ii. tinjauan pustaka 2.1. teori intervensi pemerintah · teori ini memandang pemerintah sebagai...

54
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah Penjelasan mengenai peranan pemerintah dalam perekonomian dan penentuan kebijakan yang diambil telah menjadi perdebatan yang lama di kalangan pemerhati ekonomi. Intervensi pemerintah pada produksi dan pemasaran produk pertanian merupakan fenomena universal. Beberapa pola intervensi bersifat umum untuk setiap negara terlepas dari latar belakang budaya, sejarah, sosiologis, dan lokasi geografi. Namun demikian terdapat tendensi kebijakan yang mendiskriminasi pertanian di negara berkembang dengan beban perpajakan sementara subsidi yang besar diberikan ke pertanian di negara maju (Swinnen and Zee, 1993). Selain itu lingkungan politik yang melingkupi kebijakan pertanian pada satu negara pun selalu berbeda dari waktu kewaktu seperti halnya perbedaan lingkungan politik antar negara pada waktu tertentu. Oleh karena itu eksaminasi landasan berfikir ekonomi makro dan mikro dari politik kebijakan pertanian tersebut dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan mencolok dalam kebijakan yang diambil. Kajian ekonomi tentang intervensi pemerintah pada produksi, pemasaran dan harga komoditi pertanian dapat diklasifikasikan ke dalam dua tradisi pemikiran berbeda (Swinnen and Zee, 1993), sementara Barret (1999) mengelompokkan menjadi tiga dengan menyertakan model mikroekonomi perilaku individual untuk menyelidiki ekonomi kebijakan pertanian. Namun karena model mikroekonomi merupakan model representasi agen (representative

Upload: trinhnguyet

Post on 08-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Intervensi Pemerintah

Penjelasan mengenai peranan pemerintah dalam perekonomian dan

penentuan kebijakan yang diambil telah menjadi perdebatan yang lama di

kalangan pemerhati ekonomi. Intervensi pemerintah pada produksi dan pemasaran

produk pertanian merupakan fenomena universal. Beberapa pola intervensi

bersifat umum untuk setiap negara terlepas dari latar belakang budaya, sejarah,

sosiologis, dan lokasi geografi. Namun demikian terdapat tendensi kebijakan yang

mendiskriminasi pertanian di negara berkembang dengan beban perpajakan

sementara subsidi yang besar diberikan ke pertanian di negara maju (Swinnen and

Zee, 1993). Selain itu lingkungan politik yang melingkupi kebijakan pertanian

pada satu negara pun selalu berbeda dari waktu kewaktu seperti halnya perbedaan

lingkungan politik antar negara pada waktu tertentu. Oleh karena itu eksaminasi

landasan berfikir ekonomi makro dan mikro dari politik kebijakan pertanian

tersebut dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan mencolok dalam

kebijakan yang diambil.

Kajian ekonomi tentang intervensi pemerintah pada produksi, pemasaran

dan harga komoditi pertanian dapat diklasifikasikan ke dalam dua tradisi

pemikiran berbeda (Swinnen and Zee, 1993), sementara Barret (1999)

mengelompokkan menjadi tiga dengan menyertakan model mikroekonomi

perilaku individual untuk menyelidiki ekonomi kebijakan pertanian. Namun

karena model mikroekonomi merupakan model representasi agen (representative

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

agent model), maka model tersebut umumnya mengabaikan preferensi yang saling

bertentangan diantara anggota masyarakat yang heterogen dan hasil kompetisi

untuk mengejar kepentingan yang saling berseberangan.

2.1.1. Teori Kepentingan Publik

Tradisi pemikiran pertama berdasarkan ekonomi kesejahteraan Pigovian

yang melakukan rekonsiliasi preferensi individu kedalam Teori Kepentingan

Publik (Public Interest Theory) dan intervensi pemerintah diperlukan terutama

untuk mengatasi persoalan kegagalan pasar yang ditimbulkan karena kompetisi

yang tidak sempurna, adanya eksternalitas dan barang publik, serta industri yang

memiliki fungsi biaya menurun (decreasing cost industries). Teori ini memandang

pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk

memperbaiki kegagalan pasar karena pada kondisi tersebut harga yang terjadi

gagal menjelaskan kelangkaan sumberdaya yang digunakan. Namun demikian

keterlibatan pemerintah adalah netral dari berbagai kepentingan karena didukung

oleh para perencana profesional handal dimana kepentingan politik tidak nampak

(Barrett, 1999).

Pendekatan ini menekankan mengapa ekonomi pasar gagal berfungsi secara

efisien dalam mengalokasikan dan mendistribusikan sumberdaya dan untuk

mengatasi kegagalan pasar negara menghasilkan barang publik dengan

menginternalisasikan manfaat dan biaya sosial kedalam proses produksi, dan

secara efektif mengatur industri yang memiliki struktur biaya menurun serta

mendistribusikan manfaat secara optimal. Teori kebijakan ekonomi ortodok yang

berlandaskan premis normatif untuk menemukan kebijakan ekonomi optimum

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

sangat relevan dengan kerangka kerja maksimisasi kemakmuran sosial ini. Namun

jika terdapat kebijakan yang non optimal, hal tersebut dikarenakan kurangnya

pengetahuan dan buruknya manajemen pemerintah (Swinnen and Zee, 1993).

2.1.2. Teori Kelompok Kepentingan

Tradisi yang kedua berasal dari teori kelompok kepentingan (Interest Group

Theory) yang memusatkan perhatian pada peranan berbagai kelompok

kepentingan (interest group) dan perilaku birokrasi (bureaucratic behavior).

Pendekatan ini memberikan penekanan pada ketidaknetralan pemerintah dalam

melakukan intervensi, karena seperti pelaku ekonomi lain, pemerintah memiliki

interest tertentu sehingga boleh jadi akan melahirkan kebijakan yang gagal.

Kehadiran kelompok kepentingan dalam studi merupakan konsekuensi logis dari

adanya kepentingan tersendiri dari birokrat, politisi, dan kelompok-kelompok

penekan (pressure group). Pendekatan ini dapat dilihat sebagai reaksi terhadap

pendekatan pigovian yang menolak anggapan bahwa pemerintah didalam

mengatasai ketidaksempurnaan pasar melakukan koreksi dengan cara yang

sempurna dan tanpa biaya. Intervensi pemerinah pada pasar mungkin saja gagal

memperbaiki ketidaksempurnaan pasar dan bahkan dapat membuatnya menjadi

lebih buruk (government failure).

Teori ini memusatkan perhatian pada alokasi sumberdaya publik di dalam

pasar politik dengan mengkaji perilaku berbagai kelompok kepentingan, termasuk

politisi dan birokrat. Menurut pendekatan ini pemerintah tidak lebih dari

sekumpulan lembaga eksekutif dan legislatif yang memilki kekuasaan dan

keinginannya sendiri. Pendekatan ini menganalisis bagaimana agen-agen

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

pemerintah berfungsi pada berbagai aransemen kelembagaan untuk menemukan

penjelasan antara apa yang direkomendasikan dengan apa yang dilakukan

pemerintah dan menganalisis hasil yang dicapai (Barrett, 1999; Swinnen and Zee,

1993).

Aliran pemikiran teori pilihan publik merupakan salah satu sudut pandang

didalam memahami pembuatan keputusan politik. Teori ini menggunakan

argumentasi ekonomi (economic reasoning) di dalam persoalan-persoalan politik.

Inti persoalan terletak pada perilaku rasional pemerintah dan berbagai kelompok

kepentingan yang melakukan ‘investasi’ untuk meningkatkan kemakmuran.

Penyedia manfaat politik (politisi dan birokrat) menawarkan subsidi, manfaat

pajak, dan sejumlah regulasi kepada peminat atau demanders (kelompok-

kelompok kepentingan) dengan imbalan pemberian suara, kontribusi pada

kampanye pemilihan umum, atau imbalan lain (Gardner, 1987). Di banyak negara

berkembang dimana birokrat dan politisi tidak dimonitor secara ketat, diskresi

kebijakan yang mereka miliki sering memunculkan penyuapan melalui

kewenangan alokatif dan ketepatan waktu pelayanan. Peminat yang memberikan

penawaran tertinggi akan mendapatkan alokasi dan dilayani tepat waktu. Untuk

mendapatkan pelayanan tepat waktu maka besarnya nilai penyuapan tergantung

pada marjinal benefit of time dari peminat sementara untuk mendapatkan alokasi

tertentu ditentukan oleh perbandingan manfaat marjinal dengan pengeluaran

marjinal lobi. Untuk kasus Indonesia, hasil penelitian Kuncoro (2004)

menunjukkan bahwa besarnya nilai penyuapan ini terhadap keseluruhan biaya

produksi untuk industri agribisnis mencapai 11.3 % sementara untuk industri

manufaktur adalah 9.3 %.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Kedua tradisi ini meskipun berbeda secara ideologi dan metodologi, namun

keduanya mengkaji persoalan bagaimana kepentingan ekonomi eksogen

mempengaruhi keseimbangan politik yang melibatkan berbagai kepentingan. Para

kelompok kepentingan bersifat rasional yang dinyatakan sebagai

memaksimumkan fungsi tujuan dengan manfaat (lobbies), kemakmuran individu

(voters), dan dukungan politik (politiciants) sebagai argumennya. Dengan cara ini

maka terdapat kesamaan antara analisis pasar politik dengan pasar ekonomi

dimana keseimbangan terjadi ketika manfaat politik marjinal sama dengan biaya

politik marjinal. Selain itu terdapat interaksi yang kuat antara kedua pasar

tersebut dimana pasar ekonomi dapat menciptakan kemakmuran (wealth) yang

dapat memperluas kekuasaan politik, sementara itu pasar politik dapat

mendistribusikan kemakmuran yang pada gilirannya dapat memperkuat

kekuasaan ekonomi (Swinnen and Zee, 1993).

2.2. Makroekonomi Politik Kebijakan Pertanian

2.2.1. Fakta Khas Kebijakan Pertanian

Studi ekonomi politik kebijakan pertanian sangat aktif dilakukan pada

periode 1980an hingga pertengahan tahun 1990an. Hal ini didukung oleh

kombinasi beberapa faktor. Pertama dan yang terutama yaitu fenomena subsidi

besar ke sektor pertanian yang diberikan negara-negara maju sementara negara-

negara berkembang memberlakukan pajak terhadap sektor pertanian. Kedua

adalah munculnya teori baru mengenai ekonomi politik (new political economy)

dari Universitas Chicago dengan kontributor utamanya Stigler (1971), Peltzman

(1976) dan Becker (1983), pemikiran teori pilihan publik Downs (1957), dan

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Olson (1965). Faktor ketiga adalah ketersediaan data baru dari negara berkembang

dalam kerangka penelitian oleh Bank Dunia. Kombinasi pertanyaan yang

menggoda, teori yang semakin kaya, dan ketersediaan data baru menghasilkan

banyak kajian ekonomi politik kebijakan pertanian antara tahun 1980an hingga

pertengahan 1990an. Setelah itu penelitian ekonomi politik kebijakan pertanian

secara keseluruhan semakin berkurang terutama pada dekade terakhir (Swinnen,

2009).

Lebih jauh Swinnen menyatakan studi-studi empiris kebijakan pertanian

yang telah dilakukan selama periode 1980an hingga pertengahan 1990an tersebut

dapat dikelompokkan kedalam tiga pola yaitu pola pembangunan (development

pattern), pola anti perdagangan (anti-trade pattern), dan pola anti keunggulan

komparatif (anti-comparative advantage pattern). Pola tersebut menurut Master

and Garcia (2009) merupakan fakta khas (stylized facts) yang melanda sektor

pertanian.

