implementasi delapan peran wartawan di era internet...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI DELAPAN PERAN WARTAWAN DI ERA
INTERNET MENURUT BILL KOVACH DAN TOM ROSENSTIEL
PADA MEDIA ONLINE BERITAGAR.ID
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
KHAIRUL ANWAR
NIM: 11140510000016
PROGRAM STUDI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
xII
;
i
i
'1I
i
. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
TMPLEMENTASI DELAPAN PERAN WARTAWANI DI
ERA INTERI\ET MENURUT BTLL KOVACH DAN TOM
ROSEI{STIEL PADA MEDIA OT\TLI]YE BERITAGAR.ID
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarj ana Sosial
(S. Sos)
Oleh:
Khairul Anwar
NIM: 1114051 0000016
NIP: 1965042620141 1 1001
PROGRAM STUDI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN TLMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
20L9 M/l 441 H
Pembimbing:
Drs. HeI
f-- -* .t*-,.+< *L_.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul o'Implementasi Delapan PeranWartawan di Era Internet Menurut Bill Kovach Dan TomRosenstiel pada Media Online Beritagar.fd" telah diajukandalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan IlmuKornunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Jumat, 10
Januari 2A20. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat
mernperoleh gelar Sarj arLa Sosial (S.Sos) pada Program StudiJurnalistik,
'fangerang Selatan , l0 Janu ai 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Anggota
Penguji IIenguJlP
Lr.Srlhaimi. M$iNrP. 19670906 t994A3 1002
Siti Nurbava. M.SjNIP . 1979A9n2009 122002
NIP. t978}fi4 9121 002DIi'a. ll i . Musfirah \{iiftilv. MA
NIP . tg7 1A4D2200003200 1
Pembimbing
f)rs. HeIhlIP. 1965 2620141 1 1 001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
2.
Frl
J.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah safu persy aratanmemperoleh gelar
Strata Satu (S 1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika di kenrudian hari terbukti bahwa karya ini bukan
hasil karya asli saya atau rnerupakan hasil jiplakan dari
karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yangberlaku di UINI Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan,23 Desemb er 2019
Khairul Anwar
i
ABSTRAK
Khairul Anwar
Implementasi Delapan Peran Wartawan di Era Internet
Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel Pada Media Online
Beritagar.Id
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menilai ada delapan
peran yang dibutuhkan publik dari wartawan di era internet,
yaitu; authenticator (penyahih), sense maker (penuntun akal),
investigator (penyelidik), witness bearer (penyaksi), empowerer
(pemberdaya), smart aggregator (agregator cerdas) , forum
organizer (penyedia forum), dan role model (panutan). Delapan
peran ini menggambarkan ide wartawan sebagai pelayan
informasi dan penyedia dialog.
Beritagar.id disebut sebagai media pertama di Indonesia
yang menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) dalam
proses pemberitaan. Lalu timbul pertanyaan, dengan penggunaan
teknologi itu, apakah Beritagar.id mengimplementasikan delapan
peran wartawan di era internet seperti yang dirumuskan Bill
Kocavh dan Tom Rosenstiel? Sejauh mana Beritagar.id
mengimplementasikan peran-peran tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti
menggunakan pendekatan penelitian fenomenologi dengan
metode penelitian kualitatif deskriptif. Teknik yang digunakan
dalam menganalisis data adalah analisis deduktif. Teknik analisis
ini menekankan teori sebagai alat penelitian sejak memilih dan
merumuskan masalah penelitian, membangun hipotesis,
melakukan pengamatan di lapangan sampai menguji data.
Dari hasil analisis, didapatkan fakta bahwa Beritagar.id
telah menjalankan delapan peran wartawan di era internet seperti
yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Namun, ada
beberapa hal yang kurang dalam pengaplikasian peran-peran itu.
Seperti pada peran empowerer (pemberdaya) dan forum
organizer (penyedia forum), meskipun pada tataran konsep,
Beritagar.id telah menjalankan peran tersebut.
Kata kunci: Peran Wartawan di Era Internet, Media Online,
Beritagar.id
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puja, puji, serta syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Atas karunia dan rahmat-
Nya, penulis selalu dikelilingi orang baik dalam hidup. Shalawat
serta salam tidak lupa pula tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW. Dari sosoknya kita belajar menjadi manusia
yang bermartabat dan bermanfaat.
Selama menyelesaikan tugas akhir penulis mengakui
banyak kendala yang justru bersumber dari diri sendiri. Namun
berkat dukungan dari orang-orang terkasih dan tekad yang kuat,
berhasil membangun semangat yang sering layu. Karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan positif dalam kehidupan penulis. Secara khusus,
ucapan terima kasih kepada orang tua yang sangat luar biasa,
Asmad dan Musiyah, yang sangat menghargai pendidikan,
meskipun mereka tidak merasakannya. Penulis persembahkan
karya ini untuk mereka.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi masih
ada kekurangan dan kelemahan. Allhamdulillah skripsi dapat
terselesaikan dengan baik karena ada dukungan dan kerjasama
beberapa pihak. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan
terimkasih sebesar-besarnya kepada:
iii
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA,
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Suparto, M.Ed, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
3. Kholis Ridho, M.Si, Ketua Program Studi Jurnalistik
beserta Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA, Sekretaris
Program Studi Jurnalistik.
4. Rubiyanah, MA, Dosen Pembimbing Akademik
Jurnalistik B angkatan 2014 beserta para dosen yang telah
memberikan ilmu selama perkuliahahan.
5. Drs. Helmi Hidayat, MA, Dosen Pembimbing yang tak
jemu memberikan waktu, pentuntuk dan pengetahuan
untuk penulis. Kehangatan dan pemikiran Beliau
memberikan banyak inspirasi dalam proses panjang
penelitian yang penulis lakukan.
6. Beritagar.id, terutama Pemimpin Redaksi Dwi Setyo
Irawanto, Jurnalis Data sekaligus Anggota Sidang
Redaksi Aghnia Rahmi Syajaatul Adzkia dan Sekretaris
Redaksi Airin Febrina, yang telah meluangkan waktu
untuk berbagi informasi dan pengetahuan yang sangat
berharga dalam penelitian ini.
7. Andreas Harsono, Peneliti Senior di Human Right Watch
dan Pendiri Yayasan Pantau, serta Roy Thaniago,
Direktur Remotivi yang telah memberikan informasi dan
pandangannya untuk memperdalam perspektif penulis
mengenai jurnalisme di era digital.
8. Rekan-rekan Tempo Institute dan para jurnalis senior
TEMPO yang telah memberikan insight untuk penulis
tentang penulisan dan jurnalisme. Berada di dapur redaksi
TEMPO adalah sebuah keistimewaan bagi penulis.
g. Kepada Fitri Noviyanti, Fera Rahmatun Nadzilah, Aisyah
Nursyamsi, Yuandita Lestari dan Dwi Putri Aulia yang
selalu menemani dan memberikan masukan dalam proses
skripsi.
10. Rekan-rekan guru dan pimpinan SMPIT & SMAIT Insan
Madani 8, SMPN. 13 Kota Tangerang Selatan, SDN.
Jurang Mangu Barat 01 dan MI Nurul Iman Ciledug yang
telah memberikan wadah kepada penulis untuk
mengembangkan diri dalam dunia pendidikan.
1 1. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2014 yang telah
berjuang bersama dalarn mengikuti perkuliahan selama
empat tahun. Terimakasih atas pertemanan, kenang?fr,
pelaj ararL, dan pengalaman selama perkuliahan.
Peneliti berharap sikripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membaca khususnya mahasiswa Program Studi
Jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat , 23 Desemb er 2Q
lv
Peneliti
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL .................................................................................. vi
DAFTAR GRAFIK ............................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah ............................................................ 7
1. Batasan Masalah .................................................................................. 7
2. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 8
1. Manfaat Akademis ............................................................................... 8
2. Manfaat Praktis .................................................................................... 9
D. Metodologi Penelitian ............................................................................. 9
1. Paradigma Penelitian ........................................................................... 9
2. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 11
3. Sumber Data ....................................................................................... 12
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 13
5. Teknik Sampling ................................................................................ 14
6. Subjek dan Objek Penelitian .............................................................. 15
7. Teknis Analisis Data .......................................................................... 16
8. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 16
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 17
F. Pedoman dan Sistematika Penulisan ..................................................... 18
vi
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................ 20
A. Landasan Teori ...................................................................................... 20
1. Deskriptif Kualitatif ........................................................................... 20
2. Fenomenologi .................................................................................... 21
B. Kajian Teori .......................................................................................... 24
1. Pengertian Implementasi .................................................................... 24
2. Tentang Bill Kovach dan Tom Rosenstiel ......................................... 25
3. Peran .................................................................................................. 30
4. Peran Wartawan di Era Internet ......................................................... 33
5. Pengertian Internet ............................................................................. 61
6. Media Online ..................................................................................... 64
C. Kerangka Berfikir.................................................................................. 75
BAB III GAMBARAN UMUM............................................................ 78
A. Jurnalisme di Tengah Transformasi Digital ....................................... 78
B. Penjaga Pintu Plus .............................................................................. 87
C. Peran Jurnalisme di Era Internet ........................................................ 92
D. Gambaran Umum Beritagar.id ......................................................... 101
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .............................. 110
A. Authenticaror (Penyahih) .................................................................... 111
B. Sense Maker (Penuntun Akal) ............................................................. 118
C. Investigator (Penyelidik) ..................................................................... 128
D. Witness Bearer (Penyaksi) .................................................................. 133
E. Empowerer (Pemberdaya) ................................................................... 136
F. Smart Aggregator (Agregator Cerdas) ................................................ 138
G. Forum Organizer (Penyedia Forum) .................................................. 146
H. Role Model (Panutan) .......................................................................... 149
Transkrip Wawancara 1 ............................................................................... 154
Transkrip Wawancara 2 ............................................................................... 163
vii
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................... 172
A. Authenticator (Penyahih) .................................................................... 172
B. Sense Maker (Penuntun Akal) ............................................................. 180
C. Investigator (Penyelidik) ..................................................................... 186
D. Witness Bearer (Penyaksi) .................................................................. 192
E. Empowerer (Pemberdaya) ................................................................... 197
F. Smart Aggregator (Agregator Cerdas) ................................................ 202
G. Forum Organizer (Penyedia Forum) .................................................. 212
H. Role Model (Panutan) .......................................................................... 217
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN.......................... 223
A. Simpulan ............................................................................................. 223
B. Implikasi .............................................................................................. 225
C. Saran.................................................................................................... 227
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 233
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................. 239
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data media cetak yang tutup pada
2014 – 2017 ......................................................... 79
Tabel 4.1 Program Obrolan Langsat (Obsat) sepanjang
2018-2019............................................................ 148
Tabel 4.2 Program Mampir di Beritagar selama
2016-2019............................................................ 150
Tabel 4.3 Program Beritagar ke Kampus selama
2016-2019 ........................................................... 152
Tabel 4.4 Program Journocoders Indonesia selama
2018-2019............................................................ 153
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian .................................. 77
Grafik 5.1 Jumlah Kata dalam Berita Harian .......................... 176
Grafik 5.2 Jumlah Kata dalam Lokadata ................................. 177
Grafik 5.3 Jumlah Kata dalam Laporan Khas ......................... 178
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1Live Blog Debat Capres Jilid II.............................. 112
Gambar4.2 Crosscheck pada Klaim Jokowi Soal
Konflik Pembebasan Lahan Infrastruktur .............. 113
Gambar4.3 Breaking News Soal Kebakaran di Bandara
I Gusti Ngurah Rai ................................................. 116
Gambar 4.4Data Pendukung yang Berkaitan dengan Bandara
I Gusti Ngurah Rai ................................................. 116
Gambar 4.5Ralat dan update pada Berita Beritagar.id .............. 117
Gambar 4.6 Berita Beritagar.id Soal Klaim Kemengan
pada Pilpres 2019 ................................................... 119
Gambar 4.7Infografis Perolehan Suara Jokowi - Ma’ruf dan
Prabowo – Sandi pada Pilpres 2019 versi Kawal
Pemilu dan Situng KPU ......................................... 120
Gambar 4.8Berita Detik.com Tentang Ucapan
Menristekdikti ........................................................ 121
Gambar 4.9 Berita Detik.com Berisi Tanggapan Tokoh
Politik Terkait Ucapan Menristekdikti ................... 122
Gambar 4.10 Berita Warta Ekonomi tentang Ucapan
Menristekdikti ........................................................ 122
Gambar 4.11 Berita Beritagar.id tentang Golput ...................... 123
Gambar 4.12Infografis Beritagar.id Soal Tren Partisipasi
Publik Saat Pemilu ................................................. 124
Gambar 4.13Berita Beritagar.id tentang Penderita Skizofrenia
di Indonesia ............................................................ 126
Gambar 4.14Berita Beritagar.id tentang Apa yang Bisa
Dilakukan Pembaca pada Penderita Skizofrenia ... 127
ix
Gambar 4.15Investigasi Beritagar.id tentang Aliran Gelap
Bisnis Sawit ............................................................ 128
Gambar 4.16Liputan Investigasi Beritagar.id tentang Dana
Otsus ....................................................................... 130
Gambar 4.17Kerja Investigasi yang Dilakukan Beritagar.id
Soal Korupsi Dana Otsus ....................................... 130
Gambar 4.18Liputan Investigasi Beritagar.id Tentang
Mafia Sepak Bola ................................................... 132
Gambar 4.19Liputan Investigasi Beritagar.id Tentang
Plagiarisme ............................................................. 132
Gambar 4.20Penggunaan Agregasi untuk Berita Harian .......... 134
Gambar 4.21Liputan Langsung Wartawan Beritagar.id
untuk Rubrik Laporan Khas ................................... 135
Gambar 4.22Edisi Khusus Beritagar.id Tentang
Nasi Goreng ........................................................... 136
Gambar 4.23Berita Beritagar.id tentang Pernikahan Harry
dan Markle yang Berasal dari Informan Publik ..... 138
Gambar 4.24Penggunaan Hyperlinks dalam Berita Harian ...... 139
Gambar 4.25Penggunaan Hyperlinks dalam Berita Harian ...... 140
Gambar 4.26 Tampilan Rubrik Robotorial ............................... 142
Gambar 4.27Tampilan Sorotan Media ...................................... 143
Gambar 4.28Agregasi untuk Sorotan Media.............................144
Gambar 4.29Tampilan Rekomendasi Berita Terkait dari
Mr. Loper ............................................................... 145
Gambar 4.30Tampilan Chatbot Mr. Loper ............................... 146
Gambar 4.31Tampilan Rubrik Telatah di Beritagar.id ............. 147
Gambar 4.32Tampilan Profil Penulis dalam Rubrik Telatah .... 148
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada puncak perayaan Hari Pers Nasional 2018 di
Padang, 9 Februari 2018, ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo,
mengklaim Indonesia menjadi negara dengan jumlah media
massa terbanyak di dunia, ada sekitar 47.000 media massa di
Indonesia.1 Dari 47.000 media massa tersebut, 2.000 adalah
media cetak, 674 radio, 523 televisi nasional maupun lokal dan
selebihnya adalah media dalam jaringan (daring). Itu berarti
sekitar 43.000 adalah media daring. Hingga Februari 2018, dari
43.000 media daring, hanya 168 atau atau 0,4% media daring
yang dinyatakan profesional oleh Dewan Pers.2
Menjamurnya media daring di Indonesia tidak terlepas
dari peningkatan jumlah pembaca media daring. Menurut Survei
Sosial Ekonomi Nasional tahun 2017 yang dilakukan Badan
Pusat Statistik, sepertiga penduduk Indonesia menggunakan
internet pada 2017. Dari 77 juta total pengakses internet, 65,9
persen atau 50,7 juta adalah pengakses berita dari media daring.
Jumlah ini meningkat 35,8 persen dibandingkan dua tahun
1 Dikutip dari https://nasional.tempo.co/read/1059285/terungkap-
indonesia-punya-media-massa-terbanyak-di-dunia, diakses pada 7 Februari
2019 pukul 18.35 WIB
2 Dikutip dari https://www.idntimes.com/news/indonesia/faiz-
nashrillah/dewan-pers-ada-43-ribu-media-online-hanya-168-yang-profesional-
1, diakses pada 7 Februari 2019 Pukul 18.37 WIB
2
sebelumnya. Pada 2015, pengguna internet berjumlah 50,9 juta,
sedangkan jumlah pembaca media daring 37,4 juta. 3
Saat ini media online berkembang menjadi referensi
utama masyarakat dalam mengkonsumsi berita. Namun
jurnalisme online di Indonesia masih mencari bentuk terbaiknya
dalam mengaplikasikan nilai-nilai jurnalisme ke dalam produk
berita daring. Media massa saat ini dituntut terus mengikuti
perkembangan teknologi media baru sambil menyisipkan unsur
jurnalisme agar konten media tersebut tetap relevan untuk
kepentingan publik yang lebih luas. Munculnya media baru
dalam bentuk digital dan media sosial memberikan kontribusi
baru terhadap produksi, distribusi informasi dan pola konsumsi
informasi di Indonesia.
Transformasi media yang kini sedang terjadi di era digital
memunculkan sejumlah masalah baru terkait praktik jurnalisme.
Era digital melahirkan sebuah genre jurnalisme yang sedikit
keluar dari pakem jurnalisme tradisional. Genre ini disebut
jurnalisme baru. Kelahiran jurnalisme baru pun memunculkan
sejumlah kritik. Kritik itu antara lain terkait akurasi,
keberimbangan, etika jurnalistik yang kerap dilanggar,
pelanggaran hak cipta, bercampurnya opini dan berita, hinga
3 Dikutip dari https://beritagar.id/artikel/berita/pembaca-berita-daring-
meningkat-namun-belum-merata diakses pada 7 Februari 2019 pukul 18.40
3
unsur user generate content (UGC), seperti forum, komentar
pembaca, blog, dan berita dari warga.4
Masalah pokok dalam jurnalisme media internet adalah
kualitas dan kredibilitas informasi yang sampai ke masyarakat.
Masalah kualitas dan kredibilitas ini bermula dari apa yang
disucikan di media massa online sebagai kecepatan
menyampaikan informasi.5 Atas nama kecepatan, pageview dan
aspek bisnis, acapkali media online menyampaikan informasi
yang belum final kebenarannya, belum lengkap datanya dan tidak
berimbang sehingga kerap menimbulkan mis-persepsi, mis-
interpretasi makna, bahkan menjurus pada berita bohong atau
hoaks.
Selain masalah kualitas dan kredibilitas informasi, isi
berita media online yang ada di Indonesia lebih banyak berisi
berita singkat dan tidak mendalam. Pada umumnya media online
memiki konsep penyajian berita yang ringkas dan mengandalkan
banyak klik sehingga berita tidak terbit secara utuh. Padahal
publik membutuhkan informasi yang utuh agar dapat memahami
realitas yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan rendahnya
kualitas jurnalistik berita itu. Kualitas jurnalisme yang rendah
berdampak pula pada rendahnya kualitas informasi yang diterima
masyarakat dan akhirnya rendah pula kualitas perubahan yang
4 Aliansi Jurnalis Independen, Internet, Media Online dan Demokrasi
di Indonesia, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, 2013) h.
23
5 J. H. Margianto, & Asep Syaefulloh, Media Online: Antara
Pembaca, Laba dan Etika, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen, 2014), h. VI
4
terjadi di masyarakat. Jurnalisme itu mendorong terjadinya
perubahan. Perubahan memang merupakan hukum utama
jurnalisme.6
Kehadiran medium baru ini alih-alih menjadi pencerahan
di tengah keterpurukan jurnalisme konvensional, justru
menambah kerumitan masalah. Kemunculan Detik di akhir 90-an
menjadi kiblat baru yang berhamba pada kecepatan.7 Syndrom
detikisme seakan tepat untuk menyebut trend yang terjadi pada
media online di Indonesia yang serba mengandalkan kecepatan.
Permasalahannya, kecepatan kerapkali mengabaikan kelengkapan
dan mengorbankan akurasi. Kebenaran dalam jurnalistik semakin
tidak terjangkau ditengah rutinitas media yang serba cepat.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menyebut kebenaran
informasi di era digital ini blur, tidak jelas. Perubahan terbesar
dari jurnalisme di era digital adalah ketika porsi tanggung jawab
atas benar atau tidak, tak lagi berada ditangan media, tapi juga
ditangan individu.8 Saat ini setiap orang bisa jadi produsen
informasi lewat Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp, Blog,
Youtube dan media sosial lainnya. Publik tengah dipusingkan
dengan ‘tsunami’ informasi dimana berita yang beredar banyak
yang palsu atau hoaks.
6 Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
2011), h. 9
7 Kuskridho Ambardi, dkk., Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017),
h.86
8 Aliansi Jurnalis Independen, Internet, Media Online, dan
Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen, 2013), h. 24
5
Media massa terlebih wartawan perlu meningkatkan
kembali kualitas jurnalisme yang diproduksinya karena
jurnalisme diperlukan dalam negara yang berdemokrasi. Bila
kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme runtuh, maka runtuh
pula demokrasi di negara itu. Jika ingin demokrasi bertahan,
jurnalisme perlu menemukan pemahaman lebih jelas atas
perannya dan menjalankan peran tersebut.9
Isu yang lebih mendesak saat ini adalah bagaimana
jurnalisme berubah untuk menjaga nilai-nilai di era baru.
Jurnalisme harus ikut berkembang, seiring berkembangnya media
dimana jurnalisme melakukan kegiatannya. Jurnalisme mesti
berubah dari sekadar sebuah produk—berita atau agenda media—
menjadi pelayanan yang lebih bisa menjawab pertanyaan
konsumen, menawarkan sumber daya, menyediakan alat. Pada
tingkat ini, jurnalisme harus berubah dari sekedar menggurui—
mengatakan publik apa yang ia perlu tahu—menjadi dialog
publik, dengan wartawan menginformasikan dan membantu
memfasilitasi diskusi.10
Karena itu, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam
bukunya Blur: How to Know What’s True in The Age of
Information Overload menilai ada delapan ukuran dan peran
9 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan &
Arif Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.178
10 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan &
Arif Gunawan Sulistiyo, h.178
6
penting jurnalisme yang dibutuhkan konsumen berita saat ini.
Delapan peran ini menggambarkan ide media massa sebagai
pelayan informasi dan penyedia dialog. Beberapa di antaranya
tidaklah baru., antara lain; authenticator (penyahih), sense maker
(penuntun akal), investigator (penyelidik), witness bearer
(penyaksi), empowerer (pemberdaya), smart aggregator
(agregator cerdas) , forum organizer (penyedia forum), dan role
model (panutan). Media massa dan wartawan perlu berpikiran
terbuka. Mereka perlu melihat perubahan peran media di era
internet dan turut meningkatkan kualitas peranannya di
masyarakat.
Sebagai sebuah media yang memokuskan diri pada ranah
digital, Beritagar.id mengusung gagasan media baru berbasis
teknologi. Teknologi yang beroperasi pada ranah digital dan
dimanfaatkan untuk kepentingan jurnalisme. Beritagar.id
mendayagunakan teknologi komputer untuk mengolah data dan
menemukan cerita dari berbagai data yang tersebar sehinga
menjadi informasi yang sangat menarik. Teknologi itu dinamakan
computer assisted reporting, teknik pelaporan dengan bantuan
komputer.
Sebagai sebuah perusahaan pers, Beritagar.id pun telah
dinyatakan terverifikasi secara administrasi maupu faktual oleh
Dewan Pers. Verifikasi itu tertuang dalam Sertifikat Dewan Pers
Nomor: 343/DP-Terverifikasi/K/II/2019 atas nama PT Lintas
Cipta Media (Beritagar.id) yang ditandatangani oleh Ketua
Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, pada 26 Februari 2019. Proses
7
verifikasi ini bukan hal mudah, perusahaan harus memenuhi
administrasi sesuai UU No.40 Tahun 1999, seperti badan hukum
pers, peraturan perusahaan, perlindungan terhadap jurnalis,
sampai kompetensi jurnalisnya. Semua awak redaksi Beritagar.id,
sudah lulus uji kompetensi wartawan. Artinya mereka kompeten
melakukan pekerjaan kewartawanan sesuai kaidah kode etik
jurnalistik maupun UU Pers.
Cerita-cerita berbasis data rutin mengisi berbagai kanal di
kanal Beritagar.id. Eksplorasi dan pengembangan dengan
teknologi dan data pun terus dilakukan. Sebagai media online
yang berkelindan dengan data dan teknologi kecerdasan buatan,
menarik untuk diteliti apakah Beritagar.id mengimplementasikan
delapan peran wartawan seperti yang dirumuskan Bill Kocavh
dan Tom Rosenstiel? Bagaimana wartawan Beritagar.id
mengimplementasikan peran tersebut?
Karena itu penulis mengambil judul penelitian
Implementasi Delapan Peran Wartawan di Era Internet
Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel pada Media Online
Beritagar.id.
B. Batasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Untuk lebih memokuskan penelitian, penulis membatasi
pembahasan pada implementasi delapan peran wartawan di era
internet pada media online Beritagar.id
8
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya antara lain:
A. Apakah Beritagar.id mengimpementasikan delapan
peran wartawan di era internet seperti yang
dirumuskan Bill Kocavh dan Tom Rosenstiel?
1. Bagaimana Beritagar.id menjalankan perannya
sebagai authenticator (penyahih)?
2. Bagaimana Beritagar.id menjalankan perannya
sebagai sense maker (penuntun akal)?
3. Bagaimana Beritagar.id menjalankan perannya
sebagai investigator (penyelidik)?
4. Bagaimana Beritagar.id menjalankan perannya
sebagai witness bearer (penyaksi)?
5. Bagaimana Beritagar.id menjalankan perannya
sebagai empowerer (pemberdaya)?
6. Bagaimana Beritagar.id menjalankan perannya
sebagai smart aggregator (agregator cerdas)?
7. Bagaimana Beritagar.id menjalankan perannya
sebagai forum organizer (penyedia forum)?
8. Bagaimana Beritagar.id menjalankan perannya
sebagai role model (panutan)?
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi
studi tentang peranan jurnalisme di era internet, mengingat media
online adalah media massa yang paling pesat pertumbuhannya
9
dan diramalkan sebagai media utama arus informasi di masa
depan.
Studi literatur mengenai media online masih minim
mengingat perubahan yang terjadi di dunia media online sangat
cepat, selalu ada hal atau inovasi baru. Kajian mengenai media
online perlu terus dilakukan sebagai bentuk kritik maupun sajian
ide demi perbaikan kedepannya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran
bagi pengelola media dan wartawan mengenai apa yang
dibutuhkan publik dari media dan wartawan di era internet.
Mengingat media online di Indonesia masih mencari bentuk
terbaiknya baik dari segi bisnis maupun teknis. Isu yang
mendesak dalam jurnalisme online adalah bagaimana jurnalisme
berubah untuk menjaga nilai-nilai di era baru.
Diharapkan kedepannya media online di Indonesia dapat
mengimplementasikan peranan seperti yang dirumuskan Bill
Kovach dan Tom Rosenstiel agar semakin berkualitas informasi
yang disampaikan.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma menurut Bogdan dan Biklen adalah
kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama,
konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan
10
penelitian.11 Paradigma berfungsi sebagai acuan yang menjadi
dasar bagi setiap peneliti untuk mengungkapkan fakta-fakta
melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Paradigma
membantu peneliti dalam merumuskan apa saja yang harus
dipelajari dari pokok permasalahan.
Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian
kualitatif. Paradigma kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai
dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).12
Pendekatan ini peneliti gunakan untuk mengeksplor fenomena-
fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan seperti proses
langkah atau formula kerja dan pengertian-pengertian tentang
suatu konsep yang beragam.
Dalam penelitian kualitatif, proses menjadi hal yang amat
harus diperhatikan, dimana peneliti sebagai pengumpul instrumen
harus mampu menempatkan dirinya pada posisi seobjektif
mungkin sehingga data yang dikumpulkan menjadi data yang
mampu dipertanggungjawabkan.
Tujuan penelitian kualitatif menurut Wilhelm
Wimbelband yang dikutip Noeng Muhadjir adalah sebagai
sebuah upaya untuk memberikan deskripsi. Tidak ada pretensi
untuk mencari generalisasi, paling jauh memberi wawasan.13
11 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), h.49
12 Djunaidi Ghoni, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Surabaya:
Bina Ilmu, 2007), h.11
13 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif; Pendekatan
Positivistik Rasionalistik, (Yogyakarta: Roke Sarasin, 1996) h.8
11
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
fenomenologi. Menurut Bogdan dan Biklen, penelitian dengan
pendekatan fenomenologis berusaha memahami makna dari suatu
peristiwa dan bagaimana peristiwa tersebut pengaruhya dengan
manusia dalam kondisi dan situasi tertentu.
Menurut Schutz, fenomenologi sebagai metode
dirumuskan sebagai media untuk memeriksa dan menganalisis
kehidupan batiniah individu yang berupa pengalaman mengenai
fenomena atau penampakan sebagaimana adanya, yang lazim
disebut arus kesadaran.14 Pengalaman sehari-hari itu kemudian
dihubungkan dengan pengetahuan ilmiah.
Dalam penelitian ini, fenomenologi dipilih untuk
mendalami pengalaman-pengalaman yang dirasakan para
wartawan Beritagar.id dalam menjalani perannya sebagai
wartawan di era internet. Karena pengalaman wartawan
Beritagar.id pasti berbeda dengan wartawan media online
lainnya. Pengalaman tersebut kemudian dihubungkan dengan
teori peran wartawan di era interne yang dijabarkan dengan
teknik deskriptif.
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan
gambaran akurat dari suatu fenomena, mekanisme sebuah proses,
dan menjelaskan seperangkat tahapan atau proses.
Dengan demikian, peneliti mencoba menjelaskan
gambaran mengenai mekanisme, tahapan dan proses yang
14 Tom Campbel, Tujuh Teori Sosial, (Yogyakarta: Kanisius, 1994),
h.233
12
dilakukan wartawan Beritagar.id dalam mengimpelentasikan
delapan peran jurnalisme di era internet lewat data primer yang
dikumpulkan, yakni wawancara dengan narasumber, dokumentasi
dan observasi.
3. Sumber Data
Sumber data penelitian diperoleh dari subjek yang diteliti.
Sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-
kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan literatur lain.15 Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan dua sumber data, yaitu:
a. Data Primer,
Data primer adalah data yang diambil secara langsung
oleh peneliti kepada sumbernya. Peneliti mencari data melalui
informan melalui wawancara maupun pengamatan langsung.
Kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai
merupakan sumber data utama.16 Dalam penelitian ini, peneliti
menggali data primer dari wartawan Beritagar.id.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data tidak langsung yang
mendukung atau memberikan data tambahan terhadap data
penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder yang peneliti
gunakan diperoleh dari naskah berita yang telah diterbitkan
Beritagar.id, juga informasi tentang kegiatan atau pun produk-
15 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), h.157 16 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005) h.157
13
produk Beritagar.id yang disebarluaskan melalui blog
Beritagar.id. Peneliti juga menggunakan literatur yang
berhubungan dengan penelitian guna memperoleh teori-teori
maupun pemahaman yang dapat mendukung penelitian mengenai
delapan peran wartawan di era internet.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling utama dalam penelitian karena tujuan dari penelitian
adalah mendapatkan data lalu menganalisisnya. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,
yakni pengamatan (observasi), wawancara dan dokumentasi.
a. Observasi
Observasi yakni pengamatan secara langsung yang
bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah,
sehingga diperoleh informasi yang jelas dan mendalam.
Observasi dalam penelitian ini diartikan sebagai kegiatan
mengamati secara langsung sistem kerja dan berita-berita yang
diproduksi oleh Beritagar.id.
b. Wawancara
Dalam penelitian ini penulis mewawancarai narasumber
dengan metode wawancara bebas terpimpin. Artinya wawancara
dilakukan dengan bebas namun tetap terarah agar tetap berada
pada jalur pokok permasalahan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh
melalui pengumpulan dokumen atau bahan pustaka. Dokumen
14
yang dimaksud adalah dokumen yang didapat dari tempat
penelitian seperti data statistik dan data pustaka.
5. Teknik Sampling
Sampling dalam penelitian diartikan sebagai proses
pemilihan sampel atau contoh. Secara konvensional, konsep
sampel (contoh) merujuk pada bagian dari populasi. Namun,
dalam penelian kualitatif, sampel yang diambil tidak
dimaksudkan untuk menggambarkan karakteristik populasi atau
generalisasi yang berlaku bagi semua populasi, melainkan lebih
terfokus pada representasi dari fenomena sosial. Karena tujuan
penelitian kualitatif, menurut Wilhelm Wimbelband yang dikutip
Noeng Muhadjir, adalah sebagai sebuah upaya untuk memberikan
deskripsi. Tidak ada pretensi untuk mencari generalisasi, paling
jauh memberi wawasan.17
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik non
probality sampling, yakni teknik sampling yang tidak
memberikan kesempatan atau peluang pada setiap anggota
populasi untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik non probality
sampling yang digunakan adalah purposive samping.
Purposive sampling adalah teknik sampling yang
digunakan jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan
tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel
untuk tujuan tertentu.18 Pertimbangan yang diambil misalnya
17 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif; Pendekatan
Positivistik Rasionalistik, (Yogyakarta: Roke Sarasin, 1996), h.10 18 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.300
15
orang tersebut dianggap paling tahu tentang fenomena sosial yang
terjadi. Peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara
menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai tujuan penelitian
sehingga diharapkan dapat menjawab rumusan masalah
penelitian.
Dalam prosedur sampling, yang paling penting adalah
bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau
situasi sosial tertentu yang sarat informasi.19 Peneliti memilih dua
orang dari Beritagar.id yang menurut peneliti merepresentasikan
Beritagar.id sebagai sebuah populasi. Dua orang tersebut
dianggap paling tahu tentang rumusan masalah yang diteliti,
dalam hal ini adalah peran wartawan Beritagar.id di era internet.
Dua orang itu adalah:
1) Dwi Setyo Irawanto, Pemimpin Redaksi Beritagar.id. Ia
bertanggung jawab terhadap isi pemberitaan dan penentu
kebijakan redaksional terkait pemberitaan.
2) Aghnia Adzkia, anggota Sidang Redaksi dan Jurnalis
Data. Ia bertanggung jawab terhadap ketersediaan data
untuk redaksi dan bertanggung jawab terhadap
mekanisme kerja redaksi sehari-hari.
6. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah wartawan Beritagar.id.
Pemilihan jurnalis Beritagar.id dikarenakan delapan peran
wartawan di era internet sepenuhnya berkaitan dengan kerja
jurnalistik di media online tersebut. Sedangkan yang menjadi
19 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2012), h.53
16
objek penelitian adalah meliputi kebijakan redaksional, proses
kerja redaksi dan berita-berita yang dibuat.
7. Teknis Analisis Data
Teknik analisis data kualitatif secara prinsipal dan
prosedural berbeda dengan teknik analisis data kuantitatif. Proses
penelitian yang peneliti lakukan menitikberatkan pada wawancara
dan observasi sehingga analisis data berupa analisis tekstual dari
transkrip wawancara dan temuan penelitian di lapangan.
Teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah
analisis deduktif. Dalam teknik analisis deduktif, teori menjadi
alat penelitian sejak memilih dan merumuskan masalah
penelitian, membangun hipotesis, melakukan pengamatan di
lapangan sampai menguji data. Model penggunaan teori inilah
yang biasanya dilakukan pada penelitian deksriptif kualitatif.20
Data yang diperoleh dari hasil wawancara akan
dideskripsikan secara kongkret dengan data-data yang didapatkan
selama penelitian. Temuan data penelitian kemudian dianalisis
dengan teori Delapan Peran Wartawan di Era Internet menurut
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel yang juga dielaborasikan
dengan teori lain yang mendukung.
8. Waktu dan Tempat Penelitian
a. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama beberapa bulan di kantor
redaksi Beritagar.id
20 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 27
17
b. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di kantor redaksi Beritagar.id.
Jalan Jati Baru Raya No. 28 RT. 05/01 Kel. Petojo
Selatan, Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat, Daerah Khusus
Ibokota.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini meninjau beberapa skripsi dan jurnal dari
berbagai kampus dan lembaga penelitian lain, antara lain:
1. “Penerapan Sembilan Elemen Jurnalisme Bill
Kovach pada Jurnalis Krakatau Radio 93.7 FM Pandeglang,
Banten” Karya Kiki Ulfa, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Konsentrasi Jurnalistik, alumnus tahun 2016.
Skripsi ini meneliti sejauhmana prinsip sembilan elemen
jurnalisme Bill Kovach diterapkan jurnalis Krakatau Radio.
Peneliti pun ingin mengetahui sejauhmana peran jurnalisme di era
baru yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
diterapkan wartawan Beritagar.id.
2. “Eksistensi Jurnalisme di Era Media Sosial” Jurnal
ilmiah karya Dian Muhtadiah Hamma, Dosen Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Makasar. Jurnal ini membahas
pentingnya jurnalisme di aplikasikan di era media sosial. Seberat
apapun tantangan yang dihadapi termasuk perubahan teknologi
yang menuntut kecepatan menyebarkan informasi, jurnalisme
harus tetap menjunjung tinggi dan mempraktikan etika.
3. “Merevisi Jurnalisme Sebagai Profesi di Era
Digital: Telaah Pengaruh Teknologi Media Baru dalam Praktik
18
Jurnalistik di Indonesia” Jurnal ilmiah karya Ambang Priyonggo,
M.A. dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia
Nusantara. Jurnal ini membahas eksistensi wartawan sebagai
sebuah profesi di tengah dinamika media baru yang terus
berkembang.
F. Pedoman dan Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti mengacu pada
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang ditetapkan oleh Lembaga
Penjamin Mutu (LPM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
2017.
Untuk mempermudah memahami pembahasan penelitian
ini, sistematika penulisan dibagi menjadi lima bab, pada masing-
masing bab terdiri atas sub bab.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penelitian.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan mengenai landasan teori, kajian
teori dan kerangka pemikiran. Landasan teori yang penulis bahas
adalah penelitian kualitatif dan fenomenologi. Pada sub bab
kajian teori, penulis membahas pengertian implementasi, delapan
peran jurnalisme di era internet, pengertian dan sejarah internet,
juga pengertian dan karakteristik media online.
19
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR
PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai
era media online di Indonesia, jurnalisme di tengah transformasi
digital, lalu fungsi pers sebagai penjaga pintu plus di era digital,
juga peran jurnalisme yang diharapkan pubrik di era digital.
Penulis juga membahas mengenai profil umum Beritagar.id
sebagai gambaran subjek penelitian penulis.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada bab ini penulis menguraikan data dan temuan
penelitian mengenai Impementasi Delapan Peran Jurnalisme di
Era Internet pada Media Online Beritagar.id sesuai dengan
metodologi penelitian yang penulis aplikasikan dalam penelitian
ini.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan melakukan analisis secara
mendalam juga menguraikan kaitan antara latar belakang masalah
juga teori yang penulis gunakan dengan realita yang terjadi pada
proses jurnalistik di media online Beritagar.id
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan
implikasi atas permasalahan yang diteliti beserta saran penulis
terhadap permasalahan penelitian yang penulis angkat.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Deskriptif Kualitatif
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian
kualitatif sebagai sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati.1 Menurut Burhan Bungin,
penelitian kualitatif mementingkan kedalaman data (kualitas data)
yang tidak terbatas, meskipun sasaran penelitiannya terbatas.2
Semakin berkualitas bahan yang dikumpulkan, penelitian juga
semakin berkualitas.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, penelitian deskriptif
kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun
rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai
karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan.3
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis serta hubungan
antar fenomena yang diteliti. Data deskriptif penulis gunakan
1 L. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), h.4
2 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi: Format-
format Kuantitatif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologi, Kebijakan Publik,
Komunikasi, Manajemen dan Pemasaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2013), h.29
3 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan,
(Bandung, Remaja Rosdakarya, 2011), h.73
21
untuk meneliti media online Beritagar.id dalam
mengimpelentasikan delapan peran jurnalisme di era internet
lewat data primer yang dikumpulkan, yakni wawancara dengan
narasumber, dokumentasi dan observasi.
2. Fenomenologi
Secara terminilogi, kata “fenomenologi” berasal dari
bahasa Yunani “phainomenom”, yaitu sesuatu yang tampak, yang
terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa Indonesia disebut
“fenomena”; Dalam bahasa Inggris disebut phenomenon; jamak
phenomena dan logos (akal budi).4
Peter A. Angeles dalam Dictionary of Philosophy
mengatakan bahwa fenomena adalah objek persepsi atau objek
yang bisa dipahami; fenomena adalah objek dari sence
experience, yakni objek pengalaman indera; fenomena adalah
sesuatu yang hadir ke dalam kesadaran; fenomena adalah setiap
fakta atau kejadian yang dapat diobservasi.5
Sementara Karl Jaspers mendefinisikan fenomenologi
sebagai; “the study which describes patient’s subjective
experiences and everything else that exist or comes to be within
the field of their awareness.” (studi yang menjelaskan
pengalaman-pengalaman subjektif pasien dan hal-hal lain yang
ada atau muncul dari alam kesadaran mereka).6
4 Muhammad Farid, dkk, Fenomenologi; Dalam Penelitian Ilmu
Sosial, (Jakarta: Prenamedia Group,2018), h.24
5 Muhammad Farid, dkk, Fenomenologi; Dalam Penelitian Ilmu
Sosial , h.24
6 Alex Sobur, Filsafat Komunikasi; Tradisi dan Metode
Fenomenologi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h.9
22
Fenomenologi menggunakan pengalaman langsung
sebagai cara untuk memahami berbagai realitas. Pengalaman
langsung dari sebuah peristiwa atau masalah penelitian tersebut
menjadi data yang berharga dan dijadikan rujukan utama dalam
studi fenomenologi untuk kemudian dikaji secara mendalam.
Dalam konteks ini manusia diasumsikan berperan aktif dalam
memahami dunia sekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidup
dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut.
Metodologi yang mendasari fenomenologi mencakup
empat tahap:7
1. Bracketing, adalah proses mengidentifikasi dengan
‘menunda’ setiap keyakinan dam opini yang sudah
terbentuk sebelumnya tentang fenomena yang sedang
diteliti. Dengan demikian, seorang peneliti akan diberi
peluang untuk bersikap seobjektif mungkin dalam
menghadapi data yang ditemukan dalam penelitian.
Bracketing disebut juga “reduksi fenomenologi”, di mana
seorang peneliti mengisolasi pelbagai fenomena lalu
membandingkan dengan fenomena lain yang sudah
diketahui sebelumnya.
2. Intuition, terjadi ketika seorang peneliti tetap terbuka
untuk mengaitkan makna-makna fenomenologi tertentu
dengan orang-orang yang telah mengalaminya. Intuisi
menuntut seorang peneliti untuk kreatif dalam
menghadapi data yang sangat bervariasi sampai pada
7 Alex Sobur, Filsafat Komunikasi; Tradisi dan Metode
Fenomenologi , h.ix
23
tingkat memahami pengalaman baru yang muncul.
Bahkan intuisi mengharuskan peneliti menjadi seorang
yang benar-benar tenggelam pada fenomena.
3. Alalysing, analisis yang melibatkan proses seperti coding
(terbuka, axial dan selektif), kategorisasi sehingga
membuat sebuah pengalaman mempunyai makna yang
penting. Peneliti diharapkan mengalami “kehidupan”
dengan data yang akan dia deskripsikan demi
memperkaya esensi pengalaman tertentu yang
bermunculan.
4. Describing, yakni menggambarkan. Peneliti mulai
memahami dan dapat mendefinisikan fenomena menjadi
“fenomenom” (fenomena yang menjadi). Langkah ini
bertujuan untuk mengkomunikasikan secara tertulis
maupun lisan dengan menawarkan suatu solusi yang
berbeda.
