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012).
Di Desa Tanjung Pasir juga terdapat Taman Penangkaran Buaya, sejak
tahun 2002 pemerintah menjadikan salah satu wisata disana, taman seluas 6 ha
tersebut terdiri dari 4 kandang besar buaya, dimana masing-masing kandang diisi
oleh puluhan ekor buaya (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang
2011).
4.1.5 Pantai Tanjung Pasir
Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 570 Ha dan merupakan daerah
dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan laut 1 m dengan suhu 37oC.
Desa Tanjung Pasir memiliki luas hutan mangrove sebesar 2,5 Ha dengan panjang
abrasi 1 km. Akibat perubahan iklim atau musim panca roba Desa Tanjung Pasir
sering mengalami banjir rob akibat air laut pasang, abrasi pantai dikarenakan tidak
adanya berakwater di bibir pantai sehingga rentan terhadap bahaya abrasi (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012).
Pantai Tanjung Pasir adalah salah satu pantai dengan luas pantai 10 ha
yang ada di kecamatan Teluknaga, kata tanjung pasir berasal dari tanjung yang
berarti daratan yang menonjol dipermukaan laut jawa dan pasir adalah permukaan
tanahnya pasir, disamping itu Tanjung pasir di masa penjajahan Belanda dan
Jepang pernah dijadikan benteng pertahanan. Pantai Tanjung Pasir merupakan
kawasan pantai berpasir yang masih ditumbuhi hutan bakau. Kawasan pantai ini
terdapat dermaga dan kawasan militer merupakan tempat pelatihan bagi TNI AL
(Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang 2012) .
76
4.1.6 Wisata Pantai Tanjung Pasir
Objek wisata Pantai Tanjung Pasir terletak di wilayah Kecamatan
Teluknaga, 50 km dari Tigaraksa. Selain pantainya cukup landai dengan ombak
yang tenang, juga memiliki panorama alam yang indah. Pasir pantai yang putih
dan bersih dan tidak berlumpur terhampar. Melalui pantai ini pengunjung dapat
menikmati pemandangan gugusan Pulau Seribu di laut lepas. Pengembangan
kawasan pantai seluas 75 ha yang dipadukan dengan pengembangan Kawasan
Wisata Terpadu Kapuk Naga. Kondisi jalan menuju ke pantai cukup bagus,
dilengkapi dengan jaringan telekomunikasi dengan layanan interlokal, jaringan
listrik dan prasarana air bersih.
Gambar 4.1.6 Peta Lokasi Pantai Tanjung Pasir
Sumber: Data Monografi Desa Tanjung Pasir 2012
77
Tempat yang paling banyak dikunjungi adalah kawasan pantai. Namun
keadaan pantai di Tanjung Pasir tidak terawat dengan baik. Banyak sampah yang
tidak terurus dan air pantai yang terlihat bewarna kecoklatan. Hal ini mungkin
dapat juga disebabkan karena masih banyaknya warga setempat yang membuang
sampah rumah tangganya ke pantai. Selain memancing dan bermain di pantai,
Desa Tanjung Pasir juga merupakan salah satu tempat yang bisa dimanfaatkan
untuk para wisatawan menyeberang ke kawasan Pulau Seribu.
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
diperoleh peneliti dari hasil observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti
selama proses penelitian berlangsung. Pada penelitian yang dilakukan oleh
peneliti saat ini yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.
Menurut Moleong (dalam Fuad dan Nugroho 2014: 54), metode kualitatif
deskriptif digunakan sebagai prosedur penelitian yang mengahasilkan data
deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar dan bukan
angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data
dalam menyajikan laporan, dimana laporan tersebut berasal dari hasil wawancara,
catatan lapangan, foto dan dokumen lainnya. Dalam penelitian kualitatif, analisis
data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan.
Data diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai
dari wawancara, observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya
78
aktivitas penyajian data serta menyimpulkan data.
Dalam penelitian ini, mengenai Implementasi Program Desa Pesisir
Tangguh Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang,
peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan publik George C. Edward III.
Teori tersebut memberikan gambaran atas implementasi program, George C.
Edward III (dalam Agustino, 2016:136-141) terdapat 4 variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik, yaitu ;
1. Komunikasi2. Sumber daya3. Disposisi4. Struktur birokrasi
Mengingat bahwa jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, maka data yang diperoleh berebntuk kata dan kalimat dari
hasil wawancara, observasi, serta data atau hasil dokumentasi lainnya. Dalam
penelitian ini kata-kata dan tindakan orang yang diwawancara merupakan sumber
utama dalam penelitian. Sumber data ini kemudian oleh peneliti dicatat dan
direkam. Berdasarkan teknik analisa data kualitatif, data-data tersebut dianalisa
selama penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan
observasi lapangan kemudian dilakukan dalam bentuk tulisan untuk mendapatkan
polanya serta diberi kode-kode pada aspek-aspek tertentu berdasarkan jawaban-
jawaban yang sama dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian
serta dilakukan kategorisasi. Dalam menyusun jawaban penelitian peneliti
meberikan kode-kode, yaitu:
1. Kode Q untuk menunjukkan pertanyaan
79
2. Kode A untuk menunjukkan jawaban3. Kode I1 untuk daftar informan dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Tangerang4. Kode I2 untuk daftar informan dari Kepala Desa Tanjung Pasir5. Kode I3-4 untuk daftar informan dari Ketua Komunitas Masyarakat Pesisir
(KMP)6. Kode I5 untuk daftar informan dari Nelayan wilayah Desa Tanjung Pasir7. Kode I6 untuk daftar informan dari Kepala Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Tanjung Pasir
Setelah memberikan kode pada aspek tertentu yang berkaitan dengan
masalah penelitian sehingga polanya ditemukan, maka dilakukan kategorisasi
berdasarkan jawaban-jawaban yang ditemukan dari penelitian di lapangan dengan
membaca dan menelaah jawaban-jawaban tersebut. Analisa data yang akan
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan beberapa indikator yang dianggap
sesuai dengan permasalahan penelitian dan kerangka teori yang telah diuraikan
sebelumnya. Dimana indikator tersebut mengacu pada teori implementasi
kebijakan publik menurut George C. Edward III (dalam Agustino, 2016:136-141).
4.2.2 Daftar Informan Penelitian
Pada penelitian ini, mengenai Implementasi Program Desa Pesisir
Tangguh Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang,
dalam pemilihan informan ini peneliti menggunakan menurut Bungin dalam
Penelitian Kualitatif (2009:76-77) dimana informan penelitian diperoleh dengan
cara key person karena peneliti sudah memahami informasi awal tentang objek
penelitian maupun informan penelitian, sehingga peneliti membutuhkan key
person untuk memulai wawancara dan observasi. Dengan demikian key person ini
adalah tokoh formal dan tokoh informal pada penelitian Implementasi Program
80
Desa Pesisir Tangguh Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten
Tangerang.
