ilsafat riani 1106304 tugas i
DESCRIPTION
ugjTRANSCRIPT
PENGARUH LKS TERINTEGRASI MATERI BENCANA GEMPABUMI PADA KONSEP ELASTISITAS DAN GETARAN TERHADAP
HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)
DI KELAS XI SMA N 1 PADANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:MUHAMMAD ZUKIR
NIM. 96889/2009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKAJURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
ABSTRAK
MUHAMMAD
ZUKIR :
Pengaruh LKS Terintegrasi Materi Bencana
Gempabumi pada Konsep Elastisitas dan Getaran
terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran
Problem Based Instruction (PBI) di Kelas XI SMA
N 1 Padang
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa Kota Padang berada di
daerah yang berpotensi mengalami bencana gempabumi sehingga dibutuhkan
penanaman sikap siaga terhadap bencana gempabumi. Mata pelajaran fisika
merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat diintegrasikan dengan bencana
gempabumi khususnya pada materi elastisitas dan getaran. Pembelajaran fisika
yang menggunakan LKS dalam model pembelajaran Problem Based Instuction
(PBI) dapat mendorong peserta didik untuk memahami fakta, konsep, dan prinsip
fisika yang terintegrasi materi bencana gempabumi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh LKS terintegrasi materi bencana gempabumi pada konsep
elastisitas dan getaran.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu (Quasi
Eksperimental Research). Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas
XI IPA di SMAN 1 Padang yang terdaftar tahun ajaran 2012/2013. Sampel
ditentukan melalui teknik Cluster Random Sampling. Kelas yang terpilih menjadi
kelas sampel adalah kelas XI IPA 6 dan XI IPA 7. Instrumen penelitian adalah
soal objektif pada ranah kognitif, lembar observasi pada ranah afektif, dan lembar
observasi pada ranah psikomotor. Teknik analisis data yang digunakan untuk
menguji hipotesis adalah menggunakan uji t pada taraf nyata 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa pada ranah
kognitif untuk kelas eksperimen adalah 84,89 dan kelas kontrol adalah 78,70. Uji
hipotesis tentang kesamaan dua rata-rata nilai siswa pada ranah kognitif
menggunakan statistik uji t menunjukkan bahwa thitung > ttabel. Nilai rata-rata siswa
pada ranah afektif untuk kelas eksperimen adalah 71,43 dan kelas kontrol adalah
67,70. Uji hipotesis tentang kesamaan dua rata-rata nilai siswa pada ranah afektif
i
menggunakan statistik uji t juga menunjukkan bahwa thitung > ttabel. Selanjutnya,
nilai rata-rata siswa pada ranah psikomotor untuk kelas eksperimen adalah 79,26
dan kelas kontrol 74,67. Uji hipotesis tentang kesamaan dua rata-rata nilai siswa
pada ranah psikomotor menggunakan statistik uji t juga menunjukkan bahwa thitung
> ttabel. Kesimpulan penelitian adalah hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat
pengaruh LKS terintegrasi materi bencana gempabumi pada konsep elastisitas dan
getaran terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran Problem Based
Instruction (PBI) di kelas XI SMA N 1 Padang dapat diterima pada taraf nyata
0,05.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis aturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan karuniaNya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh LKS Terintegrasi Materi Bencana
Gempabumi pada Materi Elastisitas dan Getaran terhadap Hasil Belajar Siswa
dalam Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) di Kelas XI SMA N 1
Padang”. Penelitian ini adalah bagian dari Penelitian Hibah Pascasarjana tahun
2013 yang berjudul “Model Pengintegrasian Materi Matakuliah Fisika Bencana
Alam pada Program Studi Magister Pendidikan Fisika Pascasarjana UNP ke
dalam Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika SMA yang Inovatif
Berbasis Riset sebagai Upaya Pendidikan Karakter Siaga Bencana” dengan tim
peneliti: Dr. H. Ahmad Fauzi, M.Si.; Dr. Hj. Ratnawulan, M.Si.; Dr. Hamdi,
M.Si.; Dr. Yulkifli, M.Si. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis dibantu dan
dibimbing oleh berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr.H. Ahmad Fauzi, M.Si, sebagai dosen pembimbing I skripsi yang
telah membimbing dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dr.Hj. Ratnawulan, M.Si, sebagai pembimbing II skripsi yang telah
membimbing dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Drs. Mahrizal, M.Si, Drs. Letmi Dwiridal, M.Si, Drs. Gusnedi, M.Si,
sebagai dosen penguji.
4. Bapak Drs. Akmam, M.Si, sebagai ketua jurusan fisika FMIPA UNP.
5. Ibu Dr.Hj. Djusmaini Djamas, sebagai pembimbing akdemik penulis yang
telah memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan selama masa perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu dosen beserta staf jurusan fisika FMIPA UNP.
7. Ibunda dan ayahanda yang telah dengan tulus memberikan motivasi dan doa
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan menjadi amal shaleh bagi
Bapak dan Ibu serta mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
iii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
kelemahan. Untuk itu penulis mengharapkan saran untuk menyempurnakan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Padang, Januari 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISIABSTRAK...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Pembatasan Masalah..................................................................................4
D. Tujuan Penelitian........................................................................................4
E. Manfaat Penelitian......................................................................................4
BAB II KAJIAN TEORITIS.................................................................................5
A. Pembelajaran Fisika Menurut KTSP.......................................................5
B. Model Pembelajaran Problem Based Intruction (PBI).............................6
D. Karakter Siaga Bencana Gempabumi....................................................11
E. Hasil Belajar Siswa...................................................................................13
1. Hasil Belajar Siswa pada Ranah Kognitif...........................................13
2. Hasil Belajar Siswa pada Ranah Afektif.............................................14
3. Hasil Belajar Siswa pada Ranah Psikomotor.....................................16
F. Konsep Elastisitas dan Getaran...........................................................17
3. Aplikasi Konsep Elastisitas dan Getaran pada Peristiwa Gempabumi........................................................................................................................28
G. Lembar Kerja Siswa (LKS)..................................................................31
H. LKS Terintegrasi Materi Bencana Gempabumi................................33
I. Penelitian Relevan.....................................................................................34
J. Kerangka Berfikir.....................................................................................35
K. Hipotesis Penelitian...............................................................................36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................37
A. Jenis Penelitian..........................................................................................37
B. Populasi dan Sampel.................................................................................37
C. Variabel dan Data.....................................................................................39
D. Prosedur Penelitian...................................................................................40
E. Instrumen Penelitian.................................................................................44
v
F. Teknik Analisis Data.................................................................................49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................55
A. Hasil Penelitian..........................................................................................55
1. Deskripsi Data........................................................................................55
2. Analisis Data..........................................................................................57
B. Pembahasan...............................................................................................65
BAB V PENUTUP................................................................................................70
A. Kesimpulan................................................................................................70
B. Saran..........................................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................71
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan yang bermutu merupakan suatu visi pemerintah di bidang
pendidikan. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan output yang bermutu
juga. Output ini terlihat dengan tingginya hasil belajar akademik dan
nonakademik siswa. Dalam dunia pendidikan mutu lulusan dinilai berdasarkan
kesesuaian kemampuan yang dimiliki siswa dengan tujuan yang ditetapkan dalam
kurikulum.
UU No.20 tahun 2003 pada BAB I pasal 1 ayat 19-20 menyatakan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. UU No. 20 tahun 2003 BAB X pasal 36 menjelaskan
bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: Peningkatan iman
dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan dan minat
peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan. Berdasarkan UU No. 20
Tahun 2003 di atas jelaslah bahwa proses pendidikan di Indonesia haruslah
berasal dari sumber belajar siswa yaitu lingkungan yang mencakup fenomena
alam yang ada di lingkungan peserta didik.
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17
menyebutkan bahwa kurikulum dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan
peserta didik. Maka, dibutuhkan proses penginteraksian materi pembelajaran
dengan lingkungan sekitar untuk membentuk hasil belajar siswa yang memiliki
siaga bencana gempabumi sebagai materi pengayaan. Sebagaimana yang
ditegaskan Permen No. 3 tahun 2008 bahwa dalam rancangan pembelajaran
haruslah memuat materi pengayaan. Jadi, pengintegrasian materi ajar dengan
1
potensi daerah/karakteristik daerah melalui materi pengayaan kepada peserta didik
merupakan suatu tuntutan kurikulum.
Kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang menuntut pembelajaran tuntas (mastery learning)
dengan mengacu kepada Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Usaha yang telah
dilakukan dalam pemenuhan tuntutan KTSP dalam rangka meningkatkan mutu
proses dan hasil pembelajaran fisika antara lain: meningkatkan mutu guru melalui
penataran, mengoptimalkan pembelajaran di kelas dengan menyediakan fasilitas
pendukung pendidikan seperti pengadaan bahan ajar, pembenahan perangkat
pembelajaran serta pembenahan sarana dan prasarana. KTSP sebagai kurikulum
yang berorientasi pada disiplin ilmu menurut wina sanjaya (2008:131) adalah
“Berisi struktur program KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik, keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari
kemampuan siswa menguasai mata pelajaran”. KTSP sebagai kurikulum
operasional menurut Rudi Susilana (2006:3) yang dikutip dari BSNP
mengungkapkan, “KTSP adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan
masing-masing satuan pendidikan, KTSP terdiri dari tujuan satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus.” Perancangan kurikulum pembelajaran menurut
KSTP dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan
kurikulum yang terlampir di dalam PP No.19 tahun 2005, yaitu harus sesuai
dengan kondisi satuan pendidikan serta potensi/karakteristik daerah.
Salah satu karakteristik Kota Padang terletak terletak pada lempeng
bumi yang labil sehingga mempunyai potensi besar terjadinya gempabumi pada
dasar laut. Bencana gempabumi dapat terjadi secara tiba-tiba sehingga dirasa
penting untuk menumbuhkan karakter yang membentuk manusia yang tanggap
dan siaga terhadap bencana gempabumi. Pendidikan sekolah diharapkan mampu
menanamkan karakter siaga terhadap bencana gempabumi pada khususnya kepada
generasi muda melalui pengintegrasian siaga terhadap bencana gempabumi dalam
pembelajaran. Kota Padang memiliki potensi gempabumi yang sangat besar,
sehingga diperlukan suatu model pembelajaran siaga bencana gempabumi. Hingga
kini, kurikulum yang dikembangkan belum berlandaskan karakteristik daerah
rawan teradap bencana gempabumi.
2
Kenyataan yang terjadi di lapangan, pembelajaan fisika belum sesuai
dengan tuntutan kurikulum yaitu memperhatikan potensi daerah dan lingkungan
peserta didik. Selama ini peserta didik dipandang sebagai objek pembelajar,
peserta didik kurang berpartisipasi secara aktif dalam interaksi pembelajaran.
Padahal seharusnya proses pembelajaran berorientasi pada pembelajaran
interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan sesuai dengan karakteristik daerah
tempat, sehingga membuat siswa mampu menghadapi setiap permasalahan selama
proses pembelajaran. Lebih lanjut Sanjaya (2006:1) mengungkapkan pada
kenyataannya, “Mata pelajaran science tidak dapat mengembangkan keterampilan
anak untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir
tidak digunakan secara baik dalam setiap proses pembelajaran di dalam kelas”.
Selama ini belum ada upaya dari pemerintah dan satuan pendidikan dalam rangka
mengintegrasikan materi pembelajaran fisika terhadap sumber belajar siswa.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui proses
pembelajaran berbasis masalah. Hal ini menghadirkan fenomena alam yang
menarik untuk dikaji. Untuk mewujudkan pembelajaran yang mendorong siswa
untuk memiliki hasil belajar yang berisi siaga bencana gempabumi adalah dengan
menggunakan LKS pada model pembelajaran PBI yang berorientasi siaga bencana
gempabumi.
Iing (2010:19) menyatakan bahwa penggunaan LKS dalam pembelajaran
fisika mempunyai banyak manfaat dalam meningkatkan aktivitas siswa,
mengembangkan sikap ilmiah dan membangkitkan minat siswa dalam belajar.
Penggunaan LKS dalam model pembelajaran PBI dapat mendorong siswa untuk
memecahkan masalah fakta, konsep, dan prinsip dalam pembelajaran fisika.
Pembelajaran ini juga menjadikan siswa terampil dalam memecahka masalah.
Ibrahim (Rusmiyati, 2007), PBI mampu mendorong kerjasama siswa dalam
menyelesaikan tugas, mendorong siswa untuk melakukan pengamatan dan dialog
dengan orang lain, melibatkan siswa dalam pembelajaran mandiri, serta
membantu siswa menjadi pembelajar mandiri.
Bertolak dari latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan dalam bentuk
penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh LKS Terintegrasi Materi Bencana
Gempabumi pada Konsep Elastisitas dan Getaran terhadap Hasil Belajar Siswa
3
dalam Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) di Kelas XI SMA N 1
Padang.”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah terdapat pengaruh
LKS terintegrasi materi bencana gempabumi pada konsep elastisitas dan getaran
terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)
di kelas XI SMA N 1 Padang?
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah pada pengaruh gaya
terhadap sifat elastisitas dan getaran.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
LKS terintegrasi materi bencana gempabumi pada konsep elastisitas dan getaran
terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)
di kelas XI SMA N 1 Padang.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini nantinya diharapkan berguna bagi:
1. Siswa, untuk meningkatkan motivasi siswa untuk lebih mendalami konsep
elastisitas dan getaran yang terintegrasi dengan bencana gempabumi serta
menumbuhkan karakter siaga bencana gempabumi.
2. Guru bidang studi fisika, untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal fisika yang berhubungan dengan elastisitas dan
getaran yang terintegrasi dengan bencana gempabumi.
3. Peneliti lain, sebagai sumber referensi akan pengaruh LKS terintegrasi
materi bencana bencana pembelajaran Problem Based Intruction (PBI)
terhadap hasil belajar siswa.
4
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pembelajaran Fisika Menurut KTSP
Pembelajaran merupakan suatu proses dalam pengembangan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap pada saat individu mendapat informasi dan berinteraksi
dengan lingkungan. Selaras dengan pendapat Rusman (2001: 116) menyebutkan
bahwa pembelajaran merupakan suatu proses pengintegrasian berbagai komponen
dan kegiatan, yaitu siswa dan lingkungan belajar untuk memperoleh perubahan
tingkah laku (hasil belajar) sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendapat ini
ditegaskan oleh Mulyasa (2009: 255) menyatakan bahwa pembelajaran pada
hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya,
sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.” Berdasarkan uraian
di atas pembelajaran fisika pada hakikatnya adalah kegiatan yang dirancang untuk
mengintegrasikan berbagai komponen dan kegiatan sesuai dengan karakteristik
fisika dalam suatu proses yang sistematis yang terintegrasi dengan lingkungan
atau fenomena alam.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan
teknologi dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang
mempelajari fenomena alam, fisika memberikan pelajaran yang baik kepada
manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Depdiknas (2006: 443)
menyatakan bahwa fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena
alam secara sistematis, sehingga fisika bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Jadi, fisika dimaksudkan sebagai
wahana untuk menumbuhkan kemampuan berfikir yang berguna memecahkan
masalah di dalam kehidupan sehari-hari dan fenomena alam sekitar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika
pada hakikatnya bukan hanya sekedar sekumpulan fakta, konsep, dan prinsip
tetapi juga mengandung cara-cara bagaimana memperoleh fakta, konsep, dan
5
prinsip melalui sikap ilmiah. Selaras dengan pendapat Bahri (2010:1) bahwa
pembelajaran fisika hendaklah dimulai dengan pengorientasian masalah dalam
memupuk sikap ilmiah. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir yang matang sehingga siswa dapat menemukan solusi terhadap
permasalahan yang ditemui di dalam kehidupan sehari-hari.
