ii. tinjauan pustaka 2.1 kondisi hutan indonesiadigilib.unila.ac.id/14096/16/bab ii.pdfbaliton...

25
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Hutan Indonesia Dalam kurun waktu tahun 2009 sampai tahun 2013 laju kehilangan tutupan hutan alam (deforestasi) mencapai sekitar 4,5 juta ha. Data Forest Watch Indonesia (FWI) menyebutkan tahun 2013 luas hutan Indonesia tersisa sekitar 82,3 juta ha. Tahun 2004 luas tutupan hutan Indonesia diperkirakan sekitar 94 juta ha. Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya deforestasi hutan di Indonesia. Salah satunya adalah lemahnya tata kelola kehutanan di Indonesia. Tanpa adanya tata kelola dan pembenahan hutan yang baik, diperkirakan dalam beberapa tahun sekitar 73 juta ha hutan alam Indonesia terancam akan habis, karena adanya penebangan dan pembalakan secara liar. Berdasarkan kajian FWI, pada periode 2009 sampai 2013, laju berkurangnya tutupan hutan atau deforestasi rata-rata 1,13 juta ha pertahun. Angka ini jauh melebihi data Kementrian Kehutanan, yang menyebutkan laju deforestasi telah menurun menjadi dibawah 700.000 ha pertahun, dalam periode yang sama. Luas hutan yang hilang di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut (Diana,2015).

Upload: lytu

Post on 26-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Hutan Indonesia

Dalam kurun waktu tahun 2009 sampai tahun 2013 laju kehilangan tutupan

hutan alam (deforestasi) mencapai sekitar 4,5 juta ha. Data Forest Watch

Indonesia (FWI) menyebutkan tahun 2013 luas hutan Indonesia tersisa sekitar

82,3 juta ha. Tahun 2004 luas tutupan hutan Indonesia diperkirakan sekitar 94

juta ha. Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya deforestasi hutan di

Indonesia. Salah satunya adalah lemahnya tata kelola kehutanan di Indonesia.

Tanpa adanya tata kelola dan pembenahan hutan yang baik, diperkirakan dalam

beberapa tahun sekitar 73 juta ha hutan alam Indonesia terancam akan habis,

karena adanya penebangan dan pembalakan secara liar.

Berdasarkan kajian FWI, pada periode 2009 sampai 2013, laju berkurangnya

tutupan hutan atau deforestasi rata-rata 1,13 juta ha pertahun. Angka ini jauh

melebihi data Kementrian Kehutanan, yang menyebutkan laju deforestasi telah

menurun menjadi dibawah 700.000 ha pertahun, dalam periode yang sama.

Luas hutan yang hilang di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut

(Diana,2015).

6

Gambar 2.1 Luas Hutan yang Hilang di Indonesia (Diana,2015)

Pada gambar 2.1 dijelaskan luas hutan yang hilang di Indonesia. Berdasarkan

gambar tersebut, diperlukan adanya upaya pengurangan laju deforestasi dan

menyelamatkan kondisi hutan di Indonesia. Salah satu upaya mengurangi laju

deforestasi adalah dengan cara mengurangi penggunaan kayu pada pembuatan

rumah bertingkat yang dikembangkan konstruksi beton yang lebih efektif.

2.2 Teknologi Balok Beton

Ada beberapa jenis teknologi balok beton sebagai contoh yaitu, beton berpori

(Baliton CLC) dan keraton (keramik komposit beton).

2.2.1 Beton Berpori (Baliton CLC)

Baliton singkatan dari balok lantai beton. CLC singkatan dari Cellular

Lightweight Concrete. Baliton adalah beton yang memiliki berat jenis

lebih ringan daripada beton konvensional, yang umum digunakan

masyarakat Indonesia. Pada umumnya berat beton ringan berkisar antara

600 – 1600 kg/m3. Sehingga keunggulan beton ringan utamanya ada pada

berat, jika digunakan pada bangunan tinggi (high rise building) akan

dapat secara signifikan mengurangi berat bangunan, yang selanjutnya

7

berdampak pada perhitungan pondasi. Baliton CLC merupakan teknologi

Internasional berstandar Jerman. Teknologi yang sudah diaplikasikan di

lebih dari 40 negara di dunia, ribuan bangunan rumah dan apartemen,

sarana pendidikan, sarana ibadah, industri dan bangunan komersial

lainnya.

