ii. tinjauan pustaka 2.1 kelapa sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/bab_ii.pdf · dibandingkan...

50
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat yang merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan dan berkeping satu. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang paling tahan hama dan penyakit dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak nabati dunia mencapai angka rata-rata 25 kg/tahun setiap orangnya, kebutuhan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsumsi per kapita penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Botanical Garden), dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Industri kelapa sawit memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional. Selain merupakan penyumbang devisa ekspor non-migas terbesar, industri kelapa sawit Indonesia dilakukan dengan sistem tata kelola lingkungan yang baik menuju industri kelapa sawit Indonesia yang lestari atau sustainable palm oil (Sihotang, 2010). Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya, bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Menurut Pahan (2006) varietas kelapa sawit dibedakan berdasarkan warna kulit buah setelah masak yaitu varietas nigrescens berwarna merah kehitaman, varenscens berwarna terang, dan albescens berwarna hitam. Berdasarkan bentuk buahnya varietas kelapas sawit terdiri dari empat varietas yaitu dura (bentuk buah tidak teratur dan tempurung tebal), macrocarya (penampang bulat dan tempurung tebal), tenera (penampang bulat dan temurung tipis), serta pisifera (penampang bulat dan inti kecil) (Pahan, 2006). Buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) sebesar 80% dan inti (kernel) sebesar 20%. 1. Pericarp meliputi: a. Epikarpium, yaitu kulit buah yang keras dan licin. b. Mesokarpium, yaitu bagian buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi, menghasilkan minyak sawit kasar/ Crude Palm Oil (CPO) .

Upload: others

Post on 01-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  5  

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat yang merupakan

tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan dan berkeping

satu. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang paling tahan hama dan penyakit

dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi

per kapita minyak nabati dunia mencapai angka rata-rata 25 kg/tahun setiap

orangnya, kebutuhan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan

penduduk dan meningkatnya konsumsi per kapita penghasil utama minyak nabati

yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak

nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh

pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang

ditanam di Kebun Raya Bogor (Botanical Garden), dua berasal dari Bourbon

(Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Industri

kelapa sawit memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi perekonomian

nasional. Selain merupakan penyumbang devisa ekspor non-migas terbesar, industri

kelapa sawit Indonesia dilakukan dengan sistem tata kelola lingkungan yang baik

menuju industri kelapa sawit Indonesia yang lestari atau sustainable palm oil

(Sihotang, 2010).

Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya,

bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi

bahan baku minyak goreng. Menurut Pahan (2006) varietas kelapa sawit dibedakan

berdasarkan warna kulit buah setelah masak yaitu varietas nigrescens berwarna

merah kehitaman, varenscens berwarna terang, dan albescens berwarna hitam.

Berdasarkan bentuk buahnya varietas kelapas sawit terdiri dari empat varietas yaitu

dura (bentuk buah tidak teratur dan tempurung tebal), macrocarya (penampang bulat

dan tempurung tebal), tenera (penampang bulat dan temurung tipis), serta pisifera

(penampang bulat dan inti kecil) (Pahan, 2006).

Buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) sebesar 80% dan inti

(kernel) sebesar 20%.

1. Pericarp meliputi:

a. Epikarpium, yaitu kulit buah yang keras dan licin.

b. Mesokarpium, yaitu bagian buah yang berserabut dan mengandung minyak

dengan rendemen paling tinggi, menghasilkan minyak sawit kasar/ Crude Palm Oil

(CPO) .

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  6  

2. Inti meliputi :

c. Endokarpium (kulit biji = tempurung), berwarna hitam dan keras.

d. Endosperm (kernel = daging biji) berwarna putih yang menghasilkan minyak inti

sawit/Palm Kernel Oil (PKO).

Gambar 2.1 Bagian Buah Kelapa Sawit

(Sumber: Nasution, 2010)

Rendemen minyak kelapa sawit tertinggi mencapai 22,1% - 22,1% dan kadar

asam lemak bebas 1,7% - 2,1% terendah. Bagian kelapa sawit yang mengandung

miyak adalah mesokarp sebanyak 56% dan inti kelapa sawit mengandung minyak

44% (Muchtadi, 1992). Penyusun minyak kelapa sawit utama adalah trigliserida dan

non gliserida. Trigliserida trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga

molekul asam lemak Asam lemak merupakan rantai hidrokarbon. Asam lemak yang

tidak jenuh adalah asam lemak yang hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap

sebaliknya asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap. Pada asam lemak tidak

jenuh titik cairnya rendah sehingga pada suhu ruang berupa cairan dan asam lemak

jenuh titik cairnya tinggi sehingga berupa padatan pada suhu ruang. Minyak kelapa

sawit memiliki komponen yang semi padat pada suhu ruang (Ketaren, 2005).

Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah

kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga dapat diolah

menjadi bahan baku minyak alkohol, sabun, lilin, dan industri kosmetika. Sisa

pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak

dan difermentasikan menjadi kompos. Tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk

mula tanaman kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp dan pelarut

organik, dan tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan

pembuatan arang aktif.

2.2 Minyak Kelapa Sawit

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  7  

Sejak tahun 2009, Indonesia merupakan produsen terbesar dan eksportir

minyak kelapa sawit di pasar dunia. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia

meningkat secara signifikan. Pada tahun 2012, Indonesia memproduksi 26,5 juta ton

minyak sawit. Potensi hayati dari minyak sawit tersebut sangat tinggi karena

kandungan vitamin E (tokotrienol dan tokoferol) mencapai 600-1.000 ppm. Minyak

kelapa sawit dihasilkan dari proses ekstraksi daging buah kelapa sawit (mesokarp)

tanaman Elais guineesnsis. Buah kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp

(epikarp dan mesokarp) dan 20% biji atau inti (endokarp dan endosperm). Dari buah

sawit ini dihasilkan dua macam minyak sawit. Minyak yang dihasilkan dari inti

dinamakan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO) dan minyak yang dihasilkan

dari mesokarp disebut minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) (Ketaren, 2005).

Gambar 2.2 Minyak Kelapa Sawit

(Sumber: Syamsi, 2004)

Perbedaan kedua minyak ini terletak pada kandungannya. PKO mengandung

asam kaprilat dan asam kaproat yang tidak terdapat dalam CPO, selain itu pigmen

merah karotenoid yang ada di dalam CPO tidak terdapat pada PKO (Muchtadi, 1992

dalam Hernawati, 2007). Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya,

minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linolenat. Minyak sawit

berwarna merah jingga karena kandungan karotenoid (terutama β-karoten)

berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar (Mangoensoekarjo S, 2003).

Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis

guineensis jack). Buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti

(kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit

buah yang disebut pericarp. Lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan

lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji

(testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata

sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  8  

mengandung minyak.

Minyak sawit memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak

nabati lainnya. Dari segi ekonomi minyak sawit merupakan minyak nabati yang

paling murah karena produktivitas sawit sanggat tinggi. Minyak sawit juga

mengandung betakaroten dan tokoferol sehingga dilihat dari segi gizi mempunyai

keunggulan. Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya

merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya

yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. Minyak kelapa sawit terdiri atas

trigliserida sebagaimana lemak dan minyak lainnya.

Minyak kelapa sawit memiliki beberapa keunggulan antara lain (Fauzi, 2002):

1. Tingkat efisiensi minyak kelapa sawit yang tinggi sehingga dapat menempatkan

CPO menjadi sumber minyak nabati yang termurah.

2. Produktivitas dari minyak kelapa sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak

kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing 0,3;0,51;0,5 dan

0,53 ton/ha.

3. Sifat minyak kelapa sawit cukup menonojol dibandingkan dengan minyak nabati

lainnya, karena memiliki keluwesan dalam ragam kegunaan baik dibidang pangan

dan non pangan.

4. Sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di Negara yang berkembang masih

dapat berpeluang meningkatkan konsumsi minyak kelapa sawit per kapita.

Minyak kelapa sawit dapat juga dimanfaatkan di berbagai industri karena

memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak

menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku ialah industri pangan serta industri

non pangan seperti kosemetik dan farmasi dalam pengolahan obat-obatan. Bahkan

minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar.

Minyak kelapa sawit terdiri atas trigliserida yang merupakan ester dari gliserol

dengan tiga molekul asam lemak. Asam lemak merupakan rantai hidrokarbon; yang

setiap atom karbonnya mengikat satu atau dua atom hidrogen; kecuali atom karbon

terminal mengikat tiga atom hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya

mengikat gugus karboksil. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat

ikatan rangkap disebut asam lemak tidakjenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan

rangkap pada rantai hidrokarbonnya karbonnya.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  9  

Gambar 2.3 Struktur trigliserida

(Sumber: Poedjaji, 2005)

Semakin jenuh molekul asam lemak dalam molekul trigliserida, semakin

tinggi titik beku atau cair minyak tersebut. Sehingga pada suhu kamar biasanya

berada pada fase padat dengan titik cair antara 40-70°C, berwarna kuning jingga

kaena mengandung pigmen karoten. Berdasarkan perbedaan titik cairnya minyak

sawit dibagi menjadi 2 fraksi besar, yaitu fraksi olein berbentuk cair dan fraksi stearin

yang berbentuk padat (Muchtadi, 1992). Sebaliknya semakin tidak jenuh asam

lemak dalam molekul trigliserida maka makin rendah titik cair minyak tersebut

sehingga pada suhu kamar berada pada fase cair. Minyak kelapa Sawit adalah

lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap (Muchtadi, 1992). Standar

kualitas minyak sawit kasar menurut Standar Nasional Indonesia (2006) disajikan

pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Standar Kualitas Minyak Sawit Kasar Menurut SNI 01-2901-2006

No Karakteristik Satuan Nilai 1. Warna - Jingga kemerahan 2. Asam Lemak Bebas % (b/b) Maks 0,5 3. Kadar Air % (b/b) Maks 0,5 4. Kadar Kotoran % (b/b) Maks 0,5 5. Bilangan Iod g iod/100 g 50-55

(Sumber: Pahan, 2006)

Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

Asam Lemak Kadar (%) Asam laurat (C12:0)

Asam miristat (C14:0) Asam palmitat (C16:0)

0.1-1.0 0.9-1.5

41.8-45.8 Asam palmitoleat (C16:1) 0.1-0.3

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  10  

Asam stearate (C18:0) 4.2-5.1 Asam oleat (C18:1) 37.3-40.8

Asam linoleat (C18:2) 9.1-11.0 Asam linolenat (C18:3) 0.0-0.6

Asam arakodinat (C20:0) 0.2-0.7 (Sumber: gapki.or.id, 2013)

Minyak sawit secara alami merupakan sumber vitamin E yang potensial,

tertutama dalam bentuk tokoferol dan tokotrienol. Komponen ini merupakan zat

penting dalam diet yang berfungsi sebagai antioksidan, yaitu senyawa yang

mencegah oksidasi. Tokoferol dan tokotrienol dari minyak sawit dapat berperan

sebagai antioksidan alami, menangkap radikal bebas, karena itu berperan

melindungi sel-sel dari proses kerusakan. Telah banyak penelitian dilakukan untuk

membuktikan bahwa tokoferol dan tokotrienol bisa melindungi sel-sel dari proses

penuaan dan penyakit degeneratif seperti atherosclerosis dan kanker (Reza, 2007).

Kandungan pigmen yang secara alami tedapat dalam minyak sawit adalah karoten

dan yang paling penting adalah β-karoten (Affandi, 2012).

Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah kecil.

Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain : motibgliserida, diglisrida,

fosfatida, karbohidrat, turunan karbonidrat, protein, beberapa mesin dan bahan-

bahan berlendir atau getah (gum) serta zat-zat berwarna yang memberikan warna

serta rasa dan bau yang tidak diinginkan. Dalam proses pemurnian dengan

penambahan alkali (biasanya disebut dengan proses penyabunan) beberapa

senyawa non trigliserida ini dapat dihilangkan, kecuali beberapa senyawa yang

disebut dengan senyawa yang tak tersabunkan pada Tabel 2.3

Tabel 2.3. Komposisi Senyawa Tidak Tersabunkan dalam Minyak Kelapa Sawit

Senyawa Kadar (%)

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  11  

Karotenoida α – Karotenoida β – Karotenoida γ – Karotenoida

Likopene Xantophyl Tokoperol α – tokoperol ɣ - tokoperol δ – tokoperol

∑ + Ҕ + tokoperol Sterol Kolesterol

Kampesterol Stigmasterol β - sitosterol

Phospatida Alkohol Total

Triterpenik alkohol Alifatik alkohol

36.2 54.4 3.3 3.8 2.2

35 35 10 20

4

21 21 63

80 26

(Sumber: Jakosberg, 1969)

Berdasarkan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM), produksi

minyak sawit dari tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan pola berfluktuatif namun

cenderung mengalami peningkatan yang sangat signifikan dengan rata-rata sebesar

68,75% per tahun. Produksi minyak sawit pada tahun 2009 mencapai 19,32 juta ton

dan meningkat menjadi 21,96 juta ton pada tahun 2010, yang kemudian meningkat

lagi menjadi 22,51 juta ton pada tahun 2011. Produksi minyak sawit dari tahun 2012

hingga 2014 diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 6,84% per tahun.

Produksi minyak sawit pada tahun 2012 (ASEM) mencapai 23,52 juta ton dan

meningkat menjadi 25,98 juta ton pada tahun 2013, yang kemudian meningkat lagi

menjadi 27,42 juta ton pada tahun 2014 (Tabel 2.4).

Tabel 2.4 Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Minyak Sawit Tahun 2009 – 2011, Serta Prediksi Tahun 2012 – 2014

No.

