ileus
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia, ileus obstruksi
paling sering disebabkan hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan
oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif. (1)
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.
Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda
pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi
usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan
obstruksi usus halus lebih ditujukan kepada dekompresi dan menghilangkan penyebab
untuk mencegah kematian. (2)
Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomis seperti
volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih
kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang
cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat
tentang penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien
tidak hanya berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan
sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu
rumit dan kompleks daripada obstruksi usus halus. (3)
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka
hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh
ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi pasien.
Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor tersebut akan empengaruhi
manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus , Faktor-faktor
tersebut juga berpengaruh dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah
lainnya sehingga menarik untuk diteliti mortalitas ileus pada pasien yang mengalami
operasi dengan pasien dan yang ditangani secara konservatif. (3)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus Obstruktif adalah
kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. Ileus
Paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara. (2,4,5)
Gambar 1. Distended small bowel (14)
2.2 Klasifikasi
1. Ileus Mekanik
Ø Lokasi Obstruksi
Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
Letak Tengah : Ileum Terminal
Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
Ø Stadium
Parsial : menyumbat lumen sebagian
Simple/Komplit: menyumbat lumen total
2
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa 6
2. Ileus Neurogenik
Ø Adinamik : Ileus Paralitik
Ø Dinamik : Ileus Spastik
3. Ileus Vaskuler : Intestinal ischemia (2,3)
2.3 Etiologi
Penyebab obstruksi pada usus halus dapat dibagi menjadi 3 yaitu obstruksi pada
ekstraluminal, obstruksi intrinsik dan obstruksi intraluminal. Obstruksi ekstraluminal
misalnya adhesi, hernia, karsinoma dan abses. Obstruksi intrinsik pada dinding usus
seperti tumor primer. Dan obstruksi intraluminal seperti enteroliths, gallstones dan
adanya benda asing. (1)
Penyebab tersebut :
1. Lesi ekstrinsik pada dinding usus
Adhesi (postoperative)
Hernia (inguinal, femoral, umbilical)
Neoplasma
Abses intraabdominal
2. Lesi intrinsik
Kongenital (Malrotasi, kista)
Inflamasi (Chron’s Disease, Divertikulitis)
Neoplasma
Traumatik
Intusepsi
3. Obstruksi intraluminal
Gallstone
Enterolith
3
Adhesi, hernia inkarserata dan keganasan usus besar paling sering menyebabkan
obstruksi.Pada adhesi, onsetnya terjadi secara tiba - tiba dengan keluhan perut membesar
dan nyeri perut. Dari 60% kasus ileus obstruksi di USA, penyebab terbanyak adhesi yaitu
pada operasi ginekologik, appendektomi dan reseksi kolorektal.
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya berasal
dari rongga peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum atau pasca operasi. Adhesi
dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal atau multipel. (6,7,8)
Terdapat juga etiologi ini di bagikan berdasarkan klasifikasi ileus obstruksi itu sendiri.
Berdasarkan pembagian tersebut etiologi ileus obstruksi dapat di bagi seperti
berikut :
2.3.1. Ileus Obstruktif
adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan
mekanik (17)
a. Hernia Inkarserata
b. Non Hernia
i. Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
ii. Adhesi
iii. Invaginasi
iv. Volvulus
v.Malformasi Usus
2.3.2 Ileus Paralitik
adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak
dapat bergerak (mengalami dismolititas). pasien tidak dapat buang air besar. (13)
Penyebab:
a. Pembedahan Abdomen
b. Trauma abdomen
4
c. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
d. Pneumonia
e. Sepsis
f. Serangan Jantung
g. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
h. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot polos
i. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
j. Mesenteric ischemia (3,4,5)
2.3.3 Ileus pada Anak
2.3.3.1 Obstruksi intestinal akut pada anak
Insidensi 1: 20.000. Penyebab tersering adalah atresia congenital dan stenosis. Dapat juga
disebabkan Volvulus Neonatorum, meconium ileus dan Hirschprung.
Atresia congenital: Variasi insidensi berdasarkan lokasi anatomis:
Duodenum-35%
Jejunum-15%
Ileum-25%
Colon ascenden-10%
Banyak tempat-15%
Atresia / stenosis duodenum
Atresia disebabkan intrauterine vascular accident yang terjadi saat masa akhir kehamilan.
