ii.tinjauan pustaka

30
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengertian Pasang Surut Pasang Surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda – benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi (Triatmodjo, 1999). Pengaruh benda-benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh dan ukurannya kecil. Selain itu faktor non astronomis yang turut mempengaruhi pasang surut terutama di perairan semi tertutup (teluk) antara lain adalah bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan. Respon perairan yang sebagian tertutup seperti teluk terhadap gaya penggerak pasang surut laut yang masuk dipengaruhi oleh bentuk teluk dan resonansinya dengan periode pasang surut (Dadang dalam Ongkosongo, 1989). Permukaan air senantiasa berubah setiap saat karena gerakan pasang surut. Periode selama permukaan air laut naik disebut air pasang atau air naik (flood tide), sedangkan kedudukan pada waktu permukaan air laut mencapai puncaknya disebut air tinggi (high water).

Upload: rio-hasibuan

Post on 11-Dec-2014

141 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab ii

TRANSCRIPT

Page 1: II.tinjauan Pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pengertian Pasang Surut

Pasang Surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda

– benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi

(Triatmodjo, 1999). Pengaruh benda-benda angkasa lainnya dapat diabaikan

karena jaraknya lebih jauh dan ukurannya kecil. Selain itu faktor non astronomis

yang turut mempengaruhi pasang surut terutama di perairan semi tertutup (teluk)

antara lain adalah bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan. Respon

perairan yang sebagian tertutup seperti teluk terhadap gaya penggerak pasang

surut laut yang masuk dipengaruhi oleh bentuk teluk dan resonansinya dengan

periode pasang surut (Dadang dalam Ongkosongo, 1989).

Permukaan air senantiasa berubah setiap saat karena gerakan pasang surut.

Periode selama permukaan air laut naik disebut air pasang atau air naik (flood

tide), sedangkan kedudukan pada waktu permukaan air laut mencapai puncaknya

disebut air tinggi (high water). Keadaan saat permukaan air menurun akibat gaya

pasang surut disebut air surut (ebb tide) atau air turun dan kedudukan terendah

permukaan air disebut air rendah (low water). Perbedaan antara air rendah dan air

tinggi disebut tunggang pasang (tidal range) yang besarnya tergantung pada

tempat dan karakteristik daerah setempat (Rawi, 2010).

Kenaikan dan penurunan pasang surut menghasilkan pergerakan arus pasut

dan kecepatan serta arahnya dipengaruhi oleh geometri cekungan dan massa tanah

penghambatnya. Arus pasang terjadi pada waktu periode pasang dan arus surut

terjadi pada periode air surut. Titik balik (slack) adalah saat di mana arus berbalik

Page 2: II.tinjauan Pustaka

7

antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat muka air

tertinggi dan muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol

(Pariwono, 1989 dalam Anggriany, 2004).

Pasang surut erat hubungannya dengan siklus perjalanan matahari dan bulan

dalam keadaan relatifnya terhadap bumi. Keadaan pasang surut di suatu tempat

digambarkan oleh konstanta harmonik. Sehingga yang dimaksud dengan analisis

harmonik pasang surut adalah suatu cara untuk mengetahui sifat dan karakter

pasang surut di suatu tempat dari hasil pengamatan pasang surut dalam kurun

waktu tertentu (Sugiyono, 1990 dalam Kurniawan, 2000 dalam Hidayat, 2010).

2. 2. Teori Pembangkit Pasang Surut

2. 2. 1. Teori Kesetimbangan Pasang Surut

Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton

(1642-1727).  Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif.  Teori

terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh

kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya

permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966).

Sedangkan gaya yang bekerja pada sistem bumi-bulan yaitu:

a) Gaya sentrifugal

Besarnya gaya sentrifugal di atas permukaan bumi adalah sama, yaitu:

FN = Me ω2 re

Dimana:

Me : massa bumi

ω : kecepatan sudut bumi-bulan mengelilingi sumbu bersama

re : jarak pusat bumi ke sumbu bersama

Page 3: II.tinjauan Pustaka

8

b) Gaya Tarik Bulan

Setiap titik di permukaan bumi juga mengalami gaya tarik bulan. Hal ini

dapat kita ketahui dari gambar di bawah ini .

