ii. tinjauan pustaka a. perlindungan hukumdigilib.unila.ac.id/16141/14/bab ii.pdf · ......
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan Hukum
Menurut Setiono, sebagaimana dikutip oleh M. Andi Firdaus defenisi
perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat
dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan
hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan
manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.3 Menurut Muchsin,
perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan
menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam
sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup
antar sesama manusia.4 Menurut Philipus Hadjon, bahwa perlindungan Hukum
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Perlindungan hukum yang preventif, bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa;
2. Perlindungan hukum yang represif, bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Secara harfiah, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu cara,
3 M. Andi Firdaus, Perlindungan Hukum Terhadap Penanaman Modal Pada Bidang Usaha
Perkebunan Di Indonesia, Skripsi, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, hlm. 24,
diakses dari <http://www.uinjkt.ac.id> pada tanggal 21 Januari 2015 4Muchsin,Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,Skripsi,
Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2003, hlm. 14, diakses dari <http://raypratama.blogspot.
com/2015/04/teori-perlindungan-hukum.html> pada tanggal 21 Januari 2015
9
proses, perbuatan melindungi berdasarkan hukum, atau dapat pula diartikan
sebagai suatu perlindungan yang diberikan hukum.5
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa hukum berfungsi sebagai
perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum
harus dilaksanakan secara profesional. Perlindungan hukum dapat diartikan
sebagai perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Hukum
dalam memberikan perlindungan dapat melalui cara-cara tertentu, antara lain
dengan :
1. Membuat peraturan (by giving regulation), bertujuan untuk:
a. Memberikan hak dan kewajiban;
b. Menjamin hak-hak para subyek hukum;
2. Menegakkan peraturan (by law enforcement) melalui:
a. Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah (preventive)
terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, dengan perjanjian dan
pengawasan;
b. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive)
pelanggaran UUPK, dengan mengenakan sanksi pidana dan hukuman;
c. Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative;
recovery; remedy), dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.6
Jika dilihat dalam konteks perlindungan hukum terhadap pasien pengguna jasa
pengobatan tradisional, maka dapat didefenisikan bahwa perlindungan pasien
5 Philipus Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu,
1987, hlm. 22. 6 Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Bandar
Lampung : Universitas Lampung, 2007, hlm. 31.
10
adalah segala upaya untuk membantu Pasien dalam menghadapi permasalahan
kesulitan dan kerugian.
B. Hukum Perjanjian
1. Pengertian Hukum Perjanjian
Perjanjian didefinisikan sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.7 Tenaga pengobat
tradisional melakukan praktik penyembuhan terhadap pasien didukung dengan
perjanjian dalam lingkup kesehatan. Perjanjian dalam lingkup kesehatan
masyarakat dituntut telah memiliki dasar keahlian mengobati secara tradisional
melalui pengalaman, keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan,
dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
2. Unsur-Unsur Perjanjian
Unsur-unsur perjanjian dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Adanya kaidah unsur hukum
Kaidah dalam perjanjian dapat dibagi menjadi dua macam yakni, tertulis dan
tidaktertulis. Kaidah hukum tertulis adalah kaidah yang terdapat di dalam
peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan perjanjian
tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, hidup dalam
masyarakat seperti, jual beli emas, jual beli tanah dan lain sebagainya.
7Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty,
1999,hlm.110.
11
b. Subjek hukum
Istilah dari subjek hukum adalah recthpersoon. Recthpersoon diartikan sebagai
pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek dalam kontrak
adalah debitur dan kreditur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan
debitur adalah orang yang berutang.
c. Adanya prestasi
Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan apa yang menjadi kewajiban
debitur. Suatu prestasi berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata terdiri dari
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
d. Kata sepakat
Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdapat empat syarat sahnya perjanjian
salah satunya adalah kata sepakat konseksus.
e. Akibat hukum
Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum
yang menimbulkan hak dan kewajiban.
3. Asas-Asas Hukum Perjanjian
Keberadaan suatu perjanjian tidak terlepas dari asas-asas yang mengikutinya yang
harus dijalankan oleh para pihak untuk menciptakan kepastian hukum. Didalam
perjanjian terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut hukum perdata yaitu:8
8Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common law, Sinar Harapan, Jakarta,
1996, hlm. 6.