Pola pembangunan mengacu pada hubungan positif antara tingkat proteksi

pertanian dengan rata-rata pendapatan nasional negara, dan pergeseran historis

dari pengenaan pajak ke proteksi terhadap produsen pertanian seiring dengan

pertumbuhan ekonomi. Pola anti perdagangan mengacu pada observasi terhadap

sektor atau komoditi yang bersaing dengan impor (import-competing product)

cenderung dibantu (atau dikenai pajak kecil) dibanding dengan sektor yang

menghasilkan komoditi ekspor, sementara pola anti keunggulan komparatif

mengacu pada observasi proteksi yang relatif kecil (atau pajak tinggi) untuk

produk yang memiliki keunggulan komparatif dan proteksi meningkat ketika

pendapatan usahatani (pendapatan pada industri pertanian tertentu) menurun

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

relatif terhadap pendapatan sektor lain. Yang terakhir ini dapat terjadi karena

beberapa alasan antara lain menurunnya nilai tukar komoditi tersebut di pasar

dunia, fluktuasi nilai tukar, atau karena inovasi teknologi yang menurunkan

pendapatan komoditi tertentu (Swinnen, 2009; Rozelle and Swinnen, 2009).

Pola global tersebut tidak dapat dijelaskan dengan argumentasi ekonomi,

namun ia konsisten dengan prediksi teori ekonomi politik. Ketika argumentasi

ekonomi menyertakan banyak variabel dalam model namun dengan resiko

menyederhanakan insight dari persoalan, penjelasan ekonomi politik memusatkan

perhatian pada faktor-faktor ekonomi struktural penting. Beberapa studi

menjelaskan dampak perubahan kondisi struktur ekonomi terhadap biaya

distribusi dan distorsi yang berhubungan dengan tingkat proteksi, intensitas

aktivitas politik, serta kemampuan mengorganisir dan mempengaruhi pemerintah.

Sejalan dengan meningkatnya pendapatan, perubahan struktur ekonomi akan

mempengaruhi biaya distribusi dan biaya politik serta manfaat proteksi pertanian,

yang berarti meningkatkan insentif politik bagi pemerintah dalam pembuatan

keputusan. Misalnya ketika kontribusi pangan dalam total pengeluaran konsumen

semakin berkurang, hal tersebut menurunkan penolakan terhadap proteksi

pertanian bukan saja oleh konsumen tapi juga oleh pemilik modal di sektor lain

yang tidak menginginkan tekanan inflasi dari tingkat upah yang berasal dari

mahalnya pangan akibat proteksi (Swinnen, 2009; Master and Garcia, 2009).

Faktor lain yang bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi adalah

berkurangnya share pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja. Dengan

menurunnya jumlah petani secara relatif maka biaya per unit peningkatan

pendapatan pertanian akibat proteksi semakin kecil bagi anggota masyarakat lain.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Selanjutnya pendapatan non pertanian tumbuh lebih cepat dibanding pendapatan

sektor pertanian. Hal ini memberikan insentif politik baik dari sisi permintaan

(petani) maupun penawaran (politisi) untuk melakukan pertukaran antara transfer

pemerintah dengan dukungan politik. Ketika pendapatan pertanian menurun

relatif terhadap sektor lain, petani mencari sumber pendapatan lain tanpa melalui

mekanisme pasar ekonomi (non market source) misalkan dukungan pemerintah

(government support) baik karena penerimaan lebih besar dari investasi yang

dikeluarkan untuk aktivitas lobi atau aktivitas pasar lainnya maupun karena

kesediaan yang tinggi untuk memberikan dukungan suara. Dengan alasan yang

sama pemerintah cenderung mendukung sektor yang tidak memiliki keungulan

komparatif dibanding dengan yang memiliki keunggulan komparatif (Swinnen,

2009; Master and Garcia, 2009).

Teori ekonomi politik memprediksi bahwa ekspor menerima subsidi kecil

(atau pajak tinggi) dibanding dengan impor karena perbedaan elastisitas

permintaan dan penawaran. Distorsi dan biaya transfer intervensi kebijakan

meningkat sejalan dengan neraca perdagangan komoditas yaitu ketika net ekspor

naik. Oleh karena itu proteksi pada suatu sektor dibanyak negara meningkat

ketika surplus neraca perdagangan menurun. Dengan menurunnya share pertanian

dalam menyediakan kesempatan kerja, maka studi mengenai argumen aksi

kolektif menyatakan bahwa organisasi politik petani menjadi relatif murah yang

membuat lobi petani menjadi semakin efektif (Swinnen, 2009).

Sebagian besar studi empiris mengenai proteksi pertanian menggunakan

data cross section atau menggunakan panel data dengan periode singkat.

Meskipun menghasilkan insight penting, hubungan yang diperoleh

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

mengindikasikan adanya fluktuasi pada tingkat proteksi, umumnya berimpitan

dengan periode depresi ekonomi makro dan kelangkaan pangan. Fluktuasi

demikian menunjukkan bagaimana sensitif dan responsifnya proteksi pertanian

(transfer pendapatan) terhadap perubahan eksternal. Fluktuasi dukungan pertanian

terlihat jelas dari studi historis mengunakan data rentang waktu dan analisis

ekonometrika. Namun demikian studi historis tersebut fokus pada satu negara

sehingga sulit membuat generalisasi (Swinnen, 2009; Master and Garcia, 2009).

2.2.2. Studi Empiris

Berbagai fakta khas (stylized facts) pertanian tersebut dapat dijelaskan

dengan teori ekonomi politik dan Master and Garcia (2009) telah menguji

konsistensi teori ekonomi politik terhadap fakta dengan menggunakan data panel

untuk negara berkembang dan negara maju.

Rational Ignorance

Konsep rational ignorance pertama kali dikemukakan oleh Anthony Downs

(1957) untuk menjelaskan minimnya informasi yang dimiliki individu yang

berkaitan dengan isu-isu kebijakan dan argumentasi ekonomi yang berkaitan

dengan perilaku ini diberikan Stigler (1961) yang mengatakan individu akan

mencari informasi sampai suatu tingkat tertentu dimana manfaat marjinal harapan

(expected marginal benefit) sama dengan biaya marjinal harapan (expected

marjinal cost). Diluar tingkatan tersebut pencarian tambahan informasi menjadi

tidak produktif. Oleh karena itu adalah rasional (rational) bagi seseorang untuk

bersikap tidak acuh (ignorance) terhadap suatu kebijakan jika biaya yang

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

dikeluarkan untuk mempelajari atau melakukan aksi terhadap kebijakan tersebut

lebih besar dari manfaat yang diberikan secara individual atau secara keseluruhan

lebih besar dari biaya organisasi politik.

Dengan menggunakan ukuran tingkat bantuan nominal (nominal rate of

assistence, NRA) sebagai variabel terikat (dependent variable) dan total biaya per

kapita sebagai variabel bebas (independent variable), Master and Garcia

menemukan hubungan bahwa naiknya biaya per kapita diikuti dengan penurunan

persentase NRA. Hubungan ini menjelaskan mengapa manfaat kebijakan

cenderung terkonsentrasi pada sedikit orang sehingga memotivasi mereka untuk

melakukan aksi politik dan memanfaatkan kebijakan yang dihasilkan (Master and

Garcia, 2009). Dampak tersebut semakin besar untuk masyarakat di perkotaan

yang mengindikasikan mereka lebih mudah dimobilisir dari pada masyarakat

perdesaan. Bahkan pada kebanyakan kasus manfaat tersebut diperoleh dengan

pengorbanan pihak lain dan jika pengorbanan tersebut relatif kecil secara

individual maka kebijakan tersebut dipertahankan untuk waktu yang cukup lama.

Hal ini dikarenakan ketika seseorang ingin mengevaluasi suatu kebijakan,

individu tersebut tidak akan mengumpulkan informasi yang memadai karena

mengetahui kemungkinan untuk mempengaruhi aksi bersama (collective actions)

sangat kecil.

Absolute Group Size

Menurut Olson (1965) kelompok dengan anggota yang relatif banyak

cenderung menghadapi persoalan free rider sehingga peranannya dalam

mempengaruhi kebijakan tidak akan efektif. Free ride terjadi karena manfaat tidak

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

dapat dipisahkan untuk dinikmati antara mereka yang memberi kontribusi dengan

yang tidak. Namun demikian jika kelompok tersebut lebih berpengaruh karena

dapat memobolisasi suara, kontribusi politik, atau tekanan politik lainnya maka

akan berdampak sebaliknya.

Hasil penelitian Master and Garcia (2009) menunjukkan bahwa kelompok

yang lebih besar dapat memperoleh manfaat dari kebijakan yang dibuat.

Kemungkinan yang terjadi adalah kelompok tersebut memiliki tingkat free-

ridership yang sama sehingga kelompok yang besar lebih berpengaruh dari pada

kelompok yang relatif kecil. Lebih dari itu pengaruh tersebut lebih besar dimiliki

oleh kelompok di perkotaan daripada kelompok di perdesaan yang berarti setiap

tambahan penduduk perkotaan memiliki pengaruh politik yang lebih besar

daripada setiap tambahan penduduk perdesaan.

Mempertimbangkan dua pendekatan ekonomi politik ini maka diperoleh

parameter unconditional regression NRA dengan pendapatan nasional relatif kecil

jika dibandingkan dengan regresi yang juga menyertakan rational ignorance

namun lebih besar pada hasil regresi dengan kontrol group size. Hal ini

mengindikasikan rational ignorance merupakan penjelasan penting terhadap

fenomena paradoks pembangunan (development paradox) yaitu pertanian di

negara maju menerima subsidi besar sementara di negara berkembang dikenai

pajak, sedangkan group size memberikan pengaruh tambahan. Namun demikian

ketiga regresi tersebut kurang tepat untk diperbandingkan karena memiliki ukuran

sampel yang berbeda (Master and Garcia, 2009).

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Rent Seeking Behavior

Teori pilihan publik (public choice theory) diawali dengan premis bahwa

pemerintah memiliki keinginannya sendiri (self interest) yang ingin

dimaksimumkan dan salah satunya adalah mempertahankan kekuasaan. Dalam

demokrasi hal ini berarti mengamankan suara untuk dapat terpilih kembali,

sehingga pada lingkungan politik yang demikian pemerintah akan menghasilkan

regulasi, perpajakan, atau subsidi yang menguntungkan kelompok tertentu dan

sebagai imbalannya kelompok tersebut memberikan dukungan politik untuk

mempertahankan pemerinah yang berkuasa. Dengan kata lain dalam konteks

kebijakan pertanian, terdapat pasar politik dimana pemerintah menyediakan

subsidi untuk para petani dengan imbalan dukungan politik.

Teori pilihan publik juga terkait dengan aktivitas mencari rente (rent seeking

activities) yang dilakukan individu atau kelompok (misalnya kelompok petani)

untuk mendapatkan transfer pemerintah baik melalui subsidi langsung ataupun

pembuatan regulasi yang menguntungkan. Aktivitas memburu rente juga

dilakukan birokrasi untuk memperbesar organisasinya dan manfaat lain dari

organisasi birokrasi yang semakin besar tersebut. Akibatnya adalah para pembuat

keputusan akan menghasilkan kebijakan yang tidak memenuhi pareto efisiensi

terutama jika mereka dapat menghindar dari proses akuntabilitas. Pendekatan

memburu rente menjelaskan pola intervensi kebijakan melalui check and

balances yang membatasi pembuat keputusan pada berbagai tingkatan dan

berbagai sektor (Schmitz, et al., 2002).

Hasil penelitian Master and Garcia menunjukkan bahwa pemerintah yang

menghadapi kontrol ketat melalui mekanisme check and balances menghasilkan

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

NRA yang relatif kecil atau menghasilkan kebijakan yang mendekati pareto

optimal dibandingkan dengan pemerintah yang melakukan kooptasi. Informasi

check and balances mengukur efektifitas pengawasan parlemen terhadap

pemerintah yang membuat keputusan atau menurut undang-undang bagaimana

parlemen mempengaruhi pengawasan oleh anggotannya. Informasi ini berasal dari

database of political institutions yang disusun oleh Beck, Keefer and Clarke (2008).