Gambar 2. Gaya pembangkit pasang surut sebagai resultan dari gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal (Ningsih, 2002).

Besarnya gaya tarik bulan ini tergantung pada jarak titik ke pusat bulan,

yaitu:

Fg = {G (Me Mm)} / r2

Dimana:

G : konstanta gravitasi

Mm : massa bulan

r : jarak titik di permukaan bumi ke pusat bulan

Resultan dari kedua gaya tersebut menghasilkan gaya pembangkit pasang

surut (tide generating force). Gaya pembangkit pasang surut inilah yang

bertanggung jawab terhadap pembentukan pasang surut (Ningsih,2002).

Mihardja, 1994 dalam ongkosongo, 1989 menyatakan bahwa pasang surut

setimbang adalah pasang surut semu (frictitious tides) yang terjadi di permukaan

laut, dimana pada setiap saat pada seluruh permukaan bumi memiliki potensial

Ketgaya pembangkit pasut

gaya tarik bulan

gaya sentrifugal

Page 4: II.tinjauan Pustaka

9

gravitasi yang konstan dan sama besar. Pasang surut setimbang akan terjadi di

permukaan bumi, hanya bila bumi memenuhi syarat-syarat kondisi bumi ideal.

Akan tetapi kenyataannya permukaan bumi tidaklah menunjukkan keadaan ideal

seperti itu, karena :

1. Permukaan bumi tidaklah sepenuhnya tertutupi oleh air. Adanya

permukaan daratan di bumi mengurangi aliran horizontal air laut

sehingga mempengaruhi kondisi pasang surut.

2. Massa air yang menutupi permukaan bumi bukannya tidak memiliki

gaya inertial. Adanya gaya ini mempengaruhi amplitudo dan phasa

dari respon muka laut terhadap gaya pembangkit pasang surut.

3. Adanya gaya gesekan antara massa air laut maupun massa air dengan

gaya dasar laut yang mempengaruhi kondisi pasang surut setimbang.

4. Kedalaman air laut yang menutupi bumi tdaklah merata dan umumnya

jauh lebih kecil dari kedalaman yang diperlukan untuk menghasilkan

kondisi pasang surut setimbang.

Menurut Pariwono dalam Ongkosongo dan Suyarso (1989), ada tiga

gerakan utama yang sangat berpengaruh terhadap gaya pembangkit pasut, yaitu :

1. Revolusi bulan terhadap bumi, dimana orbitnya berbentuk elips dan

periode yang diperlukan untuk menyelesaikan revolusi itu adalah 29,5

hari.

2. Revolusi bumi terhadap matahari dengan orbitnya berbentuk elips dan

periode yang diperlukan untuk itu adalah 365,25 hari.

3. Perputaran bumi terhadap sumbunya sendiri dan waktu yang

diperlukannya adalah 24 jam.

Page 5: II.tinjauan Pustaka

10

Dalam sistem matahari, benda yang paling besar adalah matahari

dengan diameter 109 kali diameter bumi dan massanya 333.000 kali massa bumi.

Diameter bulan adalah 3.476 km (2.159 mil) atau kurang lebih ¼ besar bumi,

sedangkan massanya kurang lebih 1% massa bumi. Orbit bulan adalah elips

dengan bumi pada salah satu fokus. Jarak bulan – bumi terjauh (apogee, bahasa

yunani ap : jauh dan ge : bumi) adalah 253.000 mil, sedang jarak terdekatnya

(perigee, bahasa Yunani peri : dekat dan ge : bumi) adalah 222.000 mil. Jarak rata

– rata bulan – bumi adalah 238.860 mil, atau 384.330 km (Tjasyono, 2009).

Beberapa posisi yang penting untuk diketahui yang mempengaruhi

pasang surut adalah:

1. Matahari–bulan–bumi terletak pada satu sumbu yang berupa garis

lurus. Pada posisi ini bumi menghadapi sisi bulan yang tidak kena sinar

matahari (sisi gelap), jadi bulan tidak dapat dilihat dari bumi.

Karenanya keadaan tersebut sering dikatakan “bulan mati”. Posisi

seperti ini akan mengakibatkan adanya gaya tarik bulan dan matahari

terhadap bumi yang saling menguatkan. Menurut Hukum newton

bahwa posisi lurus ini menyebabkan gaya pembangkit pasang surutnya

maksimal.

