imobilisasi lama
DESCRIPTION
Imobilisasi lamaTRANSCRIPT
IMMOBILISASI DAN KOMPLIKASINYA
Oleh :
Ni Kadek Diah Purnamayanti
0902105005
A. PENGERTIAN
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi ) didefinisikan oleh North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami
atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan
penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang
kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,
klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips
atau traksi), dan pembatasan gerakan volunter(Potter,2005).
• Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kogmitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orang
usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun di
rumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007).
•
Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain :
• Fall
• Fracture
• Stroke
• Postoperative bed rest
• Dementia and Depression
• Instability
• Hipnotic medicine
• Impairment of vision
• Polipharmacy
• Fear of fall (Restrick,2005)
B.KOMPLIKASI
Klien dengan immobilisasi dapat mengalami gangguan fisiologis dan psikologis.
A.Komplikasi fisiologis :
1. Perubahan Metabolik
Immobilisasi menggangu fungsi metabolic normal antara lain laju metabolic :
metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius pada
klien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya demam dan penyembuhan
luka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
• Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yang mengalami
anoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi menyebabkan asam amino
tidak digunakan dan akan diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan terus
terjadi dan menghasilkan nitrogen sehingga akumulasinya kan menyebbakan
keseimbangan nitrogen negative , kehilangan berat badan , penurnan massa
otot, dan kelemahan akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa otot
tertutama pada hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
• Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal ini
terjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang menyebabkan
hiperkalsemia.
• Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia)Imobilisasi akan mempengaruhi sistem
metabolik dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap
metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan metabolisme
protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi
sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan tidak
beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresi
nitrogen urin sehingga terjadi hipoproteinemia.
• Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus. Konstipasi
sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair melewati bagian tejpit dan
menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus mekanik bila tidak
ditangani karena adanyanya distensi dan peningkatan intraluminal yang kan
semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya basorbsi, gannguan cairan
dan elektrolit.
Pengkajian yang harus dilakukan perawat :
Inspeksi : pengukuran antropometri untuk atrofi otot,penurunan lemak
subkutan , pencatatan masukan dan haluaran hasil labolatorium untuk
status cairan dan elektrolit, kadar serum protein, anoreksi, laju
penyembuhan luka.
Palpasi : kaji adanya edema.
2. Perubahan Sistem Respiratori
Klien pasca operasi dan immobilsasi beresiko tinggi mengalami gangguan paru-paru.
• Atelektasis, bronkiolus menjadi tertutup karena sekresi mucus yang
terakulmulasi meneybabkan kolaps alveolus distal sehingga
menghasilkan hipoventilasi. bronkus utama dan beberapa bronkiolus
cabang dapat terkena yang luasnya tergantung bagian yang mengalami
kolaps.
• Pneumonia hipostatik karena menurunnya asupan oksigen . Hilang
atau berkurangnya reflek batuk menyebbakankan penumpukan mukus
sebagai sarang bakteri. Penyebaran mukus dalam bronkus meningkat
pada posisi terlentang, telunglup, dan lateral.
Pengkajian yang harus dilakuakan perawat :
Pengajian respirasi dilakukan minimal setiap 2 jam. Inspeksi
asimetrisnya didnding dada , peningkatan kecepatan pernapsasn.dan
dispnea.
Auskultasi : suara gangguan pernapasan seperti :crakels dan wheezing.
3. Perubahan sistem Kardiovaskuler
Terdapat perubahan utama dalam sistem kardiovaskuler antara lain :
• Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanna darah sistolik 25mmHg dan
diastolic 10mmHg ketika klien bagun dari posisi berbaring,duduk atau berdiri.
Immobilassi menyebabkan jantung bekerja lebih berat dan kurang efisien
sehingga terjadi penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan darah pada
ekstremitas bawah, dan penurunan respon otonom sehingga curah jantung
menurun. salah satu gejala klinik yang sering timbul adalah iskemia serebral,
khusunya sinkop. Pada posisi berdiri, secara normal 600-800 ml darah
dialirkan ke bagian tubuh inferior terutama tungkai. Penyebaran cairan tubuh
tersebut menyebabkan penurunan curah jantung sebanyak 20%, penurunan
volume sekuncup 35% dan akselerasi frekuensi jantung sebanyak 30%. Pada
orang normal sehat, mekanisme kompensasi menyebabkan vasokonstriksi dan
peningkatan denyut jantung yang menyebabkan tekanan darah tidak turun.
Pada lansia, umumnya fungsi baroreseptor menurun. Tirah baring total selama
paling sedikit 3 minggu akan mengganggu kemampuan seseorang untuk
menyesuaikan posisi berdiri dari berbaring pada orang sehat, hal ini akan lebih
terlihat pada lansia.
• Trombus adalah akumulasi trombosit, fibrin, faktor pembekuan darah , dan
elemen darah yang menempel pada bagian anterior vena atau arteri, kadang-
kadang menutup lumen pembuluh darah. Tiga faktor penyebab thrombus antar
lain : hilangnya integritas dinding pembuluh darah (artherosklerosis), kelainan
aliran darah karena tirah baring dan immmobilisasi, perubahan unsur darah.
Trombosis vena perifer maupun profunda dapat terjadi. Gejala trombosis vena
bervariasi, dapat berupa rasa panas, bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri pada
tungkai.
Pengakajian yang harus dilakukan perawat :
Auskultasi hipotensi ortostatik diukkur pada posisi berbaring, duduk,
dan berdiri. Palpasi nadi apeks dan perifer yang cenderung meningkat pada
posisirekumben, waspadai hilangnya nadi perifer pada ekstremitas bawah
harus dilaporkan.Auskulatasi bunyi jantung ketiga S3 sebagai tanda gagal
jantung.