Meski fenomenologi tidak menerapkan suatu metode
tertentu, tetapi sesungguhnya terdapat sejumlah ciri atau
karakteristik yang lazim ditemukan dalam penelitian
fenomenologi. Ciri-ciri tersebut meliputi: 1)
pengungkapan dasar filosofis; 2) mengurung (bracking)
asumsi-asumsi; 3) fokus pada satu fenomena utama; 4)
menggarap sampel kecil; serta 5) menerapkan analisis
data fenomenologi secara tematik.8
8 Alex Sobur, Filsafat Komunikasi; Tradisi dan Metode
Fenomenologi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h.428
24
Tujuan akhir dari analisis data fenomenologi adalah
menampilkan gambaran analisis dan mendalam dari fenomena
yang diteliti. Gambaran ini tentu saja harus merefleksikan
pengalaman partisipan yang “hidup” dan “kaya”. Gambaran ini
bisa dalam bentuk paragraf panjang yang mengidentifikasikan
makna-makna dari pengalaman fenomenologi dan
mengungkapkan inti dari fenomena.
B. Kajian Teori
1. Pengertian Implementasi
Kata implementasi merupakan terjemahan dari kata
“implementation” yang memiliki arti pelaksanaan. Kata
“implementation” sendiri berasal dari kata “implement” yang
berarti melaksanakan; buat; melakukan.9 Pengertian tersebut
menunjukan kata impementasi sebagai sebuah kata kerja yang
berarti melaksanakan, membuat atau melakukan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
implementasi memiliki arti pelaksanaan atau penerapan.10
Pelaksanaan atau penerapan sendiri dapat diartikan sebagai
kemampuan menggunakan ide, konsep atau gagasan yang telah
terencana atau disusun kedalam suatu tindakan yang nyata guna
mencapai tujuan tertentu.
Kata implementasi menurut Nurdin Usman memiliki arti
sebuah aktivitas, aksi, tindakan atau mekanisme suatu
9 Joyce M. Hawkins, Kamus Dwibahasa Oxpord-Erlangga, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1996), h.169
10 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013),
h.529
25
sistem.11Sedangkan Mulyasa menyatakan bahwa implementasi
juga bisa berarti put something into effect atau penerapan yang
memberikan sebuah efek atau dampak.12
Dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah sebuah
aktivitas, aksi atau tindakan yang dilakukan sesuai dengan
konsep, ide atau gagasan yang dilakukan secara sistematis untuk
mencapai suatu tujuan tertentu dan akan menghasilkan sebuah
efek atau dampak
2. Tentang Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
Delapan peran wartawan di era internet dikemukakan oleh
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku Blur: How to Know
What's True in the Age of Information Overload. Blur adalah
buku ketiga yang ditulis dua orang sahabat sekaligus wartawan
Amerika Serikat itu. Buku itu adalah respon atas perubahan
landscape jurnalisme seiring dengan perkembangan teknologi
informasi.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel adalah dua wartawan
yang sudah menulis tiga buku bersama. Pada 1999, mereka
menulis buku Warp Speed: America in the Age of Mixed Media.
Buku yang diterbitkan oleh The Century Foundation ini
menceritakan perubahan yang terjadi dalam jurnalisme di
Amerika Serikat setelah pemberitaan skandal Presiden Bill
11 Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persana, 2002), h.70
12 Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep Karakteristik
dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h.31
26
Clinton dan Monica Samille Lewinsky. Warp Speed
menggambarkan bagaimana kecepatan mengurangi waktu untuk
verifikasi. Jurnalisme dipaksa untuk mengikuti ritme pers yang
serba cepat.13
Pada Desember 2001, mereka menerbitkan buku The
Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and the
Public Should Expect. Buku yang diterbitkan oleh Three Rivers
Press ini memperkenalkan sembilan elemen jurnalisme yang
dirumuskan setelah Committee of Concerned Journalists (CCJ)
mengadakan banyak diskusi dan wawancara yang melibatkan
1.200 wartawan dalam periode tiga tahun.14 Buku ini sudah
diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa. Di Indonesia, buku
itu diterjemahkan oleh Yusi A. Pareanom dan diterbitkan oleh
Yayasan Pantau dengan judul Sembilan Elemen Jurnalisme: Apa
yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan Diharapkan Publik.
Pada April 2007, Kovach dan Rosenstiel menerbitkan revisi buku
Sembilan Elemen Jurnalisme. Mereka menambahkan satu elemen
ke dalam sembilan elemen jurnalisme. Elemen ke-10 itu adalah
“Hak dan Tanggung Jawab Warga.”15 Elemen itu dimunculkan
karena internet mengubah dunia jurnalisme.
Pada Agustus 2011, mereka menerbitkan buku ketiga
berjudul Blur: How to Know What's True in the Age of
13 Dikutip dari https://www.amazon.com/Warp-Speed-America-
Mixed-Media/dp/0870784374 diakses pada 13 Januari 2020 pukul 11.28 WIB
14 Dikutip dari http://www.andreasharsono.net/2001/12/sembilan-
elemen-jurnalisme.html diakses pada 13 Januari 2020 pukul 13.20 WIB
15 Dikutip dari http://www.andreasharsono.net/2012/12/internet-
verifikasi-jurnalisme-dan.html diakses pada 12 Januari 2020 pukul 10.32 WIB
27
Information Overload yang diterbitkan oleh Bloomsbury
Publising. Buku ini adalah pengembangan dari elemen ke-10,
“Hak dan Tanggung Jawab Warga”. Kovach dan Rosenstiel
menulis bahwa teknologi internet mengubah cara penyampaian
informasi dan format pemberitaan. Secara revolusioner internet
mengubah dunia informasi. Internet praktis menghancurkan
peranan ruang redaksi sebagai gate keeper informasi.16 Wartawan
kini tak lagi memiliki peranan untuk menentukan apa yang perlu
diberitakan dan apa yang tak perlu diberitakan. Di Indonesia,
buku itu diterjemahkan oleh Imam Shofwan dan Arif Gunawan
Sulistiyo lalu diterbitkan Dewan Pers dengan judul Blur:
Bagaimana Mengetahui Kebenaran di Era Banjir Informasi..
Buku iti tidak diperjualbelikan, Dewan Pers menerbitkan 5000
eksemplar lalu dibagikan kepada organisasi media, organisasi
wartawan, citizen reporter, perpustakaan serta sekolah-sekolah
yang mengajarkan komunikasi dan jurnalisme.17
Bill Kovach adalah salah satu wartawan Amerika Serikat
yang reputasinya menembus banyak batas negara.18 Kovach lahir
dari keluarga Albania di Tennessee, Amerika Serikat pada 1932.
Setelah menamatkan kuliah di East Tennessee State University,
Kovach bekerja sebagai wartawan di harian Johnson City Press-
Chronicle. Kovach banyak meliput soal gerakan persamaan hak
16 Dikutip dari http://www.andreasharsono.net/2012/12/internet-
verifikasi-jurnalisme-dan.html diakses pada 12 Januari 2020 pukul 10.32 WIB 17 Dikutip dari http://www.andreasharsono.net/2013/01/bagaimana-
cara-membeli-buku-blur.html diakses pada 13 Januari 2020 pukul 08.30 WIB
18 Dikutip dari http://www.andreasharsono.net/2004/01/independensi-
bill-kovach.html diakses pada 13 Januari 2020 pukul 13.02 WIB
28
orang kulit hitam serta kemiskinan di daerah pegunungan
Appalachian. Menurutnya, generasi sebelum dirinya menganggap
berita tentang kulit hitam tak perlu diliput, lalu generasinya
mengubah keadaan itu.19
Setelah menerima menempuh pendidikan jurnalisme di
Stanford University, Kovach bergabung dengan harian New York
Times dan menjadi Kepada Biro Washington DC. Pada 1986,
Kovach keluar dan jadi pemimpin redaksi harian Atlanta Journal-
Constitution.
Pada 1990, Kovach jadi kurator Nieman Foundation for
Journalism, Universitas Harvard, Amerika Serikat. Di Harvard
pula Kovach mulai bekerja sama dengan Tom Rosenstiel untuk
mengerjakan riset tentang media dan jurnalisme. Mereka bersama
mendirikan Committee of Concerned Journalists. Di sana,
Kovach menjabat sebagai ketua dan Rosenstiel menjabat sebagai
direktur.
Thomas E. Patterson dari Universitas Harvard
mengatakan, Kovach punya "karir panjang dan terhormat"
sebagai wartawan. Goenawan Mohamad, pendiri majalah Tempo
mengaku sulit “mencari kesalahan” Kovach.20 Selama memimpin
Atlanta Journal Constitution, Kovach telah membawa surat kabar
19 Dikutip dari https://web.archive.org/web/20051203055500/
http://www.copydesk.org/2001kovach.html diakses pada 15 Januari 2020
pukul 09.31 WIB
20 Dikutip dari http://www.andreasharsono.net/2001/12/sembilan-
elemen-jurnalisme.html diakses pada 13 Januari 2020 pukul 13.20 WIB
29
itu meraih dua penghargaan pulitzer. Total dalam karirnya,
Kovach menugaskan dan menyunting lima laporan yang
mendapatkan Pulitzer Prize.
Kovach banyak menghasilkan buku-buku jurnalisme yang
mendunia bersama Tom Rosenstiel. Rosenstiel adalah penulis,
jurnalis dan kritikus pers. Ia adalah pendiri dan direktur Project
for Excellence in Journalism (PEJ), sebuah pusat studi media dan
jurnalisme yang menjadi bagian dari Pew Research Center.21
Rosenstiel mengawali karir sebagai reporter untuk
kolumnis politik Jack Anderson. Selanjutnya, pria yang
menamatkan kuliahnya di Oberlin Collage dan Colombia
University Graduate School of Journalism ini menjadi reporter
dan editor bisnis untuk The Peninsula Times Tribune. Setelah itu,
ia menghabiskan waktu 12 tahun untuk Los Angeles Time.22 Ia
juga pernah menjadi koresponden untuk majalah Newsweek.
The Elements of Journalism, buku yang ia buat bersama
Kovach berhasil meraih Goldsmith Book Award dari Universitas
Harvard. Selain itu, Tom Rosenstiel juga pernah meraih empat
penghargaan Sigma Delta Chi Award dari Society of Professional
Journalist (SPJ), empat penghargaan untuk kritik media dari Penn
State dan The DeWitt Carter Reddick Award atas sumbangsih
21 Dikutip dari https://www.americanpressinstitute.org/author/
trosenstiel/ diakses pada 15 Januari 2020 pukul 11.25 WIB
22 Dikutip dari https://www.latimes.com/local/obituaries/la-xpm-
2014-feb-23-la-me-bill-thomas-20140224-story.html diakses pada 15 Januari
2020 pukul 11.45 WIB
30
luar biasa dalam bidang komunikasi dari The University of
Texas.23
3. Peran
Peran merupakan aspek dinasmis dari kedudukan (status).
Ketika seseorang melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai
dengan kedudukannya, sejatinya orang tersebut telah
menjalankan suatu peran.
Menurut Biddle & Thomas, peran adalah serangkaian
rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari
pemegang kedudukan tertentu.24 Rumusan yang membatasi
perilaku-perilaku tersebut berasal dari patokan dan ukuran yang
ada dalam kehidupan manusia.
Adapun makna dari kata ‘peran’ dapat dijelaskan lewat
bebecapa cara, yaitu:25
1) Suatu penjelasan historis menyebutan, konsep peran
semula dipinjam dari kalangan drama atau teater yang
tumbuh subur di zaman Yunani kuno atau Romawi.
Dalam arti ini, peran merujuk pada karakteristik yang
disandang untuk dibawakan oleh seorang aktor dalam
sebuah pentas drama.
23 Dikutip dari https://www.americanpressinstitute.org/author/
trosenstiel/ diakses pada 15 Januari 2020 pukul 11.25 WIB
24 Edy Suhardono, Teori Peran: Konsep, Devinisi dan Implikasinya,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), h.9
25 Edy Suhardono, Teori Peran: Konsep, Devinisi dan Implikasinya,
h.3
31
2) Suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial,
yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang
dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteriasi
(posisi) dalam struktur sosial.
3) Suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional,
menyebut bahwa peran seorang aktor adalah suatu batasan
yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama
berada dalam satu “penampilan/unjuk peran” (role
performance).
Ada dua paham yang kerap digunakan dalam mengkaji
peran, yakni paham strukturalis dan paham interaksionis.26
Paham strukturalis mengaitkan antara peran sebagai sebuah unit
kultural mengacu pada perangkat hak dan kewajiban yang secara
normatif dicanangkan oleh sistem budaya.
Sedangkan paham interaksionalis lebih memperlihatkan
konotasi aktif-dinamis dari femomena peran; terutama setelah
suatu peran tersebut merupakan suatu “perwujudan peran” (role
enactment)”, yang bersifat lebih hidup serta lebih organis,
sebagai unsur dari sistem sosial yang diinternalisasi oleh self dari
individu pelaku peram. Pelaku akan menjadi sadar akan struktur
sosial yang didudukinya, ia berusaha untuk selalu tampak
mempuni dan dipersepsi oleh pelaku lainnya sebagai ‘tak
menyimpang’ dari suatu sistem harapan yang ada di masyarakat.
26 Edy Suhardono, Teori Peran: Konsep, Devinisi dan Implikasinya,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), h.4
32
Wartawan sebagai sebuah profesi juga dibebani peran
atau tugas dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1996 pasal 1 ayat 4 disebutkan
bahwa wartawan adalah karyawan yang melakukan pekerjaan
kewartawanan yaitu pekerjaan, kegiatan atau usaha yang
berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan, dan penyiaran
dalam bentuk fakta, pendapat, usulan, gambar-gambar, dan lain
sebagainya untuk perusahaan pers, radio, televisi dan lain-lain.27
Ketika berbicara peran wartawan, secara implisit terdapat
standar normatif yang didasarkan pada Undang-Undang Pers No.
40 Tahun 1999 pasal 6. Peran wartawan menurut undang-undang
tersebut diantaranya:28
1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
2) Menegakan nilai-nilai dasar demokrasi
3) Mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM
4) Menghormati kebhinekaan
5) Mengembangkan pendapat umum
6) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran
7) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran
27 Dikutip dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_11_1966.htm diakses
pada 18 Januari 2020 pukul 09.45
28 Dikutip dari https://pwi.or.id/index.php/uu-kej diakses pada 18
Januari 2020 pukul 09.50
33
4. Peran Wartawan di Era Internet
Buku karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel yang
berjudul Blur: Bagaimana Mengetahui Kebenaran di Era Banjir
Informasi, adalah sebuah buku yang mengulas perkembangan
jurnalisme di era media baru atau era digital. Pada era ini, tugas
jurnalistik tidak lagi dimonopoli oleh “wartawan profesional”
atau orang yang bekerja di media seperti surat kabar, majalah,
radio dan televisi. Perkembangan teknologi internet, ponsel
pintar, komputer dan media sosial memungkinkan siapapun dapat
menjadi “wartawan”.
Isu yang lebih mendesak di era jurnalisme baru adalah
bagaimana wartawan profesional dan media massa membuat
konsep-konsep baru untuk menjaga nilai-nilai jurnalisme di era
media baru saat ini. Jurnalisme harus ikut berkembang, seiring
berkembangnya media dimana jurnalisme melakukan
kegiatannya. Jurnalisme mesti berubah dari sekedar sebuah
produk—berita atau agenda media- menjadi pelayanan yang lebih
bisa menjawab pertanyaan konsumen, menawarkan sumber daya,
menyediakan alat. Pada tingkat ini, jurnalisme harus berubah dari
sekedar menggurui—mengatakan publik apa yang ia perlu tahu-
menjadi dialog publik, dengan wartawan menginformasikan dan
membantu memfasilitasi diskusi.29
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menilai ada delapan
ukuran dan peran penting wartawan yang dibutuhkan konsumen
29 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.178
34
berita saat ini. Delapan peran ini menggambarkan ide wartawan
sebagai pelayan informasi atau penyedia dialog. Beberapa
diantaranya tidaklah baru, yaitu;
1) Authenticator (Penyahih)
Transformasi media yang kini sedang terjadi di era digital
memunculkan sejumlah masalah baru terkait praktik jurnalisme.
Masalah pokok dalam jurnalisme media internet adalah kualitas
dan kredibilitas informasi yang sampai ke masyarakat. Masalah
kualitas dan kredibilitas ini bermula dari apa yang disucikan di
media massa online sebagai kecepatan menyampaikan
informasi.30
Atas nama kecepatan, pageview dan aspek bisnis, acapkali
media online terjelembab menyampaikan informasi yang belum
final keberannya, belum lengkap datanya dan tidak berimbang
sehingga kerap menimbulkan mispersepsi, misinterpretasi
makna, bahkan menjurus pada berita bohong atau hoaks. Hal
inilah yang kerap menjadi masalah. Di satu sisi, media online
sangat memungkinkan penyebaran informasi jauh lebih cepat dari
media konvensional, namun di sisi lain kecepatan ini
mengorbankan prinsip-prinsip dasar jurnalisme diantaranya
akurasi berita.31 Peran penyahih menjadi peran yang amat
penting.
30 J. H. Margianto, & Asep Syaefulloh, Media Online: Antara
Pembaca, Laba dan Etika, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen, 2014), h. VI
31 Christiany Juditha, “Akurasi Berita dalam Jurnalisme Online
(Kasus Dugaan Korupsi Mahkamah Konstitusi di Portal Berita Detiknews)”,
Jurnal Pekommas Vol 16 No 3, 2013, h.146
35
Istilah ‘penyahih’ berasal dari kata ‘sahih’ yang berarti
‘benar, sempurna, tiada cela (dusta, palsu), sesuai dengan hukum
(peraturan)’.32 Penerjemah buku Blur, Imam Shofwan dan Arif
Gunawan Sulistiyo memakai istilah ini untuk menerjemahkan
kata ‘authenticator’ yang dipakai Bill Kovach karena
authenticator menguji fakta-fakta di lapangan menjadi sebuah
kebenaran, yang tak lain adalah tindakan ‘menyahihkan’.
Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, peran pers
amat dibutuhkan untuk membantu menyahihkan fakta yang benar
dan dapat dipercaya. Meski wartawan tak lagi menjadi penyedia
informasi tunggal, tapi publik tetap memerlukan peran wartawan
untuk membedakan mana yang bisa dipercaya, dan beberapa
bukti mendasar kenapa demikian.
Perlu beberapa cara untuk memilah informasi mana yang
bisa dipercaya dan beberapa bukti pendukung. Situasi jurnalisme
saat ini dipenuhi berbagai argumen yang lemah, berita plintiran,
berita yang menjurus pada jurnalisme pernyataan dan
pengukuhan, serta media yang semakin partisan. Dengan situasi
seperti itu, peran pensahih ini menjadi amat penting.
Untuk menjalankan peran penyahih ini, tetap diperlukan
tingkat keahlian lebih tinggi diruang redaksi khususnya di cabang
wilayah subjek mereka. Ia juga akan memerlukan wartawan yang
32 Dikutip dari https://kbbi.web.id/sahih diakses pada 19 Januari 2020
pukul 10.30
36
menyediakan informasi dengan dokumentasi dan transparansi
ekstra mengenai sumber dan metode.33
Terlebih di era new media dimana kecepatan menjadi
elemen paling berharga yang dapat meningkatkan daya saing
antar media. Namun kerap kali verifikasi dikesampingkan demi
mengejar kecepatan. Ignatius Haryanto menyebut, “Speed is not
a friend of accuracy”. Desakan dalam media online untuk tampil
atau untuk dipublikasikan secepat-cepatnya berhadapan dengan
masalah “menyampaikan berita sebenar-benarnya/akurat.” Salah
satu tugas penting dalam jurnalistik media online adalah
keharusan untuk melakukan verifikasi terhadap data atau
informasi yang didapat.34
Akurasi adalah fondasi bagi bangunan diatasnya :
konteks, interpretasi, debat, dan semua kominkasi publik.
Jika fondasinya keliru, yang lain-lainnya cacat.
Memahami kebenaran jurnalistik sebagai sebuah proses
atau perjalanan berkelanjutan menuju pemahaman
sebenarnya lebih membantu dan realistis,dan hal ini
dimulai dari berita yang timbul pada hari pertama dan
perkembangan selanjutnya. Begitu mereka memverifikasi
fakta-fakta, para reporter berupaya untuk menyampaikan
laporan yang jujur dan dapat diandalkan dari makna
33 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.184
34 Ignatius Haryanto, Jurnalisme Era Digital; Tantangan Industri
Media Abad 21, (Jakarta;Penerbit Buku Kompas, 2014), h.3
37
kejadian, yang valid untuk saat ini, dan bisa menjadi
subjek untuk reportase lebih lanjut.35
Dalam praktik jurnalisme online di Indonesia, muncul
frasa “truth in the making”,36 dimana validasi sebuah pernyataan,
bantahan terhadap sebuah tuduhan, penelusuran kembali fakta
dan data yang menopang narasi sebuah berita, dimuat dalam
berita-berita yang berbeda waktu unggahannya. Praktik ini
muncul karena media online berlomba-lomba dalam hal
kecepatan mengabarkan berita.
Atas nama kecepatan, media kerap mengesampingkan hak
masyarakat untuk memperoleh kebenaran. Padahal, Kode Etik
Wartawan Indonesia (KEWI) telah menegaskan kewajiban itu
dalam butir pertamanya. “Wartawan Indonesia menghormati hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.”37 Butir
keempat KEWI juga menyatakan, “Wartawan Indonesia tidak
menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul,
serta tidak menyebut identitas korban kejahatan susila.”
Truth atau kebenaran dalam dunia jurnalisme memiliki
makna yang spesik. Kebenaran dalam jurnalisme lebih dipahami
35 Bill Kovach , & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen
Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan
Diharapkan Publik, Terjemahan: Yusi A. Pareanom, (Jakarta:
Yayasan Pantau, 2003), h.47
36 Kuskridho Ambardi, dkk., Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017),
h.19
37 Persatuan Wartawan Indonesia, Kode Etik Wartawan Indonesia,
(http://kambing.ui.ac.id/onnopurbo/library/library-non-ict/written-
law/UUD1945-Amandemen(5).pdf), diakses pada 18 Juni 2019 pukul 18.53
WIB
38
sebagai sebuah proses disiplin verifikasi.38 Yakni sebuah proses
disiplin untuk menemukan, menyambung dan melakukan
verifikasi terhadap berbagai fakta dan data yang menjadi bahan
pokok sebuah berita. Dalam menulis berita, misalnya, wartawan
harus menemukan berbagai fakta dan data atau pernyataan lalu
melakukan verifikasi dan validasi ke sumber-sumber terpercaya,
memastikan akurasi kronologi kejadian, serta merangkai sudut
pandang yang majemuk.
Pada akhir abad ke-19, konsep yang sering disebut-sebut
wartawan adalah realisme, bukan objektivitas. Realisme adalah
pemikiran bahwa bila seorang reporter menggali fakta dan
meruntutkannya secara kronologis, kebenaran akan dengan
sendirinya terungkap.39 Konsep realisme muncul bersamaan
dengan hadirnya konsep piramida terbalik, di mana wartawan
menulis berita dengan cara menyusun fakta-fakta yang dianggap
paling penting pada bagian lead dan berturut-turut dengan yang
kurang penting di bagian bawah. Dengan konsep ini diharapkan
pembaca dapat memahami persoaan dengan sendirinya.
Peran penyahih ini akan menjadi hal yang utama dalam
ruh pembangunan otoritas perusahaan media dan juga elemen
kunci yang relevan ketika mereka tak lagi memonopoli arus
38 Kuskridho Ambardi, dkk., Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia, h.19
39 Bill Kovach , & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen
Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan
Diharapkan Publik, Terjemahan: Yusi A. Pareanom, (Jakarta:
Yayasan Pantau, 2003), h.88
39
informasi dan perhatian publik.40 Baik media maupun
masyarakat, pemahaman terhadap peran penyahih ini menjadi
bekal paling penting demi menciptakan iklim jurnalisme dan
demokrasi yang damai.
2) Sense Maker (Penuntun Akal)
Teknologi digital yang melahirkan jurnalisme
digital/online telah membawa banyak perubahan di jagat media
dan jurnalisme. Selain berdampak pada hal teknis, dampak yang
lebih mengkhawatirkan adalah penurunan kualitas mutu
jurnalisme dalam platform online.
Hal ini diperparah dengan masifnya penyebaran informasi
bohong dan ujaran kebencian di media sosial. Media sosial ibarat
pedang bermata dua. Pengaruhnya bisa menjadi positif dan
produktif, tetapi bisa juga negatif dan kontraproduktif. Media
sosial yang memproduksi ujaran kebencian dan menyebarkan
informasi bohong merupakan terorisme verbal yang menciptakan
kekhawatiran dan ketidakpastian.41 Sebagian informasi yang
beredar di media sosial masih bersifat “setengah matang”.
Ironisnya, dibanding berupaya mencari informasi yang benar,
sebagian besar netizen lebih tertarik mencari pembenaran tanpa
mengetahui validitasnya. Disaat itulah peran penuntun akal
menjadi amat penting.
40 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.184
41 Dian Muhtadiah Hamna, “Eksistensi Jurnalisme di Era Media
Sosial”, Jurnalisa Vol.03 Nomor 01, 2017, h.108
40
Media massa sebagai produsen informasi sangat cocok
memainkan peran penuntun akal. Bill Kocach memakai istilah
penuntun akal untuk menggambarkan peran meletakkan
informasi pada konteks dan mencari kaitannya hingga
pembacanya dapat memutuskan apa makna suatu berita dan
memutuskan tindakan yang dilakukan setelah membaca berita
itu.42
Peran ini menjadi sangat penting ditengah banjirnya
informasi. Banyaknya informasi membuat upaya membangun
pengetahuan menjadi sulit. Ketika suplai informasi membesar,
pengetahuan pun kian sulit diciptakan, sebab kita harus melewati
banyak data untuk menuju kesana. kebingungan dan
ketidakpastian membayangi.43 Menurut Bill Kovach dan Tom
Rosenstiel, dalam menjalankan perannya sebagai penuntun akal,
wartawan harus mencari informasi yang bernilai—tak hanya
baru—dan menyajikannya dengan cara yang bisa dipahami
sendiri oleh pembaca.
Kovach menambahkan, menuntun akal tidaklah sama
dengan menginterpretasi berita. Upaya untuk menuntun akal
mensyaratkan pencarian keterkaitan antar fakta untuk membantu
menjawab pertanyaan publik.44 Selain melaporkan peristiwa,
42 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.185 43 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, h.185
44 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, h.185
41
wartawan juga menambah bahan untuk menjelaskan kenapa dan
bagaimana sesuatu dapat terjadi. Ada pemerkayaan (enrichment)
informasi untuk lebih menjelaskan suatu peristiwa.
Peran penuntun akal dengan demikian bukanlah sekadar
peran komentator atau interpreter. Ia bersifat mendalam, dengan
pencarian fakta dan informasi yang menjadikan semua saling
terkait.
Usaha menuntun akal pembaca sangat penting terlebih
dalam pemberitaan politik. Ada jebakan lain bagi wartawan yang
disebut peristiwa semu atau pseudo-event, seperti konfrensi pers,
wawancara dan sejenisnya, yang terjadi adalah politisi atau
selebriti tertentu yang ingin membuat pernyataan, biasanya
dengan motif tersendiri, yang tujuan utamanya adalah
publisitas.45 Informasi dalam suatu konfrensi pers terkadang lebih
berisi suatu pembenaran dari pada kebenaran. Tugas wartawan
politik untuk membangun makna dari sebuah peristiwa politik
menjadi amat berat. Wartawan perlu mendalami motif, fakta dan
data untuk membangun makna dalam sebuah berita politik.
Selain itu, kebanyakan apa yang didefinisikan atau
disajikan sebagai berita sekarang ini adalah opini, interpretasi dan
spekulasi. Untuk itu publik perlu peran wartawan yang memberi
makna dari sebuah informasi. Wartawan kini bertugas membawa
pembaca masuk ke dalam dunia makna yang lebih luas, tidak
terbatas pada tempat dan waktu kejadian peristiwa. Wartawan
sekarang tidak lagi hanya menceritakan kepada pembaca
45 Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar, (Jakarta, Penerbit Buku Kompas,
2015), h.8
42
mengenai apa yang terjadi saja (here’s what happened). Dia juga
harus bisa memberi arti (here’s what it means), dan apa yang
dapat dilakukan oleh pembaca (here’s what you can do about
it).46
3) Investigator (Penyelidik)
Jurnalisme yang berkualitas adalah jantung dari
demokrasi. Pun sebaliknya, jurnalisme yang penuh propaganda,
informasi yang belum jelas kebenarannya—atau bahkan
informasi palsu—serta minim makna, hanya akan merusak
demokrasi.
Laporan tajam seorang wartawan yang bertujuan
membuat dunia menjadi lebih baik adalah sebuah sentral bagi
demokrasi.47 Joseph Pulitzer, mengatakan ketakutan seseorang
akan dibongkar oleh surat kabar—dibanding oleh hukum, moral,
atau undang-undang—telah mencegah berbagai kejahatan dan
tindakan tidak bermoral. Laporan tajam wartawan terwujud
dalam liputan investigasi.
Kata ‘penyelidik’ berasal dari kata ‘selidik’ yang
memiliki arti teliti; cermat. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata ‘penyelidik’ memiliki arti orang yang menyelidiki
sesuatu, pengusut, mata-mata, pengintai, peluluk, pelacak.48
Penerjemah buku Blur, Imam Shofwan dan Arif Gunawan
Sulistiyo memilih istilah penyelidik untuk menerjemahkan kata
46 Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar, Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
2015), h.46
47 Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar, h.19
48 Dikutip dari https://kbbi.web.id/selidik diakses pada 19 Januari
2020 pukul 15.37
43
‘investigator’ yang dirumuskan Bill Kovach. Karena Menurut
Bill Kovach, investigator harus mengekspos apa yang
disembunyikan atau dirahasiakan.49 Pers berposisi sebagai jaksa
independen yang menyortir, dan dengan kekuatan lampu
senternya, ia membentuk, tak sekedar mengikuti, agenda baik
dalam konteks membongkar pelanggaran hak publik atau
mengubah paradigma.
Wartawan harus menjalankan fungsi sebagai investigator
publik, yang banyak diistilahkan sebagai peran anjing penjaga
(watchdog). Jurnalisme yang membongkar apa yang
disembunyikan atau dirahasiakan menjadi begitu penting dan
esensial didalam negara demokratik.
Peran jurnalis yang sering menjadi investigator sering
disebut jurnalime watchdog. Jurnalisme watchdog
didefinisikan sebagai: (1) penyelidikan independen oleh
pers mengenai kegiatan pemerintah, bisnis dan lembaga
publik, (2) dengan cara mendokumentasikan, menanyakan
dan menginvestigasikan kegiatan mereka, (3) untuk
memberikan informasi pada masyarakat dan pejabat
mengenai isu yang sedang menjadi keprihatinan
masyarakat. Kita sering mendengar peran watchdog yang
katanya “membantu yang menderita dan membuat yang
49 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.186
44
mapan menderita” –comfort the afficled and affict the
comfortable.50
Upaya-upaya awal kerja investigatif ini menjadi salah satu
alasan pers diberi kebebasan secara konstitusional. Pers harus
diberikan akses keterbukaan—juga bebas dari ancaman—agar
dapat menjalankan kerja investigatif ini. Dalam
pengaplikasiannya, seringkali pers berusaha mencari data dan
fakta dari sumber rahasia, juga melihat langsung melalui cara
penyamaran.
Dalam pasang surut peran anjing penjaga selama dua abad
terakhir, kita sampai pada momen melemahnya peran ini karena
mencairnya bobot investigasi.51 Kecil kemungkinan kita melihat
peran ini diimplementasikan oleh media yang tergesa-gesa dalam
proses produksi berita, juga media yang lebih banyak menjadi
panggung bagi jurnalisme pengukuhan dan jurnalisme pernyataan
yang interpretatif juga propagandis, serta menempatkan audiens
sebagai kaki tangan partisan. Dalam dinamika pers saat ini,
terlebih di era yang serba mengandalkan kecepatan, kita tidak
akan sulit menemukan wartawan yang bertindak sebagai
watchdog, tetapi telah berubah menjadi lap dog yang patuh pada
‘tuan’ mereka.
50 Setiawan Santana, Jurnalisme Investigasi, (Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia, 2003) h.19
51 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen
Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan
Diharapkan Publik, Terjemahan: Yusi A. Pareanom, (Jakarta:
Yayasan Pantau, 2003), h.153
45
Prinsip dalam menjalankan peran investigator
mensyaratkan keterampilan khusus dalam metode pencarian
informasi, temperamen khusus dan rasa lapar khusus demi
menguatkan mental dalam proses liputan yang membutuhkan
waktu, tenaga dan pikiran ekstra. Prinsip ini juga
memeperlihatkan komitmen serius dari narasumber untuk berani
terbuka membongkar informasi yang ditutup-tutupi.
4) Witness Bearer (Penyaksi)
Alih-alih memakai kata ‘pembawa saksi’, penerjemah
buku Blur, Imam Shofwan & Arif Gunawan Sulistiyo memilih
kata ‘penyaksi’ untuk menerjemahkan ‘witness bearer. Melalui
frasa ‘witness bearer’, Kovach dan Rosenstiel mengusung konsep
peran wartawan sebagai ‘pembawa saksi’ dan juga ‘menjadi
saksi’ itu sendiri.
Peran penyaksi adalah peran yang penting dan esensial
namun kurang diperhatikan dalam pers di era modern ini. Kovach
dan Rosenstiel mendambakan pers hadir di suatu peristiwa dan
menjadi saksi kejadian. Ini adalah fungsi pengawasan jurnalisme
ditingkat yang lebih ramah dari fungsi anjing penjaga atau
investigator.
Ada hal tertentu di dalam komunitas masyarakat dan juga
pemerintah yang perlu diawasi, diamati dan diteliti.
Penyalahgunaan dan pelanggaran mungkin saja terjadi. Disini,
pers memainkan peran penting hanya dengan muncul, mengada
46
disana.52 Langkah penting yang mesti dilakukan pers adalah
mengenali tempat yang mesti diawasi dan hadir disana.
Kehadiran pers harus mengisyaratkan kepada penguasa bahwa
mereka diawasi.
Jika sumber dayanya tak memungkinkan, pers harus
memanfaatkan jaringan teknologi dan penjaga pintu publik untuk
memastikan pengawasan berjalan. Di titik ini, ada potensi
dibentuknya kemitraan dengan baru dengan warga.
Untuk menjadi saksi mata, perlu jurnalisme untuk
melakukan upaya khusus mengumpulkan berita yang tak
dihiraukan orang lain, dan tak cuma meramaikan koor yang sudah
ada demi menggenjot lalu-lintas web berita.53 Pers tak sekadar
menumpuk omongan yang bisa didapat dimana saja.
Joseph Pulitzer pernah berkata bahwa surat kabar tidak
akan menjadi besar dengan hanya sekadar mencetak selebaran-
selebaran yang disiarkan oleh pengusaha maupun tokoh-tokoh
politik atau meringkas tentang apa yang terjadi setiap hari.
Banyak wartawan yang nyaman dengan apa yang
dinamakan sebagai cheerleader complex, yaitu sifat untuk
berhura-hura mengikuti arus yang sudah ada, puas dengan
apa yang ada, puas dengan permukaan sebuah peristiwa,
52 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.186
53 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, h.187
47
serta enggan mengingatkan kekurangan-kekurangan yang
ada dalam masyarakat.54
Wartawan harus terjun ke lapangan, menggali hal-hal
yang eksklusif, mengungkap apa yang selama ini tidak disadari
publik, juga mengungkap hal buruk yang ditutup-tutupi.
Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia
akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang
wartawan. Peristiwa tidak terjadi di ruang redaksi. Ia terjadi di
luar. Karena itu, yang terbaik bagi wartawan adalah terjun
langsung ke tempat kejadian sebagai pengamat pertama.
5) Empowerer (Pemberdaya)
Isu yang lebih mendesak dalam jurnalisme online adalah
bagaimana jurnalisme berubah untuk menjaga nilai-nilai di era
baru. Jurnalisme mesti berubah dari sekadar sebuah produk—
berita atau agenda media—menjadi pelayanan yang lebih bisa
menjawab pertanyaan konsumen, menawarkan sumber daya,
menyediakan alat. Hal itu merupakan esensi dari peran pers
sebagai pemberdaya, publik bukan hanya ditempatkan sebagai
konsumen, namun juga diberdayakan dalam proses produksi
suatu berita. Pada tingkat ini, jurnalisme harus berubah dari
sekedar menggurui—mengatakan publik apa yang ia perlu tahu—
54 Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar, (Jakarta, Penerbit Buku Kompas,
2015), h.3
48
menjadi dialog publik, dengan wartawan menginformasikan dan
membantu memfasilitasi diskusi.55
Bill Kovach menyebut loyalitas pertama jurnalisme
adalah kepada warga. Komitmen kepada warga harus lebih besar
ketimbang egoisme profesional. Komitmen ini menegaskan posisi
pers tak lagi eksklusif, tapi berubah menjadi pelayan warga.
Pers juga harus memberi alat yang memungkinkan kita
sebagai warga menemukan cara baru untuk mengetahui.
Salah satunya adalah menempatkan publik sebagai bagian
dari proses berita dan bukan cuma audien. Ini adalah
pemberdayaan timbal balik. Warga diperdayakan untuk
membagi pengalaman dan pengetahuan yang informatif
pada pihak lain –termasuk wartawan. Para wartawan
diberdayakan dengan mengejar pengalaman dan keahlian
di laur sumber formal dan resmi mereka.56
Proses kemitraan ini menguntungkan kedua belah pihak.
Bagi wartawan, mereka tidak lagi memiliki ketergantungan pada
sumber informasi resmi seperti konfrensi pers dan rilis data resmi
organisasi pemerintah maupun non pemerintah. Wartawan juga
memiliki lebih banyak ide dalam membingkai dan menarik
kesimpulan karena mereka mendapat masukan dari publik. Bagi
55 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.188
56 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, h.186
49
publik, aspirasi mereka akan terwakilkan dan diangkat di media
massa.
Ada banyak istilah untuk menggambarkan fenomena
partisipasi publik dalam memublikasikan berita yang dibuatnya di
media massa. Muncullah istilah citizen journalism atau
jurnalisme warga, participatory journalism, grasroot journalism,
alternatif journalism. Varian istilah lain adalah open source
jornalism, hyperlocal journalism, distributed journalism dan
network journalism. Semua istilah itu bermuara pada satu makna,
yakni partispasi warga, baik itu profesional atau amatir dalam
diseminasi informasi. Informasi bukan lagi esklusif milik jurnalis
dan media. Kerja-kerja jurnalistik kini juga dilakukan oleh
publik. Inilah era yang disebut Alvin Toffler, futurolog 1980an
sebagai era prosumsi (produksi dan konsumsi). Masyarakat bisa
menjadi produsen sekaligus konsumen informasi.57
Proses pemberdayaan warga ini harus didasari pada
kesadaran bahwa konsumen atau warga adalah mitra penting
yang diperlu dilayani dan didengar, bukan diceramahi. Proses
kemitraan ini membantu jurnalisme menjadi lebih baik dengan
membantu warga meletakan informasi dalam konteks, lengkap
dengan cara menyikapi suatu pemberitaan dan memberitahu
kemana warga dapat mencari informasi yang lebih lengkap. Hasil
akhir dari semua itu adalah dialog berkesinambungan.
57 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Internet, Media
Online dan Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Indonesia, 2013), h.11
50
Model pemberitaan di era digital lebih ramah dengan
publik. Era digital dapat mencegah kecenderungan elitisme
pemberitaan karena teknologi digital memungkinkan munculnya
mode crowd-sourcing58 dalam proses pengumpulan fakta dan
data. Secara sederhana, mode crowd-sourcing merupakan cara
kolektif dengan mengajak publik berpartisipasi untuk
memecahkan masalah yang dihadapi individu maupun organisasi.
Pada gilirannya, mode crowd-sourcing ini justru meningkatkan
engagement atau keterlibatan publik dalam proses berita dan
mengembangkan ikatan rasa memiliki dikalangan awam terhadap
berita-berita yang diproduksi media.59
Orang yang bergerak di pemberitaan tidak menjajakan
produk yang berisi kepentingan pelanggan, mereka
membangun hubungan dengan audiensnya berdasarkan
nilai-nilai yang mereka anut, pengambilan sikap,
kewenangan, keberanian, profesionalisme, dan komitmen
kepada komunitas. Dengan menyediakan ini media
menciptakan ikatan dengan publik, yang selanjutnya
disewakan kepada para pemasang iklan. 60
58 Crowd-sourcing adalah suatu konsep berbagi antar pengguna
internet
59 Kuskridho Ambardi, dkk., Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017),
h.14
60 Bill Kovach , & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen
Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan
Diharapkan Publik, Terjemahan: Yusi A. Pareanom, (Jakarta:
Yayasan Pantau, 2003), h.71
51
Ketelibatan masyarakat dalam pemberitaan kini seolah
telah menjadi kewajiban bagi media di era jurnalisme baru.
Media melakukan strategi ini untuk mengatasi kekurangan
sumber daya manusia (SDM) di media yang tak mungkin ada di
setiap koordinat geografis. Keterlibatan masyarakat juga dapat
meningkatkan loyalitas masyarakat kepada media.
Jurnalisme saat ini harus lebih proaktif dan kreatif untuk
menciptakan konten-konten baru. Konten semacam ini harus
makin mendekatkan media dengan konsumennya dan juga harus
memberi ruang kepada konsumen untuk ikut berpartisipasi.61
Kedekatan media dengan konsumen adalah kunci di era digital.
Keberjarakan media dengan konsumen hanya akan menjatuhkan
media itu secara perlahan. Berbagai forum para pemimpin
media dalam dan luar negeri sepakat bahwa media yang dapat
bertahan pada masa saat ini adalah media yang makin
mendekatkan diri dengan audience atau konsumennya. Itu artinya
pembuat pesan sebagaimana konsep lama komunikasi tidak
semata-mata para pengelola media, tetapi audience juga bisa
berkontribusi untuk menghasilkan konten-konten lain.62 Kini
telah banyak media-media yang menyediakan kanal untuk publik
membagikan konten yang dibuatnya. Kanal itu seperti blog dan
jurnalisme khalayak (citizen journalism).
61 Ignatius Haryanto, Jurnalisme Era Digital; Tantangan Industri
Media Abad 21, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2014), h.172
62 Igatius Haryanto, Jurnalisme Era Digital; Tantangan Industri
Media Abad 21, , h.173
52
6) Smart Aggregator (Agregator Cerdas)
Internet memudahkan wartawan dalam menjalankan kerja
profesionalnya. Ada dua kemudahan yang didapat wartawan
dengan hadirnya media baru, yaitu: pertama, terkait aspek
pengumpulan bahan berita (news gathering); dan kedua, dalam
aspek mengonstruksi dan memublikasikan (mengirim luas produk
berita).63 Dengan internet, proses ini telah tersimplifikasi tanpa
mengurangi kualitas dari prosesnya.
Dalam hal pengumpulan bahan berita, wartawan sering
bertumpu pada banyak sumber materi seperti laporan terdahulu,
dokumen-dokumen asli, data, siara pers, atau informasi dari
individu. Teknologi internet telah membuat semua sumber materi
itu mampu terdigitalkan dan terpublikasikan dalam jaringan,
sehingga wartawan dapat mengakses segala informasi yang
mereka butuhkan lewat “riset dalam jaringan” (online research).
Selain itu, internet juga memberikan kemudahan bagi
wartawan terkait publikasi. Media digital memberi ruang tak
terbatas pada sebuah liputan. Batasan fisik pada media cetak dan
batasan waktu pada media elektronik teratasi oleh media digital.
Liputan sebuah isu mendalam bisa disajikan secara lebih luas dari
berbagai sudut pandang dengan memanfaatkan fasilitas
hyperlinks. Melalui fasilitas hyperlinks media digital dapat
melengkapi laporannya dengan link pada kata kunci, orang atau
63 Ambang Priyonggo, “Merevisi Jurnalisme Sebagai Profesi Di Era
Digital: Telaah Pengaruh Teknologi Media Baru dalam Praktik Jurnalistik di
Indonesia” dalam Muzayyin Nazaruddin (Ed). Membayangkan Indonesia
Baru. Yogyararta: CCMS-UII. h.2
53
organisasi, juga link pada isu-isu yang relevan serta data
pendukung dari sumber resmi.