2. Bulan terletak menyiku (membuat sudut 900) dari sumbu bersama

matahari – bumi. Pada posisi semacam ini, maka gaya tarik bulan akan

diperkecil oleh gaya tarik matahari terhadap massa air di bumi.

Hasilnya terjadi pasang yang kecil, yang disebut pasang perbani.

Menurut Hukum newton bahwa posisi membentuk sudut 900 ini

menyebabkan gaya pembangkit pasang surutnya minimum.

Page 6: II.tinjauan Pustaka

11

Gambar 3. Pasang Purnama dan Pasang Perbani (Rise, 2008 dalam Tanto, 2009)

2. 2. 2. Teori Dinamika Pasang Surut

Dalam teori pasang surut seimbang dianggap bahwa permukaan laut

memberikan respon terhadap potensial pasang surut. Tetapi pada kenyataannya

tidaklah demikian, hal ini dikarenakan beberapa hal seperti adanya daratan, efek

dari inersia massa air, pengaruh gesekan baik dalam massa air sendiri maupun

gesekan dengan dasar perairan, serta kedalaman perairan untuk mendukung

penjalaran gelombang panjang (Mira, 1989).

Berbeda dengan teori pasang surut seimbang yang hanya meninjau gaya

pembangkit pasang surut dan gravitasi, di dalam teori dinamika pasang surut juga

meninjau faktor-faktor non-astronimis yang mempengaruhi tinggi pasang surut,

yaitu: kedalaman perairan dan keadaan meteorologi serta faktor hidrografis

(Mira, 1989).

Page 7: II.tinjauan Pustaka

12

a. Tekanan Atmosfer

Menurut Lisitzin (1974) dalam Ongkosongo (1989), secara teori,

kenaikan tekanan udara 1,005 mbar akan menurunkan permukaan air laut sebesar

1 cm. Perubahan rata-rata muka laut di Indonesia dan sekitarnya sebesar 1-2 cm.

Berdasarkan hukum hidrostatika diperoleh hubungan antara elevasi permukaan

laut dengan tekanan udara, yaitu

ξ = - (Pa/g)

b. Angin

Pengaruh tekanan tangensial dari pada muka laut mengakibatkan

kenaikan atau penurunan dari paras laut. Perubahan paras laut akibat angin ini

disebut juga pasut angin (wind tide). Gradien permukaan laut (δξ / δx) sebagai

akibat tekanan angin (ξ) tetap, yang bekerja pada muka laut, dirumuskan sebagai

berikut:

(δξ / δx) = (γ τ) / (g ρw h)

Dimana ξ adalah elevasi muka air, x koordinat horizontal dalam arah angin, g

percepatan gravitasi bumi, ρw densitas air dan h adalah kedalaman laut. Besaran γ

adalah konstanta yang harganya bervariasi antara 1 sampai dengan 3/2.

Hubungan empiris antara tekanan tangensial angin dengan kecepatannya

(W) adalah:

Τ = r ρa w2

Dimana r adalah konstanta numerik yang berharga 0.0026 dan ρa adalah densitas

udara. Kecepatan angin W diukur 15 meter di atas muka laut.

Page 8: II.tinjauan Pustaka

13

c. Pengaruh Kedalaman

Pasang surut di laut lepas sangat sulit diamati secara kasat mata. Hal ini

dikarenakan selain luas area laut yang sangat luas, kedalaman perairan turut

mempengaruhi kondisi pasang surut. Pada perairan lepas (laut dalam), besaran

gaya gesek antara massa air dengan dasar perairan mendekati nol.

Kondisi tersebut berbanding terbalik jika gelombang pasang surut

bergerak menuju ke lereng benua dan paparan atau perairan pantai. Gelombang

pasang surut tersebut akan mengalami perubahan ketinggian akibat berkurangnya

kedalaman (Mihardja dalam Ongkosongo, 1989).