Gejala ditunjukkan obstruksi komplit, keluhan muntah yang menetap sejak lahir. Ada
atau tidaknya cairan empedu tergantung apakah terdapat sekat yang menghalangi pada
papilla duodeni. Perut akan terlihat distensi namun dapat terlihat gerakan peristaltis pada
LUQ. Atresia terjadi setinggi Ampulla Vateri. 30% berhubungan dengan kelainan
kongenital Down Syndrome. Gambaran radiologi klasik, double bubble appearance.
Penananganan bedah dengan Duodenojejunostomy
Meconium ileus
Kelainan ini merupakan manifestasi dari cystic fibrosis. Meconium bersifat menarik air
oleh adanya enzim pancreas. Ileum terminal akan terisi meconium dan mucus yang
5
menyebabkan pengentalan yang progresiv. Meconium yang mengental ini dapat teraba
sebagai rubbery swelling.
Pada gambaran radiologi akan menunjukkan gambaran usus halus yang distensi,
dan gambaran berbelang-belang (mottling). Gambaran fluid level jarang terlihat. Pada
keadaan yang disebabkan oleh defek genetic autosomal resesif dapat ditemukan pada
riwayat penyakit keluarga.
Sebanyak 40% dari kasus berhubungan dengan komplikasi dari volvulus
neonatorum, atresia atau meconium peritonitis. Untuk keadaan ini dengan distensi
bagian proximal usus yang signifikan membutuhkan tindakan laparotomy segera. Jika
tidak demikian maka dilakukan gastrografin atau mypaque enema untuk memastikan
diagnosis. Cairan radio opaque akan melewati ileum dengan mudah bila dapat
mengencerkan obstruksi meconium dan bekerja karena osmolaritas yang tinggi dan
detergen action. Jika prosedur ini gagal maka ini merupakan indikasi laparotomi. Pada
kondisi tertentu sulit untuk membedakan meconium ileus dengan Hirschprung’s disease
jika mengenai semua colon.
Necrotising enterocolitis
Penyakit ini merupakan fenomena yang umum dari bayi prematur. Resiko meningkat
tergantung dari proporsi dari berat badan bayi yang berhubungan dengan hypoxia,
hypothermia, hypotensi dan a.umbilical cannulation. Ileum, caecum, kolon distal, dan
keseluruhan kolon yang terkena mengalami nekrosis mucosal dan transmural.
Klinis pada bayi berisiko tinggi biasanya menunjukkan bilious vomiting, distensi
abdominal, letargi. Abdomen teraba lembut. Radiologi terdapat pneumatosis intestinalis
atau free intraperitoneal air.Penangan yang utama adalah resusitasi dengan cairan
intravena kemudian dilanjutkan dengan operasi laparotomi. Angka kematian pada kasus
ini adalah 25% dengan 10-30% menyebabkan striktur kolon.(22)
2.3.3.2 Obstruksi intestinal kronis pada anak
Disebabkan oleh:
Intramural – impaksi fekal
Mural – Karsinoma Kolorektal, Divertikulitis, Striktur (Crohn’s disease,
Ischaemia, Anastomotic stenosis
6
Ekstramural – adhesi (hanya pada usus kecil, deposit metastatic, endometriosis
Fungsional – Hirschprung’s disease, idiopathic megacolon, pseudo-
obstruction(22)
2.4 Patogenesis
Secara garis besar, obstruksi usus disebabkan oleh 2 faktor :
2.4.1. Faktor mekanis:
Obstruksi mekanis terjadi karena 3 hal :
1. Penyempitan lumen usus
Ada 3 sebab terjadinya penyempitan :
a. Striktura dinding usus, bisa disebabkan karena :
i. Penyebab kongenital
Contoh : atresia, stenosis, imperforate anus (lubang anus tidak ada)
ii. Penyebab acquired
Oleh peradangan, trauma, gangguan vaskuler pada dinding dan ada
tumor pada dindingnya
b. Obturasi (sama sekali tertutup)
c. kompresi dari luar usus (contoh tumor, Bouveret’s syndrome, dll)