12
a. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”Asas ini
merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan serta;
4) Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan;
b. Asas konsesualisme (consensualism)
Asas konsesualis dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata.
Pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belak pihak.
c. Asas kepastian hukum (pucta sunt servanda)
Asas kepastian hukum disebut juga dengan asas pucta sunt servanda merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunst servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagai layaknya sebuah undang-undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap subtansi kontrak yang dibuat
13
para pihak. Asas pucta sunt servanda sebagaimana pada Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata.
d. Asas itikad baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi:
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik” asas ini merupakan asas
bahwa para pihak, yaitu debitur dan kreditur harus melaksanakan subtansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemampuan baik
dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam yakni, itikad baik
nisbi dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang
nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan
keadilan serta dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma-
norma objektif.
e. Asas keperibadian (personality)
Asas keperibadian merupakan asas yang menunjukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal
ini dapat dilihat Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pada Pasal 1315 dan
Pasal 1340 KUHPerdata menyatakan : “Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Kemudian
pasal 1340 KUHPerdata menyatakan bahwa “ Perjanjian hanya berlaku antara
pihak yang membuatnya“.
14
Adanya perjanjian akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang
harus dipenuhi berdasarkan yang diperjanjikan. Pemenuhan kewajiban
bertentangan dengan wanprestasi yang tidak boleh dilakukan pihak-pihak yang
melakukan perjanjian. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah
disepakati dalam perikatan.9
Para pihak yang melakukan perjanjian dilarang wanprestasi atas hal-hal yang telah
diperjanjikan. Perjanjian yang diakukan oleh pengobat tradisional terhadap
pasiennya disebut sebagai perjanjian pengobatan tradisional yang tujuannya
melakukan penyembuhan. Perjanjian penyembuhan dalam istilah kesehatan
dikenal dengan perjanjian terepeutik.
Perjanjian terapeutik atau sering disebut dengan transaksi terapeutik adalah
“hubungan antara dokter dengan pasien dalam pelayanan medik secara profesional
didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu di
bidang kedokteran”. Perjanjian tersebut adalah perjanjian penyembuhan yang
berhubungan dengan dokter namun hal tersebut juga berlaku bagi tenaga pengobat
tradisional sebagai tenaga penyelenggara kesehatan.
Terjemahan Pasal 1313 Bugerlijk Weebook (BW) dalam Bahasa Indonesia
merujuk pada hasil terjemahan Subekti dan Tirto sudibio pada Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), memberikan rumusan tentang kontrak
atau perjanjian adalah “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
9Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010,
hlm.241.
15
Subekti10
memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa di mana
seorang berjanji pada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal. Peraturan atau ketentuan yang digunakan sebagai acuan
dalam perjanjian jasa menurut Pasal 1601 KUHPerdata.
Salah satu perjanjiannya adalah perjanjian yang dibuat antara profesional dan
klien, meliputi klausula-klausula yang telah disepakati untuk dilakukan atau
dikerjakan oleh profesional. Perjanjian tersebut seperti informed concent yang
mengatur perjanjian antara dokter dan pasien.11
Perjanjian antara profesional dan klien dapat dibedakan menjadi Perjanjian
mendeskripsikan adanya interaksi dan transaksi para pihak. Hal tersebut
menandakan bila tidak ada perjanjian maka tidak ada hubungan hukum antara
kedua belah pihak. Kedua belah pihak yang mengadakan hubungan hukum
melalui perjanjian akan lebih mudah mengakui hak dan kewajiban serta meminta
pertanggungjawaban secara hukum terutama bagi pasien terhadap penyelenggara
pengobatan tradisional.
Perjanjian pengobatan tradisional menggunakan asas konsensual. Asas konsensual
mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi saat tercapainya kata sepakat
(konsensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.12
Kata sepakat pada
asas konsensual yang dimaksud terjadinya persetujuan atas hal-hal yang
diperjanjikan antara pasien dan pihak pengobat tradisional. Para pihak bebas
untuk menuangkan kesepakatan mereka dalam bentuk apapun.