2.3. Mikroekonomi Politik Kebijakan Pertanian

2.3.1. Fungsi Preferensi Politik

Dalam mengelaborasi teori pilihan publik, beberapa penulis

mengkuantifikasi bias kebijakan terhadap kelompok tertentu dalam masyarakat

dengan menggunakan Fungsi Preferensi Politik (FPP). Pendekatan ini

mengasumsikan bahwa kebijakan pertanian yang berlaku merupakan

keseimbangan ekonomi politik yang melibatkan semua kekuatan yang relevan

(Johnson, 1995). Pengaruh berbagai kelompok dalam proses penyusunan

kebijakan tercermin dalam fungsi preferensi politik yang dimaksimumkan

pemerintah dengan mempertimbangkan semua pembatas ekonomi yang ada, dan

bobot politik (political weight) untuk masing-masing kelompok kepentingan

merupakan hasil dari proses pembuatan keputusan politik tersebut (Bullock, 1994;

Swinnen et al., 2000; Lee and Kennedy, 2007).

Secara hipotetis para pembuat kebijakan pertanian memiliki fungsi

kemakmuran (welfare function) yang menyertakan bobot politik dari masing-

masing kelompok kepentingan (misalkan 3 kelompok) yang dinyatakan dalam

model FPP sederhana berikut (Johnson, 1995).

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

W = wp.Gp + wc.Gc – wt.Lt (2.1)

dimana wp, wc, dan wt adalah bobot politik untuk kelompok produsen, konsumen,

dan pembayar pajak (tax payer), serta Gp, Gc, dan Lt merepresentasikan dampak

kemakmuran yang dihasilkan dari kebijakan tersebut yang secara berurutan

mewakili surplus produsen, surplus konsumen dan kerugian pembayar pajak.

Keterangan: P0EAPS = Gp = perubahan surplus produsen P0EBPd = Gc = perubahan surplus konsumen PSABPd= Lt = kerugian pembayar pajak EAB = DLt= dead weight loss. Misalkan pemerintah menggunakan kebijakan dukungan harga (price

suport) untuk meningkatkan produksi maka produsen dan konsumen diuntungkan,

tapi pembayar pajak dirugikan. Gambar berikut menunjukkan bahwa kerugian

pembayar pajak adalah jumlah dari Gp, Gc, dan ABE (dead weight loss, DLt),

sehingga fungsi kemakmuran dapat dinyatakan sebagai,

W= (wp - wt) Gp + (wc - wt) Gc – wt DLt (2.2)

Pengukuran preferensi dapat dilakukan karena ia teramati (observable) yaitu

ditunjukkan oleh aktivitas kebijakan, dan argumen yang terdapat pada FPP

Supply

Demand

QS 0 Quantity

P

B

A

P0

Pd

PS

Q0

E

Sumber: Johnson, 1995

Gambar 3. Model Ekonomi Tertutup Dampak Kebijakan Dukungan Harga

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

mewakili ukuran-ukuran kinerja seperti surplus kemakmuran. Oleh karena itu

bobot politik yang dihasilkan dari proses pembuatan keputusan politik pun dapat

diketahui dan diukur. Swinnen and Zee (1993) menyebutkan ada tiga pendekatan

untuk mendapatkan bobot politik yang terkandung dalam FPP yaitu pendekatan

langsung dengan mewawancarai pembuat kebijakan, pendekatan tidak langsung

menggunakan revealed preference, dan pendekatan arbitrary dimana peneliti

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki menentukan sendiri bobot politik dari

masing-masing kelompok kepentingan. Namun demikian dalam penelitian

ekonomi politik kebijakan pertanian pendekatan yang paling banyak digunakan

adalah pendekatan tidak langsung, revealed preference, dengan

mendiferensiasikan fungsi preferensi politik terhadap harga sebagai kondisi

pertama (first order condition) dalam memaksimumkan nilai FPP untuk kemudian

mendapatkan bobot politik dari masing-masing kelompok kepentingan.

Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa proses pembuatan kebijakan

dapat dijelaskan melalui persoalan matematik dimana pemerintah

memaksimumkan sebuah fungsi kemakmuran yang terdiri dari kemakmuran

berbagai kelompok kepentingan. Fungsi yang akan dimaksimumkan nilainya

tersebut dikenal dengan Fungsi Preferensi Politik (FPP). Menurut Bullock (1994)

meskipun kajian FPP dalam literatur sering dibahas namun penjelasan mengenai

metodologi dan asumsi yang diperlukan relatif sedikit. Metodologi FPP

menempatkan frontier Pareto sebagai bagian penting penggunaan model dan

kajian FPP mengukur tingkat transformasi marjinal (Marginal Rate of

Transformation, MRT) di sepanjang frontier Pareto tersebut. Oleh karena

penelitian ini berlandaskan pada kerangka kerja FPP dan Bullock (1994) dalam

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

artikelnya telah melakukan evaluasi kritis tentang FPP maka bagian berikut

(2.3.1.1. hingga 2.3.1.4.) merupakan saduran dari artikel tersebut untuk

memberikan pemahaman komprehensif tentang kerangka kerja FPP.

2.3.1.1. Rasionalitas Pemerintah dan Efisiensi Pareto

Dalam evaluasi kritisnya terhadap FPP, Bullock (1994) menyajikan

rasionalitas dan asumsi Fungsi Preferensi Politik (Political Preference Function).

Kajian diawali dengan memberikan beberapa definisi formal, yaitu pemerintah

memiliki p ≥ 1 instrumen kebijakan untuk memperbaiki kemakmuran dari q ≥ 2

kelompok kepentingan. Misalkan x* = (x1, …, xp) adalah vektor yang menjelaskan

level instrumen kebijakan pertanian yaitu 1, …, p, dan sebuah nilai tertentu dari

vektor variabel x* disebut sebuah “kebijakan.” Misalkan u*=(u1, …, uq) adalah

sebuah vektor yang menerangkan tingkat kemakmuran kelompok 1, …, q, dan b*

= (b1, …, by) adalah vektor yang menjelaskan struktur pasar dan bersifat eksogen

terhadap kebijakan pemerintah, misalnya elastisitas permintaan dan penawaran.

Misalkan juga * Rp adalah set dari semua kebijakan yang dapat

diimplemetasikan jika sumberdaya tidak terbatas, dan X* * adalah set dari

kebijakan yang secara teknis layak diimplementasikan dengan keterbatasan

sumberdaya yang dimiliki pemerintah. Misalkan juga B* Ry adalah set vektor b*

untuk semua parameter. Tingkat kemakmuran adalah fungsi dari kebijakan dan

kondisi pasar: u*= (u1, …, uq) = [h1(x*,b*), …, hq(x*,b*)] = h*(x*,b*) dimana fungsi

vektor h* dapat didiferensiasikan secara kontinyu (continuously differentiable)

terhadap X* × B*. Untuk struktur pasar yang dijelaskan oleh b*0 B*, set luaran

kebijakan yang secara teknis dapat diimajinasikan adalah I*(b*0) = {u*|u*=

h*(x*,b*0), x* *} dan set hasil kebijakan yang secara teknis layak adalah

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

F*(b*0) = {u*|u*= h*(x*,b*0), x* *}. Dengan demikian sebuah fungsi preferensi

politik adalah strictly increasing function g*: I*(b*0) → R.

2.3.1.2. Asumsi Dasar

Asumsi dasar FPP adalah pemerintah bersikap rasional dalam arti

memaksimumkan fungsi preferensi dengan kehadiran pembatas (maximizes a

preference subject to a constraint) dan menyelesaikan persoalan yang dapat

direpresentasikan sebagai (FPP-MAX)*, dimana FPP g* menjelaskan preferensi

atau kemakmuran sosial,

(2.3)

= h*(x*, b*0) F*(b*0).

Selanjutnya menurut kaidah Kuhn and Tucker, x*0 adalah kebijakan yang

efisien jika dan hanya jika x*0 menyelesaikan persoalan maksimisasi vektor

(Vector Maximization Problem, VMP)* yaitu,

(VMP)* V-MAX h*(x*,b*0) s.t. x* X*, (2.4)

dimana x*0 adalah efisien jika dan hanya jika tidak ada x* X* yang memenuhi

h*(x*,b*0) ≥ h*(x*0,b*0). Untuk b*0 B*, frontier Pareto P*(b*0) menyatakan

kumpulan semua hasil kebijakan yang efisien (Bullock, 1994), yaitu:

P*(b*0) = {u*|u*= h*(x*,b*0), x* solves (VMP)*}. (2.5)

Frontier Pareto adalah kurva instrumen kebijakan majemuk (multiple-policy-

instrument), kelompok kepentingan majemuk (multiple-interest-group),

generalisasi dari instrumen kebijakan tunggal (single-policy-instrument), dan

transformasi surplus dua kelompok kepentingan (two-interest-group surplus

transformation curve). Karena frontier Pareto menyatakan batas terluar kumpulan

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

dari semua hasil kebijakan yang layak secara teknis (boundary of the set of

technically feasible policy oucomes) F*(b*0) maka ia membatasi (FPP-MAX)*.

Proposisi berikut menunjukkan bahwa dengan rasionalitas, kemakmuran yang

dihasilkan (observed welfare oucome) berada pada frontier Pareto.

Proposisi. Untuk b*0 B*, jika sebuah kebijakan x*0 menyelesaikan (FPP-MAX)*,

maka h*(x*0,b*0) P*(b*0).

Bukti. Misalkan itu tidak benar. Maka untuk b*0 B*, x*0 menyelesaikan (FPP-

MAX)*, tetapi h*(x*0,b*0) P*(b*0). Karena h*(x*0,b*0) P*(b*0) maka terdapat

sebuah x* X*, katakan x*’, sedemikian hingga h*(x*’,b*0) ≥ h*(x*0,b*0). Karena

g*(u*) adalah strictly increasing, maka g*[h*(x*’,b*0)] > g*[h*(x*0,b*0)], yang

mengimplikasikan bahwa x*0 tidak menyelesaikan (FPP-MAX)* sehingga

kontradiktif dengan asumsi awal pembuktian (Bullock, 1994).

Proposisi tersebut menunjukkan bahwa implikasi langsung dari asumsi dasar

studi FPP adalah hasil kebijakan yang diamati memenuhi Pareto efisien.

Pemerintah yang rasional tidak akan memilih sebuah hasil kemakmuran

h*(x*0,b*0) yang terletak pada interior pembatas F*(b*0).

2.3.1.3. Dimensi Fungsi

Pada realitas sehari-hari banyak kelompok kepentingan mempengaruhi

kebijakan (yang sangat ekstrim adalah setiap individu adalah satu kelompok),

banyak instrumen kebijakan yang tersedia bagi pemerintah, dan banyak

parameter yang diperlukan untuk menjelaskan keadaan pasar. Akibatnya peneliti

FPP harus mengagregasikan atau menghilangkan beberapa kelompok

kepentingan, mengabaikan beberapa instrumen kebijakan, dan menggunakan

model ekonometrik sederhana untuk menjelaskan kondisi pasar. Dengan kata lain

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

peneliti mengurangi dimensi ekonomi politik FPP, mempertimbangkan m < p

instrumen kebijakan, n < q kelompok kepentingan, dan z < y parameter pasar.

Oleh karena itu vektor model instrumen kebijakan yang tersedia adalah x = (x1, ..,

xm), model vektor kemakmuran kelompok kepentingan u = (u1, .., un), dan vektor

model paramter pasar adalah b = (b1, .., bz). Demikian juga dengan definisi

, X , B , u = h(x,b), I(b0), dan F(b0) untuk model yang serupa

dengan yang bertanda asterik sebelumnya. FPP dengan demikian adalah fungsi

yang strictly increasing g: I(b0)→ R, dan peneliti FPP mengasumsikan bahwa

terdapat m instrumen, n kelompok kepentingan, dan z paramater yang dipilih

sedemikian hingga (FPP-MAX) merupakan representasi dari (FPP-MAX)*

(2.6)

= h(x, b0) F(b0).

Frontier Pareto yang diimplikasikan model dengan demikian adalah P(b0) = {u|u=

h(x,b0), x solves (VMP)}

(VMP) V-MAX h(x,b0) s.t. x X. (2.7)

Studi FPP kemudian menyimpulkan preferensi pemerintah dari laju transformasi

marjinal (Marginal Rate of Trasnformation, MRT) (Bullock, 1994).

