ilmu kedokteran jiwa

16
ILMU KEDOKTERAN JIWA 1. Insomnia Masalah Kesehatan Insomnia adalah gejala atau kelainan dalam tidur. Kelainan tersebut dapat berupa kesulitan berulang untuk mencapai tidur, atau kesulitan untuk mempertahankan tidur yang optimal, walau ada kesempatan untuk itu, atau tidak mendapat manfaat dari tidur (menurut Kaplan). Waktu tidur normal antara 6 – 8 jam. Hasil Anamnesis(Subjective) Keluhan Sulit tidur, sering terbangun di malam hari, dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Keluhan lain, yaitu: 1. Gejala kecemasan, seperti: tegang, khawatir yang berlebihan, mengingat terus menerus masalah-masalah di masa lalu atau asumsi tentang masa depan, perhatian menjadi berkurang, dan sakit kepala. 2. Gejala perubahan suasana perasaan, seperti: murung, sedih, atau gembira yang berlebihan, serta cemas atau lekas marah seperti keluhan depresi. Faktor Risiko Adanya gangguan organik. Adanya gangguan psikiatrik seperti gangguan psikotik, gangguan depresi, gangguan cemas, dan gangguan akibat zat psikoaktif. Faktor Predisposisi 1. Sering bekerja di malam hari. 2. Jam kerja tidak stabil. 3. Penggunaan alkohol atau zat adiktif yang berlebihan. 4. Efek samping obat, 5. Kerusakan otak, seperti: encephalitis, stroke, penyakit Alzheimer Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik

Upload: kuchai-baru

Post on 11-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

JIWA

TRANSCRIPT

ILMU KEDOKTERAN JIWA

1. Insomnia

Masalah Kesehatan Insomnia adalah gejala atau kelainan dalam tidur. Kelainan tersebut dapat berupa kesulitan berulang untuk mencapai tidur, atau kesulitan untuk mempertahankan tidur yang optimal, walau ada kesempatan untuk itu, atau tidak mendapat manfaat dari tidur (menurut Kaplan). Waktu tidur normal antara 6 8 jam.

Hasil Anamnesis(Subjective) Keluhan Sulit tidur, sering terbangun di malam hari, dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Keluhan lain, yaitu: 1. Gejala kecemasan, seperti: tegang, khawatir yang berlebihan, mengingat terus menerus masalah-masalah di masa lalu atau asumsi tentang masa depan, perhatian menjadi berkurang, dan sakit kepala. 2. Gejala perubahan suasana perasaan, seperti: murung, sedih, atau gembira yang berlebihan, serta cemas atau lekas marah seperti keluhan depresi.

Faktor Risiko Adanya gangguan organik. Adanya gangguan psikiatrik seperti gangguan psikotik, gangguan depresi, gangguan cemas, dan gangguan akibat zat psikoaktif.

Faktor Predisposisi 1. Sering bekerja di malam hari. 2. Jam kerja tidak stabil. 3. Penggunaan alkohol atau zat adiktif yang berlebihan. 4. Efek samping obat, 5. Kerusakan otak, seperti: encephalitis, stroke, penyakit Alzheimer

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Pada status generalis, pasien tampak lelah dan mata cekung. Bila terdapat gangguan organik, pemeriksaan ditemukan kelainan pada organ. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan spesifik tidak diperlukan.

Penegakan diagnostik(Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis. Diagnosis Banding 1. Gangguan psikiatri. 2. Gangguan medik umum. 3. Gangguan neurologis. 4. Gangguan lingkungan. 5. Gangguan ritme sirkadian.

Komplikasi Dapat terjadi penyalahgunaan zat. Penatalaksanaan komprehensif(Plan) Penatalaksanaan Pasien diberikan penjelasan tentang faktor-faktor risiko yang dimilikinya dan pentingnya untuk memulai pola hidup yang sehat dan mengatasi masalah yang menyebabkan terjadinya insomnia. Untuk obat-obatan, pasien dapat diberikan Lorazepam 2-6 mg/hari atau Diazepam 2,5 mg/hari (malam hari).

Pada orang yang berusia lanjut, atau mengalami gangguan medik umum, dosis dapat dikurangi setengah dari dosis tersebut.