Baliton CLC menggunakan tulangan besi ulir dan di dalamnya

mengunakan eraman besi yang standar untuk pengecoran lantai beton.

Pengecoran menggunakan Baliton CLC tanpa menyediakan bekisting,

kayu kaso, papan kayu lapis untuk perancak cetak, yang biayanya

mencapai 35 % dari proses produksi. Tanpa menunggu beton mengering

selama minimal 14 hari agar dapat membongkar bekisting.

Baliton CLC memiliki keunggulan kompetitif penggunaan beton ringan

dibandingkan dengan material bangunan tradisional yaitu: isolator suara,

struktur materialnya memberikan sifat kedap suara, tahan terhadap

kelembaban, daya serap air kurang dari 16% jadi tidak memerlukan

penyelesaian yang bersifat melindungi, aman terhadap lingkungan

(ekologis), dan beton ringan bukan merupakan benda yang mudah rusak

dan cepat rapuh. Dimensi Baliton CLC yaitu memiliki ketebalan 12 cm,

lebar 25 cm, dan panjangnya dapat dipesan sesuai kebutuhan. Harga

Baliton CLC per-m2 berkisar Rp 450.000, -, jika dengan pemasangan dan

finishing sekitar Rp 650.000, - (www.baliton.net,2015).

8

Gambar 2.2. Beton Berpori (Baliton CLC)

(sumber : http://www.baliton.net)

Gambar 2.2 adalah gambar beton berpori (Baliton CLC) yang dapat

digunakan untuk membangun dan membuat bangunan bertingkat.

Penggunaan beton berpori ini dapat mengurangi penggunaan kayu.

2.2.2 Keraton (Keramik Komposit Beton)

Dak keraton (keramik komposit beton) merupakan bahan alternatif lantai

beton yang dalam pemasangannya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga

yang telah berpengalaman dalam pekerjaan proyek konstruksi agar waktu

lebih efisien, rapih, tidak boros material, atau terjadinya kegagalan

struktur. Ceiling brick ini terbuat dari tanah liat (keramik) yang di buat

dengan cara di extrude sehingga berbentuk menyerupai kubus dengan

lubang-lubang dibagian tengahnya. Keramik ini mempunyai rongga

menyerupai huruf “V”. Untuk membuat plat ceiling brick ini dirangkai

dan direkatkan dengan beton.

9

Gambar 2.3. Dak Keraton (Keramik Komposit Beton) yang

Tersusun (sumber : http://dakbetonkeraton.com)

Gambar 2.3 adalah gambar dak keraton yang sudah tersusun. Untuk

memperkuat strukturnya, ceiling brick juga diberi tulangan baja yang

diletakkan di keempat sisinya dan kemudian dicor dengan beton.

Pemberian tulang dilakukan dengan penulangan searah. Ini karena

tulangan hanya dikaitkan dengan dua balok yang berhadapan. Dak

ceiling brick lahir atas kerjasama beberapa negara di Eropa (Jerman dan

Belanda) sekitar seratus tahun yang lalu. Kemudian, teknologi material

ini dibawa ke Indonesia melalui proyek Bantuan Teknis Pembangunan

Industri Bahan Bangunan yang diawasi oleh UNIDO/ UNDP (PBB

Project INS/ 740/ 034) oleh Mursodo dikembangkan lagi modifikasi

keuntungan menggunakan dak ceiling brick (Keramik Komposit Beton)

adalah :

1. Bobotnya lebih ringan (±130-150 kg/m2) dibandingkan dengan

beton (±288 kg/m2). Menurut Mursodo, keuntungan bobot yang

ringan akan memperkecil gaya gempa yang diterima oleh stuktur

bangunan.

10

2. Ekonomis dibandingkan dengan beton. Dak beton dibentuk dari

pasir, batu pecah dan semen kemudian diberi tulangan baja. Bila

menggunakan ceiling brick, maka pemakaian beton dapat dihemat

hingga 60%. Ini karena pengecoran beton hanya dilakukan pada

lapisan diatas ceiling brick (setebal 1-3 cm) dan celah antara satu

keraton dengan keraton lainnya. Tulangan baja yang digunakannya

pun juga lebih sedikit karena menggunakan sistem tulangan searah.