Uraian

Tahun 2009 2010 2011*) 2012**) 2013**) 2014**)

A. Penyediaan (Ton) 2.416 5.613 5.903 5.086 7.150 8.450 1. Produksi - - - - - -

- masukan - - - - - - - keluaran 19.324 21.958 22.508 23.521 25.978 27.425

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  12  

2. Impor 21 47 23 44 48 51 3. Ekspor 16.829 16.292 16.436 18.352 18.606 18.860 4. Perubahan Stok 100 100 192 127 270 166

B. Konsumsi .416 5.613 5.903 5.086 7.150 8.450 1. Pakan (ton) - - - - - - 2. Bibit (ton) - - - - - - 3. Diolah untuk:

- makanan - bukan makanan

2.131 227

5.225 224

5.479 283

4.677 287

6.668 311

7.914 334

Sumber: Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

Menurut data FAO, penyediaan minyak sawit terbesar di dunia tersebar di

negara-negara di Amerika, Asia dan Afrika. Indonesia merupakan negara dengan

total penyediaan minyak sawit terbesar di dunia yakni pada periode tahun 2005 -

2009 mencapai 3,68 juta ton per tahun atau 24,00% dari total penyediaan minyak

sawit dunia. Disusul kemudian oleh Cina yang menempati urutan kedua dengan rata-

rata penyediaan sebesar 2,49 juta ton atau 16,23% dari total penyediaan di dunia.

India menempati urutan ketiga dalam penyediaan minyak sawit di dunia yang

mencapai 1,91 juta ton atau 12,42% dari total penyediaan minyak sawit dunia.

Negara-negara berikutnya adalah Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Turkey, Brazil,

Mexico dan Colombia dengan total penyediaan masing-masing di bawah 8%.

2.3 Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS)

Distilat asam lemak minyak sawit (DALMS) atau palm fatty acid distillate

adalah hasil samping dalam proses pemurnian minyak sawit kasar. Pada proses

pemurnian minyak sawit kasar diperoleh 5% DALMS dari berat minyak sawit.

Selama proses pemurnian, DALMS merupakan produk samping pada tahap

deasidifikasi – deodorisasi yang mengandung beberapa bahan senyawa bioaktif.

Distilasi dilakukan pada suhu 250-260oC pada kondisi vakum. Tujuan proses ini

adalah menghasilkan minyak yang tidak berbau dan berasa dengan stabilitas

oksidasi yang baik. Proses ini menghilangkan asam lemak bebas, aldehida dan

keton, pigmen karetonoid terdegradasi, sterol, hidrokarbon, tokoferol, dan tokotrienol.

Tidak semua tokoferol dan tokotrienol hilang pada proses ini, sekitar 62% tetap

bertahan dalam minyak sawit (Hui, 1992).

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  13  

Gambar 2.4 Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS)

(Sumber: Latifah, 2014)

Jumlah DALMS yang dihasilkan dari proses pemurnian minyak sawit di

Indonesia sangat besar yaitu sekitar 166.000 ton pertahun dan diprediksikan akan

meningkat di tahun-tahun mendatang. DALMS digunakan dalam pakan ternak dan

industri sabun cuci serta bahan baku untuk industri oleokimia. Vitamin E, squalene

dan fitosterol adalah nilai tambah produk yang dapat diekstraksi dari DALMS dan

nilai potensial untuk industri nutraceutical dan kosmetik (Christina, 2007).

DALMS memiliki warna cokelat terang, bersifat semi padat pada suhu ruang

dan akan mencair dan berubah menjadi cokelat tua jika dipanaskan (Chu, 2003).

DALMS yang dihasilkan dari berbagai industri pengolahan minyak sawit meiliki

karakteristik yang berbeda. Estiasih et al. (2013) telah melakukan penelitian tentang

karakteristik DALMS dari berbagai industri pengolahan minyak sawit, hasil

karakteristik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.6:

Tabel 2.6 Karakteristik DALMS dari 6 Industri Minyak Sawit di Jawa

Karakteristik Industri 1

Industri 2

Industri 3

Industri 4

Industri 5 Industri 6

Asam Lemak Bebas (%) 87,83 90,59 88,53 92,93 90,45 85,42

Bil. Peroksida (mek/kg) 1,53 3,22 8,61 5,31 3,09 9,17

Bil. p-anisidin 6,92 30,79 15,78 22,41 10,77 17,44 Senyawa Tidak Tersabunkan (%) 2,20 0,67 3,98 3,20 2,20 2,30

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  14  

Vitamin E (ppm) 195,60 64,70 280,76 200,76 172,47 208,82

Fitosterol (ppm) 7476,56 407 6011,72 2310,52 1956,15 3915,22

Skualen (ppm) 2373,27 462,87 2767,08 1380,16 2222,41 Tidak terdeteksi

(Sumber: Estiasih et al., 2013)

Hasil penelitian Goh dan Gee (1985) menunjukkan bahwa hidrokarbon

DALMS adalah skualen sebagai komponen utama dan komponen minor n-alkana

(C12C26-C36H74). Komponen minor lain yang terdapat dalam DALMS adalah

komponen hasil degradasi seperti alkena (dari asam lemak atau gliserida),

hidrokarbon aromatis (dari karoten), dan hidrokarbon diterpena (dari tokotrienol).

Sedangkan komponen minor menurut karakteristik umum dari DALMS Malaysia

adalah vitamin E, fitosterol dan skualen (Gapor, 2000).

Nuryanto et al. (2002) menyatakan bahwa DALMS merupakan hasil samping

dalam tahap refinning dalam industri pemurnian minyak sawit. Secara keseluruhan

proses refinning akan menghasilkan 73% RBD Olein (Refine Bleach Deodorization),

21% stearin, 2.5-5% DALMS, dan 0.5% buangan. Menurut Puah et al. (2009), pada

proses pemurnian fisik diperoleh 5% DALMS dari berat minyak sawit. Chu et al.

(2004) menyatakan bahwa DALMS dihasilkan sebesar 3.36% dari total berat CPO.

Berdasarkan data badan pusat statistik Indonesia tahun 2013 jumlah DALMS

sebesar 33.6 juta ton. Jumlah DALMS yang melimpah belum dimanfaatkan secara

optimal, hanya dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dan sebagian

langsung diekspor ke luar negeri. DALMS banyak mengandung senyawa bioaktif,

namun untuk mendapat senyawa bioaktif harus dilakukan pemisahan terlebih dahulu

sehingga dihasilkan fraksi tidak tersabunkan yang mengandung senyawa bioaktif

melalui proses saponifikasi. Sabun yang didapat dari proses saponifikasi harus

memiliki kadar alkali bebas maksimal sebesar 0.1% sesuai standart nasional

Indonesia (Nang, 2009).

DALMS dari hasil proses pemurnian sebagian besar terdiri dari asam lemak

bebas yang berkisar 90-93%, dan komponen selain ALB yang terdapat pada DALMS

dapat berupa mono, di dan trigliserda, juga dapat berupa aldehid dan keton

(Ketaren, 2005). DALMS mengandung senyawa fitokimia dalam jumlah yang tinggi

yaitu tokoferol, tokotrienol, stigmasterol, campesterol dan hidrokarbon skualen

(Gapor et al., 2002). DALMS merupakan sumber vitamin E karena mengandung

beberapa senyawa fitokimia yang terdiri dari 70 % tokotrienol dan 30 % tokoferol

(Muslamah et al., 2005).

Tabel 2.7 Komposisi Asam Lemak DALMS

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  15  

Asam lemak Kadar (%)* Kadar (%)**

Asam kaprat (C10:0) 0.050 - Asam laurat (C12:0)

Asam miristat (C14:0) Asam palmitat (C16:0)

0.546 1.536

54.276

0.15 0.15

47.58 Asam palmitoleat (C16:1) 0.204 0.19

Asam stearate (C18:0) 3.724 5.14 Asam oleat (C18:1) 30.335 34.75

Asam linoleat (C18:2) 8.382 10.35 Asam linolenat (C18:3) 0.249 0.38

Asam arakodinat (C20:0) 0.186 0.37 (Sumber: Muslamah et.al, 2005)

2.3.1. Karakteristik Kimia Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS)

Adapun karakteristik kimia Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS):

Tabel 2.8 Kadar Senyawa Bioaktif DALMS

Senyawa Bioaktif DALMS Ppm % Relatif

Kadar Vitamin E α-tokoferol α-tokotrienol δ-tokotrienol γ-tokotrienol

196.50 37.99 35.97 4.58

117.98

19.33 18.31 2.32

60.04 Total Tokotrienol Total Fitosterol

158.51 7.476.58

80.67

Β-sitosterol Stigmasterol Kampesterol

3.913.37 1.774.66 1.788.53

52.34 23.92 23.74

Kadar Skualen 1.092.38 (Sumber: Bonnie and Mochtar, 2009)

Tabel 2.9 Komposisi Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS)

Komponen Kadar (%)* Kadar (%)**

Asam Lemak Bebas Gliserida

• Trigliserida • Digliserida

• Monogliserida Sterol

Stigmasterol Kampesterol β sitosterol Hidrokarbon

• Squalene • Lain-lain

Tokoferol + tokotrienol

Lain-lain

81,7 14,4 4,1 7,1 2,7

0,37 0,004 0,092 0,212 1,47 0,76 0,71

0,48 1,60

40

28,5 13,2 10,5

0,3

0,5

6,0

1,0

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  16  

Sumber: *Gapor et al. (1985) dalam Pitoyo (1991), **Lewis (2001)

2.3.1.2. Asam Lemak Bebas (ALB)

Asam lemak bebas (ALB) merupakan asam lemak dalam keadaan bebas

dan tidak berikatan lagi dengan gliserol. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi

yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Asam lemak bebas terbentuk

karena terjadinya reaksi hidrolisis terhadap minyak yang mengalami ketengikan.

Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk

itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam

minyak sawit. Minyak sawit yang bermutu baik adalah yang berkadar asam lemak

bebas rendah dan mempunyai daya pemucatan yang tinggi. Untuk memperoleh

minyak sawit dengan daya pucat yang tinggi, oksidasi harus ditekan serendah-

rendahnya (Aji, 2010).

Asam lemak bebas terbentuk dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak

atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol.

Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan

hidrolitik, baik enzimatis maupun nonenzimatis (Winarno, 2004). Asam lemak bebas

terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan

penyimpanan. Keberadaan asam lemak bebas merupakan salah satu faktor penentu

mutu minyak sawit mentah, semakin tinggi kadar ALB maka kualitas minyak semakin

rendah (Aji, 2010).

Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam

lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Dalam teknologi

makanan, hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat

pada semua jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan

diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10%. Selama penyimpanan

dan pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus

dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak

yang lebih baik mutunya (Winarno, 1997).

Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki karena degradasi asam

lemak bebas tersebut menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai. Oleh karena

itu, dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah

mungkin. Dalam proses pemurnian minyak sawit, kandungan ALB dihilangkan

dengan cara diuapkan menggunakan panas tinggi pada saat proses deodorisasi.

Sebagian besar ALB minyak sawit masuk ke dalam by product sawit pada proses

tersebut yang berupa DALMS (Muchlisyiyah, 2013).

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  17  

Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi

biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15%, belum

menghasilkan rasa yang tidak disenangi. Asam lemak bebas, walaupun berada

dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang

mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom C lebih besar

dari 14. Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah atom karbon C4,

C6, C8, dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan

pangan berlemak (Ketaren, 2008).

Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim

selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan

kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak

diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Dengan proses netralisasi

minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan, maka jumlah asam lemak bebas

dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2% (Winarno, 1997).

Reaksi Hidrolisis Trigliserida disajikan pada Gambar 2.4

Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3

molekul asam lemak. Asam - asam lemak termasuk asam lemak esensial yang

dapat mencegah timbulnya gejala arteriosclerosis karena penyempitan pembuluh

darah akibat penumpukan kolesterol. Asam-asam lemak dapat berasal dari tipe yang

sama maupun yang tidak sama. Sifat trigliserida tergantung pada perbedaan asam-

asam lemak yang bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam-asam

lemak ini tergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya. Asam lemak

yang memiliki rantai pendek memiliki titik leleh yang lebih rendah dan lebih mudah

larut dalam air. Sebaliknya, semakin panjang rantai asam-asam lemak, akan

menyebabkan titik leleh yang lebih tinggi (Yazid, 2006).

Asam-asam yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah

dibandingkan dengan asam-asam lemak jenuh yang memiliki panjang rantai serupa.

Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit adalah asam

palmitat, yang merupakan asam lemak jenuh, dan asam oleat yang merupakan

asam lemak tidak jenuh. (Pahan, 2006).

Gambar 2.5 Reaksi Hidrolisis Trigliserida (Sumber: Ketaren, 2008)

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  18  

Menurut Tambun (2002) faktor yang mempengaruhi kadar asam lemak bebas

pada minyak antara lain:

1. Suhu

Pada penyimpanan yang tidak tepat kadar asam lemak bebas akan meningkat.

Hal ini disebabkan pad minyak terkandung enzim lipase yang dapat menghidrolisis

lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses enzimatis akan bekerja

maksimal pada suhu ruang (25-27°C), dan suhu penyimpanan 8°C aktivitas enzim

lipase akan terhambat.

2. Lama penyimpanan

Secara alami asam lemak bebas akan terbentuk seiring dengan berjalannya

waktuu, baik karena aktivitas mikroba maupun karena katalis oleh enzim lipase. Hal-

hal yang sering terjadi dan dapat menyebabkan rusaknya kualitas minyak nabati.

Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal dalam penyimpanan produk minyak

nabati.