Konseling & Edukasi Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga agar mereka dapat memahami tentang insomnia dan dapat menghindari pemicu terjadinya insomnia. Kriteria rujukan Apabila setelah 1 minggu pengobatan tidak menunjukkan perbaikan, pasien dirujuk ke dokter spesialis kedokteran jiwa.

SaranaPrasarana -

Prognosis Ad Vitam: bonam Ad Fungsionam: bonam Ad Sanationam: bonam

Referensi 1. Amir, N. Pamusu, D. dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) Jiwa/Pskiatri. Pengurus Pusat Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). 2012. 2. Sadock, B.J. Sadock, V.A. Kaplan and Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry 10 Ed. North American. 2007.

Rekam Medik No. ICPC II: P06 Sleep disturbance No. ICD X: G47.0 Disorders of initiating and maintaining sleep (insomnias)

2. Demensia

Masalah Kesehatan Demensia adalah istilah bagi sekelompok gejala yang disebabkan oleh kelainan yang mempengaruhi otak. Keluhan umumnya adalah gangguan fungsi kognitif, termasuk ingatan, proses berpikir, orientasi, komprehensi, kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa dan penilaian. Gangguan kognitif biasanya diikuti dengan deteriorasi dalam control emosi, hubungna sosial dan motivasi. Pada umumnya terjadi pada usia lanjut dan bersifat kronik progresif. Sindroma ini ditemukan pada penyakit Alzhaimer, penyakit serebrovaskular, dan kondisi lain yang secara primer dan sekunder mempengaruhi otak.

Hasil Anamnesis(Subjective) Keluhan Keluhan utama adalah gangguan daya ingat/ kemampuan mengingat, diawali dengan sering lupa terhadap kegiatan rutin, seperti menggunakan pakaian atau makan, lupa terhadap benda-benda kecil. Pada akhirnya lupa mengingat nama sendiri, lupa status keluarga sendiri. Pasien sering cemas atau melihat sesuatu yang tidak ada di sana. Pasien datang biasanya diantar oleh anggota keluarganya.

Faktor Risiko 1. Usia > 60 tahun (usia lanjut). 2. Adanya gangguan neurologik lainnya seperti Alzhaimer atau stroke. 3. Penyakit sistemik.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran sensorium baik. 2. Penurunan daya ingat yang bersifat kroniks dan progressive. Gangguan fungsi otak terutama berupa gangguan fungsi memori dan bahasa, seperti afasia, aphrasia, serta adanya kemunduran fungsi kognitif eksekutif. 3. Kadang-kadang disertai disorientasi atau gangguan psikiatri lainnya.

Pemeriksaan penunjang Tidak dilakukan pada layanan primer. Pemeriksaan dilakukan dengan Mini Mental State Examination (MMSE). Penegakan diagnostik(Assessment) DiagnosisKlinis Pemeriksaan dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan MMSE. Klasifikasi 1. Demensia pada penyakit Alzheimer. 2. Demensia Vaskular ( Demensia multiinfark). 3. Demensia pada penyakit Pick ( Sapi Gila). 4. Demensia pada penyakit Creufield-Jacob. 5. Demensia pada penyakit Huntington. 6. Demensia pada penyakit Parkinson. 7. Demensia pada penyakit HIV/AIDS. 8. Demensia tipe Alzheimer prevalensinya paling besar (50-60%), disusul demensia vaskular (20-30%).

Diagnosis Banding 1. Delirium. 2. Depresi. 3. Gangguan Buatan. 4. Skizofrenia.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Untuk melatih kemampuan daya ingatnya dapat dilakukan dengan latihan memori sederhana, latihan orientasi realitas, dan senam otak untuk mempertahankan kemampuan kognitif pasien. Bila pasien berprilaku agresif, dapat diberikan antipsikotik dosis rendah, seperti: Haloperidol 0,5 1 mg/hari, atau Resperidon 0,5 1 mg/hari.