2.3. Pasang Surut di Sungai dan Estuaria

Sebagian besar sungai-sungai di dunia mengalami pasang surut sebagian,

karena permukaan air laut telah mengalami kenaikan sejak periode glasial

terakhir. Untuk kasus demikian, lembah sungai yang lebih rendah menjadi banjir

oleh air laut, membentuk estuari atau ria. Pasang surut kemudian menyebar ke

estuari, dan pada keadaan tertentu ke bagian sungai yang lebih dalam. Perbedaan

antara estuari dan pasang surut yang mencapai suatu sungai tidak terlalu jelas, dan

untuk tujuan penjelasan pada bagian ini keduanya dianggap sama. Kecepatan

penjalaran pasang surut ke dalam estuari tergantung pada kedalaman air. Dengan

demikian puncak gelombang (air tinggi) akan bergerak lebih cepat dari lembah

gelombang (air surut). Sehingga siklus pasang surut bersifat asimetris, dengan

interval waktu yang relatif lama antara pasang surut naik dan pasang surut rendah

berikutnya, dan interval yang lebih pendek antara pasang surut rendah dengan

pasang naik berikutnya (Supamgat. 2000).

Page 9: II.tinjauan Pustaka

14

Kecepatan maksimum arus pasang surut dihubungkan dengan pasang surut

estuari tidak selalu dalam fase dengan puncak dan lembah pasang surut. Sehingga

pada mulut estuari, kecepatan maksimum dari kondisi saat pasang akan bersamaan

dengan air naik, sedangkan air pasang naik pada bagian hulu sungai akan terjadi

bersamaan dengan air tenang (yakni arus nol).

Namun demikian, arus surut akan bertahan lebih lama secara tetap dari

pada pasang, sebagian sebagai hasil dari siklus pasang surut yang asimetris yang

telah disebutkan sebelumnya, dan sebagian karena pengeluaran air tawar ke

sungai yang menghasilkan pengeluaran air ke laut dalam jumlah yang sama.

Banyak desa dan kota yang berlokasi dekat dengan estuari mengandalkan arus ke

lautuntuk membawa endapan.

Pada beberapa sungai pasang surut, di mana saluran sungai terlihat

menyempit, atau gradien dasar sungai sangat curam, pasang surut jenuhakan

terjadi. Pembentukan pasang surut jenuh memiliki gejala-gejala yang sama

dengan penyebaran gelombang terhadap arus yang berlawanan. Air pasang naik

akan mendorong gelombang pasang surut muka untuk bergerak lebih cepat

daripada gelombang perairan dangkal menyebar ke dalam air dengan kedalaman

tersebut. Bila hal ini terjadi, gelombang kejutan akanterbentuk, yang bergerak ke

arah hulu sebagai dinding air yang menggelinding atau air pasang surut jenuh. Hal

tersebut dapat dianalogikan dengan ledakan sonik yang terjadi ketika gangguan

tekanan dipaksa untuk bergerak lebih cepat dari pada kecepatan suara. Sebagian

besar air pasang surut jenuh relatif kecil, dengan ketinggian 0,5 m namun ada pula

yang mencapai ketinggian sampai sepuluh kali lipat.

Page 10: II.tinjauan Pustaka

15

2.4. Analisis Harmonik Pasang Surut

Posisi bulan dan matahari terhadap bumi berubah - ubah, maka resultan

gaya pasut yang dihasilkan dari gaya tarik kedua benda angkasa tersebut tidak

sesederhana yang diperkirakan. Akan tetapi karena rotasi bumi, revolusi bumi

terhadap matahari, dan revolusi bulan terhadap bumi sangat teratur, maka resultan

gaya penggerak pasang surut yang rumit ini dapat diuraikan sebagai hasil

gabungan sejumlah komponen harmonik pasut. Komponen harmonik ini dapat

dibagi menjadi tiga komponen yaitu komponen pasang surut tengah harian,

pasang surut harian dan pasang surut periode panjang (Zakaria, 2009).