Naskah akademik KTSP (2007:10) menyatakan bahwa seseorang belajar
fisika haruslah melakukan kegiatan sebagaimana seorang ahli fisika
melakukannya. Pembelajaran fisika dalam KTSP lebih menekankan pada
pengorientasikan siswa kepada masalah, dengan cara pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan hasil belajar agar peserta didik menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah dan memahami lingkungan tempat peserta
didik berada barupa gejala bencana alam yang sedang mengancam. Jadi,
pembelajaran fisika dalam KTSP dipandang penting untuk diajarkan untuk
menjadikan siswa memahami fenomena lingkungan sekitar mereka dengan
pengorientasian masalah melalui pengalaman langsung.
B. Model Pembelajaran Problem Based Intruction (PBI)
Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) yang dalam Bahasa
Indonesia dikenal dengan model pembelajaran berbasis masalah. Sudjana
(2001:19) pembelajaran berbasis masalah adalah interaksi antara stimulus dengan
respon, merupakan hubungan antara dua buah arah belajar dan lingkungan.
Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah,
sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif
sehingga yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianaliasis, serta dicari
pemecahannya dengan baik. Jadi, dalam PBI mendominasi pembelajaran student
centered daripada teacher centered. Trianto (2007:71) PBI merupakan
pengajaran berdasarkan masalah yang terdiri dari lima langkah dan diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran PBI siswa akan dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga
pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik dan akan dilatih untuk dapat
bekerjasama dengan siswa lain.
6
Mulyana (2011:5-6) menyatakan tiga landasan pemikiran utama PBI,
yaitu:
1. John Dewey dan kelas Demokrasi
Akar intelektual pembelajaran PBI adalah penelitian John Dewey.
Dalam tulisannya yang berjudul Demokrasi dan Pendidikan (1916),
Dewey mengemukakan pandangan bahwa sekolah seharusnya
mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan
laboratorium untuk pemecahan masalah yang ada dalam kehidupan
nyata. Dewey menganjurkan agar guru memberi dorongan kepada
siswanya terlibat dalam proyek atau tugas-tugas berorientasi masalah
dan membantu mereka menyelidiki masalahnya. Kill Patrick (1918)
mengemukakan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya
bermanfaat dan tidak abstrak. Agar pembelajaran itu bermanfaat serta
nyata, seharusnya siswa terlibat menyelesaikan proyek yang menarik
dan merupakan pilihan mereka sendiri.
2. Piaget, Vygotsky dan Kontruktivisme
Piaget menjelaskan bahwa anak kecil memiliki rasa ingin tahu
bawaan dan secara terus –menerus berusaha memahami dunia
sekitarnya. Rasa ingin tahu ini menurut Piaget, memotivasi mereka
untuk aktif membangun pemahaman mereka tentang lingkungan yang
mereka hayati. PBI dikembangkan berdasarkan kepada teori Piaget
ini.
3. Bruner dan Pembelajaran Penemuan
Teori pendukung penting yang dikemukakan oleh Bruner terhadap
PBI adalah pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan adalah
suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu
siswa memahami struktur/ide kunci dari suatu disiplin ilmu. Bruner
yakin pentingnya siswa terlibat di dalam pembelajaran dan dia
meyakini bahwa pembelajaran yang terjadi sebenarnya melalui
penemuan pribadi.Menurut Bruner tujuan pendidikan tidak hanya
meningkatkan banyaknya pengetahuan siswa tetapi juga menciptakan
kemungkinan-kemungkinan untuk penemuan siswa.
7
Berdasarkan tiga landasan PBI di atas dapat dipahami bahwa PBI adalah
siswa harus terlibat langsung dalam pembelajaran yang mengorientasikan siswa
kepada masalah. Masalah yang dimunculkan pada awal pembelajaran merupakan
karakteristik utama PBI. Dalam PBI ini, guru bertindak sebagai fasilitator bukan
sekedar penyampai informasi. Selain itu, pada PBI memperlihatkan tingkah laku
guru dalam pembelajaran. Siswa diharapkan dapat berperan aktif dalam
memecahkan masalah. Adapun kerakteristik masalah yang disajikan dalam
pembelajaran PBI ini harus menarik dan menantang siswa dengan adanya
pengiteraksian materi pelajaran dengan lingkungan.
PBI menurut Ibrahim dan Nur (Rusmiayati, 2007) memiliki beberapa
kelebihan,diantaranya:
1. Mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas
2. Mendorong siswa melakukan pengamatan dan dialog dengan orang lain
3..Melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri. Hal ini
memungkinkan siswa menjelaskan dan membangun pemahamannya
sendiri mengenai fenomena alam
4. Membantu siswa menjadikan pembelajaran yang mandiri.
Iing (2010:16) menyatakan bahwa model pembelajaran PBI memiliki
kelebihan, yaitu:
(1) Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui pengaplikasian konsep
pada masalah. (2) Menjadikan siswa aktif dalam belajar lebih mendalam
(deep Learning). (3) Meningkatkan siswa untuk membangun keterampilan
dan pemecahan masalah. (4) Meningkatkan pemahaman melalui dialog
dan diskusi kelompok. (5) Belajar peranan orang dewasa yang autentik. (6)
Menjadi pembelajaran yang mandiri.
Secara mendasar PBI dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk
memahami materi pembelajaran, terutama materi fisika. Peranan guru dalam PBI
hanya mengajukan masalah, menfasilitasi siswa, dan membimbing dalam tugas
kelompok mereka. Hal ini dapat dapat dimaknai bahwa PBI sangat komprehensif
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
8
Selain itu, PBI juga memiliki keunggulan dalam sintak yang sangat
mendukung untuk meningkatkan pemahaman siswa. Sintak merupakan bentuk
gambaran dari proses pembelajaran dimulai dari kegiatan guru dan siswa dalam
berintegrasi sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Langkah-langkah sintak
menurut Trianto (2007:71-72) disajikan dalam Tabel II.1.
Tabel II.1. Sintak PBI
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Orientasi pada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
peralatan atau logistik yang dibutuhkan, memotivasi
siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
Fase 2
Mengorganisaskan
siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing
penyelidikan
individual maupun
kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Fase 4
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti produk, laporan,
essay, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya
Fase 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan
Sumber: Trianto (2007:71-72)
Tabel II.1 di atas menguraikan setiap sintaks pembelajaran PBI beserta
perilaku guru pada masing-masing sintak. Disini terlihat proses pembelajaran
yang berpusat kepada siswa dimana siswa difasilitasi oleh guru selama proses
9
pembelajaran. Hal ini dapat meningkatkan keaktifan siswa, pemahaman, sehingga
akan tercipta suatu pembelajaran yang mandiri.
PBI yang dikembangkan mampu untuk memberikan manfaat bagi siswa
dalam mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual, belajar peran orang dewasa, dan menjadi pembelajar
yang mandiri. Dalam proses pemecahan masalah diperlukan keterampilan berfikir
yang tingggi sehingga mampu memunculkan ide untuk pemecahan masalah. Oleh
karena itu, siswa dapat belajar melatih kemampuan kreativitas berfikirnya melalui
PBI.
C. Bencana Gempabumi
Bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 adalah sebagai “peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Sementara Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) mendefinisikan bencana
dalam formulasi “The serious disruption of the functioning of society, causing
widespread human, material or environmental losses, which exceed the ability of
the affected communities to cope using their own resources” (Abarquez &
Murshed, 2004). Definisi bencana seperti dipaparkan di atas mengandung tiga
aspek dasar, yaitu:
1. Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).
2. Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan
fungsi dari masyarakat.
3. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan
masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.
Bencana terdiri dari berbagai bentuk. UU No. 24 tahun 2007
mengelompokan bencana ke dalam tiga kategori yaitu:
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
10
gempabumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
tanah longsor.
b. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
Jadi, bencana dapat diakibatkan oleh tiga faktor yaitu faktor alam dan non
alam, dan bencana sosial. Akibat yang ditimbulkan berupa dampak negatif bagi
kehidupan dan penghidupan masyarakat. Sehingga, dibutuhkanlah suatu upaya
untuk menanggulangi dan mengurangi dampak negatif tersebut.
Gempabumi merupakan jenis bencana alam yang sering mengancam
kehidupan. KBBI mendefenisikan gempabumi sebagai gerakan atau guncangan
bumi yang keras. Nandi (2006:2) menyatakan bahwa gempabumi merupakan
hentakan besar yang terjadi sekaligus akibat penimbunan energi elastik dalam
waktu yang lama secara secara kontinuitas akibat dari pergerakan lempeng benua
dan samudera. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gempabumi adalah berguncangnya
bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas
gunung api atau runtuhan batuan.
Bencana gempabumi berdasarkan UU No.24 tahun 2007 dapat dipahami
sebagai peristiwa yang mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam berupa pergerakan lempengan bumi. Bencana
gempabumi memiliki banyak ancaman berupa bangunan yang runtuh, adanya
korban jiwa, dan hilangnya mata pencarian. Ancaman bencana gempabumi
menuntut masyarakat untuk memiliki sikap dalam mengungarangi risiko dari
bencana tersebut.
D. Karakter Siaga Bencana Gempabumi
Karakter siaga bencana merupakan suatu karakter yang harus dimiliki untuk
mencegah dampak negatif dari bencana. Siaga bencana ini terwudud dalam bentuk
kegiatan kegiatan pengurangan risiko bencana. Kegiatan pengurangan risiko
11
bencana sebagaimana dimandatkan oleh UU No. 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana harus terintegrasi ke dalam program pembangunan,
termasuk dalam sektor pendidikan. Hal ini ditegaskan pula dalam undang-
undang tersebut bahwa pendidikan menjadi salah satu faktor penentu dalam
kegiatan pengurangan risiko bencana.
Setiap orang harus mengambil peran dalam kegiatan pengurangan risiko
bencana maka sekolah dan komunitas di dalamnya juga harus memulai
mengenalkan materi-materi tentang kebencanaan sebagai bagian dari aktifitas
pendidikan keseharian. Usaha meningkatkan kesadaran adanya kesiapsiagaan
masyarakat terhadap bencana, di dunia pendidikan harus dilaksakanakan baik
pada taraf penentu kebijakan maupun pelaksana pendidikan di pusat dan di
daerah. Dengan harapan pada seluruh tingkatan memiliki pemahaman yang sama
akan perlunya pendidikan kesiapsiagaan bencana tersebut.
Tujuan karakter siaga bencana (http://www.mpbi.org./September 2012)
antara lain:
1. Memberikan bekal pengetahuan kepada peserta didik tentang adanya
risiko bencana yang ada di lingkungannya, berbagai macam jenis
bencana, dan cara-cara mengantisipasi/mengurangi risiko yang
ditimbulkannya.
2. Memberikan keterampilan agar peserta didik mampu berperan aktif
dalam pengurangan risiko bencana baik pada diri sendiri dan
lingkungannya
3. Memberikan bekal sikap mental yang positif tentang potensi bencana
dan risiko yang mungkin ditimbulkan.
4. Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang bencana di Indonesia
kepada siswa sejak dini.
5. Memberikan pemahaman kepada guru tentang bencana, dampak
bencana, penyelamatan diri bila terjadi bencana.
6. Memberikan keterampilan kepada guru dalam menyusun perencanaan,
melaksanakan dan melakukan pendidikan bencana kepada siswa.
12
7. Memberikan wawasan, pengetahuan dan pemahaman bagi pihak terkait,
sehingga diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap kelancaran
pelaksanaan pembelajaran tentang bencana.
Karakter siaga bencana gempabumi merupakan salah satu bagian dari
proses menajemen bencana. Peningkatan kesiap-siagaan ini merupakan salah satu
elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana gempabumi. Siaga
bencana gempabumi dapat dilaksanakan melalui berbagai jenis pendidikan
baik formal, maupun informal. Siaga bencana gempabumi secara formal dapat
dilaksanakan secara terintegrasi ke dalam muatan kurikuler yang telah ada.
Penyelenggaraan pendidikan disesuaikan dengan dengan karakteristik dan
kebutuhan sekolah maupun daerah.
Upaya untuk menanggulangi risiko dari bencana gempabumi adalah dengan
mempersiapkan peserta didik dengan karakter siaga bencana gempabumi.
Tujuannya adalah untuk mempersiapkan karakter siaga bencana gempabumi bagi
siswa, meningkatkan kapasitas dan mutu siswa dalam memperkecil akibat dari
bencana gempabumi, dan menyebarluaskan dan mengembangkan pengetahuan
kebencanaan ke masyarakat luas. Jadi, siswa memang dibekali dengan karakter
siaga bencana yang matang.
E. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar merupakan sejumlah kemampuan yang dimiliki seseorang
yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sudjana (2001:82) bahwa hasil belajar adalah
kemampuan dalam bentuk tingkah laku siswa berupa kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotor setelah ia menerima hasil belajar. Dapat disimpulkan
bahwa siswa yang telah memiliki hasil belajar yang baik mengandung arti bahwa
siswa tersebut telah memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran
yang dipelajarinya. Siswa mampu melakukan (psikomotor) sesuatu berdasarkan
ilmu yang telah dimilikinya, sehingga pada tahap selanjutnya menjadi kecakapan
hidup (life skill).
13
Bloom (Sudjana, 2006:22) membagi hasil belajar pada 3 ranah kawasan
yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
1. Hasil Belajar Siswa pada Ranah Kognitif
Bloom (2002:57) pada ranah kognitif hasil belajar intelektual siswa terdiri
dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Keenam aspek ini menjadi dasar awal pengetahuan bagi
siswa untuk menambah wawasan lingkungan dan wawasan materi bencana
gempabumi. Penilaian pada ranah kognitif ini dilakukan sesuai dengan tingkatan
pengetahuan kognitif pada taksonomi bloom yaitu pengetahuan atau ingatan (C1),
pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).
Pada akhirnya, siswa akan dapat memahami integrasi pembelajaran dengan materi
bencana gempabumi seperti penyebab bencana gempabumi, peluang bencana dan
dampaknya, karakteristik bencana, sumber-sumber bahaya dari lingkungan, serta
cara-cara mengukur tingkat bahaya di lingkungan.
2. Hasil Belajar Siswa pada Ranah Afektif
Hasil belajar dalam ranah afektif berupa sikap (attitude), nilai (value) dan
karakter yang tertanam dalam diri peserta didik. Bloom (2002) ranah afektif
memiliki lima tingkatan yaitu penerimaan (receiving), penanggapan (responding),
penilaian (valuing), organisasi (organization), karakteristik nilai (characteristic
by valuing compleks). Kelima aspek ini meliputi:
a. Penerimaan (Receiving/Atending). Aspek penerimaan meliputi kesiapan
untuk menerima yang ditandai dengan mau menghadiri, kemauan untuk
menerima (mau mendengar) dan mengkhususkan perhatian (mau
memperhatikan
b. Penanggapan (Responding). Proses ini terdiri atas kesiapan menanggapi
yang ditandai dengan menjawab pertanyaan, kemauan untuk menanggapi
ditandai dengan mau mengajukan pertanyaan, dan kepuasan menanggapi
yang ditandai dengan mau mencatat.
c. Penilaian (Valuing). Aspek penilaian meliputi menerima nilai yang ditandai
dengan mau mengasumsikan, menyeleksi nilai yang ditandai dengan mau
14
menanggapi pendapat, dan komitmen yang ditandai dengan menekankan
dan memperjelas.
d. Pengorganisasian (Organization). Aspek penilaian meliputi mau bekerja
sama, menghargai pendapat teman, melibatkan diri secara aktif dalam
kelompok.
e. Karakterisasi (Characterization). Karakterisasi adalah kemampuan untuk
menghayati dan mempribadikan sistem nilai. Aspek ini meliputi, siswa
serius dalam belajar dan berakhlak mulia.
