ilmu pembangunan wilayah

Upload: kartikas23

Post on 16-Jul-2015

135 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Ilmu Pembangunan WilayahAzaz Perencanaan Wilayah

Terminologi wilayahWilayah homogen Dipandang dari 1 aspek/kriteria yg berciri homogen Dibatasi berdasarkan keseragamannya secara internal (internal uniformity) Contoh: wilayah Pantai Utara Jawa Barat (mulai dari Indramayu, Subang & Karawang) Wilayah nodal Wilayah yg secara fungsional memiliki ketergantungan antara pusat (inti) dgn daerah belakangnya (hinterland) yg dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang & jasa ataupun komunikasi serta transportasi Pertukaran baranf & jasa dalam interna wilayah mutlak harus ada Contoh: Jabodetabek Wilayah administratif Batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik (propinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan dan RT/RW Wilayah perencanaan

Pengertian & perananTeori Von Thunen Teori Weber

Merupakan fenomena multifaset yg memerlukan berbagai usaha manusia dari berbagai ilmu pengetahuan yg menyatu & saling berkaitan Dalam perkembangannya lebih mendekati ilmu ekonomi. Perbedaan pokok terletak pada perlakukan terhadap dimensi spasial

Ilmu Pembangunan Wilayah

Misra (1977) ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang ditopang oleh empat pilar (tetraploid dicipline), yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota dan teori lokasi

Konsep sederhanaGeografi

Teori lokasi

Ilmu pembangunan wilayah

Perencanaan kota

Ekonomi

Perkembangan konsepAnalisis biogeofisik

Analisis lokasi

Analisis kelembagaan

Ilmu pembangunan wilayah

Analisis lingkungan

Analisis ekonomi

Analisis sosial budaya

Letak upaya pengembangan wilayah

Peranan ilmu pembangunan wilayahTingkat wilayah Dunia Peranan Studi multidimensional untuk kerjasama/koordinasi regional, dll Fokus Pertumbuhan ekonomi, aliran sumberdaya, kualitas lingkungan Pengembangan sumberdaya (industri, pertanian, infrastruktur) agar terdapat saling ketergantungan diantara negaranegara untuk mengetahui keadaan ekonomi, ekologi & keuntungan lainnya dengan adanya kerjasama internasional Perencanaan antar wilayah, pemrograman untuk mempersempit kesenjangan antara wilayah Mengembangkan sumberdaya dari setiap wilayah agar kualitas hidup dari masyarakat meningkat Partisipasi masyarakat, pengembangan sosial, pengembangan sumberdaya & kelembagaan lokal

Nasional/makro

Analisis struktur wilayah & perencanaan antar wilayah

Subnasional/meso Studi wilayah, perencanaan (Propinsi/kabupaten/k wilayah dalam kerangkia ota) pembangunan wilayah & nasional Lokal/mikro (kecamatan/desa) Studi kemasyarakatan

Penting dilakukan di IndonesiaIndonesia merupakan negara kepulauan outer island

Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan daripada lautan

Letak geografis memanjang dari barat ke timur, dipengaruhi oleh perbedaan faktor geologis & ekologis

Alasan

Keragaman kultural menyebabkan perbedaan persepsi pembangunan

Sifat pembangunan politik di Indonesia akhirnya beberapa darah yg kaya sumberdaya alam ingin lepas dari NKRI

Kebijakan otonomi daerah menyebabkan potensi disintegrasi antar daerah sangat kuat maka laut diharpkan sebagai pemersatu antar daerah

Pembangunan Indonesia masih sektoral

Permasalahan & Isu Pengembangan Wilayah di Negara Berkembang (Rustiadi,Ernan et al, 2009: 139 150)

Dualisme ekonomi Lingkungan perangkap kemiskinan Pembangunan inter-regional eksploitatifasimetrik Perkembangan inter sektor tidak berimbang

# Dualisme ekonomi # Buruknya akses masyarakat di sektor tradisional terhadap permodalaan pada lembaga keuangan modern serta kekuatan monopoli para pemilik modal dalam pasar uang Ketimpangan tingkat produktivitas antara kota dan desa mengakibatkan ketimpangan penanaman modal dan pembangunan Munculnya 2 sektor ekonomi, yaitu sektor formal dan sektor informal Fenomena net capital outflow di pedesaan, yakni aliran uang yang mengalir ke luar lebih banyak daripada uang/modal yang masuk