Menurut Ahmadi (2011), asam lemak bebas yang tersisa dari proses

saponifikasi masih dapat terlarut saat kristalisasi dan akan membentuk Kristal yang

kemampuannya ditentukan oleh titik leleh asam lemak. Proses kristalisasi tidak

sepenuhnya dapat mengkristalkan asam lemak bebas karena diperlukan waktu yang

cukup lama untuk kristalisasi sempurna. Alasan ini yang diduga menjadi penyebab

dari kadar asam lemak bebas hasil analisa yang masih tersisa cukup tinggi

dibanding literatur. Selama proses saponifikasi dan kristaliasi komponen pengotor

telah banyak berkurang diantaranya asam lemak bebas pada proses saponifikasi

serta senyawa hidrokarbon, lilin, dan sterol juga berkurang pada saat kristalisasi.

Menurut Ketaren (2005), asam lemak bebas dapat dihasilkan oleh proses oksidasi

yang sangat dipengaruhi suhu, keberadaan air, sinar dan kontak dengan udara.

Asam lemak bebas (FFA) dalam minyak nabati dihasilkan dari pemecahan

ikatan ester trigliserida. Asam lemak bebas secara umum dihilangkan selama proses

penjernihan. Adsorpsi Asam lemak bebas ditentukan oleh beberapa faktor seperti

kadar air dalam minyak, kadar sabun, temperatur dan lamanya waktu kontak dengan

adsorben .

2.3.1.3. Bilangan peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai penting untuk menentukan derajat kerusakan

pada minyak atau lemak dan menunjukkan derajat oksidasi dari suatu minyak atau

lemak dimana terbentuk peroksida sebagai produk oksidasi primer. Hidroperoksida

tidak berasa dan tidak berbau pada bentuk aslinya, akan tetapisenyawa tersebut

tidak stabil dan mampu teroksidasi lebih lanjut menjadi produk oksidasi sekunder

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  19  

yang volatil dan non volatil. Senyawa produk oksidasi sekunder tersebut yang bisa

merusak rasa dan aroma minyak. Terbentuknya peroksida dipengaruhi oleh berbagai

macam faktor antara lain banyaknya ikatan rangkap, adanya oksigen dan senyawa

asam lemak rantai pendek (Shahidi dan Zong, 2005). Dibandingkan dengan minyak–

minyak nabati lainnya, minyak sawit sesungguhnya agak lebih tahan terhadap

kerusakan–kerusakan akibat oksidasi, karena jumlah ikatan–rangkap dari asam

lemak tak jenuh berganda (poly-unsaturated fatty acid atau PUFA) dalam minyak

sawit adalah relatif kecil, dan juga karena adanya tocopherol – tocopherol yang

berfungsi sebagai anti-oksidan.

Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam 1000

gram lemak. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat

kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat

oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini

dapat ditentukan dengan metode iodometri (Yustinah, 2009).

Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai

berikut :

R-CH-CH-R’+O-O R-CH-CH-R’ R-CH-CH-R’

O O - O

O O O (Monoksida) (Peroksida)

R-C + R’-C

H H (Aldehid)

Gambar 2.6 Reaksi Pembentukan Peroksida (Sumber: Yustinah, 2009)

Ketaren (2005) menyatakan bahwa peroksida dapat terbentuk karena adanya

asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya. Selain itu,

karena asam lemak tidak jenuh bersifat reaktif terhadap oksigen, jika kontak dengan

oksigen maka asam lemak tidak jenuh akan bereaksi dengan rantai karbon pada

ikatan tidak jenuhnya dan terbentuk radikal bebas. Radikal bebas ini bersifat reaktif

dan mudah berikatan dengan senyawa lain sehingga terbentuk peroksida aktif.

Keberadaan senyawa peroksida pada lemak/minyak dapat ditentukan dengan

metode spektrofotometri maupun titrimetri. Penentuan peroksida dengan metode

spektrofotometri dilakukan berdasarkan pengukuran senyawa berwarna hasil reaksi

dari senyawa peroksida dengan senyawa tertentu (Wijana, 2005).

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  20  

2.3.1.4. Bilangan p-Anisidin

Bilangan p-anisidin adalah kandungan aldehid tidak jenuh di dalam minyak

(Tompkins, 1999). Bilangan anisidin menghitung jumlah aldehid-aldehid penting

(terutama 2-alkenal). Aldehid merupakan produk dari dekomposisi asam lemak yang

berubah menjadi peroksida. Aldehid dapat digunakan sebagai penanda untuk

menentukan berapa banyak bahan-bahan yang berubah menjadi peroksida telah

dipecah (Blumethal, 1996; Krishnamurthy dan Vernon, 1996). Bilangan p-anisidin

didefinisikan sebagai 100 kali densitas optik yang dihitung di dalam sel (kuvet) 1-cm

dari larutan yang mengandung 1 gram minyak yang telah dicampur dengan pelarut

dan pereaksidan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 350 nm.

Winarno (2002) menjelaskan bahwa radikal bebas hasil oksidasi primer akan

bereaksi dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk

hidrogen peroksida yang bersifat tidak stabil menjadi senyawa dengan rantai karbon

lebih pendek yaitu berupa aldehid dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan

bau tengik pada minyak. Aldehid merupakan salah satu senyawa karbonil yang

terbentuk selama proses oksidasi (Shahidi, 2005). Senyawa aldehid yang terbentuk

secara umum adalah 2-alkanal dan 2,4-alkadienal yang muncul akibat dekomposisi

lebih lanjut dari hidroperoksida. Uji bilangan p-anisidin lebih sensitif terhadap aldehid

tidak jenuh karena warna yang diserap lebih kuat daripada aldehid jenuh (Shahidi

dan Zhong, 2005). Pengukuran bilangan p-Anisidin bertujuan untuk mengetahui

kandungan aldehid dalam minyak sebagai produk sekunder oksidasi paling penting

yang berkaitan erat dengan kualitas rasa dan bau. Menurut (Shahidi dan Zhong,

2005) menjelaskan bahwa radikal bebas hasil oksidasi primer akan bereaksi dengan

oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidrogen peroksida yang

bersifat tidak stabil menjadi senyawa dengan rantai karbon lebih pendek yaitu

berupa aldehid dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada

minyak (Shahidi, 2005).

2.4 Proses Pemurnian Minyak Sawit

Proses pemurnian minyak sawit mentah bertujuan untuk membuat minyak

sawit sebagai minyak pangan. Pemurnian minyak sawit dilakukan untuk

menghilangkan asam lemak bebas, fosfolipid, bahan-bahan pigmen, dan bahan-

bahan yang mudah menguap dengan melakukan netralisasi, bleaching, dan

deodorisasi. Adapun cara pemurnian minyak yang biasa dilakukan terdiri dari

beberapa tahapan yaitu:

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  21  

a. Penghilangan Gum (degumming)

Penghilangan gum merupakan suatu proses yang bertujuan untuk

menghilangkan fosfatida, wax, dan pengotor lainnya dengan cara penambahan air,

larutan garam, atau larutan asam tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas yang

terdapat dalam minyak (ketaren, 2005). Proses ini biasanya dilakukan sebelum

proses saponifikasi untuk menghilangkan fosfolipid tertentu yang berperan sebagai

senyawa pengemulsi sehingga rendemen trigliserida yang diasilkan dari saponifikasi

tidak banyak berkurang (Allen, 1997).

Menurut Morad et al. (2006) metode degumming ada 2 tipe yaitu:

1. Dry Degumming

Dry Degumming merupakan proses pemurnian untuk menghilangkan fosfatida

dan gum dengan pengkondisian asam dan untuk memisahkan fosfatida dan gum

menggunakan filtrasi bukan sentrifugasi. Metode ini cocok untuk minyak yang

mengandung fosfatida yang rendah misalnya minyak kelapa sawit, minyak laurat,

dan minyak makan.

2. Degumming dengan Air (Wet Degumming)

Wet Degumming merupakan proses pemurnian untuk menghilangkan fosfatda dan

gum dengan penambahan air. Proses pemisahannya menggunakan sentrifugasi.

Metode ini cocok digunakan untuk mengekstrak lesitin dari minyak kedelai, minyak

yang mengandung fosfor 200 ppm.

b. Netralisasi

Netralisasi merupakan suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas

dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa

atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock) (Ketaren, 2005).

Lemak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi dipisahkan dengan

menggunakan uap panas dalam keadaan vakum, selanjutnya dtambahkan alkali.

Sedangkan lemak dengan kandungan asam lemak bebas rendah, cukup dengan

penambahan NaOH atau Garam Na2CO3 , sehingga asam lemak ikut fase air dan

terpisah dari lemak. Pemisahan asam lemak bebas secara kimia yaitu netralisasi

menggunakan NaOH setelah tahap degumming dikenal dengan istilah deasidifikasi

(Ketaren, 2005).

c. Pemucatan (Bleaching)

Pemucatan adalah suatu tahap proses pemurnian minyak untuk

menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan

dilakukan dengan mencampur minyak dengan adsorben seperti tanah serap, arang

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  22  

aktif dan lempung aktif atau menggunakan bahan kimia. Keuntungan lain dari

pemucatan adalah menghilangkan peroksida dan hasil lainnya serta membersihkan

residu dari sabun, fosfatida, logam, produk-produk oksidasi dan pigmen warna hasil

dari proses netralisasi. Warna utama yang diperbaiki adalah merah-coklat

(karotenoid, xanthopil, gosipol) atau warna hijau (klorofil) (Ketaren, 2005). Menurut

lyung Pahan (2008), kondisi proses pemucatan optimal dapat dicapai pada

temperature 100-130o C selama 30 menit dengan injeksi uap bertekanan rendah ke

dalam bleacher untuk mengaduk konsentrasi slurry. Setelah melewati proses

bleaching, minyak sawit disaring untuk menghilangkan bleaching earth yang masih

terbawa didalamnya.

d. Deodorisasi

Minyak sawit yang keluar dari proses pemucatan mengandung aldehida, keton,

alcohol, asam lemak beberberat molekul ringan, hidrokarbon, dan bahan-bahan lain

hasil dekomposisi peroksida dan pigmen. Walaupun konsentrasi bahan-bahan

tersebut keci, bahan-bahan tersebut lebih volatile pada tekanan rendah dan

temperature tinggi. Senyawa-senyawa volatil, khususnya aldehid dan keton

umumnya mempunyai bau dengan threshold yang sangat rendah dan menyebab kan

off-flavor pada minyak atau produk makanan. Senyawa volatile yang terbentuk

sebelum dan selama pemurnian minyak dapat dihilangkan dengan deodorisasi

(Riyadi, 2009). Parameter keberhasilan deodorisasi adalah penurunan kadar asam

lemak bebas dan peroksida. Pada tahap deasidifikas-deodorisasi akan dihasilkan

Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) yang masih mengandung beberapa

bahan fitokimia (Gapor et al., 2002).

2.5 Proses Penyabunan/Saponifikasi-Alkali

Saponifikasi DALMS adalah proses pereaksian antara asam lemak sebagai

komponen utama dalam DALMS dengan basa kuat. Reaksi saponifikasi ini terdiri

dari DALMS yang larut minyak dan basa kuat yang larut air. Pada awal reaksi,

keduanya sulit bercampur. Setelah terjadi kontak, maka akan terbentuk sabun yang

dapat mengemulsi kedua larutan tersebut. Selanjutnya akan terus terbentuk sabun

dan reaksi akan bertambah cepat akinat nertambahnya jumlah emulsi dan terjadi

hingga reaksi berada pada kondisi setimbang (sabun yang terbentuk banyak dan

asam lemak bebas yang tersisa sedikit) (Muchlisyiyah, 2013).

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  23  

Gambar 2.7 Reaksi Saponifikasi

(Sumber: Poedjiaji, 1996)

Saponifikasi dapat dilakukan dengan cara mereaksikan minyak dengan

NaOH atau KOH dalam etanol dan air, dengan kata lain saponifikasi merupakan

proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak

dengan alkali yang menghasilkan sintesa dan air serta garam karbonil (sejenis

sabun). Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin.

Secara teknik, sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali.

Sedangkan fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewan dan nabati

(Syamsi, 2004).

Saponifikasi bertujuan untuk memisahkan asam lemak dengan fraksi tidak

tersabunkan yang terdapat di dalam minyak seperti seperti sterol, zat warna dan

hidrokarbon untuk mendapatkan FTT yang mengandung berbagai jenis senyawa

bioaktif. Pemisahan FTT dari minyak dilakukan dengan menambahkan heksana

sampai terbentuk lapisan atas yang mengandung fraksi tidak tersabunkan yang

bercampur dengan heksana. Fraksi tersabunkan pada lapisan bawah dibuang

(Haagsma et al., 1982 dalam Estiasih 1996).

Optimasi saponifikasi DALMS telah dilakukan oleh Puspitasari (2013) yang

mana sebelumnya dikembangkan oleh Ahmadi dkk (1997). Teknik saponifikasi yang

dilakukan oleh Puspitasari (2013) adalah dengan menggunakan DALMS sebanyak

50 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 2000 ml yang telah dilapisi

alumunium foil. Ditambahkan etanol sebanyak 441.5 ml dan 2.5 gram asam

askorbat. Setelah itu ditambahkan 60% KOH 50%. Erlenmeyer dipanaskan pada

suhu 70°C selama 40 menit dalam Reactor pada kecepatan tingkat 3. Kemudian

didinginkan pada suhu ruang dan larutan dalam erlenmeyer dipindahkan ke dalam

corong pemisah. Sebanyak 750 ml Heksana dan 1000 ml Akuades ditambahkan dan

kemudian dikocok lambat dan didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah

mengandung fraksi tersabunkan dan lapisan atas mengandung fraksi tidak

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  24  

tersbunkan. Heksana dihilangkan dari fraksi tidak tersabunkan dengan evaporasi

vakum. Fraksi tidak tersabunkan mengandung senyawa bioaktif multikomponen.

