ilwi buletin no. 03 2011
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
1/12
ILWI Buletin No 03-2011 1
uletinNo : 03-2011
Desember 2011
MENGANTISIPASI
KERAWANAN DELTA
ILWI (Indonesian Land
reclamation & Water management Institute),
adalah sebuah lembaga kajian dibidang
reklamasi dan pengelolaan air. Lembaga ini
berupaya untuk menyebarkan informasi danpengetahuan di bidang reklamasi &
pengelolaan air kepada masyarakat. Salah
satunya dengan penerbitan buletin.
Buletin ini kami kirimkan secara
gratis. Tulisan, saran dan pemberitaan media
menjadi bagian dari isi buletin ini.
Alamat :
Jalan Palapa II No 19,
Pasar Minggu,
Jakarta Selatan, 12520atau
P.O. Box 7277/JKSPM
Jakarta Selatan 12072
Website : www.pengendalianbanjir.com
Email : [email protected]
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
2/12
ILWI Buletin No 03-2011 2
PENGANTAR REDAKSI
Pembaca yang budiman, memasuki akhir tahun 2011 ada banyak catatan mengenai pengelolaan air dan reklamasi di
negeri ini. Kita bersyukur bahwa banjir yang terjadi di tahun ini tidak terlalu banyak menimbulkan kerugian dan korban. Tahun
sebelumnya 2010, kita sempat dibuat tercengang tatkala banjir di Wasior, Papua, memakan jumlah korban yang cukup banyak.
Tahun ini bukan berarti tanpa banjir, tetapi tempat terjadinya yang relatif bukan didaerah-daerah yang penduduknya
padat. Sehingga tidak menimbulkan kerugian yang relatif besar. Di Jawa banjir masih sering menyambangi kota-kota di pesisir
Pulau Jawa, juga beberapa tempat di Papua, Kalimantan dan Sumatra. Jakarta jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya tahun
ini relatif aman.
Kali ini yang membuat kita terkejut justru beberapa kejadian banjir di negara tetangga kita. Kota-kota besar yang
kebanyakan berada di daerah delta mengalami beragam bencana terutama banjir dan badai. Jumlah korban dan kerugiannyacukup besar , kejadian ini membuat kita miris menyaksikannya.
Pembaca, secara kebetulan Jakarta menjadi penyelenggara World Delta Summit (WDS) , satu konferensi berskala
dunia yang membahas tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi di kawasan delta di kulit bumi ini. Menarik, karena
konferensi seperti ini baru pertama kali diadakan di dunia. Ada banyak problem kehidupan di delta yang dibahas di ajang ini.
Kami tertarik untuk menjadikan WDS ini sebagai bahasan utama dalam buletin kali ini. Tentu saja dikaitkan dengan
bencana yang belakangan terjadi dibeberapa kota delta di kawasan Asean. Pembaca dengan senang hati kami persilahkan Anda
menikmati buletin edisi kali ini dan tidak lupa kami mengucapkan Selamat Tahun Baru 2012.
Redaksi
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
3/12
ILWI Buletin No 03-2011 3
World Delta Summit
AGAR AMAN DI KAWASAN DELTA
World Delta Summit berlangsung ditengah kekhawatiran orang terhadap kerawanan yang terjadi di
banyak delta di seluruh dunia. Perubahan-perubahan yang terjadi di kawasan delta cukup cepat dan
bervariasi. Setiap pengembangan kawasan ini harus memperhatikan perubahan lingkungan yang
ditimbulkannya.
Suasana World Delta Summit www.menkokesra.go.id
Banjir besar yang terjadi di Bangkok, Thailand,
di pengujung Oktober 2011, memang tidak ada
hubungannya dengan penyelenggaraan WorldDelta
Summit (WDS) di Jakarta, 21 - 24 November 2001.
Akan tetapi peristiwa yang terjadi tiga minggu sebelum
digelarnya Delta Summit itu, seolah-olahmengingatkan peserta bahwa kejadian di Bangkok
adalah bagian dari kerawanan tinggal di daerah delta.
Muka tanah yang relatif rendah dan berbatasan
dengan pantai memberi kerawanan tersendiri bagi
daerah delta. Aliran air yang berasal dari hulu dan
bergerak menuju laut, pasti melewati wilayah ini.
Pengelolaan kawasan yang tidak pas tentu akan
memberi efek merugikan diwaktu-waktu tertentu. Di
jaman keterbukaan ini, tidak hanya kerugian dalam
hal ekonomi saja, jika berlarut-larut bisa saja
permasalahan mengarah ke ranah politik. Lihat saja di
Thailand, berkali-kali pemerintah harus meyakinkan
masyarakat bahwa banjir bisa ditangani pemerintah.
"Mohon keyakinan di Thailand, kita juga
memiliki sistem yang amat baik di Bangkok. Namun
Bangkok merupakan tujuan terakhir sebelum laut, dan
ini merupakan momen puncak yang terburuk bagi
Thailand." ujar Yinluck Shinawatra, Perdana Menteri
Thailand saat warga resah akibat banjir di Bangkok.
Disatu sisi Yinluck berusaha meyakinkan rakyatnya
bahwa banjir bisa segera diatasi, disisi lain kita yang
tinggal di daerah delta diingatkan bahwa air akan selalu
melalui daerah ini sebelum masuk ke laut.
Sedikit penjelasan, delta atau kuala
merupakan daerah endapan di muara sungai yang
berbatasan dengan lautan terbuka. Karena posisinya
itu, aliran sungai selalu melalui daerah ini saat air
mengalir menuju laut. Daerah semacam ini lebih
disukai oleh kebanyakan warga dunia, karena lebih
gampang mendapatkan kebutuhan dasar seperti air,
makanan, tanah yang subur dan udara yang relatifstabil. Disamping itu keunggulan daerah semacam ini
adalah transportasi air yang relatif lebih mudah, baik
melalui sungai maupun laut.