3. Bila menggunakan beton, plat/dak lantai harus diberi bekisting

untuk menahan cetakannya. Sedangkan dengan keraton tidak perlu

menggunakan cetakan dan bekisting dalam jumlah yang banyak.

Bekisting hanya diletakkan pada ujung tumpuan balok.

4. Isolator, rongga didalam bata ceiling brick ini juga memberikan

keuntungan tambahan yaitu dapat meredam panas dan bunyi karena

berfungsi sebagai isolator.

Unsur aman pengecoran dak keraton kekuatan dak ceiling brick (keramik

komposit beton) sudah diuji laboratorium yang mendapat hasil bahwa

ceiling brick akan melendut pada beban diatas 500 kg/m2. Hasil ini sesuai

dengan loading Test-II No LB/ BPPU/ 001-12/ IX/ 9906.09.99. Dak

Keraton memiliki dua jenis yaitu yang memiliki katebalan 10 cm dan 12

cm (Gambar 2.4). Harga per-satuan dak Keraton Rp 9.500,- untuk

ketebalan 12 cm dan Rp 8.500,- untuk ketebalan 10 cm. Harga

pemasangan dan finishing per-m2 berkisar Rp 550.000,- sampai Rp

750.000,- (http://dakbetonkeraton.com,2015)

11

Gambar 2.4. Dak Keraton Satuan

(sumber : http://dakbetonkeraton.com)

2.3 Konstruksi Beton

Beton dan bahan dasar butiran halus (cementitious) telah digunakan sejak

zaman Yunani atau bahkan peradaban kuno terdahulu. Tahun 1801, F. Ciognet

menandai permulaan perkembangan teknolgi beton dengan mengaryakan

desain perahu semen kecil yang kita kenal ferrocement. Perkembangan pesat

teknologi beton terjadi pada tahun 1910 yang dipelopori oleh German

Committee for Reiforced Concrete (Komite Jerman untuk Beton Bertulang),

Austrian Concrete Committee (Komite Beton Austria), British Concrete

Institute dan American Concrete Institute (Institut Beton Amerika) dengan

perkembangan beton bertulang, dan pada tahun 1920 era prategang (ACI

Commitee, 1992).

Beton adalah konstruksi bangunan sipil yang paling banyak digunakan. Hal

tersebut dikarenakan beton memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan

bahan-bahan konstruksi lain diantaranya karena harga yang relatif murah

(ekonomis), kemampuan menahan gaya tekan yang tinggi, dapat dibentuk

sesuai kebutuhan konstruksi yang diinginkan, mudah dalam perawatannya

12

serta ketahanan yang baik terhadap cuaca dan lingkungan sekitar. Oleh karena

itu, beton dianggap sangat penting untuk terus dikembangkan.

Menurut Mc Cormac (2004), ada banyak kelebihan dari beton sebagai struktur

bangunan diantaranya adalah:

1. Beton memiliki kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan

bahan lain.

2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air,

bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak

bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-

rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang memadai

sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada

permukaanya saja tanpa mengalami keruntuhan.

3. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.

4. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk

pondasi telapak, dinding basement, dan tiang tumpuan jembatan.

5. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuanya untuk dicetak menjadi

bentuk yang beragam, mulai dari pelat, balok, kolom yang sederhana

sampai atap kubah dan cangkang besar.

6. Di bagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah

(pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan

tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.

Selain itu, Mc Cormac (2004) menyatakan kekurangan dari penggunaan beton

sebagai suatu bahan struktur yaitu:

13

1. Beton memiliki kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan

penggunaan tulangan tarik.

2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap

ditempatnya sampai beton tersebut mengeras.

3. Rendahnya kekuatan persatuan berat dari beton mengakibatkan beton

bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur bentang

panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan sangat

mempengaruhi momen lentur.

4. Rendahnya kekuatan persatuan volume mengakibatkan beton akan

berukuran relatif besar, hal penting yang harus dipertimbangkan untuk

bangunan-bangunan tinggi dan struktur-struktur berbentang panjang.

5. Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi campuran

dan pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bisa

ditangani dengan teliti seperti yang dilakukan pada proses produksi

material lain seperti baja dan kayu lapis.

Untuk mengantisipasi kekurangan pada beton maka, beton di beri tulangan

yang dapat manahan tegangan tarik yang disebut beton bertulang. Beton

bertulang adalah mengkombinasikan beton dan tulangan baja dengan cara

menyatukan dan membiarkan keduanya bekerja bersama–sama sesuai

fungsinya yaitu beton menahan beban tekan dan tulangan akan menahan beban

tarik yang terjadi akibat load.

Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan

yang tidak kurang dari nilai minimum dan direncanakan berdasarkan asumsi

14

bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang

bekerja (SNI - 03 - 2847 – 2002).

Berikut ini merupakan Tabel 1 sifat material beton yang berkomposisi semen

dan pasir dengan perbandingan 1:2. Tabel 2 menunjukkan sifat material besi

baja untuk tulangan beton.

Tabel 1. Sifat Material Beton (Concrete)

Parameter Nilai

Modulus elastisitas 4100 MPa

Poisson's ratio 0,21

Shear modulus 17 MPa

Mass density 2200 kg/m3

Tensile strength 5 MPa

Compressive strength 40 MPa

Sumber : www.engineeringtoolbox.com

Tabel 2. Sifat Material Besi Beton

Parameter Nilai

Modulus elastisitas 120 GPa

Poisson's ratio 0,26

Shear modulus 6500 MPa

Mass density 7250 kg/m3

Tensile strength 450 MPa

Yield strength 240 MPa

Sumber : www.engineeringtoolbox.com

2.2.1. Ketentuan Perencanaan Pembebanan

Dalam perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa standar, yaitu sebagai

berikut:

1) Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-

2847-2002).

2) Standar Perencanaan Ketahan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung

(SNI 1726-2002).

15

3) Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-

1987).

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, struktur sebuah gedung harus

direncanakan kekuatannya terhadap beban-beban berikut:

1. Beban Mati (Dead Load)

2. Beban Hidup (Live Load)

Beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan ini adalah sebagai berikut:

1. Beban Mati

Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini

merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi

struktural menahan beban. Beban tersebut harus disesuikan dengan volume

elemen struktur yang akan digunakan. Beban dari berat sendiri elemen-

elemen tersebut diantaranya sebagai berikut:

Beton = 2200 kg/m3

Tegel (keramik) tebal per cm = 24 kg/m3

Spesi tebal per cm = 21 kg/m3

2. Beban Hidup

Beban hidup yang digunakan untuk lantai bangunan gedung/rumah

bertingkat mengacu pada standar pedoman pembebanan yang ada, yaitu

sebesar 250 kg/m2. Agar beban yang diberikan pada beton bertulang dapat

diketahui distribusi tegangannya.

16

2.4 Tegangan

Tegangan adalah besaran pengukuran intensitas gaya atau reaksi dalam yang

timbul per satuan luas. Dalam praktik teknik, gaya umumnya diberikan dalam

pound atau newton, dan luas yang menahan dalam inch2 atau mm2. Akibatnya

tegangan biasanya dinyatakan dalam pound/inch2 yang sering disingkat psi

atau Newton/mm2 (MPa). Tegangan yang dihasilkan pada keseluruhan benda

tergantung dari gaya yang bekerja. Dalam praktik, kata tegangan sering

memberi dua pengertian :

a. Gaya per satuan luas atau intensitas tegangan, yang umumnya ditunjukkan

sebagai tegangan satuan.

b. Gaya dalam total suatu batang tunggal yang umumnya dikatakan sebagai

tegangan total.

Pada saat benda menerima beban sebesar P kg, maka benda akan bertambah

panjang sebesar ΔL mm. Saat itu pada material bekerja tegangan yang dapat

dihitung dengan rumus (engineering stress) :

𝜎 =𝐹

𝐴0 (1)

Keterangan:

σ = tegangan (pascal, N/m2)

F = beban yang diberikan (Newton,)

Ao = luas penampang mula - mula (mm2).

Sedangkan true stress adalah tegangan hasil pengukuran intensitas gaya reaksi

yang dibagi dengan luas permukaan sebenarnya (actual). True stress dapat

dihitung dengan (Beer dan Jhonson, 1987):

σ = F/A (2)

17

dengan:

σ = True stress ( MPa)

F = Gaya (N)

A = Luas permukaan sebenarnya (mm2)

Tegangan normal dianggap positif jika menimbulkan suatu tarikan (tensile) dan

dianggap negatif jika menimbulkan penekanan (compression). Namun,

tegangan pada balok beton sama dengan tegangan normal pada balok.