Pasaribu (2004) menyatakan bahwa proses pemurnian dengan alkali atau yang

disebut dengan penyabunan dapat menghilangkan beberapa senyawa trigliserida

kecuali beberapa senyawa yang tidak tersabunkan. Hasil rendemen FTT yang

didiapatkan dari proses tersebut adalah 3,53 %.

Tabel 2.10 Komposisi fraksi tidak tersabunkan dari DALMS

Senyawa Komposisi (%)

Asam lemak bebas 8*

Vitamin E

α – tokopherol ɣ - tokotrienol β – tokotrienol δ – tokotrienol

Fitosterol

33* 23* 27* 17*

β – Sitosterol 5.85**

Stigmasterol 10.91**

Kampesterol 1.14**

Sumber : * Hanani dkk (2010)

** Wardhana (2011)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi saponifikasi, antara lain

(Perdana dan Hakim, 2009):

1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH

Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya,

dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar tersabunnya

sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akat menyebabkan terpecahnya

emulsi pada larutansehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika basa yang

digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.

2. Suhu (T)

Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil. Hal ini

dapat dilihat dari persamaan Van’t Hoff : 𝑑ln𝐾𝑑𝑇

=Δ𝐻𝑅𝑇

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  25  

Karena reaksi saponifikasi merupakan reaksi eksotermis (ΔH  negatif), maka

dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (Konstanta keseimbangan),

tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikkan kecepatan

reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini (Smith, 2011) :

𝑘 = 𝐴𝑒-E/RT

Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor

tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/gmol), T adalah suhu (°K) dan R adalah

tetapan gas ideal (cal/gmolK). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan

adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah

besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi,

yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan

suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil

karena harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi

bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya

harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari

reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis (Levenspiel, 1972 dalam Perdana dan

Hakim 2009).

3. Pengadukan

Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekul-molekul

reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka

kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan

persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar

seiring terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A (Levenspiel, 1987

dalam Perdana dan Hakim 2009).

4. Waktu

Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat

tersabunkan, sehingga hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah

mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan

jumlah minyak yang tersabunkan.

2.6 Senyawa Bioaktif Fraksi Tidak Tersabunkan DALMS

Senyawa bioaktif merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan

melalui serangkaian reaksi metabolisme sekunder. Distilat Asam Lemak Minyak

Sawit (DALMS) mengandung fraksi tidak tersabunkan dalam jumlah 3.53%

(Puspitasari, 2013). Keunggulan FTT DALMS adalah sebagian besar vitamin E

dalam bentuk tokotrienol (70%) dan sisanya adalah tokoferol (30%). Tokotrienol

mempunyai efek fisiologis yang lebih luas dari tokoferol. Selain itu, DALMS juga

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  26  

mengandung komponen seperti sterol yang meliputi Stigmasterol, Kampesterol

dan β-Sitosterol, serta senyawa hidrokarbon yaitu skualen.

Tabel 2.11. Kadar senyawa bioaktif dalam fraksi tidak tersabunkan DALMS

Senyawa Bioaktif DALMS Ppm %relative

Kadar Vitamin E α-tokoferol α-tokotrienol δ-tokotrienol γ-tokotrienol

196.50 37.99 35.97 4.58

117.98

19.33 18.31 2.32

60.04 Total Tokotrienol Total Fitosterol

158.51 7.476.58

80.67

Β-sitosterol Stigmasterol Kampesterol

3.913.37 1.774.66 1.788.53

52.34 23.92 23.74

Kadar Skualen 1.092.38 (Sumber: Puspitasari, 2013).

Tabel 2.12. Komposisi Fraksi Tidak Tersabunkan dalam Minyak Sawit

Senyawa Komposisi Kadar (ppm) Karotenoida

36,2 54,4 3,3

500-700 α-karotenoida β-karotenoida γ-karotenoida Likopen 3.8 Xanthophyl 2,2 Tokoferol

35 35 10 20

500-800

α-tokoferol γ-tokoferol β-tokoferol δ-tokoferol Sterol

4 21 21 63

Mendekati 300 Kolesterol

Kompesterol Stigmaterol β-sitosterol

Phospatida Alkohol total

80 26

Mendekati 800 Triterpenik alkohol

Alfatik alkohol Sumber: Jakobsberg (1969) dalam Pasaribu (2004)

Tingginya kandungan vitamin E dalam DALMS konsisten dengan penelitian

yang dilakukan oleh (Goh, 2005) yang melaporkan sekitar 150-8,500 ppm vitamin E

yang ditemukan di DALMS. Komposisi vitamin E dari DALMS adalah α tokoferol

(33,84%), tokotrienol α (21.26%), δ tokotrienol (6.43%), dan γ tokotrienol (38,47%).

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  27  

setiap Konsentrasi vitamin E diperoleh dengan membagi masing-masing konsentrasi

vitamin E (dalam ppm) oleh jumlah vitamin E konsentrasi (dalam ppm). Tokotrienol

merupakan komponen utama dari vitamin E di DALMS yang mencapai 66,67% dan

sisanya adalah tokoferol.

2.6.1. Vitamin E

Vitamin E merupakan suatu zat senyawa kompleks yang memiliki fungsi

sebagai antioksidan yang melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif. Vitamin

E juga berperan dalam tubuh untuk memproses glukosa, mengurangi peradangan,

regulasi sel darah, pertumbuhan jaringan ikat, dan kontrol genetik dari pembelahan

sel. Vitamin E alami meliputi 8 isomer yang berbeda, yaitu: α-, β-, γ- dan δ-tokoferol

serta tokotrienol. Tokoferol memiliki rantai cabang fitil pada inti kromanol, sedangkan

ekor tokotrienol bersifat tak jenuh dan membentuk rantai isoprenoid.

Vitamin E adalah salah satu fitonutrien penting dalam makanan. Vitamin E

merupakan antioksidan yang larut lemak. Vitamin ini banyak terdapat dalam

membran eritrosit dan lipoprotein plasma. Vitamin E mudah didapat dari bagian

bahan makanan yang berminyak atau sayuran. Vitamin E banyak terdapat pada

buah-buahan, susu, mentega, telur, sayur-sayuran, terutama kecambah.

Bahan pangan yang paling banyak mengandung vitamin E adalah minyak biji

gandum, minyak kedelai, minyak jagung, alfalfa, selada, kacang-kacangan,

asparagus, pisang, stroberi, biji bunga matahari, buncis, ubi jalar dan sayuran

berwarna hijau. Vitamin E lebih banyak terdapat pada makanan segar yang belum

diolah. Satu unit setara dengan 1 mg alfa-tocopherol asetat atau dapat dianggap

setara dengan 1 mg. Selain itu, ASI juga banyak mengandung vitamin E untuk

memenuhi kebutuhan bayi (Youngson, 2005).

Vitamin E secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4

tokoferol dan 4 tokotrienol yang dinyatakan sebagai α, β, δ dan γ yang dibedakan

berdasarkan jumlah dan posisi gugus metil. Baik tokoferol maupun tokotrienol

bersifat sangat non polar dan selalu ada pada fase lemak (Watkins, 2004).

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  28  

Gambar 2.8 Struktur Molekuler Stereoisomer Vitamin E

(Sumber: Swiglo et al., 2007)

Tabel 2.13 Kandungan Vitamin E (mg per 100 g produk)

(Sumber: Cho et al., 2009)

Vitamin E larut dengan baik dalam lemak dan melindungi tubuh dari radikal

bebas. Vitamin E juga berfungsi mencegah penyakit hati, mengurangi kelelahan,

membantu memperlambat penuaan karena vitamin E berperan dalam suplai oksigen

ke darah sampai dengan ke seluruh organ tubuh. Vitamin E juga menguatkan

dinding pembuluh kapiler darah dan mencegah kerusakan sel darah akibat racun

(Papas, 2008).

Menurut Imbang (2010) fungsi metabolik vitamin E dalam tubuh antara lain:

(Sookwong, 2007).

a. Sebagai antioksidan

b. Berperan dalam pernafasan jaringan normal yaitu membantu fungsi sistem

sitokrom oksidase atau untuk melindungi susunan lipida di dalam mitokondria dari

kerusakan oksidasi

c. Berperan dalam reaksi fosforilasi normal, terutama ikatan energi fosfat,

seperti kreatin fosfat dan adenosin fosfat

d. Berperan dalam metabolisme asam nukleat

e. Berperan dalam sintesis vitamin C

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  29  

f. Berperan dalam metabolisme asam amino bersulfur

Dosis vitamin E harian yang dianjurkan yaitu 7 mg. Kasus kekurangan

vitamin E sangat jarang terjadi, namun biasanya ditandai dengan proses

penyembuhan luka yang lambat. Sementara itu, kelebihan vitamin E ditandai dengan

gejala meningkatnya seperti asam lambung, sakit kepala, cepat lelah, dan lemah otot

(Youssef, 2009). Menurut winarno (2004) vitamin E merupakan vitamin yang tahan

panas dan asam. Vitamin E bisa rusak ketika teroksidasi oleh asam lemak, timah

dan garam hal ini dikarenakan fungsi vitamin E yang mencegah antioksidan. Karena

mampu menekan oksidasi asam lemak tidak jenuh vitamin E dapat mempertahankan

fungsi membran sel (Gallagher, 2004).

Ahmadi dkk (2011) menyatakan bahwa vitamin E pada DALMS sebesar 4500

ppm, nilai ini tentunya sangat besar dan potensial. Bahkan setelah dilakukan

saponifikasi pada FTT DALMS memiliki vitamin E sebesar 12.087 ppm dan aktivitas

antioksidan sebesar 81%. Vitamin E pada DALMS terdiri dari 70% tokotrienol dan

30% tokoferol. Keuntungannya adalah tokotrienol yang lebih mudah dimanfaatkan

dibanding tokoferol.

2.6.1.1 Tokoferol

Tokoferol berbentuk cairan yang bersifat transparan, kental, sedikit berbau dan

mempunyai warna berkisar dari kuning muda sampai coklat kemerahan. Tokoferol

bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti etanol,

kloroform, dan heksana (Anonim, 2007).

Tokoferol terutama α tokoferol telah diketahui sebagai antioksidan yang

mampu mempertahankan integritas membran. Senyawa tersebut dilaporkan bekerja

sebagai scavenger radikal bebas oksigen, peroksidasi lipid, dan oksigen singlet.

Berdasarkan jumlah gugus metil pada inti aromatik, dikenal 4 tokoferol yaitu α, β, δ

dan γ. Di antara keempat bentuk tokoferol tersebut yang paling aktif adalah α

tokoferol. Oleh sebab itu, aktivitas vitamin E diukur sebagai α tokoferol (Winarsi,

2005).

Sumber utama tokoferol adalah sayuran berwarna hijau. Adapun kestabilan dari

tokoferol akan terganggu jika bereaksi dengan asam lemak bebas, garam- garam

besi dan timbal (Papas, 2008)

2.6.1.2 Tokotrienol

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  30  

Perbedaan tokoferol dan tokotrienol yaitu pada tokotrienol memiliki tambahan

ikatan rangkap pada posisi 3’, 7’, 11’. Menurut Anonim (2007), dengan adanya rantai

samping tokotrienol yang tidak jenuh tersebut, menyebabkan penetrasi pada lapisan

lemak jenuh pada otak dan hati lebih baik.

Menurut Perricon (2008), tokotrienol merupakan antioksidan ampuh, dapat

bekerja cepat 40-60 kali lebih efektif dalam mencegah kerusakan akibat radikal

bebas daripada α tokoferol. Ng et al., (2004) menambahkan bahwa tokotrienol

merupakan antioksidan potensial dan lebih efektif dibandingkan tokoferol. Hal ini

berkaitan dengan distribusi yang lebih baik pada lapisan berlemak membran sel.

Struktur molekul vitamin E yaitu tokoferol dan tokotrienol terdapat pada Gambar 2.9

Gambar 2.9 Struktur Molekul Tokoferol dan Tokotrienol

Sumber: (Sen et al., 2010)

Salah satu penelitian yang memperlihatkan fungsi dari tokoferol, Estiasih

(2013) melakukan penelitan aktivitas antioksidan tokotrienol fraksi tidak tersabunkan

DALMS dalam melindugi liver tikus dari peroksidasi. Penelitian tersebut

memperlihatkan bahwa tokotrieol ampu bekerja efesien untuk menjaga liver dari

peroksida hal ini dibuktikan dengan menurunnya malondialdehid dari liver tikus,

naiknya kadar aktivitas Superoxide Dismutase dan meningkatkan aktivitas katalase

liver. Penggunaan optimal tokotrienol Fraksi tidak tersabunkan DALMS pada dosis

50 mg/kg tubuh/hari lebih baik daripada vitamin E komersial.

Tabel 2.14. Struktur Tokotrienol

Komponen Rumus molekul R1 R2 R3 Berat Molekul

α-tokotrienol C29H44O2 CH3 CH3 CH3 424

β-tokotrienol C28H42O2 CH3 H CH3 410

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  31  

δ-tokotrienol C28H48O2 H CH3 CH3 410

γ-tokotrienol C27H46O2 H H CH3 396

(Sumber: Watson and Predy, 2009) 2.6.2. Fitosterol

Fitosterol adalah steroida (sterol) yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan

bagian dari kelompok isoprenoid. Fitosterol mempunyai fungsi esensial pada sel

tanaman seperti brassinosteroids, khususnya sebagai substrat untuk sintesa

metabolit sekunder seperti glikoalkaloid dan saponin (Soupas, 2006). Fitosterol dan

fitostanol, juga disebut sebagai sterol dan stanol tumbuhan adalah penyusun

sayuran dan menjadi konstituen normal diet manusia. Keduanya secara struktural

mirip dengan kolesterol, tetapi berbeda struktur rantai sampingnya. Fitosterol dan

fitostanol adalah bubuk dengan titik lebur yang tinggi. Fitostanol dan esterfitosterol

adalah bahan kimia yang stabil, memiliki sifat kimia dan fisik yang cocok untuk lemak

dan minyak makan. Senyawa ini tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam

pelarut non-polar, seperti heksana, iso-oktana dan 2-propanol. Ester juga larut dalam

lemak nabati dan minyak (Cantrill, 2008).