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
4/12
ILWI Buletin No 03-2011 4
Melihat kemudahan yang diberikannya maka
layak kalau daerah delta dijejali sekitar 60% penduduk
dunia. Mereka rata-rata tinggal dipinggir pantai hingga
60 kilometer ke dalam garis pantai. Ironisnya dari
seluruh daerah delta yang ditempati manusia, 60
persennya merupakan daerah padat penduduk yang
kebanyakan warga miskin. Dimana daerah ini juga
merupakan daerah rawan akan bencana banjir danbadai ekstrim akibat terjadinya perubahan iklim.
Sebuah stasiun di Bangkok www.beritamanca.com
Rawannya kawasan delta tidak hanya
tergambar dalam bencana banjir yang terjadi di
Bangkok saja. Ketika banjir besar di Jakarta tahun 2007
lalu, juga membuktikan kepada kita betapa hidup di
daerah delta harus bisa struggle terhadap kemungkinanbanjir besar. Selain itu beberapa bencana yang terjadi
dalam kurun waktu beberapa bulan belakangan ini juga
membuat kita miris dan sedikit cemas dengan ancaman
yang sering dialami di kawasan rendah dipinggir pantai
ini.
Seperti di Filipina, banjir akibat hembusan
topan Nesat dan Nalgae, merepotkan empat juta orang
yang berada di wilayah itu. Sebanyak 66.000 rumah
rusak dan 586.000 warga terpaksa mengungsi. Masih
di kawasan Asean, tingginya permukaan sungai
Mekong selama 10 tahun belakangan ini membuat
beberapa negara yang dilaluinya mengalami banjir
seperti Kamboja dan Vietnam.
Di Kamboja sungai ini menggenangi 18 dari
24 provinsi di negara itu dengan jumlah pengungsi
mencapai 200.000 jiwa. Di Vietnam lebih parah lagi
sebanyak 776 orang meninggal dengan lebih dari
30.000 rumah tenggelam, dan 59 kilometer persegi
persawahan terendam banjir.
Jika melihat bencana-bencana tersebut kita
bertanya, layakkah kawasan delta dianggap sebagai
surga dunia bagi orang-orang yang hidup di muka bumi
ini. Jutaan orang telah menjadi korban akibat bencana-bencana yang terjadi di kawasan ini. Tentu saja kita
tidak harus pesimis memandang kawasan delta, hanya
karena terjadinya beberapa bencana di daerah itu.
Badai di Filipina www.junalpatrolinews.com
Kawasan delta akan tetap menjadi daerah yang
berkembang baik secara ekonomi, sosial dan budaya.Karena itu WDS 2011 dipandang cukup baik untuk
ajang bertukar pikiran, berembug dan mencari solusi
bagi kehidupan di delta yang lebih aman, nyaman dan
berkembang. Sesuai dengan tema WDS kali ini : The
pulse of delta and the fate of our civilization ( denyut
nadi delta dan nasib dari peradaban manusia).
Jan Sopaheluwakan, Ketua Panitia WDS 2001
mengatakan, Kami sadar betul bagaimana kawasan ini
dapat menjadi penopang kelangsungan peradaban
manusia dan memberikan efek kehidupan seluruh
ekosistem dunia agar menjadi lebih baik lagi.
Konferensi ini bertujuan meningkatkan kesadaranmasyarakat dunia untuk masa depan delta, yang kini
semakin mengkhawatirkan kerusakannya, baik akibat
ulah manusia maupun alam.
Banjir di Kamboja www.hariansumutpost.com
Konferensi ini merupakan ajang berskala dunia
yang mempertemukan tokoh-tokoh terkemuka dunia
yang mempunyai perhatian terhadap masalah delta,
lingkungan dan perubahan iklim . Mereka adalah para
ilmuwan, akademisi, praktisi, lembaga-lembaga
internasional, badan-badan PBB, dan kelompok
Connecting Delta Cities. Konferensi yangdiselenggarakan di Balai Sidang Jakarta Convention
Centre diikutin oleh para ilmuwan dari 28 negara dan
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
5/12
ILWI Buletin No 03-2011 5
delegasi dari 15 negara. Mereka membicarakan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi delta-delta
di dunia.
Suasana pameran di WDS www.jcc.co.id
WDS adalah konferensi pertama di dunia yang
mengkombinasikan ilmu pengetahuan, kebijakan, dan
sekaligus prakteknya. Pertemuan itu dibuka olehAgung Laksono, Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat (Menko Kesra). Turut hadir dalam acara itu
Gusti Muhammad Hatta, Menteri Negara Riset dan
Teknologi, Hermanto Dardak, Wakil Menteri Pekerjaan
Umum dan Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta.
Menurut Agung Laksono pertemuan ini
dianggap penting, karena kawasan delta menyediakan
berbagai sumber daya dan fungsi bagi kehidupan
manusia. Delta juga sangat penting peranannya karena
tak hanya menyediakan kebutuhan dasar manusia,
seperti air, tanah, makanan, kondisi alam dan iklim
namun juga menyediakan sumber energi, kayu, ikanbahkan sebagai sarana transportasi. "Pelestarian delta
merupakan kunci masa depan peradaban kita, ujar
Agung.
Menko Kesra juga menambahkan bahwa
dalam beberapa tahun kedepan perlu ada tindakan-
tindakan untuk melakukan penyelamatan terhadap
kawasan delta termasuk orang-orang yang mendiami
wilayah tersebut. "Ini bukanlah tugas yang mudah untuk
mengatasinya. Sehingga sangat perlu dilakukan
langkah-langkah untuk pencegahannya," katanya.
Dengan pertemuan ini para peserta diharapkan bisamemperluas wawasan, memperluas dan melakukan
tukar menukar informasi, serta menjajaki kerja sama.