Tabel 1. Komponen harmonik pasang surut (Rawi, 1986 dalam Nurisman, 2011)

Komponen

Keterangan Kecepatan Sudut Periode

DiurnalK1 Komponen ini dipengaruhi

oleh deklinasi bulan dan deklinasi matahari

15,0411 23,33

O1 Komponen ini dipengaruhi oleh deklinasi bulan

13,943 25,82

P1 Komponen ini dipengaruhi oleh deklinasi matahari

14,9589 24,07

Semi DiurnalS2 Komponen ini dipengaruhi

oleh matahari30 12

M2 Komponen ini dipengaruhi oleh bulan

28,9841 12,42

N2 Komponen ini dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan bulan yang berbentuk ellips

28,4397 12,66

K2 Komponen ini dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan matahari yang berbentuk ellips

30,0821 11,97

Perairan DangkalM4 Kecepatan sudutnya 2 kali

kecepatan sudut M2

57,9680 6,21

MS4 Dihasilkan oleh interaksi M2

dan S2. 58,0840 6,2

Page 11: II.tinjauan Pustaka

16

2. 5. Tipe - Tipe Pasang Surut

Dalam pengolahan pasang surut ada kurva pasang surut yang dapat

digunakan untuk menginterpretasikan bagaimana tipe pasang surut di suatu

perairan. Kurva Pasang surut menunjukkan hasil pencatatan muka air laut sebagai

fungsi waktu dalam bentuk kurva. Periode pasang surut adalah waktu yang

diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata keposisi yang sama

berikutnya. Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam50 menit, yang

tergantung pada tipe pasang surut (Triatmodjo, 1999).

Bilangan Formzhal merupakan salah satu cara yang digunakan untuk

mengetahui tipe pasang surut yang terjadi diperairan (Mahatmawati, 2009).

Menurut (Ilahude, 1999 dalam Siswanto, 2007), klasifikasi tipe pasang surut

didasarkan pada perbandingan antara jumlah amplitudo konstanta-konstanta

diurnal (K1 dan O1) dengan jumlah amplitudo konstanta-konstanta semi diurnal

(M2 dan S2).

Untuk menentukan nilai bilangan Formzahl digunakan rumus dibawah ini :

Dimana :

F = Formzahl atau konstanta pasang surut.

AK1 = Amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian tunggal rata-

rata yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari.

AO1 = Amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian tunggal yang

dipengaruhi oleh deklinasi bulan.

F =

AK1+ AO1

AM 2+ AS2

Page 12: II.tinjauan Pustaka

17

AM2 = Amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata

yang dipengaruhi oleh bulan.

AS2 = Amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata

yang dipengaruhi oleh matahari

Dimana hasil dari nilai F akan menentukan tipe pasang surutnya, dengan

klasifikasi sebagai berikut :

0 < F ≤ 0,25 : Pasang surut harian ganda (semidiurnal)

0,25 < F ≤ 1,50 : Pasang surut campuran condong ke harian ganda

1,50 < F ≤ 3,00 : Pasang surut campuran condong ke harian tunggal

F > 3,0 : Pasang surut harian tunggal (diurnal)

Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit

pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir.

Sedangkan untuk di Indonesia sendiri, Wyrtki (1961) membaginya menjadi empat

tipe :

2. 5. 1. Tipe pasang surut harian tunggal (diurnal tide)

Tipe Pasang surut tunggal (diurnal tide) adalah pasang surut yang

ditandai dengan adanya satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari. Periode

pasang surut tipe ini adalah 24 jam 50 menit. Di Indonesia, pasang surut tipe ini

terjadi di perairan Selat Karimata antara Sumatra dan Kalimantan.

Tipe Pasang Surut Tunggal

Hari ke...

Keti

nggi

an (m

)

Gambar 5. Kurva Tipe Pasang surut Tunggal ( Surbakti, 2003)

Page 13: II.tinjauan Pustaka

18

2. 5. 2. Tipe pasang surut campuran condong ke harian tunggal (Mixed Tide Prevailing Diurnal)

Tipe Pasang surut campuran dominan tunggal adalah pasang surut yang

ditandai dengan adanya satu kali pasang dan satu kali surut, tetapi pada suatu

waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang

sangat berbeda. Pasang surut tipe ini terdapat di selat Kalimantan dan Pantai utara

Jawa Barat.

Gambar 6. Kurva Tipe pasang surut campuran dominan tunggal ( Surbakti, 2003)

2. 5. 3. Tipe Pasang surut campuran dominan ganda (Mixed Tide Prevailing Semidiurnal)

Tipe Pasang surut campuran dominan ganda adalah pasang surut yang

ditandai dengan adanya dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, tetapi

tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut tipe ini banyak terjadi di perairan

Indonesia Timur seperti Perairan Bandar lampung, Pantai Kalianda.Teluk

Simeuleu dll.