Informan penelitian selain aparatur pelaksana sebagai key informan yaitu
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang, Kepala Desa
Tanjung Pasir, Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) Tanjung Pasir. Untuk
keabsahan data dan untuk dapat menggali secara mendalam mengenai penelitian
ini maka peneliti pun mengambil informan diluar aparat pelaksana. Selanjutnya
disebut sebagai secondary informan yaitu Kepala Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Tanjung Pasir, dan Nelayan Desa Tanjung Pasir.
Tabel 4.2.2 Keterangan Informan
No Kode
Informan
Nama Jabatan/Pekerjaan Keterangan
1 I1 Hairul Latief Kepala Bidang
Kelembagaan Perikanan
Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten
Tangerang
Key Informan
2 I2 Sahril Ruhyat Staff Kepala Seksi
Pembangunan Desa
Tanjung Pasir
Key Informan
3 I3 Elia Ketua Kelompok
Masyarakat Pesisir
Key Informan
81
Tanjung Pasir
4 I4 Sahadatul
Munawaroh
Ketua Kelompok
Masyarakat Pesisir
Tanjung Pasir
Key Informan
5 I5 Masudi Kepala Tempat
Pelelangan Ikan (TPI)
Tanjung Pasir
Secondary
Informan
6 I6 Marudin Nelayan Secondary
Informan
Sumber: Peneliti, 2017
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian merupakan suatu data dan fakta yang peneliti
dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti
gunakan yaitu teori implementasi kebijakan publik menurut George C. Edward III
(dalam Agustino, 2016:136-141). Dalam teori ini terdapat 4 variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik, yaitu komunikasi, sumber
daya, disposisi, dan struktur birokasi.
4.3.1 Komunikasi
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan menurut George C. Eward III, adalah komunikasi. Komunikasi
menurutnya lebih lanjut sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari
82
implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para
pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan.
Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam
mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:
a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatuimplementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyalurankomunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebutdisebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi,sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.
b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidakambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangiimplementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkanfleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain haltersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai olehkebijakan yang telah ditetapkan.
c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasiharuslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jikaperintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkankebingungan bagi pelaksana di lapangan.
Komunikasi mengenai Program Desa Pesisir Tangguh (PDPT) di Desa
Tanjung Pasir sendiri dirasa sudah cukup baik, jelas dan melibatkan semua unsur
masyarakat. Hal tersebut seperti yang diutarakan oleh Bapak Hairul Latief selaku
Kepala Bidang Kelembagaan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Tangerang, beliau mengatakan:
“dalam hal komunikasi sudah adala proses penyampaian program denganbaik sehingga program dapat berjalan dengan baik pula, bahkankomunikasi sudah sangat jelas sehingga masyarakat sendiri pun berterimakasih dengan adanya PDPT ini, jadi komunikasi sudah mencapai padatitik terang, dan untuk caranya sendiri jadi kita datang kesana lalu kitakumpulkan masyarakat lalu kita buatkan RPDP atau RencanaPengembangan Desa Pesisir, jadi kita kasih arahan apa saja yang harusdilakukan selama 5 tahun kedepan, karena program ini hanya 3 tahun jadikita kasih arahan untuk 3 tahun kedepan.” (wawancara dengan Bapak
83
Hairul Latief pada 18 april 2017, pukul 11:34 WIB di Dinas Kelautan danPerikanan Kabupaten Tangerang)
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Latief bahwa komunikasi Program
desa Pesisir Tangguh sudah berjalan dengan baik di lapangan, serta sudah
mencapai pada titik terang dalam hal penyampaian program tersebut sehingga
masyarakat dapat menerima program dengan baik, Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten sendiri terjun langsung dalam memberikan kepada masyarakat Desa
Tanjung Pasir mengenai program dibantu dengan pihak Desa Tanung Pasir yang
duduk bersama dalam menjelaskan program yang tertuang pada RPDP atau
Rencana Pengembangan Desa Pesisir sehingga masyarakat mempunyai gambaran
dengan berlangsungnya program.
Hal senada pun hampir sama dengan yang diutarakan oleh Bapak Syahril
Ruhyat selaku Staff Kepala Seksi Pembangunan Desa Tanjung Pasir mengenai
komunikasi program sudah berjalan dengan baik, berikut paparan dari Bapak
Syahril Ruhyat selaku Staff Kepala Seksi Pembangunan Desa Tanjung Pasir:
“kalau komunikasi kepada masyarakat sudah berjalan selama 3 periode,dan sudah berjalan ke Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP). Adapunkelompoknya mulai dari kelompok usaha dan infrastruktur. Antara lainadalah wisata pancing, MCK, dan krupuk. Kendalanya mungkin padapemasaran sehingga tidak berkembang dengan pesat, lalu komunikasisendiri sudah pada titik terang sehingga masyarakat menerima programdengan baik, untuk rutinitas pertemuan sendiri kami mengadakan satubulan sekali, dan terakhir kami pantau masing-masing dari KMPberkomunikasi dengan baik, adapun cara mengumpulkan masyarakatyaitu dengan cara SMS ata via WA, kami mengadakan perkumpulan diBalai Desa.” (wawancara dengan Bapak Syahril Ruhyat selaku StaffKepala Seksi Pembangunnan Desa Tanjung Pasir pada 06 april 2017pukul 11:30 WIB di Kantor Desa Tanjung Pasir)
84
Berdasarkan wawancara tersebut, komunikasi Program Desa Pesisir
Tangguh di Desa Tanjung Pasir sudah berjalan dengan baik selama 3 periode
kepada Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP), adapun kelompok yang terbentuk
mulai dari kelompok yang menangani wisata pancing, MCK/air bersih, maupun
usaha krupuk. Apaun kendala yang dialami oleh kelompok usaha krupuk yaitu
terkait pemasaran yang kurang memadai sehingga tidak berkembang dengan pesat
dalam pelaksanaanya, masyarakat sendiri pun sudah mengerti dan menerima
dengan baik terkait Program Desa Pesisir Tangguh karena adanya komunikasi
yang baik dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang kepada
pihak Desa lalu ke masyarakat. Adapun cara yang dilakukan pihak Desa untuk
mengumpulkan masyarakat untuk sosialisasi Program Desa Pesisir Tangguh
dengan memnfaatkan teknologi yang ada yaitu dengan cara SMS atau WhatsApp
ke Ketua-Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) yang ada sehingga mereka
berkumpul untuk membahas program di Balai Desa Tanjung Pasir. Untuk rutinitas
perkumpulan sendiri dilaksanakan pada satu bulan sekali untuk membahas
progres program sera permasalahan yang muncul di lapangan.