10
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI , Jakarta: Intermasa, 1996, hlm. 1. 11
Wahyu Sasongko, Op. Cit., hlm.107. 12
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 296.
16
Jadi perjanjian pengobatan tradisional boleh dituangkan dalam bentuk tertulis atau
secara lisan. Syarat sahnya suatu perjanjian diterapkan Pasal 1320 KUHPerdata
yang menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4
(empat) unsur, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.
Perjanjian dirumuskan juga dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Sedangkan ketentuan mengenai syarat sahnya
perjanjian di atur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Pasal 1321 KUHPerdata yang
berbunyi: tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,
atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
Tanggung jawab muncul karena adanya hubungan antar pihak yang dituangkan
dalam perjanjian. Perjanjian penyembuhan dalam lingkup pengobatan tradisional
yang berjalan saat ini didukung dengan syarat sahnya perjanjian. Pasien datang
menawarkan diriuntuk disembuhkan oleh pengobat tradisional. Pihak pelaku
pengobat tradisional menerima tawaran pasien tersebut. Pasien dan pelaku
pengobat tradisional telah mengikatkan dirinya dengan sepakat untuk
mengikatkan dirinya dalam perjanjian penyembuhan.
17
Syarat sah yang selanjutnya pasien dan pelaku pengobat tradisional harus cakap
untuk membuat suatu perikatan, dalam hal ini dewasa atau didampingi oleh orang
tua/wali dan tidak gila. Perjanjian penyembuhan ini juga harus memenuhi suatu
hal tertentu berupa bentuk adanya hal yang diperjanjikan dan suatu sebab yang
halal mengartikan bahwa yang diperjanjikan tidak melanggar aturan perundang-
undangan yang berlaku.
Perjanjian pengobatan tradisional didukung pula dengan adanya teori penawaran
dan penerimaan. Titik temu penawaran dan penerimaan secara timbal balik
menciptakan kesepakatan sebagai perjanjian yang mengikat pihak-pihak.13
Penawaran danpenerimaan jika disetujui kedua belah pihak maka dilanjutkan
dengan perjanjian pengobatan tradisional demi terpenuhinya tanggung jawab serta
hak dan kewajiban para pihak. Teori hukum perjanjian tersebut sangat berkaitan
bagi pemecahan permasalahan perlindungan pasien terhadap pengguna jasa
pelayanan pengobatan tradisional.
C. Teori Hukum Perlindungan Konsumen
1. Pasien sebagai Konsumen Kesehatan
Pelayanan di bidang medis, tidak terpisah akan adanya seorang tenaga kesehatan
dengan konsumen, dalam hal ini pasien. Pasien dikenal sebagai penerima jasa
pelayanan kesehatan dan dari pihak rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan
kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan.
13
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Edisi Revisi, Bandung: Citra
Aditya Bakti,2006, hlm. 55.
18
Pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis, dengan melihat
perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang pesat, risiko yang dihadapi
semakin tinggi. Oleh karena itu, dalam hubungan antara tenaga kesehatan dengan
pasien, misalnya terdapat kesederajatan.
Selain dokter, maka pasien juga memerlukan perlindungan hukum yang pro
porsional yang diatur dalam Undang-Undangan No.8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Perlindungan tersebut terutama diarahkan kepada
kemungkinan-kemungkinan bahwa dokter melakukan kekeliruan karena kelalaian
a. Pasien
Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis. Kata pasien dari bahasa
Indonesia analog dengan kata patient dari bahasa Inggris. Patient diturunkan dari
bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja
patiyang artinya menderita. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pasien adalah orang sakit (yang dirawat dokter), penderita (sakit).14
Menurut Pasal 1 ayat 10 UUPK, “Pasien adalah setiap orang yang melakukan
konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter”.
b. Pasien sebagai Konsumen
Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang
menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa ini nanti menentukan
14
Kamus Besar Bahasa Indonesia
19
termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut.15
Menurut Pasal 1 angka
(2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, ataupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang
dimaksud konsumen adalah konsumen akhir.
Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) pasti membutuhkan orang lain
dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk orang yang sedang sakit. Orang yang
sedang sakit (pasien) yang tidak dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya,
tidak ada pilihan lain selain meminta pertolongan dari orang yang dapat
menyembuhkan penyakitnya, yaitu tenaga kesehatan. Tenaga Kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Pasien dapat digolongkan sebagai konsumen dan dokter sebagai pelaku usaha
dalam bidang kesehatan, sehingga aturan-aturan yang ada dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen berlaku juga bagi
hubungan pengobat tradisional dan pasiennya. Dengan demikian, pasien
dikategorikan sebagai konsumen atau pengguna jasa.
2. Konsep Perlindungan Konsumen
Konsep perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 1 UU No.
8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen, dinyatakan, Perlindungan
15
A.Z Nasution, Op. Cit., hlm 3
20
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen.
Rumusan di atas merupakan upaya pembentuk peraturan untuk melindungi
konsumen dari tindakan sewenang-wenang parapelaku usaha. Menurut Yusuf
Shofie Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Indonesia mengelompokan
norma-norma perlindungan konsumen ke dalam 2(dua) kelompok, yaitu:
1. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha;dan
2. Ketentuan tentang pencantuman klausula baku.16
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha merupakan batasan untuk membentuk
dan melindungi konsumen. Klausula menjadi dasar kesepakatan kedua belah
pihak antara pasien dan pengobat tradisional sebagai pelaku usaha. Kesepakatan
antara pengobat tradisional dan pasien tidak seperti konsumen dan pelaku usaha
pada umumnya. Konsep kesepakatan kedua belah pihak merupakan kesepakatandi
bidang kesehatan dengan adanya rasa kemanusiaan dari tenaga pengobat untuk
melakukan penyembuhan kepada pasien.
Terbitnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen menunjukkan bahwa
keberadaan hukum perlindungan konsumen dalam tata hukum nasional tidak
diragukan lagi. Kedudukan hukum perlindungan konsumen diakui sebagai cabang
hukum tersendiri dari hukum ekonomi, karena konsumen adalah subjek dalam
aktifitas perekonomian.
16
Yusuf Shofie. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Bandung:
PT Citra Aditya, 2003, hlm. 26.
21
Oleh karena itu, prilaku konsumen menjadi objek studi tidak hanya bagi ilmu
ekonomi melainkan juga ilmu hukum.17
Perlindungan konsumen di bidang
kesehatan tidak hanya meliputi lingkup hukum ekonomi namun memberikan
adanya perlindungan hukum terhadap pasien yang menjadi konsumen tenaga
pengobat tradisional.
Pasien dan tenaga pengobat tradisionalharus terpenuhi hak-haknya dan
menjalankan kewajiban sesuai dengan yang telah disepakati. Perlindungan
konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi
harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan
perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang
satu sama lain mempunyai keterkaitan dansaling ketergantungan antara
konsumen, pengusaha, dan Pemerintah.18
Perlindungan konsumen dalam konteks pengobatan tradisional mempunyai
keterkaitan di antaranya terhadap pasien sebagai konsumen, tenaga pengobat
tradisional dan Pemerintah. Janus Sidabalok mengemukakan ada empat alasan
pokok mengapa konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut:
1. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa
sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut UUD
1945;
2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak
negatif penggunaan teknologi;
17
Wahyu Sasongko, Op. Cit., hlm. 29. 18
Erman Rajagukguk, dkk. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Mandar Maju, 2003,
hlm. 7.
22
3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat
rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk
menjaga kesinambungan pambangunan nasional;
4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang
bersumber dari masyarakat konsumen.19
Perlindungan konsumen memberikan tuntutan agar hak-hak sebagai konsumen
dapat jelas diaplikasikan pada praktiknya. Praktik pengobatan tradisional dapat
memperjelas hak dan kewajiban dari pasien. Hubungan hukum melalui hak dan
kewajiban masing-masing pihakakan memberikan kepastian hukum terutama bagi
pasien melalui pertanggungjawaban sesuai dengan yang diperjanjikan dan
disepakati. Kesepakatan yang diawali sebelum dilakukannya pengobatan
merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap pasien.
