implementasi bakteri selulolitik yang · pdf file0 implementasi bakteri selulolitik yang...
TRANSCRIPT
0
IMPLEMENTASI BAKTERI SELULOLITIK YANG DIISOLASI DARI RUMEN KERBAU
SEBAGAI AGENSIA PROBIOTIK DALAM RANSUM BERBASIS AMPAS TAHU TERHADAP
PERFORMANS DAN KONSENTRASI N-NH3 EKSKRETA ITIK
SITI, N. W., I. A. P. UTAMI, DAN IGNG., BIDURA
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar
Jl. PB. Soedirman, Denpasar-Bali
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh implementasi bakteri selulolitik yang diisolasi dari
rumen kerbau yang berpotensi sebagai probiotik dalam ransum berbasis ampas tahu terhadap performans,
jumlah daging dada, lemak abdomen, serum kolesterol darah, dan konsentrasi N-NH3 dalam ekskreta itik.
Dua ratus empat puluh itik bali jantan umur lima minggu dengan berat badan homogen diberi empat macam
perlakuan dalam disain rancangan acak lengkap (RAL). Tiap perlakuan dengan enam kali ulangan dengan 10
ekor itik pada masing-masing ulangan. Semua itik diberikan ransum perlakuan selama lima minggu.
Keempat perlakuan tersebut adalah: (A) ransum berbasis ampas tahu tanpa disuplemenasi kultur bakteri
selulolitik rumen kerbau sebagai kontrol; (B) ransum A + 0,20% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau; (C)
ransum A + 0,40% kultur bakteri selulolitik rumen kerbau; dan (D) ransum A + 0,60% kultur bakteri
selulolitik rumen kerbau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi kultur bakteri selulolitik rumen
kerbau dalam ransum berbasis ampas tahu (perlakuan C dan D) secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan
performans itik bali jantan umur 5-10 minggu. Persentase karkas, jumlah daging dada karkas pada itik
perlakuan C dan D nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pada control (perlakuan A). Sebaliknya, secara nyata
(P<0,05) menurunkan jumlah lemak abdomen, kolesterol serum, dan konsentrasi N-NH3 dalam ekskreta itik.
Disimpulkan bahwa suplementasi 0,40-0,60% kultur bakteri selulolitik sebagai agensia probiotik dalam
ransum berbasis ampas tahu dapat meningkatkan pertambahan berat badan, persentase karkas, persentase
daging dada karkas, dan efisiensi penggunaan ransum pada itik umur 5-10 minggu. Sebaliknya secara nyata
dapat menurunkan jumlah lemak abdomen, kolesterol serum, dan konsentrasi N-NH3 dalam ekskreta itik.
Kata kunci: Bakteri selulolitik, rumen kerbau, probiotik, karkas, kolesterol, amonia
IMPLEMENTATION CELLULOLYTIC BANTERIA ISOLATED FROM THE RUMEN OF
BUFFALO AS A PROBIOTICS AGENT IN TOFU-BASED RATION ON THE PERFORMANCE
AND CONCENTRATION N-NH3 IN EXCRETA OF DUCK
ABSTRACT
The study was carried out to study the effect of implementation of Cellulolytic bacteria isolated
from rumen of buffalo in tofu-basal diets on performance, breast meat, abdominal-fat, blood serum
cholesterol, and concentration N-NH3 of duck excreta. Two hundried fourty of male Bali ducklingr aged five
of weeks was assigned to four treatments in a completely randomized design. Each treatment has six
replications with ten birds per replication. All of the birds were fed experimental diets for five weeks. The
treatments were (i) tofu-basal diets without supplemented of Cellulolytic bacteria isolated from rumen of
buffalo as control; (ii) tofu-basal diets with 0.20% of Cellulolytic bacteria isolated from rumen of buffalo
supplemented; (iii) tofu-basal diets with 0.40% of Cellulolytic bacteria isolated from rumen of buffalo
supplemented; and (iv) tofu-basal diets with 0.60% of Cellulolytic bacteria isolated from rumen of buffalo
supplemented, respectively. The study showed that supplementation of Cellulolytic bacteria isolated from
rumen of buffalo in tofu-basal diets (treatment C and D) could improve significant differences (P<0.05) on
performance of ducks. Carcass percentage and breast meat of birds treatment C and D were increased
significantly different (P<0,05) than control (treatment A). Supplementation of Cellulolytic bacteria isolated
from rumen of buffalo in tofu-basal diets were decreased significantly different (P<0,05) on abdominal fat,
blood serum cholesterol contents, and concentration of N-NH3 on excreta of ducks. It was concluded that
supplementation 0,40-0,60% of Cellulolytic bacteria isolated from rumen of buffalo in tofu-basal diets were
increased live weight gains, carcass percentages, breast meat, and feed efficiencies of duck up to ten weeks of
age. On the other hand were decreased abdominal fat, blood serum cholesterol contents, and concentration N-
NH3 of duck excreta.