Ranah afektif bertujuan agar siswa dapat membangun sendiri karakter siaga
bencana gempabumi, mampu membangun kepercayaan diri dan semangat hidup
menghadapi bencana gempabumi, serta mampu mengelola tanggapan traumatis
akibat bencana gempabumi. Karakter siaga bencana merupakan harapan dari
kurikulum yang telah diterapkan kemendiknas pada tahun 2011 mulai dari SD
hingga SMA setelah proses pembelajaran dilaksanakan.
U.S Department of Homeland Security (2010:1) menyebutkan “Scholars
and professionals have also failed to explore further the importance of youth
disaster education programs and their particular impact and effectiveness on
shaping children’s perceptions of what to do in a disaster event.” Tulisan ini
menjelaskan bahwa pendidikan gagal dalam membentuk karakter siaga bencana
para siswa. Seharusnya pendidikan yang diaksanakan membantu siswa untuk
melakukan persiapan terhadap bencana yang terjadi.
Tujuan pendidikan dalam meningkatkan karakter siaga bencana sehingga
siswa mampu melakukan sikap pengurangan risiko bencana
(http://id.shvoong.com /September 2012) adalah:
1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan.
2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana.
3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman
tentang kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta
kerentanan prilaku dan motivasi.
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan
pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan
15
lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko
bencana.
5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik
secara individu maupun kolektif.
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan materi bencana.
7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana.
8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali
komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang
disebabkan karena terjadinya bencana.
9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar
dan mendadak.
Jadi, cara mewujudkan ketercapaian tujuan karakter siaga bencana ini, dapat
dilakukan dengan mengintegrasikan materi bencana gempabumi ke dalam
pembelajaran fisika. Dengan adanya pengintegrasian ini maka karakter siaga
bencana gempabumi siswa akan tumbuh sehingga siswa akan mampu mengurangi
akibat dari kerusakan yang ditimbulkan oleh gempabumi. Pada akhirnya, siswa
akan mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan, akan selalu waspada, dan akan
mengalami peningkatan hasil belajar pada ranah afektif.
3. Hasil Belajar Siswa pada Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak dalam eksperimen dalam menyelidiki proses terjadinya
bencana gempabumi. Dengan memahaminya siswa mampu bergerak dengan tepat
sesuai dengan besar dari kekuatan bencana gempabumi itu. Siswa mampu
beraktifitas dalam rangka mengurangi dampak dari bencana gempabumi. Sudjana
(2006:23) menyatakan bahwa “ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak”.
Ranah psikomotor terdiri dari lima tingkatan. Menurut Gulo (2002) ranah
psikomotor dapat disederhanakan menjadi lima tingkatan yaitu kesiapan (set),
meniru (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation),
menciptakan (origination). Kelima aspek tersebut meliputi:
16
a. Kesiapan. Kesiapan merupakan kesediaan untuk melatih keterampilan
dalam mempersiapkan alat dan mengikuti prosedur.
b. Meniru. Meniru adalah keterampilan yang dinyatakan dengan usaha untuk
menyusun alat sesuai dengan contoh.
c. Membiasakan. Pada tahap ini seseorang dapat melakukan sesuatu
keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat
mengubah polanya. Contoh aspek ini diantaranya adalah pengukuran
d. Adaptasi. Pada tahap ini seseorang telah mampu melakukan ketepatan
dalam melakukan eksperimen.
e. Menciptakan. Pada tahap ini seseorang sudah mampu menciptakan sendiri
suatu karya dengan tepat.
Gordon (Sanjaya, 2006:6) menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran
siswa yang memiliki hasil belajar yang bagus itu memiliki karakteristik yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge) yaitu pengetahuan seseorang untuk
melakukan sesuatu
2. Pemahaman (undestanding) yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang
dimiliki individu
3. Keterampilan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melakukan tugas yang dibebankan
4. Nilai (value) yaitu standar perilaku yang telah diyakini dan secara
psikologis telah menjadi bagian dari dirinya, seingga akan mewarnai
dalam segala tindakan
5. Sikap (attitude) merupakan perasaan terhadap suatu rangsangan yang
datang dari dari luar
6. Minat (interest) yaitu kecendruangan seseorang untuk melalukan suatu
tindakan/perbuatan.”
Tulisan di atas dapat dipahami bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk
meningkatkan pemahaman terhadap penyebab terjadinya bencana alam
gempabumi dan cara penanggulangannya dan memiliki karaktersiaga bencana
yang matang. Melalui peningkatan hasil belajar diharapkan siswa mampu berpikir
dan bertindak cepat, tepat, dan akurat saat menghadapi bencana gempabumi.
17
Sikap empati terhadap korban bencana juga dibangun agar siswa dapat membantu
orang lain.
F. Konsep Elastisitas dan Getaran
Konsep elastisitas dan getaran merupakan konsep yang sering dijumpai
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan konsep elastisitas dan getaran
adalah sebagai berikut:
1. Konsep ElastisitasElastisitas merupakan konsep yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Fakta dari adanya elastisitas dalam kehidupan adalah pada pemakaian
ketapel, pada kasur pegas, pada dinamo meter, timbangan pegas, peredam kejutan
pada kendaraan, pergerakan lempeng bumi, dan masih banyak aplikasi elastisitas
dalam kehidupan. Konsep elastisitas memiliki pengaruh yang berarti dalam
kehidupan dan lingkungan.
Elastistas merupakan kemampuan suatu benda untuk kembali kebentuk
awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda dihilangkan
(http://digilib.its.ac.id/Ferbruari 2013). Jadi, konsep elastisitas yang mendasar
bahwa benda yang memiliki elastisitas akan mengalami tegangan dan regangan.
Tegangan dan regangan akan megubah ukuran benda. Uraian materi mengenai
tegangan dan regangan adalah:
a. Tegangan (Stress)
Tegangan merupakan perbandingan antara gaya tarik yang bekerja
pada benda terhadap luas penampang benda. Sebagaimana yang terlihat
pada Gambar II.1,
Gambar II.1. Benda yang mendapatkan tegangan
Peristiwa dari Gambar II.1 bisa dituliskan dalam bentuk persamaan (2.1),
(2.1)
18
A FF
dimana σ adalah tegangan, F gaya yang bekerja pada benda, dan A adalah
luas permukaan benda.
b. Regangan (Strain)
Regangan merupakan perbandingan antara perubahan panjang benda
dengan panjang mula-mula. Seperti yang terlihat pada gambar II.2,
Kondisi awal Kondisi akhir
Gambar II.2 Proses pertambahan panjang sebuah benda yang elastis
Berdasarkan Gambar II.2 dapat dirumuskan persamaan regangan seperti
persamaan (2.2),
(2.2)
dimana e adalah regangan, ΔL adalah perubahan panjang, dan Lo adalah
panjang mula-mula. Benda akan mengalami perubahan panjang ketika
mendapatkan gaya luar.
Ardiani (2009:2) menyatakan bahwa Robert Hooke mengusulkan suatu
hukum fisika mengenai konsep elastisitas yang menyangkut pertambahan sebuah
benda elastik yang dikenakan oleh suatu gaya dimana besar kecilnya pertambahan
panjang pegas dipengaruhi oleh nilai koefesien elastisitas. Secara matematis,
hukum Hooke dapat dituliskan seperti persamaan (2.3).
F (2.3)
dimana F adalah gaya yang bekerja pada pegas, k adalah koefesien elastisitas, dan
Δx adalah pertambahan panjang pegas. Persamaan (2.3) menyatakan gaya yang
diberikan kepada benda berbanding lurus dengan pertambahan panjang benda dan
koefesien elastisitas benda. Gaya yang diberikan pada sebuah benda akan
menyebabkan perubahan bentuk benda.
19
FF
Lo
FF
Lo
Pegas yang memiliki sifat elastisitas ini bisa disusun dalam dua buah bentuk
variasi penyusunan, yaitu:
a. Rangkaian seri
Rangkaian seri adalah rangkaian pegas yang menyusun satu atau
lebih pegas secara sejajar (seri). Gambar dari pegas ini bisa dilihat pada
Gambar II.3,
Gambar II.3. Rangkaian pegas seri
Bersadarkan gambar II.3 dapat dipahami prinsip kerja pada pegas dalam
rangkaian seri, yaitu:
1) Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas adalah sama, sehingga
dapat dirumuskan seperti persamaan (2.4),
F = F1 = F2 = F3 (2.4)
Persamaan (2.4) menyatakan besar gaya yang bekerja pada masing-
masing pegas sama dengan besar gaya yang menarik semua pegas.
2) Setiap pegas memiliki pertambahan panjang yang berbeda yang
ditentukan oleh nilai dari koefesien elastisitasnya. Panjang total pegas
setelah diberi gaya dapat dinyatakan pada persamaan (2.5),
Δx = Δx1 + Δx2 + Δx3 (2.5)
Persamaan (2.5) mengungkapkan bahwa petambahan panjang total
pegas adalah jumlah seluruh partambahan pada masing-masing pegas.
3) Nilai dari masing-masing koefesien elastisitas adalah berbeda, dengan
mensubstitusikan persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.5) dapat di
rumuskan persamaan untuk jumlah total koefesien elastisitas pada
rangkaian seri, sebagaimana yang terlihat pada persamaan (2.6),
20
= + + (2.6)
Pada persamaan (2.6) menyatakan total semua koefesien elastisitas
yang bekerja akan menjadi lebih kecil.
b. Rangkaian paralel
Rangkaian paralel adalah rangkaian pegas yang menyusun dua atau
lebih pegas secara berderet (paralel), dapat dilihat pada Gambar (II.4),
Gambar II.4. Rangkaian pegas paralel
Berdasarkan Gambar II.4 dapat dirumuskan beberapa prinsip dari
rangkaian paralel, yaitu:
1. Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas adalah berbeda
tergantung besar dari koefesien elastisitas masing-masing pegas.
Dapat dirumuskan seperti pada persamaan (2.7).
F = F1 + F2 = F3 (2.7)
Persamaan (2.7) memperlihatkan bahwa gaya total yang menarik
pegas pada rangkaian paralel akan dipecah untuk setiap pegas
dengan nilai yang berbeda-beda.
2. Pertambahan panjang masing-masing pegas adalah sama, seperti
yag diformulasikan pada persamaan (2.8),
Δx = Δx1 = Δx2 = Δx3 (2.8)
Persamaan (2.8) menyatakan bahwa perbandingan antara gaya
dengan koefesien elastisitas untuk masing-masing pegas adalah
sama, sehingga pertambahan panjang pegas sama.
21
3. koefesien elastisitas total dapat dirumuskan dengan
mensubstitusikan persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.8), akan
didapatkan persamaan dari koefesien elastisitas total pada rangkaian
seri sebagaimana yang ditunjukkan pada persamaan (2.9),
k = k1 + k2 + k3 (2.9)
Persamaan (2.9) menyatakan total semua koefesien elastisitas akan
menjadi lebih besar daripada kondisi awalnya.
Besar energi potensial sebuah pegas dapat dihitung dari hubungan gaya
yang bekerja pada pegas dengan pertambahan panjang pegas tersebut, seperti yang
ditunjukkan pada persamaan (2.10),
Ep = ½ k Δx2 (2.10)
dimana Ep merupakan energi potensial pegas (N/m), k adalah koefesien
elastisitas pegas (N/m), sedangkan x adalah pertambahan panjang pegas.
Persamaan (2.10) dapat dipahami bahwa besarnya energi yang mampu dihasilkan
oleh sebuah pegas yang diberikan gaya sebesar F adalah Ep.
Konsep elastisitas yang telah dijelaskan di atas menurut Permendiknas No.
41 tahun 2007 tentang standar proses dapat disarikan ke dalam bentuk fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur seperti yang terangkum Tabel II.2.
Tabel II.2 Konsep Elastisitas
Fakta Fakta dalam kehidupan seperti pemakaian ketapel, kasur pegas,
timbangan pegas, peredam kejutan pada kendaraan, pergerakan
lempeng bumi.
Konsep Panjang awal
Pertambahan panjang
Luas
Koefesien elastisitas
Prinsip 1) Tegangan adalah perbandingan gaya yang bekerja pada sebuah
benda dengan dalam luasan tertentu,
22
……………………………………………………(1)
2) Regangan adalah perbandingan perubahan panjang dengan
panjang mula-mula,
e = ………………………………………………...
(2)
3) Robert Hooke mengusulkan bahwa pertambahan panjang pegas
dipengaruhi oleh koefesien elastisitas
………………………………………………………(3)
4) Pegas dapat diringkai dalam dua jenis yaitu:
a. Rangkaian seri
b. Rangkaian Paralel
5) Energi potensial pegas sebuah pegas merupakan hubungan gaya
yang bekerja dengan pertambahan panjang pegas,
……………………………………………….(4)
Prosedur 1) Melakukan eksplorasi tentang konsep elastisitas
2) Mengidentifikasi besaran-besaran tegangan dan regangan
3) Menganalisis besaran-besaran hukum Hooke
4) Menganalisis persamaan elastisitas pada rangkaian seri dan
23
paralel
5) Menganalisis persamaan energi potensial pegas
6) Membuat kesimpulan tentang konsep elastisitas
Tabel II.2 memperlihatkan urutan proses pembelajaran fisika pada konsep
elastisitas yang diawali dengan fakta. Kemudian siswa terarahkan untuk
menemukan konsep dan prinsip melalui prosedur yang telah direncanakan.
2. Konsep GetaranGetaran merupakan konsep yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Contoh peristiwa getaran dalam kehidupan sehari-hari adalah getaran pada
bandul, getaran pada pegas, dan getaran pada saat terjadi gempabumi. Getaran
merupakan gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak- balik
dari kedudukan keseimbangannya (KEP-51/Men/1999). Getaran menurut KBBI
adalah goyangan cepat dan berulang-ulang. Getaran bisa didefinisikan sebagai
gerak bolak-balik melalui titik kesetimbangan. Titik kesetimbangan adalah titik
dimana saat benda diam. Ilustrasi getaran ini terlihat seperti pada Gambar II.5.
Gambar II.5 Gerak harmonis pada bandul
Pada Gambar II.5 terlihat getaran bolak balik dari bandul. Dari getaran di
atas bisa diidentifikasi parameter dari getaran yaitu:
a. Simpangan (y). Simpangan pada gambar di atas adalah titik A, C, dan D. Titik
B merupakan titik setimbang dengan simpangannya sama dengan nol.
b. Amplitudo (A). Amplitudo merupakan simpangan maksimum dari getaran
yatitu titik D.
c. Periode getaran (T). Periode getaran adalah waktu yang dibutuhkan bandul
untuk bergerak satu getaran. Misalnya jika bandul bergerak dari titik A, maka
bandul akan kembali ke A .
24
d. Frekuensi (f). Frekuensi adalah banyaknya getaran yang terjadi selama satu
detik
Simpangan pada getaran menyatakan posisi pendulum setiap saat terhadap
titik seimbangnya. Persamaan simpangan sebagai fungsi waktu seperti persamaan
(2.11):
y = A sin(ωt) ( 2.11)
Pada persamaan (2.11) diketahui ω menyatakan kecepatan sudut, t adalah
waktu yang dibutuhkan untuk bergetar dan A adalah simpangan maksimum
(amplitudo). Berdasarkan Gambar II.5 dapat dirumuskan seperti persamaan
periode (2.12).