Untuk menjaga konsistensi terhadap asumsi awal, peneliti FPP harus

memilih kebijakan yang diamati (observe policy), katakan x0, dan menemukan

fungsi g dan h untuk merasionalkan kebijakan x0, sedemikian hingga x0

menyelesaikan (FPP-MAX). Jika x0 adalah solusi interior dari (FPP-MAX), maka

kondisi ordo pertama (FPP-MAX) terpenuhi. Implikasinya adalah bobot politik

yang diukur dari FPP sama dengan laju transformasi marjinal di sepanjang

frontier Pareto (Bullock, 1994).

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Metodologi FPP disajikan pada gambar 4 untuk n = 3 kelompok

kepentingan, dan m ≥ 3 instrumen kebijakan. Parameter kondisi pasar

diasumsikan tetap pada b0 B. Tujuan pemerintah adalah menyelesaikan

persoalan serupa (FPP-MAX), yaitu memaksimumkan g(u1,u2,u3). Salah satu

bagian kontur g pada ruang (u1,u2,u3) disajikan pada gambar 4. Pemerintah

memilih kebijakan x0 untuk mendapatkan hasil kemakmuran h(x0,b0) =

(u10,u2

0,u30) pada titik A, yaitu terletak pada frontier Pareto P(b0) dan pada

persinggungan dengan kontur FPP tertingi yang dapat dijangkau.

Ukuran kekuatan politik pada FPP ditunjukkan oleh laju substitusi marjinal

(Marginal Rate of Substitution, MRS) pemerintah diantara kelompok kepentingan

yaaitu sudut MRS21 dan MRS31 pada gambar 4. Karena FPP tidak dapat diamati

secara langsung maka MRS juga tidak dapat diukur secara langsung. Tetapi

sejauh derivatif h(x,b) dapat diukur (diketahui) maka MRT di sepanjang frontier

Pareto dapat diamati secara langsung (Bullock, 1994). Syarat perlu (necessary

Sumber: Bullock, 1994.

Gambar 4. Karakteristik Fungsi Preferensi Politik yang Memenuhi Pareto Frontier

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

condition) dari (PPF-MAX) dan (V-MAX) memungkinkan untuk membuat

simpulan MRS dari MRT. Jika x0 adalah solusi interior dari (FPP-MAX) maka,

. (2.8)

Elemen z(x0,b0) adalah laju substitusi marjinal pemerintah (government’s

marginal rate of substitution): MRSi1= -{ g[h(x0,b0)]/ ui}/{ g[h(x0,b0)]/ u1}.

Vektor dan kolom adalah kemiringan fungsi kemakmuran

kelompok (gradient of group welfare function) h1, .., hn, yang dianalisis pada

(x0,b0). Kondisi (2) berikut diperlukan agar x0 menyelesaikan (VMP) sehingga

h(x0,b0) P(b0),

(2.9)

Meskipun fungsi tujuan pada (FPP-MAX) dan (V-MAX) berbeda, solusi unik

z(x0,b0) pada (2.8) diperoleh jika dan hanya jika terdapat solusi unik t pada (2.9),

serta jika dan hanya jika z(x0,b0) = t. Elemen dari z(x0,b0) adalah koefisien dari

hyperplane yang bersinggungan (tangent) dengan kontur FPP pada h(x0,b0) dan

koefisien ini juga menyatakan laju transformasi marjinal, MRT. Studi FPP

mengukur vektor MRS z(x0,b0) secara tidak langsung dengan langsung mengukur

MRT vektor t, sehingga studi FPP secara langsung mengukur karakteristik

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

frontier Pareto. Elemen t ditunjukkan pada gambar 4 sebagai sudut MRT21 dan

MRT31. Kondisi ordo pertama (FPP-MAX) mengimplikasikan MRS21 = MRT21

dan MRS31=MRT31 dan persamaan (2.8) dan (2.9) menyatakan kajian FPP

memerlukan dua asumsi, yaitu: (1) pemerintah memiliki fungsi tujuan yang dapat

direpresentasikan dengan (FPP-MAX), dan (2) pemerintah dapat mengukur

derivatif pertama fungsi kemakmuran kelompok kepentingan h(x,b) untuk

menyelesaikan persoalan (FPP-MAX) (Bullock, 1994).

2.3.1.4. Frontier Pareto dan Kurva Trasformasi Surplus

Bullock (1994) menunjukkan bahwa untuk dua kelompok kepentingan,

sebuah kurva transformasi surplus (Surplus Transformation Curve, STC) dapat

digambarkan pada ruang (u1, u2) dengan merubah satu instumen xi, secara

kontinyu dengan instrumen lain tetap, dan menggambarkan resultan ordo dua (u1,

u2) pada R2. Dengan cara yang sama kurva transformasi surplus STCi dapat

digambarkan pada ruang (u1, ..,un) dengan merubah instumen xi, secara kontinyu

dengan instrumen lain tetap, dan menggambarkan resultan ordo n (u1,..,un) pada

Rn. Jadi paling tidak terdapat n kurva transformasi surplus STC1, .., STCn yang

melalui titik h(x0,b0) yang masing-masing diperoleh dengan merubah satu

instrumen x1, .., xn, dengan n-1 instrumen lain dipertahankan tetap (constant).

Persamaan (2.9) mengimplikasikan bahwa jika h(x0,b0) terletak pada frontier

Pareto, STC1, .., STCn adalah bersinggungan dengan hyperplane pada titik

tersebut. Hubungan antara STCs dengan frontier Pareto disajikan pada gambar 5

berikut untuk m = 2 instrumen dan n = 2 kelompok kepentingan.

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Misalkan dalam konteks swasembada gula instrumen kebijakan yang

digunakan adalah subsidi input (s) dan dukungan riset (r) sehingga kebijakan

tersebut menurunkan biaya marjinal dan harga gula domestik, dua kelompok

kepentingan adalah konsumen-pembayar pajak dan produsen gula yang

kemakmurannya CS dan PS merupakan fungsi dari pilihan kebijakan pemerintah

(s,r). Hasil kemakmuran dari kebijakan (s0,r0) adalah [CS(s0,r0), PS(s0,r0)] pada

titik a. Paling tidak terdapat dua STCs, dinotasikan dengan STCr/s0 dan STCs/r0,

yang melalui titik a. Pemerintah dapat merubah perekonomian di sepanjang

STCr/s0 dengan merubah level penelitian (r) namun subsidi dipertahankan tetap

pada s0 (Bullock, 1994).

Pemerintah juga dapat merubah perekonomian di sepanjang STCs/r0 dengan

cara merubah subsidi (s) namun dukungan penelitian dipertahankan tetap pada r0.

Sumber: Bullock, 1994

Gambar 5. Hubungan Kurva Transformasi Surplus dengan Pareto Frontier

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Perhatikan bahwa pada titik a sudut STCr/s0 dan STCs/r0 tidak sama karena pada

titik tersebut STCr/s0 dan STCs/r0 tidak menyinggung hyperplane (pada ruang R2

hanya berupa garis). Karena kondisi perlu (necessary condition) dari (VMP) pada

persamaan (2.9) tidak terpenuhi, maka kebijakan (s0,r0) tidak efisien, sehingga

[CS(s0,r0), PS(s0,r0)] pada titik a tidak terletak pada frontier Pareto. Pilihan

lainnya adalah menerapkan kebijakan yang lain misalkan (s1,r1) sehingga

perekonomian berada pada titik d yang Pareto-superior dari pada titik a. Oleh

karena itu secara umum terdapat banyak pilihan kebijakan yang efisien seperti

(r1,s0) dan (r0,s1) karena slope dari STCr/s0 dan STCs/r1 sama di titik b, dan slope

dari STCr/s1 dan STCs/r0 sama di titik c (Bullock, 1994).

2.3.2. Studi Empiris

Kontribusi FPP didalam analisis ekonomi politik kebijakan pertanian

terletak pada, (i) penentuan bobot politik dari berbagai kelompok kepentingan;

dan (ii) penentuan level instrumen kebijakan untuk level bobot politik tertentu

(Swinnen and Zee, 1993). Kontribusi terhadap penentuan bobot politik dapat

ditemukan pada penelitian Lopez (1994) yang menganalisis kebijakan harga gula

di Philippine dimana bobot politik produsen gula berubah diantara rezim

pemerintah Marcos ke Aquino dan bobot politik tersebut dipengaruhi oleh

kebijakan impor kuota gula yang diterapkan Amerika Serikat. Penelitian FPP lain

oleh Sarker et al. (1993) menemukan bahwa aktivitas lobi dari kelompok-

kelompok kepentingan berpengaruh positif terhadap peningkatan bobot politik

kelompok dengan mempengaruhi pembuatan kebijakan pemerintah, dan reformasi

pertanian mengimplikasikan terjadinya perubahan bobot politik relatif pada FPP

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

tersebut. Dalam hal efisiensi lobi ditemukan bahwa kelompok produsen lebih

efisien dalam melakukan lobi dari pada kelompok konsumen yang tidak

terorganisir dengan baik sehingga kebijakan pertanian terutama di negara maju

dan di beberapa negara berkembang lebih ramah terhadap produsen daripada

terhadap konsumen. Hasil studi empiris mendukung proposisi bahwa terdapat

hubungan terbalik antara keunggulan kompatarif pertanian dengan manfaat

kebijakan untuk kelompok produsen, baik di negara maju maupun di negara

berkembang, namun kurang mendudukung untuk proposisi mengenai adanya

hubungan terbalik antara share pertanian di dalam total economy dengan manfaat

lobi yang diterima kelompok produsen. Hasil kajian juga mendukung proposisi

mengenai adanya hubungan negatif antara nilai tukar pertanian (agriculture’s

international term of trade) dan manfaat kebijakan yang dinikmati petani gandum

di negara maju namun tidak untuk petani di negara berkembang.

Pada penelitian lain yang juga menggunakan pendekatan tidak langsung

revealed preference, Lee and Kennedy (2007) menemukan bahwa kebijakan

produksi dan perdagangan beras di tiga negara maju Korea, Jepang, dan Amerika

Serikat antara tahun 1960-1999 adalah bias ke produsen namun dengan

kecenderungan yang semakin kecil yang ditunjukkan dengan tren menurun dari

bobot politik produsen walaupun masih tetap lebih besar dari 100%. Selain itu

peneliti menemukan bahwa bobot politik untuk masing-masing kelompok

kepentingan merupakan fungsi dari harga, parameter proporsionalitas, dan

elastisitas permintaan dan penawaran. Hasil simulasi menggunakan game theory

menemukan bahwa kebijakan perdagangan terbaik bagi Amerika Serikat terhadap

negara mitra dagang Korea dan Jepang adalah dengan mengkombinasikan

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

kebijakan akses pasar (market access) dengan program pengembangan pasar luar

negeri (foreign market development programs) di tengah tantangan kehadiran

perusahaan perdagangan negara mitra dagang (state trading enterprise, STE) yang

distortif.

Tabel 1. Studi Empiris Ekonomi Politik Kebijakan Pertanian

Penelitian (tahun)

Model/Metode Kelompok kepentingan

Bias kebijakan thdp kelompok

Keterangan

Lopez (1994)

Fungsi preferensi politik (FPP)

• Produsen • Konsumen

Produsen Gula (Philippine)

Sarker, et al. (1993)

FPP • Produsen • Konsumen

Negara maju bias ke produsen, Negara berkembang bias ke konsumen

Gandum (12 negara maju dan 13 negara berkembang)

Lee and Kennedy (2007)

FPP • Produsen • Konsumen • Pemerintah

Produsen Beras (USA, Korea, Jepang)

Swinnen, et al. (1999)

Public Choice Theory

• Produsen • Konsumen

Negara maju bias ke produsen, Negara berkembang bias ke konsumen

Pengeluaran untuk penelitian dan proteksi pertanian (37 negara)

Vukina and Leegomonchai (2006)

Collective Action Teory

• Perusahaan (integrator)

• Peternak

Perusahaan Regulasi kontrak ayam broiler (USA)

2.4. Teori Ekonomi dan Studi Empiris Swasembada

2.4.1. Kebijakan Produksi dan Perdagangan

2.4.1.1. Kebijakan Tarif Impor

Sebagai negara kecil dan pengimpor gula maka harga domestik sangat

dipengaruhi oleh harga gula dunia. Oleh karena itu maka pemerintah

menggunakan kebijakan perdagangan untuk mengendalikan volume perdagangan

dan harga gula di dalam negeri. Mekanisme bekerjanya kebijakan tarif dalam

mempengaruhi volume impor, produksi dan harga gula domestik disajikan pada

gambar berikut untuk kasus negara kecil, pasar komoditi yang kompetitif,

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

substitusi sempurna antara produk domestik dengan produk impor dan biaya

transportasi sama dengan nol.