Inspeksi adanya edema di daerah sakrum,tungaki ,dan kaki sebagai
tanda menurunnya kerja jantung, seriap 8 jam melepaskan stoking elastis dan
mengakaji kemerahan, bengkak,kelembekan, dan hangat, tanda homan atau
nyeri ketika kaki didorsofleksikan sebagai tanda trombus, pengukuran lingkar
betis setiap hari dengan menandai sebuah titik disetiap betis 10cm dari tengah
patela. Peningkatan diameter meunjukkan trombosis awal, pengkuran paha
harus dilakukan bila klien mengalami trombosis vena profunda. Pencegahan
dilakukan dengan latihan Rom dan stoking elastis.
4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Menyebabkan gangguan pada ototdan skelet.
• Pengaruh otot terjadi karena pemecahan protein terus menerus sehingga
kehilangan masssa tubuh di bagian otot. Penurnan massa otot tidak mampu
mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot semakin
menurun karena otot tidak dilatih sehingga menyebabkan atrofi sehingga klien
tidak mampu bergerak terus menerus dan sangat beresiko untuk jatuh. Pasien
yang mengalami tirah baring lama berisiko mengalami kontraktur karena
sendi-sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul nyeri yang menyebabkan
seseorang semakin tidak mau menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut.
• Pengaruh skelet adalah osteoporosis dan kontaktur sendi salah satunya
footdrop. Osteoporosis timbul sebagai akibat ketidakseimbangan antara
resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Imobilisasi meningkatkan resorpsi
tulang, meningkatkan kalsium serum serum, menghambat sekresi PTH, dan
produksi vitamin D3 aktif. Faktor utama yang menyebabkan kehilangan masa
tulang pada imobilisasi adalah meningkatnya resorpsi tulang. Immobilisasi
meningkatkan reabsorpsi tulang sehingga massa padat tulang menjadi terkikis
dan menyebabkan ospteoporosis sebagai awal fraktur patolosis pasien
immobilisasi dan kalsium yang banyak beredar di darah menyebabkan
hiperkalsemia. Kontraktur sendi yang bersifat permanen ditandai dengan sendi
yang fleksi dan terfiksasi karena terjadi pemendekan serabut otot. Footdrop
merupakan sendi yang terfiksasi pada posisi plantar fleksi.
Pengakajian yang harus dilakukan perawat:
Inspeksi penurnan massa otot(pengukuran antropometrik), kemampuan
rentang gerak dengan goniometer dan kontraktur.
Perkusi dan vibrasi tulang rusuk untuk wanita menepause yang beresiko
disuse osteoporosis menyebabkan fraktur tulang rusuk.
5. Perubahan Sistem Integumen
• Dekubitus merupakan luka akibat tekanan merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan imobilisasi karena iskemia dan
anoksia jaringan berhubungan dengan tekanan . Jumlah tekanan yang dapat
mempengaruhi mikrosirkulasi kulit pada usia lanjut berkisar antara 25 mmHg.
Tekanan lebih dari 25 mmHg secara terus menerus pada kulit atau jaringan
lunak dalam waktu lama akan menyebabkan kompresi pembuluh kapiler.
Kompresi pembuluh dalam waktu lama akan mengakibatkan trombosis intra
arteri dan gumpalan fibrin yang secara permanen mempertahankan iskemia
kulit. Relief bekas tekanan mengakibatkan pembuluh darah tidak dapat
terbuka dan akhirnya terbentuk luka akibat tekanan.
Pengajian yang harus dilakukan perawat adalah inspeksi setiap dua jam
integritas kulit pasien, rentang gerak, higien, dan kebutuhan eliminasi.
6. Perubahan Eliminasi
• Gangguan eliminasi urine yang dapat terjadi pada klien dengan imunisasi
adalah batu ginjal. Hal ini disebbakan pada posisi datar atau rekumenden yang
lama kontaksi ureter tidak dapat melawan gravitasi sehingga urine
terakumulasi di pelvis. Akumulasi tersebut merupakan sarang bakteri yang
menyabbkan infeksi daluran kencing dan progresif menyabbkan kristalisasi
batu ginjal kalsium akibat hiperkalsemia.
• Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon. Semakin
lama feses tinggal di usus besar, absorpsi cairan akan lebih besar sehingga
feses akan menjadi lebih keras. Asupan cairan yang kurang, dehidrasi, dan
penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan konstipasi pada pasien
imobilisasi.
Pengakajian yang harus dilakuakn perawat :
Inspeksi : penurunan urine, urine pekat dan frekwensi defekasi.
Palapsi distensi kandung kemih dan perut
Auskultasi penurunan bising usus.
B. Komplikasi psikososial
• Depresi karena immobilisasi menyebabkan kebosasnan dan isolasi yang dapat
diantisispasi dengan aktivitas di sisi tempat tidur sebagai terapi okupasi.
• Perubahan mekanisme koping akibat immobilisasi karena disorientasi,
bingung, dan depresi.
• Siklus bangun tidur yang dapat berubah karena immobilisasi dalapt diansipasi
dengan pengajian lingkungan dan obat-obatan.
C. KESIMPULAN
Prognosis pada pasien imobilisasi tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi
dan komplikasi yang ditimbulkananya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memperberat
penyakit dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai
menimbulkan kematian.
D. DAFTAR PUSTAKA
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Keprawatan Fundamental Keprawatan Volume II.
Jakarta EGC
Restrink ,NM. 2005. Geriatric Medicine, Principle Internal Medicine . Kanada : Medical
Ed
Setiati, S. dan Laksmi P.W. 2007. Gangguan Keseimbangan, Jatuh dan Fraktur. Dalam :
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. (eds). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hal : 1378-9.