T = (2.12)
dimana l adalah panjang tali bandul, T periode dan g adalah grafitasi. Hubungan
antara periode dengan frekuesi terlihat pada persamaan (2.13).
f = (2.13)
berdasarkan persamaan (2.13) dapat dipahami bahwa nilai dari frekuensi sebuah
getaran berbanding terbalik dengan periode getaran.
Aplikasi lain dari getaran adalah pada getaran pegas seperti yang terlihat
pada Gambar II.
Gambar II.6. Getaran pegas
Pada Gambar II.6 getaran yang terjadi dipengaruhi gaya yang arahnya
menuju satu titik dan besarnya seimbang dengan simpangannya. Suatu benda
yang digantungkan pada sebuah pegas dan disusun seperti bandul matematis.
Benda tersebut akan bergerak dari titik P kemudian bergerak ke Q melalui O (titik
25
setimbang) dan kembali lagi ke P. Jika beban dilepas, maka beban akan bergerak
bolak balik di sekitar titik kesetimbangan O.
Berdasarkan Gambar II.6 dapat dirumuskan persamaan dari periode getaran
seperti persamaan (2.14),
T (2.14)
Persamaan (2.14) dapat dipahami bahwa besarnya periode sebanding
dengan akar kuadrat dari perbandingan masa benda dan koefesien elastisitas.
Bentuk gerak dari getaran pegas secara harmonik sederhana dapat dilihat pada
gambar II.5,
Energi pada pegas yang mengalami getaran selaras sederhana adalah kekal.
Energi kinetik benda yang bergetar harmonis adalah seperti yang ditunjukkan
pada persamaan (2.15),
Ek = ½ mv2 (2.15)
dimana Ek adalah energi kinetik, m adalah masa beban, dan v adalah kecepan
Energi yang dihasilkan oleh gerak harmonis dipengaruhi oleh masa dan kecepatan
gerak. Dan, energi yang disebabkan oleh sifat elastisitas pegas adalah,
E = kA2cos2 (wt) (2.16)
dimana E adalah energi potensial pegas, k adalah koefesien elastisitas, A adalah
periode getaran, w adalah frekuensi sudut, dan t adalah waktu getaran. Pada
persamaan (2.16) bisa disimpulkan bahwa besarnya energi getaran suatu getran
pegas dipengaruhi oleh beberapa parameter, yaitu konstata pegas, simpangan
dikuadratkan, dan fase getaran. Energi getaran pegas ini merupakan energi yang
dihasilkan oleh pegas yang mendapatkan gaya luar yang menyebabkan pegas
bergetar.
Konsep getaran yang telah dijelaskan di atas menurut Permendiknas No. 41
tahun 2007 tentang standar proses dapat disarikan ke dalam bentuk fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur seperti yang terangkum Tabel II.3.
Tabel II.3 Konsep Getaran
Fakta Jika terjadi gempabumi, getarannya akan merambat dan
26
menimbulkan kerusakan di permukaan bumi seperti gedung roboh,
jembatan runtuh.
Konsep Amplitudo
Simpangan
Frekuensi
Periode
Massa
Koefesien elastisitas
Prinsip 1) Persamaan umum simpangan getaran harmonik sederhana,
…………………………………………….. (1)
2) Periode getaran pada gerak harmonik pegas,
T= ..……………………………………………………. (2)
3) Frekuensi getaran pada gerak harmonik pegas
f= ...………………………………………………….. (3)
4) Periode getaran pada bandul
T= ..…………………………………………………… (4)
27
5) Frekuensi getaran pada badul,
f = ………………………………………………… (5)
6) Pada saat terjadi sebuah getaran, maka persamaan energi
getarannya adalah,
E = kA2cos2 (wt) ………………………………………………(6)
Prosedur 1) Melakukan eksplorasi tentang konsep getaran
2) Mengidentifikasi besaran-besaran getaran pada pegas dan bandul
3) Menganalisis persamaan umum getaran
4) Menganalisis persamaan periode dan frekuensi pada gerak
bandul dan pegas secara harmonik
5) Menganalisis persamaan energi getaran
Tabel II.2 memperlihatkan urutan proses pembelajaran fisika pada konsep getaran
yang diawali dengan fakta. Kemudian siswa terarahkan untuk menemukan konsep
dan prinsip melalui prosedur yang telah di rencanakan.
3. Aplikasi Konsep Elastisitas dan Getaran pada Peristiwa GempabumiNandi (2006:2) menyatakan bahwa gempabumi merupakan hentakan besar
yang terjadi sekaligus akibat penimbunan energi elastik dalam waktu yang lama
secara secara kontinuitas akibat dari pergerakan lempeng benua dan samudera.
Proses gempabumi merupakan aplikasi dari konsep elastisitas dan getaran.
Gempabumi terjadi akibat terjadinya pergerakan dua buah lempeng atau lebih
dalam arah yang berlawanan.
Ludman (1982:421) menyatakan bahwa seorang ahli geologi H. F. Reid
membuat penjelasan lebih detai mengenai studi tentang batuan sepanjang patahan
28
San Andreas yang mengajarkan kepadanya untuk mengusulkan hipotesis elastic-
strain sebagai sebuah penjelasan untuk gempabumi, seperti yang terlihat pada
Gambar II.8.
Gambar II.8. Teori hipotesis elastic-strain reid. (a) Pergeseran vertikal
lempeng sebelum terjadi patahan, (b) Habisnya batas
elastisitas sepanjang patahan yang menyebabkan patahan
terjadi, (c) Batuan patah dan diimbangi sepanjang patahan.
Energi elastisitas dilepaskan sebagai gelombang seismik.
Gambar II.8 memperlihatkan akumulasi dari elastisitas regangan di sekitar
patahan, yang terus berlangsung hingga terjadi patahan. Lempeng yang
membengkok sebelum terjadi patahan akan cendrung untuk kembali ke possi
awalnya. Reid meyakini bahwa energi yang tersimpan dalam batuan ketika
regangan elastisitas terakumulasi sebelum terjadi patahan, dan akan dilepaskan
saat terjadi patahan. Energi ini akan dikirim ke permukaan sebagai gelombang
seismik dan menyebabkan tanah berguncang.
Gempabumi yang kuat dapat merusak bangunan. Tingkat kerusakan pada
bangunan ditentukan oleh kemampuan redaman getaran dari bangunan itu.
Kemampuan redaman gedung terbagi dua, yaitu gedung yang tidak memiliki
redaman dan bangunan yang memiliki redaman. Bangunan yang mendapat
rambatan getaran akan bergerak sesuai dengan irama getaran, redaman pada
bangunan akan berfungsi mengurangi rambatan getaran. Proses getaran antara
bangunan yang memililiki redaman dan yang tidak memiliki redaman dinyatakan
oleh Akkar (2011:5) seperti terlihat pada Gambar II.9.
29
Y(t)
Gambar II.9. Perambatan getaran: (a) tanpa redaman, (b) memakai redaman
berdasarkan gambar II.9 terlihat bahwa bangunan yang tidak memiliki redaman
memiliki simpangan geser bangunan yang jauh lebih besar dibanding dengan
bangunan yang memiliki redaman. Pola getaran untuk kedua jenis gedung ini
dijelaskan sebagai berikut:
a. Bangunan yang tidak memiliki redaman (ξ = 0)
Bangunan yang tidak memiliki redaman akan meneruskan semua
getaran yang merambat dari permukaan tanah. Sehingga,
memungkinkan terjadinya kerusakan yang besar pada bangunan.
Persamaan getaran pada bangunan ini menurut Akkar (2011:12) terlihat
pada gambar II.10,
Gambar II.10. Getaran pada bangunan yang tidak teredam
Gambar II.10 memperlihatkan getaran akibat gempabumi yang
dirambatkan seluruhnya oleh bangunan. Sehingga, persamaan dari
gambar II.8 dapat dirumuskan seperti pada persamaan (2.17).
(2.17)
30
Y(t)
y
yo
y(t) adalah panjang akhir, yo adalah panjang awal, ωn adalah frekuensi
sudut, dan vo adalah cepat rambat getaran.
b. Bangunan yang memiliki redaman (0 < ξ < 1)
Bangunan yang memiliki redaman akan mengurangi getaran yang
merambat dari permukaan tanah. Sehingga, tingkat kerusakan pada
bangunan bisa kecil. Persamaan getaran pada bangunan ini menurut
Akkar (2011:12) terlihat pada gambar II.11,
Gambar II.11. Getaran pada bangunan yang memiliki redaman
Pada Gambar II.11 terilihat getaran akibat gempabumi diperkecil
oleh redaman bangunan. Sehingga, persamaan dari gambar II.10 dapat
dirumuskan seperti pada persamaan (2.19).
(2.18)
dimana
(2.18)
dimana y(t) adalah panjang akhir, yo adalah panjang awal, wn adalah
frekuensi sudut, ξ adalah tingkat redaman, dan vo adalah cepat rambat
getaran.
Besar energi yang dihasilkan oleh sumber gempa menurut Akkar (2011:22)
sesuai dengan persamaan (2.19),
(2.19)
31
y
Perhitungan energi gempa pada persamaan (2.19) sangat sulit untuk
dirumuskan. Nelson (2006:10) menyatakan bahwa energi yang dihasilkan pada
saat terjadi gempabumi adalah memenuhi teori dari Richter seperti persamaan
(2.20),
Log E = 11,8 + 1,5 M (2.20)
Sehingga,
E = (2.17)
dimana E adalah energi gempabumi yang dilepaskan dalam satuan erg, dan M
adalah magnitudo dalam satuan richter.
Kekuatan gempabumi dapat diukur dari besarnya energy total yang
dilepaskan ketika gempabumi terjadi, pada umumnya tercatat dalam satuan skala
dari magnitudo, yaitu skala richter. Magnitudo merupakan besar energi yang
dihasilkan oleh hypocenter yang didapatkan dari hasil catatan hasil gelombang
seismik. Pada persamaan (2.17) dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan
magnitudo gempa sebesar 1 (satu) skala richter, amplitudo yang dirasakan oleh
disuatu tempat sebesar 10 kali, dan kenaikan energi sebesar 25 sampai 30 kali.
G. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Untuk menjelaskan konsep elastisitas dan getaran dan integrasinya kepada
materi bencana gempabumi digunakanlah LKS. Lembar Kerja Siswa (LKS)
merupakan salah satu bentuk bahan ajar cetak yang dibutuhkan guru untuk
mendukung pembelajaran. Pada dasarnya bahan ajar tersebut terdiri dari beberapa
jenis, diantaranya (http://KTSP.jardiknas.org./september 2012):
1. Bahan cetak yaitu: Handout, buku, modul, Lembar kerja Siswa, brosur,
leaflet, wallchart
2. Audio visual yaitu:video, film, dan VCD
3. Audio seperti radio, kaset, CD audio, dan PH
4. Visual yaitu: foto, gambar, maket
5. Multimedia yaitu: CD alternatif, Computer Based Internet
LKS adalah lembar kegiatan siswa yang berasal dari terjemahan Student
Work Sheet yang merupakan suatu lembaran (bukan buku) yang berisi pedoman
32
bagi siswa untuk melakukan kegiatan yang terprogram (Dekdikbud, dalam Husna,
2006). Depdiknas (2008:23-24) mengemukakan bahwa struktur sebuah LKS
secara umum menurut depdiknas (2006) adalah:
a. Judul, mata pelajaran, semester, tempat
b. Petunjuk belajar
c. kompetensi yang akan dicapai
d. Indikator
e. Informasi pendukung
f. Tugas-tugas dan langkah
g. Penilaian
Judul LKS merupakan judul materi fisika yang akan dipelajari siswa dan
terintegrasi dengan bencana gempabumi. Melalui judul siswa terobsesi untuk
mempelajari materi lebih lanjut. Petunjuk belajar akan mengarahkan siswa untuk
memahami konsep elastisitas dan getaran dengan cepat, sehingga mereka
memahami langkah apa yang harus mereka persiapkan untuk mengikuti materi
pembelajaran dengan harapan proses pembelajaran berjalan optimal. Hasil belajar
yang akan dicapai siswa merupakan karakter siaga bencana sehingga di akhir
pembelajaran siswa memiliki wawasan lingkungan dan materi bencana yang
matang, dan mampu tanggap terhadap bencana gempabumi. Indikator yang harus
dicapai siswa mencakup tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
yang terintegrasi dengan bencana gempabumi. Informasi pendukung merupakan
upaya yang disediakan untuk menambah pemahaman siswa mengenai pentingnya
konsep elastisitas dan getaran serta kaitannnya dalam bencana gempabumi. Pada
akhirnya siswa mampu untuk menyelesaikan semua tugas yang diberikan kepada
mereka, baik tugas yang berbau kognitif, afektif, maupun psikomotor, dan mampu
mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Depdiknas (2004:23), penggunaan LKS dalam pembelajaran
memberikan beberapa manfaat, antara lain:
1. Mengaktifkan siswa dalam belajar
33
2. Membantu siswa dalam mengembangkan dan menemukan konsep
berdasarkan pendeskripsian hasil pengamatan dan data yang
diperoleh dalam kegiatan eksperimen
3. Melatih siswa menemukan konsep melalui pendekaran ketrampilan
proses
4. Membantu siswa dalam memperoleh materi pelajran yang dipelajari
melalui kegiatan yang dilakukan disekolah
5. Membatu guru mentiapkan secara tepat kegiatan pembelajaran,
karena LKS yang telah dibuat dapat digunakan kembali pada ajaran
berikutnya
Sehingga, bisa disimpulkan LKS dapat meningkatkan keaktifan siswa, sehingga
pembelajaran yang berlangsung berorientasi kepada siswa. Pembelajaran
menggunakan LKS sangat cocok dilaksanakan dalam model pembelajaran PBI.
H. LKS Terintegrasi Materi Bencana Gempabumi
Penerapan LKS terintegrasi materi bencana gempabumi dalam pembelajaran
akan dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa mengenai konsep
penyebab materi bencana dan cara mengurangi risiko bencana. Hal ini selaras
dengan pendapat Rusilowati (2010:18) bahwa bahan ajar kebencanaan yang
terintegrasi kedalam materi pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Siswa akan aktif dalam menggunakan pikirannya untuk menemukan
berbagai berbagai konsep atau prinsip dari materi fisika dengan mengintegrasikan
kepada bencana gempabumi. Kemudian fakta, konsep, dan prinsip yang benar
tersebut akan terus dibawa siswa pada pembelajaran selanjutnya yang saling
berkaitan.
Pengintegrasian LKS dengan lingkungan belajar peserta didik yaitu bencana
gempabumi sesuai dengan harapan UU No.20 tahun 2003 BAB 1 psal 1 ayat
19020 yang menyatakan "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
34
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Pernyataan ini
selaras dengan SNP pasal 17 yang meyatakan bahwa kurikulum dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan sosial budaya masyarakat
peserta didik. Sehingga siswa mendapatkan pengetahuan dengan sebenarnya dan
memahami integrasinya terhadap lingkungan belajar. Mulyasa (2009: 255)
menyatakan bahwa pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran haruslah
mengintegrasikan materi pembelajaran ke dalam materi bencana gempabumi.
Jika pengetahuan yang didapatkan sudah benar maka untuk seterusnya tidak
akan mengalami kendala yang berarti dalam pembelajaran dan dalam
penanggapan risiko terhadap bencana gempabumi, siswa akan terbiasa dalam
pembelajaran mandiri. Dengan memahami keterkaitan materi pembelajaran
dengan lingkungan siswa berada melalui LKS terintegrasi materi bencana
gempabumi maka siswa akan tertingkatkan hasil belajar di segala aspek.