Media diharapkan menjadi pengumpul berita yang cerdas.
Tidak hanya sekedar menyajikan berita yang diproduksi sendiri,
tetapi juga menunjukan sumber terkait lainnya kepada publik. Hal
ini penting untuk mempermudah publik dalam memahami
persoalan yang ditulis juga memperluas khasanah pengetahuan
yang diangkat media.
Bill Kovach menggunakan istilah “agregator cerdas”
bukan tanpa alasan. Seperti halnya peran penyahih dan penuntun
akal, agregasi disini harus dapat mengefisiensikan waktu
pembaca dan mengarahkan mereka ke sumber terpercaya.
Algoritma komputer mungkin memberikan pilihan tanpa batas,
namun jurnalisme agregasi pintar menyajikan hanya bebeberapa
pilihan yang dianggap sebagai sumber pengetahuan yang paling
bernilai. Link yang diberi haruslah berisi informasi yang relevan
dengan apa yang dituliskan dalam tulisan utama, juga mendukung
ide tulisan mereka.
Agar perusahaan media bisa benar-benar membantu,
melayani konsumen berita yang berorientasi kedepan, ia mesti
juga mengarahkan audien ke sumber web lain yang dinilai
penting. Inilah yang membuat web kuat.64 Wartawan dapat
memberi link pada kata kunci, organisasi atau tokoh yang
64 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.188
54
diberitakan, berita yang terkait, atau sumber data yang relevan.
Link yang dipilih haruslah terpercaya dan kredibel.
Media dan wartawan perlu memanfaatkan kekuatan web,
menjadi agregator pintar yang menyisir web untuk pembaca dan
bekerja melampaui kemampuan algoritma komputer dan
agregator umum. Organisasi berita masa depan mesti menyisir
lanskap informasi lain yang mungkin membantu.
Audiens memerlukan informasi tambahan yang
melatarbelakangi sebuah peristiwa atau isu pemberitaan. Secara
teknis, konteks ini dapat dicantumkan di dalam berita, tetapi bisa
juga pada berita lainnya yang terpaut. Media online leluasa
melakukan peran ini melalui fasilitas hyperlinks.
Pers harus melayani audiens sebagaik-baiknya dengan
berbasis pada rekomendasi agregasi yang lebih luas dan mewakili
audiens mengindentifikasi konten yang menyajikan fungsi
jurnalistk secara penuh. Redaksi menyisir web secara konstan
agar bisa menginformasikan berita mereka sendiri lalu
meneruskannya ke audens. Kurasi adalah pengetahuan.
Fitur hypertext dan hyperlink –atau kita terjemahkan
menjadi tautan- memungkinkan jurnalis dan redaktur untuk
memfasilitasi proses pencarian kebenaran secara bertahap,
penggalan demi penggalan.65
65 Kuskridho Ambardi, dkk., Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017),
h.20
55
7) Forum Organizer (Penyedia Forum)
Transformasi media yang kini sedang terjadi di era digital
memunculkan sejumlah hal baru terkait praktik jurnalisme. Era
digital amat mendukung keterlibatan publik dalam proses berita
di media massa melalui beberapa kanal.
Para wartawan, khususnya yang lokal, juga mesti
membantu terbentuknya diskusi dan wacana yang melibatkan
warga secara aktif. Koran cetak membantu menciptakan konsep
ini ketika menemukan konsep surat pembaca, juga halaman op-ed
(opposite the editorials)66 yang ditulis oleh kontributor luar.67 Bill
Kovach menilai jika peran ini dihilangkan media tradisinal, maka
akan sangat merugikan perusahaan media berita secara finansial
dan merugikan masyarakat umum.
Interaktivitas memiliki arti penting bagi sebuah situs
untuk meraih traffic. Traffic juga dihasilkan dari ruang
interaktivitas yang disediakan suatu situs berita. Terkait berita,
misalnya, traffic dihasilkan dari diskusi yang berlangsung pada
halaman-halaman komentar. Tak sedikit pembaca membuka satu
berita berkali-kali karena mengikuti diskusi yang berlangsung di
halaman komentar. Traffic pun dihasilkan dari layanan-layanan
66 Op-ed (opposite the editorials) adalah sebuah potongan prosa
tertulis yang biasanya diterbitkan oleh surat kabar atau majalah yang
menuangkan opini dari seorang pengarang yang tidak berafiliasi dengan badan
editorial.
67 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.189
56
interaktivitas lain di luar berita. Misalnya, forum, blog, atau
crowdsourcing yang disediakan situs berita tertentu.
Media massa, baik media digital maupun media
tradisional, dapat menjadi ruang terbuka bagi warga untuk
memonitor jalannya pemerintahan serta kehidupan sosial
kemasyarakatan.
Sebagai warga, kita semua punya hak untuk mempunyai
ruang publik yang terbuka bagi siapapun. Jika praktisi
media membayangkan bahwa tujuan mereka adalah
menginspirasi dan menginformasikan wacana publik,
maka membantu mengorganisir wacara tersebut adalah
fungsi logis dan layak. Argumen yang dibangun
berdasarkan fakta gadungan dan rumor pasti dilihat
sebelah mata disitu. Institusi berita mendalam adalah yang
paling pas mengorganisir forum publik yang berdasarkan
informasi terpercaya.68
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku Sembilan
Elemen Jurnalisme mengatakan bahwa “Jurnalisme harus
menghadirkan sebuah forum untuk kritik dan komentar publik.”69
Melalui forum yang disediakan bagi publik, diharapkan timbul
68 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.189
69 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen
Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan
Diharapkan Publik, Terjemahan: Yusi A. Pareanom, (Jakarta:
Yayasan Pantau, 2003), h.173
57
jurnalisme yang memberi makna substansial bagi kepentingan
publik, menyoroti masalah-masalah yang dianggap penting bagi
publik dan melibatkan publik seluas-luasnya dalam proses kerja
jurnalistik.
Media online adalah media yang sangat memungkinkan
untuk terjadinya komunikasi dua arah. Wartawan atau media
online perlu memasukan user generated content (UGC) dimana
user atau pemirsa dapat berpartisipasi disana. Seperti kolom
komentar, portal diskusi, dan sebagainya.
Wartawan juga dapat mencantumkan alamat e-mail agar
pembaca dapat berkomunikasi dengan wartawan tersebut.
Isu yang lebih mendesak di era digital adalah bagaimana
jurnalisme berubah untuk menjaga nilai-nilai di era baru.
Jurnalisme mesti berubah dari sekadar sebuah produk—
berita atau agenda media—menjadi pelayanan. Pada
tingkat ini, jurnalisme harus berubah dari sekedar
menggurui—mengatakan publik apa yang ia perlu tahu—
menjadi dialog publik, dengan wartawan
menginformasikan dan membantu memfasilitasi diskusi.70
Melalui forum yang disediakan bagi publik, diharapkan
timbul jurnalisme yang memberi makna substansial bagi
kepentingan publik, menyoroti masalah-masalah yang dianggap
penting bagi publik, melibatkan publik seluas-luasnya dalam
70 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen
Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan
Diharapkan Publik, Terjemahan: Yusi A. Pareanom, (Jakarta:
Yayasan Pantau, 2003), h.178
58
proses kerja jurnalistik, menunjukan keberagaman suara publik
termasuk kelompok minoritas, mendorong transparansi redaksi,
serta meningkatkan akuntabilitas jurnalis pada pemberitaan. Pers
harus dekat dengan publik, keberjarakan pers dengan publik
membuat pers tidak mampu memotret keberagaman perspektif
publik.
Adanya dialog publik dalam proses jurnalistik mampu
menjaring aspirasi orisinil mengenai masalah-masalah yang
dianggap penting oleh warga. Warga ingin membaca pers yang
menggemakan nilai-nilai yang akrab bagi warga.71
Alih-alih dipicu oleh agenda para pemegang kuasa dan
jabatan, pimpinan parpol dan sumber-sumber elit, berita
semestinya merefleksikan kepentingan-kepentingan warga.
Menyimak publik mencakup mencari tahu apa yang menjadi
perhatian di komunitas baru melaporkan bagaimana perhatian
tersebut terpenuhi atau tidak terpenuhi.72
Jurnalis harus benar-benar mendatangi warga dari
beragam kalangan dan mendengarkan keterangan mereka.
Mendengarkan publik tidaklah sama dengan menerjemahkan
opini mayoritas ke dalam berita, melainkan menemukan concern-
71 Kuskridho Ambardi, dkk., Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017),
h.30
72 Kuskridho Ambardi, dkk., Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia, h.37
59
concern semua faksi bertentengan maupun moderat di warga,
terutama faksi yang kerap terabaikan oleh sistem dan media.73
8) Role Model (Panutan)
Di era saat ini, dimana banyak media yang partisan, kritik
pedas terus menerus diarahkan pada media dan jurnalis. Padahal
beberapa media di media tradisional memiliki sejarah reputasi
yang baik sebagai media pejuang kepentingan publik.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel mengungkapkan, publik
telah menangkap sinisme dan keburukan dibalik slogan
“memihak Anda,” untuk “mengabdi pada Anda,” dan sebagainya.
Penurunan rasa hormat publik itu tercermin dari turunnya tingkat
kepercayaan publik terhadap pers selama 30 tahun terakhir.
Di era digital yang kian terbuka, pers yang yang tak
menjaga klaim konstitusionalnya hanya akan makin
mengecewakan, karena publik mengukur kinerja mereka
berdasarkan harapan yang terbaik, dan bukannya yang terburuk,
pada jurnalisme.74
Media perlu menjadi lembaga kepercayaan publik
ditengah jutaan informasi yang tersedia di ranah digital yang
belum pasti kebenarannya. Kepercayaan (trust) adalah modal
awal bagi media demi mendapatkan legitimasi publik dalam
73 Kuskridho Ambardi, dkk., Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia, h.38
74 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.190
60
menjalankan aktivitas jurnalistik. Jika publik percaya pada media
tersebut, publik pun akan mempercayakan media tersebut sebagai
saluran informasi.
Pers di era baru, khususnya yang berkaitan dengan
perusahaan media lama, tak bisa mengelak dari fungsi sebagai
role model (panutan). Pers harus menjadi panutan agar warga
memiliki kepercayaan pada pers sehingga warga mau membawa
kesaksiannya sendiri pada pers. Warga juga akan berkaca pada
wartawan—baik metode atau pun sikap—dalam membuat sebuah
berita dari warga (citizen journalism).
Beberapa perusahaan media telah melangkah lebih jauh
dengan menyediakan pelatihan jurnalisme warga dan
mengundang mereka dalam rapat redaksi.75 Hal ini penting
karena hubungan media dengan publik adalah hubungan yang
saling ketergantungan. Publik butuh media sebagai sarana
menyuarakan aspirasi dan sarana pemenuhan kebutuhan
informasi. Media juga membutuhkan publik bukan hanya sebagai
konsumen, namun juga sebagai mitra dalam proses produksi
informasi.
Wartawan harus paham bahwa segala tingkah-laku
mereka, bukan hanya berita mereka, dilihat oleh publik. Di era
digital yang kian terbuka, pers yang tak menjaga kehormatan
institusionalnya akan ditinggalkan pembaca. Industri pers adalah
industri yang menjungjung tinggi kepercayaan (trust).
75 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.190
61
5. Pengertian Internet
Internet adalah singkatan dari Interconnected Network.
Interconnected jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
memiliki arti “saling terkoneksi” sedangkan arti network adalah
jaringan76. Jika dilihat dari kata asalnya, maka internet adalah
jaringan komputer yang saling terhubung satu dengan lainnya.
Internet saat ini mampu menghubungkan dari milyaran komputer
yang ada diseluruh dunia dan melibatkan berbagai jenis komputer
yang berbeda.
Sejarah internet berawal dari sebuah jaringan komputer
untuk sistem pertahanan yang dikembangkan oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat. proyek ini dinamakan Advanced
Research Project Agency (ARPA). Jaringan komputer ini
kemudian diberi nama ARPANET (Advanced Research Project
Agency Network). Demonstrasi pertama ARPANET
menghubungkan komputer di University of California at Los
Anggeles (UCLA) dengan komputer di Stanford University.77
Pada 1971, jaringan ARPANET sudah melibatkan 20 situs
termasuk Massachussetts Institute of Technologi (MIT) dan
Harvard University. Pada 1981, jumlah situs yang tergabung
ARPANET sudah mencapai 200 situs. Jaringan ARPANET
berkembang pesat karena menghubungkan jaringan antar
universitas juga organisasi-organisasi di seluruh dunia. Hingga
kemudian, pada 1983, karena sistem ini sudah menghubungkan
76 Dwi Rahmawati, Internet untuk SMP, (Jakarta; Elex Media
Komputindo, 2008), h.2
77 Dwi Rahmawati, Internet untuk SMP, (Jakarta; Elex Media
Komputindo, 2008), h.3
62
banyak jaringan di seluruh dunia, maka sistem ini dikenal dengan
nama internet.
Di Indonesia, internet awalnya merupakan aktivitas para
penggemar jaringan teknologi komputer. Koneksi pertama
Internet di Indonesia tercatat dilakukan oleh Joseph Luhukay
pada tahun 1983 yang mengembangkan jaringan UINet di
kampus Universitas Indonesia.78 Joseph lalu mengembangan
University Network (Uninet) di lingkungan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun yang sama. Uninet
merupakan jaringan komputer dengan jangkuan lebih luas
meliputi Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung,
Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, Institut
Teknologi Surabaya, Universitas Hasanudin, dan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Internet di Indonesia kemudian memasuki ranah
komersial ketika Indonet, Internet Service Provider (ISP) pertama
di Indonesia, berdiri tahun 1994.79 Indonet adalah pijakan penting
dalam sejarah Internet di Indonesia. Melalui jaringan Indonet,
pengguna Internet di Indonesia mulai bertumbuh.
Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet
Indonesia (APJII), lebih dari setengah penduduk Indonesia telah
terhubung ke internet pada 2016. Jumlah pengguna internet di
Indonesia pada 2016 tercatat 132,7 juta orang, naik sekitar 50 juta
78 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Internet, Media
Online dan Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Indonesia, 2013), h.5
79 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Internet, Media
Online dan Demokrasi di Indonesia, h.5
63
dari tahun 2014.80 Pengakses internet di Indonesia terus
berkembang pesat seiring dengan tersedianya infrastruktur
teknologi informasi dan komunikasi yang semakin meluas,
terjangkau dan murah.
Dari segi keaktifan di dunia maya, data menunjukan orang
Indonesia termasuk orang yang teraktif berkomunikasi di
Internet; berada di urutan kedua dunia dalam facebook (40,5 juta
akun) dan urutan ketiga ‘tercerewet’ di twitter (12%).81
80 Dikuti dari
https://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.internet.
di.indonesia.capai.132.juta. Diakses pada 17 Maret 2018 pukul 13.12
81 J. Heru Margianto, Media Online: Antara Pembaca, Laba dan
Etika, (Jakarta, Aliansi Jurnalis Independen) Hlm. V
64
6. Media Online
a. Pengertian Media Online
Menurut definisi, media online (online media) –disebut
juga media siber (cybermedia), media internet (internet media)
dan media baru (new media), media digital (digital media), media
virtual,–dapat diartikan sebagai media yang tersaji secara online
di situs web internet.
Sedangkan menurut Pedoman Pemberitaan Media Siber
(PPMS) yang dibuat oleh Dewan Pers mengartikan media siber
sebagai “segala bentuk media yang menggunakan wahana
internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi
persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers
yang ditetapkan Dewan Pers.”
Media online dapat dikatakan sebagai media generasi
ketika setelah media cetak –koran, majalah, tabloid, buku- dan
media elektronik –radio, televisi dan film/video.
Dalam perspektif studi media atau komunikasi massa,
media online menjadi objek kajian teori “new media” (media
baru), yaitu istilah yang mengacu pada permintaan akses ke
konten (isi/informasi) kapan saja, di mana saja, pada setiap
perangkat digital serta umpan balik pengguna interaktif,
65
partisipasi kreatif dan pembentukan komunitas sekitar konten
media, juga aspek generasi “real time”.82
b. Jenis-jenis Media Online
Media online sebagai sebuah situs berita berbasis dalam
jaringan (daring) dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori:83
1. Situs berita berupa “edisi online” dari media cetak surat
kabar atau majalah, seperti Republika
(www.republika.co.id), Kompas (www.kompas.com),
Tempo (www.tempo.co) , Seputar Indonesia
(www.sindonews.com) dan Jawa Pos (www.jpnn.com).
2. Situs berita berupa “edisi online” dari media penyiaran
radio seperti Radio Republik Indonesia (www.rri.co.id),
Radio Elshinta (www.elshinta.com) dan Kantor Berita
Radio (www.kbr.id)
3. Situs berita berupa “edisi online” dari media penyiaran
televisi seperti Metro TV (www.metrotvnews.com), TV
One (www.tvonenews.tv) dan Liputan 6 SCTV
(www.liputan6.com)
4. Situs berita online “murni” yang tidak terkait dengan
media cetak atau pun media elektronik seperti Beritagar
(www.beritagar.id), Tirto (www.tirto.id), Detik
82 Asep Syamsul M.R, Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media
Online, (Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia, 2018), h.34
83 Asep Syamsul M.R, Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media
Online, h.36
66
(www.detik.com), Viva News (www.viva.co.id) dan
Okezone (www.okezone.com)
5. Situs “indeks berita” yang hanya memuat link-link berita
dari situs berita lain seperti Yahoo! News, Line Today dan
Google News—layanan kompilasi berita yang secara
otomatis menampilkan berita dari berbagai media online.
c. Sejarah Media Online di Indonesia
1) Media 1990: Generasi Pertama
Perkembangan teknologi internet mendorong lahirnya
jurnalisme online di Indonesia. Pada era 90-an itu media-media
cetak mulai menampilkan isi media mereka ke Internet. Media
pertama yang tercatat hadir di Internet adalah Republika dengan
alamat www.republika.co.id yang tayang perdana 17 Agustus
1995, dua tahun setelah Harian Republika terbit.84
Setelah itu diikuti Kompas Online (KOL) yang tayang
perdana pada 14 September 1995 dengan alamat kompas.co.id.85
Lalu Majalah Tempo yang dibredel tahun 1994 bertransformasi
menjadi Tempointeraktif pada 6 Maret 1996. 86 Harian Bisnis
Indonesia (bisnis.com) pada 2 September 199687, dan Harian
84 Dikutip dari https://www.republika.co.id/page/about diakses pada 7
Januari 2019 pukul 16.36 WIB
85 Dikutip dari https://inside.kompas.com/about-us diakses pada 7
Januari 2019 pukul 16.38 WIB
86 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Internet, Media
Online dan Demokrasi di Indonesi, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Indonesia, 2013), h.6
87 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Internet, Media
Online dan Demokrasi di Indonesia, h.6
67
Waspada (waspada.co.id) di Medan, Sumatera Utara pada 11
Januari 1997.88
Saat itu berita-berita yang disajikan media tersebut hanya
memindahkan isi edisi cetak ke versi online. Dengan demikian,
pembaca yang tidak bisa mendapatkan media cetak tersebut
karena berbagai faktor, -seperti harga, jarak dan ketersediaan fisik
media cetak- dapat membaca isi berita media-media tersebut
melalui website masing-masing media. Namun berita-berita yang
tayang di situs-situs media online itu bersifat statis. Internet pun
belum begitu populer di Indonesia. Selain itu, situs-situs berita itu
belum berorientasi bisnis. Mereka belum memiliki model bisnis
yang dirancang untuk menghasilkan laba karena media ini
dilahirkan sebagai simbol prestise.89
2) 1998: Lahirnya Detik dan Internet sebagai Media
Perlawanan
Khasanah media online yang statis berubah semenjak
Budiono Darsono, Yayan Sopyan, Abdul Rahman dan Didi
Nugrahadi mendirikan Detik.com, portal berita pertama yang
memokuskan diri pada ranah media online di Indonesia.
Detik.com tayang perdana pada 9 Juli 1998. Detik.com menjadi
pencetak sejarah sebagai media berbasis online tanpa memiliki
edisi cetak.90 Detik.com muncul sebagai media yang otonom,
tidak ada hubungan apapun dengan Tabloid Detik, meskipun
88 Dikutip dari http://waspada.co.id/tentang/ diakses pada 7 Januari
2019 pukul 16.45 WIB
89 J. H. Margianto, & A. Syaefullah, Media Online: Laba, Pembaca
dan Etika, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, 2012), h.17
90 Masriadi Sambo , & Jafaruddin Yusuf, Pengantar Jurnalisme
Multiplatform, (Depok: Prenamedia Group, 2017), h.19
68
Budiono Darsono dan Yayan Sopyan adalah mantan editor
Tabloid Detik.
Detik.com mengenalkan langgam berita baru: ringkas to
the point. Kerap, atas nama kecepatan, berita detik.com tidak
selalu lengkap dengan unsur 5W + 1H layaknya pakem baku
jurnalistik. Budiono Darsono mengenalkan langgam running
news, yakni sebuah penyajian berita serial yang meniru cara
breaking news stasiun berita CNN atau yang biasa juga
diterapkan pada kantor-kantor berita asing seperti AP, AFP, atau
Reuters.
Karena mengandalkan kecepatan, pemakaian unsur 3W
(What, Where, When) dilakukan Detik.com tidak diseluruh berita
tetapi disebagian saja, tergantung urgensinya. Biasanya di berita
awal sebuah peristiwa penting.91
Konsep ini mendapat tempat di hati pembaca di tengah penetrasi
internet yang sangat rendah dan berbiaya mahal. Hal ini terlihat
dari jumlah pengunjung situs ini sejak Juli 1998 mencapai 30.000
hits per hari dengan sekitar 2.500 user (pelanggan Internet).
Beberapa bulan kemudian, yaitu di Maret 1999, naik tujuh kali
lipat, sebesar 214.000 hits per hari atau 6.420.000 hits per bulan
dengan 32.000 user. Pada Juni 1999, angka itu naik lagi menjadi
536.000 hits per hari dengan user mencapai 40.000.92 Kini
Detik.com menjelma menjadi raksasa media online di Indonesia
dan sempat beberapa kali menjadi website yang paling banyak
91 Sapto A. Anggoro, Detikcom: Legenda Media Online, (Jakarta: PT.
Buku Kita, 2011), h.141
92 Sapto A. Anggoro, Detikcom: Legenda Media Online, h.129
69
diakses di Indonesia. Menurut data Similarweb, situs penyedia
jasa monitoring dan analisis website, hingga Januari 2019,
Detik.com menduduki peringkat ke-7 website yang paling banyak
diakses di Indonesia dan juga peringkat 217 dunia.93 Total
kunjungan mencapai angka 217.88 juta kunjungan dengan rata-
rata kunjungan menghabiskan waktu selama 05.39 menit.
Selain melahirkan media massa pertama yang fokus pada
ranah online , dunia internet tahun 1998 juga memainkan peranan
penting dalam pergolakan reformasi. Pada tahun itu, internet
merupakan salah satu alat perjuangan penting dalam menurunkan
rezim Soeharto. Internet menjadi ruang baru diskusi-diskusi
politik yang pada saat itu tidak mungkin dilakukan di ranah
offline.
Internet menjadi ranah kunci para aktivis perjuangan
dalam berkomunikasi ketika pada 15 Mei 1998, Menteri
Penerangan mengeluarkan kebijakan “television pool”.
Pengawasan ketat tidak hanya terjadi pada media-media cetak,
juga televisi. Kebijakan ini mengharuskan semua TV berita untuk
me-relay siaran resmi TVRI.94
Satu-satunya ruang publik yang bebas dari jangkauan
pemerintah saat itu adalah internet. Sepanjang masa itu, informasi
tentang pergerakan mahasiswa jam per jam, menit per menit, dan
detik per detik, hanya bisa leluasa diperoleh di milis-milis seperti
93 Dikutip dari https://www.similarweb.com/detik.com diakses pada 9
Februari 2019 pukul 16.38 WIB
94 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Internet, Media
Online dan Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Indonesia, 2013), h.11
70
“Apakabar”, “IndoProtest”, maupun milis-milis pro-reformasi
lainnya.95 Internet menjadi roda pendorong bergulirnya bola salju
perlawanan para aktivis politik dan mahasiswa untuk
menggulingkan pemerintahan Soeharto yang telah berkuasa
selama 32 tahun.
3) 2000-2003: Booming dotcom dan kejatuhannya
Setelah rezim Soeharto tumbang, dunia pers di Indonesia
memasuki babak baru seiring perkembangan teknologi. Era awal
tahun 2000-an mulai bermunculan media-media online yang
fokus pada ranah online dan disuntikan modal oleh perusahaan-
perusahaan besar. Beberapa situs berita yang lahir pada era ini
antara lain astaga.com, satunet.com, lippostar.com, kopitime.com
dan berpolitik.com
Astaga dan Satunet dimodali investor asing, sementara
Lippostar adalah besutan Grup Lippo, perusahaan papan atas di
Indonesia. Kopitime.com juga menorehkan sejarah di era ini
sebagai media online pertama yang tercatat di Bursa Efek
Jakarta.96
Memasuki tahun 2002, satu per satu media berguguran tak
mampu mengongkosi biaya operasional. Kopitime tak lama
menikmati lantai bursa. Pada 2003, saham Kopitime disuspensi di
harga Rp. 5 per lembar.97 Jatuhnya harga saham Kopitime
tersebut mengikuti kejatuhan saham perusahaan media online
95 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Internet, Media
Online dan Demokrasi di Indonesia, h.11
96 J. H. Margianto, & A. Syaefullah, Media Online: Laba, Pembaca
dan Etika, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, 2012), h.18
97 J. H. Margianto, & A. Syaefullah, Media Online: Laba, Pembaca
dan Etika, h.19
71
lainnya di seluruh dunia. Kondisi itu dinamakan gelembung dot-
com (dot-com bubble) atau dapat disebut juga nasqaq crash.
Media-media tersebut tidak mampu bertahan karena
beberapa hal. Pertama, tidak memiliki kompetensi dalam
mengelola redaksional yang menggunakan prinsip berita real
time. Kedua, tidak memiliki modal yang memadai. Ketiga, tidak
memiliki kemampuan mendapatkan sumber pendapatan dari iklan
dan sumber pemasukan lainnya.98
Meski dilanda krisis, Detik.com tetap bertahan meski
harus melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap sejumlah
karyawannya. Dua media online lain yang juga bertahan dari
krisis adalah kompas.com dan tempointeraktif.com. Dua terakhir
ini tidak gugur karena ditopang kokoh oleh media induknya yang
berbasis cetak.
4) Setelah 2003: Musim Semi
Bergugurannya berbagai media online pada medio 2002 –
2003 tidak mengikis semangat para pengusaha untuk menjajal
peruntungannya pada bisnis media online di Indonesia. Pada
tahun 2003, Steve Christian mendirikan kapanlagi.com, sebuah
situs berita yang fokus pada ranah hiburan.
PT Media Nusantara Citra (MNC) yang saat itu telah
memiliki banyak media massa di berbagai ranah seperti televisi,
media cetak dan jaringan radio, ikut melebarkan sayap bisnisnya
pada ranah media online. Pada 1 April 2007, mereka resmi
98 J. H. Margianto, & A. Syaefullah, Media Online: Laba, Pembaca
dan Etika, h.19
72
meluncurkan okezone.com, portal online berita dan hiburan
berbahasa Indonesia.
Okezone menjadi penanda bangkitnya kegairahan pada
bisnis media online di Indonesia. Tak lama setelah itu, PT Visi
Media Asia Tbk yang mengelola bisnis media televisi ANTV dan
TV One mendirikan anak usaha yang khusus mengelola media
online. Anak usaha itu adalah PT Viva Media Baru yang
mengelola portal berita viva.co.id yang sebelumnya bernama
vivanews.com. Situs berita tersebut diluncurkan pada 17
Desember 2008.99
Melihat persaingan yang makin ketat, kompas.com pun
melakukan perubahan besar pada situsnya. Grup Kompas
Gramedia menggelontorkan Rp 11 miliar untuk “reborn”
kompas.com pada 2008.100 Situs yang dulu hadir dengan nama
Kompas Cyber Media atau KCM yang lahir sejak 1998, sepuluh
tahun kemudian, me-rebranding dirinya menjadi Kompas.com,
merujuk kembali pada brand Kompas yang selama ini dikenal
menghadirkan jurnalisme yang memberi makna101. Perubahan
yang terjadi diantaranya menambah kanal-kanal berita dan dan
meningkatkan produktivitas sajian berita.
Grup Tempo yang memiliki tempointeraktif.com juga
melihat kegairahan baru ini. Sejak 2008, Tempointeraktif mulai
99 Dikutip dari https://www.viva.co.id/tentang-kami diakses pada 9
Februari 2019 pukul 17.08 WIB
100 J. H. Margianto, & A. Syaefullah, Media Online: Laba, Pembaca
dan Etika, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, 2012), h. 21
101 Dikutip dari https://inside.kompas.com/about-us diakses pada 9
Februari 2019 pukul 18.35 WIB
73
digarap serius: staf ditambah, format baru dicari, juga mengubah
nama dari www.tempointeraktif.com menjadi www.tempo.co.
Selepas 2003, situs-situs berita yang mewarnai jagad
maya tanah air tampil lebih atraktif. Seiring perkembangan
teknologi internet yang hadir dengan web 2.0, situs-situs itu
mulai membuka ruang terjadinya interaksi antar pembaca di situs
mereka. Media mulai menyediakan user generated content pada
website berita mereka seperti forum, komentar pembaca, blog,
dan berita dari warga. Pembaca dapat memberikan komentar pada
berita. Disediakan pula ruang diskusi dalam forum. Pembaca juga
diberi ruang lebih luas dalam layanan blogging. Detik.com
menyediakan Detikblog, Kompas.com membuka Kompasiana
dan Tempo.co membuka Indonesiana.
Kini, 20 tahun setelah kelahiran Detik.com pada 1998,
ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengklaim Indonesia
menjadi negara dengan jumlah media massa terbanyak di dunia,
ada sekitar 47.000 media massa di Indonesia.102 Dari 47.000
media massa tersebut, 2.000 adalah media cetak, 674 radio, 523
televisi nasional maupun lokal dan selebihnya adalah media
online. Itu berarti sekitar 43.000 adalah media online. Hingga
Februari 2018, dari 43.000 media online, hanya 168 atau atau
0,4% media online yang dinyatakan profesional oleh Dewan
Pers.103
102 Dikutip dari https://nasional.tempo.co/read/1059285/terungkap-
indonesia-punya-media-massa-terbanyak-di-dunia, diakses pada 9 Februari
2019 pukul 18.37 WIB
74
Menjamurnya media daring di Indonesia tidak terlepas
dari peningkatan jumlah pembaca media daring. Menurut Survei
Sosial Ekonomi Nasional tahun 2017 yang dilakukan Badan
Pusat Statistik, sepertiga penduduk Indonesia menggunakan
internet pada 2017. Dari 77 juta total pengakses internet, 65,9
persen atau 50,7 juta adalah pengakses berita dari media daring.
Meningkat 35,8 persen dibandingkan dua tahun sebelumnya.
Pada tahun 2015, pengguna internet berjumlah 50,9 juta,
sedangkan jumlah pembaca media daring 37,4 juta. 104
Seiring dengan pertumbuhan pengguna internet, media
online pun turut bergeliat dan menunjukan proyeksi yang
menggembirakan. Survei Nielsen Consumer & Media View pada
triwulan ketiga 2017 mengatakan bahwa jumlah pembaca media
digital telah melampaui media cetak. Anggapan bahwa media
cetak harus gratis mengerek tingkat penetrasi media digital
hingga 11% dengan jumlah pembaca 6 juta orang pada 2017.
Jauh lebih banyak dari media cetak sebanyak 4,5 juta pembaca.
Padahal jumlah pembaca media cetak pada 2013 mencapai 9,5
juta, sementara jumlah pembaca media cetak sekaligus digital
hanya 1,1 juta orang.105
104 Dikutip dari https://beritagar.id/artikel/berita/pembaca-berita-
daring-meningkat-namun-belum-merata diakses pada 9 Februari 2019 pukul
18.40
105 https://katadata.co.id/berita/2017/12/07/nielsen-pembaca-media-
digital-sudah-lampaui-cetak diakses pada 9 Februari 2019 pukul 19.07 WIB
75
C. Kerangka Berfikir
Adapun kerangka berfikir dalam penelitian ini dimulai
dengan realita bahwa semakin menjamurnya media massa
berbasis online di Indonesia namun tidak diiringi dengan kualitas
jurnalisme yang baik. Jurnalisme online di Indonesia masih
mencari bentuk terbaiknya dalam mengaplikasikan nilai-nilai
jurnalisme ke dalam produk berita. Banyak masalah yang muncul
terkait akurasi, keberimbangan, etika jurnalistik yang kerap
dilanggar, pelanggaran hak cipta, bercampurnya opini dan berita,
hinga unsur user generate content (UGC), seperti forum,
komentar pembaca, blog, dan berita dari warga.
Pada era digital, wartawan pun tidak lagi menjadi penjaga
pintu tunggal (gatekeeper) karena internet memungkinkan setiap
orang untuk membuat berita dan memublikasikannya. Bill
Kovach menyebut kebenaran menjadi blur (tidak jelas).
Karena itu, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menilai ada
delapan ukuran dan peran penting jurnalisme yang dibutuhkan
konsumen berita saat ini. Delapan peran itu antara lain;
authenticator (penyahih), sense maker (penuntun akal),
investigator (penyelidik), witness bearer (penyaksi), empowerer
(pemberdaya), smart aggregator (agregator cerdas) , forum
organizer (penyedia forum), dan role model (panutan).
76
Berikut adalah kerangka pemikiran dalam penelitian ini:
Semakin menjamurnya media online di Indonesia
Jurnalisme online di Indonesia masih mencari bentuk
terbaiknya
Masalah yang muncul: akurasi, keberimbangan, etika
jurnalistik yang kerap dilanggar, pelanggaran hak cipta,
bercampurnya opini dan berita, hinga unsur user generate
content (UGC), seperti forum, komentar pembaca, blog,
dan berita dari warga.
Wartawan tidak lagi menjadi penjaga pintu utama
(gatekeeper)
Peran Jurnalisme di Era Internet yang dirumuskan Bill
Kovach dan Tom Rosenstiel: otenticator (penyahih),
sense maker (penuntun akal), investigator (penyelidik),
witness bearer (penyaksi), empowerer (pemberdaya),
smart aggregator (agregator cerdas) , forum organizer
(penyedia forum), dan role model (panutan).
Berikut grafik kerangka berfikir dalam penelitian ini:
77
Grafik 2.1
Kerangka Berfikir Penelitian
Media Online di
Indonesia semakin
menjamur dan
menjadi sumber
informasi utama
Masalah yang muncul:
akurasi, keberimbangan, etika jurnalistik yang kerap
dilanggar, pelanggaran hak cipta, bercampurnya opini
dan berita, hinga unsur user generate content (UGC),
seperti forum, komentar pembaca, blog, dan berita
dari warga.
Jurnalisme online di
Indonesia masih
mencari bentuk
terbaiknya
Solusi yang dirumuskan Bill Kovach
dan Tom Rosenstiel:
Delapan Peran Jurnalisme di Era Internet
Sense Maker
Investigator
Witnes Bearer
Otenticator
Empowerer
Smart Agregatir
Forum
Organizer
Role Model
Wartawan tidak lagi menjadi penjaga
pintu tunggal (gatekeeper).
78
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Jurnalisme di Tengah Transformasi Digital
Sejak 2008 hingga 2014, Serikat Perusahaan Pers (SPS)
mencatat oplah surat kabar harian di Indonesia menunjukkan tren
naik, meski jumlah medianya naik-turun. Pada 2008, total oplah
surat kabar harian tercatat 7,49 juta. Tahun-tahun berikutnya,
angka itu terus naik. Pada 2014, total oplah telah mencapai 9,65
juta.1
Namun, kenaikan itu berhenti pada 2014. Pada 2015 oplah
mulai melorot, hanya 8,79 juta, turun 8,9 persen dari tahun
sebelumnya. Merosotnya oplah surat kabar harian pada 2015
dialami juga oleh surat kabar mingguan, tabloid dan majalah.
Penurunan paling dalam menimpa surat kabar mingguan. Pada
tahun itu, oplahnya turun 9,27 persen dibanding tahun 2014.
Melorotnya oplah surat kabar juga berbarengan dengan
tutupnya sejumlah media cetak seperti koran harian, koran
mingguan, tabloid dan majalah karena tekanan terhadap bisnis
media cetak yang begitu kuat. Umumnya media cetak yang tutup
memilih untuk bertransformasi ke media digital.
1 Dikutip dari https://tirto.id/pertumbuhan-oplah-koran-melambat-
melambat-menurun-ciy7 diakses pada 7 Januari 2019 pukul 11.37 WIB
79
Tabel 3.1
Data media cetak yang tutup pada 2014 – 2017
Tahun Media Cetak yang Tutup
2014 Majalah Jasa Keuangan Indonesia, Tamasya, Tabloid
Gaul, Harian Jurnal Nasional, Soccer, Chic
2015 Koran Tempo edisi Minggu, Jakarta Globe, Harian Bola
2016 Harian Sinar Harapan, Majalah Sastra Horison, Majalah
Cita Cinta, Tabloid Sinyal, Majalah Trax, Majalah
Kawanku
2017 Rolling Stone Indonesia, Majalah HAI, Cosmo Girl
Indonesia, Esquire Indonesia, For Him Magazine
Indonesia, Maxim Indonesia, NYLON Indonesia, Majalah
Commando, High End Teen Magazine, Grazia Indonesia
Sumber: Tirto.id dan Thedisplay.net
Seiring dengan menurunnya oplah dan tutupnya beberapa
media cetak di Indonesia, jumlah pembaca media digital sudah
melampaui jumlah pembaca media cetak. Survei Nielsen
Consumer & Media View hingga triwulan ketiga 2017
menyatakan, kebiasaan membaca orang Indonesia telah
mengalami pergeseran. Pada 2017, tingkat pembelian koran
secara personal hanya sebesar 20%, menurun dibandingkan 2013
yang mencapai 28%.
Masyarakat cenderung membaca koran di kantor, sekolah
dan perpustakaan, sehingga tak perlu mengeluarkan biaya.
Anggapan bahwa media harus gratis mengerek tingkat penetrasi
80
media digital hingga 11% dengan jumlah pembaca 6 juta orang
pada tahun 2017. Jauh lebih banyak dibanding pembaca media
cetak sebanyak 4,5 juta orang. Padahal, jumlah pembaca media
cetak pada 2013 bisa mencapai 9,5 juta orang. Sementara, jumlah
pembaca media cetak sekaligus digital hanya 1,1 juta orang.2
Internet telah melahirkan generasi-generasi baru yang
tidak lagi mengakses informasi melalui media-media tradisional
seperti media cetak. Penelitian yang dilakukan Virtual Consultant
mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia rata-rata
menghabiskan waktu 2,3 jam per hari untuk mengakses internet.
Di dalamnya, termasuk mengakses berita. Sementara, membaca
koran hanya 34 menit.3 Menurut penelitian ini, pembaca tidak
lagi mencari berita-berita utama karena mereka sudah
mendapatkannya melalui internet dan televisi. Jenis informasi
yang paling banyak dicari di surat kabar adalah jenis informasi
selain berita seperti opini, sosok dan tokoh.
Kehadiran teknologi digital telah merevolusi jurnalisme
secara radikal di berbagai belahan dunia –tak terkecuali di
Indonesia. Disrupsi yang dibawa teknologi media baru
terhadap jurnalisme berlangsung melalui tiga rute: (1)
perubahan lanskap media media mengubah karakter
persaingan dalam bisnis media, (2) perubahan model
2 Dikutip dari https://katadata.co.id/berita/2017/12/07/nielsen-
pembaca-media-digital-sudah-lampaui-media-cetak diakses pada 7 Januari
2019 pukul 11.45 WIB
3 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Internet, Media Online
dan Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Indonesia, 2013), h.21
81
bisnis media pemberitaan yang menyempitkan
keleluasaan finansial para pengelola bisnis media dalam
membiayai produksi berita, dan (3) perubahan noma-
norma serta cara kerja wartawan dalam melakukan
peliputan. Ketiga perubahan ini pada gilirannya mengubah
wajah jurnalisme di tingkat global dan lokal termasuk
Indonesia.4
Disrupsi pertama menyangkut perubahan karakter
persaingan dalam bisnis media. Publik kini memiliki banyak
pilihan untuk mendapatkan informasi. Tak terbatas pada media
konvensional seperti surat kabar, tabloid, majalah, radio, televisi,
tetapi meluas dengan cakupan media digital dalam format yang
sangat bervariasi. Munculnya berbagai platform dan aplikasi
digital memaksa pengelola media untuk beradaptasi dengan iklim
persaingan media baru. Perilaku konsumen berubah, produk
jurnalistik yang ditawarkan pun berubah. Pada akhirnya,
sejumlah aturan mendasar kerja jurnalistik yang selama ini
memandu wartawan dalam menulis berita mungkin harus di
kompromikan dengan format dan perilaku konsumen di era baru.
Disrupsi yang kedua adalah revolusi model bisnis media
pemberitaan. Sumber utama pendapatan media pemberitaan
adalah dari iklan. Namun, di era digital, Google muncul sebagai
game changer yang mengubah normalitas itu melalui AdWords
dan AdSense. Melalui AdWord dan AdSense ini Google
4 Kuskridho Ambardi, dkk., Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017),
h.3
82
merombak model bisnis media dan sekaligus mengurangi
pemasukan iklan bagi media. Akibatnya terjadi pemangkasan
biaya produksi dalam proses pemberitaan. Pemangkasan itu
seperti insentif jurnalis yang dikurangi dan biaya perjalanan
untuk peliputan yang dipangkas. Pola hubungan hubungan
profesional antara jurnalis dan media tidak lagi berbasis gaji
tetap, melainkan jumlah berita yang dihasilkan jurnalis.
Wartawan menyiasati pola hubungan baru ini dengan memecah
sebuah isu berita menjadi beberapa potongan pemberitaan.
Namun pola inilah yang mengubah wajah pemberitaan di media-
media online dan menurunkan kualitas jurnalisme yang
dihasilkan.
Disrupsi ketiga adalah proses kerja wartawan dalam
meliput dan menyajikan berita. Bila perputaran berita di media
cetak memakan waktu 12 sampai 24 jam untuk memuat berita
baru, media online dapat memuat pemberitaan setiap saat, mampu
melakukan laporan secara real time, serta berjalan langsung
mengikuti perkembangan peristiwa. Kecepatan dalam memuat
berita ini mempertaruhkan akurasi fakta, kelengkapan data dan
kedalaman berita.
Disrupsi-disrupsi tersebut memaksa para pengelola media
beradaptasi dengan lingkungan yang baru sambil menyisipkan
unsur-unsur jurnalisme. Beberapa media tradisional seperti koran
dan majalah membuat platform digital demi menjaga eksistensi
media tersebut di era digital. Persoalannya adalah adanya
perbedaan kualitas antara media tradisional khususnya media
83
cetak dan media digital. Belum banyak media tradisional yang
tumbuh dan besar di Orde Baru mentransformasikan standar
kualitas jurnalisme yang diusung media cetaknya ke portal digital
yang dibuatnya. Badan hukum dan manajemen redaksionalnya
pun berbeda.
Andreas Harsono, salah satu pendiri Yayasan Pantau dan
reporter Human Right Watch menilai hal itu sebagai sebuah
kekeliruan. Transformasi media cetak ke media online dengan
kualitas jurnalisme yang berbeda hanya akan menurunkan brand
media itu sendiri.
Beberapa media besar seperti Kompas dan Tempo yang
selama ini dikenal dengan jurnalisme berkualitas yang diusung
pada media cetaknya pun tak berdaya menghadapi geliat bisnis
media online yang serba mengandalkan kecepatan dan traffic.
Kompas membuat kompas.com dan Tempo membuat tempo.co.