Key words: Bacteria cellulolytic, buffalo rumen, probiotics, carcass, cholesterol, ammonia
1
PENDAHULUAN
Pengembangan ternak unggas di Indonesia menghadapi kendala, yaitu potensi pakan yang
tidak sesuai dengan kuantitas, kualitas dan kontinuitas, sehingga penanganannya perlu mendapat
perhatian serius, karena pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha ternak unggas.
Oleh sebab itu, perbaikan manajemen pakan diharapkan mampu meningkatkan efisiensi usaha
ternak unggas, khususnya ternak itik. Usaha ternak unggas memerlukan pakan yang cukup banyak
pakan, sehingga perlu rekayasa pemberian pakan menggunakan bahan pakan lokal dengan manfaat
yang optimal.
Ampas tahu terbuat dari hasil aksktraksi kacang kedelai berupa limbah basah yang kaya
protein (Wina et al., 2012). Kelemahan utama ampas tahu sebagai pakan unggas adalah tingginya
kandungan air (82-90%) dan serat kasar (Wina et al., 2008). Ampas tahu mengandung protein
dengan asam amino lysin, metionin, dan kalsium yang cukup tinggi. Namun, kandungan serat
kasarnya tinggi, sehingga menjadi faktor pembatas penggunaannya dalam ransum unggas
(Mahfudz, 2006).
Menarik untuk mempelajari adalah penggunaan mikroba dalam rumen kerbau, karena
sebagian besar mengandung mikroba selulolitik dan memiliki aktivitas selulolitik tertinggi
dibandingkan dengan mikroba selulolitik ternak lainnya, seperti sapi (Prabowo et al., 2007). Pada
rumen kerbau cairan menemukan tujuh koloni bakteri selulolitik, sedangkan di empat koloni pada
sapi bali. Melalui isolasi dan kemampuan pengujian mikroba isolat terpilih sebagai probiotik dan
serat merendahkan (CMC-ase) dan ketika dilaksanakan melalui produk fermentasi kontinyu
melalui pakan, mungkin akan dapat membantu dalam mencerna unggas dalam ransum berbasis
kedelai penyulingan oleh-produk, dari aspek nilai-nilai kering materi cerna, bahan organik, dan
serat kasar.
Fraksi selulosa merupakan komponen yang paling besar sebagai penyusun dinding sel
ampas tahu, yaitu sekitar 40-50% yang sangat sulit/tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan pada
ternak itik. Supaya dapat digunakan, maka selulosa terlebih dahulu harus diuraikan menjadi
senyawa dengan berat molekul rendah, seperti mono, di, dan tri sakarida. Degradasi tersebut
melibatkan kompleks enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba (Wainwright, 2002), yaitu
endo-beta-glucanase dan beta glucosidase.
Berdasarkan hal tersebut, menarik untuk diteliti adalah pemanfaatan jasa mikroba
selulolitik yang berasal dari cairan rumen kerbau sebagai inokulan pendegradasi serat pada ampas
tahu sebelum diberikan kepada ternak itik. Hal ini dimungkinkan karena bakteri dari cairan rumen
kerbau mempunyai aktivitas selulolitik yang paling tinggi dibandingkan dengan mikroba selulolitik
ternak lainnya, seperti sapi (Prabowo et al., 2007).
Fermentasi dengan mikroba selulolitik dapat menyederhanakan partikel bahan pakan,
sehinggadapat meningkatkan nilai gizinya, serta mengubah protein kompleks menjadi asam amino
sederhana yang mudah diserap (Mahfudz et al., l996). Proses fermentasi yang tidak sempurna
tampaknya menyebabkan berkembangnya bakteri lain yang bersifat pathogen yang menimbulkan
gangguan kesehatan dan kematian ternak. Oleh karena itu, pemilihan mikroba sebagai inokulan
dalam proses fermentasi perlu dicermati.
