ilmu dan aplikasi pendidikan

Upload: aniek-agustiani

Post on 19-Jul-2015

161 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pendidikan bukan merupakan sesuatu yang asing bagi kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan itu dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali, orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya. Setiap orang yang terlibat dalam dunia pendidikan sepatutnya selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi dalam dunia yang digelutinya dan melakukan tindakan/aksi sebagai buah refleksinya. Dengan singkat, dapat kita katakan hal ini sebagai pendidikan dalam praxis atau praxis dalam pendidikan. Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek

pendidikan harus bebas untuk ada sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab. Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya. Sehingga dengan pendidikan ini menimbulkan konsep pendidikan, tumbuh berkembangnya suatu konsep tidak akan terlepas dari konteks dimana konsep itu dapat tumbuh, serta apa dan bagaimana awal perkembangan konsep itu sendiri. Misalnya, konsep sekolah yang merupakan lembaga khusus untuk menyelengarakan pendidikan akan dapat tumbuh bilamana konteks masyarakat memungkinkannya adanya kebutuhan yang dirasakan oleh pembuatan masyarakat, adanya tenaga professional yang mengelola dan sebagainya. Dalam bahasa keseharian, konteks dapat dianalogikan dengan lahan, dan awal konsep rumusan konsep, dianalogikan dengan benih. Sehingga lahan yang masih kosong dapat ditumbuhkan benih didalamnya. Setiap konsep tentu memerlukan istilah atau nama yang diciptakan sebagai lambang untuk mengidentifikasi konsep yang dimaksud, misalnya istilah sekolah dan untuk mengomunikasikan gagasan yang ada didalamnya. Istilah itu harus menunjukkan gagasan yaitu gambaran mental mengenai suatu gejala dan harus pula mewakili adanya sejumlah rujukan yaitu gejala kongkrit yang dapat dikenal denga penginderaan. Sedangkan gagasan mengarahkan memberikan batasan pada sejumlah kenyatan yang

terdapat dalam rujukan. Dalam makalah ini akan dibahas konteks dari teori-teori yang digunakan dalam ilmu pendidikan di Indonesia.

B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui teori-teori apa saja yang digunakan dalam ilmu pendidikan di Indonesia.

BAB II TEORI-TEORI YANG DIGUNAKAN DALAM ILMU PENDIDIKAN DI INDONESIA

Seperti dikemukakan terlebih dahulu, ilmu pendidikan Indonesia belum berkembang atau lebih tempat belum mempunyai bentuk. Sebagai akibat dari keadaan itu, maka praktek pendidikan dan upaya pemecahan masalah pendidikan di Indonesia masih menggunakan teori-teori yang berasal dari luar dan bersifat universal. Di samping itu, digunakan pula gagasan-gagasan tradisional yang berkembang di Indonesia pada masa lalu yang tidak sempat muncul sebagai teori yang tersurat. Penggunaan gagasan tersebut pada umumnya tidak intensional, melainkan diterapkan melalui upaya pribadi para pendidik. Teori-teori tentang pendidikan yang datang dari luar dan banyak digunakan, baik secara langsung atau tidak langsung antara lain adalah sebagai berikut : a. Teori pendidikan Naturalisme yang dikembangkan oleh J.J. Rouseau Teori Naturalisme diungkapkan oleh seorang filsuf Prancis bernama J.J. Rousseaue. Teori ini mengatakan bahwa setiap anak yang baru lahir pada hakikatnya memiliki pembawaan baik, namun pembawaan baik itu dapat berubah sebaliknya karena dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Aliran ini juga dikenal sebagai aliran Negativisme. Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan manusia . Seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, maka anak tersebut harus diserahkan ke alam. Kekuatan alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang terlahir secara alamiah sejak

kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain Rousseaue menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru. Dengan kata lain, teori pendidikan Rousseau yaitu membentuk menusia bebas, merdeka, tanpa tekanan dan ikatan. b. Teori-teori pendidikan yang dikembangkan oleh Pestalozzi, Montessori, Decroly, dan Frobel Teori ini sangat dominan dalam pengembangan upaya pendidikan dasar, terutama di taman kanak-kanak. Teori-teori itu digunakan langsung dalam upaya pendidikan tanpa penyesuaian yang intensional terhadap suasana sosio-kultural Indonesia. Pengaruh teori-teori itu masih tampak secara nyata dalam praktek pendidikan di taman kanak-kanak dewasa ini. c. Gagasan-gagasan Rebendranath Tagore Gagasan-gagasan Rebendranath Tagore banyak pula digunakan dalam praktek pendidikan di masa perjuangan. Gagasan-gagasan yg digunakan itu sehubungan dengan garis pendidikannya yang nasionalistik, menentang penjajahan (inggris) , dasar-dasar keaktivan, kebebasan, kebudayaan sendiri, kemasyarakatan dan pendidikan yang harmonis. Gagasan ini digunakan dalam sistem pendidikan di Perguruan Taman Siswa yang dirintis Ki Hajar Dewantara. d. Teori pendidikan Fenomenologis yang dikembangkan oleh Langeveld Teori ini digunakan dalam menganalisis dan mengembangkan upaya pendidikan sejak akhir masa penjajahan Belanda. Pengaruhnya besar sekali karena banyak dipelajari oleh para pendidik masa itu yang kemudian menjadi tokoh-tokoh pendidikan di masa

kemerdekaan. Teori ini bertolak dari analisis tentang situasi pendidikan. Dengan analisis tersebut ditemukan unsur-unsur pendidikan yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Langeveld mendapatkan tujuan pendidikan sebagai kedewasaan individu dalam aspek-aspek individualitas, sosialitas, moralitas dan personalitas. Keseluruhan situasi pendidikan termasuk di antaranya tujuan pendidikan, pada akhirnya bermuara pada konteks sosio-kultural di sini dan sekarang. e. Teori pendidikan yang bersifat Pragmatis-Instrumentalistik yang dipelopori John Dewey dari Amerika Serikat Teori ini masuk dalam dunia pendidikan Indonesia terutama karena sentuhan budaya Amerika Serikat melalui tokoh-tokoh pendidikan Indonesia yang mendapat kesempatan belajar di Amerika Serikat yang dimulai pada awal tahun 1950-an. Teori ini mensenyawakan pendidikan dengan kehidupan manusia. John Dewey memandang bahwa pendidikan merupakan proses perkembangan, pemeliharaan dan pengarahan. Pengertian yang luas, pendidikan merupakan alat untuk menjamin kelangsungan atau kontinuitas hidup. Setiap orang yang merupakan sebagian dari kelompok sosial dilahirkan sebagai manusia tidak dewasa, lemah, tidak punya bahasa, tanpa kepercayaan ataupun ide. Setiap individu yang member seumbangan kepada kelompok, bergantian menghilang, tetapi kehidupan kelompok itu tetap lestari. Dewey meyakini pula bahwa pendidikan itu tidak pernah berhenti, karena kehidupan adalah perkembangan dan perkembangan itu adalah kehidupan. Apabila gagasan itu diterjemahkan ke dalam bahasa pendidikan, maka berarti bahwa proses pendidikan itu tidak mempunyai akhir di luar pendidikan itu sendiri dan proses pendidikan merupakan proses reorganisasi, rekonstruksi dan transformasi

yang berkesinambungan. Selanjutnya Dewey menekankan bahwa pendidikan itu merupakan suatu proses pertumbuhan (growth). Pertumbuhan merupakan cirri khas dari kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi satu dengan tumbuhan, tanpa akhir. Tolak ukur mutu pendidikan (di sekolah) adalah sampai di mana sekolah itu mampu menciptakan suasana untuk pertumbuhan yang berkelanjutan dan menyediakan cara-cara untuk membuat pertumbuhan itu terlaksana dengan baik (Dewey, 1958). Pengaruh yang menonjol dari gagasan Dewey dalam pendidikan di Indonesia adalah dasar demokrasi dalam pendidikan dan konsep pendidikan sepanjang hayat. f. Teori pendidikan Behavioristik Teori pendidikan Behavioristik adalah teori yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Teori ini beranggapan bahwa pendidikan merupakan proses pembentukan dan pengubahan perilaku yang diinginkan dan pengurangan atau pelenyapan perilaku yang tidak diinginkan. Pendidikan ini merupakan proses belajar melalui interaksi individu dengan lingkungan. Proses tersebut diarahkan kepada pencapaian tujuan pendidikan yang sangat khusus, melalui psoses penguatan perilaku (reinforcement). Tujuan pendidikan (atau lebih tepat disebut tujuan pengajaran, karena proses pendidikan tidak lain dari proses belajar) dirumuskan demikian khusus dan bersifat perilaku, sehingga dapat diamati dan diukur pencapaiannya. Unsur latihan memegang peranan penting dalam proses pengubahan dan pembentukan serta penghilangan perilaku tersebut. Pengaruh teori ini sangat terasa dalam upaya penyusunan program pengajaran dalam