#Lingkungan perangkap kemiskinan#Kekayaan alam kurang dikembangkan (1) Masyarakat masih terbelakang (2) Kekurangan modal (3) Pembentukan modal rendah (8) Stimulan investasi rendah (7) Tabungan rendah (6) Produktifitas rendah (4) Pendapatan riil rendah (5)

Di sektor masyarakat tradisional, banyak sekali sumberdaya alam yang belum dikembangkan secara optimal (1) sebagai akibat masih terbelakangnya masyarakat (2) dan kekurangan modal (3). Kenyataan tersebut mengakibatkan tingkat produktifitas sektor rendah (4) yang berimplikasi pada rendahnya pendapatan (5). Selain kemampuan menabung menjadi rendah (6), tingkat konsumsi dan demand rendah, sehingga kurang menstimulan investasi masuk di wilayah tersebut (7). Akhirnya jumlah modal yang terbentuk (8) di wilayah tersebut masih tetap di bawah yang dibutuhkan untuk memutuskan lingkaran perankap kemiskinan

# Pembangunan Inter regional Eksploitatif Asimetrik # Lingkup perangkap kemiskinan semakin diperburuk dengan kebocoran modal ke luar wilayah (regional leakages) yang disebabkan kecenderungan masyarakat tertinggal meniru pola konsumsi masyarakat modern (international and interregional demonstration effect). Dengan demikian wilayah yang sudah lebih dulu maju akan semakin cepat perkembangan ekonominya, sedangkan wilayah yang terbelakang perkembanganya cenderung melambat back wash effects wilayah-wilayah yang lebih maju menciptakan keadaan yang menghambat perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang Desa dan kota terjebak dalam fenomena asymetric information, dimana masyarakat perkotaan selalu diuntungkan karena kemudahan akses terhadap informasi. Akses masyarakat kota terhadap pengambilan keputusan lebih besar.

Perkembangan suatu wilayah akan mengalami stagnasi bila hanya satu sektor saja yang dikembangkan (Lewis dalam Rustiadi et. al, 2009:147) Contoh hubungan saling menguntungkan antar sektorHasil pertanian Pendapatan Pertanian Hasil industri Pendapatan Produk-produk jasa pendapatan Industri

Perkembangan inter-sektor tidak berimbang

Pengembangan wilayah di IndonesiaPeriode 1970anPendekatan & praktek Evaluasi praktek pelaksanaan

Pendekatan & praktek Evaluasi praktek pelaksanaan

Pendekatan & praktek Evaluasi praktek pelaksanaan

Periode 1990anPendekatan & praktek Evaluasi praktek pelaksanaan

Pendekatan & praktek Evaluasi praktek pelaksanaan

Periode 1960an

Periode 1980an

Periode 2000an

Periode 1960-anPendekatan & praktekMasih bersifat parsial & sektor Titik berat pelaksanaan masih terfokus pada daerah perkotaan Kesenjangan pembangunan ekonomi & demografi semakin melebar

Evaluasi praktek pelaksanaanTerjadi peningkatan kegiatan ekonomi di perkotaan, tetapi mengakibatkan penurunan mutu lingkungan Produktifitas perdesaan menurun, akibatnya beban kota meningkat akibat urbanisasi & supply produksi pertanian dari perdesaan menurun

Periode 1970-anAwal 1970-anSektor pertanian menerapkan pengembangan wilayah dengan menganut pembagian unit lahan berdasarkan kesesuaian lahan bagi kegiatan pertanian Sektor pertanahan menerapkan rencana penggunaan tanah berdasarkan penilaian kondisi & potensi lahan Sektor kehutanan mulai memperkenalkan status/fungsi hutan melalui kriteria jenis tanah, kemiringan & curah hujan/iklim Pengembangan sektor wisata melalui penetapan Wilayah Tujuan Wisata (WTW) dan Daerah Tujuan Wisata (ODTW) Sektor transmigrasi menetapkan perwilayahan yang dikenal dengan Wilayah Pengembangan Parsial (WPP), Satuan Kawasan Permukiman (SKP) & Satuan Permukiman Praktek yang dilakukan tiap sektor pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan optimasi penggunaan ruang & wilayah

Pertengahan 1970-anMulai menggunakan pendekatan ekonomi kesejahteraan (economic welfare) dengan prinsip pareto optimum, yaitu pembangunan di suatu tempat tidak boleh mengurangi kemajuan di tempat lain Mulai memperkenalkan alat analisis back-forward linkage, urban-rural linkage, shift share analysis, input-output, gini coefficient, dll Departemen PU mulai menggunakan pendekatan infrastruktur dalam pengembangan sentra produksi, pendekatan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) dan koordinasi antar daerah serta sinkronisasi program