Jika pemerintah tidak memberlakukan tarif impor (free trade) maka harga

gula domestik sama dengan harga gula dunia PW, produksi dalam negeri ab,

konsumsi ac dan volume impor adalah df (pada panel b) atau bc (pada panel a). Untuk

menarik minat petani tebu dan pabrik gula meningkatkan produksi maka pemerintah

mengenakan tarif impor sebesar t sehingga kurva ED yang mencerminkan permintaan

dalam negeri atas gula impor bergeser ke kiri menjadi ED* dan memotong ES di titik e

pada panel (b). Volume impor berkurang menjadi de dan harga gula domestik Pd,

meningkat dan lebih tingi dari harga gula dunia. Dengan naiknya harga domestik maka

produksi dalam negeri naik dari semula ab menjadi gh, konsumsi berkurang menjadi gj

dan impor menurun manjadi hj. Adanya tarif telah meningkatkan harga gula domestik,

meningkatkan produksi, namun mengurangi konsumsi. Pihak yang diuntungkan dengan

kenaikan harga karena adanya tarif impor adalah produsen (pabrik gula, petani tebu,

suplier sarana produksi, termasuk tenaga kerja yang bekerja di pabrik gula ataupun di

ladang tebu) dan pemerintah karena mendapatkan penerimaan sebesar dekl (volume

impor dikali tarif) pada panel (b) atau daerah yang diarsir.

f

D

0

d ec

S

bES (R )

ED

Pw

0 q

P

a

Pd

qm

P

Sumber: Houck, 1986

Gambar 6. Dampak Tarif Impor Terhadap Produksi

h g j k l

ED* t

(b) (a)

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

2.4.1.2. Kebijakan Kuota Impor

Kuota impor merupakan hambatan perdagangan non tarif yang memiliki

dampak tidak langsung terhadap harga namun besarnya setara dengan akibat yang

ditimbulkan oleh tarif impor (kesetaraan harga dengan volume) jika kuota yang

ditetapkan lebih kecil dari volume impor pada free trade (binding quota). Dengan

penggunaan kuota maka volume impor telah ditetapkan terlebih dahulu dan ED*

patah dan tegak pada besarnya kuota impor tersebut (qq).

Pada kasus kuota impor adalah binding maka ED* menunjukkan volume

kuota impor dan harga domestik yang terjadi adalah Pd lebih tingi dari harga free

trade Pw. Dengan naiknya harga maka produsen meningkatkan produksi domestik

dan konsumen mengurangi konsumsi. Jika alokasi kuota kepada importir

dilakukan dengan lelang (auction) pada kondisi kompetitif maka pemerintah

mendapatkan penerimaan yang nilainya setara dengan penerimaan melalui tarif

impor sepanjang kondisi lainnya sama.

f

qq

D

0

d e

S

ES (R )

ED

Pw

0 q

P

Pd

qm

P

Sumber: Houck, 1986

Gambar 7. Dampak Kuota Impor Terhadap Produksi

k l

ED*

(b) (a)

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

2.4.1.3.Kebijakan Subsidi Produksi Langsung

Subsidi produksi langsung merupakan alternatif peningkatan produksi selain

tarif atau kuota. Subsidi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pemberian

langsung kepada produsen sejumlah nilai tertentu untuk setiap unit produk yang

diproduksi, dan yang kedua dengan mensubsidi input yang paling penting

(critical) untuk produksi seperti pupuk, irigasi, dan sebagainya. Dengan subsidi

jenis kedua ini maka harga input akan berada di bawah harga pasar bebas (free

market) dan dapat dilakukan dengan pemberian melalui produsen input atau ke

petani langsung. Analisis keseimbangan parsial dari subsidi produksi langsung

disajikan pada gambar berikut.

Subsidi langsung jenis manapun yang digunakan akan menyebabkan biaya

produksi menjadi lebih murah yang ditunjukkan dengan pergeseran kurva suplai

(S) menjadi S*. Jarak horizontal antara kurva D dengan S* (panel a) merupakan

fungsi ED* (panel b), dan merupakan fungsi permintaan impor yang dihadapi

eksportir luar negeri dengan adanya subsidi poduksi di negara importir. Jarak

horizontal ED dan ED* (panel b) sama dengan jarak horizontal S* dan S (panel

a

q 0

f

h

e

g

S

c ES (R )

ED ED*

S*

PW

0

P

D

b

Pd

qm

P

Sumber: Houck, 1986

Gambar 8. Dampak Subsidi Langsung terhadap Produksi

(b) (a)

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

a). Dengan menurunnya kurva permintaan impor maka volume impor berkurang

sebesar bc yang ekuivalen dengan peningkatan produksi domestik gh.

Peningkatan produksi ini sebagai akibat dari menurunnya biaya produksi (cost

lowering subsidy) yang besarnya setara dengan fh untuk setiap unit produksi.

Total nilai subsidi adalah daerah yang diarsir pada panel (a).

2.4.1.4. Kebijakan Harga Maksimum dan Harga Minimum

Kebijakan harga maksimum dan harga minimum dilakukan untuk

mengarahkan kegiatan produksi dan konsumsi. Gambar 9 berikut memberikan

ilustrasi bagaimana kebijakan tersebut berkerja, dimana pada kondisi

keseimbangan harga yang terjadi adalah Pe dan jumlah yang dikonsumsi sama

dengan jumlah yang diproduksi (Qe).

Jika pemerintah menginginkan produksi untuk meningkat maka itu

dilakukan dengan menetapkan harga minimum (floor price), dan pemerintah

menjamin untuk membeli hasil panen pada harga tersebut. Harga yang terjadi

Supply

Demand

Qe 0 Q

P

C D

BA

Pe

P Max

P Min

Sumber: Amid, 2007.

Gambar 9. Dampak Kebijakan Harga Maksimum dan Harga Minimum

Page 31: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

adalah PMin berada di atas harga keseimbangan, dan produksi meningkat tapi

konsumsi menurun. Pada harga tersebut terdapat surplus produksi sebesar

equivalen AB, dan pemerintah harus membeli surplus ini yang dapat digunakan

sebagai cadangan atau mengekspornya.

Sebaliknya, untuk melindungi konsumen pemerintah menetapkan harga

maksimum (ceiling price) yang berada di bawah harga keseimbangan. Pada harga

PMax produksi menurun namun konsumsi meningkat dan terjadi kelangkaan

sebesar equivalen CD. Pada kondisi ini pemerintah dapat menggunakan cadangan

yang ada di gudang dan melakukan rationing terhadap mereka yang berhak atau

mengimpor untuk memenuhi kekurangan tersebut.

2.4.1.5. Kebijakan Stabilisasi Harga

Model stabilisasi Massell mengindikasikan bahwa masyarakat menyukai

harga yang stabil dibanding harga yang tidak stabil. Gambar berikut menunjukkan

bagaimana model stabilisasi Massell bekerja. Permintaan konsumen dinyatakan

oleh D dan penawaran stokastik (stochastic supply) adalah S1 dan S2 dengan

probabilitas kejadian masing-masing sebesar setengah dan harga keseimbangan

masing-masing kejadian adalah P1 dan P2. Misalkan harga distabilkan pada Pμ

dengan membeli kelebihan produksi Qs1-Qμ (buffer stock) jika produksi yang

terjadi S1 dan menjual stok Qμ-Qs2 jika yang terjadi adalah S2. Dengan kebijakan

stabilisasi maka jika yang terjadi adalah S1 konsumen rugi daerah arsir c+d dan

produsen untung daerah arsir c+d+e, sehingga manfaat neto adalah daerah e. Jika

yang terjadi S2 maka produsen rugi daerah a dan konsumen untung daerah a+b

Page 32: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

sehingga manfaat neto adalah daerah b. Manfaat dari kebijakan stabilisasi harga

secara keseluruhan adalah daerah b+e.

Kebijakan stabilisasi harga bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan

sepanjang biaya penyimpanan untuk buffer stock tidak lebih besar dari pada

daerah b+e dan akan selalu ada pihak yang diuntungkan dan pihak yang dirugikan

pada masing-masing kejadian. Stabilisasi harga dapat juga dilakukan dengan buka

tutup keran impor jika pemerintah tidak melakukan pembelian untuk mengisi

stok.

2.4.1.6. Biaya Efisiensi Swasembada

Pada tingkat teknologi dan kelembagaan tertentu kurva production

possibility frontier ADCB mencerminkan kombinasi produksi maksimum suatu

negara yang menghasilkan dua jenis komoditi yaitu pangan dan non pangan.

Harga relatif kedua komoditi tersebut di pasar dunia diwakili oleh garis WZ yang

Sumber: Schmitz, et al. 2002

Gambar 10. Stabilisasi Harga Model Massell

Qs2

c

D

b d e

q Qμ 0 Q2 Qs1 Q1

P

P2

P1 Pμ

S2

S1

a

Page 33: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

menyinggung kurva pada titik C, sehingga garis WCZ mencerminkan kurva

consumption possibility frontier karena masyarakat dapat mengkonsumsi pangan

dan non pangan di sepanjang kurva ini melalui perdagangan pada tingkat harga

relatif dipasar dunia tersebut.

Jika pemerintah menganggap produksi pangan Q1F relatif rendah untuk

dapat memenuhi kebutuhan domestik maka pemerintah melakukan berbagai

kebijakan sehingga lebih banyak sumberdaya domestik yang digunakan untuk

menghasilkan pangan dan produksi pangan naik menjadi Q2F namun produksi non

pangan menurun dari Q1N menjadi Q2

N. Oleh karena negara tersebut tidak dapat

mempengaruhi harga pangan dan non pangan dunia maka consumption possibility

frontier bergeser kebagian dalam frontir produksi dan memotong kurva di titik D.

0Z

FQ1

FQ2

AD

Y

C

W

Biaya efisiensi

Pangan

Non Pangan NQ2 NQ1 B

Sumber: Monke and Pearson, 1989

Gambar 11. Kurva Kemungkinan Produksi dan Biaya Swasembada

Page 34: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Apabila pendapatan nasional diartikan sebagai produksi dikalikan dengan

harga di pasar dunia, maka dinyatakan dalam pangan, kebijakan tersebut telah

menurunkan pendapatan nasional dari OW menjadi OY dan selisih pendapatan ini

merupakan biaya dari kebijakan ini (efficiency cost).

2.4.2.Studi Empiris Swasembada Pangan

Kajian mengenai kebijakan swasembada pertanian di Indonesia telah banyak

dilakukan, namun demikian sebagian besar penelitian tersebut mengunakan

pendekatan ekonomi yang mengabaikan kompetisi diantara berbagai kelompok

kepentingan dalam mempengaruhi pembuatan dan implementasi kebijakan

tersebut. Akibatnya adalah pembahasan mengenai kebijakan swasembada tidak

komprehensif dan menyisakan banyak pertanyaan yang mememerlukan

penjelasan. Barrett (1999) menegaskan bahwa adanya gap yang besar pada

penggunaan pendekatan analisis kebijakan pertanian menyebabkan tidak

terungkapnya upaya politik (political strugle) dari berbagai kelompok

kepentingan dalam memperebutkan manfaat kebijakan bagi masing-masing

kelompok, dan penekanan dari aspek politik murni gagal menjelaskan proses

ekonomi (economic genesis) dari konvergensi politik yang terjadi.