D. Pengobatan tradisional
1. Pengertian Pengobatan Tradisional
Pengobatan tradisional berdasarkan Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003
tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional adalah pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman,
keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
19
Janus Sidabalok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2006, hlm. 6.
23
2. Pengobat dan Obat Tradisional
a. Pengobat
Pasal 1 Ayat (3) Kepmenkes No.1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional mengartikan pengobat adalah orang
yang melakukan penyembuhan atau mengobati. Pasal 18 Ayat (1) Kepmenkes
No.1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional merumuskan pengobat tradisional dapat memberikan obat tradisional
yang di produksi oleh industri obat tradisional (pabrikan) yang sudah terdaftar
serta memiliki nomor pendaftaran dan obat tradisional racikan.
b. Obat tradisional
Obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep
nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat
magic maupun pengetahuan tradisional. pada Pasal 1 Ayat (2) Kepmenkes No.
1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
merumuskan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi
kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau
masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini
banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan
24
efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.20
Obat jenis ini merupakan
obat yang terbuat dari tanaman herbal maupun buah-buahan dengan penggunaan
bahan dasar yang bersifat alamiah.
3. Jenis Pengobatan Tradisional
Menurut Asmino, pengobatan tradisional ini terbagi menjadi dua yaitu cara
penyembuhan tradisional atau traditional healing yang terdiri daripada pijatan,
kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau traditional drugs
yaitu menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk
menyembuhkan penyakit. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Pasal 3, pengobat tradisional
diklasifikasikan dalam jenis keterampilan, ramuan, pendekatan agama dan
supranatural.
Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis yaitu pertama dari sumber nabati yang
diambil dari bagian-bagian tumbuhan seperti buah, daun, kulit batang dan
sebagainya. Kedua, obat yang diambil dari sumber hewani seperti bagian kelenjar-
kelenjar, tulang-tulang maupun dagingnya dan yang ketiga adalah dari sumber
mineral atau garam-garam yang bisadidapatkan dari mata air yang keluar dari
tanah contohnya, air mata air zam-zam yang terletak di Mekah Mukarramah.21
20
Definisi Obat Tradisional,(www.obat-tradisional.com). diakses pada hari senin 23
januari 2015 pukul 03.49 21
Obat Tradisional. http://buktikanbisa.blogspot.com/2012/03/obat-tradisional-
makalah.html diakses pada hari Kamis.25 juni 2015 pukul 19:26
25
a. Obat Herbal
Obat herbal didefinisikan sebagai obat-obat yang dibuat dari bahan alami seperti
tumbuhan yang sudah di budidayakan maupun tumbuhan liar. Selain itu, obat
herbal juga bisa terdiri dari obat yang berasal dari sumber hewani, mineral atau
gabungan antara ketiganya. Sebanyak 150,000 dari pada 250,000 spesis tumbuhan
yang diketahui di dunia adalah berasal dari kawasan tropika. Di Malaysia saja,
kira-kira 1,230 jenis spesies tumbuhan telah lama digunakan di dalam rawatan
tradisional. Kaum Melayu misalnya sering menggunakan akar susun kelapa
(Tabernaemontana divaricata), akar melur (Jasminum sambac), bunga raya
(hibisus rosa sinensis) dan ubi memban (marantha arundinacea) untuk rawatan
kanser.
Pengobatan tradisional ini, masih kurang data laboratorium tentang khasiat serta
manfaat tanaman-tanaman tersebut. Oleh sebab itu, di kalangan ahli dokter
modern menganggap pengobatan alternatif ini kurang ilmiah karena tidak
didukung dengan data klinis yang valid. Para ahli pengobatan tradisional ini pada
dasarnya melihat kesehatan sebagai satu pendekatan holistik di mana jika adanya
berlaku gangguan pada salah satu organ tubuh maka ini akan menyebabkan
ketidak seimbangan pada organ tubuh yang lainnya. Tujuan utama pengobatan ini
dilakukan lebih kepada penyembuhan dengan menyeimbangkan kondisi organ-
organ ini dan bukan hanya untuk menghilangkan gejala saja.