Bouveret’s syndrome merupakan obstruksi dari saluran di gaster oleh batu
empedu yang besar yang mendesak bulbus duodenum melewati fistula biliogastric
atau biliodudenal biasanya terjadi pada pasien tua dengan kondisi medis yang
buruk.(19)
Ileus oleh batu empedu termasuk jarang, kebanyakan batu empedu masuk
ke saluran pencernaan ,melalui cholecysto-enteric fistula yang dapat lewat secara
spontan. Obstruksi biasanya yerjadi pada ileum terminal (90%) dan sedikit pada
duodenum (3%). Diferensial diagnosis dari obstruksi aliran gaster termasuk
divertikula, benda asing, ulkus fibrotik dan neoplasia. Klinis menunjukkan trias
non spesifik seperti nyeri epigastrium, mual dan muntah.(18)
7
Untuk mendiagnosis Bouveret's syndrome dapat menggunakan trias yaitu:
distensi lambung, pneumobilia, dan ectopic-opaque gallstone pada foto polos
abdomen.(17)
Gambar 2.Gambaran radiologi menunjukkan impresi ekstrinsik (tanda panah) dari batu empedu (16)
Gambar 3.CT scan menunjukkan pneumobilia (panah) and kalsifikasi batuempedu (tanda panah besar) pendesakan bulbus duodenum (tanda panah kecil).(16)
Terapi bedah termasuk cholecystectomy dan perbaikan duodenum untuk
membuang batu dengan merobek chocystoduodenal fistula atau melalui duodenotomy.
Penangangan bedah secara perlahan berubah dari prosedur yang radikal dengan
pengangkatan kantung empedu dan perbaikan cholecystoduodenal fistula yang diperbaiki
dengan melakukan enterotomy dan ekstraksi batu.(17)
8
Bouveret’s syndrome dilaporkan terjadi paling banyak pada wanita (65%) dengan
umur rata-rata 69 tahun. Kasus ini biasanya terdiagnosis dengan endoskopi saluran
pencernaan atas yang didukung oleh pemeriksaan USG. Ukuran batu yang pernah
dilaporkan pada Bouveret’s syndrome biasanya diameternya lebih besar dari 2,5
cm,sedangkan jika ukuran batu lebih kecil tidak akan menyebabkan sumbatan.(18)
Gambar 4.Gambar pilorus, tampak massa dalam bulbus duodenum (17)
Gambar 5.Tampak massa kalsifikasi pada duodenum (17
2. Adhesi (perlekatan) dan adanya band (ada jaringan seperti tali). Bisa terbentuk
secara kongenital atau peradangan, traumatic, atau neoplasma
3. Hernia interna
Ada tiga mekanisme kelainan perkembangan yang dapat menimbulkan hernia interna,
yaitu :
1. Abnormalitas fiksasi retroperitoneal dari mesenterium yang mnyebabkan kelainan
posisi dari usus (dikenal sebagai hernia mesokolika dan paraduodenal)
2. Abnormalitas dari fossa atau foramina usus besar (hernia foramen Winslow dan
hernia supravesika)
3. Permukaan mesenterium yang abnormal yang disertai dengan pembukaan abnormal
dari orificiumnya sehingga menimbulkan herniasi usus (hernia mesenterika).
9
Hernia Mesokolika / Paraduodenal
Hernia mesokolika merupakan hernia dimana terjadi herniasi dari usus kecil di belakang
mesokolon. Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari malrotasi midgut. Hernia mesokolika
dibagi menjadi hernia mesokolika kanan dan hernia mesokolika kiri.
Gejala klinis dari hernia mesokolika sama dengan gejala obstruksi usus kecil.
Foto rontgen dengan kontras barium menunjukkan adanya kelainan letak usus kecil pada
sisi kanan maupun sisi kiri abdomen. Pemeriksaan CT scan dengan menggunakan
medium kontras intravena menunjukkan adanya kelainan letak dari pembuluh darah
mesenterika.
Penanganan operatif dari pasien dengan hernia mesokolika adalah insisi dari peritoneal
lateral sepanjang kolon kanan dengan refleksi dari kolon kanan dan caecum ke kiri.