Produk pakan fermentasi nyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan menurunkan serum
kolesterol dan meningkatkan kualitas karkas itik (Bidura et al., 2008b). Khasiat lain dari produk
fermentasi adalah dapat menekan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl Co-A reduktase yang
berfungsi untuk sintesis kolesterol dalam hati (Tanaka et al., l992), serta dapat menurunkan jumlah
lemak tubuh ayam broiler (Kataren et al., 1999). Menurut Harmayani (2004), bakteri yang mampu
tumbuh dan mengasimilasi kolesterol dalam usus halus mempunyai potensi sebagai pengontrol
kadar kolesterol serum darah inang, karena di dalam usus halus terjadi proses absorpsi kolesterol.
Kemampuan asimilasi kolesterol oleh bakteri probiotik tersebut bervariasi diantara strain dan
memerlukan kondisi yang anaerob serta adanya asam empedu.
Berdasarkan uraian tersebut diatas penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh
suplementasi bakteri selulolitik yang diseleksi dari rumen kerbau dalam ransum berbasis ampas
tahu untuk meningkatkan performans dan menurunkan lemak abdomen dan kadar amonia dalam
ekskreta itik.
2
METODE PENELITIAN
Rancangan Percobaan
Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian feeding trial ini adalah rancangan acak
lengkap (RAL) dengan empat macam perlakuan dan enam kali ulangan. Tiap ulangan (unit
percobaan) menggunakan masing-massing 10 ekor itik Bali jantan dewasa umur 5 minggu dengan
berat badan homogen. Keempat perlakuan tersebut, yaitu (i) itik yang diberi ransum bebasis ampas
tahu dengan 0,00% kultur bakteri selulolitik unggulan sebagai kontrol (A); (ii) ransum A + 0,20%
kultur bakteri selulolitik B-6 unggulan (B); (iii) ransum A + 0,40% kultur bakteri selulolitik B-6
unggulan (C); dan (iv) ransum A + 0,60% kultur bakteri selulolitik B-6 unggulan (D).
Semua diet yang dalam bentuk mash dan disusun oleh iso-energi (2900 kkal ME / kg) dan
iso-protein (17% CP). Diet dan air minum diberikan ad libitum selama masa percobaan lima
minggu. Berat badan dan konsumsi pakan dicatat mingguan.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan Tabel komposisi zat
makanan menurut Scott et al. (1982), dengan menggunakan bahan, seperti jagung kuning, tepung
ikan, bungkil kelapa, dedak padi, garam, dan ampas tahu. Semua perlakuan ransum disusun
isokalori (ME: 2900 kcal/kg) dan isoprotein (CP: 17%). Air minum yang diberikan bersumber dari
perusahan air minum setempat.
Ampas Tahu Ampas tahu diperoleh dari industri rumah tangga pembuatan tahu di daerah Ubung Kaja,
Denpasar Barat.
Pembuatan kultur Bakteri Selulolitik yang diisolasi dari Rumen Kerbau
Pembuatan kultur bakteri selulolitik yang diisolasi dari rumen kerbau dilakukan dengan
melakukan isolasi bakteri selulolitik dari cairan rumen kerbau. Isolat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah isolat yang telah lolos uji probiotik (uji berbagau level suhu, asam, dan garam
empedu) serta mempunyai aktivitas selulolitik/CMC-ase (Siti et al., 2014). Isolate yang diperoleh
selanjutnya dibuatkan kultur bakteri selulolitik dengan menggunakan media padat (dedak padi),
yaitu: 150 g molasses, 15 g urea, 5 g kapur, 5 g garam dapur, 2 g multi vitamin-mineral, 400 g
dedak padi, dan air secukupnya sampai campuran tadi mencapai berat 1 kg, kemudian tambahkan
isolate bakteri selulolitik yang telah diisolasi dari cairan rumen kerbau sebanyak 0,50%.
Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi dalam ruang inkubator dalam suasana anaerob selama 1
minggu pada suhu 37-390C (temperatur dijaga konstan). Setelah satu minggu inkubasi, selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada suhu 450C dan setelah kering dihancurkan kembali dan diamati
jumlah colony bakteri selulolitik pada kultur tersebut (siap digunakan sebagai kultur bakteri
selulolitik cairan rumen dari kerbau).
Tabel 1. Komposisi bahan pakan dalam ransum itik umur 5-10 minggu
Bahan Pakan (%) Implementasi Kultur Isolat Selulolitik Kerbau (%)
0,00 0,20 0,40 0,60
Jagung kuning 47,20 47,20 47,20 47,20
Dedak padi 10,50 10,50 10,50 10,50
Bungkil kelapa 4,30 4,30 4,30 4,30
Tepung ikan 7,50 7,50 7,50 7,50
Ampas tahu 30,00 30,00 30,00 30,00
Garam dapur 0,50 0,50 0,50 0,50
Total 100 100 100 100 Keterangan:
1. Ransum berbasis ampas tahu tanpa suplementasi kultur bakteri selulolitik yang diisolasi dari rumen
kerbau sebagai kontrol (A); ransum berbasis ampas tahu yang di suplementasi 0,20% kultur bakteri
selulolitik (B); dengan suplementasi 0,40% kultur bakteri selulolitik (C); dan dengan suplementasi
0,60% kultur bakteri selulolitik (D).