Namun di kedua media online tersebut, kita akan sulit
menemukan berita-berita yang biasa mereka usung dalam media
cetak. Bila kita sering membaca laporan-laporan mendalam
(indepth) di koran Kompas, kita tidak akan menemukan itu di
kompas.com. Atau kita yang biasa membaca laporan investigasi
di koran atau majalah Tempo, kita tidak akan menemukan
laporan itu di tempo.co. Kedua media online tersebut mengikuti
arus media online mainsteam yang mengandalkan kecepatan dan
berita pendek. Keduanya tidak mentransformasikan jurnalisme
berkualitas yang diusung pada media cetak ke media online.
84
Andreas memberikan contoh media Amerika Serikat yang
menurutnya sukses mentransformasikan kualitas jurnalisme yang
diusung di media cetak ke dalam media online. Salah satunya
adalah New York Times. New York Times versi cetak terdiri dari
koran harian dan majalah yang sudah berlangsung satu abad
lebih. Mereka membuat portal digital www.nytimes.com. Menurut
data SimilarWeb, per Januari 2019, www.nytimes.com menempati
ranking ke-51 situs yang paling populer di Amerika Serikat dan
peringkat ke-167 situs terpopuler dunia. Total kunjungan
mencapai angka 326.09 juta kunjungan.5
Andreas juga mencontohkan Majalah The New Yorker,
majalah yang pertama kali terbit pada tahun 1925 ini memiliki
portal online www.newyorker.com. Portal tersebut dinilai
memiliki standar yang sama antara media cetak dan media online.
Isi berita di website praktis adalah isi berita di majalah. Hanya
terkadang ditambahkan ketika ada breaking news.
Kompas Media Grup dan Tempo Inti Media membuat
terobosan untuk merangkul pembaca setia mereka yang telah
berpindah dari medium cetak ke medium digital dalam mencari
informasi. Mereka membuat portal berlangganan dalam bentuk
digital. Kompas Media Grup membuat kompas.id dan Tempo
Media Grup membuat Tempo Media, sebuah aplikasi untuk
membaca berita melalui ponsel pintar. Pilihan font, warna,
infografik dan kualitas jurnalisme khas media cetak dapat dapat
5 Dikutip dari https://similarweb.com/website/nytimes.com#overview
diakses pada 11 Januari 2019 pukul 10.45 WIB
85
ditemui dalam portal digital kompas.id dan Tempo Media, baik
dalam bentuk e-paper maupun tampilan interaktif.
Untuk bisa mengakses seluruh berita dan artikel di
kompas.id, pembaca harus berlangganan Rp. 50.000/bulan.
Sedangkan Tempo Media menyediakan beberapa pilihan paket
berlangganan. Paket silver seharga Rp. 32.000/bulan untuk akses
satu bulan Koran Tempo Digital. Paket gold seharga Rp.
50.000/bulan untuk akses satu bulan Koran Tempo Digital dan
Majalah Tempo Digital. Paket platinum seharga Rp. 54.000/bulan
untuk akses satu bulan Koran Tempo Digital, Majalah Tempo
Digital dan Tempo English Digital.
Jurnalisme harus tetap menjadi standar dalam setiap
media pemberitaan, apapun mediumnya. ProPublica menjadi
media online pertama yang memenangkan penghargaan Pulitzer
Award 2010, ajang penghargaan paling bergengsi dalam dunia
pers. Media nonprofit yang berbasis di New Orleans, Amerika
Serikat ini mengangkat laporan investigatif mengenai kematian-
kematian yang tidak wajar usai Badai Katrina. Selain itu,
www.sfgate.com, laman milik harian San Francisco Chronicle
juga memenangkan hadiah untuk kartun editorial.6 Dua
penghargaan untuk media online tersebut menjadi bukti bahwa
media online juga dapat menjadi platform publikasi untuk karya-
karya jurnalisme yang berkualitas.
6 Dikutip dari https://detik.com/inet/cyberlife/media-online-cetak-
sejarah-pulitzer 11 Januari 2019 pukul 10.55 WIB
86
Roy Thaniago, Direktur Eksekutif Remotivi, sebuah pusat
studi media dan komunikasi, memandang persoalan transformasi
media cetak ke media online bukan hanya soal kualitas
jurnalisme yang diusung. Menurutnya, ada kata kunci kedua yang
tidak dilakukan media tradisional dalam mentransformasikan
berita dari cetak ke digital, yakni relevansi. Media harus
menyadari ada perubahan kultur masyarakat dalam membaca dan
mengakses berita. Ada konten-konten yang lebih masyarakat
butuhkan di era modern dan itu tidak dilakukan oleh media
tradisional.
“Media-media baru lebih relevan dengan kehidupan. Saya
dulu pembaca Tempo dan Kompas cetak, setiap hari
menunggu dan membaca dengan senang, tetapi ketika
terjadi perubahan, saya tidak merasa mereka berguna
untuk saya dan saya meninggalkan kebiasaan itu. Saya
lebih memilh mengakses berita yang menurut saya lebih
relevan untuk saya, seperti Tirto.id, Beritagar.id,
Vice.com, media baru tersebut malah lebih relevan.”7
Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Multimedia
Nusantara ini juga menyoroti logika berita dan gaya penulisan
yang dinilainya usang. Menurutnya transformasi yang dilakukan
media cetak ke digital hanya memindahkan mediumnya saja,
tidak ada perubahan logika. Logika berita yang diusung masih
7 Berdasarkan wawancara pribadi dengan Roy Thaniago pada 3
Januari 2019
87
konvensional. Dilihat dari gaya penulisan pun tidak ada yang
berubah.
“Kami berlangganan Kompas.id, saat kami scroll-scroll,
tidak ada yang menarik, mereka hanya memindahkan.
Harusnya mereka sadar, ketika memindahkan ke online,
pembacanya mereka pasti beda dengan pembaca
tradisional. Usianya, latar belakangnya berbeda. Harusnya
mereka memberi konten yang lebih relevan dengan usia-
usia muda, karena penggunanya mungkin berusia 30-50
tahun, saya pikir itu perlu rekontektualisasi dengan
pembaca hari itu. Saya sudah bicara dengan Pemred
Tempo.co, Bli Komang, soal aplikasi Tempo yang secara
navigasi itu buruk dan kita tidak tahu ini maksudnya apa
jadi mereka gagap terhadap teknologi baru ini. Di luar itu,
cara penulisannya terlalu panjang untuk hari ini.”8
B. Penjaga Pintu Plus
Pesan yang sampai kepada konsumen berita tidak
disampaikan begitu saja oleh para produsen berita yang dalam hal
ini adalah media massa. Media massa memiliki serangkaian
proses produksi informasi yang dilakukan banyak pihak seperti
wartawan yang mencari dan mengolah berita, editor yang
mengedit berita, wartawan foto atau ilustrator yang
menambahkan elemen visual suatu berita, juga dewan redaksi
yang menilai apakah berita itu layak terbit atau tidak. Mereka
8 Berdasarkan wawancara pribadi dengan Roy Thaniago pada 3
Januari 2019
88
semua berperan mengatur pesan atau informasi yang sampai
kepada konsumennya. Orang-orang itu disebut penjaga pintu
(gatekeeper).
Istilah gatekeeper atau penjaga pintu pertamakali
digunakan oleh Kurl Lewin dalam bukunya Human Relations.
Istilah ini mengacu pada proses: (1) suatu pesan berjalan melalui
berbagai pintu, selain juga pada (2) orang atau kelompok yang
memungkinkan pesan lewat.9 Pintu yang dimaksud dalam
pengertian ini adalah pintu dari sebuah media massa. Media
massa berperan menyeleksi pesan apa saja yang akan mereka
buka atau pun akan mereka tutup-tutupi melalui ‘pintu’ media
mereka.
Gatekeeper berfungsi sebagai orang yang ikut menambah
atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas, agar semua
informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.10 Oleh sebab
itu, sebagai seorang penjaga pintu informasi, media massa
mempunyai wewenang untuk tidak memuat berita yang dianggap
akan meresahkan khalayak.
Shoemaker, dalam buku Communication Concepts 3:
Gatekeeping, melihat tiga posisi gatekeeper berdasarkan
perannya, yakni penantang (adversarial), penerjemah
9 Wahyuni, Isti Nirsih, Komunikasi Massa, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2014), h.15
10 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, ( Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007), h.31
89
(interpretative) dan penyebar (disseminator).11 Di negara
demokratis, peran penantang (adversarial) menjadi lebih
dominan. Hal ini sejalan dengan peran pers sebagai watchdog.
John Vivian menyatakan bahwa penjaga pintu mempunyai
tanggungjawab besar karena mereka membentuk pesan yang
sampai khalayak. Mereka bahkan memutuskan pesan mana yang
tidak akan sampai ke khalayak.12 Bukan hanya perihal apa yang
media massa katakan, tapi juga perihal apa yang media massa
tidak katakan.
Namun kehadiran internet merevolusi dunia jurnalistik.
Kini arus informasi tak lagi dimonopoli media massa dan
wartawan. Setiap orang di internet dapat melakukan proses
produksi suatu berita dan menyebarkannya melalui platform
digital. Dampaknya, terjadilah ‘tsunami’ informasi. Internet
praktis menghancurkan peranan media massa sebagai penjaga
pintu (gatekeeper) informasi. Media massa dan wartawan kini tak
lagi memiliki peranan menentukan apa yang perlu atau apa yang
tidak perlu diberitakan untuk publik.
Tsunami informasi yang terjadi di era internet
menyebabkan informasi tumpah ruah tak terhingga. Berita hari
ini yang beredar di ruang publik tak lain adalah campuran fakta,
propaganda, rumor, kecurigaan atau bahkan ujaran kebencian. Ide
11 Ana Nadhya Akbar, Tatakelola Jurnalisme Politik, (Yogyakarta;
Gadjah Mada University Press, 2015), h.21
12 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2008), h.85
90
tentang posisi pers sebagai “penjaga pintu” atas nama publik
menjadi kian problemati –atau bahkan usang.
Ide soal penjaga pintu ini memenuhi ruang redaksi selama
abad ke-20 dan memperkenalkan konsep tangungjawab sipil
wartawan. Ruang redaksi adalah satu-satunya penyambung berita
dan warga. Siapapun yang ingin mengirim informasi ke publik
harus lewat “pekerja pers.”13 Peran pers sebagai penjaga pintu
kini tak lagi dianggap sebagai saluran informasi satu-satunya
yang absah bagi publik. Dengan teknologi yang kian maju, kini
publik dapat menjadi saluran pembuat dan penyebar informasi.
Teknologi telah meruntuhkan peran penjaga pintu yang dulu
dimiliki pers. Untuk tetap relevan sebagai kanal informasi publik,
pers perlu berbenah. Era baru menuntut peran jurnalisme yang
baru.
“Bill Kovach cukup terdepan yang merekontekstualisasi
jurnalisme di era digital. Bahkan dia sangat peka, sangat
sadar, bahwa digitalisasi di era baru ini mengubah cara
orang mengkonsumsi berita. Saya ingat ketika dia bilang
justru disaat orang mudah mencari informasi tugas
jurnalisme bukan semakin ringan, malah semakin berat.
Karena mereka harus memastikan apa yang seharusnya
13 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.179
91
orang cari tahu. Fungsi gatekeeper semakin penting
disana.”14
Hal itu diuangkapkan Roy Thaniago, master bidang
Kajian Media dan Komunikasi di Univesitas Lund, Swedia.
Menurutnya ada perubahan besar dalam pola konsumsi berita di
era digital. Bila di era media tradisional semua topik pemberitaan
ditentukan media, kini orang dapat mencari informasi apa saja di
internet. Internet telah menyediakan beragam informasi baik
melalui mesin pencari maupun media sosial. Namun apa yang
mereka cari belum tentu relevan atau penting untuk mereka. Hal
itulah yang menjadi tugas media, memastikan mana informasi
yang penting untuk dicari tahu dan didiskusikan oleh masyarakat.
“Walaupun tentu ada kritik sebagai bias elit, bahwa hanya
wartawan, hanya elit yang merasa tahu apa yang perlu dibicaran
ketimbang orang biasa. Justru menurut saya penting banget
beberapa pedekatan-pendekatan di buku Blur itu untuk di
rekontekstualisasi di hari ini”
Fungsi pers sebagai penjaga pintu tak sepenuhnya
menghilang, melainkan hanya mengecil dimensinya. Pers harus
menampilkan seperangkat fungsi yang lebih kompleks dari
sekadar penjaga pintu dan mengadopsi format baru gaya bertutur,
penyebaran dan pelibatan publik dalam berita.15 Pers masih
14 Berdasarkan wawancara pribadi dengan Roy Thaniago pada 3
Januari 2019
15 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.180
92
menjadi mediator, tetapi dengan peran mediasi yang lebih
beragam dan kompleks. Jurnalisme selanjutnya harus melayani
warga yang kian aktif. Jurnalisme tak lagi berupa ceramah, ia
menjadi lebih dialogis.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel mengatakan bahwa
konsumen berita di era baru mensyaratkan jenis jurnalisme baru.
Dalam arti yang lebih luas, jurnalisme harus berubah dari sekadar
penyedia konten atau berita menjadi pelayan yang bisa menjawab
pertanyaan konsumen, menawarkan sumber daya dan
menyediakan alat. Jurnalisme harus berubah dari sekadar
mengurui nenjadi dialog publik. Wartawan bertugas memberi
informasi dan membantu memfasilitasi jalannya diskusi. Untuk
itu pekerja pers harus mengganti ide tunggal sebagai penjaga
pintu satu-satunya menjadi penjaga pintu plus dengan ide yang
variatif.
C. Peran Jurnalisme di Era Internet
Andreas Harsono, pengajar jurnalisme di Universitas
Multimedia Nusantara yang juga murid dari Bill Kovach di
Universitas Harvard memberikan dua solusi agar media yang
berbasis cetak dapat mentransfer kualitas jurnalisme yang baik ke
dalam medium digital.16
Solusi pertama, wartawan harus dididik untuk berpikir ke
arah media digital dengan pengaplikasian 17 elemen pendekatan
digital yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dan
16 Berdasarkan wawancara pribadi dengan Andreas Harsono pada 9
Januari 2019
93
buku Blur: Bagaimana Mengetahui Kebenaran di Era Banjir
Informasi. Mereka memandang bahwa website dapat memberi
elemen yang jauh lebih beragam dari media cetak. Medium
digital memungkinkan jejaring informasi yang kian padat, luas
dan mendalam. Medium digital menyajikan potensi liputan yang
lebih kaya dan pada akhirnya mempermudah orang dalam
memahami suatu informasi secara mendalam.
Elemen pendekatan digital yang dirumuskan Bill Kovach
dan Tom Rosenstiel antara lain:
1. Grafik yang bisa diatur dan diubah pengguna
2. Galeri foto (yang dibuat oleh staf ataupun warga)
3. Tautan yang menempel di kata kunci berita yang
mengarahkan pembaca ke definisi atau elaborasi
4. Tautan menuju pembuat berita dan organisasi yang
disebut dalam berita dengan biografi dan detil lain
5. Tautan yang mendukung fakta kunci dalam berita,
termasuk dokumen atau materi utama
6. Transkrip lengkap wawancara
7. Wawancara video atau audio
8. Biografi penulis berita
9. Jadwal interaktif berisi peristiwa kunci yang menjadi latar
belakang kejadian berita sekarang
10. Basis data yang relevan dengan berita dan bisa dilayari,
beberapa ada di situs media tersebut, beberapa diarahkan
ke situs lain, termasuk situs pemerintah
94
11. Daftar pertanyaan yang sering diajukan soal isu yang
terkait dengan berita
12. Tautan menuju blog yang juga mengupas atau bereaksi
terhadap berita tersebut
13. Undangan masuk ke materi “sumber khalayak” di berita
atau pertanyaan yang muncul dari berita itu –saat media
minta informasi pada pengunjung tentang elemen berita
yang belum lengkap
14. Kesempatan bagi warga untuk memberi tahu media
tentang informasi yang ingin mereka ketahui
15. Latar belakang tentang apa yang bisa dikerjakan pembaca
terkait dengan isu yang diberitakan
16. Tombol untuk “membagi berita ini” ke situs sosial media
seperti Digg dan Reddit
17. Koreksi dan update berita dengan crossout dan ad-denda
yang dimasukan langsung ke teks asli.
Elemen-elemen pendekatan digital tersebut merupakan
contoh kongkrit bagaimana teknologi memperkaya produk
jurnalisme. Dalam sebuah surat kabar, wartawan mungkin hanya
mampu menyajikan enam elemen dalam liputannya. Seperti:
1. Narasi utama atau kisah berita
2. Feature sisi lain atau kolom analisis
3. Fotografi
4. Headline
5. Grafik atau books informasi latar belakang
95
6. Sebuah “kutipan pemancing,” kutipan atau potongan
dramatis dari artikel yang dicetak lebih besar untuk
menarik perhatian pembaca terhadap isi berita
Era internet menuntut penguatan visi jurnalisme sebagai
pelayan. Visi itu kian kompleks dan berkembang. Internet tak
hanya menciptakan jurnalisme baru, tetapi juga membuat
jurnalisme lebih baik dengan keterlibatan publik secara lebih
dalam melalui pengaplikasian elemen-elemen pendekatan digital
tersebut.
Solusi kedua menurut Andreas Harsono adalah perubahan
pada policy maker. Policy maker dalam industri media massa
adalah para pemimpin perusahaan dan juga pemimpin redaksi.
Mereka perlu memahami ada revolusi besar komunikasi yang
membuat peranan media sebagai penjaga pagar masyarakat sudah
runtuh.17
Policy maker perlu menyadari bahwa pada era internet
ada delapan peranan jurnalisme yang dibutuhkan publik.
Delapan peranan jurnalisme tersebut merupakan
pengembangan dari sembilan elemen jurnalisme yang
dirumuskan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku
Sembilan Elemen Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui
Wartawan dan Diharapkan Publik, yaitu:
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
17 Berdasarkan wawancara pribadi dengan Andreas Harsono pada 9
Januari 2019
96
2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat
3. Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi
4. Praktisi jurnalisme harus menjaga independensi terhadap
sumber berita
5. Jurnalisme harus menjadi pemantau kekuasaan
6. Jurnalisme harus menyediakan forum kritik maupun
dukungan masyarakat
7. Jurnalisme harus berupaya keras untuk membuat hal
penting menarik dan relevan
8. Jurnalisme harus menyiarkan berita komprehensif dan
proporsional
9. Praktisi jurnalisme harus diperbolehkan mengikuti nurani
mereka
Pada April 2007, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
menerbitkan revisi buku tersebut. Bukan sekadar revisi biasa,
mereka menambahkan satu elemen lagi dari sembilan elemen
jurnalisme. Elemen ke-10 yaitu soal “Hak dan Tanggung Jawab
Warga”. Elemen itu dimunculkan karena internet telah mengubah
dunia jurnalisme. Perubahan terbesar dari jurnalisme di era digital
adalah ketika porsi tanggung jawab atas benar atau tidak, tak lagi
berada ditangan media, tapi juga ditangan individu.18
Menurut Andreas Harsono, wartawan kini tak memiliki
peranan untuk menentukan apa yang perlu diberitakan dan apa
yang tak perlu diberitakan. Namun teknologi internet tak
18 Aliansi Jurnalis Independen, Internet, Media Online, dan
Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen, 2013), h. 24
97
mengubah makna tentang keperluan informasi yang bermutu agar
masyarakat bisa mengambil keputusan substansial buat mengatur
kehidupan mereka.19
Dalam buku Blur: Bagaimana Mengetahui Kebenaran di
Era Banjir Informasi, Kovach dan Rosenstiel memakai istilah
"diet informasi" di zaman internet. Warga perlu diet informasi
dengan tidak membaca informasi yang busuk.
Kovach dan Rosenteil melihat delapan fungsi yang
diminta oleh konsumen berita dari dunia jurnalisme, yaitu:
authenticator (pensahih); sense maker (penuntun akal),
investigator (penyelidik), witness bearer (saksi mata), empowerer
(pemberdaya), smart aggregator (agregator cerdas), forum
organizer (penyedia forum) dan menjadi role model (panutan).20
Hampir semua peranan tersebut telah ada sebelumnya
namun kini menjadi lebih dinamis. Praktisi media perlu
mengkontekstualisasikan peranan tersebut agar berita yang
mereka sajikan lebih berguna bagi masyarakat. Berita dengan
nilai terbatas atau sepotong-potong adalah tanda bahwa sebuah
19 Dikutip dari http://www.andreasharsono.net/2012/12/internet-
verifikasi-jurnalisme-dan.html diakses pada 3 Juni 2019 pukul 20.06 WIB
20 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.97
98
media tak memberi cukup pelayanan. Jurnalisme dengan kata lain
tak menjadi usang, ia hanya menjadi lebih rumit.21
Ketika memberbicarakan peran jurnalisme, Andreas
menjelaskan secara mendasar tidak ada perbedaan peran
jurnalisme konvensional dengan jurnalisme di era digital. Namun,
wartawan di era digital dituntut memiliki skill atau kemampuan
yang lebih baik dalam memanfaatkan teknologi dan internet.
Misalnya dalam menjalankan peran sebagai agregator cerdas,
wartawan harus mengerti coding. Wartawan dituntut bisa
memberi link pada kata kunci, organisasi atau tokoh yang
diberitakan, berita yang terkait, atau sumber data yang relevan.
Media dan wartawan perlu memanfaatkan kekuatan web, menjadi
agregator pintar yang menyisir web untuk pembaca dan bekerja
melampaui kemampuan algoritma komputer dan agregator
umum.
Di tengah situasi dunia pers Indonesia saat ini, Andreas
memandang peran yang paling penting untuk diimplementasikan
adalah peran otentikator dan panutan. Otentikator berarti
melakukan otentifikasi apakah suatu informasi itu benar atau
tidak. Peran ini penting disaat media online mengandalkan
kecepatan dan berita yang sensasional. Menurutnya, hal itu justru
merusak demokrasi. “Detik.com itu menciptakan banyak
kerusakan demokrasi. Media-media online seperti Tribun News
21 Bill Kovach, & Tom Rosenstiel, Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi, Terjemahan: Imam Shofwan & Arif
Gunawan Sulistiyo, (Jakarta: Dewan Pers, 2012), h.190
99
itu ikut membuat kacau Indonesia, intoleransi meningkat, orang
jadi semakin tempramental, makin ngawur,” ujarnya.
Peran lain yang menurut Andreas penting untuk
diimplementasikan saat ini adalah menjadi role model (panutan).
Peran ini menuntut wartawan itu bersih dan terlibat skandal.
Menurutnya peran sebagai role model ini tidak gampang. Ia
mencontohkan kasus Hilman Mattauch, wartawan Metro TV
yang menjadi supir Setyo Novanto dalam pelariannya dari
kejaran KPK. Juga kasus Paramitadita, wartawan Liputan 6 yang
memposting ‘siap jadi istri kedua Ridwan Kamil’ di media
sosialnya hingga menjadi viral. “Ini bukan hanya tidak menjadi
role model, tapi sudah menjadi bajingan,” kata pria penulis buku
Agama Saya Adalah Jurnalisme ini.
Seberat apapun tantangan yang dihadapi, satu hal yang
pasti, jurnalisme harus tetap menjunjung tinggi dan
mempraktikkan etika. Presiden International Federation of
Journalist, Jim Boumelha menegaskan bahwa: “Ini merupakan
penyemangat (encouragement) bagi mereka yang siap untuk
menegakkan jurnalisme dan konfirmasi di abad konvergensi ini,
baik media tradisional maupun media baru, jurnalisme sebagai
suatu public good tidak akan survive pada platform mana pun
tanpa komitmen pada etika dan nilai-nilai.22
Delapan peran jurnalisme di era internet yang dirumuskan
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel sudah sangat mendesak untuk
22 Dian Muhtadiah Hamna, “Eksistensi Jurnalisme di Era Media
Sosial”, Jurnalisa Vol.03 Nomor 01, 2017, h.119
100
segara diimplementasikan. Menurut Andreas, bila media tidak
menjalankan delapan peran tersebut, maka reputasi dan
kredibilitas mereka akan digerogoti. Reputasi dan kredibilitas
menyangkut tingkat kepercayaan masyarakat pada media juga
pada informasi yang disajikan. Bila masyarakat sudah percaya
dengan reputasi dan kredibilitas sebuah media massa, maka
masyarakat akan menjadikan media tersebut sebagai rujukan
utama dalam mengkonsumsi berita.
Ekonomi-politik media pun, menurut Andreas,
mendukung untuk diterapkannya delapan peran jurnalisme
tersebut. Ia memandang kredibilitas itu setara dengan uang.
Semakin kredibel suatu media, maka semakin mahal pula harga
media tersebut dan tingkat kepercayaan masyarakat akan semakin
tinggi. Namun yang menjadi persoalan adalah belum adanya
kesadaran para pemilik media untuk mengimplementasikan
delapan peran yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.
Para pemimpin media tidak menyadari ada perubahan yang perlu
dilakukan di era internet. Pedoman atau cara kerja yang dipakai
ketika membuat sebuah media online masih berpedoman pada
media tradisional. “Saya justru melihat para pemimpin media
berpikiran cadok. Pandangannya sempit. Mereka banyak tak
melihat perubahan peran media dalam era internet,” katanya.
Andreas menilai media online di Indonesia yang
menjalankan delapan peran jurnalisme di era internet antara lain;
tirto.id, mongabay.co.id serta kbr.id. Tirto adalah media online
yang dibuat oleh Sapto Anggoro, mantan wartawan Detik.com,
101
yang dikenal sebagai media yang menerapkan jurnalisme berbasis
data (jurnalisme presisi). Sedangkan Mongabay adalah penyedia
ragam berita konservasi dan sains lingkungan berbasis non profit.
Meskipun merupakan media lembaga swadaya masyarakat dan
berbasis non profit, namun metode yang digunakan Mongabay
dalam membuat berita dinilai cukup baik karena menganalisis
berita secara mendalam dan berdasarkan penelitian para ahli serta
dokumen penelitian. Sementara Kantor Berita Radio (kbr.id)
adalah penyedia konten berita berbasis jurnalisme independen.
KBR telah meraih beragam penghargaan nasional dan
internasional atas karya-karya jurnalistik yang dibuatnya
D. Gambaran Umum Beritagar.id
1. Profil Beritagar.id
Beritagar.id adalah media berita berbasis online pertama
di Indonesia yang memadukan jurnalisme dengan teknologi
dalam proses mengumpulkan dan menganalisis beragam konten
yang ada di internet agar menjadi sebuah berita yang akurat, jelas,
dan komprehensif. Beritagar.id lahir pada 24 Agustus 2015 yang
merupakan wajah baru dari penggabungan situs kurasi publik
Lintas.me dengan situs kurasi Beritagar.com.
Beritagar.com merupakan aplikasi yang memudahkan
warganet dalam mengikuti topik baru yang mereka sukai
berdasarkan tanda pagar (tagar). Sedangkan Lintas.me adalah
situs agregasi berita yang berawal dari Lintasberita.com.
102
Konsep kedua situs agregasi tersebut pada awalnya hanya
menampilkan tautan berita. Sedangkan Beritagar.id melakukan
agregasi konten dari berbagai sumber di internet, kemudian
menceritakan kembali konten tersebut kepada pembaca dengan
gaya yang berbeda.23 Menariknya, Beritagar.id menggunakan
sebuah teknologi khusus untuk mengkurasi berbagai berita
tersebut.
Beritagar.id berada di bawah naungan PT Lintas Cipta
Media (LCM) yang merupakan anak perusahaan Global Digital
Prima (GDP) Venture. GDP Venture adalah perusahaan pemodal
ventura yang fokus pada pendanaan starup atau perusahaan-
perusahaan rintisan digital, media, e-commerce dan solusi
perusahaan di industri internet Indonesia.24 GDP Ventura
didirikan pada tahun 2010 oleh Martin B. Hartono yang
merupakan anak Robert Budi Hartono, pendiri Djarum Group.
Starup yang didanai GDP Ventura antara lain; Kaskus,
Beritagar.id, Blibli.com, Opini.id, Kurio, Dailysocial dan lain-
lain.
Beritagar.id mengusung visi “Merawat Indonesia”.
Menurut Aghnia Adzkia, Jurnalis Data Beritagar.id, visi tersebut
lahir dari keresahan Beritagar.id terhadap banyaknya media
massa yang melulu memberitakan persoalan Jakarta dalam
23 Dikutip dari https://id.techinasia.com/bergabung-dengan-lintasme-
beritagar-kini-hadir-dengan-wajah-baru diakses pada 13 Januari 2020 pukul
17.37 WIB 24 Dikutip dari http://www.bicaratekno.com/investor/detail/GDP-
Venture diakses pada 20 Februari 2019 pukul 12.03 WIB
103
pemberitaannya. Padahal media-media itu menyatakan dirinya
sebagai ‘media nasional’. “Selama ini banyak media nasional
yang mengaku nasional tapi pemberitaannya melulu Jakarta,”
ujarnya.
Dalam proses produksi berita, Beritagar.id didukung
dengan teknologi canggih yang dikembangkan oleh tim
Rekanalar dan Jim Geovedi. Teknologi yang telah dikembangkan
sejak November 2013 ini berbasis Machine Learning (ML) dan
Natural Language Processing (NLP).25 Machine Learning adalah
bagian dari ilmu komputer dengan kecerdasan buatan (artificial
intelligence) dalam pengenalan pola dan pembelajaran.
Sedangkan Natural Language Processing adalah bidang ilmu
komputer dengan kecerdasan buatan dan komputasi linguistik
yang berfokus pada interaksi antara bahasa manusia dan
komputer.
Teknologi itu disebut Computer Assisted Reporting atau
teknologi pelaporan dengan bantuan komputer dalam
mengumpulkan dan menganalisa beragam konten yang
bertebaran, agar data yang didapatkan dapat diolah dan
diceritakan kembali menjadi konten berita. Dalam
impementasinya dibagi menjadi dua mesin yang memiliki tugas
untuk mencari konten dan menulis konten. Menariknya, kedua
25 Dikutip dari https://dailysocial.id/post/membedah-kerja-dapur-
redaksi-beritagar-id-yang-dibantu-robot-dalam-sajikan-konten-berita diakses
pada 20 Februari 2019 pukul 12.05 WIB
104
mesin tersebut memiliki nama, yaitu Semar untuk Content
Discovery dan Petruk untuk penulis artikel.26
Teknologi tersebut bekerja layaknya ‘robot’ yang bertugas
mengumpulkan, merangkum dan menganalisis beragam konten di
internet untuk membantu tim redaksi Beritagar.id. Robot itu lalu
menyajikan hasil pencariannya dalam bentuk draft tulisan yang
terstruktur dan memberikan tautan balik ke setiap sumbernya.
“Robot” tersebut rata-rata akan mengumpulkan sepuluh sumber
berita yang memenuhi kriteria 5W+1H, atau minimal 3W+1H,
saat akan menyajikan konten. Proses pengumpulan berbagai
tautan berita itu disebut agregasi atau kurasi. Namun praktik
kurasi di Beritagar.id berbeda. Redaksi berperan menyunting dan
menceritakan kembali kepada pembaca. Jika datanya tak cukup
atau meragukan, maka redaksi berperan melakukan verifikasi dan
melengkapi data dari sumber yang kredibel. Redaksi juga
memberi konteks agar suatu berita menjadi bermakna.
Terdapat satu rubrik yang dikhususkan untuk memuat
berita-berita yang sepenuhnya dibuat oleh robot. Rubrik itu diberi
nama ‘Robotorial’. Robotorial mengolah data-data yang bersifat
historikal seperti data keuangan, data gempa bumi, atau data
beberapa pertandingan olahraga. Pada rubrik robotorial, kita
dapat membaca berita-berita seperti prakiraan cuaca, laporan
gempa bumi, pasar saham, prediksi pertandingan, indeks kualitas
udara dan hasil pertandingan sepak bola.
26 Dikutip dari https://dailysocial.id/post/membedah-kerja-dapur-
redaksi-beritagar-id-yang-dibantu-robot-dalam-sajikan-konten-berita diakses
pada 20 Februari 2019 pukul 12.06 WIB
105
Selain teknologi pelaporan dengan bantuan komputer,
Beritagar.id juga dilengkapi teknologi Rekanalar lainnya untuk
menyajikan konten yang relevan. Mesin rekomendasi Rekanalar
mampu secara pintar memprediksi konten atau iklan yang relevan
dengan pembaca, tanpa merasa terganggu dengan
keberadaannya.27
Semua berita yang disajikan Beritagar.id berbasis data.
Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan disajikan dalam
bentuk tulisan, infografik maupun videografik. Kumpulan data ini
dipandang penting untuk memberi perspektif yang lebih luas bagi
pembaca terhadap sebuah isu. Pusat data Beritagar.id bernama
Lokadata, yang dikumpulkan dari berbagai sumber yang kredibel
dan berstatus data publik. Lokadata terbit tiga kali seminggu.
“Semua berita kita diusahakan berbasis data. kita tidak melihat
seperti breaking news, sudah banyak media lain yang
mengerjakan itu. Kita justru melihat what’s beyond the event,”
kata Aghnia Adzkia saat penulis wawancarai di Kantor
Beritagar.id.
Berdasarkan data yang dikutip dari Alexa, situs penyedia
data komersial terkait traffic web, hingga November 2019,
Beritagar.id menempati peringkat ke-174 situs terpopuler di
Indonesia. Secara global, Beritagar.id menempati peringkat ke-
7.624.28 Secara demografi, 95.63% pembaca Beritagar.id berada
27 Dikutip dari https://beritagar.id/tentang-kami diakses pada 20
Februari 2019 pukul 13.03 WIB
28 Dikutip dari https://www.alexa.com/siteinfo/beritagar.id diakses
pada 8 November 2019 pukul 13.30 WIB
106
di Indonesia, 1.21% berada di Malaysia, 0.53% berada di
Singapura dan 0.42 berada di Amerika Serikat. Sementara
menurut Similarweb, total kunjungan di Beritagar.id selama
Agustus-Oktober 2019 berjumlah 5.958 juta kunjungan dengan
rata-rata waktu kunjungan 00:01:12.29
2. Rubrikasi Beritagar.id
Dalam menyajikan berita, Beritagar.id menyajikannya
dalam beberapa rubrik berdasarkan kategori yang berbeda-beda.
Berikut ini adalah rubrik-rubrik yang terdapat dalam portal berita
online Beritagar.id:
1) Berita
Berisi berita mengenai berbagai topik seperti politik,
hukum, ekonomi, maupun topik lain yang terjadi di
Indonesia maupun dunia internasional.
2) Bincang
Berisi transkrip hasil wawancara maupun opini seseorang
narasumer terkait isu tertentu.
3) Laporan Khas
Berisi berita mendalam mengenai suatu kasus, peristiwa
atau isu tertentu yang dikulik secara naratif.
29 Dikutip dari https://pro.similarweb.com/#/website/worldwide-
overview/beritagar.id/*/999/3m?webSource=Total diakses pada 8 November
2019 pukul 13.37 WIB
107
4) Otogen
Berisi berita seputar dunia otomotif.
5) Telatah
Berisi artikel atau opini yang dibuat oleh masyarakat
umum yang ahli dibidangnya.
6) Ulasan
Berisi artikel review mengenai barang-barang elektronik
seperti smartphone atau laptop.
7) Seni Hiburan
Berisi informasi seputar dunia seni hiburan nasional dan
internasional yang meliputi dunia perfilman, musik atau
seni lainnya.
8) Editorial
Berisi tulisan opini yang dibuat oleh redaksi Beritagar.id
mengenai suatu tema atau isu tertentu.
9) Arena
Berisi berita seputar dunia olahraga seperti sepakbola,
bulu tangkis, basket dan olahraga lainnya.
10) Piknik
Berisi artikel seputar traveling, kuliner, atau destinasi
wisata.
108
11) Ramadan
Berisi artikel seputar ramadan yang juga dilengkapi serial
video tausiah, peta mudik interaktif, juga tulisan serial
tentang fikih empat mazhab.
12) Film Bulan Ini
Berisi rangkuman berbagai film yang akan tayang pada
setiap bulannya serta cuplikan trailer film tersebut.
13) Gaya Hidup
Berisi artikel seputar lifestyle atau gaya hidup sehari-hari.
14) Figur
Berisi artikel feature tentang sosok atau tokoh inspiratif.
15) Sains & Tekno
Berisi informasi seputar dunia sains, ilmu pengetahuan
dan teknologi.
16) Tabik
Berisi informasi seputar penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar serta makna dan cerita dari sebuah
kata.
17) Waini
Berisi komik yang menceritakan mengenai isu yang
sedang hangat dan kadang berupa kritik.
109
18) Edisi Khusus
Berisi pembahasan mendalam dari berbagai aspek
mengenai tema tertentu seperti Nasi Goreng, Jokowi
Mantu, Benyamin Punya Kite dan tema lainnya.
19) Video
Berisi rekaman audio-visual perbincangan mengenai
tokoh atau informasi tertentu.
20) Foto
Berisi foto esai atau foto story yang menceritakan
berbagai peristiwa, feature atau suatu event.
110
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada bab ini peneliti memaparkan data penelitian tentang
Implementasi Delapan Peran Jurnalisme di Era Internet pada
Media Online Beritagar.id. Data yang penulis kumpulkan
diharapkan menjadi alat bantu untuk menjawab sejumlah
pertanyaan, apakah Beritagar.id menjalankan delapan peran
jurnalisme di era internet yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom
Rosenstiel? Sejauhmana Beritagar.id menjalankan delapan
elemen tersebut?
Dalam mengumpulkan data penelitian ini, penulis
mewawancarai dua narasumber yang menduduki posisi penting di
Beritagar.id. Narasumber pertama adalah Dwi Setyo, Pemimpin
Redaksi Beritagar.id. Pria yang akrab disapa Siba ini bertanggung
jawab terhadap mekanisme dan proses kerja keredaksian di
Beritagar.id. Narasumber kedua adalah Aghnia Rahmi Syajatul
Adzkia yang akrab disapa Aghnia. Anggota sidang redaksi ini
merangkap sebagai koordinator tim data Beritagar.id. Ia
bertanggung jawab atas ketersediaan data beserta analisisnya,
baik untuk rubrik Lokadata maupun rubrik lainnya.
Selain dari hasil wawancara, penulis juga menghimpun
data dari berita-berita yang diproduksi Beritagar.id. Hasil
wawancara dan pengamatan langsung dari berita-berita
Beritagar.id menjadi data primer yang penulis elaborasikan
111
dengan data sekunder seperti penjelasan produk dan aktivitas
redaksi melalui Blog Beritagar.id dan ulasan media lain tentang
Beritagar.id. Melalui data-data tersebut, peneliti menemukan
fakta-fakta yang berkaitan dengan implementasi delapan peran
jurnalisme di era internet.
A. Authenticaror (Penyahih)
Penulis menyajikan beberapa data yang berkaitan dengan
peran Beritagar.id sebagai Authenticaror atau Penyahih. Sebagai
berikut:
1. Tidak Berkiblat pada Frasa “Truth in the Making”
Frasa ini muncul disaat validasi sebuah pernyataan,
bantahan terhadap sebuah tuduhan, penelusuran kembali fakta
dan data yang menopang narasi sebuah berita, dimuat dalam
berita-berita yang berbeda waktu unggahannya.
Pada Gambar 4.1, peneliti menyajikan tampilan live blog
Debat Capres Jilid II. Saat itu banyak media massa yang
memotong ucapan Jokowi dan Prabowo dalam berita yang
berbeda-beda. Namun Beritagar.id berbeda. Dalam Debat Capres
Jilid II itu, Beritagar.id membuat live blog yang berisi rangkuman
jalannya debat juga pembahasan mengenai statemnet yang
diucapkan kedua kandidat capres. Live blog itu berisi 24 sub
judul dengan berbagai topik yang menjadi pembahasan dalam
debat, baik yang dibahas Joko Widodo maupun Prabowo
Subianto.
112
Gambar 4.1
Live Blog Debat Capres Jilid II
2. Disiplin verifikasi untuk Memastikan Kebenaran
Kebenaran dalam jurnalsime lebih dipahami sebagai
sebuah proses disiplin verifikasi Yakni sebuah proses disiplin
untuk menemukan, menyambung dan melakukan verifikasi
113
terhadap berbagai fakta dan data yang menjadi bahan pokok
sebuah berita.
Dalam live blog Debat Capres Jilid II, setiap statement
yang diucapkan atau data yang dipaparkan kedua capres selalu di
crosscheck untuk memastikan kebenarannya. Contohnya ketika
capres nomor urut 1, Joko Widodo (Jokowi) mengatakan tidak
ada konflik agraria akibat pembangunan infrastruktur pada era
pemerintahannya, di live blog Beritagar.id (seperti Gambar 4.2),
tak lama setelah Jokowi mengatakan hal itu, beberapa menit
kemudian sudah ada berita dan data dari Konsorsium Pembaruan
Agraria (KPA) yang menyebutkan bahwa ada 94 konflik akibat
pembangunan insrastruktur sepanjang tahun 2017.
Gambar 4.2
Disiplin Verifikasi pada Klaim Jokowi Soal Konflik Pembebasan
Lahan Infrastruktur
114
3. Kriteria Khusus dalam Berita-berita Beritagar.id
Kriteria khusus dalam hal jumlah kata dan sub-bab
bertujuan untuk menjamin berita yang dibuat mempunyai sajian
fakta dan data yang lengkap.
Perhitungan jumlah kata penulis lakukan melalui website
http://id.wordcounter360.com/ dengan menyalin dan
115
menempelkan berita—tanpa judul, taiching dan caption foto—di
website tersebut.
Judul berita dan jumlah kata peneliti tampilkan pada
Grafis 5.1, Grafis 5.2 dan Grafis 5.3 di bab V berdasarkan
kategori berita.
4. Melengkapi Data dan Perspektif pada Breaking News
Pada breaking news pun, Beritagar.id selalu
mengusahakan informasi yang disampaikan tetap dilengkapi data
atau informasi yang lengkap guna memastikan berita dan data
yang ditulis benar-benar valid.
Seperti pada berita berjudul “Kebakaran Sempat Ganggu
Terminal Domestik Bandara Ngurah Rai” (Gambar 4.3), selain
menuliskan kronologi dan dampak peristiwa kebakaran yang
terjadi di terminal keberangkatan domestik Bandara I Gusti
Ngurah Rai, Beritagar.id juga menjabarkan tentang Bandara I
Gusti Ngurah Rai sebagai pintu masuk penumpang internasional
dan jumlah penumpang angkutan udara internasional yang masuk
melalui beberapa bandara internasional di Indonesia.
116
Gambar 4.3
Breaking News Soal Kebakaran di Bandara I Gusti Ngurah Rai
Gambar 4.4
Data Pendukung yang Berkaitan dengan Bandara I Gusti Ngurah
Rai
117
5. Menampilkan Ralat dan Update
Beritagar.id pun pernah keliru dalam menulis berita.
Untuk itu mereka menetapkan mekanisme ralat dan update dalam
proses keradaksian.
Seperti pada berita soal kebakaran kapal Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Gambar 4.5). Disebutkan
di berbagai media bahwa kapal BPPT ikut terbakar dalam insiden
kebakaran di Muara Baru pada 23 Februari 2019. Karena
menggunakan metode kurasi dari berbagai media online,
Beritagar.id pun ikut menuliskan berita tersebut. Namun setelah
itu pihak BPPT menghubungi Beritagar.id untuk memberikan
klarifikasi bahwa kapal mereka tidak ikut terbakar.
Gambar 4.5
Ralat dan update pada Berita Beritagar.id
118
B. Sense Maker (Penuntun Akal)
Penulis menyajikan beberapa data penelitian yang
berkaitan dengan peran Beritagar.id sebagai Sense Maker atau
Penuntun Akal. Sebagai berikut:
119
1. Tidak Memberi Bobot pada Klaim
Peran penuntun akal erat kaitannya dengan upaya
membangun makna dalam sebuah berita. Banyak media yang
terjebak pada klaim tokoh atau politisi padahal klaim itu tidak
memiliki makna. Namun, Beritagar.id tidak memberi bobot pada
klaim.
Seperti pada saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019,
kedua pasangan calon presiden, Joko Widodo dan Prabowo
Subianto, sama-sama mengeklaim kemenangan versi masing-
masing. Dalam memberitakan klaim pemenangan kedua capres
tersebut, Beritagar.id membangun konteks klaim kemenangan
kedua capres itu dengan menjabarkannya secara kronologigis,
lalu diperkaya (enrichment) infografik perolehan suara sementara
para capres versi Kawal Pemilu dan Real Count Situng KPU.