Sedangkan penanganan untuk pasien dengan hernia mesokolika kiri meliputi insisi dari
perlengketan peritoneum dan adhesi sepanjang sisi kanan vena mesenterika inferior
disertai dengan reduksi dari usus kecil yang mengalami herniasi dari bagian bawah vena
mesenterika inferior. Vena kemudian dikembalikan ke posisi normalnya pada sisi kiri
dari dasar mesenterium usus kecil. Leher hernia ditutup dengan penjahitan peritoneum
yang berbatasan dengan vena ke dalam retroperitoneum.
10
Selain jenis-jenis hernia interna yang telah disebutkan di atas, ada beberapa jenis hernia
interna yang terjadi bukan karena kelainan kongenital, tetapi merupakan kelainan yang
didapat. Hernia interna didapat terjadi akibat adanya defek mesenterium setelah prosedur
operatif atau setelah trauma. Penyebab tersering adalah penutupan tidak sempurna dari
defek mesenterium setelah operasi gastrojejunostomi, kolostomi, ileostomi, maupun
reseksi usus. Adanya lubang pada mesenterium memungkinkan herniasi dari usus kecil
ke dalam mesenteric rent dan menyebabkan timbulnya obstruksi intestinal. Pilihan terapi
pada pasien-pasien hernia interna didapat adalah dengan reduksi dari usus kecil yang
mengalami herniasi dan menutup defeknya. Apabila usus yang mengalami herniasi sudah
non viable, maka dapat dilakukan reseksi dari segmen usus yang bersangkutan.
4. Volvulus
5. Intussusepsi (2,3)
Intususepsi merupakan prolaps / masuknya satu segmen usus (intususeptum) ke
dalam segmen usus lain (intususipien) yang berdekatan. Pada daerah usus yang
mengalami intususepsi, akan terjadi pembengkakan, penekanan pembuluh darah pada
usus, dan iskemia. Hal ini menyebabkan perdarahan pada mukosa dan pengeluaran
mukus, yang tampak pada feses sebagai "red current jelly stool".
90% intusepsi merupakan kelainan idiopatik dan banyak dijumpai pada anak-
anak berusia 3 bulan hingga 6 tahun. Insidensinya terjadi 1-4 anak dalam setiap 1000
kelahiran hidup. Anak laki-laki lebih sering terkena intususepsi dibanding anak
perempuan dengan perbandingan 3:1. Pada pasien-pasien yang berusia lebih dari 4 tahun,
rasio terjadinya intususepsi pada laki-laki dibanding perempuan bisa mencapai 8:1.
Intususepsi ditandai dengan adanya kolik abdomen tiba-tiba disertai muntah-
muntah, yang dapat berlangsung hingga 20 menit. Gejala ini dapat disertai dengan BAB
cair, berdarah, disertai lendir (red current jelly stool). Sebelum serangan terjadi, anak
tampak normal dan sehat. Namun seiring dengan meningkatnya progesifitas penyakit,
anak menjadi tampak letargi. Pada pemeriksaan fisik, biasanya didapatkan abdomen yang
pada awalnya teraba lembut, namun lama kelamaan semakin tegang. Dapat ditemukan
massa pada kuadran kanan atas abdomen atau di epigastrium, namun di kuadran kanan
bawah abdomen kosong (Dance’s sign). Massa ini dapat dilihat pada foto polos
11
abdomen, tetapi akan lebih jelas jika dilihat dengan menggunakan bantuan kontras
enema.
Penanganan intususepsi dapat dilakukan secara non bedah maupun bedah.
Penanganan non bedah dilakukan dengan cara reduksi dengan bantuan kontras enema.
Jika cara ini tidak berhasil, maka dilakukan penanganan bedah. Penanganan bedah
dilakukan dengan cara mengeksplorasi rongga abdomen melalui insisi pada kuadran
kanan bawah, lalu dicari segmen usus yang mengalami intususepsi. Kemudian, dilakukan
milking out pada intususeptum agar terlepas dari intususipien. Jika kedua cara di atas
tidak berhasil, maka dilakukan reseksi pada segmen yang mengalami intususepsi.
Intususepsi Pada Kuadran Kiri Bawah(http://www.emedicine.com/emerg/images/756148-802424-1040tn.jpg)
6. Gallstone ileus
Enterolith obstruction (Gallstone ileus)
Penyakit ini sering pada wanita tua setelah mengalami Cholecystitis acuta. Secara
klinis terdapat riwayat obstruksi intermiten dan pada foto BNO terdapat massa kalsifikasi
pada fossa iliaca kanan dengan udara pada tractus biliris.