Para peserta konferensi ini menyadari betapa
pentingnya tanggungjawab bersama dan komitmen
jangka panjang para pelaku yang menjadi kunci dalam
pengelolaan delta. Untuk itu mereka sepakat saling
berbagi pengalaman dan pengetahuan.
Tentunya semuanya itu harus diikuti oleh
komitmen politik bersama dan didukung oleh
mekanisme pembiayaan global yang koheren. Semua itu
dilakukan dengan memperhatikan peran dan
tanggungjawab masing-masing negara dan pelaku
dalam tingkat lokal.
Dalam pertemuan tingkat tinggi mengenai
Delta ini, ada 18 butir pesan yang disampaikan.
Seputar permasalahan delta, baik di kawasan perkotaan
maupun di kawasan pedesaan. Dari pertemuan ini
terungkap betapa semakin rawannya ancaman banjir
ekstrim dan badai yang bakal dihadapi para pemukim di
daerah padat dari kawasan urban di delta-delta dunia,
dalam 2 dekade ke depan.
Dalam kesempatan itu juga ditekankan bahwa
untuk menyelamatkan kawasan delta harus
meninggalkan cara-cara pendekatan sektoral.
Diperlukan suatu upaya yang koheren, simultan dan
berkelanjutan, yang juga melibatkan pemerintah di
tataran lokal. Ini karena menyangkut alokasi anggaran,
sumberdaya dan adaptasi perubahan iklim setempat.
Perubahan iklim sangat berpengaruh pada
kawasan delta. Naiknya permukaan air laut, air garam
yang masuk ke dalam airtanah, musim kering yang
panjang, atau banjir yang makin sering adalahperubahan-perubahan yang terjadi di kawasan ini.
Untuk bertahan penduduk harus menyesuaikan
perubahan-perubahan ini.
Pengembangan teknologi dan perencanaan
kota harus berbasis pada perencanaan yang matang
dengan memperhitungkan pelestarian lingkungan. Agar
nantinya dapat dijalankan secara berkelanjutan dan
dapat meningkatkan kualitas sosial dan daya adaptasi
masyarakat setempat terutama dalam hal kualitas eco-
physical dan socio-ecological.
Kesepakatan lainnya adalah mengenaipentingnya peran sektor swasta dalam menggerakkan
proses pembangunan. Strategi yang ideal untuk
menyelamatkan wilayah pesisir harus dilakukan
kemitraan antara sektor publik dan swasta serta
masyarakat. Namun, tetap pemerintah yang memegang
peranan penting dalam masalah ini. Ditekankan pula
pentingnya tanggung jawab bersama dan komitmen
jangka panjang yang didukung oleh mekanisme
pembiayaan global.
Hasil KTT delta 2011 ini dibawa ke the 17th
United Nations Framework Convention on Climate
Change, yang di adakan di Durban, Afrika Selatan,
pada Desember 2011. Selain itu juga dibawa ke
pertemuan UN Conference on Sustainable
Developmentyang juga disebut Earth Summit Rio+20
yang akan digelar pada bulan Juni 2012 di Rio de
Janeiro, Brazil. Sementara itu, Indonesia sendiri akan
kembali dipercaya sebagai tuan rumah pertemuan
tingkat tinggi delta yang kedua pada tahun 2013
mendatang.
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
6/12
ILWI Buletin No 03-2011 6
PESAN DARI SUNGAI CHAO PHRAYA
Bangkok dan beberapa kawasan lain di Thailand mengalami banjir yang cukup parah. Kerugian mencapai
ratusan triliun rupiah. Kejadian ini mengingatkan kita tentang perlunya mengelola kawasan delta secara
benar agar tak menimbulkan masalah besar.
Yinluck Sinawatra di pusat penanggulangan krisis banjir di Bangkok
Oktober 2011, di Jakarta warga baru saja menikmati
datangnya musim hujan , kemarau panjang yang membuat
tanah dan tanaman mengering, mulai berganti dengan musim
hujan. Segar dan sedikit mengademkan ibukota. Bulan itu
warga Jakarta belum perlu merasa was-was akan datangnnya
banjir. Berbeda dengan di Bangkok, banjir besar
menggulung kota itu pada 27 - 30 Oktober 2011. Tak hanya
Bangkok, beberapa wilayah lain di Thailand juga mengalami
hal yang sama.
Negara Gajah Putih itu benar-benar diobrak-abrik
banjir, kejadian yang terbesar selama 50 tahun belakangan
ini. Negara itu mengalami kerugian dan korban jiwa cukup
besar akibat terjadinya serbuan air yang cukup dasyat itu.
Menurut data per 14 November 2011 sudah 562 jiwa
meninggal dunia dengan kerugian mencapai hampir Rp. 300
triliun. Departemen Mitigasi dan Penanggulangan Bencana
Thailand mengatakan sekitar 5,1 juta jiwa penduduk
terganggu aktivitasnya akibat banjir tersebut.
Untuk total keseluruhan Thailand, banjir
menggenangi sekitar 1,55 juta hektar lahan pertanian.
Menurut Badan Makanan dan Agrikultur (FAO) PBB, lahan
sebanyak itu sama saja dengan 12,5 persen dari total luas
keseluruhan lahan pertanian di Thailand. Akibatnya hasil
panen merosot dari 25 juta ton menjadi 21 juta ton pada tahun
ini. Padahal beras termasuk barang ekspor yang diandalkan
Thailand.