Pemotongan Itik
Pengambilan sampel itik untuk disembelih dilakukan pada akhir penelitian, yaitu semua
itik pada masing-masing unit percobaan disembelih. Sebelum disembelih, terlebih dahulu itik
3
dipuasakan selama 12 jam. Itik disembelih dengan sayatan pada vena jugularis. Darah itik
ditampung, kemudian di masukkan ke dalam tabung yang telah diberi kode perlakuan, lalu
ditimbang untuk keperluan analisis lebih lanjut.
Tabel 2. Komposisi zat makanan dalam ransum itik umur 5-10 minggu1)
Zat Makanan Perlakuan Standar2)
A B C D
Energi termetabolis (kkal/kg) 2900 2900 2900 2900 2900
Protein kasar ( % ) 17,0 17,0 17,0 17,0 18.00
Serat kasar ( % ) 9,01 9,01 9,01 9,01 5-7
Lemak kasar ( % ) 4,78 4,78 4,78 4,78 5-10
Ca ( % ) 0,94 0,94 0,94 0,94 0.8-1.2
P-tersedia ( % ) 0,61 0,61 0,61 0,61 0.40
Arginin ( % ) 1,64 1,64 1,64 1,64 1.00
Lysin ( % ) 1,41 1,41 1,41 1,41 0.82
Metionin+sistein ( % ) 0,81 0,81 0,81 0,81 0.60 Notes: 1. Berdasarkan perhitungan Scott et al. (1982)
2. standard Farrell (1995)
Kolesterol darah
Kadar kolesterol darah: analisis kolesterol menggunakan metode Lieberman-Burchad,
dengan menggunakan 3 cc darah itik yang diambil pada bagian sayap pada akhir penelitian pada
masing-masing ulangan (unit percobaan). Analisis kolesterol dengan menggunakan larutan sterol
dalam kloroform direaksikan dengan asam asetat anhidrat sulfat pekat. Dalam uji ini dihasilkan
warna dari hijau kebiruan sampai warna hijau, tergantung kadar kolesterol sampel. Larutan yang
dihasilkan tertera pada spektrofotometer untuk mendapatkan densitas optik (DO). Hasil tersebut
kemudian dibandingkan dengan DO dari larutan standar.
Kadar N-Amonia Ekskreta
Metode yang digunakan adalah metode Phenolhypoclorite dari Saransi et al. (2004).
Pengambilan sampel cairan saluran pencernaan dilakukan pada akhir penelitian. Itik dipotong dan
cairan saluran pencernaan yang ada di dalam saluran pencernaan pada bagian sekum dan kolon
dikeluarkan, kemudian disaring dengan kain satin rangkap tiga ke dalam tabung reaksi yang
sebelumnya sudah ditetesi asam sulfat pekat satu tetes. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium
untuk dianalisis kandungan N-Amonia. Penentuan kadar N-NH3 dengan menggunakan difusi
Conway (Saransi et al., 2010) sebagai berikut: ambil sebanyak 1 ml sampel supernatant disebelah
kiri sekatan cawan Conway, 1 ml larutan Na2CO3 jenuh pada sekat sebelah kanan, 1 ml H3BO3 2%
yang berindikator BCG + MR pada cawan tengah, kemudian tutup cawan conway bervaselin
dengan rapat, goyang dengan perlahan sampai supernatant dengan Na2CO3 bercampur sempurna,
kemudian biarkan 24 jam dalam suhu kamar, selanjutnya lakukan titrasi dengan menggunakan
H2SO4 0,005 N sampai titik akhir titrasi. Kadar N-NH3 dapat dihitung sebagai berikut ini: mM N-
NH3 = (Volume titrasi x N H2SO4 x 1.000)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Badan Akhir dan Konsumsi Ransum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan berat badan akhir itik yang diberi ransum
berbasis ampas tahu tanpa penambahan kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau sebagai
kontrol adalah 1174,62 g/ekor (Tabel 3). Rataan berat badan akhir itik yang diberi ransum berbasis
ampas tahu dengan penambahan kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau 0,20% dalam ransum
(B), tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) dengan kontrol. Namun,
penambahan kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau 0,40% dalam ransum (C) dan 0,60%
dalam ransum (D), masing-masing adalah 13,14% dan 11,22% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada
4
kontrol. Rataan jumlah ransum yang dikonsumsi selama lima minggu oleh itik tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) diantara perlakuan.