Gambar 4.6
Berita Beritagar.id Soal Klaim Kemengan pada Pilpres 2019
120
Gambar 4.7
Infografis Perolehan Suara Jokowi - Ma’ruf dan Prabowo – Sandi
pada Pilpres 2019 versi Kawal Pemilu dan Situng KPU
2. Mencari Informasi yang Bernilai
Untuk menjalankan peran penuntun akal, wartawan harus
mencari informasi yang bernilai—tak hanya baru—dan
menyajikannya dengan cara yang bisa dipahami sendiri oleh
pembaca. Beritagar.id tidak memberi ruang pada statement yang
tidak bernilai.
121
Contohnya, berita Detik.com tentang pesan anti Golput
yang disampaikan Menristekdikti saat Hari Kebangkitan
Teknologi Nasional ke-24 (21/2/2019). Mensistekdikti bilang;
“Jangan coblos dua, coblos satu saja” (Gambar 4.8). Judul itu
sangat klikbait karena kalimat “coblos satu” diarahkan ke
pasngan capres nomor urut satu (Joko Widodo) dan dua itu
diarahkan ke pasangan capres nomor urut dua (Prabowo
Subianto). Detik.com lalu meminta pendapat ke tim kampanye
Prabowo Subianto dan membuat berita yang justru menyudutkan
(Gambar 4.9).
Untuk menjelaskan fenomena Golongan Putih (Golput),
Beritagar.id melihat data Golput di seluruh dunia dan
menganalisis bagaimana trennya (Gambar 4.11 & 4.12).
Gambar 4.8
Berita Detik.com Tentang Ucapan Menristekdikti
122
Gambar 4.9
Berita Detik.com Berisi Tanggapan Tokoh Politik Terkait Ucapan
Menristekdikti
Gambar 4.10
Berita Warta Ekonomi tentang Ucapan Menristekdikti
123
Gambar 4.11
Berita Beritagar.id tentang Golput
124
Gambar 4.12
Infografis Beritagar.id Soal Tren Partisipasi Publik Saat Pemilu
3. Memberi Arti dan Memberi Informasi Apa yang Bisa
Dilakukan Pembaca
Beritagar.id tidak hanya menceritakan apa yang terjadi,
tetapi juga memberikan arti dan memberi tahu tindakan yang
dapat dilakukan pembaca.
125
Hal ini terlihat dari artikel berjudul “Penderita Skizofrenia
Melonjak, Pemasungan Masih Mengancam” yang ditulis oleh
Aghnia Adzkia. Basis data artikel tersebut bersumber dari Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 yang dilakukan Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. Dalam data tersebut,
ada temuan bahwa Bali dan Jogja menjadi provinsi tertinggi
angka penderita skizofrenia. Namun temuan data itu tidak serta
merta ditulis oleh Aghnia dengan narasi Bali dan Jogja menjadi
provinsi yang paling skizofrenik atau wilayah yang paling banyak
penderita skozofrenia.
Aghnia lalu mewawancarai narasumber yang mengerti
konteks itu, narasumber tersebut mengartikan bahwa angka yang
banyak ditemukan penderita skizofrenia di dua wilayah tersebut
itu karena masyarakatnya sudah paham atau sudah pernah
mengikuti program pengetahuan tentang skizofrenia (lihat
Gambar 4.13).
Aghnia juga menuliskan apa yang bisa dilakukan
pembaca pada penderita skizofrenia (lihat Gambar 4.14).
126
Gambar 4.13
Berita Beritagar.id tentang Penderita Skizofrenia di Indonesia
127
Gambar 4.14
Berita Beritagar.id tentang Apa yang Bisa Dilakukan Pembaca
pada Penderita Skizofrenia
128
C. Investigator (Penyelidik)
Penulis menyajikan beberapa data penelitian yang
berkaitan dengan peran Beritagar.id sebagai Investigator atau
Penyelidik. Sebagai berikut:
1. Penyelidikan Independen Mengenai Kegiatan
Pemerintah, Bisnis dan Lembaga Publik
Beberapa kali jurnalis Beritagar.id menjalankan untuk
menjakankan kerja jurnalisme watchdog, seperti menyelidiki
kegiatan pemerintah, bisnis dan lembaga publik
Seperti pada liputan investigasi Beritagar.id tentang aliran
gelap bisnis sawit (Gambar 4.15). Liputan ini mengulas aliran
keuangan gelap yang terjadi dalam bisnis eskpor-impor sawit.
Praktik gelap itu terindikasi lewat aliran keuangan gelap (illicit
financial flows) yang berhubungan langsung dengan upaya
pengelakan pajak dan penghindaran pajak yang mengakibatkan
potensi kehilangan penerimaan pajak Indonesia dalam kurun
waktu 1989-2017 mencapai $11,1 miliar AS atau setara kira-kira
Rp155,4 triliun. Laporan ini ‘menyentil’ pemerintah selaku
pembuat kebijakan, Direktoran Jendral Pajak selaku pengawas
perpajakan dan juga pelaku eskpor-impor sawit.
Gambar 4.15
Investigasi Beritagar.id tentang Aliran Gelap Bisnis Sawit
129
2. Kerja Invesitigasi: Mendokumentasikan, Menanyakan
dan Menginvestigasi
Kerja investigasi dilakukan wartawan Beritagar.id dengan
cara terjun langsung ke lapangan. Seperti dalam liputan “Salah
Urus Dana Otsus” (Gambar 4.16 & 4.17) yang menjerat eks
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Demi mendalami proyek-proyek
yang diduga terbengkalai karena korupsi yang dilakukan Irwandi
Yusuf, tim Beritagar.id diterbangkan langsung ke Aceh untuk
menyelidikinya. Mereka antara lain mengunjungi Pabrik Kerupuk
Kulit Aceh milik Pemerintah Provinsi Aceh yang terbengkalain
itu, juga menemui pejabat-pejabat terkait yang bertanggung
jawab terhadap kelangsungan proyek tersebut, serta akademisi
dan masyarakat Aceh.
130
Gambar 4.16
Liputan Investigasi Beritagar.id tentang Dana Otsus
Gambar 4.17
Kerja Investigasi yang Dilakukan Beritagar.id Soal Korupsi Dana
Otsus
131
3. Liputan Investigasi yang Berasal dari Isu Publik
Liputan invesitigasi bertujuan untuk memberikan
informasi pada masyarakat dan pejabat mengenai isu yang sedang
menjadi keprihatinan masyarakat
Misalnya, ketika akhir 2018 publik dihebohkan dengan
terbongkarnya kasus pengaturan skor yang dilakukan oleh mafia
sepakbola di Indonesia, maka Beritagar.id menginvestigasi isu itu
dalam beberapa judul berita (Gambar 4.18). Atau perihal
plagiarisme yang diduga dilakukan Rektor Universitas Negeri
Semarang (Unnes), Fathur Rokhman (Gambar 4.19), investigasi
itu lahir dari isu yang sedang menjadi perbincangan publik.
132
Gambar 4.18
Liputan Investigasi Beritagar.id Tentang Mafia Sepak Bola
Gambar 4.19
Liputan Investigasi Beritagar.id Tentang Plagiarisme
133
D. Witness Bearer (Penyaksi)
Penulis menyajikan beberapa data penelitian yang
berkaitan dengan peran Beritagar.id sebagai Witness Bearer atau
Penyaksi. Sebagai berikut:
1. Agregasi dalam Berita Harian
Karena memiliki keterbatasan sumber daya manusia,
Beritagar.id tidak selalu bisa menerjunkan wartawannya pada
setiap peristiwa. Karena itu, Beritagar.id berupaya
memaksimalkan teknologi untuk mengamati dan meneliti
berbagai informasi yang terjadi di masyarakat dengan metode
agregasi.
Seperti pada berita “Jakarta banjir, 2.370 warga
mengungsi” (Gambar 4.20). Berita tersebut disusun oleh
wartawan Beritagar.id, ia bertugas membangun narasi dan
menambahkan perspektif. Namun bahan-bahan berita yang terdiri
dari banyak tautan dikumpulkan oleh “Robot” lalu diolah
wartawan Beritagar.id kemudian ditampilkan menjadi sebuah
berita.
Gambar 4.20
Penggunaan Agregasi untuk Berita Harian
134
2. Terjun Langsung ke Lapangan untuk Rubrik Laporan
Khas
Meskipun menggunakan teknologi dalam berita harian,
namun dalam rubrik Laporan Khas, wartawan diharuskan terjun
ke lapangan dan menuntut campur tangan yang dominan dari
wartawan dalam proses pembuatan laporannya.
Misalnya, dalam laporan bertajuk “Salah Urus Dana
Otsus” (Gambar 4.21), Beritagar.id menurunkan dua orang
wartawan untuk terjun langsung ke Aceh dan menelusuri kasus
dugaan suap pengalokasian Dana Otonomi Khusus Aceh
(DOKA) atau kerap disebut juga Dana Otonomi Khusus (Dana
Otsus) yang dilakukan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Mereka
antara lain mengunjungi Pabrik Kerupuk Kulit Aceh milik
135
Pemerintah Provinsi Aceh yang terbengkalain itu, juga menemui
pejabat-pejabat terkait yang bertanggung jawab terhadap
kelangsungan proyek tersebut, serta akademisi dan masyarakat
Aceh.
Gambar 4.21
Liputan Langsung Wartawan Beritagar.id untuk Rubrik Laporan
Khas
136
E. Empowerer (Pemberdaya)
Penulis menyajikan beberapa data penelitian yang
berkaitan dengan peran Beritagar.id sebagai Empowerer atau
Pemberdaya. Sebagai berikut:
1. Menawarkan Sumber Daya dan Menyediakan Alat untuk
Kolaborasi Liputan dengan Informan Publik
Beritagar.id memberi alat yang memungkinkan warga
untuk berperan aktif dalam proses pemberitaan, bukan hanya
sebagai pembaca.
Seperti liputan mengenai Panas Gurih Nasi Goreng
(Gambar 4.22) yang dimuat dalam rubrik Edisi Khusus. Liputan
mendalam itu berisi sembilan sub judul yang mengulas cerita dan
ragam jenis nasi goreng di Indonesia. Tema ini bermula dari riset
pakar Kuliner Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta,
Prof. Murdijati Gardjito, yang mengundang Beritagar.id untuk
menghadiri seminar hasil penelitian tentang nasi goreng.
Beritagar.id pun mengolah data riset itu menjadi sebuah berita.
Gambar 4.22
Edisi Khusus Beritagar.id Tentang Nasi Goreng
137
2. Membuka Diri untuk Menerbitkan Berita dari
Informan Publik
Meskipun tidak menyediakan kanal khusus untuk berita
dari publik, namun Beritagar.id memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada publik untuk berbagi berita dan diterbitkan
melalui laman Beritagar.id.
Contohnya, berita “Pengalaman Menonton Langsung
Pernikahan Harry dan Markle di Windsor” yang ditulis Wisnu
Prayetya Utomo. Saat itu ia sedang kuliah di Inggris dan
menyaksikan secara langsung pernikahan Prince Harry dan
Meghan Markle, Wisnu melihat ada gelandangan-gelandangan
yang diusir di dekat Kastil Windsor. Wisnu lalu menuliskan
peristiwa itu lalu mengirimnya ke Beritagar.id. Berita itu
kemudian diterbitkan.
138
Gambar 4.23
Berita Beritagar.id tentang Pernikahan Harry dan Markle yang
Berasal dari Informan Publik
F. Smart Aggregator (Agregator Cerdas)
Penulis menyajikan beberapa data penelitian yang
berkaitan dengan peran Beritagar.id sebagai Smart Aggregator
atau Agregator Cerdas. Sebagai berikut:
139
1. Agregasi untuk Berita Harian
Beritagar.id mengadopsi teknologi cerdas dalam
mengumpulkan, merangkum dan menganalisis beragam konten di
internet untuk diolah menjadi berita harian.
Salah satu contoh konten yang dibuat dengan
menggunakan mesin agregasi adalah artikel berjudul “Konsumsi
Listrik dan Pertumbuhan Ekonomi” (Gambar 4.24). Sumber
artikel dicari oleh robot, kemudian redaksi melakukan kurasi
berbagai link tersebut untuk kemudian diolah menjadi konten
pemberitaan. Dalam menampilkan konten pemberitaan itu,
Beritagar.id memanfaatkan fitus hyperlinks untuk menampilkan
sumber artikel atau data yang menjadi rujukan.
Gambar 4.24
Penggunaan Hyperlinks dalam Berita Harian
140
Dalam artikel tersebut pembaca dapat menemukan link
pada kata kunci “middle income trap” yang berwarna biru. Bila
pembaca mengeklik teks tersebut, maka pembaca akan diantarkan
menuju halaman pengertian middle income trap
(https://www.tutor2u.net/economics/reference/middle-income-
trap). Beritagar.id juga memberikan link pada petikan wawancara
yang dikutip dari situs website lain. Dalam artikel tersebut
Beritagar.id mengutip petikan wawancara Direktur Institute for
Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dengan
Antaranews.com (https://www.antaranews.com/berita/818581/
peningkatan-konsumsi-listrik-dapat-atasi-fenomena-middle-
income-trap).
Gambar 4.25
Penggunaan Hyperlinks dalam Berita Harian
141
Contoh lainnya dapat ditemui dalam artikel berjudul
“Pekerja Indonesia didominasi Lulusan SD” (Gambar 4.25).
Hyperlinks ditandai dengan teks berwarna biru. Bila teks BPS
berwarna biru diklik, maka pembaca akan diantarkan menuju
halaman pressrelease Badan Pusat Statistik tentang Tingkat
Pengangguran Terbuka Pada Agustus 2018
(https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/11/05/1485/agustus-
2018--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-34
persen.html). Pada artikel tersebut, pembaca juga dapat menemui
link yang akan mengantarkan pada dokumen. Bila pembaca
mengeklik teks berwarna biru bertuliskan Kebijakan RPJMN
2015-2019, maka pembaca akan mendapati dokumen Evaluasi
Paruh Waktu RPJMN 2015-2019 yang dipublikasikan oleh Badan
Pembangunan Nasional Republik Indonesia
(https://www.bappenas.go.id/files/publikasi_utama/Evaluasi%20
Paruh%20Waktu%20RPJMN%202015-2019.pdf).
2. Agregasi untuk Robotorial
Beberapa topik pemberitaan sudah 100% dikerjakan oleh
robot. Robot bertugas mengumpulkan, mengkurasi, menyusun
narasi hingga memvisualkan berita untuk beberapa topik tertentu
seperti (prediksi pertandingan, hasil pertandingan, prakiraan
cuaca, gempa bumi dan pasar saham).
Gambar 4.26
Tampilan Rubrik Robotorial
142
3. Agregasi untuk Sorotan Media
Sorotan Media menyajikan informasi yang sedang hangat
dibicarakan oleh media massa di Indonesia menggunakan sistem
agregasi.
Tampilan Sorotan Media dilengkapi dengan data media
yang menuliskan, disertai dengan link back, volume berita yang
ditulis media, hingga linimasa media yang menuliskan topik
143
tersebut. Terdapat pula data tentang sebaran berita di media sosial
Facebook, untuk melihat amplifikasi dari berita tersebut.
Gambar 4.27
Tampilan Sorotan Media
144
Gambar 4.28
Agregasi untuk Sorotan Media
4. Agregasi untuk Mr. Loper
Mr. Loper bertugas mengumpulkan informasi untuk
menyajikan konten yang lengkap, komprehensif, dan relevan bagi
pembaca.
Misalnya, pada artikel berjudul “Konsumsi Listrik dan
Pertumbuhan Ekonomi” (Gambar 4.29), maka robot buatan
145
Beritagar.id yang diberi nama Mr. Loper memberi rekomendasi
artikel terkait berjudul “AC Bakal Jadi Penyedot Listrik
Terbanyak di Indonesia”. Baik artikel utama maupun artikel
terkait sama-sama membahas soal listrik di Indonesia.
Gambar 4.29
Tampilan Rekomendasi Berita Terkait dari Mr. Loper
Mr. Loper juga akan memberikan rekomendasi berita bila
pembaca mengetik topik yang ingin dicari melalui fitur chatbot.
Lewat interaksi dengan pembaca, Mr. Loper dirancang untuk
menangkap maksud utama dari lawan bicaranya. Mr. Loper hadir
di sudut kanan bawah halaman Beritagar.id.
Misalnya, ketika kita mengetik “Berita tentang Liga
Inggris” di chatbot Mr. Loper (Gambar 4.30), layaknya chat
146
personal, maka Mr. Loper menjawab “Banyak aja nih, ada 100
berita untuk topik Liga Inggris. Tampilin gak gan?” Bila kita
menjawab “iya” maka Mr. Loper akan mengirimkan balasan yang
berisi rekomendasi berita seputar Liga Inggris.
Gambar 4.30
Tampilan Chatbot Mr. Loper
G. Forum Organizer (Penyedia Forum)
Penulis menyajikan beberapa data penelitian yang
berkaitan dengan peran Beritagar.id sebagai Forum Organizer
atau Penyedia Forum. Sebagai berikut:
1. Menyediakan Rubrik Khusus untuk Opini dari Publik
147
Beritagar.id menyediakan satu rubrik khusus yang berisi
berbagai opini dari orang-orang yang ahli di bidangnya. Rubrik
itu dinamakan Telatah.
Gambar 4.31
Tampilan Rubrik Telatah di Beritagar.id
Pembaca dapat mengirimkan opini atau kisah laik tayang
lewat email: [email protected]. Bila dinyatakan laik tayang,
maka tulisan mereka akan diterbitkan di rubrik Telatah. Deskripsi
singkat penulis juga akan ditampilkan agar pembaca dapat
mengetahui kredibilitas penulis (seperti pada Gambar 4.32).
148
Gambar 4.32
Tampilan Profil Penulis dalam Rubrik Telatah
2. Menyelenggarakan Forum Diskusi untuk Publik
Beritagar.id menyediakan ruang bagi publik untuk
berdiskusi secara langsung melalui Obsat. Obsat adalah program
diskusi rutin dari Beritagar.id. Acara ini menjadi wadah diskusi
para pembaca Beritagar.id untuk mengupas peristiwa aktual yang
sedang terjadi di Indonesia atau isu menarik lainnya bersama
narasumber yang kompeten.
149
Tabel 4.1
Program Obrolan Langsat (Obsat) sepanjang 2018-2019
Sumber: blog.beritagar.id
H. Role Model (Panutan)
Penulis menyajikan beberapa data dan temuan penelitian
yang berkaitan dengan peran Beritagar.id sebagai Role Model
atau Panutan. Sebagai berikut:
Tanggal Tempat Topik
31 Januari
2018
FX Sudirman Muda Mudi Berinvestasi
22 Februari
2018
FX Sudirman Gairah Perfilman
Indonesia
21 Maret 2018 FX Sudirman Festival Musik Kian
Dilirik
11 Mei 208 Paradigma Kafe &
Restaurant
Menuju Indonesia 4.0
19 Juli 2018 Paradigma Kafe &
Restaurant
Rumah Zaman Now
30 Agustus
2018
FX Sudirman Republik Dangdut
27 September
2018
FX Sudirman Memutar Rupiah di Saat
Susah
22 Maret 2019 Universitas
Nasional
Panas Gurih Nasi Goreng
150
1. Menyediakan Pelatihan Jurnalisme untuk Warga
Beritagar.id berperan aktif dalam memberikan pelatihan
atau pun mengadakan forum diskusi perihal media dan
jurnalisme.
Beritagar.id bergerak aktif dengan membuat tiga program
yang memungkinkan publik untuk belajar, berdiskusi, juga
mengenal lebih jauh aktivitas dan program Beritagar.id. Program
itu antara lain:
1. Mampir di Beritagar.id
Mampir di Beritagar.id adalah program yang dibuat untuk
para mahasiswa dan akademisi untuk berkunjung ke Kantor
Beritagar.id dan belajar tentang jurnalistik, teknologi informasi,
serta data.
Tabel 4.2
Program Mampir di Beritagar.id selama 2016-2019
Tanggal Peserta Topik
30 Mei 2016 Universitas
Muhammadiyah
Yogyakarta (UMY)
Jurnalisme Masa
Depan: Data Driven
Journalism
17 Oktober
2016
Prodi Teknologi
Informasi, Universitas
Atma Jaya Yogyakarta
Teknologi yang
Digunakan
Beritagar.id
4 Mei 2017 Universitas Negeri
Yogyakarta dan Art
Jurnalisme Online
dan Infografik
151
Therapy Center
Universitas Widyatama
Bandung
8 Mei 2017 STMIK Mitra Lampung Research
Manufacturing
Mei 2017 Universitas Prasetiya
Mulya program S-1
Branding
Beritagar.id sebagai
Brand
5 April 2018 Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas
Negeri Yogyakarta
Indepth Iinterview
30 April 2018 Universitas Mitra
Lampung Jurusan
Teknik Informatika
Bisnis di Era
Digital pada Media
Daring
8 Mei 2018 Teknik Informatika
Universitas Lampung
Teknologi yang
Digunakan
Beritagar.id
Mei 2018 Universitas Prasetiya
Mulia
Penggunaan dan
Pemanfaatan Social
Media pada Entitas
Bisnis Beritagar.id
Oktober 2018 Prodi Jurnalistik
Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
Jurnalisme Digital
Beritagar.id
9 November
2018
UKM Jurnalistik
Universitas Gadjah
Jurnalistik dan
Robotorial di
152
Mada Beritagar.id.
4 Maret 2019 Universitas Mitra
Indonesia, Lampung
Sistem Teknologi
Beritagar.id:
Robotorial dan
Tanya Loper
5 November
2019
Mugi Rekso Abadi
(MRA Group)
Jurnalisme Data dan
Infografik
7 November
2019
SMK Negeri 1 Bantul Teknologi
Infrastruktur
Beritagar.id
Sumber: blog.beritagar.id
2. Beritagar.id ke Kampus; Bedah Konten
Beritagar.id merumuskan sebuah program yang ditujukan
bagi mahasiswa bernama Beritagar.id ke Kampus; Bedah Konten.
Program ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi muda
berbakat dalam memasuki industri kerja setelah lulus.
Tabel. 4.3
Program Beritagar.id ke Kampus selama 2016-2019
Tanggal Peserta Topik
23 September
2016
London School of
Public Relations
(LSPR)
Data Driven
Journalism dan
Infografik
April 2018 The 16th UI Journalist The Future of Data-
153
Days driven Journalism
3 November
2018
Milad LPM Suaka ke-
32 UIN Sunan Gunung
Djati Bandung
Kelas Infografik
dan Talkshow
Tantangan Media di
Era Milenial
8-9 November
2018
Fisip Universitas
Brawijaya Malang
Robot Journalism,
Longform dan
Infografik
November
2018
Universitas Multimedia
Nusantara
Workshop
Infografik
6 Mei 2019 Universitas Bakrie Seminar Jurnalisme:
“Manusia VS
Robot.”
Sumber: blog.beritagar.id
3. Journocoders Indonesia
Journocoders Indonesia adalah sebuah wadah untuk
belajar, pengembangan skill, dan berdiskusi bagi para jurnalis dan
orang-orang yang bergerak di bidang media. Journocoders
Indonesia merupakan bagian dari Journocoders di London.
Tabel 4.4
Program Journocoders Indonesia selama 2018-2019
154
Tanggal Topik
29 September
2018
Visual Journalism with BBC’s Alli Shultes
and Creating Maps with Tableau &
AmChart.
27 Oktober 2018 Survey Data Analysis
23 Februari 2019 Twitter Analisis dan Visualisasi pakai R
29 Juni 2019 Introduction to HTML/CSS
27 Juli 2019 Introduction to Structured Query Language
(SQL)
28 September
2019
R Data Mining and Visualization: Playing
around with Spotify’s chart
Sumber: blog.beritagar.id
Transkrip Wawancara 1
Beritagar.id dapat dikatakan menjadi media pertama di
Indonesia yang memanfaatkan teknologi dalam mengumpulkan
dan menganalisis berbagai konten pemberitaan. Beritagar.id
memanfaatkan teknologi Computer Assisted Reporting untuk
memberikan informasi yang komprehensif, lengkap dan relevan
bagi pembaca.
Namun, manusia tetap menjadi bagian penting di redaksi.
Penulis mewawancarai Dwi Setyo Irawanto, Pemimpin Redaksi
Beritagar.id untuk meneliti bagaimana peran wartawan ditengah
penggunaan teknologi dalam proses produksi berita Beritagar.id.
155
Penulis menemui pria yang akrab disapa Siba ini pada 5
September 2019 di Kantor Beritagar.id. Pertemuan yang
dilangsungkan siang hari itu hanya berlangsung singkat karena
Siba harus meninggalkan kantor untuk urusan redaksi.
1. Bagaimana model bisnis Beritagar.id? Apakah seperti portal
online lainnya yang mengandalkan kecepatan?
Kita tidak punya kemampuan untuk menyajikan berita-berita
yang cepat. Karena memang desain, model keredaksian, dan
model bisnis yang kita kembangkan bukan yang seperti itu. Kalau
misalnya kita harus melawan kecepatan Detik, atau media-media
yang memang mendesain dirinya untuk menjadi media yang
paling cepat, kita tidak mungkin bisa mengejar. Karena itu kita
mendesain media kita sebagai media yang lebih lengkap, komplit.
Jadi bukan karena kita ingin menahan (suatu berita)juga, tapi kita
ingin melengkapi. Melengkapi itu dalam banyak hal, seperti
melengkapi data, melengkapi jawaban how and why yang
terkadang belum ada di media lain yang mengejar kecepatan.
Atau melengkapi dalam hal perspektif, misalnya ada satu
kejadian yang barangkali membutuhkan perspektif lain, dan kita
ingin memperkaya perspektif publik atas satu atau dua kejadian.
2. Berapa jumlah berita per hari di Beritagar.id?
Total 60-65 berita dalam sehari, termasuk yang dibuat oleh robot.
60-65 itu pun sebagian kita pakai teknologi, bukan orang.
156
3. 60-65 berita itu dihasilkan oleh berapa orang?
Tim redaksi itu terdiri dari penulis, tim visual, tim video. Kalau
tim penulis saja, di luar tim visual dan tim video itu sekitar 13-14
orang.
Yang pertama yang harus dipahami itu, Beritagar tidak terlalu
memberi bobot pada klaim. Tidak semua pernyataan itu menjadi
berita. Kita memang melihat ada kecenderungan sekarang semua
statement dari tokoh publik itu dijadikan berita. Kita tidak
melihat kekuatan news value itu dari statement. Event, statement
itu datang dari tokoh publik.
4. Lalu apa kriteria statement pejabat publik itu layak
diberitakan di Beritagar?
Kalau magnitude-nya besar. Kebetulan kita punya kemewahan
sedikit, untuk tidak sekedar mengejar pembaca yang banyak.
Mungkin juga karena orang kita sedikit, yang seperti itu tidak
masuk seleksi kita. Pertimbangannya yang paling besar
magnitude.
5. Jadi tidak ingin terjebak ke dalam jurnalisme pernyataan?
Jurnalisme pernyataan sebenarnya boleh-boleh saja, asal ada
impact bagi publik. Misalnya, Soyfan Djalil sebagai Menteri
Agraria dan Tata Ruang mendaku “70% kavling di Indonesia
sudah punya sertifikat.” Nah itu pernyataan tokoh publik yang
menurut kita punya news value yang besar. Kita tidak
mengatakan bahwa pernyataan itu valid, tapi kita bisa
memberitakan pernyataan itu dan mengecek data. Kalau sekedar
157
dia ngomong sesuatu yang sedang hot tapi magnitude atau
impact-nya bagi publik tidak ada, maka kita tidak beritakan.
Artinya, sebenarnya banyak pilihan berita yang lain, yang lebih
layak dijadikan berita, ketimbang perang statement yang
sebenarnya kosong.
6. Cara Beritagar menyeleksi pernyataan tokoh publik itu layak
atau tidak?
Magnitude. Itu yang utama. Kalau kita kasih bobot, itu 10
bobotnya. Atau malah 9,5. Tokoh itu ada bobotnya tapi kecil.
Saya sih ingin kita menyeleksi news value itu dalam ukuran yang
lebih simple. Misalnya dulu kita belajar news value itu proximity,
aktualitas, unik, tokoh, dan lain-lain. Kalau menurut saya semua
itu bisa diringkas dalam magnitude, apakah dampaknya bagi
publik besar atau tidak.
7. Apakah rubrik Laporan Khas itu memokuskan dirinya pada
investigasi?
Sebenarnya kita tidak memiliki kemampuan untuk melakukan
investigasi yang menjawab persoalan-persoalan yang dituntut
oleh publik yang cukup besar. Misalnya, untuk menjawab
pertanyaan publik, “Kenapa sih PLN kemarin blackout? Apa
yang sebenarnya terjadi?” Itu saja kita tidak mampu jawab. Jadi
sebenarnya Laporan Khas tidak didesain untuk itu. Mungkin
kelak (melakukan liputan investigasi), saat kita sudah belajar
banyak. Saat ini kita masih belum belajar banyak.
158
Kita mendesain laporan khas sebagai suatu sajian yang khusus
bagi publik karena laporan-laporan yang lebih mendalam.
Sifatnya indepth report, yang menyertakan observasi yang cukup,
reportase yang baik, deskripsi yang benar, memakai kutipan-
kutipan dari para pemain, artinya pelaku utama.
Kalau kita lihat strata narasumber, pada level pertama itu pelaku
atau orang yang mengalami, bisa pelakunya bisa korbanya. Level
kedua itu saksi, orang yang melihat dan mendengar atau ikut
merasakan. Level ketiga itu wasit, seperti polisi, orang yang
menilai atau adjustmen. Level keempat itu pengamat, analis. Kita
ingin mendapat langsung dari narasumber pertama, itulah
Laporan Khas. Jadi kita ingin membuat laporan mendalam
tentang suatu hal yang memiliki bobot reportase dan observasi
yang cukup, memikat, dan pernyataan-pernyataan yang hidup
dari para narasumber pertama. Tapi tetap saringan utamanya itu
news value itu.
Kita dalam laporan khas memang ada sedikit kemewahan karena
kita punya visi “Merawat Indonesia”. Kita juga memberi tempat
pada hal-hal yang sifatnya memperkaya khasanah kita tentang
kearifan lokal, culture.
Sebagian besar perusahaan portal digital itu punya yang namanya
Content Management System. Kita bisa tahu berita yang sudah
kita tulis dibaca oleh berapa orang, realtime. Dari situ kita tahu,
berita seperti apa yang disenangi oleh publik. Tapi disenangi saja
itu tidak menjadi prioritas kita. Karena bisa jadi kita disenangi
159
oleh orang yang bukan target market kita. Misalnya kita ngomong
“Ada penampakan di Laut Selatan,” itu banyak yang baca, tapi
yang baca bukan pembaca yang kita harapkan.
8. Pembaca yang diharapkan itu maksudnya?
Segmen yang kita incar. Kita ingin dibaca oleh orang kantoran,
orang-orang yang punya kewenangan untuk mengambil
keputusan bisnis, kita ingin dibaca oleh decision maker, nah itu
yang kita tuju. Jadi bukan sekadar dibaca orang, tapi dibaca oleh
banyak orang yang tepat.
9. Cara mengetahuinya?
Cara mengetahuinya adalah, kita ingin tahu, kira-kira yang
dibutuhkan oleh businessman atau orang kantoran itu apa sih?
Kenapa kita tidak menulis misalnya kasus pembunuhan suami
oleh isterinya (Motif pembunuhan suami dan anak tiri diduga soal
penguasaan harta). Berita itu ramai sekali dibaca. Nah kita tulis
hanya sebagai Sorotan Media. Sorotan Media adalah dokumentasi
apa yang dibicarakan oleh media.
Kita sebenarnya ingin juga mengangkat apa yang dibicarakan
publik lewat sosial media, tapi kita belum punya alatnya. Yang
baru kita punya alatnya adalah meng-crowling seluruh berita
yang dituliskan oleh koran atau media digital. Kita punya sekitar
seribuan media digital di Indonesia, kita punya alat yang
namanya Content Discovery.
160
Misalnya pada hari ini (5 September 2019), topik-topik politik,
hukum, dan keamanan ada 147, topik bisnis ada 102. Topik bisnis
yang paling ramai adalah soal kurs rupiah. Ini realtime. Ditulis
oleh 12% media yang ada di Indonesia. Dari sini juga kita lihat
yang magnitude-nya besar apa sih? Apa yang bisa kita dalami?
Apa yang bisa kita tambahkan perspektif barunya? Ada angle
baru gak? Kalau angle itu sudah ditulis oleh media lain, kita tidak
menuliskannya lagi angle itu.
Ini cara kita mencari usulan dalam rapat. Misalnya sekarang yang
sedang ramai soal kurs, kita rumuskan angle apa bedanya dari
kemarin? Apakah ada yang baru? Apa yang bisa kita dalami lagi
soal itu? Oh ternyata kurs kita anjlok karena impor kita besar.
Kita minta tim data kita mencari data impor kita dari bulan ke
bulan selama lima tahun terakhir. Yang paling besar apa? Solar?
Minyak mentah? Atau premium? Atau lainnya?
Kebetulan kita didukung oleh: (1) teknologi, (2) tim Lokadata
yang datanya jago banget. Kayaknya orang lain belum punya.
Cuman kita juga belum bisa mengembangkan habis-habisan.
10. Berarti, bila media lain mencari topik berita dari apa yang
sedang trending di media sosial, Beritagar mencari berita dari
mesin itu?
Betul. Atau dari narasumber kita. Kita juga bergaul dengan
narasumber. Saya punya beberapa narasumber di perbankan, di
bursa, di perusahaan-perusaan publik, saya bisa bertanya, “Bos
161
apa nih yang lagi ramai?” Itu yang kemudian menjadi bahan baku
dari usulan kita. “Kenapa sih bos ini tarif penerbangan naik?”
“Lu tahu gak sih struktur cost-nya Garuda?” Nah kemudian
informasi itu kita lacak kebenarannya.
11. Apakah Beritagar menyediakan rubrik khusus untuk
jurnalisme warga?
Kalau citizen journalism kita belum punya. Tapi kita punya
beberapa kontributor yang bisa menulis berdasarkan assignment
atau usulan. Jadi mereka bisa mengusulkan topik, kita kemudian
juga menambahkan masukan (untuk usulan topik tersebut), atau
kita bisa kasih assignment ke mereka.
Kalau untuk publik mengirimkan berita, sebagai pengembangan
citizen journalism, kita belum sampai. Cuman kita mengerjakan
beberapa kontributor di daerah.
12. Bagaimana cara Beritagar untuk menjadi panutan?
Saat ini kita tidak punya ambisi untuk menjadi panutan bagi
media-media lainnya. Kita tidak sebesar itu. Kita ini pemain
kecil. Kalau dibandingkan raksasa-raksasa, kita nyembah lah.
Tapi kita ingin menjaga integritas kita seagai media yang
kredibel. Itu saja yang kita mau jaga. Kita punya kapasitas, kita
kredibel, kita reliable. Caranya, berita yang kita sajikan itu
akurat, data yang kita olah itu benar, logika yang kita bangun atas
data itu benar.
162
Kita ini kecil jika dibandingkan raksasa-raksasa itu dalam hal
kuantitas, jumlah orang, pasukan, itu kita tidak ada apa-apanya.
Tapi kita ingin membangun satu tradisi jurnalistik yang punya
kapabilitas, punya kredibilitas, dan punya integritas sehingga
orang reliable sama kita.
13. Bagaimana cara Beritagar merumuskan topik untuk Obsat?
Ada beberapa hal yang kita pertimbangkan untuk mengangkat
satu tema yang menjadi semua topik yang akan kita diskusikan
secara luas atau kita liput secara dalam. Contohnya nasi goreng
atau soto.
Ada keinginan kita, untuk menunjukan pada publik, selain kita
media yang kredibel, kita juga punya tim data yang luar biasa.
Ternyata seluruh daerah di Indonesia itu punya soto. Ternyata
variasi bumbu soto itu macam-macam, soto paling mahal itu ada
di kota ini, soto paling rumit ada di desa ini, soto paling enak
ternyata ada di sini, nah itu hanya bisa dilakukan kalau kita punya
tim data. Kita ingin agak pamer dikit.
Tapi kita juga melihat bahwa soto ini sesuatu yang populer. Satu
menu yang diseluruh nusantara ini ada. Nasi goreng juga begitu.
Mungkin orang melihatnya suatu hal yang sepele, tapi topik ini
suatu hal yang sangat familiar dan dekat dengan kehidupan
sehari-hari.
Itu cara kita untuk membuat publik punya perhatian pada hal-hal
yang diluar mainstream.
163
Transkrip Wawancara 2
Sebagai media online yang berbasis data, Beritagar.id
memiliki rubrik unggulan bernama Lokadata. Pusat data
Beritagar.id ini digawangi oleh Aghnia Rahmi Syajadatul Adzkia.
Ia bertanggungjawab menyuplai data untuk redaksi.
Penulis mewawancarai Agnia untuk mencari tahu
bagaimana jurnalis data seperti Aghnia menjalankan peran-
perannya sebagai wartawan seperti yang dirumuskan Bill Kovach
dan Tom Rosenstiel.
Pertemuan penulis dengan Aghnia berlangsung pada 26
Februari 2019 di Kantor Redaksi Beritagar.id. Alummni
Universitas Goldsmith ini menceritakan banyak hal, mulai dari
kegelisahannya tentang berita-berita di media mainstream sampai
idealismenya saat menjadi jurnalis.
1. Validasi sebuah pernyataan, bantahan terhadap sebuah
tuduhan dan penelusuran kembali fakta-fakta yang
menopang narasi sebuah berita dimuat dalam item-item
berita yang berbeda waktu unggahannya. Apakah Beritagar
seperti itu?
Tidak, kita sudah tidak main kecepatan lagi, yang penting
mendalam. Contohnya ketika debat capres, banyak media yang
memotong omongannya Jokowi sendiri, omongannya Prabowo
sendiri, kalau itu dalam satu topik yang sama, kita akan
menggabungkan statement mereka dalam satu tulisan kemudian
kita lengkapi data. Contohnya ketika Jokowi bilang tidak ada
164
konflik agraria akibat pembangunan infrastruktur, di live blog
kami, pada saat Jokowi ngomong itu, beberapa menit kemudian
sudah ada berita dan data dari Konsorsium Pembaruan Agraria
(KPA) yang menyebutkan bahwa ada 94 konflik akibat
pembangunan insrastruktur pada tahun 2017. Jadi kami pakai
modelnya ada penulisan dan ada data.
2. Adakah deadline tertentu guna memastikan berita dan data
yang ditulis benar-benar valid?
Tidak ada deadline. Biasanya sore atau sehari setelahnya. Kecuali
breaking news. Kalau berita yang tidak mengandalkan kecepatan,
justru kita ingin mencari angle lain yang berbeda dari suatu
peristiwa dan menambahkan data. Kalau tidak ada data berarti
menambahkan narasumber atau berbagai macam rujukan lain
dalam satu berita.
Anda bisa lihat berita-berita di Beritagar itu tidak ada yang 300-
400 kata. Standar minimal untuk berita harian itu 500 kata. Kalau
untuk artikel data bahkan bisa sampai 1000 kata lebih. Untuk
berita indepth biasanya 1200 kata seperti pada rubrik Laporan
Khas. Untuk laporan harian minimal ada satu sub judul lagi di
dalam satu berita.
3. Bagaimana teknis update atau ralat suatu berita di
Beritagar.id?
Karena salah satu metode yang kita gunakan adalah sistem
kurasi, itu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
crosscheck ke lapangan dan itu sangat berpotensi besar untuk
165
membuat kesalahan. Misalnya soal kebakaran kapal BPPT,
disebutkan di berbagai media bahwa kapal BPPT ikut terbakar
dalam insiden kebakaran di Muara Baru, tapi ternyata ada orang
BPPT yang menghubungi Beritagar, ternyata orang BPPT salah
ngomong dan mereka merevisi, tapi beritanya sudah terlanjur
terbit. Akhirnya di revisi tim redaksi, di badan berita di ceritakan
update yang terbaru dan di bawah diberikan catatan redaksi.
4. Bagaimana cara Beritagar.id membangun makna dari
sebuah data atau peristiwa?
Kita ambil contoh berita Detik.com tentang pesan anti golput.
Mensistekdikti bilang; “Jangan coblos dua, coblos satu saja.”
Judulnya itu klikbait banget, karena di plintir coblos dua itu di
arahkan ke Prabowo dan mereka meminta pendapat ke tim
kampanye Prabowo-Sandi. Justru itu menyudutkan. Padahal
maksud Menristekdikti itu jangan coblos dua kanditat karena
membuat suara tidak sah (golput). Hal-hal seperti itu jauh dari
radar kami, kami tidak mau jadi media corongnya politisi dan
kemudian adu domba pendapat mereka tentang suatu hal.
Kalau misalnya cerita tentang golput, yang kami lakukan adalah
melihat data golput di seluruh dunia dan menganalisis bagaimana
trennya. Ternyata di negara-negara yang mewajibkan
masyarakatnya untuk berpartisipasi dalam pemilu, angka
partisipasinya tinggi sementara angka golputnya rendah. Di
negara-negara yang cenderung membebaskan orang untuk
memilih atau tidak memilih, angka partisipasinya rendah.
166
Itu mungkin yang bisa disebut penuntun akal. Kita ngasih
bagaimana konteks golput di Indonesia dan negara lain.
Berita di Beritagar.id itu tidak ada omongan politisi terus
digabungkan, dibentrokan, terus dibuat propaganda, lalu dibuat
space atau diberi panggung ke mereka untuk saling tuduh, adu
mulut, tanpa ada maknanya, tanpa ada intinya, jadi malah not
sense. Jadi beritanya tidak berbobot. Kalau bahasa wartawan itu
namanya Talking News.
5. Apa itu kebijakan redaksi? Apa pertimbangannya?
Iya, itu kebijakan redaksi. Pertimbangannya, karena itu
memperkeruh suasana, tidak berbobot juga. Seperti saat debat
capres Jilid II, Jokowi menyindir Prabowo soal lahan yang
dimiliki Prabowo. Pada saat debat, kita tidak menulis itu karena
menurut kita itu tidak penting, itu hanya sindirian doang, Jokowi
tidak menjawab pertanyaan yang diajukan panelis melalui
moderator. Kita tidak mainan itu, bahwa Jokowi menyindir, tapi
yang kita lakukan adalah kita melakukan indepth reporting
tentang lahan Prabowo atau data lainnya.
6. Apakah Beritagar bertanya pada ahli untuk menginterpretasi
makna dari sebuah data atau fakta?
Pasti dilakukan. Mungkin tidak setiap saat, tapi most of the time
saat kami mengolah data maka akan kami lakukakan. Contoh
ketika saya menulis tentang penderita skizofrenia di Indonesia
meningkat dan pemasungan masih mengancam. Itu basisnya data
Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 yang dilakukan Kementerian
167
Kesehatan. Disitu ada temuan bahwa Bali dan Jogja menjadi
provinsi tertinggi angka penderita skizofrenia. Tapi tidak serta
merta saya tulis Bali dan Jogja menjadi provinsi yang paling
skizofrenik atau wilayah yang paling banyak penderita
skozofrenia. Saya wawancara narasumber yang mengerti konteks
ini, kemudian dia mengartikan bahwa angka yang banyak
ditemukan penderita skizofrenia di dua wilayah tersebut itu
karena masyarakatnya sudah paham atau sudah pernah mengikuti
program pengetahuan tentang skizofrenia. Jadi ketika ditanya
apakah ada keluarga yang menderita skizofrenia mereka akan
bilang iya karena mereka tahu. Sementara daerah lain yang
masyarakatnya belum diberi edukasi tentang skizofrenia, bisa jadi
mereka tidak tahu dan ketika di survei mereka akan menjawab
tidak ada penderita skizofrenia.