2.4.1. Tegangan Normal pada Balok

Suatu tegangan σx bekerja dalam arah normal terhadap penampang

sebuah balok dari regangan normal ϵx . Tiap serat longitudinal dari

sebuah balok hanya dikenakan beban tarik dan tekan (yaitu, serat-serat

dalam tegangan uniaksial). Sehingga diagram tegangan-regangan bahan

akan memberikan hubungan sebanding antara (σx) dan (ϵx). Jika

bahannya elastis dengan suatu diagram tegangan-regangan linier, maka

dapat digunakan Hukum Hooke untuk tegangan uniaksial (σ= Eϵ) dan

diperoleh :

𝜎𝑥 = 𝐸 ∈𝑥= −𝐸𝐾𝑦

Jadi, tegangan normal yang bekerja pada penampang berubah secara

linier terhadap jarak sumbu y dari permukaan netral. Jenis distribusi

tegangan ini ditunjukkan pada Gambar 2.5, yaitu tegangan relatif (tekan)

di bawah permukaan netral apabila kopel Mo bekerja dalam arah yang

ditunjukkan. Kopel ini menghasilkan suatu kelengkungan positif K

dalam balok, meskipun menyatakan suatu momen lentur negatif M.

18

Tegangan normal pada suatu balok digambarkan oleh persamaan

berikut:

𝜎 =𝑀𝑦

𝐼 (3)

Dimana,

σ : tegangan normal, N

M : momen lentur pada penampang, Nmm

y : jarak dari sumbu netral ke centroid, mm

I : momen inersia, mm4

Gambar 2.5. Penyebaran Tegangan Normal pada Sebuah Balok

Dari Bahan Elastis Linier

Pada fiber terluar balok nilai koordinat y dinotasikan dengan simbol c,

sehingga tegangan normal maksimumnya menjadi:

𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 =𝑀𝑐

𝐼 atau 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 =

𝑀𝐼

𝑐⁄

𝐼𝑐 ⁄ disebut modulus penampang yang umumnya dinotasikan dengan

simbol Z. Sehingga tegangan lentur maksimum digambarkan oleh

persamaan (Thimoshenko S.P. dan Goodier J.N, 2004):

𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 =𝑀

𝑍 (4)

19

Setiap bentuk suatu balok dapat mempengaruhi tegangan yang terjadi,

penyebabnya yaitu besar momen inesia yang berbeda. Besar momen

berkaitan langsung dengan bentuk permukaan suatu balok beton.

2.5 Momen Inersia

Momen inersia dapat disebut juga momen kedua. Data momen inersia suatu

penampang dari komponen struktur akan diperlukan pada perhitungan-

perhitungan tegangan lentur, tegangan geser, tegangan torsi, defleksi balok,

kekakuan balok/kolom dan sebagainya. Luasan A pada Gambar 2.6.

merupakan bidang datar yang menggambarkan penampang dari suatu

komponen struktur, dengan dA merupakan suatu luasan/elemen kecil

(Cheng,1997).

Gambar 2.6. Potongan Penampang

Secara sistematis momen inersia ditentukan dengan persamaan-persamaan

berikut:

Momen Inersia terhadap sumbu x:

Ix = y2 dA (5)

Momen Inersia terhadap sumbu y:

Iy = x2 dA (6)

20

Momen Inersia Perkalian (Product of Inertia):

Ixy = xy dA (7)

Momen inersia pada Persamaan (5) dan Persamaan (6), selalu bertanda positif,

sedangkan momen inersia perkalian pada Persamaan (7) dapat bertanda

negatif. Momen inersia pada ketiga persamaan tersebut penggunaannya

terbatas pada momen inersia bidang tunggal, sedangkan secara umum banyak

bidang/penampang merupakan gabungan dari beberapa penampang tunggal.