Feed Conversion Ratio (FCR)
Rataan nilai FCR (konsumsi ransum : pertambahan berat badan) selama lima minggu
pengamatan pada itik yang diberi perlakuan kontrol adalah 6,41/ekor (Tabel 3), dan tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) dengan itik perlakuan B. Rataan nilai FCR
pada itik perlakuan C dan D, masing-masing adalah 17,32% dan 15,44% nyata (P<0,05) lebih
rendah daripada kontrol. Peningkatan berat badan akhir dan penurunan FCR disebabkan oleh
kultur isolate selulolitik rumen kerbau yang telah lolos uji sebagai agensia probiotik serta
mempunyai aktivitas selulolitik atau mempunyai aktivitas CMC-ase (Bidura et al., 2014) dalam
saluran pencernaan itik. Menurut Piao et al. (l999), suplementasi probiotik dalam ransum nyata
dapat meningkatkan pertambahan berat badan, pemanfaatan nutrisi, serta kecernaan nitrogen dan
phosphor. Hal senada dilaporkan oleh Stanley et al. (l993), bahwa ayam broiler yang diberi
probiotik 0,10% nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan
ransum. Pemberian pakan yang mengandung probiotik akan dapat meningkatkan metabolisme zat
makanan pada proses pencernaan (Nurhayati, 2008).
Han et al. (1999) menyatakan bahwa suplementasi Aspergillus oryzae dan S.cerevisiae
dalam ransum basal pada level 0,15% dan 0,30% dapat meningkatkan aktivitas enzim amilolitik
dan proteolitik dalam saluran pencernaan ayam, sehingga dapat meningkatkan energi termetabolis
dan kecernaan protein ransum. Meningkatnya kecernaan protein dan energi termetabolis ransum
dapat berdampak pada peningkatan efisiensi penggunaan ransum dan meningkatkan pertumbuhan
itik. Respons pemberian probiotik pada ternak ternyata berbeda pengaruhnya, dan hal tersebut
sangat dipengaruhi oleh strain bakteri yang digunakan sebagai probiotik, dosis atau level
pemberiannya, komposisi ransum, sistem pemberian pakan, bentuk ransum, dan interaksi dengan
feed additive lainnya (Chesson, 1994). Seperti dilaporkan oleh Mahfudz (2006), bahwa pemberian
ampas tahu terfermentasi pada level 10% dalam ransum ternyata belum berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan karkas ayam, namun pada level 15-20% dalam ransum nyata dapat meningkatkan
pertumbuhan dan karkas ayam.
Tabel 3. Pengaruh penambahan kultur bakteri selulolitik yang diisolasi dari rumen kerbau dalam
ransum berbasis ampas tahu terhadap performans dan karkas itik Bali umur 5-10 minggu Variabel Yang Diamati Perlakuan
1) SEM
2)
A B C D
Berat badan akhir (g/ekor) 1174,62b3)
1196,15b 1328,91a 1306,47a 31,902
Pertambahan berat badan (g/ekor/5 minggu) 659,30b 678,05b 812,81a 792,47a 29,714
Kons. Ransum (g/ekor/5 minggu) 4226,92a 4276,10a 4308,52a 4295,71a 65,804
Feed Conversion Ratio (FCR) 6,41a 6,31a 5,30b 5,42b 0,319
Berat Karkas 787,94b 812,78b 907,11a 893,76a 30,067
Persentase karkas (%) 67,08a 67,95a 68,26a 68,41a 0,647
Persentase daging dada karkas (% berat
karkas)
11,15b 12,69a 13,24a 13,15a 0,375
Keterangan :
1. Ransum basal berbasis ampas tahu tanpa suplementasi kultur isolat bakteri selulolitik rumen
kerbau sebagai kontrol (A); dengan suplementasi 0,20% kultur isolat bakteri selulolitik rumen
kerbau (B); dengan suplementasi 0,40% kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau (C); dan
suplementasi 0,60% kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau (D);
2. SEM :”Standard Error of Treatment Means”
3. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
(P<0.05)
Karkas
Rataan berat karkas itik yang diberi ransum kontrol adalah 787,94 g/ekor (Tabel 3) dan
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) dengan berat karkas itik yang mendapat
perlakuan B. Akan tetapi berat karkas itik perlakuan C dan D secara berturutan adalah 15,12% dan
13,43% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol. Persentase daging dada karkas itik perlakuan
5
C dan D secara berturutan adalah 18,74% dan 17,93% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol
Hal ini disebabkan oleh keberadaan mikroba probiotik dalam saluran pencernaan itik dapat
meningkatkan aktivitas enzim, penyerapan zat makanan, dan meningkatkan retensi protein dan
energi dalam tubuh itik. Dilaporkan Yi et al. (l996), bahwa suplementasi mikroba probiotik ke
dalam ransum nyata dapat meningkatkan retensi nitrogen pada broiler, proses fermentasi akan
memecah protein dan karbohidrat menjadi asam amino, nitrogen, dan karbon terlarut yang
diperlukan untuk sintesis protein tubuh. Tang et al. (2007) menyatakan bahwa peningkatan
konsumsi protein dan asam amino lysin pada ayam broiler menyebabkan peningkatan jumlah
daging dada dibandingkan dengan konsumsi protein dan lysin yang lebih rendah. Pakan yang
mengandung protein tinggi dapat meningkatkan komponen daging dalam dada (Al-Batshan dan
Hussein, 1999; Bidura, 2012).