Komunikasi Program Desa Pesisir Tangguh sudah berjalan dengan baik
pun diutarakan oleh Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir Tanjung Pasir, berikut
paparan dari Ibu Elia selaku Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir Tanjung Pasir
(kelompok usaha krupuk):
“untuk komunikasi sih ada Mas itu dari pihak Desa, nah kita rapat kumpultuh di Balai Desa atau rumahnya Pak Lurah, jadi pihak desa nerangin tuhPDPT ke kita, kalau untuk komunikasi sudah mencapai titik terang sih iyasudah sih Mas, pernah juga kita bikin proposal bareng sama Kepala Desadan Dinas sampe seharian Mas ke Tigaraksa. Kalau untuk cara kita
85
kumpul sihh biasanya orang Desa SMS tuh ke kita ke Ketua KMP teruskita kumpulin tuh anggota kita ke Balai desa.” (wawancara dengan IbuElia selaku Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir Tanjung Pasir (kelompokusaha krupuk) pada 06 april 2017, pukul 12:10 WIB di kediaman Ibu Elia)
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Elia Selaku Ketua Kelompok
Masyarakat Tanjung Pasir yang bergerak pada bidang usaha krupuk bahwasannya
proses komunikasi Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir sudah
berjalan dengan cukup baik dan sudah mencapai pada titik terang sehingga
masyarakat bisa menerima program dengan baik.
Hal senada pun diutarakan oleh Ibu Sahada selaku Ketua Kelompok
Masyarakat Pesisir Tanjung Pasir yang bergerak di bidang MCK/pengadaan air
bersih, berikut paparan dari Ibu Sahada selaku Ketua Kelompok Masyarakat
Pesisir Tanjung Pasir:
“komunikasi program kepada masyarakat sendiri sih sudah baik yahdimulai dari Dinas Kelautan dan Perikanan ke Kepala Desa terus ke KetuaKMP lalu disosialisasikan ke Masyarakat. Untuk mencapai titik terang sihsudah juga soalnya masyarakat mah pada dasarnya nurut saja Mas, dalampengumpulan masyarakatnya sendiri saya ajak masyarakat di sekitar rumahsaya, nah nanti kalau daerah lain ingin juga nanti saya ajukan ke Desa”(wawancara dengan Ibu Sahada selaku Ketua Kelompok Masyarakat Pesisirbidang MCK/pengadaan air bersih pada 06 april 2017, pukul 14:25 WIB dikediaman Ibu Sahada)
Berdasarkan wawancara tersebut bahwasannya komunikasi Program Desa
Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir sudah berjalan dengan baik, dimulai dari
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang yang rembukan denga
Kepala Desa dan Ketua-Ketua Kelompok Masyrakat Pesisir lalu disosialisaikan
kepada masyarakat Desa Tanjung Pasir. Dengan sosialisasi tersebut masyrakat
86
bisa menerima Program Desa Pesisir Tangguh dengan baik dan sudah mencapai
pada titik terang.
Hal tidak sejalan dengan pernyataan-pernyataan di atas mengenai
komunikasi program tidak berjalan dengan baik seperti yang diutarakan oleh
Bapak Marudin selaku Nelayan Desa Tanjung Pasir yang sebenarnya diutaran
juga oleh beberapa para Nelayan Desa Tanjung Pasir, berikut pernyataan dari
Bapak Marudin:
“waduh saya sendiri gak tahu apa itu PDPT Mas, boro-boro ada sosialisasisaya saja belum pernah dengar PDPT itu apa jadi disini kami tidak adanyaPDPT di Tanjung Pasir.” (wawancara dengan Bapak Marudin selakuNelayan Desa Tanjung Pasir pada 06 april 2017 pukul 14:55 WIB di PantaiTanjung Pasir)
87
Berdasarkan wawancara tersebut bahwa proses komunikasi Program Desa
Pesisir Tangguh belum berjalan dengan baik, begitupun tidak sampai pada titik
terang karena tidak semua masyarakat mengetahui tentang program tersebut,
sehingga masyarakat seperti Bapak Marudin tidak bisa menikmati program yang
berjalan.
Hal senada pun diutarakan oleh Bapak Masudi selaku Kepala Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) Tanjung Pasir, berikut paparan dari Bapak Masudi:
88
“untuk komunikasi Program desa Pesisir Tangguh sendiri kurangsosialisasi kepada masyarakat Mas, soalnya PDPT mah dilimpahkanlangsung ke Kelurahan, ada juga program buat nelayan berupa kartuasuransi kematian untuk nelayan itu disosialisasikan pada tahun 2016kemarin. Jadi kalau untuk PDPT kurang dalam hal komunikasi kepadamasyarakat” (wawancara dengan Bapak Masudi selaku Kepala TempatPelelangan Ikan Tanjung Pasir pada 06 april 2017 pukul 13:52 WIB diKantor Tempat Pelelangan Ikan Tanjung Pasir)
Berdasarkan wawancara tersebut sangat jelas bahwa proses komunikasi
Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir belum mencapai pada titik
terang karena kurangnya sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat Desa
Tanjung Pasir sehingga tidak semua masyarakat mengetahui dan tidak merasakan
program yang dijalankan, adapun program bantuan seperti kartu asuransi
kematian untuk nelayan itu diluar dari Program Desa Pesisir Tangguh.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dapat
disimpulkan bahwa proses komunikasi Program Desa Pesisir Tangguh di Desa
Tanjung Pasir belum berjalan dengan baik dan semestinya. Sebagian dari
masyarakat tidak mengetahui dengan adanya Program Desa Pesisir Tangguh dan
juga kurangnya sosialisasi sehingga sebagian masyarakat tidak bisa menikmati
dan tidak bisa berperan aktif dalam pelaksanaan Program Desa Pesisir Tangguh di
Desa Tanjung Pasir. Proses komunikasi mencapai titik terang hanya pada tataran
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang, Kepala Desa dan Staff
Tanjung Pasir, serta Kelompok Masyarakat Pesisir saja.
4.3.2 Sumber Daya
89
Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
suatu kebijakan adalah sumberdaya. Indikator sumber-sumberdaya terdiri dari
beberapa elemen, yaitu:
a. Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunyadisebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupuntidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor sajatidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dankemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam meng-implementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan olehkebijakan itu sendiri.
b. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk,yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakankebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukandisaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasimengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasipemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakahorang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuhterhadap hukum.
c. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintahdapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagipara pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor dimata publiktidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasikebijakan. Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebutada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Disatu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaanimplementasi kebijakan tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurutmanakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demikepentingannya sendiri atau demi kepentingan ke-lompoknya.
d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasikebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengertiapa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakantugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana)maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Sumber Daya sendiri untuk melaksanakan Program Desa Pesisir Tangguh
di Desa Tanjung Pasir meliputi Sumber daya Financial, Sumber Daya Manusia,
dan Sarana dan Prasarana. Sumber daya financial yang ada sudah mencukupi
untuk pelaksanaan program itu sendiri, lalu sumber daya manusia pun mendorong
90
untuk melaksanakan program serta sarana dan prasarana yang lebih baik dengan
adanya program.