Itu adalah salah satu contoh bagaimana memaknai data melalui
para pakar atau narasumber. Karena kita sadar wartawan tidak
mengerti semua isu dan tidak bisa membaca semua itu secara
expert. Beda dengan expert yang mereka memang medalami
suatu isu dan ketika ditanya itu mereka bisa menjawab. Itulah
kenapa analisis data butuh verifikasi narasumber.
7. Adakah kriteria khusus dalam memilih narasumber?
Tidak ada kriteria yang ditetapkan redaksi. Setiap wartawan itu
kecenderungannya sendiri. Kalau saya, tidak harus pendidikannya
tinggi, tapi minimal dia sudah berpengalaman dibidangnya. Dan
dia punya kapasitas, jadi dia cukup otoritatif ketika berbicara
tentang isu tertentu.
168
8. Bagaimana cara Beritagar untuk menjadi investigator?
Di Beritagar.id itu ada rubrik Laporan khas, itu indepth reporting.
Laporan khas itu banyak investigasi misalnya tentang mitigasi
bencana di Indonesia, juga bagaimana potensi-potensi bencara,
terutama gempa. Temuan dari tim laporan khas, mereka
menemukan bahwa ada potensi terjadinya gempa yang sangat
besar di Mentawai. Jadi gempa-gempa yang sebelumnya pernah
terjadi di Mentawai ternyata belum ada apa-apanya dibanding
potensi gempa yang ditemukan tim laporan khas.
9. Isu yang mau di investigasi itu bersumber dari isu yang
hangat atau mendalami isu yang mungkin samasekali tidak
dibicarakan orang?
Bisa keduanya. Contoh yang mengikuti isu itu misalya tentang
lahan milik Prabowo di Kalimantan Timur kita investigasi
kesana. Investigasi soal mitigasi bencana dan potensi gempa itu
mengikuti isu gempa di Donggala dan Palu.
Kalau yang inisiatif sendiri misalnya soal KTP Penghayat
Kepercayaan dan soal Tribun, lalu soal superter bola.
10. Bagaimana cara Beritagar untuk menjalankan perannya
sebagai penyaksi?
Karena Beritagar.id sumber dayanya terbatas, tidak semua isi bisa
ditangani. Kalau pun bisa kita menggunakan sistem kurasi.
Kurasi itu dilakukan oleh robot. Jadi ada berbagai macam robot,
robot yang mengkurasi itu namanya Petruk dan sekarang masih
dalam tahap pengembangan juga. Jadi mereka mengkurasi lalu
169
kita menambahkan wawancara lagi dari berbagai narasumber atau
menambahkan data.
Kalau wartawan yang turun ke lapangan masih ada. Laporan khas
wartawannya semua turun ke lapangan.
11. Apakah Beritagar menyediakan satu rubrik khusus untuk
citizen journalism?
Kanal sendiri untuk citizen journalism sih tidak ada, tapi kami
membuka kesempatan untuk orang biasa untuk menulis di
Beritagar.id. Contohnya ketika teman saya saat itu sedang kuliah
di Inggris dan dia menyaksikan secara langsung pernikahannya
Prince Harry dan Meghan Markle, dia melihat bahwa ada
gelandangan-gelandangan yang diusir di dekat Kasti Windsor.
Dia bukan siapa-siapa, dia tidak terafiliasi dengan media lain, jadi
dia ikut menulis juga disitu. Jadi kami tidak membuat rubrik
khusus tapi kami terbuka untuk siapa pun yang mau menulis.
Beberapa liputan kita mengundang researcerher untuk terlibat di
dalam liputan data. Entah mereka sebagai penyuplai data atau
yang lain. Misalnya laporan khas soal nasi goreng, itu datanya
dari researcerher.
12. Bagaimana cara Beritagar untuk dekat dengan publik?
Ini pertanyaan yang sulit. Kita ada mesin untuk mendeteksi
trending di media sosial, tapi tidak tahu masih dipakai atau tidak.
Terus robot Petruk itu juga cari trending, terus kita juga ada
mesin monitoring media juga untuk melihat apa yang trending
170
dan apa yang publik bicarakan. Kalau cari atau pun survei minta
publik mau ngomongin apa atau mau berita apa, itu sih enggak.
Tapi kita ada mesin-mesin yang seperti itu untuk mencari apa sih
yang lagi dibahas. Karena ketika rapat redaksi pun
pertimbangannya adalah signifikan kah untuk pembaca? Penting
kah untuk pembaca?
Misalnya soal Setnov tabrak tiang listrik, itu kan tidak penting
untuk pembaca kita.
13. Bagaimana cara Beritagar menjalankan peran sebagai Smart
Aggregator?
Lewat Mr. Loper. Mr. Loper itu bagian dari Artificial Inteligence
Journalism, jadi implementasinya adalah itu. Lalu bagian dari
Machine Learning itu Robotorial. Kurasi itu bagian dari Machine
Learning juga, robot khusus untuk mengkurasi berita, itu
namanya NLP (Natural Language Processing).
14. Yang memberi link pada kata kunci atau berita terkait itu
wartawan atau robot?
Itu wartawannya, yang mengumpulkan link itu robot. Tapi ada
beberapa link yang kita kumpulkan sendiri.
15. Dokumen riset atau data dimasukan juga dalam berita?
Itu pasti. Apalagi kalau data pasti dimasukan.
Kebanyakan link bikin pusing
171
Aku memberi link kalau misalkan itu adalah parafrase atau
findings dari hasil riset atau kutipan seseorang yang dikutip
melalui media lain.
16. Apakah beritagar menyediakan forum untuk publik?
Kita punya Obsat, obsat itu setiap sebulan sekali dia bahas
berbagai isu yang hangat di bicarakan orang. Contohnya isu
ekonomi, atau hasil liputan kita tentang dangdut.
Kita juga beberapa kali ke kampus-kampus untuk membuat
forum diskusi ke teman-teman mahasiswa, memberi inside ke
teman-teman mahasiswa juga.
17. Bagaimana cara wartawan Beritagar untuk menjadi
panutan?
Kalau aku sendiri merasa apa yang aku tulis harus aku
pertanggungjawabkan ke publik. It’s some idealist, but it’s true.
Bahkan aku pun ketika nulis pilih-pilih narasumber. Apakah dia
Jokowi Centrist atau Oposisi Minded, itu juga harus
dipertimbangkan. Lalu pilih narasumber yang jelas, yang
kredibel. Lalu tidak melintir atau menyalah artikan omongan
narasumber. Kemudian coba kasih ruang untuk dua pihak atau
paling tidak kasih konteks ceritanya itu apa.
172
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti memaparkan analisis dari data dan
temuan penelitian mengenai Implementasi Delapan Peran
Jurnalisme di Era Internet pada Media Online Beritagar.id.
Analisis dilakukan dengan menjawab sejumlah pertanyaan
penelitian yaitu apakah Beritagar.id menjalankan delapan peran
jurnalisme di era internet yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom
Rosenstiel dan sejauhmana Beritagar.id menjalankan delapan
peran tersebut.
Pembahasan berkiblat pada temuan data—baik
wawancara maupun pengamatan—terhadap berita-berita dan
mekanisme redaksi yang dihubungkan dengan Delapan Peran
Wartawan di Era Internet yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom
Rosenstiel. Berikut hasil analisis tersebut:
A. Authenticator (Penyahih)
Transformasi media yang kini sedang terjadi di era digital
memunculkan sejumlah masalah baru terkait praktik jurnalisme.
Masalah pokok dalam jurnalisme di era internet bermula dari apa
yang disucikan di media online sebagai kecepatan.
Atas nama kecepatan, pageview dan aspek bisnis, acapkali
media online terjerembap menyampaikan informasi yang belum
final keberannya, belum lengkap datanya serta tidak berimbang
beritanya, sehingga kerap menimbulkan mispersepsi,
misinterpretas, bahkan menjurus pada berita bohong atau hoaks.
173
Era digital membuat publik harus menghadapi banjir informasi.
Peran penyahih menjadi amat penting.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam buku Blur:
Bagaimana Mengetahui Kebenaran di Era Banjir Informasi,
mengungkapkan publik membutuhkan pers untuk membantu
menyahihkan fakta yang benar dan dapat dipercaya. Meski kini
wartawan tidak lagi menjadi penyedia informasi tunggal, tapi
publik tetap memerlukan beberapa peran wartawan untuk
membedakan mana informasi yang bisa dipercaya dan beberapa
bukti, fakta dan data pendukung.
Menurut observasi penulis, Beritagar.id telah melakukan
beberapa cara untuk memastikan berita yang ditulis sesuai data
dan fakta, juga menambah bukti pendukung agar publik
memercayai berita yang dibuat. Dengan demikian penulis
berkesimpulan Beritagar.id telah menjalankan perannya sebagai
Authenticaror atau penyahih.
Cara pertama adalah memberitakan fakta yang lengkap.
Dalam praktik jurnalisme online di Indonesia, muncul frasa
“truth in the making”, dimana validasi sebuah pernyataan,
bantahan terhadap sebuah tuduhan, penelusuran kembali fakta
dan data yang menopang narasi sebuah berita, dimuat dalam
berita-berita yang berbeda waktu unggahannya. Praktik ini
muncul karena media online berlomba-lomba dalam hal
kecepatan mengabarkan berita.
174
Namun Beritagar.id, sebagai media yang berbasis data,
Aghnita Adzkia, menegaskan Beritagar.id tidak berkiblat pada
frasa truth in the making. “Tidak, kita sudah tidak main kecepatan
lagi, yang penting mendalam,” ujar Aghnia.
Aghnia mencontohkan, pada Debat Pilpres 2019 banyak
media massa yang memotong ucapan Jokowi dan Prabowo
dalam berita yang berbeda-beda. Namun Beritagar.id tidak
melakukan praktik seperti itu. Jika ucapan tersebut dalam satu
topik yang sama, Beritagar.id akan menggabungkan statement
kedua capres tersebut dalam satu tulisan kemudian dilengkapi
data. Dalam Debat Capres Jilid II itu, seperti gambar 4.1 yang
penulis tampilkan, Beritagar.id membuat live blog yang berisi 24
sub judul dengan berbagai topik yang menjadi pembahasan dalam
debat, baik yang dibahas Joko Widodo maupun Prabowo
Subianto.
Cara kedua adalah dengan disiplin verifikasi. Dalam
jurnalisme, kebenaran lebih dipahami sebagai sebuah proses
disiplin verifikasi, yakni sebuah proses disiplin untuk
menemukan, menyambung dan melakukan verifikasi terhadap
berbagai fakta dan data yang menjadi bahan pokok sebuah berita.
Salah satu upaya verifikasi dan memberi bukti pendukung
dilakukan Beritagar.id ketika Debat Calon Presiden Jilid II, 17
Februari 2019. Kala itu, capres nomor urut 1, Joko Widodo
(Jokowi) mengatakan tidak ada konflik agraria akibat
pembangunan infrastruktur di era pemerintahannya. Tak lama
175
setelah Jokowi mengucapkan hal itu, pada live blog
Beritagar.id—seperti pada gambar 4.2 yang penulis tampilkan di
Bab IV—sudah ada berita dan data dari Konsorsium Pembaruan
Agraria (KPA) yang menyebutkan bahwa ada 94 konflik akibat
pembangunan insrastruktur sepanjang tahun 2017.
Dalam berita itu, wartawan Beritagar.id berusaha
menemukan berbagai fakta dan data terkait pernyataan yang
diucapkan seseorang lalu melakukan verifikasi dan validasi ke
sumber-sumber tepercaya. Hal yang sulit dilakukan jika
wartawan hanya mengejar kecepatan tanpa mementingkan
verifikasi.
Pemimpin Redaksi Beritagar.id Dwi Setyo Irawanto
menegaskan, Beritagar.id tidak didesain untuk menjadi media
yang mengandalkan kecepatan. Pria yang akrab disapa Siba ini
pesimis Beritagar.id dapat bersaing dengan media-media yang
mengandalkan kecepatan. “Kalau misalnya kita harus melawan
kecepatan Detik, atau media-media yang memang mendesain
dirinya untuk menjadi media yang paling cepat, kita tidak
mungkin bisa mengejar,” ujar Sarjana Kehutanan Institute
Pertanian Bogor itu.
Beritagar.id didesain untuk menjadi media yang lengkap
dan komplit. Namun bukan berarti Beritagar.id ingin menahan
berita untuk sampai ke publik dalam waktu cepat, Beritagar.id
ingin setiap berita yang sampai ke publik memiliki data yang
176
lengkap, menjawab pertanyaan how and why, dan memiliki
banyak perspektif
Untuk menjamin berita yang dibuat mempunyai sajian
fakta dan data yang lengkap, Beritagar.id menetapkan standar
minimal jumlah kata dan sub judul. Standar minimal untuk berita
harian 500 kata. Untuk artikel data bisa mencapai lebih dari 1000
kata. Untuk berita indepth atau laporan mendalam, biasanya
terdiri dari 1200 kata, seperti pada rubrik Laporan Khas. Untuk
laporan harian minimal ada satu sub judul tambahan di dalam
satu berita.
Grafik 5.1
Jumlah Kata dalam Berita Harian
Sumber: Berita Beritagar.id yang dihitung melalui
http://id.wordcounter360.com/
14 Anggota KPPS Wafat Saat Bertugas
(871 kata)
Double Double Track Dicoba, Penumpang Mengeluh
(639 kata)
Saat Kebakaran Melanda Gereja Notre Dame dan Kompleks Masjid
Al-Aqsa
(673 kata)
Kebakaran Sempat Ganggu Terminal Domestik Bandara Ngurah Rai
(546 kata)
Jumlah Kata dalam Berita Harian
177
Grafik 5.2
Jumlah Kata dalam Lokadata
Sumber: Berita Beritagar.id yang dihitung melalui
http://id.wordcounter360.com/
Problem di Balik Pergantian Antar Waktu Anggota DPR
(830 kata)
Penuhi Gizi Ibu Hamil untuk Selamatkan Bayi
(853 kata)
Menakar Kesanggupan Soekarno-Hatta Melayani Dunia
(764 kata)
Pemilu Paling Mencengangkan di Dunia dan Pujian Pemantau Asing
(735 kata)
Jumlah Kata dalam Rubrik Lokadata
178
Grafik 5.3
Jumlah Kata dalam Laporan Khas
Sumber: Berita Beritagar.id yang dihitung melalui
http://id.wordcounter360.com/
Sistem keredaksian di Beritagar.id memang
memungkinkan untuk membuat berita yang lengkap karena
dalam sehari Beritagar.id hanya memproduksi 60-65 berita, itu
pun sebagian dihasilkan oleh teknologi, bukan manusia. Tim
redaksi terdiri dari tim penulis, tim visual dan tim video. Jumlah
personil tim penulis—di luar tim visual dan tim video—terdiri
dari 13-14 orang.
Guna memastikan berita dan data yang ditulis benar-benar
valid, Beritagar.id tidak menetapkan deadline tertentu.. Pada
Deraan Stigma dan Diskriminasi Pengidap TBC
(1563 kata)
Jakarta yang Tak Ramah Bagi Petani Kota
(1226 kata)
Suara Rakyat Kecil Bagi Pemimpin Terpilih
(1171 kata)
Konservasi Si Monyet Selfie dan Kawanannya
(1135 kata)
Jumlah Kata dalam Laporan Khas
179
breaking news pun, Beritagar.id selalu mengusahakan informasi
yang disampaikan tetap dilengkapi data atau informasi yang
lengkap. Kalau pun belum ada data, maka siasat yang dilakukan
Beritagar.id agar berita yang dimuat tetap lengkap dan terpercaya
adalah dengan menambahkan narasumber atau berbagai macam
rujukan lain dalam satu berita. Untuk berita yang tidak
mengandalkan kecepatan, Beritagar.id berusa ha mencari angle
lain yang berbeda dari suatu peristiwa dan menambahkan data.
Seperti berita berjudul “Kebakaran Sempat Ganggu
Terminal Domestik Bandara Ngurah Rai” yang dapat dilihat pada
gambar 4.3 dan gambar 4.4 di bab IV. Selain menuliskan
kronologi dan dampak peristiwa kebakaran yang terjadi di
terminal keberangkatan domestik Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Beritagar.id juga menjabarkan tentang Bandara I Gusti Ngurah
Rai sebagai pintu masuk penumpang internasional dan
menjabarkan statistik jumlah penumpang angkutan udara
internasional yang masuk melalui beberapa bandara internasional
di Indonesia. Informasi itu dibutuhkan agar publik memahami
dampak luas yang ditimbulkan kebakaran, bukan hanya pada
operasional bandara, namun juga terganggunya lalu luntas
penumpang dari dan menuju Indonesia, khususnya melalui Bali.
Namun, meskipun sudah menerapkan disiplin verifikasi
yang ketat, juga menetapkan beberapa kriteria khusus untuk
menyajikan berita yang lengkap, Beritagar.id pun pernah keliru
dalam menulis berita. Untuk itu mereka menetapkan mekanisme
ralat dan update dalam proses keradaksian.
180
Seperti pada berita soal kebakaran kapal Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disebutkan di
berbagai media bahwa kapal BPPT ikut terbakar dalam insiden
kebakaran di Muara Baru pada 23 Februari 2019. Karena
menggunakan metode kurasi dari berbagai media online,
Beritagar.id pun ikut menuliskan berita tersebut. Pada berita
berjudul “Puluhan Kapal Nelayan Terbakar di Muara Angke”,
seperti gambar 4.5 yang penulis tampilkan di bab IV, Beritagar.id
menulis sub judul Kapal BPPT Ikut Terbakar. Tak lama
kemudian pihak BPPT menelepon dan memberikan klarifikasi
pada redaksi Beritagar, mereka pun mengubah sub judul itu
menjadi Kapal BBPT Nyaris Terbakar. Teknis ralat dan update
yang dilakukan Beritagar.id adalah dengan mengubah narasi di
badan berita dan memberikan catatan redaksi di akhir berita.
Catatan redaksi ditulis sebagai informasi bahwa berita itu
telah mengalami proses pengeditan dan penulisan kembali berita
yang benar. Catatan redaksi itu tertulis:
Catatan redaksi: Artikel mengalami perubahan pada judul dan
badan tulisan yang merujuk klarifikasi BPPT terkait kapalnya
yang tidak ikut terbakar. Pembaruan dilakukan Minggu
(25/2/2019), pukul 21.21 WIB.
B. Sense Maker (Penuntun Akal)
Teknologi digital yang melahirkan jurnalisme
digital/online telah membawa banyak perubahan di jagat media
dan jurnalisme. Selain berdampak pada hal teknis, dampak yang
181
lebih mengkhawatirkan adalah penurunan kualitas mutu
jurnalisme dalam platform online.
Penurunan kualitas mutu jurnalisme di era digital berawal
dari apa yang disucikan di media online sebagai kecepatan
menyampaikan informasi. Atas nama kecepatan, pageview dan
aspek bisnis, acapkali media online terjelembab menyampaikan
informasi yang belum final keberannya, belum lengkap datanya
dan tidak berimbang sehingga kerap menimbulkan mis-persepsi,
mis-interpretasi makna, bahkan menjurus pada berita bohong atau
hoaks. Peran penuntun akal menjadi kian penting.
Peran penuntun akal erat kaitannya dengan upaya
membangun makna dalam sebuah berita. Upaya membangun
makna amat penting terlebih dalam pemberitaan politik. Ada
jebakan lain bagi wartawan yang disebut peristiwa semu atau
pseudo-event, seperti konfrensi pers, wawancara dan sejenisnya,
yang terjadi adalah politisi atau selebriti tertentu yang ingin
membuat pernyataan dan klaim--biasanya dengan motif
tersendiri--yang tujuan utamanya adalah publisitas.
Pemimpin Redaksi Beritagar.id, Dwi Setyo Irawanto
menegaskan media yang dipimpinnya itu tidak memberi bobot
pada klaim. Hal yang menjadi pertimbangan utama dalam news
value Beritagar.id adalah magnitude, seberapa besar pengaruh
suatu peristiwa bagi publik. “Kita tidak melihat kekuatan news
value itu dari statement. Event, statement itu datang dari tokoh
publik. Kebetulan kita punya kemewahan sedikit, untuk tidak
182
sekedar mengejar pembaca yang banyak,” ujar lelaki kelahiran
Pati, 21 Maret 1966 ini.
Menurut Bill Kovach, jurnalisme sangat cocok
memainkan peran penuntun akal untuk meletakan informasi pada
konteks dan mencari kaitannya hingga pembaca dapat
memutuskan apa makna berita itu bagi kita. Konteks berguna
untuk memberi audiens informasi tambahan yang
melatarbelakangi sebuah peristiwa atau isu pemberitaan. Ragam
konteks bisa berupa konteks politik, ekonomi, sejarah, budaya,
hukum atau hal lain yang bisa membantu audiens memahami isu
yang diberitakan.
Sebagai media yang mengembangkan longform
journalism, Beritagar.id berusaha meletakan setiap informasi
pada konteksnya. Seperti pada saat Pemilihan Presiden (Pilpres)
2019, kedua pasangan calon presiden, Joko Widodo dan Prabowo
Subianto, sama-sama mengeklaim kemenangan versi masing-
masing. Joko Widodo mengeklaim kemenangan versi hitung
cepat (quick count) beberapa lembaga survei, sedangkan Prabowo
Subianto mengeklaim kemengan versi hitung cepat (quick count)
dan exit-poll lembaga internal.
Seperti terlihat pada gambar 4.6 dan 4.7, dalam
memberitakan klaim kemenangan kedua capres tersebut,
Beritagar.id membangun konteks dengan menjabarkan klaim
kemengan itu secara kronologis, lalu diperkaya (enrichment)
infografik perolehan suara sementara para capres versi Kawal
183
Pemilu dan Real Count Situng KPU. Selain itu, Beritagar.id juga
memuat pendapat mengenai klaim kemenangan dari semua pihak
terkait seperti Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo -
Ma’ruf Amin, Badan Pemenangan Nasioanal (BPN) Prabowo
Subianto – Sandiaga Uno serta dari Komisi Pemilihan Umum.
Cara demikian sesuai esensi penuntun akal yang bukan
sekadar komentator atau interpreter, ia harus memberikan
konteks pada setiap berita yang dibuatnya. Menurut Bill Kovach
dan Tom Rosenstiel, penuntun akal bersifat mendalam, dengan
pencarian fakta dan informasi yang menjadikan semua saling
terkait. Termasuk mencari informasi yang menjelaskan kenapa
dan bagaimana sesuatu terjadi.
Selain meletakkan informasi pada konteks, Bill Kovach
menjelaskan, untuk menjalankan peran penuntun akal, wartawan
harus mencari informasi yang bernilai—tak hanya baru—dan
menyajikannya dengan cara yang bisa dipahami sendiri oleh
pembaca.
Beritagar.id tidak memberi ruang pada statement yang
tidak bernilai. Jurnalis Data Beritagar.id, Aghnia Adzkia
mengungkapkan, “Berita di Beritagar.id itu tidak ada omongan
politisi terus digabungkan, dibentrokan, terus dibuat propaganda,
lalu dibuat space atau diberi panggung ke mereka untuk saling
tuduh, adu mulut, tanpa ada maknanya, tanpa ada intinya, jadi
malah not sense. Jadi beritanya tidak berbobot. Kalau bahasa
wartawan itu namanya talking news,” ujar Aghnia.
184
Misalnya, perihal pesan anti Golput yang disampaikan
Menristekdikti saat Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-24
(21/2/2019). Mensistekdikti bilang; “Jangan coblos dua, coblos
satu saja.” Detik.com memuat ucapan Menristekdikti itu dengan
judul “Pesan Anti Golput Menristekdikti: Jangan Coblos Dua,
Coblos Satu Saja”. Detik.com lalu meminta pendapat ke tim
kampanye Prabowo Subianto dan membuat berita yang justru
menyudutkan (Lihat gambar 4.8 dan gambar 4.9). Warta
Ekonomi bahkan menulis judul yang profokatif, “Waduh!
Menristekdikti Bilang Jangan Coblos 2, Satu Saja” (Lihat gambar
4.10).
Menurut Aghnia, judul itu sangat klikbait, karena
kalimat “coblos satu” diarahkan ke pasangan capres nomor urut
satu (Joko Widodo) dan dua itu diarahkan ke pasangan capres
nomor urut dua (Prabowo Subianto). Padahal yang dimaksud
Menristekdikti adalah jangan coblos dua kanditat karena
membuat suara tidak sah (golput). Coblos satu kandisat saja.
Untuk menjadikan peristiwa politik ini menjadi bernilai,
Beritagar.id menjelaskan fenomena Golongan Putih (Golput)
dengan melihat data Golput di seluruh dunia dan menganalisis
bagaimana trennya (Lihat gambar 4.11 dan gambar 4.12).
Luwi Ishwara, Wartawan Senior Harian Kompas, dalam
buku Catatan-catatan Jurnalisme Dasar menjelaskan wartawan
kini bertugas membawa pembaca masuk ke dalam dunia makna
yang lebih luas, tidak terbatas pada tempat dan waktu kejadian
185
peristiwa. Wartawan sekarang tidak lagi hanya menceritakan
kepada pembaca mengenai apa yang terjadi saja (here’s what
happened). Dia juga harus bisa memberi arti (here’s what it
means), dan apa yang dapat dilakukan oleh pembaca (here’s what
you can do about it). Beritagar.id tidak hanya menceritakan apa
yang terjadi, tetapi juga memberikan arti dan memberi tahu
tindakan yang dapat dilakukan pembaca.
Hal ini terlihat dari artikel berjudul “Penderita Skizofrenia
Melonjak, Pemasungan Masih Mengancam” yang ditulis oleh
Aghnia Adzkia—berita itu dapat dilihat pada gambar 4.13. Basis
data artikel tersebut bersumber dari Riset Kesehatan Dasar tahun
2018 yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
Republik Indonesia. Dalam data tersebut, ada temuan bahwa Bali
dan Jogja menjadi provinsi tertinggi angka penderita skizofrenia.
Namun temuan data itu tidak serta merta ditulis oleh Aghnia
dengan narasi Bali dan Jogja menjadi provinsi yang paling
skizofrenik atau wilayah yang paling banyak penderita
skozofrenia.
Untuk menjelaskan arti dari data tersebut, Aghnia lalu
mewawancarai narasumber yang mengerti konteks itu,
narasumber tersebut mengartikan bahwa angka yang banyak
ditemukan penderita skizofrenia di dua wilayah tersebut itu
karena masyarakatnya sudah paham atau sudah pernah mengikuti
program pengetahuan tentang skizofrenia. Jadi ketika ditanya
apakah ada keluarga yang menderita skizofrenia mereka akan
bilang ‘iya’ karena mereka tahu. Sementara daerah lain yang
186
masyarakatnya belum diberi edukasi tentang skizofrenia, bisa jadi
mereka tidak tahu dan ketika di survei mereka akan menjawab
tidak ada penderita skizofrenia.
Dalam berita itu juga, Beritagar.id memberitahu apa yang
dapat dilakukan oleh pembaca (here’s what you can do about it).
Beritagar.id mengimbau masyarakat yang mengalami perubahan
perilaku, pikir, dan perasaan segera berobat ke dokter untuk
mengetahui jenis penyakitnya. Beritagar.id pun menjelaskan,
masyarakat tak perlu ragu akan biaya karena Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS) dapat
membayar biaya pengobatan gangguan jiwa.
Dari penjabaran bukti-bukti tersebut, penulis
menyimpulkan Beritagar.id telah menjalankan perannya sebagai
penununtun akal.
C. Investigator (Penyelidik)
Jurnalisme yang berkualitas adalah jantung dari
demokrasi. Pun sebaliknya, jurnalisme yang penuh propaganda,
informasi yang belum jelas kebenarannya—atau bahkan
informasi palsu—serta minim makna, hanya akan merusak
demokrasi.
Laporan tajam seorang wartawan yang bertujuan
membuat dunia menjadi lebih baik adalah sebuah sentral bagi
demokrasi. Joseph Pulitzer, penggagas sekolah jurnalisme di
Universitas Columbia, mengatakan ketakutan seseorang akan
dibongkar oleh surat kabar—dibanding oleh hukum, moral, atau
187
undang-undang—telah mencegah berbagai kejahatan dan
tindakan tidak bermoral. Laporan tajam wartawan terwujud
dalam liputan investigasi.
Beritagar.id memang tidak menyediakan rubrik khusus
untuk liputan investigasi. Pemimpin Redaksi Beritagar.id Dwi
Setyo Irawanto mengakui bahwa medianya belum memiliki
kemampuan untuk melakukan investigasi seperti menjawab
persoalan-persoalan publik yang cukup besar. “Misalnya, untuk
menjawab pertanyaan publik, “Kenapa sih PLN blackout? Apa
yang sebenarnya terjadi?” Itu saja kita tidak mampu jawab,” kata
pria yang mengawali karier sebagai reporter Majalah Tempo ini.
Namun, beberapa kali jurnalis Beritagar.id menjalankan
untuk menjakankan kerja jurnalisme watchdog. Jurnalisme
watchdog atau jurnalisme anjing penjaga adalah istilah yang
disematkan Bill Kovach untuk jurnalis yang menjadi investigator
publik. Jurnalisme yang mengekspos apa yang disembunyikan
atau dirahasiakan menjadi begitu penting dan esensial di
pemerintahan demokratik.
Dalam buku Jurnalisme Investigasi, Setiawan Santana
mendefinisikan jurnalisme watchdog sebagai: (1) penyelidikan
independen oleh pers mengenai kegiatan pemerintah, bisnis dan
lembaga publik, (2) dengan cara mendokumentasikan,
menanyakan dan menginvestigasikan kegiatan mereka, (3) untuk
memberikan informasi pada masyarakat dan pejabat mengenai isu
yang sedang menjadi keprihatinan masyarakat. Bill Kovach
188
menyebut watchdog sebagai jurnalis yang “membantu yang
menderita dan membuat yang mapan menderita”.
Penyelidikan independen oleh Beritagar.id mengenai
kegiatan pemerintah, bisnis dan lembaga publik tersaji dalam
liputan “Aliran Dana Gelap Bisnis Sawit Selama Hampir 3
Dekade”. Seperti terlihat pada gambar 4.15, liputan ini
mendokumentasikan, menanyakan dan menginvestigasi aliran
keuangan gelap yang terjadi dalam bisnis eskpor-impor sawit.
Praktik gelap itu terindikasi lewat aliran keuangan gelap (illicit
financial flows) yang berhubungan langsung dengan upaya
pengelakan pajak dan penghindaran pajak yang mengakibatkan
potensi kehilangan penerimaan pajak Indonesia dalam kurun
waktu 1989-2017 mencapai $11,1 miliar AS atau setara kira-kira
Rp155,4 triliun. Laporan ini ‘menyentil’ pemerintah selaku
pembuat kebijakan, Direktoran Jendral Pajak selaku pengawas
perpajakan dan juga pelaku eskpor-impor sawit.
Contoh investigasi lainnya yang dilakukan wartawan
Beritagar.id tersaji dalam liputan “Salah Urus Dana Otsus” yang
menjerat eks Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Seperti terlihat pada
gambar 4.16 dan 4.17, demi mendalami proyek-proyek yang
diduga terbengkalai karena korupsi yang dilakukan Irwandi
Yusuf, tim Beritagar.id diterbangkan langsung ke Aceh untuk
menyelidikinya. Mereka antara lain mengunjungi Pabrik Kerupuk
Kulit Aceh milik Pemerintah Provinsi Aceh yang terbengkalain
itu, juga menemui pejabat-pejabat terkait yang bertanggung
189
jawab terhadap kelangsungan proyek tersebut, serta akademisi
dan masyarakat Aceh.
Liputan invesitigasi lainnya, yang bertujuan untuk
memberikan informasi pada masyarakat dan pejabat mengenai isu
yang sedang menjadi keprihatinan masyarakat, tersaji dalam
liputan investigasi soal mafia pengaturan skor di Liga Sepakbola
Indonesia. Dapat dilihat pada gambar 4.18.
Ketika akhir 2018 publik dihebohkan dengan
terbongkarnya kasus pengaturan skor yang dilakukan oleh mafia
sepakbola di Indonesia. Untuk menginvestigasi kasus itu,
Beritagar.id menugaskan lima orang wartawan hingga
menghasilkan tiga liputan investigasi: Patgulipat Pengaturan
Skor; Bisikan yang Menjebak dan Kode dari Pinggir Lapangan;
serta Cerita di Balik Kegagalan PSM.
Ada pula liputan investigasi perihal plagiarisme yang
diduga dilakukan Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes),
Fathur Rokhman yang kala itu menjadi perhatian masyarakat
Indonesia. Liputan investigasi yang dilakukan wartawan
Beritagar.id menghasilkan empat laporan, diantaranya: Benarkah
Rektor Unnes memplagiat?; Bukti Pamungkas yang Terempas;
Rektor Unnes, Fathur: Dulu Mereka Mahasiswa Saya; Anggota
Tim EKA: Itu Tergolong Penjiplakan. Dapat dilihat pada gambar
4.19.
Meski tidak membuat rubrik khusus untuk liputan
investigasi, namun, merujuk pada pengertian jurnalisme
190
watchdog yang dikemukakan oleh Setiawan Santana dalam buku
Jurnalisme Investigasi: (1) penyelidikan independen oleh pers
mengenai kegiatan pemerintah, bisnis dan lembaga publik; (2)
dengan cara mendokumentasikan, menanyakan dan
menginvestigasikan kegiatan mereka; (3) untuk memberikan
informasi pada masyarakat dan pejabat mengenai isu yang sedang
menjadi keprihatinan masyarakat, maka peneliti berkesimpulan
Beritagar.id telah menjalankan fungsinya sebagai jurnalisme
watchdog hingga dapat disebut sebagai investigator atau
penyelidik.
Rubrik Laporan Khas memang tidak didesain khusus
untuk liputan investigasi. Ruang lingkup yang dibahas dalam
Laporan Khas amat luas. Namun, Dwi Setyo Irawanto
mengungkapkan, kelak media yang dipimpinnya akan
mengembangkan liputan-liputan investigasi. Ia mengakui untuk
saat ini Beritagar.id masih perlu belajar banyak tentang liputan
investigasi. “Mungkin kelak (melakukan liputan investigasi), saat
kita sudah belajar banyak. Saat ini kita masih belum belajar
banyak,” kata mantan Redaktur Majalah Tempo ini.
Isu-isu yang dibahas dalam Laporan Khas tidak melulu
membahas sebuah persoalan yang dianggap memiliki
kejanggalan. Laporan Khas adalah rubrik yang memiliki
kemewahan untuk menerjemahkan visi Beritagar.id, yakni
“Merawat Indonesia”. Visi itu berusaha diwujudkan dengan
memberi ruang pada hal-hal yang sifatnya memperkaya khasanah
kearifan lokal.
191
Contohnya dalam liputan bertajuk “Agama ke-7”. Liputan
ini hadir kala perdebatan tentang boleh atau tidaknya penganut
kepercayaan mengosongkan kolom agama di Kartu Tanda
Penduduk (KTP). Melalui liputan ini, Beritagar.id seolah ingin
membuka khasanah pengetahuan publik bahwa di Indonesia—di
luar enam kepercayaan yang diakui pemerintah—ada banyak
aliran kepercayaan yang sudah lama ada dan luput dari perhatian
publik. Total ada 10 liputan Beritagar.id yang membahas
berbagai macam aliran kepercayaan yang ada di Indonesia,
masing-masing:
1. Malesung: Mendengar Petuah Leluhur Lewat
Pakampetan;
2. Sapta Darma: Menyebarkan Ajaran Lewat Penyembuhan;
3. Sumarah: Bukan Agama Hanya Bertuhan;
4. Penghayat Budi Daya: 10 Wangsit dari Tepi Sungai
Cileuleuy;
5. Selam Sunda Wiwitan: Penerus Nabi Adam di Banten
Selatan;
6. Ugamo Malim: Daun Pahit Menjelang Tahun Baru Batak;
7. Towani Tolotang: Perjuangan Panjang Penghayat dari
Mamasa;
8. Kaharingan: Manusia Suci dari Alam Sangiang;
9. Marapu: Membaca Isyarat Langit Lewat Hati Binatang;
10. Nuaulu: Bertahan Mengagungkan Anahatana dan Upu
Ama.
192
Visi “Merawat Indonesia” juga nampak dalam liputan
bertajuk “Cengkeraman Naga di Celebes”. Liputan ini hadir kala
narasi-narasi rasial anti-Tiongkok menjadi perbincangan publik.
Melalui liputan ini, Beritagar.id ingin memperkaya perspektif
publik tentang tenaga kerja Tiongkok di Indonesia agar tidak
selalu dipandang dari sisi negatif. Liputan itu menghasilkan enam
liputan mendalam, yaitu:
1. Nikel dalam Keseharian;
2. Saat Tenaga Kerja Cina Kesemsem Gadis Konawe;
3. Serbuan Pekerja Tiongkok di Bumi Konawe;
4. Hantu Anti-Tiongkok di Sulawesi;
5. Menadah Cuan dari Tiongkok;
6. Kapital Tiongkok di Ketiak Sulawesi.
D. Witness Bearer (Penyaksi)
Ada banyak hal di dalam masyarakat dan pemerintah yang
perlu diawasi, diamati dan diteliti. Penyalahgunaan dan
pelanggaran hanya bisa diungkap jika pers muncul, mengada
disana. Kehadiran pers memberi pesan kepada penguasa bahwa
mereka diawasi.
Jika sumber dayanya tak memungkinkan, pers harus
memanfaatkan jaringan teknologi dan penjaga pintu publik untuk
memastikan pengawasan berjalan.
Namun, karena memiliki keterbatasan sumber daya
manusia, Beritagar.id tidak selalu bisa menerjunkan wartawannya
pada setiap peristiwa. Karena itu, Beritagar.id berupaya
193
memaksimalkan teknologi untuk mengamati dan meneliti
berbagai informasi yang terjadi di masyarakat.
Pemimpin Redaksi Beritagar.id, Dwi Setyo Irawanto
mengungkapkan setiap harinya Beritagar.id memproduksi sekitar
60-65 berita, termasuk berita yang ditulis oleh robot. Tim redaksi
yang dikhususkan untuk melakukan reportase sekitar 13-14
orang.
Jurnalis data yang juga anggota Sidang Redaksi
Beritagar.id, Aghnia Adzkia menambahkan, karena sumber daya
yang terbatas, tidak semua isu bisa ditangani sendiri oleh tim
redaksi. Karena itu, Beritagar.id menggunakan sistem kurasi
yang dilakukan oleh robot.
Beritagar.id dapat disebut sebagai media pertama di
Indonesia yang memanfaatkan teknologi dalam mengumpulkan
dan menganalisis berbagai konten pemberitaan. Teknologi itu
dinamakan Computer Assisted Reporting. Teknologi itu bekerja
layaknya “Robot”, ia bertugas mengumpulkan, merangkum, dan
menganalisis beragam konten di internet untuk membantu kerja
tim redaksi. Cara kerjanya, robot ini dapat menyajikan hasil
pencarian dalam bentuk draft tulisan yang terstruktur, memenuhi
kriteria 5W+1H atau minimal 3W+1H, dan memberikan tautan
balik ke setiap sumbernya.
Tim redaksi berperan editor dan kurator dalam memilah
konten yang dikumpulkan dan ditulis robot lalu menyusunnya
menjadi sebuah berita yang lengkap. Selain itu, redaksi juga
194
berperan memberikan perspektif dalam konten dan memeriksa
kembali data yang terkumpul.
Seperti pada berita berjudul “Jakarta Banjir, 2.370 Warga
Mengungsi”, jumlah korban jiwa, identitas salah satu korban dan
informasi lainnya didapatkan bukan dari wartawan Beritagar.id
yang terjun langsung ke lapangan, tetapi dari informasi yang
dikumpulkan oleh robot. Informasi yang dikumpulkan robot itu
kemudian disusun oleh redaksi yang bertugas membangun narasi
dan menambahkan perspektif.
Seperti terlihat dari data pada gambar 4.20 bab IV,
informasi yang berasal dari media lain ditandai dengan teks yang
berwarna biru. Bila teks tersebut diklik, maka pembaca akan
diarahkan ke media yang merilis informasi itu. Berikut ini
kumpulan tautan yang menjadi bahan dalam penyusunan berita
tersebut:
Jumlah korban jiwa yang meninggal akibat banjir di
DKI Jakarta bersumber dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190426162640-20-
389937/dua-warga-tewas-akibat-banjir-di-jakarta?
Identitas salah satu korban yang meninggal dunia
bersumber dari
https://www.antaranews.com/berita/846010/korban-tewas-
banjir-kebon-baru-merupakan-petugas-angkut-sampah
Imbauan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, agar
warga DKI Jakarta tidak mengambil barang di sungai dan
mengutamakan keselamatan dikutip dari
195
https://www.antaranews.com/berita/846268/anies-melayat-
korban-terseret-arus-saat-banjir-di-kebon-baru
Keluhan pengungsi warga Rawajati tentang kurangnya
bantuan bagi para pengungsi dikutip dari
https://www.antaranews.com/berita/846938/korban-banjir-
rawajati-belum-terima-bantuan-pemerintah-secara-maksimal
Meskipun sebagian berita yang diterbitkan Beritagar.id
dibuat atau dibantu oleh robot, namun untuk berita mendalam
(indepth reporting) yang ada dalam rubrik Laporan Khas,
Beritagar.id memiliki aturan yang ketat. Selain tetap dibantu
robot dalam proses liputannya, rubrik Laporan Khas tetap
mengharuskan wartawannya untuk terjun ke lapangan dan
menuntut campur tangan yang dominan dari wartawan dalam
proses pembuatan laporannya. “Kalau wartawan yang turun ke
lapangan masih ada. Laporan khas wartawannya semua turun ke
lapangan,” ungkap Aghnia Adzkia, jurnalis data Beritagar.id.
Misalnya, dalam laporan bertajuk “Salah Urus Dana
Otsus” (Lihat gambar 4.21), Beritagar.id menurunkan dua orang
wartawan untuk terjun langsung ke Aceh dan menelusuri kasus
dugaan suap pengalokasian Dana Otonomi Khusus Aceh
(DOKA) atau kerap disebut juga Dana Otonomi Khusus (Dana
Otsus) yang dilakukan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Mereka
antara lain mengunjungi Pabrik Kerupuk Kulit Aceh milik
Pemerintah Provinsi Aceh yang terbengkalain itu, juga menemui
pejabat-pejabat terkait yang bertanggung jawab terhadap
kelangsungan proyek tersebut, serta akademisi dan masyarakat
Aceh.
196
Kehadiran pers mengisyaratkan bahwa fungsi pengawasan
tengah berjalan. Bill Kovach mengungkapkan, ada hal tertentu di
dalam komunitas masyarakat dan juga pemerintah yang perlu
diawasi, diamati dan diteliti. Penyalahgunaan dan pelanggaran
bisa diungkap jika pers muncul, mengada disana. Langkah
penting yang mesti dilakukan pers adalah mengenali tempat yang
mesti diawasi dan hadir disana.
Rubrik Laporan Khas memang memiliki keistimewaan
sendiri. Pemimpin Redaksi Beritagar, Dwi Setyo Irawanto,
menjelaskan bahwa Laporan Khas didesain sebagai laporan
mendalam. “Sifatnya indepth report, yang menyertakan observasi
yang cukup, reportase yang baik, deskripsi yang benar, memakai
kutipan-kutipan dari para pemain, artinya pelaku utama,” ujarnya.
Pelaku utama yang dimaksud Siba adalah orang yang
mengalami langsung kejadian--bisa pelakunya, bisa korbanya.
Saksi, polisi dan pengamat bukanlah pelaku utama. Hal inilah
yang—menurut penulis—membuat Beritagar.id amat ideal
disebut penyaksi. Bill Kovach menjelaskan, ketika
mengalokasikan sumber daya, kita tak sekadar menghadirkan
saksi lain atas kejadian yang sedang hangat diperdebatkan,
dimana pers tak sekadar menumpuk komoditas omongan yang
bisa didapat dari mana saja. Omongan saksi, polisi, apalagi
pengamat, bisa didapat dari mana saja. Namun omongan pelaku
utama hanya bisa didapat jika pers bertanya langsung pada pelaku
utama, pers harus mengada disana.