Fitosterol merupakan komponen struktural utama dari membran sel tanaman

yang mengasumsikan peran kolesterol pada sel mamalia (Acworth, 2011). Lebih dari

250 jenis fitosterol ditemukan dari berbagai spesies tanaman, antara lain sitosterol

(lebih dikenal dengan betafitosterol), stigmasterol dan campesterol (Tisnadjaja et al.,

2006). Pada kelapa sawit, kandungan ftosterol terdapat pada bagian minyak kelapa

sawit mentah (Crude Palm Oil atau CPO) yang diperoleh dari proses ekstraksi

mesokarp kelapa sawit (SNI 01-2901-2006). Menurut penelitian oleh Gapor (2002)

selain dalam CPO, fitosterol bisa didapatkan dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD)

atau di Indonesia dikenal dengan sebutan Distilat Asam Lemak Minyak Sawit

(DALMS). PFAD merupakan produk sampingan dari pemurnian fisik minyak sawit

mentah (CPO). DALMS mengandung fitosterol sebesar 300 mg tiap 100 g bahan

(Lewis, 2001). Sedangkan dalam minyak kelapa sawit terkandung fitosterol

sebanyak 300 – 620 ppm (Cantrill, 2008).

Fitosterol bekerja menghambat penyerapan kolesterol di dalam saluran cerna

dengan cara menggantikan kolesterol di larutan misel yang akan diserap usus.

Fitosterol banyak terkandung di dalam kacang-kacangan dan ikan. Kandungan

fitosterol yang paling banyak terdapat dalam minyak bekatul (Oetoro, 2007). Dalam

tubuh manusia fitosterol bermanfaat sebagai antioksidan dan anti kanker (Wang et

al., 2002; Bradford dan Award, 2007).

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  32  

Fitosterol merupakan bubuk dengan titik lebur yang tinggi. Fitosterol adalah

bahan kimia yang stabil, memiliki sifat kimia dan fisik yang cocok untuk lemak dan

minyak makan. Senyawa ini tidak dapat larut dalam air, tetapi dapat larut dalam

pelarut non polar seperti heksana, iso-oktana dan 2-propanol (Cantrill, 2008).

Sumber fitosterol ada pada tumbuh-tumbuhan, merupakan sterol yang mana

dalam bentuk organik bebas berfungsi menjaga keseimbangan membran fosfolipid

dari sel tumbuhan, seperti kolesterol pada membran sel hewan. Bersumber dari

penelitian Estiasih (2013b) Fitosterol dari FTT DALMS dapat menurunkan kolesterol

pada tikus yang hiperkolesterol. Ketika selesai dipurifikasi fitosterol berbetuk bubuk

berwarna putih dan bebrbau khas (Cantrill, 2008). Senyawa ini banyak digunakan

sebagai bahan tambahan pangan obat-obatan dan kosmetik.

Pada hewan, kolesterol tubuh terjadi terutama dalam bentuk bebas (seperti

alkohol) dan sebagian kecil sebagai ester rantai asam lemak panjang. Namun,

fitosterol memiliki berbagai derivatif lebih beragam pada tanaman, mereka muncul

dalam bentuk bebas, tetapi juga dalam bentuk terkonjugasi, yaitu sebagai ester

asam lemak, glikosida steril, atau glikosida steril terasilasi. Jagung dan benih padi

dan beberapa biji-bijian lain juga mengandung phytosteryl hydroxycinnamic-asam

ester, dimana sterol yang diesterifikasi untuk ferulic atau asam p-coumaric (Soupas,

2006).

Gambar 2.10. Struktur kimia fitosterol

(Sumber: Awad et al., 2000)

Tabel 2.15 Konsentrasi Fitosterol pada Makanan (mg/100 g)

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  33  

Sumber β-Sitosterol Campesterol Stigmasterol Total Fitosterol Minyak Zaitun Minyak Kacang Minyak Kedelai MinyakSesame Walnut Kacang Almond Benih sesame

117 153 221 367 114

47-133 143 231

5 23 58 77 5

6-18 5

53

Tak terdeteksi 13 67 28 2

7-10 5

22

145 189 346 473 121

64-161 153 306

(Sumber: Bradford, 2007)

2.6.3 Skualen

Skualen (C30H50) merupakan senyawa alami yang diketahui sangat

bermanfaat bagi kesehatan manusia dan telah diteliti oleh para ilmuwan sejak

pertama kali ditemukan oleh Mitsumaru Tsujimoto, seorang Doktor berkebangsaan

Jepang pada tahun 1906. Secara kimiawi, skualen (C30H50) termasuk hidrokarbon

tidak jenuh dengan enam ikatan rangkap, bersifat tidak tersabunkan, berbentuk

minyak jernih yang tidak berbau dan tidak berasa. Skualen mempunyai berat molekul

410,7 dan mempunyai nama kimia 2,6,10,15,19,23 – hexamethyl - 2,6,10,14,18,22 –

teracosa hexaene (Bhattacharjee and Shingal, 2003). Bila mengonsumsi skualen,

skualen tersebut akan bereaksi dengan cairan tubuh / air (H2O) di dalam tubuh,

sehingga terbentuk :

Reaksi :

Skualen + Air ------>> Squalane + 3 molekul Oksigen

( C30H50 ) ( 6 H2O ) ( C30H62 ) ( 3 O2 )

Berdasarkan reaksi tersebut, Skualen dapat membantu memenuhi kebutuhan

oksigen yang diperlukan pada proses metabolisme sel tubuh karena bereaksi

dengan air (cairan tubuh). Dilihat dari struktur kimianya, skualen termasuk ke dalam

senyawa polihidrokarbon tidak jenuh (polyunsaturated hydrocarbon). Skualen adalah

zat organik berupa cairan encer seperti minyak, akan tetapi ia bukan minyak karena

tidak mengandung asam lemak atau gugusan COOH, berwarna semu kuning atau

putih bening berbau khas (Budiarjo, 2003). Keistimewaan dari skualen adalah daya

uapnya yang rendah, titik bekunya di bawah -45ºC dan tetap bening pada suhu

20ºC, mudah menangkap dan melepaskan oksigen serta dikenal sebagai perantara

biokimia sintesis kolesterol dan steroid lainnya (Vazquez et al., 2007). Struktur kimia

skualen disajikan pada Gambar 2.3.

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  34  

Pada tahun 1990, John Hopkins University menemukan kegunaan lain

dariskualen yaitu untuk membantu mengatasi infeksi bakteri dan jamur khususnya

yang sering terjadi pada penderita penyakit - penyakit yang berhubungan dengan

penurunan sistem kekebalan tubuh, seperti AIDS dan kanker. Menurut Chris (2005)

skualen berperan sebagai antioksidan dan agensia anti kanker selain itu juga dapat

dipergunakan untuk detoksifikasi. Untuk dapat mengisolasi skualen dari minyak,

maka minyak harus diisolasi skualennya terlebih dahulu dan perlu dinetralisasi

(dihilangkan asam lemak bebasnya), diesterifikasi (menyatukan asam lemak bebas

yang masih tersisa dengan alkohol), bleaching (pemucatan warna) dan deodorisasi

(penghilangan zat bau).

Pada tahun 1970, Dr. H. Hella dan Dr. V.Z. Pasteleraque telah membuktikan

bahwa skualen dapat meningkatkan pertahanan tubuh manusia terhadap berbagai

serangan penyakit. Hal ini dapat terjadi karena skualen meningkatkan keaktifan dan

ketahanan sel-sel imunologi seperti yang terdapat dalam sumsum tulang, kelenjar

limfe, kelenjar adrenal, sel-sel limfosit T dan B dan makrofag (Reddy and Couvreur,

2009). Menurut Loganathan (2011), minyak sawit mentah mengandung skualen

sekitar 250-540 ppm serta dapat menghambat sintesis kolesterol dan bersifat anti

kanker.

Skualen dapat ditemukan pada makanan yang bersumber dari hewani dan

nabati (seperti minyak zaitun, minyak kelapa sawit, minyak biji gandum, minyak

amaranth dan minyak beras), karena senyawa ini sebenarnya dihasilkan oleh semua

makhluk hidup hanya kadarnya relatif sedikit yaitu berada pada rentang 0,1-0,7%

(Bhattacharjee dan Shingal, 2003). Menurut Posada et al, 2007) Distilat Asam

Lemak Minyak Sawit (DALMS) dilaporkan mengandung skualen yang cukup tinggi

dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yaitu sekitar 1,03%. Skualen pada

minyak sawit tersebut memiliki fungsi menurunkan kadar kolesterol dan bersifat

antikanker. Persentase skualen dalam tubuh dan makanan disajikan dalam Tabel

2.16.

Tabel 2.16. Persentase Skualen dalam Tubuh dan Makanan

Tubuh mg/100 mg Makanan mg/100 mg

Lemak subkutan 0,3 Minyak zaitun 0,8 Lemak Abdomen 0,15 Alpokat 0,044 Kulit 0,148 Terung 0,0024 Pankreas 0,0299 Unggas 0,0264

Gambar 2.11. Struktur Kimia Skualen (Anonim, 2011c)

Page 31: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  35  

Hati 0,0218 Keju 0,0955 Empedu 0,0091 Tuna 0,014

Sumber: Reddy and Couvreur (2009)

Skualen dapat diproduksi oleh tubuh, namun jumlahnya sangat sedikit dan

produksi skualen akan semakin berkurang jumlahnya seiring dengan bertambahnya

usia dan kondisi kesehatan yang tidak selalu sehat, sehingga perlu tambahan dari

luar atau dari makanan (Reddy and Couvreur, 2009). Menurut Anonim (2010)

manfaat skualen untuk tubuh di antaranya yaitu:

1. Membantu meningkatkan asupan oksigen ke semua jaringan tubuh.

2. Memiliki fungsi sitoprotektif (perlindungan terhadap sel tubuh) dari pengaruh

radikal bebas dan radiasi, serta membantu meningkatkan daya tahan tubuh.

3. Membantu detoksifikasi atau pengeluaran racun dari dalam tubuh.

4. Membantu menormalkan proses metabolisme pada penderita diabetes.

5. Membantu menjaga keseimbangan kadar kolesterol dalam darah dengan cara

meningkatan eskresi (pengeluaran) kolesterol melalui feses dan sinergis dengan

obat penurun kolesterol.

6. Sebagai antioksidan yang baik bagi tubuh terutama bagi mata dan kulit.

7. Membantu mempercepat penyembuhan luka.

8. Membantu mencegah terjadinya infeksi pada tubuh.

2.7 Mikroenkapsulasi

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis pada partikel zat

padat atau tetesan cairan dan dispersi (Lachman, Lieberman and Kanig, 1986).

Penyalutan bertujuan untuk menyalut atau melapisi suatu zat inti dengan suatu

lapisan dinding polimer, sehingga menjadi partikel-partikel kecil berukuran mikro.

Lapisan dinding polimer ini membuat zat inti terlindungi dari pengaruh lingkaran luar

sehingga zat inti dapat mepertahankan karakteristiknya dalam jangka yang lama

(Reineccius, 2006). Mikroenkapsulasi akan menghasilkan bentuk sediaan yang

disebut mikrokapsul. Mikrokapsul didefinisikan sebagai suatu partikel yang

mengandung zat aktif atau material inti yang dikelilingi oleh suatu lapisan atau

cangkang. Mikrokapsul yang terbentuk dapat berbentuk inti tersalut cangkang

(continuous core/shell microcapsule) maupun mikrosfer yang memiliki banyak

inti (multinuclear microcapsule) (Benita, 1996).

Page 32: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  36  

Mikroenkapsulasi merupakan salah satu cara fortifikasi terhadap makanan

yang mana memiliki kelebihan sebagai berikut (Adamiec and Marciniak, 2004):

1. Memberikan perlindungan terhadap zat aktif dari pengaruh eksternal,

misalnya suhu, kelembaban, interaksi dengan bahan lain, atau radiasi sinar

ultraviolet.

2. Menutupi karakteristik tertentu dari zat aktif, misalnya bau dan rasa yang

tidak enak, serta aktivitas katalitik.

3. Mengurangi penguapan atau menurunkan laju pelepasan zat aktif dari

mikrokapsul ke lingkungan.

4. Memberikan perlindungan lingkungan terhadap aksi tak terkendali dari zat

aktif, misalnya racun pestisida.

5. Mengubah bentuk fisik dari zat inti sehingga lebih mudah dimanfaatkan

Ukuran mikrokapsul bervariasi biasanya miliki rentang ukuran partikel 5-5000

µm, ukuran ini tergantung dari zat inti yang disalut dan metode yang digunakan.

Mikroenkapsulasi dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat menjaga

stabilitas zat inti yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama. Mikrokapsul

dapat dicampur dengan komponen lain yang berinteraksi dengan zat inti. Bahan inti

dapat berupa partikel tunggal atau bentuk agregat dan biasanya memiliki rentang

ukuran partikel antara 5-5000 mikrometer. Pada umumnya mikrokapsul mempunyai

ukuran antara 5-200 mikrometer. Pada beberapa proses dapat dihasilkan

mikrokapsul dengan ukuran 0,2 µm sampai beberapa milimeter. Mikrokapsul dengan

ukuran lebih kecil dari 1 µm disebut nanokapsul (Reineccius, 2006).