Konseling & Edukasi Memberikan informasi terhadap keluarga/ care giver agar mereka dapat memahami tentang demensia dan terapinya. Kriteria rujukan Apabila pasien menunjukkan gejala agresifitas dan membahayakan dirinya atau orang lain. SaranaPrasarana - Prognosis Vitam: dubia ad bonam Fungsionam: dubia ad malam Sanationam: ad malam Referensi Amir, N. Pamusu, D. dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) Jiwa/Pskiatri. Pengurus Pusat Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). 2012. Rekam Medik No. ICPC II: P70 Dementia No. ICD X: F03 Unspecified dementia

3. Skizofrenia dan Psikotik Lainnya Masalah Kesehatan Gangguan Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan gangguan penilaian realita (waham dan halusinasi). Hasil Anamnesis(Subjective) Wawancara psikiatri 1. Gangguan proses pikir: Pasien sering berbicara aneh, kacau atau tidak sesuai dengan topik pembicaraan, kadang-kadang mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti. 2. Gangguan isi pikir (waham): Pasien sering mengutarakan pendapat atau keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan fakta dan tidak dapat dikoreksi, antara lain adalah waham kejar seperti menganggap diguna-gunai, menuduh pasangan melakukan sesuatu yang tidak berkenan/ berselingkuh/ meracuni dirinya, dan waham kebesaran seperti menganggap dirinya Nabi, presiden, dll. 3. Gangguan persepsi: Pasien mengaku mendapat rangsangan sensorik namun orang lain tidak mengalami hal yang sama. Bentuk gangguan dapat berupa halusinasi, ilusi, depersonalisasi dan derealisasi, seperti mendengar suara-suara, mencium bau-bauan, melihat bayangan, roh halus/ penampakan. Halusinasi yang sering terjadi adalah halusinasi auditorik. 4. Gangguan emosi dan perilaku: Pasien menarik diri dari kehidupan sosial dan bertingkah laku aneh (telanjang, makan kotoran, mengamuk tanpa alasan), atau ketakutan yang tidak rasional. 5. Gangguan motivasi dan neurokognitif, seperti hilangnya kehendak, atensi terganggu, dan lupa

Faktor Risiko 1. Herediter. 2. Penyalahgunaan napza. 3. Stressor psikososial yang berat.

Faktor predisposisi 1. Keturunan. 2. Endokrin. 3. Metabolisme. 4. Susunan saraf pusat.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tidak ditemukan kelainan organik pada pemeriksaan fisik, namun pasien biasanya tidak memperhatikan penampilan diri dan BMI menurun. Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan pada pelayanan primer. Bila terdapat keluhan organik dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap.

Penegakan diagnostik(Assessment) Diagnosis Klinis Untuk menegakkan diagnosis, maka harus dipenuhi kriteria diagnostik sebagai berikut: Gangguan Skizoprenia ditegakkan apabila ditemukan minimal 1 gejala yang jelas (dua atau lebih bila gejala kurang jelas) dari kelompok gejala di bawah ini yang telah berlangsung 1 bulan atau lebih dan telah mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari. Gejala tersebut, yaitu: 1. Pikiran bergema, penarikan atau penyisipan pikiran, penyiaran pikiran. 2. Waham dikendalikan. 3. Halusinasi auditorik berupa suara-suara yang berkomentar tentang pasien. 4. Waham-waham menetap jenis lain seperti waham kebesaran. 5. Halusinasi yang menetap dan disertai oleh waham yang terjadi setiap hari secara terus menerus selama berbulan-bulan. 6. Arus pikir terputus sehingga bicara tidak relevan, neologisme atau inkoheren. 7. Perilaku katatonik. 8. Gejala-gejala negatif, seperti apatis, emosi tumpul dan tidak wajar, menarik diri. 9. Gangguan perilaku Gangguan Waham ditegakkan bila hanya ditemukan gejala waham yang berlangsung lebih dari 1 bulan. Gangguan Psikotik Akut ditegakkan bila ditemukan 1 di antara gejala di atas yang berlangsung antara 1 hari hingga 1 bulan.

Diagnosis Banding 1. Gangguan medik umum seperti epilepsi lobus temporal, tumor lobus temporal atau frontalis. 2. Penyalahgunaan alkohol dan psikotik. 3. Gangguan skizoafektif. 4. Gangguan waham. 5. Gangguan afektif berat. 6. Gangguan kepribadian.