Sehingga, Siswa akan memiliki kemampuan siaga yang cepat tanggap terhadap
fenomena alam yang terjadi di lingkungan tempat tinggal
I. Penelitian Relevan
Hilman (2011:25) menyimpulkan bahwa dengan menggalakkan
dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian
yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat. Dan, melalui
penggunaan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda
dan anak-anak dengan informasi, menggalakkan integrasi pengurangan risiko
bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2015 untuk
pendidikan bagi pembangunan berkelanjutan (United Nations Decade of
Education for Sustainable Development).
Sarah (2005:45) juga menyimpulkan bahwa hasil belajar baik pada ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor mengalami peningkatan setelah
diimplementasikan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) yang
dikembangkan. Wahyu kurnia sari (2008) mengatakan dalam kesimpulannya
pembelajaran Problem Based Intruction (PBI) mampu meningkatkan respon
35
siswa. Iing (2010:80) menyimpulkan bahwa perangkat pembelajaran yang berupa
RPP, LKS, dan lembaran penilaian menggunakan model PBI termasuk kategori
praktis dan efektif.
Penelitian relevan yang telah dipaparkan di atas secara keseluruhan
melaporkan bahwa model pembelajaran PBI dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Penerapan model pembelajaran PBI belum diajukan secara luas untuk
berbagai materi dalam mata pelajaran fisika, dan belum pernah diintegrasikan
dengan bencana gempabumi dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
J. Kerangka Berfikir
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dibahas
sebelumnya, bahwa dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa adalah melalui
model pembelajaran PBI berbantuan LKS terintegrasi materi bencana gempabumi.
Proses pembelajaran yang penulis rencanakan untuk mencapai hasil belajar siswa
yang maksimal melalui kerangka berfikir yang terlihat pada pada Gambar II.12.
36
KTSP
Siswa GuruProses Belajar Mengajar (PBM)
Gambar II.12. Diagram Kerangka berfikir pengaruh model pembelajaran
fisika yang terintegrasi dengan bencana gempabumi
K. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir yang
telah disusun dapat dirumuskan hipotesis kerja (Hi) penelitian yaitu: terdapat
pengaruh LKS terintegrasi materi gempabumi pada konsep elastistas dan getaran
terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran PBI di kelas XI SMA N 1
Padang.
37
PBI
Hasil Belajar Siswa
LKS non-terintegrasi bencana gempabumi di
kelas kontrol
LKS terintegrasi MateriBencana
gempabumi di kelas eksperimen
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu (Quasi
Experimental Research) adalah eksperimen yang tidak memungkinkan untuk
dapat mengontrol semua variabel yang relevan dalam penelitian. Tim Metodologi
Penelitian (1983:18) menyatakan, “Tujuan penelitian eksperimental semu adalah
untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang
diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak
memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang
relevan.” Contoh variabel yang tidak bisa dikontol adalah latar belakang peserta
didik, asupan gizi dan waktu pelajaran fisika di sekolah.
Model rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control
Group Only Design, yaitu rancangan eksperimen terhadap subjek yang berasal
dari populasi yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu satu kelompok diberi
treatment, dan kelompok lain tidak, kemudian diukur pengaruhnya. Suryabrata
(2004:43) mendesain penelitian Randomized Control Group Only Design
digambarkan pada Tabel III.1.
Tabel III.1. Rancangan Penelitian
Kelas Treatment Postest
Eksperimen X T2
Kontrol - T2
dimana X adalah perlakuan yang akan diberikan pada kelas eksperimen dengan
menggunakan LKS terintegrasi bencana gempabumi. Sedangkan T2 adalah tes
akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada akhir
pembelajaran.
B. Populasi dan Sampel
38
Populai dan sampel merupakan objek yang akan menjadi penelitian.
Populasi dan sampel memegang peranan penting dalam sebuah penelitian.
Populasi dan sampel dalam penelitian ini yaitu:
a. Populasi
Populasi adalah kelompok yang memiliki karakteristik sama dalam hal-hal
tertentu, dengan karakteristik tidak diteliti setiap anggota populasinya. Pengertian
ini selaras dengan pernyataan menurut suworo (2010:1) bahwa populasi
keseluruhan anggota, kejadian, atau objek yang telah ditetapkan dengan baik.
Karakteristik sebuah populasi adalah memiliki kesamaan yang bisa terukur seperti
yang dijelaskan oleh Sugiyono (2006:117) bahwa “ populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.” Jadi, populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa
kelas XI semester 1 di SMAN 1 Padang yang terdaftar pada tahun ajaran
2012/2013 seperti terlihat pada Tabel III.2.
Tabel III.2. Distribusi Hasil UH 1 Siswa Kelas XI IPA SMA N 1 Padang
No Kelas Jumlah Siswa Nilai Rata-Rata
1 XI IPA 1 28 70,0
2 XI IPA 2 29 78,2
3 XI IPA 3 28 79,6
4 XI IPA 4 29 77,7
5 XI IPA 5 29 77,1
6 XI IPA 6 28 75,5
7 XI IPA 7 27 78,5
Sumber: Tata Usaha SMA N 1 Padang
Tabel III.2 memperlihatkan bahwa rata-rata setiap kelas pada umumnya tidak jauh
berbeda.
b. Sampel
39
Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil dari populasi
tersebut dalam semua aspek atau karakteristik populasi. Sampel digunakan dengan
menggunakan teknik cluster random sampling, dengan cara mengambil wakil dari
setiap populasi yang ada. Dari kelompok yang didapat diambil dua kelompok
sampel yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dengan teknik cluster random sampling, langkah-langkah pengambilan
sampel adalah:
1) Mengambil nilai ulangan harian seluruh siswa kelas XI SMAN 1 Padang
2) Menghitung nilai rata-rata kelas dan standar deviasi kelas
3) Mengambil 2 kelas yang rata-ratanya hampir sama sebagai kelas sampel.
4) Menguji nilai normalitas pada kedua kelas sampel.
5) Menguji nilai homogenitas pada kedua kelas sampel.
6) Jika kelas sampel telah terdistribusi normal dan homogen, maka perlu
dilakukan uji kesamaan dua rata-rata melalui uji-t
7) Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol dari kedua kelas sampel
secara acak.
C. Variabel dan DataVariabel dan data merupakan bagian penting dalam sebuah penelitian.
Variabel dan data yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:
a. Variabel
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan dalam
penelitian. Jenis variabel dapat dibedakan tiga jenis yaitu variabel bebas, variabel
terikat dan variabel kontrol. variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan
atau memengaruhi, yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh
peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau
diamati. Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk
menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor yang muncul, atau tidak
muncul, atau berubah sesuai dengan yang diperkenalkan oleh peneliti. Varibel
kontrol adalah variabel yang dapat diusahakan untuk dinetralisasi. Variabel dalam
penelitin ini adalah:
i. Variabel bebas yaitu LKS terintegrasi materi bencana gempabumi.
40
ii. Variabel terikat yaitu hasil belajar fisika siswa.
iii. Variabel kontrol yaitu pembelajaran PBI
b. Data
Data adalah nilai yang merepresentasikan deskripsi dari suatu objek atau
kejadian (event). Adapun data dalam penelitian ini adalah berupa data hasil belajar
fisika siswa kelas XI SMAN 1 Padang setelah perlakuan diberikan, berupa data
primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sampel yang diteliti. Data ini
langsung diperoleh peneliti dari sampel dalam bentuk hasil belajar fisika siswa
setelah diberi perlakuan yang meliputi aspek kognitif yang diambil melalui tes
akhir, aspek afektif yang dikumpulkan melalui lembar observasi afektif, dan aspek
psikomotor melalui lembar observasi psikomotor.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah cara pendeskripsian konsep-konsep yag
berbentuk konseptual kedalam aplikasi konkritnya (www.tp.ac.id /september
2012). Secara umum penelitian dapat dibagi atas tiga tahap yaitu tahap persiapan,
pelaksanaan dan penyelesaian.
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan adalah tahap awal yang dilakukan sebelum melaksanakan
penelitian. Diantara tahap persiapan itu adalah:
1) Menetapkan jadwal penelitian.
2) Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran dan LKS.
3) Mempersiapkan perangkat pembelajaran yang disusun berdasarkan program
tahunan dan program semester seperti silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar.
4) Menetapkan populasi dan sampel.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah tahap yang akan dilakukan ketika melaksanakan
penelitian. Pada tahap pelaksanaan ini perlakuan yang diberikan pada kedua kelas
sampel meliputi langkah-langkah pada Tabel III.3.
Tabel III.3. Skenario Pembelajaran pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
41
No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Waktu
1.
A. Kegitan Pendahuluan
1) Apersepsi:
Guru memberikan apersepsi
terkait materi yang akan
dipelajari.
2) Motivasi:
Guru memberikan motivasi
kepada siswa untuk mengikuti
pembelajaran dengan
memberikan pertanyaan yang
menarik terkait materi yang
akan dipelajari dan
mengaitkannya dengan materi
gempabumi
3) Guru menyampaikan
indikator dan tujuan
pembelajaran yang harus
dicapai oleh siswa dan tujuan
pembelajaran
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
1. Orientasi pada masalah
a. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan
memotivasi siswa.
b. Siswa diminta guru untuk
duduk perkelompok yang
telah ditentukan
c. Siswa diberikan masalah
oleh guru melalui LKS
A. Kegitan Pendahuluan
1) Apersepsi:
Guru memberikan apersepsi
terkait materi yang akan
dipelajari.
2) Motivasi:
Guru memberikan motivasi
kepada siswa untuk mengikuti
pembelajaran dengan
memberikan pertanyaan yang
menarik terkait materi yang akan
dipelajari
3) Guru menyampaikan
indikator dan tujuan
pembelajaran yang harus dicapai
oleh siswa dan tujuan
pembelajaran
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
1. Orientasi pada masalah
a. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan
memotivasi siswa.
b. Siswa diminta guru siswa
untuk duduk perkelompok
yang telah ditentukan
c. Siswa diberikan masalah
melalui LKS non-terintegrasi
10’
10’
42
No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Waktu
2.
3.
4.
terintegrasi bencana
gempabumi gempabumi
Elaborasi
2. Mengorganisasi siswa untuk
belajar
d. Siswa dibantu guru untuk
mendefenisikan dan
diorganisasikan
menyelesaikan tugas belajar
yang berhubungan dengan
LKS terintegrasi bencana
gempabumi tersebut
3. Membimbing penyelidikan
kelompok
e. Siswa dibimbing dan
diarahkan untuk menjawab
semua permasalahan dalam
eksperimen dan menjawab
pertanyaan dalam LKS
terintegrasi bencana
gempabumi
f. Siswa dibimbing untuk
menyimpulkan sementara
hasil diskusi.
4.,.Mengembangkan dan
materi bencana gempabumi
oleh guru
Elaborasi
2. Mengorganisasi siswa untuk
belajar
d. Siswa dibantu guru untuk
mendefenisikan dan
diorganisasikan
menyelesaikan tugas belajar
yang berhubungan dengan
LKS non-terintegrasi materi
bencana gempabumi
3. Membimbing penyelidikan
kelompok
e. Siswa dibimbing dan
diarahkan untuk menjawab
semua permasalahan dalam
eksperimen dan menjawab
pertanyaan dalam LKS non-
terintegrasi materi bencana
gempabumi
f. Siswa dibimbing untuk
menyimpulkan sementara
hasil diskusi.
4.,.Mengembangkan dan
60’
43
No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Waktu
5.
menyajikan hasil diskusi
dan eksperimen
g. kelompok dibantu guru
dalam merencanakan dan
menyiapkan karya hasil
kerja kelompok
h. Siswa dibantu guru untuk
berbagi tugas dengan teman
kelompok merek
Konfirmasi
5. Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
i. Siswa diberikan guru
evaluasi dan refleksi
terhadap hasil penyelidikan
mengenai kaitan materi
terhadap gempabumi.
j. Siswa dibimbing guru untuk
melihat kelemahan dan
kesalahan yang mungkin
terjadi selama proses
pembelajaran dan diberikan
pembenaran terhadap
konsep yang masih perlu
dilengkapi
C. Kegiatan Penutup
1. Guru bersama siswa
menyimpulkan hasil diskusi
menyajikan hasil diskusi dan
eksperimen
g. kelompok dibantu guru
dalam merencanakan dan
menyiapkan karya hasil kerja
kelompok
h. Siswa dibantu guru untuk
berbagi tugas dengan teman
kelompok mereka
Konfirmasi
5. Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
i. Siswa diberikan guru
evaluasi dan refleksi
terhadap hasil penyelidikan.
.
j. Siswa dibimbing guru untuk
melihat kelemahan dan
kesalahan yang mungkin
terjadi selama proses
pembelajaran dan diberikan
pembenaran terhadap konsep
yang masih perlu dilengkapi
C. Kegiatan Penutup
1. Guru bersama siswa
menyimpulkan hasil diskusi
10’
10’
44
No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Waktu
untuk penekanan konsep
yang terintegrasi dengan
bencana gempabumi
2. Guru menyimpulkan
pembelajaran hari ini
untuk penekanan konsep dari
materi
2. Guru menyimpulkan
pembelajaran hari ini
Tabel III.3 di atas memperlihatkan skenario pembelajaran dengan model
pembelajaran PBI berbantuan LKS. LKS terintegrasi materi bencana gempabumi
pada kelas kontrol dan LKS non-terintegrasi materi bencana gempabumi pada
kelas kontrol.
c. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengolah dan
menganalisa data yang didapatkan selama penelian. Diantara tahap evaluasi itu
adalah:
1) Melakukan uji coba soal tes akhir yang telah disiapkan sebelumnya.
2) Menganalisis hasil uji coba soal dengan menentukan reliabilitas soal,
indeks kesukaran, dan daya beda soal lalu mengambil 30 butir soal untuk
tes akhir.
3) Melakukan tes akhir untuk kedua kelas sampel, tes ini dilakukan untuk
mendapatkan nilai aspek kognitif.
4) Mengumpulkan data hasil belajar kognitif siswa melalui tes tertulis.
5) Mengumpulkan data hasil belajar afektif siswa dengan format penilaian
aspek afektif.
6) Mengumpulkan data hasil belajar psikomotor siswa dengan rubrik
penskoran.
7) Menganalisis hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor melalui uji
statistik.
E. Instrumen Penelitian
45
Instrumen penelitian adalah alat pengambil data untuk mengungkap hasil
belajar siswa. Instrumen penelitian pada aspek kognitif adalah dengan tes tertulis,
pada aspek afektif adalah dengan lembar observasi afektif, sedangkan pada aspek
psikomotor dengan lembar observasi psikomotor.
a. Intsrument Penelitian pada Ranah Kognitif
Penilaian aspek kognitif diperoleh melalui tes. Agar instrumen merupakan
alat ukur yang baik maka dilakukan langkah – langkah adalah:
1) Membuat kisi-kisi soal berdasarkan hasil belajar dasar dan indikator
2) Mempersiapkan soal tes akhir yang digunakan dalam penelitian
berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun.
3) Dari hasil uji coba dilakukan analisis soal secara statistik untuk
mengetahui validitas, realibilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal
agar didapatkan instrumen soal yang baik.
4) Dari hasil di atas maka diperoleh soal-soal test akhir.
Dalam menganalisa soal, langkah-langkah yang dilaksanakan adalah:
a) Tingkat Kesukaran Soal (p)
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar atau
mudahnya sesuatu soal (Arikunto, 1999: 207). Soal yang baik adalah
soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang
menunjukkan sukar atau mudahnya soal disebut Indeks Kesukaran (p).