Tabel 2.17 Rentang ukuran mikrokapsul beberapa proses mikroenkapsulasi

Proses mikroenkapsulasi Rentang ukuran (mikron)

Koaservasi pemisahan fase

Polykondensasi antar permukaan

Pan coating

1-2000

2-2000

200-5000

Suspensi udara 50-1500

Pengeringan semprot 5-800

(Sumber: Cai et al., 2000)

Tabel 2.17 memperlihatkan rentang ukuran mikrokapsul yang diperoleh dari

beberapa proses mikroenkapsulasi yang umum dipakai oleh industri pangan dan

kesehatan (Benita, 2006).

Page 33: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  37  

Tujuan mikroenkapsulasi diantaranya adalah (Benita, 1996 ; Bayram et al.,

2005; Bansode, Banarjee, Gaikwad, Jadhav and Thorat, 2010) :

1. Mengkonversi bentuk cairan menjadi padatan

2. Melindungi inti dari pengaruh lingkungan, melindungi komponen bahan

pangan yang sensitif, seperti vitamin E, fitosterol, dan squalen yang terkandung

dalam FTT DALMS.

3. Meningkatkan stabilitas bahan inti

4. Menurunkan sifat iritasi inti terhadap saluran cerna

5. Mengatur laju pelepasan obat

6. Memperbaiki sifat alir serbuk

7. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak, menyatukan zat-zat yang tidak

tersatukan secara fisik-kimia

8. Mengurangi kehilangan nutrisi

Gambar 2.12 Mikrokapsul (a) inti tunggal (b) inti banyak

(Sumber: Quek, 2007)

Zat aktif yang terkurung di dalam mikrokapsul disebut inti atau core,dimana inti

ini dapat berwujud padat, cair, atau gas dengan sifat permukaan hidrofilik atau

hidrofobik. Sedangkan dinding penyalut disebut skin atau shell atau film pelindung

(Kondo, 2007). Bahan inti padat dapat berupa zat tunggal atau campuran zat aktif

dengan bahan pembawa lain seperti stabilisator, pengencer, pengisi, penghambat

atau pemacu pelapisan bahan aktif dan sebagainya. Selain itu, bahan inti yang

digunakan sebaiknya tidak larut atau tidak bereaksi dengan enkapsulan yang

digunakan (Theis, 2006).

Teknik mikroenkapsulasi dipilih karena senyawa kimia biasanya stabil dalam

bentuk serbuk. Proses ini menyalutkan partikel inti yang berbentuk cairan dengan

bahan pengisi khusus dengan metode spray dyrer dan freeze dryer. Metode spray

dryer lebih dipilih karena teknik ini ekonomis, mudah ditangani dan mudah digunakan

(Ahza and Slamet, 1997). Dibandingkan dengan metode freez dryer yang prosesnya

Page 34: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  38  

membutuhkan waktu yang cukup lama dan mahal. Mikroenkapsulasi sampel yang

menggunakan spray dryer itu lebih efisien dan tidak membutuhkan waktu yang lama

dibandingkan dengan metode freeze dryer. karena waktu yang dibutuhkan pada

proses spray dryer dengan jumlah larutan 4 liter dapat dilakukan dalam kurun waktu

2 jam saja, sedangkan pada proses freeze dryer waktu yang dibutuhkan dengan

jumlah larutan yang sama dilakukan selama seharian penuh. Secara umum, gum

arab menghasilkan mikrokapsul yang baik yaitu seluruh vitamin E dapat disalut

dengan baik, menghasilkan serbuk yang baik, tidak lengket.

Afeli (2008) menyebutkan bahwa metode mikroenkapsulasi dibagi menjadi tiga

bagian yaitu metode fisikokimia, metode kimia dan metode mekanik. Metode

fisikokimia adalah pemisahan fase dari larutan air, pemisahan fase dari pelarut

organik, kompleks emulsi dan powder bed. Metode kimia adalah polimerisasi antar

permukaan, polimerisasi in situ dan insolubilisasi. Sedangkan metode mekanik

adalah penyalutan suspensi udara atau metode wuster, penyemprot kering,

penyalutan tanpa udara dan aerosol elektrostatik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses mikroenkapsulasi,

antara lain sifat fisikokimia bahan inti atau zat aktif, bahan penyalut yang digunakan,

tahap proses mikroenkapsulasi (tunggal/bertingkat), sifat dan struktur dinding

mikrokapsul serta kondisi pembuatan (basah/kering) (Sanguansri, 2008).

Mikroenkapsulasi membutuhkan 3 bahan yaitu penyalut, bahan inti dan pelarut.

2.7.1 Bahan inti

Bahan inti haruslah tidak dapat berinteraksi dengan bahan penyalut agar zat

inti dapat bertahan karakteristiknya. Inti adalah bahan spesifik yang akan disalut,

dapat berupa zat padat, cair ataupun gas. Komposisi material inti dapat bervariasi,

misalnya bahan inti cair dapat terdiri dari bahan terdispersi atau bahan terlarut.

Sedangkan bahan inti padat dapat berupa zat tunggal atau campuran zat aktif

dengan bahan pembawa lain seperti stabilisator, pengencer, pengisi, penghambat

atau pemacu pelepasan bahan aktif, dan sebagainya. Selain itu, bahan inti yang

digunakan sebaiknya tidak larut atau tidak bereaksi dengan bahan penyalut yang

digunakan. Bahan inti merupakan zat yag akan disalut dapat berupa cair atupun

padat.

2.7.2 Bahan penyalut

Bahan penyalut merupakan bahan yang akan menyalut zat inti, menurut Li

(2009) bahan penyalut digunakan sebanyak 1-70% dari larutan dan akan memberi

lapisan sebanyak 0,1-60 µm. Pemilihan bahan penyalut didasarkan pada mampu

Page 35: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  39  

memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, bersifat inert,

dan memiliki sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan. Bahan penyalut yang

tepat akan menghaskan karakteristik zat inti yang tetap.

Bahan penyalut adalah bahan yang digunakan untuk melapisi inti dengan

tujuan tertentu seperti menutupi rasa dan bau yang tidak enak, perlindungan

terhadap pengaruh lingkungan, meningkatkan stabilitas, mencegah penguapan,

kesesuaian dengan bahan inti maupun bahan lain yang berhubungan dengan proses

penyalutan serta sesuai dengan metode mikroenkapsulasi yang digunakan. Bahan

penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan

inti, dapat bercampur secara kimia, tidak bereaksi dengan inti (bersifat inert), dan

mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan. Bahan penyalut yang

digunakan dapat berupa polimer alam, semi sintetik, maupun sintetik. Jumlah

penyalut yang digunakan antara 1-70%, dan pada umumnya digunakan 3-30%

dengan ketebalan dinding penyalut 0,1-60 mikrometer. Bahan pengisi yang

digunakan adalah maltodekstrin dan bahan pengemulsi yang digunakan adalah

lesitin. Lesitin memiliki struktur yang hamper sama dengan struktur lemak tetapi

mengandug fosfat dan memiliki gugus polar dan gugus non polar (Winarno, 2002).

Gugus polar pada ester fosfatnya bersifat hidrofilik cenderung larut dalam air, gugus

on-polar dalam ester asam-asam lemaknya atau bersifat lipofilik cenderung larut

dalam lemak. Kedua gugus lesitin menyebabkan terbentuknya lapisan baru antara

lemak (minyak) dan air sehingga tegangan permukaan kedua cairan menurun

(Bennion, 1980) Matsuno dan Imagi (cit Lin et al., 1995) menunjukkan bahwa

aktivitas dan stabilitas emulsi mempengaruhi jumlah bahan isian yang dikapsulkan.

Penambahan surfaktan dan penstabil ke dalam formula enkapsulan

memperbaiki efektivitas mikroenkapsulasi serta stabiitas termal dan oksidasi (Lin et

al., 1995). Surfaktan dan penstabil menurunkan pembentukan rongga dalam

mikrokapsul (Rosenberg et al., 1995). Struktur dinding yang kompak dapat

mencegah minyak dari oksidasi (Lin et al., 1995). Proteksi terhadap bahan isian

berhubungan dengan porositas dan integritas dinding mikrokapsul (Rosenberg et al.,

1995). Ukuran globula dalam emulsi berpengaruh terhadap mikroenkapsulasi

(Onwulata et al., 1994). Ukuran globula lemak yang besar dalam system emulsi

menyebabkan retensi bahan isian yang rendah dan bahan isian pada permukaan

mikrokapsul yang tinggi (Young et., al 1993b). Proporsi bahan isian pada permukaan

mikrokapsul berbanding terbalik dengan ukuran globula lemak dalam emulsi (Risch

dan Reineccius dalam Sheu dan Rosenberg, 1995).

2.7.3 Pelarut

Page 36: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  40  

Pelarut merupakan komponen yang berfungsi untuk mendispersikan bahan

inti dan melarutkan penyalut.. Pelarut diharuskan untuk tidak bereaksi dengan zat inti

karena itu digunakna pelarut yang berbeda polar dengan zat inti.

Penggunaan teknologi mikroenkapsulasi terhadap komponen bioaktif dapat

meningkatkan stabilitas fisik komponen bioaktif tersebut, melindungi dari kerusakan

kimiawi, melindunginya dari interaksi dengan bahan tambahan makanan (food

ingredient). Mikroenkapsulasi vitamin E minyak sawit akan menghasilkan produk

dalam bentuk bubuk yang memiliki kandungan antioksidan dengan stabilitas yang

tinggi selama penyimpanan. Produk dalam bentuk bubuk ini memudahkan aplikasi

penambahan vitamin E pada bermacam- macam produk pangan sehingga

bermanfaat sebagai bahan tambahan pangan yang fungsional (Bennion, 1980).

2.8 Metode Pengeringan Semprot atau Spray Dryer

Proses mikroenkapsulasi dengan metode pengeringan semprot merupakan

cara yang paling banyak digunakan dalam industri pangan, terutama karena

biayanya yang rendah (Teixeria et al., 2004). Bahan yang dapat

dimikroenkapsulasikan antara lain lemak, minyak, dan komponen flavor. Kelebihan

lain dari pengeringan semprot adalah proses pengeringan berlangsung cepat dan

bahan isian terkena suhu lebih rendah dari 100°C, walaupun demikian kehilangan

bahan isian mungkin terjadi untuk bahan pangan yang sensitif. Vaidya et al. (2006)

menyatakan bahwa secara praktis pengeringan semprot dilakukan dengan cara

mendispersikan bahan isian ke dalam bahan pengisi, dimana bahan pengisi-inti telah

dilarutkan ke dalam pelarut yang tidak melarutkan bahan isian, kemudian campuran

diatomisasi melalui pipa-pipa ke dalam aliran udara panas yang menyediakan panas

laten penguapan yang diperlukan untuk menghilangkan pelarut dari bahan pengisi

sehingga menghasilkan partikel-partikel kering sebagai produk mikroenkapsulasi.

Spray dryer atau pengering semprot didefinisikan sebagai alat pengubah

cairan menjadi bubuk. Sampel disemprotkan ke dalam media pengering yang panas

dan membuat kandungan air dalam sampel menguap. Sampel dapat berupa larutan,

suspensi atau pasta dan sebagai produk akhirnya adalah berupa bubuk, gumpalan

atau butiran. Proses spray drying dapat menghasilkan partikel berbentuk bola yang

mengalir bebas dengan distribusi ukuran yang baik dan sesuai dengan yang

diinginkan. Selain itu, proses pengeringan ini relatif singkat jika dibandingkan dengan

proses pengeringan yang lain, sehingga membuat proses ini cocok untuk

mengeringkan bahan yang sensitif terhadap panas. Spray dryer banyak digunakan

pada industri pangan karena beberapa produk pangan sangat sensitif terhadap

panas dan produk-produk bubuk biasanya menarik bagi konsumen (Teixeria et al.,

Page 37: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  41  

2004).

Gambar 2.13 Spray Dryer (Sumber: Teixeria et al., 2004)

Pada proses pengeringan semprot terdapat empat tahapan yaitu atomisasi

bahan yang bertujuan untuk memindahkan panas permukaan antara udara kering

dengan cairan, sehingga perpindahan panas dan massa menjadi optimal. Pemilihan

konfigurasi atomizer bergantung pada viskositas dan karakteristik emulsi, agar

membentuk semprotan bahan sehalus mungkin, kontak antara partikel hasil

atomisasi dengan udara pengering yag menguapakan 95% cairan dalam tetesan,

penguapan air bahan dan pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang

membawanya (Li, 2009 ).

Komponen penting pada pengering semprot yaitu (Wiratakusumah dkk., 2002) :

• Atomizer, yaitu ruang pengering dan sistem pengumpul partikel-partikel yang

telah kering.

• Ruang pengering, yaitu ruang yang memiliki fungsi untuk menjaga suspensi

partikel bahan yang dikeringkan dalam aliran udara sampai partikel mengering

menjadi tepung.

• Kolektor tepung, yaitu elemen yang berfungsi untuk mengeluarkan bahan

yang sudah kering. Bahan kering dilemparkan kepermukaan dalam kerucut karena

gaya sentrifugal dan berputar turun kemudian masuk ke dalam ruang penampungan,

sedangkan udara naik dan keluar melalui exhauster pada tengah-tengah bagian atas

siklon.