Gambar 7. Kurva Tipe pasang surut campuran dominan ganda ( Surbakti, 2003)

Tipe pasang surut campuran dominan tunggal

Page 14: II.tinjauan Pustaka

19

2.5.4. Tipe Pasang surut ganda (Semidiurnal tide)

Tipe Pasang surut ganda (semidiurnal tide) adalah pasang surut yang

ditandai dengan adanya dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, dengan

ketinggian pasang surut yang hampir sama. Periode pasang surut rata-rata adalah

12 jam 24 menit. Di Indonesia, jenis pasang surut ini terjadi di daerah Selat

Malaka , Lautan Hindia, Lautan Pasifik dan perairan Indonesia bagian timur, Laut

jawa, Laut Arafura, Laut Banda, Selat Makkasar sampai Laut Andaman.

Gambar 8. Kurva Tipe pasang surut ganda (Surbakti, 2003)

Tipe pasang surut di berbagai perairan tidak sama. Di suatu daerah

dalam sehari dapat terjadi satu atau dua kali pasang surut. Sebaran pasang

surut di perairan Indonesia dan sekitarnya dapat dilihat seperti gambar

dibawah :

Gambar 10. Sebaran pasang surut di Perairan Indonesia dan sekitarnya (Wyrtki, 1961 dalam Nontji, 2007)

Page 15: II.tinjauan Pustaka

20

Gambar diatas menjelaskan tentang sebaran pasang surut di Perairan

Indonesia dan sekitarnya. Tipe pasang surut dapat berubah tergantung terutama

pada kondisi perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat.

Di perairan sebelah barat dan baratdaya Lampung, tipe pasang surut yang ditemui

akan mirip dengan tipe pasang surut Samudera Hindia yaitu tipe pasut camuran

dengan dominansi pasang surut ganda (Pariwono, 1985). Pengaruh pasut dari

lautan Hindia ini diperkirakan merambat memasuki perairan territorial Indonesia

melalui selat sunda. Karena kondisi geografis di Selat Sunda dan Laut Jawa yang

dangkal, pasut merambat masuk mengalami perubahan dari pasut bertipe

campuran dengan dominansi ganda menjadi tipe pasut campuran dengan

dominansi tunggal di Laut Jawa.

Menuju kearah selatan, di Selat Sunda pasutnya mempunyai tipe sama

dengan tipe pasut di Lampung Barat dan di Samudera Hindia yaitu tipe campuran

dengan dominansi ganda. Memasuki Teluk Semangka, tipe pasut masih tetap

bertipe campuran dengan dominansi ganda.

Memasuki perairan laut Jawa, tipe pasutnya berubah menjadi tipe

campuran dengan dominansi tunggal. Menurut Pariwono, (1985) lebih jauh

ketimur (menuju kearah kepulauan seribu) pasut di perairan ini berubah menjadi

tipe pasang surut tunggal.

Pasang surut tunggal di dominasi perairan Indonesia sebelah barat

sedangkan pasang surut ganda didominasi perairan Indornesia sebelah timur

( Pariwono, 1985 dalam Ongkosongo, 1989 ).

Page 16: II.tinjauan Pustaka

21

2. 7. Pengertian Peramalan

Peramalan adalah suatu disiplin ilmu yang bertujuan menduga keadaan

masa depan yang tidak pasti (Makridakis et al, 1999). Peramalan adalah bagian

integral dari kegiatan pengambilan keputusan manajemen. Peramalan juga

diartikan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan

efisien (Makridakis et al, 2002).

Peramalan akan berjalan dengan efisien jika ada data. Data merupakan

bagian penting dalam peramalan. Berikut adalah empat kriteria yang dapat

digunakan sebagai acuan agar data dapat digunakan dalam peramalan.

1. Data harus dapat dipercaya dan akurat. Data yang diseleksi berasal dari

sumber yang dapat dipercaya dengan perhatian yang diberikan untuk

keakuratan.