Penelitian Hasan et al., (2000) dengan menggunakan Benefit Cost Analysis

menemukan bahwa kebijakan swasembada gandum di Sudan dengan memberikan

subsidi input (air) dan perbaikan infrastruktur pertanian (jaringan irigasi) telah

meningkatkan luas areal tanam dan produksi pangan (gandum) namun dengan

mengorbankan luas tanam dan produksi komoditi non pangan (kapas) yang

memiliki efisiensi ekonomi relatif lebih tinggi. Hal tersebut mengindikasikan

Page 35: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

bahwa kebijakan swasembada gandum dengan mengorbankan kapas dari sisi

ekonomi tidaklah menguntungkan bagi Sudan. Selain itu budidaya kapas lebih

banyak menyerap tenaga kerja dari pada budidaya gandum sehingga investasi

pada infrastruktur irigasi untuk meningkatkan produksi pangan telah mengurangi

kesempatan kerja di sektor pertanian. Sementara itu kebijakan swasembada

pangan (beras) di Jepang diatur dalam undang-undang pangan utama (food basic

law) dan hasilnya adalah rata-rata pendapatan rumahtangga petani pangan (food

farmer household income) lebih tinggi dari pada rata-rata pendapatan

tumahtangga masyarakat kota (Taniguchi, 2001). Hasil simulasi menggunakan

model keseimbangan umum (CGE) menunjukkan bahwa dampak liberalisasi

perdagangan terhadap kemakmuran petani relatif kecil. Pendapatan rumahtangga

petani penuh (full time farmer) hanya berkurang sekitar 6% jika tarif impor nol

persen, jauh lebih kecil dari dari manfaat yang didapat konsumen dengan

penurunan harga pangan yang terjadi. Dari sisi swasembada ditemukan bahwa

liberalisasi perdagangan akan meningkatkan impor yang berarti mengurangi

tingkat swasembada (self sufficiensy ratio). Penelitian lain di Republik Dominika

oleh Kraybill (2002) yang juga menggunakan model keseimbangan umum (CGE)

menunjukkan bahwa perdagangan bebas untuk beras menguntungkan masyarakat

terutama penduduk miskin yang membelanjakan sebagian besar penghasilannya

untuk pangan. Penghapusan 40% tarif beras menurunkan harga beras impor

sebesar 28% (dipengaruhi juga oleh Armington elasticity of substitution). Namun

demikian bersama dengan penghapusan subsidi air guna menjaga keberlanjutan

pemeliharaan, kebijakan penghapusan tarif impor menurunkan kemakmuran

petani karena subsidi tersebut langsung mempengaruhi penerimaan lahan irigasi

Page 36: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

(return to irigated land) yang merupakan aset berharga yang dimiliki petani.

Dampak dari penghapusan subsidi air dan tarif impor beras terhadap produksi dan

impor sangat tergantung pada elastisitas perdagangan. Pada elatisitas perdagangan

rendah kebijakan simultan tersebut akan mengurangi produksi beras 11.01% dan

meningkatkan impor sebesar 20.06%. Sementara itu pada elastisitas moderat dan

tinggi dampaknya secara berurutan adalah mengurangi produksi masing-masing

20.34% dan 39.23% serta meningkatkan impor masing-masing 43.76 % dan

91.93% (Tabel 2).

Tabel 2. Penelitian dan Kajian Swasembada Pangan yang Telah Dilaksanakan Sebelumnya

Penelitian (tahun)

Metoda/taknik analisis

Komoditi pert. yang dikaji

Instrument kebijakan

Negara

Hassan, et al. (2000)

B-C Analysis Gandum • Subsidi input

• Perbaikan infrastruktur pertanian

Sudan

Taniguchi (2001)

CGE Beras • Tarif impor • Subsidi

domestik

Jepang

Kraybill, et al. (2002)

CGE Beras • Tarif impor • Subsidi

domestik

Republik Dominika

Beghin, et al. (2003)

CGE Beras, gandum, barley, jagung, kedele, susu, dan daging

• Tarif impor • Subsidi

domestik

Korea

Duncan, et al. (2003)

CGE Padi, pangan olahan, hasil ternak, hasil perikanan

• Tarif impor China

Amid, (2007)

Descriptive Gandum dan tepung terigu

• Subsidi domestik

• Stabilisasi harga

Iran

Page 37: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Sementara itu penelitian Beghin et al., (2003) di Korea menunjukkan bahwa

pengurangan tarif impor dapat mendistorsi konsumsi dan mengurangi tingkat

swasembada. Penetapan target produksi dengan mempertimbangkan

ketidakpastian pasar dunia dan membolehkan impor untuk memenuhi kekurangan

suplai memberikan hasil yang lebih efisien dari pada pendekatan target

swasembada dengan menghambat impor. Jika pada kondisi aktual dead weight

loss yang terjadi adalah 6152 (106 Won), maka dengan pendekatan target

swasembada dead weight loss adalah 2540 (106 Won) dan dengan pendekatan

target produksi besarnya kehilangan adalah 2371 (106 Won).

2.4.3. Studi Empiris Ekonomi Gula

Seperti halnya komoditi pangan lainnya, industri gula Indonesia secara

historis dilingkupi oleh banyak regulasi yang protektif, namun demikian pada

tahun 1998, menjelang kejatuhan rezim Orde Baru, industri dan perdagangan gula

mengalami deregulasi dan liberalisasi demi memenuhi persyaratan untuk

mendapatkan pinjaman Dana Moneter International (IMF). Namun seiring

dengan berkembangnya demokratisasi, industri dan perdagangan gula kembali

mengalami regulasi (re-regulated). Pemberlakuan kuota impor musiman

(seasonal import quota), pengaturan linsensi impor, pembatasan perdagangan

antar pulau, pemberlakuan tarif spesifik, dan kenaikan harga minimum pembelian

tebu telah mengakibatkan harga gula yang dibayar konsumen dan berbagai

industri hilir yang menggunakan gula tebu semakin mahal. Harga gula di dalam

negeri mencapai dua kali lipat harga gula dunia atau sama dengan harga pada

Page 38: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

rezim Soeharto dimana Bulog memiliki hak monopoli terhadap impor, pengadaan

domestik dan tata niaga gula dalam negeri (Stapleton, 2006).

Ketika peran IMF pada perekonomian Indonesia semakin berkurang dan

kemudian dihapuskan setelah periode krisis maka terdapat banyak kebijakan

perdagangan gula dihasilkan untuk memproteksi pabrik gula dalam negeri yang

sebagian besar milik negara dari kompetisi dengan gula impor. Lebih jauh lagi

regulasi yang cukup banyak tersebut kemudian diketahui tumpang tindih,

kontradiktif, dan sangat protektif (Stapleton, 2006). Menurut Fane and Warr

(2007) tingginya tingkat proteksi gula seperti halnya beras adalah untuk

menstabilkan harga domestik pada tingkat yang “dapat diterima” dan melindungi

pabrik gula milik negara tersebut. Sejak tahun 1970an proteksi yang diberikan

mencapai 100 persen yang membuat harga gula domestik adalah dua kali lipat

dari harga gula dunia. Namun demikian ditengah banyaknya regulasi yang sangat

protektif tersebut produksi gula dalam negeri hanya meningkat relatif kecil

dibanding dengan tingginya harga yang dibayar konsumen.

Besarnya proteksi yang diberikan pemerintah terhadap industri gula

mengindikasikan besarnya potensi memburu rente (rent seeking), karena petani

tebu tidak sepenuhnya merasakan kenaikan pendapatan dari proteksi yang

diberikan oleh pemerintah. Produktivitas dan rendemen tebu yang diterima petani

dari PG umumnya rendah, dan masih menjadi faktor utama belum bersinerginya

hubungan antara petani tebu dan pabrik gula. Selama periode 1987-2006, pabrik

gula di Jawa memperoleh rendemen yang berkisar antara 5.88-8.66% (dengan

rata-rata 7.10%), sementara di luar Jawa antara 5.97-9.77% (dengan rata-rata

8.66%). Dalam waktu yang bersamaan, pabrik di Jawa memberikan produktivitas

Page 39: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

gula hablur yang berkisar antara 3.48-7.35 ton/ha (dengan rata-rata 5.66 ton/ha),

sedangkan di Luar Jawa antara 2.56-8.18 ton/ha (dengan rata-rata 6.39 ton/ha)

(P3GI, 2007 dan 2008). Rendahnya rendemen dan produktivitas gula hablur ini

mempengaruhi penerimaan petani yang melakukan kerja sama bagi hasil dengan

pabrik gula dengan perbandingan 66 : 34 (lihat tabel 3).

Tabel 3. Jumlah Pabrik, Luas Areal dan Produksi Gula Indonesia Tahun 2006 Uraian Jawa Luar Jawa IndonesiaJumlah PG 47 12 59 Luas Areal (ha) 248 398 148 884 397 282 Total Tebu (ton) 19 918 300 10 325 660 30 242 960 Rendemen (%) 7.31 8.25 7.78 Produksi Gula (ton) 1 455 800 852 169 2 307 969 Sumber: P3GI (2007) Faktor kedua adalah ketersediaan bahan baku yang terbatas sehingga pabrik

beroperasi di bawah kapasitas maksimum. Penurunan areal tebu menyebabkan

ketersediaan bahan baku berkurang sehingga PG sering mengalami kesulitan

untuk mencapai kapasitas minimal. Dalam 10 tahun terakhir, dari 59 PG di Jawa,

17 PG memiliki total hari giling di bawah standar nasional yaitu 150 hari

giling/tahun. Dengan kriteria minimum kapasitas giling 2.000 ton tebu/hari, 28

pabrik tidak memenuhi standar tersebut (Susila dan Sinaga, 2005a).

Menurut Arifin (2008) pencapaian swasembada gula dapat ditempuh dengan

langkah besar peningkatan rendemen, yang selama ini hanya sekitar 7 persen atau

kurang. Kenaikan rendemen 1 persen saja akan memberikan potensi tambahan

produksi gula lebih dari 300 ribu ton, yang tentu saja dapat berkontribusi pada

pencapaian swasembada gula Indonesia. Kapasitas sumberdaya pabrik dan

sumberdaya manusia masih sangat memungkinkan untuk meningkatkan

produktivitas hablur menjadi 8 ton per hektar. Strategi tersebut dapat ditempuh

dengan “metode konvensional” dalam bidang budidaya berupa perbaikan varietas,

Page 40: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

penyediaan bibit sehat dan murni, optimalisasi waktu tanam, pengaturan

kebutuhan air, pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu, dan

sebagainya. Dalam aspek panen dan pasca panen, untuk meningkatkan

produktivitas beberapa hal bisa dilakukan, misalnya penentuan awal giling yang

tepat dan penentuan kebun tebu yang ditebang yang lebih dapat diandalkan,

sampai pada aspek konsolidasi lahan pabrik gula, seperti pembentukan sistem

blok. Apabila kedua metode peningkatan rendemen tersebut dapat

dikombinasikan secara baik, maka pencapaian rendemen gula sampai 11 persen

bukanlah sesuatu yang sulit. Bahkan, apabila metode tersebut secara konsisten

dilaksanakan, maka tidak mustahil rendemen gula pada perkebunan tebu di

Indonesia dapat mencapai 13 persen atau lebih.

2.4.4. Studi Empiris Ekonomi Politik Kebijakan Pertanian

Pendekatan ekonomi politik memberikan penjelasan teoritis mengenai

kebijakan pertanian yang terjadi. Generasi pertama pendekatan ekonomi politik

berhasil menjelaskan mengapa kebijakan pertanian seperti yang terjadi selama ini

yang tidak dapat dijelaskan dengan pendekatan teori ekonomi mainstream

konvensional, namun ia mengabaikan isu tentang pengujian empiris (empirical

testing). Analisis ekonomi politik generasi pertama berlandaskan pada terobosan

yang dibuat oleh pencetus teori pilihan publik seperti Olson, Down, Buchanan,

dan Niskanen yang menjelaskan kebijakan pertanian dengan landasan argumen

kualitatif yang diturunkan dari pilihan publik teoritis (theoretical public choice)

ataupun berdasarkan hasil regresi statistik. Pada kasus yang terakhir ini hubungan

antara teori ekonomi-politik dengan model empirisnnya sangat longgar yang

Page 41: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

menunjukkan model yang digunakan bersifat ad-hock tanpa didasari fondasi

mikro-ekonomi politik yang kuat (Zee, 1997).