Efektifitas mikroenkapsulasi dengan metode pengeringan semprot sangat

tergantung pada enkapsulan yang digunakan. Hal ini akan mempengaruhi stabilitas

emulsi sebelum dikeringkan, kemampuan mengalir, kestabilan mekanik, dan umur

simpan setelah bahan dikeringkan. Teknik ini menggunakan udara panas yang mana

larutan akan dilewatkan pada udara tersebut. Spray drying salah satu teknik yang

Page 38: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  42  

paling sering digunakan dalam pembuatan mikrokapsul karena harganya yang paling

murah. Metode spray drying memiliki prinsip bahan inti akan didispersikan ke larutan

penyalut lalu akan di atomisasi. Atomisasi terjadi pada lingkungan udara yang panas.

Pada proses ini terjadi pendispersian bahan inti dalam larutan penyalut yang akan

disemprotkan ke dalam suatu alat, dimana kondisi lingkungannya mendukung

pemadatan dan pengerasan penyalut dalam waktu yang relatif cepat. Pelarut akan

menguap dengan cepat sehingga terbentuk mikrokapsul (Suswantinah, 2005).

Keuntungan menggunakan metode ini adalah murah dan mudah di scale up.

Pemilihan penyalut sangat dibatasi oleh pelarut yang digunakan jika air maka harus

menggunkaan penyalut yang larut air. Kekurangan menggunakan metode spray

drying adalah panas yang digunkan tinggi sehinga kurang cocok untukk bahan yang

tidak taha panas dan juga hasi keluarnya <40%. Suhu inlet dan outlet menjadi

faktor penentu dalam pembuatan mikrokapsul yang baik (Liu, Zhou, Zeng and

Ouyang, 2004). Suhu inlet berkaitan langsung dengan laju pengeringan

mikrokapsul dan kandungan air. Saat suhu inlet rendah, laju penguapan yg rendah

dapat menyebabkan terbentuknya mikrokapsul dengan densitas membran yang

tinggi, kandungan air yang tinggi, fluiditas yang rendah, dan kecenderungan untuk

membentuk aglomerat (Gharsallaoui, Roudaut, Chambin, Volley and Saurel, 2007).

2.9 Pengemulsi

Emulsifier atau zat pengemulsi adalah zat untuk membantu menjaga

kestabilan emulsi minyak dan air. Umumnya emulsifier merupakan senyawa organik

yang memiliki dua gugus, baik yang polar maupun nonpolar sehingga kedua zat

tersebut dapat bercampur. Gugus nonpolar emulsifier akan mengikat minyak

(partikel minyak dikelilingi) sedangkan air akan terikat kuat oleh gugus polar

pengemulsi tersebut. Bagian polar kemudian akan terionisasi menjadi bermuatan

negatif, hal ini menyebabkan minyak juga menjadi bermuatan negatif. Partikel

minyak kemudian akan tolak-menolak sehingga dua zat yang pada awalnya tidak

dapat larut tersebut kemudian menjadi stabil (Palanuwech et al., 2003).

Salah satu contoh pengemulsi yaitu sabun yang merupakan garam

karboksilat. Molekul sabun tersusun atas ekor alkil yang non-polar (akan mengelilingi

molekul minyak) dan kepala karboksilat yang bersifat polar (mengikat air dengan

kuat). Pada industri makanan, telur dikenal sebagai pengemulsi (emulsifier) tertua

yang pernah ada. Di dalam telur (banyak pada kuning telur dan sedikit pada putih

telur) terdapat lesitin yang merupakan suatu emulsifier. Contoh bahan yang dibuat

dengan cara ini adalah mentega, margarin, dan sebagian besar kue (Anton et al.,

2002).

Page 39: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  43  

Zat pengemulsi yang lazim digunakan untuk pembentukan emulsi dibagi

menjadi 4 kelompok yaitu elektrolit, surfaktan, koloid hidrofil, dan partikel padat

halus. Pemilihan zat pengemulsi dalam suatu formulasi emulsi biasanya didasarkan

pada pertimbangan stabilitas selama penyimpanan, jenis emulsi yang akan

dihasilkan, dan harga zat pengemulsi tersebut dari segi ekonomisnya (Palazolo et

al., 2005). Pengemulsi dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai HLB, yaitu nilai

kesetimbangan antara gugus hidrofilik dengan lipofiilik yang mana didasarkan dari

berat molekul dan kelarutan. Nilai HLB berkisar antara 0-20. Nilai HLB yang rendah

maka lebih larut dalam lemak karena itu digunakan dalam melarutkan emulsi air

dalam lemak. Nilai HLB yang tinggi digunakan untuk emulsi lemak dalam air.

Semakin tinggi HLB maka gugus hidrofiliknya lebih banyak. Penggunaan emulsi

berasarkan nilai HLB memudahkan untuk memilik jenis pengemulsi mesikipun

komponen makanan sangatlah kompleks. Senyawa bioaktif pada FTT merupakan

senyawa yang memiiki kepolaran yang sama dengan lemak (non polar) sehingga

masuk golongan lemak karena itu masuk golongna lemak dalam air yag berkisar nilai

HLBnya 8-14 (Brentag,2008).

Bila dua buah cairan yang saling tidak bercampur dimasukkan bersama

dalam suatu wadah, maka akan terbentuk dua lapisan yang terpisah. Hal ini

disebabkan karena gaya kohesi antara molekul-molekul dari tiap cairan yang

memisah lebih besar daripada gaya adhesi antara kedua cairan (Martin, 1993).

Proses pengadukan akan menyebabkan suatu fasa terdispersi dalam fasa lain yang

akan memperluas permukaan globul sehingga energi bebasnya semakin besar.

Fenomena inilah yang menyebabkan sistem initidak stabil secara termodinamika.

Stabilisasi sistem emulsi dapat dicapai dengan suatu zat pengemulsi. Fasa mana

yang akan menjadi fasa terdispersi dan fasa pendispersi yang akan terbentuk

tergantung dari komposisinya dalam sistem. Fasa yang memiliki komposisi lebih

banyak daripada yang lainnya akan menjadi fasa pendispersi (Lund, 1994).

Usaha stabilisasi globul-globul kecil fasa terdispersi dalam emulsi dapat

dilakukan dengan cara mencegah kontak antara sesama globul dengan

menggunakan zat pengemulsi. Ada beberapa mekanisme kerja zat pengemulsi

dalam pembentukan emulsi, yaitu menurunkan tegangan antara muka air dan

minyak, pembentukan film antar muka yang menjadi halangan mekanik untuk

mencegah koalesensi,pembentukan lapisan rangkap elektrik yang menjadi halangan

elektrik pada waktu partikel berdekatan sehingga tidak akan bergabung, dan

melapisi lapisan minyak dengan partikel murni (Agoes, 2000).

2.10 Lesitin

Page 40: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  44  

Lesitin merupakan suatu senyawa yang dikategorikan sebagai lipid. Dalam

lesitin tidak hanya terkandung senyawa fosfatidilkolin, tapi ada juga senyawa-

senyawa yang lain tetapi masih dalam golongan lipid. Komposisi dari lesitin adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.18 Komposisi dari lesitin

Senyawa (lipid)

Unfractionated (%)

Ethanol soluble fraction (%)

Ethanol insoluble fraction (%)

Fosfatidiletanolamin 13-17 16.3 13.3

Fosfatidilkolin 20-27 49 6.6

Fosfatidilenositol 9 1

(Sumber: Relkin, 2005)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa komposisi utama dari

lesitin adalah fosfatidilkolin. Adapun struktur kimia dari fosfatidilkolin itu sendiri

adalah sebagai berikut:

Gambar 2.14 Struktur Kimia Fosfatidilkolin (Sumber: Relkin, 2005)

Lesitin memainkan peranan yang cukup signifikan sebagai agen aktif

permukaan dalam proses emulsi. Emulsi merupakan suatu sistem dispersi yang

biasanya terjadi pada dua larutan. Ketika fasa luar terdiri dari air, dan fasa dalamnya

terdiri dari minyak maka emulsi tersebut dinyatakan sebagai emulsi minyak dalam air

(o/w). Ketika hal tersebut dibalik maka yang terjadi adalah emulsi air didalam minyak

(w/o). Contoh emulsi didalam makanan adalah susu (o/w), mayonnaise (o/w) dan

mentega (w/o). Lesitin, terutama yang berasal dari kedelai dan yang diisolasi dari

kuning telur banyak tersedia di pasaran untuk digunakan dalam skala komersial

lesitin bukanlah suatu senyawa tunggal akan tetapi merupakan suatu campuran lipid.

Lesitin komersial yang digunakan dalam suplemen gizi umumnya merupakan

Page 41: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  45  

campuran phospatidil kolin dan phospolipid lain yang diekstrak dari kedelai.

Meskipun lesitin dan kolin dapat ditemukan pada berbagai bahan pangan, biasanya

bahan pangan yang kaya lesitin atau kolin juga tinggi kolesterol dan lemak seperti

telur, daging, organ/jeroan. Sedangkan pada buah, sayur dan padi-padian relatif

kecil jumlahnya.

Para pengusaha (pabrikan) sering mengkategorikan lesitin ke dalam dua

fraksi, yaitu fraksi yang terlarut di dalam etanol dan fraksi yang tidak larut di dalam

etanol. Lesitin murni adalah suatu mulgator w/o, sedangkan bila lesitin tersebut

mengalami hidrolisis maka akan terbentuk emulgator o/w. Fraksi lesitin yang tidak

larut dalam etanol cocok digunakan untuk menstabilkan emulsi w/o, sedangkan

fraksi yang terlarut dalam etanol cocok untuk menstabilkan emulsi o/w. Adapun

fungsi lesitin, suatu sistem emulsi biasanya distabilkan oleh sesuatu yang dinamakan

dengan emulgator. Pada emulgator ini, terdapat suatu bagian hidrofobik yang

mempunyai kelarutan yang baik dalam senyawa non polar. Selain itu, terdapat pula

suatu bagian hidrofilik yang mempunyai kelarutan yang baik dalam pelarut polar.

Didalam suatu sistem emulsi seperti o/w, emulgator berada pada interface (diantara

dua larutan). Ia berperan menurunkan tegangan permukaan diantara dua zat yang

berbeda kepolarannya tersebut. Emulgator tersebut akan memperluas bidang

permukaan yang berinteraksi antara minyak dengan air sehingga larutan akan

homogen.

Secara Struktural, Lesitin adalah campuran dari glikolipid, trigliseralida dan

fosfolipid (Relkin, 2005). Strukturnya yang sebagian besar adalah gugus phosphat

yang hidrofilik berfugsi mengikat air atau gugus polar. Sedangkan gugus nonpolar

yang terdapat pada ester asam – asam lemaknya adalah lipofilik yang

mempunyai kecenderungan untuk larut dalam lemak atau minyak Karena hal ini

lesitin dapat menjaga interaksi antara air dengan minyak secara konstan. Lesitin

bertugas menjaga kestabilan emulsi dari dua zat yang tidak bercampur yaitu minyak

dan air (Daniel, 2008). Sistem emulsi ini dijaga dengan menurunkan nilai tegangan

permukaan dari 2 zat tersebut. Nilai HLB lesitin berkisar 8-10 yang menunjukan

dapat digunakan pada emulsi minyak pada air, karena gugus hidrofiliknya lebih

banyak. Sebagai food ingredient, lesitin termasuk GRAS (Generally Recognized as

Safe). Lesitin banyak digunakan untuk produk baking, keju, chewing gum, cokleat,

frosting, infant formula, margarin, susu bubuk, non dairy cream, salad dressing dan

sebagainya (Brentag, 2008).

Page 42: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  46  

Gambar 2.16 Struktur Kimia Lesitin

(Sumber: Brentag, 2008)

Lesitin mengandung sekitar 13 % kolin berdasar berat. Lesitin juga zwiter ion,

mempunyai muatan positif pada atom N kolin dan muatan negatif pada atom O dari

grup phospat. Lesitin dapat bersifat polar (bagian kolin) dan non polar. Lesitin dan

phospolipid lain mengandung komponen hidrofobik dan hidrofilik yang digunakan

sebagai sifat fungsional dalam pengolahan pangan. Lesitin dapat digunakan sebagai

emulsifier, fat replacer, mixing/blending aid, release agent. Sebagai food ingredient,

lesitin termasuk GRAS (Generally Recognized as Safe). Lesitin banyak digunakan

untuk produk baking, keju, chewing gum, cokleat, frosting, infant formula, margarin,

susu bubuk, non dairy cream, salad dressing dan sebagainya

2.11. Maltodekstrin

Maltodekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisa pati dengan

menggunakan asam maupun enzim, yang terdiri dari campuran glukosa, maltosa,

oligosakarida, dan dekstrin (Deman, 1993). Maltodekstrin didefinisikan sebagai

produk hidrolisis pati yang mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar

terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Enzim α-amylase

merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam dengan

memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-(1,4)-D-

glikosidik pada amilosa dan amilopektin. Ikatan α-(1,6)-D-glikosidik tidak dapat

diputus oleh α-amylase, tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang yang lebih

pendek (Anonim, 2006).