2. Data harus relevan. Data harus mewakili keadaan.

3. Data harus konsisten.

4. Data harus secara berkala.

Pada umumnya, ada dua tipe data yang penting untuk peramal. Pertama

adalah data yang dipilih pada titik tunggal suatu waktu, misal satu jam, satu hari,

satu minggu, satu bulan, dan sebaginya. Kedua adalah observasi data dari waktu

ke waktu.

2. 7. 1. Peramalan Dengan Metode Least Square

Menurut Ali, et al, (1994) dalam Atmodjo, (2000) metode Least Square

menghasilkan peramalan pasang surut yang lebih baik karena komponen pasang

yang dihasilkan lebih banyak. Pada Metode Least Square dengan mengabaikan

Page 17: II.tinjauan Pustaka

22

suku yang mempengaruhi oleh faktor meteorologis, kita dapat menuliskan

persamaan sebagai berikut:

η (tn) = So + ∑i=1

n

A i cos (ωitn - Pi) (1)

dengan :

η (t) = elevasi pasang surut fungsi dari waktu (m)

Ai = amplitudo komponen ke-i (m)

ω i = 2π/Ti, Ti = periode komponen ke-i (o)

Pi = fase komponen ke-i (o)

So = duduk tengah (mean sea level) (m)

t = waktu (jam)

n = jumlah komponen

Dalam bentuk lain seperti berikut:

η (tn) = So + ∑i=1

n

ai cos ωi tn + ∑i=1

n

bi sin ω i tn (2)

ai dan bi adalah konstanta harmonik ke-i, n merupakan jumlah komponen pasut, tn

menunjukkan waktu pengamatan tiap jam (tn = -n, n +1, ...., n).

Nilai ai, bi, (i = 1,2,3,.......,n) ditentukan dengan operasi matriks elemasi

Gauss seperti berikut:

H1 = A ai (3)

H2 = B bi (4)

dengan H1 = Matrik pengamatan, yaitu:

Page 18: II.tinjauan Pustaka

23

H1[ ∑t=−n

n

η tncosw1t

∑t=−n

n

ηtn cosw2t

.

.

.

¿ ∑t=−n

n

ηtncos wn t](5)

H2 = [ ∑t=−n

n

η tnsin w1 t

∑t=−n

n

η tnsin w2 t

.

.

.

¿ ∑t=−n

n

ηtnsin wnt](6)

A = [α1,1 α 1,2. . . α 1 ,n

α2,1 α 2,2. . . α 2 ,n

.

.

.¿α n ,1 αn ,2 . . . α n ,n

](7)

B = [ᵦ1,1 ᵦ1,2 . . . ᵦ1 ,n

ᵦ2,1 ᵦ2,2 . . . ᵦ2 ,n

.

.

.¿ ᵦn , 1 ᵦ n ,2 . . . ᵦn ,n

](8)

α i , j=sin (2 n+1 )(ωj−ωi) /2

2sin (ωj−ωi ) /2+

sin (2n+1 )(ω j+w i)/22sin (ωj+ωi ) /2

(9)

ᵦ i , j=sin (2 n+1 )(ωj−ωi)/2

2 sin (ωj−ωi ) /2−

sin (2n+1 )(ω j+w i)/22sin ( ωj+ωi ) /2

(10)

Dari persamaan di atas untuk i = j, ditentukan :

Page 19: II.tinjauan Pustaka

24

sin (2n+1 )(ωj−ωi)/22sin ( ωj−ωi )/2

=2 n+1

2(11)

dan nilai ai dan bi akan ditentukan dengan,

ai = (inv A) H1 (12)

bi = (inv B) H2 (13)

ai = [a1

a2

.

.

.an

] (14)

bi = [b1

b2

.

.

.bn

] (15)

Setelah dihitung besaran parameter (a1, a2,....., an) dan besaran parameter (

b1,b2,.........,bn). Maka dapat ditentukan nilai komponen pasang surut, yaitu dengan

menentukan:

1. Duduk tengah permukaan laut (mean sea level)

So = ∑i=1

n

η(t n)

n (16)

2. Amplitudo tiap komponen pasang surut.

Ai = √ai2+b i

2 (17)

3. Fasa tiap komponen pasang surut.

Pi = Arc tan [ b i

ai] (18)

Page 20: II.tinjauan Pustaka

25

(Mihardja dan Setiadi dalam Ongkosongo, 1989).