Untuk menentukan indeks kesukaran soal dapat digunakan perumusan
seperti yang diungkapkan oleh Suharsimi (2002:208) seperti pada
persamaan (3.1),
(3.1)
dimana p adalah indek kesukaran soal, B adalah banyak siswa yang
menjawab soal dengan benar, sedangkan JS adalah jumlah siswa peserta
tes secara keseluruhan. Indeks kesukaran dapat diklasifikasikan seperti
pada Tabel III.4 :
Tabel III.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal
No. Tingkat Kesukaran (p) Keterangan
46
1. p < 0,3 Sukar
2. 0,3 ≤ p ≤ 0,7 Sedang
3. p > 0,7 Mudah
Sumber: Suharsimi (2002: 210)
Soal-soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai
rentang 0,3 ≤ p ≤ 0,7.
b) Daya Pembeda Soal (D)
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa
yang berkemampuan rendah (Arikunto, 1999:211). Sedangkan menurut
Suharsimi (2002 : 211) menyatakan bahwa daya pembeda soal adalah
kemampuan soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi
dengan yang berkemampuan rendah. Dapat disimpulkan bahwa daya
pembeda soal merupakan tingkat kemampuan soal untuk membedakan
siswa yang yang berkemampuan tinggi dan rendah.
Rumus untuk menghitung daya beda seperti pada persamaan (3.2):
(3.2)
dimana D adalah indeks daya pembeda, ΣA adalah jumlah peserta tes
yang menjawab benar pada kelompok atas, ΣB adalah jumlah peserta
tes yang menjawab salah pada kelompok bawah, nA adalah jumlah
peserta tes kelompok atas, nB adalah jumlah peserta tes kelompok
bawah.
Klasifikasi indeks daya beda soal seperti yang ditunjukkan Tabel III.5.
Tabel III.5 Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal
No. Indeks Daya Beda Klasifikasi
1. Minus Jelek sekali
2. 0,00-0,20 Jelek
3. 0,21-0,40 Cukup
4. 0,41-0,70 Baik
5. 0,71-1,00 Sangat baik
47
Sumber: Suharsimi (2002 : 211)
Tabel. II.5 menunjukkan klasifikasi daya beda soal dalam rentag
tertentu. Kriteria soal yang dipakai dalam penelitian adalah 0,41-1,00.
c) Validitas soal
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan
suatu tes. Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur
apa yang hendak diukur. Tes memiliki validitas yang tinggi jika
hasilnya sesuai dengan kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran
antara tes dan kriteria (Arikunto, 1999:65). Jadi, validitas berarti
sejauh mana kecermatan atau ketepatan alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Sebuah instrumen yang valid akan menghasilkan data
yang tepat seperti yang diinginkan.
Suatu soal dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang ditilik dari segi
tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya
telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi
atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan.
d) Reliabilitas Soal
Reabilitas tes adalah tingkat konsitensi suatu tes, yakni
sejauhmana suatu tes dapat dipercaya, relatif tidak berubah
walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Reliabilitas
suatu tes adalah taraf sampai dimana suatu tes mampu
menunjukkan konsisten hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam
taraf ketetapan dan ketelitian hasil. Reliabel tes berhubungan
dengan ketetapan hasil tes.
Reliabel merupakan ketepatan suatu tes apabila digunakan pada
subjek yang sama. Reabilitas untuk soal objektif dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Kuder-Richhaderson (KR-20) yang dikemukakan
oleh Arikunto (2005:100) pada persamaan 3.3:
(3.3)
48
dimana p adalah proporsi peserta tes menjawab benar, q adalah
proporsi peserta tes menjawab salah (q = 1 - p), adalah jumlah
perkalian antara p dan q.
Untuk menentukan tingkat reliabilitas soal digunakan skala yang
dikemukakan oleh Slameto (1998: 215) pada tabel III.6.
Tabel III.6 Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal
No Indeks Releabilitas Klasifikasi
1 0,00 –0,20 Sangat rendah
2 0,21 – 0,40 Rendah
3 0,41 – 0,60 Sedang
4 0,61 – 0,80 Tinggi
5 0,81 – 1,00 Sangat tinggi
Sumber: Slameto (1998: 215)
b. Instrumen Penelitian pada Ranah Afektif
Pada ranah ini yang dinilai adalah sikap atau perilaku siswa selama
pembelajaran berlangsung. Penilaian yang dilakukan dalam ranah ini dalam
bentuk lembar observasi afektif. Skor untuk masing-masing sikap diatas dapat
berupa angka. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Slameto (2001: 124) yang
menyatakan bahwa skala penilaian dibuat dengan rentangan dari 1 sampai 5.
Skala 1 adalah sangat kurang, skala 2 adalah kurang, skala 3 adalah cukup, skala 4
adalah baik, dan skala 5 adalah baik sekali.
Pada tahap akhir skala tersebut dirata-ratakan dan dikonversikan ke dalam
bentuk persentase. Skala untuk penilaian aspek afektif terdapat dalam Purwanto
(2001: 103) seperti terlihat pada tabel III.7.
Tabel III.7 Klasifikasi Penilaian pada Ranah Afektif
No. Nilai Skala Predikat
1. 81 – 100 5 Sangat baik
2. 61 – 80 4 Baik
3. 41 – 60 3 Cukup
4. 21 – 40 2 Kurang
5. 0 – 20 1 Kurang sekali
49
Sumber: Purwanto (2001: 103)
Tabel III.7 memperlihatkan konversi dari skala penilaian dari format lembar
observasi afektif ke dalam bentuk prediket dan nilai. Nilai inilah yang akan diolah
dalam penelitian.
c. Instrumen Penelitian pada Ranah Psikomotor
Penilaian pada ranah psikomotor dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung dengan mengacu pada lembar observasi psikomotor, di akhir
pembelajaran dengan mengacu pada laporan kerja ilmiah, dan di akhir penelitian
mengacu pada ujian praktek.
Bobot penilaian dibuat dengan rentangan 1 sampai 5. Skala 1 adalah sangat
kurang, skala 2 adalah kurang, skala 3 adalah cukup, skala 4 adalah baik, dan
skala 5 adalah baik sekali.
Pada tahap akhir skala tersebut dirata-ratakan dan dikonversikan ke dalam
bentuk persentase. Skala untuk penilaian aspek psikomotor terdapat dalam
Purwanto (2001:103) seperti terlihat pada tabel III.8.
Tabel III.8 Klasifikasi Penilaian pada Ranah Psikomotor Siswa
No. Nilai Skala Predikat
1. 81 – 100 5 Sangat baik
2. 61 – 80 4 Baik
3. 41 – 60 3 Cukup
4. 21 – 40 2 Kurang
5. 0 – 20 1 Kurang sekali
Sumber: Purwanto (2001: 103)
Tabel III.8 memperlihatkan konversi dari skala penilaian dari format lembar
observasi psikomotor ke dalam bentuk prediket dan nilai. Nilai inilah yang akan
diolah dalam penelitian.
F. Teknik Analisis Data
50
Analisis data bertujuan untuk menguji apakah hipotesis yang diujikan
dalam penelitian diterima atau ditolak. Dengan demikian, teknik analisis data
dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan
mengolah data tersebut menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-
sifat datanya dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab
masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian, atau menarik
kesimpulan tentang karakteristik populasi (parameter) berdasarkan data yang
diperoleh dari sampel (statistik).
1. Teknik Analisis Data pada Ranah Kognitif
Analisis data yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata dengan
melakukan uji t. Sebelum melaksanakan uji tersebut maka harus dipenuhi
syarat adalah :
a. Sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal
b. Kedua kelas mempunyai varians yang homogen
Oleh sebab itu, perlu dilakukan terlebih dahulu uji normalitas dan uji
homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang bertujuan untuk melihat apakah
sampel yang berasal dari populasi terdistribusi normal. Untuk menguji
normalitas digunakan uji Lilliefors dengan langkah-langkah adalah :
1) Data X1, X2, X3,... Xn yang diperoleh dari data yang terkecil hingga data
yang terbesar.
2) Data X1, X2, X3,... Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ..., Zn melalui
persamaan (3.4),
(3.4)
dimana Xi adalah skor yang diperoleh siswa ke-I, adalah skor rata-rata,
S adalah simpangan baku.
3) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian hitung
peluang F(Zi) = P(Z<Zi)
51
4) Dengan menggunakan proporsi Z1, Z2, Z3, ..., Zn yang lebih kecil atau
sama dengan Zi, jika proporsi ini dinyatakan dengan S(Zi) seperti pada
persamaan (3.5),
(3.5)
5) Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi) yang kemudian ditentukan harga
mutlaknya
6) Diambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut
yang disebut dengan L0
7) Membandingkan nilai L0 dengan nilai krisis Lt yang terdapat dalam taraf
nyata α = 0,05. Kriteria pengujian adalah:
a) Jika L0 < Lt, maka sampel terdistribusi normal.
b) Jika L0 > Lt, maka sampel tidak terdistribusi normal
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah uji yang bertujuan untuk melihat apakah
kedua sampel mampunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk
mengujinya digunakan uji F dengan langkah-langkah adalah :
1) Menghitung varians masing-masing kelompok data dengan
menggunakan persamaan (3.6),
(3.6)
kemudian menghitung harga F melalui persamaan (3.7),
F = (3.7)
dimana S2 adalah varians data, fi adalah frekuensi data, xi adalah nilai
siswa, F adalah varians kelompok data, S12adalah varians hasil belajar
kelas terbesar, S22adalah varians hasil belajar kelas terkecil.
52
2) Jika harga Fhitung sudah didapatkan maka harga Fhitung tersebut
dibandingkan dengan harga Ftabel yang terdapat dalam daftar distribusi
dalam taraf signifikan 5% dan dkpembilang = n1 – 1 dan dkpenyebut = n2 – 1.
Bila harga Ftabel > Fhitung, berarti kedua kelas mempunyai varians yang
homogen. Sebaliknya jika Ftabel < Fhitung, berarti kedua kelompok tidak
mempunyai varians yang homogen.
c. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis adalah suatu prosedur yang akan menghasilkan
suatu keputusan, yaitu keputusan tidak menolak atau menolak hipotesis
tersebut. Dalam pengujian hipotesis, keputusan yang akan dibuat
mengandung ketidakpastian. Berdasarkan data hasil uji normalitas dan
homogenitas sampel diketahui terdistribusi normal dan homogen. Untuk
menguji hipotesis maka dilakukan uji kesamaan rata-rata dengan
menggunakan uji t. Menurut Sudjana (2002: 239) untuk menguji
kesamaan dua rata-rata pada uji dua pihak, misalnya penelitian yang
memerlukan perbandingan antara dua keadaan dapat dilakukan melalui
uji t menggunakan persamaan (3.10). Namun sebelumnya dihitung
varians data seperti pada persamaan (3.8),
(3.8)
Lalu ditentukan nilai stadar deviasi seperti pada pada persamaan (3.9),
(3.9)
Kemudian ditentukan uji t dengan mensubstitusikan persamaan (3.9) ke
dalam persamaan (3.10),
(3.10)
53
dimana adalah nilai rata-rata kelas eksperimen, adalah nilai rata-
rata kelas kontrol, S2 adalah variansi, S1 adalah standar deviasi kelas
eksperimen, S2 adalah standar deviasi kelas kontrol, S adalah standar
deviasi gabungan, n1 adalah jumlah siswa kelas eksperimen, n2 adalah
jumlah siswa kelas kontrol.
Harga thitung dibandingkan dengan ttabel yang terdapat dalam tabel
distribusi t. Kriteria pengujian adalah terima Ho jika
pada taraf signifikan 0,05. Sedangkan untuk
harga lainnya Ho ditolak.
2. Teknik Analisis Data pada Ranah Afektif
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data hasil
observasi ranah afektif dilakukan langkah-langkah adalah:
a. Pemberian dan penghitungan skor keseluruhan dari tiap indikator yang
tampak dalam proses pembelajaran. Untuk masing-masing aspek terdiri
dari lima indikator penilaian. Jika pada setiap aspek terlihat indikator
tersebut, maka diberi tanda ceklis (√) pada kolom yang disediakan
dalam format penilaian ranah afektif.
b. Setelah mendapatkan data penilaian keseluruhan maka skor yang
diperoleh dari setiap indikator dijumlahkan. Skor total yang diperoleh
dikonversikan menjadi nilai dengan rumus yang terdapat dalam
Purwanto (2001: 102) seperti persamaan (3.11),
(3.11)
dimana Na adalah nilai afektif siswa, R adalah skor total siswa, SM
adalah skor maksimum. Pada penelitian ini skor maksimum yang dapat
diperoleh siswa adalah 25 dan skor minimum adalah 5 untuk setiap kali
pertemuan.
c. Kemudian dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Jika didapatkan
populasi kedua kelas sampel tersebut terdistribusi normal dan
mempunyai varians yang homogen, maka dalam pengujian hipotesis
54
statistik yang digunakan adalah uji t pada persamaan (3.10). Harga thitung
dibandingkan dengan ttabel yang ada pada tabel distribusi t. Kriteria
pengujian hipotesis adalah terima Ho jika thitung < t1-α pada taraf
signifikasi 0,05. Untuk harga lainnya Ho ditolak dan Hi diterima.
3. Teknik Analisis Data pada Ranah Psikomotor
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk ranah
psikomotor adalah sama dengan teknik analisis data pada ranah kognitif.
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data hasil observasi ranah
psikomotor adalah:
a. Pemberian dan penghitungan skor keseluruhannya dari setiap aspek
keterampilan yang dinilai. Skor yang diperoleh dikonversikan menjadi
nilai, terlihat pada persamaan (3.15):
(3.12)
dimana NP adalah nilai Proses, JPS adalah jumlah perolehan skor, JSM
adalah jumlah skor maksimum.
b. Kemudian dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Jika didapatkan
populasi kedua kelas sampel tersebut terdistribusi normal dan mempunyai
varians yang homogen, maka dalam pengujian hipotesis statistik yang
digunakan adalah uji t seperti pada persamaan (3.10). Harga thitung
dibandingkan dengan ttabel yang ada pada tabel distribusi t. Kriteria
pengujian hipotesis adalah terima Ho jika thitung < t1-α pada taraf
signifikasi 0,05. Untuk harga lainnya Ho ditolak dan Hi diterima.
55
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil PenelitianHasil penelitian diperoleh setelah melakukan penelitian dari tanggal 24
Oktober 2012 sampai dengan 28 Desember 2012 di SMA N 1 Padang.
Pembelajaran dilakukan enam kali tatap muka pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil belajar siswa pada
ranah kognitif dan afektif, dan psikomotor. Hasil penelitian ini diperoleh melalui
penilaian yang dilakukan dalam proses pembelajaran maupun pada akhir
pembelajaran. Deskripsi hasil penelitian tersebut akan dijelaskan berikut ini.
1. Deskripsi Data
Deskripsi data merupakan suatu cara untuk menyajikan data hasil
penelitian dengan jelas dengan tujuan agar dapat dipahami dan dianalisa.
Deskripsi data pada penelitian ini mencakup deskripsi data hasil belajar fisika
ranah kognitif, deskripsi data ranah afektif, dan deskripsi data ranah psikomotor.
Uraian dari deskripsi data tersebut adalah :
a. Deskripsi Data Hasil Belajar Fisika pada Ranah KognitifData penilaian hasil belajar fisika ranah kognitif diperoleh dari tes akhir.
Teknik yang digunakan adalah teknik tes tertulis berbentuk soal objektif sebanyak
30 buah soal. Soal ini diberikan kepada kedua kelas sampel pada akhir kegiatan
penelitian.