b. Pijat Tradisional
Pijat adalah sebuah perlakuan ”hands-on”, di mana terapis memanipulasi otot dan
jaringan lunak lain dari tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
26
Berbagai jenis pijat dari lembut membelai hingga teknik manual yang lebih dalam
untuk memijat otot serta jaringan lunak lainnya. Pijat ini telah dipraktikkan
sebagai terapi penyembuhan selama berabad-abad yang hampir ada dalam setiap
kebudayaan di seluruh dunia. Ini dapat membantu meringankan ketegangan otot,
mengurangi stres, dan membangkitkan rasa ketenangan. Meskipun pijat
mempengaruhi tubuh secara keseluruhan, hal itu terutama mempengaruhi
aktivitas, sistem muskuloskeletal, peredaran darah, limfatik, dan juga saraf.
c. Akupuntur
Akupuntur adalah cara pengobatan yang menggunakan cara menusuk jarum pada
titik-titik tertentu pada tubuh badan manusia dan digunakan untuk mengembalikan
serta mempertahankan kesehatan seseorang dengan menstimulasi titik-titik itu.22
d. Sangkal Putung
Salah satu pengobatan tradisional yang masih diminati masyarakat yaitu sangkal
putung. Sangkal putung sebagai pengobatan patah tulang dengancara
mengusahakan reposisi dengan mengurut dan fiksasi dengan karton dan kayu.
Sangkal putung merupakan suatu pengobatan patah tulang oleh dukun patah
tulang yang dianggap memiliki kekuatan supranatural dengan cara mengurut,
memberi doa, dan minyak. Biasanya masyarakat yang berobat ke dukun sangkal
putung karena alasannya biaya pengobatan dan operasi orthopaedi/tulang yang
relatif mahal, selain itu juga disebabkan karena minimnya pengetahuan
masyarakat mengenai ilmu medis dan bingung mengenai langkah atau pilihan
yang tepat untuk mengobati patah tulang.
22
Obat Tradisional. http://buktikanbisa.blogspot.com/2012/03/obat-tradisional-
makalah.html diakses pada hari Kamis.25 juni 2015 pukul 19:26
27
E. Tanggung Jawab Hukum
Tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut
ketentuan hukum yang berlaku atas kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Secara umum
tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau
berperilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan yang telah
ada.23
Menurut Wahyu Sasongko, tanggung jawab hukum adalah kewajiban
menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku dan di sini ada
norma atau peraturan hukum yang mengatur tentang tanggung jawab. Ketika ada
perbuatan yang melanggar norma hukum itu, maka pelakunya dapat dimintai
pertanggungjawaban sesuai dengan norma hukum yang dilanggar.24
Tanggung
jawab dalam hukum perdata dapat dimintakan berdasarkan pertanggungjawaban
kerugian karena perbuatan melawan hukum (onrechtsmatigedaad) atau
pertanggungjawaban atas kerugian karena wanprestasi.25
1. Perbuatan Melawan Hukum (Onreehtmatigedaad)
Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, “Tiap perbuatan melawan hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”. Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata
23
Dendri Satriawan, Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Kerugian Yang Diakibatkan
oleh Tenaga Kesehatan, Bandar lampung, Universitas Lampung, Skripsi, 2014, hlm. 9. 24
Wahyu Sasongko, Op. Cit., hlm. 96. 25
Anny Isfandyarie. 2006. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter. Jakarta.
Prestasi Pustaka. hlm. 6.