Tidak hanya hasil pertanian saja yang tersungkur
gara-gara banjir. Industri juga mengalami goncangan yang
cukup hebat. Kawasan industri besar di Bangkok yang
terdapat hampir 10.000 pabrik dengan lebih dari enam ratus
ribu pekerja, juga dihantam banjir. Akibatnya pabrik-pabrik
perusahaan besar sepertiToyota dan Honda yang juga berada
di tempat itu harus terganggu operasinya. Menurut
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
7/12
ILWI Buletin No 03-2011 7
kementerian perdagangan Gross Domestic Product(GDP)
dari ekspor akan turun secara signifikan dari 60 persen
menjadi 13 persen pada kuartal keempat. Belum lagi urusan
pariwisata, dipastikan banyak wisatawan yang mengurungkan
diri ke Thailand akibat adanya banjir ini.
Menggunakan perahu karet www. okezone.com
Untuk menggambarkan betapa besarnya dampak
kerugian dari banjir Bangkok dan wilayah-wilayah
disekitarnya , kita bisa membandingkan dengan banjir Jakarta
tahun 2007. Kala itu banjir yang terjadi adalah yang terbesar
selama 300 tahun terakhir di ibukota, akibat yang
ditimbulkannya juga cukup parah. Sebanyak 80 orang tewas
dengan kerugian sekitar Rp. 5 triliun. Atau jika dibandingkan
dengan kerugian akibat Tsunami di Aceh 2004, yang
angkanya sekitar Rp. 41 triliun dan Gempa di Yogyakarta
sekitar Rp. 28 triliun, maka kerugian akibat banjir di
Thailand ini tergolong cukup besar.Besarnya pengaruh banjir ini sampai-sampai
pemerintah Bangkok memberlakukan hari libur
nasional selama lima hari. Karena itu masuk akal jika Ban
Ki Moon , Sekretaris Jenderal PBB dan Hillary Clinton
merasa perlu datang ke Bangkok Thailand, untuk melihat
pertolongan apa yang dibutuhkan disana. Melihat kejadian di
Thailand wajar jika banyak warga di Jakarta khawatir kejadian
sama akan menimpa kota ini.
Untuk itu Badan Nasional Penanganan Bencana
(BNPB), menegaskan ancaman banjir semacam itu tidak
akan terjadi di Jakarta. Jakarta tidak akan mengalami banjir
seperti Bangkok, ujar Sutopo Purwo Nugroho, menjelaskanpada para wartawan, pertengahan November lalu.
Ditambahkannya Jakarta pada musim hujan ini hanya perlu
mewaspadai siklus lima tahunan. Sebagai catatan memang dua
banjir besar di Jakarta terjadi pada tahun 2002 dan 2007.
Harapan warga ibukota tentu saja banjir besar itu tidak
terulang di tahun 2012.
Sebenarnya kondisi daratan Bangkok hampir
mirip dengan Jakarta, berada di kawasan yang
berbatasan dengan pantai, kota ini juga rawan
diganggu air laut. Apalagi masyarakat Bangkok
juga hobi mengambil air tanah. Akibatnya sama
dengan Jakarta permukaan tanahnya menjadi turunsecara gradual, semakin lama semakin rendah.
Dampaknya jika terjadi genangan tentu saja
menyulitkan air untuk segera bergerak ke laut. Ini
menyebabkan genangan air memakan waktu berhari-
hari baru menyusut.
Banjir di Bangkok agak unik, sebelumnya
aliran air dari beberapa daerah terutama disebelah utara
ibukota Thailand, sudah lebih dulu mengepung
Bangkok. Ini akibat hujan dengan intensitas yang
lumayan tinggi sudah turun sejak tiga bulan
sebelumnya. Air yang berasal dari utara hingga pagi
tanggal 27 Oktober 2011, masih bisa mengalir
membelah kota Bangkok melalui Sungai Chao Praya.
Apalagi pemerintah dan warga telah memasang
karung-karung pasir untuk membentengi air agar tidak
meluber ke luar dari aliran sungai.
Akan tetapi, menjelang siang jumlah air
semakin lama semakin banyak terutama di daerah
Bandar Udara Don Muang dan sekitarnya, akibatnya
aliran semakin meraksasa menuju laut yang melewati
pusat kota Bangkok . Ironis, pasang air laut justrumendorong air kembali ke daratan, tak ayal lagi air
Sungai Chao Praya melimpas melewati dan bahkan
menjebol tanggul. Tanpa ampun daerah-daerah di
sekitar Sungai Chao seperti wilayah Dusit, Pranakorn,
Saphantawong, Bangrak, Bangkholaem, Yannawa,
Klongtoey, Prakhanong, Klongsan, Bangkok Yai dan
Bangna, langsung tergenang air.
Setidaknya ada dua tanggul yang jebol akibat
gelombang pasang yang menaikkan volume sungai
tersebut. Hari berikutnya air yang mengalir di sungai
tersebut terus meningkat dengan cepat, Bangkokpun
lantak disikat banjir. Penduduk Bangkok terutamadidaerah padat yang umumnya berada diperkampungan
miskin, lari tunggang langgang menyelamatkan diri.
Puncaknya adalah tanggal 30 Oktober 2011 dimana
ketinggian aliran Chao Praya mencapai +2,53 meter.
Beruntung setelah tanggal itu hujan mulai reda
di daerah Utara Bangkok dan masa kritis gelombang air
laut juga mulai berkurang, dampaknya berangsur-
angsur ketinggian air sungai juga semakin berkurang.
Tidak ada lagi tambahan luberan air di wilayah
Bangkok. Sayangnya karena banyak daratannya yang
lebih rendah dari muka sungai, air pun tak bisa begitu
saja kembali dialirkan melalui sungai. Akibatnyagenangan air bertahan dalam beberapa hari.
Beberapa wilayah disebelah utara yang masih
tergenang juga tidak membuat aliran Sungai Chao bisa
cepat berkurangaliranya. Rendet, hanya berkurang rata-
rata 2 sentimeter setiap harinya. Pemerintah berusaha
habis-habisan untuk membuang air banjir dan
mengurangi ketinggian genangan melalui sungai Chao
Phraya, Bang Pakong dan Ta Chin. Pemerintah
khawatir jika tidak segera dilakukan maka pada
masa pasang air laut pertengahan dan akhir November
2011, dipastikan luberan air bisa kembali melumpuhkanBangkok.