Generasi kedua pendekatan ekonomi politik jauh lebih maju dari generasi

pendahulunya yang dicirikan oleh kemampuan melakukan deduksi teoritis dengan

landasan matematika yang sangat kuat. Lebih dari itu generasi kedua ini mampu

menyajikan hubungan antara aktivitas ekonomi politik individu atau kelompok

dengan hasil (outcome) dari sebuah kebijakan pertanian. Ciri yang menonjol dari

generasi ini adalah kemampuan melakukan aplikasi dan pengujian empiris

terhadap hubungan ekonomi-politik dengan ‘kebijakan’ sebagai variabel

endogennya. Namun demikian penelitian ekonomi politik pada generasi ini hingga

sekarang pun belum memberikan perhatian yang memadai terhadap ketidak-

stasioneran data terutama pada data rentang waktu (time series), sementara

perkembangan metode statistika membuktikan hubungan regresi antar variabel

yang tidak stasioner memberikan hasil yang semu (spurious) (Verbeek, 2000;

Hallam and Zanoli, 1993; Meyer, 2004; Tambi, 1999; Susanti, 2001).

Penelitian ekonomi politik yang dilakukan Lopez (1994) tentang kebijakan

penetapan harga gula di Filipina dengan menggunakan data rentang waktu 1952-

1990, yang dikontrol berdasarkan rezim pemerintah yang berkuasa, dilakukan

dengan meregresikan variabel harga dengan sejumlah variabel ekonomi makro

lainnya menggunakan metode ordinary least square (OLS) tanpa terlebih dahulu

menguji stasioneritas data. Sarker (1993) menggunakan data gabungan (pool data)

antar negara dan antar waktu 1958-1987 meregresikan variabel bobot politik

kelompok produsen dengan sejumlah variabel ekonomi makro menggunakan

metode maximum likelihood estimation (MLE) tanpa memperhatikan ketidak-

Page 42: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

stasioneran data. Hal senada dilakukan oleh Lee and Kennedy (2007) dalam

penelitian ekonomi politik mengenai ekspor beras Amerika ke Jepang dan Korea

yang mengabaikan ketidak-stasioneran data meskipun menggunakan data rentang

waktu 1960-1999. Kajian ekonomi politik lainnya dalam konteks kebijakan

pertanian yang distortif oleh para peneliti Bank Dunia pun tidak memberikan

perhatian yang memadai terhadap ketidak-stasioneran data meskipun mereka

menggunakan data rentang waktu atau data gabungan dalam melakukan pengujian

statistik mengenai hubungan antar variabel ekonomi-politik (lihat Swinnen, 2009;

Rausser and Roland, 2009; Masters and Garcia, 2009). Dalam konteks inilah

penelitian ini memiliki siginfikansinya karena ia memiliki kekuatan dalam metode

statistika sehingga model yang digunakan dapat memprediksi hubungan antar

variabel ekonomi-politik dengan lebih akurat (robust).

2.5. Model Oligopoli untuk Mengukur Kekuatan Pasar

Menurut pandangan new-Keynessian pasar tidaklah sempurna (imperfect

market) sehingga harga barang lebih tinggi dari biaya marjinalnya. Mekanisme

bekerja model adalah permintaan perusahaan terhadap faktor produksi ditentukan

dengan menyamakan harga input (input price) dengan penerimaan marjinal faktor

produksi (marginal revenue product of input). Jika pada pasar persaingan

sempurna nilai produk marjinal sama dengan harga output maka pada pasar yang

tidak sempurna harga output ditentukan oleh biaya marjinal ditambah mark-up,

dan ukuran kekuatan pasar (market power) diindikasikan dengan besarnya mark-

up.

Page 43: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

2.5.1. Model Teoritis

2.5.1.1. Hall’s Model

Hall mendifinisikan biaya marjinal suatu perusahaan sebagai derivatif dari

biaya total terhadap output. Misalkan tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor

produksi maka biaya marjinal dinyatakan sebagai:

(2.10)

dimana w menyatakan upah per jam dan N menyatakan jumlah tenaga kerja, dan

Y menyatakan output. Untuk mengestimasi mark-up Hall mengurangkan

penambahan Y akibat perkembangan teknologi yang bersifat eksogen, sehingga

persamaan menjadi,

(2.11)

dengan Ѳ merupakan proksi laju perkembangan teknologi. Hall mengasumsikan

juga bahwa perkembangan teknologi merupakan deviasi random terhadap laju

perubahan yang konstan yaitu,

  Ѳt = Ѳ + εt, (2.12)

dimana εt tidak berkorelasi dengan siklus bisnis. Dengan menyertakan teknology

dan menyatakan p/MC sebagai μ maka diperoleh,

Δy = Ѳ + μ.σ.Δn + εt (2.13)

dengan share penerimaan tenaga kerja sebagai σ=(wN)/pY. Persamaan tersebut

menyataka bahwa laju perubahan output sama dengan laju perubahan input tenaga

kerja yang dibobot dengan share penerimaan tenaga, σ dan mark-up ditambah

dengan elemen konstan dan laju pertumbuhan teknologi yang random. Setelah

Page 44: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

menyertakan peran kapital dan mengasumsikan constant return to scale

persamaan dapat dimodifikasi menjadi,

Δ(y - k) = Ѳ + μ.σ.Δ(n – k) + εt (2.14)

dengan Δ(y - k) sebagai proporsi perubahan output-kapital ratio dan Δ(n - k)

sebagai proporsi perubahan labor-kapital ratio. Persamaan tersebut merupakan

titik awal estimasi karena tujuan model adalah untuk mengestimasi μ, dan μ-1 ≥ 0

adalah ukuran dari kekuatan pasar (Beccarello, 1996).

2.5.1.2. Bresnahan-Lau Model

Fenomena harga yang lebih tinggi dari biaya marjinal (mark up over

marginal cost) merupakan isu penting pada pasar yang tidak sempurna dan ia juga

digunakan sebagai ukuran kekuatan pasar pada suatu industri. Namun demikian

pengukurannya pada tingkat perusahaan relatif sulit. Penyebab utamanya adalah

mark-up merupakan perbandingan (ratio) harga dengan biaya marjinal yang tak

teramati (unobserved marginal cost) sebagai akibat peningkatan output. Informasi

ini biasanya tidak tersedia karena data perusahaan dan industri merupakan data

rata-rata untuk periode tertentu (biasanya satu tahun). Selain itu pada tingkat

perusahaan pencatatan input dan output menjadi problematik karena data

umumnya berupa penerimaan dan biaya, bukan data fisik input dan output.

Permasalahan lain adalah informasi tentang harga output perusahaan, tingkat upah

dan harga input lainnya sangat sulit diperoleh, yang juga merupakan persoalan

pembukuan perusahaan. Hal ini menyebabkan penelitian kekuatan pasar pada

tingkat perusahaan sangat sulit kalau tidak ingin dikatakan mustahil (Nishimura,

et al., 1999). Oleh karena itu studi tentang estimasi kekuatan pasar pada tingkat

Page 45: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

perusahaan dilakukan dengan mengobservasi besarnya keuntungan sebagai proksi

kekuatan pasar. Alternatif lain adalah dengan menggunakan data harga dan

kuantitas pada tingkat industri terutama pada industri tertentu dimana data yang

tersedia relatif banyak seperti yang dilakukan oleh Bresnahan dan Lau (Steen and

Salvanes, 1999).

Permintaan yang dihadapi industri dinyatakan oleh persamaan berikut,

,);,( εα += ZPDQ (2.15)

Keterangan Q = kuantitas, P = harga, Z = vektor variabel eksogen, seperti harga barang substitusi, dan pendapatan. α = vektor parameter yang diestimasi, dan ε = error term.

Pada sisi penawaran persamaannya relatif kompleks. Jika penjual adalah penerima

harga (price taker) maka harga sama dengan biaya marjinal (price equals

marginal cost), dan dinyatakan sebagai,

,);,( ηβ += WQcP (2.16)

Keterangan, W = variabel eksogen pada sisi penawaran seperti harga faktor produksi, β = parameter fungsi penawaran, dan η = supply error term.

Biaya marjinal dinyatakan oleh c(.), namun jika perusahaan bukan penerima

harga maka penerimaan marjinal (perceived marginal revenue), bukan harga,

yang sama dengan biaya marjinal. Jadi pada struktur demikian persamaan

penawaran yang relevan adalah sebuah relasi penawaran (supply relation), yaitu:

,);,(.);,( ηαλβ +−= ZQhWQcP (2.17)

dimana P + h(.) adalah penerimaan marjinal (marginal revenue), dan P + λ . h(.)

adalah perceived marginal revenue. Pada persamaan tersebut λ adalah satu

Page 46: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

parameter yang menyatakan derajat kekuatan pasar (degree of market power)

yang pada pasar persaingan sempurna λ=0 sehingga harga sama dengan biaya

marjinal, namun jika λ=1 maka terjadi kartel sempurna (perfect cartel). Dengan

demikian jika 0< λ<1 maka terdapat variasi rezim oligopoli, dan secara umum λ

menyatakan persentase penerimaan marjinal monopoli (monopoly marginal

revenue perceived) (Steen and Salvanes, 1999).

2.5.1.3. Nishimura-Ohkusa-Ariga Model

Pendekatan ini tidak mengestimasi biaya marjinal secara langsung dan tidak

juga menggunakan informasi harga output perusahaan sehingga terhindar dari

persoalan data yang tidak teramati dan kesulitan mendapatkan data harga input

dan output perusahaan. Metode in berdasarkan hubungan identitas elastisitas input

dan output jangka pendek, tingkat mark-up, dan share faktor produksi. Untuk

mendapatkan hubungan ini yang diperlukan hanya sebuah asumsi standar yaitu

nilai produksi marjinal suatu input sama denga harga input tersebut. Prosedurnya

adalah mengidentifikasi biaya produksi tetap jangka pendek (short run fixed cost

of production) dan kendala kemampuan manajerial jangka pendek (short-run

managerial-ability constraint) dalam menentukan elatisitas jangka pendek output

terhadap input (short run elasticity of output to input). Mark-up terhadap biaya

marjinal kemudian diestimasi melalui elastisitas jangka pendek output terhadap

input tersebut dengan menggunakan data share faktor pada tingkat perusahaan

(Nishimura et al., 1999).

Fungsi produksi dan biaya tetap jangka pendek

(2.18)

Page 47: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

dimana secara berurutan menyatakan output, input kapital, dan

tenaga kerja dari perusahaan i pada periode t, dan peran input kapital proporsional

dengan stok kapital. Sementara itu menyatakan tingkat produktivitas yang

dipengaruhi oleh teknologi. Dalam jangka pendek kapasitas produksi maksimum

adalah yang dibatasi oleh organisasi produksi yang memiliki respon lambat

(sticky production organisation) sehingga persamaan menjadi,

(2.19)

dimana sedemikian hingga ≥ ≥ 0 dan adalah parameter yang

menentukan teknologi. Agar formulasi ini memenuhi persyaratan menghasilkan

output non negatif diperlukan paling tidak yang memenuhi,

(2.20)

dengan demikian diperoleh biaya tetap jangka pendek dan

diinterpretasikan sebagai biaya tetap yang dinyatakan dalam output.