Lemak Abdomen
Rataan jumlah lemak abdomen (abdominal-fat) pada tubuh itik kontrol adalah 2,58% berat
potong (Tabel 4). Rataan jumlah lemak abdomen itik yang diberi ransum dengan penambahan
0,20% kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P>0,05) dengan kontrol. Namun, penambahan kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau
dalam ransum basal berbasis ampas tahu pada tingkat 0,40% (C) dan 0,60% (D), masing-masing
adalah 16,67% dan 18,60% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada kontrol.
Kadar Kolesterol Serum
Rataan kadar kolesterol serum darah pada itik yang diberi ransum kontrol adalah 179,71
mg/dl serum (Tabel 4). Panambahan kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau dalam ransum
basal pada tingkat 0,20% (B), 0,4% (C) dan 0,6% (D) menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) masing-masing: 7,78%, 8,71% dan 10,47% lebih rendah daripada kontrol. Hal ini
disebabkan oleh lemak makanan yang dimakan dalam usus dicerna oleh enzim pankreas dan
diemulsikan oleh garam empedu menjadi micelles atau kilomikron. Micelles inilah yang diserap
oleh tubuh sebagai sumber tenaga dan bahan dasar pembentuk kolesterol, selanjutnya didepositkan
pada bagian organ tubuh sebagai lemak dan kolesterol. Nurhayati (2008) menyatakan bahwa
penggunaan campuran pakan terfermentasi oleh A. niger pada level 10-30% secara nyata
menurunkan bobot lemak abdominal. Min (2006) melaporkan, pemberian pakan terfermentasi
nyata menurunkan kandungan lemak dan peningkatan persentase daging loin pada babi.
Tabel 4. Pengaruh penambahan kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau dalam ransum
berbasis ampas tahu terhadap bobot potong, lemak abdomen, kadar kolesterol serum,
dan kadar N-NH3 ekskreta itik umur 10 minggu
Variabel Yang Diamati Perlakuan1)
SEM2)
A B C D
Abdominal-fat 2,58a 2,19b 2,15b 2,10b 0,083
Kolesterol (mg/dl) darah 177,05a 163,27b 161,81b 158,52b 4,029
Kadar N-NH3 ekskreta (m.Mol/liter
ekskreta)
12,593a 12,371a 11,291b 11,187b 0,375
Keterangan :
1. Ransum basal berbasis ampas tahu tanpa suplementasi kultur isolat bakteri selulolitik rumen
kerbau sebagai kontrol (A); dengan suplementasi 0,20% kultur isolat bakteri selulolitik rumen
kerbau (B); dengan suplementasi 0,40% kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau (C); dan
suplementasi 0,60% kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau (D);
2. SEM:”Standard Error of Treatment Means”
3. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata
(P<0.05)
Amonia/N-NH3 Ekskreta Rataan kadar ammonia (N-NH3) dalam ekskreta pada itik kontrol adalah 12,593 m.Mol/ltr
(Tabel 4) dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) dengan kadar ammonia dalam
ekskreta pada itik yang diberi ransum perlakuan B. Panambahan masing-masing: 0,40% (C) dan
6
0,60% (D) kultur bakteri selulolitik yang diisolasi dari rumen kerbau dalam ransum berbasis tofu,
berbeda nyata (P<0,05) dapat menurunkan kadar ammonia dalam ekskreta pada itik masing-
masing: 10,33% dan 11,20% lebih rendah daripada kontrol. Hal ini disebabkan oleh penggunaan
mikroba probiotik pada ternak unggas dilaporkan mampu menekan aktivitas enzim urease dan
dapat menurunkan jumlah asam urat dalam saluran pencernaan ayam, karena asam urat sudah
dimanfaatkan menjadi protein mikrobial (Chiang dan Hsieh, l995). Penurunan kadar N-NH3 pada
ekskreta itik tersebut, menurut Yeo dan Kim (l997) disebabkan karena probiotik dalam ransum
(Lactobacillus cassei) dapat menekan aktivitas enzim urease dalam usus kecil, sehingga kadar gas