Meski pada sebagian daerah banjir memakan
waktu berhari-hari untuk surut, ada juga daerah yang
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
8/12
ILWI Buletin No 03-2011 8
masih kering, sama sekali belum tersentuh banjir.
Belakangan nyaris timbul permasalahan sosial ketika
masyarakat mulai banyak yang melakukan protes.
Mereka mempertanyakan bagaimana pelaksanaan
menajemen pembukaan pintu air. Pemerintahpun harus
ektra hati-hati mengelola permasalahan ini , karena
permasalahan ini bisa menjadi faktor meluasnya banjir
ke daerah-daerah yang masih kering.
Banjir hampir di seluruh Bangkok us.detiknews.com
Jika ini sampai terjadi maka Bangkok bisa
lumpuh total dan sudah pasti masalahnya akan
merembet ke urusan politik. Yinluck Sinawatra,
Perdana Menteri, Thailand , berkali-kali menenangkan
warganya agar bersabar menunggu surutnya air.
"Rakyat harus terus bertahan. Semuanya akan pulih
secepatnya," ujar Yinluck meyakinkan warganya. Diaturun langsung ke krisis center banjir di Bangkok, untuk
berdiskusi dengan para ahli yang datang ke ibukota
Negara Thailand itu.
Militer dikerahkan untuk membantu segera
mengeringkan daerah-daerah yang terendam air.
Sementara itu tekanan masyarakat untuk segera
membuka blokade-blokade karung yang berisi pasir dan
membuka pintu-pintu air lain agar banjir tidak terlokasir
pada daerah-daerah tertentu saja, semakin kencang.
Pemerintah memutar otak agar warganya bisa sedikit
lebih sabar, agar tidak bertindak sendiri. Beruntunghingga akhir tahun ini banjir berangsur-angsur bisa
berkurang, jika tidak bisa dibayangkan rembetan
masalah sosial yang ditimbulkanya.
Apa yang terjadi di Bangkok Thailand,
mengingatkan kita yang tinggal di daerah delta seperti Jakarta,
bahwa salah satu kerawanan tinggal di daerah ini adalah
gempuran air baik yang datang dari laut maupun yang menuju
laut. Aliran Sungai Chao Praya dengan kapasitas besar
menuju laut, tertahan dan berbalik ketika pasang laut besar
menghantam Teluk Bangkok, akibatnya air meluber ke
daerah sekitar sungai. Kebijakan pemerintah yang membangun
tanggul-tanggul laut buatan dengan karung pasir untukmenahan luberan air dari Sungai Chao Praya, cukup masuk
akal.
Tapi, akibatnya justru menimbulkan masalah sosial
yang cukup besar, air justru melimpas kepemukiman padat
dengan kondisi ekonomi penduduk yang relatif rendah. Ibarat
koor , warga pun berteriak agar banjir juga dibagi-bagi ke
wilayah lain. Entah apa yang terjadi jika banjir lebih lama lagi
menggenangi kawasan-kawasan yang mereka tempati. Bisa
saja opisisi menyeret kasus ini ke masalah politik.
Daerah delta yang kebanyakan relatif tidak terlalu
berbeda ketinggian dengan muka air laut, memang harus
benar-benar dikelola dengan baik. Penurunan muka tanah dan
bahaya intrusi air laut selalu menjadi permasalahan
dikawasan semacam ini. Karena itu perlu pengelolaan yang
berkelanjutan untuk mengamankan kawasan ini.
Jika melihat beberapa kejadian banjir di
beberapa negara terutama di daerah delta, penyebabnya
utamanya sebenarya bukan masalah intensitas hujan
yang berlebihan. Mobilasi warga menuju kota-kota
besar yang kebanyakan berada di kawasan delta lebih
menjadi pangkal persoalan. Di benua Asia polamobilisasi penduduk semacam ini hampir dimiliki oleh
semua kota besar yang ada. Kota-kota besar Asia di
Asia, kini dijejali sekitar 1,8 miliar jiwa, padahal tahun
1950 jumlah penduduk di daerah itu hanya sekitar 237
juta.
Genangan bertahan lama www.tribunnews.com
Kota-kota yang letaknya landai, langsung
menjadi pusat berbagai kegiatan. Perumahan, pabrik-
pabrik, sekolah, perkantoran, dan infrastruktur lain
dengan cepat dibangun didaerah-daerah semacam ini.Akibatnya daerah resapan air dirambah hingga tak
tersisa. Ketika limpasan air datang baik dari hulu
maupun dari laut, tidak ada lagi ruang yang terbuka
untuk menyerapnya.
Kejadian di Bangkok ini memberi pesan yang
jelas bahwa pengelolaan delta perlu dilakukan serius
dan kearah yang jelas. Rencana harus dilakukan untuk
jangka panjang, karena perubahan lingkungan global
seringkali berakibat dan cepat berdampak pada daerah-
daerah yang berada di delta.
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
9/12
ILWI Buletin No 03-2011 9
MASTER PLAN TANGGUL LAUT SEGERA DIBUATPublic Private People Patnership Sebagai Alternatif Pendanaan
Rencana pembangunan tanggul laut terus bergulir. Pengembangan teluk akan dilakukan terintegrasi
dengan pembangunan daratan Jakarta. Pembiayaan proyek tidak bisa hanya mengandalkan kocek
pemerintah.
Rencana tanggul laut di Teluk Jakarta JCDS
Konsorsium konsultan Belanda yang
tergabung dalam Jakarta Coastal Development
Strategy (JCDS) sudah merampungkan pekerjaan
awalnya. Strategi Jakarta dalam rencana
pengembangan teluk berkenaan dengan tanggul raksasa,
telah diserahkan ke Gubernur DKI Jakarta. Walaupun
demikian bukan berarti tugas tim ini telah rampung.