Misalnya penampang yang berbentuk L adalah gabungan dari dua penampang

segi empat. Untuk menyelesaikan momen inersia pada penampang gabungan

diperlukan pengembangan dari Persamaan (5), (6), dan (7). yang disebut

dengan Teori Sumbu Sejajar (Cheng, 1997).

a. Teori Sumbu Sejajar

x yo

dA

x’ x

r y

xo

A O

r’ O = titik berat luasan A

y’

y

Gambar 2.7. Penampang dengan Sumbu Transformasi

21

Momen inersia terhadap sumbu x:

Ix = dAyy2

'

Ix = dAydAyydAy 22 ''2

Ix = dAyydAydAy 22 ''2

Sumbu xo melalui titik berat bidang A, maka 0ydA , sehingga:

Ix = Ixo + Ay’2 (8)

Momen inersia terhadap sumbu y:

Iy = dAxx2

'

Iy = dAxdAxxdAx 22 ''2

Iy = dAxxdAxdAx 22 ''2

Sumbu yo melalui titik berat bidang A, maka 0xdA , sehingga:

Iy = Iyo + Ax’2 (9)

Momen inersia polar:

Ip = dAyyxx .''22

Ip = dAyyyyxxxx .''2''2 2222

Ip = ydAyxdAxdAyxdAyx '2'2'' 2222

Sumbu xo dan sumbu yo melalui titik berat luasan A, maka :

22

xdA = 0 dan ydA= 0

Sehingga:

Ip = Ipo + Ar’2 (10)

Momen inersia perkalian:

Ixy = dAyyxx ''

Ixy = dAyxydAxxdAyxydA ''''

Sumbu xo dan sumbu yo melalui titik berat luasan A, maka

xdA = 0 dan ydA= 0

Sehingga:

Ixy = Ixyo + Ax’y’ (11)

Untuk mempermudah tampilan distribusi tegangan yang terjadi maka

dibuatkan diagram yaitu diagram gaya gesar dan momen lentur.

2.6 Diagram Gaya Geser dan Momen Lentur

Pada saat suatu balok dibebani oleh gaya atau kopel, tegangan dan regangan

akan terjadi di seluruh bagian interior balok. Untuk menentukan besarnya

tegangan dan regangan, harus ditentukan gaya internal dan kopel internal yang

bekerja pada balok.

23

Gambar 2.8. Gaya Geser dan Momen Lentur pada Balok

Balok dipotong melintang mn yang terletak pada jarak x dari ujung bebas.

Resultan dari tegangan yang bekerja di penampang adalah gaya geser (V) dan

momen lentur (M). Beban (P) beban berarah transversal terhadap sumbu balok,

maka tidak ada gaya aksial pada penampang. Gaya geser dan momen lentur

dihitung dari persamaan keseimbangan :

Σ𝑉 = 0 → P − V = 0 → V = P

Σ𝑀 = 0 → 𝑀 − 𝑃𝑥 = 0 → 𝑀 = 𝑃𝑥

Gaya dan momen bekerja pada elemen balok yang dipotong antara dua

penampang yang jaraknya berdekatan satu sama lain. Pada balok, gaya geser

positif bekerja searah jarum jam terhadap bahan dan gaya geser negatif bekerja

berlawanan jarum jam terhadap bahan. Momen lentur positif menekan bagian

atas balok dan momen lentur negatif menekan bagian bawah balok.

24

Gambar 2.9. Perjanjian Tanda Untuk Gaya Geser dan Momen Lentur

Gaya geser positif cendrung mengubah bentuk elemen dengan muka kanan

bergerak ke bawah relatif terhadap muka kiri. Momen lentur positif menekan

(memperpendek) bagian atas dan menarik bagian bawah balok (Wang dan

Charles,1984).

Gambar 2.10. Deformasi Akibat Gaya Geser dan Momen Lentur

𝑅𝐴 =𝑃𝑏

𝐿; 𝑅𝐵 =

𝑃𝑎

𝐿

𝑉 = 𝑅𝐴 =𝑃𝑏

𝐿→ (0 < 𝑥 < 𝑎)

𝑀 = 𝑅𝐴𝑥 =𝑃𝑏𝑥

𝐿

𝑉 = 𝑅𝐴 − 𝑃 =𝑃𝑏

𝐿− 𝑃 =

𝑃𝑎

𝐿→ (𝑎 < 𝑥 < 𝐿)

𝑀 = 𝑅𝐴𝑥 − 𝑃(𝑥 − 𝑎) =𝑃𝑏𝑥

𝐿− 𝑃(𝑥 − 𝑎)

− +

V

V V

V

M M

M M

M

M

M

M

+

+

V

V V

V

25

𝑀 = 𝑃𝑎

𝐿(𝐿 − 𝑎)

𝑀𝑚𝑎𝑥 =𝑃𝑎𝑏

𝐿

Persamaan tersebut menghasilkan diagram gaya geser dan momen lentur pada

Gambar 2.11 di bawah ini. Diagram pada Gambar 2.11 menunjukkan kondisi

balok jika menerima beban terpusat.