organik dalam ekskreta menurun. Han et al. (1999) menyatakan bahwa suplementasi Aspergillus
oryzae dan S.cerevisiae dalam ransum basal secara signifikan dapat meningkatkan jumlah bakteri
asam laktat (BAL) serta menurunkan jumlah bakteri E.choli dan bakteri aerobik dalam ekskreta.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Suplementasi 0,40-0,60% kultur isolate
bakteri selulolitik yang diisolasi dari rumen kerbau dalam ransum berbasis ampas tahu dapat
meningkatkan penampilan, berat karkas, persentase karkas, dan jumlah daging dada karkas itik Bali
umur 5-10 minggu. Sebaliknya, nyata menurunkan jumlah lemak abdomen, kolesterol serum darah,
dan kadar N-NH3 ekskreta itik Bali.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Direktorat
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan
Penelitian Nomor: 179/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 3 Maret 2015, atas dana yang
diberikan melalui dana penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, sehingga penelitian dapat
dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Batshan, H. A. and E. O. S. Hussein. 1999. Performance and Carcass Composition of Broiler
Under Heat Stress: 1. The Effects of Dietary Energy and Protein. Asian-Aust. J. of Anim.
Sci. 12 (6): 914-922
Bidura, I.G.N.G., T. G. O. Susila, dan I. B. G. Partama. 2008b. Limbah, Pakan Ternak Alternatif
dan Aplikasi Teknologi. Udayana University Press, Unud., Denpasar
Bidura, I.G.N.G. 2012. Isolasi, identifikasi dan uji kemampuan khamir Saccharomyces cerevisiae
yang diisolasi dari ragi tape sebagai agensia probiotik dan peningkatan produktivitas itik
Bali. Disertasi, Program Studi Doktor Ilmu Ternak, Program Pascasarjana, Universitas
Udayana, Denpasar
Chesson, A. 1994. Probiotics and Other Intestinal Mediators. In: (Ed. D.J.A. Cole, J. Wiseman,
and M.A. Varley) Principles of Pig Science. Loughborgough, UK: Nottingham University
Press. Pp. 197-214.
Chiang, S. H., and W. M. Hsieh. 1995. Effect of Direct-Fed Microorganisms on Broiler Growth
Performance and Litter Ammonia Level. Asian-Aust. J. Anim. Sci. Vol 8 (2): 159-162
Farrell, D. J. 1995. Table Egg Laying Ducks: Nutritional Requirements and Husbandry Systems in
Asia. Poult and Avian Biol. Rev. 6 (1): 55-69.
Han, S.W., K. W. Lee, B. D. Lee and C. G. Sung. 1999. Effect of Feeding Aspergillus oryzae
Culture on Fecal Microflora, Egg Qualities, and Nutrient Metabolizabilities in Laying
Hens. AJAS 12 (3): 417-421
Harmayani, E. 2004. Peranan Probiotik untuk Menurunkan Kolesterol. Makalah Seminar Nasional
“Probiotik dan Prebiotik sebagai Makanan Fungsional”, tanggal 30 Agustus 2004,
Kerjasama Pusat kajian Keamanan Pangan, Lemlit Unud dengan Indonesian Society for
Lactic Acid Bacteria (ISLAB). Denpasar: Univ. Udayana.
7
Kataren, P. P., A. P. Sinurat, D. Zainuddin, T. Purwadarta, dan I. P. Kompiang. 1999. Bungkil Inti
Sawit Dan Produk Fermentasinya Sebagai Pakan Ayam Pedaging. Journal Ilmu Ternak
Dan Veteriner 4 (2): 107-112
Mahfudz, L. D. 2006. Efektifitas Oncom Ampas Tahu sebagai Bahan Pakan Ayam. Jurnal
Produksi Ternak Vol. 8 (2): 108 – 114
Mahfudz, L. D., K. Hayashi, M. Hamada, A. Ohtsuka, and Y. Tomita. 1996. The Effective Use of
Shochu Ditellery By-Product as Growth Promoting Factor for Broiler Chicken. Japanese
Poult. Sci. 33 (1): 1 – 7
Min, B. J. 2006. “Nutritional Value of Fermented Soy Protein (FSP) and Effect of FSP on
Performance and Mea Quality of Pigs”. (Ph.D. Thesis). Seoul, Korea: Department Of
Animal Resourches and Science.