Selanjutnya dalam dua tahun kedepan pemerintah juga
meminta mereka untuk membuat Master Plan tanggul
raksasa tersebut.
Sejauh ini tahapan-tahapan perencanaan
pembangunan tanggul laut masih terus berjalan. Jika
dilihat dari situasi Jakarta saat ini kebutuhan akan
tanggul laut ini memang sudah semakin mendesak.
Harian Kompas, 5 Desember, 2011, membuat kepala
berita mengenai banjir rob yang sudah melanda di
sebagian Jakarta Utara. Koran terbesar di Indonesia itu
juga mengulas mengenai kecenderungan penurunan
muka air tanah yang semakin mengkhawatirkan.
Dalam laporannya, Kompas juga mengutip
pernyataan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto,
yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang Jakarta
memang akan memiliki Tanggul Raksasa. Dimanatanggul itu nantinya akan mengubah sebagian lautan
menjadi waduk air tawar, yang juga berfungsi sebagai
retensi.
Jika melihat laporan dari JCDS, menariknya
pembangunan tanggul laut ini nantinya diarahkan juga
pada perbaikan Jakarta secara keseluruhan. Ini artinya
perubahan di kawasan teluk akan mengerek perubahan
di dataran Jakarta. Antara lain seperti perencanaan
waduk baru, akibat dari pembendungan laut, dimana
kolam raksasa ini nantinya akan menjadi tempat air
tawar yang layak jadi bahan baku air minum.
Ini tentu saja menimbulkan konsekuensi,
karena waduk baru tersebut nantinya juga akan menjadi
muara dari 13 sungai dan kanal yang ada di Jakarta.
Padahal seperti kita ketahui bahwa sungai-sungai di
Jakarta itu sudah sangat kotor sekali, jika kondisinya
seperti ini bisa jadi waduk tersebut justru menjadi
tempat kumpulannya air-air kotor yang ada se Jakarta.
Dalam rencana JCDS dikemudian hari di
Jakarta tidak ada lagi air yang tercemar /kotor yang
masuk ke dalam sungai. Limbah industri dan domestik
harus terlebih dahulu diolah sebelum dibuang.
Sehingga air yang nantinya dibuang tidak kotor dan
berbau lagi. Jakarta sendiri sebenarnya sudah
mempunyai rencana untuk membuat pengelolaan
limbah terpusat sebelum dialirkan ke sungai.
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
10/12
ILWI Buletin No 03-2011 10
Rencana Pembuangan Limbah Jakarta Sumber:RTRW Jakarta
Sistem air limbah terpusat efektif dalam
meningkatkan kualitas air sungai, kanal, kolam retensi
dan Teluk Jakarta. Sistem ini juga akan meningkatkan
fungsi kolam retensi, drainase dan sistem pemompaan
untuk mencegah banjir. Ini bisa dilakukan jika
masyarakat Jakarta mendukungnnya. Jika dorongan
dari warga tidak ada maka sangat sulit bisa terwujud
sistem ini.
Hal yang sama juga untuk sampah, sekarang ini
masih banyak warga Jakarta yang membuang sampah
di sungai. Sebenarnya tempat pembuangan sampah DKI
Jakarta di Bantar Gebang masih cukup memadai untuk
menjadi tempat pembuangan akhir. Akan tetapi
permasalahannya adalah kurangnya jangkauan dan
intensitas kendaraan pengangkut sampah. Sehinggadaripada menumpuk di halamannya, warga lebih
memilih membuangnya ke kali.
Pemerintah harus melakukan kampanye lebih
intensif lagi agar warga tidak membuang sampah ke
sungai. Disamping itu fasilitas tempat sampah
sementara sebelum diangkut harus diperbanyak. Sebisa
mungkin setiap rumah tangga sudah membagi-bagi
jenis sampahnya ketika akan dibuang, sampah organik,
anorganik, dan plastik.
Untuk membersihkan sungai sekaligus
lingkungan di Jakarta peran utama justru kesedaran
masyarakat. Pengembangan Teluk Jakarta ini harusdijadikan momen yang tepat untuk perbaikan
lingkungan Jakarta keseluruhan. Perbaikan kualitas
sungai, akan memberi dampak positif. Pertama
mengurangi potensi banjir dan yang kedua dapat
menjadi sumber air baku untuk air bersih.
Melihat dampak yang ditimbulkan dari
pengembangan Teluk Jakarta kita bisa berharap ada
perbaikan yang signifikan pada dataran Jakarta.
Disamping masalah sistem tata air dan penyediaan air
bersih, perubahahan pasti akan terjadi pada jumlah
ruang terbuka hijau dan biru. Disamping itu sistem
transportasi juga kan berpengaruh khususnya bagiJakarta Utara. Masyarakat tentu sangat berharap,
nantinya ada perubahan besar di Jakarta.
Tahapan memang masih panjang, setelah
selesai master plan nanti akan diikutin dengan
pembuatan analisa mengenai dampak lingkungan
(Amdal). Tanggul raksasa ini tidak hanya besar dalam
arti fisiknya saja, akan tetapi sudah barang tentu juga
besar dalam urusan pembiayaannya. Dipastikan akan
merogoh kocek hingga triliunan rupiah untuk
pembuatan tanggul ini.Lantas darimana dananya ? Untuk menanggung
seluruhnya dari kantung pemerintah tentu tak mungkin
bisa dipenuhi. Menggingat alokasi dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ketat, tentu
saja sangat sulit jika pendanaan seluruhnya diserahkan
kepada negara.