Sumber daya yang ada untuk melaksanakan Program Desa Pesisir
Tangguh di Desa Tanjung Pasir sendiri sudah cukup memadai, hal ini seperti yang
disampaikan oleh Bapak Hairul Latief selaku Kepala Bidang Kelembagaan
Perikanan Dinas Kabupaten Tangerang, berikut pemaparannya:
“sumber daya keuangan datang langsung dari Pemerintah Pusat laluditransfer langsung ke rekening KMP, nah jadi dana tidak ke Dinas tapilangsung ke KMP, untuk nominal sih saya lupa ya jadinya kalau financialdirasa sudah cukup. Kalau sumber daya manusianya sih dirasa sudahcukup, baik dari jumlah maupun kualitasnya, walaupun tidak ada Perdayang mengatur program tapi kami mengacu pada juklak juknis dariKementerian Kelautan. Untuk sarana dan prasarana sendiri justru denganadanya program ini sarana dan prasarana jadi lebih baik lagi.”(wawancara dengan Bapak Hairul Latief pada 18 april 2017, pukul 11:34WIB di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang).
Dari wawancara tersebut, bahwa sumber daya untuk melaksanakan
Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir Sendiri sudah cukup
memadai. Seperti halnya sumber daya financial yang turun langsung dari
Pemerintah Pusat yang langsung dikirim ke rekening Kelompok Masyarakat
Pesisir yang berada di wilayah Tanjung Pasir, jadi sumber daya financial tidak
berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang dan tidak pula
diberikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang walau dari
pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang tidak menyebutkan
berapa jumlah pasti dari nominal seluruh anggaran yang ada. Sumber daya
manusia pun cukup mendukung untuk pelaksanaan Program Desa Pesisir
Tangguh di Desa Tanjung pasir, selain jumlahnya yang cukup, kualitas dari
91
sumber daya manusia disana cukup baik pula sehingga program dapat berjalan
dengan lancar. Kemudian dari sarana dan prasarana sendiri sebelum ada Program
Desa Pesisir tangguh di Desa Tanjung Pasir belum cukup memadai sehingga
munculnya Program Desa Pesisir Tangguh untuk membenahi sarana dan
prasarana yang belum cukup memadai untuk menunjang kehidupan masyarakat
Desa Tanjung Pasir.
Hal tersebut dilanjutkan oleh Syahril Ruhyat selaku Staff Kepala Seksi
Pembangunan Desa Tanjung Pasir:
“kalau untuk awal program 2012 sudah memadai untuk biaya dan untuknominalnya kami lupa, financial sudah memadai sesuai dengankebutuhan. Sumber manusia kalau dilihat secara lapangan memang sudahcukup memadai, walaupun secara kualitas ada saja yang masih bermalas-malasan tapi kami maklum sebagai manusiawi. Untuk sarana danprasarana sendiri awalnya belum cukup memadai tetapi dengan adanyaPDPT jadi lebih baik lah seperti contoh MCK karena memang kebutuhanyang sangat genting di wilayah Pesisir Tanjung Pasir sendiri.”(wawancara dengan Bapak Syahril Ruhyat selaku Staff Kepala SeksiPembangunan Desa Tanjung Pasir pada 06 april 2017 pukul 11:30 WIB diKantor Desa Tanjung Pasir).
Berdasarkan wawancara tersebut, maka sumber daya financial untuk
pelaksanaan Program Desa Pesisir Tangguh di wilayah Desa Tanjung Pasir sudah
cukup memadai walaupun tidak tersebutkan berapa jumlah nominal angka dana
yang ada. Untuk sumber daya manusianya sendiri untuk pelaksanaan program
dirasa sudah cukup memadai pula baik itu jumlah dan terkadang ada saja beberapa
dari pelaksana yang tidak mematuhi peraturan yang telah diperintahkan.
Kemudian dari sarana dan prasana setelah munculnya Program Desa Pesisir
Tangguh dapat dikatakan sudah cukup memadai seperti halnya MCK.
92
Hal senada pun diutarakan oleh Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir
bidang usaha krupuk Ibu Elia dan Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir bidang
MCK/pengadaan air bersih Ibu Sahada, berikut pemaparan dari Ketua Kelompok
Masyarakat Pesisir bidang usaha krupuk Ibu Elia:
“iya ada sih mas dari Dinas Kelautan untuk dana mah, kaya MCK ajalangsung dari SBY yang datang kesini, kalau saya kan usaha krupuk samaSPAL yah jadi anggarannya itu 25 juta dan SPAL 40 juta, itu juga gaksekaligus sih dikasihnya kayanya kalau gak salah per 4 bulan sekali, jadidengan dana segitu ya dirasa cukup lah. Untuk sumber daya manusianyasih alhamdulillah sudah mematuhi segala aturan mas dari Pemerintah,jadi uang turun ya langsung kita kerjain. Terus sarana dan prasarana mahsebelum bikin proposal juga kita menanyakan terlebih dahulu apa sajayang dibutuhkan, jadinya ya sudah cukup menunjang lah.” (wawancaradengan Ibu Elia selaku Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir Tanjung Pasir(kelompok usaha krupuk) pada 06 april 2017, pukul 12:10 WIB dikediaman Ibu Elia)
Berikut pemaparan dari Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir bidang
MCK/pengadaan air bersih Ibu Sahada:
“setiap periode itu dana cair mas di penghujung tahun, tapi setiap danayang keluar kalau tidak salah per 4 bulan sekali dan kalau di total itu 40juta, jadi untuk financial sendiri dirasa sudah cukup walaupun harusbanyak yang harus diperhatikan juga. Untuk sumber daya manusiasendiri sih sudah sesuai aturan yang ada, misalnya dana turun yalangsung kita kerjakan. Kalau sarana dan prasarana sih semuanya sudahtertuang dalam bentuk uang, jadi sudah menunjang. Palingan nanti untukbiaya perawatan dan untuk token perbulan saya tarikin uang Rp. 1000dari warga.” (wawancara dengan Ibu Sahada selaku Ketua KelompokMasyarakat Pesisir bidang MCK/pengadaan air bersih pada 06 april 2017,pukul 14:25 WIB di kediaman Ibu Sahada)
Berdasarkan wawancara tersebut, bahwa sumber daya untuk menunjang
pelaksanaan Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir sudah cukup
baik dan memadai. Dari hal financial sendiri untuk pelaksanaan program usaha
krupuk didanai sebesar Rp. 25.000.000 yang kemudian dikelola oleh masyarakat
93
untuk dibelanjakan alat serta bahan untuk pembuatan krupuk yang dibuat oleh
masyarakat sekitar yang nantinya produk tersebut dijual di pasar kemudian hasil
dari penjualan tersebut dibagi kepada masyarakat yang telah mengikuti proses
pembuatan krupuk dan pemasaran krupuk. Kemudian untuk pembuatan
MCK/pengadaan air bersih sendiri didanai sebesar Rp. 40.000.000 untuk
keperluan pengeboran, dan pembuatan tandon air yang nantinya dialirkan air
tersebut ke rumah-rumah warga sekitar. Secara keseluruhan sumber daya financial
sudah cukup memadai. Untuk sumber daya manusia yang ada sudah cukup
memadai dari mulai jumlah yang memadai untuk pengerjaan Program Desa
Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir, sampai proses pengerjaan langsung ketika
dana sudah mulai turun. Kemudian untuk sarana dan prasarana sudah cukup baik
dengan adanya Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir karena balik
lagi ke dana yang memadai sehingga proses pembuatan sarana dan prasarana pun
menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Berdasarkan pengamatan peneliti sendiri sumber dana yang ada dirasa
belum cukup untuk mendanai MCK/pengadaan air bersih karena tidak semua
warga yang merasakan air tersebut karena hanya berjumlah 3 buah saja yang
berada di daerah tersebut, disamping itu juga warga harus membayar Rp. 1000 ke
Ketua Kelompok Masyarakat untuk keperluan perawatan alat dan juga membayar
token listrik pada setiap bulannya, sehingga sebagian warga memasang air dari
Perusahaan Air Minum (PAM) yang biayanya cukup tinggi.