197
Fakta bahwa Beritagar.id telah memanfaatkan jaringan
teknologi untuk menjalankan peran penyaksi, dan menerjunkan
wartawan untuk menggali informasi dari pelaku utama, maka
peneliti berkesimpulan bahwa Beritagar.id telah menjalankan
perannya sebagai witness bearer atau penyaksi.
E. Empowerer (Pemberdaya)
Isu yang lebih mendesak dalam jurnalisme online adalah
bagaimana jurnalisme berubah untuk menjaga nilai-nilai di era
baru. Dalam buku Blur: Bagaimana Mengetahui Kebenaran di
Era Banjir Informasi, Kovach dan Rosenstiel menegaskan bahwa
jurnalisme mesti berubah dari sekadar sebuah produk—berita
atau agenda media—menjadi pelayanan yang lebih bisa
menjawab pertanyaan konsumen, menawarkan sumber daya,
menyediakan alat. Pada tingkat ini, jurnalisme harus berubah dari
sekadar menggurui—mengatakan publik apa yang mereka perlu
tahu—menjadi dialog publik. Wartawan bertugas
menginformasikan dan memfasilitasi diskusi.
Dalam menalankan peran sebagai pemberaya, media
harus memberi alat yang memungkinkan warga untuk berperan
aktif dalam proses pemberitaan, bukan hanya sebagai pembaca.
Menurut Kovach dan Rosenstiel, ini adalah pemberdayaan timbal
balik. Warga diperdayakan untuk membagi pengalaman dan
pengetahuan yang informatif pada wartawan. Para wartawan
diberdayakan untuk mengejar pengalaman dan keahlian di luar
keahlian mereka.
198
Salah satu bukti Beritagar.id dalam menawarkan sumber
daya dan menyediakan alat untuk berkolaborasi tersaji dalam
liputan mengenai Panas Gurih Nasi Goreng yang dimuat dalam
rubrik Edisi Khusus (Lihat gambar 4.22). Liputan mendalam itu
berisi sembilan sub judul yang mengulas cerita dan ragam jenis
nasi goreng di Indonesia.
Tema ini bermula dari riset pakar Kuliner Universitas
Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof. Murdijati Gardjito, yang
mengundang Beritagar.id untuk menghadiri seminar hasil
penelitian tentang nasi goreng. Beritagar.id pun menugaskan
sumber daya yang dimilikinya untuk mengolah data riset itu
menjadi sebuah berita. Beritagar.id pun menyediakan alat atau
fasilitas bagi liputan kolaboratif itu melalui kanal Laporan Khas,
mengolahnya menjadi visual yang melalui infografik, bahkan
mengadakan forum diskusi melalui Obsat untuk memperdalam
perspektif tentang nasi goreng tersebut.
Dari sebuah jurnal kuliner, lahirlah edisi khusus “Panas
Gurih Nasi Goreng” yang berisi sembilan sub judul yang
mengulik sisi sejarah dan perkembangannya, serta kandungan
gizi yang terkandung dalam setiap nasi goreng khas berbagai
daerah. Redaksi Beritagar.id juga mengunjungi langsung warung
nasi goreng yang dianggap melegenda di Bandung dan Jakarta
untuk mendalami cita rasa dan sejarah nasi goreng di warung
tersebut.
199
Meskipun tidak menyediakan kanal khusus untuk berita
dari publik, namun Beritagar.id memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada publik untuk berbagi berita dan diterbitkan
melalui laman Beritagar.id. Hal itu diungkapkan Aghnia Adzkia,
anggota Sidang Redaksi Beritagar.id. “Kanal sendiri untuk citizen
journalism sih tidak ada, tapi kami membuka kesempatan untuk
orang biasa untuk menulis di Beritagar.id,” ungkap Sarjana Ilmu
Politik, Universitas Gadjah Mada ini.
Seperti pada berita bertajuk “Pengalaman Menonton
Langsung Pernikahan Harry dan Markle di Windsor” (Lihat
gambar 4.22). Berita itu ditulis oleh Wisnu Prayetya Utomo.
Ketika itu, ia sedang kuliah di Inggris dan menyaksikan secara
langsung pernikahan Prince Harry dan Meghan Markle, Wisnu
melihat ada gelandangan-gelandangan yang diusir di dekat Kastil
Windsor. Wisnu lalu menuliskan peristiwa itu lalu mengirimnya
ke Beritagar. Wisnu tidak memiliki ikatan dengan Beritagar, juga
tidak terafiliasi dengan media lain.
Ignatius Haryanto dalam buku Catatan-catatan Jurnalisme
Dasar menuliskan jurnalisme saat ini harus lebih proaktif dan
kreatif untuk menciptakan konten-konten baru. Konten semacam
ini harus makin mendekatkan media dengan konsumennya dan
juga harus memberi ruang kepada konsumen untuk ikut
berpartisipasi. Kedekatan media dengan konsumen adalah kunci
di era digital. Keberjarakan media dengan konsumen hanya akan
menjatuhkan media itu secara perlahan.
200
Aghnia sendiri mengakui bahwa pertanyaan ‘Bagaimana
cara Beritagar.id untuk dekat dengan publik?’ adalah pertanyaan
yang sulit dijawab. Pasalnya Beritagar.id adalah media yang
begitu memaksimalkan peran teknologi dalam proses produksi
suatu berita sehingga minim interaksi langsung antara media
dengan warga. “Ini pertanyaan yang sulit. Kita ada mesin untuk
mendeteksi trending di media sosial. Terus robot Semar itu juga cari
trending, terus kita juga ada mesin monitoring media juga untuk
melihat apa yang trending dan apa yang publik bicarakan. Kalau cari
atau pun survei minta publik mau ngomongin apa atau mau berita apa,
itu sih enggak,” jelas Aghnia.
Namun, mantan dosen Web Apss for Journalism di
Universitas Multimedia Nusantara ini memastikan aspirasi-
aspirasi warga tetap diperhatikan dan menjadi pertimbangan
utama Beritagar.id dalam menulis berita. Beritagar.id bukan
hanya memperhatikan teknis berita seperti faktualitas, akurasi,
keberimbangan, kelengkapan unsur berita dan kompetensi
narasumber, tetapi juga pada persoalan substansi atau signifikansi
suatu berita. Hal itu diamini oleh Dwi Setyo Irawanto.
Menurutnya, magnitude atau signifikansi suatu berita bagi publik
menjadi pertimbangan utama dalam penentuan berita.
Beritagar.id juga belum proaktif dalam menciptakan
konten-konten baru yang memberi ruang kepada konsumen untuk
ikut berpartisipasi. Beritagar.id belum memberi alat yang
memungkinkan semua pihak untuk berperan aktif dalam proses
pemberitaan.
201
Sebenarnya, platform pemberitaan di era digital lebih
ramah dengan publik, memungkinkan setiap orang untuk
berpartisipasi dalam memproduksi suaru berita. Era digital dapat
mencegah kecenderungan elitisme pemberitaan karena teknologi
digital memungkinkan munculnya mode crowd-sourcing dalam
proses pengumpulan fakta dan data. Secara sederhana, mode
crowd-sourcing merupakan cara kolektif dengan mengajak publik
berpartisipasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi individu
maupun organisasi.
Di Indonesia, media yang menyediakan kanal crowd-
sourcing memang terbilang sangat sedikit. Detik menyediakan
kanal crowd-sourcing melalui Pasang Mata, lalu Elshinta.com
menyediakan kanal crowd-sourcing melalui Info Dari Anda.
Melalui kanal itu, kedua media tersebut menyediakan ruang bagi
warga untuk berperan aktif dengan membuat berita seputar
peristiwa, lalu lintas, transportasi umum, fasilitas umum, cuaca,
bencana atau fenomena alam, atau pun olahraga.
Beritagar.id memang membuka kesempatan seluas-
luasnya bagi publik untuk berbagi fakta dan data kepada awak
redaksinya, namun tidak ada rubrik khusus yang menampung
berita yang diproduksi publik. Sehingga penulis memandang ada
yang kurang dalam cara Beritagar.id menjalankan perannya
sebagai empowerer (pemberdaya), meskipun pada tataran konsep,
Beritagar.id telah menjalankan peran tersebut.
202
F. Smart Aggregator (Agregator Cerdas)
Media digital memberi ruang tak terbatas pada sebuah
liputan. Batasan fisik pada media cetak dan batasan waktu pada
media elektronik teratasi oleh media digital. Liputan sebuah isu
mendalam bisa disajikan secara lebih luas dari berbagai sudut
pandang dengan memanfaatkan fasilitas hyperlinks. Melalui
fasilitas hyperlinks media digital dapat melengkapi laporannya
dengan link pada kata kunci, orang atau organisasi, juga link pada
isu-isu yang relevan serta data pendukung dari sumber resmi.
Media diharapkan menjadi pengumpul berita yang cerdas.
Tidak hanya sekedar menyajikan berita yang diproduksi sendiri,
tetapi juga menunjukan sumber terkait lainnya kepada publik. Hal
ini penting untuk mempermudah publik dalam memahami
persoalan yang ditulis juga memperluas khasanah pengetahuan
yang diangkat media.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel memakai istilah
“agregator cerdas” bukan tanpa alasan, dengan cara sama yang
dipakai pers menjalankan fungsi penyahih dan penuntun akal,
agregasi di sini harus bisa mengefesienkan waktu pembaca dan
mengarahkan mereka ke sumber tepercaya.
Beritagar.id dapat dikatakan sebagai situs media pertama
di Indonesia yang memanfaatkan teknologi dalam
mengumpulkan, menganalisis berbagai konten pemberitaan
sebelum diterbitkan. Bahkan ada beberapa topik tertentu yang
203
proses mengumpulkan, menganalisis, menulis dan
memublikasikannya 100% dilakukan oleh robot.
Teknologi itu disebut Computer Assisted Reporting.
Dalam proses impementasi, Beritagar.id membaginya ke dalam
dua mesin, Semar untuk mencari konten dan Petruk menulis
konten. Teknologi itu dikembangkan oleh Jim Geovedi dan tim
Rekanalar yang berbasis Machine Learning (ML) dan Natural
Language Processing (NLP).1 Teknologi ini merupakan bagian
dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), dimana
kecerdasan diciptakan dan dimasukkan ke dalam suartu mesin
(komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang
dilakukan manusia.
Computer Assisted Reporting bekerja layaknya “robot”
yang secara otomatis mengumpulkan, merangkum dan
menganalisis beragam konten di internet untuk membantu tim
redaksi. Robot itu menyajikan hasil pencariannya dalam bentuk
draft tulisan yang terstruktur dan memberikan tautan balik ke
setiap sumbernya. Robot tersebut rata-rata akan mengumpulkan
sepuluh sumber berita yang memenuhi kriteria 5W 1H, atau
minimal 3W 1H, saat akan menyajikan konten.
Pemanfaatan Computer Assisted Reporting untuk proses
agregasi tersaji dalam beberapa produk berita Beritagar.id,
diantaranya:
1 Dikutip dari https://dailysocial.id/post/membedah-kerja-dapur-
redaksi-beritagar-id-yang-dibantu-robot-dalam-sajikan-konten-berita diakses
pada 25 Oktober 2019 pukul 17.37 WIB
204
1. Agregasi untuk Berita Harian
Untuk berita harian, meskipun telah mengadopsi
teknologi cerdas dalam mengumpulkan, merangkum dan
menganalisis beragam konten di internet, namun tetap ada
campur tangan manusia dalam penyajian konten di Beritagar.
Redaksi berperan sebagai reporter, editor dan kurator dalam
memilah konten yang dikumpulkan dan ditulis robot. Redaksi
juga berperan memberikan perspektif dalam konten dan
memeriksa kembali data yang terkumpul untuk disajikan dalam
bentuk artikel, infografis, maupun videografis.
Salah satu contoh berita harian yang dibuat dengan
menggunakan mesin agregasi adalah artikel berjudul “Konsumsi
Listrik dan Pertumbuhan Ekonomi” (Lihat gambar 4.24). Sumber
artikel dicari oleh robot, kemudian redaksi melakukan kurasi
berbagai link tersebut untuk kemudian diolah menjadi konten
pemberitaan. Dalam menampilkan pemberitaan itu, Beritagar.id
memanfaatkan fitus hyperlinks untuk menampilkan sumber
artikel atau data yang menjadi rujukan.
Dalam artikel berjudul “Konsumsi Listrik dan
Pertumbuhan Ekonomi”, pembaca dapat menemukan link pada
kata kunci “middle income trap” yang berwarna biru. Bila
pembaca mengeklik teks tersebut, maka pembaca akan diantarkan
menuju halaman pengertian middle income trap
(https://www.tutor2u.net/economics/reference/middle-income-
trap). Beritagar.id juga memberikan link pada petikan wawancara
yang dikutip dari situs website lain. Dalam artikel tersebut
205
Beritagar.id mengutip petikan wawancara Direktur Institute for
Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dengan
Antaranews.com
(https://www.antaranews.com/berita/818581/peningkatan-
konsumsi-listrik-dapat-atasi-fenomena-middle-income-trap).
Contoh lainnya dapat ditemui dalam artikel berjudul
“Pekerja Indonesia Didominasi Lulusan SD” (Lihat Gambar
4.25). Hyperlinks ditandai dengan teks berwarna biru. Bila teks
BPS berwarna biru diklik, maka pembaca akan diantarkan
menuju halaman pressrelease Badan Pusat Statistik tentang
Tingkat Pengangguran Terbuka Pada Agustus 2018
(https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/11/05/1485/agustus-
2018--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-34-
persen.html). Pada artikel tersebut, pembaca juga dapat menemui
link yang akan mengantarkan pada dokumen. Bila pembaca
mengeklik teks berwarna biru bertuliskan Kebijakan RPJMN
2015-2019, maka pembaca akan mendapati dokumen Evaluasi
Paruh Waktu RPJMN 2015-2019 yang dipublikasikan oleh Badan
Pembangunan Nasional Republik Indonesia
(https://www.bappenas.go.id/files/publikasi_utama/Evaluasi%20
Paruh%20Waktu%20RPJMN%202015-2019.pdf).
Aghnia Adzkia menjelaskan proses agregasi bukan hanya
dilakukan oleh robot, terkadang beberapa link dikumpulkan oleh
wartawan sendiri. Aghnia juga memastikan jika ada data atau
dokumen riset pasti dimasukan ke dalam berita melalui hyperlink
baik yang menuju halaman penerbit dokumen atau pun langsung
206
mengarahkan pembaca untuk mengunduh file dokumen tersebut.
Data itu kemudian diolah oleh wartawan dalam bentuk grafik
atau pun narasi agar mudah dipahami pembaca.
2. Agregasi untuk Robotorial
Untuk beberapa topik pemberitaan, seperti hasil
pertandingan, prediksi pertandingan, prakiraan cuaca, gempa
bumi dan pasar saham sudah 100% dikerjakan oleh robot. Robot
yang menulis berita tersebut diberi nama Robotorial. Seperti
terlihat dalam gambar 4.26 di bab IV, Robotorial dideskripsikan
sebagai Natural Language Generation Content. Robotorial
bertugas menuliskan berita untuk topik hasil pertandingan,
prediksi pertandingan, kualitas udara, prakiraan cuaca, pasar
saham dan gempa bumi.
Topik-topik itu dipilih karena datanya konsisten dan
berupa pengulangan. Data bersumber dari pihak resmi, misalnya
data untuk topik prakiraan cuaca dan gempa bumi bersumber dari
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Data
untuk topik kualitas udara bersumber dari AirVisual. Data untuk
pasar saham bersumber dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Memanfaatkan antarmuka pemrograman aplikasi
(Application Programming Interface--populer dengan singkatan
API) yang disediakan pihak ketiga, data-data dari topik yang
telah dipilik kemudian diolah mesin Beritagar.id menjadi narasi
sederhana.
207
Begitupun untuk grafik statistik sederhana, dibuat secara
otomatis oleh program komputer sehingga tak perlu lagi sentuhan
manusia sebagai perancang grafis. Teks dan gambar kemudian
dipublikasikan secara otomatis, dalam hitungan menit setelah
data primer diterbitkan lembaga resmi, dengan nama "Robotorial"
sebagai identitas pembuat konten.
Redaksi, dalam hal ini hanya menyiapkan template yang
bisa digunakan berulang-ulang. Sistem kecerdasan buatan
komputer yang akan memilihnya sesuai konteksnya.
Mengubah data menjadi narasi infografis merupakan
penerapan Natural Language Generation (NLG), salah satu
cabang dalam Machine Learning atau sistem pembelajaran
komputer.2
3. Agregasi untuk Sorotan Media
Beritagar.id juga meluncurkan terobosan baru dalam
menyajikan informasi yang sedang hangat dibicarakan oleh
media massa di Indonesia. Terobosan baru itu dinamakan Sorotan
Media.
Sorotan Media merupakan ringkasan topik berita yang
paling populer dan paling banyak diulas oleh media massa pada
kurun tertentu—bisa sepekan, beberapa hari, atau hanya hari itu.
Tampilan Sorotan Media dilengkapi dengan data media
yang menuliskan, disertai dengan link back, volume berita yang
2 Dikutip dari https://blog.beritagar.id/article/redaksi/perkenalkan-
robotorial diakses pada 25 Oktober 2019 pukul 18.03 WIB
208
ditulis media, hingga linimasa media yang menuliskan topik
tersebut. Terdapat pula data tentang sebaran berita di media sosial
Facebook, untuk melihat amplifikasi dari berita tersebut.
Seperti pada gambar 4.27 dan 4.28, ketika publik sedang
diramaikan dengan isu uji materi Revisi Undang-Undang Komisi
Pemberantasan Korupsi yang sedang berlangsung di Mahkamah
Konstitusi, maka Beritagar.id membuat ringkasan berita yang
bertajuk “MK siap uji materi UU KPK, Menkumham cuek saja”.
Dalam berita itu, Beritagar.id menampilkan ringkasan mengenai
tanggapan pihak terkait seperti hakim Mahkamah Konstitusi dan
juga lembaga swadaya masyarakat seperti Indonesia Corruption
Watch (ICW). Selain itu, Beritagar.id juga menampilkan berita-
berita di media online yang terkait dengan isu uji materi UU
KPK.
Sorotan Media adalah produk terbaru dari Beritagar.id
Lab yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan (Artificial
Intelligence) yang diberi nama Media Monitoring. Seperti sistem
kurasi yang digunakan dalam proses pembuatan berita harian,
proses pengumpulan berbagai konten berita yang akan digunakan
untuk Sorotan Media juga dilakukan oleh robot, lalu dikurasi oleh
redaksi. Jika dalam proses kurasi berita harian produk akhirnya
ditampilkan melalui narasi, maka dalam sorotan media, produk
akhirnya ditampilkan dalam bentuk poin-poin ringkasan yang
disusun berdasarkan kronologi atau hal penting yang perlu
diketahui pembaca.
209
Pemimpin Redaksi Beritagar.id, Dwi Setyo Irawanto
mengungkapkan salah satu tujuan Sorotan Media adalah untuk
menuliskan topik pemberitaan yang sedang ramai
diperbincangkan namun bukan ditujukan untuk segmen pembaca
Beritagar.id.
Siba mencontohnya, akhir Agustus terjadi kasus
pembunuhan suami oleh istrinya karena motif ekonomi. Berita itu
perbincangan publik, hingga akhirnya Beritagar.id merangkum
berita-berita tentang kasus itu dalam rubrik Sorotan Media
dengan topik “Motif Pembunuhan Suami dan Anak Tiri Diduga
Soal Penguasaan Harta.”
Mantan Redaktur Pelaksana Tabloid Ekonomi Kontan ini
menambahkan, segmen pembaca Beritagar.id adalah orang
kantoran dan orang yang punya kewenangan untuk mengambil
keputusan bisnis (decision maker). “Jadi bukan sekadar dibaca
orang, tapi dibaca oleh banyak orang yang tepat,” kata Siba.
4. Agregasi untuk Mr. Loper
Selain bertugas mengumpulkan informasi untuk
menyajikan konten yang lengkap, komprehensif, dan relevan bagi
pembaca, “robot” yang dibuat Beritagar.id juga diklaim mampu
menampilkan konten atau iklan yang relevan dengan pembaca.
Misalnya, pada artikel berjudul “Konsumsi Listrik dan
Pertumbuhan Ekonomi, maka robot buatan Beritagar.id yang
210
diberi nama Mr. Loper3 memberi rekomendasi artikel terkait
berjudul “AC Bakal Jadi Penyedot Listrik Terbanyak di
Indonesia” (Lihat gambar 4.29). Baik artikel utama maupun
artikel terkait sama-sama membahas soal listrik di Indonesia.
Mr. Loper juga akan memberikan rekomendasi berita bila
pembaca mengetik topik yang ingin dicari melalui fitur chatbot.
Lewat interaksi dengan pembaca, Mr. Loper dirancang untuk
menangkap maksud utama dari lawan bicaranya. Mr. Loper hadir
di sudut kanan bawah halaman Beritagar.id.
Misalnya, seperti pada Gambar 4.30, ketika kita mengetik
“Berita tentang Liga Inggris” di chatbot Mr. Loper, layaknya chat
personal, maka Mr. Loper menjawab “Banyak aja nih, ada 100
berita untuk topik Liga Inggris. Tampilin gak gan?” Bila kita
menjawab “iya” maka Mr. Loper akan mengirimkan balasan yang
berisi rekomendasi berita seputar Liga Inggris.
Melalui Blog Beritagar.id, redaksi mengakui bahwa mesin
chatbot yang diberi nama Mr. Loper masih perlu banyak belajar
untuk menangkap maksud utama dari lawan bicaranya. Balasan
yang didapat dari Mr. Loper seringkali tidak relevan dengan apa
yang pembaca maksud, mengingat beragam model percakapan
yang tak terduga. Merekomendasikan konten serelevan
mungkin—dengan standar yang sulit diukur—adalah tantangan
3 Nama Mr. Loper diambil dari istilah “loper”, orang yang kerjanya
mengantarkan koran. Di era digital, Beritagar.idingin menghidupkan kembali
peran loper melalui Mr. Loper yang tugasnya mengantarkan informasi bagi
pembaca.
211
utamanya. Relevan untuk pembaca yang satu, bisa dianggap tak
relevan bagi yang lain.
Pemimpin Redaksi Beritagar, Dwi Setyo Irawanto
mengatakan bahwa teknologi-teknologi yang digunakan dalam
proses redaksi merupakan keunggulan yang bisa dibanggakan,
namun ia mengakui masih banyak yang perlu dikembangkan. Pria
yang akrab dispa Siba ini mengungkapkan, “Kebetulan kita
didukung oleh: (1) teknologi, (2) tim Lokadata yang datanya jago
banget. Kayaknya orang lain belum punya. Cuman kita juga
belum bisa mengembangkan habis-habisan,” ungkapnya.
Robot-robot tersebut sangat membantu dalam hal
kuantitas berita yang dihasilkan Beritagar. Dalam sehari, ada 60-
65 berita yang diproduksi, itu pun sebagiannya diproduksi oleh
robot, bukan manusia.
Kovach dan Rosenstiel menjelaskan bahwa perusahaan
media besar bisa melayani audiens sebaik-baiknya dengan
berbasis pada rekomendasi agregasi lebih luas, mewakili audiens
mengidentifikasi konten yang menyajikan fungsi jurnalistik
secara penuh. Menurut mereka, kurasi adalah pengetahuan.
Karena melalui proses kurasi, kita bisa melihat lebih banyak
informasi tanpa harus menyusurinya satu per satu.
Menurut pengamatan penulis, Beritagar.id amat
memaksimalkan peran sebagai agregator ini. Berdasarkan fakta-
fakta yang penulis sajikan di atas, penulis berkesimpulan
212
Beritagar.id telah menjalankan fungsinya sebagai smart
aggregator atau agregator cerdas.
G. Forum Organizer (Penyedia Forum)
Transformasi media yang kini sedang terjadi di era digital
memunculkan sejumlah hal baru terkait praktik jurnalisme. Era
digital amat mendukung keterlibatan publik dalam proses berita
di media massa melalui beberapa kanal.
Para wartawan mesti membantu terbentuknya diskusi dan
wacana yang melibatkan warga secara aktif. Media cetak
membantu menciptakan konsep ini lewat surat pembaca, juga
halaman op-ed (opposite the editorials) yang ditulis oleh
kontributor luar. Op-ed adalah sebuah kolom khusus yang
biasanya diterbitkan oleh media massa yang menuangkan opini
atau gagasan dari seseorang yang tidak terafiliasi dengan redaksi.
Beritagar.id sendiri membuka kesempatan seluas-luasnya
bagi kontributor luar untuk menulis di Beritagar, baik itu opini
maupun berita. Beritagar.id menyediakan satu rubrik khusus yang
berisi berbagai opini dari orang-orang yang ahli di bidangnya.
Rubrik itu dinamakan “Telatah” seperti pada Gambar 4.31.
Pembaca dapat mengirimkan opini atau kisah laik tayang
lewat email [email protected]. Bila dinyatakan laik tayang,
maka tulisan mereka akan diterbitkan di rubrik Telatah. Deskripsi
singkat penulis juga akan ditampilkan agar pembaca dapat
mengetahui kredibilitas penulis.
213
Seperti pada Gambar 4.32, AS Laksana, penulis buku
“Bidadari Yang Mengembara”, dideskripsikan sebagai Seorang
sastrawan, pengarang, kritikus sastra, dan wartawan Indonesia
yang dikenal aktif menulis cerita pendek di berbagai media cetak
nasional di Indonesia.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku Sembilan
Elemen Jurnalisme mengatakan bahwa jurnalisme harus
menghadirkan sebuah forum untuk kritik dan komentar publik.
Melalui forum yang disediakan bagi publik, diharapkan timbul
jurnalisme yang memberi makna substansial bagi kepentingan
publik, menyoroti masalah-masalah yang dianggap penting bagi
publik dan melibatkan publik seluas-luasnya dalam proses kerja
jurnalistik.
Beritagar.id menyediakan ruang bagi publik untuk
berdiskusi melalui Obsat. Obsat adalah program diskusi rutin dari
Beritagar. Acara ini menjadi wadah diskusi para pembaca
Beritagar.id untuk mengupas peristiwa aktual yang sedang terjadi
di Indonesia atau isu menarik lainnya bersama narasumber yang
kompeten. “...obsat itu setiap sebulan sekali dia bahas berbagai
isu yang hangat di bicarakan orang. Contohnya isu ekonomi, atau
hasil liputan kita tentang dangdut,” kata Pemimpin Redaksi
Beritagar.id, Dwi Setyo Irawanto.
Total, hingga November 2019, Obsat telah memasuki
edisi yang ke 206. Suatu topik diangkat ke Obsat apabila topik itu
sudah diteliti dan diobervasi dengan mendalam sehingga
214
menghasilkan data yang lengkap. Misalnya, untuk Obsat; Panas
Gurih Nasi Goreng, topik itu diangkat dari riset pakar kuliner
Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Murdijati Gardjito.
Redaksi pun mengolah data dari riset itu, mengulik sisi sejarah
dan perkembangan nasi goreng, juga kandungan gizinya. Tak
lupa redaksi pun mengunjungi warung-warung nasi goreng yang
dianggap melegenda di Bandung dan Jakarta.
Obsat, awalnya singkatan dari "Obrolan Langsat”, nama
ini diambil karena kegiatan Obsat pada masa awal sering
diadakan di Jalan Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Lokasi pelaksanaan Obsat kini bersifat tentatif, mengikuti
kebutuhan dan kesempatan yang ada.
Obsat diselenggarakan dengan gaya khas, santai dan
akrab. Beragam isu hangat bisa dibahas. Pada Tabel 4.5, selama
2018-2019, beragam topik sudah dibahas, mulai dari topik
ekonomi seperti investasi dan rupiah hingga topik kebudayaan
seperti dangdut dan nasi goreng.
Selain kaya data dan observasi yang mendalam, isu yang
diangkat ke dalam Obsat juga harus familiar dan dekat dengan
kehidupan sehari-hari. Topik yang diangkat dalam Obsat tidak
sembarangan. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
Dwi Setyo Irawanto menuturkan, “Ada keinginan kita, untuk
menunjukan pada publik, selain kita media yang kredibel, kita
juga punya tim data yang luar biasa,” kata Pemimpin Redaksi
Beritagar.id ini.
215
Selain kaya data dan observasi yang mendalam, isu yang
diangkat ke dalam Obsat juga harus familiar dan dekat dengan
kehidupan sehari-hari. “Mungkin orang melihatnya suatu hal
yang sepele, tapi topik ini suatu hal yang sangat familiar dan
dekat dengan kehidupan sehari-hari. Itu cara kita untuk membuat
publik punya perhatian pada hal-hal yang diluar mainstream,”
lanjut Siba.
Selain membuka forum untuk publik melalui Obsat,
Jurnalis Data Beritagar.id, Aghnia Adzkia juga menjelaskan
bahwa Beritagar.id juga membuka kesempatan bagi teman-teman
mahasiswa atau pun kalangan umum untuk berdiskusi. Topik
yang dibahas seputar persoalan jurnalisme dan teknologi
pengolahan data.
Namun, meskipun sudah memanfaatkan teknologi yang
amat maju dalam proses produksi keredaksian, Beritagar.id
belum memaksimalkan ruang diskusi secara online. Media online
adalah media yang sangat memungkinkan untuk terjadinya
komunikasi dua arah. Wartawan atau media online perlu
memasukan user generated content (UGC)4 dimana user atau
pemirsa dapat berpartisipasi disana. Seperti blog, kolom
komentar, portal diskusi, dan bentuk lainnya. Wartawan juga
4 Menurut Pedoman Media Siber, Isi Buatan Pengguna (User
Generated Content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh
pengguna media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan
berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum,
komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.
216
dapat mencantumkan alamat e-mail agar pembaca dapat
berkomunikasi dengan wartawan tersebut.
Kanal-kanal user generated content (UGC) seperti blog,
forum diskusi, kolom komentar disetiap berita atau pun blog tidak
tersedia di website Beritagar. Email wartawan pembuat berita pun
tidak ditampilkan.
Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, isu yang lebih
mendesak di era digital adalah bagaimana jurnalisme berubah
untuk menjaga nilai-nilai di era baru. Jurnalisme mesti berubah
dari sekadar sebuah produk—berita atau agenda media—menjadi
pelayanan. Pada tingkat ini, jurnalisme harus berubah dari
sekedar menggurui—mengatakan publik apa yang ia perlu tahu—
menjadi dialog publik, dengan wartawan menginformasikan dan
membantu memfasilitasi diskusi.
Adanya dialog publik dalam proses jurnalistik mampu
menjaring aspirasi orisinil mengenai masalah-masalah yang
dianggap penting oleh warga. Warga ingin membaca pers yang
menggemakan nilai-nilai yang akrab bagi warga.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, penulis berkesimpulan
Beritagar.id telah menjalankan fungsinya sebagai forum
organizer atau penyedia forum dengan menghadirkan kanal opini
publik melalui rubrik “Telatah” dan membuat forum diskusi
publik melalui Obsat maupun forum-forum lainnya. Namun,
menurut penulis, Beritagar.id belum memaksimalkan ruang
diskusi secara online.
217
H. Role Model (Panutan)
Di era disrupsi digital seperti saat ini, kritik pedas terus
menerus diarahkan pada media dan jurnalis. Kritik pedas itu
berkaitan dengan media yang partisan, akurasi yang lemah dan
tidak berpihaknya media pada isu-isu publik. Padahal beberapa
media tradisional memiliki sejarah reputasi yang baik sebagai
media pejuang kepentingan publik.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel mengungkapkan, publik
telah menangkap sinisme dan keburukan dibalik slogan
“memihak Anda,” untuk “mengabdi pada Anda,” dan sebagainya.
Penurunan rasa hormat publik itu tercermin dari turunnya tingkat
kepercayaan publik terhadap pers selama 30 tahun terakhir.
Di era digital yang kian terbuka, pers yang yang tak
menjaga klaim konstitusionalnya hanya akan makin
mengecewakan, karena publik mengukur kinerja mereka
berdasarkan harapan yang terbaik, dan bukannya yang terburuk,
pada jurnalisme. Media perlu menjaga kepercayaan publik.
Kepercayaan (trust) adalah modal awal bagi media demi
mendapatkan legitimasi publik dalam menjalankan aktivitas
jurnalistik.
Beritagar.id tentu menyadari hal itu. Pemimpin Redaksi
Beritagar.id, Dwi Setyo Irawanto menjelaskan bahwa media yang
dipimpinnya ingin membangun tradisi jurnalistik yang punya
kapasitas dan intergritas agar menjadi media yang tepercaya.
218
Di era digital yang serba cepat, membangun tradisi
jurnalistik yang mempunyai kapasitas dan berintegritas jelas
bukan hal yang mudah. Terlebih bagi industri media online yang
beradu cepat dengan ribuan kompetitornya. Dua-tiga alinea berita
diunggah hanya beberapa menit dari kejadian, fakta kejadian
belum lengkap, konteks peristiwa belum sepenuhnya dipahami,
namun sudah banyak media daring yang memuatnya.
Hal itulah yang menurut Siba sulit untuk dikejar
Beritagar. Alih-alih menjadi media yang tercepat, Beritagar.id
lebih memilih untuk momokuskan dirinya menjadi media yang
punya kapasitas, kredibililitas, integritas serta dapat dipercaya.
“...Kita ini pemain kecil. Kalau dibandingkan raksasa-raksasa,
kita nyembah lah,” ujar Siba.
Ada tiga kunci yang Siba ungkapkan untuk mambawa
Beritagar.id ke arah itu, yakni: (1) berita yang akurat, (2) data
yang benar, dan (3) logika yang dibangun atas data itu benar.
Tak hanya media saja yang diperhatikan publik.
Wartawan di era baru tak bisa mengelak dari fungsi sebagai role
model (panutan) bagi warga yang ingin bertindak sebagai jurnalis
warga. Tak pelak lagi mereka akan berkaca pada wartawan untuk
melihat bagaimana wartawan mengangkat suatu berita.
Jurnalis data Beritagar.id, Aghnia Adzkia
mengungkapkan, untuk menjadi seorang wartawan panutan, apa
yang ia tulis harus dapat dipertanggungjawabkan ke publik.
“Kalau aku sendiri merasa apa yang aku tulis harus aku
219
pertanggungjawabkan ke publik. It’s some idealist, but it’s true,”
ujar mantan jurnalis CNN Indonesia ini.
Selain membuat berita yang dapat
dipertanggungjawabkan, Aghnia menambahkan, narasumber
yang dipilih pun harus jelas dan kredibel. Lalu tidak memelintir
atau menyalahartikan omongan narasumber. Selain itu, wartawan
juga harus memberikan ruang untuk dua pihak yang
berseberangan demi tercapainya cover both side, serta
memberikan konteks pada berita yang dibuat.
Panutan dari sosok wartawan itu penting bagi publik yang
ingin membawa beritanya ke media massa. Prinsip kerja
wartawan seperti akurasi dan keberimbangan juga berlaku bagi
publik dalam menulis berita. Kovach dan Rosenstiel
mengungkapkan, beberapa perusahaan media telah melangkah
lebih jauh dengan menyediakan pelatihan jurnalisme warga.
Meskipun tidak spesifik menyediakan pelatihan
jurnalisme warga, Beritagar.id berperan aktif dalam memberikan
pelatihan atau pun mengadakan forum diskusi perihal media dan
jurnalisme. Terlebih Beritagar.id adalah media pertama di
Indonesia yang menggunakan teknologi robot dalam proses
produksi pemberitaannya. Hal itu membuat publik, terutama
mahasiswa, ingin mempelajari lebih dalam mengenai hal itu.
Sadar akan hal itu, Beritagar.id bergerak aktif dengan
membuat tiga program yang memungkinkan publik untuk belajar,
220
berdiskusi, juga mengenal lebih jauh aktivitas dan program
Beritagar. Program itu antara lain:
1. Mampir di Beritagar
Mampir di Beritagar.id adalah program yang dibuat untuk
para mahasiswa dan akademisi untuk berkunjung ke Kantor
Beritagar.id dan belajar tentang jurnalistik, teknologi informasi,
serta data.
Biasanya, kegiatan diawali dengan perkenalan kantor
Beritagar.id. Para mahasiswa diajak berkeliling kantor
Beritagar.id dan melihat langsung proses pembuatan berita.
Setelah itu, tim Beritagar.id akan berbagi inside kepada para
peserta seputar keredaksian, jurnalisme, pengolahan data, atau
teknologi yang digunakan Beritagar.id.
Berbagai kegiatan Mampir di Beritagar yang telah
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.5
2. Beritagar.id ke Kampus; Bedah Konten
Beritagar.id merumuskan sebuah program yang ditujukan
bagi mahasiswa bernama Beritagar.id ke Kampus; Bedah Konten.
Program ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi muda
berbakat dalam memasuki industri kerja setelah lulus.
Bedah konten adalah sebuah kelas bagi mahasiswa
jurnalistik untuk memperkaya sekaligus memberikan
pengetahuan terkini mengenai perkembangan dunia jurnalisme
khususnya jurnalisme daring. Ada empat kelas yang dapat dipilih
221
universitas rekanan Beritagar.id ke Kampus, yaitu: (1) Jurnalisme
Berbasis Data (Data Driven Jurnalisme), (2) Infografik, (3)
Ilustrasi Editorial, dan (3) Wawancara Mendalam.
Berbagai kegiatan Beritagar ke Kampus yang telah
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
3. Journocoders Indonesia
Journocoders Indonesia adalah sebuah wadah untuk
belajar, pengembangan skill, dan berdiskusi bagi para jurnalis dan
orang-orang yang bergerak di bidang media. Materi yang
dipelajari seputar scraping, analys, visualisation dan berbagi
informasi mengenai data driven story.
Komunitas yang didirikan oleh Aghnia Adzkia (Jurnalis
Data Beritagar.id) sejak Maret 2018 ini mengadakan pertemuan
setiap bulannya di Kantor Beritagar.id materi yang dipelajari
seputar scraping, analys, visualisation dan berbagi informasi
mengenai data driven story.
Awalnya komunitas Journocoders Indonesia diperuntukan
sebagai wadah untuk para jurnalis saja, tapi setahun ke belakang,
banyak juga para data analis yang ikut bergabung di Journocoders
Indonesia.
Berbagai kegiatan Journocoders Indonesia yang telah
dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.6.
222
Berdasarkan fakta-fakta diatas, penulis berkesimpulan
Beritagar telah menjalankan perannya sebagai role model atau
panutan.
223
BAB VI
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, temuan data dan analisis
hasil penelitian yang dipaparkan pada bab terdahulu, penulis
menarik kesimpulan bahwa Beritagar telah
mengimplementasikan delapan peran wartawan di era internet
menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.
Dalam mengimplementasikan peran sebagai authenticator
atau penyahih, Beritagar melakukan beberapa cara untuk
memastikan berita yang ditulis sesuai data dan fakta, cara yang
dilakukan Beritagar adalah dengan disiplin verivikasi dan
memberikan data yang lengkap. Selain itu, Beritagar juga
menambah bukti pendukung agar publik memercayai berita yang
dibuat.
Untuk menjadi sense maker atau penuntun akal, cara
pertama yang dilakukan Beritagar adalah meletakan setiap
informasi pada konteksnya. Cara kedua, Beritagar mencari
informasi yang bernilai—tak hanya baru—dan menyajikannya
dengan cara yang bisa dipahami sendiri oleh pembaca. Cara
ketiga, Beritagar berusaha memberi arti (here’s what it means),
dan menjelaskan apa yang dapat dilakukan oleh pembaca (here’s
what you can do about it)
Lalu untuk menjadi investigator atau penyelidik,
Beritagar telah berusaha menyelidiki kegiatan pemerintas, bisnis,
224
dan lembaga publik yang dianggap janggal dengan cara
mendokumentasikan, menanyakan dan menginvestigasikan
kegiatan mereka. Beritagar juga berusaha memberikan informasi
pada masyarakat dan pejabat mengenai isu yang sedang menjadi
keprihatinan masyarakat.
Peran selanjutnya adalah witness bearer atau penyaksi.
Untuk mengimplementasikan peran tersebut, Beritagar
memanfaatkan jaringan teknologi dengan sistem kurasi
mengingat sumber daya yang terbatas. Namun Beritagar tetap
menerjunkan wartawan yang bertugas menggali informasi dari
pelaku utama untuk rubrik Laporan Khas.
Dalam mengimplementasikan peran sebagai empowerer
atau pemberdaya, Beritagar menyediakan sumber daya dan alat
untuk berkolaborasi dengan informan publik. Beritagar juga
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada publik untuk
berbagi berita dan diterbitkan di Beritagar.id
Peran yang hanya ada di era digital adalah smart
aggregator atau agregator cerdas. Peran ini amat dimaksimalkan
oleh Beritagar. Dengan bantuan robot, Beritagar berusaha
menjadi pengumpul berita yang cerdas, tidak hanya sekadar
menyajikan berita yang diproduksi sendiri, tetapi juga
menunjukan sumber terkait lainnya kepada publik.
Selain peran-peran tersebut, ada pula forum organizer
atau penyedia forum. Untuk menjalankan peran itu, Beritagar
memfasilitasi terbentuknya diskusi dan wacana yang melibatkan
225
warga secara aktif melalui rubrik Telatah. Tak hanya itu,
Beritagar juga menyediakan ruang bagi publik untuk berdiskusi
secara langsung melalui Obsat dan forum-forum yang dibuat
untuk mahasiswa.
Peran yang terakhir adalah role model atau Panutan.
Untuk menjadi panutan, Beritagar berupaya membangun
kepercayaan publik dengan tradisi jurnalistik yang punya
kapasitas dan intergritas, baik dari sisi media maupun
wartawannya. Selain itu, Beritagar juga menyediakan pelatihan
jurnalisme bagi warga.
Namun, penulis memandang ada beberapa hal yang
kurang dalam pengaplikasian peran-peran itu. Seperti pada peran
pemberdaya, Beritagar tidak memanfaatkan kanal crowd
sourching sebagai wadah terbuka bagi publik untuk berbagi berita
yang dibuatnya melalui media. Pada peran penyedia forum pun
Beritagar tidak menyediakan forum bagi publik untuk berdiskusi
secara online melalui user generated content seperti kolom
komentar, blog, atau forum diskusi. Beritagar juga
mencantumkan email wartawan yang memungkinkan publik
untuk berdiskusi dengan wartawan terkait berita yang dibuatnya.
B. Implikasi
Impliksi dari hasil penelitian mencakup dua hal, yaitu
implikasi teoritis dan implikasi praktis. Implikasi teoritis
berhubungan dengan kontribusi bagi perkembangan teori-teori
yang berkaitan dengan jurnalisme, khususnya jurnalisme di era
226
digital. Sedangkan implikasi praktis berkaitan dengan kontribusi
penelitian terhadap dunia media dan jurnalisme, khususnya media
digital di Indonesia.
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
kontribusi studi tentang peranan jurnalisme di era internet,
mengingat media online adalah media massa yang paling
pesat pertumbuhannya dan diramalkan sebagai media
utama arus informasi di masa depan.
Studi literatur mengenai media online masih
minim mengingat perubahan yang terjadi di dunia media
online sangat cepat, selalu ada hal atau inovasi baru.
Kajian mengenai media online perlu terus dilakukan
sebagai bentuk kritik maupun sajian ide demi perbaikan
kedepannya.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan
gambaran bagi pengelola media dan wartawan mengenai
apa yang dibutuhkan publik dari media dan wartawan di
era internet. Mengingat media online di Indonesia masih
mencari bentuk terbaiknya baik dari segi bisnis maupun
teknis. Isu yang mendesak dalam jurnalisme online adalah
bagaimana jurnalisme berubah untuk menjaga nilai-nilai
di era baru.
227
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers dan Pedoman Media Siber tidak secara detail
menjabarkan apa yang harus ada atau apa yang
dibutuhkan publik dari media online.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengemukakan saran
sebagai berikut:
1. Untuk Pemangku Kebijakan
Kemajuan teknologi informasi membuat pers terus
berkembang dan terus melakukan transformasi.
Transformasi media yang kini sedang terjadi di era digital
memunculkan sejumlah masalah baru terkait praktik
jurnalisme. Salah satunya terkait hak cipta berita yang
diproduksi. Wartawan di era digital dapat membuat berita
tanpa harus terjun langsung ke lapangan dengan metode
agregasi.