12
Saat operasi dapat dilakukan proximal enterotomy untuk membuang batu. (Brown, 2002)
Gambar 6. Penyebab Obstruksi mekanis (14)
2.4.2. Faktor persarafan (gangguan persarafan usus):
Obstruksi karena gangguan pada saraf, ada 2 bagian :
1. Paralitik ileus (adynamik)
Ogilvie Sindrom
Ogilvie sindrom atau acute colonic pseudo obstruction (ACPO) merupakan
gangguan klinis dengan tanda, gejala dan gambaran radiologi menunjukkan
obstruksi akut pada usus besar tanpa bukti adanya obstruksi. Colon dapat berdilatasi
sangat hebat sehingga menimbulkan risiko terjadinya perforasi, peritonitis dan
kematian. (Remy,2008)
Patofisiologi : Saraf parasimpatis menyebabkan terjadinya peristaltik usus.
Sedangkan saraf simpatis menyebabkan inhibisi gerakan usus dan kontraksi
sphincter. Saraf parasimpatis sakral (S2-5) memberikan persarafan ke Colon
descendens dan Rectum. Gangguan pada sistem persarafan ini menyebakan
terjadinya adinamik pada Colon distal yang mirip Hirschsprung, tetapi pada kasus
ini, sel ganglion normal. (Remy, 2008)
13
Etiologi :
Penyakit paru berat
Gangguan elektrolit berat (hiponatremi, hipokalemi, hipokalsemi,
hipomagnesemi)
Gangguan jantung berat
Keganasan
Obat-obatan (narkotik, antikolinergik, clonidine, amphetamine, fenotiazine,
steroid)
2. Spastik ileus (dynamik)
2.4.3. Faktor Vaskular :
Obstruksi karena gangguan aliran darah dinding usus :
Contoh karena trombosis dari mesenterium atau embolism
Trombosis dan embolism adalah 2 hal yang berbeda, persamaannya adalah keduanya
membuat darah membeku. Perbedaannya :
Emboli = berasal dari tempat yang jauh lalu nyangkut di pembuluh darah yg
menyempit
Trombosis = darah membeku karena di tempat itu sendiri ada gangguan
Iatrogenik
þ Biasanya ileus atau obstruksi karena pengaruh obat-obatan
þ Contoh : hipokalemia à paralitic ileus, obat antihipertensi, obat spasmolitika
2.5 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus dapat dilihat pada. Lumen
usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas
14
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air
dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke
dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini
adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi
cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah
iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia. (3,4,5,9)
2.5.1 Obstruksi Mekanik Simpel
Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler
dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul
dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi,
dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun,
dan dinding usus menjadi udema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan
sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi
sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi,
peritonitis, dan kematian.
2.5.2 Obstruksi Strangulata
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan
dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi
biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri,
menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis,
memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.
15
2.6 Manifestasi Klinis
1. Subyektif - Anamnesis
Gejala Utama:
Ø Nyeri-Kolik
Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus
Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
Ø Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
Ø Perut Kembung (distensi)
Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus (2)
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air
besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat
nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus
pada adanya adhesi usus. Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai
ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah. (3,7)
2. Obyektif - Pemeriksaan Fisik
A. Strangulasi
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti:
Takikardia
Pireksia (demam)
Lokal tenderness dan guarding
Rebound tenderness
16
Nyeri local
Hilangnya suara usus local
Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi
B. Obstruksi
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi
dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila
ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising
usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
Feses yang mengeras : skibala
Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
Radiologi
Foto Polos:
Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-
fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium
enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan
volvulus.
C. Paralitik
17
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen
yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran
udara usus halus atau besar tanpa air-fluid level. (3)
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1. Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,
tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan.Leukositosis menunjukkan adanya iskemik
atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan
27% - 44% pada obstruksi non strangulata.
Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat
ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan
alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda - tanda
shock, dehidrasi dan ketosis. (3)
2.7.2. Radiologis
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos
abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “step ladder dan air fluid level”
terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang
reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak
menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
18
CT scan kadang - kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi
usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan. (8,9)
GGambar 7. Gambaran step ladder dan air fluid level (15)
2.8 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal
Resusitasi
19
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.
Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi. (3,8,10)
Tindakan operasi berdasarkan situasi :
Situations necessitating emergent operation
Incarcerated, strangulated hernias
Peritonitis
Pneumatosis cystoides intestinalis
Pneumoperitoneum
Suspected or proven intestinal strangulation
Closed-loop obstruction
Nonsigmoid colonic volvulus
Sigmoid volvulus associated with toxicity or peritoneal signs
Complete bowel obstruction
Situations necessitating urgent operation
Progressive bowel obstruction at any time after nonoperative measures are
started
20
Failure to improve with conservative therapy within 24—48 hr
Early postoperative technical complications
Situations in which delayed operation is usually safe
Immediate postoperative obstruction (3)
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal
sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus.
(a) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari
jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi
atau pada volvulus ringan.
(b) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-
kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri
maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-
mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis. (3)
2.9 Pasca Bedah
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus
yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang
21
terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan
tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca
bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar
bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien,
sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya.
Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring
pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain
pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya
mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum
luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting. (13)
2.10 Komplikasi
Komplikasi dari ileus antara lain terjadinya :
o nekrosis usus, perforasi usus,
o Sepsis,
o Syok-dehidrasi,
o Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,
o Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
o Gangguan elektrolit,
o Meninggal (10,11)
2.11 Prognosis
o Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat
segera dilakukan.
22
o Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3
o Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat. (10,11)
23
DAFTAR PUSTAKA
1. dr. Niko M. Mana f dan dr. H. Kartadinata : Obstruksi Ileus di Cermin Dunia
Kedokteran No. 29, 1983.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.html.
2. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
Hal: 181-192
3. Anonymous. Ileus. [Online].2007 September 13 [cited 2008 May 19];[6 screens].
Available from:URL:http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html.
4. Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com.
5. Anonym. Ileus. http://www.Merck.com.
6. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox
KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical
practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;2004. p.1323 - 1342.
7. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,
Giannopoulos P,et al. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation,
etiology, management and outcome. World Journal of gastroenterology. 2007 January
21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com
8. Naude GP. Gastrointestinal failure in the ICU. In: Bongard FS, Sue DY, editors. A
lange medical book Current critical care diagnosis and treatment. 2nd ed. New York :
McGraw-Hill;2003. p. 383-88.
9. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A.,
McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
10. Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2007 Sept 17 [cited 2008 June 2];[6
screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com
11. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29 [Online].
1983 [cited 2008 May 16];[3 screens]. Available from:
URL:http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.
12.http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/tidak-bisa-buang-air-besak-karena-
usus.html
24
13. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/penanganan-pasien-post-laparatomy
atas-indikasi-ileus-obstruksi-di-icu/
14.http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://yayanakhyar.files.wordpress.com/200
8/05/cause-of-bleeding-and-obstruction-small-
15.http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://online-media.uni-
marburg.de/radiologie/bilder/gastro/ileus4.jpg&imgrefurl=http://online-media.
16.http://www.ajronline.org/cgi/content/full/181/3/828#FIG3
17.http://www.ingentaconnect.com
18.http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2034582
19.http://www.wjgnet.com/1007-9327/9/2873.asp
20.Remy, P. 30 juli 2008 Ogilvie Syndrome www.emedicine.com
21.Brown, Steven. 2002. Intestinal obstruction. www.sciencedirect.com
22. Winslet , M. C. 2000. Intestinal Obstruction. In: Short Practice in Surgery, 23rd
Edition, Bailey and Love. Chapter 58, Oxfort University: UK, 1058-1075.
23. Hodin, R.A., Matthews, J.B. 2003. Small Intestine. In : Norton, J.A., et al. Essential
Practice of Surgery, Basic Science and Clinical Evidence. New York : Springer-
Verlag Inc. p. 257-8.
24.Townsend, J.R., Beauchamp, R.D., Evers, B.M., Mattox, K.L. 2004. Mesentery and
Omentum. In : Townsend, J.R., Beauchamp, R.D., Evers, B.M., Mattox, K.L. Sabiston
Textbook of Surgery 17th edition, The Biological Basis of Modern Surgical Practice.
Philadelphia : Elsevier Saunders. p. 1190-1
25