Elastisitas jangka pendek dari output terhadap input kapital dan tenaga

kerja berdasarkan fungsi produksi jangka pendek dinyatakan sebagai,

(2.21)

dimana menyatakan derivatif Fi terhdap K pada periode t dan demikian juga

merupakan derifatif terhadap L. Dengan demikian diperoleh,

(2.22)

Dengan menyertakan efisiensi manajerial dalam fungsi produksi

diperoleh,

Page 48: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

(2.23)

dimana adalah fungsi produksi yang diperluas dengan menyertakan variasi

efisiensi manajerial. Terlepas dari bentuk persaingan tidak sempurna, perusahaan i

akan meminimumkan fungsi biaya berikut,

≡ (2.24)

dimana adalah biaya sewa modal dan adalah tingkat upah yang bisa

berbeda antar perusahaan dan antar waktu. Kondisi ordo pertama untuk

minimisasi dengan demikian menjadi,

(2.25)

dimana adalah biaya marjinal. Interaksi strategis antara perusahaan dan

berbagai kondisi permintaan menentukan mark-up terhadap biaya marjinal (mark-

up over marjinal cost) sehingga,

(2.26)

sehingga mark-up, diperoleh sebagai parameter hasil estimasi.

2.5.2. Studi Empiris

Studi empiris mengenai kekuatan pasar pada industri dengan struktur

oligopolistik berkembang pesat semenjak Bresnahan melakukan survai tahun

1989. Kebanyakan studi memiliki kesamaan pada penggunaan pendekatan

ekonometrika struktural dan pencarian metode untuk menguji hipotesis mengenai

perilaku perusahaan pada masing-masing industri dan penentuan pengukuran

kekuatan pasar.

Beccarello (1996) meneliti kekuatan pasar dengan menggunakan panel data

terhadap tujuh negara maju anggota OECD utama yaitu Amerika, Kanada,

Page 49: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

Jepang, Jerman, Perancis, Inggris, dan Italia. Pada masing-masing negara, studi

dipusatkan pada sektor industri pengolahan penting yaitu makanan, minuman,

tembakau; tekstil; kertas, percetakan dan penerbitan; kimia; produk mineral non

metal; produk mineral metal dasar; mesin dan peralatan; produk manufaktur

lainnya; kayu dan produk kayu. Model yang digunakan berasal dari model Hall

dengan modifikasi menjadi,

[Δ(y - k)gi,t] = [Ѳg] + [μgi] . [I σ gi,t . Δ(ngi,t + hg,t – kgi,t)] (2.27)

dimana g = 1, ….., 7; i=1,….,9, dan ngi,t + hg,t, memisahkan input tenaga kerja

dengan jumlah jam kerja.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar industri pengolahan

(93%) memiliki kekuatan pasar, µgi   1 dengan Jepang, Perancis, dan Kanada

menunjukan adanya kekuatan pasar pada semua sektor yang dianalisis dengan

rata-rata mark-up secara berurutan 1.89, 1.34, dan 1.47, sedangkan Amerika dan

Inggris menunjukkan adanya kekuatan pasar pada delapan dari sembilan sektor

dengan rata-rata mark-up masing-masing 1.50 dan 1.47. Sementara itu Italia

menunjukkan enam dari delapan sektor dengan rata-rata mark-up adalah 1.72,

sedangkan German lima dari delapan sektor dengan rata-rata mark-up adalah 1.07.

Besarnya mark-up rata-rata lebih besar dari satu (100%) untuk semua negara yang

dianalisis yang berarti industri di negara maju pun memiliki kekuatan pasar yang

relatif besar. Sementara itu khusus untuk Jepang hasil penelitian Nishimura et al.

(1999) menunjukkan rata-rata mark-up yang relatif kecil yaitu industri trasportasi

darat (tidak termasuk kereta api) memiliki mark-up 1.05 sedangkan yang tertinggi

adalah mark-up pada indutri perminyakan yaitu 1.57, dan pengujian menunjukkan

Page 50: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

hasil yang signifikan. Hal ini berarti industri Jepang memiliki kekuatan pasar

untuk mengendalikan harga.

Pengujian kekuatan pasar dengan menggunakan Brasnahan-Lau model

dilakukan oleh Steen and Salvanes (1999) yang mengukur kekuatan pasar industri

budidaya ikan Salmon Norwegia pada pasar ikan salmon Uni Eropa (EU).

Norwegia dikenal sebagai negara utama penghasil salmon budidaya dengan

produksi mencapai 56 persen dari produksi salmon dunia antara tahun 1986-

1991. Pasar utama salmon Norwegia adalah EU yang mencapai 70% dari seluruh

salmon segar yang dipedagangkan di EU. Di Norwegia penjualan salmon pada

tingkat petani (farm-gate sale) mengalami regulasi sampai dengan tahun 1991.

Organisasi petani ikan diberi wewenang menentukan harga minimum dan

menentukan eksportir sehingga Norwegia memiliki kemampuan untuk

menetapkan harga ikan salmon di Eropa. Pada tahun 1992 Uni Eropa melakukan

investigasi dan memutuskan bahwa produsen ikan salmon Norwegia bersalah

karena melakukan kolusi untuk menentukan harga minimum salmon di Eropa.

Berdasarkan alasan tersebut Steen and Salvanes melakukan penelitian kekuatan

pasar menggunakan model oligopoli dinamik. Untuk menghindari tingkat agregasi

yang sangat tinggi maka penelitian hanya dipusatkan di Perancis yang merupakan

pasar salmon utama EU.

Hasil penelitian Steen and Salvanes (1999) menunjukkan permintaan salmon

adalah elastik dengan long-run own-price elasticity sebesar -1.24, angka ini sesuai

dengan yang diprediksikan dan literatur yang ada. Sementara itu elastisitas

pendapatan jangka panjang adalah 5.69 yang berarti bagi konsumen Perancis

salmon merupakan barang mewah (luxury product) dan elastisitas silang jangka

Page 51: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

panjang adalah 0.20 yang mengindikasikan bahwa salmon beku Amerika Utara

merupakan substitusi dari salmon segar Norwegia. Hal yang sangat mengejutkan

adalah hasil estimasi parameter penyesuaian (adjustment parameter, γ*) yang

lebih besar dari 1 dalam nilai absolut yaitu -2.07, sementara perkiraan nilai

parameter ini antara -1 dan 0. Jika γ* = 0 berarti tidak terjadi perbaikan error

sementara jika γ* = -1, deviasi terhadap jalur keseimbangan jangka panjang

disesuaikan secara seketika. Estimasi γ* = -2.07 berarti telah terjadi overshooting

yaitu deviasi bukan saja dikoreksi seketika tetapi terjadi kelebihan penyesuaian.

Sebagai perbandingan peneliti juga mengestimasi menggunakan model

statik dan hasilnya adalah elastisitas permintaan jangka panjang (long-run own-

price elasticity) adalah -0.17 dan terdapat hubungan komplementer antara salmon

segar dengan salmon beku yang ditunjukkan dengan elastisitas silang sebesar -

.24, sementara elastisitas pendapatan jauh lebih tinggi yaitu 7.42. Selain itu hasil

estimasi kekuatan pasar menunjukkan λ = -0.025 yang berarti Norwegia memiliki

kekuatan pasar yang sedang (intermediate) dalam jangka pendek, sementara

dalam jangka panjang nilai mark-up relatif lebih tinggi yaitu -0.050.

2.6. Ikhtisar

Bagian ini merupakan sintesis dari keseluruhan Bab II yang dimaksudkan

untuk mendapatkan benang merah dari masing-masing bagian dan menemukan

keterkaitan antar satu bagian dengan bagian yang lainnya. Pada bagian awal

diuraikan dua pemikiran ekonomi yang berbeda dalam melihat peran regulatif

pemerintah. Pertama adalah Teori Kepentingan Publik, yang melihat peran

pemerintah sebagai agen pelayan masyarakat yang budiman karena pemerintah

Page 52: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

melakukan intervensi pasar untuk menciptakan Pareto Improvement. Pada sisi

lain diuraikan Teori Kelompok Kepentingan yang melihat regulasi yang

dikeluarkan pemerintah merupakan hasil kompetisi antara berbagai kelompok

kepentingan yang saling bersaing untuk memperoleh manfaat dari setiap regulasi

yang dikeluarkan pemerintah. Menurut teori ini pemerintah, seperti halnya

kelompok kepentingan ekonomi lain, tidak lebih dari sekumpulan individu yang

dikendalikan oleh kepentingan pribadi. Mereka dapat berada di eksekutif

(birokrat) ataupun legislatif (politisi) yang berperan sebagai produsen kebijakan

(supplier of policies). Pandangan yang terakhir inilah yang mendasari munculnya

pendekatan ekonomi politik untuk menemukan jawaban terhadap kebijakan

pertanian yang protektif diberbagai negara yang tidak dapat dijelaskan dengan

pendekatan ekonomi konvensional.

Perkembangan pendekatan ekonomi politik kebijakan pertanian kemudian

diulas lebih jauh dalam kerangka Makroekonomi maupun Mikroekonomi. Pada

konteks Makroekonomi politik, kebijakan pertanian yang protektif mengikuti tiga

pola yaitu pola pembangunan, pola anti perdagangan dan pola anti keunggulan

komparatif. Ketiga pola tersebut merupakan fakta khas (stylized facts) yang

ditemukan di sektor pertanian. Sementara itu dari sisi Mikroekonomi politik,

upaya untuk memberikan fondasi terhadap penjelasan rasional bagi kebijakan

pertanian dilakukan dengan memperkenalkan metode mengkuantifikasi

diantaranya dengan pendekatan Fungsi Preferensi Politik (FPP) mengingat

minimnya ketersediaan data. Dengan pendekatan ini maka pengukuran aktivitas

lobi dan tekanan politik dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan

revealed preference. Oleh karena analisis ekonomi politik yang digunakan pada

Page 53: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

penelitian ini berlandaskan pada pendekatan FPP maka pada bagian tersebut

disajikan secara lengkap tentang rasionalitas, asumsi dan dimensi fungsi yang

disadur dari Bullock (1994) serta ditampilkan juga beberapa studi empiris analisis

kebijakan pertanian yang berlandaskan FPP.

Pada bagian berikutnya disajikan berbagai kebijakan ekonomi pertanian

konvensional untuk meningkatkan produksi pertanian dalam kerangka mencapai

swasembada yang meliputi kebijakan tarif dan kuota impor, subsidi, harga

maksimum dan minimum, stabilisasi harga serta konsekuensi dari swasembada

yang umum digunakan untuk menjelaskan dampak dari suatu kebijakan pertanian.

Tujuan dari penyajian teori ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih

komprehensif tentang kebijakan pergulaan nasional yang menyangkut kebijakan

perdagangan dan produksi pada struktur pasar kompetitif yang umumnya

digunakan sebagai referensi bagi kebijakan pertanian yang efisien.

Bagian akhir dari bab ini menyajikan berbagai teori produksi pada struktur

pasar oligopolistik yang kerap terjadi di sektor pertanian termasuk pada komoditi

gula. Fenomena harga yang lebih tinggi dari biaya marjinal merupakan isu penting

pada pasar yang tidak sempurna dan ia digunakan sebagai ukuran kekuatan pasar

pada suatu industri. Namun demikian pengukurannya pada tingkat perusahaan

relatif sulit. Penyebab utamanya adalah mark-up merupakan perbandingan harga

dengan biaya marjinal yang tak teramati. Selain itu pada tingkat perusahaan

pencatatan input dan output menjadi problematik karena data umumnya berupa

penerimaan dan biaya, bukan data fisik input dan output. Permasalahan lain

adalah informasi tentang harga output perusahaan, tingkat upah dan harga input

lainnya sangat sulit diperoleh, yang juga merupakan persoalan pembukuan

Page 54: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Intervensi Pemerintah · Teori ini memandang pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk ... Teori ini memusatkan perhatian

perusahaan. Hal ini menyebabkan penelitian kekuatan pasar pada tingkat

perusahaan sangat sulit kalau tidak ingin dikatakan mustahil. Alternatifnya adalah

menggunakan data harga dan kuantitas pada tingkat industri seperti yang

dilakukan oleh Bresnahan dan Lau yang menjadi salah satu landasan teori pada

penelitian ini. Parameter elastisitas yang dihasilkan terutama digunakan untuk

menghitung bobot politik dari berbagai kelompok kepentingan sebagai proksi

terhadap aktivitas lobi dan tekanan politik yang mereka dilakukan, bukan untuk

melakukan peramalan atau simulasi.