94
Berdasarkan hasil wawancara serta pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti dapat disimpulkan bahwa sumber daya financial untuk pelaksanaan
Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir sudah menunjang dan
sudah memadai meski dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Tangerang dan dari Pihak Desa Tanjung Pasir tidak memberikan keterangan
95
mengenai jumlah nominal anggaran yang ada, kemudian dari sumber daya
manusia untuk pelaksanaan Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjunng
Pasir sudah cukup untuk jumlah implementor serta juga sudah mematuhi
peraturan yang ada, dan dari sumber daya sarana dan prasarana sendiri dimana
dengan adanya Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir menjadi
lebih baik lagi dari sebelumnya. Dari hasil semuanya maka Program Desa Pesisir
Tangguh di Desa Tanjung Pasir dapat dikatakan belum berjalan dengan baik dan
semestinya. Sebagian dari masyarakat belum merasakan MCK/pengadaan air
bersih yang ada pada Program desa Pesisir Tangguh. MCK/pengadaan air bersih
pun hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat sekitar terutama Kelompok
Masyarakat Pesisir selaku yang mengerjakan Program Desa Pesisir Tangguh.
4.3.3 Disposisi
Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga
dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan
suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus
mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan
untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. Hal-hal
penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi ini adalah :
a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akanmenimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasikebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakanyang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan danpengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yangmemiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus lagipada kepentingan warga.
b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untukmengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan
96
memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindakmenurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh parapembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akanmenjadi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakanmelaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upayamemenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
Dalam pelaksanaan Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir
sikap dari para implementor sudah cukup baik dan efektif karena sudah ada
arahan yang jelas dan tepat sehingga tidak bias. Hal tersebut seperti yang
dipaparkan oleh Bapak Hairul Latief selaku Kepala Bidang Kelembagaan
Perikanan Dinas Kabupaten Tangerang, berikut pemaparannya:
“karena disana sudah ada RPDP jadi semua unsur harus patuh denganprogram yang berjalan, tujuan program ini dari pusat dan disetujui olehDinas Kelautan dan pendampingnya dari kita, sehingga kita setuju dengantujuan program. Kalau persamaan sikap jelas ada, kalau tidak ada tidakmungkin berjalan PDPT dari Dinasnya, dari Desa sampai Masyarakat.Jadi sudah ada persamaan sikap.” (wawancara dengan Bapak HairulLatief, pada 18 april 2017, pukul 11:34 WIB di Dinas Kelautan danPerikanan Kabupaten Tangerang).
Berdasarkan wawancara tersebut, bahwa sikap dari pelaksana program
atau implementor sudah cukup baik dan efektif, karena telah disusun dalam
Rencana Pengembangan Desa Pesisir (RPDP) sehingga implementor harus
mematuhi segala aturan yang ada dalam pelaksanaan program. Persamaan sikap
pun sudah sinkron antara lembaga-lembaga terkait, serta Stake Holder dengan
Masyarakat. Karena hal-hal tersebutlah program dapat dilaksanakan dengan baik.
Hal senada pun dituturkan oleh Bapak Syahril Ruhyat selaku Staff Kepala
Seksi Pembangunan Desa Tanjung Pasir, berikut penuturannya:
97
“kesadaran implementor alhamdulillah sudah bagus, dan kami sortiruntuk orang-orang yang melaksanakan program. Jadi kami selalu siap.Pasti kami setuju dengan tujuan program karena memang kami menyerapdari bawah. Kalau masalah program yang sudah kami berikan sudah kamiberi penjelasan, namun pembinaan yang belum cukup atau kurang rutintapi semuanya sudah mengrti akan program yang berjalan.” (wawancaradengan Bapak Syahril Ruhyat selaku Staff Kepala Seksi PembangunnanDesa Tanjung Pasir pada 06 april 2017 pukul 11:30 WIB di Kantor DesaTanjung Pasir).
Berdasarkan wawancara tersebut, bahwa kesadaran dari pelaksana
program atau implementor sudah cukup baik, karena dalam hal penempatan orang
pun disortir sehingga program dapat berjalan dengan baik. Kemudian untuk
persamaan sikap antara masing-masing implementor pun sudah cukup baik karena
sudah ada penjelasan mengenai program kepada Kelompok Masyarakat Pesisir,
hanya saja kurang rutin dalam hal pembinaan dari pihak Desa kepada Kelompok
Masyarakat Pesisir, tetapi program dapat berjalan dengan baik.
Diposisi pun cukup baik sampai pada tahap eksekusi program, hal tersebut
dipaparkan oleh Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir Desa Tanjung Pasir, Ketua
Kelompok Masyarakat Pesisir bidang usaha krupuk Ibu Elia dan Ketua Kelompok
Masyarakat Pesisir bidang MCK/pengadaan air bersih Ibu Sahada, berikut
pemaparan dari Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir bidang usaha krupuk Ibu
Elia:
“iya kesadaran sudah memadai karena memang masyarakat hanya iyasaja karena memang sudah percaya. Kami setuju dengan tujuan programkarena memang semuanya jelas seperti dana sekian dan maksudnya punjelas. Palingan untuk gak samanya mah pas rapat saja sih, tapi pasprogram jalan mah lancar karena sudah dibahas dirapat.” (wawancaradengan Ibu Elia selaku Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir Tanjung Pasir(kelompok usaha krupuk) pada 06 april 2017, pukul 12:10 WIB dikediaman Ibu Elia).