rangka pengembangan kurikulum. Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar. Beberapa tokoh teori ini adalah Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie dan Thorndike. g. Teori pendidikan Holistik-Humanistik Teori ini sangat menghargai martabat individu peserta didik sebagai manusia keseluruhan. Akhir pendidikan adalah kemampuan individu untuk mewujudkan dirinya secara memadai. Setiap manusia dipandang sebagai suatu keseluruhan yang memiliki kebutuhan dan tujuan hidup masing-masing. Pendidikan hanya akan berhasil dalam arti bahwa individu dapat mewujudkan diri, mewujudkan segala kemampuan potensialnya menjadi nyata apabila individu mendapat kesempatan untuk berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Proses pendidikan merupakan dialog antara pendidik dan peserta didik. Fungsi pendidik adalah memberikan kemudahan atau fasilitas untuk terjadinya perkembangan peserta didik.

Selama ini menurut Engkoswara, penggunaan dan penerapan teori-teori dan gagasan pendidikan dilaksanakan sendiri-sendiri, yaitu dalam memecahkan persoalanpersoalan khusus. Hal ini mengakibatkan praktek pendidikan yang terpilah-pilah. Misalnya dalam mengembangkan program kurikulum sekolah dilaksanakan dengan menggunakan prisinsip perilaku, di pihak lain strategi belajar-mengajar dikembangkan dengan dasar teori holistik-humanistik. Hal ini mengandung bibit kesimpangsiuran dalam pelaksanaannya di lembaga pendidikan . Apabila hendak menggunakan teori-teori dan gagasan-gagasan itu secara sistemik, tidak ada jalan lain, selain terlebih dulu menata teori-teori dan gagasan itu secara sistemik. Selain terlebih dahulu menata teori-teori dan gagasan-gagasan itu dalam bentuk teori pendidikan atau ilmu pendidikan Indonesia sendiri. Engkoswara berpandangan bahwa struktur kurikulum harus berbasis kompetensi hidup, yang minimum meliputi : (1) Pendidikan umum bagi semua. (2) Pendidikan keilmuan dan kecakapan hidup. (3) Pendidikan penyerta. Pada pendidikan umum, kurikulum berisi budaya utama yang wajib diikuti oleh semua orang tanpa kecuali. Moral dan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari,minimal hidup bersih, sehat, jujur, toleran, disiplin, menghargai pemimpin yang baik, berikhtiar dengan ikhlas dan berpandangan ke depan (civic responsibilities). Misal : pendidikan agama, budaya dasar, olah raga dan kesehatan serta pendidikan bahasa. Pada pendidikan keilmuan dan kecakapan hidup kurikulum berisi budaya profesi bagi kelompok-kelompok sebagai makhluk sosial. Budaya berusaha, belajar dan bekerja yang dilandasi ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal untuk mengembangkan diri (social

responsibilities). Mata pelajaran yang bisa disampaikan misalnya: MIPA, IPS, Bahasa atau ilmu komunikasi. Pada pendidikan penyerta kurikulum berisi pendididikan budaya kreatif terpuji secara individual untuk membekali karakteristik atau kekhasan masing-masing. Kekhasan itu diharapkan mampu menampilkan pribadi-pribadi terpuji yanhg terbaik dan bernilai estetik dalam kebersamaan yang menjadi tanggungjawab pribadi masing-masing (personal responsibilities). Misalnya : berenang, musik klasik, memelihara kelinci, bertanam bunga, komputer atau bahasa asing.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan, Bag 4 Pendidikan Lintas Bidang cetakan ke2. PT. Imperial Bhakti Utama, Bandung. Engkoswara, 2010. Administrasi Pendidikan. Penerbit Alfabet, Bandung. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-pendidikan/ http://radentaufiq.wordpress.com/2010/04/05/teori-pendidikan/