28
berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum bertentangan dengan undang-undang dan bahkan
dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-
undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan
memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.26
Selain melahirkan
tanggung jawab perbuatan melawan hukum KUHPerdata juga melahirkan
tanggung hukum atas perbuatan wanprestasi yang diawali dengan perjanjian yang
melahirkan hak dan kewajiban.27
2. Wanprestasi
Pada suatu perjanjian, adakalanya salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian tersebut. Prestasi merupakan isi
daripada perikatan, apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang
telah ditentukan dalam perjanjian, ia dikatakan wanprestasi.28
Pengertian kelalaian
atau wanprestasi ada beberapa macam, yang meliputi:
a. Tidak melaksanakan isi perjanjian sebagaimana disanggupinya.
b. Melaksanakan isi perjanjian namun tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melaksanakan isi perjanjian namun terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
26
Komariah. 2001. Edsisi Revisi Hukum Perdata. Malang. Universitas Muhammadiyah
Malang. hlm. 12. 27
Ahmadi Miru. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
hlm. 127. 28
Lukman Yuwono. 2013. Upaya Perusahaan Rental Untuk Menyelesaikan Wanprestasi
Dan Overmacht Yang Berupa Kerusakan Pada Perjanjian Sewa Menyewa Mobil. Malang.
Universitas Brawijaya, Artikel Ilmiah. hlm. 10.
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/152/145. Diunduh Pada
Tanggal 05 Januari 2015 Pukul 13.08 WIB.
29
Perjanjian memiliki kekuatan mengikat yaitu Pasal 1339 KUHPerdata sehingga
pihak yang dirugikan oleh adanya wanprestasi ini dapat melayangkan tuntutan
atas kelalaian yang terjadi. Pihak yang dirugikan dapat melakukan tuntutan
dengan salah satu cara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1267
KUHPerdata, yaitu:
a. Pemenuhan perikatan.
b. Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian.
c. Ganti kerugian.
d. Pembatalan perjanjian timbal balik.
e. Pembatalan dengan ganti kerugian.29
Sikap bertanggung jawab yang menjadi tuntutan dasar dalam menjalankan sebuah
profesi mempunyai 2 (dua) arah, yaitu:30
a. Seseorang diharapkan bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan hasilnya.
Artinya, kerja seseorang dituntut untuk menghasilkan sesuatu yang bermutu.
b. Seseorang dituntut untuk bertanggung jawab terhadap dampak pekerjaan
seseorang pada kehidupan orang lain.
29
Ganti rugi yang diharapkan bisa berupa biaya yang dikeluarkan, biaya yang diakibatkan
atas kerugian dan perkiraan keuntungan yang hilang akibat timbulnya kelalaian tersebut.
Pembayaran ganti rugi ini harus didahului oleh surat resmi dari pihak yang dirugikan (mengenai
kelalaian yang terjadi) terhadap pihak yang lalai. Pasal 1366 KUHPerdata menegaskan “Setiap
orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi
juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”. 30
E, Sumaryono. 1995. Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum.
Yogyakarta. Kanisius. hlm. 148.
30
F. Kerangka pikir
Keterangan :
Pasien datang ke pengobatan tradisional secara hukum telah mengadakan
penawaran dengan meminta bantuan pertolongan/bantuan pengobatan.
Selanjutnya pengobat yang menerima keluhan pasien dikonstruksikan sebagai
menerima permintaan tersebut. Terjadi kesepakatan dengan cara-cara pengobatan
tradisional/alternatif. Apabila terjadi kesepakatan maka di antara pengobat dan
pasien telah terjadi suatu perjanjian dan dilanjutkan dengan pengobatan.
Penyelenggaraan pengobatan tradisional
Pengobat Pasien
1. Perlindungan hukum bagi pasien
pengguna jasa pengobatan tradisional
sangkal putung
2. Upaya hukum bagi pasien pengguna
jasa pelayanan pengobatan tradisional
yang mengalami kerugian
31
Pelaksanaan perjanjian pengobatan tradisional antara pasien dan pengobat
tradisional juga melindungi penyelenggaraan pengobatan tradisional. Peraturan
Kepmenkes No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggara Pengobatan
TradisionaldanUndang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan. Pasien
harus mengetahui apakah pihak pengobat tradisional yang didatangi telah
memiliki Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) atau Surat Izin Pengobatan
Tradisional (SIPT) agar pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai
aturan hukum yang melindungi. Upaya tersebut untuk melindungi
penyelenggaraan pengobatan tradisional terutama terhadap pasien dan pengobat
tradisional serta memperjelas pertanggungjawaban kedua belah pihak secara
hukum.