98
Berikut pemaparan dari Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir bidang
MCK/pengadaan air bersih Ibu Sahada:
“iya sih sudah sadar, bahkan kami bersyukur ada PDPT di TanjungPasir sendiri, walaupun masyarakat bertanya-tanya akhirnya sayakasih penjelasan dan diterima juga akhirnya. Iya kita setuju samatujuan program, malah kita berterima kasih ada PDPT ini. Ya antarapemerintah sama masyarakat sih sudah oke, palinganpermasalahannya sih masyarakat pengen gratis soalnya kan kalaumesin rusak harus dibetulkan dan mengalirkannya pakai token pulsajadi masyarakat bayar Rp. 1000 per hari.” (wawancara dengan IbuSahada selaku Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir bidangMCK/pengadaan air bersih pada 06 april 2017, pukul 14:25 WIB dikediaman Ibu Sahada).
Berdasarkan wawancara tersebut bahwa sikap dari pelaksana program
sudah cukup baik karena memang masyarakat sendiri menganggap program ini
baik bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat menerima program dengan baik,
dengan tujuan program pun para pelaksana setuju dengan adanya Program Desa
Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir. Permasalahan yang timbul dalam teknis
program adalah dimana masyarakat yang enggan membayar Rp. 1000 per hari
yang nantinya untuk biaya pengaliran air sampai ke rumah-rumah masyarakat
sekitar, sehingga terjadi pemutusan aliran bagi masyarakat yang menunggak
pembayaran, bahkan ada beberapa masyarakat yang menunggak pembayaran
hingga 3 bulan.
Berdasarkan hasil wawancara serta pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti dapat disimpulkan bahwa Disposisi atau sikap dari pelaksana Program
Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir sudah cukup baik dan efektif. Hanya
saja dari pihak masyarakat sendiri yang tidak ingin ada biaya tambahan dalam
99
operasional program seperti halnya MCK/pengadaan air bersih, namun program
telah dilaksanakan dengan baik.
4.3.4 Struktur Birokrasi
Variabel keempat yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi
kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks
menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif
pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumberdaya-
sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi
sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah
diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
Dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur
birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah: melakukan Standar
Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi. SOPs adalah suatu
kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana
kebijakan/administratur/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada
tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (atau standar minimum yang
dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya peyebaran
tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktiuvitas pegawai diantara
beberapa unit kerja.
Struktur birokrasi pada Program Desa Pesisir Tangguh di Tanjung Pasir
sudah cukup baik dan cukup efektif, karean tidak ada kendala dalam pembentukan
dan pelaksanaan pada struktur birokrasi tersebut. Hal tersebut seperti yang
100
diutarakan oleh Bapak Hairul Latief selaku Kepala Bidang Kelembagaan
Perikanan Dinas Kabupaten Tangerang, berikut pemaparannya:
“tidak ada kendala sama sekali, karena dalam pembentukan struktursudah mengacu pada RPDP palingan kita hanya merekomendasikan,walau secara teknisnya masyarakat yang menentukan. Jelas ada SOP,karena dari Kementerian Kelautan Republik Indonesia itu sendiri, jaditugas kita hanya menjalankan program dengan sebaik mungkin. Iya sudahsinkron, jadi untuk pertemuan sendiri tidak kita target tapi minimal harusada pertemuan dalam satu bulan sekali sehingga dapat bersinergi denganbaik.” (wawancara dengan Bapak Hairul Latief, pada 18 april 2017, pukul11:34 WIB di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang).
Berdasarkan wawancara tersebut, bahwa untuk struktur birokrasi untuk
pelaksanaan Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir tidak
menemukan kedala atau permasalahan yang berarti, karena memang dalam
pembentukan struktur sudah mengacu pada Rencana Pengembangan Desa Pesisir
(RPDP), peran Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang dalam hal
struktur kepada pihak Desa serta Masyrakat hanya merekomendasikan nama,
namun untuk teknisnya bagaimana masyarakat yang mengatur sendiri dalam
pembentukan struktur seperti yang ada di Kelompok Masyarakat Pesisir. Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang dalam pelaksanaan Program desa
Pesisir Tangguh memiliki Standar Operating Prosedures (SOPs) dalam
pelaksanaanya yang dibuat langsung dari Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia, sehingga Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Tangerang tinggal menjalankan program tersebut sesuai Standar Operating
Prosedures (SOPs) yang ada. Untuk sinergi setiap unsur yang terlibat dalam
Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pesisir sendiri sudah bersinergi
101
dengan baik seperti halnya dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Tangerang mengadakan pertemuan satu bulan sekali guna mempererat tali
silahturahmi serta sinkronisasi program yang berjalan.
Hal yang hampir sama dengan pernyataan di atas dipaparkan oleh Bapak
Syahril Ruhyat selaku Staff Kepala Seksi Pembangunan Desa Tanjung Pasir,
berikut penuturannya:
“tidak ada kendala dalam struktur birokrasi karena kita sudah komitmenbareng-bareng, dan karena dari lingkungan kami sendiri. kalau untukDesa ada SOP seperti dari Kabupaten sendiri misalnya RAB (RancanganAnggaran Belanja) tapi kalau untuk KMP tidak ada SOP karena kamimelpas masyarakat serta membebaskan. Struktur yang ada pasti sudahbersinergi dengan baik, karena memang masing-masing pihak salingberkaitan.” (wawancara dengan Bapak Syahril Ruhyat selaku Staff KepalaSeksi Pembangunnan Desa Tanjung Pasir pada 06 april 2017 pukul 11:30WIB di Kantor Desa Tanjung Pasir).
Berdasarkan wawancara tersebut, bahwa tidak kendala dalam struktur
birokrasi untuk melaksanakan Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung
Pasir karena memang komitmen bersama agar tujuan program tercapai dengan
sebaik mungkin. Adapun Standar Operating Prosedures (SOPs) yang tertuang
pada Rencana Anggaran Belanja (RAB) untuk melaksanakan Program Desa
Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir sebagai acuan untuk tujuan program
tercapai. Kemudian dalam hal sinergi sudah cukup baik karena dari masing-
masing pihak sudah melakukan pertemuan di Balai Desa untuk membicarakan
teknis Program Desa Pesisir Tangguh di Tanjung Pasir.
Struktur birokrasi untuk kalangan Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP)
sendiri tidak ada kendala, namun tidak ada SOP dalam pelaksanaan Program Desa
102
Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir. Hal tersebut di utarakan oleh Ketua
Kelompok Masyarakat Pesisir Desa Tanjung Pasir, Ketua Kelompok Masyarakat
Pesisir bidang usaha krupuk Ibu Elia dan Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir
bidang MCK/pengadaan air bersih Ibu Sahada, berikut pemaparan dari Ketua
Kelompok Masyarakat Pesisir bidang usaha krupuk Ibu Elia:
“tidak ada kendala pada struktur karena memang pemilihan orang hasilmusyawarah. Tidak ada SOP dalam melaksanakan program karenamemang untuk usaha krupuk menyesuaikan waktu ibu-ibu disini saja. Iyasudah baik bersinergi karena memang saling ngobrol antara kelompoksatu sama yang kelompok yang lain.” (wawancara dengan Ibu Elia selakuKetua Kelompok Masyarakat Pesisir Tanjung Pasir (kelompok usahakrupuk) pada 06 april 2017, pukul 12:10 WIB di kediaman Ibu Elia).