Pendanaan Tak Bisa Mengandalkan Pemerintah
Seberapa besar sebenarnya perkiraan biaya
yang dikeluarkan jika pemerintah membangun tanggul
laut ? Seandainya pemerintah ingin melaksanakanarahan strategi dimana tanggul dibuat secara gradual
dari eksisting garis pantai, kemudian ke -8 m dan tahap
3 di kedalaman sekitar -14 m (pembagian skenario ada
di buletin edisi II-2011) saja dari yang direkomendasi
JCDS maka perkiraan biayanya mencapai sekitar 25
miliar dollar Amerika Serikat.
Biaya sebesar itu dikeluarkan antara lain untuk
pembangunan tanggul, pompa, retensi di laguna 10
ribu hektar, sistem air limbah dan sanitasi, jalan tol
dengan sepuluh jalur.
Melihat besaran angkanya jelas sekali akan
merobek kantung, jika pemerintah mendananinya dari
kocek sendiri. Padahal pengembangan teluk ini
menjadi satu keharusan untuk menyelamatkan kota
Jakarta.
Tampaknya format Public Private People
Patnership (PPP) menjadi alternatif yang
memungkinkan untuk terlaksananya proyek ini.
Artinya pemerintah harus membatasi peranannya agar
duit yang dikeluarkan tak mengucur deras. Misalnya
pemerintah bersama masyarakat mengambil peran
untuk normalisasi sungai, pengelolaan limbah dan
sanitasi di daratan, penataan kawasan dan lain-lain.
Disisi lain pihak-pihak di luar pemerintah juga
bisa berperan lain, tentunya dengan perhitungan bisnis.
Seperti pembangunan jalan kereta api dan jalan tol,
yang berfungsi sebagai tanggul, pembangunan sarana
air bersih, pelabuhan dan tempat-tempat rekreasi.
Dengan pola seperti ini maka pembagian beban
pembangunan bisa dibagi antara pemerintah dan
swasta.
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
11/12
ILWI Buletin No 03-2011 11
JAKARTA BERSIAP MENGHADAPI BANJIR
Persiapan yang dilakukan lebih untuk menghadapi keadaan tanggap darurat. Membebaskan banjir
dalam beberapa tahun kedepan mustahil dilakukan. Rencana jangka pendek dan menengah mulai
diatur agar sesuai dengan rencana besar jangka panjang.
Ada 62 titik rawan banjir www.jakcity.comSirene meraung-raung di pinggiran Kali
Ciliwung, di daerah Kalibata , Cawang, Jakarta Timur.
Kamis pagi, 15 Desember 2001, Fauzi Bowo,
Gubernur DKI Jakarta, terlihat mondar mandir di atas
sungai tersebut. Cermat diperhatikannya aparatnya
bekerja sigap menolong warga yang terbawa arus
karena kebanjiran, semua korban bisa ditolong.
Maklum ini hanya simulasi menghadapi banjir sudah
barang tentu korban yang benar-benar tidak tertolongtentu tidak ada.
Bagi Foke, demikian gubernur biasa disebut,
persiapan untuk menghadapi banjir, seperti simulasi
ini, sangat perlu dilakukan. Bagaimanapun juga jika
sudah mendekati akhir tahun seperti ini, program yang
perlu digeber untuk menghadapi kemungkinan banjir
adalah persiapan untuk keadaan tanggap darurat seperti
ini. Gubernur tentu tidak mau mengambil risiko adanya
korban jika banjir benar-benar menggenangi Jakarta.
Melihat catatan seperti itu, siapapun Gubernur
Jakarta , jika waktunya sudah mendesak, tak ada
pilihan kecuali berusaha untuk meminimalisirterjadinya korban. "Simulasi ini terkait kesiapan
pemerintah Jakarta dalam penanganan siaga banjir,
kata Foke . Di Jakarta, daerah Cawang merupakan
salah satu tempat yang sangat berpotensi mengalami
banjir jika terjadi hujan lebat.
Saat pelatihan itu, disimulasikan bahwa
Jakarta dalam kondisi siaga 1 banjir, akibat dari hujan
ekstrim yang terjadi lebih dari 3 jam di daerah
Jabodetabek. Dengan intensitas curah hujan yang
tinggi, 75 milimeter per jam yang mengakibatkan air
meluber hingga melewati pinggiran sungai. Aparat
pemerintah, SAR, tentara, Badan PenanggulanganBencana sigap memberikan pertolongan.
Dengan adanya simulasi semacam ini
harapannya warga dan pihak-pihak terkait bisa
bergerak cepat jika gelombang air benar-benar
menerjang daerah itu. Memang tidak hanya di Cawang
saja ancaman banjir itu ada, beberapa titik lain yang
juga rawan terjadi banjir. Masih ada 62 titik daerah
rawan banjir. Rencananya akan diadakan simulasi
serupa, tambahnya.
Setiap ingin memasuki pergantian tahun warga
Jakarta tidak hanya bergembira menyambut tahun baru,
sebagian ada yang mulai ketar-ketir. Maklum dua bulan
pertama di awal tahun telah menjadi kelaziman bagi
warga ibukota untuk harap-harap cemas, apakah
rumah mereka akan tergenang banjir atau tidak. Jikadalam dua bulan tersebut banjir besar tidak terjadi,
warga boleh sedikit tersenyum karena besar
kemungkinan dalam satu tahun itu banjir tak akan
menyambangi kawasan mereka.
Dalam sejarah Jakarta, banjir kerap terjadi pada
bulan Januari dan Februari. Oleh kalangan tertentu
bahkan bulan tersebut disebut bulan basah. Di mana
curah hujan yang tinggi akan mengguyur ibukota. Tiga
banjir besar yang terjadi tahun 1996, 2002, 2007 terjadi
pada bulan itu. Jika menilik dari kerusakan dan jumlah
korban yang terjadi maka warga memang pantas was-
was pada bulan-bulan tersebut.Mendekati akhir tahun seperti ini tentu tidak
ada program yang bisa membuat Jakarta langsung
terhindar dari banjir dalam musim hujan kali ini.