Page 43: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  47  

Gambar 2.16 Mikrokapsul Maltodekstrin dengan SEM

(Sumber: Luthana, 2008)

Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hasil hidrolisis pati yang

tidak sempurna atau disebut hidrolisis parsial, yang terdiri dari campuran gula-gula

dalam bentuk sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah kecil, oligosakarida

dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil oligosakarida

berantai panjang (Luthana, 2008). Pada hidrolisis sempurna (pati seluruhnya

dikonversikan menjadi dekstrosa) nilai DE-nya 100 sedangkan pati yang sama sekali

tidak terhidolisis DE-nya 0. Harga DE (Dextrose Euquivalent) hanya memberi

gambaran tentang kandungan gula pereduksi. Nilai DE maltodekstrin berkisar antara

3 – 20. Maltodekstrin dengan DE yang rendah bersifat non-higroskopis, DE yang

rendah menunjukkan kecenderungan rendahnya penyerapan uap air. Maltodekstrin

dengan DE tinggi cenderung menyerap air (higroskopis) (Luthana, 2008). Perubahan

pada nilai DE akan memberikan karateristik yang berbeda-beda. Peningkatan nilai

DE akan meningkatkan warna, sifat higroskopis, plastisitas, rasa manis dan

kelarutan (Kuntz, 1997).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa maltodekstrin dapat dibuat dari pati

garut (Maranta arundinaceae Linn.) (Anwar dkk, 2004) menghasilkan maltodekstrin

dengan DE 5-10. Dari pati pisang (Musa sp) (Yusraini dkk, 2007) menghasilkan DE

rendah. Struktur maltodekstrin tergantung dari sumber botaninya, karena masing-

masing mempunyai sifat fisika dan kimia yang berbeda. Rumus umum maltodekstrin

adalah [(C6H10O5)nH20)].

Page 44: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  48  

Gambar 2.18 Rumus Umum Maltodekstrin

(Sumber: Luthana, 2008)

Maltodekstrin harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu susut

pengeringan < 6%, sisa pemijaran < 0,5% dan pH antara 4-7. Proses pembuatan

maltodekstrin dengan karakteristik tertentu sangat dipengaruhi oleh karakteistik pati

yang digunakan sebagai bahan baku dan proses hidroliis yang dipilih. Maltodekstrin

sebagai komponen bahan dalam industri pangan telah banyak dipakai karena aman

dan terdaftar pada GRAS (Generally Recognizet As Safe), nomor 21 CFR (Code of

Federal Regulation) 184.1444.

Maltodekstrin memiliki kelarutan yang lebih tinggi, mampu membentuk film,

memiliki higroskopisitas rendah, mampu sebagai pembantu pendispersi, mampu

menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat (Luthana, 2008). Maltodekstrin

tidak berasa dan dikenal sebagai bahan tambahan makanan yang aman (Blancard

dan Katz, 1995). Maltodekstrin lebih mudah larut daripada pati, maltodekstrin juga

mempunyai rasa yang enak dan lembut (Sadeghi, et al., 2008). Maltodekstrin

memiliki penggunaan yang lebih banyak dalam industri pangan, bahkan farmasi.

Maltodekstrin telah banyak digunakan pada industri makanan, seperti pada minuman

susu bubuk, minuman berenergi dan minuman Prebiotik (Blancard dan Katz, 1995).

Aplikasi penggunaan maltodekstrin contohnya pada minuman susu bubuk,

minunan berenergi (energen) dan minuman prebiotik (Anonim, 2008). Dalam

aplikasinya, maltodekstrin dapat memberi kekerasan dan tekstur dalam produk

pangan, maltodekstrin yang mengandung sakarida tinggi 95% dan dextrose

equivalent rendah mempunyai sifat gel yang dapat lumer dan bersifat

thermoreversible, sehingga dapat diaplikasikan sebagai pengganti lemak dalam

produk pangan (Roper, 1996). Maltodekstrin merupakan salah satu jenis bahan

pengganti lemak berbasis karbohidrat yang dapat diaplikasikan pada produk frozen

dessert seperti es krim, yang berfungsi membentuk padatan, meningkatkan

viskositas, meningkatkan tekstur, dan meningkatkan kekentalan (Luthana, 2008).

2.12.1 Nutrifikasi

Teknik nutrifikasi makanan diakukan dengan cara penambahan

Page 45: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  49  

makronutrien pada tingkat yang telah disarankan, dan dengan mudah dapat

menyesuaikan dengan kebutuhan serta tingkat perkembangan ilmu gizi saat itu.

Untuk menyusun zat gizi yang bercukupan, tapi tidak berlebihan, yaitu dengan

melakukan kombinasi dari berbagai individu makanan sehingga memiliki nilai gizi

yang lebih seimbang bila hanya terdiri dari satu jenis bahan pangan saja. Melalui

nutrifikasi, restorasi, enrichment dan fortifikasi pangan yaitu secara individu bahan

pokok atau produk pangan diberi tambahan mikronutrien yang diperlukan seperti

vitamin, mineral, asam amino dan makronutrien seperti protein sehingga dihasilkan

makanan yang bergizi lebih tinggi dengan harga yang relatif murah. Istilah nutrifikasi

lebih tepat digunakan karena maksudnya jelas yaitu “to make nutritious”

meningkatkan nilai gizinya (Prihananto, 2004).

2.12 Fortifikasi

Fortifikasi adalah sebuah upaya yang sengaja dilakukan untuk

menambahkan mikronutrien yang penting, yaitu vitamin dan mineral ke dalam

makanan, sehingga dapat meningkatkan kualitas nutrisi dari pasokan makanan dan

bermanfaat bagi kesehatan masyarakat dengan risiko yang minimal untuk

kesehatan. Bank dunia menyatakan bahwa fortifikasi adalah program gizi yang palig

“cost-effective” diantara berbagai program kesehatan, artinya dengan biaya yang

sama atau lebih kecil, program fortifikasi memberikan manfaat yang lebih besar

(WHO, 2006).

Fortifikasi terdiri dari beberapa macam, diantaranya restorasi (penambahan

komponen nutrisi yang hilang selama proses pengolahan), nutrifikasi (penambahan

makronutrien pada tingkat yang disarankan). Fortifikasi pangan umumnya digunakan

untuk mengatasi masalah gizi mikro pada jangka menengah dan panjang. Tujuan

utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan

untuk meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah

pencegahan defisiensi, dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang

membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun

demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan

defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya (Prihananto, 2004).

Prihananto (2004), berpendapat bahwa ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam fortifikasi pangan yaitu pangan merupakan makanan yang sering

dan banyak dikonsumsi penduduk termasuk penduduk miskin, pangan hasil

fortifikasi, sifat organoleptiknya tidak berubah dari sifat aslinya, pangan yang

difortifikasi aman untuk dikonsumsi dan ada jaminan terhadap kemungkinan efek

samping negatif, pangan yang difortifikasi, diproduksi dan diolah oleh produsen yang

Page 46: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  50  

terbatas jumlahnya, tersedia teknologi fortifikasi sesuai dengan pangan pembawa

dan fortifikan yang digunakan, harus ada sistem monitoring yang tegas terhadap

pabrik-pabrik fortifikasi, ada kerjasama yang nyata antara pihak pemerintah, non

pemerintah dan swasta, perlu mekanisme untuk melakukan evaluasi perkembangan

fortifikasi, pangan hasil fortifikasi, harganya tetap terjangkau oleh kelompok target,

dari sisi konsumen diyakini tidak akan terjadi konsumsi berlebihan.

2.13 Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis yaitu biskuit

keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit merupakan produk kering yang memiliki

kadar air rendah. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras,

berbentuk pipih, apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat,

dapat berkadar lemak yang tinggi atau rendah. Crackers merupakan jenis biskuit

yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman,

berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan renyah, serta bila

dipatahkan penampangan potongannya berlapis-lapis. Cookies merupakan salah

satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan

apabila dipatahkan penampangannya bertekstur kurang padat. Sementara wafer

merupakan biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah, dan jika

dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan

proses pemanasan dan pencetakan, sebagai bahan makanan kering hasil

pemanggangan, dengan bahan dasar tepung terigu dan bahan tambahan lain yang

membentuk suatu formula adonan, yang pada gilirannya akan membentuk produk

dengan sifat dan struktur tertentu serta mempunyai umur simpan relatif lama dan

mudah dibawa karena volume dan beratnya relatif kecil sebagai akibat dari proses

pengeringan. Biskuit diproses dengan pemanggangan sampai kadar air tidak lebih

dari 5%. Kualitas biskuit selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari

warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya. Kerenyahan salah satunya ditentukan

oleh kandungan protein dalam bentuk gluten tepung yang digunakan. Sifat masing-

masing biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan

lemak, metode pencampuran batch, kontinyu, kriming, (pencampuran satu tahap),

penanganan adonan dan metode pemanggangan (Matz, 1978).

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa

namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar

dipasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit

memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan

Page 47: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  51  

protein yang relatif rendah. Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari

adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur

padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di

kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagio, 2007).

Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi industri, tahun

2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5-8% didorong oleh kenaikan

konsumsi dosmetik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang

diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan

makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang

diizinkan. Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu biasanya

biskuit hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan

sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Adanya

teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang

mengandung zat gizi makro saja. Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat

mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang

berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia

(SNI 01-2973-1992), seperti pada Tabel 2.19:

Tabel 2.19 Persyaratan Biskuit menurut SNI 01-2973-1992)

Biskuit dibuat dengan adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah,

bila dipatahkan penampang potongnya berongga-rongga. Bahan baku yang

digunakan dalam pembuatan biskuit terdiri dari dua bagian yaitu bahan-bahan yang

berfungsi sebagai pengikat adalah tepung, telur, air, dan garam serta bahan-bahan

yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, shortening (mentega), leaving agent

(baking powder) sebagai bahan pengembang dan kuning telur (Departemen

Perindustrian, 2003).

Page 48: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  52  

Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan penerimaan,

kesegaran dan daya tahan pangan tersebut. Pada proses pemanggangan biskuit,

terjadi proses pemanasan dan proses pengurangan kadar air. Kandungan air pada

biskuit akan mempengaruhi penerimaan konsumen terutama pada atribut tekstur

(kerenyahan). Biskuit dengan kadar air tinggi cenderung tidak renyah sehingga

teksturnya kurang disukai (Winarno, 2004).

Biskuit dengan rasa yang lebih enak lebih disukai oleh banyak masyarakat

dikarenakan oleh tekstur dan konsistensi bahan akan mempengaruhi citarasa yang

ditimbulkan oleh bahan tersebut. Perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat

ditimbulkan oleh bahan tersebut dapat merubah bau dan rasa karena dapat

mempengaruhi kecepatan timbulnya ransangan terhadap sel reseptor olfaktori dari

kelenjar air liur (Winarno 2004).

Proses pembuatan biskuit menurut Sunaryo (1985) yang dimodifikasi oleh

Hiswaty (2002) adalah telur, tepung gula, margarin dikocok sampai mengembang

selama 15 menit, kemudian pencampuran sampai rata, lalu tepung terigu, vanili,

baking powder, susu dimasukkan dalam adonan setelah itu dicetak dan dipanggang

dalam oven 1550C selama 15 menit kemudian menjadi biskuit. Diagram alirnya dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2.19 Diagram Alir Pembuatan Biskuit

(Sunaryo, 1985 yang dimodifikasi oleh Hiswaty, 2002)

Pengocokan

Pencampuran hingga rata

Pengadukan sampai terbentuk adonan

Pencetakan dengan tebal 3mm

Pemanggangan dalam oven pada suhu 1550c selama 15 menit

Biskuit

Pencampuran telur, tepung gula, margarin

Tepung terigu, vanili, baking powder, susu

Page 49: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  53  

Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran

(mixing), pencetakan (cutting) dan pemanggangan (bucking).

a. Pencampuran

Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang digunakan dan untuk

memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen. Adonan yang

diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relatif tidak lengket sehingga mudah

dibentuk (Hui, 1992). Cara pembuatan biskuit meliputi pembuatan adonan yang

dilakukan dengan mencampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai

spesifikasi biskuit yang akan dibuat, misalnya untuk mendapatkan kue yang

bertekstur menyerpih didapat dengan mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu,

kemudian ditambahkan gula cair, garam dan bahan-bahan lain untuk biskuit yang

bertekstur seperti kue pie (Faridi, 1994).

Pada tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi formula sesuai produk

akhir yang ingin dihasilkan. Pencampuran dilakukan dengan peralatan sederhana

yang dioperasikan dengan tangan apabila jumlah adonannya sedikit dan bila dalam

jumlah besar maka menggunakan peralatan yang sesuai yaitu mixer (Fellous, 1990).

b. Pencetakan

Adonan biskuit asin yang telah mengembang dan biskuit manis diberi nomor

urut masakan dan kemudian adonan tersebut dicetak dengan mesin pencetak

secara vertikal (vertically reciprocating cutter/embrossing machine) sehingga adonan

yang tidak tercetak akan kembali ke bagian awal mesin penipis pada proses

pemipihan untuk dicetak kembali. Pencetakan adonan biskuit dilakukan dengan

berbagai bentuk mesin pencetak biskuit sesuai dengan jenis adonan biskuit yang

diinginkan. Selama 1 menit mesin pencetak vertikal mampu mencetak ±115 buah

biskuit (Fellous, 1990).

c. Pemanggangan

Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara dilewatkan

dalam oven yang dilengkapi dengan belt konveyer. Selama pemanggangan

penetrasi panas terjadi di bagian bawah dan atas adonan. Penetrasi panas bagian

tengah berjalan lambat sehingga mudah terbentuk rongga udara dan pembentukan

struktur crumb. Pembakaran menggunakan oven yang menggunakan system noozle

menggunakan empat macam bumer dengan suhu pemanggangan yang berbeda-

beda. Suhu pemanggangan biskuit yang digunakan pada oven 290oC. Proses

pemanggangan ini memerlukan waktu ± (5-7) menit tergantung dari kecepatan

konveyer dan jenis biskuit yang diproduksi. Oven yang digunakan dalam pembuatan

Page 50: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawitrepository.ub.ac.id/150129/3/BAB_II.pdf · dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak

  54  

biskuit asin ini hanya 2 line sementara dalam pembuatan biskuit manis berjumlah 4

line. Parameter yang harus diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah

mengendalikan kecepatan konveyer dan membuka tutup cerobong asap oven

(Faridi, 1994).