Berikut pemaparan dari Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir bidang
MCK/pengadaan air bersih Ibu Sahada:
“gak ada kendala sih kalo masalah struktur mah, malah masyarakatsendiri menginginkan saya untuk jadi Ketua Kemlompok Masyarakat sini.Kalau SOP sendiri di KMP tidak ada, yang penting duit cair ya kitakerjakan. Kan ada anggotanya yah jadi anggota satu dengan yang lainngobrol, jadi sudah bersinergi dengan baik.” ((wawancara dengan IbuSahada selaku Ketua Kelompok Masyarakat Pesisir bidangMCK/pengadaan air bersih pada 06 april 2017, pukul 14:25 WIB dikediaman Ibu Sahada).
Berdasarkan wawancara tersebut, bahwa tidak ada kendala dalam struktur
yang ada kerena memang dibentuk dalam musyawarah yang dilakukan oleh
masyarakat sehingga dapat diterima oleh masyarakat sendiri. Standar Operating
Prosedures (SOPs) dalam tataran Kelompok Masyarakat Pesisir tidak ada karena
memang dari pihak Desa yang membebaskan masyarakat dalam menjalankan
program yang sudah diberikan. Seperti teknis dalam hal program usaha krupuk
103
yang menyesuaikan waktu ibu-ibu yang ada disekitar Desa Tanjunng Pasir,
kemudian teknis pembuatan MCK/pengadaan air bersih dimana ketika ada uang
yang turun dari Pemerintah Pusat langsung dikerjakan oleh Kelompok Masyarakat
Pesisir yang ada di Desa Tanjung Pasir.
Berdasarkan hasil wawancara serta pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti menemukan adanya diskresi dalam program tersebut. Menurut kamus
hukum, dikresi berarti kebebasan mengambil keputusan dalam setiap situasi yang
dihadapi menurut pendapatnya sendiri. sedangkan menurut rancangan undang-
undang administrasi pemerintahan draft bulan juli 2008 didalam pasal 6
mengartikan diskresi sebagai wewenang badan atau pejabat pemerintahan dan
atau badan hukum lainnya yang memungkinkan untuk melakukan pilihan dalam
mengambil tindakan hukum atau tindakan faktual dalam administrasi
pemerintahan. dapat disimpulkan bahwa Struktur Birokrasi Program Desa Pesisir
Tangguh di Desa Tanjung Pasir sudah cukup baik dan efektif. Hanya saja dari
pihak Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) sendiri tidak ada Standar Operating
Prosedures (SOPs) sehingga masyarakat selalu menunggu arahan dari pihak
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang atau dari pihak Desa
Tanjunng Pasir, terkadang Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) juga mengambil
keputusannya sendiri dalam hal teknis berjalannya program. Sehingga program
sedikit bias dalam pelaksanaanya, tidak ada target khusus untuk pelaksana tataran
Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) Desa Tanjung Pasir.
104
4.4 Rekapitulasi Hasil Temuan Lapangan Program Desa Pesisir Tangguh
Di Desa Tanjung Pasir
Berdasarkan hasil dari wawancara serta pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti dapat disimpulkan bahwa, dapat dilihat dalam tabel 4.4, berikut tabel:
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Temuan Lapangan
No Indikator Temuan Lapangan Hasil
1 Komunikasi 1. Kurangnya sosialisasi
kepada masyarakat
2. Komunikasi belum
mencapai pada titik terang
3. Komunikasi hanya
bermuara pada stake
holder/implementor
Tidak efektif
2 Sumber Daya 1. Tidak tersebutkan jumlah
nominal pasti anggaran
program dari pihak
Pemerintahan
2. Sumber manusia yang
sudah memadai untuk
pelaksanaan program
3. Sarana dan prasarana yang
cukup baik setelah ada
Tidak efektif
105
program
4. Sebagian masyarakat tidak
dapat menikmati dampak
dari program
3 Disposisi 1. Sikap yang sudah baik dari
pihak implementor
2. Adanya indikasi
komersialisasi pada hasil
program yang ada
Efektif
4 Struktur Birokrasi 1. Tidak ada resistensi dalam
pembentukan struktur
2. Tidak adanya SOP pada
tataran KMP
3. Adanya diskresi program
dalam pelaksanaan
program oleh KMP
Tidak efektif
Sumber: peneliti 2017
104
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka
penyimpulan akhir tentang Implementasi Program Desa Pesisir Tangguh Di Desa
Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang tidak efektif, teori
yang peneliti gunakan yaitu teori implementasi kebijakan publik menurut George
C. Edward III (dalam Agustino, 2016:136-141). Dalam teori ini terdapat 4
variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik, yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokasi. Dari indikator tersebut
bahwa Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir belum efektif, antara
lain:
Pertama, bahwa proses komunikasi Program Desa Pesisir Tangguh di Desa
Tanjung Pasir tidak efektif. Sebagian dari masyarakat tidak mengetahui dengan
adanya Program desa Pesisir Tangguh dan juga kurangnya sosialisasi sehingga
sebagian masyarakat tidak bisa menikmati dan tidak bisa berperan aktif dalam
pelaksanaan Program Desa Pesisir Tangguh di Desa Tanjung Pasir. Proses
komunikasi mencapai titik terang hanya pada tataran Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Tangerang, Kepala Desa dan Staff Tanjung Pasir, serta
Kelompok Masyarakat Pesisir saja.
Kedua, bahwa sumber daya Program Desa Pesisir Tangguh di Desa
105
Tanjung Pasir tidak efektif. Sebagian dari masyarakat belum merasakan
MCK/pengadaan air bersih yang ada pada Program desa Pesisir Tangguh.
MCK/pengadaan air bersih pun hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat sekitar
terutama Kelompok Masyarakat Pesisir selaku yang mengerjakan Program Desa
Pesisir Tangguh.
Ketiga, bahwa Disposisi atau sikap dari pelaksana Program Desa Pesisir
Tangguh di Desa Tanjung Pasir efektif. Hanya saja dari pihak masyarakat sendiri
yang tidak ingin ada biaya tambahan dalam operasional program seperti halnya
MCK/pengadaan air bersih, namun program telah dilaksanakan dengan baik.