Penatalaksanaan komprehensif(Plan) Penatalaksanaan Pasien disarankan untuk mengurangi stimulus yang berlebihan, stressor lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan, memberikan ketenangan pada pasien dan memberikan dukungan atau harapan bagi pasien. Pengobatan tergantung pada fase dari kondisi pasien, yaitu:

1. FASE AKUT Tujuan pengobatan: Mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain. Mengendalikan perilaku yang merusak. Mencegah progresifitas penyakit.

Meskipun terapi oral lebih baik, namun pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang labih cepat serta hilangnya gejala dengan segera. Obat oral, seperti: - Risperidon, 2-8 mg per hari - Haloperidol 5-20 mg per hari

Obat injeksi, seperti: - Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskular, dapat diulang setiap setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari. - Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum 30mg/hari.

2. FASE STABILISASI Tujuan terapi untuk mempertahankan remisi gejala dan mengontril kekambuhan. Pada fase ini, obat dipertahankan pada dosis optimal dalam 8-10 minggu dan dapat diberikan antipsikotika jangka panjang (long acting injection), setiap 2-4 minggu.

3. FASE RUMATAN Pengobatan fase rumatan dilakukan bagi pasien pasca gejala akut atau pasca perawatan di RS. Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan remisi gejala dan meminimalisasi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan. Bila kondisi penyakit baru pertama kali terjadi ,terapi dapat diberikan sampai 2 tahun. Bila penyakit sudah berlangsung kronis dengan beberapa kali kekambuhan, terapi dapat diberikan sampai 5 tahun bahkan seumur hidup.

Obat-obatan yang digunakan adalah yang berespon positif pada fase akut serta memiliki efek samping yang minimal. Bila pasien memiliki kecenderungan untuk mengabaikan pengobatan atau pengawasan terhadap pemberian obat oral tidak dapat dilakukan secara optimal, dapat ditawarkan pengunaan obat-obat anti-psikotik injeksi Long Acting (Risperidon, Flufenensin Dekanoat, atau Haloperidol Dekanoat).

Komplikasi Pada pemberian obat jangka panjang harus diperhatikan kemungkinan terjadinya efek samping, seperti: 1. Sindrom ektrapiramidal. 2. Sindrom neuroleptik malignansi.

Kriteria rujukan Pasien dirujuk apabila: 1. Perilaku pasien membahayakan dirinya dan atau orang lain. 2. Tidak ada perbaikan gejala. 3. Timbul efek samping.

SaranaPrasarana - Prognosis Vitam: dubia ad bonam. Fungsionam: dubia ad malam. Sanationam: dubia ad malam. Faktor-faktor yang menentukan prognosis, antara lain: 1. Prognosis lebih buruk apabila: Terdapat kepribadian prepsikotik Semakin muda usia terjadi onset Timbul perlahan Herediter 2. Prognosis lebih baik apabila: Timbul akut. Cepat mendapat penanganan dan terapi. Diketahui faktor pencetus terjadi gejala.

Referensi Amir, N. Pamusu, D. dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) Jiwa/Pskiatri. Pengurus Pusat Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). 2012.

Rekam Medik No. ICPC II: P72 Schizophrenia No. ICD X: F20.9 Schizophrenia, unspecified

4. Gangguan Somatoform

Masalah Kesehatan Gangguan somatoform adalah sekelompok gangguan yang ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik. Gangguan ini tidak sama dengan Malingering (symptom kepura-puraan yang bertujuan untuk mendapatkan hasil eksternal yang jelas, misalnya menghindari hukuman, mendapatkan pekerjaan, dsb. Gangguan somatoform bukan pula gangguan factitious/Gangguan Buatan (gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simptom psikis atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas atau untuk mendapatkan peran sakit. Hasil Anamnesis(Subjective) Keluhan Keluhan sakit yang berpindah tempat, sering pusing tanpa penyebab, kelumpuhan yang mendadak. Faktor Risiko: - Faktor Predisposisi: - Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis

A. Gangguan Konversi Ditandai dengan suatu perubahan besar dalam fungsi fisik atau hilangnya fungsi fisik, meski tidak ada temuan medis yang dapat ditemukan sebagai penyebab simptom atau kemunduran fisik tersebut. Simptom-simptom tersebut tidak dibuat dengan sengaja. Simptom fisik biasanya timbul dengan tiba-tiba pada situasi penuh tekanan, misalnya tangan tentara yang tiba-tiba lumpuh saat pertempuran hebat. Beberapa simptom yang muncul al: kelumpuhan, epilepsi, masalah dengan koordinasi, kebutaan, tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), tuli, tidak bisa membaui atau kehilangan rasa pada anggota badan (anestesi). Simptom yang ditemukan biasanya tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya orang yang menjadi tidak mampu berdiri atau berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal. Biasanya menunjukkan fenomena LA BELLE INDEFERENCE (ketidakpedulian yang indah) yaitu suatu kata dalam bahasa Prancis yang menggambarkan kurangnya perhatian terhadap simptom-simptom yang ada pada dirinya.

B. Hipokondriosis Ciri utamanya adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut akan tetap ada walau telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutannya itu tidak berdasarkan memunculkan perilaku doctor shopping. Tujuan doctor shopping adalah berharap ada dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka, sebelum terlambat. Penderita tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya. Umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri, tapi tidak melibatkan kehilangan atau distorsi fungsi fisik. Penderita sangat peduli dengan simptom yang muncul memunculkan ketakutan yang luar biasa akan efek dari simptom tersebut, menjadi sangat peka terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit rasa nyeri. Penderita memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain. Di masa kanak-kanak: sering sakit, sering membolos karena alasan kesehatan, mengalami trauma masa kecil seperti kekerasan seksual atau fisik.

C. Gangguan Dismorfik Tubuh Penderita terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan. Bisa sampai melakukan operasi plastik yang tidak dibutuhkan. Atau membuang semua cermin di rumahnya agar tidak diingatkan akan cacat yang mencolok dari penampilan mereka. Mereka percaya orang lain memandang diri mereka jelek dan memiliki penampilan fisik yang tidak menarik. Bisa memunculkan perilaku kompulsif dalam rangka mengoreksi kerusakan yang dipersepsikannya.

D. Gangguan Somatisasi Merupakan gangguan yang melibatkan berbagai keluhan yang muncul berulang-ulang yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik apapun. Biasanya bermula sebelum usia 30 tahun, biasanya pada saat remaja. Simptom gangguan bertahan paling tidak selama beberapa tahun. Berakibat menuntut perhatian medis. Mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan. Keluhan-keluhan tampak meragukan atau dibesar-besarkan dan sering menerima perawatan medis dari sejumlah dokter terkadang pada saat yang sama. Rumusnya adalah 4 2 1 1. 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal (lambung-usus), 1 gejala seksual dan 1 gejala pseudoneurologis.

E. Gangguan Nyeri Gejala utama gangguan nyeri adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis non-psikiatrik. Gejala nyeri disertai oleh penderitaan emosional dan gangguan fungsional, dan gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan faktor psikologis. Jenis nyeri yang dialami sangat heterogen misalnya nyeri punggung, kepala, pelvis (panggul). Nyeri yang dialami mungkin pasca traumatik, neuropatik (penyakit syaraf), neurologis, iatrogenik (disebabkan tindakan dokter misal karena pengobatan) atau muskuloskeletal (otot). Gangguan harus memiliki suatu faktor psikologis yang dianggap secara bermakna dalam gejala nyeri dan permasalahannya. Seringkali penderita memiliki riwayat perawatan medis dan bedah yang panjang, mengunjungi banyak dokter dan meminta banyak medikasi. Memiliki keinginan kuat untuk melakukan pembedahan. Sering mengatakan bahwa nyeri sebagai sumber dari semua kesengsaraannya dan menyangkal adanya permasalahan psikologis serta menyatakan hidup mereka bahagia kecuali nyerinya.

Faktor Predisposisi: - Pemeriksaan Penunjang: -

Penegakan diagnostik(Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan wawancara psikiatri. Kriteria A. Gangguan Konversi Paling tidak terdapat satu simptom atau defisit yang melibatkan fungsi motoriknya volunter (dikerjakan sesuai dengan kehendak) atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik. Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset atau kambuhnya simptom fisik terkait dengan munculnya stresor psikososial atau situasi konflik. Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simptom fisik tersebut atau berpura-pura memilikinya dengan tujuan tertentu. Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respons, juga tidak dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apapun melalui landasan pengujian yang tepat. Simptom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih area fungsi seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian medis. Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi seksual, juga tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain.