Jangankan hitungan bulan, hitungan tahun pun tidak
ada program yang bisa benar-benar mengamankan
Jakarta dari banjir. Foke tampaknya menyadari hal itu,
dia membuat program jangka panjang seperti
pembangunan tanggul laut, jangka menengah
pembangunan kawasan-kawasan sistem polder di
Jakarta dan jangka pendek pengerukan kali, perbaikan
drainasi lingkungan, pembangunan tanggul-tanggul
penahan rob dan lain-lain.Sayangnya tidak semua program bisa jalan
seperti yang diinginkan Foke, seperti proyek
pengerukan sungai-sungai di Jakarta. Proyek ini baru
bisa direalisasikan Maret 2012. Ini agak ironis, karena
biasanya bulan itu sudah melewati puncak musim
hujan. Gubernur sendiri agak kecewa dengan realisasi
program ini, tapi dia tidak dapat berbuat banyak ,
karena proyek ini didanai melalui pencairan pinjaman
Bank Dunia dan tahapannya memang harus seperti itu.
Dia sendiri berharap proyek itu sudah bisa dilaksanakan
tahun 2009 lalu, akan tetapi kenyataannya baru bisa
teralisasikan 2012.
Meski agak terlambat Foke, mendorong agar
program ini benar-benar terlaksana. Bagaimanapun
-
7/31/2019 ILWI buletin No. 03 2011
12/12
ILWI Buletin No 03-2011 12
juga pengerukan sungai akan sangat berpengaruh
terhadap kapasitas sungai dalam mengalirkan air ke
laut. Proyek pengerukan dilakukan untuk 10 sungai,
satu kanal, dan empat waduk.
Meminimalisasi jumlah korban www.detiknews.com
Sungai-sungai tersebut adalah , Sungai Grogol,
Sungai Sekretaris, Sungai Krukut, Sungai Cideng,
Sungai Pakin, Sungai Kali Besar, Sungai Ciliwung,
Sungai Gunung Sahari, Sungai Sentiong dan Sungai
Sunter. Sedangkan waduk meliputi , Waduk Melati,
Waduk Sunter Utara, Waduk Sunter Selatan dan
Waduk Sunter Timur II. Untuk Kanal tentu saja Banjir
Barat Barat.
Proyek pengerukan sungai-sungai ini dikenal
dengan nama ProyekJakarta Emergency Dredging
Initiative (JEDI). Karena pendanaannya dari Bank
Dunia, ada dua Peraturan Pemerintah (PP) yang
digunakan dalam pencairannnya. PP itu adalah No 2/
2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan atau
Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan atau
Hibah Luar Negeri dan revisi PP No 54/ 2005 tentang
Pinjaman Daerah. Nilai pinjamannya 150,5 Juta dollar
Amerika Serikat. Diperoleh melalui pinjaman
Pemerintah Pusat dan pinjaman Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta.
Di bulan Desember ini sungai memang belum
meluap, semua kelihatan masih terkendali. Hujan juga
masih bersahabat, warga meski kadang-kadang agak
terganggu dengan hujan lebat dan beberapa pohon yang
tumbang, tetapi aktifitas masih bisa berjalan normal.
Meski demikian lain halnya dengan penduduk diKamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, awal bulan
Desember 2011, rumah warga sudah banyak yang
terendam banjir. Ini tentu saja cukup meresahkan bagi
penduduk setempat, mereka merasa banjir datang
sebelum waktunya. Tentu saja ini bukan banjir akibat
hujan, penyebabnya adalah air laut yang menerabas
masuk melewati garis pantai, atau lebih dikenal dengan
sebutan rob.
Limpasan air laut ini yang biasanya hanya
mencapai 2,2 meter kini sudah mencapai 2,5 meter. Ini
berarti ada kenaikan 30 sentimeter, akibatnya robmenggenangi lebih banyak lagi area, bahkan jalan
arteri di Jakarta Utara dan Jakarta Barat terendam
selama lima hari. Masalah serbuan air laut ini adalah
masalah Jakarta kedepan, dimana kecenderungannya
yang semakin besar. Tentu saja tidak hanya daerah
Kamal Muara yang terancam. Banyak kawasan yang
berbatasan dengan pantai mengalami nasib yang sama.
Pemerintah daerah pun segera membuat atau
memperbaiki tanggul-tanggul untuk solusi jangka
pendek.
Seperti tanggul yang dibuat di samping
proyek pembangunan Jembatan Muara Angke,Penjaringan, Jakarta Utara. Tanggul yang dibuat dari
pasangan batu kali dan akan dibangun untuk
mengantisipasi atau menanggulangi banjir akibat air
pasang laut atau rob. Disamping pembuatan tanggul
pada tahun 2012, pintu air juga akan diganti dengan
yang lebih tinggi agar luapan air sungai akibat rob tidak
melimpas balik ke dalam saluran.
Dinas PU rencananya akan terus melakukan
pembangunan dan peninggian tanggul di Jakarta
Utara hingga 2012 agar kawasan itu aman dari rob.
Sejauh ini peninggian tanggul merupakan langkah
paling efektif mengurangi potensi rob. Akan tetapi
tidak bisa bertahan lama, hanya beberapa tahun saja,
sambil menunggu pembangunan tanggul raksasa.
Apapapun rencana pemerintah memang harus
didukung oleh warga, pemerintah tidak bisa jalan
sendiri menghadapi banjir. Menjaga kali dari sampah,
membersihkan dan memeriksa drainase di lingkungan
adalah sebagian kecil yang bisa dilakukan oleh
masyarakat. Disamping itu masih banyak lagi hal-hal
positif yang harus dilakukan , bagaimanapun juga hidup
di kawasan rawan banjir, butuh perjuangan terus
menerus untuk menghadapinya. Never Ending
Struggle.