Nurhayati. 2008. Pengaruh Tingkat Penggunaan Campuran Bungkil Inti Sawit Dan Onggok yang
Difermentasi dengan Aspergillus Niger dalam Pakan terhadap Bobot dan Bagian-Bagian
Karkas Broiler. Animal Production Vol 10 (1): 55-59
Piao, X. S., I. K. Han, J. H. Kim, W. T. Cho, Y. H. Kim, and C. Liang. 1999. Effects Of Kemzyme,
Phytase, and Yeast Supplementation On The Growth Performance and Pullution Reduction
Of Broiler Chicks. Asian-Aust. J.Anim.Sci. 12 (1):36-41
Prabowo, A., S. Padmowijoyo, Z. Bachrudin dan A. Syukur. 2007. Potensi selulolitik campuran
dari ekstrak rayap, larutan feses gajah, dan cairan rumen kerbau. J. of The Indonesian
Tropical Anim. Agric. 32 (3): 151-158
Saransi, U., I. K. Lana, dan T. I. Putri. 2004. Teknik Laboratorium. Denpasar: Lab. Kimia, Fakultas
Peternakan, Universitas Udayana.
Siti, N. W., I.A.P. Utami, dan IGNG. Bidura. 2014. Isolasi, Identifikasi, dan Uji Kemampuan
Bakteri Selulolitik Rumen Kerbau yang Berpotensi sebagai Agensia Probiotik untuk
Tingkatkan Efisiensi Produksi Itik Bali yang Diberi Ransum Berbasis Ampas Tahu .
Laporan Penelitian Hibh Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat, Universitas Udayana, Denpasar
Stanley, V. G., R. Ojo, S. Woldesenbet, D. Hutchinson and L. F. Kubena. 1993. The Use of
Saccharomyces Sereviseae to Supress the Effects of Aflatoxicosis In Broiler Chicks. Poult.
Sci. 72: 1867-1872
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. l989. Principles and Procedures of Statistics. 2nd Ed. McGraw-Hill
International Book Co., London.
Tanaka, K., B. S. Youn, U. Santoso, S. Ohtani, and M. Sakaida. 1992. Effects of Fermented Feed
Products From Chub Mackerel Extract on Growth and Carcass Composition, Hepatic
Lipogenesis and on Contents of Various Lipid Fraction In The Liver And The Thigh
Muscle of Broiler. Anim. Sci. Technol. 63: 32 – 37
Tang, M. Y., Q. G. Ma, X. D. Chen and C. Ji. 2007. Effects of Dietary Metabolizable Energy and
Lysine on Carcass Characteristics and Meat Quality in Arbor Acres Broiler. AJAS Vol. 20
(12): 1865-1873
Wainwright, M. 2002. An Introduction to Fungal Biotechnology. John Wiley & Sons Ltd. Baffins
Lane, Chichester, West Sussex PO19 IUD, England.
Wang, Y. And T. A. McAllister. 2002. Rumen microbes, enzymes and feed digestion-A Review.
Asian-Aust. J. Anim. Sci. Vol. 15 (11): 1659-1676
Wina, E., D. Yulistiani, I.W.R. Susana and B. Tangendjaya. 2012. Improving microbial protein
synthesis in the rumen of sheep fed fresh Tofu waste by crude tannin extract of Acacia
mangium. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 17 (3): 207-214
Wina, E., B. Tangendjaya and Dumaria. 2008. Effect of Calliandra calothyrsus on in vitro
digestibility of soubean meal and tofu wastes. Livest. Res. Rural Develop.
http://www.lrrd.org/lrrd20/6/wina20098.htm Vol. 20 issue 6
Yeo, J. and K. Kim. 1997. Effect of Feeding Diets Containing Antibiotics, A Probiotic or Yucca
Extract on Growth and Intestinal Urease Activity In Broiler Chicks. Poult. Sci. 76: 381-385
Yi, Z., E. T. Kornegay and D. M. Denbow. 1996. Effect of Microbial Phytase on Nitrogen and
Amino Acid Digestibility and Nitrogen Retention of Turkey Poults Fed Corn-Soybean
Meal Diets. Poultry Sci. 75: 979-990