Evaluasi praktek pelaksanaanMasih didominasi program pusat (sentralistis) dan sektoral Progam daerah belum mencerminkan aspirasi masyarakat Muncul proyek pusat yang dititipkan ke daerah seperti proyek konsolidasi lahan, Kampoong Improvement Program (KIP), UDKP, dll

Awal 1980-an

Periode 1980-an

Perumusan Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan yang masih menggunakan konsep Growth Pole dimana kota diklasifikasikan berdasarkan jumlah penduduk dan fungsi pelayanan Telah diperkenalkan pendekatan pelaksanaan pembangunan, yaitu program P3KT Diperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) melalui pemberlakuan UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Mulai dikenalkan pendekatan wilayah fungsional berdasarkan kesatuan ekosistem untuk pengelolaan sungai & perairan (SWS dan DPS serta River Management)

Pertengahan 1980-anMulai dikenal desentralisasi perencanaan melalui peraturan perundangan yang dikeluarkan PU, yaitu PP No. 14 tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di Bidang kePU-an kepada Daerah Dikenalkan pendekatan dinamis, partisipatif dan tanggap terhadap dinamika masyarakat serta melibatkan kepentingan stakeholders, didukung pengembangan sistem informasi penataan ruang & sistem informasi geografi

Evaluasi praktek pelaksanaanPenyusunan P3KT hanya mencakup prasarana ke-ciptakarya-an & seolah terlepas dari pembangunan prasarana perkotaan lain Dalam penerapan sustainability development, muncul kesulitan mengintegrasikan pendekatan pembangunan berdasarkan wilayah administrasi dan fungsional, program masih sektoral & kebijakan masih bersifat makro & normatif

Periode 1990-anAwal 1990-anMenekankan pertumbuhan & pemerataan pembangunan, peningkatan desentralisasi, peran serta masyarakat & dunia usaha dalam pembangunan, pengembangan kawasan strategis & pembangunan berkelanjutan (Agenda 21, PP no. 45/1992 dan UU no. 24/1992 Pendekatan wilayah dalam perencanaan lebih meluas dengan melalukan tinjauan komprehensif mengenai penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, ekonomi, fisik, tujuan, sasaran serta target dengan analisis dari berbagai disiplin ilmu Dikenal hirarki Sistem Perencanaan Tata Ruang (RTRWN, RTRWP, RTWR Kab/Kota, Rencana Rinci/Detail)

Pertengahan 1990-anTimbul tuntutan terhadap transparasi, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan desentralisasi & otonomi daerah serta penghargaan terhadap HAM Muncul perencanaan strategis yang diimplementasikan dalam model kawasan andalan, seperti KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) Ditetapkan PP No. 20 Tahun 1994 tentang Perubahan Pemilikan Saham dalam Rangka Penanaman Modal Asing, UU No. 22 Tahun 1992 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan & UU no. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN

Evaluasi praktek pelaksanaanSeiring pemberlakuan UU No. 22/1999, pendekatan KAPET masih perlu banyak penyesuaian Dalam pengembangan program KAPET diperlukan keterlibatan unsur daerah seperti Pemerintah Daerah, DPRD, masyarakat, LSM, organisasi profesi, organisasi swasta dan massa.

Periode 2000-anPendekatan & praktekPenataan ruang lebih bersifat desentralistik (bottom up approach) Penyusunan RTRW dipersiapkan Pemerintah Daerah dengan melibatkan masyarakat (public participation)

Konsep & karakteristik penataan ruang wilayahPendekatan bottom up dan melibatkan semua pelaku pembangunan Transparan dalam perencanaan, implementasi & pengendalian Memberi perhatian pada tuntutan jangka pendek Realistis terhadap tuntuan dunia usaha & masyarakat Berwawasan luas, dengan perhatian pada kawasan lebih detil Rencana dapat dijadikan pedoman investasi Menjaga & meningkatkan mutu lingkungan sambil mendorong & memfasilitasi pembangunan Mempunyai visi pembangunan & manajemen pembangunan

Tantangan dalam usaha pengembangan wilayah yang efektif & efisien Perlu tim yang mampu bekerja dalam bidang yang bersifat interdisipliner serta tersedia informasi yang cukup untuk semua aspek yang dikaji Perlu kerelaan untuk mendesentralisasikan kewenangan pembangunan termasuk pembiayaan Perlu willingness pemerintah daerah untuk mengkoordinasikan kegiatan mereka dan bekerja sama satu sama lain Perlu keseimbangan antara bottom up dan top down serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam menentukan tujuan dan prioritas pembangunan