Gambar 2.11. Diagram Gaya Geser dan Momen Lentur Beban Terpusat

𝑅𝐴 = 𝑅𝐵 =𝑞𝐿

2

𝑉 = 𝑅𝐴 − 𝑞𝑥 =𝑞𝐿

2− 𝑞𝑥 → (0 < 𝑥 < 𝐿)

𝑀 = 𝑅𝐴𝑥 − 𝑞𝑥 =𝑞𝐿

2− 𝑞𝑥

𝑀𝑚𝑎𝑥 =𝑞𝐿2

8

P

A B

x

L

RA RB

V

0

Pb/L

-Pa/L

Pab/L

a b

M

26

Persamaan tesebut menghasilkan diagram gaya geser dan momen lentur pada

gambar 2.12 di bawah. Diagram pada gambar 2.12 menunjukkan kondisi

balok jika menerima beban terdistribusi di sepanjang balok.

Gambar 2.12. Diagram Gaya Geser dan Momen Lentur Beban Terbagi

Rata

Untuk menunjang data distribusi tegangan maka menentukan defleksi atau

perubahan bentuk harus diketahui.

q

A B

x

L

RA RB

V

0

qL/2

-qL/2

qL2/8

M

27

2.7 Defleksi

Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah sumbu y akibat

adanya pembebanan vertical yang diberikan pada balok atau batang. Deformasi

pada balok secara sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan defleksi balok

dari posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari

permukaan netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi

yang diasumsikan dengan deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva

elastis dari balok. Gambar 2.13.(a) memperlihatkan balok pada posisi awal

sebelum terjadi deformasi dan Gambar 2.13.(b) adalah balok dalam konfigurasi

terdeformasi yang diasumsikan akibat aksi pembebanan (Thimoshenko S.P.

dan Goodier J.N, 2004).

Gambar 2.13. (a)Balok sebelum terjadi deformasi,(b)Balok dalam

konfigurasi terdeformasi

Jarak perpindahan y didefinisikan sebagai defleksi balok. Dalam penerapan,

kadang kita harus menentukan defleksi pada setiap nilai x disepanjang balok.

Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang sering disebut

persamaan defleksi kurva (atau kurva elastis) dari balok.

28

Sistem struktur yang di letakkan horizontal dan yang terutama di peruntukkan

memikul beban lateral, yaitu beban yang bekerja tegak lurus sumbu aksial

batang. Beban semacam ini khususnya muncul sebagai beban gravitasi, seperti

misalnya bobot sendiri, beban hidup vertikal, dan lain-lain. Contoh sistem

balok dapat di kemukakan antara lain, balok lantai gedung, gelagar jembatan,

balok penyangga keran, dan sebagainya. Sumbu sebuah batang akan terdeteksi

dari kedudukannya semula bila benda dibawah pengaruh gaya terpakai.

Dengan kata lain suatu batang akan mengalami pembebanan transversal baik

itu beban terpusat maupun terbagi merata akan mengalami defleksi.

a. Teori Momen Luas Pertama

Sudut θ antara tangen A dan tangen B sama dengan luasan diagram M

antara kedua titik dibagi EI.

𝜃 = ∫𝑀 𝑑𝑥

𝐸𝐼

𝐴

𝐵 (12)

Keterangan: θ = Sudut Kemiringan

M = Momen Lentur dengan jarak x dari titik B

E = modulus Elastisitas

I = momen Inersia

Teori ini dipergunakan untuk:

1. Menghitung lendutan.

2. Menghubungkan putaran sudut antara titik-titik yang dipilih

sepanjang sumbu balok.

b. Teori Momen Luas Kedua

Jarak vertikal B pada kurva defleksi dan tangen A sama dengan momen

dikali jarak (centroid area) dibagi EI.

29

∆= ∫𝑀𝑥𝑑𝑥

𝐸𝐼

𝐴

𝐵 (13)

Δ = Defleksi

Teori momen luasan kedua berguna untuk mendapatkan lendutan, karena

memberikan posisi dari suatu titik pada balok terhadap garis singgung

disuatu titik lainnya (Thimoshenko S.P. dan Goodier J.N, 2004).