Hasil perhitungan nilai rata-rata ( ), simpangan baku (S) yang merupakan
tingkat penyebaran data, dan varians (S2) yang menyatakan seberapa jauh data
tersebar pada kelas eksperimen dan kontrol terlihat pada Tabel IV.1:
Tabel IV.1 Nilai Rata-Rata, Nilai Tertinggi, Nilai Terendah, Simpangan Baku, dan Varians
Kelas Sampel
Kelas N Nilai Nilai S2 S
56
Tertinggi Terendah
Eksperimen 28 97,00 50,00 84,89 131,80 11,48
Kontrol 27 97,00 50,00 78.70 111.75 10,57
Tabel IV.1 di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa
pada ranah kognitif kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
kontrol. Nilai simpangan baku pada kelas eksperimen lebih besar dibandingkan
dengan kelas kontrol. Nilai simpangan baku ini mengindikasikan bahwa meskipun
nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi, namun ada beberapa siswa yang
nilainya masih rendah. Jadi pada dasarnya kelas eksperimen memiliki distribusi
nilai yang kurang baik dibandingkan dengan distribusi nilai pada kelas kontrol.
Untuk melihat perbedaan hasil tes akhir antara kedua kelas sampel maka
dilakukan uji kesamaan dua rata-rata. Sebagai syaratnya, terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Untuk melihat hasil tes akhir kedua
kelas sampel pada ranah kognitif dapat dilihat pada Lampiran XXV.
b. Deskripsi Data Hasil Belajar Fisika pada Ranah AfektifDeskripsi data hasil belajar ranah afektif ditunjukkan oleh skor total yang
diperoleh setiap siswa setelah empat kali pertemuan tatap muka di kelas. Data
penilaian pada ranah afektif dilakukan terhadap lima aspek penilaian yang
meliputi: kemampuan menerima pendapat dan menyanggah, merespon pendapat,
kemampuan memberikan argumen, penghormatan, dan keaktifan dalam
pembelajaran.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa hasil belajar pada ranah afektif siswa
kelas ekperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Perolehan nilai
kedua kelas sampel dapat dilihat pada Tabel IV.2:
Tabel IV.2 Nilai Rata-Rata, Nilai Tertinggi, Nilai Terendah, Simpangan Baku, dan Varians
Kelas Sampel
Kelas N Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
S2 S
Eksperimen 28 92,00 52,00 71,43 124,11 11,14
Kontrol 27 92,00 48,00 67,70 178,37 13,36
57
Tabel IV.2 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar fisika
pada ranah afektif untuk kedua kelas sampel. Rata-rata belajar siswa pada kelas
eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Untuk melihat data hasil belajar
ranah afektif kedua kelas sampel dapat dilihat pada Lampiran XVI.
c. Deskripsi Data Hasil Belajar Fisika pada Ranah PsikomotorDeskripsi data hasil belajar ranah afektif ditunjukkan oleh skor total yang
diperoleh setiap siswa setelah empat kali pertemuan tatap muka di kelas. Data
penelitian pada ranah psikomotor ini diperoleh melalui hasil pengamatan selama
proses pembelajaran. Pengolahan dari data hasil belajar ranah psikomotor ini
dilakukan perhitungan sehingga didapatkan nilai rata-rata ( ), simpangan baku
(S), dan variansi (S2) kedua kelas eksperimen dan kontrol seperti pada Tabel IV.3:
Tabel IV.3 Nilai Rata-Rata, Nilai Tertinggi, Nilai Terendah, Simpangan Baku, dan Variansi
Kelas Sampel Ranah Psikomotor
Kelas N Nilai
Tertinggi
Nilai
Terendah
S2 S
Eksperimen 28 96 52 79,26 128,85 11,17
Kontrol 27 92 52 74,67 128,00 11,31
Tabel IV.3 menunjukkan bahwa rata-rata nilai hasil belajar siswa ranah
psikomotor pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Untuk
mengetahui apakah perbedaan nilai antara kedua kelas sampel ini berarti atau
tidak, maka dilakukan analisis berupa uji kesamaan dua rata-rata. Hasil tes ranah
psikomotor kedua kelas sampel dapat dilihat pada Lampiran XX.
2. Analisis DataAnalisis data adalah upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga
karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah. Diantara analisis
data pada penelitian ini adalah analisis hasil belajar fisika pada ranah kognitif,
analisis hasil belajar data para ranah afektif, dan analisis hasil belajar data pada
ranah psikomotor. Uraian analisis data tersebut adalah :
58
a. Analisis Data Hasil Belajar Fisika pada Ranah KognitifAnalisis data hasil belajar fisika ranah kognitif adalah suatu cara
merangkum sejumlah data hasil belajar kognitif yang masih mentah menjadi
informasi yang dapat diinterpretasikan dan dimaknai. Sehingga, data bisa dibaca
dan dideskripsikan. Deskripsi data pada Tabel IV.1 terlihat bahwa bahwa rata-rata
nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Penarikan
kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh melalui uji kesamaan dua rata-rata
agar terlihat apakah perbedaan rata-rata kedua kelas sampel tersebut signifikan.
Sebelum melakukan uji statistik, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
dan homogenitas terhadap data tes akhir. Kemudian dilakukan uji kesamaan dua
rata-rata dengan menggunakan uji statistik yang sesuai.
a. Uji Normalitas Tes Akhir
Uji normalitas dilakukan dengan uji liliefors. Uji Lilliefors dilakukan
untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau
tidak. Hasil uji normalitas yang dilakukan didapatkan harga Lo dan Ltabel pada taraf
nyata 0,05 seperti terlihat pada Tabel IV.4:
Tabel IV.4 Hasil Uji Normalitas Tes Akhir Kedua Kelas Sampel Ranah Kognitif
Kelas Α N Lo Lt Distribusi
Eksperimen 0,05 28 0,0937 0,161 Normal
Kontrol 27 0,1266 0,161 Normal
Tabel IV.4 menunjukkan bahwa kedua kelas sampel mempunyai nilai Lo < Lt pada
taraf nyata 0,05. Hal ini berarti data hasil tes akhir kedua kelas sampel
terdistribusi normal. Untuk melihat hasil uji normalitas kedua kelas sampel dapat
dilihat pada Lampiran XXIV dan Lampiran XXV.
b. Uji homogenitas
59
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas sampel
homogen atau tidak. Hasil uji homogenitas varians yang dilakukan terhadap data
tes akhir kedua kelas sampel ternyata diperoleh Fhitung = 1,179 dan Ftabel dengan
taraf nyata α = 0,05 pada dkpembilang 27 dan dkpenyebut 26 adalah 1,90. Hasil ini
menunjukkan Fh < F(0,05);(27,28), hal ini berarti kelompok data mempunyai varians
yang homogen. Hasil uji homogenitas kedua kelas sampel dapat dilihat pada
Tabel IV.5:
Tabel IV.5 Hasil Uji Homogenitas Tes Akhir Kedua Kelas Sampel Ranah Kognitif
Kelas N S2 Fh Ft Keterangan
Eksperimen 28 131,803 1,179 1,90 Homogen
Kontrol 27 11,755
Tabel IV.5 menunjukkan bahwa sampel mempunyai nilai Fh < Ft. Hal ini berarti
hasil belajar kognitif kedua kelas sampel bersifat homogen. Hasil perhitungan uji
homogenitas dapat dilihat pada Lampiran XXVI.
c. Uji Hipotesis (Uji Kesamaan Dua Rata-Rata)
Uji hipotesis dilakukan setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas
terhadap data tes akhir kedua kelas sampel, diperoleh bahwa kedua kelas sampel
berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan homogen. Uji t digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil uji t kedua kelas sampel dapat dilihat
pada Tabel IV.6:
Tabel IV.6 Hasil Uji t Ranah Kognitif
Kelas N Mean S2 th tt
Eksperimen 28 84,89 131,803 2,0381 1,67
Kontrol 27 78,70 111,75
Tabel IV.6 memperlihatkan bahwa thitung = 2,0381 sedangkan ttabel = 1,67
dengan kriteria pengujian terima Ho jika th < t(1-α) dan tolak Ho jika mempunyai
harga lain pada taraf signifikan 0,05 dengan derajat kebebasan dk = (n1 + n2) – 2.
Hasil perhitungan diperoleh harga thitung > ttabel yang berarti harga t tidak berada
pada daerah penerimaan Ho sehingga dikatakan Hi diterima pada taraf nyata 0,05.
Perbandingan kedua angka di atas menunjukkan bahwa terdapat pengaruh LKS
60
1,670
α = 0,05Daerah Penerimaan Ho
Daerah Penolakan Ho atau Penerimaan Hi
2,0381
terintegrasi materi bencana gempabumi terhadap pencapaian hasil belajar dasar
siswa kelas XI SMAN 1 Padang pada ranah kognitif. Hasil uji t secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran XXVII. Kurva penerimaan hipotesis alternatif (Hi)
dapat dilihat pada Gambar IV.1:
Gambar. IV.1 Kurva Penerimaan Hipotesis Alternatif Ranah Kognitif
Gambar IV.1 memperlihatkan bahwa daerah penerimaan Hi berada di luar daerah
penerimaan Ho. Hal ini berarti hipotesis kerja pada ranah kognitif diterima pada
taraf nyata 0.05.
b. Analisis Data Hasil Belajar Fisika pada Ranah AfektifAnalisis data hasil belajar fisika ranah afektif adalah suatu cara
merangkum sejumlah data hasil belajar afektif yang masih mentah menjadi
informasi yang dapat diinterpretasikan dan dimaknai. Sehingga, data bisa di baca
dan di deskripsikan. Deskrsi data pada Tabel IV.2 memperlihatkan bahwa rata-
rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Penarikan kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh melalui uji kesamaan dua
rata-rata agar terlihat apakah perbedaan rata-rata kedua kelas sampel tersebut
signifikan.
61
Sebelum melakukan uji statistik, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
dan homogenitas terhadap data tes akhir. Kemudian dilakukan uji kesamaan dua
rata-rata dengan menggunakan uji statistik yang sesuai.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan uji Lilliefors dilakukan untuk melihat
apakah sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Hasil uji
normalitas yang dilakukan didapatkan harga Lo dan Ltabel pada taraf nyata 0,05
seperti terlihat pada Tabel IV.7:
Tabel IV.7 Hasil Uji Normalitas Tes Akhir Kedua Kelas Sampel Ranah Afektif
Kelas Α N Lo Lt Distribusi
Eksperimen 0,05 28 0,122 0,161 Normal
Kontrol 27 0,154 0,161 Normal
Tabel IV.7 menunjukkan bahwa kedua kelas sampel mempunyai nilai Lo < Lt pada
taraf nyata 0,05. Hal ini berarti data hasil tes akhir kedua kelas sampel
terdistribusi normal. Untuk melihat hasil uji normalitas kedua kelas sampel dapat
dilihat pada Lampiran XVI dan Lampiran XVII.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas sampel
homogen atau tidak. Hasil uji homogenitas varians yang dilakukan terhadap data
tes akhir kedua kelas sampel ternyata diperoleh Fhitung = 1,160 dan Ftabel dengan
taraf nyata α = 0,05 pada dkpembilang 36 dan dkpenyebut 37 adalah 1,710. Hasil ini
menunjukkan Fh < F(0,05);(36,37), hal ini berarti kelompok data mempunyai varians
yang homogen. Hasil uji homogenitas kedua kelas sampel dapat dilihat pada
Tabel IV.8:
Tabel IV.8 Hasil Uji Homogenitas Tes Akhir Kedua Kelas Sampel Ranah Afektif
Kelas N S2 Fh Ft Keterangan
Eksperimen 28 124,11 1,44 1,93 Homogen
Kontrol 27 178,37
62
1,670
α = 0,05Daerah Penerimaan Ho
Daerah Penolakan Ho atau Penerimaan Hi
1,82
Tabel IV.8 menunjukkan bahwa sampel mempunyai nilai Fh < Ft. Hal ini berarti
hasil belajar afektif kedua kelas sampel bersifat homogen. Hasil perhitungan uji
homogenitas dapat dilihat pada Lampiran XVIII.
c. Uji Hipotesis (Uji Kesamaan Dua Rata-Rata)
Uji hipotesis dilakukan setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas
terhadap data tes akhir kedua kelas sampel, diperoleh bahwa kedua kelas sampel
berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan homogen. Uji t digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil uji t kedua kelas sampel dapat dilihat
pada Tabel IV.9:
Tabel IV.9 Hasil Uji t Ranah Afektif
Kelas N Mean S2 th tt
Eksperimen 28 71,429 124,11 1,82 1,67
Kontrol 27 67,704 178,37
Tabel IV.9 memperlihatkan bahwa thitung = 1,82 sedangkan ttabel = 1,67 dengan
kriteria pengujian terima Ho jika th < t(1-α) dan tolak Ho jika mempunyai harga lain
pada taraf signifikan 0,05 dengan derajat kebebasan dk = (n1 + n2) – 2. Hasil
perhitungan diperoleh harga thitung > ttabel yang berarti harga t tidak berada pada
daerah penerimaan Ho sehingga dikatakan Hi diterima pada taraf nyata 0,05.
Perbandingan kedua angka di atas menunjukkan bahwa terdapat pengaruh LKS
terintegrasi materi bencana gempabumi pada konsep elastisitas dan getaran
terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)
di Kelas XI SMA N 1 Padang pada ranah afektif. Hasil uji t secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran XIX. Kurva penerimaan hipotesis alternatif (Hi) dapat
dilihat pada Gambar IV.2:
63
Gambar IV.2 Kurva Penerimaan Hipotesis Alternatif Raah Afektif
Gambar IV.2 memperlihatkan bahwa daerah penerimaan Hi berada di luar daerah
penerimaan Ho. Hal ini berarti hipotesis kerja pada ranah afektif diterima pada
taraf nyata 0.05.
c. Analisis Data Hasil Belajar Fisika pada Ranah PsikomotorAnalisis data hasil belajar fisika ranah psikomotor adalah suatu cara
merangkum sejumlah data hasil belajar psikomotor yang masih mentah menjadi
informasi yang dapat diinterpretasikan dan dimaknai. Sehingga, data bisa di baca
dan di deskripsikan. Deskripsi data pada Tabel IV.3 memperlihatkan bahwa nilai
rata-rata ranah psikomotor kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan
kelas kontrol. Penarikan kesimpulan dilakukan melalui uji kesamaan dua rata-rata
agar terlihat apakah perbedaan rata-rata tersebut signifikan. Sebelum melakukan
uji statistik, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas terhadap
data tes akhir, kemudian dilakukan uji kesamaan dua rata-rata yang sesuai dengan
hasil uji normalitas dan homogenitas tersebut.
a. Uji Normalitas Tes Akhir
Uji Lilliefors digunakan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi yang
terdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas yang dilakukan diperoleh
harga Lo dan Ltabel pada taraf nyata 0,05, seperti terlihat pada Tabel IV.10:
Tabel IV.10 Hasil Uji Normalitas Tes Akhir Kedua Kelas Sampel Ranah Psikomotor
Kelas Α N Lo Lt Distribusi
Eksperimen 0,05 28 0,1507 0,161 Normal
Kontrol 27 0,1543 0,161 Normal
Tabel IV.10 memperlihatkan bahwa kedua kelas sampel mempunyai nilai Lo < Lt
pada taraf nyata 0,05. Hal ini berarti data hasil tes akhir kedua kelas sampel
terdistribusi normal. Data hasil uji normalitas kedua kelas sampel dapat dilihat
pada Lampiran XX dan XXI.
b. Uji Homogenitas Tes Akhir
64
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas sampel
homogen atau tidak. Hasil uji homogenitas varians yang dilakukan terhadap kedua
sampel ternyata diperoleh Fhitung = 1,025 dan Ftabel dengan α = 0,05 pada dkpembilang
26 dan dk penyebut 27 adalah 1,71. Hasil perhitungan menunjukkan Fh < F(0,05);(26,27),
hal ini berarti kelompok data mempunyai varians yang homogen. Hasil uji
homogenitas kedua kelas sampel dapat dilihat pada Tabel IV.11:
Tabel IV.11 Hasil Uji Homogenitas Kedua Kelas Sampel Ranah Psikomotor
Kelas N S2 Fh Ft Keterangan
Eksperimen 28 124,85 1,025 1,93 Homogen
Kontrol 27 128
Tabel IV.11 menunjukkan bahwa tes akhir kedua kelas sampel bersifat homogeny,
dengan ditunjukkan oleh Fh < Ft. Data hasil uji homogenitas kedua kelas dapat
dilihat pada Lampiran XXII.
c. Uji Hipotesis (Uji Kesamaan Dua Rata-Rata)
Uji hipotesis dilakuka setelah uji normalitas dan homogenitas yang
dilakukan terhadap data tes akhir diperoleh kedua kelas sampel berasal dari
populasi yang terdistribusi normal dan mempunyai varians yang homogen. Uji t
dilaksanakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil uji t kedua sampel dapat
dilihat pada Tabel IV.12:
Tabel IV.12 Hasil Uji t Ranah Psikomotor
Kelas N Mean S2 th tt
Eksperimen 28 79,26 124,847 1,71 1,67
Kontrol 27 74,67 128
Tabel IV.12 memperlihatkan bahwa thitung = 1,71 sedangkan ttabel = 1,67
dengan kriteria pengujian terima Ho jika t < t(1-α) dan tolak Ho jika mempunyai
harga lain pada taraf signifikan 0,05 dengan derajat kebebasan dk = (n1 + n2) – 2.