Keempat, bahwa Struktur Birokrasi Program Desa Pesisir Tangguh di
Desa Tanjung Pasir tidak efektif. Hanya saja dari pihak Kelompok Masyarakat
Pesisir (KMP) sendiri tidak ada Standar Operating Prosedures (SOPs) sehingga
masyarakat selalu menunggu arahan dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Tangerang atau dari pihak Desa Tanjunng Pasir. Sehingga program
sedikit bias dalam pelaksanaanya, tidak ada target khusus untuk pelaksana tataran
Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP) Desa Tanjung Pasir.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa saran yang
diajukan sebagai rekomendasi untuk Program Desa Pesisir Tangguh di Desa
Tanjung Pasir, antara lain:
1. Komunikasi lebih ditingkatkan lagi sehingga seluruh lapisan masyarakat
yang berada di Desa Tanjung Pasir mengetahui adanya Program desa
106
Pesisir Tangguh dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, seperti
halnya pastikan mengundang seluruh masyarakat Desa Tanjung Pasir
untuk sosialisasi program.
2. Sumber daya yang ada seperti halnya financial seharusnya dikontrol
langsung oleh pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang
agar tepat sasaran, dan juga sarana dan prasarana harus diperbanyak
jumlahnya agar seluruh masyarakat Desa Tanjung Pasir dapat merasakan
hasil dari Program Desa Pesisir Tangguh yang berjalan di Desa Tanjung
Pasir.
3. Seharusnya pada tataran Kelompok Masyarakat Pesisir yang sebagai
pelaksana program juga dibuatkan Standar Operating Prosedures (SOPs)
agar program berjalan tidak bias dan mencapai target yang dinutuhkan
oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Wahab, Solichin, 2012. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika.
Agustino, Leo. 2016 Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia
Pustaka.
Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif : Komunikasi,
Ekonomi, dan Kebijakan. Jakarta : Kencana.
Dunn, William N. 1995. Analisa Kebijaksanaan Publik. Terjemahan.
Yogyakarta: Hanindita Offset
Fuad & Nugroho, 2012. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Serang:
FISIP Untirta Press
Harsono H. Implementasi Kebijakan dan Politik. Bandung: Alfabeta
Islamy, M Irfan. 2004. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
Meleolong, L.J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Miles, M.B., dan Huberman, A. M. 2009. Analisis Data Kualitatif Buku
Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press
Moleong Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Nugroho, Rian. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi. Jakarta Media Komputindo.
Parson, Wayne. 2005. Public Policy ( Pengantar Teori dan Analisis
Kebijakan. Jakarta: Kencana.
Subarsono, 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono, 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Suharto E. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung:
Alfabeta
Sutopo, HB, 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press
Tangkilisan & Nogi, Hessel, 2003. Kebijakan Publik yang Membumi.
Yogyakarta: YPAP
Tangkilisan, Hesel Nogi. (2003) Implementasi Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Usman L. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Bandung: Alfabeta
Dokumen dan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentanng Pemerintahan Daerah
Sumber Lain
Tempo 2013, Masyarakat Pesisir Hadapi Empat Masalah, dikutip pada 14
oktober 2016
http://pdpt-kkp.org/tangguh/index.php/sekilas-pdpt/tujuan, dikutip pada 05
November 2016
http://pdpt-kkp.org/tangguh/index.php/, dikutip pada 05 November 2016
http://odhosuka.blogspot.co.id/2012/11/definisi-diskresi-sebagai-
wewenang.html?m=1, dikutip pada 30 April 2017
beritatrans.com 2015, kkp kembali gulirkan program pengembangan desa
pesisir tangguh. Dikutip pada 04 maret 2017
Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2015, dikutip pada 14 Oktober 2016
Kecamatan Teluknaga dalam Angka 2016
http://bps-kabupatentangerang.go.id
Pedoman Wawancara
Indikator Pertanyaan Informan
Komunikasi 1. Apakah proses penyampaian
komunikasi program berjalan
dengan baik?
2. Apakah proses komunikasi
sudah mencapai pada titik
terang sehingga informasi
dapat diterima dengan baik?
3. Bagaimana cara
berkomunikasi agar
implementasi program dapat
berjalan?
I1,I2,I3,I4,I5,
I6
Sumber Daya 1. Apakah sumber daya financial
sudah mendukung untuk
implementasi
kebijakan/program?
2. Apakah sumber daya manusia
sudah patuh terhadap
peraturan pemerintah dan
undang-undang?
3. Apakah sarana dan prasarana
sudah menunjang untuk
berlasungnya program?
I1,I2,I3,I4
Disposisi 1. Bagaimana kesadaran
implementor dalam
pelaksanaan program?
2. Apakah implementor setuju
akan tujuan program?
3. Apakah sudah ada persamaan
I1,I2,I3,I4
sikap antara stake holder
dengan masyarakat dengan
tujuan program?
Struktur
Birokrasi
1. Apakah ada kendala pada
struktur hirarkis dalam
pelaksanaan program?
2. Apakah ada SOP dalam
pelaksanaan program?
3. Apakah struktur yang ada
sudah bersinergi dengan baik?
I1,I2,I3,I4
Sumber: peneliti 2016
DOKUMENTASI
Gambar 1Suasana wawancara dengan Bapak Hairul Latief (Kabid Kelembagaan Perikanan)
Gambar 2Suasana wawancara dengan Bapak Sahril Ruhyat (Kasi Pembangunan Desa Tanjung Pasir)
Gambar 3Suasana wawancara dengan Ibu Elia (Ketua KMP Tanjung Pasir pengolahan krupuk)
Gambar 4Hasil olahan krupuk dari KMP Tanjung Pasir
Gambar 5Suasana wawancara dengan Ibu Sahadatul Munawaroh (Ketua KMP Tanjung Pasir
MCK/pengadaan air bersih)
Gambar 6Tandon Air untuk MCK/pengadaan air bersih di wilayah Desa Tanjung Pasir
Gambar 7Suasana wawancara dengan Bapak Masudi (Kepala TPI Tanjung Pasir)
Gambar 8Suasana wawancara dengan Nelayan Tanjung Pasir (sedang tidak melaut karena ombak
sedang besar)
Gambar 9Suasana tepi pantai/pesisir Tanjung Pasir dimana kapal para nelayan yang sedang parkir
(ombak sedang besar)
Gambar 10Istri dari pada Nelayan yang sedang menjemur ikan di pesisir Tanjung Pasir
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Abdul Haris DjiwandonoNIM : 6661120976Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 29 April 1994Alamat : Griya Citra Permai Blok SLL no. 9 Rt 19 Rw 06,
Kresek- Tangerang-BantenNo Telpon : 085779745448Email : [email protected]. Riwayat Pendidikan
SD Negeri Parapat Tangerang (2000-2002)
SD Negeri 1 Kresek (2002-2006)
SMP Negeri 1 Kresek (2006-2009)
SMA Negeri 1 Kabupaten Tangerang (2009-2012)
Ilmu Administrasi Negara FISIP UNTIRTA (2012-2017)
B. Pengalaman Organisasi
Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (HIMANE) UniversitasSultan Ageng Tirtayasa 2014
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEMFISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2015
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2016 Komunitas Stand Up Comedy Untirta