Agregasi adalah cara pengumpulan berita yang
paling istimewa di era digital dan tidak dimiliki oleh
wartawan tradisional. Sistem agregasi menguntungkan
bagi wartawan media online karena mereka tak perlu
‘bersimbah darah’ dalam mencari sumber berita, mengejar
narasumber, dan terjun langsung ke lapangan. Tinggal
kutip informasi dari media yang telah
memublikasikannya, cantumkan sumber berita, lalu
disusun dengan narasi yang baru, jadilah sebuah berita.
Konten-konten itu dicomot gratis dengan asumsi
228
informasi yang telah terpublikasi menjadi milik publik
dan bebas digunakan.
Masalahnya, menurut laporan Aliansi Jurnalis
Independen (AJI), para pengelola media daring
mengeluhkan sebagian pengelola agregasi seenaknya
mencomot konten lalu mengolah itu menjadi sebuah berita
di medianya sendiri, bahkan mengambil keuntungan
finansial dari aktivitas itu. Fenomena ini terus
berkembang dan membuat ‘gigit jari’ pengelola media
daring yang susah payah membuat konten.
Hal ini menjadi persoalan ‘dilematis’ diantara
pengelola media. Secara aturan, content aggregator tidak
melanggar karena mereka mencantumkan sumber berita.
Namun secara bisnis dan etika, ini menimbulkan masalah.
Secara bisnis, media content aggregator memperoleh
keuntungan iklan untuk sesuatu yang tidak mereka
produksi. Secara etika, aktivitas media content aggregator
tentu menyakiti wartawan yang ‘bersimbah darah’
mencari sumber berita, mengejar narasumber, dan terjun
langsung ke lapangan.
Terhadap persoalan ini, penulis memandang, peran
agregator cerdas dirumuskan Bill Kovach dan Tom
Rosenstiel sebenarnya positif, untuk mempermudah
publik dalam memahami persoalan yang ditulis juga
memperluas khasanah pengetahuan yang diangkat media.
Namun ada kekosongan regulasi dan peran pemangku
229
kebijakan dalam persoalan ini. Harus ada aturan atau
model bisnis yang saling menguntungkan antar
perusahaan media.
2. Untuk Beritagar.id dan Media Massa Lainnya
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam
merumuskan delapan peran wartawan di era internet,
ingin mengatakan bahwa jurnalisme mesti berubah dari
sekadar sebuah produk berita menjadi pelayanan yang
lebih bisa menjawab pertanyaan konsumen, menawarkan
sumber daya, menyediakan alat. Pada tingkat ini,
jurnalisme harus berubah dari sekedar menggurui—
mengatakan publik apa yang ia perlu tahu—menjadi
dialog publik, dengan wartawan menginformasikan dan
membantu memfasilitasi diskusi.
Sekilas ide di atas terlihat ideal bagi perubahan
yang hendak dicapai. Namun, solusi Kovach dan
Rosenstiel dengan merumuskan delapan peran wartawan
di era internet bukan tak menyisakan pertanyaan. Ada
lubang paradigma yang cukup besar dari solusi yang
ditawarankannya. Banyak bangunan argumentasi dari
peran-peran tersebut yang mengabaikan logika ekonomi-
politik media. Wartawan diandaikan sebagai agen yang
otonom di hadapan korporasi media. Kovach dan
Rosenstiel menyodorkan apa yang harus dilakukan
wartawan di era internet tanpa melihat realitas yang terjadi
230
di ruang redaksi, terutama ruang redaksi media online
yang sangat dinamis.
Kovach dan Rosenstiel membayangkan wartawan
sebagai ksatria berpedang yang siap membela kebenaran
tanpa terpengaruh logika ekonomi-politik media yang
menempatkan informasi sebagai komoditas dan wartawan
semata sebagai pekerja informasi. Solusi Kovach dan
Rosenstiel terletak pada pembenahan moral dan etika
wartawan, minus solusi yang bersifat praktis; semisal
bagaimana wartawan di era digital tetap mengejar
kebenaran di tengah tuntutan media yang serba cepat?
Atau bagaimana wartawan di era digital menuntun akal
pembacanya di tengah industri media yang kian terkurung
oligarki?
Wartawan Beritagar.id beruntung memiliki
independensi dalam aktivitas jurnalistik di ruang redaksi.
Independensi itu membuat wartawan Beritagar.id dapat
menjalankan perannya sebagai pelayan publik—
sebagaimana yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom
Rosenstiel—meskipun belum sepenuhnya sempurna.
Banyak wartawan di media lain yang memiliki idealisme
sebagai pelayan publik namun terkurung dalam
kepentingan ekonomi dan politik media.
Penulis memandang perlu adanya kesadaran dari
pengelola media massa mengenai arti penting jurnalisme,
231
terlebih jurnalisme yang berkualitas. Jurnalisme yan
berkualitas harus lebih diutamakan diatas segala
kepentingan politik dan bisnis. Ide media sebagai pelayan
publik harus mulai disadari para pengelola media.
3. Untuk Akademisi
Akademisi, lembaga riset komunikasi dan
jurnalistik, serta para pegiat literasi media harus bekerja
keras mengadvokasi kepentingan publik dalam kehidupan
jurnalistik di media massa.
Media massa perlu didorong untuk
mengakomodasi kepentingan publik ketimbang
kepentingan penguasa dan pengusaha. Karena sejatinya
media massa menggunakan frequensi milik publik.
Literasi media perlu terus digalangkan untuk
menyadarkan masyarakat memiliki sikap skeptis terhadap
segala pemberitaan yang beredar. Akademisi, lembaga
riset komunikasi dan jurnalistik, serta para pegiat literasi
media harus bersatu padu menyadarkan publik bahwa
mereka butuh jurnalisme berkualitas.
4. Untuk Masyarakat
Industri media online di Indonesia masih mencari
bentuk terbaiknya, baik secara format pemberitaan
maupun bisnis. Kue iklan yang beredar di internet lebih
banyak diserap oleh Google, Facebook dan media sosial
lainnya. Banyak media online di Indonesia yang tumbuh
232
dan bertahan karena ditopang oleh bisnis lain
perusahaannya.
Ribuan media online di Indonesia harus berebut
kue iklan yang masih sedikit. Akibatnya, banyak media
online yang mengejar jumlah klik dengan membuat berita
yang serba cepat dan sensasional.
Masyarakat perlu keteguhan, waktu dan dana
untuk mendukung media online yang berkualitas.
Masyarakat harus pandai menilai berita agar tidak mudah
tertipu dengan berita yang sensasional dan hoaks serta
dapat menilai mana media yang independen dan media
yang berada dalam penguasaan oligarki.
Agar tidak terjebak pada model bisnis yang
mengandalkan iklan, masyarakat dapat mendukung media
yang berkualitas dengan cara berlangganan—seperti
model bisnis media cetak. Sokongan dana dari publik
mengisyaratkan kepada media massa bahwa mereka
dipercaya dan publik butuh informasi yang berkualitas.
233
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Akbar, Ana Nadhya. Tatakelola Jurnalisme Politik. Yogyakarta;
Gadjah Mada University Press, 2015.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Internet. Media
Online dan Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, 2013.
Ambardi, Kuskridhi. et.al. Kualitas Jurnalisme Publik di Media
Online: Kasus Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2017.
Anggoro, Sapto A. Detikcom: Legenda Media Online. Jakarta:
PT. Buku Kita, 2011.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008.
__________. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2012.
__________. Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi: Format-
format Kuantitatif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologi,
Kebijakan Publik, Komunikasi, Manajemen dan
Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013.
Campbel, Tom. Tujuh Teori Sosial. Yogyakarta: Kanisius, 1994.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2013.
Farid, Muhammad. et.al. Fenomenologi; Dalam Penelitian Ilmu
Sosial. Jakarta: Prenamedia Group, 2018.
Ghoni, Djunaidi. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya:
Bina Ilmu, 2007.
234
Haryanto, Ignatius. Jurnalisme Era Digital; Tantangan Industri
Media Abad 21. Jakarta;Penerbit Buku Kompas, 2014.
Ishwara, Luwi. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2011.
Kovach, Bill & Tom Rosenstiel. Blur: Bagaimana Mengetahui
Kebenaran di Era Banjir Informasi. Terjemahan: Imam
Shofwan & Arif Gunawan Sulistiyo. Jakarta: Dewan Pers,
2012.
__________. Sembilan Elemen Jurnalisme: Apa yang
Seharusnya Diketahui Wartawan dan Diharapkan Publik.
Terjemahan: Yusi A. Pareanom. Jakarta: Yayasan Pantau,
2006.
M. Hawkins, Joyce. Kamus Dwibahasa Oxpord Fajar. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1996.
Margianto, J. Heru & Syaefulloh, Asep. Media Online: Antara
Pembaca, Laba dan Etika. Jakarta: Aliansi Jurnalis
Independen, 2014.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006.
__________. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011.
Muhadjir, Noeng. Metode Penelitian Kualitatif; Pendekatan
Positivistik Rasionalistik. Yogyakarta: Roke Sarasin,
1996.
Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep Karakteristik
dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007.
Rahmawati, Dwi. Internet untuk SMP. (Jakarta; Elex Media
Komputindo, 2008.
235
Sambo, Masriadi. & Yusuf, Jafaruddin. Pengantar Jurnalisme
Multiplatform, Depok: Prenamedia Group, 2017.
Santana, Setiawan. Jurnalisme Investigasi. Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia, 2003.
Sobur, Alex. Filsafat Komunikasi; Tradisi dan Metode
Fenomenologi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Syamsul M.R., Asep. Jurnalistik Online: Panduan Mengelola
Media Online. Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia,
2018.
Usman, Nurdin. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persana, 2002.
Vivian, John. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Prenada Media
Group, 2008.
Wahyuni, Isti Nursih. Komunikasi Massa. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2014.
Jurnal
Hamna, Dian Muhtadia. “Eksistensi Jurnalisme di Era Media
Sosial”. Jurnalisa Vol 3 No 1, 2017.
Juditha, Christiany. “Akurasi Berita dalam Jurnalisme Online
(Kasus Dugaan Korupsi Mahkamah Konstitusi di Portal
Berita Detiknews)”. Jurnal Pekommas Vol 16 No 3,
2013.
Priyonggo, Ambang. “Merevisi Jurnalisme Sebagai Profesi Di
Era Digital: Telaah Pengaruh Teknologi Media Baru
dalam Praktik Jurnalistik di Indonesia” dalam Muzayyin
Nazaruddin (Ed). Membayangkan Indonesia Baru.
Yogyararta: CCMS-UII.
236
Internet
Adzkia, Aghnia. 2019. “Pembaca Berita Daring Meningkat
Namun Belum Merata”. Diakses pada 7 Februari 2019.
https://beritagar.id/artikel/berita/pembaca-berita-daring-
meningkat-namun-belum-merata
Agustina, Widiarsi. 2018. “Terungkap, Indonesia Punya Media
Massa Terbanyak di Dunia”. Diakses pada 7 Februari
2019. https://nasional.tempo.co/read/1059285/terungkap-
indonesia-punya-media-massa-terbanyak-di-dunia
Faiz Nashrillah. 2018. “Dewan Pers: Ada 43 Ribu Media Online,
Hanya 168 yang Profesional”. Diakses pada 7 Februari
2019. https://www.idntimes.com/news/indonesia/faiz-
nashrillah/dewan-pers-ada-43-ribu-media-online-hanya-
168-yang-profesional-1,
Harsono, Andreas. 2012. “Internet, Verifikasi, Jurnalisme dan
Demokrasi: Elemen Kesepuluh dalam Jurnalisme”.
Diakses pada 3 Juni 2019.
http://www.andreasharsono.net/2012/12/internet-
verifikasi-jurnalisme-dan.html
Jati, Anggoro Suryo. 2010. “Media Online Cetak Sejarah
Pulitzer”. Diakses pada 11 Januari 2019.
https://detik.com/inet/cyberlife/media-online-cetak-
sejarah-pulitzer
Persatuan Wartawan Indonesia. Kode Etik Wartawan Indonesia.
Diakses pada 18 Juni 2019.
http://kambing.ui.ac.id/onnopurbo/library/library-non-
ict/written-law/UUD1945-Amandemen(5).pdf),
Priambada, Adjia. 2015. “Membedah Kerja Dapur Redaksi
Beritagar.id yang Dibantu Robot dalam Sajikan Konten
Berita”. Diakses pada 20 Februari 2019.
https://dailysocial.id/post/membedah-kerja-
dapur-redaksi-beritagar-id-yang-dibantu-robot-dalam-
sajikan-konten-berita
237
Reily, Michael. 2017. “Nielsen: Pembaca Media Digital Sudah
Lampaui Media Cetak”. Diakses pada 7 Januari 2019.
https://katadata.co.id/berita/2017/12/07/nielsen-pembaca-
media-digital-sudah-lampaui-media-cetak
Tim Alexa.com. 2019. “Site Info”. Diakses pada 8 November
2019. https://www.alexa.com/siteinfo/beritagar.id
Tim Redaksi Beritagar.id. “Tentang Kami”. Diakses pada 20
Februari 2019. https://beritagar.id/tentang-kami
Tim Redaksi Beritagar.id. 2018. “Perkenalkan, Robotorial”.
Diakses pada 25 Oktober 2019.
https://blog.beritagar.id/article/redaksi/perkenalkan-
robotorial
Tim Redaksi Bicara Tekno. “GDP Venture”. Diakses pada 20
Februari 2019.
http://www.bicaratekno.com/investor/detail/GDP-Venture
Tim Redaksi Kompas.com. “About Us”. Diakses pada 7 Januari
2019. https://inside.kompas.com/about-us
Tim Redaksi Republika.co.id. “Profil”. Diakses pada 7 Januari
2019. https://www.republika.co.id/page/about
Tim Redaksi Viva.co.id. “Tentang Kami”. Diakses pada 9
Februari 2019. https://www.viva.co.id/tentang-kami
Tim Redaksi Waspada.co.id. “Tentang Kami”. Diakses pada 7
Januari 2019.
http://waspada.co.id/tentang/
Tim Similarweb. “Website Performance”. Diakses pada 9
Februari 2019. https://www.similarweb.com/detik.com
Tim Similarweb. 2019. “Website Performance”. Diakses pada 11
Januari 2019.
https://similarweb.com/website/nytimes.com#overview
Tim Similarweb. 2019. “Website Performance”. Diakses pada 8
November 2019.
238
https://pro.similarweb.com/#/website/worldwide-
overview/beritagar.id/*/999/3m?webSource=Total
Wan Ulfa Nur Zuhro. 2017. “Pertumbuhan Oplah Koran:
Melambat, Melambat, Menurun”. Diakses pada 7 Januari
2019. https://tirto.id/pertumbuhan-
oplah-koran-melambat-melambat-menurun-ciy7
Widiartanto, Yoga Hastyadi. 2016. “Pengguna Internet di
Indonesia Capai 132 Juta”. Diakses pada 17 Maret 2018.
https://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/201
6.pengguna.internet.di.indonesia.capai.132.juta.
Transkrip Wawancara
Wawancara pribadi dengan Aghnia Adzkia pada 26 Februari
2019
Wawancara pribadi dengan Andreas Harsono pada 9 Januari 2019
Wawancara pribadi dengan Dwi Setyo Irawanto pada 5
September 2019
Wawancara pribadi dengan Roy Thaniago pada 3 Januari 2019
239
LAMPIRAN-LAMPIRAN
240
Lampiran 1. Transkrip Wawancara dengan Roy Thaniago
Transformasi media yang kini sedang terjadi di era digital
memunculkan banyak hal baru terkait praktik jurnalisme. Pola
produksi dan distribusi berubah. Perubahan itu mengakibatkan
berubah pula kualitas jurnalisme yang dihasilkan.
Untuk mendiskusikan hal itu, penulis mewawancarai Roy
Thaniago, pendiri dan Direktur Remotivi. Organisasi yang
didirikan pada 2010 ini fokus pada studi dan pemantauan media.
Penulis mewawancarai Roy Thaniago di Kantor Remotivi pada 3
Januari 2019.
1. Menurut Nielson, alasan utama para pembaca masih memilih
koran sebagai sumber informasi adalah karena nilai berita
yang dapat dipercaya. Bagaimana menurut Anda?
Harus di kerucutkan siapa yang dimaksud ‘mereka’ ini, apakah
urban, apakah plural, apakah berdasarkan usia, karena
jawabannya akan berbeda. Misalnya, jika melihat generasi muda,
menurut penelitian terbaru, di luar maupun dalam negeri, terjadi
penurunan kepercayaan terhadap media secara umum, mereka
semakin tidak percaya informasi dari media dan mengalihkannya
pada sumber dari teman, media sosial dan lain-lain. Mereka juga
tidak memiliki tradisi mengakses media-media tradisional seperti
koran, termasuk televisi. Bahkan banyak dari mereka tidak bisa
membedakan antara berita dengan “curated news” semacam Line
Today dan menganggap keduanya sama
241
2. Apakah media cetak yang mempertahankan kualitas
jurnalismenya akan tetap dibaca?
Konteksnya bukan hanya sekadar kualitas, karena Tempo
mungkin kualitasnya masih terjaga, Kompas pun kurang lebih
sama dengan generasi mereka di cetak. Tapi ada kata kunci kedua
yang mungkin mereka tidak lakuka, ‘relevansi’. Artinya ada
perubahan kultur kita membaca, kultur kita mengakses berita, ada
konten-konten yang lebih kita butuhkan hari ini dan itu tidak
dilakukan oleh Tempo dan Kompas cetak. Media-media baru
lebih relevan dengan kehidupan. Saya dulu pembaca Tempo dan
Kompas cetak, setiap hari menunggu dan membaca dengan
senang, tetapi ketika terjadi perubahan, saya tidak merasa mereka
berguna untuk saya dan saya meninggalkan kebiasaan itu. Saya
lebih memilh mengakses berita yang menurut saya lebih relevan
untuk saya, seperti Tirto.id, Beritagar.id, Vice.com, media baru
tersebut malah lebih relevan.
3. Tempo dan Kompas sudah membuat sebuah aplikasi digital
yang di dalamnya memuat berita-berita yang mereka
terbitkan di media cetak?
Hanya memindahkan saja tapi logika beritanya masih
konvensional, hanya perpindahan mediumnya, tidak ada
perubahan logikanya.
Kalau secara gaya penulisan?
Tidak ada yang berubah, justru itu yang menjadi masalah. Kami
berlangganan Kompas.id, saat kami scroll-scroll, tidak ada yang
menarik, mereka hanya memindahkan. Harusnya mereka sadar,
ketika memindahkan ke online, pembacanya mereka pasti beda
242
dengan pembaca tradisional. Usianya, latar belakangnya berbeda.
Harusnya mereka memberi konten yang lebih relevan dengan
usia-usia muda, karena penggunanya mungkin berusia 30-50
tahun, saya pikir itu perlu rekontektualisasi dengan pembaca hari
itu.
Saya sudah bicara dengan Pemred Tempo.co, Bli Komang, soal
aplikasi Tempo yang secara navigasi itu buruk dan kita tidak tahu
ini maksudnya apa jadi mereka gagap terhadap teknologi baru ini.
Di luar itu, cara penulisannya terlalu panjang untuk hari ini
4. Secara umum, media online manakah yang menurut Anda
berkualitas?
Pertama Tirto. Beritagar juga oke, metode-metode yang mereka
gunakan menarik. Walaupun craftsmanship mereka yang kurang
seperti Tirto, artinya cara penulisannya. Metodenya menarik, tapi
cara menuliskannya tidak selancar, selincah, seenak Tirto karena
Tirto banyak orang yang memang latar belakangnya penulis,
sastrawan, craftsmanship-nya sudah ada, kalau Beritagar saya
lihat masalahnya disitu. Menurut saya Tirto dan Beritagar yang
terbaik
5. Munculnya berbagai variasi platform aplikasi digital
memaksa para pengelola media beradaptasi dengan
lingkungan yang baru. Seperti apa adaptasi yang dilakukan
media? Adaptasi seperti apa yang paling terlihat dalam dunia
jurnalisme? Khususnya menyangkut prinsip dan etika
jurnalistik? Mungkinkah etika jurnalisme konvensional
243
masih diperlukan di era yang mengutamakan kecepatan
ketimbang ketepatan informasi?
Banyak media sekarang punya tim khusus yang memonitor
percakapan di internet, apa yang tranding, apa yang dibicarakan
orang dan lain-lain, adaptasi ini menurut saya bahaya karena
agenda yang ada di media disetir, dikendalikan oleh agenda yang
ada di media sosial padahal tidak semua agenda di media sosial
tidak selalu bagus, tidak selalu bermanfaat. Terkadang kita tahu
ada peran-peran buzzer. Mereka dengan mudah membuat sesuatu
tranding di media sosial dan media karena sekarang kehilangan
otoritasnya untuk menyetting agenda pembicaraan publik , jadi
mereka bergantung dengan apa yang ramai di media sosial dan
apa yang dibuat oleh buzzer-buzzer. Padahal banyak hal yang
tidak relevan dengan kepentingan publik. Kalau dulu misalnya,
Tempo, pada jaman-jamannya, ketika terbit, itu kemudian
menjadi agenda perbincangan selama seminggu untuk media
media lain, misalnya korupsi PKS, media lain seminggu
kemudian akan fokus kesana. Artinya peran gatekeeper, peren
kurasi pembicaraan publiknya dulu cukup kuat. Tapi hari ini
kemampuan itu berkurang karena ada perubahan bisnis baru yang
membuat mereka semakin tergantung dengan apa yang ramai dan
itu yang menurut saya mengubah mutu beritanya. Kurangnya
otoritas mereka mengendalikan percakapan
Atau kurang dekat dengan publik?
Justru mereka sangat ingin dekat dengan konsumen atau netizen,
beda dengan publik
Ada yang dilanggarkah dari kebiasaan itu?
244
Tugas wartawan kan tidak mudah percaya, skeptis. Hal yang
mendasar dari jurnalisme adalah verifikasi, seringkali mereka
tidak melakukan itu. Yang akhirnya mereka lakukan seringkali
commentary journalism, seperti talkshow, jadi pendapatmu
dikutip, pendapat lain dikutip, lalu diadu, semacam jurnalisme
pernyataan.
6. Selama ini berlangsung pola kerja wartawan berbasis
kontribusi jumlah (kuantitas) pemberitaan. Banyak
wartawan yang memecah sebuah berita utuh menjadi
beberapa berita tak utuh atau terpotong-potong. Apakah ini
berpotensi menurunkan kualitas jurnalisme yang dihasilkan
media dan wartawan?
Bukan menurunkan kualitas jurnalisme, tapi yang lebih parah
adalah terjadi bias informasi dari warga atau pembaca. Dulu kan
satu berita harus cover both side, kemudian berimbang. Kalau
sekarang kan dipisah, kamu menghina saya, satu berita,
pembelaan saya, berita yang lain. Bisa jadi mereka tidak
membaca berita yang ini, akhirnya membuat kita fatc selection,
menyeleksi fakta yang kita suka dan ini yang terjadi pada
berdebatan “cebong vs kampret”.
Bagaimana pandangan Anda mengenai media yang clickbait?
Bagi saya clickbait itu penting dalam makna yang positif, bahwa
suatu judul harus semanarik mungkin, agar orang tertarik
membacanya, itu tidak masalalah. Tapi yang menjadi masalah
ketika judul itu bohong, apa yang ditulis tidak sesuai dengan isi
berita, sengaja melebih-lebihkan, metaforik, dan bahkan yang
sering terjadi adalah mereka berpendapat. Media harusnya tidak
245
berpendapat. Seperti “Tegas Jowoki”, “Mendebarkan Aksi
Jokowi Mengendarai Motor”, judul tersebut subjektif, perasaan
orang. Seringkali media-media menggunakan kata-kata opini
sebagai judulnya. Jadi tidak lagi mendeskripsikan suatu hal, tapi
kemudian memberi makna berlebih pada suatu hal, walaupun
sebenarnya dalam deskripsi juga menkonstruksi suatu makna
tertentu.
7. Di Indonesia, berita yang mengandalkan sensasionalitas dan
trivialisasi malah ramai dibaca. Apakah ini pertanda
masyarakat tidak terlalu peduli kualitas jurnalisme?
Bisa jadi merefleksikan hal itu. Tapi masalahnya hal seperti ini
terjadi di berbagai negara, bukan hanya di Indonesia. Tapi yang
menjadi perimbangannya adalah di luar itu media-media yang
berkualitas juga tetap ada dan dibarengi dengan tingkat literasi
masyarakatnya yang tinggi.
8. Ketika berbicara peran wartawan, secara implisit terdapat
standar normatif yang didasarkan pada Undang-Undang
Pers No. 40 Tahun 1999 pasal 6. Peran wartawan menurut
undang-undang tersebut diantaranya:
1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
2) Menegakan nilai-nilai dasar demokrasi
3) Mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM
4) Menghormati kebhinekaan
5) Mengembangkan pendapat umum
6) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran
246
7) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran
Apakah peran tersebut masih dijalankan dan masih relevan
untuk wartawan era digital?
Apa hal yang menurut Anda kurang dari peran pers yang
dirumuskan undang-undang tersebut?
Ketika 1999, itu kan agak terburu-buru juga undang-undang ini di
godok, tapi menurut saya tetap relevan. Tapi apakah sepenting itu
menuangkan nilai-nilai atau idealisme jurnalisme ke dalam
sebuah produk undang-undang? Undang-undang hanya formalitas
saja, yang lebih serius justru ada di dalam komunitas pers sendiri
seperti Kode Etik Jurnalistik, semacam manivesto jurnalisme
Indonesia, mungkin dapat dituangkan ke dalam hal lain tanpa
harus menunggu undang-undang ini di revisi.
9. Bill Kovach mengatakan era digital adalah era kolaborasi, di
mana publik bukan hanya sebagai pembaca, tapi juga
pembuat konten. Apakah praktik seperti ini sudah terjadi di
Indonesia?
Ada beberapa yang seakan-akan melakukan kolaborasi tapi
menurut saya tidak. Citizen Journalism kan harusnya mengangkat
persoalan yang penting bagi warga biasa, persoalannya sangat
lokal. Ketika mereka mengirim, mereka harus mengikuti
perspektif media tersebut agar bisa diterima. Artinya tetap ada
logika mainstream yang malah mengendalikan logika citizen
journalism. Mereka cenderung bukan memberi ruang, tetapi ingin
mendapat konten yang lebih murah saja, ketimbang
memberdayakan warga.
247
Lalu contoh lain misalnya, Tempo membuat kolaborasi Change
dan Kitabisa agar orang-orang bisa patungan dan memilih
investigasi apa yang ingin diliput, tapi cenderung tidak organik,
artinya semua itu tidak datang dari orang banyak, mereka sudah
menetapkan tiga isu yang ingin diangkat, yang paling banyak di
vote nanti dipilih, seakan-akan kita diberikan pilihan padahal kita
tidak diberi pilihan.
10. Satu hal yang paling menonjol di era digital adalah soal
konten aggregator. Ada banyak link yang ada terdapat di
berita karena informasi dikumpulkan dari berbagai sumber,
lalu ada pula saran untuk membaca informasi lainnya
melalui fitur hyperlinks. Bagaimana menurut Anda?
Tapi dalam konteks yang lain banyak juga masalah psychological
behavior, perilaku psikologis membaca yang berubah karena
terlalu banyak link, membuat orang tidak fokus pada teks. Itu hal
yang lain lagi. Bagaimana iklim ekosistem digital mengubah cara
kita membaca, mengubah daya baca kita, walaupun itu
sebenarnya membantu pembaca dalam hal verifikasi sumber.
11. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel merumuskan delapan peran
wartawan di era internet. Seberapa urgent peran-peran itu
diaplikasikan dalam kehidupan jurnalisme digital di
Indonesia?
Justru menurut saya Bill Kovach cukup terdepan yang
merekontekstualisasi jurnalisme di era digital. Bahkan dia sangat
peka, sangat sadar, bahwa digitalisasi di era baru ini mengubah
cara orang mengkonsumsi berita. Saya ingat ketika dia bilang
248
justru disaat orang mudah mencari informasi tugas jurnalisme
bukan semakin ringan, malah semakin berat. Karena mereka
harus memastikan apa yang seharusnya orang cari tahu. Fungsi
gatekeeper semakin penting disana. Kalau dulu semua ditentukan
media, apa yang perlu dibaca sekarang orang bisa cari sendiri tapi
apa yang mereka cari belum tentu relevan atau penting untuk
mereka. Itu menjadi tugas media memastikan mana informasi
yang penting untuk di cari tahu dan penting untuk di diskusikan
walaupun tentu ada kritik sebagai bias elit, bahwa hanya
wartawan, hanya elit yang merasa tahu apa yang perlu dibicaran
ketimbang orang biasa. Justru menurut saya penting banget
beberapa pedekatan-pendekatan di buku Blur itu untuk di
rekontekstualisasi di hari ini.
249
Lampiran 2. Transkrip Wawancara dengan Andreas
Harsono
Era digital menjadi tantangan besar bagi media-media
cetak. Mereka mencoba segala strategi untuk bertahan hidup di
tengah gempuran media baru. Munculnya berbagai variasi
platform digital memaksa para pengelola media beradaptasi
dengan lingkungan yang baru. Namun tak ada satu teori atau
aturan baku yang memuntun media-media besar dalam
menjalankan transformasi digitalnya.. Lalu seperti apa adaptasi
yang harus dilakukan media? Khususnya menyangkut prinsip dan
etika jurnalistik.
Untuk mendiskusikan hal itu, penulis mewawancarai
Andreas Harsono di kediamannya pada 9 Januari 2019. Ia adalah
penerima Nielman Fellowship on Journalism di Harvard
University. Di sana, ia belajar jurnalisme langsung dari Bill
Kovach. Setelah itu, ia mendirikan Yayasan Pantau yang fokus
pada riset media dan pelatihan jurnalisme. Saat ini, ia menjadi
reporter Human Rights Watch dan aktif mengajar jurnalisme di
berbagai tempat.
1. Bagaimana caranya media dapat bertahan hidup sebagai
industri tanpa mengorbankan kualitas dan penenuhan hak
publik? Kita tahu grup media cetak besar seperti Tempo dan
Kompas membuat portal online, namun kita juga tahu
kualitas yang disajikan Tempo versi cetak dan Tempo versi
online berbeda, Kompas versi cetak dan kompas versi online
250
pun berbeda, manajemen redaksional antara cetak dan
daring di kedua media tersebut pun berbeda, bagaimana
Anda memandang hal ini? Apakah hal ini menurunkan brand
kedua media tersebut?
Ketika mereka membuat Tempo.co, editingnya tidak seketat di
Majalah Tempo. Kompas.com juga sama, ruang redaksinya
berbeda dengan Kompas cetak, perusahaannya berbeda, badan
hukumnya pun berbeda. Ini yang membuat kedua perusahaan ini
punya satu brand tapi dengan dua standar. Dan celakanya standar
dotcom lebih rendah daripada standar cetak, itu akan merugikan
brand masing-masing. Mereka sadar akan penurunan kualitas
tersebut. Saya protes ke Maria Hartiningsih, wartawan senior
Harian Kompas, mereka bilang “kami jangan disamakan dengan
Kompas.com” sementara orang luar kan tidak melihatnya sedetail
itu, mereka pikir itu sama.
Mereka lucu juga ya, mereka membuat beberapa domain dengan
isi yang berbeda-beda. Ada yang isinya kompas cetak, ada yang
isinya kompas digital. Tempo juga di dalam aplikasi Tempo
Media juga ada koran, ada majalah, ada Tempo English. Hal itu
membuat kontrol mutunya menjadi susah. Pendekatannya
masing-masing berbeda. Standarisasinya juga berubah. Contoh
lainnya New York Times misalnya, New York Times itu harian,
tapi ada juga New York Times Magazine mingguan, yang sudah
berlangsung satu abad lebih. Ketika mereka membuat dotcom,
dotcomnya cuma satu, www.nytimes.com, dan isi dotcom itu
dengan isi harian kebanyakan sama tapi tidak semuanya berbeda.
Update berita di New York Times itu tidak perjam beberapa kali.
251
Mereka tidak lantas membuat New York Times itu seperti
detik.com. Dan ini salah satu media yang menguntungkan,
mereka memiliki 3,5 juta pelanggan di seluruh dunia. Atau
contoh lain The New Yorker, itu juga menguntungkan, dengan
standar yang sama. Isi berita di website praktis isi berita di
majalah. Hanya terkadang ditambahkan ketika ada breaking
news.
2. Munculnya berbagai variasi platform aplikasi digital
memaksa para pengelola media beradaptasi dengan
lingkungan yang baru. Seperti apa adaptasi yang dilakukan
media? Adaptasi seperti apa yang paling terlihat dalam dunia
jurnalisme? Khususnya menyangkut prinsip dan etika
jurnalistik?
Harus dibuat standar yang sama. Jadi tidak memakai standar yang
berbeda antara cetak dengan online. Yang relatif standarnya sama
itu The Jakarta Post. Yang sama tapi tidak dikerjakan itu Jawa
Pos, online-nya hanya sekadar dimasukan berita-berita cetak.
Sama bukan karena mereka mau sama, tapi karena mereka tidak
serius mengerjakannya. Online kan tidak bisa 100% sama dengan
media cetak, online memiliki keunggulan tersendiri. Online bisa
lebih cepat, juga dapat memuat video, juga punya podcast,
infografik dan memiliki interaktifitas yang tinggi. Itu yang saya
sebut 16 pendekatan digital.
3. Bagaimana caranya agar media yang berbasis cetak dapat
meneransfer kualitas jurnalisme yang baik ke dalam medium
digital?
252
Ada dua pendekatan. Pertama, wartawan harus dididik untuk
berpikir ke arah media digital. Dalam buku Blur disebutkan 16
pendekatan digital. Misalnya, wartawan perlu sediakan link pada
kata-kata kunci, perlu link organisasi atau orang yang ditulis
dalam laporan mereka, transkrip wawancara, rekaman wawancara
video atau audio, biografi penulis berita, frequently asked
questions terkait dengan berita, pendekatan “crowd source”,
kesempatan publik memberi informasi tambahan serta ada
koreksi dan update.
Perubahan kedua pada policy maker. Mereka perlu memahami
ada revolusi besar komunikasi. Peranan media sebagai penjaga
pagar masyarakat sudah runtuh. Kasarnya, sekarang setiap orang
bisa jadi produsen informasi lewat twitter, facebook, youtube,
blog, dan sebagainya. Policy maker perlu tahu bahwa pada era
internet ada delapan peran wartawan. Kovach dan Rosenstiel
meyebutnya sebagai authenticator; sense maker; investigator;
saksi mata; empowerer; smart aggregator; forum organizer dan
menjadi role model.
4. Mungkinkah etika jurnalisme konvensional masih diperlukan
di era yang mengutamakan kecepatan ketimbang ketepatan
informasi?
Kecepatan bukan hanya masalah sekarang. Kecepatan sejak dulu
menjadi bagian dari jurnalisme. Bahkan kita menciptakan struktur
piramida terbalik pada abad ke-19 itu juga demi kecepatan. Jadi
kecepatan itu inherent dengan jurnalisme. Mutu itu juga inherent
di dalam jurnalisme. Tidak boleh kita mengorbankan mutu hanya
253
demi kecepatan. Istilah mereka itu “grace under pressure”, tetep
anggun walau dalam tekanan.
5. Di Indonesia, berita yang mengandalkan sensasionalitas dan
trivialisasi malah ramai dibaca. Apakah ini pertanda
masyarakat tidak terlalu peduli kualitas jurnalisme?
Saya kira bukan mayarakatnya yang salah. Tidak salah sih cepat,
tapi cepat sampai mengorbankan mutu itu akan merugikan
masyarakat. Menarik, salah satu pendiri dari Detik.com, Sapto
Anggoro, itu mendirikan Tirto.id untuk menebus dosa. Karena
menurut dia Detik.com itu menciptakan banyak kerusakan
demokrasi. Sebelum Tirto.id muncul, media-media online seperti
Tribun News itu ikut membuat kacau Indonesia, intoleransi
meningkat, orang jadi semakin tempramental, makin ngawur.
6. Ketika berbicara peran wartawan, apa perbedaan peran
wartawan konvensional dengan wartawan media digital?
Secara dasar sih sama saja, hanya skill yang berbeda. Wartawan
media online kan harus mengerti coding, memberi link pada kata
kunci.
7. Secara implisit terdapat standar normatif yang didasarkan
pada Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 pasal 6. Peran
wartawan menurut undang-undang tersebut diantaranya:
1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
2) Menegakan nilai-nilai dasar demokrasi
3) Mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM
4) Menghormati kebhinekaan
5) Mengembangkan pendapat umum
254
6) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran
7) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran
Apakah peran tersebut masih dijalankan dan masih relevan
untuk wartawan era digital?
Apa hal yang menurut Anda kurang dari peran pers yang
dirumuskan undang-undang tersebut?
Relevan sekali. Dunia ini kan diatur dengan hukum, mulai dari
ukuran minus kacamata, ukuran centimeter-meter, kalau kita
tidak mau memperhatikan standar-standar itu yang disebut
hukum, lalu mempehatikan apa lagi?
8. Peran apa yang mesti dimainkan wartawan? Jika kini warga
dapat menjadi “citizen journalist”. Apa yang perlu disediakan
jurnalisme kepada masyarakat di era digital? Apakah sama
seperti jurnalisme lama?
Pendekatan baru dalam jurnalisme di era digital. Salah satunya
menjadi otentikator, melakukan otentifikasi apakah suatu
informasi itu benar atau tidak. Menjadi role model, apakah
wartawan itu bersih atau tidak terlibat skandal.
9. Seberapa ‘urgent’ media digital memainkan delapan peran
tersebut?
Sangat urgent. Salah satu peran mengatakan wartawan harus
menjadi role model. Peran sebagai role model ini tidak gampang.
Bagaimana Anda menjadi role model jika Anda mengendarai
mobil lalu menabrakannya bersama ketua DPR RI lalu pura-pura
masuk rumah sakit, ini bukan hanya tidak menjadi role model,
tapi sudah menjadi ‘bajingan’ juga. Atau bagaimana Anda
255
menjadi role model jika Anda menawarkan diri menjadi istri
kedua Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat).
10. Adakah masalah jika media online tidak
mengimplementasikan peran tersebut?
Reputasi & kredibilitas mereka akan digerogoti. Tapi jika mereka
menjalankan, reputasi mereka akan terus naik, ketika mereka
bersuara masyarakat akan percaya.
11. Apakah ekonomi-politik media mendukung hal ini?
Mendukung sekali. Persoalannya mau atau tidak. Kredibilitas itu
setara dengan uang. Makin kredibel Anda makin mahal harga
Anda. Posisi Anda makin tinggi.
12. Solusi untuk media online agar berkualitas?
Menurut Paper Charles Lewis, dari Reuters Institute for the Study
of Journalism tentang tiga model bisnis baru media: 1) Pay; 2)
Non-profit Media; 3) The rise of NGO’s. NGO punya banyak
riset, harusnya itu menjadi sumber referensi
13. Apa keuntungan jika media mengimplementasikan peran
tersebut? Dan adakah kerugian?
Menguntungkan sekali. Buktinya New York Times itu.
14. Tapi apakah kesadaran masyarakat Indonesia tentang
kualitas jurnalisme sudah selevel dengan masyarakat
Amerika?
Ini kan bukan soal masyarakatnya. Membandingkan dua
masyarakat tentu tidak gampang. Tapi bicara soal idealisme.
Idealnya ada delapan peran, di Amerika juga tidak semua mau
mengimplementasikan delapan peran itu, karena banyak yang
‘brengsek’ juga. Tapi ketika saya menyebut New York Times,
256
mereka mencoba dan mereka cukup baik. Saya tidak mengatakan
mereka berhasil, karena ini kan bagai bintang di langit, ideal
namun sulit dicapai.
15. Menurut Anda, media online apa yang mengimplementasikan
peran tersebut? Di Indonesia maupun di negara lain?
Saya tidak tahu semua karena di Indonesia ini banyak sekali
media massa. Tapi yang saya kenal dekat, yang berani memecat
wartawan yang ngawur, kbr, mongabay, saya kira itu dua nama
yang berani menjalankan peran itu. Artinya itu kan diuji bila
kamu berani memecat wartawan yang dicurigai melakukan
pelanggaran.
16. Apakah pemimpin media saat ini memiliki kesadaran untuk
memainkan peran seperti yang dirumuskan Bill Kovach dan
Tom Rosenstiel? Media mana saja yang menjalankan?
Tidak sama sekali. saya justru melihat para pemimpin media
berpikiran cadok. Pandangannya sempit. Mereka banyak tak
melihat perubahan peran media dalam era internet. Mereka masih
pakai jurnalisme cetak dalam medium internet. Ada beberapa
media yang sadar, Tirto saya kira sadar, lalu mongabay, KBR,
17. Diantara delapan peran tersebut, mana yang paling urgent
untuk di implementasikan ditengah jurnalisme saat ini?
Saya kira di era saat ini peran yang paling urgent adalah
otentikator, ditengah banyaknya berita hoaks.
18. Dalam praktik menjalankan peran otektikator, validasi
sebuah pernyataan, bantahan terhadap sebuah tuduhan dan
penelusuran kembali fakta-fakta yang menopang narasi
sebuah berita dimuat dalam item-item berita yang berbeda
257
waktu unggahannya. Apakah praktik seperti ini dapat
disebut pensahih?
Salah dong, tujuan jurnalisme itu kan mencari dan menyajikan
kebenaran. Kalau kita belum melakukan verifikasi, hanya
mengutip dari satu orang saja, kerusakan akan terjadi lebih
banyak. Seperti kasus Ratna Sarumpaet dan Andi Arief. Kalau
wartawan yang benar kan verifikasi dulu, baru memberitakan.
Kalau kita memberitakan dulu tanpa verifikasi dulu, kita ditipu
Ratna Sarumpaet dan Andi Arief. Sementara dampak yang terjadi
pada demokrasi kita sudah rusak duluan.
19. Mereka yang bekerja di ruang redaksi tradisional lebih
independen dan non ideologis memiliki posisi yang lebih baik
untuk menjalankan peran ini. Media modern?
Seharusnya sama saja. Tapi kan sistem wartawan kita di
Indonesia ini, seperti di Detik.com, di Tribunnews, mereka dapat
mengetik lewat handphone, bahkan reportase melalui telpon lalu
redaksi di kantor yang menuliskan beritanya, kemungkinan
editing lebih rumit.
20. Cara kongkrit mengaplikasikan peran ini?
Saya kira standarnya harus sama. Standar Majalah Tempo dipakai
juga di Tempo.co, standar Koran Harian Kompas dipakai juga di
kompas.com. Kalau media yang memokuskan dirinya pada media
online seperti detik.com, menurut saya harus di tinjau ulang
standarnya. Kalau saya diminta masuk kesana, saya akan
menghentikan semua, karena akibat kerusakannya pada
demokrasi kita sudah serius. Timbul kegaduhan-kegaduhan yang
tidak perlu.
258
21. Menurut Anda, dari delapan peran tersebut, peran yang
belum dijalankan?
Yang belum dijalankan itu role model. Bagaimana caranya
wartawan menjadi panutan.
22. Media mana yang sudah menjalankan peran sebagai
penyedia forum?
Sudah cukup cukup banyak. Tempo punya Tempo Institute,
Femina punya Femina & Friends,
23. Media yang mengajak masyarakat dalam rapat redaksi?
Tempo sudah sering. Sejak jaman Soeharto, Tempo sudah sering
mengajak para aktivis ikut dalam rapat redaksi.
24. Apakah citizen journalism termasuk peran memberdayakan
publik?
Citizen journalism kan mengibaratkan ada anggota masyarakat
yang memang ahli dalam bidang masing-masing. Tapi yang
terjadi tentu ada dampaknya juga. Ada ahli yang mengibaratkan,
ada stadiun bola yang diisi 50.000 penonton, 50.000 penonton itu
jadi komentator bola, itu yang tidak benar. Tetapi jika diantara
50.000 ada 10 sampai 20 orang yang mantan pemain bola, pelatih
bola, pengamat bola, itu yang dimaksud citizen journalism, bukan
yang 50.000.