B. Hypokondriosis Orang tersebut terpaku pada ketakutan memiliki penyakit serius atau pada keyakinan bahwa dirinya memiliki penyakit serius. Orang tersebut menginterpretasikan sensasi tubuh atau tanda-tanda fisik sebagai bukti dari penyakit fisiknya. Ketakutan terhadap suatu penyakit fisik, atau keyakinan memiliki suatu penyakit fisik yang tetap ada mesti telah diyakinkan secara medis (ket : bahwa itu tidak ada). Keterpakuan tidak ada intensitas khayalan (orang itu mengenali kemungkinan bahwa ketakutan dan keyakinan ini terlalu dibesar-besarkan atau tidak mendasar) dan tidak terbatas pada kekhawatiran akan penampilan. Keterpakuan menyebabkan distres emosional yang signifikan atau mengganggu satu atau lebih area fungsi yang penting, seperti fungsi sosial atau pekerjaan.

C. Gangguan Dismorfik Tubuh Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya ketidakpuasan dengan bentuk tubuh dan ukuran tubuh pada anoreksia nervosa)

D. Somatisasi Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan menyebabkan terapi yang dicari atau gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan: 1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya 4 tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum (ujung usus besar), selama menstruasi, selama hubungan seksual atau selama miksi (kencing). 2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya 2 gejala gastrointestinal selain dari nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan). 3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya 1 gejala seksual atau reproduktif selain nyeri (misalnya indiferensi (tidak condong) seksual, disfungsi erektif atau ejakulasi, menstruasi yang tidak teratur, perdarahan menstruasi yang berlebihan, muntah sepanjang kehamilan). 4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya 1 gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (misalnya gejala konversi seperti gangguan kordinasi atau keseimbangan, paralisis (kelumpuhan) setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia (kehilangan suara karena gangguan pita suara), retensi urin (tertahannya urin), halusinasi, hilangnya sensasi sentuh atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

E. Salah satu dari poin 1 atau 2: 1. Setelah penelusuran yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cidera, medikasi, obat atau alkohol). 2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkan adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium.

F. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau pura-pura).

G. Gangguan Nyeri (Pain Disorder) Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain. Faktor psikologis dianggap penting dalam onset, eksaserbasi (membuat lebih buruk/bertambah parahnya suatu penyakit), keparahan, atau bertahannya nyeri. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura). Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriterira dispareunia (gangguan nyeri seksual).

Klasifikasi Macam-macam Gangguan Somatoform: Gangguan Konversi Hipokondriasis Gangguan Dismorfik Tubuh Somatisasi Gangguan Nyeri

Diagnosis Banding: - Komplikasi: - Penatalaksanaan komprehensif(Plan) Penatalaksanaan 1. Terapi Kognifif (Pemaparan): digunakan untuk mengatasi ketakutan dan mengurangi berbagai keluhan somatik. 2. Terapi Keluarga: membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan yang bertujuan untuk membantu untuk menjadi lebih mandiri. 3. Modifikasi gaya hidup. 4. Pengobatan biomedis yang bertujuan memperbaiki metabolism tubuh melalui diet dan pemberian suplemen.

Kriteria Rujukan Pasien dirujuk ke dokter spesialis jiwa apabila setelah terapi tidak mengalami perbaikan, terjadi komplikasi atau terdapat penyakit penyerta. SaranaPrasarana-Prognosis Vitam: Bonam Fungsionam: Dubia ad bonam Sanationam: Dubia ad malam

Referensi 1. Amir, N. Pamusu, D. dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) Jiwa/Pskiatri. Pengurus Pusat Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). 2012. 2. Sadock, B.J. Sadock, V.A. Kaplan and Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry 10 Ed. North American. 2007.

Rekam Medik No. ICPC II: P75 Somatization disorder No. ICD X: F45.0 Somatization disorder