Hasil perhitungan menunjukkan thitung > ttabel yang berarti harga t tidak berada pada
daerah penerimaan Ho sehingga dapat dinyatakan bahwa Hi diterima pada taraf
nyata 0,05. Perbandingan kedua angka di atas menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh LKS terintegrasi materi bencana gempabumi pada konsep elastisitas
dan getaran terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran Problem Based
65
Instruction (PBI) di Kelas XI SMA N 1 Padang pada ranah psikomotor. Hasil uji t
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran XXIII. Kurva penerimaan hipotesis
alternatif (Hi) dapat dilihat pada Gambar IV.3:
Gambar IV.3 Kurva Penerimaan Hipotesis Alternatif Ranah Psikomotor
Gambar IV.3 memperlihatkan bahwa daerah penerimaan Hi berada di luar daerah
penerimaan Ho. Hal ini berarti hipotesis kerja pada ranah psikomotor diterima
pada taraf nyata 0.05.
B. PembahasanPenggunaan LKS terintegrasi materi bencana gempabumi pada konsep
elastisitas dan getaran dalam pembelajaran PBI dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iing (2010:80) bahwa pembelajaran
dengan menggunakan LKS dalam pembelajaran PBI dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Penyataan ini ditambahkan oleh Rusilowati (2010:18) menyatakan
bahwa bahan ajar kebencanaan yang terintegrasi kedalam materi pembelajaran
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari tingginya nilai rata-
rata siswa pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor kelas eksperimen yang
menggunakan LKS terintegrasi materi bencana gempabumi pada konsep
elastisitas dan getaran dalam pembelajaran PBI dibandingkan dengan kelas
kontrol.
66
1,6670
α = 0,05Daerah Penerimaan Ho
Daerah Penolakan Ho atau Penerimaan Hi
2,559
1. Pencapaian Hasil Belajar pada Ranah Kognitif
Peningkatan hasil belajar dikelas eksperimen lebih tinggi dari kelas
kontrol disebabkan oleh adanya pengintegrasian materi pembelajaran terhadap
bencana gempabumi. Hal ini didukung oleh pendapat Gordon (sanjaya,2006:6)
yang menjelaskan bahwa salah satu ciri siswa yang memiliki hasil belajar yang
baik adalah memiliki pengetahuan (knowledge) yang merujuk ke dalam aspek
kognitif. Ditambah dengan pendapat Rusilowati (20120:18) yang menyatakan
bahan ajar kebencanaan yang terintegrasi ke dalam pembelajaran IPA dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Pernyataan ini terlihat terhadap perbedaan hasil
belajar siswa kelas ekperimen dan kelas kontrol. Perbedaan nilai kognitif antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol ini disebabkan karena dengan penerapan
pengaruh LKS terintegrasi materi bencana gempabumi pada kelas eksperimen
dapat memberikan konstribusi bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajar
mereka pada bidang kognitif. Dengan meningkatnya hasil belajar ranah kognititif
mengidentifikasikan siswa telah memiliki ilmu pengetahuan mengenai penyebab
terjadinya bencana dan cara menyikapinya.
Hasil belajar siswa ranah kognitif pada kedua kelas juga memperlihatkan
hasil yang baik walaupun kelas eksperimen memiliki rata-rata lebih tinggi
daripada kelas kontrol. Penerapan pembelajaran PBI pada kedua kelas
mempengaruhi hasil belajar siswa ranah kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran PBI dapat menambah pengetahuan fisika siswa, sehingga
kemampuan belajar siswa meningkat.
2. Pencapaian Hasil Belajar pada Ranah Afektif
Pencapaian hasil belajar siswa pada pada ranah afektif di keas eksperimen
lebih tinggi disbanding dengan hasil belajar ranah afektif pada kelas kontrol. Hasil
belajar afektif ini menunjukkan bahwa penerapan LKS terintegrasi materi bencana
gempabumi memberikan pengaruh yang berarti terhadap ranah afektif siswa.
Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa proses pembelajaran yang terjadi pada
kelas eksperimen siswa tidak lagi cenderung menunggu jawaban dari guru atau
teman yang pintar saja, namun secara tidak langsung mereka terpacu untuk
mengaktifkan dirinya sendiri dalam belajar. Siswa lebih aktif untuk bertanya jika
ada materi yang belum dipahami dan aktif memberikan pendapat atau jawaban
67
selama diskusi, dan lebih menghargai pendapat teman, serta lebih aktif dalam
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Peningkatan pembelajaran ini sesuai
dengan pernyataan bloom (2002) bahwa siswa yang memiliki hasil belajar afektif
memiliki rangsangan, penanggapan, penilaian, sikap yang lebih tinggi. Sehingga
dapat diartikan hasil belajar siswa kelas eksperimen menjadi lebih baik daripada
kelas kontrol.
Gordon (sanjaya,2006:6) menjelaskan bahwa salah satu ciri siswa yang
memiliki hasil belajar yang baik adalah memiliki sikap (attitude) yang merujuk ke
dalam aspek afektif. Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa pada proses
pembelajaran, berupa aktivitas memberikan argumen, memberikan respon,
menghargai pendapat, kecakapan berpendapat, kemampuan memberikan
sanggahan, keaktifan, dan kemampuan berkomunikasi dalam melengkapi jawaban
diperoleh gambaran bahwa aktivitas siswa pada kelas eksperimen menunjukan
peningkatkan jika dibandingkan dengan aktivitas siswa pada kelas kontrol. Secara
umum, siswa pada kelas eksperimen menunjukan kenyamanan dalam belajar,
terlihat dari wajah yang ceria, dan tidak tegang ketika mengikuti pelajaran.
Perhatian siswa sudah mulai terfokus pada penyampaian guru. setiap aktivitas
kelompok, siswa sudah menunjukkan kerjasama dengan kelompoknya, baik ketika
melakukan percobaan ataupun saat mengisi LKS terintegrasi materi bencana
gempabumi. Selama proses pembelajaran siswa terlihat aktif dan antusias
bertanya merespon tindakan guru tanpa ragu-ragu. Proses pembelajaran ini
memperlihatkan meningkatnya hasil belajar ranah afektif yang
mengidentifikasikan mereka telah memahami karakter siaga bencana.
3. Pencapaian Hasil Belajar pada Ranah Psikomotor
Pencapaian hasil belajar siswa pada pada ranah psikomotor di kelas
eksperimen lebih tinggi disbanding dengan hasil belajar ranah psikomotor pada
kelas kontrol. Hasil belajar psikomotor ini menunjukkan bahwa proses
pengintegrasian materi bencana gempabumi memberikan pengaruh yang berarti
terhadap ranah psikomotor siswa. Mulyasa (2009: 255) menyatakan bahwa
pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa siswa yang memiliki hasil belajar yang baik
68
jika ia memiliki perilaku yang diharapkan oleh kondisi lingkungan berada. Ini
membuktikan hasil belajar akan meningkat jika terdapat integrasi pembelajaran
dengan lingkungan tempat siswa berada. Melalui penelitian ini terdapat perbedaan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Perbedaan nilai psikomotor antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ini
disebabkan karena penerapan LKS terintegrasi materi bencana gempabumi pada
kelas eksperimen. Siswa mendapatkan konstribusi yang siswa lebih mudah dalam
memahami materi sekaligus aplikasinya di dalam lingkungan tempat mereka
berada. Penerapan LKS terintegrasi materi bencana gempabumi mendorong siswa
lebih aktif sehingga dapat menumbuhkan sikap kemandirian belajar siswa.
Disamping itu, siswa diminta untuk mengerjakan LKS terintegrasi materi
bencana gempabumi dalam kelompoknya masing-masing di bawah bimbingan
guru, sehingga pembelajaran bukan lagi bersifat teacher center melainkan student
center. Penggunaan bahan ajar berupa LKS terintegrasi materi bencana
gempabumi menuntun siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga
dapat membantu siswa menemukan konsep atau pengetahuan yang didapatkan
dari lingkungan tempat siswa berada. Melalui eksperimen, siswa diwadahi untuk
aktif membangun konsep sendiri. Sehingga, pembelajaran lebih bermakna dan
aktivitas fisik siswa meningkat. Selain itu, siswa juga mampu berinteraksi dengan
orang lain dan berkomunikasi untuk mengungkapkan gagasannya dalam
menyelesaikan masalah di suasana kelas yang kompetitif.
Data penelitian pada ketiga ranah memperlihatkan bahwa penerapan LKS
terintegrasi materi bencana gempabumi dapat mewujudkan pemahaman konsep
peserta didik. Pemahaman konsep yang baik tentunya mengindikasikan
pencapaian hasil belajar siswa. LKS terintegrasi materi bencana gempabumi
mempunyai pengaruh terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa
dan guru. Guru dapat belajar bagaimana cara dan teknik mengkondisikan suasana
pembelajaran baik di kelas ataupun di luar kelas agar lebih kompetitif bagi peserta
didiknya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar IV.4.
69
Gambar IV.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa
Gambar IV.4 memperlihatkan hubungan antara LKS terintegrasi materi bencana
gempabumi dalam permbelajaran PBI dalam meningkatkan hasil belajar siswa
pada ranag kognitif, afektif, dan pskomotor.
Kendala yang ditemukan selama melakukan penelitian adalah pemakaian
LKS terintegrasi bencana gempabumi belum bisa dimaksimalkan karena
pemakaian bersama labor fisika sekolah. Akibatnya durasi eksperimen tidak bisa
dilakukan secara optimal. Terkadang praktikum fisika harus dilaksanakan di
dalam kelas, sehingga keefektifan kegiatan praktikum berkurang.
70
LKS
Text
Pembelajaran PBI
KognitifAfektif
Psikomotor
KognitifAfektif
Psikomotor
Terintegrasi Materi Bencana Gempabumi
Live Demonstration
Design the experiment and Perform a Presentation
Menumbuhkan sikap teliti, sistemati dalam
berfikir dan berekperimen dan
mampu menganalisa masalah
Siaga Bencana Longsor
BAB VPENUTUP
A. KesimpulanKesimpulan penelitian setelah dilakukan penelitian terhadap pengaruh LKS
terintegrasi materi bencana gempabumi pada konsep elastisitas dan getaran
terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran Problem Based Instruction
(PBI) di kelas XI SMA N 1 Padang dan setelah dilakukan pengolahan data adalah
hipotesis yang menyatakan bahwa: “terdapat pengaruh LKS terintegrasi materi
bencana gempabumi pada konsep elastisitas dan getaran dalam pembelajaran PBI
kelas XI SMA N 1 Padang” dapat diterima.
B. SaranSaran dalam penelitian ini berdasarkan dari kesimpulan yang telah
didapatkan selama penelitian adalah:
1. Supaya hasil belajar físika siswa dapat meningkat dari hasil sebelumnya, maka
pembelajaran dengan menggunakan LKS terintegrasi bencana gempabumi
dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bagi guru-guru dalam usaha
membelajarkan siswa.
2. Penelitian ini masih terbatas pada konsep elastisitas dan getaran saja, maka
diharapkan ada penelitian lanjutan untuk permasalahan dan materi yang lebih
kompleks dan ruang lingkup yang lebih luas agar dapat lebih dikembangkan.
3. Sebaiknya ada pengembangan dari penelitian ini, yang menjadi perluasan
cakupan tentang LKS terintegrasi materi bencana gempabumi.
71
DAFTAR PUSTAKA
Akkar, Sinan.2011. Introduction to Earthquake Engineering. Aksara
Anwar, kasful,dkk.2010. Perencanaan Sistem Pembelajaran KTSP.
Jakarta:Alfabeta
Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara.
Cerato, Amy B.2012. An Educational Module to Demonstrate the Seismic
Behavior of Piles in Improved and Unimproved Soft Soils.
Conny Semiawan, dkk.1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta : PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Dawson. 1994. Pengajaran Sains di Laboratorium. http://
www.duniaguru.com. Diakses [07/09/2012]
Deny, Hidayati.2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Mengantisipasi Bencana Gempabumi dan Tsunami di Indonesa. LIPI-
UNESCO/ISDR.
Deperteman Pendidikan Nasiona. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta:
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi. 1991. Pendidikan IPA II.
Fuhrmann. Bringing Youth Preparedness Education to The Forefront. USA
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Hamalik, Oemar. 1990. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito
Iing. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Berbasis Problem
Based Instruction pada Materi Alat Optik di SMA Negeri 1 Batipuh.
ISDR. 2007. Perkataan Menjadi Tindakan: Panduan untuuk
Mengimplementasikan Keragka Kerja Hyogo. Jenewa:UN/ISDR.
Mulyana.2011. Model Pembelajaran Based Instruction (PBI).
Nelson, Stephan. 2006. Causes and Measurements. Tulane University
72
Kalkan, Erol. 2007. Effective Cyclic Energy as a Measure of Seismic Demand.
London:Taylor and Francis
Kadariyah, Neneng. Modul Ajar Pengintegrasian Risiko Longsor. Jakarta
Mudjijo.1995. Tes Hasil Belajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Mulyasa.2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Bandung:Remaja Rosda Karya.
Muslich, M.2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Komptensi dan Kontektual.
Jakarta : Bumi Aksara.
Pranoto, Sugimin. 2011. PembelajaranRehap Rekon. Jakarta:Pilar Karya
Mawardi, Ikhwanuddin. 2007. National Disaster Risk Reduction. Republic of
Indonesia.
Sanjaya, wina.2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta
Slameto. 1999. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Raja Grafindo
Sudjana.1996. Pendekatan Statiska. Bandung :PT. Tarsito Bandung
Sudjana. 1992. Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Algesindo.
Sumardi, Suryabrata 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers
Trianto.2007. Model Pembelajran Inovatif Berbasis Konstruktifistik.
Jakarta:Prestas Pustaka
Undang Undang No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta. Depdiknas
Undang Undang No.24 tahun 2007 Penanggulangan bencana. Jakarta.
Depdiknas
Wina, Sanjaya. 2008. Srategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup.
Winkel, WS. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grafindo.
http://p2mb.geografi.upi.edu
73
74